PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
SYAHRAINI 097011025/MKn
MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Pendaftran tanah dilakukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum terhadap suatu bidang tanah. Pendaftaran tanah tersebut akan melahirkan suatu sertipikat tanah, yang berfungsi terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah, yang menunjukkan nama pemegang sertipikat, bentuk hak, dan lain-lain. Sertipikat tanah tersebut sangat penting terhadap pemegangnya, karena sertipikat juga merupakan alat pembuktian yang kuat. Karena begitu pentingnya sertipikat tersebut, pemerintah mengeluarkan aturan tentang sertipikat pengganti. Sertipikat pengganti diterbitkan bisa karena rusak, balnko lama dan hilang.
Penelitain ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan, serta ditambah dengan data lainnya yang diperoleh dari wawancara. Penelitian ini bersifat Deskriptif Analistis yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum, baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa kendala dalam penerbitan sertipikat pengganti adalah dalam hal pemohon tidak mempunyai pertinggal atau fotocopi dari sertipikat,dan dalam hal pengambilan sumpah, yang mana permohonan sertipikat pengganti tersebut memakai kuasa. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemegang hak sertipikat dapat dilihat dari sistem pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah Indonesia memakai system negatif bertendensi positif, sebagaiamna tersirat dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA. Akibat hukum sertipikat pengganti, apabila sertipikat lama muncul kembali, bahwa serttipikat lama tersebut telah hilang haknya,dan oleh kantor pertanahan ditarik dan dimusnahkan untuk menghindari penyalahgunann dan penipuan dari pemohon sertipikat pengganti tersebut.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur serta doa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan Tesis ini yang berjudul: Penerbitan Sertipikat Pengganti
Di Kantor Pertanahan Kota Medan.
Penulis menyadari bahwa tesisi ini masih ada kekurangan dan belum
sempurna. Untuk itu penulis mengharapakan saran dan kritikan demi tercapainya
kesempurnaan pemulisan tesis ini.
Selesainya penulisan tesis ini tak lepas dari bimbingan, arahan dan dukungan
dari semua pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi
mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus
sebagai pembimbing pertama, yang telah memberikan bimbingan dan saran demi
4. Ibu Dr. Tengku Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Prof.Dr.Syafruddin Kalo, SH, M.Hum selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran demi penyempurnaan tesis ini
6. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku pembimbing, yang telah
memberikan bimbingan dan saran demi penyempurnaan tesis ini
7. Bapak Notaris Dr.Syahril Sofyan, SH, MKn selaku penguji yang telah
memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan tesis ini
8. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum selaku penguji yang telah memberikan
kritik dan saran demi penyempurnaan tesis ini
9. Bapak dan Ibu Dosen Magiter Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, terima
kasih atas ilmu yang diberikan.
10.Semua staf biro pendidikan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dan melayani dengan senyum
yang manis dari masa perkuliahan sampai masa penulisan tesis ini.
11.Bapak notaris Afrizal Arsad Hakim,SH, notaris/PPAT Medan, yang telah
memberikan ilmu dan saran dalam penyelesain tesis ini.
12.Yang terhormat dan tersayang kedua orang tua, bapak H.Syahrial Bancin dan ibu
Hj.Rahmah Pohan, yang telah memberikan dukungan secara lahiriah dan batiniah
serta doa yang tiada henti, sehingga penulis dapat menyelesaiakan pendidikan
Magister Kenotariatan ini. Dan juga kepada kakak ku my bunda, abang, adik-adik
13.Buat kak lela, kak nez sebagai sahabat di Magister Kenotariatan USU dan
sekaligus sebagai kakak-kakakku, serta buat olif dan nida sebagai sahabat di
Magister Kenotariatan USU dan sekaligus sebagai sobat dan adekku, terima kasih
atas semuanya. Dan buat teman-teman, abang-abang dan kakak-kakakku di kelas
A, angkatan 2009, bang Melky, bang Dony, Mas Pud, (yang setia menjadi
pembanding penulis, terima kasih atas segala bantuannya), Bang Buchler, Bang
Rahmat, Bang Roy, Bang Suhaili, Kak Neti, Kak Iin, Kak Ecy, Wina, Rahma, dan
yang lainnya, terima kasih atas semuanya.
14.Dan rekan-rekan di Magister Kenotariatan angkatan 2009 , yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
15.Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Semoga penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi positif
bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan untuk pekembangan
dibidang pertanahan pada khususnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Januari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Pribadi
Nama : Syahraini
Tempat/Tanggal Lahir : Rimo (Aceh Singkil) / 06 April 1985
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Komplek THI, blok A 22, Jalan
Ringroad, Tanjung Sari, Medan
II. Keluarga
Nama ayah : H.Syahrial Bancin
Nama ibu : Hj.Rahmah Pohan
III. Pendidikan
1. Sekolah Dasar (SD) : SD Negeri 1 Gunung Meriah (Aceh
Singkil), Tamat Tahun 1998
2. Sekolah Menengah Pertama : SLTP Negeri 1 Gunung Meriah (Aceh
Singkil), Tamat tahun 2001
3. Sekolah Menengah Atas : SMU Negeri 1 Gunung Meriah (Aceh
Singkil), Tamat Tahun 2004
4. S1 Fakultas Hukum : Universitas Andalas Padang
Tamat Tahun 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 12
1. Kerangaka Teori ... 12
2. Konsepsi ... 18
G. Metode Penelitian ... 19
1. Metode Pendekatan ... 20
2. Spesifikasi Penelitian ... 20
3. Sumber dan jenis data ... 21
4. Alat Pengumpulan data ... 22
BAB II KENDALA APA SAJA YANG DITEMUKAN DALAM
PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI ……… 25
A.Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Hak Atas Tanah ... 25
1. Pengertian sertipikat ... 25
2. Penerbitan Sertipkat Hak Atas Tanah ... 26
B. Pengaturan Hukum Tentang Sertipikat Pengganti ... 55
1. Penyebab Diterbitkannya sertpikat Pengganti ... 57
2. Penerbitan Sertipikat Pengganti ... 58
C. Kendala Apa Saja Yang Ditemukan Dalam Penerbitan Sertipikat Pengganti ... .. 67
BAB III BAGAIMANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ………... 71
A. Teori Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah ... .. 71
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Setipikat Hak Atas Tanah.. ... .. 76
BAB IV BAGAIMANA AKIBAT HUKUM ATAS SERTIPIKAT LAMA, APABILA SERTIPIKAT PENGGANTI TELAH DITERBITKAN .……….... 90
A. Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 102
A. KESIMPULAN ... 102
B. SARAN ... 103
ABSTRAK
Pendaftran tanah dilakukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum terhadap suatu bidang tanah. Pendaftaran tanah tersebut akan melahirkan suatu sertipikat tanah, yang berfungsi terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah, yang menunjukkan nama pemegang sertipikat, bentuk hak, dan lain-lain. Sertipikat tanah tersebut sangat penting terhadap pemegangnya, karena sertipikat juga merupakan alat pembuktian yang kuat. Karena begitu pentingnya sertipikat tersebut, pemerintah mengeluarkan aturan tentang sertipikat pengganti. Sertipikat pengganti diterbitkan bisa karena rusak, balnko lama dan hilang.
