• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles) Dalam Transaksi Perbankan (Studi Pada Bank Mandiri Cabang Iman Bonjol)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles) Dalam Transaksi Perbankan (Studi Pada Bank Mandiri Cabang Iman Bonjol)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

S umber Buku:

Bahsan, M. Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bandung, 2000.

Gandaprawira, D. Perkembangan Hnknm Perkreditan Nasional dan Internasional.

Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1992.

Pradjoto. Mencegah Kebangkrutan Bangsa. Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia, 2003.

Sjahdeini, Sutan Remy. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme. Jakarta: Grafiti, 2004.

Siahaan. Pcncncian Uang dan Kejahatan parbankan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Trisantoso, Ruddy. Kredit Usaha Perbankan. Yokyakarta: Andi Yogyakarta, 1996. Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2001.

Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan Indonesia. Jakarta: Grafiti, 1993.

Dokumen :

Regulasi Nasional

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

(2)

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/32/DPNP 4 Desember 2003 Perihal Pembahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP Perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/37/DPNP tanggal 10 September 2004 Perihal Penilaian Dan Pengenaan Sanksi Atas Penerapan Prinsip Mengenal. Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Makalah:

"Tindak Pidana Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah", Unit Khusus Pengenalan Nasabah (UKPN) PT. Bank Muamalat Indonesia, Kantor Pusat Operasional Jakarta., hal. 3.

Agus Sugiarto "Mengapa Manajer Risiko Bank Harus Disertifikasi?", finansial, 17 April 2004, www.kompas.com. diakses tanggal 27 Oktober 2008.

Budi Rahardjo, "Aspek Teknologi Dan Keamanan Dalam Internet Banking", www.bi.go,id. diakses tanggal 28 Oktober 2008,

Chumaida, Zahry Vandawati "Penerapan Prinsip Kehati-hatian dan Kesehatan Bank Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, adln.lib.unair.ac.id. diakses tanggal 29 Oktober 2008.

Menteri Keuangan RI dalam workshop tentang "Prinsip Mengenal Nasabah",tanggal 24 Juni 2003, www.depkeu.gp.id. diakses tanggal 20 Oktober 2008.

"Menyangkut Rahasia Bank, Sikap BI Masih Mendua", Berita, Selasa 14 Maret 2006, www.hukumonline.com. diakses tanggal 20 Oktober 2008.

Mulhadi "Prinsip Kehati-hatian (Prudent Ranking Principles) Dalam Kerangka Undang-Undang Perbankan Di Indonesia", www.library.usu.ac.id . diakses tanggal 30 Oktober 2008.

"Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet (Internet Banking)", www.bi.goid. diakses tanggal 27 Oktober 2008. "Pelatihan Prinsip Mengenal Nasabah", www.memberstripod.com diakses tanggal 29

Oktober 2008.

"Pengendalian Risiko" www.bankpapua.com. diakses tanggal 29 Oktober 2008. "Pengertian dan Fungsi Bank", www.e-dukasi.net. diakses tanggal 27 Oktober 2008. "Penyimpan Dana yang Wajib Dirahasiakan", Ekonomi dalam Suara Merdeka, Senin 27

(3)

"PPATK Keluarkan Empat Pedoman Baru Untuk Mencegah Pencucian Uang" www.hukumonline.com. diakses tanggal 28 Oktober 2008.

Pradjoto "Penegakan Hukum Perbankan", column, Senin 27 Februari 2006, www.investorindonesia.com. diakses tanggal 20 Oktober 2008

"Pro Kontra Keterbukaan Deposito", Berita, Senin 16 Agustus 2004, www.bisnis.com, diakses tanggal 29 Oktober 2008.

Safir Senduk " Mengenal Produk Simpanan Di Bank", www.perencanakeuangan. com, diakses tanggal 28 Oktober 2008.

(4)

BAB III

PRINSIP MENGENAL NASABAH

(KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES)

A. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)

Salah satu pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada bank (prudential principle)

adalah penerapan prinsip mengenal nasabah atau yang lebih dikenal dengan Know Your Customer Principles pada setiap transaksi perbankan. Hal ini dijelaskan dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.

Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) adalah suatu prinsip yang mewajibkan bank untuk terlebih dahulu mengenali nasabahnya sebelum melakukan transaksi dengan nasabah yang bersangkutan. Prinsip mengenal nasabah tidak hanya berlaku bagi lembaga perbankan saja, tetapi juga berlaku bagi lembaga keuangan non bank. Ketentuan prinsip mengenal nasabah untuk lembaga keuangan non bank dikeluarkan oleh instansi yang berwenang mengawasi kegiatan masing-masing perusahaan jasa keuangan di Indonesia.

(5)

Jadi, prinsip ini bermaksud agar setiap kegiatan di bidang keuangan dapat dilaksanakan dengan hati-hati untuk menghindari risiko-risiko yang mungkin akan muncul. Di dalam penulisan hukum ini, prinsip mengenal nasabah yang penulis maksud adalah pelaksanaan prinsip mengenal nasabah dalam setiap transaksi perbankan, yaitu, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Dalam Peraturan Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan FBI, Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah, prinsip mengenal nasabah diartikan sebagai prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Prinsip ini bertujuan supaya bank mengetahui segala kegiatan nasabahnya yang berkaitan dengan transaksi yang dilakukan pada bank tersebut. Hal ini lebih untuk menjaga hubungan bank dengan nasabah yaitu masyarakat, agar dapat berjalan lancar dalam setiap transaksi yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak.

Pada prinsipnya, penerapan prinsip mengenal nasabah dalam setiap transaksi perbankan bertujuan demi terselenggaranya prinsip kehati-hatian pada bank

(prudential banking) untuk mengurangi risiko yang dihadapi bank, yaitu risiko operasional (operational risk), risiko hukum (legal risk), risiko konsentrasi

(concentration risk), dan risiko reputasi (reputational risk). Dengan prinsip ini bank dapat mengenali profil maupun karakteristik setiap transaksi nasabah, sehingga dapat mengidentifikasi transaksi-transaksi yang dapat menimbulkan kerugian pada bank.33

Di samping itu, rekomendasi dari Basel Committee on Banking Supervision yang pada paparan selanjutnya disebut dengan Basel Komite, dalam Core Principles for Effective Banking menyatakan bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah dalam setiap transaksi perbankan merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan bank. Hal yang senada juga dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

33

(6)

3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah yang dikeluarkan tanggal 18 Juni 2001.34

B. Pengaturan Tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

Pada tanggal 18 Juni 2001, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai pentingnya diterapkan oleh bank-bank di Indonesia tentang penerapan prinsip mengenal nasabah. Peraturan mengenai penerapan prinsip ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PB1/2001 Lembaran Negara 2001 Nomor 78, tambahan Lembaran Negara Nomor 4107. Peraturan ini mengatur tentang penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

Peraturan ini kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 tertanggal 13 Desember 2001 (Lembaran Negara 2001 Nomor 151, tambahan Lembaran Negara Nomor 4160). Bersamaan dengan perubahan ini, dikeluarkan pula Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/DPNP tentang Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Dan akhirnya peraturan Bank Indonesia tentang prinsip mengenal nasabah diubah untuk kedua kalinya dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/2 l/PBI/2003.35

Sebenarnya, ketentuan tentang prinsip mengenal nasabah ini muncul akibat adanya desakan dari dunia internasional sejak dijatuhkannya vonis ”black list” terhadap Indonesia sebagai negara yang tidak kooperatif dalam memberantas tindak pidana

34

“Pelatihan Prinsip Mengenal Nasabah”, www.memberstripod.com, diakses tanggal 30 Oktober 2008

35

(7)

pencucian uang. Di samping itu, pada bulan Desember 1988, Basel Komite mengeluarkan kode etik perbankan yang salah satu isinya mewajibkan bank-bank untuk mengenali nasabah mereka yaitu melalui prinsip mengenal nasabah. Basel Komite terdiri atas perwakilan-perwakilan bank-bank sentral dari negara-negara industri terkemuka. Basel Komite merekomendasikan prinsip mengenal nasabah sebagai salah satu bentuk

prudential regulation di lingkungan industri perbankan.36

Basel komite berpendapat bahwa prinsip mengenal nasabah memiliki relevansi yang khusus berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan bank. Prinsip mengenal nasabah dapat melindungi reputasi dan integritasi sistem perbankan karena dapat mengurangi risiko-risiko yang ditimbulkan dari transaksi perbankan yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Walaupun rekomendasi dari Basel Komite bukan merupakan dokumen yang dapat dipaksakan berdasarkan hukum internasional, namun dengan kerjasama yang kuat antara organisasi internasional, penerapan prinsip mengenal nasabah ini dapat dipatuhi oleh dunia internasional, termasuk Indonesia.37

Adapun kewajiban pokok yang harus dilaksanakan oleh bank dalam Peraturan Prinsip Mengenal Nasabah, yaitu:

1. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah;

2. Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah; 3. Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan

transaksi nasabah;

4. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko.

