• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Habitat Rafflesia sp di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kondisi Habitat Rafflesia sp di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI HABITAT

Rafflesia

sp

DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk

SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

HANA FERONIKA SIREGAR 071201022/ MANAJEMEN HUTAN

JURUSAN MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Rafflesia sp adalah salah satu dari 14 Rafflesia spp yang ditemukan di

Indonesia. Rafflesia yang di duga jenis baru ini merupakan jenis Rafflesia terkecil

yang pernah ditemukan. Inang dari jenis tumbuhan holoparasit ini adalah

Tetrastigma sp dimana Rafflesia tidak memliki daun dan batang. Rafflesia sp

ditemukan di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Samosir.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan Rafflesia sp adalah vegetasi disekitar Rafflesia sp, tanah, suhu dan kelembaban udara, dan topografi.

(3)

ABSTRACT

Rafflesia sp is one of 14 Rafflesia spp found in Indonesia. Rafflesia is

assumed that new species is the smallest Rafflesia ever found. The

Environmental factors that affect the existence of Rafflesia sp is

vegetation around the Rafflesia sp , soil, temperature and humidity, and

topography.

Host of this

holoparasite species is Tetrastigma sp which is not possess the leaves and stems.

Rafflesia sp was found at IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Samosir District.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 September 1988 dari ayah

M. Siregar dan ibu M. Manihuruk. Penulis merupakan anak ketiga dari lima

bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1, Pekalongan dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Kehutanan, jurusan Manajemen

Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti P3H di Pulau Sembilan

dan Aras Napal. Pada bulan Januari 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di Perhutani unit tiga. Pada tahun yang sama penulis juga

melaksanakan penelitian yang berjudul “Kondisi Habitat Rafflesia sp di IUPHHK

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

tepat pada waktunya.

Adapun judul dari penelitian ini adalah Kondisi Habitat Rafflesia sp di

IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera

Utara. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua

penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung penulis dalam doa

dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi

pembimbing bapak Pindi Patana S.Hut.,M.Sc dan anggota komisi pembimbing

ibu Ir. Ma’rifatin Zahra M.Si yang terus membimbing dan mengarahkan penulis

dalam penyelesaian proposal usulan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada teman-teman penulis yang telah membantu penulis dalam penyelesaian

penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari kekurangan.

Menyadari hal ini, penulis dengan segala kerendahan hati menerima saran dan

kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini.

Akhir kata, penulis menyampaikan terimakasih dan semoga hasil

penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Klasifikasi Ilmiah Rafflesia ... 5

Morfologi Rafflesia ... 6

Keanekaragaman Spesies Rafflesia ... 7

Tumbuhan Inang Rafflesia sp ... 7

Kondisi vegetasi ... 9

Kondisiabiotik ... 11

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 13

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Jenis Data yang Diambil ... 14

Penentuan Plot Contoh ... 15

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Rafflesia sp ... 18

Keadaan Tumbuhan inang ... 21

Keadaan vegetasi ... 23

Kompisisi spesies ... 24

Keanekaragaman jenis tumbuhan ... 30

Kesamaan komunitas ... 31

Faktor abiotik ... 32

(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kategori Tumbuhan ... 16

2 . Keadaan bunga Rafflesia sp ... 18

3. Keadaan knop Rafflesia sp ... 19

4. Pohon penyokong Tetrastigma ... ... 22

5. Keadaan vegetasi ... 24

6 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pohon ... 25

7. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tiang ... 26

8. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pancang ... 27

9. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai ... 28

10 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah ... 29

11. Indeks keanekaragaman spesies (H') ... 30

12 . Indeks kesamaan komunitas (IS) ... 31

13 . Ketinggian lokasi komunitas Rafflesia dan Tetrastigma ... 33

14. Perbandingan suhu udara dan kelembaban udara ... 34

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sketsa bunga Rafflesia sp ... 18

2. Tahap pertumbuhan Rafflesia sp ... 20

2. Akar Tetrastigma sp ... 21

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data analisis tingkat pohon ... 40

2. Data analisis tingkat pohon ... 41

3. Data analisis tingkat tiang ... 42

4. Data analisis tingkat tiang ... 43

5. Data analisis tingkat pancang ... 44

6. Data analisis tingkat pancang ... 45

7. Data analisis tingkat semai ... 45

8. Data analisis tingkat semai ... 46

9. Data analisis tingkat tumbuhan bawah ... 46

10. Data analisis tingkat tumbuhan bawah ... 46

(11)

ABSTRAK

Rafflesia sp adalah salah satu dari 14 Rafflesia spp yang ditemukan di

Indonesia. Rafflesia yang di duga jenis baru ini merupakan jenis Rafflesia terkecil

yang pernah ditemukan. Inang dari jenis tumbuhan holoparasit ini adalah

Tetrastigma sp dimana Rafflesia tidak memliki daun dan batang. Rafflesia sp

ditemukan di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Samosir.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan Rafflesia sp adalah vegetasi disekitar Rafflesia sp, tanah, suhu dan kelembaban udara, dan topografi.

(12)

ABSTRACT

Rafflesia sp is one of 14 Rafflesia spp found in Indonesia. Rafflesia is

assumed that new species is the smallest Rafflesia ever found. The

Environmental factors that affect the existence of Rafflesia sp is

vegetation around the Rafflesia sp , soil, temperature and humidity, and

topography.

Host of this

holoparasite species is Tetrastigma sp which is not possess the leaves and stems.

Rafflesia sp was found at IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Samosir District.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan suatu ekosistem.

Di dalam ekosistem ini terjadi hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan

lingkungannya. Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu

sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor saling berinteraksi dan

berpengaruh secara timbal balik secara langsung maupun tidak langsung terhadap

masyarakat tumbuh-tumbuhan (Irwanto, 2007).

Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang telah mengalami banyak

perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber

devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil

kayunya. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan

secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian, pertambangan,

pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di

sepanjang tahun Soerianegara dan Indrawan (1988).

Akibat dari tekanan terhadap komunitas tersebut, tidak sedikit jenis

tumbuhan yang akhirnya sulit ditemukan di habitatnya, salah satunya adalah

Rafflesia. Rafflesia merupakan salah satu tumbuhan langka Indonesia yang

dilindungi. Rafflesia sangat jarang ditemui, karena jenis tumbuhan ini tidak dapat

tumbuh disemua kondisi habitat. Rafflesia memiliki ciri tempat tumbuh tersendiri

dimana spesies ini hidup dengan cara memparasiti tumbuhan inangnya.

