• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF

DALAM KISAH NABI MUSA AS DAN NABI KHIDIR AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 60-82)

Skripsi

Diajuakan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh:

MUHAMMAD IQBAL SHIDDIQ NIM 109011000115

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK Nama : Muhammmad Iqbal Shiddiq NIM : 109011000115

Judul : Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 60-82)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pembelajaran afektif yang dilakukan oleh nabi Khidir kepada nabi Musa yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Kahfi ayat 60-82.

Subjek penelitian ini ialah kisah perjalanan nabi musa dan khidir dan objek penelitianya adalah ayat Al-Qur‟an surat Al-Kahfi yang didalam proses perjalanannya terkandung strategi pembelajaran afektif. Sedangkan untuk metode pengumpulan data, peneliti menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dan metode

Tahlily (analisis) untuk menafsirkan ayat Al-Qur‟an.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, nabi Khidir mempunyai strategi pembelajaran dengan memberikan syarat, yaitu jangan mempertanyakan sesuatupun sebelum Khidir sendiri menjelaskannya. Strategi Khidir tersebut mengantarkan keberhasilan pembelajaran afektif pada nabi Musa hal itu dibuktikan dengan tercapainya langkah-langkah dari ranah afektif. receiving, Musa peka terhadap apa yang disaksikannya selama perjalanan dalam bentuk penolakan dan tidak setuju atas perbuatan Khidir. Kedua responding, reaksi spontan adalah proses afektif yang terjadi dalam diri Musa hal tersebut jelas merupakan suatu respon dalam rangka mengetahui sesuatu hal lebih mendalam. Ketiga valuing, Selama perjalanan Musa menilai atau menanggapi semua peristiwa dengan nilai atau keyakinan yang dipercayainya, walaupun penilaian berubah setelah penjelasan dari Khidir. Keempat organization, Musa mengorganisasikan nilai yang diyakininya dengan nilai dari Khidir sehingga tercipta nilai baru. Kelima Characterization by a Value or Value Complex, nilai baru yang didapat oleh Musa tersebut adalah hasil dari proses pembelajaran afektif yaitu Musa memiliki sebuah kebulatan sikap (karakter) yang mapan.

Kata kunci : Strategi Pembelajaran, Afektif.

(6)

KATA PENGANTAR









Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DALAM KISAH NABI MUSA AS DAN NABI KHIDIR AS (Telaah Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 60-82)” ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.Pd.I.) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua (Drs. H. Agus Salim, M.Si, dan Hj. Unong Solilah, M.Si,), kakak-kakak (Yohana Solihati G, S.Sos dan Fahmi Firman G), serta adik (Rijal Nurul Haq) saya tercinta yang telah memberikan segenap kasih sayang yang tiada henti dan memberikan dorongan baik materil maupun moril serta do‟a kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

3. Ketua, Sekretaris, serta seluruh staf Jurusan dan Laboratorium Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Prof. Dr. H. Salman Harun, selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam membimbing dan mengarahkan akan proses penulisan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag, selaku dosen penasihat akademik.

6. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Teman teristimewa, Putri Mentari yang selalu menemani di saat suka maupun duka beserta Keluarga terima kasih banyak atas motivasi, dedikasi dan do'a selama ini.

8. Teman-teman Prodi Pendidikan Agama Islam yang baik hati, khususnya prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2009 kelas C (Agus, Eka, Heru, Miftah, Rasid, Sukri Gojali, Chairul, Sihab dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu). Terimakasih banyak atas tawa-duka, suka duka, kebersamaan, motivasi, dan bertukar pikiran selama ini.

9. Baraya, dulur, akang, teteh, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) Jakarta, terimakasih atas kebersamaan dan pengabdiannya selama ini. Semoga HIMALAYA Jakarta dapat terus konsisten dan memberikan manfaat atas kehadirannya kepada orang lain, masyarakat, daerah, nusa dan bangsa.

10. Kepada keluarga besar alumni Persatuan Islam 109 Kujang, terimakasih atas kesempatan, dedikasi serta pengalamannya.

(8)

11. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka semua, amien.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Wassalamu‟alaikum Wr, Wb.

Jakarta, 5 Oktober 2015

Muhammad Iqbal S

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Strategi Pembelajaran ... 8

1. Strategi……….8

2. Pembelajaran ... 13

B. Strategi Pembelajaran Afektif ... 19

C. Pengertian Nilai, Moral dan Sikap ... 23

(10)

D. Nabi Musa dan Khidir ... 25

1. Nabi Musa AS ... 25

2. Khidir AS ... 28

E. Kajian yang Relevan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

C. Fokus Penelitian ... 33

BAB IV STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DALAM KISAH NABI MUSA AS DAN KHIDIR AS A. Tafsir Ayat Surah Al-Kahfi ... 34

Tafsir Ayat 60-61 ... 34

Tafsir Ayat 62-64 ... 37

Tafsir Ayat 65-70 ... 38

Tafsir Ayat 71-73 ... 42

Tafsir Ayat 74-76 ... 43

Tafsir Ayat 77-78 ... 45

Tafsir Ayat 79-81 ... 47

Tafsir Ayat 82 ... 49

(11)

B. Ikhtisar Kisah Nabi Musa dan Khidir ... 50 C. Strategi Pembelajaran Afektif dalam Kisah Nabi Musa AS dan Khidir

AS ... 51 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memperhatikan pendidikan di Indonesia pemikiran kita akan tertuju pada pengertian pendidikan dan tujuan pendidikan itu tersendiri. Bagaimana pendidikan dan mau dibawa kemana arah pendidikan di Indonesia itu tergantung pada perumusan yang dibuat. Dengan mengetahui apa itu pendidikan dan tujuan pendidikan tersebut maka suatu bangsa tertentu akan dapat menentukan pendidikan seperti apa yang diinginkan.

Didalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 adalah bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Ada penggalan kalimat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang dapat ditarik benang merah yaitu “berkembangnya potensi peserta didik” adalah tujuan inti dari proses pembelajaran. Setelah mengetahui hal tersebut barulah mencari formulasi yang tepat untuk mencapai tujuan itu.

Adapun teori yang dipakai dan masih relevan dalam kurikulum di Indonesia yaitu teori taksonomi bloom. Dengan mengadaptasi teori bloom tentang tujuan-tujuan pendidikan, maka dapat diklasifikasi berbagai kompetensi yang hendak dicapai guru melalui proses pembelajaran pada setiap unit. Bloom, membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga, kognitif, afektif dan psikomotorik.2

Tidak hanya tumbuh kembang potensi peserta didik saja dengan teori yang disempurnakan bloom ini, menurut Abdul Majid dalam bukunyaPendidikan Agama

1

1

Redaksi Sinar Grafika, UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet 2, hal. 7

2

(13)

2

Islam Berbasis Kompetensi bahwa gabungan dari tiga jenis kompetensi yaitu kognitif, afektif dan psikomotor ini akan melahirkan life skills (keterampilan hidup).3

Dalam pendidikan ada sebuah proses dan transformasi pengetahuan dari pendidik terhadap peserta didik. Sehingga terjadi suatu perubahan ke arah yang positif pada peserta didik, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.4

Betapa pentingnya peserta didik memiliki ketiga komponen tersebut. Tapi pada kenyataannya pembelajaran yang dilakukan kebanyakan bertumpu pada satu kompetensi yaitu kognitif saja. Bagaimana tidak, banyak orang sekarang hanya menilai seseorang itu hanya dari segi intelektual saja.

Hal tersebut tidak di sengaja karena dalam peraktiknya diantara ketiga komponen tersebut yang paling mudah dilakukan adalah pendekatan kognitif. Karena untuk mengevalusi hasil dari pembelajaran kognitif tersebut dapat dilihat dengan mudah tidak sesulit melihat hasil dari pembelajaran afektif. Karena itulah yang sering menjadi bahan diskusi pendidikan sekarang ini adalah bagaimana menerapkan pendekatan afektif yang memang terasa sulit dibandingkan dengan pendekatan kognitif.

Padahal pendidikan bukan hanya berfungsi mengembangkan aspek kognitif (pengetahuan atau penalaran), tetapi juga pendidikan berfungsi mengembangkan aspek afektif (sikap, kelakukan atau akhlak atau budi perkerti) dan aspek psikomotorik (keterampilan).5

Tidak berbeda jauh dengan pendidikan islam, karena pendidikan islam juga bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta.6

3

Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 3, hlm. 13.

4

Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), cet 3, hal. 130

5

Arifin Anwar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. 1, hal. 24

6

(14)

citakan. Dengan demikian pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan Islam.7

Menurut Haidar Putra Daulay dalam bukunya Pendidikan Islam, pendidikan itu setidaknya memiliki tiga aspek sasaran. Pertama, sasaran pengisian otak (transfer of knowledge). Kedua, mengisi hati, melahirkan sikap positif (transfer of value). Ketiga, perbuatan (transfer of activity).

Seperti yang telah disebutkan atas dalam pendidikan islam terdapat dua potensi, yaitu, potensi jasmaniah manusia adalah yang berkenaan dengan seluruh organ-organ fisik manusia. Sedangkan potensi ruhaniah manusia itu meliputi kekuatan yang terdapat di dalam batin manusia, yakni akal, kalbu, nafsu, roh, dan fitrah.8

Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan dalam pembelajaran adalah aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Begitu juga dalam pendidikan islam potensi yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik yaitu akal, kalbu, nafsu, ruh, fitrah dan organ-organ fisik. Dalam hal tersebut terdapat kesamaan antara akal (Pengetahuan/kognitif), nafsu (sikap/afektif) dan organ-organ fisik (psikomotorik). Hanya saja cabang pengembangan dalam pendidikan islam lebih komplek dan banyak.

Akan tetapi, karena agama banyak menyentuh qaib (hati) manusia, maka pendekatan terhadap agama tidak selamanya efektif jika hanya didekati lewat pendekatan kognitif, karena itu pendekatan afektif dan psikomotorik merupakan suatu keniscayaan di samping pendekatan kognitif.9

Setiap proses pembalajaran yang dilakukan hendaknya didasarkan pada kompetensi atau penguasaan yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Maka dari itu pada langkah ini ditentukan strategi dan metode yang akan digunakan untuk mencapai tujuan kompetensi tersebut.

7

Haidar Putra D, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 3

8

Haidar Putra D, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 31

9

(15)

4

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yakni guru berperan sebagai pengantar pesan, siswa sebagai penerima pesan, dan pesan yang dikirimkan oleh guru berupa materi pelajaran. Tidak selamanya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa, bahkan terkadang pesan yang diterima tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh guru. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan guru dalam mengkomunikasikan informasi sehingga materi yang disampaikan tidak jelas atau mungkin salah ketika menyampaikan, dan juga lemahnya kemampuan siswa dalam menangkap materi yang disampaikan sehingga ada kesalahan dalam menginterpretasi materi tersebut.10

Hal tersebut bisa diakibatkan oleh pembelajaran yang membosankan dan pembelajaran yang hanya berkisar pada ceramah saja. Pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan kurang seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Proeses pembelajaran yang dilakukan saat ini masih banyak yang menitik beratkan pada unsur kognitif saja.

Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk memudahkan siswa dalam menerima materi dan guru menuangkan kemampuan serta ide kreatifnya dalam mengemas materi tersebut sedemikian rupa sehingga dapat dicerna oleh siswa dengan baik, sesuai dengan apa yang diharapkan.

Tentu banyak sekali objek yang bisa dijadikan bahan kajian untuk menghasilkan strategi pembelajaran, baik yang berasal dari akal pikiran manusia maupun dari sumber lain. Dan salah satu sumber yang utama itu adalah al-Qur‟an, kitab suci pedoman umat Islam.

Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan umat manusia di dunia ini. Dengan petunjuk al-Qur'an, kehidupan manusia akan berjalan dengan baik. Manakala mereka memiliki problem, maka problem itu dapat terpecahkan sehingga jika diibarat dengan penyakit, akan ditemukan obatnya dengan al-Qur'an. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita sebagai umat Islam untuk memahami al-Qur'an dengan sebaik-baiknya sehingga bisa kita gunakan sebagai pedoman hidup di dunia ini dengan sebenar-benarnya, Allah berfirman:

10

(16)





“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus”

(QS. al-Isra‟ ayat 9)













“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala

sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang

berserah diri.” (QS. an-Nahl ayat 89)

Adalah amat jelas bahwa dalam al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Tidak hanya itu dalam al-Qur‟an juga terdapat kisah-kisah yang mana banyak menceritakan kisah orang-orang dahulu dari para nabi dan selain nabi.

Al-Qur‟an telah membicarakan kisah-kisah yang disebutkannya. Ia menjelaskan hikmah dari penyebutannya, manfaat apa yang dapat kita ambil darinya, episode-episode yang memuat pelajaran hidup, konsep memahaminya, dan bagaimana cara berinteraksi dengannya.11

Kisah-kisah dalam Al-Qur‟an mempunyai keistimewaan dalam hal cita-citanya yang luhur, tujuannya yang mulia dan maksudnya yang agung. Kisah-kisah ini mencakup bagian-bagian tentang akhlak yang dapat menyucikan jiwa, memperindah tingkah laku, menyebarkan sifat bijak dan adab serta berbagai metode mendidik.

Banyak kisah teladan dan kisah-kisah yang berhubungan dengan pendidikan salah satunya adalah kisah nabi Musa yang diperintahkan oleh Allah secara langsung untuk belajar kepada sang guru pilihan Allah, yaitu nabi Khidhir.

Dalam kisah perjalanan nabi Musa dan nabi Khidir tersebut tidak hanya ilmu pengetahuan karena lebih dari pada itu kisah tersebut lebih menyinggung masalah sikap dan nilai yang berbeda antara nabi Khidir dan nabi Musa dan bagaimana cara penyampaian (strategi) nabi Khidir kepada nabi Musa.

11

(17)

6

Banyak peneliti yang mengkaji kisah Nabi Musa dan Khidir yang terdapat dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82 karena banyak hikmah yang terkandung didalamnya. Penulis sendiri tertarik untuk meneliti atau mengkaji surat dalam al-Qur‟an yang berhubungan dengan pendidikan.

Dari pemaparan di atas, penulis sangat tertarik untuk menggali makna-makna tersirat yang terkandung di dalam ayat Al-Qur‟an dengan sebuah penulisan berjudul

“STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DALAM KISAH NABI MUSA AS

DAN NABI KHIDIR AS (Analisis Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)”. B. Pembatasan Masalah

Agar pembatasan skripsi ini terfokus, maka penulis membatasi kajian skripsi ini pada kisah perjalanan nabi Musa AS bersama nabi Khidir AS yang tercantum pada surat al-Kahfi ayat 60-82 sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir al-Misbah dan

Tafsir al-Maraghi.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalahnya apakah strategi pembelajaran yang diterapkan nabi Khidir AS kepada nabi Musa AS pada surat al-Kahfi ayat 60-82.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penafsiran ahli tafsir terhadap kisah nabi Musa AS dan nabi Khidir AS dalam surat al-Kahfi ayat 60-82.

2. Untuk mengetahui strategi pembelajaran afektif dalam kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS dalam surat al-Kahfi ayat 60-82.

E. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

(18)

2. Untuk mengembangkan kreativitas potensi diri penulis dalam mencurahkan pemikiran ilmiah lebih lanjut, dan untuk menambah wawasan penulis tentang strategi pembelajaran.

3. Sebagai bahan untuk menambah khazanah bacaan Islam pada perguruan tinggi, khususnya pada perguruan tinggi Islam dan perguruan-perguruan tinggi lain yang intens dengan studi pendidikan Islam.

(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Strategi Pembelajaran 1. Strategi

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.12

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi berarti ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh di perang. Dalam arti lain strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.13

Sebelum membahas pengertian strategi pembelajaran secara lebih mendalam, penulis akan menerangkan istilah lain yang terkadang sulit dibedakan, antara lain

a. Model

Arends dalam bukunya Iif Khoiru menyatakan bahwa istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.14

b. Pendekatan

Pendekatan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru yang dimulai dengan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan diakhiri dengan penilaian hasil belajar berdasarkan suatau konsep tertentu.

Menurut Wina Sanjaya pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.15

8

12

Iif Khoiru dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, hal. 10.

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasonal, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), eds. 3, hal.. 1092

14

Iif Khoiru dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, hal. 13-14.

