STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN
RETONA BLEND 55 DAN ASPAL PEN 60/70
TERHADAP RANCANGAN CAMPURAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
Sarjana Teknik Sipil
Disususn Oleh :
NENSI LELIANA GINTING 050404016
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatnya, sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian
sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Judul Tugas Akhir ini adalah :
“Studi Perbandingan Penggunaan Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 Terhadap rancangan Campuran.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, saya banyak mendapatkan bantuan mulai dari
perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini
saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Johanes Tarigan, sebagai ketua jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak , sebagai sekertaris jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc., sebagai pembimbing, atas saran,
bimbingan, dan kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan-hambatan yang
saya alami.
4. Pera penguji, Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Ir. Joni Harianto dan Bapak
Ridwan Anas, ST.MT. yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
6. Rekan-rekan asisten di laboratorium Jalan Raya yang telah membantu dalam
7. Rekan-rekan mahasiswa, diantaranya ; Lady, Dame, Ana, Emma, Gondut, Jose,
Ganda, Albert, Martin, Ronald, Daniel, Christian, Alkes, Andreas, Mumu,
Keng-keng, Boem, Ngok, Fahmi, Darwin, Rudolf, Kace, Emon, Ryan, Dani, Aran, dan
lain-lain, teristimewa Mado dan Rifai yang sempat mengalami cidera. Semuanya telah
banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan serta
motivasi agar saya secepatnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Ayah, Ibu dan Adik-adik atas segala doa serta dukungan dan dorongan yang telah
diberikan.
Saya menyadari penulisan Tugas Akhir ini begitu sederhana terdapat kekurangan baik
dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan terbatasnya pengetahuan, pengalaman,
dan referensi yang dimiliki. Untuk itu, penulis menerima segala saran dan kritik guna
penyempurnaannya.
Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.
Medan, Maret 2011
Penulis,
ABSTRAK
Aspal yang berfungsi sebagai pengikat merupakan material penting dalam konstruksi
jalan. Karakteristik aspal mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu, aspal
dengan kualitas yang baik akan menghasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang
baik.
Ada berbagai cara untuk meningkatkan kualitas aspal. Salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas aspal adalah dengan menggunakan bahan modifikasi yang telah
tersedia di pasaran. Suatu bahan baru yang tersedia di pasaran adalah Retona.
Retona (Refined Buton Asphalt) merupakan hasil produksi ekstraksi aspal alam dari
Pulau Buton. Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa Retona dapat memperbaiki
kinerja campuran beraspal.
Penelitian laboratorium dilakukan untuk menentukan karakteristik aspal Retona Blend
55 dan membandingkannya dengan aspal Pen 60/70. Pengujian dilakukan untuk mengetahui
karakteristik campuran AC-WC. Gradasi yang digunakan adalah gradasi yang memotong
kurva fuller dan berada di bawah daerah larangan.
Hasil uji Marshall menunjukkan bahwa nilai stabilitas dari campuran yang
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… i
ABSTRAK ………. iii
DAFTAR ISI ………. iv
DAFTAR TABEL ………. v
DAFTAR GAMBAR ………. vi
DAFTAR NOTASI ……… vii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ………. 1
I.2 Perumusan Masalah Penelitian ………... 2
I.3 Keaslian Penelitian ………. 2
I.4 Maksud dan Tujuan ……… 3
I.5 Manfaat Penelitian ……….. 3
I.6 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Lapis Beton Aspal ……… ….. 5
II.2 Bahan Campuran Beraspal ……… 6
II.3 Perencanaan Campuran Beraspal ………. 9
II.4 Bahan Modifikasi ………. 12
II.5 Karakteristik AC-Modified ………... 16
II.8 Penelitian Terdahulu ……….. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Program kerja ……… 32
III.2 Uraian Tahapan Penelitian ……….. 34
III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan ……… 34
III.2.2 Pengujian Bahan ……….. 35
III.2.3 Pemilihan Gradasi Agregat ……….. 37
III.2.4 Pengujian Campuran Beraspal ………. 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data ………. 43
IV.1.1 Hasil Pengujian Sifat-sifat Fisik Agregat ………. 43
IV.1.2 Hasil Pengujian Aspal ……….. 43
IV.1.3 Hasil Pengujian Marshall (mendapatkan KAO) ….…. 45 IV.1.4 Hasil Pengujian Marshall ……….. 50
IV.1.5 Hasil Pengujian Marshall (PRD) ……… .. 51
IV.1.6 Hasil Pengujian Perendaman Marshall ……… 51
IV.2 Analisis Data Pengujian Agregat dan Aspal ………... 52
IV.2.1 Analisis Data Pengujian Agregat ……… 52
IV.2.2 Analisis Data Pengujian Aspal ……… 53
IV.3 Analisis Data Pengujaian Marshall dan Kepadatan Mutlak …. 56 IV.3.1 Analisis Volumetrik Campuran ……… 56
IV.3.2 Analisis NIlai Empiris Marshall ………... 60
IV.4 Perbandingan Hasil Pengujian ……… 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ……… 66
V.2 Saran ………. 68
DAFTAR PUSTAKA ……… 69
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Ketentuan Agregat Kasar ……… 7
Tabel II.2 Ketentuan Agregat Halus ……… 8
Tabel II.3 Spesifikasi Fixonite ……… 13
Tabel II.4 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ……… 16
Tabel II.5 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC modified) .. 17
Tabel II.6 Gradasi Agregat Gabungan ……… 18
Tabel III.1 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus ………. 35
Tabel III.2 Pengujian Asbuton Modifikasi ……….. 36
Tabel III.3 Persyaratan Aspal Pen 60/70 ………. 37
Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat ……… ….. 44
Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal ……….. 44
Tabel IV.3 Hasil Analisis Marshall untuk KAO (Aspal Pen 60/70) ………. 45
Tabel IV.4 Hasil Analis Marshall untuk KAO (Retona Blend 55) ……… 46
Tabel IV.5 Hasil Analisis Marshall AC-WC (Aspal Pen 60/70) ………. 50
Tabel IV.6 Hasil Analisis Marshall AC-WC (Retona Blend 55) ……… 50
Tabel IV.7 Hasil Analisis Marshall (PRD) ……… ………. 51
Tabel IV.8.1 Hasil Analisis Perendaman Marshall (Aspal Pen 60/70) …...……… 51
Tabel IV.8.2 Hasil Analisis Perendaman Marshall (Retona Blend 55) ……….. 52
Tabel IV.9 Perbandingan Persentaase Penurunan VIM (Aspal Pen 60/70) …...…. 58
Tabel IV.10 Perbandingan Persentase Penurunan VIM (Retona Blend 55) ………. 58
Tabel IV.11 Gradasi Agregat Wimpy da Tri ………. 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Proses Pembuatan Retona Blend 55 ……… 15
