ELINUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam disertasi saya yang berjudul:
”
ANALISIS KONSUMSI DANPENYEDIAAN ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA”
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan pembimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya.
Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang
sejenis di perguruan tinggi lainnya. Semua data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2012
ELINUR
Economy (D.S PRIYARSONO as Chairman, MANGARA TAMBUNAN and MUHAMMAD FIRDAUSas the members of the Advisory Committee)
The general objective of this study develop a model of energy consumption by users and the energy supply by energy type in the Indonesian economy. The model used is a simultaneous equation model with two stage least square method. The design of this model uses the assumption that along with economic progress the need for energy has increased so that the necessary supply of energy is greater, and vice versa.
The main findings of this study are: First, world oil prices, domestic energy prices, GDP, and exchange rates are the main factors that influence the consumption and supply of energy in Indonesia. Second, the increase in world oil
prices and declining goverment expenditure of oil subsidies decrease
consumption and supply of energy in Indonesia. The apresiation of the IDR to US Dollar increase consumption and supply of energy in Indonesia. And third, the results of forecasting analysis show overall energy consumption by all sectors tend to increase, except for biomass consumption by the industrial and total of biomass consumption. In addtion, supply of energy tends to increase with smaller rate the increasing of energy consumption.
In the short term, it should be an effort to increase energy utilization efficiency and productivity through conversion using fuel oil by gas and the reduction of subsidies oil in energy prices gradually, accompanied by efforts to increase economic growth, among others, by applying a low interest rate policy and maintain stable exchange rates. In the medium term, some efforts are required to increase investment from the aspect of production, processing, and distribution of fossil energy, and effort-based energy conversion using fuel oil by industry sector into other energy types. Along with that, efforts to increase the number and capacity of oil refineries, gas and electricity generation are required to be done to reduce the level of dependence on the final energy that comes from imports. In the long term, the implemention of green energy development strategy, which shifts the energy use sourced from unrenewable resources to energy use that are renewable resources, such as utilization of water energy, wind, biomass, biodiesel, biogas and other sources of sustainable energy.
Indonesia (D.S. PRIYARSONO sebagai Ketua, MANGARA TAMBUNAN dan MUHAMMAD FIRDAUSsebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Data fakta menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia diiringi dengan peningkatan konsumsi energi dan sebaliknya. Pada periode 1993-2008, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri, sektor transportasi, sektor pertanian, dan sektor lainnya cenderung mengalami peningkatan. Sejalan dengan peningkatan PDB, konsumsi energi empat sektor tersebut juga mengalami peningkatan. Sebaliknya peningkatan konsumsi energi berbagai sektor tersebut juga dapat meningkatkan PDB. Masalah utama yang dihadapi adalah ketergantungan konsumsi energi terhadap energi fosil yang bersifat unrenewable resources, sementara konsumsi energi yang relatif boros mempercepat habisnya cadangan energi fosil yang tersedia. Dalam memenuhi kebutuhan konsumsi energi saat ini, khususnya kebutuhan terhadap bahan bakar minyak (BBM), Indonesia telah melakukan impor. Oleh karenanya sangat penting bagi Indonesia untuk memperhatikan ketersediaan energi yang cukup dan berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi untuk dapat melaksanakan aktivitas ekonomi berbagai sektor secara optimal. Dengan kata lain diperlukan suatu kondisi yang senantiasa memperhatikan keseimbagan antara pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan energi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju. Oleh karena itu penelitian tentang konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia sangat penting dan menarik untuk dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mengestimasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (2) menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal lainnya terhadap
konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (3) melakukan peramalan
terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia menurut pengguna, (4) menganalisis efisiensi energi dalam penggunaan energi di Indonesia, dan (5) merumuskan implikasi kebijakan penyediaan yang efektif dan konsumsi energi yang efisien dalam perekonomian Indonesia.
Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri dari 5 blok persamaan (blok konsumsi enegi, blok transformasi energi, blok penyediaan energi, blok harga energi dan blok output perekonomian) dengan 54 persamaan (36 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas). Metode pendugaan model menggunakan
Two Stage Least Squares (2SLS) karena setiap persamaan struktural bersifat
overidentified.
dipengaruhi oleh PDB sektor transportasi dan konsumsi energi sektor transportasi tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor transportasi responsif terhadap perubahan PDB sektor transportasi dalam jangka panjang. Keempat, Konsumsi energi sektor pertanian dipengaruhi oleh konsumsi energi sektor pertanian tahun sebelumnya.Kelima, Konsumsi energi sektor lainnya dipengaruhi harga gas, trend dan konsumsi energi sektor lainnya tahun sebelumnya.
Pada blok transformasi energi, hasil temuan utama menunjukkan:
Pertama, Seluruh transformasi energi baik transformasi energi kilang minyak, gas dan pembangkit listrik dipengaruhi total konsumsi akhir energi BBM, gas dan listrik. Transformasi energi responsif terhadap perubahan total konsumsi akhir energi BBM, gas dan listrik. Kedua, Input listrik untuk pembangkit listrik dipengaruhi oleh transformasi energi listrik. Input listrik untuk pembangkit listrik responsif terhadap perubahan transformasi energi listrik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kelima, Input gas untuk pembangkit listrik dipengaruhi oleh transformasi gas dan input gas untuk pembangkit listrik tahun sebelumnya.
Keenam, Input BBM untuk pembangkit listrik dipengaruhi oleh transformasi energi kilang minyak dan input BBM untuk pembangkit listrik tahun sebelumya. Input BBM untuk pembangkit listrik responsif terhadap perubahan transformasi energi kilang minyak dalam jangka panjang.
Pada blok penyediaan energi, hasil temuan utama menunjukkan:Pertama, Pemanfaatan kilang minyak dipengaruhi oleh PDB dan pemanfaatan kilang tahun sebelumnya. Kedua, Impor minyak mentah dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, harga minyak dunia dan impor minyak mentah tahun sebelumnya. Impor minyak mentah responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan panjang.Ketiga, Impor BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM dan jumlah transportasi darat. Impor BBM responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Temuan utama pada blok harga energi menunjukkan: Pertama, Harga BBM dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Kedua, Harga gas
dipengaruhi oleh harga gas tahun sebelumnya. Ketiga, Harga batubara
dipengaruhi oleh harga BBM dan harga batubara tahun sebelumnya. Keempat, Harga listrik dipengaruhi oleh harga listrik tahun sebelumnya.
Pada blok output perekonomian, temuan utama dari penelitian ini menunjukkan: Pertama, PDB sektor industri dipengaruhi oleh PDB sektor industri tahun sebelumnya.Kedua, PDB sektor transportasi dipengaruhi oleh total konsumsi energi sektor transportasi, pengeluaran pemerintah dan PDB sektor transportasi tahun sebelumnya. PDB sektor transportasi responsif terhadap perubahan total konsumsi energi sektor transportasi dalam jangka panjang.Ketiga, PDB sektor pertanian dan sektor lainnya dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah.
simulasi ini lebih kecil dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh simulasi kenaikan harga minyak dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar mampu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Ketiga, alternatif kombinasi simulasi kenaikan harga minyak dunia, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar dan penurunan pengeluaran subsidi BBM memperlihatkan pola yang sama dengan alternatif simulasi kenaikan harga minyak dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan penurunan pengeluaran subsidi BBM tidak mampu dieleminir oleh dampak positif yang ditimbulkan oleh apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar.
Hasil analisis efisiensi pemakaian energi menunjukkan bahwa pemakaian energi Indonesia periode lima tahunan dari tahun 1990-2005 cenderung hemat. Pada periode 2006-2010 pemakaian energi total inefisien (boros) dan pada masa mendatang pemakaian energi total cenderungan efisiens. Hal ini terjadi karena penerapan teknologi yang hemat energi seiring dengan berjalannya waktu.
