DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, H, (1991), Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ---(1994), Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
---(1996), Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Arrasyd, Chainur, (2000), Pengantar Hukum Indinesia, USU Press, Medan.
Badrulzaman, Mariam, Darus, (2001), Kompilasi Hukum Perikatan, dalam rangka memperingati masa purna bakti 70 tahun, Citra adytia, Bandung.
---, (19940, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Banung.
Dalimunthe, Chadidjah, (1994), Suatu Tinjauan Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, Fakultas Hukum USU Press, Medan.
---, (2000), Pelaksanaan Landreform Di Indonesia Dan Permasalahannya, Fakultas Hukum USU Press, Medan.
Ediwarman, (2003), Perlilndungan Hukum Bagi Kasus-kasus Pertanahan,
Pustaka Bangsa Press, Medan.
Fakih, Mansour, (1995), Tanah Rakyat dan Demokrasi, LSM-LPSM, Yoyakarta. Kalo, Syafuddin, (2004), Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, Pustaka
Bangsa Press, Jakarta.
---, (2005), Kapita Selekta Hukum Pertanahan, USU press, Medan. Lubis, M, Solly, (1989), Serba Serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung. Parlindungan,A.P, (1998), Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,
Mandar Maju, Bandung.
Purba, Hasim, Dkk. Sengketa Pertanahan Dan Alternatif Pemecahan ( Studi Kasus di Sumatera Utara). CV. Cahaya Ilmu. Medan.
Rajagukguk, Erman, Hukum dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta.
Salindeho, John. Masalah Tanah Dalam Pembangunan. Sinar Grafika. Jakarta. Siregar, Tampil Anshari, (2005), Mempertahankan Hak-hak Atas Tanah,
FH-USU, Medan.
---,(2005), Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Pustaka Bangsa Press, Medan.
---,(2005), Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan.
Soekanto, Sarjono, (1986), PengantarPenelitian hukum, UI Press, Jakarta. Suandra, I Wayan, (1991), Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Subekti, R., (2001), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya
Paramita, Jakarta.
Sudargo, Ellyda. Komentar Atas Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria(1996). PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Sumardjono, Maria, (2001), Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta.
Sunarko, (2009), Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Dengan Sistem Kemitraan, PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sunarso, Siswanto, Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta. Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta..
Wiranoto, Sajudi, (1992), Himpunan Peraturan Pembebasan Tanah, BP Drarma Bakti.
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum & PeraturanYang Terkait, Biro Hukum Dan Hubungan Masayarakat Badan Pertanahan Nasional.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentngan Umum.
BAB IV
UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN
Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah
yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan umum hanya dapat diambil
dan dipergunakan oleh pihak yang memerlukan jika sipemilik tanah setuju.
Persetujuan tersebut melalui musyawarah yang mencapai kesepakatan. Substansi
ketentuan ini bersifat keperdataan yang meliputi ketentua Pasal 1320 jo. Pasal
1338 KUHPerdata. Yang berarti bahwa harus memenuhi syarat-syarat sahnya
persetujuan yang dilaksanakan para pihak dan dilandaskan dengan itikad baik.29
Istilah pengadaan tanah jika dianalisis mengandung arti lebih baik, karena
dapat menghindari adanya paksaan, intimidasi dalam proses pengambilan tanah
milik masyarakat. Pengambilan tanah dilakukan dengan memperhatikan peranan Di sini juga PT Kutai Balian Nauli berupaya mendapatkan tanah dengan
cara itikad baik dengan masyarakat. Dalam hal ini upaya-upaya yang dilakukan
PT. Kutai Balian Nauli untuk mendapatkan tanah dengan itikad baik dalam rangka
perluasan lahan yaitu:
1. Pendekatan secara musyawarah dengan kelompok tani untuk membeli lahan tanah yang sudah ada yang telah dikuasai oleh kelompok tani
29
tanah dalam kehidupan masyarakat dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak
yang sah atas tanah. Musyawarah yang dilakukan itu harus merupakan wadah
untuk menjelaskan kepada kelompok tani tentang mengapa dan untuk apa tanah
itu diambil. Dalam forum musyawarah salah satu hal yang dibicarakan dan yang
terpenting adalah masalah ganti kerugian. Pembayaran ganti kerugian itu adalah
bagian dari wujud konkrid pengakuan pengambilan tanah itu. Ganti kerugian itu
sangat baik jika berupa pembangunan fasilitas umum yang dapat dimamfaatkan
dan dinikmati seluruh masyarakat setempat. Dengan musyawarah PT Kutai Balian
Nauli dituntun untuk tetap saling menghargai pendapat atau pandangan satu sama
lain dengan kelompok tani. Melalui musyawarah maka akan tercermin keinginan
untuk menselaraskan antara angan-angan dan kenyataan. Disini PT Kutai Balian
Nauli memerlukan kerjasama dengan kelompok tani
2. Mengajukan izin lokasi perluasan lahan kepada pemerintah daerah melalui Badan Pertanahan Nasional
Untuk memperoleh izin lokasi perluasan lahan PT Kutai Balian Nauli
wajib mengajukan permohonan yaitu untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 15
Ha ( lima belas hektar) diajukan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II dengan tembusan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan
Menteri Dalam Negeri Cq Direktur Jenderal Agraria ( Kepala Badan Pertanahan
Nasional). Permohonan izin lokasi untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 200
Ha ( dua ratus hektar) diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan
Dalam Negeri Cq Direktur Jenderal Agraria (Kepala Badan Pertanahan Nasional).
Sedang untuk tanah yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar)
permohonan izin lokasi dan luas tanah diajukan kepada Gubenur Kepala Daerah
Tingkat I. Dalam hal ini, permohonan tersebut Gubernur Kepala Daerah wajib
mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri dilengkapi dengan
pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Permohonan izin lokasi perluasan tanah sebagaimana dimaksud diatas
harus dilengkapi dengan :
a. Akte pendirian perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari Menteri
Kehakiman atau dari Pejabat yang Berwenang bagi Badan Hukum lainnya.
b. Nomor Pokok Wajib Pajak
c. Gambar kasar/sketsa tanah yang dibuat oleh pemohon.
d. Keterangan tentang letak, luas dan jenis tanah (kebun/sawah) yang dimohon.
e. Pernyataan bermaterai cukup tentang kesediaan memberikan ganti rugi atau
menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah yang terkena rencana
proyek pembangunan atau megikutsertakan pemilik tanah dalam bentuk
penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.
f. Uraian rencana proyek yang akan dibangun disertai dengan analisa dampak
lingkungan.
Survei awal ke lokasi lahan yang akan dibangun perkebunan kelapa sawit
oleh PT Kutai Balian Nauli sangat penting. Hal ini untuk memastikan
ketersediaan lahan dan potensinya data survey yang harus didapat diantaranya
dapat diketahui pula kalayakan lahan secara ekonomis dan agronomis. Informasi
penting yang lain yang harus diperoleh adalah status lahan tersebut masuk
kawasan budidaya kehutanan (KBK) atau kawasan budidaya non kehutanan
(KBNK), juga status kepemilikannya. Status lahan dapat diketahui dengan
mengeceknya ke Badan Pertanahan Nasional dan Dinas Kehutanan.
Berkenaan dengan permohonan penetapan izin lokasi dan perluasan tanah
yang luasnya 200 Ha (dua ratus hektar) atau lebih, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I wajib meminta pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II. Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II
setelah berkonsultasi dengan Ins Ansi teknis yang terkait wajib memberikan
pertimbangan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Penyelesaian permohonan penetapan izin lokasi perluasan lahan yang
luasnya 200 Ha (dua ratus hektar) atau lebih diproses secara terkoordinasi oleh
Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I bidang Pemerintahan bersama Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Direktorat Agraria Propinsi
(Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional). Keputusan pemberian izin lokasi
perluasan lahan disiapkan oleh Kepala Direktorat Agraria Propinsi (Kepala
Wilayah Badan Pertanahan Nasional) dan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan
dan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan terhitung sejak permohonan diterimanya
3. Memberikan besarnya ganti rugi kepada masyarakat adat melalui musyawarah
Musyawarah menurut Pasal 1 ayat (5) Keppres No. 55 Tahun 1993
adalah suatu kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat
dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas
tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Musyawarah merupakan sarana yang paling menentukan berhasil tidaknya
dengan baik pengambilan tanah dalam rangka pelaksaan pengadaan tanah. Tidak
akan terelakkan perbedan pendapat antara kedua belah pihak terutama kesediaan
si pemilik unutuk melepaskan tanahnya, apalagi tentang besar dan ganti rugi.