Gambar II.2 Bagan alir Ekstraksi Retona Blend 55 untuk Menentukan Kadar Aspal dan Mineral ……… 15
Gambar III.1 Diagram Alir Program Kerja ……….. 32
Gambar IV.1 Hasil Pengujian Marshall untuk Mendapatkan KAO (Pen 60/70) .…. 46 Gambar IV.2 Hasil Pengujian Marshall untuk Mendapatkan KAO (Retona Blend 55) 48 Gambar IV.3 Perbandingan Nilai Kepadatan ……… … 56
Gambar IV.4 Perbandingan Nilai VIM ……….. 57
Gambar IV.5 Perbandingan Nilai VMA ………. 59
Gambar IV.6 Perbandingan Nilai VFA ……….………. 59
Gambar IV.7 Perbandingan nilai Stabilitas ……… 60
Gambar IV.8 Perbandingan Nilai Flow ………..……… 61
Gambar IV.9 perbandingan Nilai MQ ……… 62
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
AASHTO = American Association of State Highways and Transportations
Officials
ASTM = American Society for Testing and Materials
AC = Asphalt Concrete
AC-Base = Asphalt Concrete Base
AC-BC = Asphalt Concrete Binder Course
AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course
AC-Modified = Asphalt Concrete Modified
AC-Base Modified = Asphalt Concrete Base Modified
AC-BC Modified = Asphalt Concrete Binder Course Modified
AC-WC Modified = Asphalt Concrete Wearing Course Modified
CA = Coarse Aggregate
FA = Fine Aggregate
IKS = Indeks Kekuatan Marshall Sisa
KAO = Kadar Aspal Optimum Laston Lapis Aspal Beton
MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshall)
PRD = Percentage Refusal Density
Retona = Refined Asbuton Asphalt
SSD = Surface Saturated Dry
TFOT = Thin Film Oven Test
VFB = Voids Filled with Bitumen (rongga terisi aspal)
VIM = Voids in Mixture (rongga dalam campuran)
VMA = Voids in Mineral Aggregates (rongga udara di dalam agregat)
LAMBANG
Gmb = Berat jenis padat (Bulk) campuran
Gmm = Berat jenis maksimum campuran
Gsb = Berat jenis padat (Bulk) agregat gabungan
Gse = Berat jenis effektif agregat
ABSTRAK
Aspal yang berfungsi sebagai pengikat merupakan material penting dalam konstruksi
jalan. Karakteristik aspal mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu, aspal
dengan kualitas yang baik akan menghasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang
baik.
Ada berbagai cara untuk meningkatkan kualitas aspal. Salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas aspal adalah dengan menggunakan bahan modifikasi yang telah
tersedia di pasaran. Suatu bahan baru yang tersedia di pasaran adalah Retona.
Retona (Refined Buton Asphalt) merupakan hasil produksi ekstraksi aspal alam dari
Pulau Buton. Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa Retona dapat memperbaiki
kinerja campuran beraspal.
Penelitian laboratorium dilakukan untuk menentukan karakteristik aspal Retona Blend
55 dan membandingkannya dengan aspal Pen 60/70. Pengujian dilakukan untuk mengetahui
karakteristik campuran AC-WC. Gradasi yang digunakan adalah gradasi yang memotong
kurva fuller dan berada di bawah daerah larangan.
Hasil uji Marshall menunjukkan bahwa nilai stabilitas dari campuran yang
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan volume lalu lintas yang meningkat memberikan dampak terhadap
permintaan akan pembangunan struktur perkerasan jalan dan pemakaian material yang
digunakan. Di Indonesia sering terjadi beban lalu lintas yang berlebihan (over loading) dan
temperatur udara yang tinggi, sehingga perlu pertimbangan dalam melakukan perencanaan
campuran aspal.
Aspal merupakan suatu material yang diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi.
Aspal berwarna hitam kecoklatan dan memiliki sifat viskoelastis sehingga akan melunak dan
mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang
membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses
produksi dan masa pelayanannya.
Aspal memiliki karakteristik yang berpengaruh terhadap kinerja campuran beraspal.
Oleh karena iru diperlukan aspal dengan kualitas yang bagus sehingga nantinya akan
dihasilkan campuran beraspal dengan kinerja yang baik. Karena aspal merupakan lapis
perkerasan yang paling atas yang menerima dampak langsung dari lalu lintas, maka aspal
harus cukup kuat, stabil, dan tetap di tempat meskipun ada pembebanan dari lalu lintas.
mengemukakan bahwa jenis aspal Pen 60/70 banyak digunakan dalam
perkerasan tetapi dengan perkembangan lalu lintas maka jenis aspal Pen 60/70 sudah tidak
dapat memadai terutama untuk menahan deformasi sehingga diperlukan alternatif jenis bahan
aspal lainnya yang memiliki kekakuan lebih rendah sehingga mampu menahan potensi retak
rencana akibat kerusakan prematur yang diindikasikan terjadi pelunakan serta oksidasi pada
aspal, karena temperatur tinggi.
Oleh sebab itu, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas aspal maka digunakan
bahan modifikasi yang telah tersedia di pasaran. Suatu bahan baru modifikasi yang tersedia di
pasaran adalah Retona (Refined Buton Asphalt).
Retona merupakan hasil produksi ekstraksi aspal alam dari Pulau Buton. Aspal Buton
dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada aspal minyak. PT. Olah Bumi
Mandiri sebagai perusahaan yang memproduksi Retona memperkenalkan produk baru yaitu
Retona Blend 55. Menurut , keunggulan Retona Blend 55 ini antara lain dapat
meningkatkan kestabilan, ketahanan terhadap deformasi, ketahanan fatigue dan daya tahan
terhadap air. Disamping itu kemudahan dalam penggunaan (seperti aspal biasa), usia
pelayanan yang lebih lama dan biaya pemeliharaan menjadi lebih murah menjadi
pertimbangan penting dalam penggunaan produk ini. Retona Blend 55 dapat melayani lalu
lintas tinggi.
I.2 Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan
penggunaan Retona Blend 55 dengan aspal Pen 60/70 terhadap durabilitas aspal terhadap
beton aspal campuran panas (AC – WC).
I.3 Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian dengan permasalahan seperti yang
dikemukakan dalam penelitian ini, belum pernah dilakukan sebelumnya. Permasalahan yang
dikemukakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Retona Terhadap Karakteristik Aspal Keras dan Beton Aspal Campuran Panas (6), penelitian
ini mengevaluasi pengaruh Retona terhadap kepekaan temperatur aspal dan campuran beton
aspal ; Leksminingsih dalam jurnal Kekentalan Aspal untuk Penentuan Temperatur
Pemompaan, Pencampuran, dan Pemadatan Campuran Beraspal (4) ; Fredy Jhon Philip.S
dalam
tesis
yang berjudul Kinerja Laboratorium dari campuran Beton Aspal Lapis Aus(AC-WC) Menggunakan Retona Blend 55 dengan Modifikasi Filler (5).
