PERBANDINGAN KOMBINASI ONDANSETRON 2mg IV DENGAN
DEKSAMETASON 4mg IV DAN ONDANSETRON 4 mg IV DENGAN
DEKSAMETASON 4mg IV SEBAGAI PROFILAKSIS PADA PASIEN
RESIKO TINGGI MUAL MUNTAH SETELAH OPERASI YANG
MENJALANI TINDAKAN OPERASI DENGAN ANESTESI UMUM
INTUBASI
TESIS
DONY SIREGAR
PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS
DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
PERBANDINGAN KOMBINASI ONDANSETRON 2mg IV DENGAN
DEKSAMETASON 4mg IV DAN ONDANSETRON 4 mg IV DENGAN
DEKSAMETASON 4mg IV SEBAGAI PROFILAKSIS PADA PASIEN
RESIKO TINGGI MUAL MUNTAH SETELAH OPERASI YANG
MENJALANI TINDAKAN OPERASI DENGAN ANESTESI UMUM
INTUBASI
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif / M. Ked pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
DONY SIREGAR
PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS
DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Judul : PERBANDINGAN KOMBINASI ONDANSETRON 2mg IV DENGAN
DEKSAMETASON 4mg IV DAN ONDANSETRON 4 mg IV DENGAN DEKSAMETASON
4mg IV SEBAGAI PROFILAKSIS PADA PASIEN RESIKO TINGGI MUAL MUNTAH
SETELAH OPERASI YANG MENJALANI TINDAKAN OPERASI DENGAN ANESTESI
UMUM INTUBASI
Nama Mahasiswa : DONY SIREGAR
Program Magister : Magister Kedokteran klinik
Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. SOEJAT HARTO, Sp.An, KAP Dr. A. SANI P NASUTION, Sp.An, KIC
NIP. 195505061986111001
Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS
Telah diuji pada
Tanggal : 1 Oktober 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
1. dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn. KAP. KMN
NIP. 195301211979021001
2. dr. Hasanul Arifin, SpAn.KAP.KIC
NIP. 195104231979021003
KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas ridho, rahmat dan karunia–
Nya kepada saya sehingga dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta
menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian
pendidikan keahlian dibidang Anestesiologi dan Terapi Intensif. Shalawat dan salam saya
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya Radhiallahu’anhum
ajma’in yang telah membawa perubahan dari zaman kejahiliyahan ke zaman berilmu
pengetahuan seperti saat ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di Universitas ini. Bapak Direktur
Utama RSUP H Adam Malik Medan, Direktur RS dr Pirngadi Medan dan Direktur RS Haji
Medan, Direktur RSUD Gayo Lues Blangkejeren, Direktur Rumkit TNI AD Tk II Putri Hijau
Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk belajar dan bekerja di lingkungan
rumah sakit tersebut.
Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr.
Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC sebagai ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK USU/RSUP H Adam Malik Medan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya
sampaikan kepada dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC sebagai Ketua Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn. KNA sebagai Sekretaris
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Akhyar Hamonangan Nasution, SpAn. KAKV
Terima kasih saya sampaikan kepada dr. Soejat Harto, SpAn, KAP sebagai pembimbing I
penelitian ini, dr. A. Sani P Nasution SpAn. KIC. sebagai pembimbing II penelitian ini serta
kepada Dr. Ir. Herna Mutiara, MS sebagai pembimbing statistik yang banyak membantu dalam
penelitian ini khususnya dalam hal metodologi penelitian dan analisa statistik.
Rasa hormat dan terima kasih kepada semua guru-guru kami, dr. A. Sani P. Nasution,
SpAn.KIC, dr. Chairul M. Mursin, SpAn, Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC, dr. Hasanul
Arifin, SpAn. KAP. KIC, Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn. KNA, dr. Asmin Lubis, DAF. SpAn,
KAP. KMN, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn. KAKV, dr. Yutu Solihat, SpAn. KAKV, dr. Nadi
Zaini Bakri, SpAn, Dr. Soejat Harto, SpAn.KAP, dr. Muhammad A R, SpAn, dr. Syamsul
Bahri, SpAn, dr. Walman Sitohang, SpAn, dr. Tumbur, SpAn, dr. Veronica HY, SpAn KIC, dr
Tjahaya Indra Utama,SpAn, dr. Nugroho K.S, SpAn, dr. Dadik Wahyu Wijaya, SpAn, dr. M.
Ihsan, SpAn, dr. Guido M. Solihin, SpAn.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK
USU terutama kepada dr. Jalaluddin A.Chalil, dr. Ahmad Rusdy Nasution, dr. Muhammad
Arsad, dr. Rahmad Dhani, dr. Cut Meliza Zainumi, dr. Dewi Yusmeliasari, dr. Rika Dhanu, dr.
Ester Lantika Silaen, dr. John Frans Sitepu dan dr. Sonny Lesmana Surya atas kerja sama dan
bantuan serta dorongannya selama ini. Terima kasih kepada teman-teman residen Ilmu Bedah,
Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Ilmu THT, Penyakit Mata dan bidang ilmu kedokteran lainnya
yang banyak berhubungan dengan bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif. Terima kasih
kepada rekan-rekan kerja perawat dan penata Anestesiologi, perawat ICU dan perawat lainnya
yang banyak berhubungan dengan kami. Terima kasih juga kepada seluruh pasien dan
keluarganya sebagai “guru” kedua kami dalam menempuh pendidikan spesialis ini.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya, Drs. Irwan Effendy
Siregar dan Roslainy Lubis, terhadap kasih sayangnya tidak berkesudahan, pengorbanannya
tidak terkira, jerih payahnya tidak terbalaskan. Terima kasih kepada istriku tercinta, dr. Aisyah
Belladona atas pengorbanannya, kesabarannya dan kesetiaannya. Kepada anakku Razza Adam
Siregar yang menginspirasi dan memberi dorongan untuk mewujudkan harapan yang lebih baik.
Demikian juga kepada Bapak dan Ibu Mertua saya H. Drs. Anto Subekti Apt dan Hj. Baiti Akip
pendidikan ini. Demikian juga kepada kakanda Yulia Efliyani Siregar, SE dan Baha Albadri
serta Mousa Albadri dan juga Adinda Puspita, SE yang turut membantu saya dalam pendidikan
ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, kita berserah diri dan
memohon rahmat dan pengampunan. Mudah-mudahan ilmu yang didapat, bermanfaat
sebanyak-banyaknya untuk masyarakat, agama,bangsa dan negara.
