• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penyediaan Dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penyediaan Dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

MINYAK INDONESIA

ANA FITRIYATUS SA’ADAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Ana Fitriyatus Sa’adah

(4)
(5)

RINGKASAN

ANA FITRIYATUS SA’ADAH. Analisis Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BAMBANG JUANDA.

Pada periode 2000-2014 konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Peningkatan konsumsi BBM tidak diiringi dengan peningkatan produksi minyak mentah domestik. Penurunan produksi minyak mentah berpengaruh terhadap penyediaan BBM domestik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masalah utama yang dihadapai adalah ketergantungan terhadap impor minyak mentah dan BBM. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk memperhatikan ketersediaan BBM yang cukup dan berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan BBM yang semakin meningkat. Ketersediaan BBM sangat penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju. Dengan demikian, penelitian tentang penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia sangat penting dan menarik untuk dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia, (2) menduga faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia, (3) melakukan peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia pada masa mendatang, (4) menganalisis peramalan terhadap emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di masa mendatang, dan (5) merumuskan implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia.

Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan dan model sistem dinamik. Model persamaan simultan terdiri dari 4 blok persamaan (blok penyediaan BBM, blok harga BBM, blok konsumsi BBM serta blok pengeluaran dan penerimaan pemerintah) dengan 23 persamaan (19 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas). Metode pendugaan model menggunakan Two Stage Least Square (2SLS) karena setiap persamaan struktural bersifat overidentified.

Tren penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai 2014. Rerata peningkatan penyediaan dan konsumsi BBM adalah 1.74% dan 1.76% per tahun. Produksi minyak mentah Indonesia mengalami penurunan dengan rerata 4.07% per tahun. Impor minyak mentah dan BBM mengalami peningkatan dengan rerata 4.90% dan 7.09% per tahun.

Hasil temuan utama dari penelitian ini adalah: (1) Faktor utama yang memengaruhi penyediaan BBM adalah harga minyak dunia, pemanfaatan kilang minyak tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap USD (United States Dollar), impor minyak mentah tahun sebelumnya, konsumsi BBM dan impor BBM tahun sebelumnya; (2) Faktor utama yang memengaruhi harga BBM adalah konsumsi BBM dan harga minyak dunia; dan (3) Faktor utama yang memengaruhi konsumsi BBM adalah harga BBM dan PDB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga minyak dunia merupakan faktor utama yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia.

(6)

Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi BBM melebihi peningkatan penyediaan BBM. Peningkatan konsumsi BBM menyebabkan peningkatan emisi CO2 dari pembakaran BBM. Pada tahun 2025, diperkirakan penyediaan BBM mencapai 672.55 juta barel; konsumsi BBM mencapai 752.72 juta barel dan emisi CO2 mencapai 360 miliar ton.

Dari sisi penyediaan, cadangan minyak mentah semakin menipis sehingga berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Upaya untuk meningkatkan investasi bidang minyak bumi sangat diperlukan terutama dari aspek produksi, pengolahan, dan distribusi minyak bumi. Seiring dengan itu, upaya peningkatan jumlah dan kapasitas kilang minyak perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap impor BBM. Selain itu, perlu upaya untuk konversi BBM ke energi yang terbarukan seperti peningkatan penyediaan bahan bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN). Dari sisi permintaan, perlu upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan BBM, pembatasan penggunaan BBM dan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Selain itu, perlu upaya peningkatan pemanfaatan energi lain, di antaranya dengan penggunaan BBG dan penggunaan

biofuel, terutama untuk sektor transportasi. Dari sisi regulasi dan kebijakan, perlu

upaya untuk menerapkan Petroleum Fund dan Dana Ketahanan Energi untuk keberlanjutan penyediaan BBM domestik. Selain itu, Pemerintah perlu menerapkan kebijakan insentif kegiatan usaha hulu minyak bumi.

(7)

SUMMARY

ANA FITRIYATUS SA’ADAH. The Analysis of Fuel Supply and Consumption in

Indonesia. Supervised by AKHMAD FAUZI and BAMBANG JUANDA.

During 2000 to 2014 period, Indonesia's fuel consumption tend to have an upward trend, as economic situation gets better and population increases. However the increasing fuel consumption is not supported by sufficient domestic crude oil production. The decline in crude oil production affects domestic fuel supply in order

to meet peoples’ needs. The main problem faced is the dependence towards crude oil and fuel imports. Therefore, it is very important for Indonesia to consider sufficient and sustainable availability of fuel to meet its ever increasing needs. Fuel availability is very crucial for accomplishing further economic development. Thus, studies on fuel supply and consumption in Indonesia are very important and interesting to be carried out.

The purposes of this study were to: (1) analyze the trend of fuel supply and consumption in Indonesia, (2) estimate dominant factors which affect fuel supply and consumption in Indonesia, (3) forecast fuel supply and consumption in Indonesia in the future, (4) analyze the forecast of CO2 emissions produced by fuel combustion in the future, and (5) formulate the implication of effective fuel policy for Indonesian economy.

The model developed in this study was an econometric model in the form of simultaneous equations and system dynamics model. The Simultaneous Equation consisted of four blocks of equation (fuel supply block; fuel price block; fuel consumption block; and government expenditure and receiving block) with 23 total equations (19 structural equations and 4 identity equations). The method used for model prediction was Two Stage Least Square (2SLS) because each of the structural equation was classified as over-identified.

Fuel supply and consumption in Indonesia had increasing trends from 2000 to 2014. The average increase were 1.74% and 1.76% per year. Indonesia's crude oil production had decreased with the average of 0.12% per year. Imports of crude oil and fuel had increased by the average of 4.30% and 6.63% per year.

The main findings of this study were: (1) Main factors which affected fuel supply were oil prices, oil refinery utilization on previous year, Rupiah value against US dollar currency, crude oil imports on previous year, fuel consumption and imports on previous year; (2) Main factors that affected fuel price were fuel consumption and world oil price; and (3) Main factors that affected fuel consumption were fuel price and GDP. Therefore it could be concluded that world oil price was the main factor which affected fuel supply and consumption in Indonesia.

(8)

From the supply side, crude oil reserves were running low so that efforts should be made by the Indonesian government. Efforts in increasing investment on oil is required especially in fuel production, processing, and distribution aspects. Along with that, the efforts to increase the number and capacity of oil refineries also need to be done to reduce reliance towards fuel imports. In addition, efforts are needed to convert fuel into renewable energy forms such as increase in the supply of gas fuel (BBG) and biofuels (BBN). On the demand side, it is necessary to improve the efficiency of fuel utilization, fuel restriction and a reduction in fuel subsidy gradually. Moreover, it is also necessary to increase utilization of other energy sources, including the use of BBG and biofuels, particularly for transportation sector. From regulation and policy side, efforts are needed to implement Petroleum Fund and Energy Security Fund for the continuation of domestic fuel supply. In addition, the Government need to implement incentive policies upon oil production upstream activities.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

MINYAK INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah bahan bakar minyak, dengan judul Analisis Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Terima kasih kepada Dr. A. Faraby Falatehan, SP, ME dan Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku penguji pada ujian tesis atas saran dan masukan yang telah diberikan. Terima kasih kepada Kementerian ESDM atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih kepada Suami dan Anak tercinta atas segala doa, motivasi, dukungan dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak, Adek dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir ucapan terima kasih kepada Teh Sofi, teman-teman di Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas bantuan, dukungan dan masukannya.