Ketergantungan parasit ini terhadap inangnya yang spesifik membuat Rafflesia

semakin langka di habitatnya. Oleh karena itu, habitat Rafflesia sp ini menarik

(14)

Rafflesia memiliki siklus hidup yang sangat lama sekitar 4 tahun mulai

dari biji hingga bunganya mekar. Hingga saat ini tercatat hampir 30 jenis Rafflesia

yang ada di dunia. Indonesia sebagai negara yang mempunyai jenis terbanyak

diantara negara-negara lainnya telah mencatat sedikitnya ada 14 jenis Rafflesia

yang dittemukan (Sugiarti dan Rohana/KRB, 2010

Menurut Sofi Mursidawati (staf peneliti Kebun Raya Bogor), Rafflesia sp

yang ditemukan di Tele adalah Rafflesia jenis baru karena morfologi jenis

Rafflesia sp terlihat berbeda jika dibandingkan dengan jenis Rafflesia yang lain.

Staff peneliti dari KRB (Kebun Raya Bogor) sudah membawa sampel Rafflesia sp

dan Tetrastigma sp (Inang Rafflesia sp) ke KRB untuk diteliti lebih lanjut

jenisnya. Tumbuhan inang Rafflesia sp kini telah tumbuh baik di KRB dan

kemungkinan bisa dikonservasi secara ex situ baik di Kebun Raya Samosir

maupun Kebun Raya Bogor (Sugiarti dan Rohana/KRB, 2010). ).

Rafflesia yang diduga jenis baru ini tumbuh di kawasan IUPHHK PT Toba

Pulp lestari, Tbk yang berasa pada perbatasan hutan tanaman dan hutan alam.

Jenis ini tampak berbeda jika dibandingkan jenis Rafflesia arnoldi yang berukuran

raksasa. Rafflesia sp memiliki ukuran lebih kecil bahkan jika dibandingkan

dengan jenis Rafflesia lain, Rafflesia sp adalah jenis yang paling kecil yang pernah

ditemukan sampai saat ini. Rafflesia sp ini juga tidak mengeluarkan bau seperti

Rafflesia pada umumnya dan tidak terdapat cuatan seperti duri pada cakram yang

terdapat dalam bunganya. Selain itu juga jenis Rafflesia sp hanya dapat tumbuh

pada akar inangnya, berbeda dengan jenis lain yang dapat tumbuh pada batang

(15)

Tujuan

1. Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan di sekitar Rafflesia

sp tumbuh.

2. Untuk mengetahui perbedaan antara komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia

sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.

Manfaat

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dasar untuk

penelitian Rafflesia sp selanjutnya, dan sebagai masukan bagi pihak yang

(16)

KERANGKA PEMIKIRAN

Latar belakang

Metode

Keunikan flora Indonesia yang melimpah khususnya di

Kabupaten Samosir

Kelangkaan jenis Rafflesia sp dan terancamnya habitat hidup Rafflesia sp serta kurangnya informasi tentang spesies ini.

1. Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan dimana Rafflesia sp tumbuh.

2. Untuk mengetahui perbedaan antara komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.

Analisis vegetasi dengan metode purposive sampling Tujuan

Permasalahan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Klasifikasi Ilmiah Rafflesia

Rafflesia merupakan salah satu bunga yang indah yang pernah dikenal

dalam dunia botani. Diameternya mencapai 150 cm. Spesies Rafflesia arnoldi

R.Br ditemukan pertama kali pada saat ekspedisi pengumpulan tumbuhan

sumatera tahun 1818 oleh Joseph Arnold. Ketika bunga ini pertama dikenalkan

dalam kekerabatan botani pada tahun 1820, banyak ilmuwan yang terkejut dan

beberapa diantaranya menolak mempercayai bahwa Rafflesia adalah suatu

tumbuhan. Herbarium dan deskripsi mengenai Rafflesia ditulis oleh naturalis

kebangsaan Inggris yaitu Joseph Arnold yang bergabung dalam perkumpulan

botani yang diketuai oleh Sir Thomas Rafless lalu dikirimkan ke Sir Joseph

Banks. Herbarium ini kemudian disampaikan kepada Robert Brown seorang ahli

botani ternama pada saat itu, dia membutuhkan waktu 18 bulan untuk memastikan

bahwa tumbuhan ini merupakan suatu hal yang baru dalam dunia botani dan

belum pernah di deskripsikan sebelumnya (Salleh,1991).

Rafflesiaceae terdiri dari 8 marga yang ber-anggotakan sekitar 50 spesies,

umumnya terdapat di daerah tropik indo-malaysia, antara lain Rafflesia,

Rhizanthes, dan Sapria (Kuijt dalam Zuhud dkk, 1998).

Menurut klasifikasi dunia tumbuhan, Rafflesia dapat dikelompokkan

kedalam:

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Anak kelas : Dicotyledoneae

(18)

Suku : Rafflesiaceae

Marga : Rafflesia

Jenis : Rafflesia arnoldi R. Br., R. bornensis Becc., R. ciliata Kds.,

R. gadutensis Meijer., R. hasseltii Suringar., R. keithii Meijer., R. kerri Meijer.,

R. manilana Tesch., R. micropylora Meijer., R. patma Blume., R. pricei Meijer.,

R. rochussenii T. Binn., R. schadenbergiana Goepp., R. tengku Adl.,

R. tuan mudae Becc., R. witkampi Kds., R. zollingeriana Kds.

Morfologi Rafllesia

Rafflesia merupakan tumbuhan unik yang hidup di ekosistem hutan hujan

tropika kawasan flora Malesiana. Karakteristik Rafflesia sebagai spesies

tumbuhan langka yang harus mendapat prioritas untuk pelestarian antara lain

karena: (a) populasi di alam kecil (langka) dan merupakan spesies endemik,

(b) spesies dengan sifat-sifat biologinya masih banyak yang misteri, (c) memiliki

daur hidup tahunan dan tergantung pada spesies inang dan (d) peka terhadap

adanya gangguan habitat (Priatna,1989).

Spesies tumbuhan dari famili Rafflesiaceae ini adalah tumbuhan

holoparasit, yaitu tumbuhan yang sepenuhnya bergantung pada tumbuhan lain

untuk kebutuhan makanannya. Kelompok tumbuhan ini tidak mempunyai

butir-butir khlorofil, tetapi mempunyai akar isap (haustorium) yang berfungsi sebagai

penyerap nutrisi yang dibutuhkannya (Meijer dalam Zuhud dkk,1998).

Pertumbuhan Rafflesia dimulai dengan pembentukan kecambah yang

(19)

benang-permukaan akar tumbuhan inang. Knop ini membesar terus sampai knop tersebut

robek yang berarti bunga mekar. Knop yang berbentuk seperti kol muncul dari

akar tumbuhan inangnya, pada saat mekar sebagai bunga raksasa Rafflesia

mempunyai warna coklat, merah dan putih. Tubuh vegetatif Rafflesia berupa talus

(thallus), terdiri atas jaringan benang-benang yang menyusup ke dalam tumbuhan

inangnya (biasanya diakar tumbuhan inangnya). Ukuran bunga berbeda menurut

spesiesnya, yaitu berkisar antara diameter 20 cm – 150 cm (Backer dalam Zuhud

dkk, 1998).

