• Tidak ada hasil yang ditemukan

Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PESAN MORAL DAN KONFLIK KISAH NABI

MUSA A.S DAN KHIDIR A.S PADA SURAH AL-KAHFI AYAT

60-82 DALAM AL-QUR’AN

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN

O

L

E

H

KARLINA RIZKI ROSADI

050407039

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA ARAB

MEDAN

(2)

ANALISIS PESAN MORAL DAN KONFLIK KISAH NABI

MUSA A.S DAN KHIDIR A.S PADA SURAH AL-KAHFI AYAT

60-82 DALAM AL-QUR’AN

SKRIPSI SARJANA

Disusun

O

L

E

H

KARLINA RIZKI ROSADI

NIM: 050704039

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rahimah M.Ag

NIP. 196104111988032004 NIP. 196209191990031003

Drs. Bahrum Saleh, M.Ag

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu ujian sarjana sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Arab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA ARAB MEDAN

(3)

Disetujui oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN SASTRA ARAB

Ketua,

Sekretaris,

Dra. Pujiati, M.Soc.Sc., Ph.D

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Bahasa Arab pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada : Hari : Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahron Lubiz, M.A

NIP.

Panitia ujian :

No Nama Tanda Tangan

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dari dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Desember 2011

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbi al-‘ālamīn penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang senantiasa melimpahkan Karunia dan Rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam kepada junjungan kita yang tercinta Nabi Muhammad SAW yang telah mengangkat manusia dari lembah jahiliyah kepada kehidupan yang islamiyah.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, maka penulis mengangkat judul :

“Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an”.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun berkat bantuan dan bimbingan yang penulis peroleh dari para pembimbing serta bantuan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pada pembaca umumnya serta memberi pengaruh yang lebih baik dalam kehidupan.

Oleh karena itu, dalam skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekeliruan. Untuk itu, penulis memohon saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini dapat tersusun dengan lebih baik.

Medan, Desember 2011

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan HidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam kepada junjungan besar baginda yang tercinta Nabi Muhammad SAW yang telah mengangkat manusia dari lembah jahiliyah kepada kehidupan yang islamiyah.

Pada kesempatan ini, sebagai ungkapan rasa bahagia dan syukur yang tak terhingga, penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak ternilai kepada semua pihak yang membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini, baik bantuan moril maupun materil. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, yang selalu berada dalam relung hati yang paling dalam. Papa, Mama, engkau selalu berada di setiap langkah penulis, walau sekedar bayang di kulit ari. Penulis mohon ampun selalu menyusahkan kalian. Tak terkira kasih sayang yang diberikan sejak dalam kandungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan menoreh kata-kata di dalam skripsi ini. Hanya doa yang dapat penulis berikan sebagai balasan atas ketulusan dan keikhlasan yang tiada terhingga. “Allahummaghfirli wa liwalidayya wa arhamhumā kamā rabbayanī saghīran,

āmīn”.

2. Yang terhormat Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta Dr. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A selaku Pembantu Dekan III.

3. Yang terhormat Ibu Dra. Pujiati, M.Soc. Sc. Ph.D selaku Ketua Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Fauziah, M.A. selaku sekretaris Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

(8)

menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan kesediaan ibu dalam menampung curhatan penulis. Jazakumullah Khairu Jaza’.

6. Drs. Bahrum Saleh, M.Ag selaku dosen Pembimbing II, yang dengan ikhlas membantu, meluangkan waktu, dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan terutama adalah pengertian bapak selama ini. Jazakumullah Khairu Jaza’.

7. Ibu Dra. Kacar Ginting, M.Ag. selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan berbagai nasehat dalam rutinitas penulis menjalani kegiatan perkuliahan di Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan ikhlas mencurahkan ilmu dan perhatiannya sejak penulis memulai perkuliahan sampai menyelesaikannya menjadi sarjana.

9. Teristimewa buat keluarga kecil yang telah menjadi ‘partner in crime’ selama penulis hidup. Adik saya yang tercinta Alm. M. Akbar Rosadi, Alm. M. Agung Rosadi, dan adik saya yang tersayang Arief Fareza Rosadi.

10.Teman-teman penulis di stambuk ’05, mbak Ape, mbak Lira, mbak Sana (syukron support dan bantuannya mba sayank, kapan kumpul lagi?? Kangen

qie sama mba semua), mbak Elly, mbak Lia M (ayo mba semangath!!), mbak

Lia (aqmalia), mba Fitri, maz Faisal (terimakasih banyak atas bantuannya

selama ini), maz Ijal, maz Putra, maz Hafiz, maz Mukhlis, mbak Linda, mbak

Tini, mbak Reje, mbak Hafni, mba Fitrah, mba Putri, maz Aben, maz Fauzi, dan maz Surya (zie kiongrcun). Sangat mengesankan pertemanan selama ini. Semoga kita menyadari dan tidak lupa bahwa yang kita alami selama ini sangat penting dan berharga.

11.Untuk teman-teman yang ada dalam kenangan, a’ Aph, Miracle, Abhil, Acha, Shincan, Elang, Kak Zay (om onta terima kasih atas support dan masukannya

selama ini), Wiwiek (basket girl), dan Icha. Kalian adalah abang, kakak, adik

(9)

12.Untuk bang Andika selaku staf administrasi, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuannya selama ini.

13.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah memberikan bantuan yang tiada terhingga kepada penulis. Syukran Katsiran.

Penulis tidak dapat membalas jasa baik yang diberikan, akhirnya kepada Allah SWT penulis memohon untuk memberikan balasan yang berlipat ganda.

Aamiin Yaa Rabbal’allamiin.

Medan, Desember 2011 Penulis

(10)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah sistem transliterasi arab latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P&K RI No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

1. Konsonan Tunggal

Fonem konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf. Dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf-huruf Arab tersebut dan ditransliterasi dengan huruf latin.

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif - tidak dilambangakan

bā` b be

tā` t te

sā` ś es (dengan titik di atasnya)

Jīm j je

hā` h h (dengan titik di bawahnya)

khā` kh ka dan ha

Dāl d dal

Zāl ż z (dengan titik di atasnya)

rā` r er

Zai z zet

Sīn s es
(11)

Sād ş s (dengan titik di bawahnya)

Dād d d (dengan titik di bawahnya)

tā` ţ t (dengan titik di bawahnya)

zā` z z (dengan titik di bawahnya)

΄ain ΄ koma terbalik (di atas)

Gain g Ge

fā` f Ef

Qāf q Ki

Kāf k Ka

Lām l El

Mīm m Em

Nūn n En

Wāwu w We

hā` h Ha

ء

Hamzah ´

Apostrof, tetapi lambang ini tidak dipergunakan untuk hamzah di awal kata

yā` y Ye

2. Konsonan Rangkap

(12)

dilammbangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh :

ﺔﻴ ﺩﻤﺤ

ditulis Ahmadiyyah.

