KONDISI HABITAT
Rafflesia
sp
DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk
SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR,
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH:
HANA FERONIKA SIREGAR 071201022/ MANAJEMEN HUTAN
JURUSAN MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Rafflesia sp adalah salah satu dari 14 Rafflesia spp yang ditemukan di
Indonesia. Rafflesia yang di duga jenis baru ini merupakan jenis Rafflesia terkecil
yang pernah ditemukan. Inang dari jenis tumbuhan holoparasit ini adalah
Tetrastigma sp dimana Rafflesia tidak memliki daun dan batang. Rafflesia sp
ditemukan di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Samosir.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan Rafflesia sp adalah vegetasi disekitar Rafflesia sp, tanah, suhu dan kelembaban udara, dan topografi.
ABSTRACT
Rafflesia sp is one of 14 Rafflesia spp found in Indonesia. Rafflesia is
assumed that new species is the smallest Rafflesia ever found. The
Environmental factors that affect the existence of Rafflesia sp is
vegetation around the Rafflesia sp , soil, temperature and humidity, and
topography.
Host of this
holoparasite species is Tetrastigma sp which is not possess the leaves and stems.
Rafflesia sp was found at IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Samosir District.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 September 1988 dari ayah
M. Siregar dan ibu M. Manihuruk. Penulis merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1, Pekalongan dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Kehutanan, jurusan Manajemen
Hutan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti P3H di Pulau Sembilan
dan Aras Napal. Pada bulan Januari 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Perhutani unit tiga. Pada tahun yang sama penulis juga
melaksanakan penelitian yang berjudul “Kondisi Habitat Rafflesia sp di IUPHHK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
tepat pada waktunya.
Adapun judul dari penelitian ini adalah Kondisi Habitat Rafflesia sp di
IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera
Utara. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua
penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung penulis dalam doa
dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi
pembimbing bapak Pindi Patana S.Hut.,M.Sc dan anggota komisi pembimbing
ibu Ir. Ma’rifatin Zahra M.Si yang terus membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyelesaian proposal usulan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman penulis yang telah membantu penulis dalam penyelesaian
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari kekurangan.
Menyadari hal ini, penulis dengan segala kerendahan hati menerima saran dan
kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Akhir kata, penulis menyampaikan terimakasih dan semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Januari 2012
DAFTAR ISI
Halaman.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Manfaat ... 3
Kerangka Pemikiran ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Klasifikasi Ilmiah Rafflesia ... 5
Morfologi Rafflesia ... 6
Keanekaragaman Spesies Rafflesia ... 7
Tumbuhan Inang Rafflesia sp ... 7
Kondisi vegetasi ... 9
Kondisiabiotik ... 11
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 13
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Jenis Data yang Diambil ... 14
Penentuan Plot Contoh ... 15
Analisis Data ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Rafflesia sp ... 18
Keadaan Tumbuhan inang ... 21
Keadaan vegetasi ... 23
Kompisisi spesies ... 24
Keanekaragaman jenis tumbuhan ... 30
Kesamaan komunitas ... 31
Faktor abiotik ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kategori Tumbuhan ... 16
2 . Keadaan bunga Rafflesia sp ... 18
3. Keadaan knop Rafflesia sp ... 19
4. Pohon penyokong Tetrastigma ... ... 22
5. Keadaan vegetasi ... 24
6 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pohon ... 25
7. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tiang ... 26
8. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pancang ... 27
9. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai ... 28
10 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah ... 29
11. Indeks keanekaragaman spesies (H') ... 30
12 . Indeks kesamaan komunitas (IS) ... 31
13 . Ketinggian lokasi komunitas Rafflesia dan Tetrastigma ... 33
14. Perbandingan suhu udara dan kelembaban udara ... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Sketsa bunga Rafflesia sp ... 18
2. Tahap pertumbuhan Rafflesia sp ... 20
2. Akar Tetrastigma sp ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data analisis tingkat pohon ... 40
2. Data analisis tingkat pohon ... 41
3. Data analisis tingkat tiang ... 42
4. Data analisis tingkat tiang ... 43
5. Data analisis tingkat pancang ... 44
6. Data analisis tingkat pancang ... 45
7. Data analisis tingkat semai ... 45
8. Data analisis tingkat semai ... 46
9. Data analisis tingkat tumbuhan bawah ... 46
10. Data analisis tingkat tumbuhan bawah ... 46
ABSTRAK
Rafflesia sp adalah salah satu dari 14 Rafflesia spp yang ditemukan di
Indonesia. Rafflesia yang di duga jenis baru ini merupakan jenis Rafflesia terkecil
yang pernah ditemukan. Inang dari jenis tumbuhan holoparasit ini adalah
Tetrastigma sp dimana Rafflesia tidak memliki daun dan batang. Rafflesia sp
ditemukan di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Samosir.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan Rafflesia sp adalah vegetasi disekitar Rafflesia sp, tanah, suhu dan kelembaban udara, dan topografi.
ABSTRACT
Rafflesia sp is one of 14 Rafflesia spp found in Indonesia. Rafflesia is
assumed that new species is the smallest Rafflesia ever found. The
Environmental factors that affect the existence of Rafflesia sp is
vegetation around the Rafflesia sp , soil, temperature and humidity, and
topography.
Host of this
holoparasite species is Tetrastigma sp which is not possess the leaves and stems.
Rafflesia sp was found at IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Samosir District.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan suatu ekosistem.
Di dalam ekosistem ini terjadi hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan
lingkungannya. Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu
sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor saling berinteraksi dan
berpengaruh secara timbal balik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
masyarakat tumbuh-tumbuhan (Irwanto, 2007).
Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang telah mengalami banyak
perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber
devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil
kayunya. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan
secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian, pertambangan,
pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di
sepanjang tahun Soerianegara dan Indrawan (1988).
Akibat dari tekanan terhadap komunitas tersebut, tidak sedikit jenis
tumbuhan yang akhirnya sulit ditemukan di habitatnya, salah satunya adalah
Rafflesia. Rafflesia merupakan salah satu tumbuhan langka Indonesia yang
dilindungi. Rafflesia sangat jarang ditemui, karena jenis tumbuhan ini tidak dapat
tumbuh disemua kondisi habitat. Rafflesia memiliki ciri tempat tumbuh tersendiri
dimana spesies ini hidup dengan cara memparasiti tumbuhan inangnya.
