LAPORAN PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG SEKS DAN
PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 3 MEDAN
Martina Evlyn R.H.*, Dewi Elizadiaani Suza**
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan besar sampel 10% dari jumlah siswa di SMA Negeri 3 Medan sehingga diperoleh hasilnya 150 responden. Metode sampling penelitian ini adalah cluster sampling. Kuesioner mengkaji data demografi responden, persepsi dan perilakuyamh terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan seksual remaja.
Hasil penelitian ini dianalisa berdasarkan uji statistik menggunakan korelasi Spearman. Dari hasil analisa diperoleh bahwa hubungan antara persepsi tentang seks dan pengetahuan seksual remaja dengan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.196, dan taraf signifikansi (p) sebesar 0.016, hubungan antara persepsi tentang seks dengan sikap seksual remaja diperoleh nilai koefisien korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.77, dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0.349, hubungan antara persepsi tentang seks dan tindakan seksual remaja diperoleh nilai koefisien korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.14, dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0.868. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan atau tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan.
Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja, dipandang perlu meneliti faktor lain seperti faktor sosial, budaya dan spiritual.
Kata kunci: persepsi, perilaku, remaja, seksual
PENDAHULUAN
Penduduk dunia saat ini berjumlah 6.3 miliar jiwa dan dari jumlah tersebut penduduk remaja sekitar satu miliar (Gemari, 2003). Sementara populasi remaja Indonesia tahun 2000 pada kelompok usia 15-24 tahun ada sekitar 43.3 juta jiwa. Bahkan tahun 2003 meningkat lagi menjadi
29% dari jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 210 juta jiwa (Ma’shum & Wahyurini, 2004)
Remaja merupakan bagian penduduk yang berskala kecil, namun memiliki sumbangan teramat besar. Penting memahami masa remaja karena remaja adalah masa depan setiap masyarakat.
Penulis adalah
Masa remaja adalah masa transisi dalam
rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 1996) yang merupakan gejala sosial yang bersifat sementara (Soekanto, 1990).
Pandangan bahwa seks adalah tabu membuat remaja enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksinya dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan, mereka justru merasa paling tidak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri. Kurangnya informasi tentang seks membuat remaja berusaha mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri.
Informasi yang salah tentang seks dapat mengakibatkan pengetahuan dan persepsi seseorang mengenai seluk-beluk seks itu sendiri menjadi salah. Hal ini menjadi salah satu indikator meningkatnya perilaku seks bebas di kalangan remaja saat ini. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya dibandingkan tidak tahu sama sekali, kendati dalam hal ini ketidaktahuan bukan berarti tidak berbahaya (Selamiharja & Yudana, 1997). Banyak remaja yang melakukan melakukan aktivitas seks tanpa informasi yang akurat tentang kesehatan reproduksi.
Kurangnya informasi tentang ini dapat menyebabkan resiko kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan serta meningkatnya penyakit menular seksual (PMS). Beberapa studi menunjukkan bahwa pendidikan seks dapat membantu penundaan hubungan seks yang pertama kali pada remaja. Penelitian terhadap remaja Rusia tentang pengetahuan AIDS menemukan bahwa diantara 370 siswa SMU hanya 25% siswa perempuan dan 35% siswa laki-laki yang tahu bahwa kondom hanya digunakan sekali saja, 28% siswa tahu bahwa kondom dapat dicuci dan digunakan beberapa kali. Hasil survei di Chile, diantara 948 siswa sekolah umum diperoleh 57% laki-laki dan
59% perempuan percaya bahwa kondom dapat digunakan beberapa kali, 67% tidak tahu bahwa waktu subur dan tidak subur dalam siklus menstruasi perempuan (Barnett, 1992).