Penulis menyadari karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

Penelitan Terdahulu yang Relevan 8

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

Energi dan Pertumbuhan Ekonomi 10

Minyak Bumi 12

Model Persamaan Simultan 14

Sistem Dinamik 14

Kebijakan Energi 16

3 METODE ANALISIS ... 18

Kerangka Pemikiran 18

Jenis dan Sumber Data 20

Pendekatan Penelitian 20

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 21

Model Sistem Dinamik Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 36 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38 Perkembangan Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 38 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyediaan dan Konsumsi BBM

Indonesia 45

Simulasi Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia 61 Peramalan Penyediaan dan Konsumsi BBM dengan Simulasi Dinamik 63

Implikasi Kebijakan 75

5 SIMPULAN DAN SARAN... 76

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Potensi energi Indonesia 2

2 Kapasitas kilang minyak Indonesia tahun 2014 39

3 Perkembangan produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia 41 4 Hasil dugaan parameter pemanfaatan kilang minyak 47

5 Hasil dugaan parameter produksi BBM domestik 48

6 Hasil dugaan parameter impor minyak mentah 49

7 Hasil dugaan parameter impor BBM 50

8 Hasil dugaan parameter harga minyak mentah domestik 51

9 Hasil dugaan parameter harga BBM 51

10 Hasil dugaan parameter harga Avgas 52

11 Hasil dugaan parameter harga avtur 53

12 Hasil dugaan parameter harga bensin 54

13 Hasil dugaan parameter harga minyak tanah 54

14 Hasil dugaan parameter harga minyak solar 55

15 Hasil dugaan parameter konsumsi BBM 56

16 Hasil dugaan parameter konsumsi avgas 56

17 Hasil dugaan parameter konsumsi avtur 57

18 Hasil dugaan parameter konsumsi bensin 58

19 Hasil dugaan parameter konsumsi minyak tanah 58

20 Hasil dugaan parameter konsumsi minyak solar 59

21 Hasil dugaan parameter pengeluaran subsidi BBM 60

22 Hasil dugaan parameter penerimaan pemerintah 60

23 Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 61 24 Simulasi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan harga minyak

dunia sebesar 50 USD/barel 62

25 Pelaku sistem teridentifikasi dan kebutuhannya 63

26 Validasi penyediaan BBM 75

27 Validasi konsumsi BBM 75

DAFTAR GAMBAR

1 Penerimaan negara dari sektor ESDM 1

2 Perkembangan penyediaan energi primer Indonesia 3

3 Target bauran energi nasional 4

4 Produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia 4

5 Kerangka pemikiran 19

6 Simplifikasi model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 22

7 Cadangan minyak bumi Indonesia 39

8 Produksi, ekspor dan impor minyak mentah Indonesia 40 9 Perkembangan produksi dan konsumsi BBM Indonesia 42

10 Perkembangan impor BBM Indonesia 42

11 Perkembangan ekspor BBM Indonesia 43

12 Perkembangan penyediaan BBM Indonesia 43

13 Konsumsi BBM per jenis di Indonesia 44

(18)

15 Diagram input output sistem dinamik penyediaan dan konsumsi BBM

Indonesia 63

16 Diagram sebab akibat model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 64 17 Hierarki model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia 65 18 Diagram kotak panah subsistem penyediaan BBM 66

19 Diagram kotak panah subsistem konsumsi BBM 67

20 Diagram kotak panah subsistem ekspor BBM 67

21 Diagram kotak panah subsistem impor BBM 68

22 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama 69 23 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario pertama 69

24 Hasil simulasi emisi CO2 skenario pertama 70

25 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua 71

26 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario kedua 71

27 Hasil simulasi emisi CO2 skenario kedua 72

28 Penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga 73

29 Hasil simulasi penyediaan dan konsumsi BBM skenario ketiga 73

30 Hasil simulasi emisi CO2 skenario ketiga 74

DAFTAR LAMPIRAN

1 Output komputer dugaan model penyediaan dan konsumsi BBM

Indonesia 82

2 Output komputer hasil uji autokorelasi 92

3 Output komputer hasil uji heteroskedastisitas 103

4 Output komputer hasil validasi model 113

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi merupakan sektor yang strategis dan mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Energi merupakan kebutuhan vital untuk kelangsungan hidup suatu bangsa. Menurut Chontanawat et al. (2006), peranan energi terhadap perekonomian dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, energi merupakan salah satu produk yang langsung dikonsumsi oleh konsumen demi memaksimalkan utilitasnya. Sedangkan dari sisi penawaran, energi merupakan faktor kunci bagi proses produksi di samping modal, tenaga kerja, dan material lainnya. Di sini energi merupakan input penting bagi bergeraknya roda perekonomian suatu negara. Dari aktivitas perekonomian ini, kemudian akan dihasilkan output (barang dan jasa) yang merupakan parameter penting dalam mengukur kinerja perekonomian suatu negara melalui pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, ketersediaan dan konsumsi energi merupakan determinan kunci dan krusial dalam proses pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau, dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam mendukung perkembangan ekonomi suatu bangsa.

Sumber: KESDM 2015a

Sektor energi mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, sektor energi juga mempunyai peran sebagai sumber devisa negara, terutama dari minyak dan gas bumi (migas). Pada tahun 2014, penerimaan sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berasal dari sektor migas baik penerimaan yang berasal dari pajak, nonpajak, dan penerimaan lain-lain mencapai Rp320.25 triliun atau mencapai 69% dari total penerimaan negara di sektor ESDM yang mencapai Rp464.25 triliun (KESDM

(20)

2015a). Penerimaan negara dari sektor ESDM selalu mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Kebutuhan energi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk Indonesia. Sementara cadangan energi tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara semakin menipis. Sedangkan energi terbarukan seperti tenaga air, tenaga surya, angin, dan panas bumi yang cadangannya cukup besar belum dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik. Berdasarkan Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 3.6 miliar barel yang diperkirakan akan habis 13 tahun mendatang. Cadangan gas bumi sebesar 100.3 TCF yang diperkirakan akan habis 34 tahun lagi, dan cadangan batubara sebesar 31.35 miliar ton yang diperkirakan akan habis 72 tahun lagi. Sementara sumber daya panas bumi Indonesia sebesar 28.91 ribu MW baru dimanfaatkan 4.9% (Tabel 1).

Tabel 1 Potensi energi Indonesia Energi Fosil

No Jenis Energi Sumber daya Cadangan Produksi 1 Minyak bumi 151 miliar barel 3.6 miliar barel 288 juta barel 2 Gas bumi 487 TSCF 100.3 TSCF 2.97 TSCF 3 Batubara 120.5 miliar ton 31.35 miliar ton 435 juta ton

4 CBM 453 TSCF -

5 Shale Gas 574 TSCF -

Energi Baru, Terbarukan

No Jenis Energi Sumber Daya

Kapasitas Terpasang

Pemanfaatan (%) 1 Hidro 75 000 MW 8 111 MW 10.81 2 Panas bumi 28 910 MW 1 403.5 MW 4.9 3 Biomassa 32 000 MW 1 740.4 MW 5.4 4 Surya 4.8 kWh/m2/day 71.02 MW -

5 Angin dan hybrid 3-6 m/s 3.07 MW - 6 Samudera 49 GW2 0.01 MW4 - 7 Uranium 3 000 MW 30 MW2 - Sumber: KESDM 2015a

(21)

Sumber: KESDM 2013, diolah oleh DEN (Dewan Energi Nasional)

Terkait sifat energi yang strategis serta harga keekonomian energi yang dianggap belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maka pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan untuk memberikan subsidi di bidang energi baik itu subsidi BBM maupun listrik. Dengan adanya subsidi ini, maka harga jual energi kepada konsumen atau masyarakat ditetapkan di bawah harga pasar. Kecenderungan permintaan energi yang terus meningkat menyebabkan beban subsidi energi yang semakin berat. Selama tahun 2010 sampai tahun 2014, subsidi energi mencapai Rp1 340 triliun. Subsidi BBM, LPG dan BBN (bahan bakar nabati) mencapai Rp898.41 triliun. Realisasi subsidi energi pada tahun 2014 mencapai Rp314.75 triliun, terdiri dari subsidi BBM, LPG (liquified petroleum gas) dan BBN sebesar Rp229 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp85.75 triliun (KESDM 2015a). Beban subsidi menjadi semakin berat terutama ketika harga energi dunia mengalami kenaikan, biaya produksi energi meningkat, dan juga pola konsumsi yang relatif boros karena harganya dianggap cukup atau relatif murah. Subsidi energi juga secara tidak langsung meningkatkan permintaan terhadap energi dan menghambat laju perkembangan energi terbarukan yang nilai keekonomiannya masih tinggi dibandingkan energi tidak terbarukan.

