PEMERIKSAAN FORMALIN PADA BAKSO YANG DIJUAL DI SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH:
FERINA Y GINTING NIM 040804044
FAKULTAS FARMASI
PEMERIKSAAN FORMALIN PADA BAKSO YANG DIJUAL DI SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FERINA Y GINTING NIM 040804044
FAKULTAS FARMASI
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
Lembar Pengesahan Skripsi
PEMERIKSAAN FORMALIN PADA BAKSO YANG DIJUAL DI SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN
OLEH:
FERINA Y GINTING NIM 040804044
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: November 2010
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof.Dr.Jansen Silalahi, MApp.Sc., Apt. Prof.Dr.rer.nat.Effendy De Lux Putra SU,Apt. NIP 195006071979031001 NIP 195306191983031001
Prof.Dr.Jansen Silalahi, MApp.Sc.Apt. Pembimbing II, NIP 195006071979031001
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195008281976032002 NIP 195006221980021001
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si.,Apt. NIP 195001261983031002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas kasih
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan
skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang
tua tercinta, Papa U. Ginting dan Mama H. Br Purba, juga kepada adik-adik
tersayang Felix Ivan Ginting dan Cindy Jessica Br Ginting, serta seluruh keluarga
besar atas doa, dukungan dan cinta kasih yang senantiasa mengiringi perjalanan
hidup penulis.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr.Jansen Silalahi, MApp.Sc., Apt dan Ibu Prof. Dr. Siti Morin
Sinaga, M.Sc., Apt sebagai dosen pembimbing atas segala arahan serta
nasehat selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof.Dr.rer.nat.Effendy De LuPutra,Apt., Bapak Drs. Muchlisyam,
M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si.,Apt., sebagai tim
penguji yang sangat banyak memberi masukan dan saran atas skripsi ini.
4. Ibu Dra. Nazliniwaty M.Si.,Apt., sebagai dosen penasehat akademik atas
segala nasehat dan bimbingannya selama proses perkuliahan.
6. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku Kepala Laboratorium Kimia Farmasi
Kualitatif, Bapak Drs. Nahitma Ginting M.Si.,Apt., selaku Kepala
Laboratorium Sintesa Bahan Obat atas bimbingannya dan seluruh fasilitas
yang diberikan selama proses penelitian dan juga kepada para asisten: Andi,
Rianti, Harry, Hermin, Syabi, Uul, Ida, Rio, Niki, Yuyun, dan surya yang
telah membantu penulis selama penelitian.
7. Sahabat-sahabat terbaik penulis : Fero, Monda, Titin, Renni, Kak Esmika, Kak
Siska (kelompok kecil Sola Gratia), Pasukan CABE LOTISS : Lowysa,
Fanny, Krisna, Adelina, Irma, Katarin, Ame, Trisna, Yessy, Corry, Eva,
Parna, Jonerikson, Linghuat, Lambok, Adik-adik Farmasi 2007, Parlin, Arifin,
Rotamba, Abang Johnson, serta yang terkasih Hardin W.H Parhusip untuk
semua dukungan dan semangat yang diberikan dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
8. Adik-adik kelompok kecilku yang telah memberikan semangat dan doa :
Santa, Melati, Cory dan Triwati.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga membutuhkan banyak masukan. Namun demikian, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang farmasi.
Medan, Oktober 2010 Penulis,
ABSTRAK
Penggunaan formalin sudah dilarang dalam makanan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168 tahun 1999, tetapi kenyataannya masih
banyak makanan termasuk bakso yang mengandung formalin. Tujuan penelitian
ini adalah untuk memeriksa formalin yang terdapat pada bakso yang dijual di
sekolah dasar di kota Medan.
Dua puluh satu sampel yang dianalisis diambil dari dua puluh satu Sekolah
Dasar yang tersebar di dua puluh satu kecamatan. Pemeriksaan kualitatif
dilakukan menggunakan pereaksi asam kromatropat menghasilkan perwarnaan
violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak
menggunakan pereaksi Nash pada panjang gelombang 412 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh sampel positif mengandung
formalin. Kadar yang diperoleh berkisar antara 20,71 mcg/g hingga 49,44 mcg/g,
dimana kadar yang paling rendah terdapat di SD Negeri 060794 dan kadar yang
paling tinggi terdapat di SD Swasta Mardi Lestari. Hasil perolehan kembali yang
diperoleh adalah 114,05% dengan batas deteksi sebesar 0,05 mcg/ml dan batas
ABSTRACT
Formaline is not allowed to add in foods according to Regulation of the
Minister of Health number 1168 in 1999 but in fact, there is some food products
including meat balls contain formaline. The purpose of this research was to
examine formaline in the meat balls on sale in elementary school in Medan.
Twenty one samples analyzed collected from twenty one elementary
schools located in twenty one districts. Qualitative examination conducted by
Chromotropic Acid reagent producing violet in colour.Quantitative analysis was
carried out by visible spectrofotometric method using Nash reagent at maximum
wavelength of 412 nm.
Research results indicated that there were seven samples contained
formaline. The levels of formaline ranged from 20.71 mcg/g to 49.44 mcg/g,
where minimum concentration was in sample obtained from state elementary
school 060794 and maximum level was in that one from elementary school Mardi
Lestari. Recovery result was 114.05% with limit of detection 0.05 mcg/ml and
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ...ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN ... 4
3.1 Alat-Alat ... 4
3.2 Bahan-Bahan ... 4
3.3 Sampel ... 4
3.4 Pembuatan Pereaksi... 5
3.5 Prosedur Penelitian ... 6
3.5.1 Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N... 6
3.5.3 Penetapan Kadar Formalin Baku Pembanding ... 7
3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel ... 7
3.5.5 Penetapan Kadar Formalin ... 8
3.5.5.1 Penentuan Kurva Absorbansi dari Larutan Formalin ... 8
3.5.5.2 Penentuan Waktu Kerja Larutan Formalin... 8
3.5.5.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Formalin ... 9
3.5.6 Penentuan Kadar Formalin Pada Sampel ... 9
3.6 Uji Validasi ... 10
3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali... 10
3.6.2 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 11
3.7 Analisa Data Secara Statistik ... 11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13
4.1 Kadar Larutan Baku Formalin ... 13
4.2 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel ... 13
4.3.Kurva Absorbansi Larutan Formalin... 15
4.4 Kurva Waktu Kerja Larutan Formalin ... 15
4.5 Kurva kalibrasi Larutan Formalin ... 17
4.6 Kadar Formalin Pada Sampel ... 18
4.7 Uji Validasi ... 19
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20
5.1 Kesimpulan ... 20
5.2 Saran ... 20
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Analisa Kualitatif Formalin
Dalam Sampel yang Diperiksa ... 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kurva Serapan Maksimum Larutan Formalin dengan
Konsentrasi 2 ppm secara Spektrofotometri Sinar Tampak
Pada Panjang Gelombang 360-460 nm ... 16
Gambar 2. Kurva Waktu Kerja Larutan Formalin ... 16
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Formalin dengan Berbagai Konsentrasi secara Spektrofotometri Sinar Tampak
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N ... 23
Lampiran 2. Perhitungan Pembakuan Asam Klorida 1 N ... 24
Lampiran 3. Perhitungan Pembakuan Larutan Formaldehida
Secara Titrasi Asam-Basa ... 25
Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Larutan Formaldehida 1000 ppm .. 26
Lampiran 5. Data Panjang Gelombang Maksimum
Larutan Formaldehida ... 27
Lampiran 6. Data Pengamatan Waktu Kerja Larutan Formaldehida ... 28
Lampiran 7. Data Kurva Kalibrasi Larutan Formaldehida pada Panjang Gelombang 412 nm dan Nilai Koefisien
Determinasi ( r2) ... 29
Lampiran 8. Perhitungan Persamaan Regresi ... 30
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Formaldehida pada Sampel ... 31
Lampiran 10. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
SD Swasta Antonius V ... 32
Lampiran 11. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
SD Negeri 060794 ... 34
Lampiran 12. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
SD Negeri 060910 ... 36
Lampiran 13. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
SD Negeri 060877 ... 39
Lampiran 14. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
Lampiran 15. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
SD Negeri 060890 ... 43
Lampiran 16. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada Sampel Bakso pada
SD Negeri 070788 ... 45
Lampiran 17. Hasil Analisa Kadar Formalin dalam Sampel ... 47
Lampiran 18. Perhitungan Perolehan Kembali (%) Kadar Formalin
Pada Sampel Bakso pada SD Negeri 060877 ... 49
Lampiran 19. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 50
Lampiran 20. Tabel distribusi t ... 51
Lampiran 21. Hasil Pengujian Kualitatif Bakso yang Dijual
ABSTRAK
Penggunaan formalin sudah dilarang dalam makanan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168 tahun 1999, tetapi kenyataannya masih
banyak makanan termasuk bakso yang mengandung formalin. Tujuan penelitian
ini adalah untuk memeriksa formalin yang terdapat pada bakso yang dijual di
sekolah dasar di kota Medan.