Ketergantungan parasit ini terhadap inangnya yang spesifik membuat Rafflesia
semakin langka di habitatnya. Oleh karena itu, habitat Rafflesia sp ini menarik
Rafflesia memiliki siklus hidup yang sangat lama sekitar 4 tahun mulai
dari biji hingga bunganya mekar. Hingga saat ini tercatat hampir 30 jenis Rafflesia
yang ada di dunia. Indonesia sebagai negara yang mempunyai jenis terbanyak
diantara negara-negara lainnya telah mencatat sedikitnya ada 14 jenis Rafflesia
yang dittemukan (Sugiarti dan Rohana/KRB, 2010
Menurut Sofi Mursidawati (staf peneliti Kebun Raya Bogor), Rafflesia sp
yang ditemukan di Tele adalah Rafflesia jenis baru karena morfologi jenis
Rafflesia sp terlihat berbeda jika dibandingkan dengan jenis Rafflesia yang lain.
Staff peneliti dari KRB (Kebun Raya Bogor) sudah membawa sampel Rafflesia sp
dan Tetrastigma sp (Inang Rafflesia sp) ke KRB untuk diteliti lebih lanjut
jenisnya. Tumbuhan inang Rafflesia sp kini telah tumbuh baik di KRB dan
kemungkinan bisa dikonservasi secara ex situ baik di Kebun Raya Samosir
maupun Kebun Raya Bogor (Sugiarti dan Rohana/KRB, 2010). ).
Rafflesia yang diduga jenis baru ini tumbuh di kawasan IUPHHK PT Toba
Pulp lestari, Tbk yang berasa pada perbatasan hutan tanaman dan hutan alam.
Jenis ini tampak berbeda jika dibandingkan jenis Rafflesia arnoldi yang berukuran
raksasa. Rafflesia sp memiliki ukuran lebih kecil bahkan jika dibandingkan
dengan jenis Rafflesia lain, Rafflesia sp adalah jenis yang paling kecil yang pernah
ditemukan sampai saat ini. Rafflesia sp ini juga tidak mengeluarkan bau seperti
Rafflesia pada umumnya dan tidak terdapat cuatan seperti duri pada cakram yang
terdapat dalam bunganya. Selain itu juga jenis Rafflesia sp hanya dapat tumbuh
pada akar inangnya, berbeda dengan jenis lain yang dapat tumbuh pada batang
Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan di sekitar Rafflesia
sp tumbuh.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia
sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.
Manfaat
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dasar untuk
penelitian Rafflesia sp selanjutnya, dan sebagai masukan bagi pihak yang
KERANGKA PEMIKIRAN
Latar belakang
Metode
Keunikan flora Indonesia yang melimpah khususnya di
Kabupaten Samosir
Kelangkaan jenis Rafflesia sp dan terancamnya habitat hidup Rafflesia sp serta kurangnya informasi tentang spesies ini.
1. Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tumbuhan dimana Rafflesia sp tumbuh.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.
Analisis vegetasi dengan metode purposive sampling Tujuan
Permasalahan
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah dan Klasifikasi Ilmiah Rafflesia
Rafflesia merupakan salah satu bunga yang indah yang pernah dikenal
dalam dunia botani. Diameternya mencapai 150 cm. Spesies Rafflesia arnoldi
R.Br ditemukan pertama kali pada saat ekspedisi pengumpulan tumbuhan
sumatera tahun 1818 oleh Joseph Arnold. Ketika bunga ini pertama dikenalkan
dalam kekerabatan botani pada tahun 1820, banyak ilmuwan yang terkejut dan
beberapa diantaranya menolak mempercayai bahwa Rafflesia adalah suatu
tumbuhan. Herbarium dan deskripsi mengenai Rafflesia ditulis oleh naturalis
kebangsaan Inggris yaitu Joseph Arnold yang bergabung dalam perkumpulan
botani yang diketuai oleh Sir Thomas Rafless lalu dikirimkan ke Sir Joseph
Banks. Herbarium ini kemudian disampaikan kepada Robert Brown seorang ahli
botani ternama pada saat itu, dia membutuhkan waktu 18 bulan untuk memastikan
bahwa tumbuhan ini merupakan suatu hal yang baru dalam dunia botani dan
belum pernah di deskripsikan sebelumnya (Salleh,1991).
Rafflesiaceae terdiri dari 8 marga yang ber-anggotakan sekitar 50 spesies,
umumnya terdapat di daerah tropik indo-malaysia, antara lain Rafflesia,
Rhizanthes, dan Sapria (Kuijt dalam Zuhud dkk, 1998).
Menurut klasifikasi dunia tumbuhan, Rafflesia dapat dikelompokkan
kedalam:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Anak kelas : Dicotyledoneae
Suku : Rafflesiaceae
Marga : Rafflesia
Jenis : Rafflesia arnoldi R. Br., R. bornensis Becc., R. ciliata Kds.,
R. gadutensis Meijer., R. hasseltii Suringar., R. keithii Meijer., R. kerri Meijer.,
R. manilana Tesch., R. micropylora Meijer., R. patma Blume., R. pricei Meijer.,
R. rochussenii T. Binn., R. schadenbergiana Goepp., R. tengku Adl.,
R. tuan mudae Becc., R. witkampi Kds., R. zollingeriana Kds.
Morfologi Rafllesia
Rafflesia merupakan tumbuhan unik yang hidup di ekosistem hutan hujan
tropika kawasan flora Malesiana. Karakteristik Rafflesia sebagai spesies
tumbuhan langka yang harus mendapat prioritas untuk pelestarian antara lain
karena: (a) populasi di alam kecil (langka) dan merupakan spesies endemik,
(b) spesies dengan sifat-sifat biologinya masih banyak yang misteri, (c) memiliki
daur hidup tahunan dan tergantung pada spesies inang dan (d) peka terhadap
adanya gangguan habitat (Priatna,1989).
Spesies tumbuhan dari famili Rafflesiaceae ini adalah tumbuhan
holoparasit, yaitu tumbuhan yang sepenuhnya bergantung pada tumbuhan lain
untuk kebutuhan makanannya. Kelompok tumbuhan ini tidak mempunyai
butir-butir khlorofil, tetapi mempunyai akar isap (haustorium) yang berfungsi sebagai
penyerap nutrisi yang dibutuhkannya (Meijer dalam Zuhud dkk,1998).
Pertumbuhan Rafflesia dimulai dengan pembentukan kecambah yang
benang-permukaan akar tumbuhan inang. Knop ini membesar terus sampai knop tersebut
robek yang berarti bunga mekar. Knop yang berbentuk seperti kol muncul dari
akar tumbuhan inangnya, pada saat mekar sebagai bunga raksasa Rafflesia
mempunyai warna coklat, merah dan putih. Tubuh vegetatif Rafflesia berupa talus
(thallus), terdiri atas jaringan benang-benang yang menyusup ke dalam tumbuhan
inangnya (biasanya diakar tumbuhan inangnya). Ukuran bunga berbeda menurut
spesiesnya, yaitu berkisar antara diameter 20 cm – 150 cm (Backer dalam Zuhud
dkk, 1998).