Dari sisi penyediaan, cadangan energi fosil khususnya minyak semakin menipis sehingga berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, berbagai upaya perlu dilakukan sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan energi antara lain dengan cara konversi minyak tanah ke gas untuk rumahtangga, dan pengurangan subsidi BBM. Disamping itu kebijakan nilai tukar rupiah yang stabil perlu dilakukan untuk menangkal dampak negatif dari kenaikan harga minyak dunia yang dapat menyebabkan konsumsi dan penyediaan energi menurun.
Untuk jangka menengah, perlu upaya untuk meningkatkan investasi dari aspek produksi, pengolahan, dan distribusi energi fosil, dan upaya konversi penggunaan energi berbasis bahan bakar minyak oleh sektor industri ke jenis energi lainnya. Seiring dengan itu, upaya peningkatan jumlah dan kapasitas kilang (minyak dan gas) perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap energi akhir yang bersumber dari impor. Upaya peningkatan jumlah dan kapasitas pembangkit listrik juga perlu dilakukan untuk mengeleminir defisit energi listrik yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Pengembangan pembangkit listrik hendaknya difokuskan pada penggunaan energi selain BBM, seperti pembangkit listrik menggunakan energi batubara dan gas. Selanjutnya untuk jangka panjang, upaya untuk menggeser penggunaan energi yang bersumber dariunrenewable resources
kepada penggunaan energi yang bersifat renewable resources, seperti
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
ELINUR
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat. MEc
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka
1. Dr. Harianto
Staf Pengajar Departemen Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Hanggono Tjahjo Nugroho
Nama Mahasiswa : Elinur
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Nomor Pokok : H 363070041
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing :
Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D Ketua
Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D
Anggota Anggota
Mengatahui,
2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Ilmu Ekonomi Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wata’ala yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan
Disertasi dengan judul: Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam
Perekonomian.
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun suatu
model dinamika konsumsi energi menurut pengguna dan penyediaan energi
menurut jenis energi dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan
pendekatan neraca energi. Secara spesifik bertujuan untuk: (1) mengestimasi
faktor-faktor dominan yang mempengaruhi konsumsi dan penyediaan energi di
Indonesia, (2) menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal
terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (3) melakukan peramalan
terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia menurut pengguna,
(4) menganalisis efisiensi energi dalam penggunaan energi di Indonesia, dan
(5) merumuskan implikasi kebijakan penyediaan yang efektif dan konsumsi energi
yang efisien dalam perekonomian Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak: Ir. D.S Priyarsono, Ph.D selaku Ketua Komisi
Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc dan Muhammad Firdaus,
SP., M.Si, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan
arahan dan masukan dalam penyusunan disertasi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus disampaikan kepada
suami tercinta, Dr. Djaimi Bakce atas segala keikhlasan, pengertian dan dorongan
moril dan materil yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan
disertasi ini. Selanjutnya, penulis mengucapan terima kasih juga kepada:
1. Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
2. Bapak Prof. Dr. Ir Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Mayor Ilmu Ekonomi
Pertanian yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan sejak
4. Saudara Fifi selaku staf Pusat Data dan Informasi Kementrian Energi
Sumberdaya dan Mineral yang telah membantu dalam memperoleh data dan
bahan kepustakaan di Kementrian Energi Sumberdaya dan Mineral
5. Ibunda terkasih dan ananda tercinta Lailla Fitria Djaimi yang telah
memberikan dorongan moril dan doa yang tulus yang selalu dipanjatkan untuk
penulis.
6. Mbak Rubi Garniwan, Mbak Yani, Bu Kokom dan Bapak Husen selaku staf di
Mayor Program Studi di Ilmu Ekonomi Pertanian.
7. dan kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas
bantuan dalam penyelesaian disertasi ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan dukungan dari berbagai pihak agar
pemikiran yang tertuang dalam Disertasi ini dapat disempurnakan dan bermanfaat
bagi pihak yang memerlukannya..
Bogor, Januari 2012
Penulis dilahirkan di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau pada tanggal
13 September 1970. Penulis anak ke tujuh dari delapan bersaudara dari Ayah
Nursin (Almarhum) dan Ibu Nurmina.
Penulis menyelesaikan sekolah dasar (SD) di SD Negeri 022 Pekanbaru
tahun 1984. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan ke sekolah menengah
pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Pekanbaru. Tahun 1990, penulis lulus SMA
Negeri 2 Pekanbaru. Selanjutnya, tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang Sarjana di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Riau. Alhamdullilah tahun 1995 penulis berhasil memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Pada tahun 1998 penulis menikah dengan Djaimi Bakce dan pindah ke
Bogor. Penulis dikaruniai seorang putri yang bernama Laila Fitria Djaimi. Tahun
2001 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang S2
(Magister) Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian di Institut Pertanian Bogor
yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau selama 2 tahun.
Alhamdulillah tahun 2004 penulis berhasil memperolah gelar Magister of Sains,
Institut Pertanian Bogor.
Tiga tahun setelah menyelesaikan pendidikan S2, penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang S3 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Penulis memulai karir sebagai dosen di Fakultas Ekonomi
Halaman
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Studi ... 12
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 13
II. T INJ A UAN PU STAKA ... ... ... ... ... ... ... ... 15
2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 15
2.1.1. Model Pertumbuhan Solow ... 15
2.1.2. Teori Pertumbuhan Endogen ... 18
2.1.3. Model Pertumbuhan dengan Sumberdaya Alam .... 23
2.2. Energi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 29
2.3. Kebijakan Energi Nasional ... 34
2.4. Tinjauan Studi Empiris ... 45
2.4.1. Studi Konsep Pertumbuhan Ekonomi dan Energi ... 45
2.4.2. Studi Pertumbuhan Ekonomi dan Energi di Indonesia ... 55
iv
3.2. Konsep Permintaan Energi ... 83
3.3. Konsep Penyediaan dan Transformasi Energi ... 91
3.4. Konsep Efisiensi Pemakaian Energi ... 98
3.5. Kerangka Pemikiran ... 100
IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 104
4.1. Spesifikasi Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 104
4.1.1. Blok Persamaan Konsumsi Energi ... 108
4.1.2. Blok Persamaan Transformasi Energi ... 124
4.1.3. Blok Persamaan Penyediaan Energi ... 128
4.1.4. Blok Persamaan Harga Energi ... 133
4.1.5. Blok Persamaan Output Perekonomian ... 136
4.2. Prosedur Analisis ... 140
4.2.1. Identifikasi Model ... 140
4.2.2. Metode Pendugaan Model ... 141
4.2.3. Validasi Model ... 143
4.2.4. Simulasi Model dan Peramalan ... 144
4.3. Jenis dan Sumber Data ... 146
V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA ... 147
5.1. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 147
5.1.1. Batubara ... 149
5.1.2. Minyak Mentah ... 150
v
5.1.6 Listrik ... 158
5.2. Transformasi Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 160
5.2.1. Transformasi Energi Minyak Bumi ... 161
5.2.2. Transformasi Energi Gas Alam ... 163
5.3. Konsumsi Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 164
5.3.1. Konsumsi Energi Sektor Industri ... 164
5.3.2. Konsumsi Energi Sektor Rumahtangga ... 166
5.3.3. Konsumsi Energi Sektor Transportasi ... 168
5.3.4. Konsumsi Energi Sektor Pertanian ... 169
5.3.5. Konsumsi Energi Sektor Lainnya ... 170
VI. HASIL PENDUGAAN MODEL KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA ... 172
6.1. Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model ... 172
6.2. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas ... 174
6.2.1. Konsumsi Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 175
6.2.2. Transformasi Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 196
6.2.3. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 204
6.2.4. Harga Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 210
6.2.5. Output Dalam Perekonomian Indonesia ... 214
VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DI INDONESIA ... 222
vi
Eksternal ... 225
7.2.2. Dampak Alternatif Kombinasi Kebijakan dan Perubahan Faktor Eksternal ... 234
7.3. Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Periode 2012 -2025 ... 242
VIII. EFISIENSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA ... 250
8.1. Efisiensi Pemakaian Energi Menurut Sektor ... 255
8.2. Strategi Penghematan dan Pemanfaatan Energi ... 258
8.2.1. Strategi Penghematan Energi ... 259
8.2.2. Strategi Pemanfaatan Energi ... 264