Untuk menyeimbangkan ketim-pangan antara persepsi dengan perilaku remaja akan masalah seksual ini, diperlukan pendidikan seks terutama melalui jalur formal sekolah dengan pengetahuan seks yang akurat (Kompas, 2002). Mengingat remaja adalah aset negara yang tidak ternilai harganya, sudah selayaknya perlu diprioritaskan masalah yang berkaitan dengan kehidupan seks remaja yang belakangan ini semakin mengkhawatirkan.
Hal yang penting di sini, apa yang dipikirkan seseorang, itu jugalah yang akan dialami orang tersebut dan cara seseorang mempersepsi sesuatu akan menentukan sikap dan tindakannya terhadap objek persepsinya (Satiadarma, 2001). Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di Medan.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi remaja tentang seks, perilaku seksual remaja serta mengidentifikasi hubungan antara persepsi remaja tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling dengan memilih salah satu SMA yang ada di Medan yaitu SMA Negeri 3 Medan. Cara penetapan jumlah sampel menggunakan ketentuan Arikunto (2002) yaitu 10% dari jumlah siswa SMA Negeri 3 Medan, sehingga diperoleh 150 orang responden.
atas 4 bagian yakni kuesioner data demografi dan kuesioner persepsi remaja terhadap seks. Kuesioner ini menggunakan skala likert yang berisi pernyataan untuk mengidentifikasi pengetahuan remaja terhadap seks, dan kuesioner berisi pernyataan untuk mengidentifikasi sikap remaja terhadap seks.
Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah melalui proses administratif izin penelitian dari intitusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan KASUBDIS Program dan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Medan.
Pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi, yang presentasenya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi., standard deviasi meliputi data demografi, persepsi, pengetahuan, sikap, dan tindakan seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan.
Ada tidaknya hubungan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja yang terdiri dari hubungan antara persepsi tentang seks dan pengetahuan seksual, hubungan persepsi tentang seks dan sikap seksual dan hubungan persepsi tentang seks dan tindakan (praktek) seksual, diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi Spearman (ρ).
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Data pada Tabel 1 menunjukkan responden berusia adalah 15-16 tahun (66%), dengan rata-rata usia 15,9 tahun (SD 0.92). Responden yang berjenis kelamin laki-laki ada sebanyak 50%, dan perempuan sebanyak 50%. Sebagian besar responden beragama Islam yaitu 125 orang (83.3%), suku Batak (34,7%), suku Jawa (35.3%), responden yang bersuku Melayu ada sebanyak 14 orang (9.3%), suku Aceh sebanyak 7 orang (4.7%), suku Sunda sebanyak (2.7%) yaitu 4 orang (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden
Karakteristik Frekuensi Persentasi
(%)
Usia
14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun
(mean=15.9; SD= 0.92
8 49 50 41 2
5.3 32.7 33.3 27.3 1.3
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
75 75
50 50
Agama
Islam Kristen Protestan Kristen Katholik Budha
125 19
5 1
83.3 12.7 3.3 0.7
Suku
Batak Jawa Melayu Sunda Aceh dan lain-lain
52 53 14 4 7 20
34.7 35.3 9.3 2.7 4.7 13.3
2. Persepsi Remaja tentang Seks
Secara umum semua responden memiliki persepsi yang positif terhadap seks sebanyak 96.7% dan 3.3% memiliki persepsi yang negatif. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan nilai rata-rata total skor persepsi adalah 29.93 (SD 4.45) dengan nilai tertinggi yang diperoleh responden adalah 39 dan nilai terendah adalah 12.