15

(20)

Roy Killen menuturkan juga penjelasanya dalam bukunya Iif Khoiru Ahmadi terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centred approaches).16

Proses interaksi yang terjadi dalam pembelajaran banyak bergantung pada pendekatan yang digunakan. Pendekatan yang dapat digunakan secara garis besar meliputi:

1) Pendekatan imposisi 2) Pendekatan teknologis 3) Pendekatan personalisasi 4) Pendekatan intreraksional 5) Pendekatan konstruktivis

6) Pendekatan pengelolaan informasi 7) Pendekatan inquiry

8) Pendekatan pemecahan masalah 17 c. Metode

Menurut Faturrahman Pupuh dalam bukunya Iif Khoiru metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.18

Metode pembelajaran menekankan pada proses belajar siswa secara aktif dalam upaya memperoleh kemampuan hasil belajar.19

Metode pembelajaran adalah cara mengajarnya itu sendiri

Jadi dapat dipahami, bahwa metode pendidikan adalah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan atau menguasai kompentensi tertentu. Agar kemudian tujuan pendidikan tercapai seperti apa yang sudah direncanakan.

16

Iif Khoiru dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, hal. 14-15.

17

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajara, (Bandung: Wacana Prima, 2009), hal. 43.

18

Iif Khoiru dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, hal. 15.

19

(21)

11

d. Teknik dan Taktik

Sebenarnya teknik dan taktik mengajar adalah bentuk dari penjabaran metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien.20 Senada dengan Lukmanul Hakim yang memberikan contoh dari teknik tersebut, seperti teknik bertanya dan teknik menjelaskan.21

Sedangkan taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik tertentu. 22

Karena istilah-istilah tersebut sering digunakan dan mempunyai pengertian yang sepintas sama akan tetapi sebenarnya berbeda.

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.23

Menurut J.R. David dalam buku Wina Sanjaya strategi dalam dunia pendidikan diartikan sebagai “a plan, methhod, or series of activities designed to

achieves a particular educational goal”. Jadi dengan demikian strategi

pembelajaran dapat di artikkan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.24 Dari rumusan tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan termasuk metode dan pemanfaatan

20

Iif Khoiru dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, hal. 16.

21

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajara, (Bandung: Wacana Prima, 2009), hal. 154.

22

Iif Khoiru dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), cet. 1, hal. 16.

23

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana 2009), cet.. 1, hal.. 206.

24

(22)

berbagai sumber daya dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu.25

Strategi adalah siasat melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran yang mencakup metode dan teknik pembelajaran.26

Strategi pembelajaran merupakan cara pengorganisasian isi pelajaran, penyampaian pelajaran dan pengelolaan kegiatan belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang dapat dilakukan guru untuk mendukung terciptanya efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.27

Menurut Romiszowski dalam buku Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor menyatakan bahwa strategi adalah sebagai titik pandang dan arah berbuat yang diambil dalam rangka memilih metode pembelajaran yang tepat, yang selanjutnya mengarah pada yang lebih khusus, yaitu rencana, taktik, dan latihan.28

Sedang menurut Slameto dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran strategi adalah suatu rencana tentang pendayagunaan dan penggunaan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengajaran.29

Perencanaan strategi pembelajaran merupakan bagian penting dari proses desain pembelajaran. Hal ini sangat jelas bahwa pengajaran yang paling baik akan menunjukan pengetahuan tentang siswa, tugas yang mengambarkan tujuan, dan efektivitas strategi mengajar.30

Jadi dalam konteks pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya

25

Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai – Karakter, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 1, hal. 85

26

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009), hal. 43.

27

Darmasyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. 1, hal. 17.

28

Darmasyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. 1, hal. 18.

29

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. 1, Hal. 131.

30

(23)

13

proses mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna.31

2. Pembelajaran a. Mengajar

Dalam dunia pendidikan istilah mendidik dan mengajar dapat dibedakan, pada hakikatnya kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan secara dikotomis. Sebab pada kenyataannya antara pendidikan dan pengajaran ada suatu proses yang tidak dapat dipisahkan. Seorang pendidik dalam proses belajar mengajar selalu terlibat dalam kegiatan (pengajaran) mengajar, demikian juga pengajar pada saat melakukan kegiatan mengajar ia juga harus menjaga moral dan teladan terhadap anak didiknya.32

Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam diri anak peserta didik. Dalam hal ini guru memegang peranan utama, sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif. Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya diambil dari buku-buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari siswa. Pelajaran serupa ini disebut intelaktualistis.33

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.34

b. Belajar

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.35 Belajar menurut Cronbach

31

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), cet. 1, hal. 1.

32

Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKIS, 2009), cet 1, hal. 37.

33

http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-mengajar-didaktik. diakses tanggal 24 Februari 2015

34

Sardiman, Interuksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), hal. 45

35

(24)

adalah belajar menurut pengalaman, dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan seluruh panca indranya.36

Anthony Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan yang baru.37

Belajar secara umum dapat diartikan sebagai perubahan pada individu kearah yang lebih baik atau positif meliputi aspek keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena perubahan atau pertumbuhan tubuh atau karakter seorang sejak lahir.

c. Pembelajaran

Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama siswa adalah belajar. Selanjutnya berkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran.38

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran” yang berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. 39

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Secara sederhana pembelajaran adalah produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam bahasa yang lebih komplek, pembelajaran hakikatnya adalah usaha

36

Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Arruzz Media, 2008), cet. 3, hal. 13.

37

Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. 2, hal 15.

38

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008), cet.3, hal 87.

