• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH:

DEDDY WIJAYA SEMBIRING 100503183

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Mei 2015

NIM : 100503183

(3)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI

BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan akrual diskresioner. Populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013.

Sampel penelitian berjumlah 27 perusahaan perbankan yang sesuai karakteristik pemilihan sampel dengan metode purposive sampling.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba.Sedangkan komite audit berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba. Secara simultan komposisi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan.

(4)

ABSTRACT

THE EFFECT OFTHE COMPOSITION OF THE BOARD OF COMMISSIONERSANDTHE AUDIT COMMITTEEONEARNINGS MANAGEMENT INBANKING COMPANIESLISTED IN INDONESIA

STOCK EXCHANGE

This studyaims to determinethe effect ofcomposition of theboard of commisionersandaudit committeeto earnings managementisproxied bydiscretionary accruals. Thisstudy populationisbanking companies listedin Indonesia Stock Exchange(IDX) 2010-2013.

These samples included27banking companiesin accordancewiththe characteristics ofthe sample selected with purposive sampling method. Analysis of the datain this studyused multiple linear regression.

The results showed partiallythat the composition ofthe board of commissionershadinsignificantand negative effecton earnings management. Meanwhile theaudit committeehad insignificantand positive effecton earnings management. Simultaneously,both the composition of theboard of commisionersandaudit committeehad insignificantand positive effecton earnings managementin thebanking company.

(5)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian………..…….….. 6

1.4 Manfaat Penelitian………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Governance……….……….. 8

2.2 Manajemen Laba……….…... 10

2.3 BANK……….……….. 14

2.4 Komposisi Dewan Komisaris………..…... 15

2.5 Komite Audit……….………… 19

2.6 Penelitian Terdahulu………..…… 25

2.7 Kerangka Konseptual………..……….. 28

2.8 Hipotesis………..……….………...…….. 32

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……….. 33

3.2 Objek Penelitian………... 33

3.3 Populasi dan Sampel……….….….. 33

3.4 Data dan Metode Pengumpulan Data……….…….. 33

3.5 Definisi Operasional Variabel……….………..…... 35

3.6 Metode Analisis Data………..…. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif……….………...…….. 43

4.2 Uji Asumsi Klasik………..…….. 44

4.2.1 Uji Normalitas……….………..….. 44

4.2.2 Uji Multikoleniaritas………..………. 48

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi………..……… 50

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas………..……….. 51

4.3 Pengujian Hipotesis……….. 53

4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi………..………. 53

4.3.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (Uji F)…..………..…………... 54

(6)

4.3.3.1 Pengujian Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris(�1)

terhadap Manajemen Laba (�)……….………. 58

4.3.3.2 Pengujian Pengaruh Komite Audit(�2)terhadap Manajemen Laba (�)………...…. 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………. 60

5.2 Saran………... 60

DAFTAR PUSTAKA………..………..……...…... 62

(7)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Daftar Penelitian Terdahulu……….……..……… 25

3.1 Daftar Sampel………..……….. 34

4.1 Statistik Deskriptif………..……… 46

4.2 Uji Normalitas………..…. 48

4.3 Uji Normalitas setelah Data Menyimpan/Outlier Dihapus……… 50

4.4 Uji Multikolinearitas……….. 52

4.5 Uji Autokorelasi………...……….. 54

4.6 Koefisien Determinasi……… 57

4.7 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)……….. 58

4.8 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Secara Individu………...…….. 59

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual……… 34

4.1 Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas………….……….. 51

4.2 Normalitas dengan Normal Probability Plot………...…………. 51

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Daftar Perusahaan Sampel……….……….. 68 2 Persentase Komisaris Independen Perusahaan Perbankan…... 69 3 Keberadaan Komite Audit Perusahaan Pernbankan……….….. 70 4 Manajemen Laba/NIlai Diskresional Akrual………... 71 5 Statistik Deskriptif………...………...……. 71 6 Hasil Uji Normalitas……… 72 7 Hasil Uji Normalitas setelah Data Menyimpang/Outliner

Dihapus………...………. 73 8Hasil Uji Normalitas dengan Histogram………....…. 74

9 Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot………... 74 10 Hasil Uji Autokorelasi………. 74 11 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F)……… 74 12 Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara

(10)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI

BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan akrual diskresioner. Populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013.

Sampel penelitian berjumlah 27 perusahaan perbankan yang sesuai karakteristik pemilihan sampel dengan metode purposive sampling.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba.Sedangkan komite audit berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba. Secara simultan komposisi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan.

(11)

ABSTRACT

THE EFFECT OFTHE COMPOSITION OF THE BOARD OF COMMISSIONERSANDTHE AUDIT COMMITTEEONEARNINGS MANAGEMENT INBANKING COMPANIESLISTED IN INDONESIA

STOCK EXCHANGE

This studyaims to determinethe effect ofcomposition of theboard of commisionersandaudit committeeto earnings managementisproxied bydiscretionary accruals. Thisstudy populationisbanking companies listedin Indonesia Stock Exchange(IDX) 2010-2013.

These samples included27banking companiesin accordancewiththe characteristics ofthe sample selected with purposive sampling method. Analysis of the datain this studyused multiple linear regression.

The results showed partiallythat the composition ofthe board of commissionershadinsignificantand negative effecton earnings management. Meanwhile theaudit committeehad insignificantand positive effecton earnings management. Simultaneously,both the composition of theboard of commisionersandaudit committeehad insignificantand positive effecton earnings managementin thebanking company.

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1, informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Selain itu informasi laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan di masa yang akan datang. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba ini disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba tersebut, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang, yang salah satu bentuknya adalah manajemen laba.

(13)

Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus memang ada baiknya Dewan Komisaris memainkan peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris bahkan sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya (sehingga, dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas).

Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat.

(14)

ataupun hubungannya denganDewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan

Komisaris.

Urgensi keberadaan komite audit ada pula kaitannya dengan belum optimalnya peran pengawasan yang diemban dewan komisaris di banyak perusahaan di negara-negara korban krisis yang lalu. Indonesia khususnya semakin diperparah dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis kita berupa pemusatan kontrol atau pengendalian kepemilikan perusahaan di tangan pihak tertentu atau segelintir pihak saja.

Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian diverifikasi oleh eksternal auditor.Dalam pola hubungan tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor.Tugas komite audit juga erat kaitannya dengan penelaahan terhadap resiko yang dihadapi perusahaan, dan juga ketaatan terhadap peraturan.

(15)

komite audit dan juga Kep. Direksi BEJ No. 339 tahun 2001 mengenai peraturan pencatatan efek di Bursa yang mencakup komisaris Independen, komite audit, sekretaris perusahaan; keterbukaan; dan standar laporan keuangan per sektor.

Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Dengan contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal, 2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar.Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004), ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated)sebesar Rp28,8 miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama.

(16)

dalam rangka memperbaiki posisi tawarnya saat negosiasi ulang atau sebagai upaya melakukan go public untuk mendapatkan dana segar karena kesulitan mencari dana pinjaman. Sedangkan manajemen laba untuk perusahaan yang go public dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum Initial Public Offeringagar investor tertarik menanamkan modalnya.

Mawarti (2007) dalam penelitian dengan objek perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ), menemukan 32 perusahaan yang dikategorikan melakukan income smoothing (perataan laba) dari 58 perusahaan populasi sasaran.

Dumbi (2010) dalam penelitiannya dengan objek BMUN manufaktur yang di Indonesia menemukan kecenderungan manajemen BUMN manufaktur untuk menurunkan laba pada saat terdapat surplus arus kas keluar mencerminkan keengganan manajer untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang dan membayarkan deviden kepada pemegang saham dalam hal ini pemerintah.

Anggapan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi perdebatan dan persoalan yang rumit.Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung pada teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen laba serta motivasi dan tujuan dilakukannya manajemen laba tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris Dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”.

(17)

KOMISARIS DAN KEBERADAAN KOMITE AUDIT TERHADAP AKTIVITAS MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BERSA EFEK JAKARTA” dengan periode penelitian 2000-2004 sedangkan peneliti sekarang meneliti “Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris Dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia” dengan menggunakan periode penelitian 2010-2013. Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian Rini Budi Utami dan Rahmawati diantaranya, sampel yang digunakan merupakan perusahaan perbankan dan tidak terdapat variabel kontrol dalam penelitian ini. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan berikut :

-Apakah komposisi dewan komisaris independen dan komite audit berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba baik secara parsial maupun simultan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

-Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah komposisi dewan komisaris independen dan komite audit berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba baik secara parsial maupun simultan.

1.4 Manfaat Penelitian

(18)

1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai pengaruh dari Komposisi Dewan Komisaris dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba.

2. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat menjadi masukan dalam menganalisis prilaku manajemen dalam aktivitas manajemen laba.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Corporate Governance

Perhatian terhadap corporate governance kian meningkat seiring dengan banyaknya masalah skandal keuangan yang muncul di lingkungan bisnis.Krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin diyakini muncul karena kegagalan penerapan good corporate governance (Daniri, 2005: 6).Konsep corporate governance telah banyak dikemukakan oleh banyak pakar dan badan sebagai alat untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen.Banyak pakar yang telah mendefinisikan istilah corporate governance secara berbeda-beda. Darmawati (2003: 7) mendifinisikan corporate governance sebagai keseluruhan set aransement legal, kebudayaan, dan institusional yang menentukan apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan publik, siapa yang mengendalikan, bagaimana pengendalian dilakukan dan bagaimana resiko dan return dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan.

(20)

governance sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholder.

Sedangkan definisi corporate governance menurut beberapa badan diantaranya FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) (2001) dalam publikasi yang pertamnya mempergunakan definisi Cadbury Committee , yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah karyawan serta para pemegang kepentingan intern, dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Darmawati (2003: 7) dalam makalahnya menyertakan berbagai definisi corporate governance yang dikemukakan oleh beberapa badan corporate governance yaitu :

1.OECD Principles of Corporate Governance mendefinisikan Corporate governance sebagai sistem mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. 2.PWC-ADB SOE Reform Project mengemukakan corporate governance

berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif bersumber pada budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumberdaya, dan risiko secara lebih efisien danefektif dan pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.

(21)

kinerja perusahaan. Pemeran serta utama adalah pemegang saham, pengurus (yang dipimpin oleh Direktur Utama/CEO) dan pengawas.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar dan badan corporate governance di atas, meskipun berbeda-beda namun memiliki maksud yang sama. Dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan mekanisme pengendalian perusahaan yang mengatur tidak hanya shareholder tetapi juga stakeholder.Corporate governance tidak hanya sebagai alat pengendalian dan pertanggungjawaban saja namun juga meningkatkan nilai perusahaan.

2.2 Manajemen laba

Manajemen laba adalah suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang ada atau tindakan untuk meningkatkan atau menurunkan pendapatan tanpa adanya kenaikan atau penurunan yang sebenarnya pada proses pelaporan eksternal dengan tujuan untuk menyesatkan beberapa pemakai kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan sehingga tercapai tingkat laba yang diharapkan.

(22)

melihat manajemen laba baik dari sudut pandang laba ekonomi (nyata) ataupu dari sudut pandang informasional. Sudut pandang laba mengasumsikan adanya (a) eksistensi dari suatu laba ekonomi nyata yang didistribusikan dengan menggunakan manajemen laba yang disengaja dan/atau menggunakan kesalahan-kesalahan pengukuran yang terdapat dalam aturan-aturan akuntansi dan (b) pendapatan yang kacau dan belum dikelola, yang diperoleh dari properti-properti baru manajemen laba baik dilihat dari segi jumlah, bias atau variansnya. Sedangkan sudut pandang internasional mengasumsikan bahwa (a) pendapatan adalah suatu sinyal yang digunakan untuk pertimbangkan dan pengambilan keputusan, dan (b) para manajer memiliki informasi yang dapat mereka gunakan ketika mereka memilih unsur-unsur dalam GAAP terhadap berbagai kumpulan kontrak yang akan menentukan pembicaraan dan prilaku mereka.Sudut pandang internasional tersebut di atas dapat dijelaskan lebih baik melaluli definisi berikut ini:

Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan mereka dalam pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

(23)

penggunanya. Oleh karenanya, terdapat sisi baik dan buruk dari manajemen laba : (a) sisi buruknya adalah biaya yang diciptakan oleh kesalahan alokasi dari sumber-sumber daya dan (b) sisi baiknya adalah potensi peningkatan kredibilitas manajemen dan mengomunikasikan informasi pribadi kepadapemangku kepentingan eksternal, dan memperbaiki keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya.