IX. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN PENELITIAN LANJUTAN ... 267
9.1. Kesimpulan ... 267
9.2. Implikasi Kebijakan ... 270
9.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 272
DAFTAR PUSTAKA ... 273
Nomor Halaman
1. Perkembangan Kebijakan Energi Nasional, Tahun 1981 – 2003 .. 38
2. Potensi Energi Terbarukan Untuk Pembangkit Listrik Tahun
2006 ... 142
3. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM
Sektor Industri ... 175
4. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Listrik
Sektor Industri ... 177
5. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Batubara
Sektor Industri ... 177
6. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gas
Sektor Industri ... 178
7. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Biomas
Sektor Industri ... 179
8. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM
Sektor Rumahtangga ... 181
9. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Listrik
Sektor Rumahtangga ... 182
10. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gas
Sektor Rumahtangga ... 183
11. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Biomas
Sektor Rumahtangga ... 184
12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM
Sektor Transportasi Darat ... 185
13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM
Sektor Transportasi Lainnya ... 186
14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Jumlah Transportasi
Darat Non Penumpang ... 187
15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Jumlah Transportasi
viii
17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM
Sektor Lainnya ... 191
18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gas Sektor Lainnya ... 192
19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Listrik Sektor Lainnya ... 193
20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Biomas Sektor Lainnya ... 193
21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Energi Kilang Minyak ... 196
22. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Energi Listrik ... 197
23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Energi Gas ... 198
24. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input Listrik untuk Pembangkit Listrik ... 200
25. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input Gas untuk Pembangkit Listrik ... 201
26. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input BBM untuk Pembangkit Listrik ... 202
27. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input Batubara untuk Pembangkit Listrik ... 203
28. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pemanfaatan Kilang Minyak ... 205
29. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Produksi Batubara .. 207
30. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Impor Minyak Mentah ... 208
31. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Impor BBM ... 209
32. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga BBM ... 210
33. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Listrik ... 211
ix
Biomas ... 213
37. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor Industri 215
38. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor
Transportasi ... 215
39. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor
Pertanian ... 217
40. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor
Lainnya ... 217
41. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pengeluaran Subsidi
BBM ... 219
42. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penerimaan
Pemerintah ... 220
43. Hasil Pengujian Validasi Model Konsumsi dan Penyediaan
Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 223
44. Dampak Alternatif Kebijakan Ekonomi dan Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam
Perekonomian Indonesia Periode 1990 – 2008 ... 226
45. Dampak Alternatif Kombinasi Kebijakan Ekonomi dan
Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Konsumsi dan
Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Periode
1990 – 2008 ... 235
46. Hasil Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi Tanpa
Nomor Halaman
1. Trend PDB Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008 ... 4
2. Trend Konsumsi Energi Akhir Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008 ... 5
3. Perbandingan Elastisitas Pemakaian Energi Sejumlah Negara, Tahun 1998 – 2003 ... 7
4. Perbandingan Intensitas Penggunaan Energi Primer Beberapa Negara ... 8
5. Intensitas Konsumsi Energi akhir Per Kapita di Indonesia, Tahun 2000-2008 ... 8
6. Model Pertumbuhan Solow ... 16
7. Elastisitas Substitusi Antara Faktor Produksi Kapital dan Sumberdaya ... 26
8. Gambaran Model Energi Dunia ... 54
9. Struktur Modul Penyediaan Energi Fosil ... 91
10. Struktur Modul Kilang dan Transformasi Energi ... 94
11. Struktur Modul Pembangkitan Listrik ... 96
12. Struktur Modul Pembangkit Listrik Energi Terbarukan ... 97
13. Kerangka Pemikiran Studi Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 101
14. Simplifikasi Model Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 106
15. Diagram Simplifikasi Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomi Indonesia ... 107
16. Peramalan Berdasarkan Ruang Waktu ... 145
17. Penyediaan Energi Batubara Tahun 1990-2008 ... 150
xi
21. Penyediaan Energi Biomas Tahun 1990-2008 ... 158
22. Penyediaan Listrik Indonesia Tahun 1990-2008 ... 159
23. Tranformasi Energi Minyak Mentah Indonesia Tahun
1990-2008 ... 162
24. Transformasi Energi Gas Bumi Tahun 1990-2008 ... 164
25. Konsumsi Energi Sektor Industri Tahun 1990-2008 ... 165
26. Konsumsi Energi Sektor Rumahtangga Tahun 1990-2008 ... 166
27. Konsumsi Energi Sektor Transfortasi Tahun 1990-2008 ... 168
28. Konsumsi Energi Sektor Pertanian Tahun 1990-2008 ... 170
29. Konsumsi Energi Sektor Lainnya Tahun 1990-2008 ... 171
30. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Total
Periode Lima Tahunan ... 251
31. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Industri Periode Lima Tahunan ... 253
32. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Rumahtangga Periode Lima Tahunan ... 255
33. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Transportasi Periode Lima Tahunan ... 256
34. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Pertanian Periode lima tahunan ... 256
35. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor
Nomor Halaman
1. Data Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian
Indonesia ... 280
2. Program Pendugaan Model Konsumsi dan Penyediaan
Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 289
3. Hasil Pendugaan Model Konsumsi dan Penyediaan Energi
dalam Perekonomian Indonesia ... 297
4. Program Simulasi Dasar Model Konsumsi dan Penyediaan
Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 319
5. Hasil Simulasi Dasar Model Konsumsi dan Penyediaan Energi
dalam Perekonomian Indonesia ... 324
6. Program Simulasi Faktor Eksternal dan Kebijakan Pemerintah
pada Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam
Perekonomian Indonesia ... 330
7. Hasil Simulasi Faktor Eksternal dan Kebijakan Pemerintah
pada Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam
Perekonomian Indonesia ... 335
8. Program Peramalan Peubah Eksogen pada Model Konsumsi
dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 341
9. Hasil Peramalan Peubah Eksogen pada Model Konsumsi dan
Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 306
10. Program Peramalan Peubah Endogen pada Model Konsumsi
dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 345
11. Hasil Peramalan Peubah Endogen pada Model Konsumsi dan
Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting
dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk dan berkembangnya perekonomian suatu negara maka
kebutuhan akan energi baik untuk kebutuhan konsumsi (rumahtangga) maupun
untuk menjalankan aktivitas produksi (sektor ekonomi) akan cenderung
mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, negara-negara di dunia
menggunakan energi fosil yang bersifatunrenewable resources untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Oleh karenanya diperlukan upaya optimalisasi pasokan
energi dan efisiensi dalam pemanfaatannya.
Perkembangan terkini pemanfaatan energi di Indonesia menunjukkan telah
terjadi perubahan status dari negara pengekspor menjadi pengimpor khususnya
minyak yang disebabkan oleh beberapa faktor: (1) penekanan konsumsi minyak
fosil bagi rumahtangga dan industri telah mempercepat habisnya produksi,
(2) setelah krisis ekonomi, Indonesia tidak melakukan investasi yang memadai
dalam eksplorasi sumber atau ladang minyak baru, dan (3) investasi penyulingan
minyak (oil refinery) juga terlambat dilakukan. Ketiga faktor inilah telah
menyebabkan adanya kelangkaan minyak berbasis fosil di Indonesia.
Pada masa mendatang, energi fosil tetap akan dominan walaupun harga
minyak cenderung meningkat. Pada tahun 2005 pemerintah Indonesia menaikkan
harga minyak yang didorong oleh meningkatnya harga minyak dunia. Akan tetapi
kenaikan harga minyak ini tidak dapat mencegah status Indonesia dari net
Diperkirakan impor minyak mentah akan meningkat, sementara itu persaingan di
pasar dunia (karena masuknya China secara agresif) telah menaikkan harga
minyak pada tingkat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Bagi Indonesia,
sumber energi alternatif terhadap minyak adalah dua sumber energi tidak
terbarukan, yaitu batubara dan gas alam (natural gas).
Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 dinyatakan
sejumlah persoalan terkait dengan kondisi keenergian di Indonesia, yaitu:
(1) struktur APBN masih tergantung penerimaan migas dan dipengaruhi subsidi
bahan bakar minyak (BBM), (2) industri energi belum optimal, (3) infrastruktur
energi terbatas, (4) harga energi belum mencapai keekonomian, dan
(5) pemanfaatan energi belum efisien. Kondisi tersebut mengakibatkan: (1) bauran
energi primer timpang, diperlihatkan oleh pemanfaatan gas dan batubara dalam
negeri belum optimal, (2) pengembangan energi alternatif terhambat karena
adanya subsidi BBM, (3) Indonesia menjadinet importer minyak, dan (4) subsidi
BBM membengkak.
Indonesia menjadi net importir minyak bumi, tidak hanya disebabkan oleh
peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, dan keterbatasan investasi, juga
disebabkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi menipisnya cadangan minyak
melalui kebijakan harga energi murah dengan memberikan subsidi yang besar.
Sebagai pembanding, harga retail gas pada tahun 2005 US$1.0 di Kenya, tetapi
hanya $ 0.50 di Indonesia. Sifat dari kebijakan harga energi murah berkembang
semakin mendalam dalam pasar minyak (energi), konsumen menjadi terbiasa
menerima harga minyak bersubsidi. Akar dari permasalahan di sini adalah:
sumberdaya alam dikuasai oleh Negara dan digunakan oleh pemerintah dengan
sebesar-besarnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Interpretasi pertama dari undang-undang ini adalah pasar energi dikendalikan oleh
pemerintah, dengan kekuatan intervensi pemerintah di pasar minyak. Rendahnya
kinerja perusahaan milik negara PERTAMINA dan jaminan harga oleh
pemerintah merefleksikan kegagalan intervensi Negara. Kedua, berdasarkan
alasan dari sisi undang-undang tersebut, kegagalan pasar terbesar ditemukan pada
sektor ekonomi yang berbasis produksi energi sumberdaya alam. Hasilnya,
kebijakan harga sumberdaya alam ditetapkan melalui intervensi pemerintah,
bukan dikendalikan oleh mekanisme pasar. Sebagai konsekuensinya, secara
umum pasar energi adalah pasar persaingan tidak sempurna (Tambunan, 2006).
Ini sejalan dengan pendapat Titenberg’s (2003) yang menyatakan bahwa
pemerintah mengontrol dengan memberlakukan harga yang cenderung tetap,
sebaliknya melalui mekanisme pasar persaingan sempurna yang paling diharapkan
oleh para ekonom.
Lebih lanjut Tambunan (2006) menyatakan bahwa kebijakan harga energi
murah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin hanya dapat
diimplementasikan jika negara memiliki surplus penerimaan. Status monopoli
pada PERTAMINA, dikombinasikan dengan harga minyak murah, memberikan
implikasi yang lebih luas daripada pengakuan publik. Menciptakan konsumsi
minyak fosil yang lebih cepat, hal tersebut akan memberikan lima dampak:
(1) ketergantungan yang tinggi pada minyak fosil sebagai sumber energi utama,
(2) “salah didik” pada masyarakat untuk menggunakan minyak secara berlebihan,
sumber-sumber energi, dan (5) gagal menarik investasi pada industri hilir, seperti
retail pasar minyak.
Selanjutnya, hipotesis penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan konsumsi energi dan sebaliknya. Dengan demikian ada hubungan
antara konsumsi energi dengan perkembangan perekonomian. Kasus di Indonesia
menunjukkan bahwa peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) diiringi dengan
peningkatan konsumsi energi akhir. Gambar 1 dapat dilihat bahwa Produk
Domestik Bruto yang didisagregasi dalam empat sektor ekonomi pada periode
1993-2008 seluruhnya cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan urutan
menurut besarnya nilai PDB, sektor yang memberikan kontribusi tertinggi adalah
sektor lainnya (pertambangan, konstruksi, listrik, gas, air bersih, perdagangan,
hotel, restoran, komunikasi, dan jasa), diikuti secara berturut-turut oleh sektor
industri, sektor pertanian dan sektor transportasi.
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
P
Industri Transportasi Pertanian Sektor Lainnya Sumber: BPS (diolah)
Gambar 1. Trend PDB Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008
Dengan memperhatikan Gambar 2, terlihat bahwa trend konsumsi energi
energi akhir mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, secara berturut-turut
adalah sektor industri, sektor transportasi, sektor lainnya dan sektor pertanian.
Dengan melihat trend PDB yang meningkat seperti pada Gambar 1 dan
membandingkannya dengan trend konsumsi energi akhir yang juga meningkat
seperti Gambar 2, memperkuat hipotesis bahwa seiring dengan berkembangnya
perekonomian maka kebutuhan terhadap energi juga mengalami peningkatan.
0.00
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
K
Industri Transportasi Pertanian Sektor lainnya c
Sumber: Kementrian ESDM, 2006 dan 2009
Gambar 2. Trend Konsumsi Energi Akhir Empat Sektor Ekonomi, Tahun
1993-2008
Mengacu pada penjelasan di atas adalah sangat penting bagi Indonesia
untuk memperhatikan masalah ketersediaan energi yang baik untuk kebutuhan
konsumsi rumahtangga maupun untuk aktivitas ekonomi sektor pertanian,
pertambangan, konstruksi, transportasi, industri pengolahan, dan sektor ekonomi
lainnya. Dengan kata lain diperlukan suatu kondisi yang senantiasa
mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan
ketersediaan energi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan
studi yang menganalisis konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian
Indonesia. Untuk itu akan digunakan pendekatan konsumsi dan penyediaan
energi dengan analisis ekonometrika yang dinamis.
1.2. Permasalahan
Mencermati perkembangan terkini sektor energi di Indonesia ditemukan
berbagai permasalahan dari aspek konsumsi, harga dan produksi. Dari aspek
konsumsi dan harga, permasalah utama yang ditemukan adalah pemanfaatan
energi yang relatif boros, diperlihatkan oleh tingkat elastisitas pemakaian energi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Kenyataan adanya masyarakat tidak
mampu yang mempunyai daya beli yang rendah untuk memenuhi konsumsinya
disikapi pemerintah dengan memberlakukan kebijakan harga energi murah. Tidak
hanya masyarakat yang tidak mampu memperoleh manfaat dari penerapan
kebijakan harga energi murah ini, masyarakat golongan atas dan dunia usaha juga
menikmatinya. Dengan kata lain kebijakan yang diberlakukan pemerintah selama
ini adalah salah satu pemicu terjadinya pemborosan pemanfaatan energi di
Indonesia. Dampak negatif lainnya dari penerapan kebijakan harga energi murah
ini juga mendorong maraknya penyelundupan khususnya BBM ke luar negeri.
Walaupun saat ini pemerintah telah menaikkan harga BBM namun masih lebih
rendah dari harga minyak dunia, oleh karenanya praktek-praktek penyelundupan
ke luar negeri masih tetap terjadi.
Data Statistik Ekonomi Energi Departemen Energi Sumberdaya Dan
Mineral (DESDM) menggambarkan bahwa elastisitas pertumbuhan konsumsi
tahun 1991-2005 mencapai 2,02. Angka tersebut menunjukkan bahwa
pertumbuhan PDB masih bergantung pada pertumbuhan konsumsi energi yang
besar. Elastisitas energi yang diharapkan kurang dari 1, yang menunjukkan tingkat
efisiensi tinggi. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi
negara-negara maju. Bahkan Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam
kurun waktu 1998–2003 (DESDM 2006). Energi di Indonesia masih banyak
digunakan untuk kegiatan yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya
elastisitas energi Indonesia. Perbandingan elastisitas dan intensitas pemakaian
energi sejumlah negara periode tahun 1998-2003 disajikan pada Gambar 3 dan
Gambar 4.
Sumber: DESDM, 2006
Sumber: Kementerian ESDM, 2009
Gambar 4. Perbandingan Intensitas Penggunaan Energi Primer Beberapa Negara
Lebih lanjut pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa intensitas konsumsi
energi akhir per kapita di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada
tahun 2000, intensitas konsumsi energi akhir per kapita sebesar 2.26 SBM per
kapita kemudian meningkat menjadi 2.82 pada tahun 2008. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam kurun waktu 8 tahun, terjadi peningkatan
pemborosan penggunaan energi sebesar 24.78 persen.