Pada tahun 2013, total konsumsi energi Indonesia sebesar 0.8 TOE/kapital dengan bauran energi nasional 46% untuk minyak bumi, 31% untuk batubara, 18% untuk gas bumi dan 5% untuk energi baru terbarukan (KESDM 2015a). Dapat dikatakan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada energi tidak terbarukan terutama minyak bumi. Potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar, hanya mencapai 5% dari bauran energi nasional. Target Bauran Energi Nasional 2025 berdasarkan Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), konsumsi energi sebesar 1,4 TOE/kapital dengan bauran energi nasional 25% untuk minyak bumi, 30% untuk batubara, 22% untuk gas bumi, dan 23% untuk energi baru terbarukan.

(22)

Sumber: KESDM 2015a

Konsumsi BBM Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2014 cenderung mengalami tren kenaikan, sementara produksi BBM Indonesia cenderung mengalami tren penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Konsumsi BBM meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, produksi BBM domestik mengalami tren penurunan. Hal ini dikarenakan produksi minyak mentah mengalami penurunan. Sehingga, dengan adanya selisih antara konsumsi dan produksi BBM, maka pemerintah melakukan impor minyak bumi dan BBM untuk memenuhi konsumsi BBM Indonesia.

Gambar 4 Produksi dan konsumsi BBM Indonesia Sumber: KESDM 2015b, diolah

50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

R

ib

u

b

ar

el

Tahun

Produksi BBM Konsumsi BBM

(23)

Penurunan produksi minyak bumi di bawah 1 juta barel per hari dan pesatnya pertumbuhan konsumsi BBM di dalam negeri mengakibatkan Indonesia menjadi net importer minyak bumi. Sebagai net importer minyak bumi, Indonesia tetap mengekspor minyak bumi tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah impornya. Rasio ketergantungan impor sudah mencapai 37% pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat di masa mendatang jika tidak ada penambahan produksi minyak domestik. Menurut Renstra KESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), Realisasi produksi minyak pada tahun 2014 sebesar 789 ribu bpd (barrel per day) tidak sesuai target yang seharusnya sebesar 1.01 juta bpd. Hal ini disebabkan adanya gangguan produksi (cuaca, unplanned

shutdown, lahan, perizinan, dan keamanan) serta produksi fullscale dari Blok Cepu

yang semula tahun 2014 menjadi tahun 2015.

Kebutuhan energi dalam negeri selama ini dipasok dari produksi dalam negeri dan sebagian besar dari impor, yang pangsanya cenderung meningkat. Komponen terbesar dari impor energi adalah minyak bumi dan BBM. Kemampuan produksi lapangan minyak bumi semakin menurun sehingga membatasi tingkat produksinya. Ekspor minyak dan kondensat cenderung semakin menurun sejalan dengan produksi minyak dalam negeri yang cenderung terus menurun karena penuaan sumur yang ada dan juga keterlambatan investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber minyak baru. Bilamana tidak segera ditemukan sumber minyak baru, Indonesia akan semakin menjadi negara “net oil importer country” seperti

yang sudah terjadi saat ini. Suatu gejala yang cukup merisaukan bagi keberlanjutan penyediaan energi jangka panjang. Indonesia menjadi net importer minyak bumi tidak hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, dan keterbatasan investasi, juga disebabkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi menipisnya cadangan minyak melalui kebijakan harga energi murah dengan memberikan subsidi yang besar.

Persoalan-persoalan energi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 (DESDM 2006), yaitu: (1) struktur APBN masih tergantung penerimaan migas dan dipengaruhi subsidi bahan bakar minyak (BBM), (2) industri energi belum optimal, (3) infrastruktur energi terbatas, (4) harga energi belum mencapai keekonomian, dan (5) pemanfaatan energi belum efisien. Kondisi tersebut mengakibatkan: (1) bauran energi primer timpang, diperlihatkan oleh pemanfaatan gas dan batubara dalam negeri belum optimal, (2) pengembangan energi alternatif terhambat karena adanya subsidi BBM, (3) Indonesia menjadi net importer minyak, dan (4) subsidi BBM membengkak.

(24)

infrastruktur energi yang tersedia juga membatasi akses masyarakat terhadap energi. Kondisi ini menyebabkan Indonesia rentan terhadap gangguan yang terjadi di pasar energi global karena sebagian dari konsumsi tersebut, terutama produk minyak bumi, dipenuhi dari impor.

Terkait harga minyak dunia yang saat ini mengalami penurunan, tentu berdampak pada perekonomian nasional, khususnya industri minyak bumi dalam negeri. Penurunan harga minyak dunia didorong oleh dinamika pasar. Salah satunya, revolusi energi Amerika yang berhasil menciptakan pasokan energi yang banyak. Selain itu, pelemahan ekonomi global juga membuat penurunan permintaan terhadap energi. Harga minyak dunia yang berkisar USD50.44 per barel (status 13 Oktober 2016) akan berdampak pada perusahaan minyak yang harus menanggung ganti rugi karena biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan harga jual. Penurunan harga minyak dunia juga berdampak pada pendapatan negara, dimana pendapatan negara dari sektor migas juga ikut menurun. Namun, di sisi lain biaya pemerintah untuk mengimpor minyak juga berkurang. Dampak penurunan harga minyak yang terus menerus mengakibatkan penurunan realisasi penerimaaan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka akan meningkatkan emisi CO2 di udara terutama dari sektor transportasi yang menggunakan BBM. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan konsumsi BBM akan meningkatkan emisi CO2 di udara. Pembakaran BBM dapat menimbulkan pemanasan global (global warming). Pembakaran minyak akan menghasilkan karbondioksida (CO2), yaitu gas rumah kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup di Indonesia.

Dengan demikian, BBM merupakan energi yang paling dominan di Indonesia. Masalah ketersediaan BBM sangat penting bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, diperlukan suatu kondisi yang senantiasa mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketersediaan BBM sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan suatu studi yang menganalisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia.

Perumusan Masalah

(25)

Kenyataan adanya masyarakat tidak mampu yang mempunyai daya beli yang rendah untuk memenuhi konsumsinya disikapi pemerintah dengan memberlakukan kebijakan harga BBM yang murah. Tidak hanya masyarakat yang tidak mampu memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan harga BBM yang murah ini, masyarakat golongan atas dan dunia usaha juga menikmatinya. Dengan kata lain kebijakan yang diberlakukan pemerintah selama ini adalah salah satu pemicu terjadinya pemborosan pemanfaatan BBM di Indonesia. Dampak negatif lainnya dari penerapan kebijakan ini juga mendorong maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri. Selain itu, konsumsi BBM yange meningkat juga berdampak pada meningkatnya emisi CO2. Produksi emisi CO2 bersumber dari pembakaran BBM terutama dari sektor transportasi dan industri yang menggunakan BBM. Saat ini, BBM merupakan penghasil utama emisi CO2 di Indonesia. Emisi CO2 yang semakin meningkat akan berdampak bagi kerusakan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia?

