• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PERAWAT DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA PENDERITA

SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

MARTA NOVITA. S

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Nama : Marta Novita. S Nim : 101121054

Fakultas : Keperawatan USU Tahun : 2010-2011

ABSTRAK

Kemampuan bersosialisasi merupakan suatu kemampuan seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya dapat juga meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia. Penelitian ini menggunakan deskriptif eksproloratif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari peran perawat yang mampu bersosialisasi dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 37 orang perawat yang diambil dengan menggunakan tehnik random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat telah mengalami peningkatan kemampuan bersosialisasi dan berperan lebih baik dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa di rumah sakit jiwa yang mencakup peran perawat dalam memberikan rasa nyaman dalam kategori baik yaitu 18 orang (48,6%). Peran perawat sebagai komunikator paling banyak menyatakan cukup yaitu 19 orang (51,4%), dan peran perawat sebagai mediator paling banyak menyatakan cukup 15 orang (40,5%).

Dapat disimpulkan bahwa peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi dalam asuhan keperawatan jiwa telah lebih baik. Untuk itu diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa dan praktek keperawatan jiwa mengenai peran perawat yakni memberikan rasa nyaman, komunikator dan mediator yang baik agar asuhan keperawatan dapat lebih bermutu dan berguna bagi masyarakat luas.

(4)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus atas kasih karunianya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu tahun 2011”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kp, M.Kep sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep atas pasrtisipasi Ibu yang telah memvalidasi kuesioner penulis.

(5)

6. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah memberikan masukan, kritik dan saran bagi peneliti.

7. Ibu Jenni Marlindawani Purba, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan yang bermanfaat bagi peneliti.

8. Pimpinan Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan yang telah memberikan izin kepada penulis agar dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

9. Teristimewa kepada keluargaku yang tercinta, anak-anakku yang senantiasa memberikan dukungan spritual kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga buat keluarga yang selalu mengerti dan memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis selama penelitian.

10.Teman-temanku yang sangat kusayangi yang senantiasa memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.

11.Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2010 yang telah memberi dorongan dan semangat bagi penulis demi terselesainya skripsi ini.

(6)

DAFTAR ISI

2.1.4. Manfaat Peran Perawat terhadap Asuhan Keperawatan Jiwa ... 8

2.2. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pada Peran Bersosialisasi Perawat ... 9

2.3. Konsep Kemampuan ... 10

2.3.1. Pengertian Kemampuan ... 10

2.3.2. Kemampuan Perawat Dalam Bersosialisasi pada Pada Penderita Gangguan Jiwa ... 10

2.4. Definisi Skizofrenia ... 12

2.5. Etiologi Skizofrenia ... 13

2.6. Kriteria Diagnostik Skizofrenia ... 16

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

(7)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 20

5.1.1. Karakteristik Demografi ... 25

5.1.2. Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman .... 26

5.1.3. Peran Perawat sebagai Komunikator ... 28

5.1.4. Peran Perawat Sebagai Mediator ... 29

5.2. Pembahasan ... 30

5.2.1. Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman ... 33

5.2.2. Peran Perawat sebagai Komunikator ... 33

5.2.3. Peran Perawat sebagai Mediator ... 34 1. Izin Pengambilan Data Dari Fakultas Keperawatan USU 2. Izin Pengambilan Data dari Rumah Sakit Jiwa 3. Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 41

4. Izin Selesai Penelitian Kuesioner ... 42

5. Data Demografi ... 43

6. Hasil UJi Reability ... 44

7. Jadwal Tentatif Penelitian ... 48

8. Taksasi dana ... 49

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2011 ... 25

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2011 ... 26

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2011 ... 27

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Sebagai

Komunikator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ... 28

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Peran sebagai Mediator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2011 ... 29

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Nama : Marta Novita. S Nim : 101121054

Fakultas : Keperawatan USU Tahun : 2010-2011

ABSTRAK

Kemampuan bersosialisasi merupakan suatu kemampuan seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya dapat juga meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia. Penelitian ini menggunakan deskriptif eksproloratif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari peran perawat yang mampu bersosialisasi dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 37 orang perawat yang diambil dengan menggunakan tehnik random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat telah mengalami peningkatan kemampuan bersosialisasi dan berperan lebih baik dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa di rumah sakit jiwa yang mencakup peran perawat dalam memberikan rasa nyaman dalam kategori baik yaitu 18 orang (48,6%). Peran perawat sebagai komunikator paling banyak menyatakan cukup yaitu 19 orang (51,4%), dan peran perawat sebagai mediator paling banyak menyatakan cukup 15 orang (40,5%).

Dapat disimpulkan bahwa peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi dalam asuhan keperawatan jiwa telah lebih baik. Untuk itu diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa dan praktek keperawatan jiwa mengenai peran perawat yakni memberikan rasa nyaman, komunikator dan mediator yang baik agar asuhan keperawatan dapat lebih bermutu dan berguna bagi masyarakat luas.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penanganan gangguan jiwa saat ini sudah mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena perawat langsung berperan dalam merawat dan memberikan informasi serta mendidik didalam keluarga maupun masyarakat terhadap jenis latar belakang gangguan jiwa, sehingga penderita gangguan jiwa yang mengalami perlakuan yang diskriminatif dan tidak mendapatkan pertolongan yang memadai, sehingga perawat dapat lebih meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan dalam merawat penderita skizofrenia.