PT Kutai Balian Nauli dalam hal ini mengadakan musyawarah dengan
masyarakat adat setempat agar masyarakat adat setempat melepaskan tanah
mereka dengan ganti rugi yang layak.. Tidak boleh ada anggapan bahwa
pengambilan tanah mereka yang digunakan untuk kepentingan umum yang lebih
luas itu harus ”menghadap” kepada orang-orang masyarakat hukum adat yang
pengetahuan dan tingkat kehidupannya yang masih rendah. Disini bukan
persoalan ” orang pandai harus menghadap kepada orang yang rendah
pendidikannya, bukan persoalan pejabat menghadap bawahannya bukan persoalan
orang atasan meminta kepada bawahannya”. Jadi musyawarah dilakukan untuk
menjelaskan kepada masyarakat hukum adat setempat tentang mengapa dan untuk
apa tanah hak ulayat itu diambil. Melalui forum musyawarah itu diupayakan
persetujuan dan rela tanah ulayat itu diambil. Hal inilah sebagai wujud konkrit
dari ketentuan UUPA (Pasal 3) bahwa tanah ulayat itu diakui keberadaanya
(eksistensinya) jika kenyataan masih ada. Dan ” kenyataanya masih ada ” itu
harus dimaknai bahwa lembaga hak ulayat itu masih hidup, diakui dan dipatuhi
oleh masyarakt hukum adat itu dan hak ulayat yang tidak ada tidak boleh
dihidupkan kembali. Namun, hak ulayat itu harus tunduk kepada kepentingan
nasional dan negara, persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Persoalan mengenai ganti rugi adalah menyangkut masalah hak-hak dari si
pemilik tanah yang tanahnya dibebaskan, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
unsur mutlak harus ada dalam pelaksanaan pengadaan tanah harus mengadakan
musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan atau
benda/tanaman yang ada di atasnya berdasarkan harga umum setempat.
4. Membeli lahan petani plasma
Berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku, untuk mewadahi
perekonomian petani plasma yang tergabung dalam kelompok tani dan gabungan
kelompok tani di dalam kemitraan usaha dengan perusahaan inti, perlu dibentuk
koperasi petani peserta plasma. Peraturan dan perundangan yang menjadi
pedoman adalah Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi,
SKB Mentan-Menkop tahun 1998 tentang KKPA, Undang-Undang RI Nomor 18
tahun 2004 tentang perkebunan, dan peraturan Menteri Pertanian Nomor 33 tahun
plasma adalah sebuah koperasi yang kegiatan atau anggota dan domisilinya
berkaitan langsung dengan kebun plasma.
PT Kutai Balian Nauli memanfaatkan koperasi plasma dengan melaksanakn
kemitraan yang efektif dan meyukseskan pembangunan kebun plasma, baik pada
masa konstruksi, masa produksi hingga pelunasan, maupun masa pasca kredit
lunas (minimal satu siklus tanaman kelapa sawit). Pelaksanaan kegiatan
pengelolaan kemitraan antara PT Kutai Balian Nauli dengan koperasi plasma
dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang diketahui oleh Pemda Kalimantan
Timur. Perjanjian kerjasama antara PT KBN dan koperasi plasma ini harus jelas
dan terbuka dan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit milik PT. KBN meliputi areal
seluas 6.000 hektar, terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon,
Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Lokasi perkebunan milik
PT. KBN berdampingan dengan lahan petani plasma yang mempunyai anggota
para 1.080 Kepala Keluarga (KK) petani yang masing-masing mempunyai lahan
perkebunan kelapa sawit seluas 2 hektar. Dengan demikian dari plasma / koperasi
ada tambahan perkebunan kelapa sawit seluas 2160 hektar yang berada dalam
satu hamparan, sehingga memudahkan pengembangan, pengelolaan dan
pembinaan serta pengawasan areal. Dalam hal ini PT Kutai Balian Nauli dapat
memperluas lahan dengan membeli dari petani plasma apabila mereka ingin
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian diatas dan pembahasan pada bab-bab
sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dan saran bagi penutup dari tulisan
ini adalah sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Dalam hal ini PT Kutai Balian Nauli dalam proses melakukan perluasan lahan
membutuhkan banyak prosedur untuk mendapatkan lahan dalam rangka
pemberian status hak guna usahanya yaitu PT Kutai Balian Nauli meminta
dukungan masyarakat untuk mendapatkan tanah melalui persetujuan yang telah
ditandatanganni oleh Bupati, Camat, dan Kepala Desa. Setelah mendapat
persetujuan masyarakat PT Kutai Balian Nauli langsung mengajukan izin lokasi,
mengajukan izin usaha perkebunan, mengajukan izin AMDAL, mengajukan izin
pembukaan lahan dan pemakaian alat berat, menetapkan KADASTERAL (batas
lahan). Setelah mendapat semua izin dari Bapati Kutai Timur barulah PT Kutai
balian Nauli memperoleh Sertifikat Hak Guna Usaha.
2. PT Kutai Balian Nauli untuk mendapatkan tanah guna perluasan lahan hak
guna usaha mendapat beberapa hambatan diantaranya adalah okupasi liar yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar yang ingin menduduki lahan PT Kutai Balian
Nauli tanpa alas hak yang dilakukan secara liar, sulitnya mendapatkan izin
oleh oknum yang terkait di Pemerintahan, tumpang tindih hak atas tanah dengan
perusahaan lainnya, keadaan sosial ekonomi penduduk sekitar yang
membutuhkan tenaga kerja karena kesenjangan sosial, masyarakat hukum adat
yang mengakui lahan PT Kutai Balian Nauli sebagai tanah ulayat mereka.
3. PT Kutai Balian Nauli dalam rangka perluasan lahan juga melakukan
upaya-upaya untuk memperluas lahan yaitu melakukan pendekatan secara musyawarah
kepada Pemerintah Daerah melalui Badan Pertanahan Nasional, memeberikan
besarnya ganti rugi kepada masyarakat adat melalui musyawarah, membeli lahan
dari petani plasma yang ada di sekitar PT Kutai Balian Nauli.
Dalam hal ini PT Kutai Balian dalam sektor perkebunan membantu
pemerintah menigkatkan pendapatan masyarakat agar tidak terjadi pengangguran
dan menambah devisa negara.
B. Saran
Masalah pengadaan tanah pada perkembangannya sampai saat ini adalah
merupakan masalah yang selalu terjadi, dan sampai saat ini terus diupayakan
upaya terbaik untuk memecahkan permasalahan tersebut agar masyarakat sebagai
pemilik/penguasa hak atas tanah dan pihak-pihak yang membutuhkan tanah tidak
menjadi pihak yang dirugikan dalam proses pembangunan. Oleh karena itu dalam
tulisan ini dapat diberikan beberapa saran :
a. Pembangunan akan selalu membutuhkan tanah sebagi tempat mendirikan
telah membuat peraturan perundangan untuk mengatur tatacara mendapatkan
tanah untuk keperluan pembangunan untuk kepentingan umum untuk
melindungi pemilik/penguasa hak atas tanah. Namun demikian Pemerintah
dalam hal ini khususnya kepala daerah harus lebih serius lagi untuk
melindungi hak-hak atas tanah yang dimiliki/dikuasai oleh masyarakat. Dan
juga pejabat lainnya yang bekewajiban dalam pengadaan tanah harus
memililki kesadaran hukum yang tinggi mengenai fungsi tanah bagi
masyarakat dalam kelangsungan hidupnya dalam pengadan tanah, agar
melakukan pengadaan tanah dengan benar sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
b. Untuk mengantisipasi pengadaan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku perlu dilakukan penegakan hukum bagi para pelaku pengadan
tanah yang memenipulasi kepentingan umum dan tidak menghormati hak-hak
atas tanah masyarakat perlu dilakukan penegakan hukum secara konsekuen
dengan memberi sanksi yang dimuat dalam peraturan pengadaan tanah
tersebut.