2. Apa saja faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia?

3. Berapa besar penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia pada masa mendatang? 4. Bagaimana peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di

masa mendatang?

5. Bagaimana implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membangun suatu model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan pendekatan ekonometrika dan simulasi dinamik. Adapun tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis tren penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia.

2. Menduga faktor-faktor dominan yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia.

3. Melakukan peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia pada masa mendatang.

4. Menganalisis peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM di masa mendatang.

5. Merumuskan implikasi kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi:

(26)

2. Akademisi, sebagai sumber informasi dan rujukan dalam pengembangan disiplin ilmu dan penelitian selanjutnya.

3. Masyarakat, sebagai informasi mengenai penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia sehingga dijadikan pertimbangan untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan BBM untuk keberlanjutan energi dan lingkungan hidup.

4. Pemerintah selaku pembuat kebijakan diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan dan sebagai bahan evaluasi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan ekonometrika untuk penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia yang meliputi blok penyediaan BBM, blok harga BBM, blok konsumsi BBM, serta blok pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam penelitian ini tidak dirinci secara detail konsumen akhir untuk tiap sektor. Untuk menganalisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia, peubah dari luar data BBM dimasukkan ke dalam model, yaitu peubah PDB (produk domestik bruto), pertumbuhan suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dolar, jumlah transportasi darat, pengeluaran pemerintah, dan pajak. Dalam penelitian ini selain membahas tentang BBM total Indonesia, juga membahas produk-produk kilang minyak yang meliputi avgas, avtur, bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (Automotive Diesel Oil/ADO). Produk kilang minyak yang berupa minyak diesel (Industrial Diesel Oil/IDO) dan minyak bakar (fuel oil) tidak dibahas dalam penelitian ini dikarenakan ketidaktersediaan data. Selain menggunakan pendekatan ekonometrika, penelitian ini juga menggunakan pendekatan simulasi dinamik.

Penelitan Terdahulu yang Relevan

Lin (2011) melakukan penelitian tentang estimasi penyediaan dan permintaan pada pasar minyak dunia. Hasil temuan dari penelitian ini bahwa faktor yang memengaruhi permintaan minyak dunia antara lain PDB dunia, populasi dunia, penggunaan energi dan produksi listrik dunia baik dari minyak maupun gas alam serta cadangan gas alam. Dengan asumsi faktor lain tetap sama, maka PDB, populasi, dan produksi listrik dunia akan menggeser kurva permintaan ke dalam. Sebaliknya, karena gas alam adalah pengganti minyak, maka produksi listrik dari gas dan cadangan gas alam dunia akan menggeser kurva permintaan ke dalam. Dari sisi penyediaan, cadangan minyak dunia berpengaruh terhadap harga minyak dunia. Cadangan minyak dunia akan menggeser kurva penawaran ke atas.

(27)

pendugaan model menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS) karena setiap persamaan struktural bersifat overidentified.

Hasil temuan utama dari penelitian Elinur (2012) untuk blok konsumsi energi menunjukkan: Pertama, konsumsi energi sektor industri dipengaruhi oleh harga batubara, listrik, PDB sektor industri, dan konsumsi energi sektor industri tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor industri responsif terhadap perubahan harga batubara dan listrik dalam jangka pendek dan panjang, serta responsif terhadap perubahan PDB sektor industri dalam jangka panjang. Kedua, Konsumsi energi sektor rumah tangga dipengaruhi oleh harga listrik, PDB, jumlah penduduk dan konsumsi energi sektor rumah tangga tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor rumah tangga responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Ketiga, Konsumsi energi sektor transportasi dipengaruhi oleh PDB sektor transportasi dan konsumsi energi sektor transportasi tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor transportasi responsif terhadap perubahan PDB sektor transportasi dalam jangka panjang. Keempat, Konsumsi energi sektor pertanian dipengaruhi oleh konsumsi energi sektor pertanian tahun sebelumnya. Kelima, Konsumsi energi sektor lainnya dipengaruhi harga gas, tren, dan konsumsi energi sektor lainnya tahun sebelumnya. Pada blok penyediaan energi, hasil temuan utama menunjukkan: Pertama, pemanfaatan kilang minyak dipengaruhi oleh PDB dan pemanfaatan kilang tahun sebelumnya. Kedua, Impor minyak mentah dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, harga minyak dunia, dan impor minyak mentah tahun sebelumnya. Impor minyak mentah responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan panjang. Ketiga, Impor BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM dan jumlah transportasi darat. Impor BBM responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Sugiyono (2005) melakukan penelitian tentang penyediaan energi primer dan sekunder dengan menggunakan model reference energy system (RES) yang diformulasi dalam bentuk linear programming. Model akan mengalokasikan penyediaan energi primer dan sekunder dengan fungsi objektif meminimalkan total biaya penyediaan energi dengan kendala berbagai pilihan sumber dan teknologi energi untuk memenuhi kebutuhan energi final. Analisis dilakukan dengan tahun dasar 2003 dan periode analisis sampai dengan tahun 2025. Proyeksi kebutuhan energi merupakan masukan model MARKAL dan diproyeksikan dengan mempertimbangkan pertumbuhan sektor ekonomi dan populasi. Proyeksi kebutuhan energi diperhitungkan dengan menggunakan Model for Analysis of

Energy Demand (MAED). Skenario yang ditinjau ada dua, yaitu kasus dasar dan

(28)

USD50/barel dan USD60/barel mulai tahun 2005. Masing-masing kasus dilakukan optimasi untuk melihat peluang pemanfaatan biofuel.

Hasil penelitian Sugiono (2005) menunjukkan bahwa dengan harga minyak mentah sebesar USD40/barel (kasus dasar), diperoleh biaya total sistem energi Indonesia (discounted total cost) adalah sebesar USD590.7 miliar. BBM merupakan bahan bakar yang paling dominan digunakan di sektor transportasi.

Biofuel baik berupa biodiesel maupun bioethanol belum dapat bersaing dengan

BBM. Pada harga tersebut, teknologi transportasi berbasis minyak solar dan bensin ternyata masih tetap lebih ekonomis dibanding dengan BBG (bahan bakar gas), apalagi dibandingkan dengan menggunakan biodiesel atau bioethanol. Biaya pemanfaatan biodiesel dan bioethanol masih lebih tinggi dibanding bahan bakar konvensional.

