FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING
DARI SEDIAAN
HAND CREAM
EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (
Camellia sinensis
L.)
SKRIPSI
OLEH:
YESSY ANDHASARI
NIM 111524019
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING
DARI SEDIAAN
HAND CREAM
EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (
Camellia sinensis
L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
YESSY ANDHASARI
NIM 111524019
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING
DARI SEDIAAN
HAND CREAM
EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (
Camellia sinensis
L.)
OLEH:
YESSY ANDHASARI
NIM 111524019
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 06 Desember 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, M.Si., Apt.
NIP 195111021977102001 NIP 195409091982011001
Pembimbing II, Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.
NIP 195111021977102001
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP
195807101986012001 NIP 195404121987012001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001
Medan, Desember 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasi dan menguji efek anti-aging dari ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam sediaan krim yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah luar biasa sabar dan tekun membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Ibu Kepala Laboraturium Kosmetika yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.si., Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam menyusun skripsi ini.
Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Mayor Inf. Darwoto Asmita dan Ibunda Rohani Barus, yang tidak pernah berhenti mendukung dan berkorban dengan tulus ikhlas untuk kesuksesan penulis, juga untuk kakak dan abang tersayang Yenny Andrian, AmF., dan Yofan Andhika, AmD., yang selalu setia memberikan dorongan dan semangat serta kepada teman-teman ekstensi stambuk 2011 atas semua motivasinya.
v
Medan, Januari 2015 Penulis
vi
FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING
DARI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (
Camellia sinensis L
.)
DALAM SEDIAAN HAND CREAM
ABSTRAK
Proses menua merupakan suatu proses fisiologis yang dapat terjadi pada semua organ tubuh termasuk kulit. Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu contoh bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan antioksidan penghambat penuaan. Ekstrak daun teh hijau mengandung komponen utama fraksi polifenol yaitu epikatekin, epikatekingalat, epigalokatekin, katekin dan galokatekin yang mempunyai aktivitas yang kuat untuk mencegah radikal bebas sehingga memungkinkan bermanfaat dalam memperlambat proses penuaan sebagai contoh paparan sinar UV matahari. Penelitian ini bertujuan membuat sediaan krim tipe m/a dan untuk menetukan kemampuan sediaan krim dalam menghambat proses penuaan kulit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik, dengan memformulasi sediaan krim ekstrak daun teh hijau konsentrasi 0,02%, 0,2% dan 2%. Formulasi krim dimulai berdasarkan orientasi basis dengan parameter organoleptik, homogenitas, stabilitas, pH, tipe sediaan krim tangan dan efek anti-aging. Pengujian efek anti aging menggunakan sampel 15 ekor marmut betina, 300-500 gram, 4 minggu, pengelompokan sampel dilakukan secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan. Pengukuran penuaan kulit dengan menggunakan alat skin analyzer (aramo SG).
Hasil pengujian efek anti aging dalam formula ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) menunjukkan bahwa formula dengan konsentrasi 0,2% ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) memberikan efek anti aging dan stabilitas terbaik selama penyimpanan 12 minggu dengan pH rata-rata 6,39.
Pemberian ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dengan konsentrasi 0,2% selama 4 minggu bersamaan dengan penyinaran UV dapat menghambat proses penuaan pada epidermis kulit pada marmut sampai kembali kekeadaan kulit sebelum penyinaran UV.
vii
FORMULATION AND ANTI AGING EFFECT
OF GREEN TEA LEAF EXTRACT (
Camellia sinensis
L)
IN THE HAND CREAM PREPARATION
ABSTRACT
Aging is a natural process in all of the body ogan including the skin. Green tea leaf extract (Camellia sinensis L.) is one of natural material can be used as antioksidant cream for anti aging on skin. Green tea leaf extract (Camellia sinensis L.) contains polyphenol are epychatechin, epychatechingalat, epygalochatechin, chatechin and galochatechin have strong aktivity to inhibitor of free radical, therefore it is probably use ful for slowing down the aging process, particularly that caused by UV radiation from the sunlight. This risearched was to make the cream preparations of type o/w and to determine the abbility of preparation to anti aging proces.
This was an experimental study, with dosage formulation cream that contain green tea leaf extract concentration 0,02%, 0,2% and 2%. The cream formulation began with hand cream base orientation included organoleptic, homogeinity, stability, pH, characteristics of emullient and effect of anti aging activity. Evaluasi anti aging effect with 15 female guinea pig, 300 – 500 grams, 4 weeks, randomized into 5 groups. Measure anti aging use a skin analyzer (aramo SG).
Consumption of green tea leaf extract (Camellia sinensis L.) with concentration 0,2% for 4 weeks during UV radiation can help reducing aging process in marmut skin epidermis to return normal skin before UV radiation.
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 3
1.3Hipotesis Penelitian ... 4
1.4Tujuan Penelitian ... 4
1.5Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tanaman Teh ………... 5
2.1.1 Teh Camellia sinensis (L.) ... 5
2.1.2 Kandungan dan Manfaat Teh ... 5
2.2 Kulit ………. 6
2.2.1 Anatomi Kulit ... 7
ix
2.2.3 Jenis Kulit ... 8
2.3 Kulit Menua ... 9
2.4 Sinar Ultraviolet ... 11
2.5 Antioksidan Dalam Krim ... 12
2.6 Vitamin C sebagai salah satu antioksidan ... 12
2.7 Krim ... 13
2.8 Skin Analyzer ... 13
2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer .... 14
2.8.2 Parameter Pengukuran ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Alat ... 17
3.2 Bahan ... 17
3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 17
3.4 Hewan Uji ... 18
3.5 Prosedur Kerja ... 18
3.5.1 Pembuatan Simplisia Daun Teh Hijau ... 18
3.5.2 Penetapan kadar air simplisia ... 22
3.5.3 Pembuatan Ekstrak Daun Teh Hijau ... 18
3.5.4 Formula Standar ... 19
3.5.5 Formula yang dimodifikasi ... 19
3.5.6 Pembuatan Sediaan Krim ... 20
3.6 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 21
3.6.1 Pemeriksaan Homogenitas ... 21
x
3.6.3 Penentuan pH sediaan ... 22
3.6.4 Penentuan Tipe Sediaan ... 22
3.7 Pengujian Efek Anti-Aging ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 24
4.1.1 Homogenitas Sediaan ... 24
4.1.2 Stabilitas Sediaan ... 24
4.1.3 pH sediaan ... 26
4.1.4 Tipe Sediaan ... 27
4.2 Pengujian Aktivitas Anti-Aging ... 28
4.2.1 Moisture (Kelembaban) ... 29
4.2.2 Evenness (Kehalusan) ... 31
4.2.3 Pore (Pori) ... 34
4.2.4 Spot (Noda) ... 36
4.2.5 Wrinkle (Keriput) ... 39
4.2.6 Wrinkle’s Depth (Kedalaman Keriput) ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis ... 10
Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis ... 11
Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran ... 16
Tabel 3.1 Formula sedian krim ... 20
Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat 0,1, 4, 8, dan 12 minggu ... 25
Tabel 4.2 Data pengukuran pH pada saat selesai dibuat ... 26
Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan selama penyimpanan 12 minggu ... 26
Tabel 4.4 Data penentuan tipe sediaan ... 27
Tabel 4.5 Data kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 29
Tabel 4.6 Data kehalusan kulit pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 32
Tabel 4.7 Data besarnya pori pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 34
Tabel 4.8 Data banyaknya noda pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 37
Tabel 4.9 Data keriput pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 40
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Grafik rata-rata kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran,dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat . ... 30
Gambar 4.2 Grafik rata-rata kehalusan kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran,dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 33
Gambar 4.3 Grafik rata-rata besarnya pori pada kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran,dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 35
Gambar 4.4 Grafik rata-rata banyaknya noda pada kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran,dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 38
Gambar 4.5 Grafik rata-rata banyaknya keriput pada kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran,dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 41
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat identifikasi tanaman ... 62
Lampiran 2. Bagan penyiapan sampel ... 63
Lampiran 3. Bagan penetapan kadar air sampel ... 64
Lampiran 4. Bagan pembuatan ekstrak ... 65
Lampiran 5. Bagan pembuatan krim ... 66
Lampiran 6. Bagan penyiapan hewan uji dan uji efek anti-aging .. 67
Lampiran 7. Gambar tanaman teh ... 68
Lampiran 8. Ekstrak kering daun teh yang telah difreeze dryer .... 69
Lampiran 9. Gambar sediaan krim tangan ... 70
Lampiran 10. Pengujian mutu sediaan ... 71
Lampiran 11. Alat pH meter dan alat lampu UV 366 nm ... 72
Lampiran 12. Alat skin analyzer ... 73
Lampiran 13. Sertifikat vitamin C ... 74
Lampiran 14. Hewan uji dengan keadaan kulit sebelum penyinaran 75 Lampiran 15. Contoh hasil pengukuran kulit marmut kelompok konsentrasi ekstrak daun teh hijau 2% marmut ke 3 dengan alat skin analyzer sebelum penyinaran, sesudah penyinaran,dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 77
vi
FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI-AGING
DARI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (
Camellia sinensis L
.)