39

(25)

15

sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan sumber belajar siswa dengan sumber lainya) dalam rangka tujuan yang diharapkan.40

Secara singkat Muhaimin dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran mendefinisikan pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien.41

Pembelajaran atau pengajaran pada dasarnya merupakan kegiatan guru/dosen menciptakan situasi agar siswa/mahasiswa belajar. Tujuan utama dari pembelajaran atau pengajaran adalah agar siswa/mahasiswa belajar.42

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.43

Dengan demikian dari pengertian yang disebutkan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan, pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses atau cara menjadikan makhluk hidup belajar dengan mengkombinasikan unsur manusia, materi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur.

Dalam ilmu Psikologi Pendidikan pula di jelaskan definsisi pembelajaran dari perspektif yang berbeda. Seperti yang di jelaskan Jeanne Ellis Ormrod, mendefinisikan pembelajaran sebagai perubahan jangka panjang dalam representasi atau asosiasi mental sebagai hasil dari pengalaman. Dan dia membagi definisi tersebut membaginya dalam tiga bagian. Pertama, pembelajaran adalah perubahana jangka panjang, yaitu lebih dari sekedar menggunakan informasi secara singkat, namun tidak selalu tersimpan selamanya. Kedua, pembelajaran melibatkan representasi atau asosiasi mental- entitas dan interkoneksi internal yang menyimpan pengetahuan dan

40

Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. 2, hal 17.

41

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. 1, hal. 131.

42

Nana Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, (Bandung: Refika Aditama, 2012), cet. 1, hal. 103.

43

(26)

keterampilan baru yang diperoleh. Ketiga, pembelajaran adalah perubahan yang di hasilakan dari pengalaman.44

Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:45

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang di anggap paling tepat dan efektif sehingga dapat di jadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi.

Setelah mengetahui definisi dan pengertian dari pembelajaran secara umum ada kiranya kita mengetahui prinsip-prinsip dari pembelajaran itu sendiri utamanya menurut pandangan Islam. Munzir Haitami dalam bukunya Menggagas Kembali Pendidikan Islam, mengulas tentang prinsip-prinsip pembelajaran islam diantaranya:46

Pertama, Prinsip Integritas, suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakan agar masa kehidupan di dunia ini benar-benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-

44

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2008), Ed. 6, hal. 269.

45

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2006), cet. 3, hal. 5-6.

46

(27)

17

kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan.47 Allah Swt berfirman:















“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu

dari (kenikmatan) duniawi…” (QS. Al Qashash [28] : 77)

Ayat ini menunjukan kepada prinsip integritas dimana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.

Kedua, prinsip keseimbangan, karena ada prinsip integritas, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Banyak ayat Al-Qur‟an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit hal ini mengambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan.48

































“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat

menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya

menetapi kesabaran.” (QS. Al-„Ashr [103] : 77)

Ketiga, prinsip persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik

47

Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004), hal. 25

48

(28)

antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.49

Keempat, prinsip pendidikan seumur hidup. Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitannya keterbatasan manusia, di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya. 50 sebagaimana firman Allah Swt







Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah

melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah

menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.” (QS. Al-Maidah [5] : 39)

Kelima, prinsip keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh yang segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai moral. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan teladan yang ditunjukan oleh pendidik tersebut.51

49

Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004), hal. 28

50

Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004), hal. 29

51

(29)

19

B. Strategi Pembelajaran Afektif

Dari pembahasan yang lalu mengenai strategi pembelajaran, pada dasarnya strategi pembelajaran (mengajar) adalah tindakan nyata dari guru atau merupakan praktek guru melakukan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan efisien. Dengan kata lain, strategi mengajar adalah politik atau taktik yang digunakan guru dalam proses pembelajaran di kelas.52

Kata afektif berasal dari bahasa Inggris affective. Wagnalls menyebutkan bahwa affective is pertaining to or exciting affection.53 Kata affective sendiri terbentuk dari kata kerja affect. Affect berarti kasih sayang, kesanyangan, cinta, perasaan, emosi, suasana hati dan tempramen.54 Dalam istilah Psikologi, kata affect

yang berasal dari bahsa Inggris tersebut kemudian di Indonesiakan menjadi afek.55 Kata afek mendapatkan akhiran –if sehingga berubah menjadi afektif. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan afektif adalah: 1) Berkenaan dengan perasaan, 2) keadaan perasaan yang memengaruhi keadaan penyakit (penyakit jiwa), 3) gaya atau makna yang menunjukan perasaan.56

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa afektif itu adalah masalah yang berkenaan adengan emosi (kejiwaan), kerkenaan dengan ini terkait dengan suka, benci, simpati, antipasti, dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif adalah sikap batin seseorang.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

52

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), cet. 1, hal. 2.

53

Wagnalls, New College Dictionary, (New York: De Funk Company, 1956), hal. 20.

54

JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 13.

55

Effendi, S. Daftar Istilah Psikologi (Jakarta Pusat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), hal. 1.

56

(30)

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.57

Dari rumusan tujuan pendidikan di atas, sarat dengan pembentukan sikap. Dengan demikian, proses pendidikan yang dilakukan tidak hanya berfokus pada memperoleh pengetahuan melainkan juga pembentukan sikap dan nilai.

Hal tersebut juga diperkuat Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, aspek yang bersangkut-paut dengan sikap mental, perasaan dan kesadaran. Hasil belajar dalam aspek ini diperoleh memalui proses internalisasi, yaitu pertumbuhan batiniah. Pertumbuhan itu terjadi ketika menyadari suatu nilai, sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku dan perbuatan.58

Pendidikan afektif berusaha mengembangkan aspek emosi atau perasaan peserta didik agar menjadi seimbang, stabil dan matang.59 Sikap atau afektif erat hubungannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Oleh karenannya, pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.