Krichene (2005) membangun model persamaan simultan yang menghubungkan antara harga minyak, perubahan nilai tukar efektif nominal dollar Amerika Serikat, dan suku bunga, yang kemudian mengidentifikasi goncangan kebijakan moneter terhadap peningkatan permintaan minyak mentah. Untuk tujuan pendugaan jangka pendek, model tersebut diduga dengan metode Two Stage Least

Squares (2SLS). Untuk memperkuat keyakinan terhadap hasil pendugaan, model

tersebut diduga kembali dengan Error Correction Model (ECM). Kemudian elastisitas jangka panjang diduga dengan bantuan analisis ECM dan kointegrasi. Temuan utama dari artikel tersebut menyebutkan bahwa penawaran dan permintaan minyak mentah dan gas alam terhadap harga sangat inelastis dalam jangka pendek, berarti terjadi perubahan/penguapan yang sangat tinggi pada pasar minyak mentah dan gas alam. Permintaan minyak mentah mengalami perubahan struktural yang dalam pada periode 1973-2004. Sebagai catatan, lompatan harga minyak, ketika pajak energi di negara-negara pengimpor minyak tinggi, menyebabkan elastisitas permintaan berkurang secara signifikan, melalui substitusi dan penghematan energi, permintaan minyak jangka panjang tidak elastis, dengan permintaan terhadap bahan bakar cair meningkat secara terbatas untuk transportasi. Elastisitas pendapatan tinggi untuk permintaan minyak mentah dan gas alam. Elastisitas penawaran minyak mentah mengalami penurunan yang tajam setelah goncangan minyak, merefleksikan perubahan struktur pasar kompetitif menjadi tidak kompetitif. Demikian pula halnya dengan elastisitas gas alam dengan menggunakan model VECM (Vector Error Correction Model), merefleksikan respon penawaran sebagai pendorong permintaan gas alam.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Energi dan Pertumbuhan Ekonomi

(29)

berbagai bentuk barang modal lainnya dengan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya, merupakan bagian yang integral dari proses pembangunan ekonomi yang kesemuanya membutuhkan input energi. Oleh karenanya konsumsi energi dapat dipandang sebagai penyebab dari pertumbuhan ekonomi (Stern 2003).

Menurut Fauzi (2006), sumber daya energi merupakan sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun transformasi energi lainnya. Berdasarkan ketersediaannya sumber energi dibagi dua, yaitu energi fosil yang tidak dapat diperbarui (non-renewable energy) seperti minyak bumi, gas bumi, batubara, uranium, dan sebagainya serta energi yang dapat diperbarui (renewable energy) seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan nilai komersial, maka sumber energi terdiri atas energi komersial, non komersial dan energi baru. Energi komersial adalah energi yang sudah dapat dipakai dan dapat diperdagangkan dalam skala ekonomis, sementara energi non komersial adalah energi yang sudah dipakai dan dapat diperdagangkan tetapi tidak dalam skala ekonomisnya. Energi baru adalah energi yang sudah dipakai tetapi sangat terbatas dan sedang dalam tahap pengembangan (pilot project). Energi ini belum dapat diperdagangkan karena belum mencapai skala ekonomis.

Dalam pandangan teori pertumbuhan neoklasik misalnya, sebagian besar studi mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara energi dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam memengaruhi produktivitas. Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energi terhadap perekonomian relatif dilihat dari biaya produksinya. Di lain pihak, pandangan para ahli ekonomi ekologi, energi merupakan kebutuhan mendasar bagi produksi. Dengan menerapkan hukum termodinamika, perekonomian dipandang sebagai subsistem yang terbuka dari ekosistem global. Teori neoklasik dipandang under

estimate terhadap peranan energi dalam aktivitas ekonomi.

Dalam pendekatan mainstream ilmu ekonomi neoklasik, kuantitas ketersediaan energi terhadap ekonomi pada berbagai tahun diperlakukan sebagai

endogenous, melalui pembatasan dengan batasan biofisik seperti tekanan pada

penyimpanan minyak dan keterbatasan ekonomi seperti jumlah ekstraksi terpasang, penyulingan, dan kapasitas pembangkit, serta kemungkinan percepatan dan efisiensi dalam proses ini dapat diproses. Namun demikian, pendekatan analisis ini kurang digunakan untuk menganalisis peranan energi sebagai pengendali pertumbuhan produksi dan ekonomi (Stern 2003).

Para ekonom ekologi berargumen bahwa penggunaan energi untuk menghasilkan input-input antara seperti bahan bakar meningkat ketika kualitas sumber daya seperti penyimpanan minyak menurun. Oleh karenanya biaya energi meningkat sebagai representasi dari peningkatan kelangkaan dalam nilai penggunaannya (Cleveland dan Stern 1993).

(30)

diasumsikan proporsional terhadap biaya energi. Melalui ilmu Thermodinamika menempatkan batasan terhadap substitusi, derajat substitusi aktual antara stok kapital memasukkan pengetahuan dan energi merupakan sebuah pertanyaan secara empiris (Stern 2003).

Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan suatu negara untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa dari satu tahun ke tahun berikutnya. Konsep pertumbuhan ekonomi diperoleh dari perhitungan PDB suatu negara. Data PDB yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah data PDB atas dasar harga konstan. Dengan menggunakan data PDB atas dasar harga konstan, maka pertumbuhan PDB mencerminkan pertumbuhan secara riil nilai tambah yang dihasilkan perekonomian dalam periode tertentu dengan referensi tahun tertentu.

Energi di Indonesia terbukti memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Peranan energi, terutama migas dapat dilihat dalam neraca perdagangan dan APBN. Migas memberi sumbangan sangat berarti dalam penerimaan rutin. Ketika terjadi oil boom pada tahun 1970-an, 60-80% penerimaan pemerintah dari total pendapatan pajak langsung didominasi oleh komponen pajak migas. Dominasi migas terus berlangsung sampai sekitar tahun 1980-an, setelah itu mengalami penurunan. Demikian juga halnya dengan proporsi penerimaan pemerintah dari ekspor migas mencapai angka tertinggi pada tahun 1981-1982 yaitu sekitar 80% dari total penerimaan ekspor nasional. Karena itu peran energi di Indonesia layak disebut sebagai engine of growth. Hal ini semakin dipertegas oleh tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada tahun 1989-1990 (Yusgiantoro 2000).

Selain penerimaan pemerintah, penerimaan ekspor dan neraca pembayaran, komponen ekonomi makro lainnya yang sangat memengaruhi pembangunan ekonomi adalah konsumsi energi nasional. Sebagai contoh, permintaan energi pada sektor industri manufaktur untuk mengoperasikan sarana produksi seperti mesin-mesin dapat dikatakan sangat tinggi, namun disamping tingginya biaya energi yang harus dikeluarkan, energi juga memiliki output yang dihasilkan bersama faktor produksi lainnya. Jadi dalam hal ini energi juga dapat dipandang sebagai sarana akumulasi modal pembangunan (Yusgiantoro 2000).

Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi berbentuk cair yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai bahan bakar (DESDM 2009). Minyak bumi secara kimiawi terdiri dari senyawa kompleks dengan unsur utama atom Hidrogen (H) dan Carbon (C), sehingga disebut juga senyawa hidrokarbon (CxHy). Berat jenis minyak dinyatakan dalam satuan derajat °API. Semakin besar °API maka minyak akan semakin ringan. Dari

nilai °API akan diketahui kategorinya, yaitu minyak ringan, minyak berat atau

kondensat (gas).

(31)

yang kaya zat organik dan akhirnya membentuk batuan endapan (sedimentary rock). Proses ini akan terus berulang, satu lapisan akan menutupi lapisan sebelumnya selama jutaan tahun. Endapan plankton tersebut menjadi zat organik yang kaya akan hidrokarbon (migas) karena tekanan dan temperatur yang tinggi.

Untuk mengambil minyak bumi dari dalam bumi perlu melakukan pengeboran. Setelah pengeboran sumur eksplorasi menemukan minyak bumi, maka selanjutnya dibuat sumur di beberapa tempat di sekitarnya untuk memastikan apakah minyak bumi yang ada ekonomis untuk dikembangkan. Jika menguntungkan untuk dikembangkan maka dibor sumur pengembangan

(development well) untuk mengambil minyak bumi sebanyak mungkin.

Minyak mentah merupakan campuran yang tersusun dari berbagai senyawa hidrokarbon. Di dalam kilang minyak, minyak mentah akan mengalami sejumlah proses yang akan memisahkan komponen hidrokarbon dan mengubah struktur dan komposisinya sehingga diperoleh produk yang bermanfaat untuk bahan bakar minyak, bahan baku industri dan macam-macam produk lainnya. Kilang minyak merupakan fasilitas industri dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas pendukungnya.