DALAM SEDIAAN HAND CREAM
ABSTRAK
Proses menua merupakan suatu proses fisiologis yang dapat terjadi pada semua organ tubuh termasuk kulit. Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu contoh bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan antioksidan penghambat penuaan. Ekstrak daun teh hijau mengandung komponen utama fraksi polifenol yaitu epikatekin, epikatekingalat, epigalokatekin, katekin dan galokatekin yang mempunyai aktivitas yang kuat untuk mencegah radikal bebas sehingga memungkinkan bermanfaat dalam memperlambat proses penuaan sebagai contoh paparan sinar UV matahari. Penelitian ini bertujuan membuat sediaan krim tipe m/a dan untuk menetukan kemampuan sediaan krim dalam menghambat proses penuaan kulit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik, dengan memformulasi sediaan krim ekstrak daun teh hijau konsentrasi 0,02%, 0,2% dan 2%. Formulasi krim dimulai berdasarkan orientasi basis dengan parameter organoleptik, homogenitas, stabilitas, pH, tipe sediaan krim tangan dan efek anti-aging. Pengujian efek anti aging menggunakan sampel 15 ekor marmut betina, 300-500 gram, 4 minggu, pengelompokan sampel dilakukan secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan. Pengukuran penuaan kulit dengan menggunakan alat skin analyzer (aramo SG).
Hasil pengujian efek anti aging dalam formula ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) menunjukkan bahwa formula dengan konsentrasi 0,2% ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) memberikan efek anti aging dan stabilitas terbaik selama penyimpanan 12 minggu dengan pH rata-rata 6,39.
Pemberian ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dengan konsentrasi 0,2% selama 4 minggu bersamaan dengan penyinaran UV dapat menghambat proses penuaan pada epidermis kulit pada marmut sampai kembali kekeadaan kulit sebelum penyinaran UV.
vii
FORMULATION AND ANTI AGING EFFECT
OF GREEN TEA LEAF EXTRACT (
Camellia sinensis
L)
IN THE HAND CREAM PREPARATION
ABSTRACT
Aging is a natural process in all of the body ogan including the skin. Green tea leaf extract (Camellia sinensis L.) is one of natural material can be used as antioksidant cream for anti aging on skin. Green tea leaf extract (Camellia sinensis L.) contains polyphenol are epychatechin, epychatechingalat, epygalochatechin, chatechin and galochatechin have strong aktivity to inhibitor of free radical, therefore it is probably use ful for slowing down the aging process, particularly that caused by UV radiation from the sunlight. This risearched was to make the cream preparations of type o/w and to determine the abbility of preparation to anti aging proces.
This was an experimental study, with dosage formulation cream that contain green tea leaf extract concentration 0,02%, 0,2% and 2%. The cream formulation began with hand cream base orientation included organoleptic, homogeinity, stability, pH, characteristics of emullient and effect of anti aging activity. Evaluasi anti aging effect with 15 female guinea pig, 300 – 500 grams, 4 weeks, randomized into 5 groups. Measure anti aging use a skin analyzer (aramo SG).
Consumption of green tea leaf extract (Camellia sinensis L.) with concentration 0,2% for 4 weeks during UV radiation can help reducing aging process in marmut skin epidermis to return normal skin before UV radiation.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kosmetik berasal dari kata Yunani “Kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias, mengatur dan mempercantik (Tranggono dan Latifah,
2007). Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu
diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan
dengan cara digosok, dituangkan, ditaburi, atau disemprotkan pada, dimasukkan
ke dalam, atau dilekatkan pada tubuh manusia (Barel, A.O., Paye, M., and
Maibach, H.I, 2001)atau pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir,
dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah,
2007).
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
dari luar. Kulit juga memiliki kemampuan untuk terus melakukan regenerasi,
mengganti sel-sel kulit mati dengan sel-sel kulit baru (Achroni, 2012) melalui
sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus
menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati) (Tranngono dan
2
Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan
sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan
sehingga mendapat banyak paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari
sedang terik. Radiasi sinar matahari dapat mempengaruhi kesehatan kulit semua
individu. Untuk mencegah efek buruk paparan sinar matahari dapat dilakukan
dengan cara menghindari terpaparnya kulit oleh sinar matahari yang berlebihan
secara langsung, memakai pelindung fisik seperti pakaian tertutup, payung dan
memakai tabir surya topikal (Tahir, I., Jumina, dan Yuliastuti, I, 2002).
Sinar ultraviolet yang terkandung dalam sinar matahari dapat
menimbulkan berbagai kelainan pada kulit mulai dari kemerahan, noda hitam,
penuaan dini (kerutan), kekeringan, sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah,
2007). Pengkerutan kulit adalah proses penuaan yang normal, namun sinar
matahari sangat berperan terhadap kerusakan kulit serta mempercepat proses
tersebut. Sinar matahari mempercepat proses penuaan yang normal dan
menyebabkan kerutan lebih dalam (Haynes, 1994).
Kosmetik pelindung adalah kosmetik yang dikenakan pada kulit yang
sudah bersih dengan tujuan melindungi kulit dari berbagai pengaruh lingkungan
yang merugikan kulit (Tranggono, 2007) seperti melindungi kulit dari polusi dan
dari sinar matahari. Kosmetik ini dapat menyaring bahkan dapat menahan seluruh
sinar matahari (sun block) (Wasitaatmadja, 1997).