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentasi persepsi remaja tentang Seks
Tingkat Persepsi
Pernyataan
1. Berciuman
menyebabkan kehamilan
2. Berciuman
merupakan hal yang wajar
3. Mimpi basah hal
yang normal
4. Berenang
mengakibatkan kehamilan
5. Hubungan seks
hal yang wajar
6. Pil KB
mencegah kehamilan dan HIV/AIDS
7. Resiko hamil
selama menstruasi
8. Aborsi
merupakan jalan keluar
9. Penyakit
Menular Seksual ditularkan melalui kursi yang di duduki penderita
10.Berkhayal
berhubungan seks merupakan perilaku seksual
57
3. Pengetahuan Remaja tentang Seks
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 150 responden, ada 53.3% memiliki pengetahuan yang baik dan 46.7% memiliki pengetahuan sedang, dari asil penelitian diperoleh bahwa tidak ada responden yang berpengetahuan buruk tentang seks. Dari 10 pernyataan pengetahuan remaja tentang seks, 28% responden membenarkan pernyataan wanita hamil ketika menstruasi, 92.7% percaya bahwa penyakit menular seksual dapat diminimalisasi dengan kondom, dan
sebanyak 13.3% aborsi merupakan hal yang legal (lihat Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentasi pengetahuan seksual remaja di SMA
Tingkat Pengetahuan Pernyataan
Pengetahuan Benar
n (%)
Salah
n (%)
1. Setiap bulan wanita
menstruasi
2. Seks menunjukkan
jenis kelamin dan perilaku seksual
3. Wanita hamil ketika
menstrusi
4. AIDS ditularkan
melalui peralatan makanan
5. Kuman HIV
merupakan bakteri
6. AIDS ditularkan
melalui hubungan seks saja
7. Penyakit Menular
Seksual diminimalisasi dengan kondom
8. Pubertas ditandai
dengan menstruasi dan mimpi basah
9. Gejolak seksual hal
yang normal
10. Aborsi merupakan
hal yang ilegal
137 (91.3)
pernyataan hubungan seks wajar asal tidak membuat hamil (lihat Tabel 4)
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentasi sikap remaja tentang seksual
Tingkat Sikap
1. Pendidikan seks tidak menyalahi aturan agama 2. Seks adalah
tabu
3. Gejolak seks wajar tapi bukan bebas melakukannya 4. Kondom tidak menyebabkan kehamilan 5. Pendidikan
seks dilakukan sejak dini 6. Hubungan seks
wajar asal tidak membuat hamil 7. Khayalan seks
seharusnya dapat didindari 8. Majalah, situs,
film porno membuat gejolak seks tak menentu 9. Kehamilan
pada remaja merupakan sesuatu yang memalukan 10. Penyakit
menular
seksual adalah penyakit kotor
5.Tindakan (Praktek) Seksual Remaja
Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki tindakan positif terhadap seksual 99.3%, dan yang memiliki tindakan negatif terhadap seksual sebanyak 0.7%. Hal ini terlihat dari rata-rata total
skor tindakan adalah 36.5 (SD 3.32) dengan nilai tertinggi yang diperoleh responden 21 dan nilai terendah 40. Diketahui 10.7% sering mengakhayalkan film porno setelah menontonnya, 2.7% dengan tingkat terus-menerus dan 0.7% pernah melakukan hubungan seksual (lihat Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentasi tindakan (praktek) seksual remaja
Tingkat Tindakan
1. Menonton
film porno
2. Buka situs dan
majalah porno
3. Berganti-ganti
pacar
4. Berciuman
mouth to mouth
5. Menghayalkan
film porno
6. Berkhyal
melakukan hubungan seks
7. Melakukan
hubungan seks
8. Memakai alat
kontrasepsi
9. Menderita
penyakit
6. Hubungan antara Persepsi tentang Seks dengan Perilaku Seksual Remaja
7. Hubungan antara Persepsi tentang Seks dengan Sikap Seksual Remaja
Dari hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa persepsi tentang seks tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap sikap seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan dengan nilai korelasi
Spearman (ρ) sebesar 0.77. Dari analisa
statistik diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0.349 (α>0.05) yang berarti bahwa hubungan tidak signifikan antara persepsi tentang seks dengan sikap seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan.
