• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan Puskesmas Sering Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan Puskesmas Sering Medan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN XEROSTOMIA PADA PASIEN HIPERTENSI

DI PUSKESMAS SENTOSA BARU DAN

PUSKESMAS SERING MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Oleh:

CHINDY CHRISNA NAGARA NIM: 110600016

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2015

Chindy Chrisna Nagara

Gambaran xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

x + 28 halaman

Xerostomia merupakan istilah mulut kering yang berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva dan sering dijumpai pada penderita hipertensi. Salah satu penyebab xerostomia adalah penggunaan obat-obatan. Obat antihipertensi termasuk salah satu obat yang dapat menyebabkan efek samping berupa xerostomia. Xerostomia dapat mengakibatkan meningkatnya risiko karies, kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara, serta kandidiasis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran xerostomia pada 100 orang pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan. Pengumpulan data demografi dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran laju alir saliva dengan menggunakan metode spitting. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi xerostomia pada pasien hipertensi yaitu 29%. Berdasarkan jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi paling banyak ditemukan pada golongan obat diuretik sebesar 60%. Prevalensi xerostomia pada laki-laki sebesar 37% dan perempuan 24%. Rata-rata laju alir saliva pasien hipertensi perempuan yang mengalami xerostomia adalah 0,04 ± 0,02 dan laki-laki 0,06 ± 0,01. Berdasarkan usia, xerostomia lebih banyak ditemukan pada kelompok usia ≥ 65 tahun yaitu 59,5% dengan rata-rata laju alir saliva 0,05 ± 0,02, sedangkan pada usia 45-54 tahun hanya 13% dengan rata-rata laju alir saliva yang lebih tinggi yaitu 0,09 ± 0,02. Sebagai kesimpulan, semakin tinggi usia pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi semakin sering ditemukan kejadian xerostomia.

(3)

GAMBARAN XEROSTOMIA PADA PASIEN HIPERTENSI

DI PUSKESMAS SENTOSA BARU DAN

PUSKESMAS SERING MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Oleh:

CHINDY CHRISNA NAGARA NIM: 110600016

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 4 Mei 2015

Pembimbing : Tanda Tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 4 Mei 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat dan selaku dosen penguji, atas keluangan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, keluangan waktu, motivasi dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM selaku dosen penguji, atas keluangan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort selaku penasehat akademik, yang telah banyak memberikan motivasi, nasihat dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis Kompol H. Erinal dan Hj. Zulfa yang selalu memberikan dorongan, baik moril maupun materil serta doanya kepada penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada adik Chintia Merisa dan Yolanda Vitaloka, serta keluarga besar yang selalu memberikan motivasi, doa dan dukungan kepada penulis.

Sahabat-sahabat tersayang, Diah Karlina, Windy Dwi Prasanti, Disti Nurcahyati, Agnes Trinovin, Tiffany, Steffi Carey dan teman-teman seangkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan dan peningkatan ilmu khususnya kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

Medan, 4 Mei 2015 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi ... 5

2.3.4 Penanggulangan Xerostomia ... 12

2.4 Hubungan Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Xerostomia 12 2.5 Kerangka Konsep ... 14

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 15

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.3 Populasi dan Sampel ... 15

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 16

3.6 Pengelolaan dan Analisis Data ... 17

(9)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden ... 18

4.2 Xerostomia Pada Pasien Hipertensi ... 18

4.3 Laju Alir Saliva Pada Pasien Hipertensi ... 19

4.4 Xerostomia Berdasarkan Usia Responden ... 20

4.5 Xerostomia Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 20

4.6 Jenis Obat Antihipertensi yang Dikonsumsi ... 21

4.7 Xerostomia Berdasarkan Jenis Obat Antihipertensi yang Dikonsumsi ... 21

BAB 5 PEMBAHASAN ... 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 24

6.2 Saran ... 24

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Karakteristik responden pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan

Puskesmas Sering Medan ... 18 2 Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru

dan Puskesmas Sering Medan ... 19 3 Rata-rata laju alir saliva pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa

Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan usia dan jenis kelamin .. 19 4 Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru

dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan usia ... 20 5 Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru

dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan jenis kelamin ... 20 6 Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi

di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan ... 21 7 Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner tentang gambaran xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

2. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 3. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

4. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan darah mengakibatkan penurunan usia harapan hidup seseorang dan peningkatan risiko penyakit jantung koroner, stroke dan gagal jantung. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari angka kematian pada semua kelompok umur di Indonesia.1,2

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa pada tahun 1999 sampai dengan 2000, insidens hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% . Penderita hipertensi di Amerika terdapat 58-65 juta dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES tahun 1988-1991.3,4

Prevalensi hipertensi di Indonesia juga cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.1,3 Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2001 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per 100.000 penduduk. Berdasarkan penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, hipertensi menduduki peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02%.5

(13)

alkohol, aktivitas fisik yang teratur dan penurunan berat badan bagi pasien dengan berat badan berlebih.6 Obat antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva secara langsung dan tidak langsung. Bila secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang diperlukan saliva. Stimulasi saraf parasimpatis memproduksi saliva yang lebih cair dan saraf simpatis memproduksi saliva yang lebih sedikit dan kental, sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. Penggunaan obat antihipertensi dapat menimbulkan efek samping salah satunya adalah xerostomia.7