Sumber: Kementerian ESDM, 2009
Dari aspek harga energi menunjukkan harga energi di Indonesia relatif
murah dan belum menjacapai harga keekonomiannya. Rendah harga energi di
Indonesia disebabkan harga energi masih disubsidi oleh pemerintah. Menurut
Tambunan (2006) menyatakan bahwa rendahnya harga BBM membawa dampak
negatif: (1) tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak bumi yang
ditunjukkan oleh dominasi minyak bumi dalam kombinasi pasokan sumber energi
domestik (energy mix). Sinyal harga yang rendah tersebut menjadi disinsentif bagi
usaha diversifikasi maupun konservasi (penghematan) energi, (2) Subsidi BBM di
APBN mengancam keberlangsungan fiskal (fiscal sustainability) pemerintah,
(3) tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, baik fosil energi seperti gas
alam dan batu bara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak bumi maupun
energi baru dan terbarukan, (4) maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri
sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata di
sektor transportasi, industri, dan rumahtangga, (5) maraknya kegiatan
pengoplosan BBM yang merugikan negara dan konsumen umum, dan (6) sinyal
harga mendistorsi kelayakan investasi di sektor hilir migas.
Lebih lanjut Tambunan (2006) menyatatakan terdapat dua permasalahan
utama yang dihadapi dari aspek penyediaan energi, yaitu terbatasnya teknologi
eksplorasi sumber-sumber energi dan investasi. Karena keterbatasan dalam
penguasaan teknologi eksplorasi, sebagian besar aktivitas eksplorasi minyak di
Indonesia dilakukan kontraktor perusahaan minyak asing dengan sistem kontrak
produksi sharing (KPS) dengan skema pembagian 85 persen untuk pemerintah
pusat dan 15 persen untuk kontraktor. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak
domestik, sebagian diantaranya diekspor oleh kontraktor untuk memperoleh
penghasilan yang lebih baik karena harga minyak dunia yang lebih tinggi dari
harga domestik.
Sementara itu investasi energi masih terbatas. Hal ini terlihat dengan
jumlah kilang minyak yang berproduksi di Indonesia. Berdasarkan data
Kementrian Energi Sumber Daya Mineral tahun 1990-2008 menunjukkan
pertumbuhan rata-rata jumlah kilang minyak sebesar 1.39 persen dari 8 kilang
minyak tahun 1990-2003 menjadi 10 kilang minyak tahun 2007- 2008. Rendahnya
investasi di sektor energi ini disebabkan oleh beberapa permasalahan (Tambunan,
2006): (1) regulatory environment problem, karena berbagai peraturan
menciptakan ketidakpastian dan inkonsistensi sehingga menciptakan regulatory
riskyang besar sehingga menjadi disensentif bagi investor dalam dan luar negeri,
(2) pricing policy problem, kecenderung penetapan harga di dalam negeri yang
rendah sehingga tidak menarik bagi investor dan ini mensyaratkan agar harga
energi menjadi masalah strategik, (3) high cost economy, dengan proses pasar
energi yang menyangkut perencanaan proyek di Indonesia perlu dibangun suatu
proses menyeluruh yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka sehingga para
investor dapat menghemat biaya dan efisien dalam melakukan proses eksplorasi,
(4) inconsistency tax system, ada inkonsistensi di bidang perpajakan yang
berkaitan dengan implementasi regulasi baru, dan (5) limited infrastructure,
infrastruktur jalan, transmisi, transportasi, dan pelabuhan yang menghubungkan
wilayah eksplorasi dan distribusi dirasakan sangat kurang sehingga menghambat
Seiring dengan ketersediaan energi fosil yang semakin langka, karena
merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, dewasa ini berbagai negara di
dunia, termasuk Indonesia, kembali menggalakkan penggunaan energi biomass
sebagai salah satu energi yang dapat diperbaharui. Biomass merupakan seluruh
bahan organik, berasal dari kayu, tumbuhan, kotoran hewan, dan sumber-sumber
organik lainnya, yang dapat didigunakan sebagai sumber energi. Hal ini senada
dengan ungkapan Reksowardoyo dan Soeriawidjaja (2006) yang menyatakan
bahwa biomass adalah semua bahan-bahan organik yang berasal dari tumbuhan
dan hewan, produk dan limbah industri budidaya pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan, yang dapat diproses menjadi bioenergi.
Sampai saat ini tiga jenis sumber energi: minyak, gas alam dan listrik
merupakan sumber utama energi bagi fungsi pemanasan, mesin pendingin,
memasak, penerangan dan transportasi. Pada umumnya, energi dilihat sebagai
faktor input dalam dunia industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor
ekonomi lainnya. Secara agregat, energi selalu dilihat (dikaitkan) dengan kegiatan
ekonomi penduduk dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Permintaan terhadap
energi pada masa mendatang akan masih tetap dipengaruhi oleh peningkatan
jumlah penduduk, meningkatnya jumlah ekonomi (income per capita) dan
meningkatkan mobilitas hidup. Sering terjadi di negara berkembang, pada saat
efisiensi energi tercapai, hasil efisiensi tersebut tetap dikonsumsi oleh
pertambahan penduduk.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa seiring dengan perkembangan
perekonomian, konsumsi energi oleh berbagai sektor cenderung meningkat, hal ini
perekonomian dunia juga cenderung mendorong kenaikan harga energi domestik.
Walaupun sejumlah negara, termasuk Indonesia, mengalami kontraksi ekonomi
akibat dilanda krisis ekonomi global sejak tahun 2008, namun Indonesia masih
mengalami pertumbuhan positif tertinggi ketiga setelah China dan India. Secara
perlahan perekonomian Indonesia pulih, yang diperlihatkan oleh tingkat
pertumbuhan ekonomi yang mengalami pergerakan positif dan nilai tukar Rupiah
terhadap US Dollar cenderung menguat. Dalam rangka mendorong pertumbuhan
sektor riil, termasuk di bidang energi, Pemerintah Indonesia melalui Bank
Indonesia memberlakukan kebijakan penurunan suku bunga sehingga mendorong
investor semakin termotivasi untuk menanamkan modalnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan empat permasalahan yang
perlu dijawab dalam studi ini, yaitu:
1. Apa saja faktor-faktor yang dominan mempengaruhi konsumsi dan
penyediaan energi di Indonesia?
2. Bagaimana dan seberapa besar dampak kebijakan ekonomi dan faktor
eksternal lainnya terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia?
3. Berapa besar konsumsi dan penyediaan energi pada masa mendatang
sehubungan dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian Indonesia?
4. Kebijakan penyediaan dan konsumsi energi bagaimana yang efektif dalam
perekonomian Indonesia?
1.3. Tujuan Studi
Secara umum tujuan dari studi ini adalah untuk membangun suatu model
dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan neraca energi.
Secara spesifik studi ini bertujuan untuk:
1. Menduga faktor-faktor dominan yang mempengaruhi konsumsi dan
penyediaan energi di Indonesia.
2. Menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal lainnya
terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia.
3. Melakukan peramalan terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia
menurut pengguna pada masa mendatang.
4. Merumuskan implikasi kebijakan penyediaan energi yang efektif dan
konsumsi energi yang efesien dalam perekonomian Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsumsi dan
penyediaan energi Indonesia yang memaparkan aliran energi dimulai dari sumber
energi, diikuti dengan transformasi energi, sampai dengan konsumsi energi akhir
oleh konsumen akhir. Jenis energi yang dianalisis dengan model persamaan
simultan ini terdiri dari minyak mentah, batubara, BBM, gas, listrik, dan biomas.
Transformasi energi, sesuai dengan neraca energi Indonesia, terdiri dari
penyulingan minyak dan pembangkit listrik. Sementara itu, konsumen akhir
energi akhir yang dianalisis terdiri dari 5 sektor, yaitu sektor: industri,
transportasi, rumahtangga (pemukiman), pertanian, dan sektor lainnya.