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain, dalam hal ini perawat dapat memberikan asuhan keperawatan, melakukan pembelaan pada klien, kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat, konsultan dalam tenaga kerja dan klien dari sistem metodologi, serta sikap (CHS, 1989). Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil (Kozier dan Barbara, 1995).

(12)

dapat melakukan kemampuan untuk membentuk keintiman dalam tindakan keperawatan terhadap penderita sehingga perawat lebih kopeten atau lebih luas memberikan pendidikan kesehatan jiwa terhadap penderita, keluarga penderita, dan lingkungan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa, (Stuart dan Sundeen,1995). sehingga dari infomasi tersebut dapat mengurangi lama hari rawat pasien.

Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang dapat menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya. atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang. (V.Durand dan David,2007). Meskipun gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kernatian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien ( Setyonegoro, 1980).

Di Indonesia prevalensi penderita skizofrenia adalah 0,3 sampai 1% dan biasa timbul pada usia sekitar 15 sampai 45 tahun . namun ada juga yang berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka di perkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Depkes, 2009).

(13)

dengan melakukan tindakan pendekatan dengan cara melakukan pendekatan diri kepada penderita.

1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi peran perawat dalam hal memberikan rasa nyaman terhadap pasien.

2. Mengidentifikasi peran perawat dalam hal komunikator. 3. Mengidentifikasi peran perawat dalam hal mediator

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara?

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 PelayananKeperawatan

(14)

1.4.2. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat diharapkan memberi informasi untuk menambah wawasan dalam bidang keperawatan jiwa tentang peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

1.4.3. Penelitian Keperawatan

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peran 2.1.1. Definisi peran

Peran dalam bidang dunia keperawatan merupakan cara untuk menyatakan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, penelitian dan dapat mengembangkan asuhan keperawatan dalam membina kerjasama dari tenaga kesehatan lainnya serta dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam melakukan tindakan. Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhan tersebut. dalam hal perawat dapat memberikan asuhan keperawatan, melakukan pembelaan pada klien, kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat, konsultan dalam tenaga kerja dan klien dari sistem metodologi, serta sikap (CHS,1989). Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil (Kozier dan Barbara, 1995).

2.1.2 Peran Perawat

(16)

diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara propesional, sesuai dengan kode etik profesinya.

Menurut Konsorium Ilmu Kesehatan,(1989). Peran perawat dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu :

1) Peran sebagai pelaksana kesehatan

Yaitu keseluruhan kegiatan pelayanan masyarakat dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim kesehatan lainnya, dalam melaksanakan peran tersebut perawat perawat bertindak selaku : pemberi rasa nyaman, pelindung dsn pembela, communicator, mediator, rehabilitator.

2) Peran sebagai pendidik

Memberi pendidikan dan pemahaman kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik dirumah,puskesmas dan masyarakat dilakukan secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, seperti yang diharapkan dalam mencapai tigkat kesehatan yang optimal.

3) Peran sebagai administrasi

perawat kesehatan masyarakat yang diharapkan dapat mengelola kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan bertanggung jawab terhadap suatu permasalahan, mengambil keputusan dalam pemecah masalah, pengelolaan tenaga, membuat kualitas mekanis kontrol, dan bersosialisasi dengan masyarakat.

4) Peran sebagai konseling

(17)

dalambidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi dan akhirnya dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dengan melibatkan sumber-sumber yang lain, misalnya keluarga.

5) Peran sebagai peneliti

Yaitu melakukan identifikasi terhadap fenomena yang terjadi dimasyarakat yang dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan bahkan mengancam kesehatan, selanjutlnya penelitin dilaksanakan dalm kaitannya untuk menemukan faktor yang menjadi pencetus atau penyebab terjadinya permasalah tersebut melalui kegiatan penelitian dalam praktek keperawatan.

2.1.3 Fungsi Peran Perawat

Fungsi peran perawat adalah salah satunya dapat menjalankan atau melaksanakan perannya secara mandiri , tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan lainnya. Perawat dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik bio, psiko-sosio/kultur maupun spiriatual. dimana perawat bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana dan keputusan tindakannya.

2.1.4 Manfaat peran perawat terhadap asuhan keperawatan jiwa

(18)

1. Komunikasi

Dalam keperawatan jiwa komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan karena komunikasi mencakup penyampaian informasi penukaran pikiran, perasaan. dan yang penting dilakukan atau diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan penderita skizofrenia adalah : perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengindentifikasi dan mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan dan juga secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada penderita serta berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.

2. Sikap

Dalam keperawatan jiwa yang penting dilakukan atau diperhatikan perawat dengan penderita skizofrenia yaitu : berhadapan adalah sikap yang menunjukan kesiapan dalam melayani dan mendengarkan keluhan pasien, mempertahankan kontak mata sikap yang menandakan parawat menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi serta dapat dipercaya, membungkuk kearah pasien sikap ini menunjunkan keinginan untuk menyataka atau mendengarkan semua apa yang dikatankan pasien, mempertahankan sikap terbuka pada saat berkomunikasi dengan pasien perawat sebaiknya jangan melipat kaki atau menyilangkan tangan. hal ini menunjukkan kertebukaan untuk berkomunikasi dan sikap membantu pasien, tetap relaks dan tetap bersikap tenang , meskipun pada situasi tidak menyenangkan , perawat harus mengontrol ketenangan, kecemasan dan rilaksasi dalam berkomunikasi dengan pasien.