c. Pada umumnya kesulitan untuk mendapatkan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum terletak pada masyarkat tidak ingin
melepaskan haknya atas dasar jaminan tinggkat ekonomi yang lebih baik yang
akan diperolehnya setelah ia melepaskan haknya. Dengan kata lain ganti rugi
adalah permasalahan utama dalam pengadaan tanah. Hal ini akan dapat
teratasi jika penyuluhan dan sikap pelayanan yang tepat oleh berbagi pihak
harus ditumbuhkan penerapan asas perlindungan hukum dan asas legalitas
didalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah tersebut. Dan sudah
selayaknya pemerintah menentukan suatu peraturan perundang-undangan
BAB II
PROSEDUR PENGADAAN TANAH OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM RANGKA PEMBERIAN STATUS HAK GUNA USAHANYA
A. Gambaran Umum PT Kutai Balian Nauli.
PT. Kutai Balian Nauli adalah Perusahaan Swasta Nasional yang didirikan
oleh Tigor Simanjuntak dan Arnold T. Sihombing pada tanggal 26 Juli 2002
berdasarkan Akta Notaris Winarti Wilami Nomor 60 yang berkedudukan di
Kantor Pusat PT. Kutai Balian Nauli Jl. Ahmad Yani No.05 RT.23 Bontang Baru
Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang. Akta tersebut telah memperoleh
pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor :
C-16637 HT.01.01.TH.2002, tanggal 2 September 2002. Tanah untuk lokasi
pembangunan perkebunan kelapa sawit PT. Kutai Balian Nauli terletak di Desa
Tepian Langsat Kecamatan Bengalon yang berada di Kawasan Budidaya Non
Kehutanan (KBNK). PT. Kutai Balian Nauli ingin memamfaatkan lahan tersebut
untuk perkebunan kelapa sawit. Lokasi tersebut sesuai dengan areal
pengembangan pertanian dari Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan
Timur (Perda No.12 Tahun 1996). Disamping itu lokasi proyek tersebut sesuai
juga dengan Peta Rencana Dasar Pengembangan Wilayah Perkebunan (1985).
Lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit milik PT. KBN meliput i areal
seluas 8.053 hektar, terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon,
Luas awal PT Kutai Balian Nauili berdasarkan SK Bupati Kutai Timur
No: 349/02.188.45/HK/IX/2006 adalah ± 4.600 Ha yang terletak di Desa Tepian
Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur dan setelah itu PT Kutai
Balian Nauli melakukan perluasan lahan dengan menambah areal lahan
berdasarkan SK Bupati Kutim No: 456/02.188.45/HK/VII/2007 adalah ± 3.453
menjadi ± 8.053 Ha yang terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon,
Kabupaten Kutai Timur.
B. Kondisi Umum Fisik Lingkungan di Lokasi dan Lingkungan 1. Gambaran Wilayah
1). Lokasi
Lokasi proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit terletak di km 102
s/d 109 Sangatta- Muara Wahau Desa Tapian Langsat Kecamatan Bengalon,
Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur.
Hamparan lokasi proyek diperkirakan terletak pada ….º…’…”BT
sampai…º…’…”BT dan 00˚40’37” LU sampai 112˚20’04”LS.
Jarak lokasi proyek dari desa Tepian Langsat ± 102 km ke Ibu Kota Kabupaten
Kutai Timur (Sangatta) serta ± 232 km dari Ibukota Propinsi Kalimantan Timur
(Samarinda).
2). Riwayat Tanah
Tanah untuk lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Kutai
Balian Nauli di desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon berada di kawasan
lahan tersebut untuk perkebunan kelapa sawit tersebut sesuai dengan areal
pengembangan pertanian dari Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan
Timur (Perda No. 12 Tahun 1996). Disamping itu lokasi proyek sesuai dengan
Peta Dasar Pengembangan Wilayah Perkebunan (1985).
Atas dasar pertimbangan tersebut pemanfaatan sumber daya alam dan
usaha pelestariannya maka areal tersebut lebih layak bila diperuntukkan bagi
pengembangan tanaman perkebunan yang funsi hidrologinya sama dengan
tanaman hutan.
3). Pencadangan Areal dan Proses Keagrariaan
Pada prinsipnya PT Kutai Balian Nauli akan mematuhi seluruh ketentuan
yang berlaku baik dalam proses izin lokasi maupun prosedur keagrariaan yang
harus dipenuhi. Adapun perizinan yang diproses oleh PT Kutai Balian Nauli
dalam rangka pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut adalah izin lokasi
perkebunan dari Bupati Kutai Timur.
4). Iklim dan Keadaan Tanah
a. Topografi
Seluruh areal menunjukkan topografi datar dan sebagian bergelombang
dengan kemiringan lereng yang berkisar antara 0 sampai 15%. Ketinggian tempat
antara 0 sampai 75 dpl.
b. Curah Hujan
Data curah hujan tahunan berdasarkan data curah hujan Kalimantan Timur
menunjukkan bahwa lokasi proyek memiliki curah hujan berkisar 2500 sampai
hari/bulan. Dari data curah hujan tersebut, menurut Koppen daerah proyek
diklasifikasikan sebagai tipe A menurut Schmitd dan Ferguson karena merata
sepanjang tahun dengan periode kering sangat pendek. Kelembaban udara
rata-rata 80% menunjukkan tingkat kelembaban yang cukup tinggi. Suhu udara
maksimum 36º celcius serta suhu udara minimum 21º celcius. Lama penyiraman
berkisar antara 6-8 jam/hari. Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada wilayah yang
cukup curah hujannya, berkisar 2000-3000 mm/tahun dengan penyebaran yang
merata sepanjang tahun. Temperatur yang dikehendaki 24º celcius sampai 30º
celcius. Lama penyinaran tidak kurang dari 5 jam/hari dan bulan tertentu 7
jam/hari. Kelembaban udara antara 50-100 %.
c. Keadaan Tanah
1. Jenis Tanah
Seluruh areal didominasi jenis tanah podsolik merah kuning dengan bahan
induk alluvial.
2. Kemampuan Tanah
Tingkat kesuburan tanah pada lokasi proyek cukup baik tetapi dari batuan
induk yang relatif porous meyebabkan terjadinya proses pencucian. Seluruh areal
PT Kutai Balian Nauli memiliki kedalaman efektif diperkirakan 60-90 cm atau
Tabel 2.1 Kemampuan Tanah
NO KLASIFIKASI LUAS
Lereng Satuan Kemampuan Tanah Hektar Persen
1 II A3bT 1.856,3 64,45
Keterangan: Dihitung secara planimetris pada Peta Kemampuan Tanah 1:40.000.
Tabel 2.2 Notasi Kemampuan Tanah (Secara Berurutan)
LERENG KEDALAMAN TEKSTUR DRAINASE EROSI
I = < 2 % b = Tidak tergenang c = Tergenang
Sumber Data: Konfirmasi PT Kutai Balian Nauli
Tabel 2.3 Jenis Tanah
NO JENIS TANAH LUAS
Hektar Persen
1 Podsolik merah kuning 2.880 100,00
JUMLAH 2.880 100,00
Tabel 2.4 Potensi Bahaya Alam
NO JENIS BAHAYA ALAM POTENSI
1
Ada, terutama untuk areal berlereng lebih dari 25 %
Ada di daerah pinggir sungai
Ada, untuk areal relative miring lebih dari 8 %
Sumber data: Konfirmasi PT Kutai Balian Nauli
3. Kesesuain Lahan
Areal PT Kutai Balian Nauli termasuk dalam “ Legend for Land
System/Land Suitability Map”, ternyata bahwa tanaman kelapa sawit merupakan
salah satu jenis tanaman yang disarankan untuk dibudidayakan pada lahan
tersebut.
d. Kondisi Areal Tanah yang Dimohon
Tabel 2.5 Kondisi Areal Tanah yang Dimohon
NO JENIS PENGGUNAAN TANAH
LUAS
C. Kondisi Umum Penduduk dan Kepadatannya di Sekitar Lokasi
Tabel 2.6 Jumlah penduduk dan KK di desa sekitar, Kecamatan dan Kabupaten 2006
NO
Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur
Tabel 2.7 Kepadatan penduduk di desa sekitar, kecamatan dan kabupaten tahun 2006
No
WILAYAH ADMINISTRASI
PENDUDUK (jiwa)
LUAS (km²) KEPADATAN(jiwa/km²) Wilayah* KBNK** Geografis Agraris 1 Ds Tepian langsat 352 2.080 640 0,17 0,55 2 Kec. Bengalon 3.698 3.444 1.296 1,07 2,85 3 Kab. Kutai Timur 167.299 3.429.260 957.780 0.05 0.18
Keterangan: * Data planimetris: sebagian Batas Desa yang tidak jelas diperkirakan di peta ** KBNK = Kawasan Budidaya Non-Kehutanan menurut Rencana Tata Ruang
D. Kondisi Umum Pengembangan Wilayah di Sekitar Lokasi
1. Program Sejuta Hektar Sawit di Kalimantan Timur
a. Program sejuta hektar sawit di Kalimantan Timur telah ditetapkan dalam
RenStra Daerah Prop. Kaltim tahun 2003-2008 dengan luas rencana ialah
1.300.000 Ha Renstra tersebut telah ditetapkan sebagai Perda Prop. Kaltim
No. 06 Tahun 2004.