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh Retona Blend 55 terhadap durabilitas aspal dan
beton aspal.
I.4 Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi karakteristik dari aspal Retona Blend
55 dan aspal Pen 60/70 sebagai pembanding. Selain itu kita dapat mengkaji dan mengevaluasi
prilaku campuran AC-WC dengan penggunaan Retona Blend 55 dan aspal pen 60/70 atas
kemampuan mempertahankan kualitasnya dari kerusakan setelah dilakukan perendaman.
I.5 Manfaat Penelitian
Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari aspal Pen 60/70 dan Retona Blend 55.
Selain itu melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan, khususnya tentang penggunaan bahan modifikasi aspal untuk meningkatkan
kualiatas aspal sehingga akan dihasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang baik.
Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai dasar pemikiran bagi peneliti lain yang
I.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini masalah yang ditinjau dibatasi hanya pada penggunaan retona
Blend 55 dan aspal Pen 60/70 terhadap beton aspal campuran panas (AC-WC).
2. Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari
Laston Lapis Aus (AC-WC).
3. Metode kombinasi agregat menggunakan pendekatan kurva fuller.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Lapis Beton Aspal
Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang
mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt
Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut , campuran ini terdiri atas
agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan
dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus
memiliki komposisi yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan
aspal (bitumen) sebagai pengikat.
Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi
perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-Wearing Course) dan
untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)). Lataston (HRS)
juga dapat digunakan sebagai lapisan aus atau lapis pondasi. Latasir (HRSS) digunakan untuk
lalu lintas ringan (< 500.000 ESA).[ ]
II.2 Bahan Campuran Beraspal
Campuran beraspal didefenisikan sebagai suatu kombinasi campuran antara agregat
dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel
agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan.
Menurut, , Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan
jalan berfungsi sebagai :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di
dalam butir agregat itu sendiri.
Menurut , walaupun proporsi aspal yang digunakan dalam campuran
relatif sedikit, hanya sekitar 4% hingga 10% terhadap berat total campuran beton aspal,
namun aspal merupakan material penting dalam konstruksi jalan dan memiliki harga yang
lebih tinggi dibandingkan dengan agregat.
II.2.1 Agregat
Menurut , agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk
didalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu
dan pasir, dan di dalam , Istilah agregat
mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai
peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati proporsi
terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% dari berat total campuran.
1. Agregat Kasar
a. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan harus
disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal.
b. Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas
c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan
agregat kasar kotor dan berdebu. Agregat kasar harus bersih, keras, awet,
bebas dari lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan harus
memenuhi persyaratan yang diberikan pada tabel II.1.
Di dalam , ketentuan mengenai agregat kasar
adalah sebagai berikut :
a. Fraksi agregat kasar adalah yang tertahan pada ayakan no.8 (2,36 mm) dan
harus bersih, keras, awet, dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya.
b. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah dan disiapkan dalam ukuran
nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan. Ukuran maksimum
(maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari ukuran
nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum
adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan
bahan tertahan kurang dari 10 %.
c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam
Tabel II.1 Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap
berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu
atau lebih.
d. Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke Unit
Pencampur Aspal melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds)
sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan
e. Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel II.1 untuk partikel kepipihan dan
kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan bilamana agregat tersebut
memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat
dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel
agregat yang baik.
Menurut , agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan
kekuatan yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi
saling mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel agregat kasar, sedangkan
menurut , agregat kasar mempunyai peranan untuk menjadikan campuran lebih
ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan
stabilitas.
Tabel II.1 Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
natrium dan magnesium sulfat
SNI 03-3407-1994 Maks. 12%
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Min. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)
Partikel pipik dan lonjong (**) ASTM D-4791 Maks. 10%
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dari 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
2. Agregat Halus
Menurut , agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.8 (2,36 mm),
yang terdiri dari batu pecah tersaring dan atau pasir alam yang bersih, keras, dan bebas dari
lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan
pada Tabel II.2.
Menurut , persyaratan agregat halus adalah sebagai berikut :
a. Agregat halus dari sumber manapun, harus terdiri atas pasir atau pengayakan
batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) sesuai
SNI 03-6819-2002.
b. Pasir boleh digunakan dalam Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton.
Persentase maksimum yang diijinkan adalah 10%.
c. Agregat yang halus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung,
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah harus diperoleh dari
batu yang memenuhi ketentuan mutu dan harus diproduksi dari batu yang
bersih.
d. Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan dipasok ke Unit
Pencampur Aspal melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds) yang
terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat
dikontrol dengan baik.
Di dalam , ketentuan mengenai agregat halus
adalah sebagai berikut :
a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil
b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari agregat
kasar.
c. Pasir dapat digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang disarankan
untuk Laston (AC) adalah 15%.
d. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau
bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus diperoleh dari batu
yang memenuhi ketentuan mutu dalam Pasal 6.3.2.(1). Agar dapat memenuhi
ketentuan Pasal ini batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih. Bahan
halus dari pemasok pemecah batu (crusher feed) harus diayak dan ditempatkan
tersendiri sebagai bahan yang tak terpakai (kulit batu) sebelum proses pemecahan
kedua (secondary crushing).
e. Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi
pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin (cold bin feeds)
yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat
dikontrol dengan baik.
f. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel II.2.
Tabel II.2 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50%
Material lolos saringan no.200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45%
AASHTO M 323-07 2004, “Superpave Volumetric Mix Design”, persyaratan agregat
dibuat berbeda untuk masing-masing kelas lalu-lintas (lima kelas), sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel II.3.
Tabel II.3 Ketentuan Agregat (AASHTO M 323-07 2004)
ESAL (Juta)
Angularitas agregat kasar (<100mm :
>100mm)
Angularitas agregat halus (<100mm :
>100mm)
Menurut , pada campuran Laston lapis aus (AC-WC) terdapat persyaratan
khusus yaitu kurva Fuller dan daerah larangan (restricted zona). Kurva Fuller adalah kurva
gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga diantara
mineral agregat (VMA) yang minimum. Kurva Fuller tersebut ditentukan dengan persamaan :
Dimana :
P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm
d = ukuran agregat yang diperiksa (mm)
Menurut , restricted zone dalam persyaratan gradasi campuran beraspal
panas sangat membatasi kebebasan pemilihan gradasi. Larangan untuk memotong zona
tersebut menyebabkan gradasi yang dipilih menjadi cenderung kasar. Gradasi yang kasar
akan sulit dipadatkan dilapangan dan cenderung rentan terhadap retak.