Keanekaragaman Spesies Rafflesia
Sampai sekarang telah berhasil di identifikasi 17 spesies Rafflesia di dunia
dimana 12 spesies diantaranya terdapat di hutan Indonesia. Semuanya berhabitat
dalam ekosistem hutan hujan tropika Asia Tenggara, sebelah barat dari garis
Wallace yaitu pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Thailand,Luzon
dan Mindanao.
Penyebaran biji Rafflesia di duga dapat dilakukan oleh aliran air, angin,
serangga tanah dan mamalia hutan yang berkuku dan diduga binatang berkuku
memiliki peran sebagai penyebar biji efektif, karena kukunya dapat membawa
banyak biji Rafflesia yang berukuran sangat kecil (Zuhud dkk, 1998).
Tumbuhan inang Rafflesia sp
Liana merupakan spesies tumbuhan merambat. Tumbuhan ini memiliki
batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga mampu mendukung tajuknya.
salah satu ciri khas hutan hujan tropis, terutama spesies liana berkayu. Liana
berkayu merupakan bagian vegetasi yang membentuk lapisan tajuk hutan dimana
tajuk liana mengisi lubang-lubang tajuk hutan diantara beberapa pohon dalam
tegakan hutan agar dapat memperoleh sinar matahari sebanyak-banyaknya,
sehingga liana akan memperapat dan mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas.
Tetrastigma adalah tumbuhan inang dari Rafflesia. Tumbuhan ini
tergolong kepada tumbuhan liana sehingga tipe vegetasi tempat kehidupannya
adalah vegetasi yang memiliki pohon–pohon untuk tempat membelit. Liana
(Tetrastigma sp) secara alami tumbuh di kawasan habitat Rafflesia di daerah hutan
hujan tropik. Tetrastigma tumbuh menggantung pada pohon besar yang mencapai
ketinggian lebih dari 10 m. Tetrastigma mempunyai ciri jaringan kayu berpori
banyak dan besar, berkadar air tinggi, kulit akar dan batang tebal dengan kayu
relative lunak. Selain itu, permukaan batangnya tidak rata atau beralur-alur serta
mudah pecah dan retak. Tetrastigma termasuk kedalam tumbuhan berbiji dari
famili vitaceae . Tetrastigma juga termasuk dalam tumbuhan berumah dua
(dioeceus) dimana putik dan benang sari terdapat pada individu yang berbeda
(Backer 1963 dalam Priatna 1989).
Pada umumnya Tetrastigma yang banyak ditumbuhi oleh Rafflesia berada
pada akar berdiameter 1,5cm – 3,4 cm (72,64%). Dalam kehidupan Tetrastigma
ini membutuhkan adanya pohon penyokong untuk merambat kepuncak tajuk
dengan tujuan mendapatkan cahaya matahari secara langsung, karena tumbuhan
ini bersifat intoleran. Pohon penyokong yang banyak digunakan yaitu Ketapang
(Actinodaphne procera Nees), Kiara Kebo (Ficus altissima Blume), dll dengan
diameter yang umumnya >40 cm (Suwartini, dkk, 2008).
Kondisi Vegetasi
Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan
dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenisjenis lain
ditentukan berdasarkan Indeks nilai penting, volume, biomassa, persentase
penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan
(Soerianegara dan Indrawan,1988).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan
sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan
demikian merupakan pengukuran yang relatif. Dari nilai relatif ini akan diperoleh
sebuah nilai yang merupakan INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian
nama suatu vegetasi yang diamati. Secara bersama-sama kelimpahan dan
frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas
(Michael, 1995).
Kerapatan merupakan jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu
luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha. Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah
jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak
contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase.
Basal area merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai
oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal areal diduga dengan mengukur diameter
Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan. Spesies-spesies yang dominan dalam suatu komunitas
tumbuhan akan memiliki indeks yang tinggi nilai penting yang tinggi, sehingga
spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling
besar (Soegianto, 1994).
Kekayaan spesies dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal
digambarkan dengan Indeks diversitas. Indeks diversitas mungkin hasil dari
kombinasi kekayaan dan kesamaan spesies. Ada nilai indeks diversitas yang sama
didapat dari komunitas dengan kekayaan yang rendah dan tinggi kesamaan kalau
suatu komunitas yang sama didapat dari komunitas dengan kekayaan tinggi dan
kesamaan rendah . (Ludwiq and Reynolds, 1988).
Keanekaragaman jenis merupakan suatu parameter penting dalam
membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan
biotik atau mengetahui tahap suksesi dan stabilitas komunitas. Pada komunitas
klimaks jika keanekaragaman jenis meningkat maka rantai pangan meningkat,
sehingga komunitas stabil. Salah satu indeks yang digunakan untuk menetukan
keanekaragaman jenis adalah Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Menurut
Indriyanto (2006) suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman tinggi
adalah jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman rendah jika komunitas itu disusun
oleh sedikit spesies. Menurut Barbour at al dalam Suwena (2004), kriteria nilai
H'<1 dikategorikan sangat rendah, H'>1–2 kategori rendah, H'>2–3 kategori
sedang (medium), H'>3–4 kategori tinggi, dan jika H'>4 kategori sangat tinggi.
Suatu daerah yang didominasi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka
daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah.
Keanekaragaman jenis terdiri dari 2 komponen; Jumlah jenis dalam komunitas
yang sering disebut kekayaan jenis dan kesamaan jenis. Kesamaan menunjukkan
bagaimana kelimpahan spesies itu (yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah,
dan sebagainya) tersebar antara banyak spesies itu (Ludwiq and Reynolds, 1988).
Indeks yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan komposisi
jenis dua komunitas adalah koefisien kesamaan komunitas (Indeks of Similarity).
Nilai IS (Indeks Kesamaan) berada antara 0 dan 1, dimana nilai yang mendekati 1
(100%) menunjukkan keadaan di dalam dua komunitas yang dibandingkan sama
dan sebaliknya jika nilai IS mendekati 0 (0%) apabila komunitas mempunyai
komposisi spesies yang berbeda (Odum, 1993). Jika semua spesies dalam suatu
sampel kelimpahannya sama, itu menunjukkan bahwa indeks kesamaan
maksimum dan akan menurun menuju nol sebagai kelimpahan relatif suatu
spesies yang tidak sama.
Kondisi abiotik
Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu
mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur
iklim yang ada di sekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan,
Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses
pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari
radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat
yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan
suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat
setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum
tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari
(Lakitan, 1994).
Tjasyono (2004), suhu udara mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman.