Menurut Scott (2003) manajemen laba dilakukan dengan pola sebagai berikut : 1. Taking a bath

Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.

2. Income minimization

Pola manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath.Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.

3. Income maximization

Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization.Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.

4. Income smoothing

(24)

manajemen laba dapat membuat para investor mengambil keputusan investasi yang salah.Manajer perusahaan memiliki motivasi-motivasi tertentu dalam memanipulasi data keuangan perusahaan. Scott (2003) menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:

1. Bonus purposes

Manajer akan melakukan tindakan oportunistik dengan memaksimalkan laba saat ini untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi.

2. Political motivation

Banyak perusahaan memiliki politik yang terlihat.Terutama untuk perusahaan yang menaungi hajat hidup banyak orang seperti perusahaan minyak, gas, dan lain-lain.Beberapa perusahaan melakukan earnings management untuk mengurangi visibilitasnya.

3. Taxation motivation

Pajak pendapatan mungkin motivasi yang paling nyata dari manajemen laba.Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk melakukan manuver.

4. Perubahan CEO

(25)

5. IPO (Initial Public Offering)

Perusahaan yang akan melakukan IPObelum memiliki nilai pasar yang telah terbangun. Dan memungkinkan manajer dari perusahaan going publicakan melakukan manajemen laba untuk menaikkan harga saham mereka.

6. Informasi kepada investor

Manajemen tipikalnya akan memberikan informasi yang terbaik tentang prospek laba masa depan kepada investor. Dengan memberikan memberikan estimasi yang baik pada kekuatan laba maka dapat meningkatkan nilai pasar saham.

2.3 Bank

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalaam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dana atau uang yang dihimpun dalam bentuk simpanan disalurkan dalam bentuk kredit dan dalam usahanya bank juga memberikan jasa keuangan lainnya. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2004) mendefinisikan bank sebagai lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.

1.Fungsi Bank

(26)

a. Sebagai badan pelantara dalam perkreditan berfungsi sebagai penerima kredit atau berupa uang dana yang dipercay akan masyarakat sepertitabungan, giro, dan deposito.

b. Sebagai badan yang memiliki kemampuan mengedarkan uang, baik uang giral maupun uang kartal.

c. Sebagai Intermediary Finance

yaitu pelantara dari pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak yang membutuhkan dana.

Sedangkan Totok Budisantoso dalam bukunya yang berjudul “Bank dan Lembaga Keungan Lainnya” menerangkan bahwa fungsi bank adalah

a. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan bank adalah kepercayaan baik dalam penghimpunan dana maupun penyaluran dana.

b. Agent of Development

Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor rill tidak bisa dipisahkan.

c. Agent of Service

Bank mempunyai fungsi dalam penawaran jasa perbankan lainnya, salah satunya adalah bank garansi.

2.4 Komposisi Dewan Komisaris

(27)

umun dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.

Komposisi dewan komisaris adalah anggota komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan

Di Indonesia, anggota dewan komisaris dipilih dan diangkat oleh RUPS. Suatu perusahaan yang sahamnnya didominasi oleh suatu kelompok – keluarga – dengan pemilikan 60% jumlah saham, secara mutlak menentukan sebagian besar anggota dewan komisaris yang berarti juga menentukan direksi. Sering terjadi yang mengangkat adalah RUPS seperti lazimnya perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek.

(28)

Dewankomisarisbertanggungjawabuntukmengawasitugas-tugas manajemen.Dengandemikian,dewandireksijugaharusmemberikaninformasi

kepadadewankomisarisdan menjawabhal-halyangdiajukanolehdewan komisaris.Dalamhalinidewankomisaristidakbolehmelibatkandiridalam tugas-tugasmanajemendantidakbolehmewakiliperusahaandalam transaksi-transaksidenganpihakketiga.

Dewan komisaris memegang peranan yang penting dalam perusahaan,

terutamadalampelaksanaanGood Corporate

Governance.MenurutEgonZehnderInternationaldalamForum for Corporate

Governance in

Indonesia(2007)danSyakhroza(2002),dewankomisarismerupakanintidari

corporategovernance yangditugaskanuntukmenjaminpelaksanaanstrategi perusahaan,mengawasimanajemendalammengelolaperusahaan,serta

mewajibkanterlaksananyaakuntabilitas.

Padaintinya,dewankomisarismerupakansuatumekanisme mengawasidanmekanisme,untukmemberikanpetunjukdanarahanpada

pengelolaperusahaan.Dengandemikian, dewankomisarismerupakanpusat ketahanandankesuksesanperusahaan.(EgonZehnder, InternationaldalamForum for Corporate Governance in Indonesia,2007)

2.4.1 Tugas Dewan Komisaris

Tugas-tugas utama dewan komisaris menurutOECD (2004) meliputi:

(29)

kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkansasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitorpenggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualanaset; b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian

anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil;

c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dang anggota dewan komisaris termasuk penyalahgunaan asset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;

d.Memonitorpelaksanaangovernance,danmengadakanperubahanjika perlu; e.Memantauprosesketerbukaandanefektifitaskomunikasidalam perusahaan 2.4.2 Fungsi Dewan Komisaris

Fungsidewankomisaristermasukanggotakomisaris

Independenmenurut Forum for Corporate Governance in Indonesia(2007)mencakupduaperan sebagaiberikut:

a.MengawasiDireksiperusahaandalammencapaikinerjadalambusiness plandanmemberikannasehatkepadadireksimengenaipenyimpangan

pengelolaanusahayangtidaksesuaidenganarahyanginginditujuoleh perusahaan b.MemantaupenerapandanefektivitasdaripraktikGood Corporate Governance.

Agarfungsidantugasdewankomisarisinidapatberjalandengan

(30)

komisarisindependendapatberperandalamuntukmewakilikepentingan pemegangsahamminoritas.

Dalamkaitannyadenganupayamenjalankangoodcorporate governancediperusahaan,seluruhanggotakomisarisataukomisaris

independenperlumengertidanmenjalankantugasnyadenganmengacu padaprinsip-prinsipgoodcorporategovernance.