Untuk menganalisis konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian
Indonesia, sejumlah peubah dari luar data neraca energi dimasukkan ke dalam
berbagai jenis energi, jumlah penduduk, produk domestik bruto (PDB), dan
peubah-peubah pendukung lainnya.
Mencermati ruang lingkup yang telah dikemukakan, penelitian ini memiliki
sejumlah keterbatasan terutama terkait dengan agregasi jenis energi dan konsumen
akhir. Pada studi ini jenis energi batubara, BBM, gas, dan biomass dianalisis
secara agregat, padahal keempat jenis energi ini memiliki spesifikasi yang lebih
rinci. Tidak dilakukannya disagregasi terhadap keempat jenis energi tersebut,
khususnya terkait dengan sumber (penyediaan) energi, disebabkan data yang
terdapat dalam neraca energi Indonesia tidak secara detail merinci spesifikasi
berbagai jenis energi tersebut. Demikian juga halnya dengan jenis energi listrik
tidak dirinci menurut status kepemilikan pembangkit listrik dan sumber energi
listrik. Menurut status kepemilikan, pembangkit energi listrik terdiri dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan perusahaan listrik swasta atau pembangkit
listrik milik pribadi. Menurut sumbernya, energi listrik berasal dari pembangkit
listrik tenaga diesel, pembangkit tenaga uap, tenaga air, dan sumber lainnya.
Selanjutnya, analisis terhadap konsumen akhir energi juga dilakukan secara
agregat mengacu pada data yang tersedia dalam neraca energi Indonesia.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, konsumen akhir yang dianalisis terdiri
dari sektor industri, transportasi, rumahtangga (pemukiman), pertanian, dan sektor
2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Basis model pertumbuhan ekonomi adalah teori yang dirumuskan oleh
Solow (1956), seorang penerima hadiah Nobel, namun dalam model tersebut belum
memasukkan faktor sumberdaya secara keseluruhan. Model ini kemudian
diperluas dengan memasukkan faktor sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui
dan sumberdaya yang dapat diperbaharui, dan jasa-jasa dalam mendapatkan dan
pengelolannya. Namun demikian, model-model yang diperluas ini hanya
diaplikasikan dalam konteks debat tentang ekonomi berkelanjutan, bukan dalam
bentuk aplikasi makro ekonomi (Stern, 2003).
2.1.1. Model Pertumbuhan Solow
Model-model pertumbuhan ekonomi menguji evolusi dari perekonomian
secara hipotesis selamanya sebagai kuantitas dan/atau kualitas berbagai input
dalam perubahan proses produksi. Disini akan dijabarkan model pertumbuhan
Solow (1956) mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Stern (2003).
Dalam model ukuran angkatan kerja konstan menyatakan bahwa kapital
merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan output, dalam hal ini
adalah pendapatan nasional. Model Neoklasik mengasumsikan output meningkat
dengan tingkat yang semakin menurun apabila jumlah kapital yang digunakan
meningkat seperti Gambar 6.
Apabila penduduk diasumsikan konstan, maka hasil kali antara angkatan
kerja dan tabungan merupakan proporsi konstan dari pendapatannya. Sehingga
proporsi konstan dari penyusutan stok kapital yang ada (dan menjadi kurang
produktif) dalam setiap periode waktu.
Sumber: Stern, 2003
Gambar 6. Model Pertumbuhan Solow
Stok kapital dalam keadaan keseimbangan ketika tabungan sama dengan
penyusutan. Ini juga digambarkan dalam Gambar 6 kurva Solow. Catatan bahwa
kurva tabungan mempunyai bentuk yang sama seperti kurva output, tetapi lebih
rendah untuk setiap nilai K (kapital). Ini disebabkan tabungan merupakan proporsi
konstan, s, dari pendapatan. Dinamika yang digambarkan pada gambar kurva
Solow sangat sederhana. Pada bagian sebelah kiri K, dimana kapital per tenaga
kerja adalah langka, investasi kapital menghasilkan pendapatan yang relatif lebih
besar pada masa mendatang, dan akan menawarkan tingkat pengembalian yang
tinggi. Lebih lanjut dapat dilihat posisi relatif kurva S (stok kapital) dan D
(depresiasi) disebelah kiri K yang menambah stok kapital lebih besar daripada
depresiasi dan juga meningkatkan kapital.
Namun demikian, tingkat pengembalian kapital yang menurun
mengimplikasikan bahwa kenaikan berturut-turut dari kapital menghasil tambahan
pendapatan yang menurun pada masa mendatang, sehingga tingkat pengembalian
investasi turun. Oleh karenanya insentif untuk akumulasi kapital melemah. Ketika
stok kapital menyentuh K, akan terjadi keadaan stationer atau keseimbangan.
Penambahan kapital dengan tabungan untuk menutupi kerugian dalam
pengurangan kapital karena depresiasi dan tingkat pengembalian investai akan
jatuh ke titik dimana tidak ada insentif untuk akumulasi kapital yang lebih banyak.
Dalam model ini, perekonomian akan lebih cepat atau lebih lambat
menyentuh keadaan stationer apabila tidak ada (tambahan) investasi bersih, dan
pertumbuhan ekonomi pada akhirnya harus terhenti. Dalam suatu proses transisi,
pada saat suatu negara bergerak melewati keadaan stationer ini, pertumbuhan
dapat dan akan terjadi. Pada perekonomian terkebelakang, dengan stok kapital per
tenaga kerja yang kecil, dapat mencapai pertumbuhan yang cepat dengan
membangun stok kapitalnya. Tetapi seluruh perekonomian pada akhirnya akan
menuju pertumbuhan keseimbangan nol jika tingkat tabungan konstan. Tidak ada
negara dapat tumbuh secara kekal hanya dengan mengakumulasi kapital.
Jika angkatan kerja tumbuh pada tingkat yang tetap sepanjang waktu, total
stok kapital dan total kuantitas output akan meningkat tetapi kapital per tenaga
kerja dan output per tenaga kerja akan tetap konstan apabila suatu perekonomian
telah mencapai keseimbangannya. Hanya perlu penyesuaian pada gambar kurva
Solow bahwa seluruh unit sekarang diukur dalam bentuk per kapita.
Mengacu pada teori pertumbuhan Neoklasik, pertumbuhan ekonomi
hanya akan terjadi dengan adanya kemajuan teknologi. Kuantitas dan kualitas
model Solow yang telah dijelaskan, kemajuan teknologi secara kontinu
menggeser fungsi output ke atas, sehingga meningkatkan keseimbangan stok
kapital per kapita dan level output. Secara intuitif, peningkatan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi akan meningkatkan tingkat pengembalian kapital,
sehingga dapat dinyatakan bahwa pengembalian kapital yang menurun
sebaliknya akan menghambat pertumbuhan.
2.1.2. Teori Pertumbuhan Endogen
Model Solow yang telah diuraikan tidak menjelaskan bagaimana perbaikan
teknologi terjadi. Model tersebut mengasumsikan perubahan teknologi terjadi
secara eksogen, sehingga disebut juga dengan model perubahan teknologi
eksogen. Model yang lebih terkini memberlakukan perubahan teknologi secara
endogen, yakni menjelaskan kemajuan teknologi yang masuk dalam model
sebagai keluaran dari keputusan yang diambil oleh perusahaan atau individual.
Dalam model pertumbuhan endogen, hubungan antara kapital dan output
dapat ditulis dalam bentuk Y = AK. Kapital, K, didefenisikan lebih luas daripada
model Neoklasik, yaitu gabungan pabrik/mesin dan pengetahuan berbasis kapital.
Teori pertumbuhan endogen ini telah menempatkan asumsi-asumsi yang rasional,
unsur A diekspresikan sebagai konstanta, dan pertumbuhan dapat terjadi tidak
terhingga sebagai akumulasi kapital.