Setiap jenis tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum, dan maksimum
untuk setiap tingkat pertumbuhannya. Tanaman tropis memerlukan suhu tinggi
sepanjang tahun. Batas atas suhu yang mematikan aktivitas sel-sel tanaman
berkisar dari 120oF sampai 140oF (48,89oC – 60o
Kelembaban udara merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah
hujan, terdapatnya air tergenang, dan suhu merupakan faktor lingkungan yang
penting yang dapat menentukan ada atau tidaknya beberapa jenis tumbuhan pada
habitat tertentu. Kelembaban nisbi rata-rata dalam hutan hujan tropika pada pagi
hari dapat berubah-ubah dari 95-75 persen, dan dapat menurun dari 85-75 persen
tetapi dapat anjlok sampai 55 persen atau sering lebih rendah lagi. Kelembaban C) tetapi nilai ini beragam sesuai
degan jenis tanaman dan tingkat pertumbuhannya. Suhu tinggi tidak
mengkhawatirkan dibandingkan dengan suhu rendah dalam menahan
pertumbuhan tanaman asalkan persediaan air memadai dan tanaman dapat
terlihat sebagai salah satu faktor penting yang menyebabkan kelandaian iklim.
Sedangkan pada daerah pegunungan kelembaban meningkat sampai pada
ketinggian tertentu yang kelembabannya mencapai kejenuhan (Ewusi, 1990).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Samosir yang terkenal dengan Danau Tobanya dan Pulau
Samosir yang indah, terletak di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat sembilan
kecamatan yang berada di Kabupaten Samosir yakni Kecamatan Harian, Sitio-tio,
Sianjur Mula-mula, Naiggolan, Onan Ronggu, Palipi, Pangururan, Ronggur
Nihuta, dan Kecamatan Simansido. Jumlah penduduknya sebanyak 130.078 jiwa
yang tersebar di 9 kecamatan dan 111 desa dengan 6 kelurahan. Luas Kabupaten
Samosir adalah 206.905 ha dengan luas daratan sekitar 144,425 ha dan selebihnya
adalah Danau Toba (PT.TPL Tbk, 2008).
Lokasi penelitian berada pada kawasan IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari,
Tbk. Sektor Tele, Desa Hutagalung, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Toba
Samosir. Secara geografis areal penelitian terletak pada 20 15’ 00” LU – 20 50’
00” LU dan 980 20’ 00” BT – 980 50’ 00” BT. Areal kerja IUPHHK PT Toba
Pulp Lestari, Tbk. Sektor Tele menurut Schmidt Fergussion memiliki iklim tipe A
atau sangat basah dengan curah hujan rata-rata 150 mm. Curah hujan bulan
tertinggi terjadi pada bulan Maret dan terendah terjadi pada bulan Februari.
Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300–1900 mdpl, dengan topografi
datar sampai curam dengan Jenis tanah yaitu jenis tropohemists, dystropepts,
hydrandepts, dan dystrandepts, dengan jenis batuan berupa tapanuli, sihapas,
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Sektor Tele,
Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juni tahun 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi: peta lokasi penelitian, buku identifikasi
tumbuhan bawah, buku identifikasi pohon, tali plastik, tallysheet, pacak kayu,
aquades, kertas pH.
Peralatan yang digunakan meliputi: peta lokasi, Global Positioning Sistem
(GPS), Haga meter, kompas, meteran, phiband, kamera digital, dan termometer.
Jenis data yang diambil
Data-data yang dikumpulkan adalah data sekunder dan data primer. Data
sekunder meliputi data curah hujan, letak geografis lokasi penelitian, tipe iklim
dan data kondisi umum lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan
melakukan pengamatan langsung dilapangan yaitu meliputi:
1. Vegetasi
Pengamatan vegetasi dilakukan terhadap pancang, tiang/pohon meliputi:
1) Nama spesies (lokal/ilmiah)
2) Jumlah individu per spesies
Sedangkan tingkat semai meliputi:
1) Nama spesies (lokal/ilmiah)
2) Jumlah individu per spesies
2. Tumbuhan inang (Tetrastigma sp)
Pada stiap plot ukur 0,1 ha di ukur diameter bagian inang yang ditumbuhi
knop/ bunga Rafflesia sp serta dicatat spesies pohon yang dirambati oleh
tumbuhan inang tersebut.
3. Knop/ bunga Rafflesia sp
Pengamatan yang dilakukan meliputi: diameter knop, jumlah bunga yang
mekar, jumlah knop yang mati dan hidup, dan lokasi tumbuhnya
Rafflesia sp di organ inangnya. Pengamatan dilakukan pada setiap plot seluas
0,1 ha dan gambar sketsa bunga.
4. Suhu dan kelembaban udara
5. pH tanah
6. Suhu tanah
7. Ketinggian tempat
8. Ketebalan serasah
Penentuan plot contoh
Metode pengumpulan data lapangan dilakukan secara Purposive sampling.
Plot contoh dibuat di lokasi ditemukannya Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp dimana plot berbentuk lingkaran dengan pusat
sebanyak 3 plot untuk setiap komunitas. Untuk ukuran masing-masing kategori
tumbuhan tertera pada Tabel dibawah ini:
Tabel 1. Kategori Tumbuhan
No Kategori Diameter (cm) Luas plot (ha) Radius (m)
Sumber : Soerianegara dan Indrawan dalam Suwartini dkk (2007)
Analisis data
Data yang diperoleh dilapangan kemudian dikaji dalam analisis data,
meliputi indeks nilai penting, indeks keanekaragaman spesies, dan indeks
kesamaan komunitas.
1. INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)
INP = KR + DR (untuk tingkat semai dan pancang)
2. Indeks keanekaragaman spesies Shannon – Wienner
( ) ( )
H' : Indeks keanekaragaman Shannon – Wienner
S : Jumlah spesies
ni : Jumlah individu dari tiap spesies
3. Indeks kesamaan komunitas (IS)
IS a+b2w
Dimana:
IS : Indeks kesamaan antara dua komunitas
a : Jumlah spesies tumbuhan yang ada di komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp
b : Jumlah spesies tumbuhan yang ada di komunitas Tetrastigma tanpa
Rafflesia sp
w : Jumlah spesies yang sama dari dua komunitas dari dua komunitas yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Rafflesia sp
Keadaan knop/bunga Rafflesia dilokasi penelitian seluas 0,1 ha ditemukan
sekitar 5-22 knop setiap plot. Umumnya setiap plot penelitan ditemukan bunga
yang sudah mekar walaupun kondisinya sudah kering atau busuk. Dalam
mengukur bunga Rafflesia, diameter yang diukur meliputi diameter bunga dan
diameter diapragma, berikut data pengukuran bunga Rafflesia sp.