2.5 KOMITE AUDIT

Menurut Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan, selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance mengenai Komite Audit adalah:“Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit.”

(31)

terlibat dalam penyusunan laporan keuangansecara langsung. Komite audit bertindak sebagai pemeriksa manajemen yang independendan sebagai pengacara bagi pengguna luar laporan keuangan dalam menjamin bahwalaporan keuangan disajikan secara akurat yang menggambarkan kegiatan ekonomiperusahaan (Schwieger dan Rottenberg,2003:223).

Keberadaan komite audit di Indonesia didukung oleh perangkat hukum, di antaranyaadalah Surat Edaran Bapepam (SE-03/PM/2000) yang menghimbau agar emiten danperusahaan publik mempunyai komite audit, keputusan Ketua BAPEPAMNo.: Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 serta Keputusan Direksi BEJNo. 339 tahun 2001 mengenai peraturan pencatatan efek di Bursa Efek Jakarta.

Selain perangkat hukum, keberadaan komite audit di Indonesia juga didukung dengan didirikannya suatu badan khusus yang menangani permasalahan komite audit di Indonesia,yakni Ikatan Komite Audit Indonesia (The Indonesian Institute of Audit Committee).Badan khusus ini merupakan badan yang akan memayungi serta melakukan pendidikanDan pengakuan terhadap kualifikasi anggota komite audi dalam rangka mempercepattransformasi perusahaan menuju good corporate governance (Ikatan Komite AuditIndonesia, 2004).

2.5.1Sifat dan Pembentukkan Komite Audit

(32)

Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan:

1. BUMN maupun emiten atau perusahaan publik wajib membentuk komite audit yang bekerja sama secara kolektif dan berfungsi membantu dewan komisaris dan dewan pengawas.

2. Komite audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggungjawab kepada komisaris dan dewan pengawas.

3. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang lainnya berasal dari luar perusahaan.

Komite Audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen, independensi Komatite Audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integeritasnya.Hal ini perlu disadari karena Komite Audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan Dewan Komisaris dengan Internal Auditor.

2.5.2Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit

Tujuan Komite Audit sebenarnya sudah ada dalam definisi Komite Audit itu sendiri.Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite Audit mempunyai tujuan membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.

(33)

Dewan Komisaris atau dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.

Sedangkan manfaat Komite Audit dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1995, 11), adalah:

a. Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.

b. Bagi eksternal auditor adalah keberadaan Komite Audit sangat diperlukan sebagai forum atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan kegiatan eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping secara langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi dengan Komite Audit.

Dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui adanya suatu indikasi bahwa Komite Audit dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan Komisaris perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan kedudukan dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi audit internal belum berjalan optimal mengingat secara struktural, auditor tersebut berada pada posisi yang sulit untuk bersikap independen dan objektif. Oleh karena itu, muncul tuntutan adanya auditor independen, maka Komite audit timbul untuk memenuhi tuntutan tersebut.

(34)

Menurut Hasnati (2003) yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006, 149), Komite audit memiliki wewenang, yaitu:

1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya; 2. Mencari Informasi yang relevan dari setiap karyawan;

3. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang independen apabila dipandang perlu.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan YPPMI Institute, yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006, 148) Komite Audit pada umumnya mempunyai tanggungjawab pada tiga bidang, yaitu: 1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)

Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. 2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance).

Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

Komite Audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan termasuk didalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem

(35)

2.5.4Keanggotaan Komite Audit

Komite Audit biasanya terdiri dari dua hingga tiga orang anggota.Dipimpin oleh seorang Komisaris Independen. Seperti komite pada umumnya, Komite audit yang beranggotakan sedikit cenderung dapat bertindak lebih efisien. Akan tetapi, Komite Audit beranggota terlalu sedikit juga menyimpan kelemahan yakni minimnya ragam pengalaman anggota.Sedapat mungkin anggota Komite Audit memiliki pemahaman memadai tentang pembuatan laporan keuangan dan prinsip-prinsip pengawasan internal.

Agar mampu bekerja efektif, Komite Audit dibantu staff perusahaan dan auditor eksternal. Komite juga harus memiliki akses langsung kepada stand dan penasehat perusahaan seperti keuangan dan penasehat hukum. Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor: SE/03 PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002 (Bagi BUMN) Komite Audit sedikitnya terdiri dari tiga orang, diketuai oleh seorang Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.

Menurut Sarbanes-Oxley act jumlah anggota Komite Audit perusahaan yang dikutip Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005, 132) mengharuskan bahwa:

(36)

publik. Tiga orang anggota yang lain bukan akuntan publik. Ketua Komite Audit dipegang oleh salah seorang anggota Komite Akuntan Publik, dengan syarat selama lima tahun terakhir mereka tidak berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua dan anggota Komite Audit tidak diperkenankan menerima penghasilan dari perusahaan akuntan publik kecuali uang pensiun.”

2.6Penelitian Terdahulu

(37)
(38)

Penelitian mengenai pengaruh dewan komisaris terhadap manajemen laba telah banyak dilakukan, salah satunya oleh Tutut Dwi Andayani pada 2009. Tutut(2009) meneliti tentang Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba. Tutut berhasil mencapai kesimpulan Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar proporsi komisarisindependen akan semakin mengurangi manajemen laba.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri (2012) menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian Tutut Dwi Andayani (2009). Hasil penelitian I Gusti menyimpulkan bahwa variabel dewan komisaris independen sebagai proksi Good Corporate Governance berpengaruh positif signifikan pada manajemen laba yang terjadi di perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia.Keanggotaan dewan komisaris yang terdiri atas komisaris independen perusahaan ternyata tidak mampu mengurangi/ menekan terjadinya manajemen laba, justru memicu manajemen laba.

(39)

meneliti lebih menyeluruh sebaiknya dilakukan penelitian dengan periode yang lebih lama agar gejala manajemen laba lebih terlihat dan peran komite audit dapat lebihdirasakan.

Penelitian mengenai pengaruh komite audit juga pernah dilakukan oleh Metta Kusumaningtyas pada 2011. Namun hasil kesimpulan penelitiannya berbeda dengan Marihot, dimana Independensi komite audit dapat mengurangi tindakan manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Penelitian mengenai pengaruh komposisi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap manajemen laba telah dilakukan oleh Rini Budi Utami dan Rahmawati pada tahun 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan manufaktur dan hasil pengujian secara parsial keberadaan komite audit terhadap akrual kelolaan yang menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian dengan hasil yang tidak konsisten tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba.