36

Menteri Keuangan RI, “Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank”, www.depkeu.go.id, 24 Juni 2003, diakses tanggal 20 Oktober 2008.

37

(8)

Bagi bank yang telah menggunakan media elektronis (internet banking) dalam pelayanan jasa perbankan, wajib melakukan pertemuan dengan calon nasabah, sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening, dan bila perlu bank harus melakukan

wawancara dengan calon nasabahnya. Ketentuan mengenal nasabah juga berlaku bagi nasabah-nasabah lama dengan melengkapi data-data sesuai dengan pedoman dari pemerintah.

Dari beberapa kewajiban ini, dapat kita lihat bahwa adanya prinsip ini ditujukan untuk melindungi kepentingan bank dari tindakan dan transaksi nasabah yang dapat menimbulkan kerugian pada bank. Walaupun tujuan prinsip ini untuk melindungi kepentingan bank, namun bank merasa adanya ketentuan prinsip mengenal nasabah ini dapat mengurangi volume nasabahnya. Hal ini dikarenakan banyak nasabah yang merasa kurang nyaman dengan adanya ketentuan ini.

Bank Indonesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia tentang sanksi terhadap bank yang tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam setiap transaksi bank yang dilakukan. Tentu saja hal ini membuat lembaga perbankan dalam keadaan yang sangat dilematis.

(9)

Oleh karena itu, lembaga perbankan sebagai lembaga keuangan yang mengandalkan kepercayaan masyarakat haruslah memberikan pelayanan yang sangat baik untuk mengimbangi ketentuan prinsip mengenal nasabah ini. Selain itu diperlukan sosialisasi pada setiap nasabah, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank akan berkurang.

Penerapan prinsip mengenal nasabah dalam industri jasa keuangan khususnya bank, memang merupakan hal yang relatif baru. Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran bank, bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah ini akan berdampak negatif kepada nasabah dan volume bisnis mereka. Oleh sebab itu diperlukan sosialisasi prinsip mengenal nasabah, tidak hanya kepada para pelaku industri jasa keuangan saja, tetapi juga kepada masyarakat umum. Sehingga masyarakat dapat mengerti betapa pentingnya penerapan prinsip ini dalam setiap transaksi perbankan yang dilakukan. Selain itu, penerapan prinsip mengenal nasabah dapat membuat industri perbankan lebih kompetitif dan memenuhi standar internasional.38

Kewajiban untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah tidak hanya terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia saja, tetapi juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, selanjutnya disebut dengan UUTPU. Pasal 17 UUTPU menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dengan penyedia jasa keuangan harus menyerahkan identitas diri secara lengkap, disamping itu penyedia jasa keuangan juga harus memastikan orang yang melakukan hubungan usaha bertindak untuk diri sendiri atau orang lain. Jika bertindak untuk orang lain, maka penyedia jasa keuangan

38

(10)

harus meminta informasi mengenai identitas pihak lain tersebut. Penyedia jasa keuangan yang dimaksud dalam penulisan hukum ini hanya terbatas pada bank.

Namun kewajiban untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah yang diatur dalam UUTPU ini tidak bersanksi, yang berarti, apabila dilanggar, maka tidak akan dikenakan sanksi apapun. Walaupun UUTPU tidak memuat sanksi apabila ketentuan Pasal 17 dilanggar, namun tidak berarti pelanggaran terhadap kewajiban yang ditentukan dalam pasal ini tidak dapat dikenai sanksi hukum. Pelanggaran terhadap kewajiban yang ditentukan dalam Pasal 17 UUTPU, dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan, sepanjang pelanggaran tersebut dilakukan oleh bank.39

Pemberian sanki ini bertujuan agar penerapan prinsip mengenal nasabah dapat dilaksanakan secara benar dalam setiap transaksi perbankan yang dilakukan. Dengan terlaksananya prinsip mengenal nasabah, maka prudential banking juga dapat ditegakkan sehingga akan tercipta bank yang sehat.

C. Asas Kerahasiaan Bank (Bank Secrecy)

Asas kerahasiaan bank (bank secrecy) merupakan salah satu aspek penting yang membuat masyarakat (nasabah) merasa aman melakukan transaksi keuangan di bank. Asas ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi nasabah, baik perlindungan terhadap dirinya (nasabah) maupun terhadap dananya yang ada di bank.

Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada

39

(11)

nasabah yang berkenaan dengan ”Keadaan Keuangan Nasabah” yang lazimnya dinamakan dengan ”Kerahasiaan Bank”. Kerahasiaan bank sangat penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Orang hanya mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan.40

Ada dua pendapat yang dikemukakan mengenai teori tentang rahasia bank, yaitu teori rahasia bank yang bersifat mutlak dan teori rahasia bank yang bersifat nisbi. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak maksudnya bank berkewajiban untuk rncnyimpan rahasia nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya dalam keaadan apapun, biasa maupun luar biasa. Sedangkan teori rahasia bank yang bersifat nisbi, yaitu bahwa bank dapat diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya untuk kepentingan yang mendesak, seperti kepentingan negara.41

Dalam Undang-Undang Perbankan, pengertian rahasia bank dijelaskan pada Pasal 1 angka 28, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dari simpananya. kewajiban untuk melaksanakan asas rahasia bank ini ditegaskan dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan yang menjelaskan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41 A, 42, 43, 44, dan 44 A. Pengecualian terhadap kerahasiaan bank yang terdapat dalam pasal tersebut adalah berkenaan dengan kepentingan perpajakan, piutang bank, perkara pidana, perdata, tukar menukar informasi

40

Rachmadi Djumhana, note 3, hal. 153

  41  

(12)

antar bank, dan untuk memenuhi permintaan kuasa dari nasabah beserta ahli waris apabila nasabah yang bersangkutan meninggal dunia.

Sebenarnya ketentuan tentang rahasia bank di dalam Undang-Undang Perbankan sudah mengalami perubahan sejak diberlakukan Undang-Undang Perbankan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang Perbankan yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, dijelaskan bahwa ketentuan rahasia bank mencakup semua nasabah, dengan kata lain tidak membedakan nasabah, baik itu nasabah deposan (penyimpan) atau nasabah debitur (peminjam). Sedangkan di dalam Undang-Undang Perbankan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ketentuan rahasia bank hanya berlaku bagi nasabah deposan saja. Perubahan ini dilakukan dengan pertimbangan, bahwa dengan berlakunya ketentuan rahasia bank bagi nasabah debitur, menyebabkan banyaknya kredit bermasalah yang dialami oleh bank. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Perbankan yang baru, ketentuan rahasia bank hanya berlaku bagi nasabah deposan saja.42

Selain yang ditentukan dalam Undang-Undang Perbankan, ketentuan rahasia bank juga dapat diterobos oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPU) yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. Pada Pasal 33 ayat (2) UUTPU dijelaskan bahwa dalain meminta keterangan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan, ketentuan rahasia bank tidak berlaku terhadap penyidik, penuntut umum, atau hakim. Pasal 14 UUTPU juga menjelaskan bahwa rahasia bank dikecualikan dalam hal pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh penyedia jasa keuangan. Kewajiban pelaporan yang dimaksud dalam pasal ini adalah kewajiban yang sebagaimana ditentukan dalam

42

(13)

PBI tentang Prinsip mengenal Nasabah, yaitu pada Pasal 14 yang menjelaskan bahwa bank wajib melaporkan apabila terjadi transaksi keuangan yang mencurigakan pada bank yang bersangkutan.

