PENGALAMAN IBU MELAHIRKAN TANPA DIDAMPINGI SUAMI
OLEH :
NURRAHMATON 105102017
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami
Karya Tulis Ilmiah
Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya orang
lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
secara tertulis diacu dalam Karya Tulis Ilmiah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2011
PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011
Nurrahmaton
Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami
vii + 54 hal + 1 tabel + 7 lampiran
Abstrak
Persalinan merupakan situasi yang penuh dengan kecemasan dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin, sehingga akan berpengaruh juga pada proses persalinan. Keberadaan suami di samping istri saat proses persalinan berlangsung sangat membantu istri untuk lebih bisa mengontrol perasaan cemasnya. Seperti yang kita ketahui, situasi menjelang persalinan adalah situasi yang penuh dengan kecemasan, dalam situasi ini kehadiran suami sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum dari hari pertama sampai dengan hari ke empat puluh sebanyak sembilan orang. Pengumpulan data dilakukan pada Februari sampai dengan April tahun 2011. Pengumpulan data dalam penelitian dengan cara menggunakan kuesioner data demografi dan depth interview. Pertimbangan etik yang dilakukan peneliti harus jujur, menjelaskan tujuan dan maksud dari penelitian kepada partisipan. Analisis penelitian dilakukan dengan metode Colaizzi. Tingkat kepercayaan data yang dilakukan dengan cara member checking. Adapun hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami yaitu: yang pertama persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami, kemudian yang selanjutnya perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami, yang ke tiga alasan melahirkan tanpa didampingi suami, dan yang ke empat adalah harapan untuk menghadapi persalinan berikutnya. Dari hasil penelitian ternyata pengalaman yang dialami ke sembilan partisipan yang terdiri dari empat ibu primipara dan lima ibu multipara banyak terdapat persamaan satu sama lain. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan dapat menambah wawasan kita mengenai pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami. Hasil penelitian ini juga akan dapat menjadi tambahan ilmu baru bagi dunia pendidikan. Juga dapat dijadikan suatu pedoman dalam praktek kebidanan agar hal pahit yang terjadi pada pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami tidak kembali terjadi pada persalinan yang akan datang. Juga dapat dijadikan sebuah landasan bagi penelitian kebidanan, dalam penelitian berikutnya yang berkenaan dengan melahirkan tanpa didampingi suami. Hal ini juga akan menjadi pedoman bagi ibu bersalin baik yang sudah mengalami pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami atau belum.
Daftar Pustaka : 22 (2003 – 2010)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi
Suami”, Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun adalah untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan Pendidikan Sarjana Sains dan Terapan dan Program D-IV Bidan
Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan penerapan ilmu dalam
mata kuliah Metodologi Penelitian. Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis
banyak menghadapi kesulitan namun berkat bantuan dari berbagai pihak Karya Tulis
Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan dan mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Setiawan, SKp. MNS. PhD selaku Dosen
Pembimbing yang telah menyediakan waktu memberikan asuhan dan masukan yang
berharga dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku
Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
S.Kep.Ns.M.Kep selaku Koordinator program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan seluruh Dosen dan seluruh Staf
Administrasi Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu klinik Sri Wahyuni
Am.Keb yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
Penulis menyadari, dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
mendapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah Ini nantinya. Harapan
penulis, semoga kelak Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu kebidanan. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
4. Persiapan Menghadapi Persalinan ... 10
5. Proses Persalinan ... 14
C. Pendamping Persalinan ... 15
D. Pengalaman Ibu Melahirkan ... 20
E. Penelitian Kualitatif Fenomenologi ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24
A. Desain Penelitian ... 24
B. Populasi dan Sampel ... 24
2. Sampel ... 24
3. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Bidann . 51 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 2 : Lembar Data Demografi
Lampiran 3 : Lembar Panduan Wawancara
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 2 : Lembar Data Demografi
Lampiran 3 : Lembar Panduan Wawancara
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia
PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011
Nurrahmaton
Pengalaman Ibu Melahirkan Tanpa Didampingi Suami
vii + 54 hal + 1 tabel + 7 lampiran
Abstrak
Persalinan merupakan situasi yang penuh dengan kecemasan dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin, sehingga akan berpengaruh juga pada proses persalinan. Keberadaan suami di samping istri saat proses persalinan berlangsung sangat membantu istri untuk lebih bisa mengontrol perasaan cemasnya. Seperti yang kita ketahui, situasi menjelang persalinan adalah situasi yang penuh dengan kecemasan, dalam situasi ini kehadiran suami sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum dari hari pertama sampai dengan hari ke empat puluh sebanyak sembilan orang. Pengumpulan data dilakukan pada Februari sampai dengan April tahun 2011. Pengumpulan data dalam penelitian dengan cara menggunakan kuesioner data demografi dan depth interview. Pertimbangan etik yang dilakukan peneliti harus jujur, menjelaskan tujuan dan maksud dari penelitian kepada partisipan. Analisis penelitian dilakukan dengan metode Colaizzi. Tingkat kepercayaan data yang dilakukan dengan cara member checking. Adapun hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami yaitu: yang pertama persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami, kemudian yang selanjutnya perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami, yang ke tiga alasan melahirkan tanpa didampingi suami, dan yang ke empat adalah harapan untuk menghadapi persalinan berikutnya. Dari hasil penelitian ternyata pengalaman yang dialami ke sembilan partisipan yang terdiri dari empat ibu primipara dan lima ibu multipara banyak terdapat persamaan satu sama lain. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan dapat menambah wawasan kita mengenai pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami. Hasil penelitian ini juga akan dapat menjadi tambahan ilmu baru bagi dunia pendidikan. Juga dapat dijadikan suatu pedoman dalam praktek kebidanan agar hal pahit yang terjadi pada pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami tidak kembali terjadi pada persalinan yang akan datang. Juga dapat dijadikan sebuah landasan bagi penelitian kebidanan, dalam penelitian berikutnya yang berkenaan dengan melahirkan tanpa didampingi suami. Hal ini juga akan menjadi pedoman bagi ibu bersalin baik yang sudah mengalami pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami atau belum.
Daftar Pustaka : 22 (2003 – 2010)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi jika dibandingkan
dengan AKI negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data SDKI 2002/2003 terdapat
100.000 kelahiran dan 307 diantaranya harus berakhir dengan kematian, yang
disebabkan oleh hal-hal yang masih ada kaitannya dengan kehamilan dan persalinan
(Sunarsih, 2010). Salah satu penyebab lain tingginya angka kematian ibu di Indonesia
adalah kurangnya peran keluarga, khususnya suami dalam proses persalinan, karena
tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan suami pada masa kehamilan dan saat
persalinan sangat dibutuhkan untuk menenangkan kondisi fisik istri (Sholihah, 2008).
Dalam penelitian Aswiningrum (2009) terhadap 200 ibu melahirkan, diperoleh
fakta sekitar 86,2% menyatakan perasaan senang dan nyaman saat proses persalinan
didampingi oleh suami dan sisanya 13,8 % menyatakan senang dan bahagia pada saat
proses persalinan didampingi oleh anggota keluarga yang lain khususnya ibu kandung.
Kehadiran suami selama proses persalinan merupakan hal penting bagi seorang ibu,
karena dengan hadirnya suami akan dapat mendukung ibu saat mengalami stres berat.
Kondisi stres ibu akan meningkatkan rasa cemas sehingga berakhir dengan depresi
(Suririnah, 2009).