Tabel 2 . Keadaan bunga Rafflesia sp
Plot Bunga
hidup Diameter (cm)
Diameter
diapragma (cm) Tinggi (cm) Bunga mati
A1 - - - - 4
A2 - - - - 19
A3 2 12 – 13,5 5 – 6 8 – 8,5 5
A Keterangan Gambar:
A : Diameter bunga
B B : Diameter diapragma
Gambar 1. Sketsa bunga Rafflesia sp
Pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp yang diteliti, ditemukan 2
individu Rafflesia yang mekar pada plot A3 dengan dimeter bunga antara 12cm
sampai 13,5 cm. Sedangkan tinggi Rafflesia sp dari permukaan tanah sekitar 8cm
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah knop Rafflesia sp yang hidup
paling banyak terdapat pada plot A1 yakni sebanyak 5 individu dengan diameter
knop antara 4,7cm sampai 10,2cm. Sedangkan pada plot B3 lingkar knop lebih
kecil antara 0,6cm sampai 8cm. kondisi ini hampir sama dengan kondisi knop
Rafflesia hasseltii (Zuhud dkk, 1998), bahwa ukuran diameter knop terkecil adalah
0,5cm sampai ukuran knop terbesar 18cm.
Tabel 3. Keadaan knop Rafflesia sp
Plot Knop hidup Diameter knop (cm) Knop mati
• A1,A2,A3 : Tetrastigma dengan Rafflesia sp
Dari data Tabel 2 dan Tabel 3 juga menunjukkan adanya kematian
Rafflesia sp mulai dari bunga yang sudah mekar sampai pada knop. Bunga/knop
yang sudah mati ditemukan hampir pada semua plot walaupun jumlah setiap
plotnya tidak sama. Penyebab kematian pada Rafflesia sp adalah karena umur
bunga sudah pada tahap maksimal sedangkan kematian pada knop adalah karena
terinjak oleh manusia, selain itu faktor penyebab kematian knop juga karena
terinjak oleh hewan yang melintas di sekitar habitat Rafflesia sp seperti babi
hutan.
Namun, selain sebagai penyebab kematian bunga/knop Rafflesia sp , babi
dengan penelitian Zuhud dkk (1999), bahwa hewan yang diduga sebagai penyebar
biji R. hasseltii Suringar adalah Babi hutan, Rusa dan Tupai serta berbagai jenis
Semut. Sedangkan menurut Zuhud et al. (1993), dalam penelitian R. patma
kematian pada knop R. patma sebelum knop mekar disebabkan oleh tingginya
kelembaban udara tanah yang akhirnya dapat membusukkan kuncup-kuncup,
kematian akar dan diameter akar tumbuhan inang terlalu kecil, kekeringan atau
kekurangan air dan kualitas biji yang kurang baik. Berikut adalah gambar bunga
Rafflesia sp mulai dari knop hingga bunga mati.
a (Bintil Rafflesia sp) b (Knop Rafflesia sp)
d (Bunga mati) c (Bunga mekar)
Gambar 2. Tahap pertumbuhan Rafflesia sp
Pada gambar diatas terlihat (a) akar Tetrastigma terparasiti oleh
Rafflesia sp yang ditunjukkan oleh adanya tonjolan pada akar Tetrastigma,
(b) Tonjolan kecil inilah yang akan berkembang menjadi knop Rafflesia,
Keadaan Tumbuhan inang
Spesies tumbuhan inang dari Rafflesia sp ini adalah Tetrastigma sp.
Tetrastigma ini mempunyai ciri pori kayu yang besar dan banyak, hal ini terlihat
dari batang Tetrastigma yang mengeluarkan banyak air. Permukaan batang
Tetrastigma ini juga tidak rata dan kayu nya relatif lunak. Hal ini sama dengan
kondisi Tetrastigma pada Rafflesia patma Blume dalam penelitian Suwartini dkk
(2007), bahwa Tetrastigma yang diparasiti oleh R. patma Blume mempunyai ciri
jaringan kayu dengan sel berpori banyak dan besar, berkadar air tinggi, kulit akar
dan batang tebal dengan kayu relatif lunak. Selain itu, permukaan batangnya tidak
rata atau beralur-alur serta mudah pecah dan retak. Berikut gambar tumbuhan
inang (Tetrastigma sp) dari Rafflesia sp.
Gambar 3. Akar Tetrastigma sp
Gambar 4. Batang Tetrastigma sp
Dari pengamatan yang dilakukan selama penelitian, Tetrastigma yang
ditumbuhi oleh Rafflesia sp berada pada bagian akar dengan diameter 0,6cm
diameter akar Tetrastigma pada Rafflesia patma Blume berkisar antara 1,5cm
sampai 3,4 cm. Selain itu kondisi Rafflesia sp pada penelitian ini berbeda dengan
R. patma Blume, dimana selain dapat tumbuh pada akar R. patma Blume juga
dapat tumbuh pada bagian batang inang yang menggantung di atas lantai hutan
(Suwartini dkk, 2007). Dari pengamatan juga diperoleh rata-rata jumlah individu
Tetrastigma yang ditemukan dilokasi penelitian sebanyak 17-28 individu tiap
plotnya, berbeda dengan penelitian Suwartini dkk (2007) bahwa jumlah
Tetrastigma dari Rafflesia patma Blume yang ditemukan di Cagar Alam
Leuweung Sancang mengalami penurunan dari 24-25 individu tiap plot menjadi
6-7 individu tiap plot (Priatna, 1998).
Tetrastigma merupakan tumbuhan intoleran, artinya adalah Tetrastigma
membutuhkan sinar matahari langsung untuk dapat hidup, sehingga untuk dapat
memperoleh matahari langsung Tetrastigma harus merambati pohon disekitarnya.
Pohon penyokong yang dirambati oleh Tetrastigma dilokasi penelitian dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pohon penyokong Tetrastigma
No Nama nasional Nama ilmiah Famili
1 Kayu manis Cinnamomum sp Lauraceae
2 Mendarahan Myristica spp Myristicaceae
3 Baros Manglietia sumaterana Magnoliaceae
4 Medang Dehaasia sp Lauraceae
5 Mentibu Dactylocladus stenostachys Crypteroniaceae
6 Kelat Eugenia sp Myrtaceae
7 Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae
8 Puspa Schima wallichii Theaceae
9 Kapas-kapasan Exbucklandia populnea Hamamelidaceae
(Exbucklandia populnea), dan Medang (Dehaasia sp) hal ini dikarenakan spesies
ini lebih banyak terdapat di tempat penelitian. Sementara pada
RaffIesia hasseltii Suringar Jenis pohon penyokong yang dijumpai adalah: Kasai
(Pometia pinnata Forst), Baiam Terung (Palaquium dasipyllum), Beras Segantang
(Dialium platycepalum Baker), Meranti Putih (Shorea sumatrana), Mendarahan
(Knema laurina BI. Warb) dan Pagar-pagar (Ixonanthus icosandra Jack)
(Zuhud dkk, 1999). Sedangkan pohon penyokong pada R. patma Blume adalah:
Ketapang (Terminalia catappa L.), Kopo (Euginia cymosa Lamk), Huru
(Actinodaphne procera Nees), Kiara Kebo (Ficus altissima Blume). Perbedaan
jenis spesies yang menjadi pohon penyokong Tetrastigma dari setiap Rafflesia ini
diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi ekosistem hutan dimana Rafflesia
tumbuh.