Dua puluh satu sampel yang dianalisis diambil dari dua puluh satu Sekolah
Dasar yang tersebar di dua puluh satu kecamatan. Pemeriksaan kualitatif
dilakukan menggunakan pereaksi asam kromatropat menghasilkan perwarnaan
violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak
menggunakan pereaksi Nash pada panjang gelombang 412 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh sampel positif mengandung
formalin. Kadar yang diperoleh berkisar antara 20,71 mcg/g hingga 49,44 mcg/g,
dimana kadar yang paling rendah terdapat di SD Negeri 060794 dan kadar yang
paling tinggi terdapat di SD Swasta Mardi Lestari. Hasil perolehan kembali yang
diperoleh adalah 114,05% dengan batas deteksi sebesar 0,05 mcg/ml dan batas
ABSTRACT
Formaline is not allowed to add in foods according to Regulation of the
Minister of Health number 1168 in 1999 but in fact, there is some food products
including meat balls contain formaline. The purpose of this research was to
examine formaline in the meat balls on sale in elementary school in Medan.
Twenty one samples analyzed collected from twenty one elementary
schools located in twenty one districts. Qualitative examination conducted by
Chromotropic Acid reagent producing violet in colour.Quantitative analysis was
carried out by visible spectrofotometric method using Nash reagent at maximum
wavelength of 412 nm.
Research results indicated that there were seven samples contained
formaline. The levels of formaline ranged from 20.71 mcg/g to 49.44 mcg/g,
where minimum concentration was in sample obtained from state elementary
school 060794 and maximum level was in that one from elementary school Mardi
Lestari. Recovery result was 114.05% with limit of detection 0.05 mcg/ml and
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keracunan dapat terjadi karena banyak hal, salah satunya disebabkan oleh bahan kimia. Banyak bahan kimia yang dilarang, ditambahkan ke dalam makanan
akan menyebabkan keracunan (Yuliarti, 2007). Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No.1168 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan No. 722 tahun 1988, ada beberapa bahan tambahan yang dilarang
digunakan dalam makanan antara lain Asam borat, formalin, dietilpirokarbonat,
kalium klorat (Menteri Kesehatan, 1999). Hasil uji Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM) pada tahun 2005 terhadap makanan jajanan anak yang
dijual di sekolah dasar di 18 propinsi, menunjukkan adanya kandungan bahan
kimia yang berbahaya di dalam sejumlah jajanan anak yaitu: boraks, formalin
dalam jajanan berupa kue, gorengan, bakso, kerupuk, tahu dan mi (Rachmawati,
2006). Formalin juga ditemukan dalam ikan asin dan ebi (Pane, 2008).
Tujuan penambahan formalin pada makanan adalah sebagai pengawet
sekaligus sebagai pengenyal pada mi basah dan bakso. Penyalahgunaan formalin
pada makanan ini selain disebabkan harganya yang sangat murah dan mudah
didapatkan, juga disebabkan karena minimnya pengetahuan produsen tentang
bahaya penggunaan formalin pada makanan. Keracunan formalin dapat
menyebabkan gangguan pada pencernaan, iritasi lambung, alergi dan formalin
Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS) formalin
yang boleh masuk ke dalam tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa
adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari (Anonima, 2006). Bila terhirup akan segera
diabsorpsi ke paru-paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala,
rhinitis, rasa terbakar dan lakrimasi (Widyaningsih & Murtini, 2006). Keracunan
formalin dapat terjadi melalui makanan, salah satunya adalah bakso sebagai
jajanan anak-anak sekolah dasar. Ketertarikan anak-anak sekolah dasar membeli
bakso dikarenakan harganya yang murah dan rasanya yang enak, sehingga
anak-anak sekolah dasar menyukai makanan ini.
Pemeriksaan formalin secara kualitatif dapat dilakukan dengan
menambahkan asam kromatropat dalam asam sulfat pekat dengan pemanasan
beberapa menit akan terjadi warna violet (Schunack, Mayer & Haake, 1990).
Penentuan kadar formalin dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain
titrasi volumetri asam-basa (Ditjen POM, 1979) dan spektrofotometri sinar
tampak menggunakan pereaksi Nash (Herlich, 1990).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa formalin dalam makanan
jajanan anak sekolah dasar dan jajanan yang diperiksa adalah bakso secara
spektrofotometri sinar tampak.
1.2 Perumusan Masalah
- Apakah terdapat formalin pada bakso yang dijual di Sekolah-sekolah Dasar
di Kota Medan
- Apakah kadar formalin yang terdapat pada sampel masih dalam batas yang
1.3 Hipotesis
- Terdapat formalin pada bakso yang dijual di Sekolah-sekolah dasar di Kota
Medan
- Kadar formalin yang terdapat pada sampel masih dalam batas yang
diperbolehkan masuk kedalam tubuh per harinya
1.4 Tujuan Penelitian
- Memeriksa formalin pada bakso yang dijual di Sekolah Dasar di Kota
Medan secara kualitatif dan kuantitatif
- Mengetahui kadar formalin yang terdapat pada sampel masih dalam batas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan pangan
Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk
menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang
tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak dan
konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang
diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan Bahan
Tambahan Makanan (BTM) atau yang sekarang lebih dikenal dengan Bahan
Tambahan Pangan (BTP) (Widyaningsih & Murtini, 2006). Pengertian Bahan
Tambahan Pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan
ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi,
2006).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan
Tambahan Pangan yang diizinkan adalah Antioksidan, Antikempal, Pengatur
keasaman, Pemanis Buatan, Pemanis Buatan, Pengemulsi, pemantap, dan
pengental, Pengawet, Pengeras, Pewarna, Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat
2.2 Bahan Pengawet
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme (Menteri Kesehatan, 1988). Bahan pegawet
umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah
rusak, karena bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi
(Cahyadi, 2006).
Zat pengawet terdiri dari senyawa anorganik dan organik. Contoh zat
pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, nitrit dan nitrat.
Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Zat pengawet organik yang sering digunakan untuk
pengawet adalah asam propionat, asam benzoat, asam sorbat (Cahyadi, 2006).
Bahan pengawet digunakan untuk mengawetkan pangan dengan tujuan
untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Himpunan Alumni
Fateta, 2005). Tidak menjadi masalah, jika makanan tersebut menggunakan
pengawet yang tepat (menggunakan pengawet makanan yang dinyatakan aman),
Tetapi pada kenyataannya banyak ditemukan bahan pengawet yang dilarang
digunakan dalam makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168 Tahun
1999 antara lain Asam boraks, formalin, Asam salisilat dan garamnya, Kalium
klorat, Kloramfenikol, Dietilkarbonat, dan kalium Bromat (Menteri Kesehatan RI,
1999).