Di dalam pelaksanaan asas kerahasiaan bank (bank secrecy) ini, sering mengalami tubrukan dengan kepentingan lain yang harus dilaksanakan oleh lembaga perbankan, yaitu adanya ketentuan prudential principle atau prinsip kehati-hatian yang salah satunya adalah penerapan prinsip mengenal nasabah, Di samping bank harus memberikan perlindungan terhadap nasabahnya, bank juga harus melindungi dirinya sendiri, yaitu dengan menerapkan prinsip mengenal nasabah demi terwujudnya prudential banking

dalam setiap transaksi perbankan.

Masalah inilah yang membuat lembaga perbankan masuk ke dalam situasi yang dapat disebut dengan ”maju kena, mundur kena”. Hal ini dikarenakan, apabila lembaga perbankan menjalankan asas kerahasiaan bank (bank secrecy), berarti bank mengurangi intensitas pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Dan sebaliknya, apabila bank menerapkan prinsip kehati-hatian, dengan sendirinya perlindungan terhadap nasabah akan berkurang, dengan kata lain asas rahasia bank tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, bank harus dapat melaksanakan asas kerahasiaan bank

(bank secrecy) dan prinsip kehati-hatian (prudential banking) secara seimbang tanpa menimbulkan kerugian, baik bagi nasabah maupun bagi bank sendiri.

Sebagai suatu asas yang harus dipegang teguh oleh lembaga perbankan di dalam menjalankan kegiatannya, tentu saja pelaksanaan asas kerahasiaan bank (bank secrecy)

(14)

memberikan kepastian hukum dan kekuatan berlakunya asas kerahasiaan bank ini dalam segala transaksi perbankan yang ada.

Sesuai dengan Undang-Undang Perbankan, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai ”tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu, pelanggar ketentuan rahasia bank, apabila dibandingkan dengan hanya sekedar pelanggaran, perlu diberi sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi. Adapun sanksi terhadap pelanggaran asas rahasia bank adalah berupa hukuman penjara dan sanksi adminstratif, yaitu denda.

D. Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan (Suspicious Transactions)

Salah satu tujuan dari ketentuan prinsip mengenal nasabah adalah untuk melindungi bank dari transaksi nasabah yang dapat menimbulkan kerugian pada bank yang bersangkutan. Transaksi yang dimaksud adalah transaksi yang disebut dengan transaksi keuangan yang mencurigakan atau dalam istilah asingnya disebut dengan

suspicious transactions.

Istilah transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transactions), muncul seiring dikeluarkannya FBI mengenai pentingnya penerapan prinsip mengenal nasabah pada lembaga perbankan. Sebelum dikeluarkannya peraturan tentang prinsip mengenal nasabah, istilah transaksi keuangan yang mencurigakan hanya dikenal di luar Indonesia seiring maraknya tindak pidana tentang pencucian uang atau yang dikenal dengan money laundering. Sedangkan di Indonesia, hal ini baru mendapat perhatian yang besar sejak dikeluarkannya PBI tentang Prinsip Mengenal Nasabah sebagai salah satu bentuk tindak lanjut dari rekomendasi FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering)

(15)

internasional dalam memerangi dan memberantas kejahatan pencucian uang, yang didirikan di Francis oleh negara industri maju (G-7).

Sebelum adanya ketentuan prinsip mengenal nasabah, bank-bank di Indonesia pada umumnya hanya memperhatikan besarnya transaksi keuangan yang dilakukan oleh para nasabah mereka tanpa mencurigai tujuan maupun asal usul uang yang ditransaksikan. Keadaan inilah yang menyebabkan lembaga perbankan dijadikan sebagai lahan yang empuk untuk melakukan transaksi-transaksi yang tidak benar oleh nasabah yang tidak bertanggungjawab. Sehingga menimbulkan kerugian yang besar terhadap bank ilu sendiri, bahkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan juga mengalami penurunan. Dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah, transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transactions) diartikan sebagai berikut:

a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profit, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan;

b. Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh bank sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003; atau

c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

(16)

nasabahnya. Dengan adanya ketentuan tentang transaksi keuangan mencurigakan, tentu saja membuat lembaga perbankan menjadi serba salah. Dikarenakan ketentuan ini mengharuskan bank untuk menyelidiki setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabahnya, disamping itu bank juga harus menjaga hubungan baik dengan nasabahnya, Hal ini merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang, dimana keduanya harus dilakukan secara berbarengan.

Di dalam bab V Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah, dijelaskan bahwa setiap bank berkewajiban untuk melapor apabila bank yang bersangkutan mendeteksi adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang terjadi pada bank tersebut. Adanya kewajiban pelaporan ini tentunya melanggar prinsip kerahasiaan bank (bank secrecy) yang telah penulis jelaskan sebelumnya. Kewajiban pelaporan ini ditujukan pada suatu badan yang disebut dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan atau yang disingkat dengan PPATK.

PPATK adalah sebuah lembaga khusus yang menerima informasi keuangan, menganalisis atau memproses informasi tentang transaksi keuangan yang mencurigakan. PPATK merupakan Financial Intelligence Unit atau FIU yang dimiliki Indonesia, untuk menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang di Indonesia. PPATK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari intervensi dan pengaruh dari pihak manapun, atau bersifat independen. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 UUTPU.43

Untuk memudahkan bank dalam mengidentifikasi adanya transaksi keuangan mencurigakan, maka Bank Indonesia membagi transaksi keuangan mencurigakan dalam 6 (enam) kelompok yaitu:

43

(17)

1. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan pola transaksi tunai; 2. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan rekening bank;

3. Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan investasi;

4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas bank di luar negeri;

5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan bank dan atau agen', 6. Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam.

Selain kategori di atas, PPATK juga telah mengeluarkan pedoman bagi penyedia jasa keuangan, yaitu bank, untuk memantau serta mengidentifikasi berbagai transaksi keuangan yang mencurigakan, Pedoman tersebut adalah dengan dikeluarkannya empat pedoman, yaitu Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan (Keputusan Kepala PPATK No:2/4/KEP.PPATK/2003). Kemudian, Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang (Keputusan Kepala PPATK No;2/5/KEP. PPATK/2003). Selanjutnya, PPATK juga menerbitkan Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan (Keputusan Kepala PPATK No:2/6/KEP. PPATK/2003). Terakhir, Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang (Keputusan Kepala PPATK No:2/7/KEP. PPATK/2003 ).44

Jika dilihat dari pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK, ada tiga ciri umum yang bisa dijadikan acuan oleh bank dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan. Pertama, transaksi keuangan yang dilakukan tidak memiliki tujuan

44

(18)

ekonomi yang jelas. Kedua, transaksi tersebut menggunakan uang dalam jumlah yang sangat besar secara berulang-ulang di luar kewajaran, Dan ketiga, transaksi keuangan tersebut di luar kebiasaan dan kewajaran aktivitas nasabah.

Ketentuan yang mewajibkan bank untuk melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan, bertujuan untuk mencegah bank digunakan sebagai sarana tindak pencucian uang atau yang dikenal dengan istilah money laundering. Kemudahan yang dijanjikan oleh bank dalam melakukan transaksi keuangan untuk menarik minat masyarakat, dimanfaatkan oleh orang-orang atau nasabah yang tidak bertanggungjawab untuk menyelundupkan hasil kejahatannya pada bank yang bersangkutan.

E. Manajemen Risiko

Industri perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, sebagaimana telah penulis jelaskan sebelumnya. Hal ini dikarenakan kegiatan bank melibatkan pengelolaan uang milik masyarakat yang disalurkan kembali pada masyarakat dalam berbagai bentuk jasa perbankan. Besar kecilnya risiko yang dihadapi oleh bank, sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti kemampuan manajemen bank untuk membaca dan memprediksi pergerakan suku bunga maupun perubahan-perubahan yang terjadi di pasar, yang dikenal dengan risk exposures. Untuk meminimalisasi risiko-risiko ini, manajemen bank harus memiliki keahlian dan kompetensi, sehingga risiko-risiko yang mungkin akan timbul dapat diantisipasi sejak awal dan dapat ditanggulangi.45

Risiko-risiko yang akan dihadapi bank akibat transaksi perbankan, diantaranya dapat berupa risiko kredit, risiko pasar risiko operasional, dan berbagai risiko lainnya

  45     

(19)

yang berpotensi muncul akibat transaksi yang dilakukan oleh bank. Risiko kredit adalah risiko yang timbul akibat dari kegagalan nasabah membayar kewajibannya dalam waktu yang telah diletapkan, adanya pelanggaran perjanjian yang telah disepakati, jaminan yang diberikan tidak mencukupi dan terjadinya krisis ekonomi. Risiko pasar terjadi sebagai akibat dari fluktuasi atau kenaikan nilai mata uang dan perubahan tingkat suku bunga dalam waktu yang cepat. Sedangkan risiko operasional adalah risiko yang timbul akibat dari perkembangan teknologi, sumber daya manusia, penyesuaian operasional dan risiko hukum.46

Melihat keadaan ini, maka pada tanggal 19 Mei 2003, Bank Indonesia mengeluarkan PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. PBI ini merupakan pedoman dan persyaratan minimal bagi bank dalam menetapkan manajemen risiko. Manajemen risiko merupakan kebijakan-kebijakan yang ada pada suatu bank untuk meminimalisir risiko-risiko yang dihadapi oleh bank akibat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Penerapan manajemen risiko pada suatu bank lebih untuk mengatur cara kerja organisasi suatu bank dan sumber daya manusianya, sehingga terlaksana industri perbankan yang sehat.