Persalinan merupakan situasi yang penuh dengan kecemasan dan dipenuhi oleh
pikiran negatif yang berakibat pada kestabilan emosi ibu bersalin, sehingga akan
berpengaruh juga pada proses persalinan. Keberadaan suami disamping istri saat proses
cemasnya. Selain itu, dengan hadirnya suami disamping istri selama proses persalinan
ibu akan merasakan aman serta dapat mengurangi rasa nyeri dan persalinan berlangsung
lebih cepat (Amir, 2010).
Ibu adalah sosok perempuan yang sangat berjasa dalam hidup setiap orang, ibu
berjuang mempertahankan hidup janin selama dalam kandungan, berjuang saat proses
persalinan, dan mendidik sampai tumbuh besar sehingga menjadi orang yang berguna.
Dalam buku 50 tahun IBI dituliskan ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam
keluarga, ibu juga merupakan penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga
keberadaan ibu yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan.
Efek positif seperti menurunkan morbiditas mengurangi rasa sakit dan persalinan
lebih singkat akan timbul apabila hadir seorang pendamping saat proses persalinan
(Sumarah, 2009). Saat menjelang proses persalinan merupakan saat-saat ibu merasakan
kecemasan yang tinggi karena pada saat itu ibu memikirkan hal-hal yang akan terjadi
antara lain perasaan sakit, rasa takut menghadapi persalinan, memikirkan bagaimana
penolong, memikirkan kondisi bayi, pada situasi seperti inilah ibu membutuhkan
pendamping.
Persalinan merupakan hal yang identik dengan wanita, persalinan juga tidak
dapat dilakukan oleh laki-laki. Hal itu yang mendorong wanita lain untuk menjadi
pendamping persalinan, sehingga laki-laki seperti tidak dibutuhkan dalam proses
persalinan. Namun sejak tahun 1970-an keberadaan suami dalam proses persalinan
merupakan salah satu bentuk dukungan moral yang dibutuhkan, karena pada saat itu ibu
sedang mengalami guncangan perasaan yang apabila berlebihan akan berakibat stres
Dahulu calon ibu yang menjalani persalinan selalu didampingi oleh wanita lain,
ibunya, saudaranya, teman, dan lain-lain. Selama tahun 1970-an, berbagai organisasi
wanita mulai mengempanyekan agar pria khususnya suami diperbolehkan menemani
pasanganya yaitu istrinya selama persalinan. Keberadaan suami dalam proses persalinan
merupakan salah satu bentuk dukungan moral yang dibutuhkan, karena pada saat ini ibu
sedang mengalami stres berat. Walaupun faktor tunggal terbesar yang dapat
memodifikasi proses persalinan dalam kebiasaan kita adalah paramedis. Di mana hal ini
berpengaruh besar terhadap bentuk kecemasan dan depresi yang dirasakan ibu selama
dan sesudah persalinan. Dukungan psikologi dan perhatian akan memberikan dampak
terhadap pola kehidupan sosial keharmonisan, penghargaan, pengorbanan, dan kasih
sayang pada wanita hamil (Nolan, 2004).
Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkaan dari kehidupan
manusia dan merupakan hal yang sangat berharga, guna menjadi pedoman dan pelajaran
dalam menjalani kehidupan kedepannya, pengalaman juga dapat dibagikan kepada orang
lain, seperti pengalaman seorang ibu yang melahirkan tanpa didampingi suami, karena
hampir setiap ibu melahirkan sangat mengharapkan suaminya dapat hadir dalam proses
persalinan, peran suami dalam proses persalinan sangatlah penting guna menjaga
kestabilan psikologi ibu.
Menjalani proses persalinan tanpa didampingi oleh suami merupakan suatu hal
yang menarik untuk diketahui dan merupakan kejadian aneh bagi kita yang berbudaya
timur, bahkan hal ini dapat memunculkan bermacam-macam persepsi, seperti persepsi
kurang harmonisnya hubungan dengan suami. Melahirkan tanpa didampingi oleh suami
adalah salah satu pengalaman pahit bagi sebagian ibu, pengalaman pahit seperti ini
melahirkan tanpa didampingi suami, pengetahuan ini dapat diperoleh melalui
pengalaman yang telah dijalani oleh para ibu dan bidan penolong.
Penelitian masalah pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami menarik
untuk dilakukan karena masih sedikit penelitian yang secara khusus meneliti tentang hal
ini. Melahirkan merupakan suatu kejadian yang selalu akan terjadi dalam kehidupan
manusia, dan ini merupakan kejadian yang menjadi salah satu harapan bagi setiap orang
yang mengharapkan adanya keturunan, hal ini juga salah satu kejadian istimewa dalam
hidup setiap pasang makhluk hidup.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengalaman ibu melahirkan
tanpa didampingi suami ?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman ibu melahirkan tanpa
didampingi suami.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada:
1. Bagi Pendidikan
Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah untuk menjadi tambahan
2. Praktek Kebidanan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan praktik kebidanan akan mendapatkan
informasi baru tentang pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami guna untuk
meningkatkan pelayanan kebidanan.
3. Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh bidan sebagai bahan persiapan
menghadapi persalinan berikutnya.
4. Ibu Bersalin
Menjadi pengalaman baru melahirkan tanpa didampingi suami dan pedoman bagi
ibu yang akan menjalani proses persalinan pertama maupun persalinan berikutnya yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang terkait, dikelompokkan
menjadi 5 bagian :
A. Definisi Pengalaman
B. Konsep Persalinan
1. Definisi Persalinan
2. Tanda-tanda Persalinan
3. Gejala Persalinan
4. Persiapan Menghadapi Persalinan
5. Proses Persalinan
C. Pendamping Persalinan
D. Pengalaman Ibu Melahirkan
E. Penelitian Kualitatif Fenomenologi
A. Definisi Pengalaman
Berdasarkan teori Notoadmojdo (2005) pengalaman adalah guru yang baik,
pepatah ini sangat sering kita dengar dalam kehidupan kita, memang tidak dapat
dipungkiri bahwa pengalaman merupakan hal yang penting dalam menjalani hidup dan
menata hidup kedepannya. Karena dengan pengalaman orang akan lebih hati-hati dalam
bersikap dan akan lebih terarah untuk melakukan sesuatu hal. Pengalaman juga
merupakan sumber pengetahuan dan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Menurut Syah (2003) pengalaman adalah memori episodik yaitu memori yang
nantinya akan berfungsi sebagai referensi otobiografi yang kemudian akan bermanfaat
dan menjadi landasan bagi orang lain.
Nolan (2004) berpendapat bahwa pengalaman seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sering kali terjadi kemiripan dalam hal kekhawatiran. Bagaimana tidak,
pengalaman wanita terhadap kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua baru sama
seperti suaminya, ia juga mengalami pengalaman emosional yang sama. Berbagi
pengalaman persalinan juga merupakan hal penting untuk dilakukan, dengan hal ini para
ibu dan suami merasa terbantu dalam menjalani proses persalinan nantinya, untuk
menghindari resiko-resiko yang akan muncul saat proses persalinan.
B. Persalinan
1. Definisi Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2005) persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia
luar.
Saifuddin (2006, dalam Rukiyah, dkk, 2009, hal. 1) mengatakan persalinan
merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan
peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan
dimulai, peranan ibu adalah melahirkan bayinya.
2. Tanda-tanda Persalinan
Tanda-tanda persalinan menurut Manuaba (1998) yaitu ditandai dengan adanya
kekuatan his yang semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek kemudian terjadi pengeluaran pembawa tanda seperti pengeluaran
terlihat jika dilakukan pemeriksaan dalam, maka akan dijumpai perubahan serviks yaitu
perlunakan serviks, pendataran serviks dan terjadi pembukaan serviks.