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas
3
(Kumalaningsih, 2006). Senyawa yang mengandung zat antioksidan berfungsi
melindungi sel-sel tubuh dari proses oksidasi yang mempercepat proses penuaan
dan mencegah adanya radikal bebas (Yuslinda, E., Mukhtar, H., dan Khairunnisa,
2012)
Asupan diet antioksidan, seperti polifenol terbukti mampu mengurangi
kemungkinan terjadinya pengeriputan kulit. Polifenol termasuk kelas flavonoid
dimana bersifat polar dan memiliki fungsi antara lain sebagai penangkap radikal
bebas. Radikal bebas yaitu molekul yang tidak memiliki pasangan elektronnya
sehingga bersifat tidak stabil. ( Rohdiana, 2009).
Teh hijau (Camellia sinensis L.) sejak dahulu dikenal sebagai minuman
yang memiliki khasiat terhadap kesehatan. Khasiat utama teh hijau karena
mengandung senyawa polifenol yang di dalam tubuh, dapat membantu kinerja
enzim superoxide dismutase (SOD) untuk melawan radikal bebas (Rohdiana,
2009). Kandungan polifenol dalam daun teh hijau berkisar antara 25-35% berat
kering dengan komponen utama fraksi polifenol yaitu epikatekin, epikatekingalat,
epigalokatekin, katekin dan galokatekin yang mempunyai aktivitas yang kuat
untuk mencegah radikal bebas. (Alatas, F. dan Desmiaty, Y, 2010).
Hal ini lah yang mendorong penulis untuk meneliti apakah kandungan
antioksidan yang terkandung dalam teh hijau (Camellia sinensis L.) dapat
membantu menghambat terjadinya penuaan dini epidermis kulit bila
4 1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dapat diformulasikan
dalam sediaan krim.
2. Apakah kandungan dari ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang
ditambahkan dalam sediaan krim mampu menghambat penuaan dini
epidermis kulit.
1.3 Hipotesa
1. Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dapat diformulasikan sebagai
antioksidan dalam sediaan krim.
2. Kandungan kimia daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang ditambahkan
dalam sediaan krim mampu menghambat penuaan dini epidermis kulit.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk membuat sediaan krim antioksidan tipe m/a dengan penambahan
ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.).
2. Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis
L.) dalam mengurangi penuaan dini epidermis kulit.
1.5 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk sebagai berikut:
5
2. Menjadi alternatif lain dalam penggunaan teh hijau (Camellia sinensis L.)
sebagai anti aging untuk konsumen yang alergi menggunakan bahan
kimia.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) 2.1.1 Teh (Camellia sinensis L.)
Tanaman teh umumnya ditanam diperkebunan, dipanen secara manual, dan
dapat tumbuh pada ketinggian 200-2.300 m dpl. Teh berasal dari kawasan India
bagian Utara dan Cina Selatan. Batang tegak, bercabang-cabang, ujung ranting
dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, letak berseling, helai daun kaku
seperti kulit tipis, bentuk elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi
bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warna hijau
permukaan mengkilap. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan
minuman teh. Perbanyakan dengan biji, stek, sambungan atau cangkokan
(Arisandi, 2008).
Dari cara pemprosesannya, teh terbagi menjadi tiga, yaitu teh hijau, teh
oolong (baca: ulung), dan teh hitam. Teh hijau dihasilkan tanpa proses fermentasi.
Teh oolong dihasilkan dengan menggunakan semifermentasi (fermentasi tidak
sempurna). Sementara teh hitam adalah hasil fermentasi sempurna. Proses
fermentasi menyebabkan senyawa polifenol didalam teh teroksidasi sehingga
kandungannya menurun. Karena itu kandungan polifenol tertinggi terdapat pada
teh hijau dan terendah pada teh hitam. Akan tetapi teh hijau kurang begitu disukai
7
2.1.2 Kandungan dan Manfaat Teh (Camellia sinensis L.)
Daun teh hijau mengandung sejumlah zat gizi penting. Dalam setiap 100 g
daun teh mengandung 7-80% air, polifenol 25 - 35% berat kering, kafein 2,5 -
4,5% , dan per gram berat kering daun teh mengandung mineral magnesium 1,90
mg, alumunium 400 µg, natrium 27 µg, kalium 21,50 mg, kalsium 3,70 µg, besi
89 µg, seng 34 µg, fosfor 3,30 mg, vitamin C, vitamin B2, vitamin D, vitamin K
dan karotenoid (Rohdiana, 2009).
Polifenol utama dalam teh hijau adalah katekin. Kandungan katekin dalam
daun teh hijau mencapai 25-35% bobot kering. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa, kandungan senyawa polifenol yang tinggi dalam daun teh hijau berperan
sebagai pelindung terhadap serangan radikal bebas (Kumalaningsih, 2006) juga
kandungan katekin didalam daun teh hijau mampu mempertahankan kesehatan
kolagen, meningkatkan sintesis kolagen dan elastisitas kulit (Rohdiana, 2009).
2.2 Kulit
Kulit adalah bagian tubuh yang terluas dan terdapat pada tubuh kita.
Sebagai bagian tubuh paling luar, kulit menjalankan fungsi perlindungan, yaitu
melindungi tubuh dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari luar. Luas kulit
orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan
(Wasitaatmadja, 1997).
Kulit yang sehat merupakan salah satu unsur kecantikan yang sangat
penting. Tetapi matahari, radikal bebas dan diet yang buruk berdampak negatif
bagi kesehatan kulit. Mengingat sel kulit memiliki jangka waktu hidup yang
8
perubahan nutrisi. Kekurangan nutrien dapat segera menghasilkan gangguan
kesehatan kulit (Rohdiana, 2009).
2.2.1Anatomi Kulit
Kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu:
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit sebelah luar. Lapisan epidermis
terdiri atas lima lapisan, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
2. Lapisan Dermis
Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang terletak dibawah lapisan
epidermis. Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan
elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit
manusia bebas lemak. Lapisan ini terdiri atas:
• Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
• Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan
subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin.
3. Lapisan Subkutis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997; Tranggono
dan Latifah, 2007).
2.2.2 Fungsi Kulit
9
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik
misalnya gesekan, tarikan, tekanan. Dan gangguan mekanik seperti gangguan
panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan
kuman, bakteri, atau virus.
2. Fungsi pengatur suhu tubuh
Kulit membantu dan menjaga suhu tubuh agar tetap normal dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit.
Dengan penguapan keringat membantu membuang kalori atau panas tubuh.
Vasokontriksi pembuluh darah kapiler kulit melindungi diri dari kehilangan
panas pada waktu dingin.
3. Fungsi pembentukan pigmen (Melagonesis)
Sel pembentukan pigmen kulit (melanosit) terletak dilapisan basal epidermis.
Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk
menentukan warna kulit.
4. Fungsi ekspresi emosi
Kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk menyatakan emosi yang terdapat
dalam jiwa manusia. Kegembiraan, ketegangan, ketakutan, dan lain–lain.
2.2.3 Jenis Kulit
Jenis-jenis kulit berdasarkan ciri-cirinya terbagi atas tiga bagian:
1. Kulit normal
Merupakan kulit ideal atau kulit dambaan. Dengan ciri-ciri kulit bertekstur
halus atau lembut, terlihat cerah, tampak segar, pori-porinya kecil, elatis,
10
2. Kulit berminyak
Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak di permukaan kulit yang
berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori-pori kulit
lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.
3. Kulit kering
Kulit kering memiliki kadar minyak atau sebum yang sangat rendah, sehingga
terlihat pecah-pecah karena kulit tidak mampu mempertahankan
kelembabannya. Ciri dari kulit kering adalah kulit terasa kaku, kering, kusam,
bersisik dan mudah timbul keriput. Garis atau kerutan sekitar pipi, mata dan
sekitar bibir dapat muncul dengan mudah pada wajah yang berkulit kering.