Berkaitan dengan ketentuan PBI Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah, kewajiban penerapan manajemen risiko juga ditentukan dalam PBI ini, yaitu tepatnya pada Pasal 11. Kebijakan manajemen risiko yang terdapat dalam ketentuan tentang prinsip mengenal nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prosedur manajemen risiko bank secara keseluruhan yang ditetapkan berdasarkan PBI Nomor 5/S/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

46

(20)

Ketentuan manajemen risiko sebagai upaya penerapan prinsip mengenal nasabah, juga merupakan bagian dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada bank (prudential banking), yang perlu ditempuh oleh bank untuk mengurangi risiko-risiko yang akan dialami oleh bank, khususnya operational risk, legal risk, concentration risk, dan

reputational risk. Hal ini senada dengan pendapat Basel Komite yang menyatakan bahwa prinsip kehati-hatian pada bank diperlukan untuk mengurangi risiko-risiko yang disebutkan di atas.

Yang dimaksud dengan operational risk adalah suatu risiko yang akan dialami oleh bank dikarenakan kesalahan dan penyalahgunaan wewenang, ketidakpastian ketentuan, prosedur yang tidak memadai, kelemahan pengendalian interen, gangguan sistem informasi, serta gangguan pada sistem pembayaran bank. Kesalahan-kesalahan ini akan menyebabkan bank yang bersangkutan tidak dapat melakukan kegiatan operasionalnya secara normal. Legal risk terjadi akibat bank lalai dalam memperhatikan aspek-aspek hukum dalam membuat suatu perjanjian dengan pihak lain. Concentration risk adalah risiko yang dialami oleh bank dikarenakan bank menerima dana dalam jumlah besar dari pihak ketiga, yang ditujukan atau terkonsentrasi pada nasabah tertentu. Sedangkan dalam hal reputational risk, terjadi akibat kegiatan-kegiatan bank atau permasalahan yang dialami oleh bank, sehingga menyebabkan berkurangnya atau hilangnya reputasi bank tersebut di mata masyarakat dan pemerintah.47

Dalam PBI tentang Prinsip Mengenal Nasabah, kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang harus diterapkan oleh bank meliputi 5 hal, yaitu :

1. Pengawasan oleh pengurus bank;

47

(21)

2. Pendelegasian wewenang; 3. Pemisahan tugas;

4. Sistem pengawasan interen termasuk audit interen;

5 Program pelatihan karyawan mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah. Dengan diterapkannya 5 hal di atas, maka dapat dilihat sejauh mana pelaksanaan prinsip mengenal nasabah yang sudah dilakukan oleh suatu bank, sehingga hasil yang diinginkan dapat dicapai dengan optimal. Ketentuan ini merupakan manajemen risiko yang harus diterapkan oleh bank dalam berhubungan dengan nasabahnya.

(22)

berkoordinasi dengan unit terkait yang bertanggungjawab dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah, dengan melaksanakan pelatihan penerapan prinsip mengenal nasabah kepada seluruh pegawai bank yang bersangkutan.48

Manajemen risiko yang ditentukan datam PBI tentang Prinsip Mengenal Nasabah ini, bertujuan agar bank dalam berhubungan dengan nasabahnya terhindar dan risiko-risiko yang akan mungkin timbul akibat dari hubungan tersebut. Jika dilihat secara umum, manajemen risiko yang diwajibkan oleh Bank Indonesia tidak hanya bertujuan untuk kepentingan satu bank saja maupun untuk kepentingan Bank Indonesia. Namun, penerapan manajemen risiko mempunyai kaitan langsung dengan proses pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan, dan sebagai alat bagi perbankan nasional untuk menciptakan lembaga perbankan yang sehat dan solvent.

F. Sanksi Terhadap Bank Yang Tidak Menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah

Sebagai salah satu prinsip yang harus dipegang teguh oleh bank dalam melaksanakan setiap kegiatannya, tentu saja pelaksanaan prinsip mengenal nasabah

(know your customer principles) harus didukung oleh pengenaan suatu sanksi apabila prinsip ini dilanggar. Hal ini bertujuan agar prinsip ini mempunyai kepastian hukum dan kekuatan berlaku dalam pelaksanaannya, sama halnya dengan asas kerahasiaan bank

(bank secrecy) sebagai salah satu asas yang wajib diterapkan oleh lembaga perbankan. Berkenaan dengan pengenaan sanksi ini, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai sanksi terhadap bank yang tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam setiap kegiatannya, yaitu berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia

48

(23)

Nomor 6/37/DPNP Perihal Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelum Bank Indonesia memberikan sanksi, terlebih dahulu Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap penerapan prinsip mengenal nasabah yang telah dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Penilaian ini berkaitan dengan ketentuan manajemen risiko yang telah ditentukan dalam PBI tentang Prinsip Mengenal Nasabah. yang meliputi pengawasan oleh pengurus bank, pendelegasian wewenang, pemisahan tugas, sistem pengawasan interen, dan program pelatihan karyawan mengenai prinsip mengenal nasabah.

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa dengan diterapkannya ketentuan manajemen risiko oleh suatu bank, dapat dilihat seberapa jauh prinsip mengenal nasabah telah diterapkan. Berdasarkan hal inilah Bank Indonesia memberikan penilaian terhadap bank-bank yang telah menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam setiap kegiatannya.

(24)

menerapkan prinsip mengenal nasabah dengan kurang baik. Serta yang terakhir nilai 5 (lima), yang diberikan pada bank-bank yang tergolong tidak baik dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam setiap kegiatannya. Hal ini dikarenakan bank yang bersangkutan tidak bisa mengurangi risiko-risiko yang dihadapinya, dan tidak aktifnya kewajiban pelaporan yang ditentukan dalani PBI tentang Prinsip Mengenal Nasabah berkenaan dengan transaksi keuangan yang mencurigakan.

Setelah dilakukannya penilaian-penilaian di atas, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi terhadap bank-bank yang tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah dengan baik dalam setiap kegiatannya, yaitu bank-bank yang termasuk dalam kategori nilai 5 (lima). Sanksi yang akan diberikan oleh Bank Indonesia terhadap bank-bank yang termasuk dalam kategori nilai 5 (lima) ini adalah berupa penurunan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, dan pemberhentian pengurus bank melalui mekanisme penilaian kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Pemberhentian pengurus bank dilakukan apabila pengurus bank yang bersangkutan tidak melaksanakan langkah-Iangkah yang diperlukan dalam mematuhi dan melaksanakan ketentuan prinsip mengenal nasabah.

(25)

Dengan adanya sanksi ini, diharapkan semua bank yang ada di Indonesia dapat menerapkan prinsip mengenal nasabah dengan sebaik-baiknya, agar terhindar dari risiko-risiko yang timbul akibat transaksi yang dilakukan oleh bank itu sendiri Walaupun Bank Indonesia sudah mengeluarkan ketentuan mengenai sanksi atas pelanggaran prinsip mengenal nasabah, namun, tidak bisa dipungkiri masih ada bank yang tidak menerapkan prinsip ini dalam setiap kegiatannya. Hal ini dikarenakan ketentuan prinsip ini dianggap dapat merugikan bank dan mengurangi volume nasabah.

G. Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Sebagai implementasi dari ketentuan PBI tentang Prinsip Mengenal Nasabah, Bank Indonesia telah mengeluarkan suatu pedoman sebagai acuan bank dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam setiap kegiatannya. Pedoman ini dikeluarkan berdasarkan Sural Edaran Bank Indonesia (SEBI) tanggal 13 Desember 2001 Nomor 3/29/DPNP tentang Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Pedoman ini merupakan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh bank dalam menyusun pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah.49

Pedoman ini disusun, dikarenakan ketentuan prinsip mengenal nasabah merupakan hal yang relatif baru bagi industri jasa keuangan, khususnya bank. Oleh karena itu, dibutuhkan persamaan persepsi dan pemahaman dari semua lembaga perbankan yang ada, baik dari pembuatan kebijakan-kebijakan tentang prinsip mengenal nasabah, maupun pelaksanaan prinsip itu sendiri.

49

(26)

Pedoman ini disusun banyak mengacu pada kebiasaan-kebiasaan internasional

(international best practises), masukan dari perwakilan bank-bank yang ada di Indonesia, dan berbagai sumber lainnya. Adapun hal-hal penting yang ditentukan dalam pedoman standar ini adalah mengenai kebijakan umum, prosedur penerimaan dan identifikasi

(procedures for customer acceptance and identification), pemantauan dan pelaporan

(monitoring and reporting), dan pelatihan pegawai (employee training).

Mengenai kebijakan umum, pedoman ini telah inenetapkan beberapa hal yang harus diterapkan, yaitu meliputi;

1. Kebijakan pengorganisasian:

2 Kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah;

3. Kebijakan pemantauan dan pelaporan, dan yang terakhir kebijakan tentang manajemen risiko.

Mengenai prosedur penerimaan dan identifikasi nasabah terdiri dari: 1. Prosedur penerimaan nasabah;

2. Prosedur identifikasi dan verifikasi;

3 Prosedur persetujuan penerimaan calon nasabah.

Sedangkan yang berkaitan dengan pemantauan dan pelaporan meliputi kebijakan-kebijakan dalam hal prosedur dokumentasi profil nasabah, prosedur pemantauan rekening dan identifikasi transaksi, prosedur identifikasi transaksi yang mencurigakan, serta prosedur pelaporan internal dan kepada Bank Indonesia.

(27)

Mengenal Nasabah yang disebut dengan Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, disingkat dengan UKPN.50

Berdasarkan pedoman ini, maka setiap bank diwajibkan membentuk UKPN untuk melaksanakan dan mengawasi ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah yang diterapkan pada bank yang bersangkutan. Bank Indonesia akan menilai pedoman pelaksanaan prinsip mengenal nasabah yang dibuat oleh setiap bank dengan mengacu pada pedoman standar ini. Apakah sudah memenuhi standar yang diwajibkan atau tidak. Apabila tidak, maka pedoman yang telah dibuat oleh bank yang bersangkutan harus diubah lagi berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman tersebut. Oleh karena itu, Bank Indonesia berharap dengan adanya pedoman standar penerapan prinsip mengenal nasabah ini, setiap bank akan menerapkan prinsip mengenal nasabah sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia, sehingga hasil yang diinginkan dapat dicapai.

50

(28)

BAB IV

PELAKSANAAN PRINSIP MEN NASABAH

(KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES)

DALAM TRANSAKSI PERBANKAN PADA BANK MANDIRI

A. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Oleh Bank Dalam Melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Pada Transaksi Perbankan

Untuk melaksanakan prinsip mengenal nasabah dalam setiap kegiatannya, tentu saja setiap bank melakukan upaya-upaya atau melakukan berbagai usaha agar prinsip mengenal nasabah benar-benar diterapkan pada setiap transaksi perbankan yang dilakukan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh setiap bank dalam melaksanakan prinsip ini pada prinsipnya adalah sama, yaitu harus sesuai dengan pedoman standar yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai acuan dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah dalam transaksi perbankan.

Di dalam penulisan hukum ini, bank yang penulis maksud adalah PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh bank dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah di dalam setiap transaksinya, adalah sebagai berikut :

1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

(29)

baik untuk rekening perorangan maupun perusahaan. Bagi nasabah walk in customer

yang melakukan transaksi setoran tunai dan non tunai diatas 100 juta, diwajibkan mengisi formulir KYC (Know Your Customer).

Formulir KYC yang harus diisi oleh calon nasabah terdiri dari data pribadi calon nasabah secara lengkap, sama seperti halnya formulir CIF yang ada pada BRI, hanya penyebutannya saja yang berbeda. Khusus buat nasabah perusahaan, Bank Mandiri mewajibkan nasabah perusahaan tersebut mengisi formulir KYC yang memuat informasi tentang status hukum dari usaha yang dimaksud, yang dibuktikan dengan akte pendirian, izin usaha, alamat perusahaan, dan hal-hal lain sebagaimana halnya dengan nasabah perorangan. Seperti nama kuasa yang ditunjuk oleh perusahaan calon nasabah Bank Mandiri yang bersangkutan, alamat kuasa, tempat tanggal lahir dan informasi lain yang menyangkut data pribadi kuasa tersebut.

Selain hal di atas, Bank Mandiri juga melakukan langkah-langkah yang lebih spesifik untuk melaksanakan prinsip mengenal nasabah dan mencegah Bank Mandiri digunakan sebagai sarana pencucian uang, yaitu dengan melakukan cleansing data nasabah, membuat laporan pelaksanaan prinsip mengenal nasabah tiap bulannya, melakukan sosialisasi prinsip mengenal nasabah pada seluruh cabang-cabang dan seluruh karyawan Bank Mandiri, melakukan verifikasi data nasabah, pemantauan transaksi nasabah, bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan melaporkan apabila terjadi adanya transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) di Bank Mandiri.51

Prosedur identifikasi dan verifikasi data nasabah pada Bank Mandiri, yaitu, bahwa pada saat pembukaan rekening, petugas yang menerima nasabah (front office) harus

51

(30)

mencocokkan identitas nasabah, apakah asli atau palsu, dan juga mencocokkan jumlah penghasilan nasabah yang bersangkutan dengan pekerjaannya. Prosedur ini juga berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu, penyimpanan dana tidak sesuai dengan bisnis nasabah, transaksi keuangan yang tidak sesuai dengan bisnis nasabah, pelunasan kredit bermasalah dalam jumlah besar secara mendadak, dan transaksi keuangan lain yang dilakukan diluar kebiasaan nasabah yang bersangkutan. Khusus untuk nasabah perusahaan, petugas yang menerima nasabah (front office), harus mempertimbangkan kebenaran informasi yang berkaitan dengan bidang usaha perusahaan, laporan keuangan, omset usaha, dan lokasi perusahaan.

Bank Mandiri mengartikan transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction)

sebagai transaksi yang menyangkut dengan kegiatan pencucian uang, seperti transaksi hasil korupsi, penggelapan pajak, kegiatan terorisme, narkoba dan transaksi illegal lainnya. Proses pengidentifikasian transaksi yang mencurigakan (suspicions transaction)

pada Bank Mandiri adalah sebagai berikut :

1. Apabila transaksi tersebut tidak biasa (unusual transaction), yaitu tidak sesuai dengan karakteristik dan profil nasabah;

2. Transaksi tersebut telah dilakukan verifikasi oleh pihak bank;

3. Hasil verifikasi tidak dapat diyakini kebenarannya oleh pihak bank.52

Langkah-langkah yang dilakukan oleh kantor cabang Bank Mandiri apabila terdapat transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction), yaitu diawali dengan menanyakan kepada nasabah dengan bijak sambil melakukan penelitian tanpa sepengetahuan nasabah yang bersangkutan. Setelah itu, pihak bank melakukan verifikasi

  52 

(31)

data tentang identitas, pekerjaan dan bidang usaha, jumlah penghasilan, aktivitas transaksi normal, rekening lain yang dimiliki, dan tujuan pembukaan rekening. Dan apabita hasil verifikasi ini tidak dapat diyakini kebenarannya oleh pihak bank atau dengan kata lain mencurigakan, baik keterangan yang diperoleh dari nasabah meragukan, maka pihak bank akan melaporkan ke Compliance Group.