Tahapan paling umum untuk memisahkan minyak bumi menjadi bermacam-macam komponen (fraksi) dilakukan dengan pemanasan dalam tangki

tinggi bertingkat, lalu di setiap tingkat “uap” minyak itu mengembun dan menjadi

“produk minyak” sesuai dengan tingkatannya. Pemisahan ini didasarkan pada

perbedaan titik didih masing-masing komponen. Setelah keluar minyak dari masing-masing tingkatan, proses selanjutnya adalah mencampur dengan bahan aditif sesuai dengan yang diinginkan.

Minyak mentah dapat digunakan sebagai bahan bakar setelah melalui proses penyulingan dan pengolahan yang disebut refinery, yaitu proses rekayasa kimia yang sangat kompleks. Proses dasar pengilangan minyak adalah distilasi (penyulingan) dan cracking (pemecahan). Produk-produk yang dapat dihasilkan dari kilang minyak bumi antara lain:

Petroleum Gas (LPG), digunakan untuk pemanasan dan memasak,

 Naphtha, sebagai bahan intermedit lanjut untuk pembuatan bensin,

 Bensin (gasoline), digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Octane

Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3

jenis yaitu:

- Premium (RON 88): Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol.

- Pertamax (RON 92): ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). - Pertamax Plus (RON 95): Jenis BBM ini telah memenuhi standar

performance International World Wide Fuel Charter (WWFC). Ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan.

(32)

 Avtur, digunakan untuk bahan bakar pesawat terbang mesin turbin,

 Minyak tanah (kerosene), digunakan untuk membuat avtur bahan bakar pesawat terbang (jet), bahan bakar traktor dan memasak,

 Minyak diesel (gas oil), digunakan untuk bahan bakar mesin diesel dan pemanas,

 Minyak bakar (fuel oil), digunakan untuk bahan bakar pada industri,

 Minyak pelumas, digunakan untuk minyak pelumas mesin, gemuk dan minyak pelumas lainnya,

 Residu dari minyak dapat digunakan untuk aspal, tar, coke, dan lilin.

Model Persamaan Simultan

Salah satu model ekonometrika yang sering digunakan dalam menganalisis peubah-peubah ekonomi yang lebih kompleks, yaitu model persamaan simultan. Menurut Gujarati (1997), persamaan simultan adalah model yang terdapat lebih dari satu variabel tak bebas dan lebih dari satu persamaan. Suatu ciri unik dari sistem persamaan simultan adalah bahwa variabel tak bebas dalam satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dari sistem.

Menurut Pyndick dan Rubinfeld (1998), Sistem persamaan simultan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam persamaan satu dengan yang lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain. Suatu model ekonomi biasanya mengandung beberapa hubungan yang merupakan sebuah sistem persamaan simultan. Karena itu dalam sistem persamaan simultan ada kalanya tidak mudah membedakan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas dalam setiap persamaan.

Sistem Dinamik

Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah bidang untuk memahami bagaimana sesuatu berubah menurut waktu. Sistem dinamik merupakan metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari 2007). Metodologi sistem dinamik ini telah dan sedang dikembangkan sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forester pada tahun 1950-an sebagai suatu metode pemecahan masalah-masalah kompleks yang timbul karena ketergantungan sebab akibat dari berbagai macam variabel di dalam sistem.

Model dinamik merupakan suatu metode pendekatan eksperimental yang mendasari kenyataan-kenyataan yang ada dalam suatu sistem untuk mengamati tingkah laku sistem tersebut (Richardson dan Pugh 1986 dalam Nuroniah 2003). Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi sebab akibat adalah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cara kerja suatu sistem.

Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik adalah: 1. Identifikasi dan definisi masalah

(33)

4. Simulasi model 5. Analisis kebijakan 6. Implementasi kebijakan

Dalam konteks sistem dinamik terdapat tiga komponen utama, yaitu: 1. Pengambilan keputusan, adalah suatu usaha untuk menyelesaikan masalah dan

melakukan sesuatu.

2. Analisis sistem umpan balik, berhubungan dengan penggunaan informasi secara tepat untuk mengambil keputusan tersebut.

3. Simulasi, memberikan representasi kepada para pengambil keputusan terhadap hasil dari keputusan di masa mendatang.

Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo, Simile, Powersim, Vensim, I-think dan lain-lain. Pemilihan Vensim sebagai software untuk simulasi model adalah karena kemudahan dan ketersediaan pada saat penelitian. Pemodelan dinamik terdiri dari variabel-variabel yang saling berhubungan. Dengan software tersebut model dibuat secara grafis dengan simbol-simbol atas variabel dan hubungannya yang meliputi dua hal yaitu struktur dan perilaku. Struktur merupakan suatu unsur pembentuk fenomena.

Validasi adalah sebuah proses menentukan apakah model konseptual merefleksikan sistem nyata dengan tepat atau tidak. Validasi adalah penentuan apakah model konseptual simulasi adalah representasi akurat dari sistem nyata yang dimodelkan. Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi menjadi 3 kategori:

 Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antarvariabel yang ada di dalam model, dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya.

 Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model dengan melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model.

 Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model terhadap berbagai rekomendasi kebijakan.

Simulasi adalah aktivitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem dengan mempelajari perilaku model dalam beberapa hal yang memiliki kesamaan dengan sistem sebenarnya (Gotfried 1984 dalam Nuroniah 2003). Simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses yang bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan tahapan yaitu penyusunan konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi.

Menurut Hartrisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik dapat memberikan penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan.

(34)

disimulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi yang lebih sedikit (Siagan 1987 dalam Nuroniah 2003).

Kebijakan Energi

Dalam rangka mengoptimumkan penggunaan sumberdaya energi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan umum bidang energi yang meliputi kebijakan diversifikasi, intensifikasi, konservasi, harga energi, dan lingkungan. Kebijakan diversifikasi energi sudah dicanangkan sejak awal tahun 1980 dengan strategi pengurangan penggunaan minyak dan menetapkan batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik. Kebijakan diversifikasi ini bertujuan untuk mengurangi laju pengurasan sumber energi minyak bumi, mengoptimalkan nilai tambah produksi dan pemanfaatan energi, meningkatkan keamanan dan menjaga kesinambungan pasokan energi, dan mendorong penggunaan sumber energi terbarukan.

Kebijakan ini terus mengalami perbaikan sesuai dengan kondisi saat ini. Kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, menitikberatkan pada pemanfaatan energi alternatif dan mendorong efisiensi di sektor energi. Kebijakan energi ini dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). KEN bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Adapun sasaran dari KEN adalah:

1. Tecapainya elastisitas energi yang lebih kecil dari satu pada tahun 2025. 2. Terwujudnya energi primer mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan

masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional:  minyak bumi sebesar-besarnya 20%,

 gas bumi minimal 30%,  batubara minimal 33%,

 bahan bakar nabati (biofuel) minimal 5%,  panas bumi minimal 5%,

 energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air,  tenaga surya, dan tenaga angin minimal 5%,

 batubara yang dicairkan (liquefied coal) minimal 2%.

KEN merupakan kebijakan pemerintah untuk melakukan diversifikasi energi. Pemerintah akan mengurangi pangsa penggunaan minyak bumi dan meningkatkan pangsa penggunaan batubara dan gas bumi yang cadangannya relatif lebih banyak serta meningkatkan pangsa penggunaan energi terbarukan (energi air, energi panas bumi, biomassa, energi surya dan energi angin) karena potensinya melimpah dan termasuk energi bersih. Pemerintah melalui Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati pada tahun 2007 juga mengeluarkan blueprint Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 23 tahun 2008 tentang Mandatori Pemakaian BBM.