2.3 Formalin
Larutan formalin mengandung formaldehida dan metanol sebagai
dari 38,0%. Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan.
Formalin larut dalam air dan dengan etanol 95% (Ditjen POM, 1979) dan
memiliki rumus bangun seperti Gambar 1.
Gambar 1. Rumus Bangun Formalin
Formalin merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang
pada suhu normal dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau
pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air
dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986). Larutan formalin
pada pendingin membentuk kristal trimer siklik sebagai trioksimetilen
(1,3,5-trioxan) yang larut dalam air (Schunack, Mayer & Haake, 1990). Penyimpanan
dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada
suhu diatas 200C (Ditjen POM, 1979). LD50 untuk formalin secara oral pada tikus
adalah 0,80g/kg (Windholz et al, 1983).
Formalin dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai desinfektan dan juga sebagai bahan pengawet.
Sebagai desinfektan, formalin dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal,
gudang dan pakaian (Anonimb, 2010).Formalin juga digunakan sebagai germisida
dan fungisida tanaman dan buah-buahan, dan banyak digunakan dalam industri
O
C
tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut. Dalam bidang farmasi formalin
digunakan sebagai pendetoksifikasi toksin dalam vaksin, dan juga untuk obat
penyakit kutil karena kemampuannya merusak protein (Cahyadi, 2006). Di dalam
industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa
hidup di sisik ikan (Yuliarti, 2007).
2.3.1 Dampak Terhadap Kesehatan
Semua substansi atau zat pada dasarnya adalah racun, tidak ada satupun
yang tidak beracun. Perbedaan dosis yang tepat membedakan racun dan obat
(Klaassen, 2008). Demikian juga dengan formalin yang dapat menjadi racun bagi
tubuh pada paparan tertentu.
Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap, kontak
langsung dengan larutan yang mengandung formalin atau dengan jalan memakan
atau meminum makanan yang mengandung formalin (Cahyadi, 2006). Uap
formalin bisa saja terhirup dari lingkungan sekitar. Misalnya polusi yang
dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik mengandung formalin yang kemudian
masu ke dalam tubuh (Yuliarti, 2007). Jika formalin terhirup (inhalasi) lewat
pernafasan akan segera diabsorpsi ke paru-paru dan menyebabkan paparan akut
berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar dan lakrimasi, bronkhitis, edema
pulmonari atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronkhus dan menyebabkan
akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi,
asma dan dermatitis (Widyaningsih & Murtini, 2006). Uap dari larutan formalin
menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata dan tenggorokan apabila
Kontak langsung dengan larutan formalin mungkin untuk menyebabkan
iritasi pada kulit (Cahyadi, 2006). Jika lewat penelanan (ingestion) sebanyak 30
ml (2 sendok makan) dari larutan formalin dapat menyebabkan kematian, hal ini
disebabkan sifat korosif formalin terhadap mukosa saluran cerna lambung, disertai
mual, muntah, nyeri, pendarahan. Jika terpapar terus menerus dapat menyebabkan
kerusakan pada hati, ginjal dan jantung (Widyaningsih & Murtini, 2006).
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
paparan limit yang direkomendasikan untuk para pekerja adalah 0,016 ppm
selama periode 8 jam, sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm dan menurut
International programme on Chemical Safety, ambang batas aman formalin di
dalam tubuh adalah 1 mg/L, dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau
dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang
boleh masuk kedalam tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah
1,5 mg hingga 14 mg per hari. NIOSH juga menyatakan formalin berbahaya bagi
kesehatan pada kadar 20 ppm (Anonima, 2006; Saraswati, Indraswari & Nurani,
2009).
2.4 Penyalahgunaan Formalin
Sebenarnya formalin secara alamiah terdapat dalam makanan seperti pada
udang halus (shrimp) dan roti (Schmidt & Rodrick, 2003) tetapi karena efek
toksik formalin yang sangat tinggi dan bersifat karsinogenik maka Badan POM
melarang penambahan formalin dalam makanan. Penyalahgunaan formalin dalam
makanan ditemukan oleh Badan POM pada tahun 2005 yang menguji makanan
jajanan anak di 195 Sekolah Dasar di 18 Propinsi. Dari 66 sampel bakso yang
sepuluh (10) sampel tahu yang dianalisis empat (4) diantaranya mengandung
formalin, selain jajanan tersebut dua (2) dari delapan (8) sampel mi yang
dianalisis juga mengandung formalin (Rachmawati, 2006).
Hasil serupa juga ditemukan oleh Badan POM pada Jajanan Anak Sekolah
di sekolah dasar di seluruh ibukota provinsi di Indonesia pada tahun 2006.
Hasilnya terdapat 5,76% mi yang mengandung formalin (434 sampel per
parameter) dan 2,53% bakso yang mengandung formalin (474 sampel per
parameter) (Anonimd, 2007).
Penyalahgunaan formalin tidak hanya ditemukan pada makanan jajanan
anak sekolah tapi juga pada makanan yang dijual di pasar. Pada tahun 2003
hingga 2005 Badan POM menemukan lebih dari separuh sampel mie (51%) dan
lebih dari seperlima (22%) tahu yang dianalisis mengandung formalin. Hanya satu
sampel pangan yang lain (bakso) mengandung formalin. Sebanyak 13 sampel mi
basah mengandung formalin (Anonime, 2004). Data kandungan formalin
berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Formalin Berdasarkan Jenis Pangan
Jenis Pangan
Jumlah sampel yang dianalisis
Tidak mengandung
formalin
Mengandung formalin
Mi (Basah) 103 50 (49%) 53 (51%)
Tahu 120 94 (78%) 26 (22%)
Lainnya 19 18 (99%) 1 (1%)
Total 242 162(67%) 80 (33%)
Sumber : (Anonim, 2004)
Formalin juga ditemukan pada ikan asin teri medan, ebi, ikan asin kristal,
pada ikan dencis (Pane, 2009; Tarigan, 2008). Kadar formalin pada masing-masing
sampel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar formalin pada masing-masing sampel
No. Sampel Kadar (mcg/g) Sumber
1 Ikan asin teri medan 13,66 1
2 Ebi 2,33 1
3 Ikan asin Kristal 4,76 1
4 Ikan gembung aso 16,22 2
5 Udang 70,75 2
6 Cumi-cumi segar 77,78 2
Sumber : 1 : Pane, 2009, 2: Tarigan 2008 2.5 Bakso
Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam,
ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan
utama garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng
dengan berat 25-30 g per butir. Setelah dimasak, bakso memiliki tekstur yang
kenyal sebagai ciri spesifiknya (Widyaningsih & Murtini, 2006). Ada tiga jenis
bakso yang biasa dijual di pasaran yaitu bakso daging, bakso urat (terbuat dari
urat sapi), dan bakso aci (terbuat dari tepung tapioka). Bakso yang baik adalah
bakso yang dibuat dari daging yang berkualitas yang biasanya mengandung 90%
daging dan 10% tepung tapioka (Cahyadi, 2006).
Bakso memiliki sifat keasaman yang rendah sehingga bakso tidak dapat
bertahan lama dan rentan terhadap kerusakan, sehingga bakso memiliki masa
Bakso juga mengandung protein yang tinggi dan memiliki kadar air yang
tinggi sehingga bakteri mudah berkembang biak (Cahyadi, 2006). Untuk
memperpanjang daya awet bakso dilakukan dengan mencelupkan bakso ke dalam
larutan formalin yang juga akan menyebabkan bakso menjadi lebih kenyal.
Penambahan larutan formalin kepada bakso akan membuat bakso tidak akan rusak
selama lima (5) hari pada suhu kamar (250C), teksturnya menjadi sangat kenyal
dan akan membuat aroma khas dari bakso tidak tercium (Anonimc, 2009).