Xerostomia adalah sebuah gejala bukan suatu diagnosa atau penyakit.8 Xerostomia merupakan gejala atau tanda yang dirasakan oleh seseorang berupa mulut kering yang pada umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva. Xerostomia biasanya terjadi akibat berbagai macam faktor, seperti gangguan pada sistem saraf, penggunaan obat-obatan, usia, gangguan pada kelenjar ludah dan terapi dengan radiasi pada daerah kepala dan leher.7 Penyebab paling sering mulut kering adalah obat-obatan, dengan cara meniru aspek regulasi saliva dan mempengaruhi tingkat aliran dan komposisi saliva.9 Xerostomia dapat mengakibatkan meningkatnya risiko karies, kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara, serta kandidiasis. Dokter gigi dapat memberikan rekomendasi untuk menstimulasi saliva dengan menghisap permen tanpa gula, juga menyarankan agar pasien lebih banyak mengonsumsi air, mengurangi konsumsi kopi, menghindari pemakaian obat kumur yang mengandung alkohol, dan untuk mengurangi risiko karies, dianjurkan untuk melakukan topikal aplikasi fluor.10

(14)

penelitian yang dilakukan oleh Tumengkol dkk pada masyarakat desa Kembuan, kecamatan Tondano Utara, dari 83 responden, yang mengalami xerostomia adalah sebanyak 33 responden, obat antihipertensi merupakan kelompok obat yang paling sering menyertai xerostomia.7

Hasil laporan bulanan Puskesmas Sentosa Baru Medan bulan Agustus 2014 diketahui bahwa penderita hipertensi yang berkunjung ke puskesmas sebanyak 108 orang untuk jenis kelamin laki-laki dan 115 orang pada perempuan. Kunjungan pasien untuk berobat penyakit lain seperti diabetes sebanyak 46 orang laki-laki dan 51 orang perempuan. Kunjungan untuk pengobatan hipertensi termasuk kunjungan yang terbanyak dibandingkan kunjungan untuk berobat penyakit lain. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

1.3.2Tujuan Khusus

1.Untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

2.Untuk mengetahui rata-rata laju alir saliva pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

3.Untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan usia.

(15)

5.Untuk mengetahui prevalensi jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan.

6.Untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan

Memperoleh data mengenai gambaran xerostomia pada pasien hipertensi yang dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran gigi.

1.4.2 Manfaat untuk masyarakat

Memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai xerostomia agar masyarakat lebih memperhatikan kesehatan serta kebersihan gigi dan mulutnya serta bagaimana cara penanggulangannya.

1.4.3 Manfaat untuk peneliti

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas normal, yaitu 140/90 mmHg. Pada stadium dini hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun, sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah menderita hipertensi. Sedangkan pada golongan yang menyadari dapat merasakan adanya gejala berupa sakit kepala, mimisan, pusing, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang dan sukar tidur sebagai gejala yang banyak dijumpai. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% dan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi.1,5

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan tingginya tekanan darah. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder :6

1.Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebab multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres, emosi, obesitas dan lain-lain.

(17)

Hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah yakni bila tekanan darah seseorang >140/90 mmHg maka dikatakan hipertensi. Untuk pembagian yang lebih rinci, The Joint National Committee on prevention, evaluation and treatment of high blood presure (JNC), membuat klasifikasi yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Klasifikasi terbaru (JNC VII,2003) membagi hipertensi menjadi tingkat 1 dan tingkat 2. Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII,2003 :6

1.Normal : sistol < 120 mmHg dan diastol < 80 mmHg 2.Prehipertensi : sistol 120-139 mmHg dan diastol 80-89 mmHg 3.Hipertensi

Tingkat 1 : sistol 140-159 mmHg dan diastol 90-99 mmHg Tingkat 2 : sistol > 160 mmHg dan diastol > 100 mmHg

2.2 Obat Antihipertensi

Antihipertensi adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan mempertahankan tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg, tekanan diastolik di bawah 90 mmHg di samping mencegah risiko penyakit kardiovaskuler lainnya. Terapi paling dini adalah mengubah gaya hidup. Jika hasil yang diinginkan tak tercapai maka diperlukan terapi obat.2,4

Ada lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β -blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker) dan antagonis kalsium.6

1. Diuretik

(18)

Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Hidroklorotiazid, Klortalidon, Furosemid, Bumetanid, Amilorid, dan Triamteren.6,13

2. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker)

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain : Pertama, penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; Kedua, hambatan sekresi renin di sel jukstaglomerular ginjal akibat penurunan Angiotensin II; Ketiga, efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor dan perubahan neuron adrenergik perifer. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Metoprolol, Pindolol, Propanolol, dan Labetalol.6

3. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor)

Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme kerjanya secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan berakibat pada tekanan darah akan meningkat. Pembentukan Angiotensin II ini memerlukan suatu enzim yang disebut

angiotensin converting enzyme, yang merubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Jadi, dengan menghambat produksi Angiotensin II maka dinding pembuluh darah akan melebar, berakibat turunnya tekanan darah. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Kaptopril, Benazepril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Perindopril, dan Quinapril.6,14

4. Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker)

(19)