(35)

terbarukan surya, PLT tenaga laut dan arah kebijakan energi terbarukan nuklir. Secara rinci pokok-pokok Kebijakan Energi Minyak dan Gas Bumi (KESDM 2010a) yaitu:

1. Perlu sistem fiskal untuk minyak, gas bumi dan CBM (coal bed methane) yang lebih menjamin keuntungan atau mengurangi risiko kontraktor dengan memberikan bagian pemerintah atau GT (government take) yang kecil untuk R/C (revenue/cost) yang kecil dan GT yang besar untuk R/C yang besar. 2. Perlu segera membangun infrastruktur gas termasuk LNG (liquefied natural

gas) receiving terminal, pipa transportasi, SPBG (stasiun pengisi bahan bakar

gas), infrastruktur gas kota, dan lain-lain. Perlu harga gas dosmetik yang menarik.

3. Perlu peningkatan kualitas informasi untuk wilayah kerja yang ditawarkan melalui perbaikan ketersediaan data antara lain data geofisika dan geologi. 4. Perlu peningkatan kemampuan nasional migas dengan keberpihakan

pemerintah misalnya untuk kontrak-kontrak migas yang sudah habis maka pengelolaannya diutamakan untuk perusahaan nasional dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan.

5. Perlu mendorong perbankan nasional untuk memberikan pinjaman guna membiayai kegiatan produksi energi nasional.

6. Dana depletion premium dari energi tak terbarukan sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas informasi untuk penawaran konsesi-konsesi migas baru, peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan penelitian, infrastruktur pendukung migas, serta untuk pengembangan energi nonmigas dan energi di pedesaan.

7. Perlu dikaji segera kemungkinan impor gas (LNG), karena lebih baik/murah mengimpor gas daripada mengimpor minyak dan BBM. Di sektor rumah tangga, pemakaian LPG lebih murah dari pemakaian minyak tanah. Di sektor transportasi, penggunaan BBG lebih murah dan lebih bersih daripada BBM. 8. Perlu diperbaiki sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan di lingkungan

ESDM di samping koordinasi antarinstitusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan fiskal, perizinan, tanah, tumpang tindih lahan, lingkungan, permasalahan desentralisasi dan lain-lain.

Dalam Renstra Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 (KESDM 2015a), kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020 khususnya sektor ESDM mencakup sebagai berikut:

1. Mengutamakan penyediaan energi dari sumber daya energi yang lebih berkelanjutan;

2. Menyelaraskan pengelolaan energi nasional dengan arah pembangunan nasional berkelanjutan, pelestarian sumber daya alam, konservasi sumber daya energi dan pengendalian pencemaran lingkungan;

3. Melaksanakan kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi dengan kewajiban memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan wajib mengutamakan teknologi yang ramah lingkungan;

(36)

5. Setiap kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi wajib melaksanakan pencegahan, pengurangan, penanggulangan dan pemulihan dampak, serta ganti rugi yang adil bagi para pihak yang terkena dampak; dan

6. Kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi wajib meminimalkan produksi limbah, penggunaan kembali limbah dalam proses produksi, penggunaan limbah untuk manfaat lain, dan mengekstrak unsur yang masih memiliki manfaat yang terkandung dalam limbah, dengan tetap mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan dan keekonomiannya.

3

METODE ANALISIS

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan mengacu pada perumusan masalah dan tujuan penelitian, terdapat hubungan yang kuat antara penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia. Konsumsi BBM Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi minyak bumi. Produksi minyak bumi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Selama ini, realisasi produksi minyak bumi selalu lebih rendah dari target APBN-P. Pada tahun 2014 realisasi produksi minyak bumi Indonesia sebesar 789 ribu bpd, sementara target APBN-P sebesar 818 ribu bpd (KESDM 2015a).

Dari sisi konsumsi, terdapat dua permasalahan utama konsumsi BBM di Indonesia. Pertama, jumlah konsumsi BBM per kapita yang tinggi dan cenderung meningkat. Kedua, harga BBM yang rendah karena disubsidi oleh pemerintah sehingga belum mencapai harga keekonomiannya. Harga BBM yang rendah menyebabkan pemanfaatan BBM menjadi tidak efisien (boros). Selain itu, harga minyak di Indonesia sangat tergantung dari fluktuasi harga minyak mentah dunia. Sedangkan dari sisi penyediaan, terdapat tiga permasalahan utama penyediaan BBM di Indonesia yang menyebabkan penurunan produksi dan masih terbatasnya penyediaan BBM di Indonesia. Pertama, terbatasnya teknologi eksplorasi yang ditunjukkan oleh sebagian besar aktivitas eksplorasi minyak di Indonesia dilakukan kontraktor perusahaan minyak asing sehingga tidak sepenuhnya hasil eksplorasi minyak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik. Kedua, cadangan minyak bumi cenderung menurun dari tahun ke tahun. Ketiga, investasi minyak bumi masih terbatas dan cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh masalah ketidakpastian dan inkonsistensi regulasi, kebijakan penetapan harga yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor, ekonomi biaya tinggi, inkonsistensi di bidang perpajakan, dan keterbatasan infrastruktur.

(37)

Selain itu, Indonesia juga menghadapi isu terkait penurunan harga minyak dunia. Penurunan harga minyak dunia berdampak pada ekspor minyak mentah Indonesia. Nilai ekspor minyak mentah Indonesia akan mengalami penurunan yang berdampak pada penurunan penerimaan negara dari sektor migas. Di sisi lain, impor minyak akan mengalami penurunan harga sehingga dapat menghemat pengeluaran impor minyak. Harga minyak domestik terutama gasoline (bensin) menjadi isu yang sensitif di saat harga minyak dunia turun. Pemerintah tidak secara spontan menurunkan harga bensin. Beberapa pertimbangan pemerintah perlu dikaji, apakah

Peramalan penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia Hubungan antara penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Permasalahan sisi konsumsi BBM:

Peningkatan konsumsi BBM

Harga BBM yang rendah

Permasalahan sisi penyediaan BBM:

 Terbatasnya teknologi eksplorasi

 Menipisnya cadangan minyak bumi

 Investasi yang terbatas

Studi analisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

Model penyediaan dan konsumsi BBM serta emisi CO2 Indonesia

Hasil koefisien pendugaan Persamaan Simultan

Simulasi Dinamik

Analisis penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia

Rumusan implikasi kebijakan BBM Indonesia Blok

Penyediaan BBM

Blok Konsumi

BBM

Blok Harga BBM

Blok Pengeluaran dan Penerimaan

Pemerintah

(38)

hal ini dikarenakan konsumsi BBM yang meningkat, sehingga harga ditahan agar konsumsi tidak berlebihan. Pertimbangan lainnya terkait dengan anggaran pemerintah yang defisit, dengan tidak menurunkan harga BBM, maka subsidi untuk BBM akan menurun sehingga akan mengurangi beban anggaran pemerintah.

Kontinuitas penggunaan BBM memunculkan paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan BBM untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi pembakaran BBM ke lingkungan. BBM merupakan sumber energi yang tidak terbarukan dimana keberadaannya lambat laun akan habis atau menimbulkan masalah kelangkaan yang tentunya akan berdampak negatif terhadap kehidupan manusia. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini atau paling tidak menunda terjadinya kelangkaan, salah satunya adalah dengan menggunakan atau memanfaatkan BBM secara efisien.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penyediaan BBM sangat penting bagi keberlanjutan ketahanan energi nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan (konsumsi) BBM yang semakin meningkat. Selanjutnya akan coba dibangun suatu model ekonometrika untuk penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia. Model tersebut untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM di Indonesia. Selain itu, penelitian ini melakukan peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia serta emisi CO2 dengan menggunakan simulasi dinamik, untuk mengetahui perkiraan penyediaan dan konsumsi BBM serta emisi CO2 di Indonesia di masa yang akan datang.