(Wasitaatmadja, 1997).
2.3 Kulit Menua
Proses tua ( menjadi tua = aging ) merupakan proses fisiologis yang akan
terjadi pada semua makhluk hidup yang ditandai dengan adanya kemunduran
fungsi dari berbagai organ tubuh secara berlahan-lahan. Yaitu menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta
fungsi normalnya (Kosasih, 2005). Proses menua pada kulit disebabkan oleh dua
faktor, yaitu:
• Faktor Intrinsik (intrinsic aging)
Merupakan proses menua fisiologi yang berlangsung secara alamiah
disebabkan oleh berbagai faktor didalam tubuh seperti genetik, hormonal dan
rasial. Proses penuaan ini menyebabkan perubahan kulit yang menyeluruh
sesuai dengan pertambahan usia.
11
Terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh seperti sinar matahari, polusi,
stres, kurang tidur serta perawatan yang tidak tepat yang dapat mempercepat
proses menua kulit sehingga terjadi penuaan dini. Perubahan pada kulit
terutama terjadi didaerah yang sering terpapar sinar UV seperti kulit wajah
sehingga wajah terlihat lebih tua (Jusuf, 2005).
Penuaan dini adalah proses dari penuaan kulit yang lebih cepat dari usia
yang sebenarnya atau yang seharusnya. Penuaan dini dapat dilihat pada kulit yaitu
berupa timbulnya kerutan dan garis-garis halus, bintik hitam, kulit kering, kasar
dan kusam, warna kulit cenderung gelap atau tidak merata, pori-pori besar dan
penurunan elastisitas kulit. Salah satu mekanisme penyebab utama terjadinya
penuaan dini yaitu teori proses radikal bebas. Radikal bebas terbentuk selain
secara alamiah melaui sistem biologis tubuh juga berasal dari lingkungan (Ardhi,
2011). Perubahan karakteristik dalam penuaan dini yang timbul pada epidermis
dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis
Bagian Kulit Penuaan Dini Penuaan Alami
Lapisan Dermis •Tebal •Tipis
Sel-sel epidermis (keratonosit)
•Sel-sel tidak seragam. •Sel-sel terdistribusi tidak
merata.
•Sel-sel seragam.
•Sel-sel terdistribusi
secara merata. Stratum korneum •Peningkatan lapisan sel.
•Ukuran serta bentuk
korneosit bervariasi.
•Lapisan sel normal.
•Ukuran dan bentuk
korneosit seragam.
Melanosit •Peningkatan jumlah sel.
•Peningkatan produksi
melanosom relatif cepat.
•Pengurangan jumlah sel •Peningkatan
12 Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis
Bagian Kulit Penuaan Dini Penuaan Alami
Jaringan elastis •Meningkat secara drastis
•Berubah menjadi masa
yang tidak berbentuk.
•Meningkat tetapi masih
dalam keadaan normal.
Kolagen •Serat kolagen dan
jaringan ikat menurun jumlahnya.
•Serat kolagen tidak
beraturan, jaringan ikat menebal.
(Mitsui, 1997)
2.4 Sinar Ultraviolet (UV)
Kulit merupakan organ tubuh yang secara langsung terpapar sinar UV dari
matahari. Paparan sinar UV yang berlebihan dapat memacu timbulnya radikal
bebas pada kulit. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar UV dibagi menjadi
tiga:
• Sinar UV-A (terpanjang)
UV-A memiliki panjang gelombang terpanjang yaitu antara 320 - 400 nm.
Sinar UV-A meliputi 90 - 95% radiasi yang mencapai permukaan bumi dan
mampu menembus kaca. Radiasi UV-A mampu menembus kulit lebih dalam
dari UV-B yaitu sampai lapisan dermis (lapisan kedua dari kulit).
• Sinar UV-B (sedang)
UV-B memiliki panjang gelombang sedang, yaitu antara 290-320 nm. Sinar
UV-B biasanya hanya merusak lapisan luar kulit (epidermis) dengan radiasi
sinar 5 – 10 % mencapai bumi. Sinar UV-B sebagian besarnya terblokir oleh
13
• Sinar UV-C (terpendek)
UV-C memiliki panjang gelombang pendek, yaitu antara 200-290 nm.
Mayoritas sinar ini terserap di lapisan ozon atmosfer sehingga tidak sampai
kepermukaan bumi (Darmawan, 2013).
2.5 Antioksidan dalam krim
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas.
Antioksidan digunakan untuk memberi perlindungan dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi termasuk kulit (Kumalaningsih, 2006).
Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi dari efek
kerusakan dari sinar matahari. Meskipun antioksidan dapat diberikan melalui diet
tetapi adanya pengaruh absorbsi, kelarutan dan perjalanan obat sehingga yang
sampai kekulit hanya dalam jumlah terbatas. Pemakaian langsung pada kulit akan
menambah perlindungan terhadap radikal bebas (Deny, dkk., 2006).
2.6 Vitamin C (Asam askorbat) sebagai salah satu antioksidan
Asam askorbat dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menetralisir
spesies oksigen reaktif. Vitamin C topikal digunakan untuk mencegah kerusakan
karena radiasi ultraviolet. Kerja asam askorbat terhadap efek UV adalah dengan
menetralisir radikal bebas dan mengaktifkan vitamin E. Asam askorbat penting
untuk sintesi kolagen, yang merupakan kofaktor untuk enzim prolil dan lisil
hidrosilase yang berguna untuk kestabilan kolagen. Pemakaian asam askorbat
15% di kombinasi dengan α tokoferol 1% memberikan 4 kali lipat perlindungan
14 2.7 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Ditjen POM,
1995). Krim berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air,
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada dua yaitu: krim tipe air minyak
(A/M) dan krim minyak air (M/A). Untuk penstabilan krim ditambah zat
antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan adalah
Nipagin 0,12-0,18 %, Nipasol 0,02-0,05 % (Anief, 2000). Prinsip pembuatan krim
adalah berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi
dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur 70°C -
80°C (Dirjen POM,1995).
Kosmetik protective Hand Cream membantu terbentuknya pelindung
terhadap bahan kimia dan sinar ultraviolet. Krim ini dapat memberikan
perlindungan ekstra terhadap serangan luar yang tidak bisa ditanggulangi oleh
kulit dalam keadaan biasa. Krim ini juga disebut krim pelindung dibuat untuk
keadaan lingkungan tertentu seperti pada lingkungan tropis (Haynes, 1994).
2.8 Skin Analyzer (Aramo SG)
Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan
kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat
subjektif dan bergantung pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak
adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).
Skin analyzer merupakan seperangkat alat yang dirancang untuk
15
mengenai kadar normal kelembaban, sebum (minyak) permukaan kulit, flek,
pori-pori, sensitivitas dan garis kerutan dari kulit (Aramo, 2012).
Skin analyzer terdiri dari beberapa alat pengukur yaitu dua buah kamera
(perbesaran 60x dan 10x), alat cek kelembaban dan stik busa pengukur minyak,
juga terdapat lampu UV yang digunakan untuk mensterilkan kamera sehingga
tidak terjadi iritasi dikulit dikarenakan pemakaian yang bergantian pada kulit yang
berbeda. Skin analyzer dilengkapi dengan pengaturan warna lampu (biru, pink dan
orange). Lampu biru (normal 1) digunakan untuk dapat melihat minyak,
permukaan kulit, pori-pori dan kerutan. Lampu orange (polarizing) digunakan
untuk melihat flek dan pigmentasi. Sedangkan lampu pink (normal 2) digunakan
untuk melihat keratin pada kulit (Aramo, 2012).