5. Antagonis kalsium

Mekanisme kerja golongan obat ini yaitu menghambat ion kalsium yang menyebabkan tekanan darah. Ion kalsium ini sangat penting untuk pembentukan tulang dan otot polos jantung, akibat terjadi rangsangan maka ion kalsium yang ada di luar sel akan masuk ke dalam sel, sehingga semakin banyak ion kalsium di sel, dan terjadilah kontraksi otot jantung dan arteri menciut dan mengakibatkan tekanan darah meningkat. Contoh obat antihipertensi golongan ini adalah Nifedipin, Amlodipin, Diltiazem, dan Verapamil.13,14

2.3 Xerostomia

Xerostomia merupakan gejala atau tanda-tanda yang dirasakan oleh seseorang yang merupakan persepsi mulut kering yang pada umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva. Xerostomia bukan sebuah penyakit tetapi merupakan sebuah gejala berbagai kondisi seperti efek samping radiasi di kepala dan leher atau efek samping dari beberapa jenis obat.7,8

2.3.1 Etiologi Xerostomia

Beberapa penyebab terjadinya xerostomia antara lain : 1. Fisiologis

Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama akan memberikan efek mulut kering pada mulut, serta bernafas melalui mulut juga akan memberi pengaruh mulut kering. Selain itu, gangguan emosional seperti stres, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosional tersebut merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik sehingga menyebabkan berkurangnya aliran saliva.15

2. Usia

(20)

dan kemunduran fungsi kelenjar saliva. Kelenjar parenkim akan hilang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu penyakit-penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.15

3. Gangguan pada kelenjar saliva

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang dapat mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialadenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjorgen merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.15

4. Penggunaan obat-obatan

Banyak sekali obat yang dapat mempengaruhi sekresi saliva seperti antihistamin, antihipertensi, antikovulsan, antiparkinson, antinausea dan lain-lain. Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan secara langsung bereaksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.15

5. Radiasi pada daerah kepala dan leher

(21)

6. Kesehatan umum terganggu

Pada orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan adanya pengaturan air dan elektrolit yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering karena penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas memalui mulut.15

7. Keadaan-keadaan lain

Agenesis kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar kelenjar saliva. Kelainan saraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan hilangnya inervasi kelenjar saliva, kerusakan pada kelenjar parenkim dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva.15

2.3.2 Gejala dan Tanda

Xerostomia mengakibatkan timbulnya beberapa gejala pada penderitanya seperti masalah saat makan, berbicara, menelan dan memakai gigi tiruan. Pemakai gigi tiruan mungkin memiliki masalah dalam retensi gigi tiruan. Kesulitan makan dan berbicara dapat mengganggu interaksi sosial dan dapat menyebabkan beberapa penderita menghindari kegiatan sosial.16

(22)

mulut, perkembangan mikroorganisme dan perkembangan plak meningkat. Keadaan mukosa oral seperti pada lidah, mukosa bukal, dasar mulut, dan palatum menjadi kering dan rentan infeksi mikroba, yang paling umum terutama pada orang tua misalnya menjadi kandidiasis. Penurunan volume saliva dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa mulut dan merupakan predisposisi invasi jamur kandida. Susunan mikroflora mulut mengalami perubahan, dimana mikroorganisme kariogenik seperti kandida meningkat. Selain itu, fungsi bakteriostase dari saliva berkurang. Akibatnya pasien yang menderita xerostomia akan mengalami peningkatan proses infeksi kandida.15-17

2.3.3 Diagnosa

Diagnosis xerostomia dapat ditegakkan berdasarkan bukti yang diperoleh dari riwayat pasien, pemeriksaan pada rongga mulut dan sialometri yang merupakan sebuah prosedur sederhana untuk mengukur laju aliran saliva. Pada pemeriksaan rongga mulut, indikator yang digunakan untuk menentukan terjadinya xerostomia dengan meletakkan spatel yang kering di mukosa bukal dan spatel akan lengket di mukosa tersebut sewaktu diangkat.18

Beberapa tes dan teknik dapat digunakan untuk memastikan fungsi kelenjar saliva seperti sialometri. Pengukuran aliran saliva dapat dilakukan dengan menghitung whole saliva (terstimulasi dan tanpa terstimulasi). Pengukuran whole saliva dapat dilakukan dengan cara :19

1.Metode draining, yaitu dengan membiarkan saliva mengalir sendiri dari rongga mulut kemudian ditampung ke dalam tabung.

2.Metode spitting, yaitu dengan meludahkan saliva yang telah dikumpulkan setiap 60 detik selama 2-5 menit keluar dari dasar rongga mulut ke tabung.

3.Metode suction, yaitu dengan menyedotkan saliva yang ada di dasar mulut dengan suction tube.

4.Metode swab, yaitu dengan menggunakan swab absorbent.