Strategi pembelajaran afektif merupakan suatu metode dalam proses pembelajaran yang menekankan pada nilai dan sikap yang diukur, oleh karena itu menyangkut kesadaran seorang yang tumbuh dari dalam.60

Hasil belajar afektif tidak dapat dilihat bahkan diukur seperti halnya dengan bidang kognitif. Guru tidak dapat langsung mengetahui apa yang begejolak dalam hati anak, apa yang dirasakanya atau dipercayainya.61

Ranah Afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan di rinci ke dalam lima jenjang yaitu :62

1. Receiving (Penerimaan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada dirinya dalam bentuk

57

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan, (Jakarta: Kencana 2008), cet. 5, hal. 273

58

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. 4, hal 201

59

Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai – Karakter, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 1, hal. 69.

60

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana 2007), hal. 272.

61

S Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bandung: Bina Aksara, 1989), hal. 69. 62

(31)

21

masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Receiving juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar ini, peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan. 2. Responding (Menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”.

Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam tentang kedisiplinan.

3. Valuing (Menilai = menanggapi). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik buruk. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Contoh hasil belajar jenjang Valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

(32)

disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995.

5. Characterization by a Value or Value Complex (Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai), yakni keterpaduan semua nilai yang telah dimiliki seseorang, yang memepengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai ini telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki

philosophy of life yang mapan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujud peserta didik menjadikan perintah Allah swt yang tertera dalam al-Qur‟an pada surat al -„Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Setelah proses dari jenjang di atas maka akan mendapati ciri-ciri hasil belajar afektif yang dapat terlihat pada tingkah laku peserta didik seperti, perhatiannya terhadap mata pelajaran tertentu, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran tertentu, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan lain sebagainya.63

Inilah berbagai gambaran tentang kompetensi yang harus dikembangkan melalui proses pembelajaran dalam kelas, yang untuk aspek afektif tersebut tidak cukup hanya dengan proses pembelajaran yang lebih melibatkan mereka dalam pembahasannya, tetapi juga contoh-contoh nyata sehingga mereka dapat memperlihatkan respon yang terukur.64

Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, dan

63

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo, 2011), cet. 11, hal. 54

64

(33)

23

sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.

Seorang siswa misalnya, dapat dianggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagai “sistem nilai diri”. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka maupun duka.65

Seperti yang telah di singgung di atas, pembahasan tentang sikap atau afektif erat hubungannya dengan dengan nilai yang dimiliki seseorang. Oleh karenannya, pendidikan sikap atau afektif pada dasarnya adalah pendidikan nilai.

C. Pengertian Nilai, Moral dan Sikap

Sudah diterangkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa strategi pembelajaran yang berfokus pada ranah afektif siswa erat hubungannya dengan dengan nilai, emosi dan sikap. Untuk itu agar memudahkan dan dapat dipahami lebih mendalam apa yang ingin dicapai oleh penulis alangkah baiknya penulis menerangkan tentang pengertian nilai, emosi dan sikap.

Nilai berasal dari bahasa Latin vale‟re yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut kenyakinan seseorang atau sekelompok orang.66 Nilai (value) adalah suatu norma atau standar yang telah diyakinni atau secara psikologis telah menyatu dalam diri individu.67

Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada didalam dunia yang empiris, nilai tersebut berhubungan langsung dengan pandangan seseorang yang tidak bisa dilihat, diraba tapi bisa dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan.68

65

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 125

66

Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai – Karakter, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 1, hal. 56

67

Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 3, hal. 51.

68

(34)

Nilai adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah, suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupannya di masyarakat.69

Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

Sedangkan sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi berupa kecenderungan (predisposisi) tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.70

Menurut Muhubbin Syah dalam bukunya Psikologi Belajar, menjelaskan sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.71

Sama halnya seperti yang diungkapkan W.S. Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran mengenai sikap, orang yang bersikap tertentu cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilain terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak.72

Dalam sikap dapat dibedakan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif. Misalnya, seorang mengetahui bahwa mobil yang berukuran besar membutuhkan bahan bakar banyak dan, karena itu, biaya operasi menjadi tinggi (aspek kognitif). Dia tidak suka mengeluarkan uang banyak untuk mengoperasikan mobil besar, hanya demi menjaga gengsi (aspek afektif). Maka, dia tidak hendak

69

Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 120.

70

Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik), (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 121.

71

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 150

72

(35)

25

membeli mobil besar dan hasrat membeli mobil yang lebih kecil (aspek konatif). Aspek terakhir inilah yang paling berperan dalam mengambil tindakan atau menentukan pilihan berdasarkan sikap tertentu.73

Sikap dan nilai (Value) kerap disamakan meskipun ada ahli yang memandang nilai sebagai sikap sosial, yaitu sikap masyarakat luas terhadap sesuatu, orang-perorangan dapat mengambil oper sikap sosial itu dan menjadikannya sikap pribadi, atau menolaknya dan memutuskan sikap sendiri.74

D. Nabi Musa dan Nabi Khidir 1. Nabi Musa AS

Nabi Musa as adalah nabi yang diutus di daerah Mesir para ahli sejarah menyebutkan bahwa Musa as dilahirkan sekitar tahun 1285 SM atau bertepatan dengan tahun ke-7 pemerintahan Ramses II. Peristiwa kelahiran Musa as terjadi saat kekalahan pertempuran yang diderita Fir‟aun dan bala tentara Mesir di Kadesh Barnea melawan bala tentara Kerajaan Het yang berakibat pada penderitaan dan penindasan orang-orang Israel di Mesir semakin besar. Di tengah penindasan inilah, istri Imran (atau Amram), anak Yafet putra Lewi, melahirkan seorang bayi laki-laki. Taurat menyebut bahwa Amram, ayah Musa as, menikah dengan bibinya, konon bernama Yokhebed, saudara ayahnya, dan melahirkan Harun dan Musa.75

Adapun geneologi dari Nabi Musa adalah Musa bin Imran bin Fahis bin „Azir bin Lawi bin Ya‟qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra‟u bin Falij bin „Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.76

Menurut ahli nujum kerajaan Fir‟aun, memberitahu bahwa ada seorang bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil yang akan menjadi musuh dan bahkan membinasakan Fir‟aun.