(19)

Dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien perawat akan menghargai berbagai macam perasaan antara lain senang melihat pasien mulai menunjukkan prilaku dan perasaan jengkel ketika pasien tidak mau minum obat, sehingga perawat terbuka dan sadar akan perasaan dan perawat dapat menggunakan kesulitan pasien dalam membina hubungan saling percaya.

2.2 Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pada Peran Bersosialisasi Perawat Strategi pelaksanaan komunikasi adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Berdasarkan standar asuhan keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan skizofrenia dapat dilakukan dalam bentuk memberikan rasa nyaman kepada penderita juga melakukan komunikator serta melakukan tindakan secara mediator.

Kegiatan yang dilakukan perawat adalah mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana jadwal pelaksanaan harian pasien.

2.3 Konsep kemampuan 2.3.1 Pengertian kemampuan

(20)

perbuatan. Sedangkan menurut (Robbins,2000), dalam dalam kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.

2.3.2 Kemampuan Perawat Dalam Bersosialisasi Pada Penderita Gangguan Jiwa

Kemampuan bersosialisasi adalah kemampuan seseorang dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dalam memberikan bantuan pada pasien sehingga dapat melakukan hubungan dengan penderita dengan cara berkomunikasi dan melakukan tindakan keperawatan terhadap penderita (Roy & Obloy,1998) yaitu :

1. Memberi rasa nyaman yaitu perawat dapat memberikan suatu tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan jiwa seperti dengan memberikan sapaan, pujian atas suatu kemajuan penderita dalam mengatasi penyakitnya, dan dapat memberikan informasi serta melakukan hubungan yang erat antara penderita dengan perawat sehingga perawat dapat menciptakan rasa nyaman tersebut kepada penderita.

(21)

3. Mediator adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam pemecahan masalah yang dihadapi penderita. Sehingga perawat dapat menggambil suatu keputusan dalam tindakan asuhan keperawatan jiwa, seperti melakukan tindakan menghargai suatu tingkah penderita, dapat memberikan respon yang cepat bila penderita memerlukan bentuan, dan menghargai apapun yang dipertanykan penderita terhasdap perawat mengenai penyakitnya.

Menurut Hitchcock, ET.ALL (2008) Memberi rasa nyaman yaitu perawat dapat memberikan suatu tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan jiwa seperti dengan memberikan sapaan, pujian atas suatu kemajuan penderita dalam mengatasi penyakitnya, dan dapat memberikan informasi. Komunikator merupakan suatu komunikasi atau percakapan perawat yang dapat dimengerti oleh penderita dengan menggunakan bahasa yang sempurna, menggunakan bahasa yang jelas. Mediator adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam pemecahan masalah yang dihadapi penderita. Sehingga perawat dapat menggambil suatu keputusan dalam tindakan asuhan keperawatan jiwa. Sehingga kemampuan itu dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu : 1. Kemampuan intelektual (Intelectual ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental, 2. Kamampuan fisik (physical ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

2.4 Definisi Skizofrenia

(22)

gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang. ( Durand dan H.Barlow,2007). Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran/ keruntuhan fungsi intelek yang gawat sekali. berikutnya Kraeplin (dalam Intisari Psikologi Abnormal, 2000), menjadi dementia yanc, merupakan kemerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Kraeplin percaya bahwa halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit. Pada akhimya Eugen Bleuler (dalam Intisari Psikologi Abnormal,2007) memperkenalkan istilah skizofrenia atau jiwa yang terbelahi, sebab gangguan ini ditandai dengan disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta berorientasi dini kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan antara intelek dan emosi.

Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama dinegara-negara maju, modern dan industry (Mahar Marjono,1992). Meskipun gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kernatian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien ( Setyonegoro, 1980).

(23)

disekolah/kampus, ditempat keda dan dilingkungan sosialnya. Seorang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari.

2.5 Etiologi Skizofrenia

a. Keterlibatan faktor keturunan

Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan tersebut. hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.

b. Faktor lingkungan

Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia.

Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA (1997).

(24)

Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat mendukung teori bahwa faktor genetik pecan penting dalamtransmisi mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insidens dari sindrom mirip-mirip skizofrenia (gangguan kepribadian skizoafektif skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.

d. Hipotesis neurotransmitter

Penelitian terakhir memperlihatkan adapya kelebihan reseptor dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian mengenai skizofrenik yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari reseptor dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa temuan ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.

e. Pencetus psikososial

Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif dengan tetap mempertahankan kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah: komentar kritis, permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.

(25)

a. Model diatesis-stress

Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

b. Faktor biologis

Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.

2.6 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Kriteria diagnostik skizofrenia yang dikemukakan oleh Halgin dan Whithbourne (1995) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan pada isi pikiran

(26)

yang salah dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap.

b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi

Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan ids dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.

c. Gangguan persepsi halusinasi

Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan kesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang di luar tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu spontan walaupun individu mencoba untuk menghalanginya. d. Gangguan afeksi (perasaan)

Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya.

e. Gangguan psikomotor

(27)
(28)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka dalam penelitian ini menggunakan konsep berdasarkan proses sistem tentang peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Proses penelitian dalam hal ini dapat dilihat bagaimana peran perawat bersosialisasi dengan penderita dan mampu dalam keseharian melakukan tindakan keperawatan untuk mencapai standar pelayanan yang memuaskan bagi penderita dan keluarga.

Adapun kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Konsep Peran Perawat

- Memberikan rasa nyaman.