(40)

Dewan komisaris memegang peranan yang penting dalam perusahaan,

terutamadalampelaksanaanGood Corporate

Governance.MenurutEgonZehnderdalam InternationalForum for Corporate

Governance in

Indonesia(2007)danSyakhroza(2002),dewankomisarismerupakanintidari

corporategovernance yangditugaskanuntukmenjaminpelaksanaanstrategi perusahaan,mengawasimanajemendalammengelolaperusahaan,serta

mewajibkanterlaksananyaakuntabilitas.

Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai dampak dari indenpendesi terhadap manajemen laba terkait dengan kinerja perusahaan masih beragam, Parulian (2004) menemukan bahwa adanya komisaris independen di perusahaan-perusahan yang listing di BEJ tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi pengelolaan laba perusahaan. Tetapi, Dechow dkk (1996) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi laba lebih besar kemungkinannya memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki direksi utama yang merangkap menjadi komisaris utama. Chtourou dkk (2001) menemukan bahwa dewan komisaris yang independen akan membatasi aktivitas pengelolaan laba.

(41)

Menurut Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan, selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Klein (2002a) menemukan bahwa besaran akrual diskresioner lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai komite audit yang terdiri dari sedikit komisaris independen dibandingkan perusahaan yang mempunyai komite audit yang terdiri dari banyak komisaris independen. Wedari (2004) menemukan bahwa akrual diskresioner pada perusahaan yang tidak mempunyai komite audit signifikan lebih tinggi dibandingkan pada perusahaan yang tidak mempunyai komite audit. Sedangkan Parulian (2004) menyimpulkan bahwa komite audit memiliki hubungan negatif signifikan dengan akrual diskresioner yang negatif, tetapi tidak berhubungan signifikan dengan akrual diskresioneryang positif.

(42)

secara signifikan. Keberadaan komite audit di perusahaan diharapkan agar pengawasan terhadap perusahaan dapat meningkat sehingga tercipta praktik perusahaan yang transparan guna menimalisir terjadinya manajemen laba pada perusahaan.

Fenomena praktik manajemen laba adalah suatu hal yang penting diketahui oleh para pengguna laporan keuangan, terutama analis keuangan, investor, dan kreditor.Para pengambil keputusan yang menggunakan data laporan keuangan seharusnya memang lebih berhati-hati dan bersikap kritis dalam menilai sebuah laporan keuangan.Pasalnya, bisa saja laporan keuangan yang sedang dinilai mengandung angka-angka yang nilainya dimanipulasi atau disajikan jauh dari substansi ekonominya.

Perilaku manajemen laba sebagai salah satu bentuk tindakan creative accounting dari manajer tentu tidak muncul dengan sendirinya, melainkan ada motivasi ekstrinsik dibalik prilaku tersebut.Dalam hal ini, komposisi dewan komisaris dan komite audit memiliki pengaruh yang cukup penting dalam terjadinya manajemen laba pada laporan keuangan sebuah perusahaan.

(43)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Hipotesis

Berdasarkan uraian dari kerangka konseptual mengenai pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba, maka perumusan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:

H1 : Komposisi komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. H2 :Komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

H3 :Secara simultan komposisi dewan komisaris dan komite audit berpengaruhnegatif terhadap manajemen laba.

KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS

(X1)

KOMITE AUDIT (X2)

MANAJEMEN LABA (y)

H1

H2

(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berupa studi empiris, yaitu suatu jenis penelitian dengan mempelajari buku-buku, jurnal dan catatan yang berkaitan dengan masalah yang sedang ditliti. Hasil dari studi ini ini diharaapkan akan diperoleh informasi dan data-data yang relevan serta akurat yang berkaitan dengan penelitian ini, serta memberi penjelasan mengenai pengaruh komposisi dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3.2 Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3.3 Populasi dan Sampel

Dari populasi tersebut, ditentukan sampel berdasar purposive sampling dengan tujuan agar diperoleh sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan Adapun kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

a.Perusahaan perbankan yang menerbitkan laporan keuangan tahun.

b.perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memiliki laba positif. c.Perusahaan yang menerbitkan laporan keunagan terutama dilihat dari laporan

laba/rugi dan neraca.

(45)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang dipeoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara.Data sekunder umunya bukti, catatan atau laporan historis yang tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan laporan keuangan perusahaan yang berasal dari Indonesian Capital Market Directoy(ICMD)dan idx.co.id.

Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini antara lain:

1.Perusahaan perbankan yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2013 yaitu bank swasta dan bank BUMN. 2. Perusahaan perbankan yang mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk

periode 31 Desember 2010-2013.

3.Data yang tersedia lengkap (data tersedia secara publikasi periode 31 desember 2010-2013).

4.Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2010 sampai tahun 2013 yang bisa dilihat dalam Indonesian Capital Market Directory(ICMD).

Tabel 3.1 Daftar Sampel No

Nama Perusahaan Kriteria Sampel

(46)

7 BANK DANAMON INDONESIA Tbk     7

8 BANK EKONOMI RAHARJA Tbk     8

9 BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906

Tbk     9

10 BANK ICB BUMIPUTERA TBK     10

11 BANK INTERNASIONAL

INDONESIA Tbk     11

12 BANK JABAR BANTEN Tbk     12

13 BANK MANDIRI ( PERSERO ) Tbk     13

14 BANK MAYAPADA

INTERNASIONAL Tbk 

15 BANK MEGA Tbk     14

16 BANK MUTIARA Tbk     15

17 BANK NEGARA INDONESIA Tbk     16

18 BANK NUSANTARA

PARAHYANGAN Tbk     17

19 BANK OF INDIA INDONESIA Tbk     18

20 BANK OCBC NISP Tbk     19

21 BANK PAN INDONESIA Tbk     20

22 BANK PEMBANGUNAN DAERAH

JAWA TIMUR Tbk 

23 BANK PERMATA Tbk  

24 BANK PUNDI INDONESIA Tbk, PT     21

25 BANK QNB KESAWAN Tbk     22

26 BANK RAKYAT INDONESIA

AGRONIAGA Tbk, PT     23

27 BANK RAKYAT INDONESIA Tbk     24

28 BANK SINAR MAS Tbk     25

29 BANK TABUNGAN NEGARA

(PERSERO) Tbk 

30 BANK VICTORIA

INTERNATIONAL Tbk     26

31 BANK WINDU KENTJANA

INTERNATIONAL Tbk     27

Sumber :Indonesian Capital Market Directory 2014

(47)

3.5Definisi Operasional Variabel a. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif maupun negatif bagi variabel dependen lainnya (Erlina, 2011).Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kompoisisi Dewan Komisaris dan Komite Audit.