3. Tā`Marbūtah

Transliterasi Tā`Marbūtah terdiri dari tiga macam, yaitu:

3.1Tā`Marbūtah hidup,

Yaitu Tā`Marbūtah yang mendapat harakat fathah, kasrah atau dhammah, transliterasinya / t /.

Contoh:

ءﺎﻴﻟﻭْﻻﺍ ﺔﻣﺍﺮﻛ

ditulis Karāmatul-Auliyā'.

3.2Tā`Marbūtah mati,

Yaitu Tā`Marbūtah yang harakat sukun (

) ditulis / h /. Kecuali untuk kata-kata Arab yang susah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat,dan sebagainya.

Contoh

:

ﺔﻋﺍﻤﺟ

ditulis Jamā`ah.

3.3Kalau pada kata terakhir dengan Tā`Marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang “al” serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Tā`Marbūtah nya ditransliterasikan dengan / h /.

4. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab secara garis besar terbagi kepada tiga bagian, yaitu :

4.1Vokal pendek

Bunyi vokal pendek adalah bunyi bersuara yang ketika mengucapkannya dengan suara agak cepat. Bunyi vokal pendek terdiri dari [ a, i, u ].

(13)

Bunyi vokal pendek [ i ] atau kasrah, dilambangkan dengan sebuah garis diagonal yang dibubuhkan di bawah lambing-lambang bunyi konsonan, seperti (

-

ِ◌

)

Bunyi vokal pendek [ u ] atau dhammah, dilambangkan dengan sebuah tanda yang hamper mirip koma yang diletakkan di atas lambing-lambang bunyi konsonan, seperti (

_

ُ◌

).

4.2Vokal panjang

Bunyi vokal ini terdiri dari bunyi-bunyi vokal [ a, i, u ] yang panjang,

yaitu [ ā, ī , ū ]. Vokal panjang ini dilambangkan dengan bunyi-bunyi vokal pendek dan diikuti dengan huruf hija ‘iyah tertentu.

Bunyi vokal panjang [ ā ], dilambangkan dengan bunyi vokal pendek [ a ] diikuti dengan huruf hija ‘iyah “alif” (

), seperti :

_

َ◌

[ ā ].

Bunyi vokal panjang [ ī ], dilambangkan dengan bunyi vocal pendek [ i

] diikuti huruf hija ‘iyah “ya” (

), seperti :

-

ِ◌

[ ī ].

Bunyi vokal panjang [ ū ], dilambangkan dengan bunyi vokal pendek [ u ] diikuti huruf hija ‘iyah “waw” (

), seperti :

_

ُ◌

[ ū ].

Huruf hija ‘iyah yang mengikuti lambang-lambang bunyi vokal pendek di dalam bahasa Arab lazim disebut dengan huruf “Mad”.

Jadi bunyi vokal panjang adalah bunyi yang ketika mengucapkannya dengan suara lebih lama atau lebih panjang.

4.3Vokal rangkap

Vokal rangkap adalah vokal bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu :

Tanda dan Huruf

Nama Gabungan Huruf Nama

dan

_

َ◌

dan

_

َ◌

Fathah dan ya Fathah dan

waw

ai au

(14)

Contoh :

ﻝﻮﺣ

[haula] /aula/ ‘di antara’

ﻒﻴﻛ

[kaifa] /kaifa/ ‘bagaimana’

5. Kata sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan arab dilambangkan dengan huruf, yaitu:

ﻝﺍ

/ al /. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah.

5.1Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

Ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.

Contoh:

ﺔﻌﻴﺸﻟﺍ

/Asy-syīah/

5.2Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah

Ditransliterasikan sesuai dengan tulisannya, yaitu huruf “ l “ tetap dibaca.

Contoh:

ﻥﺍﺮﻘﻟﺍ

/Al-Qu'ran/

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, namun dalam transliterasi huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf capital, seperti apa yang berlaku dalam ejaan yang disempurnakan (EYD), diantaranya: huruf kapital dipergunakan untuk menulis awal nama diri tersebut bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

ﻦﻴﻤﻟﺎﻌﻟﺍ

ﺏﺭ

ﻟﻠﻤﺤﻟﺍ

/Alhamdulillahi rabbi al-‘ālamin/
(15)

7. Hamzah (

ء

)

Hamzah yang terletak ditengah dan diakhir kata ditransliterasikan dengan apostrof (

), sedangkan untuk hamzah yang terletak di awal kata tidak dilambangkan karena dalam tulisan arab berupa alif.

Contoh :

ﻢﺘﻧﺃﺃ

/a'antum/

ﺚﻧﺆﻣ

/mu'annas/

8. Sandang

Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, ism dan hurf ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan. Maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

ﻦﻴﻗﺯﺮﻟﺍﺮﻴﺧﻮﻬﻟ

ﻥﺇﻭ

/wa innallaha lahuwa khairu ar-raziqin/

9. Tajwid

(16)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

UCAPAN TERIMAKASIH………..ii

PEDOMAN TRANSLITERASI………...v

DAFTAR ISI……….xi

ABSTRAK………...…xiii

BAB I : PENDAHULUAN………1

1.1Latar Belakang ...………...1

1.2Rumusan Masalah ...6

1.3Tujuan Penelitian ...6

1.4Manfaat Penelitian ...7

1.5Metode Penelitian ...7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...9

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN...23

3.1Sejarah Singkat Al Qur’an...23

3.2Kronologis Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah al-Kahfi………..24

3.3Wujud Pesan Moral yang Terdapat pada Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S dalam Surah al-Kahfi Ayat 60-82 dalam Al-Qur’an…….31

3.3.1Pesan Religius……….40

3.3.2Kritik Sosial………46

3.4Bentuk Penyampaian Pesan Moral pada Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah al-Kahfi 60-82 dalam Al-Qur’an……….49

3.4.1Bentuk Penyampaian Langsung………..49

3.4.2Bentuk Penyampaian Tidak Langsung………....54

(17)

BAB IV : PENUTUP………63

4.1 Kesimpulan………..63 4.2 Saran……….65

(18)

ABSTRAK

Karlina Rizki Rosadi, 2011, Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi Ayat 60-82 dalam Al-Qur’an.

Medan. Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini membahas tentang pesan moral dan konflik kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi Ayat 60-82 dalam Al-Qur’an. Pesan moral dan konflik merupakan topik yang dianalisis oleh penulis.