b. Sampai dengan saat ini di Prop. Kaltim HGU yang telah dikeluarkan untuk
perkebunan sawit ± 393.834 Ha, sedangkan luas perkebunan sawit yang
telah dibuka ± 236. 714 Ha.
c. Apabila permohonan HGU PT Kutai Balian Nauli dikabulkan maka HGU
2. Keberadaan Sarana dan Fasilitas Umum di Sekitar Lokasi Kini
a. Transportasi :
a. Jalan Arteri terdekat (JLK Poros Utara) : ± 0 km
b. Pelabuhan Laut Terdekat di Sangatta : ± 44 km
c. Bandara terdekat di Tanjung Bara (KPC) : ± 43 km
d. Terminal Bus terdekat di Bengalon : ± 37 km
b. Fasilitas/ Utilitas:
a. Jaringan listrik terdekat di Bengalon : ± 37 km
b. Jaringan telepon terdekat di Sangatta : ± 40 km
c. Jaringan PAM terdekat di Sangatta : ± 40 km
d. Klinik terdekat di lokasi PT Bengalon : ± 37 km
e. Pos Polisi yang terdekat Bengalon : ± 37 km
f. Bank yang terdekat di Bengalon (BRI) : ± 37 km
c. Pusat Pemerintahan:
a. Ibukota Kabupaten terdekat (Sangatta) : ± 40 km
b. Ibukota Kecamatan terdekat di Bengalon : ± 37 km
c. Pusat Desa yang terdekat Tepian Indah : ± 1 km
d. Tempat Penting Lain:
a. Komplek Hankam terdekat (Sangatta) : ± 37 km
3. Investasi Pemerintah yang Sudah ada pada Areal Dimohon
a. Sarana Pengairan:
a. Jaringan Irigasi : Ada
b. Sarana Jalan:
a. Jalan Aspal : Ada
b. Jalan Diperkeras : Ada
c. Jalan Tanah : Ada
c. Sarana Telekomunikasi:
a. Jaringan SSP & TK : Ada
d. Sarana Kelistrikan:
a. Jaringan Tegangan Tinggi : Ada
b. Jaringan Distribusi : Ada
c. Pembangkit Genset : Ada
e. Sarana air minum:
a. Jaringan PAM : Ada
f. Lain-lain:
a. Jaringan Pipa Migas : Ada
4. Legalitas Lokasi Kegiatan untuk Kelengkapan Persyaratan
a. SK Izin lokasi No. 61/02.188.45/HK/III/2003 tanggal 21 Maret 2003
tentang pemberian izin lokasi kepada PT Kutai Balian Nauli untuk
perkebunan kelapa sawit (inti) seluas ± 3.000 Ha di Kecamatan Bengalon
b. Peta bidang tanah Nomor 600/06/BPN-44/2005 atas nama PT Kutai Balian
Nauli tertanggal 05 Oktober 2005 dengan luas 2.880 Ha.
E. Maksud dan Tujuan PT Kutai Balian Nauli
PT Kutai Balian Nauli akan menjalankan beberapa bidang usaha sesuai dengan
maksud perusahaan, antara lain:
a. Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum termasuk impor, ekspor
dan local dari segala macam barang dagangan baik atas perhitungan sendiri
maupun atasa perhitungan pihak lain secara komisi serta menjadi grosir,
leveransir, supplier, dealer, distributor dan keagenan/perwakilan dari
perusahaan-perusahaan dalam maupun luar negeri dari segala macam barang
dagangan.
b. Menjalankan usaha dalam bidang kontraktor, developer, perencana,
pelaksanaan, pemborong pembangunan jembatan-jembatan, jalan-jalan, irigasi,
telekomunikasi, mekanikal, elektrikal, dan instalasi listrik.
c. Menjalankan usaha di bidang pengangkutan darat pada umumnya baik untuk
pengangkutan penumpang maupun barang.
d. Menjalankan usaha dalam bidang pertambangan, pertanian, peternakan, dan
kehutanan, serta perindustrian.
e. Menjalankan uasaha dalam bidang jasa dan konsultasi pada umumnya kecuali
Sedangkan tujuan dari PT Kutai Balian Nauli antara lain:
a. Membantu pencapaian sasaran ekpor ysng telah ditargetkan oleh pemerintah
dari sub sector perkebunan melalui peningkatan produksi dan perbaikan mutu
hasil.
b. Memperluas kesempatan kerja dan pedapatan petani, sesuai dengan kebijakan
trilogy delapan jalur pemerintah.
c. Melakukan alih teknologi, manajemen dan pengetahuan agronomi kepada
usaha Perkebunan Rakyat yang ada di sekitar proyek.
d. Pendayagunaan sumber daya alam secara efektif dan produktif.
e. Dampak positif pembangunan proyek adalah berkembangnya daerah sekitar
dalam segi social, ekonomi, kultursl dan budaya.
Pada pembangunan jangka panjang tahap kedua (PJTP II), sektor pertanian
diharapkan masih akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan
perekonomian nasional. Dampak arus globalisasi ekonomi yang semakin meluas
akan terus menuntut kita untuk mempertangguh sektor pertanian dari berbagai
aspek. Oleh karena itu dalam berbagai kesempatan pemerintah senantiasa
menyampaikan harapan agar peran sektor swasta/pengusaha nasional hendaknya
lebih ditiingkatkan dalam pembangunan.
Kutai Timur, melalui program Gerdabangagri bertujuan untuk
mewujudkan sebagai Pusat Agribisnis dan Agroindustri tahun 2010 yang
memiliki daya saing serta mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
Salah satu program yang terpacu pertumbuhannya adalah pengembangan
tanaman Kelapa Sawit karena tanaman ini diproyeksikan oleh Pemerintah
Kabupaten Kutai Timur seluas 500.000 Ha dari rencana 1 juta Ha Kelapa Sawit di
Kalimantan Timur.
Sehubungan dengan penyusunan Rencana Kerja ini PT. Kutai Balian Nauli
menjawab himbauan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan program
Gerdabangagri merencanakan pembangunan Perkebunan kelapa sawit melalui
pembangunan Perkebunan tidak saja produksi dan devisa negara dapat
ditingkatkan, tetapi juga beberapa masalah dimensi pembangunan dapat terjawab,
antara lain:pemerataan pembangunan wilayah Kutai Timur, perluasan kesempatan
kerja dan peningkatan pendapatan petani yang ikut serta dalam proyek melalui
usaha transfer teknologi.
Dasar pertimbangan PT. Kutai Balian Nauli memilih komoditas kelapa
sawit untuk diusahakan antara lain:
1. Kelapa sawit merupakan komoditas Perkebunan yang mempunyai arti
penting bagi perekonomian nasional. Komoditas ini selain mata dagangan
eksport juga merupakan bahan baku industri dan komsumsi dalam negeri.
2. Prospek pemasaran komoditas ini untuk jangka panjang adalah cukup
baik, karena kebutuhan akan minyak nabati untuk tahun-tahun mendatang
diperkirakan akan terus meningkat secara proporsional dengan
perkembangan jumlah penduduk.
Kontribusi minyak sawit terhadap komsumsi minyak dunia juga meningkat mulai
penerimaan masyarakat dunia terhadap minyak sawit semakin baik dengan
ditemukannya nurtrisi minyak sawit. Khusus dalam negeri kebutuhan minyak
nabati diperkirakan naik 4,5 % pertahun sedangkan prospek pasaran dunia untuk
jangka panjang cukup baik. Prospek pasaran dunia didasarkan atas hasil analisis
Bank Dunia (IBRD) yang menujukkan bahwa permintaan “ Fat and Oil “ akan
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya income terutama pada lapisan
masyarakat berpenghasilan rendah dinegara-negara berkembang pasaran minyak
sawit yang menurun akibat propaganda American Soybean Association tentang
kandungan asam lemak bebas (satured Fad) dalam minyak sawit, tidak merupakan
masalah lagi karena berbagai hasil penelitian pemurnian dapat menjawab
tantangan propaganda tersebut.