Medan, September 2011
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Hipotesis 5
1.4. Tujuan Penelitian 5
1.4.1. Tujuan Umum 5
1.4.2. Tujuan Khusus 5
1.5. Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Defenisi 6
2.2. Anatomi dan Patofisiologi Mual Muntah 6
2.3. Faktor Resiko 9
2.4. Penatalaksanaan 12
Ondansetron 13
Deksametason 15
2.5. Kerangka Teori 17
2.6. Kerangka Konsep 17
BAB III METODE PENELITIAN 18
3.1. Desain 18
3.2. Tempat dan Waktu 18
3.3. Populasi dan Sampel 18
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 18
3.6. Besar Sampel 19
3.7. Bahan dan Cara Kerja 20
3.8. Identifikasi Variabel 20
3.9. Rencana Manajemen dan Analisa Data 21
3.10. Cara Pengukuran Variabel 21
3.11. Defenisi Operasional 22
3.12. Masalah Etika 22
3.13. Alur Penelitian 23
BAB IV HASIL PENELITIAN 24
4.1. Karakteristik Sampel Penelitian Pada Kedua Kelompok 24
4.2. Karakteristik Pekerjaan dan Suku Pada Kedua Kelompok 25
4.3. Jenis Operasi pada Penelitian 27
4.4. Angka Kejadian Mual Muntah pada Kedua Kelompok 29
4.5. Efek Samping Pemberian Kombinasi Obat 24 jam Setelah Operasi pada Kedua Kelompok 30
BAB V PEMBAHASAN 32
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 34
6.1. Kesimpulan 34
6.2. Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.2.1 Jenis Pekerjaan 26
Diagram 4.2.2 Jenis Suku 27
Diagram 4.3.1 Jenis Operasi 28 Diagram 4.4.1 Angka Kejadian Mual Muntah 30
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : RIWAYAT HIDUP PENELITI 39 LAMPIRAN 2 : JADWAL PERTAHAPAN PENELITIAN 40 LAMPIRAN 3 : PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN 41 LAMPIRAN 4 : FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN 44 LAMPIRAN 5 : LEMBARAN OBSERVASI PERIOPERATIF PASIEN 45 LAMPIRAN 6 : RENCANA ANGGARAN PENELITIAN 47 LAMPIRAN 7 : RANDOMISASI BLOK SAMPEL DAN DAFTAR SAMPEL 48
ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Kejadian mual muntah (PONV) adalah hal yang paling sering dikeluhkan pasien setelah operasi dengan anestesi umum intubasi selain nyeri. Menurut survey
kejadian muntah merupakan keadaan yang paling tidak diinginkan dan mual berada diurutan
keempat, dimana nyeri adalah urutan kedua. Mual muntah ini dapat meningkatkan lamanya
waktu perawatan di ruang pemulihan, tambahan perawatan dimana hal ini menambah biaya
untuk perobatan. Mual muntah setelah operasi dapat meningkatkan angka morbiditas, termasuk
dehidrasi, gangguan elektrolit, luka operasi terbuka kembali, perdarahan, rupture esophagus dan
gangguan jalan nafas. Oleh sebab itu kejadian mual muntah setelah operasi harus dibuat
manajemen yang pasti seperti manajemen nyeri setelah operasi. Ada beberapa terapi yang telah
diteliti untuk mencegah mual muntah ini. Pada penelitian ini dibandingkan kombinasi
Ondansetron 2mg IV dengan Deksametason 4mg IV dan Ondansetron 4mg IV dengan
Deksametason 4mg IV sebagai pencegahan mual muntah setelah operasi.
Metode : Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik, dengan studi acak, tersamar ganda, dikumpulkan 40 orang sampel penelitian yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi yang akan
menjalani operasi dengan anestesi umum intubasi. Terhadap 40 orang sampel ini dibagi menjadi
2 kelompok yakni kelompok A diberikan kombinasi Ondansetron 2mg IV dengan Deksametason
4mg IV dan kelompok B diberikan kombinasi Ondansetron 4mg IV dengan Deksametason 4mg
IV. Mual muntah dicatat berdasarkan skor PONV menurut Korean Predictive Model pada 0, 2, 4, 24 jam setelah operasi. Data hasil penelitian di uji dengan uji t independent dan uji chi square.
Hasil : Kejadian mual muntah tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok A (Ondansetron 2mg IV dan Deksametason 4mg IV) dan kelompok B (Ondansetron
4mg IV dan Deksametason 4mg IV) pada 0, 2, 4, 24 jam setelah operasi dengan nilai p pada 0, 2, 4 jam setelah operasi adalah 0,487 dan nilai p 24 jam setelah operasi adalah1,000. Kejadian efek samping nyeri kepala dan peningkatan enzim hati pada kelompok A(Ondansetron 2mg IV dan
dekametason 4mg IV) dan kelompok B(Ondansetron 4mg IV dan Deksametason 4mg IV) tidak
Kesimpulan : Penggunaan kombinasi Ondansetron 2mg IV dan Deksametason 4mg IV sama efektif nya baik dalam mencegah mual muntah setelah operasi serta efek samping terapi mual
muntah dengan kombinasi Ondansetron 4mg IV dan Deksametason 4mg IV.
ABSTRACT
Background and purpose : Apart from pain, nausea and vomiting are most commonly experienced by patients after intubative general anesthesia. According to a survey conducted,
vomiting is the most unwanted complain, with nausea being number four and pain being number
two. Nausea and vomiting can increase the duration of treatment in the recovery ward in addition
to extra treatment which thereby adds to the cost of therapy. Post operative nausea and vomiting
can increase the morbidity rate, including dehydration, electrolyte imbalance, reopening of
operation wounds, bleeding, esophageal rupture and breathing difficulties. It is due to this that
the management of post operative nausea and vomiting should be taken as seriously as the
management of pain. There are few therapies that have been studied to prevent this nausea and
vomiting. In this research, a combination of Ondansetron 2mg IV with Deksametason 4mg IV is
compared with Ondansetron 4mg IV with Deksametason 4mg IV as a prophylaxis after an
operation.
Method : After ethical clearance by the Ethical Committee, with a double blinded random study, 40 research samples were found in accordance to the inclusive and exclusive criteria who will be
undergoing surgery using intubative general anesthesia. The 40 samples were divided into 2
groups with Group A given a combination of Ondansetron 2mg IV with Deksametason 4mg IV
and Group B given a combination of Ondansetron 4mg IV with Deksametason 4mg IV. Nausea
and vomiting is recorded according to the PONV score by the Korean Predictive Model on 0, 2,
4, 24 hours after the surgery. The results of the research if then tested using the t independent test
and chi square test.
Results : The incidence of nausea and vomiting statistically were not significantly different between Group A (Ondansetron 2mg IV and Deksametason 4mg IV) and Group B (Ondansetron
4mg IV and Deksametason 4mg IV) on 0, 2, 4, 24 hours after the surgery with the p value on 0, 2, 4 hours after the surgery at 0,487 and the p value 24 hours after the surgery at 1,000. Side effects such as headaches and increase in liver enzymes between Group A (Ondansetron 2mg IV
and Deksametason 4mg IV) and Group B (Ondansetron 4mg IV and Deksametason 4mg IV)
Conclusion : The prophylaxis use of the combination of Ondansetron 2mg IV and Deksametason 4mg IV is as effective as the combination of Ondansetron 4mg IV and
Deksametason 4mg IV in preventing post operative nausea and vomiting and the side effects of
nausea and vomiting therapy.
Key Words : Intubative general anesthesia, Ondansetron, Deksametason, nausea and vomiting, side effect
ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Kejadian mual muntah (PONV) adalah hal yang paling sering dikeluhkan pasien setelah operasi dengan anestesi umum intubasi selain nyeri. Menurut survey
kejadian muntah merupakan keadaan yang paling tidak diinginkan dan mual berada diurutan
keempat, dimana nyeri adalah urutan kedua. Mual muntah ini dapat meningkatkan lamanya
waktu perawatan di ruang pemulihan, tambahan perawatan dimana hal ini menambah biaya
untuk perobatan. Mual muntah setelah operasi dapat meningkatkan angka morbiditas, termasuk
dehidrasi, gangguan elektrolit, luka operasi terbuka kembali, perdarahan, rupture esophagus dan
gangguan jalan nafas. Oleh sebab itu kejadian mual muntah setelah operasi harus dibuat
manajemen yang pasti seperti manajemen nyeri setelah operasi. Ada beberapa terapi yang telah
diteliti untuk mencegah mual muntah ini. Pada penelitian ini dibandingkan kombinasi
Ondansetron 2mg IV dengan Deksametason 4mg IV dan Ondansetron 4mg IV dengan
Deksametason 4mg IV sebagai pencegahan mual muntah setelah operasi.
Metode : Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik, dengan studi acak, tersamar ganda, dikumpulkan 40 orang sampel penelitian yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi yang akan
menjalani operasi dengan anestesi umum intubasi. Terhadap 40 orang sampel ini dibagi menjadi
2 kelompok yakni kelompok A diberikan kombinasi Ondansetron 2mg IV dengan Deksametason
4mg IV dan kelompok B diberikan kombinasi Ondansetron 4mg IV dengan Deksametason 4mg
IV. Mual muntah dicatat berdasarkan skor PONV menurut Korean Predictive Model pada 0, 2, 4, 24 jam setelah operasi. Data hasil penelitian di uji dengan uji t independent dan uji chi square.