2.6 Analisis Formalin dalam Makanan
Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat disertai
pemanasan beberapa menit akan terjadi pewarnaan violet (Herlich, 1990). Reaksi
asam kromatropat mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol dengan
formaldehida membentuk senyawa berwarna (3,4,5,6-dibenzoxanthylium).
Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium- oksonium yang stabil karena
mesomeri (Schunack, Mayer & Haake, 1990). Reaksi formalin dengan asam
kromatropat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi Formalin dengan asam kromatropat (Schunack, 1990)
Senyawa Fluoral P juga dapat digunakan untuk menguji adanya formalin
dengan menetesi bahan yang diduga mengandung formalin yang akan
O
H H
+ 2
O O H S O O S O O O
H2SO4
Warna Violet Asam Kromatropat S H O O HO
HO S
O O O O S O O O S H O
O H
menghasilkan suatu senyawa kompleks yang berwarna ungu. (Widyaningsih &
Murtini, 2006).
Formalin dapat ditentukan kadarnya secara titrasi asam – basa dengan
menambahkan hidrogen peroksida dan NaOH 1 N dan pemanasan hingga
pembuihan berhenti, dan dititrasi dengan HCl 1 N menggunakan indikator
fenolftalein (Ditjen POM, 1979). Reaksi :
HCHO + H2O2→ HCOOH + H2O
HCOOH + NaOH → HCOONa + H2O
NaOH + HCl → NaCl + H2O
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30, 03 mg formalin
Formalin dengan penambahan pereaksi Nash dan pemanasan 30 menit
menghasikan warna kuning yang mantap, yang kemudian diukur pada panjang
gelombang 415 nm (Herlich, 1990). Reaksi formalin dengan pereaksi Nash dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Reaksi Formalin dengan Pereaksi Nash 2,4-pentadion CH3 H3C O O H2
C H3C CH3
OH O H C Bentuk enol O
H H
H H
N H
H3C
H O
C
H3C
N O C CH3 CH3 CH H3 OH O H C
2 + +
-3
Formalin ditemukan di dalam sejumlah makanan ikan asin teri medan, ebi,
ikan asin kristal, ikan gembung aso, udang dan cumi-cumi segar. Preparasi sampel
yang dilakukan adalah dengan merendam masing-masing sampel dalam air panas
dan air dingin (Pane, 2009), dan dapat juga dilakukan dengan mendestilasi
sampel dengan asam posfat (Tarigan, 2008). Analisa kualitiatif dilakukan dengan
menggunakan asam kromatropat yang akan menghasilkan warna ungu setelah
pemanasan, sedangkan untuk analisa kuantitatif dilakukan dengan metode
spektrofotometri menggunakan pereaksi Nash pada panjang gelombang 412 nm.
2.7 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan
untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik,
reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis (Rohman, 2007).
2.7.1 Perolehan Kembali
Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan.
Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (“recovery”) analit yang ditambahkan. Kecermatan
dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi dan metode penambahan
baku. Dalam metode penambahan bahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah
tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan
dianalis lagi. Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
% Perolehan kembali = −* ×100 A
A F
C C C
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan
baku
CA = konsentrasi sampel awal
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
2.7.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.
Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas- batas tersebut dapat
diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali.
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Harmita, 2004):
Batas deteksi = Slope
SB 3
Batas kuantitasi = Slope
SB 10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif yaitu untuk
karateristik dari suatu populasi, dalam hal ini untuk mengetahui ada atau tidak
kandungan formalin dan kadar formalin yang terdapat dalam bakso yang dijual di
seklah dasar di kota Medan. Penelitian untuk uji kualitatif dan kuantitatif
dilakukan di Laboratorium Sintesis Bahan Obat dan Kimia Farmasi Kualitatif
Fakultas Farmasi USU.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit
Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu mini 1240), neraca listrik (Beico), hot plate,
termometer, oven, desikator, penangas air dan alat-alat gelas seperti labu takar,
gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas beker, buret.
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan yang
berkualitas pro analisis keluaran E-Merck yaitu : formalin 37%, asam
kromatropat, asam sulfat 98%, ammonium asetat, asetil aseton, natrium
hidroksida, hidrogen peroksida 30%, asam klorida 37%, kalium bifthalat, natrium
karbonat anhidrat, merah metil, etanol 90%, fenolftalein, terkecuali akuades.
3.3 Sampel
Sampel penelitian adalah bakso sebagai makanan jajanan yang dijual di
Sekolah Dasar di kota Medan dengan jumlah 21 sampel dari total 819 Sekolah
masing masing sekolah setiap kecamatan, lalu diambil satu (1) sampel secara acak
dari tiap kecamatan.
3.4 Pembuatan Pereaksi
Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Larutan Asam
Kromatropat, Pereaksi Nash, Larutan Natrium Hidroksida 1 N, Larutan Asam
Klorida 1 N, Indikator fenolftalein, Larutan Merah Metil, Larutan Hidrogen
Peroksida 6%.
Larutan asam kromatroprat 0,05% b/v dibuat dengan larutkan 5 mg
natrium kromatropat dalam 10 ml campuran 9 ml asam sulfat 98% dan 4 ml air
(Ditjen POM, 1979). Pereaksi nash dibuat dengan 30 g ammonium asetat dan 0,4
ml asetil aseton ditambahkan air hingga 100 ml (Gibson & Skett,1991). Larutan
natrium hidroksida 1 N dibuat dengan larutkan 40 g natrium hidroksida dengan air
bebas CO2 di dalam labu 1000 ml tambahkan air bebas CO2 sampai garis tanda
(Ditjen POM, 1979). Larutan sam klorida 1 N dibuat dengan encerkan 9,8 ml HCl
37% dengan akuades hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995). Indikator fenolftalein
0,2% dibuat dengan larutkan 200 mg fenolftalein dalam 60 ml etanol 90% dan
tambahkan akuades hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979). Larutan merah metil
0,1% dibuat dengan larutkan 100 mg merah metil dalam 100 ml etanol 90%
(Ditjen POM, 1995). Larutan hidrogen peroksida 6% dibuat dengan encerkan 20
ml hidrogen peroksida 30% dalam 100 ml air dan dihomogenkan sampai garis
tanda (Ditjen POM, 1979)
Pembuatan Larutan formalin 1000 ppm dibuat dengan cara timbang
formalin 27,81% sebanyak 3,5950 g pada wadah yang sudah ditara dan pindahkan
tambahkan akuades secukupnya dan kocok hingga homogen. Kemudian cukupkan
larutan hingga garis tanda dan dihomogenkan. Pembuatan larutan kerja formalin
40 ppm dibuat dengan cara pipet 10 ml larutan formalin 1000 ppm menggunakan
pipet volum kemudian masukkan ke dalam labu tentukur 250 ml. Ke dalam labu
tentukur tersebut tambahkan air suling secukupnya dan dikocok hingga homogen.
Cukupkan larutan hingga garis tanda dan dihomogenkan.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N
Timbang seksama 1 g kalium bifthalat yang sebelumnya telah dikeringkan
selama 2 jam pada 120oC , kemudian larutkan dalam 15 ml air bebas CO2. Titrasi
dengan NaOH menggunakan indikator fenolftalein hingga terjadi warna merah
jambu yang mantap. Dilakukan perlakuan yang sama sebanyak tiga kali dan
dihitung normalitas larutan (Ditjen POM, 1979).
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 204, 2 mg kalium bifthalat.
Normalitas NaOH =
2 , 204 ) ( .
) (
x ml NaOH Vol
mg Bifthalat m
BeratKaliu
3.5.2 Pembakuan Asam Klorida 1 N
Timbang seksama 150 mg natrium karbonat anhidrat yang sebelumnya
telah dikeringkan selama 1 jam pada suhu 270oC, kemudian larutkan dalam 15 ml
air. Tambah 2 tetes indikator merah metil, ditambahkan asam klorida perlahan
dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat. Panaskan
larutan hingga mendidih, dinginkan. Titrasi kembali bila perlu hingga warna
merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut. Dilakukan
1 ml asam klorida 1 N setara dengan 52, 99 mg natrium karbonat anhidrat.