Penulis menggunakan teori Burhan Nurgiyatoro dalam menganalisis pesan moral dan konflik. Pada penelitian ini penulis menggunakan kajian struktural dalam menganalisis pesan moral dan ditinjau oleh sosiologi sastra.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pesan moral yang terdapat ayat 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 76, 77, 79, 80, 81, dan 82.

Pesan religius terdapat pada ayat 61, 63, 65, 66, 68, 69, 74, 76, 80, 81, dan 82. Kritik sosial terdapat pada ayat 71, 74, 79, dan 82.

Bentuk penyampaian pesan moral secara langsung terdapat pada ayat 60, 63, 64, 66, 67, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 80, 81,dan 82.

Bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada ayat 61, 62, 6569, 71, 72, 74, 75, dan 77.

(19)

ABSTRAK

Karlina Rizki Rosadi, 2011, Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi Ayat 60-82 dalam Al-Qur’an.

Medan. Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini membahas tentang pesan moral dan konflik kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi Ayat 60-82 dalam Al-Qur’an. Pesan moral dan konflik merupakan topik yang dianalisis oleh penulis.

Penulis menggunakan teori Burhan Nurgiyatoro dalam menganalisis pesan moral dan konflik. Pada penelitian ini penulis menggunakan kajian struktural dalam menganalisis pesan moral dan ditinjau oleh sosiologi sastra.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pesan moral yang terdapat ayat 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 76, 77, 79, 80, 81, dan 82.

Pesan religius terdapat pada ayat 61, 63, 65, 66, 68, 69, 74, 76, 80, 81, dan 82. Kritik sosial terdapat pada ayat 71, 74, 79, dan 82.

Bentuk penyampaian pesan moral secara langsung terdapat pada ayat 60, 63, 64, 66, 67, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 80, 81,dan 82.

Bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada ayat 61, 62, 6569, 71, 72, 74, 75, dan 77.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Teeuw dalam (Fananie, 2000: 3-4), bahwa sastra berasal dari bahasa Sangsekerta, terdiri dari kata ‘sas-’ yang berarti mengarahkan, mengajarkan memberi petunjuk atau memberi intruksi. Sedangkan ‘-tra’ berarti alat atau sarana. Padahal dalam pengertian sekarang, sastra banyak diartikan sebagai tulisan. Pengertian ini kemudian ditambah dengan kata ‘su’ yang berarti indah atau baik. Jadilah susastra yang bermakna tulisan yang indah, dalam bahasa Inggris missalnya dikenal dengan istilah literature, dan Belanda letterkunde.

Bentuk karya sastra ada dua yakni bentuk lisan dan tulisan (Ratna, 2005: 2). Sastra ataupun kesusastraan merupakan karya tulis yang memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan isi dan ungkapannya, jika dibandingkan dengan karya tulis lain (Suprapto,1993 : 77). Dalam sastra secara global, akan terikat pada dunia pengarang, pemikiran dan pengetahuan dari segi kesatuan dalam pekerjaan dan kekhususan judul juga kebebasan dalam berkarya (Al Manar 1349H: 9).

Menurut etimologi kata sastra dalam bahasa Arab, sastra dikenal dengan istilah

ﺏﺩﻷﺍ

/al-‘adabu/ yang mempunyai arti yang bervariatif sesuai zaman. Al-Khulli (1982: 158) berpendapat

ﺏﺩﻷﺍ

/al-‘adabu/ ‘sastra’ adalah

ﺔﻐﻟ

ﺏﺩﻷﺍ

،

ﺔﻐﻟ

ﺔﻴﺑﺩﻷﺍ

:

ﺔﻐﻠﻟﺍ

ﻰﺤﺼﻔﻟﺍ

ﺔﻣﻠﺨﺘﺴﻣ

ﻲﻓ

ﺕﺎﺑﺎﺘﻜﻟﺍ

ﺔﻴﺑﺩﻷﺍ

.

/lughatu al-adabi, lughatu al-adabiyati: Al-lugatu al-fushā

mustakhdamatu fī al-kitābāti al-adabiyati/. ‘Bahasa sastra adalah bahasa

baku yang digunakan dalam buku-buku sastra’.

Sedangkan Menurut Wahba dalam Sutiasumarga (1984: 34-36) pada zaman permulaan Islam, adab adalah

ﺐﻳﺬﻬﺘﻟﺍ

/at-tahzību/ (pendidikan, pengajaran) dan

ﻖﻠﺨﻟﺍ

/al-khūlqu/ (budi- pekerti).
(21)

2002 : 85). Sedangkan menurut Fananie, (2000: 133) karya sastra adalah karya yang menyajikan persoalan-persoalan interpretasi yang paling tidak terpecahkan yang berkaitan dengan makna (tata nilai) dan bentuk (struktur) dari kondisi sosial dan historis yang terdapat dalam kehidupan manusia.

Setelah memperhatikan pendapat di atas perlu ditinjau pengertian secara umum karya sastra mengandung nilai-nilai moral yang mengacu pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima manusia mengenai perbuatan, sikap, kewajiban yang meliputi: akhlak, budi pekerti, dan susila, seperti halnya yang terdapat dalam KBBI (1984:654).

Ahmad Iskandar, dkk menyebutkan bahwa:

ﻦﻌﻣ

ﺏﺩﻷﺍ

ﻥﻮﻨﻌﻳ

ﺏﺩﻷﺎﺑ

ﻞﻛ

ﻦﻋﺮﺒﻋﺎﻣ

ﻦﻌﻣ

ﻦﻣ

ﻲﻧﺎﻌﻣ

ﺓﺎﻴﺤﻟﺍ

ﺏﻮﻠﺳﺄﺑ

ﻞﻴﻤﺟ

/ma’na al-adab ya’nūna biladabi kulla mā’abbara ‘an ma’na min ma’ānīl

al-hayāti biuslūbin jamīlin/ ‘Pengertian sastra: sastra yakni tegak yang

diungkapkan dari sebuah makna, dari makna kejidupan dengan gaya bahasa yang indah’ (Ahmad Iskandar, :44).

Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca. Menurut istilah ahli agama (‘uruf syara’), Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad yang ditulis dalam mushaf (lembaran-lembaran yang dijadikan seperti buku). (Ash-Shiddieqy, 1999:4). Mengenai jumlah surah, ayat, kata, dan huruf Al-Qur’an, Said (1984:164) mengatakan bahwa: “Al-Qur’an terdiri dari 114 surah, 6666 ayat, 77.437 kata dan 325.345 huruf itu yang keseluruhannya tetap indah dan sebesar zarrah pun tidak terdapat celah di dalamnya”.