- Komunikator

- Mediator.

- Baik.

- Cukup

(29)

3.2. Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala

(30)

BAB 4

METOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksproloratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh perawat yang merawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang jumlahnya sebanyak 124 orang yang tercatat pada tahun 2010.

4.2.2 Sampel

Sampel ini adalah keseluruhan objek atau dianggap mewakili populasi dengan kriteria karekteristik sampel yang dapat dimasukkan atau banyak untuk diteliti. Penentuan jumlah sampel diamil sebanyak 30% dari jumlah perawat, sehingga jumlah sampelnya adalah 37 orang (Arikunto 2002). Cara pengambilan sampel sebanyak 37 perawat ini dilakukan dengan purposive sampling, yakni sesuai dengan kriteria inklusi dari peneliti, yakni perawat yang bekerja di ruang rawat inap dan bersedia dijadikan responden.

4. 3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengambil lokasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, sebagai tempat penelitian di karenakan rumah sakit tersebut

(31)

merupakan rumah sakit rujukan dan memiliki jumlah perawat yang cukup memadai dengan fasilitas pelayanan yang cukup lengkap, dan penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini, hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan etik adalah sebagai berikut :

a. Memberikan penjelasan kepada responden penelitian tentang tujuan, manfaat dan prosedur pengisian kuisioner.

b. Meminta persetujuan responden dengan menandatangani informed consent.

c. Pengisian kuisioner didasari oleh alasan mereka tanpa paksaan dari pihak lain dan tidak ada efek yang merugikan terhadap pelayanan asuhan keperawatan, yang diberikan kepada responden tersebut selama bekerja di rumah sakit jiwa.

d. Penelitian ini tidak memilki resiko yang besar dan catatan mengenai data dan jawaban responden akan dirahasiakan (hanya untuk kepentingan penelitian).

4. 5 Instrumen Penelitian 1) Kuisioner Demografi

(32)

2) Kuisioner peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia.

Kuisioner yang digunakan adalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang memberikan gambaran peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia. Kuisioner terdiri dari 18 pertanyaan yang dimodifikasi (Nursalam,2002) dari tinjauan pustaka meliputi pertanyaan tentang pemberian rasa nyaman, terdiri dari 5 pertanyaan yaitu item nomor 1 sampai 5. Kemudian pertanyaan tentang peran komunikator terdiri dari 8 pertanyaan yaitu item nomor 6 sampai 13. Dan terakhir pertanyaan tentang peran mediator terdiri dari 5 pertanyaan yaitu item nomor 14 sampai 18. Berdasarkan setiap pertanyaan yaitu ya = 1 dan Tidak = 0 maka tingkat penerapan peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi dalam melakukan asuhuan keperawatan pada penderita skizofrenia 0- 18, dengan kategori “baik” 13-18 . dengan skore 7- 12 daapat dikategorikan kategori “cukup” dan dikategorikan kurang baik “0-18”.

4.6. Validitas

(33)

adalah peneliti memberikan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan tiap pertanyaan dimulai dari pertanyaan memberikan rasa nyaman dimulai dari pertanyaan nomor 1-5, Komunikator dari pertanyaan nomor 6-13, Mediator dari pertanyaan nomor 14-18.

4.7. Reliabilitas

Uji Realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Saryono, 2008). Uji Reliabiliatas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peran perawat dalam meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Uji realibiltas dilakukan terhadap 18 perawat yang karakteristiknya sama dengan sampel penelitian. Hasil uji realibiltas yang. Dengan nilai crombach’s alpha 0,957. Bila dilakukan uji reliabilitas diperoleh nilai crombach:s alpha 0.70 maka intrumen dinyatakan reliable polit &Hungler, 1999).

4.8. Tehnik Pengumpulan Data

(34)

Sebelum meneliti, peneliti menjelaskan pada calon responden tentang tujuan manfaat dan proses pengisian kuisioner dan calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed concent (surat pernyataan). Kemudian responden diminta untuk mengisi kuisioner selama 20 menit. Selama pengisian kuisioner, responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Selanjutnya data yang diperoleh, dikumpulkan untuk dianalisa.

4.9. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka analisa dilakukan melalui empat tahapan yaitu dimulai dengan editing untuk memeriksa kembali semua kuisioner tersebut satu persatu,apakah setiap kuisioner telah diisi sesuai dengan petunjuk atau belum, dilanjutkan dengan memberikan kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk memudahakan penelitian dalam melakukan tabulasi data. Kemudian data diproses memakai program komputerisasi, dan terakhir data di-cleaning yaitu untuk mengoreksi data kembali yang telah di –entry apakah ada kesalahan atau tidak.

(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Peran perawat dalam meningkatkan

kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu

Tahun 2011” sebanyak 37 responden dan didapat hasil distribusi responden berdasarkan

umur, jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa, agama dan lama kerja yang diuraikan

sebagai berikut :

5.1.1. Karakteristik Demografi

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011 (n=37)

Variabel Jumlah Persentase

(%)

1. Usia

• < 35 Tahun 6 16,2

• 35 - 40 Tahun 18 48,6

• > 40 Tahun 13 35,1

2. Jenis Kelamin

• Laki-laki 13 35,1

• Perempuan 24 64,9

3. Pendidikan

• D3 Kep 17 45,9

(36)

• Lain-lain 6 16,2

4. Suku Bangsa

• Batak 15 40,5

• Jawa 7 18,9

• Aceh 4 10,8

• Minang 3 8,1

• Melayu 4 10,8

• Lain-lain 4 10,8

5. Agama

• Islam 17 45,9

• Protestan 20 54,1

6. Lama kerja

• < 5Tahun 8 21,6

• 5-10 Tahun 11 29,8

• >10 Tahun 18 48,6

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar perawat berusia antara

35-40 tahun yaitu 18 orang (48,6%), berjenis kelamin perempuan 24 orang (64,9%),

berpendidikan D3 sebanyak 17 orang (45,9%), bersuku Batak 15 orang (40,5%) dan

beragama Protestan sebanyak 20 orang (54,1%) dan lama kerja diatas 10 tahun sebanyak

18 orang (48,6%).