Lokasi proyek yang direncanakan untuk pembanguanan Perkebunan kelapa
sawit terletak di Km 102 s/d 109 Sangatta-Muara Wahau Desa Tepian langsat
Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur.
Lokasi perkebunan milik PT. KBN berdampingan dengan lahan petani plasma
yang mempunyai anggota para 1.080 Kepala Keluarga (KK) petani yang
masing-masing mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2 hektar. Dengan
demikian dari plasma / koperasi ada tambahan perkebunan kelapa sawit seluas
2160 hektar yang berada dalam satu hamparan, sehingga memudahkan
pengembangan, pengelolaan dan pembinaan serta pengawasan areal. Tanah untuk
lokasi pembagunan perkebunan kelapa sawit PT Kutai Balian Nauli di Desa
Tepian Langsat Kecamatan Bengalon berada di Kawasan Budidya Non
sesuai dengan areal pengembangan pertanian dari Rencana Stuktur Tata Ruang
Propinsi Kalimantan Timur (Perda No.12 Tahun 1996)
Adapun misi PT. KBN ini dinyatakan sebagai berikut :
1. Ikut membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dilingkungan
kebun KBN dan ekonomi masyarakat umumnya.
2. Ikut membangun agribisnis di Kutai Timur dan Kalimantan Timur
umumnya.
3. Mendukung dan menumbuh kembangkan peran koperasi sebagai
pengembang masyarakat perkebunan di pedesaan dan penyelenggara
beberapa kegiatan usaha alternatif.
Jadi pendirian PT. Kutai Balian Nauli di sektor perkebunan adalah sebagai
pendukung pertumbuhan perekonomian Nasional dan membantu pemerintah
mengurangi pengangguran dalam hal pekerjaan sehingga kesejahteraan
masyarakat sekitar berkesinambungan.
F. Prosedur Pengadaan Tanah oleh PT Kutai Balian Nauli
Prosedur pengadaan tanah oleh PT. Kutai Balian Nauli dalam rangka
pemberian status Hak Guna Usahanya yaitu:
1. Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi
SK Bupati No: 61/02.188.45/HK/III/2005 tentang izin lokasi untuk keperluan
perkebunan kepada PT. Kutai Balian Nauli dengan luas ± 3000 Ha tanggal 21
dengan Peraturan Daerah masing-masing yang esensinya kurang lebih sebagai
berikut:
1. Perusahaan-perusahaan yang memerlukan tanah untuk keperluan
penyelenggaraan usahanya harus mengajukan permohonan arahan lokasi
kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Pertanahan, Kepala Dinas Perkebunan, dan Kepala Dinas Kehutanan Dati
II dengan melampirkan rekaman akte pendirian perusahaan yang telah
disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM.
2. Dalam memperoleh arahan lokasi tersebut, Kepala Kantor Pertanahan
mengadakan koordinasi dengan instansi terkait dan mencadangkan areal
nonhutan disebut sebagai kawasan pengembangan produksi-KPP, di
provinsi lain disebut area pengembangan lain-APL.
3. Bupati/Walikota menerbitkan surat keputusan arahan lokasi yang berlaku
6-12 bulan (tergantung kabupatennya).
4. Berdasarkan surat keputusan arahan lokasi, perusahaan dapat melakukan
kegiatan survey lahan. Jika lahan yang diarahkan sesuai untuk
pengembangan perkebunan kelapa sawit maka perusahaan dapat
mengajukan permohonan izin prinsip.
5. Izin prinsip akan dikeluarkan oleh Bupati/Walikota untuk jangka waktu
selama 1 tahun. Selama periode tersebut, pengusaha harus melakukan
6. Permohonan izin lokasi diajukan kepada Bupati/Walikota dengan
lampiran status penguasaan tanah yang telah dilakukan. Izin lokasi
biasanya berlaku untuk 2 tahun.
7. Setelah mendapat izin lokasi, perusahan harus melakukan AMDAL
sebagai syarat untuk mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP). Setelah
IUP diterbitkan, perusahaan harus mengajukan izin pembukaan lahan dan
dapat segera beroperasi sejalan dengan pengajuan permohonan HGU
kepada BPN.
8. Izin lokasi yang telah berakhir dapat diperpanjang permohonan
perpanjangan izin lokasi tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 10
hari kerja sebelum jangka waktu izin lokasi berakhir disertai dengan
alasanperpanjangannya. Permohonan perpanjangan izin lokasi hanya
boleh diajukan bila syarat perolehan tanah sudah mencapai lebih dari 50%
areal yang dicadangkan. Perpanjangan izin lokasi hanya diperbolehkan
satu kali untuk periode 12 bulan.
9. Bupati/walikota menerbitkan keputusan perpanjangan izin lokasi
selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah diterimanya berkas permohonan
perpanjangan izin lokasi.
2. Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Perkebunan
SK Bupati Kutim No: 500/470/CK-X/2006 tentang persetujuan izin usaha
perkebunan kepada PT. Kutai Balian Nauli tanggal 17 Oktober 2006. Persetujuan
Izin Usaha Perkebunan (IUP) ini diberikan selama 12 (dua belas) bulan terhitung
1. Melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola
kemitraan;
2. Memberikan kesempatan usaha pada koperasi karyawan
perkebunan/pekerja atau masyarakat sekitar untuk melaksanakan kegiatan
pekerjaan yang ada dalam pengelolaan kebun;
3. Membantu dalam menumbuhkan dan memberdayakan koperasi
karyawan/pekerja ;
4. Memperhatikan kelestarian lingkungan dalam mengelola kebun;
5. Membangun pabrik setelah luas tanaman mencapai 50 % dari kapasitas
pabrik;
6. Menyampaikan laporan semester tentang pengembangan perkebunan
kepada Bupati Kutai Timur, dengan tembusan kepada Jendral Bina
Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, Kepala Dinas Perkebunan
Propinsi Kalimantan Timur dan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten
Kutai Timur;
7. Melaksanakan proses Hak Guna Usaha;
8. Izin Usaha Perkebunan ini dapat dicabut, karena perusahaan tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati
Nomor 261 tahun 2002 ataupun peraturan perundang-undangan lebih
3. Tata Cara Memperoleh Izin AMDAL(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
- SK Bupati Kutim No: 349/02.188.45/HK/IX/2006 ± 4.600 Ha yang terletak
di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur.
- SK Bupati Kutim No: 456/02.188.45/HK/VII/2007 ± 3.453 Ha yang terletak
di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur.
Pemanfaatan sumber daya alam sebagai salah satu faktor produksi pertanian
merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan skala ekonomi. Sebagai unit
usaha yang bersifat komersial, perusahaan akan selalu memcari kombinasi
penggunan faktor produksi yang bersifat “paling murah” dan berusaha
menghindari pengeluaran biaya yang tidak berpengaruh langsung terhadap proses
produksinya.
Biaya pengelolaan limbah sebagai usaha pengelolaan lingkungan “tidak
boleh” dikorbankan karena jika situasi dibiarkan berlangsung secara
terus-menerus akan menyebabkan degradasi sumber daya alam yang merupakan tulang
punggung usaha pertanian itu sendiri. Pada akhirnya, hal ini akan menyebabkan
industri tersebut menjadi tidak produktif.
Dari sasaran-sasaran pengelolaan lingkungan hidup terlihat bahwa kelestarian
fungsi lingkungan hidup merupakan saasaran utama yang dapat diukur. Menurut
Bab V UU No. 23 th. 1997 tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup,
dinyatkan bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup dapat diukur dengan dua
parameter utama, yaitu baku mutu lingkungan hidup dan kriteria dan kriteria baku
rencana usaha dan/atau kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting
bagi lingkungan hidup. PP 27 Tahun 1999 Pasal 3 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hal-hal berikut:
• Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
• Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui.
• Proses dan kajian yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran, dan kerusakan lingkungan, serta kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya.
• Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sumber daya.
• Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya.
• Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.
• Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati.
• Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Prinsip dasar pengelolaan lingkungan hidup lingkup pertanian pada dasarnya
mengacu pada 4 hal, sebagai berikut:
• Penerapan konsep intertemporal choice dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengerahan sumber daya alam untuk menjamin keberlanjutan
pembangunan.
• Penerapan konsep internalized external cost dalam penanganan dampak negative terhadap lingkungan dari suatu kegiatan usaha agribisnis. Dengan
konsep internalized external cost, pelaku pembangunan yang melakukan
kegiatan harus membayar biaya pengelolaan lingkungan di sekitar
usahanya tersebut.