Al-Qur’an tidak hanya berisikan tentang tauhid, ibadah dan hukum-hukum yang mengatur tata cara kehidupan manusia agar selamat dunia akhirat, akan tetapi Al-Qur’an juga berisikan tentang kisah-kisah para nabi, orang sholeh dan umat yang durhaka kepada Allah (Al-Qur’an terjemahan, 1989: 18).

(22)

.

ﻥﻮﻨﻣ

ﺆﻳ

ﻡﻮﻘﻟ

ﺔﻤﺣﺭﻭ

ﻯﻠﻫﻭ

ﺊﺷ

ﻞﻛ

ﻞﻴﺼﻔﺗﻭ

ﻪﻳﻠﻳ

ﻦﻴﺑ

ﻯﺬﻟﺍ

ﻖﻳﻠﺼﺗ

/laqad kāna fī qaşaşihim ‘ibrata li’awlī al-‘albābi mākāna hadīsān yaftara

ya walakin taşdīqulladzī bayna yadayhi watafşīlun kullu sya’in wahudā warahmatān liqawmīn yū’minūn/ ‘Adapun kisah-kisah para nabi itu sebagai contoh bagi orang-orang yang berfikir sesungguhnya kisah-kisah itu dipastikan kebenarannya dari tangan mereka dan menyampaikan segala sesuatunya dengan petunjuk bagi kaum yang beriman’ (Dhallat,

۱۹۷۸

:

)

Al-Qur’an juga menceritakan kisah dalam sejarah yang mengandung pesan moral yang penting bagi manusia. Salah satu kisah yang terkenal dan berulang kali dijelaskan dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Musa a.s.

ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ

ﻥﺃ

ﺮﻛﺬﻓ

ﻰﻧ

ﺁﺮﻘﻟﺍ

ﺺﺼﻘﻟﺍﺭﺍﺮﻜﺗ

ﻰﻋﺍﻭﺩ

ﻦﻋ

ﺔﻧﺎﻫﺮﺑ

ﻰﻓ

ﻰﺸﻛﺭﺰﻟﺍ

.

ﻚﻟﺬﻟ

ﻻﺎﺜﻣ

ﺏﺮﺿ

ﻢﺛ

،ﺎﺌﻴﺷ

ﺎﻬﻴﻓ

ﺩﺍﺯ

ﺔﺼﻘﻟﺍ

ﺭﺮﻛ

/al-żarkasyī fī burhānah:’an dawā’ī tikurāri al-qaşaşi al-qur’an fadzakara

‘an Al-Qur’ana karura al-qişşati żādafīhā syay’an, sum daraba misālan

lidzālika/ ‘Menurut Zarkasi dalam bukunya “al-Burhanah”

(

۱۹۷۸

:

), bahwasannya pengulangan kisah-kisah Al-Qur’an disebutkan bahwa perulangan kisah itu sebenarnya menambah sesuatu dari kisah yang telah ada, kemudian menjadi suatu acuan atau pemisalan dari kisah Al-Qur’an itu’.

Salah satu faktor dari pengulangan kisah Nabi Musa a.s dalam Al-Qur’an adalah untuk menguatkan hati Nabi Muhammad saw dalam berjuangkan menghadapi permusuhan, kecurangan dan penghianatan bangsa Yahudi di Madinah, yaitu Bani Qainuqo’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizah, sehingga Allah SWT mengingatkan kembali kisah Nabi Musa a.s saat menghadapi kesombongan Fir’aun yang juga ingkar dan tidak mau beriman terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa a.s, agar menumbuhkan rasa percaya diri dan menguatkan hati sekaligus membangkitkan semangat Nabi Muhammad saw dan orang yang beriman dalam menghadapi cobaan yang mereka hadapi (Hamka, 1982: 2-3).

(23)

Nabi Musa a.s. Di Madinah terdapat juga penduduk asli berbangsa Arab, yaitu Bani Aus dan Khazraz. Namun orang Yahudi meremehkan orang-orang Arab ini.

Faktor lain dalam pengulangan kisah Nabi Musa a.s menurut Hamka (1982: 24) dalam Al-Qur’an adalah karena perjuangan yang dihadapi Nabi Musa a.s hampir sama beratnya dengan perjuangan yang dihadapi Nabi Muhammad saw, sehingga dapat menjadi perbandingan bagi Nabi Muhammad saw dan orang-orang beriman bahwa para nabi terdahulu juga menghadapi cobaan yang berat dalam menegakkan agama Allah swt. Kedua Nabi ini termasuk golongan Nabi dan Rasul yang bergelar ulul azmi.

Nabi Musa a.s bin Imran bin Qahits bin ‘Azir bin Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim (merupakan salah satu nabi ulul azmi (memiliki ketetapan hati) yang kisahnya banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an. Kisah-kisah Nabi Musa a.s diceritakan secara berulang-ulang di berbagai surat dan tidak dikhususkan dalam satu surat saja sebagaimana kisah Nabi Yusuf a.s (Al-Maghrubi dalam zubeir, 2009: 4)

Menurut Khalil (2005: 83), nama Nabi Musa a.s disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak 136 kali dan terdapat dalam 34 surat. Salah satunya pada surat Al-Maa’idah (ayat 20, 22, 24), Al A’raaf (ayat 103, 104, 115, 117, 122, 127, 128, 131, 134, 138, 142, 144, 148, 150, 154, 155, 159, 160), Yunus (ayat 75, 77, 80, 81, 83, 84, 87, 88), Al-khafi (ayat 60, 64, 66, 69, 71, 73, 74, 76, 77), Thaha (ayat 9, 11, 17, 19, 36, 40, 49, 57, 61, 65, 67, 70, 77, 83, 86, 88, 91), Al-Mu’minuun (ayat 45, 49), Asy-Syu’araa (ayat 10, 43, 45, 48, 52, 61, 63, 65), An-Naml (ayat 7, 9, 10), Al-Qashash (ayat 3, 7, 10, 15, 18, 19, 20, 29, 30, 31, 36, 37, 38, 43, 44, 48), Az-Zhukhruf (ayat 46).

Bagi kaum muslimin Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril selama lebih kurang tiga belas tahun. Kandungan pesan ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad saw telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial kaum muslimin dalam segala aspek kehidupannya (Amal, 2005: 1).

(24)

juz 15-juz 16. Kisah tersebut yang diteliti oleh penulis dalam ruang lingkup sosiologi sastra.