Penelitain ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan, serta ditambah dengan data lainnya yang diperoleh dari wawancara. Penelitian ini bersifat Deskriptif Analistis yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum, baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa kendala dalam penerbitan sertipikat pengganti adalah dalam hal pemohon tidak mempunyai pertinggal atau fotocopi dari sertipikat,dan dalam hal pengambilan sumpah, yang mana permohonan sertipikat pengganti tersebut memakai kuasa. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemegang hak sertipikat dapat dilihat dari sistem pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah Indonesia memakai system negatif bertendensi positif, sebagaiamna tersirat dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA. Akibat hukum sertipikat pengganti, apabila sertipikat lama muncul kembali, bahwa serttipikat lama tersebut telah hilang haknya,dan oleh kantor pertanahan ditarik dan dimusnahkan untuk menghindari penyalahgunann dan penipuan dari pemohon sertipikat pengganti tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah dan rumah adalah kebutuhan primer, setelah sandang dan
pangan. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika
pembangunan, maka didalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan bahwa bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena semakin
meningkatnya kebutuhan atas tanah bagi kepentingan masyarakat. Dalam
rangka memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum terhadap
hak-hak warga negaranya baik hak perseorangan maupun publik atas tanah
dan rumah, pemerintah telah menekankan pentingnya pendaftaran hak atas
tanah, serta pengurusan izin mendirikan bangunan, maka diperlukanlah
suatu aturan untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah, agar dalam pemanfaatan atau penggunaan tanah
terjadi suatu keteraturan.
Untuk mengatur mengenai tanah tersebut pemerintah telah
mengeluarkan peraturan antara lain dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria dan
Selain kedua peraturan tersebut di atas Kitab Undang-Undang hukum
Perdata juga memberika kedudukan yang sangat penting bagi tanah dan
benda-benda melekat pada tanah. Dalam rumusan Pasal 520 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : Pekarangan dan
kebendaaan tak bergerak lainnya yang tak terpelihara dan tiada pemiliknya,
seperti pun kebendaan mereka yang meninggal dunia tanpa ahli waris, atau
yang warisannya telah ditinggalkan adalah milik negara.
Untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum terhadap
pemegang hak atas tanah, maka pemerintah menyediakan suatu lembaga baru
yang dahulunya tidak dikenal dalam hukum adat yaitu lembaga pendaftaran.
Pendaftaran tanah dilakukan sangat berguna bagi pemegang hak atas tanah
terutama untuk memperoleh bukti kepemilikan hak dengan dikeluarkannya
sertipikat hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas
tanah, UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan
pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, sebagaimana diamanatkan Pasal 19
UUPA. Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari
pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
4. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran termaksud dalam ayat (2) diatas, dengan ketentuan bahwa
rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.
Ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut merupakan
ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan
pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, yang sekaligus juga merupakan dasar
hukum bagi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka memperoleh surat
tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Sebagaimana dibahasakan dalam pasal 23 ayat (1) UUPA : tentang hak milik.
Demikian halnya dengan setiap peralihan dan hapusnya pembebanan
dalam Pasal 19, dan Pasal 32 ayat (1) UUPA, tentang Hak Guna Usaha,
termasuk syarat-syarat pemberiannya, bahwa setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal tersebut diatas.
Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah dikeluarkan Peraturan
Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961. Dalam
kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 10 tahun 1961 tersebut selama lebih dari 30 tahun belum
cukup memberikan hasil yang memuaskan.1 Dan pada tanggal 8 Juli 1997
ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997
tentang pendaftaran tanah, menggantikan peraturan pemerintah nomor 10
tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanan pendaftaran tanah
sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.2
Salah satu tujuan diadakannya revisi terhadap Peraturan Pemerintah
nomor 10/1961 adalah untuk lebih memacu pelaksanaan pendaftaran tanah
yang selama ini dirasakan berjalan cukup lamban.
3
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat merupakan
tugas negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat,
dalam rangka memberikan status hak atas tanah di Indonesia.
1
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2005, hal 470-480 2
Ibid, hal 469 3
Pendaftaran tanah oleh pemerintah tersebut diselenggarakan oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN) yaitu sebuah lembaga Pemerintahan non
Departemen yang bidang tugasnya meliputi pertanahan. Kantor Pertanahan
adalah unit kerja BPN di wilayah kabupaten atau kota, yang melakukan
pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
Dalam melaksanakan tugasnya kantor pertanahan dibantu oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta atas tanah.
Adapun tujuan dari pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 dalam Pasal 3 adalah:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang
hak yang bersangkutan;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
dari pendaftaran tanah dapat dipetik oleh 3 pihak yaitu ;
1. Pemegang hak atas tanah itu sendiri, sebagai pembuktian atas haknya.
2. Pihak yang berkepentingan, misalnya calon pembeli tanah, atau kreditur
untuk memperoleh keterangan atas tanah yang menjadi objek perbuatan
hukumnya.
3. Bagi Pemerintah yaitu dalam rangka mendukung kebijaksanaan
pertanahannya.