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam Gambar 5 di atas sangat menarik untuk melakukan studi”Analisis Penyediaan dan Konsumsi BBM

Indonesia”. Data utama yang digunakan merupakan data BBM Indonesia yang bersumber dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Lebih lanjut dari gambar kerangka pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa di samping dilakukan pendugaan terhadap koefisien pendugaan berdasarkan data historis juga dilakukan peramalan melalui simulasi dinamik. Peramalan dilakukan sampai tahun 2025 dengan pertimbangan bahwa pada tahun tersebut sesuai dengan rancangan kebijakan energi nasional yang berlaku pada tahun 2025.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data deret waktu pada periode 2000-2014. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan data-data dari sumber lain yang mendukung penelitian ini.

Pendekatan Penelitian

(39)

penjelasan serta interpretasi atas informasi dan data hasil penelitian. Tujuan penelitian kedua yaitu faktor-faktor yang memengaruhi penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dianalisis menggunakan persamaan simultan. Untuk tujuan ketiga yaitu peramalan terhadap penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia dengan menggunakan simulasi dinamik. Simulasi dinamik juga digunakan untuk tujuan penelitian keempat yaitu menganalisis peramalan emisi CO2 yang dihasilkan dari konsumsi BBM. Sedangkan untuk tujuan terakhir yaitu merumuskan kebijakan BBM yang efektif dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis deskriptif. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Office Excel, Eviews dan Vensim.

Model Penyediaan dan Konsumsi BBM Indonesia

Spesifikasi Model Penyediaan dan Konsumsi BBM

Elinur (2012) membangun model konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. Dalam penelitian tersebut ada enam jenis energi yang dianalisis, yaitu batubara, minyak mentah, BBM, gas, biomassa, dan listrik. Analisis yang dilakukan mencakup penyediaan energi primer, transformasi energi, penyediaan energi akhir, dan permintaan (konsumsi). Konsumsi energi mencakup konsumsi energi sektor industri, transportasi, rumah tangga, pertanian dan sektor lainnya.

(40)

Blok Persamaan Penyediaan BBM

Penyediaan BBM yang dikonsumsi oleh sektor industri, sektor rumah tangga, sektor transportasi, sektor pertanian dan sektor lainnya berasal dari produksi domestik ditambah impor dikurangi ekspor. Persamaan penyediaan BBM meliputi persamaan pemanfaatan kilang minyak, input minyak mentah untuk kilang, produksi BBM, impor minyak mentah, impor BBM, dan total impor minyak.

BLOK KONSUMSI BBM

Konsumsi BBM

Konsumsi Avgas

Konsumsi Avtur

Konsumsi Bensin

Konsumi Minyak Tanah

Konsumsi Minyak Solar

BLOK PENGELUARAN DAN PENERIMAAN PEMERINTAH

Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran Subsidi BBM

Penerimaan Pemerintah

BLOK PENYEDIAAN BBM

Pemanfaatan Kilang Minyak

Input Minyak Mentah untuk Kilang Minyak

Produksi BBM Domestik

Impor Minyak Mentah

Impor BBM

Total Impor

Penyediaan BBM

BLOK HARGA BBM

Harga Minyak Mentah

Harga BBM

Harga Avgas

Harga Avtur

Harga Bensin

Harga Minyak Tanah

Harga Minyak Solar

(41)

Pemanfaatan Kilang Minyak

Pemanfaatan kilang minyak merupakan jumlah kilang minyak yang digunakan untuk menghasilkan BBM. Pemanfaatan kilang minyak dipengaruhi oleh PDB, pertumbuhan suku bunga dan peubah bedakalanya. PDB yang digunakan dalam penelitian ini merupakan PDB Nominal. Persamaan pemanfaatan kilang minyak dapat dirumuskan:

RFUTt = a0 + a1PDBt + a2PSKBRt + a3RFUTt-1 + U1………….………...(1) dimana:

RFUTt = Pemanfaatan kilang minyak (unit per tahun) PDBt = Produk Domestik Bruto (rupiah triliun) PSKBRt = Pertumbuhan suku bunga (%)

RFUTt-1 = Lag pemanfaatan kilang minyak (unit per tahun) t = Periode tahun dari 2000 sampai dengan 2014 Tanda parameter dugaan yang diharapkan:

a1 > 0; a2 <0 dan 0 < a3 <1

Input Minyak Mentah untuk Kilang Minyak

Input minyak mentah untuk kilang merupakan pemanfaatan kilang minyak dikali dengan kapasitas pengilangan. Persamaan input minyak mentah untuk kilang dapat dinyatakan dengan persamaan identitas:

RFCRDt = RFUTt*RCCRt………...(2)

dimana:

RFCRDt = Input minyak mentah domestik untuk kilang (ribu barel) RCCRt = Kapasitas kilang minyak (ribu barel)

Produksi BBM Domestik

Produksi BBM domestik merupakan produksi BBM yang dihasilkan dari kilang minyak Indonesia yang merupakan BBM yang siap untuk dikonsumsi. Produksi BBM domestik dipengaruhi oleh harga minyak dunia, pertambahan input minyak mentah untuk kilang minyak, kapasitas kilang minyak dan peubah bedakalanya. Rumus untuk produksi BBM domestik sebagai berikut:

YBBMDt = b0 + b1POILWt + b2DRFCRDt + b3YBBMDt-1 + U2……....(3) dimana:

YBBMDt = Produksi BBM domestik (ribu barel) POILWt = Harga minyak dunia (USD per barel)

DRFCRDt = Pertambahan input minyak mentah untuk kilang (ribu barel) YBBMDt-1 = Lag produksi BBM domestik (ribu barel)

Gambar

Gambar 5 Kerangka pemikiran
Gambar 6 Simplifikasi model penyediaan dan konsumsi BBM Indonesia
Gambar 7 Cadangan minyak bumi Indonesia
Gambar 8 Produksi, ekspor dan impor minyak mentah Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu fungsi plaza disini adalah untuk memberikan kesan “selamat datang” karena plaza ini merupakan akses utama untuk menuju pedestrian yang berhubungan dengan

Kriteria klon ubijalar yang toleran kekeringan adalah yang mampu berproduksi tinggi pada kondisi kekeringan, sehingga klon-klon yang prospektif dikembangkan pada lahan

Dalam naskah film sebenarnya juga telah memuat beberapa rincian mengenai set yang diperlukan dalam film tersebut, tetapi prop master yang harus dapat memvisualisasikannya sesuai

Cara yang digunakan adalah dengan memanfaatkan hasil face tracking sebagai marker dan kemudian dilakukan proses untuk pengenalan model wajah dalam tiga dimensi untuk memunculkan

Hal ini sesuai dengan pendapat Wilkins (1989) bahwa hormon giberelin bekerja pada gen sehingga membutuhkan konsentrasi yang tepat pada tanaman, konsentrasi hormon

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa serta dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga tugas akhir penulis dengan judul

Menimbang, bahwa dalam suatu rumah tangga, jika suami istri telah pisah, mereka telah bertengkar tak ada kecocokan lagi, dan selama berpisah tak ada yang berusaha untuk

Dampak lingkungan suatu kegiatan itu mempunyai intensitas yang bervariasi mulai dari yang sangat ringan sampai yang sangat berat. Karena itu penentuan pentingnya dampak lingkungan