Sebagaimana hal di atas menurut Wellek dan Warren (1995: 111-112) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan sosiologi dengan sastra antara lain:

1. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan pengarang sebagai penulis

2. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial

3. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Pada dasarnya sosiologi sastra memberi perhatian pada masalah yang kedua, yaitu dalam memahami unsur-unsur kemasyarakatan yang terkandung dalam karya sastra.

Adapun yang mendorong penulis untuk menganalisis pesan moral dan konflik yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s dalam surah al-Kahfi ayat 60-82 adalah sebagai berikut:

1. Belum pernah diteliti oleh orang lain

2. Khidir a.s merupakan salah seorang nabi yang tidak termasuk 25 nabi dan rasul, namun kharisma Khidir a.s tetap abadi sepanjang masa. Dan telah tertulis dalam Hadist.

3. Mencermati kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s dari segi kajian struktural terutama pesan moral dan konflik.

4. Pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s ini banyak terdapat hikmah dan pelajaran yang dapat diambil, dipraktekkan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menganalisis pesan moral dan konflik tersebut penulis menggunakan teori Burhan Nurgiyantoro yang memaparkan pesan moral dan konflik dengan jelas dan terperinci.

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut sebagai suatu karya ilmiah yang berjudul, “Analisis Pesan Moral dan

(25)

dalam Al-Qur’an”. Kisah ini belum ada yang mengkaji sebelumnya oleh

Mahasiswa Departemen Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.2Perumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan menyimpang dari pokok bahasan yang diteliti, agar lebih terarah maka penulis memberikan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Pesan moral apa yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an?

2. Bagaimanakah bentuk penyampaian pesan moral pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir as pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an?

3. Bentuk konflik apa yang terjadi pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumuan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pesan moral apa yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam AlQur’an.

2. Untuk mengetahui bentuk penyampaian pesan moral pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an.

(26)

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis dan pembaca tentang kisah yang mengandung nilai kesusasteraan dalam Al-Qur’an. 2. Untuk memperluas wawasan dan pemahaman penulis dan pembaca

mengenai moral yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s dalam Al-Qur’an.

3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan, referensi, sebagai acuan bagi mahasiswa dalam menganalisa moral dan yang ditinjau dari sosiologi sastra dalam Al-Qur’an di Departemen Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.5Metode Penelitian

Adapun metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library

Research). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif,

yaitu membaca dari referensi yang telah ada, mencatat dan mendeskripsikan apa saja yang berlaku saat ini. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterprestasikan kemudian menguraikan secara sistematis.

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, berupa sebuah kitab suci Al-Qur’an. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur-literatur yang berhubungan dengan judul penelitian yang akan diteliti oleh penulis.

(27)

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam hal ini sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data rujukan dari Al-Qur’an yang berhubungan dengan pembahasan penelitian.

2. Menganalisis dan mengidentifikasikan data yang telah diperoleh dari rujukan yang ada.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kisah-kisah dari Al-Qur’an yang ditinjau dari sisi kesusastran sebahagian telah di bahas dan diteliti oleh Mahasiswa Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dalam bentuk skripsi diantaranya adalah “Kisah Nabi Musa Versus Fir’aun” oleh Ahmad Zubeir nim 040708040, mengkaji tentang kisah-kisah nabi khususnya kisah Nabi Musa a.s dengan Firaun. “Analisis Pesan Moral pada Kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Al-Qur’an” oleh Farida Hanum Pasaribu nim 040704004, mengkaji kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Al-Qur’an khusus pada pesan moral, dan “Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah

Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an” oleh Rejeyanti nim 050704012, menganalisis

pesan dan peristiwa kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an. Karya tulis di atas ini menjadi bandingan bagi penulis dalam menguraikan proposal ini. Penulis membahas tentang “ Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa a.s dan

Khidir a.s pada Surah al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an” melalui pendekatan

sosiologi sastra.

Sastra merupakan ungkapan yang penyampaiannya ditujukan dalam mempengaruhi perasaan, emosi para pembacanya atau para pendengar, baik itu yang berupa syair ataupun prosa. Sastra ataupun kesusastraan merupakan karya tulis yang memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan isi dan ungkapannya, jika dibandingkan dengan karya tulis lain (Suprapto,1993 : 77).

Sastra dalam arti yang lebih luas adalah seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra suatu komunikasi seni yang hidup bersama bahasa. tanpa bahasa, sastra tidak mungkin ada, melalui bahasa ia dapat mewujudkan dirinya berupa sastra lisan dan tertulis (Aftaruddin dalam Jamaluddin, 2003: 31).

(29)

Arab di kenal dengan (

ﺏﺩﻷﺍ

) /al-adab/ menurut ahli sastra Arab Muhammad Abdul Fauzi Hasan.

Menurut Abdul Aziz dalam (Muzakki, 2006:32) sastra dalam bahasa Arab adalah

ﺏﺩﻵﺍ

ﻝﻛ

ﻭﺃﺭﻌﺷ

ﺭﺛﻧ

ﺭﺛﺅﻳ

ﻲﻓ

ﺱﻔﻧﻟﺍ

ﺏﺫﻬﻳﻭ

ﻕﻠﺧﻟﺍ

ﻭﻋﺩﻳﻭ

ﻰﻟﺍ

ﺔﻠﻳﺿﻔﻟﺍ

ﺩﻌﺑﻳﻭ

ﻥﻋ

ﺔﻠﻳﺫﺭﻟﺍ

ﺏﻭﻠﺳﺎﺑ

ﻝﻳﻣﺟ

/Al-adabu kullu syi’rin aw naśrin yua ‘śśiru fī al-nafsi wa yuhżżibu al

-khuluqa wa yad’ū ilā al-fadīlati wa yub’idu ‘an al-rażīlati bi uslūbin

jamīlīn/. ‘Sastra adalah setiap puisi atau prosa yang memberi pengaruh kepada kejiwaan, mendidik budi pekerti dan mengajak kepada akhlak yang mulia serta menjauhkan perbuatan yang tercela dengan menggunakan gaya bahasa yang indah’.

Menurut Al Hamid (1994: 15), memberikan makna sastra dalam bahasa Arab menjadi dua bagian, yaitu secara umum dan khusus:

ﺏﺩﻶﻟ

ﻥﺎﻳﻧﻌﻣ

:

ﻡﺎﻌﻟﺍ

ﻊﺗﻣﺗﻟﺍﻭﻫﻭ

ﻕﻼﺧﻷﺎﺑ

ﺔﻣﻳﺭﻛﻟﺍ

ﻕﺩﺻﻟﺎﻛ

ﺔﻧﺎﻣﻷﺍﻭ

.