Keadaan vegetasi
Hasil analisis vegetasi pada plot-plot penelitian Tetrastigma dengan
Rafflesia sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp di PT.TPL, Tbk sektor Tele
diperoleh jumlah spesies pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp secara
keseluruhan adalah 29 spesies sebanyak 307 individu sedangkan pada komunitas
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp memiliki jumlah 23 spesies sebanyak 303 individu.
Data kerapatan vegetasi yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp kerapatan paling tinggi terdapat
pada tingkat semai yakni sebesar 10.000 ind/ha dan kerapatan vegetasi paling
rendah terdapat pada tingkat pohon yakni sebesar 310 ind/ha dan pada komunitas
semai yakni sebesar 9.000 ind/ha sedangkan kerapatan paling rendah terdapat
pada tingkat pohon yakni sebesar 293,333 ind/ha.
Dari data pada kedua komunitas terlihat bahwa kerapatan vegetasi
tertinggi berada pada tingkat semai, kemungkinan hal ini dikarenakan oleh kondisi
Rafflesia sp yang membutuhkan kondisi habitat yang sedikit terbuka untuk
mendukung pertumbuhannya.
Tabel 5. Keadaan vegetasi yang terdapat disekitar komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.
No Keterangan
Plot
Tetrastigma dengan Rafflesia sp Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
1 Spesies dan Individu Ʃ Spesies Ʃ Individu Ʃ Spesies Ʃ Individu
Pohon
2 Kerapatan Vegetasi Tetrastigma dengan Rafflesia sp Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
Pohon
Dari hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan diketahui bahwa jumlah
spesies secara keseluruhan pada Kawasan Hutan PT. TPL sektor Tele adalah 31
jenis. Pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp terdapat 19 spesies untuk
tingkat pohon dengan jumlah individu sebanyak 93 dan 15 spesies pada
komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp dengan jumlah individu sebanyak 88.
Tabel 6 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pohon
Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 6 terlihat dengan jelas bahwa
pada tingkat pohon diperoleh INP yang paling tinggi yaitu pada jenis Puspa
(Schima wallichii) yakni sebesar 69,909% pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp dan 60,204% pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp,
sedangkan INP yang terkecil adalah jenis Kayu manis (Cinnamomum sp) dan
Sosopan (Saurauia sp) yaitu 4,456% pada komunitas Tetrastigma dengan
No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP Platea excelsa Dehaasia sp Alstonia pneumatophora Exbucklandia populnea
Rafflesia sp dan jenis Mendarahan (Myristica spp) sebesar 4,759% pada
komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.
Pada tingkat tiang terdapat 17 spesies pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp yakni sebanyak 103 individu dan 14 spesies pada komunitas
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp sebanyak 126 individu. Berikut adalah hasil
analisis data yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tiang
No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP Platea excelsa Alstonia angustiloba Alstonia pneumatophora Eugenia sp
Eugenia grandis Schima wallichii Dehaasia sp
Platea excelsa Saurauia sp
yakni sebesar 79,834% dan yang terkecil pada jenis Pinus (Pinus merkusii) dan
Waru (Hibiscus tiliaceus) yakni sebesar 4,196% dan pada komunitas Tetrastigma
tanpa Rafflesia sp INP yang paling tinggi terdapat pada jenis Puspa (Schima
wallichii) yakni sebesar 73,645 % sedangkan INP terkecil pada jenis Kayu manis
(Cinnamomum sp) yakni sebesar 5,264%.
Pada tingkat pancang terdapat 11 spesies pada komunitas Tetrastigma
dengan Rafflesia sp yakni sebanyak 53 individu dan 9 spesies pada komunitas
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp sebanyak 46 individu. Berikut hasil analisis data
yang disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pancang
No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP
Platea excelsa
Exbucklandia populnea Alstonia angustiloba Altingia excelsa Eugenia grandis Schima wallichii Platea excelsa Vernonia arborea Cinnamomum sp
Dehaasia sp
Schima wallichii Exbucklandia populnea Dactylocladus stenostachys Eugenia grandis
Dari Tabel 8 di atas terlihat bahwa INP tertinggi pada komunitas
Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah pada jenis Kayu manis
(Cinnamomum sp) yakni sebesar 32,367% dan INP terkecil adalah pada jenis
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp INP tertinggi adalah pada jenis Kayu manis
(Cinnamomum sp) yakni sebesar 53,311% dan INP terkecil adalah jenis Mentibu
(Dactylocladus stenostachys) yakni sebesar 10,018%.
Pada tingkat semai ada 9 spesies pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp yakni sebanyak 30 individu dan 7 spesies pada komunitas
Tetrastigma dengan Rafflesia sp sebanyak 27 individu. Berikut hasil analisis data
yang disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat semai
No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP Platea excelsa Eugenia grandis Platea excelsa Cinnamomum sp
Exbucklandia populnea Eugenia grandis Dehaasia sp
Dari hasil analisis pada tingkat semai pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp diperoleh INP tertinggi adalah jenis Hatarasa (Actephila spp) yakni
sebesar 54,444% dan INP terkecil adalah jenis Kelat (Eugenia sp), Pulai (Alstonia
angustiloba), Rasamala (Altingia excelsa), dan Kedanca (Platea excelsa ) yakni
sebesar 14,444% sedangkan pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp INP
tertinggi adalah pada jenis Kedanca (Platea excelsa ) yakni sebesar 47,81% dan
Pada tingkat tumbuhan bawah ada 4 spesies pada komunitas Tetrastigma
dengan Rafflesia sp yakni sebanyak 28 individu dan 4 spesies pada komunitas
Tetrastigma dengan Rafflesia sp sebanyak 19 individu. Berikut hasil analisis data
yang disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 . Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah
No Nama nasional Nama ilmiah Famili INP
Dari hasil analisis data diperoleh INP tertinggi pada komunitas
Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah jenis Jahe (Zingeber officinale) yakni
sebesar 125% dan INP terkecil adalah pada jenis Ranggitan (Anotis hirsuta) yakni
sebesar 20.238% sedangkan pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp INP
tertinggi adalah jenis Jahe sebesar 118,939% dan INP terkecil adalah jenis Pakis
(Cycas sp) dan Ranggitan (Anotis hirsuta) yakni sebesar 25,259%.