Hasil : Kejadian mual muntah tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok A (Ondansetron 2mg IV dan Deksametason 4mg IV) dan kelompok B (Ondansetron
4mg IV dan Deksametason 4mg IV) pada 0, 2, 4, 24 jam setelah operasi dengan nilai p pada 0, 2, 4 jam setelah operasi adalah 0,487 dan nilai p 24 jam setelah operasi adalah1,000. Kejadian efek samping nyeri kepala dan peningkatan enzim hati pada kelompok A(Ondansetron 2mg IV dan
dekametason 4mg IV) dan kelompok B(Ondansetron 4mg IV dan Deksametason 4mg IV) tidak
Kesimpulan : Penggunaan kombinasi Ondansetron 2mg IV dan Deksametason 4mg IV sama efektif nya baik dalam mencegah mual muntah setelah operasi serta efek samping terapi mual
muntah dengan kombinasi Ondansetron 4mg IV dan Deksametason 4mg IV.
ABSTRACT
Background and purpose : Apart from pain, nausea and vomiting are most commonly experienced by patients after intubative general anesthesia. According to a survey conducted,
vomiting is the most unwanted complain, with nausea being number four and pain being number
two. Nausea and vomiting can increase the duration of treatment in the recovery ward in addition
to extra treatment which thereby adds to the cost of therapy. Post operative nausea and vomiting
can increase the morbidity rate, including dehydration, electrolyte imbalance, reopening of
operation wounds, bleeding, esophageal rupture and breathing difficulties. It is due to this that
the management of post operative nausea and vomiting should be taken as seriously as the
management of pain. There are few therapies that have been studied to prevent this nausea and
vomiting. In this research, a combination of Ondansetron 2mg IV with Deksametason 4mg IV is
compared with Ondansetron 4mg IV with Deksametason 4mg IV as a prophylaxis after an
operation.
Method : After ethical clearance by the Ethical Committee, with a double blinded random study, 40 research samples were found in accordance to the inclusive and exclusive criteria who will be
undergoing surgery using intubative general anesthesia. The 40 samples were divided into 2
groups with Group A given a combination of Ondansetron 2mg IV with Deksametason 4mg IV
and Group B given a combination of Ondansetron 4mg IV with Deksametason 4mg IV. Nausea
and vomiting is recorded according to the PONV score by the Korean Predictive Model on 0, 2,
4, 24 hours after the surgery. The results of the research if then tested using the t independent test
and chi square test.
Results : The incidence of nausea and vomiting statistically were not significantly different between Group A (Ondansetron 2mg IV and Deksametason 4mg IV) and Group B (Ondansetron
4mg IV and Deksametason 4mg IV) on 0, 2, 4, 24 hours after the surgery with the p value on 0, 2, 4 hours after the surgery at 0,487 and the p value 24 hours after the surgery at 1,000. Side effects such as headaches and increase in liver enzymes between Group A (Ondansetron 2mg IV
and Deksametason 4mg IV) and Group B (Ondansetron 4mg IV and Deksametason 4mg IV)
Conclusion : The prophylaxis use of the combination of Ondansetron 2mg IV and Deksametason 4mg IV is as effective as the combination of Ondansetron 4mg IV and
Deksametason 4mg IV in preventing post operative nausea and vomiting and the side effects of
nausea and vomiting therapy.
Key Words : Intubative general anesthesia, Ondansetron, Deksametason, nausea and vomiting, side effect
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Gejala yang paling sering muncul pada pasien setelah prosedur anestesi dan pembedahan
adalah nyeri dan mual muntah paska operasi atau Post Operative Nausea Vomiting (PONV). Kadang-kadang mual muntah lebih sering terjadi setelah pembedahan dan anestesi.1,2 Seorang anestesiologis dituntut perannya dalam hal ini.3 Patofisiologi dan farmakologi dari mual muntah ini sangat kompleks.1
Pada survey preoperatif, pasien memposisikan emesis atau muntah sebagai keadaan yang
paling tidak diinginkan dan nausea di urutan ke empat keadaan yang paling tidak diinginkan dari
10 akibat negatif paska operasi; dimana nyeri merupakan urutan kedua dari studi ini.4 Karena pasien mengganggap PONV keadaan yang sangat tidak diinginkan, telah diusulkan untuk
membuat manajemen PONV, sama seperti manajemen nyeri.3 Pada studi lainnya, rata – rata pasien mau membayar US$ 56 untuk menghindari muntah; dan jumlahnya meningkat pada
pasien yang pernah mengalami PONV sebelumnya.5
Mual adalah perasaan subjektifitas sensasi untuk muntah. Muntah adalah refleks
pengeluaran bahan-bahan dari lambung melewati esophagus sampai ke mulut.1,6,7 Mekanisme muntah terbagi atas dua bagian besar yaitu mekanoreseptor yang berlokasi di dinding otot perut
dan diaktivasi dengan kontraksi distensi usus oleh karena manipulasi selama pembedahan dan
kemoreseptor yang berlokasi di mukosa usus dan diaktivasi oleh rangsangan kimia.1
PONV mempunyai satu atau beberapa tingkatan, yang biasa muncul dalam beberapa
menit, jam, ataupun hari. Gejala awal muncul dalam 2-6 jam setelah pembedahan, dan gejala
lanjutan muncul dalam 24-48 jam setelah pembedahan. Ada pendapat bahwa gejala awal ataupun
lanjutan mungkin berbeda dalam hal patogenesa nya.3
PONV adalah komplikasi yang umum pada pembedahan dengan menggunakan anestesi
umum. PONV dapat meningkatkan lamanya waktu perawatan di ruang pemulihan, penambahan
untuk perobatan.8 Pasien melaporkan bahwa PONV lebih mengganggu daripada sakit setelah operasi dan lebih banyak mengeluarkan biaya. Pada pasien yang menjalani operasi dengan
anestesi umum, 25%-30% mengeluhkan PONV dalam 24 jam pertama. Pada pasien yang
beresiko tinggi, angka kejadian PONV bisa mencapai 70%-80%. PONV dapat meningkatkan
morbiditas (contoh : luka terbuka kembali, ruptur esopagus) dan dapat juga menyebabkan
aspirasi. Jadi mengenai kasus ini, banyak pertanyaan dalam penanganan PONV ini.2,7,8 Walaupun PONV dapat sembuh sendiri dan tidak fatal, tetapi dapat meningkatkan angka
morbiditas, termasuk dehidrasi, gangguan elektrolit, luka operasi terbuka kembali, perdarahan,
ruptur esofagus, gangguan jalan nafas.3,8,10
Para peneliti setuju bahwa tidak semua pasien yang dilakukan tindakan pembedahan
diberikan profilaksis PONV. Pada pasien yang mempunyai resiko kecil PONV tidak perlu
profilaksis PONV, malah bakal sering menimbulkan efek samping obat bila diberikan profilaksis
PONV. Oleh karena itu, profilaksis PONV diberikan pada pasien yang mempunyai resiko tinggi
sampai sangat tinggi PONV.3,8
Sampai saat ini belum ada suatu formula yang standar untuk mengklasifikasikan resiko
untuk terjadinya PONV.11,12 Perkembangan utama dalam sistem skoring terfokus pada simplifikasi untuk kemudahan dalam penilaian. Menurut Apfel dan Koivuranta mengatakan
bahwa penambahan lebih dari beberapa faktor resiko hanya sedikit atau tidak sama sekali
menambah akurasi.9,12 Salah satu formula yang digunakan adalah berdasarkan Korean Predictive Model untuk PONV, dimana terdapat lima faktor resiko PONV yaitu wanita, riwayat PONV atau
motion sickness sebelumnya, lamanya anestesia lebih dari satu jam, tidak merokok dan riwayat penggunaan opioid.11,13
Faktor resiko untuk terjadinya PONV adalah wanita setelah pubertas, tidak merokok,
riwayat PONV atau motion sickness, anak-anak dan dewasa muda, lamanya operasi, penggunaan
volatile anestesi, nitrous oksida, Neostigmin dosis tinggi, opioid selama operasi ataupun
sesudahnya.3,14,15
Saat ini ada berbagai macam obat profilaksis PONV seperti antagonis 5-HT3, Droperidol,
Metoklopramid, Prometazine, Deksametason dll. Belum ada obat standar yang digunakan untuk
profilaksis PONV dibanding dengan obat-obat profilaksis lainnya berdasarkan berbagai
penelitian.9,16
Henzi et al melakukan penelitian terhadap 598 pasien menerima Deksametason sebagai profilaksis PONV dan 423 pasien menerima plasebo sebagai profilaksis PONV. Dari hasil
perbandingan bahwa pada kelompok Deksametason lebih efektif 16 % daripada kelompok
plasebo.17
Wallenborn et all mengatakan dalam hasil penelitiannya bahwa Deksametason 8 mg lebih efektif,aman dan murah daripada penggunaan Metoklopramid sebagai profilaksis PONV.18