3. Gejala Persalinan
Sesuai dengan teori Musbikin (2007), gejala persalinan berbeda-beda antara
persalinan sebelumnya dengan persalinan yang akan dihadapi nantinya, rasa khawatir
terhadap gejala persalinan tidak hanya dirasakan oleh calon ibu baru, tetapi juga
dirasakan oleh ibu yang pernah menjalani persalinan. Gejala yang dialami ibu menjelang
persalinan adalah :
a. Mengalami perubahan terhadap perasaan
Hampir semua ibu merasakan keanehan beberapa hari menjelang persalinan,
perasaan ibu mudah berubah, mulai dari membayangkan kelahiran si kecil sampai
merasa frustasi karena hari persalinan yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba. Kontraksi
dapat mempengaruhi perubahan emosi, jadi hal yang harus dilakukan pada masa seperti
ini adalah memperbanyak istirahat sambil menunggu waktu persalinan tiba.
b. Naluri positif
Semua ibu menginginkan segala sesuatunya beres saat bayinya lahir, keinginan
seperti ini wajar dirasakan, tapi naluri positif seperti ini tidak harus selalu dilakukan,
karena akan membuat ibu banyak bergerak dan akan membuat ibu merasa sangat lelah.
Untuk menghindari kelelahan tinggi, ibu bisa meminta bantuan kepada suami atau
keluarga yang lain.
c. Menurunnya berat badan dan diare
Menjelang persalinan ada ibu yang mengalami penurunan berat badan, hal ini
berkurangnya cairannya. Hal lain seperti diare, juga akan dialami oleh ibu menjelang
persalinan, karena ini merupakan keadaan normal tubuh untuk membersihkan diri, sakit
perut atau mulas akan ibu rasakan, namun ini merupakan salah satu efek kontraksi. Jadi
segera berkonsultasi kepada dokter.
d. Menjelang melahirkan
Pada saat menjelang persalinan biasanya ada dua tanda yang akan muncul seperti
keluarnya lendir bersamaan dengan bercak darah, lendir ini berfungsi untuk
mempermudah persalinan nantinya sedangkan darah menandakan terjadinya pembukaan
pada leher rahim. Namun demikian, persalinan tidak terjadi saat itu, melainkan akan
terjadi dua minggu kemudian. Lakukanlah pencatatan keluarnya lendir kemudian
konsultasikan pada dokter kandungan. Tanda berikutnya adalah terjadinya his atau
kontraksi teratur.
e. Pecahnya selaput ketuban
Dua puluh lima persen kasus melahirkan diawali dengan pecahnya selaput
ketuban. Pecahnya selaput ketuban ini tidak selalu berupa semburan yang dahsyat,
karena semua ini tergantung pada bagian ketuban yang pecah. Bila pecah terjadi di
bagian depan janin, ketuban akan menyembur. Kalau sudah begini segera ke rumah sakit
untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Hal ini tergantung pada usia kehamilan dan
seberapa parah cairan ketuban yang keluar. Sekalipun demikian, penanganan terhadap
kondisi ini tetap perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi.
4. Persiapan Menghadapi Persalinan
Saat-saat menjelang persalinan merupakan masa yang penuh dengan kegelisahan,
hal ini biasanya dirasakan oleh ibu muda, apalagi menghadapi persalinan walaupun
tidak menjamin ketenteraman hati. Untuk menghadapi persalinan yang jauh dari
kegelisahan, adapun persiapan-persiapan menghadapi persalinan menurut Musbikin
(2007) yaitu :
a. Persiapan diri
Membekali diri dengan informasi yang berhubungan dengan persalinan
merupakan langkah yang baik untuk mempersiapkan diri menyambut persalinan.
Informasi yang berhubungan dengan persalinan dapat diperoleh dari buku-buku,
majalah-majalah atau media informasi lain atau dapat juga diperoleh dengan cara
mengikuti kelas persiapan kelahiran. Informasi persalinan yang lebih berharga dapat
diperoleh dari berbagi pengalaman persalinan ibu, saudara maupun teman yang sudah
pernah menjalani persalinan, dalam perbincangan ini ibu yang akan menjalani
persalinan. Selain bertukar pengalaman, informasi persalinan juga dapat diperoleh dari
dokter kandungan ibu saat itu.
Hal lain yang dilakukan ibu menjelang persalinan adalah mempersiapkan
perlengkapan yang diperlukan selama di rumah sakit baik keperluan ibu maupun
keperluan bayi saat dirumah. Dengan melakukan kegiatan ini maka akan dapat
mengurangi kecemasan ibu menghadapi persalinan.
b. Memperhatikan kondisi tubuh
Kondisi tubuh terutama pada saat berdiri, berlutut, berjalan-jalan yang benar
akan dapat mempersingkat proses persalinan. Dengan hal ini persalinan akan lebih
mudah, untuk dapat melakukan gerak tubuh yang benar caranya adalah 40 menit
istirahat maka akan lebih siap untuk menghadapi periode berikutnya yaitu periode
persalinan.
c. Mendeteksi gejala persalinan
Bagi mereka yang baru pertama kali akan melahirkan, sering terkecoh dengan
tanda-tanda persalinan. Begitu tanda kontraksi muncul, tanpa menilainya lagi mereka
cepat datang ke rumah sakit. Menurut mereka perkiraan persalinan sudah dekat.
Kecemasan menanti masa persalinan membuat mereka khawatir terlambat sampai di
sana. Padahal, ini artinya anda kehilangan kesempatan untuk lebih lama menikmati
suasana yang rileks dan bebas dalam lingkungan keluarga.
Karenanya tunda keberangkatan Anda ke rumah sakit sampai tanda-tanda
persalinan yang muncul seperti kontraksi yang semakin dekat frekuensinya (5 menit).
Keluar bercak darah yang bercampur lendir atau ketuban telah pecah.
d. Mengurangi rasa sakit
Rasa sakit yang muncul karena kontraksi yang tidak teratur, kontraksi yang
siklusnya tidak beraturan seperti ini dapat disiasati rasa sakitnya. Apabila kontraksinya
terjadi pada malam hari, dapat diatasi dengan mandi air hangat, kemudian minum air
hangat dan kembalilah untuk tidur. Apabila terjadi kontraksi pada siang hari maka
carilah kesibukan agar rasa sakit karena kontraksi dapat terabaikan.
Namun bila persalinan sudah menjelang, Anda justru harus memperhatikan
kontraksi yang terjadi. Tandanya kontraksi semakin sering muncul dengan tegang waktu
yang semakin sedikit. Mengerang dan merintih mungkin justru dapat membantu
mengurangi rasa sakit. Tapi, yang paling tepat adalah mempraktikkan pernafasan dalam
e. Pendamping persalinan
Hadirnya pendamping saat persalinan merupakan pendukung yang baik saat ibu
merasakan kecemasan. Pendamping yang diharapkan saat persalinan dapat membantu
memijat, menenangkan dan dapat memberikan segala sesuatu yang diinginkan oleh ibu.
Pendamping yang diharapkan dalam hal ini adalah suami, kalau tidak pun keluarga
terdekat seperti ibu kandung dan saudara perempuan atau bahkan teman perempuan.