(23)

lebih direkomendasikan karena mudah dilakukan dan cukup akurat bila dilakukan dengan konsisten dan berhati-hati.8

Laju aliran saliva normal tanpa terstimulasi atau pada waktu istirahat berkisar 0,3 hingga 0,5 mL/menit. Aliran saliva tertimulasi antara 1 sampai 2 mL/menit. Nilai aliran saliva kurang dari 0,1 mL/menit biasanya dianggap xerostomia.18

2.3.4 Penanggulangan Xerostomia

Penanggulangan xerostomia tergantung penyebab atau etiologi xerostomia itu sendiri. Penanggulangan dapat berupa menggunakan saliva pengganti atau dengan menstimulasi saliva. Stimulasi saliva dapat dicapai secara mekanis dengan mengunyah permen karet tanpa gula, permen dan mint. Stimulasi saliva secara kimia dapat dengan mengisap permen tanpa gula atau produk yang mengandung asam sitrat, seperti tablet vitamin C atau tablet hisap. Asam sitrat dapat merangsang air liur, namun penggunaannya terbatas karena dapat menyebabkan iritasi mukosa dan resiko demineralisasi pada gigi pasien. Saliva pengganti buatan dapat digunakan untuk menggantikan kelembaban dan melumasi rongga mulut. Saliva pengganti diformulasikan untuk meniru saliva alami, tetapi saliva pengganti tidak merangsang produksi kelenjar saliva. Oleh karena itu, saliva pengganti harus dianggap sebagai terapi pengganti daripada obat. Produk komersial tersedia dalam berbagai formulasi termasuk larutan, spray, gel, dan tablet hisap.16-20

2.4 Hubungan Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Xerostomia

(24)

yang merangsang sekresi kelenjar saliva dan selain untuk menurunkan tekanan darah, obat ini juga memiliki efek samping simpatomimetik yaitu memiliki efek untuk merangsang saraf. Bagaimana obat antihipertensi benar-benar menyebabkan xerostomia tidak diketahui, meskipun dihipotesiskan bahwa xerostomia mungkin hasil dari penurunan volume cairan dan hilangnya elektrolit sekunder yang meningkatkan buang air kecil dan dehidrasi.5,20,21

Diuretik menghasilkan perubahan dalam elektrolit dan keseimbangan cairan. Diuretik bertindak dengan meningkatkan output urin sehingga mengurangi volume cairan sirkulasi dan mengurangi beban kerja jantung dan ginjal. Nederfors et al meneliti efek diuretik, hidroklorotiazid pada whole saliva terstimulasi dan tidak terstimulasi. Hidroklorotiazid meningkatkan ekskresi natrium dan air dengan menghambat reabsorpsi mereka di tubulus renal distal di ginjal. Hasil penelitian ditemukan penurunan yang signifikan pada whole saliva terstimulasi. Obat antihipertensi golongan β-blocker akan bekerja di susunan saraf pusat dengan mengurangi tonus simpatis sehingga jantung akan mengurangi denyut jantung dan curah jantung, pada ginjal akan mengurangi produksi renin yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah dan pada kelenjar saliva akan mempengaruhi produksi saliva menjadi sedikit dan lebih kental.22-24

Penelitian Mangrella et al menyatakan ACE-inhibitor, yang menghambat

angiotensin converting enzyme dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron, menyebabkan mulut kering pada sekitar 13% pasien. Mekanisme kerjanya, ACE-inhibitor akan menghambat kerja angiotensin converting enzyme, akibatnya pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium.

(25)

influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. Kalsium merupakan unsur organis saliva, bila influks kalsium pada otot pembuluh darah dihambat secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva. Ketiga obat antihipertensi ini secara tidak langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.6,22-24

2.5 Kerangka Konsep

Xerostomia Pasien Hipertensi

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Jenis Obat Antihipertensi a. Diuretik

b. β-blocker

c. ACE-inhibitor

d. Angiotensin-receptor blocker

(26)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif dengan desain cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Agustus-Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua pasien yang berobat di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan yang bersedia dijadikan sampel penelitian.

Besar sampel pada penelitian ini yaitu berjumlah 100 orang sampel. Sampel diambil dengan menggunakan cara purposive sampling, di mana pemilihan subjek penelitian bertitik tolak pada ciri-ciri karakteristik populasi yang ditetapkan dalam kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sampel sesuai dengan yang sudah ditentukan.

1. Kriteria Inklusi

a. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed consent

serta mengikuti prosedur penelitian secara keseluruhan.

b.Pasien yang didiagnosa menderita hipertensi dilihat dari rekam medik dan mengonsumsi obat antihipertensi secara rutin minimal 6 bulan.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien yang menjalani perawatan radioterapi daerah kepala dan leher, kemoterapi, atau operasi kelenjar saliva.

(27)

c. Pasien yang mengonsumsi obat-obatan lain yang menyebabkan xerostomia (antidepresan, antihistamin, dan antipsikotik)

d.Pasien mengonsumsi obat antihipertensi tidak secara rutin atau tidak setiap hari.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1.Jenis obat antihipertensi adalah obat-obatan yang digunakan selama 6 bulan terakhir untuk menurunkan tekanan darah. Adapun obat-obatan yang digunakan yaitu:

a. Diuretik: Hidroklorotiazid, Klortalidon, Furosemid, Bumetanid, Amilorid, dan Triamteren.

b.β-blocker: Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Metoprolol, Pindolol, Propanolol, dan Labetalol.

c. ACE-inhibitor: Kaptopril, Benazepril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Perindopril, dan Quinapril.

d.Angiotensin-receptor blocker: Losartan, Valsartan, Irbesartan, Telmisartan, dan Candesartan.

e. Antagonis kalsium: Nifedipin, Amlodipin, Diltiazem, dan Verapamil

2.Xerostomia adalah jumlah saliva yang bila dilakukan pengukuran whole saliva tanpa stimulasi dengan menggunakan metode spitting < 0,1 ml/menit.5

3.Usia adalah ulang tahun terakhir responden. 4.Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan.