Besar kecilnya INP pada suatu komunitas ditentukan oleh penguasaan
suatu jenis di komunitas tersebut, hal ini sesuai dengan pernyataan
Soegianto (1994) bahwa INP merupakan parameter yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansi spesies dalam komunitas, artinya jika suatu jenis
spesies memiliki INP tinggi maka spesies tersebut adalah spesies yang dominan di
komunitas tersebut.
Pada hasil analisis data secara keseluruhan, baik komunitas Tetrastigma
mendominasi adalah jenis Puspa (Schima wallichii) dan Jambu-jambu
(Eugenia grandis) terlihat dari banyak nya jumlah individu jenis ini dalam
komunitas, sedangkan pada tumbuhan bawah jenis Jahe (Zingeber officinale)
lebih mendominasi karena jumlah individunya lebih banyak dibandingkan dengan
jenis lain.
Keanekaragaman jenis tumbuhan
Keanekaragaman jenis tumbuhan dapat dihitung dengan menggunakan
analisis Shanon-Wiener (H'). Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa keanekaragaman
yang paling tinggi pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah pada
plot A1 yakni sebesar 2,475 sedangkan nilai keanekaragaman tertinggi pada
komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp adalah pada plot B1 yakni sebesar
2,585.
Tabel 11. Indeks keanekaragaman spesies (H')
No Plot H'
Komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp
1 A1 2,475
2 A2 2,372
3 A3 2,464
Komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
1 B1 2,585
2 B2 2,414
3 B3 2,265
Secara keseluruhan keanekaragaman jenis tumbuhan pada komunitas
adalah hampir sama, berkisar antara 2,265-2,585. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa keanekaragaman tumbuhan pada kedua komunitas berada pada kategori
keanekaragaman pada komunitas tersebut berada pada kategori sedang.
Sedangkan menurut Indriayanto (2006), suatu komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman tinggi adalah jika komunitas tersebut disusun oleh banyak
spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman rendah
jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies.
Kesamaan komunitas
Untuk mengetahui tingkat kesamaan antara kelompok tumbuhan
digunakan indeks kesamaan komunitas (IS). Dari hasil analisis kesamaan
komunitas di lokasi penelitian diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 13. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)
No Plot yang dibandingkan a b w IS (%)
1 A1-B1 15 18 8 48.48
2 A1-B2 15 15 9 60
3 A1-B3 15 14 6 41.38
4 A2-B1 19 18 15 81.08
5 A2-B2 19 15 13 76.47
6 A2-B3 19 14 10 60.61
7 A3-B1 20 18 14 73.68
8 A3-B2 20 15 14 80
9 A3-B3 20 14 10 58.82
10 A1-A2 15 19 10 58.82
11 A1-A3 15 20 8 45.71
12 A2-A3 19 20 14 71.79
13 B1-B2 18 15 14 84.85
14 B1-B3 18 14 12 75
15 B2-B3 15 14 11 75.86
Indeks kesamaan komunitas diperoleh dari analisis data pada 6 plot
pengamatan. Setiap plot pengamatan dibandingkan satu sama lain sehingga
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai IS paling tinggi terdapat
pada plot B1-B2 yakni sebesar 84,85% dan nilai IS paling rendah terdapat pada
plot A1-B3 yakni sebesar 41,38%, namun secara keseluruhan nilai IS berada pada
kisaran 50% keatas atau mendekati 100%.
Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan komunitas
(plot) pada lokasi penelitian memiliki komposisi spesies yang berbeda yakni pada
plot A1-B1, A2-B3, A1-A3 karena nilai IS ˂ 50% sedangkan pada plot A1-B2,
A2-B1, A2-B2, A2-B3, A3-B1, A3-B2, A3-B3, A1-A2, A2-A3, B1-B2, B1-B3,
B2-B3 memiliki komposisi spesies yang hampir sama karena nilai IS >50% hal ini
sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1998) bahwa apabila nilai
IS mendekati 1 (100%) maka komposisi spesies di dalam komunitas adalah sama
dan jika nilai IS mendekati 0 (0%) maka komposisi spesiesnya adalah berbeda.
Faktor abiotik
Lokasi penelitian terdapat pada daerah dataran tinggi, berkisar antara
1712 mdpl – 1733 mdpl. Ketinggian masing-masing plot tidak jauh berbeda,
namun plot A1 pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp berada pada
ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp. Kondisi ini jauh berbeda dengan keadaan Rafflesia arnoldi di
Sumatera Barat (Syahbuddin dan Chairul, 2009) yang berada pada ketinggian 500
mdpl – 1000 mdpl dan Rafflesia hasseltii Suringar di Jambi yang berada pada
Tabel 14 . Ketinggian lokasi penelitian pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
Komunitas Plot Altitude (mdpl)
Tetrastigma dengan Rafflesia sp
1 A1 1733
2 A2 1712
3 A3 1717
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
1 B1 1717
2 B2 1716
3 B3 1714
Keterangan: Plot A1,A2,A3 : Tetrastigma dengan Rafflesia sp
Plot B1,B2,B3 : Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
Keadaan iklim mikro lokasi penelitian seperti lazimnya di dalam hutan
dengan vegetasi yang lebat maka suhu relatif dingin dan kelembaban udara cukup
tinggi. Dari data pada Tabel 15 dibawah terlihat bahwa rata-rata suhu udara dan
kelembaban udara pada kedua komunitas baik komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp dan komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp adalah hampir sama.
Suhu udara terendah terjadi pada pukul 07:00 yakni sebesar 16,40C pada kedua
komunitas sedangkan suhu udara tertinggi terjadi pada siang hari yakni pada
pukul 13:00 yakni sebesar 20,130C pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia
sp dan 20,40C pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp. Dan suhu udara
rata-rata pada pukul 16.00 adalah 18,030C pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp dan 18,170
Perubahan suhu yang terjadi pada pagi, siang dan malam hari terjadi
karena adanya kenaikan suhu setelah matahari terbit hal ini sesuai dengan
pernyataan Widhiastuti dan Aththorick (2006) bahwa setelah matahari terbit suhu
akan naik dengan cepat dan akan mencapai suhu tinggi sekitar setegah hari dan
akan terjadi penurunan suhu pada malam hari.
Dari Tabel 15. juga dapat dilihat bahwa kelembaban udara rata-rata paling
tinggi terjadi pada pagi hari pukul 07:00 yaitu 90,7% pada komunitas Tetrastigma
dengan Rafflesia sp dan 91,1% pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.
Sedangkan kelembaban udara paling rendah terjadi pada siang hari pada pukul
13:00 yaitu sebesar 83,4% pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan
83,3% pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp. Dan pada pukul 16:00
kelembaban udara rata-rata pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp yaitu
sebesar 87,9% dan 86,9% pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp.