Pendamping disini juga diharapkan dapat menjadi teman untuk berbagi pengalaman,
keluhan dan kebahagiaan saat sebelum dan sesudah melahirkan.
f. Bersikap rileks
Dalam masa kehamilan ibu diharapkan dapat bersikap lebih rileks dan yang lebih
diutamakan pada saat menjelang persalinan. Sikap rileks ini akan membantu ibu dalam
menghadapi persalinan. Untuk memperoleh sikap yang rileks ini ibu harus
mempersiapkan diri dengan beberapa latihan seperti melatih alat tubuh-tubuh khususnya
bagian panggul agar tetap rileks. Melatih pernafasan terutama saat kontraksi, hal ini juga
dapat membantu ibu menjadi lebih rileks.
g. Bersikap luwes
Memang sebaiknya, sebelum saat persalinan tiba ibu sudah mempunyai
gambaran bagaimana sebenarnya persalinan itu berlangsung. Dengan demikian, jika
persalinan berlangsung tidak mulus, ibu dapat cepat menyesuaikan diri. Misalnya, bayi
tidak kunjung lahir, sehingga dikhawatirkan keselamatannya.
Karenanya harus dilakukan tindakan, misalnya dengan episotomi
(pengguntingan) atau pembiusan epidural atau operasi ceasar. Pastikan bahwa ibu tahu
sampingnya dan apakah masih ada alternatif lain. Semua ini dapat membantu ibu
menentukan tindakan yang terbaik bagi ibu dan janin
h. Melewati masa kontraksi dengan tenang
Bagi ibu-ibu yang belum pernah menghadapi persalinan kontraksi yang terjadi
sering membuat mereka menjadi tidak terkendali dan panik. Sebenarnya tak banyak
yang bisa anda lakukan selain menikmati setiap kontraksi dan tidak memikirkan apa
yang akan terjadi selanjutnya. Anggaplah bahwa bila anda dapat menghadapi satu
kontraksi, artinya masa ini akan semakin cepat berakhir.
Ada cara lain untuk melewati tahap ini yaitu dengan melakukan pernafasan
perlahan-lahan melalui hidung dan mengeluarkan kembali melalui mulut. Bernafas
dalam ini membantu sekali melewati tahap ini dengan lebih baik.
i. Membayangkan masa bahagia setelah persalinan
Masa yang sulit ketika persalinan, sebenarnya bisa anda atasi dengan mengingat
bahwa sebentar lagi akan anda bisa memandang dan memeluk bayi Anda yang mungil.
Cobalah bayangkan bayi anda mengalami perjalanan ini bersama Anda. Bayangkan
leher rahim Anda terbuka dan mendorong bayi keluar. Saat mendorong bayi keluar,
bersikaplah tegak dan letakkan tangan di bawah untuk mengingatkan anda untuk
mengedan dan membuat dasar panggul tetap rileks. Perhatikan selalu petunjuk dari
dokter. Jangan salah mengedan dan atur nafas sebaik-baiknya. Ingatlah semua ini Anda
lakukan agar bayi akan keluar.
j. Menikmati kebahagiaan setelah persalinan
Tidak mustahil saat yang melelahkan ini merupakan hari yang istimewa bagi
sehat, semua kegundahan dan rasa sakit akan hilang berganti dengan kegembiraan.
Untuk itu, masa ini patut Anda kenang dan nikmati. Karenanya, jangan ragu-ragu untuk
mengungkapkan apa yang Anda rasakan dan inginkan. Anda tak akan melupakan hari
ini. Jadikanlah sebagai hari yang bahagia dan indah
5. Proses Persalinan
Dalam proses persalinan lazimnya akan melewati 4 tahapan yaitu :
a. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat
sehingga ibu masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida
berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman,
diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2
cm/jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat
diperkirakan.
b. Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada
his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Wanita juga merasa tekanan kepada rectum dan hendak buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia
mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu
his. Jika dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his,
dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida
kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.
c. Kala III ( pelepasan uri)
Setelah lahirnya bayi atau kala II dilewati, uterus teraba keras dengan fundus
uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepas plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
d. Kala IV (observasi)
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum
paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan yaitu tingkat
kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan
pernafasan), kontraksi uterus dan terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih
normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
C. Pendamping Persalinan
Pendamping, khususnya suami selalu ada di dekat ibu merupakan hal yang
membahagiakan bagi ibu, kehadiran pendamping diharapkan tidak hanya saat proses
persalinan saja, tetapi juga sejak masa kehamilan, menjelang persalinan seperti
mempersiapkan segala perlengkapan persalinan sebagai mana dalam sebuah iklan
layanan masyarakat “siap antar jaga” (Indrawati, 2010) . Bahkan keikutsertaan suami
pasca persalinan dalam menjaga dan merawat bayi juga hal yang diidam-idamkan oleh
Dalam teori Danuatmaja (2004) ditulis bahwa kehadiran seorang pendamping
persalinan sangat memberikan arti besar untuk ibu bersalin karena dengan hadirnya
pendamping ibu dapat terbantu banyak saat persalinan. Seperti membantu menciptakan
suasana nyaman dalam ruang bersalin, membantu mengawasi pintu dan melindungi
privasi ibu, melaporkan gejala-gejala atau sakit pada perawat atau dokter, dan membantu
ibu mengatasi rasa tidak nyaman fisik.
Dalam buku 50 tahun IBI (2006) dituliskan, pendamping persalinan harus
ditentukan jauh-jauh hari sebelum persalinan, dalam kebiasaan kita sebagai orang yang
berbudaya timur suami menjadi calon utama untuk menjadi pendamping saat persalinan.
Walaupun dahulunya suami masih dianggap janggal untuk menjadi pendamping
persalinan, tapi apabila seorang pasien yang menginginkan suaminya menunggu pada
saat istrinya melahirkan, sebaiknya bidan memperbolehkan dengan lebih dahulu
memberikan wawasan, pengertian dan penjelasan kepada suaminya dan tidak
menggangu jalannya persalinan. Sebelumnya suami pasien diberi penjelasan tentang
persalinan. Keberadaan suami disamping istri yang sedang menjalani proses persalinan
sangatlah penting, yaitu untuk memberikan dukungan kepada istrinya agar merasa aman,
nyaman dan berbesar hati, sehingga persalinan akan berjalan lancar. Kehadiran suami
dalam proses persalinan juga akan membantu untuk lebih mendekatkan hubungan
keluarga.
Menurut Danuatmaja (2004) hal-hal yang dilakukan untuk menjadi pendamping
yang baik dalam persalinan yaitu :
1. Aktif bertanya
Hampir semua dokter atau bidan tidak menjelaskan tindakan atau wewenang
mereka terhadap pasien. Oleh karena itu, aktiflah bertanya sehingga tahu hal yang dapat
2. Membawa keperluan untuk diri sendiri
Semua orang sibuk mengurus pasien. Jadi, lakukanlah persiapan untuk diri
sendiri dengan membawa perlengkapan yang cukup, seperti baju ganti, alas kaki yang
nyaman karena mungkin harus bolak-balik di koridor rumah sakit, baju renang jika
mendampingi persalinan dalam air, serta bekal makanan, dan minuman.
3. Mengetahui hal apa yang akan dihadapi
Ada yang menyatakan teknik pernapasan yang dipelajari di kursus persalinan
tidak berguna. Meskipun demikian, jangan pernah menyepelekan ilmu apapun yang
didapatkan di kursus persalinan atau buku karena pasti ada gunanya. Selain itu,
kemungkinannya kecil ditengah persalinan membolak-balik buku panduan lagi. Oleh
karena itu, pelajari pengetahuan dasar dan tambahan tentang persalinan walaupun tidak
di pakai pada waktunya.
4. Bersikap luwes
Strategi persalinan yang berhasil bagi seorang ibu belum tentu berhasil bagi ibu
lain. Tugas pendamping adalah mencermati strategi yang berhasil dan bersiap
menghentikan yang gagal. Terbukalah terhadap perubahan strategi. Sebelum hari H,
diskusikan dengan ibu mengenai harapan dan pilihan di ruang bersalin. Hal ini
dimaksudkan agar pendamping dapat mengambil inisiatif untuk mengusulkan suatu
perubahan strategi jika terjadi suatu yang tidak diharapkan.