Berdasarkan hasil penelitian , terlihat adanya indikasi bahwa jika gradasi
gabungan campuran beraspal memasuki daerah larangan (restricted zone) maka nilai VIM
refusal akan menurun (2,52%). Seperti yang diketahui bahwa dalam
, nilai VIM refusal dibatasi minimum 2,5% untuk
menghindari terjadinya kerusakan deformasi plastis. Kondisi ini menunjukkan pemilihan
gradasi yang memasuki restricted zone masih dapat diijinkan, selama karakteristik
campuranyang disyaratkan terpenuhi.
II.2.2 Aspal
Aspal merupakan material yang diperoleh dari hasil proses destilasi minyak bumi
dengan menggunakan berbagai teknik pengolahan. Pada temperatur ruang aspal berwarna
hitam, lengket, semisolid dan material dengan viskositas tinggi. Aspal paling banyak
digunakan dalam produksi beton aspal campuran panas, yang utamanya digunakan dalam
pembangunan perkerasan lentur. Aspal dicairkan dengan melakukan pemanasan dan
selanjutnya dicampur dengan agregat untuk membuat beton aspal.
II.3 Perencanaan Campuran Beraspal
Di dalam , campuran beraspal merupakan bagian
perkerasan lentur yang terletak di bagian atas atau di atas lapis pondasi. Karena letaknya di
bagian atas maka campuran beraspal harus tahan terhadap pengausan akibat beban roda
campuran beraspal sesuai yang diharapkan maka komposisi bahan dalam campuran beraspal
terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan yang
memenuhi kriteria.
1. Stabilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu mendukung
beban lalu lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan
deformasi plastis selama umur rencana.
2. Durabilitas atau keawetan yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus
mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, serta gesekan antara
roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan.
3. Kelenturan atau fleksibilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus
mampu menahan lendutan akibat beban lalu lintas dan pergerakan dari pondasi
atau tanah dasar tanpa mengalami retak.
4. Cukup kedap air, yaitu lapisan campuran beraspal cukup kedap air sehingga tidak
ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
5. Kekesatan yang cukup, yaitu campuran beraspal untuk lapis permukaaan harus
cukup kesat terutama pada kondisi basah, sehingga tidak membahayakan pemakai
jalan (kendaraan tidak tergelincir atau selip).
6. Ketahanan terhadap kelelahan, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu lintas tanpa terjadi kelelahan retak dan
alur selama umur rencana.
7. Kemudahan kerja, yaitu lapisan campuran beraspal harus mudah dilaksanakan,
, menyatakan bahwa campuran beraspal harus mempunyai kemampuan
untuk :
1. Tahan terhadap deformasi permanen
2. Mampu menahan retak lelah (fatigue cracking)
3. Mudah dalam pelaksanaan baik penghamparan maupun pemadatan dengan peralatan
yang sesuai
4. Kedap air, untuk melindungi lapisan dibawahnya dari pengaruh air
5. Awet, tahan terhadap gesekan oleh lalu lintas dan pengaruh udara dan air
6. Memberikan daya dukung terhadap struktur perkerasan
7. Mudah dipelihara dan yang paling penting yaitu harus mempunyai biaya yang efektif
Menurut , ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin
dapat dipenuhi sekaligus oleh satu jenis campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang
dominan lebih diinginkan, akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Jalan yang
melayani lalu lintas ringan, sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal yang mempunyai
sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih jenis beton aspal dengan
stabilitas yang tinggi.
Berdasarkan kriteria diatas, maka salah satu alternatif untuk meningkatkan stabilitas
dan durabilitas sehingga dapat meningkatkan umur kelelahan adalah dengan menggunakan
II.4 Bahan Modifikasi
Karakteristik aspal mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu aspal
dengan kualitas yang baik akan menghasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang
baik. Untuk meningkatkan kualitas aspal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yag baik
adalah dengan menggunakan bahan modifikasi, diantaranya :
1. Gilsonite ( )
Gilsonite merupakan salah satu bahan galian menyerupai aspal. Gilsonite mempunyai
titik leleh yang cukup tinggi yaitu pada 175ºC dan titik nyala 315ºC. hal ini
menunjukkan bahwa bahan ini tidak mudah terbakar, sehingga memungkinkan untuk
diadakan pencampuran pada campuran aspal panas. Gilsonite mempunyai kandungan
asphaltene yang tinggi (70.9%) , maltene (27%) dan minyak (2%). Untuk kandungan
nitrogen Gilsonite juga mempunyai kadar yang lebih tinggi disbanding bahan lainnya
yaitu 3,2%. Dari sifat-sifat kimia yang dimiliki oleh Gilsonite ini diharapkan agar
material ini dapat memperbaiki adhesi agregat dan juga water stripping.
2. Polymer (lateks kkk-60, Lateks SIR 20, Polyethylene, Vestoplast, Ban bekas)
( )
Polymer adalah bahan yang terdiri dari banyak molekul-molekul yang disebut
monomer. Suaru alasan mengapa digunakan polymer untuk modifikasi aspal karena
aspal mempunyai keterbatasan sedangkan modifikasi dengan polymer menaikkan
sifat-sifat ssecara nyata antara lain :
a. Dapat digunakan pada kondisi lalu lintas tinggi sehingga dapat mengurangi
deformasi pada suhu tinggi karena aspal + polymer mempunyai titik leleh lebih
tinggi dari pada aspal biasa.
b. Tahan terhadap gaya geser karena aspal + polymer akan menaikkan ketahanan
c. Dapat menaikkan umur pakai karena aspal makin tinggi kekentalan maka lapisan
akan makin tebal.
d. Tahan pada suhu tinggi, karena aspal + polymer mempunyai titik leleh yang tinggi
lebih dari 50ºC sehingga polymer + aspal dapat menahan bleeding (tidak meleleh).
3. Fixonite ( )
Fixonite secara visual mempunyai bentuk asli serbuk dan berwarna hitam. Fixonite
merupakan bahan tambahan untuk aspal induk. Spesifikasi dari fixonite yang
dikeluarkan oleh P.T Olah Mandiri dapat dilihat pada table II.4.