Keanekaragaman Spesies Rafflesia

Sampai sekarang telah berhasil di identifikasi 17 spesies Rafflesia di dunia

dimana 12 spesies diantaranya terdapat di hutan Indonesia. Semuanya berhabitat

dalam ekosistem hutan hujan tropika Asia Tenggara, sebelah barat dari garis

Wallace yaitu pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Thailand,Luzon

dan Mindanao.

Penyebaran biji Rafflesia di duga dapat dilakukan oleh aliran air, angin,

serangga tanah dan mamalia hutan yang berkuku dan diduga binatang berkuku

memiliki peran sebagai penyebar biji efektif, karena kukunya dapat membawa

banyak biji Rafflesia yang berukuran sangat kecil (Zuhud dkk, 1998).

Tumbuhan inang Rafflesia sp

Liana merupakan spesies tumbuhan merambat. Tumbuhan ini memiliki

batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga mampu mendukung tajuknya.

(20)

salah satu ciri khas hutan hujan tropis, terutama spesies liana berkayu. Liana

berkayu merupakan bagian vegetasi yang membentuk lapisan tajuk hutan dimana

tajuk liana mengisi lubang-lubang tajuk hutan diantara beberapa pohon dalam

tegakan hutan agar dapat memperoleh sinar matahari sebanyak-banyaknya,

sehingga liana akan memperapat dan mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas.

Tetrastigma adalah tumbuhan inang dari Rafflesia. Tumbuhan ini

tergolong kepada tumbuhan liana sehingga tipe vegetasi tempat kehidupannya

adalah vegetasi yang memiliki pohon–pohon untuk tempat membelit. Liana

(Tetrastigma sp) secara alami tumbuh di kawasan habitat Rafflesia di daerah hutan

hujan tropik. Tetrastigma tumbuh menggantung pada pohon besar yang mencapai

ketinggian lebih dari 10 m. Tetrastigma mempunyai ciri jaringan kayu berpori

banyak dan besar, berkadar air tinggi, kulit akar dan batang tebal dengan kayu

relative lunak. Selain itu, permukaan batangnya tidak rata atau beralur-alur serta

mudah pecah dan retak. Tetrastigma termasuk kedalam tumbuhan berbiji dari

famili vitaceae . Tetrastigma juga termasuk dalam tumbuhan berumah dua

(dioeceus) dimana putik dan benang sari terdapat pada individu yang berbeda

(Backer 1963 dalam Priatna 1989).

Pada umumnya Tetrastigma yang banyak ditumbuhi oleh Rafflesia berada

pada akar berdiameter 1,5cm – 3,4 cm (72,64%). Dalam kehidupan Tetrastigma

ini membutuhkan adanya pohon penyokong untuk merambat kepuncak tajuk

dengan tujuan mendapatkan cahaya matahari secara langsung, karena tumbuhan

ini bersifat intoleran. Pohon penyokong yang banyak digunakan yaitu Ketapang

(21)

(Actinodaphne procera Nees), Kiara Kebo (Ficus altissima Blume), dll dengan

diameter yang umumnya >40 cm (Suwartini, dkk, 2008).

Kondisi Vegetasi

Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan

dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenisjenis lain

ditentukan berdasarkan Indeks nilai penting, volume, biomassa, persentase

penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan

(Soerianegara dan Indrawan,1988).

Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan

sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan

demikian merupakan pengukuran yang relatif. Dari nilai relatif ini akan diperoleh

sebuah nilai yang merupakan INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian

nama suatu vegetasi yang diamati. Secara bersama-sama kelimpahan dan

frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas

(Michael, 1995).

Kerapatan merupakan jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu

luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha. Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah

jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak

contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase.

Basal area merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai

oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal areal diduga dengan mengukur diameter

(22)

Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk

menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu

komunitas tumbuhan. Spesies-spesies yang dominan dalam suatu komunitas

tumbuhan akan memiliki indeks yang tinggi nilai penting yang tinggi, sehingga

spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling

besar (Soegianto, 1994).

Kekayaan spesies dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal

digambarkan dengan Indeks diversitas. Indeks diversitas mungkin hasil dari

kombinasi kekayaan dan kesamaan spesies. Ada nilai indeks diversitas yang sama

didapat dari komunitas dengan kekayaan yang rendah dan tinggi kesamaan kalau

suatu komunitas yang sama didapat dari komunitas dengan kekayaan tinggi dan

kesamaan rendah . (Ludwiq and Reynolds, 1988).

Keanekaragaman jenis merupakan suatu parameter penting dalam

membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan

biotik atau mengetahui tahap suksesi dan stabilitas komunitas. Pada komunitas

klimaks jika keanekaragaman jenis meningkat maka rantai pangan meningkat,

sehingga komunitas stabil. Salah satu indeks yang digunakan untuk menetukan

keanekaragaman jenis adalah Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Menurut

Indriyanto (2006) suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman tinggi

adalah jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu

komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman rendah jika komunitas itu disusun

oleh sedikit spesies. Menurut Barbour at al dalam Suwena (2004), kriteria nilai

(23)

H'<1 dikategorikan sangat rendah, H'>1–2 kategori rendah, H'>2–3 kategori

sedang (medium), H'>3–4 kategori tinggi, dan jika H'>4 kategori sangat tinggi.

Suatu daerah yang didominasi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka

daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah.

Keanekaragaman jenis terdiri dari 2 komponen; Jumlah jenis dalam komunitas

yang sering disebut kekayaan jenis dan kesamaan jenis. Kesamaan menunjukkan

bagaimana kelimpahan spesies itu (yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah,

dan sebagainya) tersebar antara banyak spesies itu (Ludwiq and Reynolds, 1988).

Indeks yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan komposisi

jenis dua komunitas adalah koefisien kesamaan komunitas (Indeks of Similarity).

Nilai IS (Indeks Kesamaan) berada antara 0 dan 1, dimana nilai yang mendekati 1

(100%) menunjukkan keadaan di dalam dua komunitas yang dibandingkan sama

dan sebaliknya jika nilai IS mendekati 0 (0%) apabila komunitas mempunyai

komposisi spesies yang berbeda (Odum, 1993). Jika semua spesies dalam suatu

sampel kelimpahannya sama, itu menunjukkan bahwa indeks kesamaan

maksimum dan akan menurun menuju nol sebagai kelimpahan relatif suatu

spesies yang tidak sama.

Kondisi abiotik

Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu

mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur

iklim yang ada di sekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan,

(24)

Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses

pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari

radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat

yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan

suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat

setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum

tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari

(Lakitan, 1994).

Tjasyono (2004), suhu udara mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman.