5. Mencari kesibukan
Proses persalinan dapat lama dan berat. Selama melewatinya, usahakan
pendamping dan ibu memiliki kesibukan untuk mengabaikan rasa sakit, bosan dan putus
asa. Bentuknya dapat merupakan tehnik pernafasan, anekdot baru, pijatan di kaki, atau
bersama-sama melakukan tehnik relaksasi.
Meskipun banyak yang akan menolong ibu, suamilah yang menjadi pendukung
utama baginya. Agar membuatnya tetap nyaman, turuti permintaannya. Lakukan yang
ibu inginkan. Mulai dari lari ke kantin untuk membelikan permen, mengambilkan
minuman, atau menyampaikan permintaannya kepada bidan.
7. Pendamping mengetahui kapasitasnya
Pendamping persalinan harus tahu apa saja yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya serta mengetahui sampai di mana wewenang seorang pendamping persalinan
saat persalinan berlangsung, karena banyak hal yang akan terjadi di ruang bersalin, jika
pendamping tidak mengetahui kapasitasnya di ruang bersalin, maka akan menyebabkan
terganggunya tugas bidan penolong dan perawat.
8. Menjadi pendamping yang bijak
Pendamping sangat berperan dalam membantu dan mendampingi ibu saat proses
persalinan, mengambil keputusan yang berat juga merupakan hal penting yang harus
dilakukan oleh pendamping. Tetapi sebelumnya pendamping mendiskusikan terlebih
dahulu dengan ibu, karena selain pendamping ibu juga tahu hal-hal apa saja yang
dibutuhkan selama proses persalinan.
9. Setia menunggu
Persalinan yang pertama kadang berlangsung sangat lama sehingga ibu belum
dianjurkan ke rumah sakit atau jika sudah di rumah sakit maka akan disarankan untuk
kembali pulang kerumah. Jadi pendamping harus sabar selama mendampingi ibu,
walaupun ibu berada di rumah sendiri, khususnya saat terjadi kontraksi, sambil
menunggu dan mengurangi rasa sakit, lakukan aktifitas ringan seperti menonton televisi.
10. Menjadi pendamping setia
Ibu kandung atau sahabat dekat memang dianggap orang-orang yang memahami
persalinan. Namun begitu, kehadiran suami saat proses persalinan masih menjadi nomor
satu bagi ibu bersalin. Oleh karena itu, usahakan suami selalu ada di samping ibu dan
tidak menghilang dari pandangannya.
Menurut Sholihah (2008), bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses
persalinan, ibu sebaiknya jangan berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya
kesakitan, jadi jangan paksa suami karena hal ini bisa berakibat fatal. Kehadiran suami
tanpa tekanan dari luar, pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu
istri terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering
mengeluhkan betapa tertekannya mereka kerena sama sekali tidak tahu apa yang harus
dikerjakan untuk menolong istrinya.
Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses
persalinan seperti :
1. Suami tidak siap mental
Umumnya, suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istri kesakitan atau tidak
tahan bila harus malihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini
bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin.
2. Tidak diizinkan pihak RS
Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis
bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa alasan
yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas
medis yang tengah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan
3. Suami sedang dinas
Apabila suami sedang dinas ke tempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan
pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi ini. Walaupun
tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang dapat menemani.
Momen persalinan pun dapat difilmkan dalam kamera video, sehingga saat kembali dari
dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.
D. Pengalaman Ibu melahirkan
Berdasarkan pendapat Ross (2006), seorang wanita yang hamil untuk pertama
kalinya, semuanya sepertinya mendengar tentang cerita proses persalinan terburuk yang
dialami orang lain. Kemudian dia mendiskusikan cerita-cerita ini dengan ahli
kandungannya, yang mengambil kesempatan dari ketakutannya dan rapi memecahkan
masalahnya dengan merekomendasikan epidural atau operasi caesar.
Melahirkan memberikan banyak pengalaman berbeda. Ini adalah contoh-contoh
bagaimana para wanita dan bidan menggambarkan proses persalinan, “persalinan itu
sangat indah, persalinan juga luar biasa menantang mental dan fisik, hal yang bisa
ditangani wanita dalam hidupnya, persalinan itu lebih indah apabila didampingi suami,
persalinan adalah situasi yang tidak dapat dikontrol, persalinan adalah pengalaman yang
dewasa”.
Semua pendapat di atas adalah benar. Melahirkan adalah perayaan kehidupan
baru. Terimalah bahwa diakhir kehamilan anda akan ada proses persalinan. Ibu- ibu
perlu beberapa jam untuk melakukan pekerjaan yang luar biasa ini untuk berjumpa
dengan bayinya. Semua wanita yang melahirkan di zaman sekarang akan menghadapi
Adapun strategi yang dilakukan untuk mengatasi berbagai macam tantangan
menjelang kehamilan dan persalinan adalah tanamkan dalam benak Anda bahwa Anda
bisa melakukannya, Anda bisa melakukan proses persalinan, Anda bisa melahirkan,
Anda bisa benar-benar mengontrol, percaya pada diri sendiri, percaya pada bayi Anda,
percaya pada kemampuan Anda, percaya pada kekuatan Anda sebagai seorang wanita.
Jangan pernah kehilangan pandangan ini selama kehamilan Anda. Kehamilan
Anda seharusnya menjadi petunjuk yang terbaik di hari terbaik dalam kehidupan Anda.
Ingat kehamilan dan persalinan bukanlah suatu sakit dan penyakit.
E. Penelitian Kualitatif Fenomenologi
Menurut Moleong (2006) pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian
dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan
studi pada situasi yang alami.
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti
harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan
mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan
pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas,
untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk
mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah
perkembangan.
Penelitian kualitatif fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap
pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga
tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Pendekatan
fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan
dasar tertentu.
Menurut Lincoln dan Guba untuk tingkat keabsahan data hasil penelitian
berpegang pada empat kriteria yang digunakan yaitu derajat credibility, transferability,
dependability dan confirmability
1. Credibility, pada kriteria ini menunjukkan apakah kebenaran hasil penelitian dapat
dipercaya dalam mengungkapkan penemuan yang dapat dicapai dan kenyataan yang
sesungguhnya dalam wawancara. Untuk menunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil
penemuan dengan cara :
a. Lama penelitian yaitu dengan memperpanjang masa pengamatan memungkinkan
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari
kebudayaan dan dapat menguji informasi dari partisipan, dan untuk membangun
kepercayaan para partisipan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti
sendiri.
b. Observasi yang detail yaitu dengan pengamatan yang terus menerus, untuk
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci.
c. Triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
d. Peer debriefing yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh
dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.
e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan
yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis,
dengan mengaplikasikannya pada data, serta dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang data.
2. Transferability, pada kriteria ini menunjukkan apakah hasil penelitian ini dapat
digeneralisasikan atau diterapkan pada semua situasi. Untuk melakukan pengalihan
tersebut peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang
kesamaan konteks.
3. Dependability, pada kriteria ini menunjukkan apakah hasil penelitian mengacu pada
kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan
konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan.
4. Confirmability, pada kriteria ini menunjukkan apakah hasil penelitian dapat
dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang
dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Untuk memenuhi kriteria ini
peneliti menginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing yang merupakan
seorang yang ahli dalam bidang penelitian kualitatif fenomenologis atau dengan
membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian fenomenologi. Penelitian
fenomenologi adalah suatu penelitian tentang pengalaman yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman tentang arti peristiwa dan kaitan-kaitan terhadap orang-orang
dalam situasi tertentu serta menangkap pengertian tentang sesuatu yang sedang diteliti.
Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus
pengalaman-pengalaman subjektif manusia. Peneliti fenomenologi akan senantiasa
berhubungan dengan subjeknya dan hendaknya memiliki pula perasaan ingin tahu
terhadap segala sesuatu (Moleong, 2006). Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui
pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum di klinik Sri Wahyuni
sebanyak 112 jiwa.
2. Sampel
Adapun sampel yang diambil oleh peneliti adalah ibu-ibu postpartum. Teknik
pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah purposive sampling yang
sesuai dengan kriteria sampel, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 9 jiwa.
Menurut Nursalam (2009) purposive sampling adalah suatu tehnik penetapan sampel
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya. Adapun sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria seperti :
a. Ibu-ibu yang postpartum dari hari 1 s/d hari ke 40
b. Ibu-ibu yang melahirkan tanpa didampingi suami
c. Bersedia diwawancarai atau menjadi partisipan.
C. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Klinik Sri Wahyuni Jalan Marelan IX, Kec.
Medan Marelan, Kel. Tanah 600. Dengan pertimbangan pada klinik tersebut ada
dijumpai ibu yang postpartum melahirkan tanpa didampingi suami.
D. Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung pada September 2010 sampai Mei 2011 dan pengambilan
data dilakukan pada Februari sampai April 2011.
E. Etik Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti harus jujur. Data yang diambil harus dari data yang
sebenarnya, menjaga keselamatan partisipan, melindungi partisipan dari
ketidaknyamanan dan bahaya serta tidak menyebabkan kerugian partisipan.
Peneliti melakukan penelitian ini dengan pertimbangan etik yaitu : peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang akan mungkin terjadi selama
dan sesudah pengumpulan data. Jika partisipan bersedia maka partisipan harus
menandatangani lembar persetujuan riset (Informant consent). Bila partisipan menolak
untuk diwawancarai maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
untuk mengundurkan diri dari penelitian. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan
identitas partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) hanya nomor kode yang
akan digunakan sehingga kerahasiaan identitas informasi yang diberikan tetap terjaga.
Seluruh informasi yang diperoleh tidak akan dipergunakan kecuali untuk meningkatkan
kualitas kesehatan dan tetap menjaga kerahasiaan identitas.
F. Alat Pengumpulan Data
Ada tiga alat pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
yaitu :
1. Peneliti, dalam penelitian ini peneliti merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya.
2. Data demografi, yang berisi pertanyaan mengenai data umum partisipan pada lembar
pengumpulan data demografi berupa usia, suku, tingkat pendidikan, agama, jumlah
anak yang lahir.
3. Panduan wawancara yang berisi 5 pertanyaan diantaranya pertanyaan mengenai
pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami, pendapat ibu tentang
melahirkan tanpa didampingi suami, perasaan ibu melahirkan tanpa didampingi
suami, pentingnya kehadiran suami dalam proses persalinan, dan harapan ibu untuk
melahirkan berikutnya. Peneliti membuat pertanyaan tersebut, dan telah
memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Panduan wawancara ini
telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan dapat dilihat di lampiran 3 dalam
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
setelah mendapatkan izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik USU dan
Pimpinan Klinik Sri Wahyuni, peneliti melakukan wawancara pendahuluan sebagai pilot
studi dan memperlihatkanya pada pembimbing, pilot studi ini bertujuan untuk
mengetahui proses wawancara, panduan wawancara, probing dalam wawancara dan
melanjutkan penelitian, peneliti mengadakan prolonged adjustment yaitu pendekatan
kepada partisipan untuk mendapatkan persetujuan sebagai partisipan dalam penelitian,
dan peneliti harus berusaha untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin tentang
hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan
dengan cara menggunakan data demografi sebagai data dasar dan dengan in–depth
interview yaitu wawancara mendalam terhadap partisipan. Setelah partisipan setuju
menjadi sampel penelitian, peneliti menjelaskan hal-hal yang terkait dengan penelitian,
peneliti menjalin hubungan baik dengan partisipan. Partisipan menjawab pertanyaan
yang terdapat dalam lembar data demografi sesuai dengan petunjuk masing-masing
bagian dan menandatangani surat persetujuan (informed consent) serta memberikan
kesempatan untuk bertanya kepada peneliti bila ada pertanyaan tidak mengerti. Peneliti
mulai melakukan wawancara dan merekam hasil wawancara menggunakan perekam
digital, peneliti menulis dan membaca transkrip, jika ada hal-hal yang kurang jelas akan
dilakukan wawancara ulang, peneliti menganalisa data yang ditemukan dan
mengelompokkan data, kemudian data akan diuraikan kedalam bentuk narasi dari semua
konsep, kelompok dan kategori konsep, peneliti membahas hasil penelitian sesuai
dengan analisa data yang dilakukan. Pengumpulan data dihentikan jika saturasi data
H. Analisis Data
Peneliti menganalisa data dengan menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam
polit, et. Al, 2001), yaitu :
1. Membaca semua panduan untuk mendapatkan perasaan mereka
2. Mengulangi setiap panduan dan menyaring pernyataan penting
3. Mengumpulkan data pada kelompoknya, menunjukkan kelompok ini kembali pada
panduan awalnya untuk mensahkan mereka mencatat ketidakcocokan di antara dan
atau di antara variasi kelompok, menghindarkan godaan pengabaian data atau tema
yang tidak cocok
4. Menyatukan hasil ke dalam deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti
5. Merumuskan deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti dengan pernyataan
tegas dengan identifikasi yang mungkin
6. Menyatakan kepada partisipan tentang sejauh mana temuan sebagai langkah akhir
pengesahan.
I. Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti berpegang pada dua kriteria yang digunakan untuk
menjaga derajat keabsahan data yaitu :
1. Credibility : dalam kriteria ini peneliti menunjukkan kebenaran hasil penelitian
yang telah dikumpulkan sudah dapat dipercaya atau belum yaitu dengan cara
member check. Member check adalah suatu tehnik untuk mempertahankan
keabsahan data dengan cara peneliti memferifikasi dan menguraikan data yang
diperoleh. Jadi dengan cara ini peneliti mengklarifikasi kembali data yang telah
ini peneliti lakukan mulai dari saat peneliti bertemu dengan partisipan, dengan
memberikan fotocopy transkrip kemudian mendiskusikan kembali proses member
check yang telah dilakukan dengan dosen pembimbing peneliti.