Tabel II.4 Spesifikasi Fixonite
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Satuan
Analisa kimia
- Kadar Aspaltene
- Kadar Malten
- Nitrogen
- Acidaffin I
- Accidaffin II
- Paraffin
- Parameter Malten
67,99
4. Refine Asbuton (Retona)
Menurut , Refined Buton Asphalt (Retona) merupakan jenis bitumen yang
diekstraksi dari Asbuton. Sifat material dari Retona yaitu memiliki viskositas tinggi
sehingga untuk kemudahan dalam pengerjaan, maka Retona dicampur dengan aspal
minyak. Proses ekstraksi dari Retona dapat menghasilkan produk Retona yang
berbeda-beda, tergantung dari proporsi inorganic solvent yang digunakan dalam
proses tersebut. Sebagai contoh, Retona 60 merupakan ekstraksi asbuton dengan 60%
bitumen dan 40% filler, sedangkan Retona 90 merupakan kadar bitumen 90% dan
10% mengandung filler. Pengembangan produk Retona terus dilakukan. PT. Olah
Bumi Mandiri mengeluarkan produk Retona Blend 55, dimana produk ini merupakan
hasil pencampuran aspal minyak dan aspal Retona. Tujuannya agar memberikan
kemudahan dalam proses pengerjaannya dan memberikan kinerja yang lebih baik.
Keunggulan produk ini adalah :
1. Meningkkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan kerekatan akibat temperature.
2. Kekuatan adhesi dan kohesi yang tinggi, daya tahan terhadap air karena nitrogen base
Retona 5,61 (±400%).
3. Usia pelayanan yang lebih lama (minimal 2 kali), sehingga biaya pemeliharaan
murah.
4. Mudah digunakan (seperti aspal biasa).
5. Stabilitas Marshall naik hingga 30%, stabilitas dinamis naik hingga 400% (rata-rata di
atas 3000 lintasan/menit).
6. Stabilitas dinamis untuk jalan heavy loaded dan heavy traffic adalah minimum 3000
Proses pembuatan Retona Blend 55
Retona blend 55 merupakan merupakan gabungan antara asbuton butir yang telah
diekstraksi sebagian dengan aspal keras Pen 60 atau Pen 80 yang pembuatannya dilakukan
secara fabrikasi dengan proses seperti diperlihatkan bagan alir pada gambar II.1
Butir Asbuton
Hasil Pecah Proses semi ekstraksi Retona
Aspal keras Pen 60/ Pen 80 pada temperatur 160 C
Retona Blend 55
Gambar II.1 Proses Pembuatan Retona Blend 55 (sumber : )
Retona Blend 55
Ekstraksi
Aspal + TCE Mineral
Proses Centrifuge
Aspal + TCE Mineral
Menetukan kadar aspal Retona
Blend 55
Menentukan kadar mineral Retona
Blend 55
Gambar II.2. Bagan Alir Ekstraksi Retona Blend 55 untuk Menentukan Kadar Aspal dan
II.5 Karakteristik AC modified
Menurut , setiap jenis campuran yang menggunakan bahan Aspal Retona
Blend 55 dikelompokkan kedalam campuran beraspal panas dengan Asbuton yang
dimodifikasi. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston dan Laston dimodifikasi
dapat dilihat pada tabel II.5 dan II.6.
Tabel II.5. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston
Sifat-sifat Campuran
Laston
WC BC Base
Penyerapan kadar aspal (%) Maks 1.2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%) Min 3.5
Maks 5.5
Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1500
Maks _ _
Pelelehan (mm) Min 3 5
Maks _ _
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC
Min 75
Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)
Min 2.5
Tabel II.6. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified)
Sifat-sifat Campuran
Laston
WC BC Base
Penyerapan kadar aspal (%) Maks 1.7
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%) Min 3.5
Maks 5.5
Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg) Min 1000 1800
Maks _ _
Kelelehan (mm) Min 3 5
Maks _ _
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC
Min 75
Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)
Min 2.5
Stabilitas Dinamis (lintasan/mm) Min 2500 Sumber :
Perencanaan campuran beraspal panas menggunakan Retona Blend 55 berlaku untuk
lapis aus (AC-WC), lapis antara (AC-BC) dan lapis pondasi (AC-Base). Persyaratan gradasi
Tabel II.7 Gradasi Agregat Gabungan
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos
ASTM mm AC-WC AC-BC AC-Base
37,5 100
1″ 25 100 90 – 100
3/4″ 19 100 90 – 100 Maks. 90
1/2″ 12,5 90 – 100 Maks. 90
3/8″ 9,5 Maks. 90
No.8 2,36 28 – 58 23 – 49 19 – 45
No.16 1,18
No.30 0,60
No.200 0,075 4 – 10 4 – 8 3 – 7
DAERAH LARANGAN
No.4 4,75 – – 39,5
No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 – 30,8
No.16 1,18 25,6 – 31,6 22,3 – 28,3 18,1 – 24,1
No.30 0,60 19,1 – 23,1 16,7 – 20,7 13,6 – 17,6
No.50 0,30 15,5 13,7 11,4
Sumber :
Menurut , perencanaan campuran beraspal panas yang umum dilakukan di
Indonesia adalah dengan metode Marshall. Dari perencanaan tersebut diperoleh nilai
stabilitas (stability) dan flow, yang selanjutnya akan dihitung Marshall Quotient serta
II.6 Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadaan Mutlak
menyatakan bahwa pada tahun 1999, Departemen Pekerjaan Umum
mengeluarkan Pedoman Teknik Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan
Kepadatan Kepadatan mutlak ini dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang
dapat dicapai oleh campuran sehingga campuran tersebut tidak dapat menjadi lebih padat
lagi. Kepadatan mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa dengan pendekatan adanya
pemadatan oleh lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana, lapis permukaan tidak akan
mengalami perubahan bentuk plastis (plastic deformation).
Untuk kondisi lalu lintas berat, Marshall konvensional menetapkan pemadatan benda
uji dengan 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3% - 5%. Hasil pengujian
pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian parameter kontrol di lapangan seringkali
tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam spesifikasi sehingga kinerja perkerasan
jalan tidak tercapai. Kondisi ini sulit untuk menjamin campuran yang tahan terhadap
kerusakan berbentuk alur plastis.
Untuk mengatasi masalah tersebut dibuat pengujian Pemadatan dilakukan dengan
menggunakan alat pemadat getar listrik atau dapat dilakukan dengan pemadatan Marshall
II.7 Metode Pengujian Campuran
Dalam pengujian rencana campuran aspal panas dikenal beberapa metode yang sering
dipakai, yaitu : [ ]
II.7.1 Imersion Compression Test
Pengujian ini dipakai untuk mengukur pengiisi dari bahan bitumen pada
campuran kering atau basah. Hasil pengujian akan memprlihatkan pengaruh air terhadap
harga stabilitas aspal panas, denga membandingkan harga stabilitas sampel yang direndam
dengan yang tidak direndam.
Pengujian ini dilakukan terhadap sekurang-kurangnya dua sampel pekerjaan, yang
dipadatkan pada cetakan dengan diameter 10,2 cm dengan tinggi 10,2 cm dan dengan beban
17000 kg. setelah ditimbang beratnya, satu sampel direndam dalam air selama empat hari,
dan yang lain dibiarkan di udara dalam waktu yang sama.