• Pengembangan sumber daya manusia pelaku agribisnis agar mampu melaksanakan pembangunan pertanian berwawasan lingkungan.
• Pengembangan dan pemanfaatan teknologi akrab lingkungan.
4. Tata Cara Memperoleh Izin Pembukaan Lahan serta Pendaratan Alat Berat
SK Bupati Kaltim No: 547/522.4/BUP-KUTIM/IV/2003 tentang persetujuan
izin usaha pembukaan lahan kepada PT Kutai Balian Nauli tanggal 24 April
2003. Izin pembukaan lahan (land clearing) dengan syarat-syarat dan ketentuan
sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dapat memberikan izin pembukaan
lahan (land clearing) seluas ± 1.000 Ha pada areal/lokasi yang telah
2. Pembukaan lahan sebagaimana butir 1. harus mengacu pada Keputusan
Bupati Kutai Timur No. 541/525.1/BUP-KUTIM/IV/2003 tanggal 10
April 2003 tentang ketentuan pembukaan lahan perkebunan.
3. Membuat AMDAL sesuai peraturan yang berlaku.
4. Dalam pembukaan lahan dilarang melakukan dengan cara pembakaran.
5. Dilarang melakukan aktivitas pembukaan lahan atau aktivitas lainnya di
luar izin yang telah disetujui.
6. Apabila kegiatan pembukaan lahan tersebut tidak sesuai dengan yang
dizinkan sebagaimana butir 1 s/d 5 diatas maka dapat dikenakan sanksi
sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
5. Penetapan Batas Lahan
Penetapan batas lahan ini dimaksudkan untuk mengetahui batas lahan
yang dipunyai PT Kutai Balian Nauli agar tidak ada yang mengambil lahan secara
liar karena sudah ditetapkan batas lahan. Dalam hal ini penetapan batas wilayah
tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya terutama diwilayah perkebunan
akan berbatasan dengan perusahaan lain. Setelah adanya penetapan batas lahan ini
BAB III
HAMBATAN-HAMBATAN UNTUK MENDAPATKAN TANAH GUNA PERLUASAN LAHAN HAK GUNA USAHA PADA PT. KUTAI BALIAN
NAULI
Indonesia sebagai negara hukum wajib melindungi pemilik/pemegang hak
atas tanah sebagai subjek hukum dan sebagai salah satu unsur negara yang
berdaulat sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea kedua yang menyatakan “……Indonesa yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur…..”27
Untuk melindungi kepentingan seseorang termasuk hak dan kehendak
apabila seseorang memiliki tanah, Satjipto Rahardjo menyatakan : hak tidak
hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga
kehendak. Apbila seseorang memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan
hak kepadanya dalam arti bahwa kepentingan atas tanah tersebut mendapatkan
perlindungan namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap
kepentingannya saja tetapi juga terhadap kehendaknya mengenai tanah.28
1. Okupasi liar yang dilakukan masyarakat sekitar
Dalam hal untuk mendapatkan tanah guna perluasan lahan hak guna usaha
PT Kutai Balian Nauli mendapat beberapa hambatan sebagai berikut:
Permasalahan dengan masyarakat yang menduduki lahan PT Kutai Balian Nauli
juga mempunyai persoalan tersendiri. Masyarakat yang menduduki lahan tampa
27
alas hak perlu pendataan yang selektif. Maraknya masyarakat yang menduduki
lahan tampa alas hak ini ditengarai bermula pada saat adanya
pernyataan/statement dari pemerintah saat krisis moneter melanda negara ini,
dimana rakyat mengalami kesusahan ekonomi dan lapangan kerja. Lingkungan
perkebunan kini sudah berubah. Awalnya perusahaan perkebunan sangat
dihormati dan disegani masyarakat, tetapi sekarang sudah menjadi bagian dari
masyarakat. Perusahaan juga harus menyadari adanya perubahan sifat sosial dari
masyarakat yang kini cenderung individual, berselera global, mudah stres dan
emosional. Hal ini menyebabkan potensi konflik antara pihak perkebunan dengan
masyarakat sekitar meningkat. Akibat dari konflik sosial ini jelas sangat
merugikan bagi perkebunan. Proses produksi menjadi tidak efektif akibat
produktifitas karyawan menurun dan biaya produksi meningkat. Bagi masyarakat
pun, konflik ini tidak ada untungnya. Pasalnya hubungan dengan perkebunan
menjadi tidak harmonis. Selain itu, tidak jarang juga banyak pihak yang
memanfaatkan kondisi ini dan membuat suasana semakin tidak menyenangkan.
2. Birokrasi dikantor pemerintahan
Dalam hal ini hambatan yang dihadapi PT Kutai Balian Nauli dalam melakukan
perluasan lahan adalah sulitnya PT Kutai Balian Nauli dalam mendapatkan
permohonan izin dalam melakukan perluasan lahan yang membutuhkan waktu
yang sangat lama dan mengeluarkan banyak biaya dikarenakan banyaknya biaya
administrasi yang dipungut oleh oknum-oknum di pemerintahan. Setiap bagian
meminta biaya administrasi. Sehingga PT Kutai Balian Nauli merasa terganggu
atas biaya-biaya tersebut dan proses yang sangat lama tersebut.
3. Adanya tumpang tindih dengan perusahaan lain
Mengingat luasnya lahan PT Kutai Balian Nauli, maka penguasaan pisik lahan
tersebut juga banyak yang dilakukan oleh perusahaan swasta maupun badan
hukum lainnya. Dari temuan dilapangan diperoleh fakta bahwa perusahaan
swasta yang menguasai lahan sehingga terjadi tumpang tindih diantaranya PT
Sinar Mas. ”tumpang-tindih hak kepemilikan tanah” di areal yang telah
dikeluarkan izin lokasinya, perusahaan harus melakukan proses pembebasan tanah
tersebut. Proses perolehan tanah diserahkan sepenuhnya kepada pihak perusahaan
melalui negosiasi langsung dengan pemegang hak atas tanah. Bentuk dan
besarnya nilai ganti kerugian ditetapkan atas dasar kesepakatan antara pihak-pihak
yang besangkutan, bisa berupa hal berikut:
1. Uang pembayaran
2. Pemukiman kembali (relokasi/konsolidasi)
3. Kesempatan kerja
4. Penyertaan saham/modal
5. Gabungan dari beberapa bentuk kompensasi di atas
Dalam pelaksanaan perolehan tanah, pengawasan dan pengendalaian dilakukan
oleh tim yang diketuai oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
sesuai dengan surat edaran Kepala BPN nomor 580.2-5568-D.III tanggal 6
1. Memberikan penyuluhan kepada kedua belah pihak dalam bidang
pertanahan
2. Membantu kelancaran pembebasan tanah
3. Membantu menciptakan suasana musyawarah
4. Mencegah ikut campurnya pihak ketiga
5. Menyaksikan pembayaran atau pemberian ganti rugi kepada para pemilik
yang berhak.
4. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Sekitar
a. Penduduk
Data penduduk Tepian Langsat yang meliputi jumlah, kepadatan, laju
pertumbuhan, dan mata pencaharian penduduk di sekitar area lokasi perekebunan
sangat penting diketahui. Pasalnya penduduk berpotensi sangat besar untuk
operasional PT Kutai Balian Nauli yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Jika
penduduk memadai, tenaga kerja mudah didapatkan dan lebih efektif. Ketika
periode tanaman belum menghasilkan (TBM) kelapa sawit, memerlukan tenaga
kerja 0,2 – 0,3 HK (hari kerja/hectare). Saat periode tanaman menghasilkan (TM)
mencapai 0,5-0,6 HK. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan taraf hidup akan memberikan persepsi nilai positif terhadap kegiatan
perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Namun, penduduk di sekitar kebun juga
menimbulkan konflik social. Karena itu pihak PT Kutai Balian Nauli memikirkan
pola kemitraan dengan penduduk sekitar Tepian Langsat yang efektif dan
tekanan penduduk, yakni kebutuhan lahan dalam satu wilayah. Tekanan penduduk
cenderung makin tinggi saat pembukaan lahan. Tetapi, tidak akan menjadi
masalah jika kehadiran perusahaan PT Kutai Balian Nauli dapat menyerap tenaga
kerja dengan pola kemitraan.
b. Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lahan perkebunan perlu diketahui.