Poin kunci dari model pertumbuhan endogen adalah ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bentuk kapital yang terakumulasi melalui research and
development (R&D) dan proses penciptaan pengetahuan lainnya. Ilmu
tidak habis karena digunakan, yang mengimplikasikan bahwa stok pengetahuan
dapat dihasilkan sepanjang waktu, walaupun sedang digunakan. Kedua,
menghasilkan eksternalitas positif dalam produksi: perusahaan yang melakukan
R&D memperoleh benefit dari mendapatkan pengetahuan, perusahaan yang lain
juga memperoleh manfaat. Ada beneficial spillovers (limpahan manfaat) bagi
perekonomian dari proses R&D sehingga manfaat sosial dari inovasi melebihi
manfaat swasta kepada innovator awal (Stern, 2003).
Menurut Romer (1994) bahwa ide dasar dari teori pertumbuhan endogen
adalah investasi kapital baik dalam bentuk mesin maupun manusia mampu
menciptakan eksternal positif. Artinya investasi tidak hanya meningkatkan
kapasitas produktif dari perusahaan yang melakukan investasi atau tenaga kerja,
tetapi juga kapasitas produktif dari perusahaan-perusahaan atau tenaga kerja
lainnya yang terkait. Singkatnya, dalam teori pertumbuhan endogen bahwa
inovasi teknologi dan pembentukan modal manusia dilihat sebagai sumber utama
dari pertumbuhan produktivitas, dan pertumbuhan tersebut pada gilirannya
merupakan motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi (engine of growth).
Teori pertumbuhan endogen mengasumsikan hanya terdapat satu sektor
produksi atau semua sektor bersifat simetris (Todaro, 2000). Seiring dengan itu,
Sachs dan Larrain (1993) menyatakan bahwa model pertumbuhan endogen
memiliki asumsi increasing return to scale yang menyatakan bahwa ekonomi
skala hasil yang meningkat tidak harus dicapai padastedy state growth rate yang
sama dengan laju pertumbuhan penduduk ditambah dengan labor autmenting
technical progress. Pertumbuhan pada tingkat yang lebih tinggi harus bisa
endogen menolak asumsi penyusutan imbalan marginal atas investasi modal
(diminishing marginal returns to capital investments) yang dipegang teguh oleh
teori Neokalsik.
Selanjutnya, Todaro (2000) mengatakan model pertumbuhan endogenus
menekankan bahwa investasi dalam modal fisik dan modal manusia akan dapat
ekonomi eksternal dan perningkatan produktivitas yang melebihi keuntungan
pihak swasta yang melakukan investasi itu, dan kelebihan itu cukup untuk
mengimbangi penurunan skala hasil. Pada saat selanjutnya, hal tersebut
menciptakan peluang-peluang investasi baru yang nantinya juga membuahkan
ekonomi eksternal sehingga α pada persamaan Solow sama dengan 1. Itu berarti
persamaan persamaan pertumbuhan neoklasik 1
L AK
Y , diubah menjadi
sebuah persamaan persamaan pertumbuhan endogen yaitu Y AK . Hasil
akhirnya adalah peningkatan skala hasil yang mampu menciptakan proses
pembangunan yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Terciptanya hasil
akhir dari teori pertumbuhan Endogenous justru tidak dipercaya oleh para
penganut teori pertumbuhan Neoklasik Tradisonal.
Model pertumbuhan endogen juga menekankan pentingnya tabungan dan
investasi modal manusia dalam rangka mamacu pertumbuhan diberbagai negara
berkembang. Namun teori ini mengemukakan beberapa implikasi tabungan
terhadap pertumbuhan ekonomi yang bertolak belakang dengan teori pertumbuhan
Neoklasik Tradisional. Pertama, teori pertumbuhan endogen menyatakan tidak
ada kekuatan khusus yang menghadirkan suatu proses pemerataan tingkat
pertumbuhan ekonomi antar negara, khususnya bagi negara-negara yang
masing-masing negara akan tetap konstan, dan satu sama lainnya akan tetap
berbeda, karena hal itu sepenuhnya tergantung pada tingkat tabungan dan
kemajuan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing negara. Lebih lanjut
dikemukan oleh Todaro (2000), sekalipun memiliki tingkat tabungan yang sama
besarnya, negara-negara miskin tidak tidak akan mampu untuk mengejar
ketinggalannya dalam hal pendapatan per kapita dari negara-negara kaya. Hal ini
menimbulkan konsekuensi yakni terjadinya resesi suatu negara akan
mengakibatkan peningkatan permanen atas kesenjangan pendapatan antar negara
yang bersangkutan dengan negara-negara lain yang lebih kaya.
Kedua, kemampuan untuk menjelaskan perilaku aneh atas arus
permodalan internasional yang cenderung memperlebar ketimpangan
kesejahteraan atar negara-negara Dunia Pertama dan negara-negara Dunia Ketiga.
Bertolak dari model ini dapat diketahui bahwa potensi dari keuntungan investasi
yang tinggi di negara berkembang yang rasio modal-tenaga kerja masih rendah,
ternyata terkikis oleh rendahnya tingkat investasi komplementer (complenetary
investments) dalam modal sumber daya manusia (terutama melalui pengembangan
fasilitas dan pendidikan, sarana infrastruktur, serta aneka kegiatan penelitian dan
pengembangan (R&D). Negara-negara miskin juga tidak banyak mendapatkan
manfaat dari keuntungan-keuntungan sosial yang lebih luas yang muncul dari
penyediaan modal untuk menggarap bidang-bidang tersebut. Karena
individu-individu di negara-negara miskin tidak memperoleh keuntungan personal dari
serangkaian eksternal positif yang diciptakan oleh investasi yang dilakukan oleh
mereka sendiri. Oleh karena itu pemberlakukan mekanisme pasar bebas justru
optimal. Kontras dengan teori neoklasik, model pertumbuhan endogen
menyarankan peran aktif dari kebijakan pemerintah dalam mempromosikan
pembangunan ekonomi melalui investasi langsung dan tidak langsung dalam
formasi mutu modal manusia dan mendorong investasi swasta dalam industri yang
membutuhkan teknologi tinggi.
Dari beberapa keunggulan teori pertumbuhan endogen, muncul beberapa
kritikan terhadap teori tersebut. Pertama, teori pertumbuhan endogen memiliki
asumsi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara berkembang. Sebagai contoh,
teori pertumbuhan ini mangsumsikan hanya terdapat satu sektor produksi atau
semua sektor bersifat simetris. Situasi ini tidak menghasilkan pertumbuhan yang
memunculkan realokasi tenaga kerja dan modal diantara sektor-sektor yang
ditransformasikan selama proses perubahan struktural. Kedua, toeri ini tidak
mampu untuk menguraikan sebab-sebab modal yang sangat langka tidak dapat
dimanfaatkan secara optimal. Pertumbuhan di negara berkembang terhambat oleh
serangkaian inefisiensi yang bersumber dari kelemahan infrastruktur, struktur
kelembagaan yang tidak memadai, serta pasar barang dan pasar modal yang jauh
dari sempurna. Faktor-faktor yang sangat berpengaruh ini ternyata kurang
diperhatikan oleh teori pertumbuhan endogen. Itulah sebabnya aplikasi teori
pertumbuhan ini dalam studi pembangunan ekonomi sangat terbatas, apalagi jika
studi tersebut melibatkan perbandingan antar negara. Struktur insentif yang lemah
di negara berkembang merupakan penyebabnya. Struktur insentif yang buruk
tidak memungkinkan terciptanya akumulasi tabungan dan investasi yang tinggi,
sehingga tidak mengherankan apabila pertumbuhan ekonomi di berbagai negara
di berbagai perekonomian yang tengah mengalami transisi dari pasar tradisional
ke pasar komersial. Teori-teori ini terlalu banyak memberikan perhatikan kepada
faktor-faktor penyebab pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dan Ketiga,
serangkaian studi empiris terhadap nilai atau bobot prediktif teori-teori
pertumbuhan endogen tidak mampu memberikan prediksi yang cukup akurat.
Eksternalitas menciptakan momentum dalam proses pertumbuhan karena
perusahaan-perusahaan memasang kapital baru. Pertumbuhan kapital berarti
pertumbuhan dari gabungan stok kapital dan terpisah dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karenanya output dapat meningkat dengan proporsi konstan (A)
dari gabungan stok kapital, dan tidak terjadi diminishing returns seperti yang
digambarkan dalam gambar kurva Solow.