2.8.1Pengukuran kondisi kulit dengan Skin analyzer
Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan
menggunakan Skin analyzer, yaitu:
1. Moisture (Kadar air)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker
yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan
tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan
pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.
2. Sebum (Kadar minyak)
Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan alat oil checker
yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan
16
Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar minyak dalam
kulit yang diukur.
3. Evennes (Kehalusan)
Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada
lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera
diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudiaan tekan tombol
capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi
kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer berupa foto (image).
4. Pore (pori)
Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada saat
melakukan pengukuran pada kehalusan kulti. Gambar yang telah terfoto pada
pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit.
Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar
pada layar komputer berupa foto (image).
5. Spot (Noda)
Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin analyzer
pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga
(terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur
kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil
berupa angka dan penentuan banyakknya noda yang didapatkan akan tampil
pada layar komputer berupa foto (image).
6. Wrinkle (Keriput)
Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa
17
diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudiaan tekan tombol
capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi
kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini,
tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalam keriput juga
dapat terdeteksi dengan alat Skin analyzer.
2.8.2 Parameter pengukuran
Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan Skin analyzer dapat dilihat
[image:32.595.105.523.342.584.2]kriterianya pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran dengan Skin analyzer
Pengukuran Parameter (%)
Moisture (Kelembaban)
Dehidrasi Normal Hidrasi
0 - 29 30 - 45 46 – 100
Evennes (Kehalusan)
Halus Normal Kasar
0 - 31 32 - 51 52 – 100
Pore (pori) Kecil Sedang Besar
0 - 19 20 - 39 40 – 100
Spot (Noda) Sedikit Sedang Banyak
0 - 19 20 - 39 40 – 100
Wrinkle (Keriput) Tidak keriput Berkeriput Berkeriput parah
0 - 19 20 - 52 53 - 100
18 BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.
Penelitian meliputi pengumpulan dan penyiapan bahan, pembuatan ekstrak daun
teh hijau (Camellia sinensis L.) dan uji aktivitas antioksitan secara invivo pada
hewan marmut (Cavia cobaya) dengan menggunakan Skin Analyzer (Aramo SG).
3.1 Alat-alat yang Digunakan
Neraca listrik, pH meter, alat-alat gelas laboratorium, penangas air, lemari
pengering, lumpang, stamfer, pot plastik, freeze dryer, rotary evaporator, kertas
saring, sinar UV, gunting dan alat cukur bulu marmut, alat Skin Analyzer (Aramo
SG).
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan
Asam stearat, setil alkohol, trietanolamin (TEA), air suling, nipagin, ekstrak
daun teh hijau (Camellia sinensis L.), vitamin C, metil biru, larutan dapar pH
asam (4,01), larutan pH netral (7,01), bahan kimia berkualitas teknis: etanol 70%.
3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah
daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang diambil dari PT. PN VIII Perkebunan
Malabar, Desa Banjarsari Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Bandung Jawa
19 3.4 Hewan Percobaan
Marmut betina (Cavia cobaya) dengan berat 300-500 g/ekor sejumlah 15
ekor.
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1Pembuatan simplisia daun teh hijau (Camellia sinensis L.)
Daun teh hijau dipisahkan dari batangnya, dikumpulkan, dicuci, lalu
ditiriskan. Kemudian daun ditimbang sebagai berat basah sebanyak 3,1 kg. Bahan
ini kemudian dikeringkan dilemari pengering hingga kering. Kemudian ditimbang
sebagai berat kering sampai dengan berat konstan. Simplisia kemudian disimpan
pada wadah yang terlindung dari sinar matahari.
3.5.2 Pembuatan ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Pembuatan ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dilakukan dengan
cara maserasi. Prosedur pembuatan ekstrak: sebanyak 200 mg sebuk teh hijau
kering (Camellia sinensis L.) dimasukkan dalam bejana. Simplisia direndam
dengan penyari campuran etanol 70% sebanyak 1500 ml. Biarkan 5 hari, diaduk
sehari sekali. Setelah 5 hari , serkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan
penyari sebanyak 500 ml, aduk serkai dan dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung
cahaya matahari selama 2 hari atau hingga ampas tidak mengandung zat aktif.
Dimana zat aktifnya dapat di uji dengan pereaksi besi (III) klorida ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna dari kuning menjadi biru hitam. Kemudian
maserat dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator dan dikeringkan
dengan freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental. Timbang ekstrak kental yang
20
3.5.3 Formula standar Hand Cream (krim tangan) (Young, 1972)
R/ Asam stearat 12 g
Setil alkohol 0,5 g
Sorbitol sirup 5 g
Propilen glikol 3 g
Nipagin 0,1 g
Trietanolamin 1 g
Air suling ad 100 ml
parfum 3 tetes
3.5.4 Formula Hand Cream (krim tangan) yang dimodifikasi
R/ Asam stearat 12 g
Setil alkohol 0,5 g
Natrium metabisulfit 0,2 g
Ekstrak daun teh hijau qs
Nipagin 0,1 g
Trietanolamin 1 g
21
Pada formula yang dimodifikasi ini, propilen glikol dan sorbitol sirup tidak
digunakan sebagai zat yang memiliki khasiat sebagai pelembab dimana zat ini
dapat menghambat terjadinya penuaan dini. Di sini di ganti dengan ekstrak daun
teh hijau (Camellia sinensis L.) yang dipekatkan. Ini bertujuan untuk melihat
apakah ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.). yang dipekatkan dapat
digunakan sebagai zat antioksidan alami atau tidak.
3.5.5Pembuatan Sediaan Krim
[image:36.595.97.519.383.638.2]Konsentrasi ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% (sebagai pembanding). Adapun formula yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Formula sediaan krim
Komposisi
Formula
I II III IV V
Asam stearat (g) 12 12 12 12 12
Setil alkohol (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Ekstrak daun teh hijau (%) - 0,02 0,2 2 -
Vitamin C (%) - - - - 2
Natrium metabisulfit (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Nipagin (g) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Trietanolamin (g) 1 1 1 1 1
Air suling (ml) 100 100 100 100 100
Keterangan: Formula I : Blanko
Formula II : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,02% Formula III : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,2% Formula IV : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 2%
22
Cara pembuatan:
Asam stearat dan setil alkohol dimasukkan kedalam cawan penguap dan
dilebur diatas penangas air hingga suhu 75°C (massa 1). Nipagin dilarutkan dalam
air panas, lalu ditambahkan trietanolamin dikocok sampai larut (massa II). Massa
I dan massa II dicampurkan dalam lumpang panas sambil digerus secara terus
menerus hingga terbentuk dasar krim. Ekstrak daun teh hijau ditambahkan sedikit
demi sedikit kedalam dasar krim dan digerus homogen.
3.4 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 3.4.1 Pemerikasaan homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek glass.
Cara:
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
3.4.2 Pengamatan stabilitas sediaan
Cara:
Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian
atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sediaan telah
selesai dibuat, penyimpanan 1,4,8 dan 12 minggu dilakukan pada temperatur
kamar, bagian yang diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna dan bau
23 3.4.3 Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Cara:
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral
(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (4,01) hingga alat menunjukkan harga pH
tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan
tissu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan
dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam
larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.