8. Hubungan antara Persepsi tentang Seks dan Tindakan Seksual Remaja
Dari Tabel 6 hasil penelitian menunjukkan persepsi tentang seks tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tindakan (praktik) seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan dengan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.14. Dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0.868, (α>0.05) yang berarti bahwa hubungan tidak signifikan antara persepsi tentang seks dengan tindakan (praktek) seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan.
Tabel 6. Hubungan antara persepsi seksual dengan perilaku seksual remaja
Pengetahuan Sikap Tindakan
Persepsi Koefisien Korelasi Signifikansi
.196* 0.16
.077 .349
-.014 .868
Correlations
* Correlation is significant at the .05 level (2-tailed).
PEMBAHASAN
1. Persepsi Remaja tentang Seks
Dari hasil penelitian 96.7% memiliki persepsi yang positif. Pernyataan yang memiliki persentase yang paling tinggi yang menyatakan tidak sependapat dengan pernyataan hubungan seks merupakan hal
wajar sebanyak 93.4%. Ini sesuai dengan hasil penelitian glorianet (2000) bahwa 99% responden tidak setuju apabila perempuan berhubungan seks sebelum menikah, dan dari hasil penelitian sebanyak 13.3% remaja sependapat dengan pernyataan bahwa aborsi merupakan jalan keluar bagi unwanted pregnancy. Sementara International Federation of Medical Students Associations menyatakan bahwa aborsi bukan merupakan salah satu metode kontrasepsi (Maddock, 1998). Pangkahila (2002) melaporkan bahwa 60% aborsi yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh remaja, angka aborsi di kalangan remaja saat ini cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kehamilan yang terjadi pada remaja (Junaedi, 2004). Angka yang sedemikian tinggi merupakan perubahan persepsi remaja terhadap masalah seks (Pangkahila, 2002). Sesungguhnya persepsi menggambarkan kecenderungan yang wajar yang terdapat pada diri individu, jika persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah persepsi yang benar maka tindakannya terhadap hal tersebut merupakan tindakan yang benar. Persepsi yang keliru dapat menyebabkan perilaku yang keliru pula sehingga untuk membentuk persepsi yang positip membutuhkan informasi yang akurat (Satiadarma, 2001).
2. Hubungan antara Persepsi tentang Seks dan Perilaku Seksual Remaja
0.196, dengan nilai signifikasi (p) sebesar 0.016 yang berarti terdapat hubungan antara persepsi tentang seks dengan sikap seksual remaja.
Peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual, karena hubungan antara persepsi tentang seks dan pengetahuan seks remaja sangat rendah dan hampir dapat diabaikan sedangkan hubungan antara persepsi tentang seks dengan sikap seksual remaja serta hubungan antara persepsi tentang seks dengan tindakan tidak memiliki hubungan secara signifikan.
Data ini tidak relevan dengan pendapat Satiadarma (2001) yang menyatakan bahwa persepsi mempengaruhi sikap dan pembentukan label, serta atribut seseorang. Jika label dan atribut sifatnya positip maka individu tersebut akan menyandang hal-hal yang positip yang lambat laun akan berkembang secara positip pula dalam diri mereka. Namun jika label dan atribut tersebut sifatnya negatip maka hal-hal negatip pun secara bertahap akan tumbuh subur untuk menjadi bagian dari perkembangan kepribadian mereka, bila individu mempersepsikan bahwa sesuatu itu positip maka ia akan bersikap positip kepada objek tersebut dan jika individu tersebut memiliki sikap yang positip maka perilakunya akan positip juga. Demikian halnya dengan remaja yang memiliki persepsi yang negatip tentang seks akan membentuk perilaku yang negatip pula. Namun pendapat ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 3 Medan. Pangkahila (2002) juga menyatakan adanya perubahan persepsi remaja tentang seksualitas seiring dengan terjadinya perubahan perilaku seksual di kalangan remaja yang dapat dipandang sebagai perubahan pandangan remaja pada nilai-nilai sosial dan nilai-nilai moral.