Wang et al melakukan penelitian terhadap 120 pasien dimana 40 pasien menerima Deksametason 5mg, 40 pasien menerima Tropisetron 2mg, dan 40 pasien menerima plasebo
sebagai profilaksis PONV. Dari hasil penelitian dijumpai bahwa pada kelompok Deksametason
dan Tropisetron lebih efektif daripada kelompok plasebo sebagai profilaksis PONV, dan antara
kelompok Deksametason dan Tropisetron perbedaannya tidak signifikan.19
Wang et al juga telah melakukan penelitian terhadap waktu pemberian Deksametason yang efektif sebagai profilaksis PONV, dimana grup 1 menerima Deksametason sebelum induksi
anestesi, grup 2 menerima Deksametason saat akhir anestesi, grup 3 menerima plasebo. Dari
hasil dijumpai grup 1 lebih efektif dari pada grup yang lain sebagai profilaksis PONV.20
Pada penelitian Macario et al mengatakan bahwa ondansetron telah menunjukkan
keefektifan daripada Metoklopramide, Deksametason serta Droperidol sebagai propilaksis
PONV.21 Pada penelitian Kjellberg et al menyatakan bahwa ondansetron lebih efektif daripada Metoklopramide, Deksametason serta Droperidol dalam penanganan PONV.22
Telah diteliti bahwa ondansetron efektif sebagai anti mual pada preventif PONV. Henzie
et al telah menunjukkan bahwa kombinasi Ondansetron 4mg dan Deksametason 4mg lebih efektif daripada Ondasetron 4mg tunggal dalam penanganan PONV.17
Ondansetron 4 mg lebih efektif tetapi lebih tinggi biayanya dibandingkan Deksametason 5 mg
dalam penanganan PONV.23,24
Menurut Tramer et al berdasarkan empat placebo contolled trial terhadap 1043 pasien yang diberikan Ondansentron dengan dosis 1mg, 4mg, 8mg, didapatkan bahwa semua dosis lebih
efektif dibandingkan dengan plasebo, namun tidak terdapat perbedaan efektifitas yang signifikan
diantara ketiga dosis. Namun pada efek sampingnya mempunyai perbedaan, dimana dosis yang
lebih besar mempunyai efek samping yang lebih besar antara dosis 1mg, 4mg, dan 8mg
walaupun tidak berbeda bermakna secara statistik.25 Menurut penelitian Honkavaara yang lain menyatakan bahwa dari 100 pasien yang menerima ondansetron sebagai profilaksis PONV, tiga
pasien menunjukkan efek samping sakit kepala dan tiga pasien menunjukkan efek samping
peningkatan enzim hati walaupun mekanismenya belum jelas.26
Menurut Gan et al menyatakan bahwa terapi kombinasi lebih efektif daripada terapi tunggal untuk profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi PONV yang kombinasinya
mengandung antagonis 5-HT3 ditambah dengan obat lain seperti Droperidol dan Deksametason,
namun dosis optimal untuk terapi kombinasi masih belum ditetapkan.7 Namun kombinasi Deksametason dengan antagonis 5-HT3 dilaporkan mempunyai angka kesuksesan yang tinggi
dalam penanganan PONV.27
Menurut Rajeeva et al dan Fujii et al berdasarkan penelitian mereka menyatakan bahwa
pada pasien yang menerima kombinasi Ondansetron dan Deksametason lebih baik dalam
penanganan PONV daripada pemberian Ondansetron tunggal.28,29
Pada penelitian Ledesma et al menyatakan bahwa kombinasi Ondansetron dengan
Deksametason lebih baik dalam penanganan PONV daripada kombinasi Ondansetron dengan
Droperidol dan kombinasi Droperidol dengan Deksametason.30
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan atau masalah penelitian
Apakah kombinasi Ondansetron 2mg dan Deksametason 4mg sama efektif dibandingkan dengan
Ondansetron 4mg dan Deksametason 4mg dalam hal mencegah PONV pada pasien resiko tinggi
PONV yang menjalani tindakan operasi dengan general anestesi
1.3. HIPOTESIS
Ada perbedaan efektifitas antara kombinasi Ondansetron 2mg ditambah Deksametason
4mg dengan kombinasi Ondansetron 4mg dan Deksametason 4mg dalam mencegah terjadinya
PONV pada pasien resiko tinggi PONV yang menjalani tindakan operasi dengan anestesi umum
intubasi
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan Umum
Mendapatkan alternatif obat untuk menurunkan angka kejadian PONV pada pasien resiko
tinggi PONV
1.4.2. Tujuan khusus
1. Mendapatkan angka kejadian PONV setelah pemberian kombinasi Ondansetron 2mg dan
Deksametason 4mg serta kombinasi Ondansetron 4mg dan Deksametason 4mg
2. Mendapat dosis Ondansetron yang efektif dengan efek samping yang minimal setelah
pemberian untuk mengatasi PONV
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Mendapatkan obat yang lebih efektif untuk mencegah PONV
2. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya untuk mendapatkan obat yang tepat untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFENISI
Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) adalah perasaan mual muntah yang
dirasakan dalam 24 jam setelah prosedur anestesi dan pembedahan.31 Mual didefinisikan sebagai sensasi subjektif tidak nyaman untuk muntah. Muntah adalah suatu refleks paksa untuk
mengeluarkan isi lambung melalui esophagus dan keluar dari mulut.14,25
Post operatif Nausea and Vomiting (PONV) adalah komplikasi yang sering terjadi setelah
operasi yang menggunakan general anestesi. TONG J et al mengatakan bahwa pasien lebih
sering mengeluhkan masalah PONV daripada nyeri setelah operasi.6
2.2. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI MUAL MUNTAH
Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa
mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator
utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf –
saraf ini menerima input dari :
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit telinga tengah)
Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera fisik)
Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus
a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap
stimulus kimia.14,33
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks
muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema.
Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral
dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,
ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks
serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem
vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area
postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan
otak dapat langsung merangsang CTZ.9
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan
dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.12 Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan
parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih.35 Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan
pada vestibular telinga tengah.14
Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat
dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin,
histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke
pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat
muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan
Gambar 2.1 Anatomi dan patofisiologi mual muntah
2.3. FAKTOR RESIKO
34,35FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUAL MUNTAH
Adapun hal-hal yang berhubungan dengan mual muntah adalah :
1. Faktor pasien :
a. Usia muda
b. Wanita
c. Obesitas
d. Adanya riwayat mual muntah paska operasi
e. Riwayat tidak merokok
f. Kecemasan
g. Penyakit saluran pencernaan
h. Terapi kombinasi (seperti kemoterapi, radioterapi)
i. Kelainan metabolik (seperti diabetes mellitus, uremia dll)
j. Kehamilan
2. Faktor pembedahan :
a. Tipe operasi yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya mual muntah seperti
operasi mata, tht, gigi, payudara, ortopedi soulder, laparoskopi, ginekologi, dan pada
pasien-pasien anak seperti operasi strabismus, adenotonsilektomi, orchidopexy
b. Lamanya waktu operasi dapat meningkatkan lamanya pemaparan obat-obat anestesi
3. Faktor anestesi :
Faktor anestesi yang berpengaruh pada kejadian PONV termasuk premedikasi, tehnik
obat-obat reversal), status hidrasi, nyeri paska operasi, dan hipotensi selama induksi dan
operasi adalah resiko tinggi untuk terjadinya PONV
a. Premedikasi
Opioid yang diberikan sebagai obat premedikasi pada pasien dapat meningkatkan
kejadian PONV karena opioid sendiri mempunyai reseptor di CTZ, namun berbeda
dengan efek obat golongan benzodiazepine sebagai anti cemas, obat ini juga dapat
meningkatkan efek hambatan dari GABA dan menurunkan aktifitas dari
dopaminergik, dan pelepasan 5-HT3 di otak.