1.Kompoisisi Dewan Komisaris

Komposisi dewan komisaris adalah anggota komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan.

Variabel komposisi dewan komisaris ditunjukkan dengan persentase jumlah dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan dewan komisaris perusahaan sampel.

2.Komite Audit

Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance, yang melakukan pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas ,penting berkaitan dengan sistem pelaporam keuangan.

(48)

b. Variabel Dependen 1. Manajemen Laba (Y)

Manajemen laba adalah suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang ada atau tindakan untuk meningkatkan atau menurunkan pendapatan tanpa adanya kenaikan atau penurunan yang sebenarnya pada proses pelaporan eksternal dengan tujuan untuk menyesatkan beberapa pemakai kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan sehingga tercapai tingkat laba yang diharapkan.Manajemen laba dalam penelitian ini diproksikan dengan discretionary accrual. Penggunaan akrual diskresioner dihitung dengan Model Jones Dimodifikasi sebagai Modifikasi Model Jones (1991) sebagai berikiut:

TAit = NIit-CFOit

TAit/Ait-1 =α1(1/Ait-1) + α2 (∆Revit/Ait-1 ) + α3(PPEit/Ait-1)

NDAit =α1(1/Ait-1) + α2 (∆Revit/Ait-1 - (∆Reccit/Ait-1) + α3(PPEit/Ait-1)

DAit =TAit/Ait-1- NDAit

Keterangan :

DAit = Discretionary accrual perusahaan perbankan pada periode t

NDAit = Non discretionary accrual perusahaan perbankan pada periode t

TAit = Total akrual perusahaan i pada periode t

NIit = Laba bersih perusahaan i pada periode t

CFOit = Kas aktivitas perusahaan i pada periode t

Ait = Total Aktiva perusahaan i pada periode t

Ait-1 = Total Aktiva perusahaan i pada periode t-1

(49)

PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada periode t

∆Reccit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t

α1-α3 = Koefisien regresi Model Jones

3.6Metode Analisis Data 3.6.1 Uji Statistik Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran secara umum variabel penelitian yaitu komposisi dewan komisaris, komite audit, dan manajemen laba. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum (Ghozali, 2007).Stastisti deskriptif menyajikan ukuran-ukuran numeric yang menarik bagi data sampel.

3.6.2UjiAsumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Cara menguji apakah data terdistribusi dengan normal digunakan ujiKolmogorov-Smirnov dengan menggunakan program Statistic Program for Social Scientific (SPSS) versi 17. Apabila nilai symmtotic significancy lebih dari 0,05 maka data dikatakan telah terdistribusi secara normal (Ghozali,2006).

(50)

2. Uji Multikolinearitas

Pengujian ini untuk mengetahui apakah variabel bebas dalam persamaanregresi tersebut tidak saling berkorelasi, untuk mendeteksi adanya multikolinearitas diadakan dengan menggunakan uji variance inflation factor(VIF) dan matrik korelasi antara variabel bebas. Kriteria pengujian VIF adalah sebagai berikut(Ghozali, 2006):

VIF ≥ 10 ada gejala multikolinearitas VIF< 10 tidak ada multikolinearitas

Kriteria pengujian matrik korelasi antar variabel bebas adalah sebagai berikut: r ≥ 0,10 ada gejala multikolinearitas

r< 0,10 tidak ada multikolinearitas 3. Uji Autokorelasi

Asumsi kelayakan model ini digunakan untuk menguji ada tidaknya kebebasan (independensi) data.Independensi disini data untuk suatu periode tertentu tidak dipengaruhi data sebelumnya dan model regresi yang baik harus bebas dari autokorelasi. Ini dapat dilihat dari angka D-W (Durbin Watson) sebesar 1,401 yang berada antara -2 sampai dengan +2 (salah satu patokan umum dalam menentukan besaran D-W) yang berarti penelitian ini bebas dari masalah autokorelasi.

4. Uji Heterokedastisitas

(51)

tidak terbentuk sebuah pola tertentu yang jeas baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu y, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi heterokedastisitas yang berarti model regresi layak untuk memprediksi variabel dependen berdasarkan masukan variabel independen.

3.6.3Analisis Regresi Berganda

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linierberganda (multiple regression analysis) untuk menguji hipotesis yang dibangun.Analisis ini digunakan untuk menguji apakah hipotesis penelitian terbukti signifikan atau tidak.Analisis ini untuk menguji kemampuan Komposisi dewan komisaris dan Komite Audit dalam mempengaruhi variabelManajemen Laba dalam laporan keuangan.

Secara sistematik persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2 X2+ e

Dimana :

Y = Manajemen Laba α = konstanta (tetap) β1, β2,= koefisien regresi

X1 = Komposisi Dewan Komisaris X2 = Komite Audit

(52)

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihatseberapa besar pengaruh variable independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan f-tabel.

Jika F-hitung>F –tabel, maka h₀ditolak yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variable dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

f-hitung = R

2 /(bib) (I−R2 )/(nk)

Keterangan :

R2 = Koefisisien Determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = jumlah sampel

Dengan kriteria tingkat pengujian pada kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan 5% sebagai berikut:

-H₀ diterima, jika F-hitung < F-tabel (pengaruh secara serempak tapi tidak signifikan)

-Ha diterima, jika F-hitung > F-tabel (pengaruh secara serempak signifikan)

2. Uji Signifikan Parsial (uji-t)

Uji-t dilakukan untuk menguji pengaruh variable independen da variable dependen secara parsial. Hipotesa yang digunakan adalah :

-H0 : bi = 0 artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari variable

(53)

-H0 : bi ≠ 0 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel

independen terhadap variabel dependen. Nilai t-statistik dapat dihitung dengan rumus:

t =r√N−2 √I−r2

-H0 diterima apabila t hitung < t table

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi. Komposisi Dewan Komisaris, Komite Audit, dan Manajemen Laba. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif dari Komposisi Dewan Komisaris, Komite Audit, dan Manajemen Laba

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui jumlah unit analisis (N) dalam penelitian ini adalah sebanyak 108 unit analisis yang terdiri dari 27 perusahaan perbankan dengan kategori go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2010-2013.