Setiap jenis tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum, dan maksimum

untuk setiap tingkat pertumbuhannya. Tanaman tropis memerlukan suhu tinggi

sepanjang tahun. Batas atas suhu yang mematikan aktivitas sel-sel tanaman

berkisar dari 120oF sampai 140oF (48,89oC – 60o

Kelembaban udara merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah

hujan, terdapatnya air tergenang, dan suhu merupakan faktor lingkungan yang

penting yang dapat menentukan ada atau tidaknya beberapa jenis tumbuhan pada

habitat tertentu. Kelembaban nisbi rata-rata dalam hutan hujan tropika pada pagi

hari dapat berubah-ubah dari 95-75 persen, dan dapat menurun dari 85-75 persen

tetapi dapat anjlok sampai 55 persen atau sering lebih rendah lagi. Kelembaban C) tetapi nilai ini beragam sesuai

degan jenis tanaman dan tingkat pertumbuhannya. Suhu tinggi tidak

mengkhawatirkan dibandingkan dengan suhu rendah dalam menahan

pertumbuhan tanaman asalkan persediaan air memadai dan tanaman dapat

(25)

terlihat sebagai salah satu faktor penting yang menyebabkan kelandaian iklim.

Sedangkan pada daerah pegunungan kelembaban meningkat sampai pada

ketinggian tertentu yang kelembabannya mencapai kejenuhan (Ewusi, 1990).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Samosir yang terkenal dengan Danau Tobanya dan Pulau

Samosir yang indah, terletak di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat sembilan

kecamatan yang berada di Kabupaten Samosir yakni Kecamatan Harian, Sitio-tio,

Sianjur Mula-mula, Naiggolan, Onan Ronggu, Palipi, Pangururan, Ronggur

Nihuta, dan Kecamatan Simansido. Jumlah penduduknya sebanyak 130.078 jiwa

yang tersebar di 9 kecamatan dan 111 desa dengan 6 kelurahan. Luas Kabupaten

Samosir adalah 206.905 ha dengan luas daratan sekitar 144,425 ha dan selebihnya

adalah Danau Toba (PT.TPL Tbk, 2008).

Lokasi penelitian berada pada kawasan IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari,

Tbk. Sektor Tele, Desa Hutagalung, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Toba

Samosir. Secara geografis areal penelitian terletak pada 20 15’ 00” LU – 20 50’

00” LU dan 980 20’ 00” BT – 980 50’ 00” BT. Areal kerja IUPHHK PT Toba

Pulp Lestari, Tbk. Sektor Tele menurut Schmidt Fergussion memiliki iklim tipe A

atau sangat basah dengan curah hujan rata-rata 150 mm. Curah hujan bulan

tertinggi terjadi pada bulan Maret dan terendah terjadi pada bulan Februari.

Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300–1900 mdpl, dengan topografi

datar sampai curam dengan Jenis tanah yaitu jenis tropohemists, dystropepts,

hydrandepts, dan dystrandepts, dengan jenis batuan berupa tapanuli, sihapas,

(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele,

Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juni tahun 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi: peta lokasi penelitian, buku identifikasi

tumbuhan bawah, buku identifikasi pohon, tali plastik, tallysheet, pacak kayu,

aquades, kertas pH.

Peralatan yang digunakan meliputi: peta lokasi, Global Positioning Sistem

(GPS), Haga meter, kompas, meteran, phiband, kamera digital, dan termometer.

Jenis data yang diambil

Data-data yang dikumpulkan adalah data sekunder dan data primer. Data

sekunder meliputi data curah hujan, letak geografis lokasi penelitian, tipe iklim

dan data kondisi umum lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan

melakukan pengamatan langsung dilapangan yaitu meliputi:

1. Vegetasi

Pengamatan vegetasi dilakukan terhadap pancang, tiang/pohon meliputi:

1) Nama spesies (lokal/ilmiah)

2) Jumlah individu per spesies

(27)

Sedangkan tingkat semai meliputi:

1) Nama spesies (lokal/ilmiah)

2) Jumlah individu per spesies

2. Tumbuhan inang (Tetrastigma sp)

Pada stiap plot ukur 0,1 ha di ukur diameter bagian inang yang ditumbuhi

knop/ bunga Rafflesia sp serta dicatat spesies pohon yang dirambati oleh

tumbuhan inang tersebut.

3. Knop/ bunga Rafflesia sp

Pengamatan yang dilakukan meliputi: diameter knop, jumlah bunga yang

mekar, jumlah knop yang mati dan hidup, dan lokasi tumbuhnya

Rafflesia sp di organ inangnya. Pengamatan dilakukan pada setiap plot seluas

0,1 ha dan gambar sketsa bunga.

4. Suhu dan kelembaban udara

5. pH tanah

6. Suhu tanah

7. Ketinggian tempat

8. Ketebalan serasah

Penentuan plot contoh

Metode pengumpulan data lapangan dilakukan secara Purposive sampling.

Plot contoh dibuat di lokasi ditemukannya Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp dimana plot berbentuk lingkaran dengan pusat

(28)

sebanyak 3 plot untuk setiap komunitas. Untuk ukuran masing-masing kategori

tumbuhan tertera pada Tabel dibawah ini:

Tabel 1. Kategori Tumbuhan

No Kategori Diameter (cm) Luas plot (ha) Radius (m)

Sumber : Soerianegara dan Indrawan dalam Suwartini dkk (2007)

Analisis data

Data yang diperoleh dilapangan kemudian dikaji dalam analisis data,

meliputi indeks nilai penting, indeks keanekaragaman spesies, dan indeks

kesamaan komunitas.

1. INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)

INP = KR + DR (untuk tingkat semai dan pancang)

2. Indeks keanekaragaman spesies Shannon – Wienner

( ) ( )

H' : Indeks keanekaragaman Shannon – Wienner

S : Jumlah spesies

ni : Jumlah individu dari tiap spesies

(29)

3. Indeks kesamaan komunitas (IS)

IS a+b2w

Dimana:

IS : Indeks kesamaan antara dua komunitas

a : Jumlah spesies tumbuhan yang ada di komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp

b : Jumlah spesies tumbuhan yang ada di komunitas Tetrastigma tanpa

Rafflesia sp

w : Jumlah spesies yang sama dari dua komunitas dari dua komunitas yang

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Rafflesia sp

Keadaan knop/bunga Rafflesia dilokasi penelitian seluas 0,1 ha ditemukan

sekitar 5-22 knop setiap plot. Umumnya setiap plot penelitan ditemukan bunga

yang sudah mekar walaupun kondisinya sudah kering atau busuk. Dalam

mengukur bunga Rafflesia, diameter yang diukur meliputi diameter bunga dan

diameter diapragma, berikut data pengukuran bunga Rafflesia sp.