b. Obat anestesi inhalasi
Anestesi general dengan obat inhalasi anestesi berhubungan erat dengan muntah
paska operasi. PONV yang berhubungan dengan obat inhalasi anestesi muncul setelah
beberapa jam setelah operasi, walaupun ini sesuai dengan lamanya pasien terpapar
dengan obat tersebut.36 Kejadian PONV paling sering terjadi setelah pemakaian nitrous oksida. Nitrous oksida ini langsung merangsang pusat muntah dan
berinteraksio dengan reseptor opioid. Nitrous oksida juga masuk ke rongga-rongga
pada operasi telinga dan saluran cerna, yang dapat mengaktifkan sistem vestibular
dan meningkatkan pemasukan ke pusat muntah.
c. Obat anestesi intra vena
Ada perbedaan antara obat anestesi inhalasi, obat anestesi intra vena (TIVA) dengan
propofol dapat menurunkan kejadian PONV. Mekanisme kerjanya belum pasti,
namun mungkin kerjanya dengan antagonis dopamine D2 reseptor di area postrema.
d. Obat pelumpuh otot
Obat pelumpuh otot golongan non depolarizing biasa digunakan pada prosedur
anestesi general, dimana terdapat penggunaan obat penghambat kolinesterase sebagai
antagonis obat pelumpuh otot tersebut. Obat penghambat kolinesterase ini dapat
e. Regional anestesi
Regional anestesi memiliki keuntungan dibanding dengan general anestesi, karena
tidak menggunakan nitrous oksida, obat anestesi inhalasi, walaupun opioid dapat
dihindarkan, namun resiko PONV bias muncul pada regional anestesi bila
menggunakan opioid kedalam epidural ataupun intratekal. Penggunaan opioid yang
bersifat lipofilik seperti fentanil atau sufentanil penyebarannya terbatas sebelum
sefalad dan dapat menurunkan kejadian PONV. Namun bila terjadi hipotensi pada
tehnik regional anestesi dapat menyebabkan iskemia batang otak dan saluran cerna,
dimana hal ini dapat meningkatkan kejadian PONV
f. Nyeri paska operasi
Nyeri paska operasi seperti nyeri visceral dan nyeri pelvis dapat menyebabkan
PONV. Nyeri dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung yang dapat
menyebabkan mual setelah pembedahan.
Pergerakan tiba-tiba,perubahan posisi setelah operasi, dan pasien ambulatori dapat
menyebabkan PONV, terutama pasien yang masih mengkonsumsi opioid.
Pemberian rutin profilaksis PONV pada semua pasien yang menjalani pembedahan tidak
direkomendasikan, karena tidak semua pasien yang menjalani pembedahan akan timbul PONV.
Dengan pemberian profilaksis PONV tersebut justru kadang-kadang menimbulkan efek samping
dari obat sehingga biaya perobatan bertambah besar. Oleh sebab itu, kita harus selektif dalam
memilih pasien-pasien yang beresiko untuk terjadinya PONV. Telah banyak penelitian dalam
mengidentifikasi faktor-faktor resiko untuk terjadinya PONV dan membuatnya menjadi suatu
formula untuk menghitung faktor resiko PONV.11
Telah banyak penelitian yang telah dibuat untuk mengidentifikasikan faktor resiko untuk
terjadinya PONV dan telah dikembangkan perhitungan untuk terjadinya PONV. Salah satunya
adalah Korean Predictive Model for PONV. Menurut model ini ada 5 faktor besar dalam menentukan faktor resiko PONV yakni wanita, riwayat PONV sebelumnya atau motion sickness,
lama operasi lebih dari 1 jam, riwayat tidak merokok, dan riwayat penggunaan opioid sebelum
Menurut model diatas jika pasien memilki jumlah faktor resiko nol, satu, dua, tiga,
empat, dan lima, maka insiden PONV nya adalah 12,7%, 19,9%, 29,3%, 40,7%, 53,1%, dan
65,4%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat dibagi menjadi 4 kategori yakni resiko kecil-ringan
(< 20%), resiko sedang (20-40%), resiko tinggi (40-60%), resiko sangat tinggi (>60%).11
Biaya efektif dari obat anti mual muntah ditentukan oleh penggunaannya. Hill et al
melaporkan bahwa terapi profilaksis PONV pada resiko tinggi PONV, biayanya lebih efektif dari
pada penggunaan plasebo, karena peningkatan biaya berhubungan dengan PONV. Mereka
menentukan bahwa ada penambahan biaya pada pasien yang menggunakan plasebo untuk PONV
sampai seratus kali dibandingkan dengan penggunaan profilaksis PONV.8
2.4. PENATALAKSANAAN
Telah banyak penelitian tentang penatalaksanaan PONV ini. Dibawah ini akan dijelaskan
tentang penatalaksanaan PONV baik yang bersifat farmakologikal ataupun non farmakologikal.
Farmokologikal :
a) Antagonist reseptor Serotonin: bahwa tidak ada perbedaan efek dan keamanannya
diantara golongan –golongan Antagonist reseptor Serotonin tersebut, seperti Ondansetron
, Dolasetron, Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini efektif bila
diberikan pada saat akhir pembedahan. Banyak penelitian dari golongan obat ini seperti
Ondansetron dimana mempunyai efek anti muntah yang lebih besar dari pada anti
mual.8,35,36
b) Antagonist Dopamin: Reseptor Dopamin ini mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor
ini dirangsang akan terjadi muntah, antagonist Dopamin tersebut seperti:Benzamida
(Metoklopramide dan Domperidon),Phenotiazine (Clorpromazine dan
Proclorpromazine), dan Butirophenon( Haloperidol dan Droperidol).14,35,36
c) Antihistamin: Obat ini ( Prometazine dan Siklizine ) memblok H1 dan Reseptor
muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai efek dalam penatalaksanaan PONV
yang berhubungan dengan aktivasi sistem vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil
d) Obat Antikholinergik: Obat ini ( Hyoscine hydrobromide atau Scopolamin) mencegah
rangsangan di pusat muntah dengan memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor
muskarinik di system vestibular .14,35,36
e) E. Steroid : Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason.
Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara menghambat pelepasan
prostaglandin. Efek samping pemakaian berulang deksametason adalah peningkatan
infeksi, supressi adrenal, tetapi tidak pernah dilaporkan efek samping timbul pada
pemakaian dosis tunggal.8,35,36 Obat ini juga menurunkan motilitas lambung dan rangsangan aferen di pusat muntah, efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah
pandangan kabur, retensi urine, mulut kering, drowsiness.14,35,36
Non Farmakologikal
Ada bebagai macam tehnik non farmakologikal termasuk akupuntur, rangsangan saraf
melalui transkutaneus, acupoint stimulation, acupressure.14
Ondansetron
Gambar 2.3 Rumus bangun ondansetron
Ondansetron adalah derivate carbazalone yang strukturnya berhubungan dengan
serotonin dan merupakan antagonis reseptor 5-HT3 subtipe spesifik yang berada di CTZ dan juga
pada aferen vagal saluran cerna, tanpa mempengaruhi reseptor dopamine, histamine, adrenergik,
Ondansetron efektif bila diberikan secara oral atau intravena dan mempunyai
bioavaibility sekitar 60% dengan konsentrasi terapi dalam darah muncul tiga puluh sampai enam
puluh menit setelah pemakaian. Metabolismenya di dalam hati secara hidroksilasi dan konjugasi
dengan glukoronida atau sulfat dan di eliminasi cepat didalam tubuh, waktu paruhnya adalah 3-4
jam pada orang dewasa sedangkan pada anak-anak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam, oleh karena
itu ondansetron baik diberikan pada akhir pembedahan.34,38,37
Efek antiemetik ondansetron ini didapat melalui :40
1. Blokade sentral di CTZ pada area postrema dan nukleus traktus solitaries sebagai
kompetitif selektif reseptor 5-HT3
2. Memblok reseptor 5-HT3 di perifer pada ujung saraf vagus di sel enterokromafin
di traktus gastrointestinal
Efek samping yang sering timbul pada dosis terapi adalah sakit kepala dan konstipasi,
lemas, peningkatan enzim hati.34,38,41 Aritmia jantung dan AV blok telah dilaporkan setelah pemakaian Ondansetron dan Metoklopramid. Iskemia jantung akut yang berat telah dilaporkan
pada pasien tanpa kelainan jantung. Ondansetron dan obat golongan antagonis reseptor 5-HT3
lainnya dapat menyebabkan peninggian QT interval di elektrokardiografi tetapi hal ini tidak
dijumpai pada pemakaian droperidol.38,41 Belum diketahui adanya interaksi dengan obat SSP lainnya seperti diazepam, alkohol, morfin dan lain-lain.34
Kontraindikasi Ondansetron adalah selain pada pasien yang hipersensitivitas terhadap
obat ini, juga pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin disekresi dalam
asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada pasien yang
mempunyai kelainan ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.39
Dosis Ondansetron 4-8 mg IV sangat efektif untuk menurunkan kejadian PONV.