Setelah empat hari kedua sampel diuji dengan menggunakan unconfined compression.
Harga yang didapat merupakan harga stabilitas campuran dalam keadaan kering dan basah.
Ratio stabilitas dinyatakan sebagai stabilitas basah dibagi stabilitas kering.
II.7.2 Hubbard Field Test
Merupakan salah satu metode pengujian stabilitas campuran aspal panas yang cukup
luas dipakai.Metode ini telah distandarisasi oleh ASTM. Pertama skali metode ini digunakan
untuk campuran aspal panas dengan agregat halus (sand sheet), tetapi belakangan ini dipakai
juga untuk campuran aspal panas yang mengandung agregat kasar sampai ukuran ¾”.
Pada metode ini, pengujian dilakukan terhadap sampel percobaan dengan diameter 15
cm dan tinggi 7,5 cm. sampel percobaan kemudian diuji dengan menggunakan static
Beban maksimum yang diperoleh saat sampel hancur dinyatakan sebagai harga
stabilitas.
II.7.3 Triaxial Compression Test
Pengujian ini mungkin yang paling menarik dibanding dengan pengujian-pengujian
yang lain dari sudut penelitian. Pada pengujian ini diukur kohesi dan gaya gesek dalam arti
campuran perkerasan aspal.
II.7.4 Stabilometer (Hveem, Stability Test)
Metode stabilometer ini digunakan untuk merencanakan campuran aspal yang dipakai
oleh California Division of Highway dan sering juga disebut metode perencanaan Hveem.
Pengujian ini digunakan untuk mengukur stabilitas, density dan kandungan pori untuk
mendapatkan persentase aspal dari suatu sampel percobaan.
Keistimewaan pengujian ini adalah menguji sampel percobaan dengan empat jenis
pengujian yang berbeda, yaitu :
1) Swell Test
2) Stabilometer Test
3) Bulk Density Determination Test
4) Cohesiometer
II.7.5 Marshall Test
Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum
dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk
Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran
agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan
deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum
dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.
Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum
dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk
dimobilisasi.
Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah
gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di
laboratorium.
II.7.1 Parameter pengujian Marshall
Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang
dicampur secara merata atau homogeny pada suhu tertentu. Campuran kemudian
dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.
Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian
marshall antara lain :
a. Stabilitas Marshall
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh
jarum dial. Menurut , stabilitas merupakan parameter yang
menunujukkan batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran
beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas
yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga
b. Kelelehan (flow)
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari
masing-masing yang ditunjukkan olegh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow
biasanya dalam satuan mm (millimeter). Menurut , suatu campuran yang
memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk
mengalami retak dini pada usia pelayanannya.
c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)
Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Menurut
, semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi
kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap
keretakan.
Marshall Quotient =
d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel
agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh
agregat. Rumus adalah sebagai berikut :
Dimana :
VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%)
e. Rongga Antar Agregat (VMA)
Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada
suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efktif (tidak termasuk
volume aspal yang diserap agregat). Perhitungan VMA terhadap campuran dalah
dengan rumus berikut :
Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total,
maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VMA = 100 -
(
)
Dengan pengertian :
VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb = Berat jenis curah agregat
Ps = Agregat, persen berat total campuran
Gmb = Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726)
Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka
VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VMA = 100
-
x
100Dengan pengertian :
Pb = Aspal, persen berat agregat
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
f. Rongga Udara (VIM)
Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan
beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal.
Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus
berikut:
VIM = 100 x
Dengan pengertian :
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
Gmm = Berat jenis maksimum campuran.
Gmb = Berat jenis curah campuran padat.
II.7.2 Dasar-dasar Perhitungan ( )
a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat
Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi/filler
yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk
spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari
total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut :
- Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat
Dengan pengertian :
Gsbtot agregat =Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)
Gsb1, Gsb2… Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)
- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)
Dengan pengertian :
Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)
Gsa1, Gsa2… Gsan =Berat jenis semu dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)
P1, P2, P3, … =Prosentase berat dari masing-masing agregat, (%)
b. Berat Jenis Efektif Agregat
Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang
menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil
pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :
Dengan pengertian :
Gse =Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gmm =Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)
Pmm = Persen berat total campuran (=100)
Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan
dibawah ini :
Dengan pengertian :
Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)
Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)
c. Berat Jenis maksimum Campuran
Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan
untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat
ditentukan dengan AASHTO T.209-90.
Dengan pengertian :
Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc)
Pmm =Persen berat total campuran (=100)
Ps =Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Pb =Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Gse =Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
d. Berat Jenis Bulk Campuran padat
Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam
gram/cc dengan rumus sebagai berikut :
Dengan pengertian :
Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)
Vbulk =Volume campuran setelah pemadatan, (cc)
Wa =Berat di udara, (gr)
e. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap
berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut:
Dengan pengertian :
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)
Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)
Gse =Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)
Gb =Berat jenis aspal, (gr/cc)
f. Kadar Aspal Efektif
Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah
aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti
permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan
Dengan pengertian :
Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%)
Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)
Ps =Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
II.8 Penelitian Terdahulu
, melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik dari campuran Beton
Aspal Lapis Aus (AC-WC) menggunakan Retona Blend 55 dengan modifikasi filler. Filler
yang digunakan adalah fly ash dan semen Portland (PC). Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa pengujian Retona Blend 55 memberikan hasil yang berbeda terhadap pengujian aspal
Pen 60/70, dimana : nilai penetrasi lebih rendah (40,6 dmm terhadap 67,7 dmm), viskositas
lebih tinggi (165ºC terhadap 155ºC pada 170 cSt), titik lembek lebih tinggi (55ºC terhadap
50ºC). hal ini menunjukkan Retona Blend 55 lebih keras dibandingkan dengan aspal Pen
60/70. Pengaruh dari filler semen juga menghasilkan nilai KAO yang lebih besar dari filler
fly ash. Kadar aspal campuran yang menggunakan Retona Blend 55 cendrung lebih besar
dibandingkan campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70, berlaku untuk kedua jenis filler
semen dan fly ash. Secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan aspal Retona Blend
55 dalam campuran AC-WC dapat mengatasi kekurangan aspal Pen 60/70 pada
penggunaannya di perkerasan jalan, yaitu kemampuan untuk mengatasi temperatur yang
tinggi, beban berat dan volume lalu lintas yang tinggi. Demikian pula durabilitas dari
campuran Retona Blend 55 juga menunjukkan ketahanan terhadap pengaruh dari air dan suhu
, melakukan penelitian untuk mengetahui kinerja campuran Lataston Lapis Aus
(HRS-WC) yang memakai Buton Granular Asphalt (BGA) (Pen 60/70+BGA 5%) dan Retona
Blend 55 yang dibandingkan campuran dengan aspal Pen 60/70. Dari hasil pengujian
diperoleh nilai IKS terbesar diperoleh untuk campuran Retona Blend 55 (98,13%)
dibandingkan terhadap campuran aspal Pen 60/70+BGA 5% (91,92%) dan Pen 60/70
(86,41%). Hal ini menunjukkan bahwa campuran Retona Blend 55 memiliki katahanan
terhadap pengaruh air dibandingkan kedua campuran lainnya. Nilai titik lembek
menunjukkan bahwa Retona Blend 55 (55ºC) dapat memenuhi persyaratan (minimum 55ºC),
hal ini menunjukkan campuran aspal Retona Blend 55 memiliki ketahanan perubahan bentuk
terhadap pengaruh temperatur. Secara umum, campuran Retona Blend 55 memiliki nilai
ketahanan terhadap pengaruh air, terhadap deformasi permanen dan retak akibat beban lalu
lintas yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran Pen 60/70.