Tabel 2 . Keadaan bunga Rafflesia sp

Plot Bunga

hidup Diameter (cm)

Diameter

diapragma (cm) Tinggi (cm) Bunga mati

A1 - - - - 4

A2 - - - - 19

A3 2 12 – 13,5 5 – 6 8 – 8,5 5

A Keterangan Gambar:

A : Diameter bunga

B B : Diameter diapragma

Gambar 1. Sketsa bunga Rafflesia sp

Pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp yang diteliti, ditemukan 2

individu Rafflesia yang mekar pada plot A3 dengan dimeter bunga antara 12cm

sampai 13,5 cm. Sedangkan tinggi Rafflesia sp dari permukaan tanah sekitar 8cm

(31)

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah knop Rafflesia sp yang hidup

paling banyak terdapat pada plot A1 yakni sebanyak 5 individu dengan diameter

knop antara 4,7cm sampai 10,2cm. Sedangkan pada plot B3 lingkar knop lebih

kecil antara 0,6cm sampai 8cm. kondisi ini hampir sama dengan kondisi knop

Rafflesia hasseltii (Zuhud dkk, 1998), bahwa ukuran diameter knop terkecil adalah

0,5cm sampai ukuran knop terbesar 18cm.

Tabel 3. Keadaan knop Rafflesia sp

Plot Knop hidup Diameter knop (cm) Knop mati

• A1,A2,A3 : Tetrastigma dengan Rafflesia sp

Dari data Tabel 2 dan Tabel 3 juga menunjukkan adanya kematian

Rafflesia sp mulai dari bunga yang sudah mekar sampai pada knop. Bunga/knop

yang sudah mati ditemukan hampir pada semua plot walaupun jumlah setiap

plotnya tidak sama. Penyebab kematian pada Rafflesia sp adalah karena umur

bunga sudah pada tahap maksimal sedangkan kematian pada knop adalah karena

terinjak oleh manusia, selain itu faktor penyebab kematian knop juga karena

terinjak oleh hewan yang melintas di sekitar habitat Rafflesia sp seperti babi

hutan.

Namun, selain sebagai penyebab kematian bunga/knop Rafflesia sp , babi

(32)

dengan penelitian Zuhud dkk (1999), bahwa hewan yang diduga sebagai penyebar

biji R. hasseltii Suringar adalah Babi hutan, Rusa dan Tupai serta berbagai jenis

Semut. Sedangkan menurut Zuhud et al. (1993), dalam penelitian R. patma

kematian pada knop R. patma sebelum knop mekar disebabkan oleh tingginya

kelembaban udara tanah yang akhirnya dapat membusukkan kuncup-kuncup,

kematian akar dan diameter akar tumbuhan inang terlalu kecil, kekeringan atau

kekurangan air dan kualitas biji yang kurang baik. Berikut adalah gambar bunga

Rafflesia sp mulai dari knop hingga bunga mati.

a (Bintil Rafflesia sp) b (Knop Rafflesia sp)

d (Bunga mati) c (Bunga mekar)

Gambar 2. Tahap pertumbuhan Rafflesia sp

Pada gambar diatas terlihat (a) akar Tetrastigma terparasiti oleh

Rafflesia sp yang ditunjukkan oleh adanya tonjolan pada akar Tetrastigma,

(b) Tonjolan kecil inilah yang akan berkembang menjadi knop Rafflesia,

(33)

Keadaan Tumbuhan inang

Spesies tumbuhan inang dari Rafflesia sp ini adalah Tetrastigma sp.

Tetrastigma ini mempunyai ciri pori kayu yang besar dan banyak, hal ini terlihat

dari batang Tetrastigma yang mengeluarkan banyak air. Permukaan batang

Tetrastigma ini juga tidak rata dan kayu nya relatif lunak. Hal ini sama dengan

kondisi Tetrastigma pada Rafflesia patma Blume dalam penelitian Suwartini dkk

(2007), bahwa Tetrastigma yang diparasiti oleh R. patma Blume mempunyai ciri

jaringan kayu dengan sel berpori banyak dan besar, berkadar air tinggi, kulit akar

dan batang tebal dengan kayu relatif lunak. Selain itu, permukaan batangnya tidak

rata atau beralur-alur serta mudah pecah dan retak. Berikut gambar tumbuhan

inang (Tetrastigma sp) dari Rafflesia sp.

Gambar 3. Akar Tetrastigma sp

Gambar 4. Batang Tetrastigma sp

Dari pengamatan yang dilakukan selama penelitian, Tetrastigma yang

ditumbuhi oleh Rafflesia sp berada pada bagian akar dengan diameter 0,6cm

(34)

diameter akar Tetrastigma pada Rafflesia patma Blume berkisar antara 1,5cm

sampai 3,4 cm. Selain itu kondisi Rafflesia sp pada penelitian ini berbeda dengan

R. patma Blume, dimana selain dapat tumbuh pada akar R. patma Blume juga

dapat tumbuh pada bagian batang inang yang menggantung di atas lantai hutan

(Suwartini dkk, 2007). Dari pengamatan juga diperoleh rata-rata jumlah individu

Tetrastigma yang ditemukan dilokasi penelitian sebanyak 17-28 individu tiap

plotnya, berbeda dengan penelitian Suwartini dkk (2007) bahwa jumlah

Tetrastigma dari Rafflesia patma Blume yang ditemukan di Cagar Alam

Leuweung Sancang mengalami penurunan dari 24-25 individu tiap plot menjadi

6-7 individu tiap plot (Priatna, 1998).

Tetrastigma merupakan tumbuhan intoleran, artinya adalah Tetrastigma

membutuhkan sinar matahari langsung untuk dapat hidup, sehingga untuk dapat

memperoleh matahari langsung Tetrastigma harus merambati pohon disekitarnya.

Pohon penyokong yang dirambati oleh Tetrastigma dilokasi penelitian dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pohon penyokong Tetrastigma

No Nama nasional Nama ilmiah Famili

1 Kayu manis Cinnamomum sp Lauraceae

2 Mendarahan Myristica spp Myristicaceae

3 Baros Manglietia sumaterana Magnoliaceae

4 Medang Dehaasia sp Lauraceae

5 Mentibu Dactylocladus stenostachys Crypteroniaceae

6 Kelat Eugenia sp Myrtaceae

7 Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae

8 Puspa Schima wallichii Theaceae

9 Kapas-kapasan Exbucklandia populnea Hamamelidaceae

(35)

(Exbucklandia populnea), dan Medang (Dehaasia sp) hal ini dikarenakan spesies

ini lebih banyak terdapat di tempat penelitian. Sementara pada

RaffIesia hasseltii Suringar Jenis pohon penyokong yang dijumpai adalah: Kasai

(Pometia pinnata Forst), Baiam Terung (Palaquium dasipyllum), Beras Segantang

(Dialium platycepalum Baker), Meranti Putih (Shorea sumatrana), Mendarahan

(Knema laurina BI. Warb) dan Pagar-pagar (Ixonanthus icosandra Jack)

(Zuhud dkk, 1999). Sedangkan pohon penyokong pada R. patma Blume adalah:

Ketapang (Terminalia catappa L.), Kopo (Euginia cymosa Lamk), Huru

(Actinodaphne procera Nees), Kiara Kebo (Ficus altissima Blume). Perbedaan

jenis spesies yang menjadi pohon penyokong Tetrastigma dari setiap Rafflesia ini

diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi ekosistem hutan dimana Rafflesia

tumbuh.