5.1.2. Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa nyaman

(37)

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa daerah Provsu Tahun 2011

No. Memberikan Rasa Nyaman Jumlah Persentase

(%)

1. Baik 18 48,6

2. Cukup 12 32,4

3. Kurang 7 18,9

Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa peran perawat dalam memberikan rasa

nyaman pada pasien skizofrenia paling banyak dalam kategori baik yaitu 18 orang

(48,6%) dan paling sedikit dalam kategori kurang yaitu 7 orang (18,9%).

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011 (n=37)

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah perawat menyapa dan

memanggil nama penderita di

2 Apakah perawat memberikan pujian

kepada penderita

26

(70,3%)

11

(29,7%)

3 Apakah perawat memberikan

informasi tentang tindakan yang akan

(38)

hubungan saling percaya antara

penderita

(78,4%) (21,6%)

5 Apakah perawat memberi pujian

yang sesuai ketika penderita

melakukan suatu tindakan

23

(62,2%)

14

(37,8%)

Berdasarkan tabel 5.3 tersebut diatas jawaban dari kuisioner diperoleh paling

banyak responden yang menyatakan “Ya” pada pertanyaan no.1 yaitu sebanyak 35 orang

atau 94,6%. Dan pertanyaan no.5 ada 14 orang (37,8%) yang mengatakan tidak

melakukan pujian ketika penderita melakukan suatu tindakan.

5.1.3. Peran Perawat Sebagai Komunikator

Peran perawat sebagai komunikator dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Sebagai Komunikator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011

No. Peran Sebagai Komunikator Jumlah Persentase

1. Baik 11 29,7

2. Cukup 19 51,4

3. Kurang Baik 7 18,9

Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa peran perawat sebagai komunikator

paling banyak menyatakan cukup yaitu 19 orang (51,4%) dan paling sedikit yang

(39)

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Sebagai Komunikator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011 (n=37)

No Pernyataan Ya Tidak

1 Komunikasi perawat dapat

dimengerti/dipahami dengan bahasa

2 Perawat menggunakan komunikasi

terapeutik saat berinteraksi dengan

3 Perawat berkomunikasi menggunakan

bahasa yang jelas

24

(64,9%)

13

(35,1%)

4 Perawat menggunakan bahasa yang

kasar pada pasien

9

(24,3%)

28

(75,7%)

5 Perawat memberi perhatian pada pasien 9

(24,3%)

28

(75,7%)

6 Perawat mendengarkan pertanyaan atau

keluhan penderita dengan sabar

9

(24,3%)

28

(75,7%)

7 Perawat duduk bersama penderita

untuk berkomunikasi

8

(21,6%)

29

(78,4%)

8 Perawat menggunakan nada suara

yang tinggi saat berbicara dengan

penderita

9

(24,3%)

28

(75,7%)

Berdasarkan tabel 5.5 tersebut diatas jawaban dari kuisioner diperoleh paling

(40)

sebanyak 28 orang (75,7%). Pernyataan yang menyatakan “Tidak” paling banyak pada

item pertanyaan no. 7 yaitu sebanyak 29 orang (78,4%).

5.1.4. Peran Perawat Sebagai Mediator

Peran perawat sebagai mediator dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Peran sebagai Mediator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011

No. Peran Sebagai Mediator Jumlah Persentase

1. Baik 10 27,0

2. Cukup 15 40,5

3. Kurang 12 32,4

Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa peran perawat sebagai mediator paling

banyak menyatakan cukup yaitu 15 orang (40,5%) dan paling sedikit yang menyatakan

baik yaitu 10 orang (27,0%).

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Peran Perawat Sebagai Mediator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011 (n=37)

No Pernyataan Ya Tidak

1 Perawat sebagai tempat pemecah

masalah

16

(43,3%)

21

(56,7%)

2 Perawat menghargai segala tingkah

laku penderita

(41)

(67,6%) (32,4%)

3 Perawat menghargai pertanyaan dan

pendapat penderita

22

(59,4%)

15

(40,6%)

4 Perawat membantu penderita

mengambil keputusan

24

(64,9%)

13

(35,1%)

5 Perawat memberi respon cepat bila

penderita memerlukan bantuan

22

(59,4%)

15

(40,6%)

Berdasarkan tabel 5.7 tersebut diatas jawaban dari kuisioner diperoleh paling

banyak responden yang menyatakan “Tidak pernah” pada item pertanyaan no. 1 yaitu

sebanyak 21 orang (56,7%).