3.4.4 Penentuan Tipe Emulsi Sediaaan
Cara:
Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek glass, ditambahkan satu tetes
metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Ditutup dengan kaca penutup dan
diamati dibawah mikroskop. Bila warna biru tersebar merata berarti sediaan tipe
m/a.
3.5 Pengujian Efek Anti-aging
Cara:
Metoda yang dipilih adalah uji efektivitas antioksidan secara invivo dengan
24
disinari UV. Marmut terlebih dahulu di cukur punggungnya dengan ukuran 2,5
cm x 2,5 cm. Kemudian marmut dibagi ke dalam 5 kelompok secara triplo
menjadi kelompok kontrol ( 3 marmut), kelompok uji (9 marmut untuk tiga
konsentrasi berbeda ) dan kelompok positif ( 3 marmut).
Kelompok kontrol negatif yaitu marmut yang diolesi dengan sediaan krim tanpa
penambahan bahan aktif. Kelompok kontrol positif yaitu marmut yang diolesi
dengan sediaan krim yang mengandung vitamin C 2%. Kelompok uji yaitu
marmut yang diolesi dengan sediaan krim dari ekstrak teh hijau (Camellia
sinensis L.) dengan berbagai konsentrasi. Sebelumnya marmut diberi pajanan
sinar UV selama ± 5 jam untuk menuakan epidermis kulit marmut. Diukur kerutan
(winkles) yang terbentuk dengan Skin Analyzer (Aramo SG) pada perbesaran
lensa 60 x. Kemudian marmut di beri perlakuan dengan mengoleskan krim
sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu. Dilakukan pengukuran kerutan (winkles)
kembali dengan Skin Analyzer (Aramo SG) setiap minggu. Diamati perbedaan
diameter kerutan yang terbentuk pada epidermis kulit kelompok marmut positif,
kelompok marmut negatif dan kelompok marmut uji. Sediaan dikatakan efektif
bila kerutan pada epidermis kulit yang telah rusak kembali kekeadaan awal
25 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Mutu Fisik Sediaan
4.1.1. Homogenitas sediaan
Mutu fisik sediaan krim tangan anti aging dari segi homogenitas yang diuji,
diperoleh hasil bahwa sediaan krim tangan anti aging tidak terdapat
butiran-butiran kasar pada kaca objek gelas sehingga krim tangan anti aging dapat
dikatakan homogen. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sediaan
pembanding yaitu blanko dan vitamin C 2%, hasil yang diperoleh juga
menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada objek gelas.
Homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain, lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka
sediaan dapat dikatakan homogen (Ditjen POM, 1979). Hasil gambar dapat dilihat
pada Lampiran 6, halaman 41.
4.1.2. Stabilitas sediaan
Menurut Ansel (1989), rusak atau tidaknya suatu sediaan yang mengandung
bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan
bau. Untuk mengatasinya maka ditambahkan suatu antioksidan. Antioksidan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah natrium metabisulfit. Kerusakan juga dapat
ditimbulkan oleh aktivitas bakteri dan jamur, untuk mengatasi hal tersebut dapat
26
penelitian ini adalah nipagin. Hasil pengamatan stabilitas masing-masing formula
[image:41.595.108.519.184.452.2]selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, 1, 4, 8 dan 12 minggu
No Formula
Pengamatan setelah Selesai
dibuat
1 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu
x y z x y z x y z x y z x y Z
1 A - - - -
2 B - - - -
3 C - - - -
4 D - - - -
5 E - - - -
Keterangan : Formula A : Blanko
Formula B : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,02% Formula C : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,2% Formula D : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 2%
Formula E : Formula krim yang mengandung viamin C 2%
x : Perubahan warna
y : Perubahan bau
z : Pecahnya emulsi
- : Tidak ada perubahan
√ : Terjadi perubahan
Berdasarkan data pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa sediaan krim tangan
blanko, krim tangan ekstrak daun teh hijau dengan konsentrasi 0,02%, 0,2%, 2%
dan krim tangan vitamin C 2% stabil selama penyimpanan hingga 12 minggu.
Pada penyimpanannya, sediaan krim tangan tidak mengalami perubahan warna
27
menggunakan wadah yang gelap dan terlindung oleh cahaya matahari. Hal ini
dapat menyebabkan krim tangan yang mengandung vitamin C 2% teroksidasi.
(Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 40).
4.1.3. pH sediaan
Pengujian mutu sediaan krim tangan dari segi pH dapat ditentukan dengan
menggunakan pH meter (Hanna). Dari pengukuran yang telah dilakukan,
[image:42.595.107.523.304.506.2]diperoleh data pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 4.2Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat
No Formula
pH
I II III Rata-rata
1 A 6,4 6,3 6,3 6,33
2 B 6,4 6,4 6,4 6,40
3 C 6,4 6,4 6,5 6,43
4 D 6,4 6,5 6,5 6,47
5 E 6,0 6,1 6,0 6,03
Tabel 4.3Data pengukuran pH sediaan setelah penyimpanan selama 12 minggu
N
o Formula
pH rata-rata selama 12 minggu I II III IV V VI VII VII
I
IX X XI XII
1 A 6,33 6,33 6,33 6,32 6,32 6,31 6,31 6,31 6,30 6,30 6,30 6,30
2 B 6,40 6,40 6,40 6,39 6,39 6,38 6,38 6,38 6,38 6,37 6,37 6,37
3 C 6,43 6,43 6,43 6,41 6,41 6,41 6,40 6,40 6,40 6,40 6,39 6,39
4 D 6,47 6,47 6,47 6,46 6,45 6,45 6,46 6,45 6,44 6,44 6,44 6,43
5 E 6,03 6,03 6,00 5,98 5,96 5,93 5,89 5,86 5,82 5,70 5,65 5,62
Keterangan: Formula A : Blanko
[image:42.595.109.520.558.730.2]28
Formula C : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,2% Formula D : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 2%
Formula E : Formula krim yang mengandung viamin C 2% (sebagai pembanding)
Berdasarkan data pada Tabel 3.2 pengukuran pH sediaan krim tangan pada
saat sediaan selesai dibuat, menunjukkan bahwa pH dari formula A: 6,33; formula
B: 6,40; formula C: 6,43; formula D: 6,47; formula E: 6,03. Maka hasil
pengukuran pH sediaan krim selesai dibuat berkisar antara 6,03 - 6,47.
Setelah penyimpanan 12 minggu data pada Tabel 3.3, didapatkan bahwa
pengukuran pH yang diperoleh sedikit menurun dibandingkan dengan pH setelah
dibuat. Krim tangan vitamin C 2% menunjukkan penurunan pH yang lebih besar
dari minggu ke minggu. Hal ini dikarenakan vitamin C 2% mudah teroksidasi
oleh udara dan cahaya matahari. Namun, perubahan tersebut masih dalam standar
persyaratan pH untuk sediaan krim tangan yaitu pH 5-8 (Balsam,1972).
4.1.4. Tipe emulsi sediaan
Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan menggunakan
[image:43.595.107.517.538.739.2]metil biru dapat dilihat pada Tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 4.4 Data penetuan tipe emulsi sediaan
No Formula
Kelarutan Biru Metil Pada Sediaan
Ya Tidak
1 A √ -
2 B √ -
3 C √ -
4 D
√ -
5 E
29
Keterangan: Formula A : Blanko
Formula B : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,02% Formula C : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 0,2% Formula D : Konsentrasi ekstrak daun teh hijau 2%
Formula E : Formula krim yang mengandung viamin C 2% (sebagai pembanding)
Menurut Ditjen POM (1985), penentuan tipe emulsi suatu sediaan dapat
dilakukan dengan menggunakan larutan metil biru. Sediaan krim dikatakan
memiliki tipe emulsi m/a apabila metil biru dapat larut homogen didalam sediaan
krim tersebut.