Tabel 15. Perbandingan suhu udara dan kelembaban udara
No Lokasi Suhu udara (
0
Kelembaban udara (%) C)
07:00 13:00 18:00 07:00 13:00 18:00
1 A1 16,5 20,2 17,9 91,3 83 87
2 A2 16,4 20,03 17,8 90,6 83,3 88,7
3 A3 16,3 20,16 18,4 90,3 84 88
Rata-rata 16,4 20,13 18,03 90,7 83,4 87,9
4 B1 16,5 20,3 18,1 91,3 83 86,6
5 B2 16,4 20,6 18,4 91 84 86
6 B3 16,5 20,3 18,03 91 83 88,3
Rata-rata 16,4 20,4 18,17 91,1 83,3 86,9
Keterangan:
• A1,A2,A3 : Plot Tetrastigma dengan Rafflesia sp B1,B2,B3 : Plot Tetrastigma tanpa Rafflesia sp
• Tanggal pengamatan 23 Juni, 24 Juni, 25 Juni 2011
Kelembaban udara tertinggi terjadi pada pagi hari karena pada pagi hari
suhu udara adalah paling rendah, hal ini sesuai dengan pernyataan
Hanum (2009) bahwa semakin rendah suhu udara maka semakin tinggi
kelembaban udara. Dan kelembaban udara rendah terjadi pada siang hari karena
suhu pada siang hari relatif lebih tinggi.
tanaman yang tumbuh diatasnya. Faktor tanah tersebut meliputi suhu tanah, pH
tanah dan ketebalan serasah. Berikut adalah data yang diperoleh dilokasi
penelitian:
Tabel 16. Data suhu tanah, Ph tanah dan ketebalan serasah.
No Plot
Suhu tanah (0
pH tanah
C) Ketebalan serasah
(cm)
07:00 13:00 18:00
1 A1 15,3 16,3 16 5 15
2 A2 15,3 16,3 16 5 10
3 A3 15,6 16,6 15,6 5 18
Rata-rata 15,4 16,4 15,9
4 B1 15,3 16,3 16 4 12
5 B2 15,6 16,5 15,6 5 13
6 B3 15,6 16,6 15,6 4 19
Rata-rata 15,5 16,4 15,7
Suhu tanah rata-rata terendah yang diperoleh pada saat penelitian adalah
pada pukul 07:00 yakni sebesar 15,40C pada komunitas Tetrastigma dengan
Rafflesia sp dan 15,50C pada komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia sp.
Sedangkan suhu tanah rata-rata tertinggi terjadi pada pukul 13:00 adalah sama
pada kedua komunitas yakni sebesar 16,40
Dari pengukuran pH tanah dilokasi penelitian, pH tanah pada komunitas
Tetrastigma dengan Rafflesia sp adalah sama yaitu 5 sedangkan pada komunitas
Tetrastigma tanpa Rafflesia sp pH tanah nya lebih rendah yaitu 4 pada plot B1 dan
B3 dan 5 pada plot B2. Kondisi ini hampir serupa dengan kondisi R. hasseltii di
Jambi (Zuhud dkk, 1999) yang memiliki pH tanah berkisar antara 3,6 – 5.
pH tanah adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu tanah. Semakin tinggi
keasaman suatu tanah maka semakin sulit tanaman menyerap hara. Dari data yang C dan suhu tanah rata-rata pada pukul
16:00 adalah sebesar 15,9% pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan
diperoleh menunjukkan bahwa pH tanah pada masing-masing plot adalah relatif
asam karena pH kurang dari 7.
Ketebalan serasah dari masing-masing plot adalah berbeda sekitar
10cm-20cm. Ketebalan serasah tertinggi terdapat pada komunitas Tetrastigma tanpa
Rafflesia sp yakni 19 cm dan ketebalan serasah terkecil yakni sebesar 10 cm
terdapat pada komunitas Tetrastigma dengan Rafflesia sp. Sementara pada
R. hasseltii di Jambi (Zuhud dkk, 1999) memiliki ketebalan serasah 2cm – 5cm.
Perbedaan ketebalan serasah ini diduga karena dipengaruhi oleh kondisi vegetasi
pada masing-masing jenis Rafflesia, dimana kondisi vegetasi pada daerah
Rafflesia sp dipengaruhi oleh suhu yang rendah sedangkan kondisi vegetasi di
lokasi R. hasseltii dipengaruhi oleh suhu yang lebih tinggi, sehingga berpengaruh
terhadap cepat atau lambatnya serasah terurai.
Keragaman jenis tumbuhan dapat terjadi karena lingkungan yang
bervaJahei dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tumbuhan akan
keadaan lingkungan yang khusus menurut perbedaan tempat dan waktu. Hal ini
dapat dilihat dari perbedaan jenis tumbuhan yang berkembang dengan perbedaan
tinggi tempat atau perbedaan musim (Sitompul dan Guritno, 1995). Selain itu,
perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) dapat menimbulkan
perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Jenis vegetasi yang mendominasi pada lokasi penelitian adalah jenis Puspa
(Schima wallichii) sebesar 69,909% pada tingkat pohon dan 79,834% pada
tingkat tiang, Jenis Kayu manis (Cinnamomum sp) yakni sebesar 32,367%
pada tingkat pancang, dan jenis Hatarasa (Actephila spp) pada tingkat semai
yakni sebesar 54,444%.
2. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang mencolok antara komunitas
Tetrastigma dengan Rafflesia sp dan komunitas Tetrastigma tanpa Rafflesia
sp.
Saran
Diharapkan untuk melakukan penelitian pada parameter lainya untuk
melengkapi kondisi habitat Rafflesia sp secara menyeluruh dan penggunaan
DAFTAR PUSTAKA
Ewusi, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Membicarakan Alam Tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan Dunia. Penerbit ITB. Bandung
Hanum, C. 2009. Ekologi Tanaman. USU Press. Medan
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Cetakan I. Bumi Aksara, Jakarta.
Irwanto.2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis. UGM. Yogyakarta.
Kartasapoetra, A.G. 2006. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman, Ed. Revisi, Cet. II. Bumi Aksara, Jakarta.
Kusuma, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lakitan, B. 1994. Dasar-dasar klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
PT.TPL,Tbk. 2008. Laporan Pelaksaaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan IUPHHK PT.Toba Pulp Lestari Tbk. Porsea.
Ludwiq, J.A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology a Primer on Methods and Computing. John Wiley and Sons. New York
Marsono, DJ. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan Pembina Fakultas Kahutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.
Meijer, W.1958. A contribution to the taxonomy and biology of Rafflesia arnoldii in West Sumatera. Annales Bogoriense 3 (1) : 33-34.
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals Of Ecology. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.