Normalitas HCl =
52,99 ) ( . ) ( CO
Na2 3
x ml HCl Vol mg anhidrat Berat
3.5.3 Penetapan Kadar Larutan Baku Formalin
Timbang seksama 1,5 g larutan formalin, tambahkan pada campuran 12,5
ml hidrogen peroksida 6% dan 25 ml NaOH 1 N, hangatkan di atas penangas air
hingga pembuihan berhenti. Titrasi dengan asam klorida 1 N menggunakan
indikator fenolftalein. Dilakukan titrasi blanko (Ditjen POM, 1979). Dilakukan
perlakuan yang sama sebanyak tiga kali dan dihitung kadar larutan.
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30,03 mg formaldehida
% Kadar = 100%
) ( . 03 , 30 ) ( x mg Formalin Lar Berat x HCl Normalitas x Vt Vb−
Dimana : Vb = Volume blanko
Vt = Volume titrasi
3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel
Sampel bakso diambil sebanyak 100 g dihaluskan dan dicuci dengan air
panas sebanyak 100 ml, kemudian disaring dan dilakukan pengujian pada filtrat.
Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5 ml
larutan asam kromatropat 0,05%. Larutan kemudian dipanaskan dalam penangas
air selama 15 menit. Diamati selama pemanasan, jika terbentuk warna violet
menunjukkan adanya formalin (Herlich, 1990). Bakso dicuci lagi dengan 100 ml
air panas, disaring dan dilakukan pemeriksaan kualitatif seperti cara diatas.
Dengan pencucian lebih lanjut hingga 800 ml air, air cucian menunjukkan hasil
3.5.5 Penetapan Kadar Formalin
3.5.5.1 Penentuan Kurva Absorbansi dari Larutan Formalin
Dipipet 5 ml larutan kerja formalin 40 ppm dengan menggunakan pipet
volum, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml (konsentrasi 2 ppm),
Ditmbahkan 10 ml Pereaksi Nash dalam labu tentukur tersebut lalu ditambahkan
air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan. Larutan kemudian dipindahkan
ke dalam erlenmeyer, ditutup dengan plastik dan dipanaskan di dalam penangas
air pada suhu 37oC ± 1oC selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning. Diukur
serapan maksimum pada panjang gelombang 360-460 nm dengan menggunakan
blanko. Blanko yang digunakan adalah air suling yang dimasukkkan ke dalam
labu tentukur 100 ml, ditambah 10 ml Pereaksi Nash dan dicukupkan dengan air
suling hingga garis tanda (Pane, 2008). Kemudian diperoleh kurva antara
absorbansi dengan panjang gelombang.
3.5.5.2 Penentuan Waktu Kerja Larutan Formalin
Dipipet 5 ml larutan kerja formalin 40 ppm dengan menggunakan pipet
volum, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml (konsentrasi 2 ppm),
ditambahkan 10 ml pereaksi Nash, lalu ditambahkan air suling hingga garis tanda
dan dihomogenkan. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer, ditutup
dengan plastik dan dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 37oC ± 1oC
selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap. Diukur serapan
pada panjang gelombang maksimum (Pane, 2008).
3.5.5.3 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Formalin
Dipipet larutan kerja formalin 40 ppm dengan menggunakan pipet volum,
7,5ml dengan konsentrasi masing-masing 1; 1,5; 2; 2,5; 3 ppm. Ke dalam
masing-masing labu tentukur tersebut ditambahkan 10 ml pereaksi Nash, lalu
ditambahkan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan. Larutan kemudian
dipindahkan ke dalam erlenmeyer, ditutup dengan plastik dan dipanaskan di
dalam penangas air pada suhu 37oC ± 1oC selama 30 menit hingga terbentuk
warna kuning yang mantap. Diukur serapan pada panjang gelombang maksimum
yang diperoleh serta menggunakan blanko (Pane, 2008). Grafik dibuat antara
konsentrasi dan absorbansi, dan dihitung linearitas dari larutan formalin.
3.5.6 Penentuan Kadar Formalin Pada Sampel
Sebanyak 100 g bakso yang positif mengandung formalin direndam dalam
air panas 800 ml selama 5 menit kemudian disaring. Masing-masing filtrat
diambil sebanyak 20 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml.
selanjutnya larutan tersebut ditambahkan 10 ml pereaksi Nash. lalu dicukupkan
dengan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan. Larutan dipanaskan di
penangas air pada suhu 37oC ± 1oC selama 30 menit hingga terbentuk warna
kuning yang mantap. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 412
nm. Perlakuan ini diulang sebanyak 6 (enam) kali (Pane, 2008; Herlich,1990).
Rumus perhitungan kadar formalin dalam sampel :
K =
BS Fp V
x× ×
Dimana : K = Kadar formalin dalam sampel (mcg/g)
x = Kadar formalin sesudah pengenceran (mcg/ml)
V = Volume sampel (ml)
Fp = Faktor pengenceran
3.6 Uji Validasi
Uji validasi yang dilakukan yaitu uji akurasi (dengan parameter %
perolehan kembali) dan uji presisi (dengan parameter batas deteksi dan batas
kuantitasi).
3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali
Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan 2,5 ml larutan
baku formalin 1000 ppm ke dalam sampel kemudian dianalisis dengan perlakuan
yang sama seperti pada sampel.
Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% Perolehan Kembali = −* ×100 A
A F
C C C
Keterangan :
CF = kadar sampel rata-rata setelah penambahan larutan baku
CA = kadar sampel rata-rata sebelum penambahan larutan baku
C*A = jumlah larutan baku yang ditambahkan
3.6.2 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dari persamaan regresi
yang diperoleh dari kurva kalibrasi.
Batas Deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Batas deteksi = Slope
SB 3
Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Batas kuantitasi = Slope
SB 10
3.7 Analisa Data secara Statistik
Untuk menghitung kadar formalin dalam sampel digunakan rumus :
K =
BS Fp V
x× ×
Dimana : K = Kadar formalin dalam sampel (mcg/g)
x = Kadar formalin sesudah pengenceran (mcg/ml)
V = Volume Sampel (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
BS = Berat Sampel (gram)
Data diterima jika thitung lebih kecil daripada ttabel pada interval kepercayaan 95%
dengan nilai α = 0,05.
Rumus yang digunakan : SD =
(
)
12
− −
∑
n x xi
t hitung =
n SD
x xi
/
−
Untuk menghitung kadar formalin secara statistik dalam sampel digunakan rumus:
Kadar Formalin (μ) = x± ( t(1-α/2) x SD/ n )
Keterangan : SD = standar deviasi
x = kadar rata-rata formalin dalam sampel
Xi = kadar formalin dalam satu perlakuan\
μ = kadar formalin pada sampel
n = jumlah perlakuan
α = tingkat kepercayaan
dk = derajat kebebasan (dk = n-1)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Larutan Baku Formalin
Kadar larutan baku formalin yang diperoleh adalah sebesar 27, 81%
dengan persen deviasi 0,001, sedangkan Kadar larutan formalin p.a yang tertera
pada label adalah 37%. Hal ini diduga karena formalin mengalami perubahan
kadar selama penyimpanan, akibat dari sifat fisika formalin yang mudah menguap
(Ditjen POM, 1979). Hasil pembakuan NaOH 1 N, HCl 1 N dan larutan formalin
pada Lampiran 1, 2 dan 3.