5.2. Pembahasan

Kemampuan bersosialisasi peran perawat pada penderita skizofrenia dalam

memberikan rasa nyaman paling banyak menyatakan baik 18 orang, menyatakan cukup

12 orang, dan menyatakan kurang sebanyak 7 orang. Kemampuan peran perawat sebagai

komunikator yang menyatakan baik sebanyak 11 orang, cukup 19 orang dan menyatakan

kurang sebanyak 7 orang. Dan kemampuan peran perawat sebagai mediator yang

menyatakan baik sebanyak 10 orang, menyatakan cukup sebanyak 15 orang, dan

menyatakan kurang sebanyak 12 orang. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah

desain deskriptif bertujuan untuk mengindentifikasikan peran perawat dalam

meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada penderita skizofernia. Berdasarkan hasil

yang diperoleh , pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian peneliti

(42)

skizofernia, yang dimulai berdasarkan memberikan rasa nyaman, komunikator dan

mediator.

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain,

dalam hal ini perawat dapat memberikan asuhan keperawatan, melakukan pembelaan

pada klien, kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat,

konsultan dalam tenaga kerja dan klien dari sistem metodologi, serta sikap (CHS, 1989).

Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh

keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil (Kozier dan Barbara,

1995). Untuk mengetahui kemampuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan

jiwa dalam memberikan bantuan pada penderita perawat dapat melakukan hubungan

dengan cara berkomunikasi, melalui kesadaran diri dan adanya hubungan identitas diri

yang jelas antara perawat dengan penderita dan dapat melakukan kemampuan untuk

membentuk keintiman dalam tindakan keperawatan terhadap penderita sehingga perawat

lebih kopeten atau lebih luas memberikan pendidikan kesehatan jiwa terhadap penderita,

keluarga penderita, dan lingkungan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan

jiwa, (Stuart dan Sundeen,1995).

Kemampuan (Chaplin,1997), dalam kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan merupakan tenaga (daya / kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut (Robbins,2000), dalam dalam kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.

(43)

cara berkomunikasi, melalui kesadaran diri dan adanya hubungan identitas diri yang jelas antara perawat dengan penderita dan dapat melakukan kemampuan untuk membentuk keintiman dalam tindakan keperawatan terhadap penderita sehingga perawat lebih kopeten atau lebih luas memberikan pendidikan kesehatan jiwa terhadap penderita, keluarga penderita, dan lingkungan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa, (Stuart dan Sundeen,1995). sehingga dari infomasi tersebut dapat mengurangi lama hari rawat pasien.

Strategi pelaksanaan komunikasi adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa

terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah

keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Berdasarkan standar asuhan keperawatan

yang tersedia, asuhan keperawatan skizofrenia dapat dilakukan dalam bentuk

memberikan rasa nyaman kepada penderita juga melakukan komunikator serta

melakukan tindakan secara mediator.

5.2.1 Peran Perawat Dalam Memberikan Rasa Nyaman

Peran perawat dalam memberikan rasa nyaman yang menyatakan kategori

paling baik sebanyak 18 orang (48,6 %), yang menyatakan kategori kurang sebanyak 7

orang (18,9 %). Rasa nyaman yaitu perawat dapat memberikan suatu tindakan perawatan

dalam asuhan keperawatan jiwa seperti dengan memberikan sapaan, pujian atas suatu

kemajuan penderita dalam mengatasi penyakitnya, dan dapat memberikan informasi serta

melakukan hubungan yang erat antara penderita dengan perawat sehingga perawat dapat

menciptakan rasa nyaman tersebut. berdasarkan hasil penelusuran dari jawaban hasil

penelitian pada peran perawat terhadap penderita Skizofrenia diketahui bahwa

kemampuan perawat dalam merawat penderita Skizofrenia telah berhasil dan dikatakan

(44)

melakukan hubungan saling percaya terhadap penderita sehingga dalam kemampuan

tersebut perawat dapat bersosialisasi terhadap penderita yang dapat menguntungkan bagi

penderita dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa, sehingga dengan memberikan rasa

nyaman yang diberikan perawat terhadap penderita terbantu dalam memenuhi kehidupan

dan keluarga penderita juga terbantu dalam pendekatan yang lebih baik dan lebih

mengerti dalam perawatan jiwa.

5.2.2 Peran Perawat Sebagai Komunikator

Peran perawat sebagai komunikator yang menyatakan kategori cukup sebanyak 19

orang (51,4 %), Yang menyatakan dengan kategori kurang sebanyak 7 orang (18,9 %).

Komunikator merupakan suatu komunikasi atau percakapan perawat yang dapat

dimengerti oleh penderita dengan menggunakan bahasa yang sempurna, menggunakan

bahasa yang jelas, dan duduk bersama untuk melakukan komunikasi, serta adanya

sentuhan dan perhatian terhadap penderita sehingga komunikasi tersebut dapat lebih

mudah dalam bersosialisasi pada penderita. dikatakan baik apabila perawat melakukan

komunikasi yang dapat dipahami oleh penderita dan perawat menggunakan bahasa yang

jelas serta perawat memberikan perhatian pada penderita dan menggunakan nada suara

yang tidak tinggi terhadap penderita.