Jadi dalam model pertumbuhan endogen tingkat pertumbuhan dapat tetap
tumbuh konstan dalam kondisi tingkat pengembalian kapital yang menurun sebagai
dampak eksternal pertumbuhan teknologi. Tingkat pertumbuhan secara permanen
dipengaruhi oleh tingkat tabungan. Tingkat tabungan yang lebih tinggi
meningkatkan pertumbuhan tidak hanya pada level keseimbangan pendapatan.
2.1.3. Model Pertumbuhan dengan Sumberdaya Alam
Model-model pertumbuhan yang telah dijelaskan di atas tidak memasukkan
variabel sumberdaya alam termasuk energi. Seluruh sumberdaya alam yang ada
pada umumnya dalam jumlah terbatas walaupun beberapa diantaranya seperti sinar
matahari ketersediaannya sangat besar. Beberapa sumberdaya lingkungan bersifat
tidak dapat direproduksi dan banyak sumberdaya yang dapat diperbaharui
berpotensi habis terpakai. Kelangkaan dan habis terpakainya sumberdaya
Ketika ada lebih dari satu input kapital dan sumberdaya alam, ada banyak
alternatif bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi. Alternatif yang diambil ditentukan
oleh kesiapan kelembagaan yang menanganinya. Para analis melihat pada
model-model pertumbuhan optimal yang bertujuan untuk memaksimalkan jumlah
kesejahteraan dalam horizon waktu tertentu (selalu dinyatakan horison infinitif)
atau mencapai keberlanjutan (social welfare yang tidak menurun) dan
model-model ditekankan untuk menjelaskan perekonomian riil dengan mengasumsikan
pasar persaingan sempurna atau aturan-aturan lainnya.
Literatur Neoklasik tentang pertumbuhan dan sumberdaya memusatkan
pada kondisi apa saja yang memungkinkan pertumbuhan keberlanjut, atau paling
tidak konsumsi atau utilitas tidak menurun. Kondisi teknis dan kelembagaan
menentukan kemungkinan berlanjut atau tidaknya suatu perekonomian. Kondisi
teknis mengarahkan pada sesuatu seperti campuran antara sumberdaya yang dapat
diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui, kekayaan awal dari kapital dan
sumberdaya alam, dan pengurangan substitusi antara input. Institusi mencakup
sesuatu seperti stuktur pasar (kompetisi versus perencanaan terpusat), sistem hak
kepemilikan (milik swasta versus publik), dan sistem nilai untuk generasi akan
datang.
Solow (1974) menggambarkan keberlanjutan dicapai dalam model dengan
suatu keterbatasan dan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dengan
tidak menambah biaya dan kapital tidak menyusut. Namun demikian, model
perekonomian dalam kondisi persaingan sempurna akan mengalami kesulitan
sumberdaya dan konsumsi, sehingga kesejahteraan sosial pada akhirnya turun ke
tingkat diskonto konstan yang disebut juga dengan jalur pertumbuhan optimal
juga menyebabkan sumberdaya alam pada akhirnya habis dan perekonomian
collapse.
Interpretasi umum dari teori pertumbuhan standar adalah bahwa substitusi
dan perubahan teknis dapat secara efektif meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari
sumberdaya dan lingkungan. Habisnya sumberdaya atau degradasi lingkungan
dapat digantikan dengan faktor lainnya dalam bentuk modal yang dibuat manusia
(orang, mesin-mesin, pabrik, dsb). Tetapi terjadi interpretasi yang salah di sini.
Para ekonom Neoklasik sebagian besar tertarik dengan kesiapan institusi, dan
tidak pada kesiapan teknis, akan mempengaruhi keberlanjutan, sehingga mereka
secara tipikal mengansumsi secara a priori bahwa keberlanjutan adalah kelayakan
teknis dan kemudian menyelidiki apakah kesiapan institusi mempengaruhi
keberlanjutan jika layak secara teknis. Berarti, bagaimanapun, secara relatif
asumsi kelayakan secara teknis belum diuji (Stern, 2003).
Lebih lanjut Stern (2003) menyatakan bahwa elastisitas substitusi antara
apa yang disebut para ekonomi adalah kapital (pabrik, mesin dan lainnya) dan
input dari lingkungan (sumberdaya alam, asimilasi sampah, jasa ekosistem) adalah
unsur teknis kritikal yang mengindikasikan bahwa berapa banyak satu input harus
ditingkatkan untuk menghasilkan tingkat yang sama produksi ketika penggunaan
input lainnya dikurangi. Hal ini mengimplikasikan bahwa dampak biaya dalam
meningkatkan harga suatu input dapat secara mudah dihilangkan dengan
mengalihkan ke suatu teknik produksi yang menggunakan input lainnya,
katakanlah kapital. Gambar 7 menggambarkan perbedaan kombinasi dua input
Sumber: Stern, 2003
Gambar 7. Elastisitas Substitusi Antara Faktor Produksi Modal dan Sumberdaya Alam
Produk marginal adalah tambahan kontribusi terhadap produksi dengan
menggunakan lebih dari satu unit input dengan anggapan bahwa input lainnya
konstan (yaitu turunan parsial dari fungsi produksi terhadap input). Elastisitas
subsitusi unitary, menjelaskan “substitusi sempurna”, berarti rasio dua input
berubah dengan persentase tertentu dengan anggapan output konstan, perubahan
rasio produk marginal dua input tersebut dengan persentase yang sama (dalam
arah yang berlawanan). Hubungan ini digambarkan oleh kurva (dikenal dengan
isoquant) dalam Gambar 7, yangasymptoticpada kedua aksis. Ketika sumberdaya
yang digunakan nol, produksi dapat dihasilkan dengan meningkatkan penggunaan
kapital secara tidak terhingga. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa total biaya
produksi konstan disepanjang kurva isoquant. Substitusi sempurna tidak berarti
bahwa sumberdaya dan kapital memiliki manfaat yang sama, dalam kenyatannya
ketersediaan sumberdaya menurunkan produktivitas marginalnya tidak terhingga. Modal
Sumberdaya Alam
σ
= 0σ
= ~Gambar tersebut juga mengilustrasikan kasus dimana tidak ada substitusi adalah
tidak mungkin dan dua input bersubstitusi tidak terhingga.
Dalam kasus terdahulu dua input harus digunakan dalam rasio tetap dan
kasus berikutnya produsen tidak berbeda pandangan antara input dan penggunaan
sesuatu yang paling murah. Seperti diskusikan dibawah ini, substitusi sempurna
merupakan asumsi tidak realistik dari perspektif biofisik, paling tidak jika
diasumsikan untuk mengaplikasikan seluruh rasio kapital dan sumberdaya.
Elastisitas permintaan untuk energi, yang didalam teori dihubungkan dengan
elastisitas substitusi mengindikasikan bahwa elastisitas substitusi antara energi
dan input lainnya dan antara bahan bakar yang berbeda bias menjadi antara nol
dan satu. Lebih lanjut, jika elastisitas substitusi lebih besar dari satu, kemudian
isoquantmenyilang aksis dan input nonesensil untuk produksi dan sebaliknya.
Ekonom seperti Solow (1974) secara eksplisit menyelesaikan kasus-kasus
dimana untuk sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui dan kapital lebih besar
atau kecil dari satu. Dalam kasus sebelumnya kemungkinan substitusi adalah
besar dan oleh karenanya kemungkinan tidak bersubstitusi bukan suatu isu. Dalam
kasus terakhir, substitusi tidak layak jika suatu perekonomian hanya
menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui.
Ekonomi Neoklasik berargumen bahwa model-model pertumbuhan yang
memasukkan sumberdaya dapat menghitung keseimbangan massa dan
keterbatasan thermodinamika dengan “kondisi esensial”. Jika lebih besar dari satu,
maka sumberdaya adalah “non esensial”. Jika kurang atau sama dengan satu,
maka sumberdaya adalah “esensial”. Esensial dalam kasus ini berarti bahwa