Serentak raja Fir‟aun mengeluarkan perintah agar membunuh semua bayi laki -laki yang lahir di lingkungan kerajaannya, tanpa terkecuali. Yokhebed, ibu yang saat itu melahirkan Nabi Musa juga tak luput dari rasa cemas dan takut akan keselamatan

73

W.S. Winkel, Psikologi PengajaranI, (Jakarta: Grasindo, 1996), Cet. 4, hal . 105

74

W.S. Winkel, Psikologi PengajaranI, (Jakarta: Grasindo, 1996), Cet. 4, hal . 104

75

Amanullah Halim, Musa Versus Fir‟aun, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), cet. 1, hal. 39. 76

(36)

bayi laki-lakinya. Atas petunjuk dari Allah, bayi laki-laki tersebut (Musa) dimasukan kedalam peti dan dilepaskan ke sungai Nil. Dan atas kehendak Allah, bayi tersebut mengalir menuju arah istana, yang kemudian ditemukan dan diambil oleh istri Fir‟aun. Demikianlah, akhirnya Nabi Musa as diasuh dan di besarkan di keluarga kerajaan Fir‟aun.

Hingga ketika Musa telah mencapai usia dewasa, Allah mengaruniakannya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Ketika itu Musa mengetahui dan sadar bahwa sebenarnya ia hanyalah anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir‟aun pun mengalir di dalam tubuhnya.

Dalam salah satu kisahnya, musa pernah membunuh salah satu kaum Fir‟aun yang bernama Fatun. Karena tindakannya tersebut, pihak kerajaan memutuskan untuk menangkap Musa. Namun Musa dapat lolos dan ia meninggalkan Mesir menuju Madyan. Disana ia bertemu Shafura puteri Nabi Syu‟aib dan akhirnya menikah dengannya.

Sepuluh tahun lebih ia pergi meninggalkan Mesir tanah kelahirannya, sebelum ia memutuskan kembali pulang ke Mesir. Di tengah perjalannya, tepatnya di Thur Sina, ia tersesat dan kehilangan arah. Dalam keadaan demikian, terlihatlah olehnya sinar api yang menyala di atas lereng sebuah bukit. Di sinilah Nabi Musa mendapat wahyu yang pertama yang diterimanya langsung dari Allah swt, sebagai tanda kenabian.

Apabila kita membaca dan menyimak kisah sejarah Nabi Musa, niscaya kita akan mendapati beliau adalah seorang nabi yang memiliki keistimewaan, diantaranya:77

1. Nabi Musa di beri mukjizat oleh Allah berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular besar, bisa membelah lautan, bisa memancarkan air, dan sebagainya. Selain itu, beliau terkenal sebagai nabi yang punya kekuatan fisik yang tangguh, sehingga apabila memukul seorang dengan satu kali pukulan saja niscaya orang tersebut mati.

77

(37)

27

2. Nabi Musa mendapat kitab Taurat, yang namanya tercantum dalam al-Qur‟an, dan termasuk salah satu kitab yang wajib kita ketahui.

3. Nabi Musa termasuk dalam golongan nabi dan rasul yang digelari Ulul

„Azmi. Yakni para rasul yang memiliki kedudukan tinggi atau istimewa

karena ketabahan dan kesabaran dalam menyebarkan agama Allah.

4. Beliau adalah satu-satunya nabi yang diberi kehormatan biasa berbicara langsung dengan Allah swt, yang mana kemudian digelari sebagai

Kalamullah.

















































Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?. Ketika ia melihat api, lalu

berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), Sesungguhnya aku

melihat api, Mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu

atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". Maka ketika ia datang ke tempat

api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya aku Inilah Tuhanmu, Maka

tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesungguhnya kamu berada dilembah yang Suci,

Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, Maka dengarkanlah apa yang akan

diwahyukan (kepadamu).

(38)

mewahyukan kepada Musa bahwasannya seorang hamba-Ku berada ditempat bertemunya dua laut dia lebih pintar daripadamu. Kemudian Musa bertanya, “Bagaimana aku dapat bertemu dengannya?”. Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan lalu tempatkan ia di wadah. Maka, dimana engkau kehilangan ikan itu, disanalah dia.78

2. Khidir AS

Khidir seorang misterius yang dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an pada surah Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada nabi Musa asal usul dan kisah lainnya tentang Khidir tidak banyak disebutkan.