Sehingga penderita terbantu dalam memenuhi kehidupan dalam keluarga dan

dilingkungan masyarakat. serta penderita juga terbantu dalam pendekatan yang lebih baik

dan lebih mengerti dalam perawatan jiwa yang sangat mengantungkan bagi penderita

(45)

5.2.3 Peran Perawat Sebagai Mediator

Peran perawat sebagai mediator yang menyatakan kategori cukup sebanyak 15

orang (40,5 %) dan dikatakan cukup apabila perawat sebagai tempat pemecahan masalah

terhadap penderita, menghargai segala tingkah laku, serta dapat membantu mengambil

keputusan dan merespon cepat bila penderita memerlukan bantuan. Yang menyatakan

kurang sebanyak 12 orang (32,4 %). Mediator adalah suatu tindakan yang dapat

dilakukan perawat dalam pemecahan masalah yang dihadapi penderita. Sehingga perawat

dapat menggambil suatu keputusan dalam tindakan asuhan keperawatan jiwa, seperti

melakukan tindakan menghargai suatu tingkah penderita, dapat memberikan respon yang

cepat bila penderita memerlukan bantuan, dan menghargai apapun yang dipertanyakan

penderita terhadap perawat mengenai penyakitnya.

Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang dapat menimbulkan efek

merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya. atau gangguan

mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian

skizofrenia sekarang. (V.Durand dan David,2007). Meskipun gangguan jiwa tidak

dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kernatian secara langsung, namun

beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara

individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak

(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul ”Peran Perawat Dalam Meningkatkan

Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provsu Tahun 2011” maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Peran perawat dalam Memberikan rasa nyaman pada penderita Skizofrenia di

Rumah Sakit Daerah Provsu, yang menyatakan baik sebanyak 48,6 %. Hasil

yang diharapkan dari hasil penelitian pada peran perawat terhadap penderita

Skizofrenia diketahui bahwa kemampuan perawat dalam merawat penderita

Skizofrenia telah berhasil dan dikatakan baik dalam memberikan rasa nyaman

dengan cara memberikan sapaan, pujian, dan melakukan hubungan saling

percaya terhadap penderita sehingga dalam kemampuan tersebut perawat dapat

bersosialisasi terhadap penderita yang dapat menguntungkan bagi penderita dan

keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa.

2. Peran perawat sebagai Komunikator pada penderita Skizofrenia di Rumah Sakit

Daerah Provsu, yang menyatakan cukup baik sebanyak 51,4 %. dikatakan baik

apabila perawat melakukan komunikasi yang dapat dipahami oleh penderita

dan perawat menggunakan bahasa yang jelas serta perawat memberikan

perhatian pada penderita dan menggunakan nada suara yang tidak tinggi

terhadap penderita. Sehingga perawat lebih cepat bersosialisasi dengan

penderita. Dan penderita terbantu dalam proses perawatan jiwa yang membuat

(47)

3. Peran perawat sebagai Mediator pada penderita Skizofrenia di Rumah Sakit

Daerah Provsu, yang menyatakan cukup baik sebanyak 40,5 %. Apabila

perawat sebagai tempat pemecahan masalah terhadap penderita, menghargai

segala tingkah laku, serta dapat membantu mengambil keputusan dan merespon

cepat bila penderita memerlukan bantuan, sehingga dapat meningkatkan asuhan

keperawatan jiwa yang lebih optimal.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Kuesiner yang dipakai dalam penelitian, nilai reliabilitas masih rendah yaitu 0,361

sehingga hasil yang didapat kemungkinan belum maksimal. Pada tahap pelaksanaan

memiliki keterbatasan dalam hal perhitungan waktu sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan oleh peneliti (selama 1 minggu). Karena ada beberapa perawat yang memiliki

perbedaan shif atau jam dinas sehingga pengisian kuisioner tidak sama dan membuat

peniliti mengalami kesulitan dalam pengolahan data.

6.3 Saran

1. Saran Bagi Pendidikan Keperawatan.

Agar dapat menambah informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai

Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada

Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu dibutuhkan peran

perawat antara lain Memberikan rasa nyaman kepada penderita, menjadi

komunikator yang baik, dan menjadi mediator yang baik agar asuhan

(48)

2. Saran Bagi Praktek Keperawatan.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi perawat dalam

melakukan intervensi keperawatan pada proses asuhan keperawatan jiwa

dengan Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada

Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu.

3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun tambahan

bagi peneliti selanjutnya untuk dapat lebih memahami peran perawat dalam

asuhan keperawatan jiwa dengan observasi langsung tentang Peran Perawat

Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

CHS(1998). Asuhan Keperawatan Komunitas EGC Jakarta

Chaplin (1997). Kemampuan perawat, Diambil pada tanggal 28 nopember 2011 dari

http://www.petra .ac.id.

Gail Wiscart Stuart & Sandra J. Sundeen. (1998). Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Alih

bahasa Achir Yani S. HAmid. Jakarta: EGC

H. Dadang Hawari. (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia

FKUI, Jakarta.

Johan . ((2011 ). Pengertian dan Persentase dari penderita Skiizofrenia, Diambil pada

tanggal 11 april 2011dari

Keliat Budi Ana. (1999). Proses Keperawatn Kesehatan Jiwa. Edisi I.. Jakarta: EGC

Miguel Arius, M.D (1994) Buku Saku Psikiatri . Editor : Melfiawati Setio

Notoadmodjo, S. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan ketiga: Jakarta:PT

Rineka Cipta

Nursalam & Pariani, S. (2001). Metodologi Riset Keperawatan: Pedoman Praktis

Penyusunan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

(50)

Polit & Hungler, B.P. (1995). Nursing research: Principle and Methods. (5thed).

Philadelpia: J.B Lippincot Company

Purba J. M, dkk, (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Psikososial

dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

Robins, (2001) kemampuan Perawat Diambil pada tanggal 28 nopember 2011 dari

http://www.petra .ac.id.