Untuk mencegah terjadinya transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction), Bank Mandiri melakukan pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah. Setiap kantor cabang Bank Mandiri wajib memonitor transaksi nasabah yang berjumlah 500 juta per hari atau kumulatif 500 juta, baik tunai maupun non tunai. Kantor cabang juga harus melaporkan transaksi yang tidak normal dari profil nasabah, baik debit maupun kredit. Selain itu, Bank Mandiri juga melakukan pelaporan transaksi keuangan tunai (cash transaction report) dan laporan transaksi yang mencurigakan (suspicions transaction report), yang sifatnya wajib bagi setiap cabang Bank Mandiri. Cabang Bank Mandiri harus melaporkan transaksi sebesar 500 juta yang sifatnya rutin, cukup satu kali, seperti pembayaran gaji, pembelian BBM, dan yang lainnya per nasabah kepada Hub. Manager (pimpinan cabang).

Setiap kantor cabang juga harus melaporkan transaksi nasabah walk in customer

sebesar 100 juta atau lebih setiap bulannya kepada Hub. Manager (pimpinan cabang). Nasabah walk in customer adalah nasabah tidak tetap Bank Mandiri, seperti nasabah yang melakukan transfer uang tetapi tidak memiliki rekening di Bank Mandiri.

Untuk transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi yang mencurigakan

(32)

Hub. Manager (pimpinan cabang), maka Hub. Manager harus melaporkan secara periodik paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya ke Compliance Group. Bank Mandiri akan melakukan pemblokiran terhadap transaksi yang mencurigakan (suspicions transaction) setelah dilakukannya verifikasi oleh pihak bank. Namun sebelum melakukan pemblokiran, terlebih dahulu harus dilaporkan pada Compliance Group dan kepada aparat penegak hukum, yaitu PPATK. Setelah mendapat izin dari PPATK, barulah transaksi tersebut dapat diblokir oleh pihak Bank Mandiri.

Selama Bank Mandiri cabang Imam Bonjol menjalankan kegiatannya di bidang jasa perbankan, Bank Mandiri belum pernah mengalami adanya transaksi yang mecurigakan (suspicious transaction). Agar kebijakan-kebijakan maupun ketentuan-ketentuan yang diwajibkan oleh Bank Mandiri tidak mendapat tanggapan negatif dari para nasabahnya. Bank Mandiri melakukan sosialisasi dan menyampaikan secara bijak kepada nasabah, bahwa ketentuan prinsip mengenai nasabah (know your customer principles) merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga tingkat kesehatan bank dan demi kelancaran transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabah. Di samping itu. Bank Mandiri juga memasang pamflet dan brosur-brosur mengenai prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.53

2. Praktek Terhadap Nasabah

Kewajiban bank untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) dalam setiap transaksi yang dilakukannya tentu saja berkaitan dengan nasabah bank itu sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa prinsip mengenal nasabah

53

(33)

mengharuskan bank untuk lebih mengenal profil nasabahnya dan bahkan harus meminta informasi yang sangat pribadi dari nasabah yang bersangkutan,

Prinsip mengenal nasabah akan terlaksana apabila nasabah bekerjasama dengan bank yang bersangkutan, dengan kata lain prinsip mengenal nasabah ini harus dilaksanakan secara bersama-sama antara bank dengan nasabahnya. Oleh karena itu, bank harus mensosialisasikan dengan sangat baik tentang pentingnya prinsip mengenal nasabah, agar nasabah tidak terganggu dengan adanya ketentuan ini.

Seorang nasabah Bank Mandiri, sebut saja Bapak Ali (bukan nama sebenarnya) yang mengatakan bahwa ketentuan prinsip mengenal nasabah ini bagus, agar seluruh nasabah yang menabung dapat merasa aman dan uang yang ditabungnya di bank tidak dicurigai. Ia juga menambahkan, bahwa tidak ada salahnya mengisi formulir KYC (Know Your Customer) kalau memang sudah aturannya begitu. Di samping itu ia mengatakan bahwa dengan adanya ketentuan prinsip mengenal nasabah tidak pernah mempersulit dirinya, dan ia merasa lancar-lancar saja dalam melakukan transaksinya di bank.

(34)

maka pihak bank harus curiga kenapa seseorang malah terganggu jika pertanyaan yang diajukan sesuai dengan bisnis yang ia lakukan.

Namun selama ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pihak banklah yang memberi angin segar kepada para nasabahnya yang melakukan transaksi yang mencurigakan

(suspicious transaction). Hal ini dikarenakan bank tidak mau kehilangan nasabah yang memiliki dana besar di bank, padahal dana yang dimiliki oleh nasabah yang bersangkutan belum jelas asal-usulnya.

B. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Bank Dalam Melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)

Dalam menerapkan suatu ketentuan yang baru, sudah pasti menimbulkan tanggapan yang berbeda-beda dari berbagai pihak. Baik itu tanggapan positif, maupun tanggapan dari pihak yang merasa keberatan dengan adanya ketentuan tersebut. Begitu juga halnya dengan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) yang merupakan suatu ketentuan yang relatif baru bagi dunia perbankan.

(35)

Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh bank dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah, yaitu berupa :

1. Calon nasabah tidak bersedia (keberatan) untuk mengisi formulir KYC (Know Your Customer) yang disediakan oleh pihak bank;

2. Calon nasabah tidak mengisi secara lengkap formulir KYC (Know Your Customer) yang disediakan, yaitu hanya menulis nama dan KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja;

3. Nasabah tidak jujur dalam mengisi formulir KYC (Know Your Customer) yang disediakan oleh pihak bank;

4. Dan terkadang, nasabah mengalihkan pembicaraan ketika ditanyakan informasi-informasi yang bersifat pribadi berkaitan dengan transaksi yang dilakukannya. Berkaitan dengan adanya hal yang bertolak belakang antara penerapan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) dengan asas kerahasiaan bank (bank secrecy), setiap bank pada umumnya berpedoman kepada Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa asas kerahasiaan bank tidak berlaku untuk kepentingan perkara pidana, perdata, perpajakan, utang-piutang, dan hal-hal lain yang disebutkan dalam Pasal 41, 42, 43 dan pasal 43 Undang-Undang Perbankan.

Khusus untuk Bank Mandiri, hal ini telah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan prinsip mengenal nasabah yang dituangkan dalam SK Direksi Bank Mandiri Nomor Kep. Dir/002/2002 yang disampaikan melalui Surat Edaran Bank Mandiri No. CSC. CLP/001/2002.54

54

(36)
(37)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Upaya-upaya yang dilakukan oleh bank dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah pada prinsipnya adalah sama, yaitu harus berdasarkan pada pedoman standar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Setiap calon nasabah yang mau membuka rekening pada bank, harus mengisi formulir KYC (Know Your Customer Principles)

(38)

2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh bank dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah pada transaksi perbankan, umumnya berasal dari hubungan bank dengan nasabahnya, yaitu berasal dari perilaku nasabah yang merasa keberatan untuk mengisi formulir KYC yang disediakan oleh bank. Dan kendala yang berkaitan dengan asas kerahasiaan bank (bank secrecy), setiap bank pada umumnya berpedoman pada Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa asas kerahasiaan bank tidak berlaku untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana, perdala, pajak dan hal-hal lain yang diatur dalam Pasal 41, 42, 43 dan pasal 43 Undang-Undang Perbankan.

B. Saran-saran

1. Perlunya pengawasan yang lebih intensif dari lembaga yang berwenang dalam mengawasi pelaksanaan prinsip mengenal nasabah yang dilakukan oleh setiap bank dalam setiap transaksi perbankan.

2. Perlunya sosialisasi tentang pentingnya penerapan prinsip mengenal nasabah dalam transaksi perbankan, tidak hanya pada para nasabah bank saja, tetapi pada seluruh masyarakat dan seluruh instansi yang terkait.

(39)

BAB II

TINJAUAN UMUM TRANSAKSl PERBANKAN

A. Pengertian Bank dan Transaksi Perbankan 1. Pengertian Bank.

Bank pertama didirikan di Indonesia oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1824 dengan nama Nederlandshe Handel Maatschappij (NHM) yang telah berubah menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII), sekarang sudah meleburkan diri menjadi Bank Mandiri. Selanjutnya pada tahun 1827 pemerintah Hindia-Belanda juga mendirikan

Dejavasche Bank yang sekarang dikenal sebagai Bank Indonesia.9

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, untuk selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perbankan, pengertian bank diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian bank ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Perbankan.