Selain dalam Al-Qur‟an pada surah Al-Kahfi ayat 65-82 terdapat juga dalam hadis shahih yang di riwayatkan oleh Abi Hurairah ra:

رضخلا ي س ا َا : اق مَلس يلع للا لص ي َلا ع , ع للا يضر رير يبأ ع

) راخ لا ا ر( ءارضخ فلخ م زت ت ي ا إف ,ءاضيب رف لع سلج َأ

Dari Abi Hurairah ra, dari Rasulallah saw, bersabda: “Sesungguhnya ia

dinamakan Khidir karena ia duduk di atas bulu yang berwarna putih sehingga

bekasnya menjadi hijau. (HR Bukhari).79

Khidir secara harfiah berarti „seseorang yang hijau‟ melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangakan kesegaran akan pengetahuan. Qurais Shihab menambahkan, agaknya penamaan serta warna itu sebagai simbol keberkatan yang menyertai hamba Allah yang istimewa itu.80

Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang disandang oleh Khidir. Beberapa mengatakan Khidir adalah gelarnya dan yang lain menganggapnya sebagai nama julukan.81 Al-Maraghi

78 Muhammmad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami‟ Shahih al

-Mukhtashor min Umri Rasulallah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu Katsir, 1987), cet. 3, hal 1757. Hadis no 4450.

79

Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari Kitab Tafsir al-Qur‟an no.3221.

80

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, jilid VIII , (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. 1, hal 94.

81

(39)

29

menyebutkan bahwa nama khidir adalah laqab untuk teman Musa yang bernama Balwan bin Mulkan.82

Dalam bukunya Khidir as yang ditulis oleh Mahmud ash-syafrowi, selain Balwan bin Mulkan ada beberapa nama yang diperselisihkan sebagai nama asli dari Khidir, diantaranya:83

1. Talia bin Malik 2. Yasa‟

3. „Amir

4. Al-Mu‟ammar 5. Urmiya 6. Khadrun

Sosok nabi Khidir yang menurut jumhurul mufasirin sebagai nabi yang dijadikan oleh nabi Musa sebagai gurunya.

Alasan lain kenapa Khidir disebut sebagai guru bagi Musa adalah karena beliau di karuniai ilmu Laduni. Sebagai mana yang disebutkan dalam Firman Allah swt:





“…dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (QS.

Al-Kahfi: 65)

Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud “ilmu” pada ayat di atas adalah ilmu yang berkaitan dengan hal-hal yang gaib, atau ilmu khusus yang langsung dari Allah atau ilmu laduni. Laduni adalah suatu ilmu yang diberikan langsung oleh Allah kepada hamba-Nya tanpa melalui proses belajar, tanpa guru, bahkan tanpa melalui perantara atau sebab apa pun.84

82

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid XV, (Mesir: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi wa awladih, , 1946), hal 175.

83

Mahmud asy-Syafrowi, Khidir as Nabi Misterius, Penguasa Samudra yang Berjalan Secepat Kilat, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2013), cet. 1, hal. 12.

84

(40)

Demikianlah keduanya dikisahkan dan diabadikan dalam Al-Qur‟an surat al -Kahfi ayat 60-82 yang mana kisah tersebut banyak sekali ibrah yang dapat dipetik dan diambil pelajaran terlebih dalam segi pendidikan.

E. Kajian yang Relevan

Dalam penelitian skripsi ini penulis mendapatkan kajian yang relevan selama proses penelitian dan penulisan, yang membahas Qur‟an surat al-Kahfi ayat 60-82. Terdapat dalam beberapa skripsi yang disusun oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diantaranya skripsi yang di tulis oleh Ahmad Syaikhu yang berjudul “Proses Pembelajaran Dalam Al-Qur‟an (telaah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS Al-Kahfi [18];60-82)”, dengan kesimpulan proses pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang mengantarkan peserta didik menuju sasaran pembelajaran yang diinginkan. Proses pembelajaran Musa menunjukan betapa Musa adalah seorang peserta didik yang masih awam tentang ilmu yang diberikan gurunya. Hal ini mengisyaratkan kepada Musa untuk mengakui bahwa di atas bumi ini masih ada yang lebih pintar darinya. Selain itu, pembelajaran yang baik adalah ketika guru dan murid sama aktif dalam proses pembelajaran.

Dan skripsi yang di tulis oleh Abdul Yasir dengan judul “Nilai-nilai Motivasi Belajar Yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Musa dan Khidir (kajian Tafsir

Al-Qur‟an Surat Al-Kahfi Ayat 60-82)”, dengan kesimpulan bahwa terdapat nilai

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Karena penelitian ini adalah bersifat kajian pustaka, maka yang menjadi objek penelitian pada skripsi ini adalah buku-buku referensi dan literatur yang dapat dipertanggung jawabkan yang terkait dengan pembahasan skripsi dengan judul “Strategi Pembelajaran Afektif dalam Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS (Analisis Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 60-82)”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada bulan Januari 2015 hingga Februari 2015.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan metode studi pustaka atau penelitian kepustakaan (library research) dimana peneliti menggunakan metode penelitian analisis deskriptif-kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang secara individu maupun kelompok.85

Penelitian ini lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan terhadap intensitas penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S.rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dilihat pada Tabel 3... Persentase

Perubahan kadar proksimat yang terjadi adalah peningkatan kadar protein dan air terjadi pada semua jenis kerang dan penurunan kadar abu dan karbohidrat terjadi pada

Sesuai dengan teori identifikasi meskipun dalam kenyataan secara fisik partai politik tidak bisa melakukan perbuatan dan partai politik tidak memiliki sikap batin seperti

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan pembahasan yang telah dijabarkan pada BAB IV, diperoleh simpulan bahwa penerapan media alat bantu tali dan audio visual sangat baik

Salah satu alternatif untuk mendapatkan senyawa bioaktif dari Gastropoda yakni dengan mengisolasi bakteri simbion dari gastropoda tersebut maka tujuan penelitian adalah

Lebih lanjut berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), stimulasi verbal yang dapat dilakukan orang tua untuk mengembangkan kemampuan bicara