Mengenai pentingnya pendaftaran tanah, Bachan Mustafa
berpendapat bahwa pendaftaran tanah akan melahirkan sertipikat tanah,
mempunyai arti untuk memberikan kepastian hukum, karena hukum jelas
dapat diketahui baik identitas pemegang haknya maupun identitas
tanahnya. Jadi apabila terjadi pelanggaran hak milik atas tanah dapat
melakukan aksi penuntutan kepada sipelanggar berdasarkan hak miliknya
itu.4
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pengertian pendaftaran tanah adalah : rangkaian kegiatan yang dilakukan serta terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
5
4
Mustafa Bachsan, Hukum Agraria Dalam perspektif, Remaja Karya CV, Bandung, 1984, hal 58
5
Dan pada Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
yang isinya : “sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang
termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai
dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.”
Dengan berjalannya waktu kepemilikan pemegang hak atas tanah
terhadap sertipikat tanah, seringkali terjadi permasalahan-permasalahan
tentang sertipikat yang dimilikinya. Padahal sertipikat tanah adalah sangat
penting dan merupakan suatu alat bukti yang kuat terhadap kepemilikan hak
atas tanah. Permasalahan tersebut misalnya rusaknya sertipikat hak atas tanah
yang disebabkan karena kerusakan tidak disengaja akibat bencana alam
ataupun kerusakan karena kertas yang termakan usia maupun tersobeknya
sertipikat karena kecerobohan pemegangnya, sehingga tidak bisa terpakainya
atau terbacanya sertipikat tersebut.
Selain rusaknya sertipikat masalah lain yang dihadapi pemegang
sertipikat adalah hilang yang tidak diketahui keberadaannya, sehingga hal
tersebut sangat merugikan pemegang hak atas tanah.
Penerbitan sertipikat pengganti karena hilang ini tidak jauh berbeda
dengan penerbitan sertipikat hak atas tanah maupun penerbitan sertipikat
pengganti karena rusak. Akan tetapi di dalam penerbitan sertipikat pengganti
yuridis mengenai bidang tanah tersebut dan pengumuman di media masa. Hal
ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan dari sertipikat hilang
tersebut dan penipuan dari pemohon sertipikat pengganti karena hilang, yang
member keterangan palsu yang mengatakan sertipikatnya hilang, ternyata
dijadikan jaminan hutang kepada seseorang.
Penerbitan sertipikat pengganti ini sangat penting bagi pemegang hak
atas tanah, karena dengan sertipikat ini lah bukti yang menunjukkan bahwa
dia adalah pemilik dai tanah tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka
dalam hal ini Pemerintah memberikan solusi ataupun jalan keluar bagi
masyarakat yang mengalami kerusakan ataupun kehilangan sertipikat hak atas
tanah yaitu dengan adanya suatu sertipikat pengganti.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 57 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang isinya : Atas permohonan pemegang
hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang,
masih menggunakan blanko sertipikat yang tidak digunakan lagi, atau yang
tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. Dan
mengenai penerbitan sertipikat pengganti ini, lebih jelas diatur dalam
Peraturan Mentri Agraria/Kepala BPN nomor 3 tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah juga membahas tentang sertipikat pengganti, yaitu pada
Pasal 33 yang mengatakan “ sertipikat baru hanya dapat diberikan oleh kantor
agraria kepada yang berhak sebagai pengganti sertipikat yang rusak atau
hilang.6
Kantor pertanahan di kota Medan, sebagaimana kewenangannya telah
di atur dalam peraturan menteri Negara agraria/kepala badan pertanahan
nasional No.3 tahun 1999 tentang pelimpahan wewenang pemberian dan
pembatalan keputusan pemerintah berdasarkan hak atas tanah Negara, juga
telah beberapa kali menerbitkan sertifikat pengganti. Kantor Pertanahan
sebagai lembaga yang menerbitkan sertipikat, dalam hal ini juga dibantu oleh
PPAT sebagai pejabat pembuat akta tanah. Masyarakat dalam hal ingin
melakukan pengurusan sertipikat dapat melalui PPAT dimana letak tanah
tersebut berada.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumusakan permasalahannya sebagai berikut :
1. Kendala apa saja yang ditemui dalam penerbitan sertipikat pengganti?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak
atas tanah?
6
3. Bagaimana akibat hukum atas sertipikat lama, apabila sertipikat pengganti
telah diterbitkan?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam penerbitan sertipikat
pengganti.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
pemegang sertipikat hak atas tanah
3. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum atas sertipikat lama, apabila
sertipikat pengganti telah diterbitkan.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapakan akan memberikan manfaat :
1. Secara teoretis
a. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian untuk
meraih gelar Magister Kenotariatan pada Sekolah Pasca Sarjana,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan cakrawala berpikir dalam
bidang Pertanahan, khususnya dalam bidang Penerbitan sertipikat
c. Menjadi bahan informasi bagi masyarakat untuk informasi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, khususnya pada sertipikat pengganti.
2. Secara praktis
Memberikan masukan kepada masyarakat tentang penerbitan
sertipikat, khususnya sertipikat pengganti. Agar masyarakat tahu,
bahwa ada sertipikat pengganti apabila sertipikatnya rusak, hilang, dan
sebagainya
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan data yang dimiliki serta penelusuran yang
dilakukan di kepustakaan di Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara Medan, judul yang diangkat ini belum ada yang
melakukan penelitian sebelumnya, walaupun pernah ada penelitian yang
pernah dilakukan oleh Syafruddin, (017011081), Magister Kenotariatan
Unversitas Andalas Sumatera Utara, dengan judul “Perlindungan Hukum
Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah” , dengan permasalahan yang
diteliti :
1. Bagaimana konsep prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah yang
berkepastian hukum yang dibutuhkan masyarakat untuk melindungi
2. Bagaimana konsep dana pertanggungan hak atas tanah yang berkeadilan
yang diinginkan masyarakat untuk melindungi pemegang sertipikat hak
atas tanah dan pemegang hak atas tanh yang sebenarnya secara materil?
3. Bagaimana konsep sertipikat hak atas tanah santun lingkungan yang
bermanfaat yang diharapkan masayarakat untuk melindungi pemegang
sertipikat hak atas tanah dan lingkungan secara preventif?
Oleh karena, tesis yang diajukan ini adalah asli, actual dan orisinil,
maka tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi. Teori diperlukan untuk menerangkan atau
menjelaskan gejala spesifik atau prose tertentu terjadi, kerenanya suatu teori haruslah diujui dengan mengahadapkan pada fakta – fakta untuk menunjukkan kebenarannya.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.7
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis tentang
Penerbitan Sertifikat pengganti di Kantor Pertanahan Kota Medan ini adalah
7
teori kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu
pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan
segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Menurut
Roscue Pound bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya “Predictability”.8
Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian
hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut,
masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan
tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia.9
Dengan demikian kepastian hukum mengandung dua pengertian,
yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dan kedua
berupa pengamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.