2. Confirmability : dalam kriteria ini peneliti menunjukkan kebenaran hasil penelitian
dapat dibuktikan dengan menyesuaikan hasil penelitian dengan data yang
dikumpulkan dan untuk memenuhi kriteria ini peneliti mendiskusikan hasil
penelitian kepada pembimbing yang merupakan seorang yang ahli dalam bidang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
tentang pengalaman ibu melahirkan tanpa didampingi suami. Kesembilan partisipan
berdomisili di Jalan Marelan IX, Kec. Medan Marelan, Kel. Tanah 600. Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara mendalam.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Kesembilan partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau
menandatangani perjanjian sebelum wawancara dimulai. Para partisipan adalah ibu yang
1 sampai 40 hari postpartum dan partus secara normal. Umur kesembilan partisipan
berkisar antara 25 – 35 tahun. Rata-rata umur partisipan adalah 29,3 tahun. Empat dari
sembilan partisipan adalah suku Jawa, dua orang bersuku Melayu, satu orang bersuku
Aceh, satu orang bersuku Mandailing dan satu orang bersuku Batak. Pendidikan terakhir
mayoritas partisipan adalah S1 yakni lima orang, tiga orang berpendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA), dan satu orang berpendidikan Diploma. Kesembilan partisipan
beragama islam. Kesembilan partisipan melahirkan dengan spontan. Lima dari sembilan
partisipan berparitas multipara dan empat orang berparitas primipara. Kesembilan
partisipan mengalami melahirkan tanpa didampingi suami. Kesembilan partisipan
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan
2. Alasan melahirkan tanpa didampingi suami
Dahulu yang menjadi pendamping persalinan adalah wanita, namun sejak tahun
1970-an laki-laki khususnya suami mulai dibutuhkan dalam mendampingi persalinan
guna untuk memberikan dukungan moral, hal ini memang sangat penting bagi semua
ibu. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, hal ini sering tidak terwujud
dikarenakan berbagai alasan seperti kesibukan suami, adanya masalah dalam keluarga
bahkan alasan ini dapat muncul dari salah prediksi hari persalinan. Alasan-alasan
tersebut memiliki kesamaan antara yang dikemukakan oleh ibu primipara dengan ibu
multipara. Berikut alasan melahirkan tanpa didampingi suami yang dikemukakan oleh
a. Suami sibuk
Alasan ini bisa muncul karena semua suami memiliki kesibukan dan hal ini
kadang tidak bisa dihindari, walaupun saat persalinan telah tiba dan akhirnya berefek
kepada istri yang melahirkan tanpa didampingi oleh suami. Seperti yang dikemukakan
oleh empat partisipan dan salah satunya ibu primipara, suami tiba-tiba dapat tugas dari
tempat kerjanya hingga memakan waktu beberapa hari ke depan. Kesibukan suami kerap
kali menjadi alasan untuk tidak hadir dalam proses persalinan, alasan ini sesuai dengan
pernyataan partisipan berikut ini :
Ungkapan ibu primipara :
“Suami saya lebih memilih pekerjaannya daripada mendampingi saya melahirkan”
( Partisipan 4 ) Ungkapan ibu multipara :
”Suami saya nelayan, jadi nggak selalu ada disamping, kalau pergi kadang lama sampe dua minggu nggak pulang, makanya sekarang saya sendiri tanpa didampingi suami”
( Partisipan 3 )
“Suami saya masih ada tugas dari tempat kerjanya di luar kota, mungkin besok baru bisa pulang, dan sekalian bawa pulang saya ke rumah “
( Partisipan 9 )
b. Salah prediksi
Salah prediksi merupakan salah satu alasan yang sering kita jumpai dalam
kehidupan manusia. Hal ini juga sering dijumpai dalam proses persalinan dikarenakan
dalam menunggu masa persalinan tidak ada yang bisa memastikan kapan akan terjadinya
persalinan. Seperti kejadian yang dialami oleh dua partisipan, ibu primipara dan ibu
didampingi suami. Hal ini didukung oleh pernyataan dua partisipan dalam kutipan
wawancara berikut ini :
Ungkapan ibu primipara :
”Saya merasa sangat menyesal kenapa saya izinkan suami saya pulang ke dumai, kalau saja suami saya belum pulang ke sana, kan saya didampingi saat melahirkan”
( Partisipan 5 ) Ungkapan ibu multipara :
“Kalau prediksi bidan sekitar satu minggu lagi bayi kami lahir, makanya suami saya berani pulang ke Aceh, rupanya di luar prediksi”
( Partisipan 6 )
c. Konflik keluarga
Konflik rumah tangga atau masalah di luar dugaan juga sering terjadi dalam
keluarga yang terkadang rencana yang sudah disusun tidak terwujud sehingga efek
negatif bagi istri yang akan menjalani proses persalinan. Seperti halnya yang dialami
oleh tiga partisipan yang diceraikan suami menjelang melahirkan dan suami tersandung
masalah dengan kepolisian hingga masuk penjara dua diantaranya ibu primipara. Berikut
ini terdapat dua pernyataan yang dikemukakan oleh partisipan dalam kutipan wawancara
sebagai berikut :
Ungkapan ibu primipara :
“Suami saya kena masalah harus berurusan dengan polisi dan masuk penjara saat kandungan saya hampir tiba waktu untuk melahirkan”
( Partisipan 7 )
Ungkapan ibu multipara :
”Saya diceraikan suami saya ketika menjelang melahirkan, dan akhirnya suami saya tidak mendampingi saya”
3. Perasaan ketika melahirkan tanpa didampingi suami
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap sembilan partisipan,
maka peneliti memperoleh informasi tentang bagaimana perasaan ketika melahirkan
tanpa didampingi suami. Bermacam-macam perasaan yang dirasakan oleh ibu primipara
dan ibu multipara ketika menjalani proses persalinan seperti sedih, dan cemas, hal ini
disebabkan oleh ketidakhadiran suami dalam proses persalinan seperti yang
diungkapkan oleh partisipan. Perasaan yang diungkapkan partisipan ketika menjalani
melahirkan tanpa didampingi suami adalah sebagai berikut :
a. Sedih
Persalinan tanpa didampingi suami merupakan salah satu momen yang tidak
diharapkan oleh ibu bersalin, bahkan momen ini sangat tidak diinginkan terjadi. Namun
begitu, hal tersebut kerap kali terjadi dikalangan ibu bersalin baik primipara maupun
multipara, sehingga situasi ini yang membuat hati ibu merasa sedih. Perasaan sedih ini
seperti yang diungkapkan oleh tujuh partisipan kepada peneliti, empat diantaranya ibu
primipara dan tiga lainnya ibu multipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :
Ungkapan ibu multipara :
“Sedih kali, air mata saya langsung netes, campur aduk pikiran saya”
( Partisipan 1 )
Ungkapan ibu primipara :
“Pastinya sedih sangat mendalam, apalagi suami saya sedang sakit, pastinya suami tidak bisa damping saya melahirkan”
( Partisipan 2 )
b. Cemas
Perasaan cemas sering menghinggapi hati ibu bersalin yang diakibatkan oleh
oleh tidak hadirnya suami dalam proses persalinan. Situasi ini digambarkan oleh dua
partisipan multipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :
“Ya benar-benar linglung lah pikirannya, nggak tau apa yang mesti saya lakukan”
( Partisipan 6 )
“Ya semacam gelisah, bahkan perasaan ini merasa sedih bukan main, perasaan ini muncul karena ketidak hadiran suami di samping”
( Partisipan 8 )
4. Persepsi tentang melahirkan tanpa didampingi suami
Persalinan tanpa didampingi suami merupakan suatu momen yang tidak
diinginkan oleh ibu bersalin terjadi dalam hidupnya baik ibu primipara dan ibu
multipara. Kadang hal ini tidak dapat dihindari, dari kejadian inilah memunculkan
banyak pendapat tentang melahirkan tanpa didampingi suami. Seperti halnya yang
dirasakan oleh partisipan, yang mana persalinan tanpa didampingi suami itu dapat