, mengemukakan bahwa salah satu karakteristik utama dari aspal
adalah kepekaannya terhadap perubahan temperatur. Kepekaan aspal terhadap perubahan
temperatur merupakan suatu nilai yang menunjukkan perubahan konsistensi aspal terhadap
perubahan temperatur. Mereka melakukan penelitian untuk menentukan pengaruh Retona
terhadap sifat-sifat aspal keras dan terhadap karakteristik beton aspal campuran panas. Untuk
mengekspresikan kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, digunakan dua metode
yaitu VTS dan PI. Kadar Retona yang digunakan pada penelitian ini adalah 0%, 5%, 10%,
15%. Nilai viskositas sampel diukur dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield Dial.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa penggunaan Retona sebagai bahan tambah dapat
mengurangi kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai PI aspal. Penambahan Retona 10% memberikan hasil yang optimum.
Campuran beton aspal yang menggunakan Retona memiliki stabilitas yang lebih tinggi
, melakukan percobaan untuk menentukan temperatur pemompaan,
pencampuran dan pemadatan dari berbagai jenis campuran beraspal dengan menggunakan
aspal yang berbeda di lapangan, salah satu aspal yang digunakan adalah aspal alam
(Asbuton). Dari percobaan diperoleh hasil bahwa pada aspal dengan bahan tambah produk
Asbuton menyebabkan terjadinya penurunan angka penetrasi dan kenaikan angka titik
lembek. Pada pengujian produk Asbuton, pemberian filler pada aspal menyebabkan titik
lembek tinggi sehingga temperatur pencampuran menjadi tinggi. Hal ini terlihat dari
pengujian kekentalan yang dimulai dari temperatur 150ºC.
, mengutip penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan literatur dalam
penelitian mengenai asbuton dan penggunaan retona sebagai upaya meningkatkan kualitas
aspal dan kinerja campuran, yaitu :
1. Priyatno (2003), melakukan penelitaian untuk mengetahui pengaruh penambahan
Retona-60 pada campuran Hot Rolled Sheet kelas B terhadap karakteristik kelelahan,
dengan mesin DARTEC. Hasil pengujian pada HRS kelas B dengan kandungan
Retona-60 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat aspal terhadap karakteristik
kelelahan menunjukkan bahwa Retona-60 dapat memperbaiki karakteristik kelelahan.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Faktor Efektifitas yaitu perbandingan umur antara
HS kelas B dengan dan tanpa Retona-60, berkisar antara 1,229 sampai 1,367 untuk
kandunga Retona-60 (10%), antara 1,398 sampai 1,623 untuk kandungan Retona-60
(15%), dan antara 1,607 sampai 1,847 untuk kandungan Retona-60 (20%), sesuai
dengan tingkat tegangan yang diberikan.
2. Lukman (2000), melakukan penelitian untuk menggambarkan sifat-sifat campuran
aspal Retona-60 dengan aspal Pen 80. Hasil pengujian menyatakan bahwa penetrasi
berkurang dan titik lembek meningkat dengan meningkatnya kandungan aspal
durabilitas dari campuran sedikit lebih rendah dari pada aspal kilang sendiri. Untuk
pengujian Wheel Tracking menyatakan bahwa ketahanan terhadap deformasi
meningkat dengan meningkatnya kadar aspal Retona, begitu juga dengan pengujian
Indirect Tensile Strength.
3. Sarosa (1999), melakukan penelitian laboratorium campuran aspal Retona 60 dan
aspal Pen 60/70 dan SMA dengan campuran 0%, 30%, 40%, dan 50% Retona-60
terhadap berat total bahan pengikat. Pada percobaan Wheel Tracking pada suhu 60ºC
kinerja SMA dengan 50% Retona-60 lebih unggul, dengan tingkat deformasi 0,009
mm/menit dan stabilitas dinamis 4510 lintasan/mm, dimana SMA dengan Retona-60
mempunyai tingkat deformasi 0,012 mm/menit dan stabilitas dinamis 3543
lintasan/mm.
, mengutip penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan literatur dalam
penelitian mengenai asbuton dan penggunaan retona sebagai upaya meningkatkan kualitas
aspal dan kinerja campuran, yaitu :
1. Erva Effendie (1999), menguraikan bahwa dibandingkan dengan aspal Pen 60, bahan
pengikat yang mengandung aspal Retona-60, penertasi lebih rendah dan titik lembek
lebih tinggi, kerentanan terhadap temperatur berkurang dengan pertambahan kadar
aspal Retona-60. Ketahanan terhadap kerusakan akibat air dari campuran yang
memakai Retona-60 agak lebih rendah dari campuran konvensional yang memakai
aspal Pen 60. Sebanding dengan pertambahan kadar Retona-60, ketahanan terhadap
deformasi permanen, modulus kekakuan, stabilitas dan Marshall Quotient meningkat.
2. Suhartono (1999), menguraikan bahwa aspal campuran dari aspal Pen 80/100 dan
aspal hasil ekstraksi dari Retona-90 lebih tahan lama terhadap pengaruh suhu
dibandingkan dengan aspal Pen 60/70, hal ini ditunjukkan oleh nilai Indek Prestasi
besar dari benda uji yang dibuat dengan aspal minyak Pen 60/70. Benda uji yang
mengandung campuran Retona-90 dan aspal Pen 80/200 mempunyai sifat lebih tahan
terhadap pengaruh air dibandingkan dengan benda uji yang dibuat dengan aspal
minyak Pen 60/70 hanya terdapat perbedaan kecil.