Pengertian bank juga dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya yaitu:

a) Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan: Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.

b) Somary berpendapat, bahwa, bank adalah suatu badan yang berfungsi sebagai pengambil dan pemberi kredit, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.10

9

Widjanarto, 1993, Hukum dan Ketentuan Perbankan Indonesia, Grafiti, Jakarta, hal. 3.

10

(40)

Dari beberapa definisi bank yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa bank merupakan tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam lalu lintas pembayaran, yang mempunyai kegiatan untuk menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit serta jasa-jasa perbankan lainnya yang bertujuan untuk memperlancar lalu lintas pembayaran.

Dalam Undang-Undang Perbankan, diatur bahwa jasa yang dapat diberikan oleh suatu bank haruslah sesuai dengan jenisnya. Bank tidak boleh menawarkan jasa-jasa perbankan yang tidak sesuai dengan jenis banknya. Dengan demikian, jenis suatu bank menentukan usaha jasa perbankan yang dapat diberikan kepada masyarakat, Di dalam Undang-undang Perbankan, khususnya Pasal 3 dan Pasal 4, dijelaskan secara umum fungsi bank di Indonesia yang berkaitan dengan tujuan perbankan itu sendiri, yaitu:

1). Sebagai financial intermediary, dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat;

2). Sebagai agent of development yang bertujuan untuk menunjang pembangunan nasional sebagai bagian dari tugas penyelenggara negara.

Dilihat dari kegiatan lembaganya, bentuk jasa perbankan dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Financial. Intermediary atau lembaga perantara keuangan, sebagai bentuk kegiatan utamanya dan dari kegiatan ini bank mendapatkan bunga.

2. Delivery System, yaitu bentuk kegiatan bank di bidang administrasi dan layanan. Dari kegiatan ini bank mendapatkan imbalan (fee).11

11

(41)

Kelembagaan bank ini ditata kembali dalam struktur yang lebih sederhana oleh Undang-undang Perbankan, yaitu dengan membedakan bank menurut jenisnya menjadi 2 jenis, yaitu;

a. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan demikian Bank Umum merupakan bank pencipta uang giral.

b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lain lintas pembayaran. Dengan kata lain Bank Perkreditan Rakyat bukanlah pencipta uang giral.12

Oleh karena itu, ada beberapa usaha jasa perbankan yang hanya dapat diberikan oleh sebuah Bank Umum, tetapi tidak boleh diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat. Misalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dilarang menerima simpanan berupa giro, dan ikut serta dalam lain lintas pembayaran, juga dilarang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.13

Bank juga dapat dibagi berdasarkan kepemilikannya, yaitu:

1. Bank Umum Milik Negara, yaitu bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan Undang-undang.

2. Bank Umum Swasta, yaitu bank yang hanya dapat didirikan dan menjalankan usahanya setelah mendapat ijin dari Menteri Keuangan. Ketentuan Bank Umum Swasta diatur dalam Pasal 16, 21, dan Pasal 22 Undang-undang Perbankan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1061/KMK00/1988.

3. Bank Campuran, yaitu bank umum yang didirikan bersama-sama oleh satu/lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI, dengan satu/lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. Ketentuan Bank Campuran diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Perbankan

4. Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu bank milik pemerintah daerah. Berdasarkan Pasal 54 Undang-undang Perbankan bentuk Bank Pembangunan Daerah akan disesuaikan menjadi Bank Umum sesuai dengan Undang-undang Perbankan.

12

Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 63

13

(42)

Dikarenakan BPD hanya berlaku untuk jangka waktu satu tahun sejak berlakunya UU Perbankan.14

2. Pengertian Transaksi Perbankan.

Kata transaksi berasal dari bahasa Inggris yaitu transaction yang berarti perjanjian. Dalam Black's Law Dictionary, kata transaction diartikan sebagai berikut:

”Any activity involving two or more persons” atau juga diartikan sebagai ”The act or instance of conducting business or other dealings”, Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan transaksi sebagai pelunasan (pemberesan) pembayaran (seperti dalam bank).

Jika dilihat dalam UU Perbankan sendiri, kata transaksi maupun istilah transaksi perbankan tidak dapat ditemukan. Oleh karena itu, pengertian transaksi perbankan yang digunakan penulis adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu pelunasan (pemberesan) atau pembayaran yang dilakukan di suatu bank.

Di dalam UU Perbankan khususnya Pasal 6, dapat diketahui bahwa usaha-usaha yang dapat dijalankan oleh Bank Umum sangat banyak sekali. Tidak hanya berupa masalah pembayaran dan kredit saja, akan tetapi juga beberapa jasa-jasa di bidang lainnya, seperti penitipan, surat berharga, pembiayaan dan kegiatan lainnya. Dengan banyaknya usaha-usaha yang dapat dijalankan oleh suatu Bank Umum, maka pengertian transaksi perbankan tidak hanya berkaitan dengan pelunasan atau pembayaran saja. Tetapi merupakan pemberesan perjanjian antara nasabah dengan bank yang bersangkutan. Perjanjian ini berkaitan dengan usaha kegiatan yang dikelola oleh suatu bank.

14

(43)

Menurut hemat penulis, istilah transaksi perbankan muncul karena perkembangan dari jenis usaha kegiatan bank yang makin lama semakin berkembang. Jadi transaksi perbankan hanya masalah yang berkaitan dengan pemakaian istilah saja dari jenis-jenis usaha kegiatan bank menjadi istilah transaksi perbankan yang pada dasarnya punya pengertian yang sama. Bank yang penulis maksud dalam penulisan hukum ini adalah Bank Umum.

Bentuk dan jenis usaha kegiatan yang dapat dilakukan oleh suatu bank diatur dalam Pasal 6 UU Perbankan, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa bank tidak hanya bergerak untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit, tetapi juga bisa menyediakan jasa layanan perbankan lainnya, seperti: menerbitkan surat pengakuan hutang, kegiatan penitipan, surat berharga, anjak piutang dan kegiatan lainnya sebagaimana telah diatur dalam UU Perbankan, dikarenakan semakin majunya teknologi, maka jenis kegiatan bank juga semakin berkembang. Tidak hanya terbatas pada yang sudah diatur dalam UU Perbankan khususnya Pasal 6, tetapi juga berkembang dalam bentuk lain, seperti: internet banking, phone banking, ATM atau yang lebih dikenal dengan perbankan elektronik.

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa istilah transaksi perbankan merupakan sebutan lain dari kegiatan usaha bank. Maka untuk selanjutnya penulis akan menggunakan istilah transaksi perbankan.

B. Jenis-Jenis Transaksi Perbankan

(44)

kaitan yang sangat erat dengan penerapan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles), yaitu:

1. Penghimpun Dana.

Untuk dapat menjalankan usahanya sudah pasti bank membutuhkan dana. Sumber dana dari suatu bank dapat berasal dari bank itu sendiri, yaitu berasal dari para pemegang sahamnya. Hal ini dikarenakan bank merupakan bentuk dari suatu Perseroan Terbatas (PT). Selain dana yang berasal dari para pemegang saham, bank juga memperoleh dana dari masyarakat, yaitu melalui jasa-jasa bank yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat dengan tujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat.

Dalam kegiatan penghimpun dana, bank biasanya memberikan berbagai tawaran yang menarik, baik itu berupa hadiah, kemudahan transaksi dan khususnya bunga yang tinggi untuk jenis tabungan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan minat masyarakat agar menanamkan dananya di bank. Dengan banyaknya dana masyarakat yang ditanamkan pada bank yang bersangkutan, maka akan semakin banyak keuntungan yang akan diperoleh oleh bank. Dana masyarakat inilah yang akan digunakan oleh bank untuk mendukung terlaksananya kegiatan transaksi perbankan yang dilakukan pada suatu bank. Oleh karena itu, bank terkadang seakan-akan memperlonggar ketentuan yang sudah ada hanya untuk mendapatkan dana dari masyarakat.

Beberapa transaksi perbankan yang termasuk dalam kegiatan penghimpun dana adalah:

1.1 Simpanan Giro.

(45)

giro dengan bilyet giro, yang kedua hal ini sama sekali memiliki pengertian yang berbeda. Oleh karena itu, terlebih dahulu kita akan membahas apa yang dimaksud dengan giro, bilyet giro dan hal-hal lainnya yang terkait dengan rekening giro.