Pengambilan data primer social ekonomi dapat dilakukan dengan wawancara
langsung dengan responden dan informan. Responden diambil dari penduduk desa
sekitar Tepian Langsat yang memiliki usia produktif dengan profesi yang
proporsional mewakili masyarakat. Contohnya petani, pedagang, dan Pegawai
Negeri Sipil. Jumlah responden disesuaikan dengan banyaknya orang yang
berprofesi tersebut. Sementara itu informan merupakan tokoh masyarakat yang
dipilih dan berpengetahuan luas mengenai perkembangan social ekonomi dan
budaya setempat. Selain data primer yang diperoleh langsung dari masyarakat, PT
Kutai Balian Nauli juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kantor
Bappeda dan Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur. Kondisi social
ekonomi penduduk sekita perkebunan diharapkan tidak memiliki kesenjangan
social yang besar. Kondisi kesenjangan yang besar akan meningkatkan keresahan
masyarakat dan konflik social. Hal ini merupakan indikasi rusaknya lingkungan
perkebunan yang dikhawatirkan menjadi salah satu penyebab terhentinya
pengembangan dan pembangunan perkebunan. Karena itu, masyarakat disekitar
kesejahteraannya. Pola kemitraan yang telah ada, perlu dikaji ulang agar lebih
efektif, menguntungkan perusahaan dan masyarakat sekitar perkebunan.
5. Adanya Masyarakat Hukum Adat Yang Mengakui Lahan PT Kutai Balian Nauli Sebagai Tanah Ulayat Mereka
Masyarakat hukum adat menggarap tanah-tanah PT Kutai Balian Nauli dan
bahkan tanah-tanah masih HGU aktif dan diusahakan lahan perkebunan mereka
anggap sebagai lahan milik mereka dan merupakan tanah adat mereka. Tuntutan
hak ulayat sebenarnya telah lama diperjuangkan masyarakat hukum adat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh wilayah Indonesia adalah merupakan suatu kesatuan tanah air
Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia yang telah dikaruniakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai hubungan yang abadi
dengan bangsa Indonesia. Bumi, air dan ruang angkasa atau dalam arti sempit
disebut dengan tanah, harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat Indonesia. Bahwa hubungan bangsa Indonesia dengan bumi,
air dan ruang angkasa adalah bersifat abadi yang berarti tidak dapat dialihkan
kepada bangsa lain dalam bentuk apapun juga. 1
Atas dasar prinsip inilah UUPA dalam pasal 9, menyebutkan bahwa hanya
warga negara Indonesia atau WNI yang boleh mempunyai sepenuhnya bumi, air
dan ruang angkasa. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam pasal 16 UUPA disebut
macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada seseorang atau
beberapa orang bersama–sama ataupun kepada badan hukum, hak-hak mana satu
sama lain tidak sama kuatnya. Untuk hak yang paling kuat hanya dapat diberikan
kepada WNI dan hak yang paling ringan diberi kelonggaran kepada WNA.
Sebagai contoh: hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan sebagai hak
1
yang pemakaiannya lebih luas dan lebih lama (seperti halnya hak milik, hak yang
turun temurun), jangka waktunya telah dibatasi dan untuk hak guna usaha dan hak
guna bangunan sampai dengan 25 atau 35 tahun dan dapat diagunkan Gejala
pertambahan kebutuhan akan tanah yang terus meningkat yang berdampingan
dengan kuantitas luas tanah yang tidak bertambah akan menimbulkan
problema-problema sosial di masyarakat, seperti yang menyangkut penguasaan dan
pemilikan tanah, pemanfaatan atau penggunaan tanah, pemeliharaan atau
pelestarian tanah dan hubungan-hubungan hukum terhadap tanah akan menjadi
fenomena yang penting untuk di telusuri, karena hak tersebut mau tidak mau akan
berbaur dengan dinamika kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin
luaslah tanah yang dibutuhkan. Dimana wilayah yang padat penduduknya, secara
logis disitupulalah kegiatan pembangunan yang lebih luas dilaksanakan. Dengan
demikian pengambilan tanah-tanah yang sudah dimiliki/dikuasai oleh masyarakat
untuk kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum harus diatur dengan suatu
peraturan agar tidak menimbulkan korban.
Dalam suasana pembangunan di negara kita khususnya Kota Sengatta
sekarang kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Termasuk pengadaan
berbagai proyek perluasan lahan Hak Guna Usaha yang semuanya memerlukan
tanah sebagai sarana utamanya. PT Kutai Balian Nauli dalam hal ini menambah
areal luas lahan Hak Guna Usaha yang telah mencapai ± 3453 Ha. Sejauh ini
pengadaan tanah oleh PT Kutai Balian Nauli telah mencapai total ± 8053 Ha.
membantu pencapaian sasaran eksport yang telah ditargetkan oleh pemerintah dari
sub sector Perkebunan melalui peningkatan produksi dan perbaikan mutu
hasil,dan mensejahterahkan rakyat didaerah sekitar perkebunan PT Kutai Balian
Nauli sesuai cita-cita nasional serta mengurangi banyaknya pengangguran.
Dalam rangka pembangunan baik untuk kepentingan umum ataupun
bukan, yang bersesuaian dengan rencana umum tata ruang (RUTR), pembangunan
nasional/daerah akan membutuhkan tanah. Jika tanah yang dibutuhkan itu tersedia
cukup dan merupakan tanah negara bebas tidak akan menimbulkan masalah.
Dalam pengertian, tanahnya bukan tanah adat yang belum didaftar untuk
memperoleh suatu hak berdasarkan sistem UUPA dan belum dikuasai ataupun
dipergunakan oleh seseorang atau badan hukum.2
Sikap masyarakat yang cenderung menolak kegiatan pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum juga menghalangi
terlaksananya peraturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Sikap
penolakan tersebut didasari oleh ketidak pahaman masyarakat tentang tujuan dan
manfaat kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta keraguan
Dalam penerapannya dilapangan untuk mendapatkan tanah guna
pembangunan untuk pembangunan kepentingan umum sering kali hal-hal yang
telah ditentukan dalam Keppres No. 55 Tahun 1993 ini tidak dijalankan
sebagaimana mestinya, sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan
dalam pengadaan tanah.
2
terhadap iktikad baik pemerintah apakah akan melindungi hak-hak mereka dan
jaminan tingkat sosial yang telah dicapainya.3
Peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan terutama yang
menyangkut ganti rugi tanah baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan
swasta, kurang akomoditif melindungi pemilik tanah dan yang membutuhkan
tanah (atau yang berkepentingan dengan tanah), karena belum sebagaimana
disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan peraturan hukum yang ada
lebih banyak memperkuat posisi pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah
tanah.4
3
Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, halaman 25.
4
Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-kasus Pertanahan, Pustaka Pihak-pihak yang dirugikan dalam kasus-kasus pertanahan khususnya
dalam ganti rugi tanah yang berkaitan dengan pengadaan dan pembebasan tanah
baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta adalah suatu persoalan
yang menarik dan unik untuk dikaji, karena sering menimbulkan masalah,
sementara kebutuhan akan tanah cukup tinggi sesuai dengan peningkatan
pembangunan nasional.
Peraturan yang berhubungan dengan ganti rugi tanah saat ini mengacu
kepada Keputusan Presiden (Kepres) No. 55 Tahun 1993 dan yang telah dirubah
dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 Tahun 2005 dan diperbaharui dengan
Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Ditinjau dari aspek hukum keberadaan Keppres No.55 Tahun 1993 adalah
untuk memberikan suatu landasan bagi pemerintah dalam mengatasi berbagai
kesulitan bidang pertanahan ketika pemerintah melaksanakan berbagai proyek
tertentu, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta.
Tanah-tanah yang berada dan dikuasai atau dimiliki oleh orang-perorangan
atau masyarakat, belum tentu pemiliknya bersedia menyerahkan kepada
pemerintah atau swasta untuk pembangunan suatu proyek tertentu, baik untuk
kepentingan umum maupun kepentingan swasta.
Kepemilikan tanah timbul dari kepribadian manusia. Hubungan manusia
dengan tanah bersifat abadi, karena manusia sebagai makhluk sosial sekaligus
sebagai pemilik tanah tidak bisa berbuat semena-mena mempergunakan hak atas
tanah tanpa memperhatikan kepentingan orang lain yang melekat pada haknya
yang berfungsi sosial. Sebagaiman yang telah diatur dalam Pasal 6 UUPA No.5
Tahun 1960 yang menyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial,
yang antara lain berarti bahwa kepentingan bersamalah yang harus didahulukan,
kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan umum.
Dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pasal 33 UUD 1945 ini jelas mengandung amanat konsitusional yang sangat
mendasar yaitu bahwa penataan dan pengggunaan tanah harus dapat
mendatangkan yang sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut diatas kemudian
1960 menyebutkan :bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) hak
menguasai negara yang dimaksud tersebut dalam tingkat tertinggi memberikan
wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya.
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari)
bumi, air dan ruang angkasa itu
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang
angkasa.5
Dalam banyak hal pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan
umum selalu menimbulkan “ekses” yang mempunyai dampak cukup besar
terhadap stabilitas masyarakat. Berbagai ketegangan dalam masyarakat timbul
karena adanya ketidaksepakatan antara para pemilik/pemegang hak atas tanah
yang tanahnya akan diambil untuk keperluan proyek-proyek pembangunan
dengan pihak penguasa yang bertugas untuk melakukan/meminta dilakukannya
pembebasan tanah dimadsud, baik yang menyagkut status hak, besar dan bentuk
ganti kerugian ataupun pelaksanaan teknis lainnya.
Pola sengketa berkisar antara rakyat dan pemerintah atau rakyat dengan
swasta (yang didukung oleh orang-orang pemerintah) mengenai besarnya ganti
rugi. Antara rakyat dengan pihak perkebunan serta kehutanan mengenai tanah
5
garapan, antara rakyat dengan rakyat itu sendiri mengenai masalah kepemilikan,
penggarapan, warisan dan sewa-menyewa. Bahwa sengketa tersebut diantaranya
karena manipulasai pejabat atau perantara-perantara dan kecilnya ganti rugai atas
tanah yang diambil.6
a. Belum adanya penetapan ahli waris (pemilik asli/nama yang tercantum pada
surat keterangan tanah, yang telah meniggal dunia).
Disamping itu juga, penguasaan tanah oleh rakyat yang dilakukan tanpa
alas hak yang sah dan dokumen kepemilikan tanah tidak lengkap. Dalam pososi
yang demikian, pihak yang membutuhkan tanah dihadapkan pada keadaan yang
dilematis. Keadaan ini dapat melemahkan posisi yang membutuhkan tanah dan
berpotensi menimbulkan masalah, yaitu rakyat tidak memiliki bukti yang lengkap
dan cukup atas tanah yang dimilikinya. Hal ini terutama terjadi pada tanah-tanah
yang belum bersertifikat, kekurangan itu antara lain :
b. Tidak ada surat kuasa untuk melepaskan hak.7
Keadaan itu bukan tidak diketahui oleh orang yang memerlukan tanah,
akan tetapi dengan berbagai alasan untuk melaksanakan proyek yang telah
direncanakan tetap dilakukan pembebasan dengan ganti rugi. Sehingga sulit bagi
yang membutuhkan tanah untuk menentukan kepada siapa ganti rugi yang akan
diberikan. Oleh sebab itu banyak dijumpai pembayaran ganti rugi yang dilakukan
pada orang yang sebenarnya tidak berhak, yang akhirnya menimbulkan sengketa.
6
Erman Rajagukguk, Hukum Dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta, halaman. 25 7
Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan atau pelepasan
hak-hak atas tanah untuk keperluan pemerintah maupun swasta dalam praktek,
pelaksanaan peraturan tersebut belum bejalan sesuai dengan isi dan jiwa dari
ketentuan-ketentuannya. Sehingga pada satu pihak timbul kesan seakan-akan hak
dan kepentingan pemilik/pemegang hak atas tanah, tidak mendapat perlindungan
hukum. Sedangkan dari pemerintah atau pihak yang memerlukan tanah juga
mengalami kesulitan-kesulitan dalam memperoleh tanah untuk pembangunan
proyeknya. Secara faktual pelaksanaan pencabutan, pembebasan dan pelepasan
hak-hak atas tanah untuk keperntingan umum bernuansa konflik, baik dari sudut
peraturan dan paradigma hukum yang berbeda antara masyarakat dengan
penguasa/pemerintah serta penerapan hukum dari para hakim sangat bernuansa
paham positivis yang mengabaikan kaedah-kaedah sosial dan kebiasaan serta nilai
moral yang hidup dalam masyarakat.8
Jika dilihat dari tujuan yang tercantum pada penjelasan UUPA pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa hukum agraria bertujuan disamping
untuk mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan hukum, juga dapat memberikan
kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.9
Dalam hal ini, proyek yang dikerjakan PT Kutai Balian Nauli dalam
rangka perluasan lahan diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masayarakat
yang berada di sekitar PT Kutai Bali Nauli yang merupakan sumber penghasilan,
memperluas kesempatan kerja dan pendapatan petani, sesuai dengan pemerataan
8
Ibid, halaman. 5 9
Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform Di Indonesia Dan Permasalahannya,
pembangunan, dan memberikan pengetahuan agronomi kepada usaha perkebunan
rakyat yang ada disekitar proyek.
PT Kutai Balian Nauli dalam melakukan perluasana lahan mengalami
banyak kendala termasuk sulitnya mengajukan izin perluasan lahan Hak Guna
Usaha yang membutuhkan waktu yang sangat lama sedangkan masalah tanah
banyak penggarap yang mengambil areal lahan secara liar tampa alas hak.
Disamping itu masalah yang sering timbul dalam pengadaan tanah ialah
pihak-pihak ketiga yang memamfaatkan kesempatan untuk dijual kembali kepada calon
tanah dan dipihak lain aparat pemerintahan diharapkan mampu menertibkan
oknum-oknum yang dengan sengaja mencari peluang untuk mendapatkan
keuntunagan pribadi.
Atas uraian diatas maka mendorong penulis untuk membahas dan meneliti
tentang pengadaan tanah yang ada di Indonesia khususnya di Desa Tepian
Langsat Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Kota Sengatta, dengan
membuat skripsi sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai gelar
sarjana, yang diberi judul “ PENGADAAN TANAH DALAM RANGKA
PERLUASAN LAHAN HAK GUNA USAHA PADA PT KUTAI BALIAN
NAULI KALIMANTAN TIMUR”, sehingga kita dapat mengetahui dengan jelas
tujuan dari pengadaan tanah dalam rangka perluasan lahan Hak Guna Usaha di
Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Kota
B. Perumusan Masalah
Untuk memberikan arahan pembahasan yang jelas dalam penulisan ini,
maka penulis mengemukakan beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur perluasan lahan oleh PT Kutai Balian Nauli dalam
rangka pemberian status Hak Guna Usahanya?
2. Kendala-kendala apa saja yang didapat oleh PT Kutai Balian Nauli dalam
rangka perluasan lahan Hak Guna Usaha?
3. Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh PT Kutai Balian Nauli untuk
mengatasi kendala-kendala?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulis membahas masalah pengadaan tanah
dalam rangka perluasaan lahan hak guna usaha pada PT Kutai Balian Nauli
Kalimantan Timur adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur perluasan lahan oleh PT Kutai Balian
Nauli dalam rangka pemberian status Hak Guna Usahanya?
2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang didapat oleh PT Kutai
Balian Nauli dalam rangka perluasan lahan Hak Guna Usaha?
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan oleh PT Kutai Balian
Setiap manusia selalu mengharap adanya suatu mamfaat dalam melakukan
suatu pekerjaan. Demikian juga dengan penulisan skripsi ini, diharapkan dapat
memberi mamfaat antara lain:
1. Manfaat secara Praktis
Agar pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai lembaga yang mempunyai
wewenang dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melakukan pengadaan
tanah sesuai dengan peraturan pengadaan tanah yang berlaku dengan
memperhatikan hak-hak pemilik/pemegang hak atas tanah dan dapat
mempertahankan apa yang menjadi hak-haknya dan yang menjadi
kewajibannya dalam pengadaan tanah, sehingga tidak ada pihak-pihak yang
dirugikan dalam pengadaan tanah.
2. Manfaat secara Teoritis
Dengan adanya penulisan ini dapat memperluas wawasan atau pengetahuan
khususnya mengenai pengadaan tanah dalam rangka perluasan lahan hak guna
usaha dan memperkaya serta menambah wawasan ilimiah baik yang berkaitan
dengan tulisan ini maupun hal-hal lainnya.
D. Keaslian Penulisan
Pembahasan tentang pengadaan tanah sebagai objek dalam penulisan
skripsi sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru lagi. Akan tetapi beberapa
skripsi yang ada, pada umumnya hanya membahas tentang pengadaan tanah.
Sedangkan pada skripsi ini yang menjadi bahasan adalah pengadaan tanah dalam