Deksametason
Gambar 2.4 Rumus bangun deksametason
Deksametason adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya berhubungan
dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan merangsang pelepasan endorphin, yang
mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan.8
Mekanisme kerja deksametason dengan inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi
substansi yang berasal dari metabolisme asam arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3.
Deksametason mempunyai efek antiemetik, diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan
prostaglandin secara sentral sehingga terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat,
menghambat pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin
dengan reseptor 5-HT3, pelepasan endorphin, dan anti inflamasi yang kuat di daerah
pembedahan dan diduga glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf
pusat dan akan mempengaruhi regulasi dari neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal
dan konfigurasi neuron.40
Reseptor glukokortikoid juga ditemukan pada nukleus traktus solitaries, nucleus raphe,
dan area postrema, dimana inti-inti tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas
mual muntah. Efek antiemetik Deksametason juga dihubungkan dengan supresi dari
adrenokortikotropin yang telah diteliti responnya terhadap stimuli pergerakan sehingga
deksametason sangat efektif dalam penanganan motion sickness.40
Deksametason memiliki waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan sangat baik diberikan
sebagai profilaksis saat sesudah induksi dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah
Dosis Deksametason 4 sampai 10mg untuk dewasa, dan 150цg/ KgBB untuk
anak-anak.19 Deksametason di metabolisme di hepar dan dieksresikan melalui ginjal.40
Deksametason mempunyai efek samping seperti intoleransi glukosa, supressi adrenal,
dan peningkatan infeksi.9 Dilaporkan juga belum pernah terjadi efek samping pada pemberian Deksametason dengan dosis tunggal sebagai profilaksis PONV.22
Kombinasi Ondansetron dengan Deksametason
Kombinasi obat ini telah banyak dilaporkan sangat baik sebagai profilaksis PONV
khususnya pada pasien-pasien resiko tinggi untuk terjadinya PONV. Cara kerjanya ada 3 yakni :
a. Deksametason menurunkan level 5-hidroksitriptophan di jaringan saraf dengan
menurunkan precursor dari triptophan
b. Efek anti inflamasi dari deksametason dapat mencegah pelepasan serotonin di usus.
c. Deksametason dapat meningkatkan efek umum dari anti emetic dengan meningkatkan
KERANGKA
TEORI
Deksametason
Pusat Mual Muntah
CTZ Higher Cortical
Vagus
Traktus Solitarius
Vestibular System
Ondansetron
Nyeri Kepala Enzim Hati
Mobilisasi Paska Operasi N2O Mood Tingkat Ketenangan Benzodiazepin
5‐HT3 di otak
Opiat 5‐HT3 di usus N2O Faring Rangsangan Simpatis dan Parasimpatis
KERANGKA KONSEP
ANESTESI
UMUM
(GA
‐
ETT)
ONDANSETRON
2mg dan
DEKSAMETASON
4mg
ONDANSETRON
4mg dan
DEKSAMETASON
4mg
PONV
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. DESAIN
Desain pada penelitian ini adalah penelitian prospektif, random, double blind
3.2. TEMPAT DAN WAKTU
Tempat : RSUP Haji Adam Malik Medan
Waktu : Agustus - September 2011
3.3. POPULASI DAN SAMPEL
a. Populasi
Populasi adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan elektif dengan anestesi
umum intubasi di RSUP Haji Adam Malik Medan
B. Sampel
Semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
3.4. CARA PEMILIHAN SAMPEL
Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling
3.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI
Kriteria inklusi :
a. Pasien dengan umur 15 - 79 tahun
c. Pasien yang beresiko tinggi dan sangat tinggi untuk kejadian PONV sesuai dengan
criteria Korean Predictive Model
d. Pasien yang telah menandatangani informed consent
Kriteria Eksklusi
a. Pasien yang menggunakan obat-obatan emesis sebelum operasi
b. Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial
c. Pasien dengan kehamilan
d. Pasien yang baru mengkonsumsi alkohol
e. Pasien dengan gangguan lambung
f. Pasien yang mendapat terapi steroid kronik
g. Pasien dengan kelainan fungsi hati
3.6. BESAR SAMPEL
28Estimasi besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
n = besar sampel
Z = 1,96 (adalah deviat baku pada 0,05) Z = 0,842 (adalah deviat baku 0,02)
P1 = proporsi yang mual muntah dengan menggunakan 2 mg Ondansetron dan 4 mg
Deksametason (karena tidak diketahui digunakan 50%).
P1 – P2 = pernbedaan proporsi yang diinginkan 40%
S = simpang baku, diambil dari kepustakaan sebesar 1,04
3.7. BAHAN DAN CARA KERJA
a. Setelah mendapat informed consent dan disetujui oleh komite etik semua sampel
dimasukkan dalam kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
b. Semua pasien yang menjadi sampel penelitian menerima regimen anestesi yang sama
yakni dengan premedikasi Diazepam 0,1 mg/ KgBB, Petidin 1 mg/ KgBB, induksi
dengan Propofol 2-2,5 mg/KgBB, dan intubasi dengan menggunakan pelumpuh otot
(Rocuronium 1 mg/KgBB) serta menggunakan anestesi inhalasi Isofluran, O2, N2O
dan reversal
c. Setelah dilakukan induksi anestesi (sekitar 2-5 menit) pasien diberikan Deksametasone
4mg, selesai pembedahan sebelum 30 menit ekstubasi pasien diberikan Ondansetron
2mg atau 4mg
d. Setelah pasien sadar dan telah diekstubasi, dan diberikan reversal (Sulfas Atropin 0,75
mg dan prostigmin 1,5 mg) maka dinilai masalah PONV pada pasien setelah 0,2,4,
dan 24 jam pertama setelah selesai operasi. Pasien diklasifikasikan PONV jika ada
mual atau muntah dalam 24 jam. Mual muntah dinilai dengan skala poin dari 0(tidak
mual dan muntah), 1(mual), 2(muntah), 3(mual dalam 30 menit dan muntah lebih dari
2 kali)
e. Bila paska operasi dalam 24 jam muncul mual muntah diberikan Ondansetron 4 mg
3.8. IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini memiliki 2 variabel :
a) Variable independent :
Kelompok A : 2mg Ondansetron dan 4mg Deksametason
b) Variabel dependent :
Mual
Muntah
3.9. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA
1. Data yang terkumpul dianalisa dengan program software SPSS versi 15.
2. Pengujian kenormalan dilakukan dengan Kolmogorov-Siminov.
3. Analisis data PONV bila distribusinya normal dengan T test tidak berpasangan
dan bila distribusinya tidak normal dengan uji chi-square
4. Batas kemaknaan yang ditetapkan 5%.
5. Interval kepercayaan yang dipakai 95 %.
6. Penilaian sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif
3.10. CARA PENGUKURAN VARIABEL
41Cara pengukuran PONV dengan memakai sistem skor numerik, yaitu :
0 = Penderita tidak merasa mual dan muntah
1 = Penderita hanya merasa mual
2 = Penderita mengalami muntah
3 = Penderita mengalami mual lebih dari 30 menit atau muntah lebih 2 kali
3.11. DEFENISI OPERASIONAL
1. Mual didefinisikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang
berhubungan dengan keinginan untuk muntah.
2. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster.
3. Motion sickness adalah penyakit yang disebabkan oleh goncangan yang dialami dalam berbagai perjalanan seperti mabuk laut, mabuk kereta, mabuk darat, dan mabuk
4. PONV adalah mual atau muntah yang dialami pasien dalam 24 jam paska operasi.
Dinilai dengan mual dinilai dengan skala 3 poin dari 0 (tidak mual dan tidak mual),
1(mual), 2(muntah), 3(mual dalam 30 menit dan muntah lebih dari 2 kali)
5. Opioid paska operasi adalah pemberian golongan opioid pada paska operasi.
3.12. MASALAH ETIKA
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komite etik penelitian bidang
kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pasien ataupun keluarga
pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dari hal yang
terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek
penelitian (informed consent).
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang sudah lazim
dikerjakan pada pemeriksaan pasien dan dikerjakan sesuai standar. Bila terjadi kegawat
daruratan selama proses tindakan, baik yang berhubungan langsung akibat tindakan
ataupun suatu proses dari perjalanan penyakitnya, maka langsung dilakukan penanganan
sesuai dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang telah disiapkan sesuai
3.12. ALUR PENELITIAN
POPULASI
INKLUSI EKSLUSI
SAMPEL
RANDOMISASI
A B
PREMEDIKASI
MIDAZOLAM 0,1 mg/KgBB
PETIDIN 1 mg/KgBB
INDUKSI
PROPOFOL 2-2,5 mg/KgBB
ROCURONIUM 1 mg/KgB
DEKSAMETASON 4mg INTUBASI DEKSAMETASONE 4 mg
ISOFLURAN,O2,N2O,
ONDANSETRON 2mg ONDANSETRON 4mg
REVERSAL( SA 0,75 mg dan PROSTIGMIN 1,5 mg)
EKSTUBASI
PENILAIAN PONV 0,2,4, DAN 24 JAM PASKA OPERASI
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011, dan diperoleh 40
pasien yang bersedia mengikuti penelitian dengan status phisik ASA I dan II yang menjalani
tindakan pembedahan dengan anestesi umum intubasi. Dari 40 pasien yang menjadi subjek
penelitian dibagi secara random dalam 2 kelompok dengan menggunakan obat anti mual muntah
yang berbeda, yakni kelompok A menggunakan Ondansetron 2mg IV dan Deksametason 4mg IV
dan kelompok B menggunakan Ondansetron 4mg IV dan Deksametason 4mg IV.
4.1. Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok
[image:45.612.72.519.398.686.2]Karakteristik umum subjek penelitian dinilai dari umur, jenis kelamin, BMI, lama operasi, status merokok, dan pemakaian opioid. Hasil penelitian terlihat pada tabel dibawah ini (tabel 4.1.1)
Tabel 4.1.1 Data karakteristik responden
Kelompok A Kelompok B P
Umur (tahun)
Jenis kelamin : Lk
P
37,4 + 16,7
9 (45,0%)
11 (55,0%)
39,2 + 16,6
9 (45,0%)
11 (55,0%)
0,741
1,000
BMI (kg/m2) 21,2 + 5,3 20,8 + 4,9 0,289
Lama operasi (menit) 140,5 + 42,8 151,2 + 45,6 0,451
Status merokok :Tidak 19 (95,0%) 20 (100,0%) 1,000
Ya 1 (5,0%) 0 (0,0%)
Pemakaian Opioid: Tidak 17 (85,0%) 17 (85,0%) 1,000
Ada 3 (15,0%)
4 (20%)
3 (15,0%)
Motion Sickness/ : Tidak
Riw. PONV Ada
16 (80%) 10 50%)
Data Numerik disajikan dalam nilai rerata (SD)
Data kategorik disajikan dalam jumlah (persen)
* Uji t independent
**Uji chi square
Umur sampel yang termasuk dalam penelitian 15-79 tahun dengan rerata 37,4 (SD 16,7)
pada kelompok A dan 39,2 (SD 16,6) pada kelompok B dengan uji t independent didapati nilai p
= 0,741 berarti tidak ada perbedaan secara statistik umur pada kedua kelompok penelitian.
Indeks massa tubuh sampel penelitian berkisar antara 17,1 – 27,3 dengan rerata 21,2 (SD
5,3) pada kelompok A dan 20,8 (SD 4,9) pada kelompok B dengan uji t independen didapati nilai
p = 0,289 berarti tidak ada perbedaan secara statistik indeks massa tubuh pada kedua kelompok penelitian.
Lama operasi pada penelitian berkisar antara 1 jam 15 menit – 4 jam 25 menit
mempunyai rerata 140,5 (SD 42,8) pada kelompok A dan 151,2 (SD 45,6) pada kelompok B
dengan uji t independen didapati nilai p = 0,451 berarti tidak ada perbedaan lama operasi pada kedua kelompok.
Status merokok dan pemakaian opioid pada kedua kelompok tidak ada perbedaan
bermakna secara statistik dengan nilai p 1,000 namun pada kriteria motion sickness/ riwayat PONV ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok dengan nilai p 0,003.
4.2. Karakteristik pekerjaan dan suku pada kedua kelompok penelitian
Karakteristik sosial dan ekonomi pada sampel penelitian dinilai dari pekerjaan. Hasil
Tabel 4.2.1 Jenis pekerjaan pada kedua kelompok penelitian
Jenis Pekerjaan A B
Pegawai Swasta 5(25%) 2(10%)
PNS 2(10%) 4(20%)
IRT 5(25%) 6(30%)
SISWA 3(15%) 2(10%)
MAHASISWA 2(10%) 3(15%)
WIRASWASTA 1(5%) 1(5%)
PENSIUNAN 2(10%) 2(10%)
Diagram 4.2.1 Jenis pekerjaan
0 1 2 3 4 5 6
P Swasta PNS IRT Siswa Mahasiswa Wiraswasta Pensiunan
A
B
Ket : PNS = Pegawai Negeri Sipil
IRT = Ibu Rumah Tangga
Karakteristik sosial dan ekonomi pada sampel penelitian dinilai dari suku. Hasil penelitian
Tabel 4.2.2 Jenis suku pada kedua kelompok penelitian
Suku A B
Batak 8(40%) 7(35%)
Melayu 5(25%) 5(25%)
Aceh 2(10%) 1(5%)
Jawa 4(20%) 5(25%)
Minang 1(5%) 2(10%)
Diagram 4.2.2 Jenis suku
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Batak Melayu Aceh Jawa Minang
A
B
Jenis pekerjaan terbanyak dalam penelitian ini adalah pegawai swasta dan siswa pada
kelompok A yakni masing-masing 5 orang (25%) dan ibu rumah tangga pada kelompok B yakni
6 orang (30%). Jenis suku terbanyak dalam penelitian ini adalah suku batak pada kelompok A
4.3. Jenis operasi pada penelitian
[image:49.612.73.547.153.414.2]Jenis operasi pada penelitian dapat dilihat dari tabel dibawah ini (tabel 4.3.1)
Tabel 4.3.1 Jenis operasi
Jenis operasi Jumlah Persen (%)
Bedah Digestive 5 12,5
Bedah Onkologi 11 27,5
Bedah Ortopedi 3 7,5
Bedah Urologi 2 5,0
Bedah Plastik 8 20,0
Obgyn 2 5,0
THT 5 12,5
Mata 2 5,0
Gigi dan Mulut 2 5,0
Diagram 4.3.1 Jenis Operasi
B. Digestive
B. Onkologi
B. Ortopedi
B. Urologi
B. Plastik
Obgyn
THT
Mata
4.4. Angka kejadian mual muntah pada kedua kelompok
[image:50.612.69.542.166.212.2]Angka kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B (tabel 4.4.1)
Tabel 4.4.1 Angka kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B 95% CI P
T0 0 (0,0%) 2 (10,0%) 0,3-0,7 0,487
Hasil kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 0 dan kelompok B adalah 2 dengan nilai p = 0,487.