4.2 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel
Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan menggunakan laruatan asam
kromatropat. Pada sampel ditambahkan larutan asam kromatropat setelah
dipanaskan beberapa menit akan terjadi warna violet (Schunack, Mayer & Haake,
1990). Hasil analisa kualitatif formalin dalam sampel yang diperiksa dapat dilihat
[image:39.595.108.518.554.755.2]pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisa Kualitatif Formalin dalam Sampel yang Diperiksa No Tempat Pengambilan Sampel Kecamatan Hasil
1 SD Negeri 060924 Medan Amplas -
2 SD Swt. Antonius V Medan Kota +++
3 SD Negeri 060794 Medan Area +
4 SD Negeri 060910 Medan Denai ++
5 SD Negeri 060858 Medan Tembung -
7 SD Negeri 060792 Medan Timur -
8 SD Negeri 060849 Medan Barat -
9 SD Negeri 060944 Medan Deli -
10 SD Negeri 066429 Medan Marelan -
11 SD Negeri 067265 Medan Labuhan -
12 SD Swt. Hangtuah I Medan Belawan -
13 SD Negeri 064985 Medan Helvetia -
14 SD Negeri 064979 Medan Sunggal -
15 SD Swt. Mardi Lestari Medan Petisah +++
16 SD Percobaan Medan Baru -
17 SD Swt. Advent 2 Medan Selayang -
18 SD Kaisarea Medan Tuntungan -
19 SD Negeri 060890 Medan Polonia +++
20 SD Negeri 060788 Medan Maimun ++
21 SD Negeri 067776 Medan Johor -
Keterangan: - : Tidak terdapat formalin
+ : Sedikit formalin (Warna violet lemah)
++ : Banyak formalin (Warna violet kuat)
+++ : Lebih banyak formalin (Warna violet sangat kuat)
. Dari 21 sampel yang diperiksa terdapat 7 (tujuh) sampel yang positif
mengandung formalin yaitu dari tempat pengambilan sampel SD Swt. Antonius
Lestari, SD Negeri 060890, SD Negeri 060788. Hasil nya sekitar 30 % sampel
bakso yang dijual di Sekolah Dasar di kota Medan mengandung formalin.
4.3. Kurva Absorbansi Larutan Formalin
Kurva absorbansi dibuat untuk mengetahui panjang gelombang maksimum
dari larutan formalin. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan
formalin dengan konsentrasi 2 ppm diperoleh pada 412 nm. Panjang gelombang
maksimum yang diperoleh ini berbeda dengan yang terdapat dalam literatur yaitu
415 nm (Herlich, 1990). Perbedaan panjang gelombang 3 nm ini masih dalam
batas toleransi yang diperkenankan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu
lebih kurang 3 nm. Hal ini berarti bahwa panjang gelombang maksimum ini dapat
diterima untuk analisis formalin pada sampel. Kurva serapan maksimum larutan
formalin dengan konsentrasi 2 ppm secara spektrofotometri sinar tampak pada
panjang gelombang 360nm – 460 nm dapat dilihat pada Gambar 3, dan Data
[image:41.595.122.529.465.662.2]panjang gelombang maksimum larutan formalin dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 3. Kurva serapan maksimum Larutan Formalin dengan konsentrasi
Penentuan waktu kerja ( kestabilan warna) larutan formalin baku dengan
pereaksi Nash secara spektrofotometri sinar tampak dilakukan dengan selang
waktu 1 menit selama 30 menit (Pane, 2008). Dari data yang diperoleh, waktu
pengukuran yang stabil dimulai dari menit ke-17 sampai menit ke-18. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa larutan formalin dengan pereaksi Nash stabil selama 1
menit. Data Pengamatan pada Lampiran 6. Kurva waktu kerja larutan Formalin
[image:42.595.112.514.276.520.2]dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kurva Waktu Kerja Larutan Formalin 4.5 Kurva Kalibrasi Larutan formalin
Penentuan kurva kalibrasi larutan formalin dilakukan dengan membuat
konsentrasi pengukuran yaitu 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 ppm. Kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 412 nm. Dari hasil perhitungan persamaan
regresi kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis Y = = 0,2082 x - 0,0019 dengan
koefisien korelasi (r) sebesar 0,9700. Sehingga, hasil koefisien korelasi yang
diperoleh dapat dikatakan mempunyai interpretasi yang tinggi dimana adanya
korelasi yang positif antara kadar dengan serapan. Artinya, dengan meningkatnya 0,37
0,38 0,39 0,4 0,41 0,42 0,43
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Waktu (menit) A
konsentrasi maka absorbansi juga akan meningkat (Usman & Akbar, 2006).
Kurva kalibrasi larutan formalin dengan berbagai konsentrasi secara
spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 412 nm. Data kurva
kalibrasi larutan formalin dan perhitungan persamaan regresi pada Lampiran 7
dan 8. Kurva kalibrasi larutan formalin dengan berbagai konsentrasi secara
spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 412 nm dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Kurva Kalibrasi Larutan Formalin dengan Berbagai Konsentrasi
secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Panjang Gelombang 412 nm.
4.6 Kadar Formalin Pada Sampel
Hasil perhitungan kadar, analisa statistik, dan analisa kadar formalin pada
sampel dapat dilihat pada Lampiran 9-17. Kadar Formalin pada bakso yang
dijual di Sekolah Dasar dapat dilihat pada Tabel 4.
[image:43.595.165.449.272.482.2]Tabel 4. Kadar Formalin pada Bakso yang dijual di Sekolah Dasar
Keterangan : Untuk setiap sampel dilakukan 6 (enam) kali perulangan
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar formalin yang paling tinggi
terdapat pada bakso yang dijual di SD Swasta Mardi Lestari yaitu sebesar
49,44mcg/g dan kadar formalin yang paling rendah terdapat pada SD Negeri
060794 yaitu sebesar 20,71 mcg/g. Hasil analisa kuantitatif yang diperoleh sesuai
dengan hasil kualitatif secara visualisasi, dimana sampel bakso yang memiliki
warna violet sangat kuat ternyata mengandung kadar formalin yang lebih tinggi.
Menurut PerMenKes tahun 1999 tentang bahan tambahan pangan,
formalin dilarang digunakan dalam makanan (Menteri Kesehatan, 1999), tetapi
International Programme on Chemical Safety (IPCS) menetapkan batas formalin
yang boleh masuk ke dalam tubuh dalam bentuk makanan sebesar 1,5 mg hingga
14 mg per hari untuk orang dewasa. IPCS merupakan program kerjasama dari tiga
organisasi yaitu World Health Organization (WHO), The International Labour
Organization (ILO) dan United Nation Environment Programme (UNEP)
(Anonima, 2006). Jika diasumsikan berat badan anak-anak adalah setengah dari
berat badan orang dewasa maka batas aman formalin yang boleh masuk ke dalam
tubuh anak-anak adalah maksimal 7 mg per hari. Menurut data dari informasi ini
maka kadar formalin yang diperoleh dari semua sampel kurang dari 7 mg per hari No. Tempat Pengambilan Sampel Kadar Formalin
sehingga kadar formalin dalam keseluruhan sampel bakso masih diperbolehkan
masuk kedalam tubuh jika konsumsi formalin dari sampel hanya sehari satu kali.
4.7 Uji Validasi
Dalam hal ini uji perolehan kembali dilakukan pada sampel bakso yang
dijual pada SD Negeri 060877, dimana 2,5 ml larutan baku 1000 ppm
ditambahkan ke dalam sampel bakso yang telah diketahui kadarnya. Dari hasil
percobaan didapatkan nilai uji perolehan kembali rata-rata sebesar 114, 05% Hasil
perhitungan pada Lampiran 18. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
persen perolehan kembali tidak memenuhi uji persyaratan validasi dan dapat
disimpulkan bahwa metode yang dilakukan kurang memiliki kecermatan yang
baik, dan kurang akurat digunakan untuk penetapan kadar formalin.
Batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah
berturut-turut 0,0567 mcg/ml dan 0,1891 mcg/ml. Hasil perhitungan pada
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tujuh sampel dari dua puluh
satu sampel bakso yang diperiksa positif mengandung formalin. Sebanyak 30%
jajanan bakso yang dijual di sekolah dasar di Kota Medan mengandung formalin.