Formula krim tangan dengan konsentrasi 0,02%, 0,2%, 2%, vitamin C 2%
dan blanko menunjukkan metil biru dapat larut dalam semua formula krim tangan.
Dengan demikian larutnya metil biru pada sediaan krim tangan membuktikan
bahwa sediaan krim yang diformulasikan mempunyai tipe emulsi m/a. (Gambar
dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 41.
4.2. Pengujian Aktivitas Anti-aging
Pengujian dilakukan pada kulit marmut bagian punggung dengan ukuran ±
2,5 cm x 2,5 cm yang dicukur bulunya dan telah di beri pajanan sinar UV 366 nm.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skin analyzer (Aramo SG), dimana
untuk mengukur kelembaban menggunakan alat stick yang ditempelkan pada kulit
marmut hingga menunjukkan angka kelembaban pada layar alat. Sedangkan untuk
pengukuran kehalusan kulit, pori, dan flek dapat menggunakan alat berupa kamera
dengan perbesaran 60 x hingga memberikan nilai indikator pada hasil foto.
Sedangkan untuk pengukuran kerutan menggunakan kamera dengan perbesaran
30 4.2.1. Moisture (Kelembaban)
Hasil pengukuran kelembaban dari semua kelompok marmut dapat dilihat
[image:45.595.108.518.327.655.2]pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.5Data kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% pada saat sebelum penyinaran, setelah penyinaran, serta pemulihan pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
F O R M U L A M A R M U T
Moisture (Kelembaban) (%)
Sebelum penyinaran Setelah penyinaran Pemulihan minggu I Pemulihan minggu II Pemulihan minggu III Pemulihan minggu IV I
1 32 12 15 17 18 21
2 32 12 13 18 19 20
3 31 13 17 18 18 20
31,7±0,57 12,3± 0,57 15± 2,00 17,7±0,57 18,3±0,57 20,3±0,57
II
1 30 12 15 21 25 27
2 30 12 17 20 25 29
3 30 12 15 19 26 29
30 ± 0,00 12 ± 0,00 15,6±2,52 20±3,21 25,3±2,08 28,3±1,15
III
1 32 13 18 23 27 31
2 32 13 15 22 29 30
3 31 12 17 20 27 30
31,7±0,57 12,7±0,57 16,7±1,52 21,7±1,52 27,7±1,15 30,3±0,57
IV
1 32 15 19 22 29 31
2 32 13 18 21 29 31
3 31 12 17 25 30 31
31,7±0,57 13,3±1,52 18 ± 1,00 22,3±1,52 29,3±0,57 31 ± 0,00
V
1 32 12 17 25 30 31
2 32 12 15 23 27 30
3 32 12 18 25 30 32
32± 0,00 12± 0,00 16,7± 1,52 23,3± 2,88 29± 1,73 31± 1,00
Keterangan : Formula I : Marmut kelompok blanko
Formula II : Marmut kelompok ekstrak daun teh hijau 0,02% Formula III : Marmut kelompok ekstrak daun teh hijau 0,2% Formula IV : Marmut kelompok ekstrak daun teh hijau 2%
Formula V :Marmut kelompok viamin C 2% (sebagai
31
[image:46.595.113.511.99.381.2]Parameter hasil pengukuran 0 - 29 : Dehidrasi 30 - 50 : Normal 51 - 100 : hidrasi
Gambar 4.1 Grafik rata-rata kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% pada saat sebelum dan setelah penyinaran serta pemulihannya pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
Pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semua kelompok
marmut yang sebelum penyinaran memiliki kadar air normal yaitu di atas 30 dan
setelah penyinaran kadar air menurun hingga dibawah normal atau dehidrasi.
Perhitungan secara statistik dengan Anova menunjukkan tidak adanya perbedaan
yang signifikan pada saat sebelum penyinaran dan setelah penyinaran (p>0,05).
Pada pemulihan disetiap minggunya, terjadi peningkatan kadar air pada setiap
kelompok marmut. Perhitungan statistik Anova menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan (p< 0,05) pada minggu ke-2, ke-3 dan ke-4. Kelompok blanko
mempunyai perbedaan yang signifikan pada pemulihannya di minggu ke-2
terhadap kelompok marmut konsentrasi 2% dan vitamin C. Hal yang sama terjadi
pada pemulihan minggu ke-3, didapat perbedaan yang signifikan antara marmut 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
Sebelum UV Setelah UV pemulihan I pemulihan II pemulihan III pemulihan IV
K
a
d
a
r a
ir
(%)
Moisture
blanko Daun teh hijau 0,02% Daun teh hijau 0,2%
32
kelompok blanko dengan semua kelompok ekstrak daun teh hijau konsentrasi
0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C (p < 0,05).
Dari Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa konsentrasi 0,2% ekstrak daun teh
hijau (Camellia sinensis L.) memiliki kadar air kembali ke normal pada pemulihan
minggu ke-4 yaitu 30,4%. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi 0,2%
memberikan aktivitas antioksidan minimum yang dapat mengembalikan kadar air
pada kulit. Sedangkan pada konsentrasi 2% mengembalikan kadar air pada
minggu ke-4 yaitu diatas 30% (normal), dimana hasilnya sama dengan
pembanding vitamin C 2%. Hal ini menunjukkan besarnya konsentrasi ekstrak
daun teh hijau (Camellia sinensis L.) memberikan pengaruh pada kadar air dalam
kulit. Penggunaan konsentrasi minimal 0,2% ekstrak daun teh hijau (Camellia
sinensis L.) dapat mengembalikan kadar air pada kulit.
Nutrisi, aktivitas serta lingkungan sangat mempengaruhi kadar air dalam
epidermis dan dermis. Kulit harus mampu menjaga kadar air untuk
mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang sehat. Apabila kadar air menurun
secara drastis, akan menyebabkan kulit menjadi kering, kasar, pecah-pecah serta
terkelupas (Mitsui, 1997). Achroni (2012) menyebutkan, kulit mengalami
kemunduran atau kehilangan keremajaan yang disebabkan oleh radikal bebas
faktor eksternal berupa radiasi sinar matahari, polusi udara, asap rokok dan
polutan lain. Sehingga menyebabkan terjadinya penuaan dini.