Keadaan vegetasi

Hasil analisis vegetasi pada plot-plot penelitian Tetrastigma dengan

Rafflesia sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp di PT.TPL, Tbk sektor Tele

diperoleh jumlah spesies pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp secara

keseluruhan adalah 29 spesies sebanyak 307 individu sedangkan pada komunitas

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp memiliki jumlah 23 spesies sebanyak 303 individu.

Data kerapatan vegetasi yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa

pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp kerapatan paling tinggi terdapat

pada tingkat semai yakni sebesar 10.000 ind/ha dan kerapatan vegetasi paling

rendah terdapat pada tingkat pohon yakni sebesar 310 ind/ha dan pada komunitas

(36)

semai yakni sebesar 9.000 ind/ha sedangkan kerapatan paling rendah terdapat

pada tingkat pohon yakni sebesar 293,333 ind/ha.

Dari data pada kedua komunitas terlihat bahwa kerapatan vegetasi

tertinggi berada pada tingkat semai, kemungkinan hal ini dikarenakan oleh kondisi

Rafflesia sp yang membutuhkan kondisi habitat yang sedikit terbuka untuk

mendukung pertumbuhannya.

Tabel 5. Keadaan vegetasi yang terdapat disekitar komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.

No Keterangan

Plot

Tetrastigma dengan Rafflesia sp Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

1 Spesies dan Individu Ʃ Spesies Ʃ Individu Ʃ Spesies Ʃ Individu

Pohon

2 Kerapatan Vegetasi Tetrastigma dengan Rafflesia sp Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

Pohon

Dari hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan diketahui bahwa jumlah

spesies secara keseluruhan pada Kawasan Hutan PT. TPL sektor Tele adalah 31

jenis. Pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp terdapat 19 spesies untuk

tingkat pohon dengan jumlah individu sebanyak 93 dan 15 spesies pada

komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp dengan jumlah individu sebanyak 88.

(37)

Tabel 6 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pohon

Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 6 terlihat dengan jelas bahwa

pada tingkat pohon diperoleh INP yang paling tinggi yaitu pada jenis Puspa

(Schima wallichii) yakni sebesar 69,909% pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp dan 60,204% pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp,

sedangkan INP yang terkecil adalah jenis Kayu manis (Cinnamomum sp) dan

Sosopan (Saurauia sp) yaitu 4,456% pada komunitas Tetrastigma dengan

No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP Platea excelsa Dehaasia sp Alstonia pneumatophora Exbucklandia populnea

(38)

Rafflesia sp dan jenis Mendarahan (Myristica spp) sebesar 4,759% pada

komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.

Pada tingkat tiang terdapat 17 spesies pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp yakni sebanyak 103 individu dan 14 spesies pada komunitas

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp sebanyak 126 individu. Berikut adalah hasil

analisis data yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tiang

No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP Platea excelsa Alstonia angustiloba Alstonia pneumatophora Eugenia sp

Eugenia grandis Schima wallichii Dehaasia sp

Platea excelsa Saurauia sp

(39)

yakni sebesar 79,834% dan yang terkecil pada jenis Pinus (Pinus merkusii) dan

Waru (Hibiscus tiliaceus) yakni sebesar 4,196% dan pada komunitas Tetrastigma

tanpa Rafflesia sp INP yang paling tinggi terdapat pada jenis Puspa (Schima

wallichii) yakni sebesar 73,645 % sedangkan INP terkecil pada jenis Kayu manis

(Cinnamomum sp) yakni sebesar 5,264%.

Pada tingkat pancang terdapat 11 spesies pada komunitas Tetrastigma

dengan Rafflesia sp yakni sebanyak 53 individu dan 9 spesies pada komunitas

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp sebanyak 46 individu. Berikut hasil analisis data

yang disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pancang

No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP

Platea excelsa

Exbucklandia populnea Alstonia angustiloba Altingia excelsa Eugenia grandis Schima wallichii Platea excelsa Vernonia arborea Cinnamomum sp

Dehaasia sp

Schima wallichii Exbucklandia populnea Dactylocladus stenostachys Eugenia grandis

Dari Tabel 8 di atas terlihat bahwa INP tertinggi pada komunitas

Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah pada jenis Kayu manis

(Cinnamomum sp) yakni sebesar 32,367% dan INP terkecil adalah pada jenis

(40)

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp INP tertinggi adalah pada jenis Kayu manis

(Cinnamomum sp) yakni sebesar 53,311% dan INP terkecil adalah jenis Mentibu

(Dactylocladus stenostachys) yakni sebesar 10,018%.

Pada tingkat semai ada 9 spesies pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp yakni sebanyak 30 individu dan 7 spesies pada komunitas

Tetrastigma dengan Rafflesia sp sebanyak 27 individu. Berikut hasil analisis data

yang disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai

No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP Platea excelsa Eugenia grandis Platea excelsa Cinnamomum sp

Exbucklandia populnea Eugenia grandis Dehaasia sp

Dari hasil analisis pada tingkat semai pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp diperoleh INP tertinggi adalah jenis Hatarasa (Actephila spp) yakni

sebesar 54,444% dan INP terkecil adalah jenis Kelat (Eugenia sp), Pulai (Alstonia

angustiloba), Rasamala (Altingia excelsa), dan Kedanca (Platea excelsa ) yakni

sebesar 14,444% sedangkan pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp INP

tertinggi adalah pada jenis Kedanca (Platea excelsa ) yakni sebesar 47,81% dan

(41)

Pada tingkat tumbuhan bawah ada 4 spesies pada komunitas Tetrastigma

dengan Rafflesia sp yakni sebanyak 28 individu dan 4 spesies pada komunitas

Tetrastigma dengan Rafflesia sp sebanyak 19 individu. Berikut hasil analisis data

yang disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah

No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP

Dari hasil analisis data diperoleh INP tertinggi pada komunitas

Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah jenis Jahe (Zingeber officinale) yakni

sebesar 125% dan INP terkecil adalah pada jenis Ranggitan (Anotis hirsuta) yakni

sebesar 20.238% sedangkan pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp INP

tertinggi adalah jenis Jahe sebesar 118,939% dan INP terkecil adalah jenis Pakis

(Cycas sp) dan Ranggitan (Anotis hirsuta) yakni sebesar 25,259%.

Besar kecilnya INP pada suatu komunitas ditentukan oleh penguasaan

suatu jenis di komunitas tersebut, hal ini sesuai dengan pernyataan

Soegianto (1994) bahwa INP merupakan parameter yang dapat dipakai untuk

menyatakan tingkat dominansi spesies dalam komunitas, artinya jika suatu jenis

spesies memiliki INP tinggi maka spesies tersebut adalah spesies yang dominan di

komunitas tersebut.

Pada hasil analisis data secara keseluruhan, baik komunitas Tetrastigma

(42)

mendominasi adalah jenis Puspa (Schima wallichii) dan Jambu-jambu

(Eugenia grandis) terlihat dari banyak nya jumlah individu jenis ini dalam

komunitas, sedangkan pada tumbuhan bawah jenis Jahe (Zingeber officinale)

lebih mendominasi karena jumlah individunya lebih banyak dibandingkan dengan

jenis lain.