5.Lama konsumsi obat-obatan adalah konsumsi obat oleh responden dari awal pemakaian sampai diteliti dan dapat diketahui melalui kuesioner dan wawancara pada responden.

3.5 Metode Pengumpulan Data

(28)

informed consent. Kemudian dilakukan pencatatan mengenai keterangan data pribadi (nama, umur, jenis kelamin), lalu dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner.

Sebelum dilakukan pengukuran tingkat aliran saliva, subjek penelitian diminta untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman sebelumnya. Selanjutnya, dilakukan pengukuran tingkat aliran saliva dengan menggunakan whole saliva tanpa stimulasi dengan menggunakan metode spitting yaitu :

1.Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, subjek diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Posisi subjek penelitian duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala. Subjek penelitian diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung.

2.Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap 1 menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva, kemudian volumenya diukur.

3.Pengumpulan saliva dilakukan selama 3 menit. Volume yang diperoleh kemudian dibagi 3 untuk mendapatkan hasil dalam ml/menit.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data diproses dan diolah dengan komputerisasi. Pengolahan data dilakukan dengan tabulasi silang dengan menghitung prevalensi xerostomia berdasarkan usia, jenis kelamin, dan jenis obat yang dikonsumsi.

3.7 Etika Penelitian

1.Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian.

2.Ethical Clearance

(29)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Responden berusia ≤ 44 tahun sebanyak 7%, usia 45-54 tahun sebanyak 31%, usia 55-64 tahun sebanyak 25%, dan paling banyak usia ≥ 65 tahun yaitu 37%. Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 62% sedangkan laki-laki 38% (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik responden pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan (n=100)

Karakteristik Responden n %

4.2 Xerostomia Pada Pasien Hipertensi

(30)

Tabel 2. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan

Xerostomia n %

4.3 Laju Alir Saliva Pada Pasien Hipertensi

Berdasarkan usia, rata-rata laju aliran saliva pasien hipertensi yang mengalami xerostomia paling rendah pada usia ≥ 65 tahun yaitu 0,05 ± 0,02. Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata laju aliran saliva pasien hipertensi yang mengalami xerostomia pada perempuan adalah 0,04 ± 0,02 dan laki-laki 0,06 ± 0,01 (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata laju aliran saliva pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan usia dan jenis kelamin

Karakteristik Responden

(31)

4.4 Xerostomia Berdasarkan Usia Responden

Berdasarkan usia, terdapat 29% mengalami xerostomia dengan usia responden yang berbeda-beda, yaitu usia 45-54 tahun terdapat 13%, usia 55-64 tahun terdapat 12%, dan usia ≥ 65 tahun terdapat 59,5% (Tabel 4).

Tabel 4. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan usia

Usia

4.5 Xerostomia Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Persentase pasien hipertensi yang mengalami xerostomia pada laki-laki sebanyak 37% dan perempuan 24% (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan jenis kelamin

(32)

4.6 Jenis Obat Antihipertensi yang dikonsumsi

Obat antihipertensi yang paling banyak dikonsumsi adalah golongan antagonis kalsium sebanyak 51%. Golongan ACE-Inhibitor sebanyak 34% dan golongan diuretik sebanyak 15%. Tidak seorangpun pasien menggunakan obat antihipertensi golongan Angiotensin-receptor blocker dan beta-blockers (Tabel 6).

Tabel 6. Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan

Jenis Obat yang dikonsumsi n %

4.7 Xerostomia Berdasarkan Jenis Obat Antihipertensi Yang Dikonsumsi

Berdasarkan jenis obat antihipertensi, pasien yang mengonsumsi obat golongan diuretik paling banyak mengalami xerostomia yaitu 60% (Tabel 7).

Tabel 7. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan jenis obat yang dikonsumsi

Jenis Obat yang dikonsumsi

(33)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan data demografi pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan, sebagian besar responden penelitian adalah perempuan yaitu sebanyak 62% dan laki-laki 38%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Rumagit dkk pada pasien hipertensi di Puskesmas Sario yang menyatakan bahwa responden perempuan yang menderita hipertensi lebih banyak yaitu sebanyak 67,3% dan laki-laki 32,7%. 14 Hal ini mungkin disebabkan aktivitas olahraga yang rendah pada perempuan. Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan olah raga.25

Berdasarkan kelompok usia, pasien hipertensi paling banyak pada kelompok usia ≥ 65 tahun sebesar 59,5%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Zamhir yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia ≥ 65 tahun sebesar 65%. 3 Hal ini mungkin disebabkan semakin meningkat usia responden, semakin tinggi risiko menderita hipertensi. Ini sesuai dengan pernyataan Bustan yang menyatakan bahwa tekanan darah meningkat sejalan dengan bertambahnya usia dimulai dari sejak usia 40 tahun.14