Ada tiga hal penting yang harus dimengerti dalam masalah giro, yaitu rekening giro itu sendiri, bilyet giro dan cek. Pengertian giro dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 UU Perbankan yang menyatakan bahwa giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Giro hanya bisa dikelola oleh Bank Umum, dengan kata lain giro bukan merupakan produk dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Sementara itu, bilyet giro adalah salah satu jenis warkat perbankan yang disediakan untuk menarik dana yang tersimpan dalam simpanan giro. Bilyet giro merupakan warkat pendukung giro yang keduanya saling berkaitan dan punya fungsi yang berbeda dalam kegiatan perbankan. Oleh karena itu, seharusnya antara giro dan bilyet giro tidak disamakan pengertiannya.15

Adapun pengertian cek dalam giro pada dasarnya sama dengan bilyet giro, yaitu sebagai warkat perbankan yang disediakan untuk menarik dana yang tersimpan dalam rekening giro. Namun cek merupakan surat perintah pembayaran sedangkan bilyet giro surat perintah pemindahbukuan dana. Di samping itu, cek merupakan warkat yang dapat langsung diuangkan di bank. Sedangkan bilyet giro merupakan warkat yang tidak dapat langsung diuangkan, tetapi harus disetorkan lebih dulu dalam rekening. Barulah setelah itu dapat dicairkan atau diuangkan.16

15

M. Bahsan, 2005, Giro dan Bilyet Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13

16

(46)

Dalam rekening giro, bank biasanya tidak memberikan bunga. Walaupun ada, biasanya dalam jumlah kecil dan sering disebut dengan istilah "jasa giro". Di beberapa bank lain ada yang menggunakan istilah "bunga giro". Selain memberikan jasa giro, bank juga mengenakan biaya administrasi yang langsung dipotong dari rekening giro setiap bulannya. Biaya ini sebagai timbal balik dari pelayanan yang diberikan oleh bank. Dengan memiliki rekening giro, tiap bulannya nasabah akan mendapatkan rekening koran yang berisi jumlah uang keluar masuk dari rekening giro yang bersangkutan. Oleh karena itu rekening giro juga sering disebut dengan rekening koran.

Ada hal yang harus diperhatikan oleh bank dalam mengelola rekening giro, khususnya yang berkaitan dengan masalah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle). Hal tersebut adalah tindakan penerimaan nasabah sebagai salah satu dari tindakan pelaksanaan dari pengelolaan rekening giro.

Dalam menerima nasabah, bank wajib melakukan penilaian atas calon nasabah dan permohonannya sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Salah satunya yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/2 I/PBI/2003. PBI ini mengharuskan bank sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah wajib meminta:

a. Identitas calon nasabah;

(47)

d. Identitas pihak lain.17

Berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) ini, bank sering mengalami kesulitan mengusut asal-usul dana yang disalurkan melalui rekening giro. Pengusutan yang dilakukan oleh bank sering dianggap sebagai pelayanan yang tidak menyenangkan, sehingga mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan usaha antara bank dengan nasabahnya. Selain itu, bank juga kesulitan untuk menolak calon nasabah yang tidak memenuhi ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah.

Ketentuan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini dimaksudkan untuk menghindari risiko-risiko yang muncul dari kegiatan usaha perbankan itu sendiri, khususnya rekening giro. Risiko tersebut berupa risiko pasar, risiko likuiditas, risiko hukum dan risiko reputasi. Berkaitan dengan risiko pasar, dengan adanya perubahan jasa giro dan nilai tukar sebagai akibat pergerakan pasar akan menimbulkan risiko bagi bank yang bersangkutan. Ketidakmampuan bank dalam mengumpulkan dana dalam bentuk rekening giro dan tidak hati-hati dalam pembuatan perjanjian pembukaan rekening giro, akan menimbulkan risiko likuiditas dan risiko hukum bagi bank yang bersangkutan. Sedangkan risiko reputasi muncul apabila bank tidak profesional dalam melayani nasabah, sehingga menimbulkan kerugian dan kekecewaan nasabah yang berkepentingan. 1.2. Tabungan.

Tabungan merupakan bentuk transaksi perbankan yang paling sederhana. Cukup hanya dengan menyetor sejumlah uang yang ditentukan kita sudah bisa mempunyai

17

(48)

rekening tabungan di bank. Biasanya jumlah uang yang harus disetor tidak terlalu besar, dan prosedur dalam pembukaan rekening tabungan juga tidak berbelit-belit.

Tabungan adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya dapat dilakukan kapan saja. Seiring dengan majunya teknologi, saat ini tabungan tidak saja digunakan sebagai sarana menyimpan uang saja, tetapi juga ditambah dengan fasilitas lain yang sebenarnya sudah agak diluar dari maksud dari menabung itu sendiri. Contohnya seperti fasilitas ATM, debet yang sering digunakan untuk membayar belanja bulanan nasabah yang bersangkutan.

Pengertian tabungan/saving disebutkan dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perbankan. Tabungan dalam Undang-Undang Perbankan diartikan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Kepada nasabah yang menabung akan diberikan buku tabungan sebagai bukti telah menyimpan dananya di bank. Buku tabungan tersebut berisi besarnya dana yang disimpan dan juga ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara bank dengan nasabah.

(49)

bunga tentunya bank juga akan mengenakan biaya administrasi setiap bulannya sebagai timbal balik atas pelayanan yang diberikan oleh bank.18

Penyelenggaraan tabungan dimulai pada tahun 1969 dengan program tabungan berhadiah, kemudian pada tahun 1971 diselenggarakan Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional) dan Taska (Tabungan Asuransi Berjangka).19 Namun saat ini, tabungan yang diselenggarakan oleh Bank sangat banyak jenisnya, dengan berbagai macam nama serta ketentuan yang berbeda-beda pada masing-masing bank. Misalnya saja, BRITAMA oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), BNI Taplus Oleh Bank Negara Indonesia (BNI). Tabungan Mandiri oleh Bank Mandiri, dan berbagai jenis tabungan lainnya.

Banyaknya jenis tabungan yang berkembang dan dikelola oleh bank umum maupun bank swasta lainnya, dikarenakan sejak Oktober 1988 atau lebih dikenal dengan Paket Oktober 1988 (Pakto 88) semua bank di Indonesia termasuk bank asing dan bank swasta diperkenankan untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.20

1.3. Deposito.

Pada prinsipnya deposito ini sama dengan simpanan tabungan, hanya saja deposito tidak dapat ditarik kapan saja dan setoran awalnya juga lumayan besar. Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja. Lebih jelas lagi pengertian deposito disebutkan dalam

18

Safir Senduk, “Mengenal Produk Simpanan Di Bank” www.perencanakeuangan.com, diakses tanggal 28 Oktober 2008.

19

Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 233

20

(50)

pasal 1 angka 7 Undang-Undang Perbankan. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jadi penarikan simpanan deposito waktunya ditentukan berdasarkan perjanjian nasabah dengan bank.

Misalnya, jika menabung deposito yang berjangka 3 (tiga) bulan, maka penarikannya juga setelah 3 (tiga) bulan berlalu. Tentunya bank juga memberikan bunga yang bisa dinikmati pada saat deposito jatuh tempo. Seperti halnya pada tabungan dan giro, bank juga mengenakan biaya administrasi sebagai timbal balik atas jasa yang diberikan oleh bank. Namun pada deposito biaya administrasi tidak dikenakan tiap bulannya, tetapi pemotongan berupa pajak deposito yang diperhitungkan dari bunga deposito.21

Dalam transaksi perbankan yang berbentuk deposito ini, bank pada umumnya menawarkan bunga yang tinggi. Hal ini dikarenakan bank ingin menarik minat masyarakat agar menanamkan dananya pada bank yang bersangkutan, mengingat jumlah dana yang harus dikeluarkan oleh masyarakat cukup besar apabila ingin membuka suatu rekening deposito. Ditambah lagi masyarakat tidak bisa menarik dananya setiap saat, melainkan sesuai jangka waktu yang telah disepakati.

Di samping itu, sejak dikeluarkannya ketentuan Bulan Desember 1989, semua bank bebas menentukan bunga deposito masing-masing.22

Ketentuan dalam kebijakan penerimaan nasabah dalam setiap transaksi perbankan juga berlaku pada deposito. Sebelum seseorang membuka rekening deposito pada suatu

21

Safir Senduk, “Mengenal Produk Simpanan Di Bank” www.perencanakeuangan.com, diakses tanggal 28 Oktober 2008.

22

Referensi

Dokumen terkait