Keanekaragaman jenis tumbuhan

Keanekaragaman jenis tumbuhan dapat dihitung dengan menggunakan

analisis Shanon-Wiener (H'). Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa keanekaragaman

yang paling tinggi pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah pada

plot A1 yakni sebesar 2,475 sedangkan nilai keanekaragaman tertinggi pada

komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp adalah pada plot B1 yakni sebesar

2,585.

Tabel 11. Indeks keanekaragaman spesies (H')

No Plot H'

Komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp

1 A1 2,475

2 A2 2,372

3 A3 2,464

Komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

1 B1 2,585

2 B2 2,414

3 B3 2,265

Secara keseluruhan keanekaragaman jenis tumbuhan pada komunitas

adalah hampir sama, berkisar antara 2,265-2,585. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa keanekaragaman tumbuhan pada kedua komunitas berada pada kategori

(43)

keanekaragaman pada komunitas tersebut berada pada kategori sedang.

Sedangkan menurut Indriayanto (2006), suatu komunitas dikatakan memiliki

keanekaragaman tinggi adalah jika komunitas tersebut disusun oleh banyak

spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman rendah

jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies.

Kesamaan komunitas

Untuk mengetahui tingkat kesamaan antara kelompok tumbuhan

digunakan indeks kesamaan komunitas (IS). Dari hasil analisis kesamaan

komunitas di lokasi penelitian diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 13. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

No Plot yang dibandingkan a b w IS (%)

1 A1-B1 15 18 8 48.48

2 A1-B2 15 15 9 60

3 A1-B3 15 14 6 41.38

4 A2-B1 19 18 15 81.08

5 A2-B2 19 15 13 76.47

6 A2-B3 19 14 10 60.61

7 A3-B1 20 18 14 73.68

8 A3-B2 20 15 14 80

9 A3-B3 20 14 10 58.82

10 A1-A2 15 19 10 58.82

11 A1-A3 15 20 8 45.71

12 A2-A3 19 20 14 71.79

13 B1-B2 18 15 14 84.85

14 B1-B3 18 14 12 75

15 B2-B3 15 14 11 75.86

Indeks kesamaan komunitas diperoleh dari analisis data pada 6 plot

pengamatan. Setiap plot pengamatan dibandingkan satu sama lain sehingga

(44)

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai IS paling tinggi terdapat

pada plot B1-B2 yakni sebesar 84,85% dan nilai IS paling rendah terdapat pada

plot A1-B3 yakni sebesar 41,38%, namun secara keseluruhan nilai IS berada pada

kisaran 50% keatas atau mendekati 100%.

Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan komunitas

(plot) pada lokasi penelitian memiliki komposisi spesies yang berbeda yakni pada

plot A1-B1, A2-B3, A1-A3 karena nilai IS ˂ 50% sedangkan pada plot A1-B2,

A2-B1, A2-B2, A2-B3, A3-B1, A3-B2, A3-B3, A1-A2, A2-A3, B1-B2, B1-B3,

B2-B3 memiliki komposisi spesies yang hampir sama karena nilai IS >50% hal ini

sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1998) bahwa apabila nilai

IS mendekati 1 (100%) maka komposisi spesies di dalam komunitas adalah sama

dan jika nilai IS mendekati 0 (0%) maka komposisi spesiesnya adalah berbeda.

Faktor abiotik

Lokasi penelitian terdapat pada daerah dataran tinggi, berkisar antara

1712 mdpl – 1733 mdpl. Ketinggian masing-masing plot tidak jauh berbeda,

namun plot A1 pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp berada pada

ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp. Kondisi ini jauh berbeda dengan keadaan Rafflesia arnoldi di

Sumatera Barat (Syahbuddin dan Chairul, 2009) yang berada pada ketinggian 500

mdpl – 1000 mdpl dan Rafflesia hasseltii Suringar di Jambi yang berada pada

(45)

Tabel 14 . Ketinggian lokasi penelitian pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

Komunitas Plot Altitude (mdpl)

Tetrastigma dengan Rafflesia sp

1 A1 1733

2 A2 1712

3 A3 1717

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

1 B1 1717

2 B2 1716

3 B3 1714

Keterangan: Plot A1,A2,A3 : Tetrastigma dengan Rafflesia sp

Plot B1,B2,B3 : Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

Keadaan iklim mikro lokasi penelitian seperti lazimnya di dalam hutan

dengan vegetasi yang lebat maka suhu relatif dingin dan kelembaban udara cukup

tinggi. Dari data pada Tabel 15 dibawah terlihat bahwa rata-rata suhu udara dan

kelembaban udara pada kedua komunitas baik komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp dan komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp adalah hampir sama.

Suhu udara terendah terjadi pada pukul 07:00 yakni sebesar 16,40C pada kedua

komunitas sedangkan suhu udara tertinggi terjadi pada siang hari yakni pada

pukul 13:00 yakni sebesar 20,130C pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia

sp dan 20,40C pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp. Dan suhu udara

rata-rata pada pukul 16.00 adalah 18,030C pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp dan 18,170

Perubahan suhu yang terjadi pada pagi, siang dan malam hari terjadi

karena adanya kenaikan suhu setelah matahari terbit hal ini sesuai dengan

pernyataan Widhiastuti dan Aththorick (2006) bahwa setelah matahari terbit suhu

akan naik dengan cepat dan akan mencapai suhu tinggi sekitar setegah hari dan

akan terjadi penurunan suhu pada malam hari.

(46)

Dari Tabel 15. juga dapat dilihat bahwa kelembaban udara rata-rata paling

tinggi terjadi pada pagi hari pukul 07:00 yaitu 90,7% pada komunitas Tetrastigma

dengan Rafflesia sp dan 91,1% pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.

Sedangkan kelembaban udara paling rendah terjadi pada siang hari pada pukul

13:00 yaitu sebesar 83,4% pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan

83,3% pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp. Dan pada pukul 16:00

kelembaban udara rata-rata pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp yaitu

sebesar 87,9% dan 86,9% pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp.

Tabel 15. Perbandingan suhu udara dan kelembaban udara

No Lokasi Suhu udara (

0

Kelembaban udara (%) C)

07:00 13:00 18:00 07:00 13:00 18:00

1 A1 16,5 20,2 17,9 91,3 83 87

2 A2 16,4 20,03 17,8 90,6 83,3 88,7

3 A3 16,3 20,16 18,4 90,3 84 88

Rata-rata 16,4 20,13 18,03 90,7 83,4 87,9

4 B1 16,5 20,3 18,1 91,3 83 86,6

5 B2 16,4 20,6 18,4 91 84 86

6 B3 16,5 20,3 18,03 91 83 88,3

Rata-rata 16,4 20,4 18,17 91,1 83,3 86,9

Keterangan:

• A1,A2,A3 : Plot Tetrastigma dengan Rafflesia sp B1,B2,B3 : Plot Tetrastigma tanpa Rafflesia sp

• Tanggal pengamatan 23 Juni, 24 Juni, 25 Juni 2011

Kelembaban udara tertinggi terjadi pada pagi hari karena pada pagi hari

suhu udara adalah paling rendah, hal ini sesuai dengan pernyataan

Hanum (2009) bahwa semakin rendah suhu udara maka semakin tinggi

kelembaban udara. Dan kelembaban udara rendah terjadi pada siang hari karena

suhu pada siang hari relatif lebih tinggi.