Kadar formalin berkisar antara 20,71 mcg/g hingga 49,44 mcg/g, dimana kadar
yang paling rendah terdapat di SD Negeri 060794 dan kadar yang paling tinggi
terdapat di SD Swasta Mardi Lestari. Berdasarkan data yang diperoleh dari IPCS
batas aman formalin yang boleh masuk ke dalam tubuh dalam bentukmakanan
untuk orang dewasa adalah maksimal 14 mg per hari. Jika diasumsikan berat
badan anak-anak adalah setengah dari berat badan orang dewasa, maka batas
aman formalin yang boleh masuk ke dalam tubuh anak-anak adalah maksimal 7
mg per hari. Kadar formalin yang diperoleh dari semua sampel kurang dari 7 mg
per hari sehingga kadar formalin dalam keseluruhan sampel bakso masih
diperbolehkan masuk kedalam tubuh
4.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memeriksa formalin pada
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. (2006). Formalin bukan Formalitas. Buletin CP. Edisi Januari 2006. Hal 1-3.
Anonimb. (2010). Formaldehyda. Tanggal akses 5 Agustus 2010.
Anonimc. (2009). Formalin Bahan Tambahan Pangan yang Berbahaya. Tanggal akses 16 Juli 2010
Anonimd. ( 2007). Jajanan Anak Sekolah. Tanggal akses 23 April 2010.
Anonime. (2004). Bahan Tambahan Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Tanggal akses 23 April 2010.
Cahyadi, W. (2006). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta. Penerbit Bumi Aksara. Hal 1-6, 9, 230, 232, 235, 266-267.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal 259-260,589-590, 650, 653, 675, 748.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal 1061, 1160, 1212, 1176.
Gibson, G.G., dan Skett, P. (1991). Pengantar Metabolime Obat. Penerjemah: Iis Aisyah. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia. Hal 275.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. I. No. 3. Hal 117- 119, 130-131.
Herlich, K. (1990). Official Methods of Analysis. Fifteenth Edition. Station Washington D.C. AOAC Inc. Pages 934, 1037,1149.
Himpunan Alumni Fateta. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor. Hal 4-5, 7, 18.
Klaassen, C.D. (2008). Casarett and Doull’s Toxicology The Basic Science of Poisons. Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies. USA. Page 4.
Menteri Kesehatan RI (1999). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/X/99. Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
Moffat, A.C. (1986). Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. Second Edition. London. The Pharmaceutical Press. Page 633.
Pane, S. N. (2009). Pengaruh Pencucian terhadap Pelepasan Kadar Formalin pada Ikan Asin dan Ebi secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Skripsi Fakultas Farmasi USU.
Rachmawati, E. (2006). Waspadai Jajanan Anak di Sekolah. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta. Penerbit Kompas. Hal 201-205.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Hal 242-243, 262, 463.
Saraswati T.R., Indraswari. E., Nurani. (2009). Pengaruh Formalin, Diazepam dan Minuman Beralkohol terhadap Konsumsi Pakan, Minum dan Bobot Tubuh. Jurnal Sains dan Mat. Vol 17. No. 3. Hal 141-144.
Schmidt, R.H., Rodrick, G.E. (2003). Food Safety Handbook. USA. John Wiley & Sons Publication. Page 216.
Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M. (1990). Senyawa Obat. Edisi Kedua. Penerjemah : Joke Wattimena dan Sriwoelan Soebito. Yogyakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal 78-79, 765-768.
Tarigan, S., (2008). Pemeriksaan Formalin pada Ikan, Udang dan Cumi-cumi Segar yang Beredar di Pasar Kota Medan Secara Kualitatif dan Kuantitatif. Skripsi Fakultas Farmasi USU.
Usman, H., Akbar, P.S. (2006). Pengantar Statistika. Edisi kedua. Jakarta. Bumi Aksara. Halaman 201, 210.
Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. (2006). Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Surabaya. Penerbit Trubus Agrisarana. Hal 2-5, 8-9, 22, 34-35.
Windholz, M., Budavari, S., Blumetti, R.F., Otterbein, E.S. (1983). Tne Merck Index an Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals. Tenth Edition. New Jersey. Merck & Co., Inc.
Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N.
No. Berat K-Biftalat (mg) Volume NaOH (ml)
1. 1000 5,1
2. 1003 5,14
3. 1021 5,2
Berat Kalium Biftalat (mg) Normalitas NaOH =
Volume NaOH (ml) × Berat Ekivalen Kalium Biftalat
BE K-Bifthalat = 204, 2
N1 = 0,9602 N
N2 = 0,9556 N
N3 = 0,9615 N
Normalitas rata-rata (Nr) dan persen deviasi (%d)
Nr1 =
2 2 1 N N + = 2 9556 , 0 9602 ,
0 N+ N
= 0,9579 N
%d1 = 100%
) (
1 1 2 − ×
Nr Nr N
=
(
)
100%9579 , 0 9579 , 0 9556 , × − N N N O
= 0,24%
Nr2 =
2 3 2 N N + = 2 9615 , 0 9556 ,
0 N + N
= 0,9585 N
%d2 =
(
)
100%2 2 3 − ×
Nr Nr N
=
(
)
100%9585 , 0 9585 , 0 9615 , 0 × − N N N
= 0,31%
Nr3 =
2 3 1 N N + = 2 9615 , 0 9602 ,
0 N+ N
= 0,9608 N
%d3 =
(
)
100%3 3 3 − ×
Nr Nr N
=
(
)
100%9608 , 0 9608 , 0 9615 , 0 × − N N N
= 0,07%
Normalitas NaOH adalah normalitas rata-rata dengan persen deviasi terkecil yaitu
Lampiran 2. Perhitungan Pembakuan Asam Klorida 1 N.
No. Berat Na2CO3 anhidrat (mg) Volume HCl (ml)
1. 302 6,12
2. 302 6
3. 307 6,1
Berat Na2CO3 anhidrat (mg)
Normalitas HCl =
Volume HCl (ml) × Berat Ekivalen Na2CO3 anhidrat
BE Na2CO3 anhidrat = 52,99
N1 = 0,9312 N
N2 = 0,9498 N
N3 = 0,9497 N
Normalitas rata-rata (Nr) dan persen deviasi (%d)
Nr1 =
2 2 1 N N + = 2 9498 , 0 9312 ,
0 N+ N
= 0,9405 N
%d1 = 100%
) (
1 1 2 − ×
Nr Nr N
=
(
)
100%9405 , 0 9405 , 0 9498 , 0 × − N N N
= 0,98%
Nr2 =
2 3 2 N N + = 2 9497 , 0 9498 ,
0 N+ N
= 0,9497 N
%d2 =
(
)
100%2 2 2 − ×
Nr Nr N
=
(
)
100%9497 , 0 9497 , 0 9498 , 0 × − N N N
= 0,01%
Nr3 =
2 3 1 N N + = 2 9497 , 0 9312 ,
0 N + N
= 0,9404 N
%d3 =
(
)
100%3 3 1 − ×
Nr Nr N
=
(
)
100%9404 , 0 9404 , 0 9312 , 0 × − N N N
= 0,97%
Normalitas HCl adalah normalitas rata-rata dengan persen deviasi terkecil yaitu
Lampiran 3. Perhitungan Kadar Larutan Baku Formalin
No. Berat Formalin (mg) Volume NaOH(ml) Volume HCl (ml)
1. 1502 25 10,12
2. 1501 25 10,02
3. 1503 25 10
(Vb – Vt) × Normalitas HCl × BE Formalin Kadar Formalin =
Berat Larutan Formalin (mg)
Keterangan :
Vt = Volume HCl (ml)
Vb = Volume blanko (ml) = 24,66 ml Normalitas HCl = 0,9497 N
BE Formalin = 30,03
K1 = 27,6080%
K2 = 27,8164%
K3 = 27,8174%
Kadar rata-rata (Kr)dan persen deviasi (%d)
Kr1 =
2 2 1 K K + = 2 % 8164 , 27 % 6080 , 27 + = 27,7122%
%d1 =
(
)
100%1 1 2 − ×
Kr Kr K
=
(
)
100%% 7122 , 27 % 7122 , 27 % 8164 , 27 × −
= 0,37%
Kr2 =
2 3 2 K K + = 2 % 8174 , 27 % 8164 , 27 +
= 27,8169%
%d2 =
(
)
100%2 2 3 − ×
Kr Kr K
=
(
)
100%% 8169 , 27 % 8169 , 27 % 8174 , 27 ×
− = 0,001%
Kr3 =
2 3 1 K K + = 2 % 8174 , 27 % 6080 , 27 +
= 27,7127%
%d3 =
(
)
100%3 3 3 − ×
Kr Kr K
=
(
)
100%% 7127 , 27 % 7127 , 27 % 8174 , 27 ×
− = 0,37%
Kadar larutan formalin adalah kadar rata-rata dengan persen deviasi terkecil yaitu
Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Larutan Formalin 1000 ppm
Kadar formalin yang diperoleh dari hasil pembakuan adalah 27,8169% b/v
27,8169 gr 27,8169 x 106 mcg 27,8169 x 104 mcg 27,8169% b/v = = =
100 ml 100 ml ml
= 27,8169 x 104 ppm
Pembuatan Larutan Formalin 1000 ppm dalam Labu 1000 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 27,8169 x 104 ppm = 1000 ml x 1000 ppm
V1 = 3,5950 ml
Ρ = m (gr) / V (ml)
m = ρ x V
m = 1 x 3,5959
= 3,5950 gr
Lampiran 6. Data Pengamatan Waktu Kerja Larutan Formalin.