ﻟﺍﻭ

ﺹﺎﺧ

ﻭﻫﻭ

ﻡﻼﻛﻟﺍ

ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ

ﻎﻳﻠﺑﻟﺍ

ﺭﺛﻭﻣﻟﺍ

ﻲﻓ

ﺱﻔﻧﻟﺍ

.

/Lil ādabi ma’nayāni: al-‘āmmu wa huwa al-tamattu ‘u bi akhlaqi

al-karimati ka aş-şidqi wa al-amānati. Wa al-khāşşu wa huwa al-kalāmu al

-jamilu al-balīgu al-mu’asiru fī al-nafsi/. ‘Makna sastra dalam bahasa Arab

terbagi dua, yaitu: makna umum adalah menggambarkan akhlak yang baik seperti sifat jujur dan amanah. Makna khusus adalah perkataan yang indah yang memberi pengaruh pada jiwa manusia’.

Secara umum, mengklasifikasikan sastra dalam bahasa Arab Menurut Al-Hamid (1994: 16) menjadi dua bagian yaitu:

(30)

/Al-ādabu nau’āni: (1) naśrun wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al-lażī laisa

lahū waznun wa lā qāfiatun. (2) wa syi’ru wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al-lazī lahū waznun wa qafiatun/. ‘Sastra dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian yaitu: (1) Prosa adalah kata-kata yang indah yang tidak terikat dengan wazan/pola irama maupun qafiyah/sajak. (2) Syair adalah kata-kata yang terikat pada wazan/pola irama maupun qafiyah/sajak’.

Di dalam karya sastra terdapat unsur-unsur pembangun yang membentuk sebuah totalitas karya sastra. Selain unsur bahasa, masih ada unsur-unsur pembagian karya sastra yang lain. Pembagian unsur karya sastra yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik

ﺔﻴﻠﺧﺍﻠﻟﺍﺮﺻ

ﻨﺎ

ﻌﻟﺍ

/al-‘anāşiru addākhiliyyatu/ adalah unsur-unsur yang membangun dan menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik merupakan yang secara langsung turut serta membangun cerita, seperti: peristiwa

ﺔﺛﺩﺎﺤﻟﺍ

/al-hādisatu/, cerita

ﺔﻳﺎﻜﺤﻟﺍ

/al-hikāyatu/, plot

ﺔﻜﺒﺤﻟﺍ

/al-habkatu/, penokohan

ﺔﻴﺼﺨﺸﻟﺍ

/as-sakhsīyyatu/, tema

ﻉﻮﺿﻮﻤﻟﺍ

/al-maudū'u/, Latar

ﻥﺎﻣﺰﻟﺍ ﻭ ﻥﺎﻜﻤﻟﺍ

/al-makānu wa az-zamānu/,

sudut pandang

ﺮﻈﻧ ﺔﻬﺟﻭ

/wijhatu nazrin/, bahasa atau gaya bahasa

ﺏﻮﻠﺳﻷﺍ

/

al-uslub/, dan pesan moral

ﺔﻧﺎﻣﺃ

/’amā’nah/.

Menurut Khalafullah (2002: 19) penggunaan metode pendekatan sastra dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur’an masih tergolong baru. Melalui pendekatan metodologis semacam ini akan banyak terungkap dimensi seni dan sastra yang dimiliki Al-Qur’an sebagai salah satu bukti kemukjizatannya.

(31)

sehingga kisah Al-Qur’an diharapkan dapat menggugah jiwa pembaca dan pendengarnya sehingga mau berfikir dan memahami kebesaran Allah SWT.

Menurut Hafist (1990: 13) kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim adalah peristiwa-peristiwa nyata yang diceritakan kembali untuk mengarahkan manusia mengambil pelajaran darinya sekaligus member perumpamaan bagi manusia serta menjelaskan perihal orang-orang sesat dan tempat yang akan mereka huni dan perihal orang-orang yang mendapat petunjuk serta ganjaran yang akan diterima, selain itu kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan perjuangan para nabi dan dilanjutkan oleh para da’i yang menyeru kepada jalan kebenaran.

Salah satu dari unsur terpenting dalam kisah adalah tokoh. Tokoh-tokoh yang dimaksudkan dalam kisah sastra bukanlah tokoh-tokoh yang berwujud manusia saja, akan tetapi lebih luas. Artinya setiap tokoh dalam kisah Al-Qur’an adalah peran utama kisah di mana semua pembicaraan, peristiwa, dan pemikiran hal-hal yang terjadi dalam kisah dan berputar pada dirinya. Bila demikian halnya, maka tokoh-tokoh kisah Al-Qur’an adalah para malaikat, jin, dan berbagai jenis hewan seperti burung dan hewan melata, baru tokoh manusia baik laki-laki maupun perempuan (Khalafullah, 2002:207). Dalam penelitian ini tokoh-tokoh yang dimaksud pada surah al-Khafi ayat 60-82 adalah Nabi Musa as, Khidir as, Yusa’ nun, ikan, masyarakat yang zalim (perompak laut), orang yang baik hidupnya (orang yang punya kapal), dan seorang ayah yang meninggalkan harta untuk kehidupan anaknya.

2.1 Pesan Moral

Pesan moral adalah bagian dari unsur intrinsik diantara unsur-unsur lainnya yang telak dikemukakan sebelumnya. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh tersebut pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan diamanatkan (Nurgiyantoro, 19555: 322).

(32)

Agama Islam istilah etika merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas yaitu meliputi bidang akidah, ibadah dan syariah (farida Hanum, 2008: 7).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 654) moral adalah ajaran baik buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya). Sesuai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, sesama manusia dan lingkungannya sesuai dengan nilai-nilai moral.

Menurut Khalafullah (2002: 93), Al-Qur’an memiliki metode tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan moral. Suatu saat Al-Qur’an dengan tegas melarang suatu perbuatan. Metode ini diterapkan pada kondisi tertentu, ketika hal-hal yang dilarang tersebut telah mengakar pada satu masyarakat dan menjadi kebiasaan yang susah dihilangkan, berkenaan dengan satu perbuatan yang berangkat dari hawa nafsu, ungkapan keheranan atau pertanyaan pengingkaran atas suatu perbuatan yang dilakukan suatu kaum, dan taraf kehidupan (ekonomi) juga berpengaruh dalam kontra perselisihan.

Adapun teori Burhan Nurgiyantoro tentang pesan moral sebagai berikut: 1. Pengertian dan Hakikat Pesan Moral

Pesan moral seperti halnya tema, dilihat dari segi dikhotomi bentuk isi karya sastra merupakan unsur isi, yang merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra, makna yang disarankan lewat cerita. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 321-322).

Pesan moral atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian.