(47)

tanaman yang tumbuh diatasnya. Faktor tanah tersebut meliputi suhu tanah, pH

tanah dan ketebalan serasah. Berikut adalah data yang diperoleh dilokasi

penelitian:

Tabel 16. Data suhu tanah, Ph tanah dan ketebalan serasah.

No Plot

Suhu tanah (0

pH tanah

C) Ketebalan serasah

(cm)

07:00 13:00 18:00

1 A1 15,3 16,3 16 5 15

2 A2 15,3 16,3 16 5 10

3 A3 15,6 16,6 15,6 5 18

Rata-rata 15,4 16,4 15,9

4 B1 15,3 16,3 16 4 12

5 B2 15,6 16,5 15,6 5 13

6 B3 15,6 16,6 15,6 4 19

Rata-rata 15,5 16,4 15,7

Suhu tanah rata-rata terendah yang diperoleh pada saat penelitian adalah

pada pukul 07:00 yakni sebesar 15,40C pada komunitas Tetrastigma dengan

Rafflesia sp dan 15,50C pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.

Sedangkan suhu tanah rata-rata tertinggi terjadi pada pukul 13:00 adalah sama

pada kedua komunitas yakni sebesar 16,40

Dari pengukuran pH tanah dilokasi penelitian, pH tanah pada komunitas

Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah sama yaitu 5 sedangkan pada komunitas

Tetrastigma tanpa Rafflesia sp pH tanah nya lebih rendah yaitu 4 pada plot B1 dan

B3 dan 5 pada plot B2. Kondisi ini hampir serupa dengan kondisi R. hasseltii di

Jambi (Zuhud dkk, 1999) yang memiliki pH tanah berkisar antara 3,6 – 5.

pH tanah adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu tanah. Semakin tinggi

keasaman suatu tanah maka semakin sulit tanaman menyerap hara. Dari data yang C dan suhu tanah rata-rata pada pukul

16:00 adalah sebesar 15,9% pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan

(48)

diperoleh menunjukkan bahwa pH tanah pada masing-masing plot adalah relatif

asam karena pH kurang dari 7.

Ketebalan serasah dari masing-masing plot adalah berbeda sekitar

10cm-20cm. Ketebalan serasah tertinggi terdapat pada komunitas Tetrastigma tanpa

Rafflesia sp yakni 19 cm dan ketebalan serasah terkecil yakni sebesar 10 cm

terdapat pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp. Sementara pada

R. hasseltii di Jambi (Zuhud dkk, 1999) memiliki ketebalan serasah 2cm – 5cm.

Perbedaan ketebalan serasah ini diduga karena dipengaruhi oleh kondisi vegetasi

pada masing-masing jenis Rafflesia, dimana kondisi vegetasi pada daerah

Rafflesia sp dipengaruhi oleh suhu yang rendah sedangkan kondisi vegetasi di

lokasi R. hasseltii dipengaruhi oleh suhu yang lebih tinggi, sehingga berpengaruh

terhadap cepat atau lambatnya serasah terurai.

Keragaman jenis tumbuhan dapat terjadi karena lingkungan yang

bervaJahei dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tumbuhan akan

keadaan lingkungan yang khusus menurut perbedaan tempat dan waktu. Hal ini

dapat dilihat dari perbedaan jenis tumbuhan yang berkembang dengan perbedaan

tinggi tempat atau perbedaan musim (Sitompul dan Guritno, 1995). Selain itu,

perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) dapat menimbulkan

perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Jenis vegetasi yang mendominasi pada lokasi penelitian adalah jenis Puspa

(Schima wallichii) sebesar 69,909% pada tingkat pohon dan 79,834% pada

tingkat tiang, Jenis Kayu manis (Cinnamomum sp) yakni sebesar 32,367%

pada tingkat pancang, dan jenis Hatarasa (Actephila spp) pada tingkat semai

yakni sebesar 54,444%.

2. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang mencolok antara komunitas

Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia

sp.

Saran

Diharapkan untuk melakukan penelitian pada parameter lainya untuk

melengkapi kondisi habitat Rafflesia sp secara menyeluruh dan penggunaan

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Ewusi, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Membicarakan Alam Tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan Dunia. Penerbit ITB. Bandung

Hanum, C. 2009. Ekologi Tanaman. USU Press. Medan

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Cetakan I. Bumi Aksara, Jakarta.

Irwanto.2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis. UGM. Yogyakarta.

Kartasapoetra, A.G. 2006. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman, Ed. Revisi, Cet. II. Bumi Aksara, Jakarta.

Kusuma, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lakitan, B. 1994. Dasar-dasar klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

PT.TPL,Tbk. 2008. Laporan Pelaksaaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan IUPHHK PT.Toba Pulp Lestari Tbk. Porsea.

Ludwiq, J.A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology a Primer on Methods and Computing. John Wiley and Sons. New York

Marsono, DJ. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan Pembina Fakultas Kahutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Meijer, W.1958. A contribution to the taxonomy and biology of Rafflesia arnoldii in West Sumatera. Annales Bogoriense 3 (1) : 33-34.

Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals Of Ecology. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gambar

Gambar 1. Sketsa bunga Rafflesia sp
Tabel 3. Keadaan knop Rafflesia sp
Gambar 2. Tahap pertumbuhan Rafflesia sp
Gambar 4. Batang Tetrastigma sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

iya speerti itu dan jika masih sama mungkin ada kesalahan pada program. sejauh ini ayng mencoba banyak yang sperti itu tapi banyak juga yang berhasil. silahkan membaca komentar

[r]

Lampiran 12.Sidik Ragam Luas Tudung Buah Jamur. Tests of

ˇ Cangalovi´c, Minimal Doubly Resolving Sets and The The Strong Metric Dimension of Hamming Graphs , Applicable Analysis and Discrete Mathematics 6 (2012), 63–71. ˇ Cangalovi´c,

Perancangan dan realisasi iMon terdiri dari perancangan dan realisasi iBot serta pembuatan perangkat lunak iMon. iBot terdiri dari modul regulator tegangan,

Rodr´ıguez-Vel´azquez, On The Strong Metric Dimension of Corona Product Graphs and Join Graph , Discrete Applied Mathematics 161

Produksi Jamur Tiram ( Pleurotus ostreatus) pada Media Campuran Serbuk Gergaji dengan Berbagai Komposisi Tepung Jagung dan Ampas Tebu.. Program Pasca