(55)

Kesawan pada tahun 2010, Bank Bumi Putra pada tahun 2012 dan 2013. Diketahui rata-rata (mean) Komposisi Dewan Komisaris dari tahun 2010-2013 adalah 0,599, dan standar deviasi dari Dewan Komisaris dari tahun 2010-2013 adalah 0,1218.

4.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2003) suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat best linear unbiased estimator (BLUE).Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi ekonometrika yang melandasinya.Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesa harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan juga untuk mendapatkan model regresi yang tidak bias dan efisien.

Estimasi dari parameter-parameter dengan metode ordinary least square (OLS) akan memiliki sifat ketidakbiasan (unbiasedness), varians yang minimum (minimum varians), dan sebagainya, yang disebut best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarati, 2003:107, Supranto, 2005:70). Dalam penggunaan regresi linear berganda, terdapat empat uji asumsi klasik, yakni uji normalitas residual, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas (Supranto, 2005:151).

4.2.1 Uji Normalitas

(56)

normal.Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2011:160, Gujarati, 2003:339, Field, 2009:221, Supranto, 2005:90).Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan � = 0,05. Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas �, dengan ketentuan sebagai berikut.

Jika nilai probabilitas � ≥ 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.

Tabel 4.2 Uji Normalitas

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.2, diketahui nilai probabilitas p atau Asymp.Sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan adalah α= 0,05. Karena nilai probabilitas p, yakni 0,000, lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas tidak terpenuhi.

(57)

sangat berbeda jauh dari observasi-obsevasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Ghozali, 2011:36).Sofyan Yamin (2014:87) menyatakan sebagai berikut.

“Setidaknya ada 3 hal pengaruh outlier terhadap model yaitu berpotensial menciptakan heywood cases dan improper solution, menciptakan taksiran yang bias serta ketidakjelasan terhadap tingkat signifikansi pengujian parameter. selain itu outlier juga sangat memengaruhi distribusi variabel data yaitu mengakibatkan variabel data tidak berdistribusi normal. Data outlier dapat memengaruhi nilai mean, standard deviasi, serta koefisien korelasi, oleh karena itu outlier harus dijelaskan sebelum dianalisis, dihapus, atau direkomendasikan menggunakan pendekatan robust statistics.”

Untuk mengurangi pengaruh dari ketidaknormalan dapat dilakukan dengan mengeliminasi atau menghapus data outlier.Gamst, dkk (57:2008) memberikan saran terhadap data outlier sebagai berikut.

One way to reduce non-normality within a variable is to eliminate outliersthat are clearly not representative of the population under study”.

Sejalan dengan Gamst dkk, Field (2009:153) juga menyatakan sebagai berikut. “If you detect outliers in the data there are several options for reducing impact of these values. However, before you do any of these things, it’s worth checking that

the data have been entered correctly for the problem cases. If the data are correct

then the three main options you have are: Remove the case: This entails deleting

(58)

Berdasarkan pendapat para pakar statistik di atas, maka untuk mengurangi pengaruh ketidaknormalan, maka data outlier dieliminasi. Setelah data outlier dihilangkan, maka data yang semula 108 dieliminasi menjadi 103 .Hasil pengujian normalitas yang kedua diperlihatkan dalam Tabel 4.3. Berdasarkan Tabel 4.3, nilai probabilitas atau Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0,992. Oleh karena nilai probabilitas, yakni 0,992 lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi.

Tabel 4.3 Uji Normalitas setelah Data Menyimpang/Outlier Dihapus

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

(59)

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 merupakan output dari SPSS. Perhatikan bahwa kurva pada histogram berbentuk kurva normal, sehingga disimpulkan bahwa asumsi normalitas error dipenuhi. Di samping itu pada normal probability plot(Gambar 4.2), titik-titik menyebar cukup dekat pada garis diagonal, maka disimpulkan bahwa asumsi normalitas dipenuhi.

Gambar 4.1 Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas

Gambar 4.2 Normalitas dengan Normal Probability Plot

4.2.2 Uji Multikolinearitas

(60)

2011:105).Ketika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi, maka permasalahan ini disebut dengan istilah multikolinearitas (Stevens, 2009:74). Jika terjadi multikolinearitas yang sempurna (perfect multicolinearity), maka koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (indeterminate), jika terjadi multikolinearitas yang tinggi, koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan, namun memiliki nilai standar error yang tinggi yang berarti bahwa koefisien-koefisien regresi tersebut tidak dapat diestimasi dengan tepat atau akurat (Gujarati, 2003:344). Field (2009:221) juga menyatakan bahwa seharusnya tidak terjadi hubungan linear yang sempurna (perfect linear relationship) dari dua atau lebih variabel bebas. Jadi, variabel-variabel bebas seharusnya tidak berkorelasi terlalu tinggi (not correlate too highly).

Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang lebih dari 10 diindikasi suatu variabel bebas terjadi multikolinearitas (Myers dalam Stevens, 2009:75).

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas

(61)

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.4, nilai VIF dari variabel Komposisi Dewan Komisaris adalah 1,003 dan nilai VIF dari variabel Komite Audit adalah 1,003. Karena masing-masing nilai VIF tidak lebih besar dari 10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berat.

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors) Uji independensi residual (uji non-autokorelasi) merupakan suatu uji untuk memeriksa apakah untuk setiap dua pengamatan residual saling berkorelasi atau tidak (Field, 2009:220).Supranto (2005:151) mengartikan non-autokorelasi sebagai tidak terjadinya korelasi antara kesalahan pengganggu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun terjadinya autokorelasi terhadap estimator-estimator yang dihasilkan oleh metode ordinary least square (OLS) tetap tak bias (unbiased), konsisten (consistent), dan terdistribusi normal secara asimtotis, namun estimator-estimator tersebut tidak lagi efisien. Sebagai akibatnya, pada uji t, F, dan chi kuadrat tidak lagi sah untuk digunakan (cannot be legitimately applied) (Gujarati, 2003:489).Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Field, 2009:220).Nilai statistik dari uji Durbin-Watson berkisar di antara 0 dan 4.Field (2009:220) menyatakan sebagai berikut.