4.2.2. Evennes (kehalusan)
Hasil pengukuran kehalusan kulit dari semua kelompok marmut dapat
33
Tabel 4.6 Data kehalusan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% pada saat sebelum penyinaran, setelah penyinaran, serta pemulihan pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
F O R M U L A M A R M U T
Kehalusan kulit (%)
Sebelum penyinaran Setelah penyinaran Pemulihan minggu I Pemulihan minggu II Pemulihan minggu III Pemulihan minggu IV I
1 49 61 59 57 54 52
2 49 59 59 57 54 53
3 49 63 63 63 61 53
49± 0,00 61± 2,00 60,3± 2,31 59± 3,46 56,3± 4,04 52,7± 0,57
II
1 36 60 56 54 51 47
2 33 52 33 31 31 30
3 39 57 35 34 34 33
36± 3,00 56,3± 4,04 41,3±12,74 39,7±12,50 38,7±10,78 36,7±9,07
III
1 44 60 58 58 56 44
2 37 53 39 36 36 32
3 29 57 41 39 38 33
36,7±7,50 56,7±3,51 46±10,44 44,3±11,93 43,3±11,01 37,3±8,65
IV
1 42 57 56 52 51 50
2 31 54 53 52 50 32
3 43 54 52 48 45 44
38,66±6,65 55,00±1,73 53,66±2,08 50,66±2,30 48,66±3,21 42,00±9,16
V
1 40 57 54 52 49 49
2 24 57 38 35 33 25
3 47 56 55 52 49 47
37,00±11,78 56,66±0,57 49,0±9,53 46,33±9,81 43,66±9,23 40,33±13,3
Keterangan : Formula I : Marmut kelompok blanko
Formula II : Marmut kelompok ekstrak daun teh hijau 0,02% Formula III : Marmut kelompok ekstrak daun teh hijau 0,2% Formula IV : Marmut kelompok ekstrak daun teh hijau 2%
Formula V :Marmut kelompok viamin C 2% (sebagai
pembanding)
34
Gambar 4.2 Grafik rata-rata kehalusan kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% pada saat sebelum dan setelah penyinaran serta pemulihannya pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa semua
kelompok marmut mempunyai kulit halus sampai normal pada kondisi sebelum
penyinaran, nilai kehalusan ini meningkat menjadi kasar setelah dilakukan
penyinaran dengan sinar UV 366 nm. Pengujian dengan anova menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05) sebelum dilakukan penyinaran dan
sesudah penyinaran, juga terlihat pada pemulihan minggu pertama sampai minggu
keempat tidak didapatkan perbedaan yang signifikan (p>0,05). Pemulihan dengan
pengolesan berbagai konsentrasi terutama pada konsentrasi 0,2% dan 2% sediaan
krim daun teh hijau memberikan hasil yang hampir sama, yaitu dari kondisi kulit
setelah penyinaran yang kasar menjadi kulit normal setelah dilakukan perawatan
selama 4 minggu pada semua kelompok kecuali kelompok krim blanko karena
kelompok marmut krim blanko memiliki kulit yang paling kasar daripada marmut
kelompok lainnya. 0
10 20 30 40 50 60 70
Sebelum UV Setelah UV pemulihan I pemulihan II pemulihan IIIpemulihan IV
K
e
h
a
lu
sa
n
(
%)
Evennes
blanko Daun teh hijau 0,02% Daun teh hijau 0,2%
[image:49.595.115.500.84.313.2]35
Kering dan kasar juga merupakan tanda umum yang dialami saat kulit
mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar oleh sinar matahari,
kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit akan rusak. Sehingga sel-sel
mati yang bertumpuk pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit
menjadi kurang halus. Akibatnya kulit tampak lebih kasar (Bogadenta, 2012).
4.2.3. Pore (pori)
Hasil pengukuran besarnya pori pada kulit dari semua kelompok marmut
[image:50.595.108.520.359.739.2]dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.7 Data besarnya pori pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% pada saat sebelum penyinaran, setelah penyinaran, serta pemulihan pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
F O R M U L A M A R M U T
Pore (pori) (%)
Sebelum penyinaran Setelah penyinaran Pemulihan minggu I Pemulihan minggu II Pemulihan minggu III Pemulihan minggu IV I
1 35 94 75 63 62 46
2 37 63 62 60 50 46
3 24 96 73 46 41 37
32±7,00 84,3±18,50 70±7,00 56,3±9,07 51±10,53 43±5,19
II
1 27 86 48 44 44 31
2 8 58 54 39 24 20
3 5 75 33 33 22 20
13,3±11,93 73±14,10 45±10,81 38,7±5,50 30±12,16 23,7±6,35
III
1 37 100 56 56 46 35
2 12 69 52 44 30 19
3 14 98 60 27 25 18
21±6,89 89±17,34 56±4,00 42,3±14,57 33,7±10,96 22,3±8,14
IV
1 12 43 43 44 33 20
2 20 100 100 50 43 20
3 16 46 44 27 24 24
16±2,30 63,00±27,61 62,33±28,55 40,33±11,54 33,33±9,50 21,33±2,67
V
1 20 65 58 48 39 20
2 20 75 37 29 25 20
3 24 50 44 41 41 41
21,33±,30 63,33±12,5 46,33±10,6 39,33±9,0 35,00±8,7 27,00±12,1
Keterangan : Formula I : Marmut kelompok blanko
36
Formula V :Marmut kelompok viamin C 2% (sebagai
pembanding)
Parameter hasil pengukuran 0 - 19 : Kecil
[image:51.595.110.506.81.435.2]20 - 39 : Beberapa besar 40 - 100 : Sangat besar
Gambar 4.3 Grafik rata-rata besarnya pori pada kulit marmut kelompok blanko, daun teh hijau 0,02%, 0,2%, 2% dan vitamin C 2% pada saat sebelum dan setelah penyinaran serta pemulihannya pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
Pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa semua kelompok
marmut yang sebelum penyinaran memiliki ukuran pori yang kecil kecuali pada
marmut kelompok blanko dengan ukuran pori rata-rata beberapa besar sebelum
penyinaran. Perhitungan secara statistik dengan Anova menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan pada saat sebelum penyinaran dan setelah penyinaran
(p>0,05). Pada pemulihan disetiap minggunya, terjadi penurunan ukuran pori-pori
kulit pada setiap kelompok marmut. Perhitungan statistik Anova menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan (p< 0,05) mulai pada minggu ke-3 dan ke-4.
Kelompok blanko mempunyai perbedaan yang signifikan pada pemulihannya di 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sebelum UV Setelah UV pemulihan I pemulihan II pemulihan III pemulihan IV b e sa rn y a p o ri ( %)
Pore
blanko Daun teh hijau 0,02% Daun teh hijau 0,2%
37
minggu ke-3 yaitu antara kelompok yang menggunakan ekstrak daun teh hijau
(Camellia sinensis L.) 0,2% dan vitamin C. Hal yang sama terjadi pada pemulihan
minggu ke-4, didapat perbedaan yang signifikan antara marmut kelompok blanko
dengan kelompok ekstrak daun teh hijau konsentrasi 2% (p < 0,05).
Dari Gambar 4.3 di atas terlihat bahwa konsentrasi 0,2% dan 2% ekstrak
daun teh hijau (Camellia sinensis L.) memberikan hasil yang hampir sama yaitu
dapat mengembalikan ukuran pori kembali ke normal pada pemulihan minggu
ke-4. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan konsentrasi 0,2% ekstrak
daun teh hijau sudah dapat memberikan aktivitas antioksidan minimum yang
dapat mengecilkan ukuran pori-pori pada kulit.
Bogadenta (2012) menyebutkan, bahwa tanda-tanda penuaan dini salah
satunya pori-pori kulit tampak membesar. Hal ini disebabkan selain karena
bertambahnya usia pori-pori kulit akan menjadi semakin besar karena semakin
berkuranya elastisitas juga dikarenakan sering terkena sinar matahari secara terus
menerus sehingga sel-sel kulit mati menumpuk. Banyaknya aktivitas
meningkatkan suhu tubuh yang akan memperbesar ukuran pori.
4.2.4. Spot (Noda)
Hasil pengukuran jumlah noda pada kulit semua kelompok marmut dapat