Teori kepastian hukum ini sesuai dengan tujuan dari pendaftaran
tanah yaitu untuk suatu kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Hasil
dari adanya kepastian hukum tesebut yaitu terbitnya sertipikat bagi pemegang
hak atas tanah. Karena pendaftaran tanah itu diselenggarakan dengan tujuan
8
Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media group,Jakarta 2009,hal 158
9
akan memeberikan jaminan kepastian hak atas tanah, maka harus diusahakan
agar semua keterangan yang terdapat dalam tata usahanya selau cocok dengan
keadaan yang sebenarnya.10
Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah
berisi data fisik yaitu keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta
bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya bila dianggap perlu dan
data yuridis yaitu keterangan tentang status hak atas tanah dan hak penuh
karena lain yang berada di atasnya. 11
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan
adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat
akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena
bertujuan ketertiban masyarakat.12Sedangkan menurut ajaran dogmatis tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin kepastian hukum, yang diwujudkan
oleh hukum dengan sifatnya yang membuktikan suatu aturan hukum semata – mata untuk kepastian hukum.
10
Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,Jakarta, hal 102
11
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Buku Kompas, Jakarta, 2005, hal 20
12
Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:
Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta” (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).13
Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah memberikan pengertian “ sertipikat adalah surat tanda
bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 (2) huruf c UUPA untuk hak
atas tanah, hak pengelolaan, tanah waqaf, hak milik atas satuan rumah susun
dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah
yang bersangkutan”.
Proses pendaftaran tanah sampai penerbitan sertipikat memakan waktu
yang yang relatif panjang.14
13
Ibid, hal. 136
Pendapat ini yang ada pada masayarakat,
khusunya masyarakat pedesaan. Bahwa untuk dapat memperoleh sertipikat
hak atas tanah cukup sulit, memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya
yang cukup mahal terutama bagi masyarakat biasa dan berada di pedesaan,
yang relatif pendidikannya masih rendah dan keadaan ekonominya masih
tertinggal dan pas-pasan karena sebagian dari mereka adalah petani. Padahal
14
sertipikat sangat penting bagi kepemilikan hak atas tanah guna menjamin
kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah tersebut.
Penerbitan sertipikat hak atas tanah ditujukan untuk kepentingan
pemegang hak atas tanah dalam rangaka menjamin kepastian hukum.15
Dengan demikian sertipikat hak atas tanah yang ditegaskan oleh
peraturan perundang-undangan tersebut sebagai surat tanda bukti hak, yang
mempunyai kekuatan hukum sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai
pemilikan terhadap hak atas tanah. Kekuatan hukum sertipikat hak atas
tanah sebagai bukti pemilikan hak atas tanah dilihat dari sistem pendaftaran
tanah yang dipakai. Dalam Sistem pendaftaran tanah dikenal adanya dua Bagi
pemegang hak atas tanah, memiliki sertifikat tanah mempunyai nilai lebih,
sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis lain, sertifikat merupakan tanda
bukti alat yang kuat dan diakui secara hukum. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal
38 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, sertipikat merupakan surat tanda
bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hal ini sesuai
dengan sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah, yaitu
sistem negatif yang mengandung unsur positif, karena karena akan
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
15
system pendaftaran tanah, yaitu sistem pendaftaran akta ( registration of deeds ) dan sistem pendaftaran hak ( registration of titles). Sistem pendafataran yang digunakan oleh Indonesai adalah sistem pendaftaran hak (
registration of titles ), sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP 10/1961.16 Karena pentingnya pendaftaran
tanah tersebut, maka baik petugas pendaftaran maupun masyarakat diminta
untuk saling membantu agar tercapai apa yang menjadi tujuan pokok
pendaftaran tanah itu sendiri.17
Pengertian dan fungsi sertipikat pengganti pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan sertipikat hak atas tanah, hanya saja sertipikat pengganti
adalah berupa kutipan dari sertipikat yang rusak ataupun hilang. Jadi, fungsi
serta isi sertipikat pengganti hak atas tanah yang diatur oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut adalah sama dengan sertipikat hak
atas tanah.
Pelaksanaan Penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah karena
hilang, rusak dan sebagainya pada dasarnya sama dengan pelaksanaan
penerbitan sertipikat hak atas tanah biasanya, pada kenyataannya di dalam
pembuatan sertipikat hak atas tanah memang memerlukan waktu dan biaya.
Jumlah waktu dan biaya yang diperlukan didalam pembuatan sertipikat hak
atas tanah tersebut, tergantung daripada status tanah. Sebagaimana dijelaskan
16
Boedi harsono, Op.Cit, hal 477 17
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 karena rusak, hilang dan
sebagainya masih menggunakan blangko sertipikat lama.
2. Konsepsi
a. Penerbitan
Penerbitan adalah suatu usaha atau kegiatan yang berkaitan
dengan proses editorial, produksi, dan pemasaran barang-barang,
naskah tercetak yang didistribusikan kepada pembaca. Berdasarkan
definisi tersebut, dapat kita lihat ada tiga bidang yang berkaitan
dengan penerbitan, yaitu bidang editorial, bidang produksi, dan bidang
pemasaran.
b. Sertipikat
Sertipikat hak atas tanah menurut PP 24 Tahun 1997 adalah :
suatu surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, untuk hakatas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibuktikan dalam buku tanah yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa
sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang kuat mengenai data
fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya. Sehingga data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur
c. Sertipikat Pengganti
Sertipikat Pengganti merupakan sertipikat yang diterbikan
karena sertipikat yang lama mengalami kerusakan/hilang dan
kedudukannya sama dngan sertipikat lama.
d. Kantor Pertanahan
Kantor Pertanahan adalah Instansi vertikal Badan
Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada kepala Badan Pertanahan Nasional melalui
kepala kanwil Badan Pertanahan Nasional dan dipimpin oleh seorang
kepala.