Prevalensi terjadinya xerostomia berdasarkan kelompok usia paling banyak terjadi pada usia ≥ 65 tahun yaitu sebesar 59,5% dengan rata -rata laju aliran saliva 0,05 ± 0,02. Hal ini sesuai dengan teori yakni seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging yang akan mengakibatkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, kelenjar parenkim akan hilang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, mengakibatkan berkurangnya jumlah aliran saliva. Selain itu, obat antihipertensi yang dikonsumsi juga berpengaruh terhadap terjadinya xerostomia.15

(34)

yang menunjukkan bahwa xerostomia pada perempuan sebesar 54,54% dan laki-laki 45,54%. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan responden pada penelitian Tumengkol dkk mengonsumsi obat-obatan lain selain obat antihipertensi dan menderita penyakit sistemik lain.7

Obat antihipertensi yang paling sering digunakan oleh pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan yaitu golongan antagonis kalsium. Hal ini sesuai dengan penelitian Rumagit dkk yang dilakukan di Puskesmas Sario, obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu dari golongan ACE-inhibitor

dan antagonis kalsium. Obat yang diberikan dari golongan antagonis kalsium untuk semua jenis hipertensi yaitu Nifedipin dan Amlodipin. Banyaknya pasien yang menggunakan obat jenis ini karena obat ini termasuk dalam obat yang disediakan oleh Puskesmas dan antagonis kalsium tidak dipengaruhi asupan garam sehingga baik bagi orang yang tidak mematuhi diet garam. Obat dari golongan β-blocker disediakan oleh Puskesmas, namun jarang digunakan karena β-blocker kurang efektif pada pasien usia lanjut. Sedangkan obat antihipertensi golongan Angiotensin-receptor blocker memang tidak disediakan di Puskesmas disebabkan harganya yang relatif mahal.4,14,26

(35)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan adalah sebesar 29%.

2. Rata-rata laju aliran saliva pada pasien hipertensi yang mengalami xerostomia paling rendah pada usia ≥ 65 tahun adalah 0,05 ± 0,02. Rata-rata laju aliran saliva pasien hipertensi yang mengalami xerostomia pada perempuan adalah 0,04 ± 0,02 dan laki-laki 0,06 ± 0,01.

3. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi paling banyak ditemukan pada kelompok usia ≥ 65 tahun yaitu sebesar 59,5%.

4. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan pada jenis kelamin laki-laki sebesar 37% dan pada jenis kelamin perempuan sebesar 24%.

5. Persentase jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi oleh pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering adalah golongan antagonis kalsium 51%, ACE-inhibitor 34% dan diuretik 15%.

6. Persentase xerostomia berdasarkan jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi pada golongan obat diuretik sebesar 60% , pada golongan obat ACE-inhibitor sebesar 23,5% dan antagonis kalsium 23,5%.

6.2 Saran

1. Penelitian ini hanya melihat secara umum mengenai gambaran xerostomia pada pasien hipertensi, oleh karena itu diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk lebih menyempurnakan penelitian ini dan adanya publikasi dari penelitian ini.

(36)

xerostomia. Penting untuk diketahui bahwa xerostomia memiliki efek yang merugikan seperti meningkatnya risiko karies, sehingga diharapkan dokter gigi dapat melakukan pencegahan seperti edukasi kepada pasien berkaitan dengan xerostomia dan penanggulangannya, serta anjuran memeriksakan kesehatan gigi dan mulut secara teratur setiap 6 bulan sekali.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyebab kematian

nomor tiga.

2. Budisetio M. Pencegahan dan pengobatan hipertensi pada penderita usia dewasa.http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.20_no.2_6. pdf (November 26.2014).

3. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Maj Kedokt Indon 2009; 59(12): 580-7.

4. Fitrianto H, Azmi S, Kadri H. Penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi esensial di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUP DR. M. Djamil tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas 2014; 3(1): 45-8.

5. Rasmaliah, Siregar FA, Jemadi. Gambaran epidemiologi penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/18866/1/ikm-okt2005-9%20(4).pdf (November 25.2014).

6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: Gaya Baru,2007 :343.

7. Tumengkol B, Suling PL, Supit A. Gambaran xerostomia pada masyarakat di Desa Kembuan Kecamatan Tondano Utara. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph p/egigi/article/download/4031/3547 (September 10.2014).

8. Fox PC, Ship JA. Salivary Gland Disease. In: Greenberg MS, Glick M, Ship JA.eds. Burket’s Oral Medicine, 11th ed.,Hamilton: BC Decker Inc., 2008: 191-4.

9. Matear DW, Locker D, Stephens M, Lawrence HP. Associations between xerostomia and health status indicators in the elderly. JRSH 2006; 126(2): 79-85. 10. Popescu SM, Scrieciu M, Mercut V, Tuculina M, Dascalu I. Hypertensive

(38)

11. Patsakas AL, Donta AN. Xerostomia- a complication od antihypertensive drugs. http://unboundmedicine.com/medline/cititation/3153697/Xerostomia_a_complica tion_of_antihypertensive_drugs (Oktober 12.2014).

12. Nonzee V, Manopatanakul S, Khovidhunkit SO. Xerostomia, hyposalivation and oral microbiota in patients using antihypertensive medications.

(Oktober 11

.2014).