(33)

Jenis dan wujud pesan moral mencakup seluruh persoalan kehidupan, serta menyangkut harkat dan martabat manusia. Persoalan kehidupan manusia tersebut dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Contoh pesan moral terdapat pada Surah al-Maa’idah ayat 13, yakni:



































































/fabimā naqdihimmīsāqahum la’annāhum waja’alnā qulūbahum qāsiyatan

yuharrifūna al-kalima ‘ammawādi’ihi wanasū hażżan mimmā dzukkirūbihi

(34)

Pesan moralnya adalah kita sebagai manusia tidak boleh melanggar janji. Karena Allah tidak suka dengan manusia yang bersikap tidak baik, padahal manusia tersebut sudah diperingatkan oleh Allah SWT. Maka berbuat baiklah karena Allah SWT menyukai tindakan yang baik.

2. Pesan Religius dan Kritik sosial

Pesan moral berwujud pesan moral religius, termasuk didalamnya yang bersifat keagamaan dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre sastra yang lain.

a. Pesan Religius dan Keagamaan

Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyarankan pada makna yang berbeda. Religius bersifat mengatasi lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi.

Contoh pesan religius terdapat pada Surah al-A’raaf ayat 85, yakni:

















































(35)

























/Wa’ilā madyana ‘akhahum syu’aybān qalā yāqawmi’budū Allaha

mālakummīn ‘ilāhin gayruhu, qad jā’atkum bayyinahummīrrabbikum fa’aw fū al-kayla walmīżāna walā tabkhasū annāsa ‘asyyā ‘ahum walā

tufsidū fī al-‘ardi ba’da ‘işlāhihā dzālikum khayrullakum ‘inkuntummu’minīn/‘dan (kami telah mengutus) kepada penduduk

Mad-yan[552] saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".’

Pesan religiusnya adalah Nabi Syu’aib a.s menyuruh penduduk Madyan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT. Dan jangan membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.

b. Kritik Sosial

Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Banyak karya sastra yang bernilai tinggi yang didalamnya menampilkan kritik sosial. Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan dikarenakan kritik sosial, melainkan lebih ditentukan oleh koherensi semua unsur intrinsiknya.

Sastra yang mengandung kritik dapat disebut juga sebagai sastra kritik. Biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat.

(36)









































Wa’iżi’tadzal tumūhum wamā ya’budūna ‘illāllaha fa’wu ‘ilalkahfi yansyur lakum rabbukummirrahmatihi, wayuhayyī’ lakummin ‘amrikummirfaqān/ ‘dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu’.

Kritik sosialnya adalah para pemuda Ashabul Kahfi menyepikan diri dari orang-orang yang kafir dan Raja yang hendak membunuh mereka. Hidup menyepi dalam arti bersembunyi dari kejahatan dan kebajikan yang tidak dapat diperbaiki adalah berbahaya, maka tindakan menyepi atau menghindar dibenarkan.

2.2Bentuk Penyampaian Pesan Moral

Terdapat dua bentuk penyampaian pesan moral menurut Burhan Nurgiyantoro adalah sebagai berikut:

1) Bentuk Penyampaian Langsung

(37)
[image:37.595.114.514.400.654.2]

Gambar di atas mengandaikan pesan yang ingin disampaikan kurang adanya hubungan cerita, jadi ia lebih merupakan sesuatu yang sebenarnya berada di luar unsur cerita itu sendiri.

Pesan langsung dapat juga terlibat atau dilibatkan dengan cerita, tokoh-tokoh cerita, dan pengaluran cerita. Artinya kita hadapi memang cerita, namun isi ceritanya sendiri sngat terasa tendesius dan pembaca dengan mudah dapat memahami pesan tersebut.

Hubungan langsung tersebut dapat kita lihat dari gambar dibawah ini:

Contoh bentuk penyampaian pesan moral langsung terdapat pada Surah An- Naml ayat 17 sebagai berikut:

Pengarang (Addresser)

Amanat (Message)

Pembaca (Addresse)

Pengarang Amanat Pembaca

Amanat

TEKS

Amanat dituangkan

ke dalam

(38)





















/wahusyira lisulaymāna junūduhu, minaljinni wal’insi wattayri fahum yūża ‘ūna/ ‘dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan)’.

Ayat ini menjelaskan bahwa, Allah SWT telah menghimpunkan untuk Nabi Sulaiman a.s rakyat yang terdiri dari manusia, jin dan burung. Serta dapat mengetahui dan menggabungkan rakyatnya dalam satu kesatuan seperti dalam barisan. Dari makna diatas termasuk dalam klasifikasi penyampaian pesan moral secara langsung.

2) Bentuk Penyampaian Tidak Langsung

Penyampaian pesan moral tak langsung, hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Dilihat dari pembaca, jika ingin memahami dan menafsirkan pesan itu haruslah melakukannya berdasarkan cerita, sikap, dan tingkah laku para tokoh tersebut. Dilihat dari pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan pandangannya, cara ini kurang komunikatif. Artinya pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya maksud pengarang. Hubungan yang terjadi antara pengarang dan pembaca adalah hubungan tak langsung dan tersirat.

Keadaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengarang Pembaca

Amanat

(39)

Contoh bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada Surah al-Anbiya’ ayat 79 yakni:































/Fafahhamnāhā sulaymāna wakullān ‘ātaynā hukmān wa’ilmān

wasahkharnā ma’adāwu, daljibāla yusabbihna waťťayra wakunnā fā’ilīn/

‘Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya’.

Ayat ini menjelaskan bahwa, Allah SWT telah memberi kelebihan kepada Nabi Daud a.s dan anaknya Nabi Sulaiman a.s. dengan kelebihan tersebut, bumi beserta isinya tunduk dan patuh kepada mereka. Ditinjau dari makna di atas, merupakan bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung.

Sedangkan unsur ekstrinsik

ﺔﻴﺟﺭﺎﺨﻟﺍ

ﺮﺻﺎﻨﻌﻟﺍ

/ al-‘anāşiru al

-khārijiyyatu/ menurut Nurgiyantoro (1995 : 23) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau

TEKS

Amanat dituangkan

(40)

sistem organisme karya sastra, missalnya sosiologi sastra, psikologi sastra, antropologi sastra dan lain-lain.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa salah satu pendekatan dalam telaah unsur ekstrinsik adalah pendekatan sosiologi sastra. Menurut Wellek dan Warren (1995: 111-112) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan sosiologi dengan sastra antara lain:

1. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan pengarang sebagai penulis

2. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial

3. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Pada dasarnya sosiologi sastra memberi perhatian pada masalah yang kedua, yaitu dalam memahami unsur-unsur kemasyarakatan yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.