Perbandingan Retona dengan Aspal Pen 60/70
Produk asbuton mempunyai sifat-sifat yang baik, dilihat dari hasil pengujian fisiknya
sepeerti penetrasi, titik lembek, kelarutan, daktilitas, dibanding aspal minyak konvensional
sekitar sehingga sangat cocok untuk lalu lintas berat dan daerah dengan temperatur tinggi
seperti indonesia. Kelebihan dari campuran beraspal panas menggunakan asbuton ialah
mempunyai stiffness modulus yang tinggi untuk setiap temperatur pengujian sehingga
penyebaran beban lalu lintas ke tanah dasar menjadi lebih baik, ketahanan terhadap deformasi
permanen yang lebih baik, ditunjukkan dengan nilai stabilitas dinamis yang lebih tinggi
ataupun deformasi akibat beban berulang yang lebih kecil. Dalam pelaksanaan pencampuran
di asphalt mixing plant (AMP) sangat praktis karena tidak diperlukan peralatan tambahan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Program Kerja
Program kerja yang dilaksanakan pada penelitian ini digambarkan dalam bagan alir
yang ditunjukkan pada Gambar III.1.
Mulai
Studi literatur
Persiapan Aspal Persiapan Agregat
Aspal Pen 60/70 Retona Blend 55 Agregat Kasar Agregat halus
Gambar III.1 Diagram Alir Program Kerja
A
Persiapan benda uji AC-WC (Aspal pen
60/70 dan Retona Blend 55)
dengan -1; -0,5; Pb; +0,5; +1
Pengujian campuran dengan alat Marshall
KAO didapatkan ?
Pembuatan benda uji AC-WC (Aspal Pen 60/70 dan
Retona Blend 55)
Pengujian campuran dengan alat Marshall
Hasil penelitian dan pembahasan
Kesimpulan dan Saran
III.2 Uraian Tahapan Penelitian
Studi pendahuluan adalah dengan mengumpulkan referensi – referensi yang relevan
yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian serta menentukan lokasi bahan dan
tempat pengujian.
III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan adalah penyiapan/ pengadaan bahan dan peralatan untuk
pengujian, adapun bahan dan peralatan tersebut :
1. Material yang digunakan
- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang
keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain
yang mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya
merupakan produk dari mesin pemecah batu (stone crusher) atau dari pasir
alam. Dalam penelitian ini, agregat yang digunakan diperoleh dari lokasi
quarry dari PT. KARYA MURNI, Patumbak.
- Untuk bahan aspal menggunakan aspal PERTAMINA dengan pen 60/70 dan
Retona Blend 55 yang diperoleh dari PT. Olah Bumi Mandiri.
2. Peralatan yang diperlukan
a. Alat uji pemeriksaan aspal
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi,
alat uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat
uji berat jenis (piknometer dan timbangan), alat uji kelarutan, dan TFOT.
b. Alat uji pemeriksaan agregat
Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los
c. Alat uji karakteristik campuran agregat aspal
Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall
III.2.2 Pengujian Bahan
III.2.2.1 Pengujian Material Agregat
Pengujian dimaksudkan untuk meneliti bahan yang akan dipakai dapat memenuhi
persyaratan. Pengujian bahan meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus. Pengujian
laboratorium yang dilakukan untuk agregat kasar dan agregat halus disajikan dalam Tabel
III.1
Tabel III.1Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus
No. Pengujian Standar Nilai
Agregat Kasar
1 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks 40%
2 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
3 Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90 *
4 Partikel Pipih dan Lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks 10%
Agregat Halus
1 Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%
2 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 8%
3 Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45
Sumber :
(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
III.2.2.2 Pengujian Material Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Retona Blend 55 yang diproduksi
oleh PT. Olah Bumi Mandiri dan aspal Pen 60/70 produksi Pertamina. Jenis pengujian
sifat-sifat teknis aspal Retona Blend 55 yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel III.2, sedangkan
untuk pengujian sifat teknis aspal Pen 60/70 ditunjukkan pada Tabel III.3
Tabel III.2 Pengujian Asbuton Modifikasi (Retona Blend 55)
No. Jenis Pengujian Metode Syarat
1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40-60
2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 Min.55
3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min.255
4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min.50
5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min.1,0
6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat RSNI M-04-2004 Min.90
7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Maks.2
8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min.55
9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min.50
10 Mineral lolos saringan No.100, %* SNI 03-1968-1990 Min.90 Sumber :
Tabel III.3 Persyaratan Aspal Pen 60/70
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 79
2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 48 – 58
3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min. 200
4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat SNI 06-2438-1991 Min. 99
7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8
8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54
9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50
10 Uji bintik (spot test)
- Standar Naptha
- Naptha Xylene
- Hephtane Xylele
AASHTO T. 102 Negatif
Sumber :
Catatan : Penggunaan Pengujian spot test adalah pilihan. Apabila disyaratkan direksi
dapat menentukan pelarut yang akan digunakan.
III.2.3 Pemilihan Gradasi Agregat
Distribusi variasi ukuran butiran agregat disebut gradasi agregat. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workability (sifat mudah
dikerjakan) dan stabilitas campuran.
Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari
digunakan dalam penelitian ini adalah kurva gradasi yang memotong kurva fuller, di bawah
kurva fuller dan berada dalam titik kontrol gradasi Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC).
Ukuran Saringan (mm)
Persyaratan Gradasi (% berat butir yang lolos)
Agregat gabungan
Fuller Titik Kontrol Zona Terbatas
19 100 100 100
12,7 90,12 83,4 90 – 100
9,5 84,12 73,2 Maks. 90
4,76 63,84 53,6 -
2,38 38,15 39,1 28 – 58 39,1 – 39,1
1,19 22,14 28,6 - 25,6 – 31,6
0,600 16,21 21,1 - 19,1 – 23,1
0,300 11,61 15,5 - 15,5 – 15,5
0,150 7,67 11,3
0,075 6,07 8,3 4 – 15
III.2.4 Pengujian Campuran Beraspal III.2.4.1 Pengujian Marshall
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap
kelelehan plastis (flow) dari campuran beraspal.
Pada pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan adalah menghitung
Dimana :
Pb = Kadar aspal optimum perkiraan
CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8
FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200
Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton
K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan
nilai 1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.
Setelah mendapatkan nilai Pb, kemudian siapkan benda uji Marshall pada lima variasi
kadar aspal masing-masing 2 (dua) benda uji, yaitu -1,0%, -0,5%, Pb, +0,5%, +1,0%.
a. Persiapan campuran
Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat dua benda uji untuk lima variasi kadar
aspal terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak
±1200gr sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 6,25 cm. panaskan panic
pencampuran beserta agregat dengan suhu ± 28ºC di atas suhu pencampur untuk aspal
panas dan aduk sampai merata. Sementara itu panaskan aspal sampai suhu
pencampuran. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang
sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah sampai agregat terlapis merata.
b. Pemadatan benda uji
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk. Masukkan
seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula yang
dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10
kali di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti tidak mencatat berapa