[image:50.612.67.544.329.374.2]Angka kejadian mual muntah 2 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B (tabel 4.4.2)
Tabel 4.4.2 Angka kejadian mual muntah 2 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B 95% CI P
T2 0 (0,0%) 2 (10,0%) 0,3-0,7 0,487
Hasil kejadian mual muntah 2 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 0 dan kelompok B adalah 2 dengan nilai p = 0,487.
Angka kejadian mual muntah 4 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B (tabel 4.4.3)
Tabel 4.4.3 Angka kejadian mual muntah 4 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B 95% CI P
T4 0 (0,0%) 2 (10,0%) 0,3-0,7 0,487
Hasil kejadian mual muntah 4 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 0 dan kelompok B adalah 2 dengan nilai p = 0,487.
Tabel 4.4.4 Angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B 95% CI P
T24 1 (0,0%) 0 (10,0%) 0,4-0,7 1,000
Hasil kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 1 dan kelompok B adalah 0 dengan nilai p = 1,000.
Diagram 4.4.1 Angka kejadian mual muntah
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
0 Jam 2 Jam 4 Jam 24 Jam
Kel A
Kel B
[image:51.612.103.534.230.426.2]4.5. Efek samping pemberian kombinasi obat 24 jam setelah operasi pada
kedua kelompok
Tabel 4.5.1. Efek samping nyeri kepala setelah 24 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B 95% CI P
Nyeri kepala 1 (5,0%) 2 (10,0%) 0,3-7,9 1,000
[image:51.612.66.569.625.720.2]Ternyata kedua kombinasi tidak berbeda bermakna dalam hal efek samping nyeri kepala.
Tabel 4.5.2. Efek samping peningkatan enzim hati setelah 24 jam operasi
Kelompok A Kelompok B 95% CI P
Peningkatan enzim hati
Ternyata kedua kelompok tidak berbeda bermakna dalam hal efek samping peningkatan enzim hati
Diagram 4.4.2 Efek Samping
0 0.5 1 1.5 2
Nyeri kepala Peningkatan enzim hati
A
BAB V
PEMBAHASAN
Dari data karakteristik umum sampel penelitian terlihat bahwa umur, indeks massa tubuh
dan lama operasi pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik
dan juga tidak tedapat perbedaan bermakna secara statistik dalam hal jenis kelamin, status
merokok dan pemakaian opioid yang berarti sampel yang diambil relative homogen dan layak
dibandingkan (tabel 4.1.1). Namun pada kriteria motion sickness/ riwayat PONV ada perbedaan bermakna secara statistik antara kedua kelompok.
Pada karakteristik pekerjaan dan suku, pekerjaan yang paling banyak di kelompok A
adalah pegawai swasta dan siswa yakni masing-masing 5 orang (25%) dan ibu rumah tangga
pada kelompok B yakni 6 orang (30%), suku yang paling banyak adalah batak di kedua
kelompok dengan jumlah masing-masing 8 orang (40%) di kelompok A dan 7 orang (35%) di
kelompok B.
Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok penelitian
secara statistik kejadian mual muntah setelah pemberian profilaksis kombinasi ondansetron dan
deksametason pada kelompok A dan kelompok B saat 0, 2, 4 jam paska operasi yakni dengan
nilai p 0,487 dan 24 jam paska operasi dengan nilai p 1,000.
Pada penelitian Rajeeva et al juga mempunyai hasil yang sama pada perbandingan kombinasi ondansetron 4mg dengan deksametason 8mg dan ondansetron 4mg pada 0 jam setelah
operasi (p<0,01), 2 jam setelah operasi (p<0,05), 4 jam setelah operasi (p<0,01) dan 24 jam setelah operasi (p<0,01).28 Menurut Henzie et al bahwa terapi kombinasi ondansetron 4mg dengan deksametason 8mg berbeda bermakna secara statistik dibanding dengan ondansetron
4mg dalam profilaksis PONV dengan nilai p < 0,01.17
Sebagai tujuan penelitian yang menilai keefektifisan antara kedua kelompok dalam hal
mencegah mual muntah pada 0, 2, 4, 24 jam setelah operasi juga dinilai masalah efek samping
penelitian tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok baik
dalam hal nyeri kepala dan peningkatan enzim hati yakni nilai p nya 1,000.
Pada penelitian sebelumnya menurut Tramer et al menyatakan bahwa dosis Ondansetron
1mg, 4mg, dan 8mg tidak ada perbedaan bermakna dalam hal mencegah mual muntah paska
operasi, namun pada penelitian Honkavaara dari 100 pasien yang diberi ondansetron 4mg
muncul efek samping yakni 3 pasien mengalami nyeri kepala dan 3 pasien mengalami
peningkatan enzim hati.25,26
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1.
Terdapat kesamaan efektifitas antara kombinasi Ondansetron 2mg IV dengan Deksametason 4mg IV dan kombinasi Ondansetron 4mg IV dan Deksametason 4mg IVdalam mencegah PONV pada pasien resiko tinggi yang menjalani tindakan operasi
dengan anestesi umum
2.
Angka kejadian PONV setelah pemberian kombinasi Ondansetron 2mg IV dengan Deksametason 4mg IV adalah 1 orang pada 24 jam setelah operasi dan pada kombinasiOndansetron 4mg IV dengan Deksametason 4mg IV adalah 2 orang pada masing-masing
pada 0, 2, 4 jam setelah operasi
3.
Dosis Ondansetron yang efektif dengan efek samping yang minimal untuk mengatasi PONV adalah 2mg IV6.2. SARAN
1. Pada pasien resiko tinggi dan sangat tinggi untuk kejadian mual muntah setelah operasi
yang menjalani tindakan pembedahan dengan anestesi umum intubasi direkomendasikan
pemberian kombinasi Ondansetron 2mg IV atau 4 mg IV dengan Deksametason 4mg IV
sebagai profilaksis mual muntah setelah operasi sesuai dengan kesimpulan 1 diatas.
2. Efek samping yang muncul pada pemberian Ondansetron 2mg IV dan 4mg IV tidak
berbeda bermakna secara statistik, sehingga antara kedua dosis Ondansetron diatas bisa
DAFTAR PUSTAKA
1. Islam S, Jain PN. Post-operative nausea and vomiting (PONV) : A Review Article. Indian
J. Anesth 2004;48(4):253 – 8.
2. Glass P. PONV : What is the role of the anesthesiologist. Anesthesia SUNY Stony
Brook. 1997; 162 – 84.
3. Gan TJ. Risk factor for postoperative nausea and vomiting. Anesth Analg 2006;102:1884
– 98.
4. Macario A, Weinger M, Carney S, Kim A. Which clinical anesthesia outcomes are
important to avoid? The perspective of patients. Anesth Analg. 1999;89:652 – 8.
5. Gan TJ, Sloan F, de L Dear G. How much are the patients willing to pay to avoid
postoperative nausea and vomiting?. International Anesthesia Research Society.
2001;92:393 – 400.
6. Ku CM, Ong BC. Postoperative nausea and vomiting : A Review of Current Literature.
Singapore Med J. 2003;44(7):366 – 74.
7. Deane-Valentine Y. An audit of nausea and vomiting in a post anasesthetic care unit.
British Journal of anaesthetic & Recovery Nursing. 2005;6: 4 – 6.
8. Gan TJ. Consensus guidelines for managing postoperative nausea and vomitting. Anesth
Analg 2003;97:62 – 71.
9. Ho KY, Chiu JW. Mutltimodal antiemeyic therapy and emetic risk profiling. Ann Acad
Med Singapore. 2005;34:196 – 205.
10. Williams KS. Postoperative nausea and vomiting. Surg Clin N Am. 2005;1229 – 1241.
11. Kim EJ, Ko JS, Kim CS, Lee SM, Choi DH. Combination of antiemetics for the
prevention of postoperative nausea and vomiting in high-risk patient