membuat ibu merasa putus asa sehingga memunculkan kesan yang menyakitkan, yang
pada akhirnya ibu menyalahkan suami karena kurangnya dukungan. Persepsi tentang
melahirkan tanpa didampingi suami adalah sebagai berikut :
a. Putus asa
Putus asa kerap kali menghampiri ibu bersalin baik primipara maupun multipara
saat menunggu dan bahkan saat menjalani proses persalinan, apalagi persalinan ini
dijalani tanpa didampingi suami. Hal ini yang membuat ibu merasa kapok dan
menjadikan momen ini sebagai suatu pengalaman yang buruk bahkan sulit untuk
dilupakan. Dari sinilah keinginan ibu terpancing dan membuat ibu memiliki keinginan
pada lima partisipan dan dua diantaranya ibu multipara, seperti dalam kutipan
wawancara berikut :
Ungkapan ibu primipara :
“Kalau saya ingat-ingat rasanya pahit waktu melahirkan ini, ya nggak sama seperti orang lain gimana layak nya suami istri saat menjalani proses persalinan”
( Partisipan 7 )
Ungkapan ibu multipara :
“Kalau menurut saya ini juga tergolong ke pengalaman yang buruk dan tidak terlupakan sampai seumur hidup”
( Partisipan 9 )
b. Kesan menyakitkan
Kesan menyakitkan ini sangat dirasakan oleh ibu bersalin baik primipara maupun
multipara saat menjalani proses persalinan tanpa didampingi suami, sehingga membuat
ibu menyimpulkan kejadian ini menjadi suatu pengalaman yang sangat tidak
menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan empat partisipan dan dua diantaranya
ibu primipara seperti dalam kutipan wawancara sebagai berikut :
Ungkapan ibu primipara :
“Pengalaman melahirkan tanpa didampingi suami, menurut saya pengalaman yang sangat menyedihkan”
( Partisipan 2 )
Ungkapan ibu multipara :
“Gimana ya saya bilang, sepertinya melahirkan tanpa didampingi suami merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan”
( Partisipan 3 )
c. Kurangnya dukungan suami
Setiap ibu bersalin mengiginkan suami hadir mendampinginya dalam proses
berlangsung ibu bersalin sedang mengalami drop dan membuat ibu berpikir negatif
tentang suami, seperti merasa kurangnya kasih sayang dari suami. Sehingga membuat
ibu sangat membutuhkan dukungan dari orang sekeliling khususnya suami. Kurangnya
dukungan suami dalam proses persalinan, hal ini sesuai dengan pernyataan lima
partisipan tiga diantaranya ibu primipara, seperti dalam kutipan wawancara sebagai
berikut :
Ungkapan ibu primipara :
“Suami nggak ada di samping saya saat melahirkan rasanya seperti sudah dilupakan oleh semua orang”
( Partisipan 5 )
“Rasanya sangat-sangat sedih dan merasa hilang semua harapan, sia-sia rasanya persiapan kami berdua”
( Partisipan 7 )
Ungkapan ibu multipara :
“Saya sangat merasa sakit karena waktu saya melahirkan suami nggak di samping”
( Partisipan 8 )
5. Harapan untuk persalinan yang akan datang
Semua orang memiliki harapan dalam hidupnya, harapan dengan sendirinya juga
bisa muncul disebabkan oleh adanya kejadian yang negatif seperti halnya yang dirasakan
oleh ibu bersalin baik ibu primipara maupun ibu multipara yang menjalani persalinan
tanpa didampingi suami. Hal ini lah yang membuat ibu bersalin memiliki harapan di
persalinan-persalinan yang akan datang. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti,
maka terdapat beberapa harapan ibu untuk persalinan yang akan datang, seperti ingin
a. Didampingi suami
Menjalani persalinan didampingi suami adalah hal yang diidamkan setiap ibu
baik primipara maupun multipara, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang sudah
peneliti lakukan. Hadirnya suami dalam persalinan dapat memberikan kenyamanan,
keamanan, dan ketenangan bagi ibu yang akan menghadapi persalinan. Dengan hadirnya
suami disamping istri akan dapat merasakan tingginya kepedulian suami terhadap
dirinya yang seolah-olah suami menjadi pelindung baginya. Dengan alasan inilah suami
dituntut untuk menjadi pendamping utama dalam persalinan. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terhadap Sembilan partisipan dan empat
diantaranya ibu primipara, seperti berikut ini :
1) Kepedulian suami tinggi
Kepedulian suami sangat dibutuhkan oleh setiap istri, tidak hanya dalam
kehidupan sehari-hari bahkan juga sangat dibutuhkan menjelang dan proses persalinan
berlangsung. Kepedulian suami merupakan impian setiap ibu baik primipara maupun
multipara terutama saat menjalani proses persalinan, seperti adanya perhatian suami
terhadap istri. Pernyataan ini peneliti temukan pada tiga partisipan dan dua diantaranya
ibu primipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :
Ungkapan ibu primipara :
“Yang saya rasakan, cuma suami saya yang benar-benar bisa ngertiin saya”
( Partisipan 5 )
Ungkapan ibu multipara :
“Karena suamilah yang lebih tau gimana saya, suami juga tau apa yang saya butuhkan”
2) Suami sebagai pendamping utama
Pendamping saat persalinan memang sangat dibutuhkan, walaupun ada beberapa
pendamping lain seperti orang tua dan paramedis. Dalam persalinan suami tetap menjadi
pilihan utama istri untuk menjadi pendamping persalinan. Hal ini peneliti temukan dua
partisipan dalam penelitian satu ibu primipara dan satu multipara, seperti kutipan
wawancara berikut ini :
Ungkapan ibu primipara :
“Ini persalinan pertama saya, jadi pastilah saya berharap sangat suami saya bisa hadir saat persalinan”
( Partisipan 2 )
Ungkapan ibu multipara :
“Kalau suami ada di samping rasanya seperti ada tambahan tenaga baru, yang akhirnya kita merasa aman, nyaman dan tenang”
( Partisipan 8 )
3) Suami sebagai pelindung
Dalam kondisi yang sedang tidak stabil setiap orang butuh akan perlindungan,
begitu juga dengan ibu bersalin. Dalam kondisi yang tidak stabil yaitu masa menjelang
persalinan ibu sangat butuh pendamping yang menjadi pelindung, pelindung yang ibu
bersalin butuhkan di sini adalah suami. Pernyataan mengenai suami sebagai pelindung
peneliti temukan dalam kutipan wawancara terhadap delapan partisipan dan tiga
diantaranya ibu primipara sebagai berikut :
Ungkapan ibu multipara :
“Kalau secara lahir, orang lain bisa, tetapi kalau ketenangan batin hanya bisa saya dapatkan dari suami, nggak bisa digantikan oleh orang lain”
“Secara mental dari suami memberikan nasehat-nasehat, saran dan kata-kata yang agak-agak mesra yang ujung-ujungnya, bisa menghilangkan rasa ketakutan dan rasa khawatir”
( Partisipan 6 )
Ungkapan ibu primipara :
“Dengan hadirnya suami disamping dapat membuat saya lebih merasa tenang, nyaman dan aman”
( Partisipan 9 )
b. Pentingnya kehadiran suami ketika melahirkan
Melahirkan merupakan momen yang menegangkan juga menguras emosi.
Momen melahirkan pastinya tidak bisa dijalani sendiri, kehadiran pendamping sangatlah
penting guna menstabilkan emosi, hal inilah yang membuat pentingnya kehadiran suami
dalam proses persalinan. Seperti yang di ungkapkan oleh Sembilan partisipan dan empat
diantaranya ibu primipara dalam kutipan wawancara sebagai berikut :
Ungkapan ibu primipara :
“Sangat penting, rasanya seperti ada tambahan tenaga baru, kalau ada suami di samping”
( Partisipan 1 )
Ungkapan ibu multipara :
“Harapan utama saya untuk melahirkan berikut, saya ingin melahirkan dan suami siap mendampingi saya”
( Partisipan 3 )
B. Pembahasan
Persalinan merupakan proses yang normal yang terjadi pada manusia sebagai
upaya secara alamiah untuk memperoleh keturunan. Persalinan juga merupakan suatu
situasi yang penuh dengan rasa cemas dan dipenuhi oleh pikiran negatif yang berakibat