No Menit ke- Serapan (A)
1 1 0,3796
2 2 0,3824
3 3 0,3864
4 4 0,3888
5 5 0,3901
6 6 0,3926
7 7 0,3948
8 8 0,3961
9 9 0,3979
10 10 0,4005
11 11 0,4022
12 12 0,4034
13 13 0,4048
14 14 0,4063
15 15 0,4077
16 16 0,4088
17 17 0,4110
18 18 0,4122
19 19 0,4122
20 20 0,4133
21 21 0,4149
22 22 0,4166
23 23 0,4177
24 24 0,4186
25 25 0,4197
26 26 0,4209
27 27 0,4220
28 28 0,4231
29 29 0,4242
30 30 0,4250
Keterangan :
Lampiran 7. Data Kurva Kalibrasi Larutan Formalin pada Panjang Gelombang
Lampiran 8 Perhitungan Persamaan Regresi
No. x y xy x2 y2
1. 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 2. 1,0000 0,2040 0,2040 1,0000 0,0576 3. 1,5000 0,3090 0,4635 2,2500 0,0954 4. 2,0000 0,4120 0,8240 4,0000 0,1697 5. 2,5000 0,5260 1,3150 6,2500 0,2766 6. 3,0000 0,6200 1,8600 9,0000 0,3844
n=6 Σ x = 10,000 Σ y = 2,071 Σ xy = 4,6665
Σ x2 = 22,5000
Σ y2 = 0,9837 x = 1,6667 y = 0,3451
a
( )( )
( )
x n x n y x xy / / 2 2∑
∑
∑
∑
∑
− − =a =
(
)(
)
(
10,0000)
/6 5000 , 22 6 / 071 , 2 0000 , 10 6665 , 4 2 − − a = 6667 , 16 5000 , 22 4516 , 3 6665 , 4 − −a = 0,208269
b = y−ax
b = (0,3451) – (0,2082 x 1,6667)
b = -0,0019
Maka, persamaan regresinya adalah : y = 0,2082 x + 0,0019
( )( )
( ) ( )
[
x x n]
[
( ) ( )
y y n]
n y x xy r / / / 2 2 2 2
∑
∑
∑
∑
−∑
∑
⋅∑
− − =(
)(
)
] 6 / ) 0710 , 2 ( ) 9837 , 0 ].[( 6 / ) 0000 , 10 ( ) 5000 , 22 [( 6 / 0710 , 2 0000 , 10 6665 , 4 2 2 − − − = rLampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Formalin pada Sampel
Berat sampel yang ditimbang = 100,0421 gram
Serapan (y) = 0,4512
Persamaan regresi :
y = 0,2082 x - 0,0019
Konsentrasi formalin (x) =
2082 , 0 0019 , 0 + y
x =
2082 , 0 0019 , 0 4512 , 0 +
x = 2,1762 mcg/ml
Rumus perhitungan kadar formalin dalam sampel : K =
BS Fp V
x× ×
Dimana : K = Kadar formalin dalam sampel (mcg/g)
x = Kadar formalin sesudah pengenceran (mcg/ml)
V = Volume Sampel (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
BS = Berat Sampel (gram)
Kadar formalin dalam sampel =
g ml ml mcg 0421 , 100 20 / 50 800 / 1762 ,
2 × ×
= 43,5071 mcg/g
= 43,5071 ppm
Kadar formalin pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang
Lampiran 10. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada
Sampel Bakso pada SD Swasta Antonius V
No. Kadar Formalin (mcg/g) xi – x ( xi - x )2
1. 43,5071 0,0535 0,0028
2. 43,8652 0,4131 0,1706
3. 38,6132 -4,8389 23,4149
4. 41,3901 -2,062 4,2518
5. 46,5933 3,1412 9,8671
6. 46,7457 3,2936 10,8478
n = 6 x = 43,4521
∑
( xi - x )2 =
48,555
SD =
(
)
1 2
− −
∑
n x xi
=
5 555 , 48
= 3,1162
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai
t tabel = 2,57
Data diterima jika t hitung < t tabel
t hitung =
n SD
x xi
/
−
t hitung 1 = 0,0420 (data diterima)
t hitung 2 = 0,3247 (data diterima)
t hitung 3 = 3,8035 (data ditolak)
t hitung 4 = 1,6208 (data diterima)
t hitung 5 = 2,4691 (data diterima)
Untuk itu dihitung kembali dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data
ke-3 dan 6
No Xi xi – x ( xi - x )2
1. 43,5056 -0,3329 0,11082241
2. 43,8652 0,0267 0,00071289
4. 41,3901 -2,4484 5,99466256
5. 46,5933 2,7548 7,58892304
n = 4 x = 43,8385
∑
( xi - x )2 = 13,6951SD =
(
)
1 2
− −
∑
n x xi
= 3 6951 , 13
= 2,1365
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 3 diperoleh nilai
t tabel = 3,18
Data diterima jika t hitung < t tabel
t hitung =
n SD
x xi
/
−
t hitung 1 = 0,3116 (data diterima)
t hitung 2 = 0,0249 (data diterima)
t hitung 4 = 2,2919 (data diterima)
t hitung 5 = 2,5787 (data diterima)
(Semua data diterima)
Kadar Formalin (μ) = x± ( t(1-α/2) x SD/ n )
= 43,8385 ± (3,18 x 1,06825 )
Lampiran 11. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin pada
Sampel Bakso pada SD Negeri 060794
No. Kadar Formalin (mcg/g) xi – x ( xi - x )2
1. 20,7808 0,1279 0,01635841
2. 20,6880 0,0352 0,00123904
3. 20,4692 -0,1836 0,03370896
4. 20,6349 -0,0179 0,00032041
5. 20,8919 0,2391 0,05716881
6. 20,4522 -0,2006 0,04024036
n = 6 x = 20,6528
∑
( xi - x )2 =
0,14903599
SD =
(
)
1 2
− −
∑
n x xi
=
5 14903599 ,