13. Ye Richard D. Pharmacology of antihypertensive agents. http://www.uic. edu/classes/pcol/pcol331/dentalhandouts2005/dentlecture23.pdf (Oktober 20 .2014).

14. Rumagit BI, Pojoh JA, Manampiring VN. Studi deskriptif pemberian obat pada pasien hipertensi di Puskesmas Sario. Jurnal Ilmiah Farmasi 2012; 3(2): 64-9. 15. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi dan

penanggulangannya. Medan, USU digital library 2002:1-5.

16. Gupta A, Epstein JB, Sroussi H. Hyposalivation in elderly patients. J Can Dent Assoc 2006; 72(9):841-6.

17. Ship JA. Xerostomia in older adults: Diagnosis and management. Geriatrics & Aging 2003; 6(8):44-8.

18. Bartels CL. Xerostomia: Helping patients with dry mouth. http://www.oral cancerfoundation.org/complications/xerostomia.php#sthash.l0TcRuHg.dpuf (September 29.2014).

19. Mravak-Stipetic M. Xerostomia- diagnosis and treatment. Rad 514 Medical Sciences 2012; 38:69-91.

20. Spolarich AE. Medication use and xerostomia: Treating drug-induced dry mouth.

(September

30.2014).

21. Narhi TO, Meurman JH, Ainamo A. Xerostomia and hyposalivation: Causes, consequences and treatment in the elderly. Drugs and Aging 1999; 15(2):103-16. 22. Vinayak V, Annigeri RG, Patel HA, Mittal S. Adverse affects of drugs on saliva

(39)

23. Prasanthi B, Kannan N, Patil RR. Effect of diuretics on salivary flow, composition and oral health status: a clinico-biochemical study. Annals of Medical and Health Sciences Research 2014; 4:549-53.

24. Scully C, Bagan-Sebastian JV. Adverse drug reactions in the orofacial region. Crit Rev Oral Bio Med 2004; 15(4):221-40.

25. Faisal E, Djarwoto B, Murtiningsih B. Faktor risiko hipertensi pada wanita pekerja dengan peran ganda kabupaten Bantul tahun 2011. Berita Kedokteran Masyarakat 2012; 28(2):55-65.

(40)

KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GAMBARAN XEROSTOMIA PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS

SENTOSA BARU DAN PUSKESMAS SERING MEDAN

NO.

TANGGAL :

Data Responden

Nama :

A. Umur : tahun A

B. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki B 2. Perempuan

1. Apakah Bapak/Ibu memiliki penyakit sistemik lain selain 1 Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar.

hipertensi (asma, jantung koroner, diabetes melitus, sindrom sjogren, lupus ) ?

a. Ya b. Tidak

Bila pertanyaan no.1 dijawab ya, wawancara dihentikan Bila dijawab tidak, diteruskan ke pertanyaan no.2

2. Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi obat antihipertensi 2 secara rutin (setiap hari) ?

a. Ya b. Tidak

(41)

a. < 6 bulan b. ≥ 6 bulan

Bila pertanyaan no.3 dijawab pilihan a, wawancara dihentikan Bila dijawab pilhan b, diteruskan ke pertanyaan no.4

4. Obat antihipertensi apa yang Bapak/Ibu konsumsi selama 4 6 bulan terakhir ?

a. Diuretik: Hidroklorotiazid, Klortalidon, Furosemid, Bumetanid, Amilorid, dan Triamteren

b. β-blocker: Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Metoprolol, Pindolol, Propanolol, dan Labetalol c. ACE-inhibitor: Kaptopril, Benazepril, Enalapril,

Fosinopril, Lisinopril, Perindopril, dan Quinapril d. Angiotensin-receptor blocker: Losartan, Valsartan,

Irbesartan, Telmisartan, dan Candesartan

e. Antagonis kalsium: Nifedipin, Amlodipin, Diltiazem, dan Verapamil

(42)
(43)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS SENTOSA BARU DAN PUSKESMAS SERING MEDAN

Selamat pagi Bapak/Ibu

Nama saya Chindy Chrisna Nagara, saat ini saya sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru

dan Puskesmas Sering Medan.”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran mulut kering pada pasien hipertensi. Manfaat penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang mulut kering yang terjadi dan dapat menjaga kesehatan rongga mulut agar tidak terjadi mulut kering.

Bapak/Ibu, penggunaan obat antihipertensi beberapa diantaranya akan menyebabkan mulut kering. Hal ini dapat menimbulkan rasa kurang nyaman pada mulut sehingga diperlukan penjagaan kesehatan rongga mulut yang lebih baik.

Saya akan melakukan pemeriksaan pada air ludah dengan pengumpulan tanpa rangsangan. Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan yaitu :

1. Bapak/Ibu duduk tenang dan diam sambil menundukkan kepala. Bapak/Ibu diminta untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, diharuskan menelan semua sisa air ludah yang ada di rongga mulut.

2. Air ludah dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap 1 menit air yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam tabung, kemudian volumenya akan diukur.