Teori-teori sosiologi yang dapat menopang analisis sosiologi sastra adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai system komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti konflik (Ratna: 2003: 8).

a. Konflik

Konflik (conflict), yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting (jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel). Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar

suspense, cerita yang dihasilkan. Misalnya peristiwa-peristiwa manusiawi yang

seru, yang sensasional, yang saling berkaitan satu dengan yang laindan menyebabkan munculnya konflik-konflik yang kompleks, terutama peristiwa-peristiwa konflik, konflik yang semakin memuncak, klimaks, dan kemudian penyelesaian (Nurgiantoro 1995 : 122).

(41)

tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpah dirinya (Meredith & Fitzgerald 1072 : 27 dalam Nurgiantoro 1995: 122).

Menurut Wellek & Warren (dalam Nurgiantoro 1995: 122) konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan reaksi.

Menurut Nurgiyantoro (1995: 124) konflik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia, seperti: masalah perburuhan, penindasan, percecokan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya.

Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yakni konflik internal dan eksternal. Konflik internal (batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Jadi merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Sedangkan eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam ataupun dengan lingkungan manusia. Dengan demikian konflik eksternal dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu konflik fisik

(physical conflict) dan konflik social (social conflict) (Nurgiyantoro 1995:124).

Contoh bentuk konflik terdapat pada Surah al_Kahfi ayat 60:





























/waidz qola mūsā lifatāhu lā ‘abrohu hattā ‘ablugha majma’al bahroyni

‘aw ‘amdiyahukuban/ ‘Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada

muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".’

(42)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Sejarah Singkat Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW da yang situlis dimusaf dan diriwayatkan sengan mutawir serta membacanya adalah ibadah.

Nabi Muhammad SAW menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, diantaranya:

1. Malaikat memasukkan wahyu kedalam hatinya

2. Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi berupa laki-laki 3. Wahyu datang kepadanya seperti kemerincing lonceng

(43)

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dikarenakan:

1. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan

2. Turunnya ayat Al-Qur’an sesuai dengan peristiwa yang terjadi 3. Memudahkan dalam menghafalnya

4. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban dari pertanyaan, penolakan, perbuatan ataupun pendapat.

Ditinjau dari masa turunnya, ayat-ayat Al-Qur’an dibagi atas dua golongan, yaitu:

1. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW hijjrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyah.

2. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah sesudah Nabi Muhammad SAW hijjrah ke Madinah sinamakan ayat-ayat Madaniyyah

3.2Kronologis Kisah Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah al-Kahfi

 Nabi Musa a.s bertemu dengan Khidir a.s





























/wa‘idz qālamūsā lifatāhu lā ‘abrahu hattā ‘abligha majma’a al-bahraini

‘aw ‘amdiya huquban/ ‘dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada

(44)

























/falammā balaghā majma’a baynihimā nasiyā hūtahumā fattakhadza sabīlahu, fī al-bahri saraban/ ‘‘Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan

dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu’.



























/falammā jāwazān qāla lifatāhu ‘ātinā gadā ‘anā laqad laqīnā min safarinā hādzā naşaban/ ‘Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita Telah merasa letih Karena perjalanan kita ini".’











































/qāla ‘ara’ayta ‘idz ‘awaynā ‘ilāşşakhrati fannī nasītu al -hūta wamā

‘ansānīhu ‘illassyayťānu ‘an’adzkurahu, wattakhadza sabīlahu, fī al-bahri

(45)

berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".





















/qo la lahu, mu saa hal ‘attabi ‘uka ‘alā ‘antu ‘illimani mimmā ‘ullimta

rusydan/ ‘Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya

kembali, mengikuti jejak mereka semula’.



























/fawa jadā ‘abdammin ‘ibaa dinā ‘aataynāhu rahmatammin ‘indinā wa

‘allamnāhu milladunnā ‘ilman/ ‘Lalu mereka bertemu dengan seorang

hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami’.

























(46)

supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang Telah diajarkan kepadamu?"















/qāla ‘innaka lan tastaťī’a ma’iya sobrān/ ‘Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama Aku’.



















/wakayfa taşbiru ‘alā mā lam tuhiť bihi khubrān/ ‘Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"























/qāla satajidunī ‘insyā’allahu şābirān walā ‘a’şī lāka ‘amrān/ ‘Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati Aku sebagai orang yang sabar, dan Aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".



























(47)

menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai Aku sendiri menerangkannya kepadamu".

 Khidir a.s membocorkan perahu

































/fanťalaqā hattā ‘idzā rakibā fīssafīnati kharaqahā qāla ‘akharaqtahā litugriqa ‘ahlahā laqad ji’ta syay’ān ‘imrān/ ‘Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar’.



















/qāla ‘alam ‘aqul innāka lan tastaťī’a ma’iya şabran/ ‘Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah Aku Telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".























(48)

janganlah kamu membebani Aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku"

 Khidir a.s membunuh seorang anak



































/fānťalaqā hattā ‘izā laqiyā ‘ulāmān faqatalahu, qāla ‘aqatalta nafsān zakīyyatam bigayri nafsillaqad ji’tasyay’ānnukrān/ ‘Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".





















/qāla ‘alam ‘aqullaka ‘innāka lantastaťī’a ma’iya sabrān/ ‘Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"

(49)

/qāla ‘insa’altuka ‘ansyay ba’dahā falā tuşāhibnī qad balagta mill adunnī ‘uzrān/ ‘Musa berkata: "Jika Aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan Aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".

 Khidir a.s membetulkan dinding rumah



















































/fanťalaqā hattā ‘izā ‘atayā ‘ahla qaryatin astať’ amā ‘ahlahā fa’abaw ‘ayyudayyifū humā fawa jadā fīhā jidarān yurīdu ‘ayyanqadda fa’aqāmahu, qāla lawsyi’ta lattahadzta ‘alayhi ‘ajrān/ ‘Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".

 Hikmah-hikmah dari perbuatan Khidir a.s











(50)













/qāla hāzā firāqu baynī wabaynika sa’unabbi’uka bitā wīli mālam tastaťi’ ‘alayhi şabrān/ ‘Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuata

Gambar

Gambar di atas mengandaikan pesan yang ingin disampaikan kurang

Referensi

Dokumen terkait

Relevansi metode tanya jawab Nabi Mūsa dan Nabi Khidir dalam surat Al Kahfi ayat 60-82 terhadap pendidikan Islam sekarang adalah ada relevansinya, yaitu terbukanya ruang untuk tanya

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima.1Seandainya saja nabi Musa memahami pesan untuk lebih bersabar terhadap segala