G. Metode Penelitian
Didalam suatu penelitian, Ilmu Pengetahuan pada hakekatnya timbul
karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia, yang mana hasrat
keingintahuan tentang hal-hal ataupun aspek-aspek kehidupan yang masih
gelap bagi manusia, sehingga manusia itu sendiri ada rasa ingin tahu tentang
kebenaran dari pada kegelapan tersebut sehingga diadakanlah suatu penelitian
akan hal tersebut.18
18
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta 1984, hal 1
Jadi penelitian pada intinya merupakan sarana yang
dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta
Sehubungan dengan hal tersebut di atas didalam penulisan tesis ini,
digunakan metodologi tulisan sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan
Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa
yang terdapat didalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka didalam
penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
yaitu penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini sering disebut juga
penelitian dokumenter untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, literature-literatur yang
berkaitan dengan permasalahan, serta ditambah dengan data lainnya yang
diperoleh dari wawancara.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan tesis ini berupa penelitian
deskriptif analistis. Deskriptif Analistis adalah suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum, baik
dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.19
19
3. Sumber dan jenis data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekender. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsip-arsip, bahan pustaka, data resmi pada instansi pemerintah,
Undang-undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti,
yang terdiri dari :
1. Bahan hukum primer
yaitu bahan–bahan hukum yang berhubungan dan mengikat, seperti
literarur dari para ahli hukum dan perundang-undangan yakni :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
b. Peraturan perundang-undangan yang terkait, yakni :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
2. Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
3. Peraturan Mentri Negara Agaria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pelaksana peraturan pemerintah nomor 24
tahun 1997
4. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2000 Tentang Badan
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional
2. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, hasil-hasil
penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan
dengan penerbitan sertipikat pengganti.
3. Bahan hukum tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum
seperti kamus atau majalah yang terkait penerbitan sertipikat
pengganti
4. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data yakni :
a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait
dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari
buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan
yang ada kaitannya dengan penerbitan sertipikat penggnti.
b. Pedoman wawancara
Dalam memenuhi data primer, dilakukan dengan wawancara
dengan narasumber yang dianggap mengetahui dan memahami tentang
dengan tidak dibatasi oleh waktu dan daftar urutan pertanyaan, tetapi tetap berpegang pada pokok penting permasalahan yang sesuai dengan
tujuan wawancara.
Wawancara tidak terstruktur ini dimaksudkan agar memperoleh jawaban spontan dan gambaran yang lugas tentang
masalah yang diteliti. Sifat wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka, artinya wawancara yang subjeknya mengetahui
bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui maksud dan
tujuan wawancara tersebut. Diharapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan permasalan diperoleh jawaban yang akan dianalisis lebih
lanjut. Adapun nara sumber tersebut yakni :
1. Pegawai BPN
2. Notaris/PPAT atau staf dari Notaries/PPAT
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
data.20
20
Analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif,
yakni data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk
selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan mengenai
BAB II
KENDALA APA SAJA YANG DITEMUKAN DALAM
PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI
A. Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Hak Atas Tanah
1. Pengertian Sertipikat
Berdasarkan pengertian pada Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud Pasal 19 ayat (2) huruf c pada
Undang-Undang Pokok Agraria dalam pengertian sertipikat, yaitu pemberian surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, mengenai
data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan
yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
hak yang bersangkutan, dikatakan demikian karena selama tidak ada bukti lain
yang membuktikan ketidakbenaranya, maka keterangan yang ada dalam
sertipikat harus dianggap benar dengan tidak perlu bukti tambahan, sedangkan
alat bukti lain tersebut hanya dianggap sebagai alat bukti permulaan dan harus
dikuatkan oleh alat bukti yang lainnya. Jadi sertipikat merupakan surat tanda
subyek hak maupun tanahnya. Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada
yang berhak dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah
membuktikan haknya. Sedangkan fungsi sertipikat adalah sebagai alat
pembuktian kepemilikan hak atas tanah.
Selanjutnya Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria
Indonesia, sertipikat hak atas tanah terdiri dari salian buku–buku dan surat
ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. 21
2. Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah
Dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, kepada
yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan satu dokumen tanda bukti hak
yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam ketentuan Hukum
Tanah Nasional dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24/1997), hanya
sertipikat hak atas tanah yang diakui secara hukum sebagai bukti
kepemilikan hak atas tanah yang menjamin kepastian hukum dan dilindungi
oleh hukum.
Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada yang berhak, bertujuan agar
pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan kepemilikan tanahnya.
Sertipikat tersebut berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data
fisik (obyek : letak, batas, luas dan ada / tidaknya bangunan atau tanaman
diatasnya) dan data yuridis (haknya, pemegang haknya siapa, ada / tidaknya
21
beban-beban diatasnya) yang termuat di dalamnya sepanjang data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku
Tanah hak yang bersangkutan. Dikatakan sebagai data yang benar, selama
tidak ada bukti lain yang membuktikan ketidakbenarannya dan tidak perlu
ditambah dengan bukti tambahan. Sehingga bagi pemegang hak atas tanah
yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah, maka akan mendapat
perlindungan hukum dan tidak perlu ada bukti tambahan. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP. No. 24/1997 .
Berdasarkan pengertian pada Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud Pasal 19 ayat
(2) huruf c pada Undang-Undang Pokok Agraria dalam pengertian sertipikat,
yaitu pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat, mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya,
sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam
surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Dikatakan demikian karena
selama tidak ada bukti lain yang membuktikan ketidakbenaranya, maka
keterangan yang ada dalam sertipikat harus dianggap benar dengan tidak
sebagai alat bukti permulaan dan harus dikuatkan oleh alat bukti yang
lainnya. Jadi sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang merupakan
alat pembuktian yang kuat mengenai macam hak, subyek hak maupun
tanahnya.
Sertipikat tersebut merupakan hasil dari kegiatan pendaftaran tanah.
Sebagimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA Pendaftaran tersebut
dalam ayat 1 Pasal ini meliputi:
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut:
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Hal yang sama pada Pasal 11 dan 12 Peraturan Pemerintah No.24
Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah itu meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali (recording of title) dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (continius recording). Kegiatan Pendaftaran untuk pertama kali meliputi :22
1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik 2. Pembuktian hak dan pembukuannya 3. Penerbitan sertipikat
4. Penyajian data fisik dan data yuridis 5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen
22
Jika dicermati lebih dalam, maka kegiatan atau tugas pendaftaran
tanah itu memang dilakukan dalam minimal enam langkah. Keenam kegiatan
yang dilakukan dalam pendaftaran tanah tersebut adalah sebagai berikut: 23
1. Tugas pengukuran, pemetaan, dan penerbit surat ukur 2. Penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari :
1. Konversi dan penegasan atas tanah bekas hak-hak lama dan milik adat
2. Surat keputusan pemberian hak atas tanah 3. Pengganti karena hilang atau rusak
c. Pendaftaran balik nama karena peralihan hak (jual beli, hibah waris, lelang, tukar menukar, inbreng dan merger)
d. Pendaftaran hak tanggungan
e. Penerbitan surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT)
f. Pemeliharaan data, dokumen/warkah, dan infrastruktur pendaftaran tanah.
Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah
berisi data fisik yaitu keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta
bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnnya bila dianggap perlu dan
data yuridis yaitu keterangan tentang status hak atas tanah dan hak penuh
karena lain yang berada di atasnya.
Pendaftararan untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran
secara sistematik dan pendaftaran tanah secara seporadik. Dalam Pasal 13 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,
dikenal dua macam bentuk pendaftaran tanah, yaitu: 24
23
Muhammad Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal 119-120
24
1. Pendaftaran tanah secara sistematis
Pendaftaran yang didasarkan pada suatu rencana kerja dan
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh mentri. Karena
pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa
pemerintah, maka kegiatan tersebut didasarkan pada suatu rencana kerja
yang ditetapkan oleh mentri.
Tahap-tahap pendaftaran tanah untuk pertama kali melalui
pendaftaran secara sitematis seabgaimana tercantum dalam
Permen-Agra/Ka.BPN No 3/1997 sebagai berikut:
a. Penetapan lokasi oleh mentri atas usul kepala kantor wilayah
b. Penetapan kepala kantor pertanahan menyiapkan peta dasar
pendaftaran berupa peta dasar yang berbentuk peta garis atau peta foto.
c. Pembentukan panitia ajudikasi dan satuan Tugas(Satgas)
Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses
pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpualan dan
penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala
Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia ajudikasi yang dibentuk oleh
Susunan panitia ajudikasi terdiri dari :
1. Seorang ketua panitia merangkap anggota, yang dijabat oleh
seoarang pegawai badan pertanahan nasioanal.
Beberapa anggota yang terdiri dari
a. Seorang pegawai badan pertanahan nasional yang mempunyai
kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah;
b. Kepala desa/kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang
pamong desa/kelurahan yang ditunjuknya;
2. Keanggotaan panitia ajudikasi dapat ditambah dengan seorang
anggota yang sangat diperlukan dalam penilaian kepastian yuridis
mengenai bidang-bidang tanah wilayah desa/kelurahan yang
bersangkutan.
3. Dalam melaksanakan tugasnya panitia ajudikasi dibantu satuaan
tugas pengukuran pemetaan. Satuan tugas pengumpulan data
yuridis dan satuan tugas administrasi yang tugas, susunan dan
kegiatannya diatur oleh mentri.
d. Penyelesaian permohonan yang ada pada saat mulainya pendaftaran
tanah secara sistematik
e. Penyuluhan wilayah
f. Pengumpulan data fisik
Penetapan batas, pemasangan tanda-tanda batas dan pengukuran dan
Pembuatan daftar tanah
Bidang atau bidang-bidang yang sudah dipetakan atau dibubuhkan
nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran dibubuhkan dalam
daftar tanah.
Pembuatan surat ukur
Bagi bidang-bidang tanah yang sudah diatur serta dipetakan dalam
pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya
g. Pengumpulan dan Penelitian Data yuridis
h. Pengumuman data fisik dan data yuridis dan pengesahannya
i. Penegasan konversi, pengakuan hak, dan pemberian hak
j. Pembukuan hak
k. Penerbitan sertipikat
Pada Pendaftaran tanah secara sistematik pemegang hak atas
tanah, kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan memiliki kewajiban
dan tanggung jawab untuk :
1. Memasang tanda-tanda batas pada bidang tanahnya sesuai ketentuan
yang berlaku
2. Berada di lokasi pada saat panitia ajudikasi melakukan pengumpulan
data fisik dan data yuridis
3. Menunjukkan batas-batas bidang tanahnya kepada panitia ajudikasi
4. Menunjukkan bukti kepemilikan atau penguasaan tanahnya kepada
5. Memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi pemegang hak atau
kuasanya atau selaku pihak lain yang berkepentingan ( Pasal 56 ayat
(3) Permen-Agra/Ka.BPN No.3/1997).
2. Pendaftaran tanah secara sporadik
yaitu untuk desa/kelurahan yang belum ditetapkan sebagai wilayah
pendaftaran tanah secara sistematis tersebut.
Kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas
permohonan yang bentuknya sebagaimana yang diatur dalam
Permen-Agra/Ka.BPN No.3/1997 yang meliputi permohonan untuk :
1. melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu yaitu
persiapaan permohonan hak baru, untuk
pemecahan/pemisahan/penggabungan bidang tanah, untuk
pengambilan batas, untuk penataan batas dalam rangka konsolidasi
tanah, inventarisasi pemilikan dan penguasaan tanah dalam rangka
pengadaan tanah sesuai ketentuan yang berlaku, untuk hal-hal lain
dengan persetujuan pemegang hak;
2. mendaftarkan hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Pasal 23 PP 24/1997;
3. mendaftarkan hak lama sebagaimana dmaksud dalam ketentuan Pasal
Kedua cara tersebut sekalipun tujuannya sama tetapi mempunyai
perbedaan yang khas yang terlihat pada bagian-bagian pelaksanaan
pendaftaran tanah tersebut antara lain sebagai berikut :25
a. Rencana dan inisiatif
Pada pendaftaran tanah secara sistematik, rencana dan inisiatif itu berasal dari pemerintah, dalam hal ini Menteri menetapkan wilayah mana suatu rencana kerja itu dilaksanakan sedangkan pada pendaftaran tanah secara sporadik berasal dari permintaan individu yang memiliki tanah.
b. Obyek dan sifat pelaksanaannya
Pada pendaftaran tanah secara sitematik dilakukan serentak yang meliputi seluruh/sebagian desa, sedangkan pada pendaftran tanah secara sporadik dilakukan tidak tidak serentak pada bidang-bidang tanah secara individual atau massal.
c. Kewenangan penilain dan penetapan Pada pendaftaran tanah secara sistematik :
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan sesuatu hak yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan yang sebenarnya.