Shawn C.Shen, M,D. (2009). Wawancara Psikiatri (Seni Pemahaman ) Editor : Yasmin

Asih, Monika Ester . EGC.jakarta

Stuart, G.W., and Laraia, M.T.(1998). Principles and Practise of Psychiatric Nursing.

Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W., and Sundeen. (1995). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (5th

ed). St. Louis Mosby Year Book

Sujono Riyadi & Teguh Purwanto. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa . Graha Ilmu

Yogyakarta

Videbeck, Sheila. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Cetakan I. Jakarta: EGC

WHO. (2006). Diambil pada tanggal 28 September 2010, diakses dari

(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

INSTRUMEN PENELITIAN

A. Data Demografi Kode : Petunjuk umum pengisian :

1. Tuliskan tanda checklist (√) pada kolom di samping kanan untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara pada pertayaan A (kuisioner pilihan).

1). Umur : Tahun

2). Jenis Kelamin : Perempuan Laki-laki

3). Pendidikan : D-3 Kep Lain- lain

S.Kep

4). Suku : Batak Melayu

Jawa Minang Aceh Lain –lain

5). Agama : Islam Katolik Protestan Lain- lain

(56)

B. Kuisioner Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada

Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumut

Petunjuk umum pengisian :

1. Tuliskan tanda checklist (√) pada kolom di samping kanan untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara pada pertayaan B (kuisioner pilihan).

Pertanyaan Ya Tidak

Memberikan rasa nyaman

1) Apakah perawat menyapa dan memanggil penderita diruangan.

2) Apakah perawat memberikan pujian kepada penderita

3) Pernahkah perawat memberikan informasi tentang tindakan yang akan dilakukan kepada penderita 4) Pernahkah perawat melakukan hubungan saling

percaya antara penderita.

5) Pernahkah perawat memberi pujian yang sesuai ketika penderita melakukan suatu tindakan.

(57)

6) Apakah komunikasi perawat dapat

dimengerti/dipahami dengan bahasa sederhana oleh penderita.

7) Apakah perawat menggunakan komuniksai teraupetik saat berintereksi dengan penderita. 8) Apakah perawat berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa yang jelas.

9) Pernahkah perawat menggunakan bahasa yang kasar pada penderita.

10)Pernahkan perawat memberi perhatian kepada penderita.

11)Apakah perawat mendengarkan pertanyaan atau keluhan penderita dengan sabar.

12)Pernahkah perawat duduk bersama penderita untuk berkomunikasi.

13)Pernahkah perawat menggunakan nada suara yang tinggi saat berbicara pada penderita.

Mediator

14)Adakah perawat sebagai tempat pemecahan masalah penderita.

(58)

16)Pernahkah perawat menghargai pertanyaan dan pendapat penderita.

17)Apakah perawat membantu penderita mengambil suatu keputusan.

(59)

Lampiran 5

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

(60)
(61)

Jadwal Tentatif Penelitian

NO KEGIATAN MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP DES JAN

1 Mengajukan judul penelitian dan Menyusun

Bab 1

2 Menyusun

Bab 2

3 Menyusun Bab 3 dan

Bab 4

4 Menyerahkan Proposal

Penelitian

5 Mengajukan sidang proposal

(62)

6 Revisi proposal

penelitian

7 Pengumpulan data

responden

8 Analisa data

9 Penyusunan laporan /

skripsi

10 Pengajuan sidang

(63)

TAKSASI DANA A. Pembuatan Proposal

1. Biaya mencari bahan dari Internet Rp. 50.000 2. Rental komputer dan print Rp. 300.000

3. Transportasi Rp. 100.000

4. Fotocopy Rp. 50.000

5. Konsumsi pada saat sidang proposal Rp. 100.000 B. Pengumpulan Data

1. Fotocopy kuesioner Rp. 42.000

2. Transportasi Rp. 20.000

C. Pembuatan Skripsi

1. Rental dan print Rp. 200.000

2. Sidang hasil penelitian Rp. 300.000

3. Konsumsi Rp. 100.000

4. Penjilidan dan perbanyak laporan penelitian Rp. 150.000

(64)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Marta Novita S.

Tempat Tanggal Lahir : Padang Sidimpuan, 26 April 1968 Jenis Kelamin : Perempuan.

Agama : Kristen Protestan.

Alamat : Tanjung Anom Medan.

Riwayat Pendidikan :

1. 1975-1981 : SD Negeri 122382 Pematang Siantar. 2. 1981-1984 : SLTP YP HKBP I Pematang Siantar 3. 1984-1987 : SMU YP HKBP I Pematang Siantar

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep
Tabel 5.1.  Distribusi  Responden Berdasarkan Karakteristik Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011 (n=37)
Tabel 5.2.
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan  Peran Perawat Sebagai Komunikator di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Tahun 2011
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan harus lebih memperhatikan pentingnya perilaku caring yang mengindikasikan kesepuluh faktor karatif dalam pemberian asuhan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan

caring perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien di Rumah. Sakit Jiwa

Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang dalam memberi suatu tindakan keperawatan yang dilakukan sebelum dan sesudah

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlunya mempertahankan mutu asuhan keperawatan dalam pelaksanaan ECT sesuai dengan prosedur dan standar tindakan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Semarang.. Bernard,

Stres kerja yang dialami oleh perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi dikarenakan asuhan keperawatan yang dilakukan cukup berat karena