Tidak terdapatnya hubungan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan,
kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang mempengaruhinya. Seperti yang dikemukakan Pangkahila (2002) bahwa perubahan persepsi dan perilaku seksual dilihat dari perubahan pandangan remaja terhadap nilai sosial dan moral. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kozier, Glenora, Berman dan Synder (2004) yang menyatakan bahwa seksualitas dipengaruhi oleh aspek biologi, psikologi, sosial, kultural, aspek spiritual dan Schultze, Price, Gwin (2001) melaporkan seksualitas juga dipengaruhi oleh aspek moral.
Walaupun meningkatnya angka aborsi dan kehamilan yang tidak diinginkan, masyarakat Indonesia khususnya remaja Indonesia masih terikat pada budaya timur dan kepercayaan kepada Tuhan yang kuat yang dapat menuntun mereka menjauhi perilaku seksual yang bebas. Pengaruh budaya terhadap perubahan perilaku seksual ini membuat sistem sanksi atau denda bila terjadi hubungan seks di luar pernikahan (BKKBN, 2001). Remaja yang memegang nilai agama yang tinggi dan memiliki lingkungan keluarga yang kuat akan agama akan mudah menjalaninya karena menurut Subrata (2005) hubungan seks di kalangan remaja yang belum menikah tidak dibenarkan oleh ajaran agama. Untuk itu perlu diadakan penelitian mengenai hal yang mempengaruhi seksualitas seperti hubungan antara religius (kepercayaan) dengan perilaku seksual.
KESIMPULAN DAN SARAN
11.3% bersikap negatip terhadap seksual, 99.3% memiliki tindakan yang positip terhadap seksual dan 0.7% memiliki tindakan yang negatif terhadap seks.
Berdasarkan analisa statistik diperoleh bahwa hubungan antara persepsi tentang seks dan pengetahuan seksual remaja dengan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.196, dengan nilai signifikansi 0.016, hubungan antara persepsi tentang seks dengan sikap seksual remaja diperoleh nilai koefisien korelasi Spearman (ρ) sebesar 0.77 dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.349, hubungan antara persepsi tentang seks dan tindakan seksual remaja diperoleh nilai koefisien korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.14 dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.868. Dengan ini peneliti mengambil kesimpulan bahwa hipotesa dalam penelitian ini ditolak yaitu tidak ada hubungan yang signifikan atau tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham & Kumar. (1999). International Family Planning Perspectives. Journal of Sexual Experiences and their Correlates among college student in Mumbay City, India. A Publication of Alan Guttamacher Institute, vol. 25 numbers 3.
Barnett, B. (1992). Need for family life education in Zaire. Journal of Health Science. Dibuka pada website www.fhi.org/en/RH/Wetwork/17_3/n tl1734.htm pada tanggal 3 Maret 2005.
Darulnuman. (2004). Perkembangan Remaja. Dibuka pada website www.darulnuman.com pada tanggal 31 Oktober 2004.
Fishbein, M. (1967). Reading in Attitude Theory and Measurement. USA: John Wiley and Sons Inc.
Kozier, B., Erb, G., Blais, K., Wilkinson, J. (1995). Fundamental of Nursing; Concept, Process and Practice. Menlo Park: Addison-Wesley.
Kozier, Glenora, Berman, Synder. (2004). Fundamental of Nursing; Concept, Process and Practice (seventh edition). New Jersey: Pearson Education Inc.
Niven. (2002). Health Pschology: An Intoduction for Nurses and other Health Care Profesinalis (second
edition). London: Pearson
Profesional Limited.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto. (1999). Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Roediger III, Rushtin, Capaldi, et al. (1987). Psychology (second edition). USA: Little Brown & Company. Suarakarya. (2004). Remaja paling Rentan
Abaikan Kesehatan Reproduksi. Dibuka pada website www.suarakarya.com pada tanggal 4
November 2004.