“Specifically, it (Durbin-Watson) tests whether adjacent residuals are correlated.

The test statistic can vary between 0 dan 4 with a value 2 meaning that the

(62)

Nilai statistik dari uji Durbin-Watson yang lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3 diindikasi terjadi autokorelasi.Field (2009:220-221) menyatakan sebagai berikut.

“The size of the Durbin-Watson statistic depends upon the number of predictors

in the model and the number of observations. For accuracy, you should look up

the exact acceptable values in Durbin and Watson's (1951) original paper. As

very conservative rule of thumb, values less then 1 or greater than 3 are definitely

cause for concern; however, values closer to 2 may stil be problematic depending

on your sample and model”.

Tabel 4.5 Uji Autokorelasi

Sumber : hasil olahan software SPSS 17

Berdasarkan Tabel 4.5, nilai dari statistik Durbin-Watson adalah 1,620. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson terletak di antara 1 dan 3, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Dengan kata lain, tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual.

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas

(63)

disebut heteroskedastisitas. Supranto (2005:57) mengartikan homoskedastisitas sebagai varians kesalahan pengganggu � untuk setiap pengamatan � adalah sama, sedangkan heteroskedastisitas adalah sebaliknya.

Model regresi yang baik adalah yang homoskesdasitas atau tidak terjadi heterokesdatisitas.Apabila terjadi heteroskedastisitas, estimator-estimator yang dihasilkan dengan metode OLS (ordinary least square) tidak lagi memiliki sifat varians yang minimum atau efisien.Dalam keadaan heteroskedastisitas, ketika tetap menggunakan metode OLS yang biasa (usual OLS formulas), maka uji t dan uji F dapat memberikan kesimpulan yang salah (Gujarati, 2003:428).

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID pada sumbu Y, dan ZPRED pada sumbu X.(Field, 2009:230, Ghozali, 2011:139).Field (2009:248, Ghozali, 2011:139) menyatakan dasar analisis adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

(64)

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.3, tidak terdapat pola yang begitu jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.3 Pengujian Hipotesis

Pada pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan (uji F), dan uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu (uji t).

4.3.1 Analisis Koefisien Determinasi

(65)

kemampuan variabel-variabel tak bebas secara simultan dalam menerangkan variasi variabel tak bebas amat terbatas.Nilai koefisien determinasi �2 yang mendekati 1 berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel tak bebas.

Tabel 4.6 Koefisien Determinasi

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

Berdasarkan Tabel 4.6, nilai koefisien determinasi �2 terletak pada kolom R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar �2 = 5,6. Nilai tersebut berarti seluruh variabel bebas secara simultan mempengaruhi variabel Manajemen Laba sebesar 5,6%, sisanya sebesar 94,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 4.3.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (Uji F)

Uji signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh merupakan suatu uji untuk menguji apakah seluruh koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan sama dengan nol atau tidak (Gujarati, 2003:253, Supranto, 2005:199). Dengan kata lain, menguji apakah seluruh variabel bebas secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel Manajemen Laba. Berikut perumusan hipotesisnya.

�0:�1 = �2 = 0.

(66)

Pada hipotesis nol, yakni �0:�1 =�2 = 0 berarti seluruh variabel bebas secara bersamaan atau simultan tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variabel Manajemen Laba pada tingkat signifikansi 5%.Sedangkan hipotesis alternatif menyatakan paling tidak terdapat satu variabel bebas yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap Manajemen Laba pada tingkat signifikansi 5%.

Cara pengambilan keputusan terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas � dengan nilai tingkat signifikansi, yakni �. Jika nilai probabilitas � ≥ tingkat signifikansi yang digunakan, dalam penelitian ini �= 5%, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Jika nilai probabilitas �< tingkat signifikansi � = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel Manajemen Laba.

Tabel 4.7 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

(67)

4.3.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Individu (Uji t)

Uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu merupakan suatu uji untuk menguji apakah nilai dari koefisien regresi parsial secara individu bernilai nol atau tidak (Gujarati, 2003:250, Supranto, 2005:196).

Tabel 4.8 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Secara Individu

Sumber: hasil olahan software SPSS 17

Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh persamaan regresi linear sebagai berikut berikut. Y = -0,118 + 0,186X1 -0,128X2 + e

Cara pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas � atau Sig. dengan nilai tingkat signifikansi, yakni �. Jika nilai probabilitas � ≥ tingkat signifikansi yang digunakan, dalam penelitian ini �= 5%, maka nilai koefisien regresi parsial � = 0. Hal ini berarti pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel Manajemen Laba tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Namun jika nilai probabilitas �< tingkat signifikansi yang digunakan, maka nilai koefisien regresi parsial � ≠0. Hal ini berarti pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel Manajemen Laba signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%.

Referensi

Dokumen terkait

Kenaikan BBM sudah pasti akan di ikuti melambungnya harga bahan kebutuhan pokok, akibatnya daya beli masyarakat berkurang, awalnya rakyat miskin hanya mampu makan sehari satu

“But then the starship will appear in a time when people will notice it.” “I didn’t say I’d bring the starship forward into the future with us,” said Noxon?. “We can stash it

unna di dllani s.btrnh.. bcntLrt Jnlo slarikln [ol.lsi lerchul dar. xrlu slmb.r dayi.. I,cianluinra l0nrudun rlah bagainor tieDgu lrm php. tan! sMr inifrrrak hrhLr4r rasus

Two different tests the average t-test is used to see the difference in the average from the results of abnormal return before and after the suspension event

[r]

Kekhasan atau kekhususan yang ditandai oleh ciri fisik, estetik (musikal), dan sistem berkerja (garap) yang dimiliki oleh atau yang berlaku pada (atau atas dasar

Hasil penyerbukan bunga pepaya dengan sumber putik dan serbuk sari dari tanaman yang berbeda jenis kelaminnya akan menghasilkan tanaman pepaya dengan jenis kelamin yang berbeda

bahwa kalau ada orang yang lebih sesuai untuk menjadi kepala negara pemerintahan,. maka beliau selalu siap