3. Pengumpulan air ludah dilakukan selama 3 menit.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti, dan anggota komisi etik yang akan melihat data penelitian ini. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan kerahasiaan akan tetap terjaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini ada keluhan, Bapak/Ibu dapat langsung menghubungi saya :

Nama : Chindy Chrisna Nagara No.HP : 085276614359

Demikian informasi ini saya sampakan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(44)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap pada penelitian yang berjudul :

Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan

Puskesmas Sering Medan

Maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan, 2015

Mahasiswa peneliti, Peserta penelitian

(45)
(46)
(47)

Frequency Table

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

lbh kecil samadengan 44

tahun 7 7,0 7,0 7,0

45-54 tahun 31 31,0 31,0 38,0

55-64 tahun 25 25,0 25,0 63,0

lbh besar samadengan 65

tahun 37 37,0 37,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Ya 29 29,0 29,0 29,0

Tidak 71 71,0 71,0 100,0

(48)

Frequencies

Std. Deviation ,17527

Crosstabs

Usia * Xerostomia Crosstabulation

Xerostomia Total

Ya Tidak

Usia

lbh kecil samadengan 44

tahun

lbh besar samadengan 65

(49)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Xerostomia 100 100,0% 0 0,0% 100 100,0%

Jenis Kelamin * Xerostomia Crosstabulation

Xerostomia Total

Ya Tidak

Jenis Kelamin

Laki-Laki

Count 14 24 38

Expected Count 11,0 27,0 38,0

% within Jenis Kelamin 36,8% 63,2% 100,0%

Perempuan

Count 15 47 62

Expected Count 18,0 44,0 62,0

% within Jenis Kelamin 24,2% 75,8% 100,0%

Total

Count 29 71 100

Expected Count 29,0 71,0 100,0

% within Jenis Kelamin 29,0% 71,0% 100,0%

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Obat Antihipertensi *

(50)

Obat Antihipertensi * Xerostomia Crosstabulation

% within Obat Antihipertensi 60,0% 40,0% 100,0%

ACE-Inhibitor

Count 8 26 34

Expected Count 9,9 24,1 34,0

% within Obat Antihipertensi 23,5% 76,5% 100,0%

Antagonis kalsium

Count 12 39 51

Expected Count 14,8 36,2 51,0

% within Obat Antihipertensi 23,5% 76,5% 100,0%

Total

Count 29 71 100

Expected Count 29,0 71,0 100,0

% within Obat Antihipertensi 29,0% 71,0% 100,0%

Summarize

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Laju Aliran Saliva * Usia 100 100,0% 0 0,0% 100 100,0%

Case Summaries

Laju Aliran Saliva

Usia N Mean Std. Deviation

lbh kecil samadengan 44

tahun 7 ,3829 ,04957

45-54 tahun 31 ,3442 ,13769

55-64 tahun 25 ,3292 ,16015

lbh besar samadengan 65

tahun 37 ,1708 ,17785

(51)

Summarize

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Laju Aliran Saliva * Jenis

Kelamin 100 100,0% 0 0,0% 100 100,0%

Case Summaries

Laju Aliran Saliva

Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation

Laki-Laki 38 ,3092 ,20736

Perempuan 62 ,2605 ,15119

Total 100 ,2790 ,17527

Summarize

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Laju Aliran Saliva *

Xerostomia 100 100,0% 0 0,0% 100 100,0%

Case Summaries

Laju Aliran Saliva

Xerostomia N Mean Std. Deviation

Ya 29 ,0566 ,02439

Tidak 71 ,3699 ,11972

(52)

Summarize

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

lbh kecil samadengan 44

tahun

lbh besar samadengan 65

tahun

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Laju Aliran Saliva * Jenis

(53)

Case Summaries

Laju Aliran Saliva

Jenis Kelamin Xerostomia N Mean Std. Deviation

Laki-Laki

Ya 14 ,0664 ,01985

Tidak 24 ,4508 ,11017

Total 38 ,3092 ,20736

Perempuan

Ya 15 ,0473 ,02520

Tidak 47 ,3285 ,10283

Total 62 ,2605 ,15119

Total

Ya 29 ,0566 ,02439

Tidak 71 ,3699 ,11972

Gambar

Tabel 1. Karakteristik responden pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan (n=100)
Tabel 2. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan
Tabel 4. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan usia
Tabel 6. Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan

Referensi

Dokumen terkait

1, Dufa Dufa, Ternate Utara, Kota Ternate, Maluku

1 Halaman broken link dimodifikasi (cek dengan mengetik http://depkes.go.id/error) agar menampilkan pemberitahuan kepada pengunjung kesalahan mereka sekaligus disediakan

Camat juga berperan sebagai kepala wilayah (wilayah kerja, namun tidak memiliki daerah dalam arti daerah kewenangan), karena melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah

menampilkan pemberitahuan kepada pengunjung kesalahan mereka sekaligus disediakan tautan terkait yang akan membantu pengunjung seperti F.A.Q atau Sitemap atau Informasi lainnya

Yang dimaksud dengan “Ruang Pemeriksaan Khusus” dalam ketentuan ini adalah tempat melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana

Mata Pelajaran Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar konsep gerak dalam berbagai permainan dan atau olahraga tradisional

Penyelenggaraan tata cara dan tahapan perencanaan daerah mencakup proses perencanaan pada masing-masing lingkup pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/kota) terdiri dari proses (1)

Pada penelitian sebelumnya (Handoyo, 2004) dibahas mengenai evaluasi kelayakan pemberian kredit di bank umum. Penelitian ini dilakukan pada BRI Persero regional