Membuat berita acara mengenai dilakukannya pengukuran sementara termasuk belum diperolehnya kesepakatan batas atau ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
d. Pembuktian hak-hak lama atas tanah yang berasal dari konversi hak dan pengumpulan/penelitian data yuridis, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dan pada pendaftaran tanah secara sporadik oleh Kepala Kantor Pertanahan.
e. Tempat dan Waktu Pengumuman
Pada pendaftaran tanah secara sistematik, untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan atas hasil penelitian alat-alat bukti, pengukuran dan pemetaan dilakukan pengumumannya di Kantor Ajudikasi, Kantor Kepala desa/kelurahan serta ditempat lain yang dianggap perlu(dikantor rukun warga atau lokasi tanah yang bersangkutan) selama 30 hari, sedangkan pada pendaftran secara sporadik dilakukan di kantor pertanahan, Kantor kepala desa/kelurahan, tempat lain yang dianggap perlu(dikantor rukun warga atau lokasi
25
tanah yang bersangkutan) serta melalui media massa selama 60 hari.
f. Waktu Pengajuan gugatan ke pengadilan
Pada pendaftaran tanah secara sistematik pihak yang keberatan atas data fisik dan data yuridis diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai data yang disengketakan jika tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah dalam waktu 60 hari, sedangkan pada pendaftaran tanah secara sporadik selama 90 hari terhitung sejak disampaikan pemeberitahuan tersebut kepada pihak-pihak yang bersengketa. Perbedaan waktu itu juga dengan alasan yang sama sebagaimana diuraikan diatas.
Sementara kegiatan pemeliharaan dan pendaftaran tanah
meliputi:26
1. Pendaftaran peralihan dan pembebasan hak
2. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran,
daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan
perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.27
Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan
merupakan dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran
tanah. Dalam Pasal 2 PP Nomor 24/1997, disebutkan bahwa asas-asas
pendaftaran tanah, meliputi :
26
Tampil Ansari Siregar, Op.Cit, hal 76-77 27
a. sederhana, yaitu asas yang dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok
dan tata caranya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
terutama hak atas tanah.
b. Aman, yaitu asas yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
pendaftaran tanah diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga
hukum sesuai tujuan pendaftaran itu sendiri.
c. Terjangkau, yaitu suatu asas yang dimaksudkan keterjangkauan bagi
pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan
dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan
dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah yang harus bisa
terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
d. Mutakhir, yaitu asas ini dimaksudkan adanya kelengkapan data yang
memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan
datanya, sehingga data pendaftaran tanah harus dipelihara. Data yang
tersimpan dalam bentuk buku tanah di kantor pertanahan harus selalu
diperbaharui bilamana terjadi perubahan data, baik data fisik maupun data
yuridis. Perubahan dapat terjadi karena peristiwa hukum (misalnya proses
pewarisan), maupun karena perbuatan hukum (misalnya jual beli, tukar
pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga
data yang tersedia sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
e. Terbuka, yaitu masyarakat dapat memperoleh keterangan tentang data yang
benar setiap saat. Maksudnya adalah siapapun masyarakat dapat secara
terbuka memperoleh data pertanahan apabila kepentingannya
menghendaki.
Selain asas di atas, terdapat asas umum dalam pendaftaran tanah yang
dikenal dengan asas contadictoire delimitatie. Menurut asas ini, bahwa untuk menjamin kepastian hukum mengenai batas-batas tanah, maka ketika
penentuan tata batas ditetapkan harus dihadiri dan disaksikan oleh pemilik
tanah berbatasan terjadi kesepahaman mengenai letak dan batas tanah,
sehingga dapat dihindari terjadinya sengketa tata batas tanah diantara
mereka.
Sebagaimana dimaksud Pasal 19 PP No.24 Tahun 1997, yang
berbunyi :
1. bahwa jika dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana yang dimaksud Pasal 18 ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataanya merupakan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan.
sementara dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas.
3. Ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran secara sporadik membuat berita acara mengenai dilakukannya pengukuran sementara sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) san (2), termasuk mengenai belum diperolehnyaa kesepakatan batas atau ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus dalam rangka
menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah
menurut undang-undang pokok agraria dan peraturan Pemerintah, sedangkan
pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara
terus menerus setiap ada peralihan hak-hak atas tanah tersebut menurut
undang-undang pokok agraria dan peraturan pemerintah guna mendapatkan
sertipikat tanda bukti tanah yang kuat.
Dan yang menjadi objek pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 PP
No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai berikut:
a. Objek Pendaftaran Tanah meliputi:
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan dan hak pakai.
2. Tanah hak pengelolaan
3. Tanah wakaf
5. Hak tanggungan
6. Tanah negara
b. Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara
membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar
tanah.
Semua hak-hak atas tanah yang tercantum pada ayat (9) PP No. 24
Tahun 1997 di atas dengan membukukan tanah tersebut di kantor pertanahan
akan diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya yang merupakan salinan dari
buku tanah. Sedangkan tanah negara tidak diterbitkan sertifikat yang
diterbitkan tersebut diserahkan kepada yang berhak sebagai alat bukti
haknya.
Menurut Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, sertipikat
terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data yuridis dan surat ukur yang
memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang
bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen.28
28
Adrian sutedi,Op.Cit, hal 141
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah, sertipikat hak atas tanah, hak pengelolaan dan waqaf
berupa satu lembar dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang
Dalam Pasal 1 angka 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 memberikan pengertian tentang data fisik dan data yuridis. Data fisik
adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai
status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang
haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Dalam pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, bahwa sertipikat diberikan untuk kepentingan pemegang
hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah
didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada yang berhak dimaksudkan
agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Sehingga
sertipikat berfungsi sebagai alat pembuktian kepemilikan hak atas tanah.
Sertipikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya, atau pun
tanah-tanah yang sudah diselenggarakan Pengukuran desa demi desa,
karenanya sertipikat ini merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek
maupun obyek ilmu hak atas tanah. 29
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa
sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang kuat mengenai data fisik dan
data yuridis yang termuat di dalamnya. Sehingga data fisik dan data yuridis
29
tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang
bersangkutan. Sertipikat sebagai tanda bukti yang kuat mengandung arti
bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis
yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar,
sebagaimana juga dapat dibuktikan dari data yang tercantum dalam buku
tanah dan surat ukurnya.
Untuk diketahui bahwa, hingga saat ini didapat 3 jenis sertipikat,
yaitu:30
1. Sertipikat hak atas tanah
2. Sertipikat Hak Tanggungan ( Hypohteek dan Crediet Verband) 3. Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
Sertipikat diberikan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota, sedangkan
pejabat yang berwenang menandatangani sertipikat menurut Peraturan
pemerintah nomor 24 tahun 1997 jo.Permen Agraria/Kepala BPN nomor 3
tahun 1997 adalah :31
1. Dalam pendaftaran sistematik, sertipikat ditanda tangani oleh ketua ajudikasi atas nama kepala kantor pertanahan kabupaten/kota
2. Dalam pendaftaran taanh secara sporadik yang bersifat individual (perseorangan), sertipikat ditanda tanagni oleh kantor pertanahan kabupaten/kota
3. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat massal, sertipikat ditanda tangani oleh kepala seksi pengukuran dan pendaftaran tanah atas nama kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.
30
Ibid, hal 125 31
Dalam kegiatan pendaftaran tanah selain sertipikat hak milik atas
tanah juga terdapat Buku Tanah dan Surat Ukur. Pengertian dari Buku Tanah
di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pada Pasal 1 angka 19
adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik
suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan pengertian
surat ukur pada angka 17, surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik
suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.
Mengenai surat ukur dan buku tanah tersebut diatas selain diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juga diatur dalam
peraturan kepala badan pertanahan nasional Republik Indonesia Nomor 1
tahun 2011 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah
Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu. Bahwa berdasarkan bunyi Pasal
Pasal 12 :
1. Surat Ukur dalam rangka Pendaftaran Tanah untuk pertama kali secara
sporadik ditandatangani oleh Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan
Pemetaan.
2. Salinan Surat Ukur yang merupakan bagian dari Sertipikat ditandatangani
oleh pejabat yang berwenang menandatangani Sertipikat.
Dan pada Pasal 15 menyatakan bahwa Buku Tanah, Sertipikat dan
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dalam Pendaftaran Tanah untuk pertama
kali dan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah secara sporadik ditandatangani
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa buku tanah adalah
dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu
objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Buku tanah ini terdiri dari 4
(empat) halaman yaitu :
a. Halaman muka (Kesatu)
b. Halaman kedua (bagian pendaftaran tanah)
c. Halaman ketiga
d. Halaman keempat
Pada halaman kesatu dan kedua itu dipergunakan untuk pendaftaran
tanah yang pertama kalinya. Sedangkan pada halaman ketiga dan keempat
dipergunakan untuk mendaftarkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi
pada suatu hak atas tanah. Sedangkan pengertian Surat Ukur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 adalah peta-peta situasi yang setelah
diketahui dan ditetapkan batas-batas tanahnya yang sebagaimana telah
ditetapkan di dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 tersebut yaitu :
Setiap surat ukur dibuat rangkap 2 (dua) :
1. Yang satu diberikan kepada yang berhak sebagai bagian dari sertipikat.
2. Yang lainnya disimpan di kantor Pendaftaran Tanah dalam hal ini Kantor
Agraria (Lama)/Kantor Pertanahan (baru) pada seksi Pendaftaran Tanah.
Dasar dari surat ukur tersebut, yaitu kutipan peta dari perbedaan tanah.
Agraria/Kepala BPN, dengan ketentuan bahwa surat ukur itu selain memuat
gambar tanah yang melukiskan batas tanah, tanda-tanda batas yang penting
harus memuat pula :
a. Nomor pendaftaran
b. Nomor dan tahun surat ukur atau buku tanah
c. Nomor pajak
d. Uraian tenang letak tanah
e. Uraian tentang keadaan tanah
f. Luas tanah dan
g. Orang atau orang-orang yang menunjukkan batas-batasnya.
Dari uraian yang disebutkan di atas, jelas sekali bahwa akibat hukum
yang timbul berkenaan dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah bagi
pemegangnya, adalah :
1. Hak atas tanah yang dimiliki telah memiliki kekuatan hukum yang kuat
dan sah menurut hukum.
2. Sertipikat tersebut merupakan alat bukti yang kuat bagi pemegangnya
mengenai hak milik atas tanah tersebut.
Dalam uraian nomor 1 di atas disebutkan bahwa hak atas tanah
“hanya” bersifat kuat atau tidak mutlak sesuai dengan azas “negatif stelsel” di
mana tidak menutup kemungkinan munculnya bukti-bukti baru yang dapat
membatalkan sertipikat tersebut. Akan tetapi dengan adanya Pasal 32 ayat (2)
waktu 5 tahun untuk mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang
sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan, maka apabila setelah 5 tahun sejak
diterbitkannya sertipikat tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis
kepada pemegang sertipikat dan Kantor Pertanahan maka pihak lain yang
merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut. Dengan
demikian, kepastian hukum sertipikat hak atas tanah tersebut lebih terjamin
Sertipikat mempunyai fungi yaitu :
a. Menjamin kepastian hukum dalam arti dapat melindungi pemilik
sertipikat terhadap gangguan pihak lain serta menghindarkan sengketa
dengan pihak lain sehingga dapat dipastikan siapa yang mempunyai hak ,
luas dan batas tanah yang dihakinya serta bagaimanakah status hak tanah
tersebut.
b. Mempermudah untuk memperoleh kredit dengan tanah sebagai jaminan
c. Dengan adanya surat ukur dalam sertipikat maka luas tanahnya sudah
pasti.
Penerbitan sertipikat ini merupakan tugas pokok dan fungsi bagi seksi
pengukuran dan pendaftaran tanah. Sertipikat bukti kepemilikan hak atas
tanah diterbitkan oleh BPN, melalaui proses pendaftaran tanah yang
sebelumnya sudah dilaksanakan. Dengan demikian, untuk mendapatkan bukti
hak atas tanah, maka harus melalui proses pendaftaran tanah yang secara
hierarkis ditingkat kabupaten atau kota lebih dikenal dengan kantor