• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Penggunaan Retona Blend 55 Dan Aspal PEN 60/70 Terhadap Rancangan Campuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Penggunaan Retona Blend 55 Dan Aspal PEN 60/70 Terhadap Rancangan Campuran"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN

RETONA BLEND 55 DAN ASPAL PEN 60/70

TERHADAP RANCANGAN CAMPURAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disususn Oleh :

NENSI LELIANA GINTING 050404016

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatnya, sehingga saya dapat

menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian

sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Judul Tugas Akhir ini adalah :

“Studi Perbandingan Penggunaan Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 Terhadap rancangan Campuran.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, saya banyak mendapatkan bantuan mulai dari

perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini

saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Johanes Tarigan, sebagai ketua jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak , sebagai sekertaris jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc., sebagai pembimbing, atas saran,

bimbingan, dan kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan-hambatan yang

saya alami.

4. Pera penguji, Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Ir. Joni Harianto dan Bapak

Ridwan Anas, ST.MT. yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

6. Rekan-rekan asisten di laboratorium Jalan Raya yang telah membantu dalam

(3)

7. Rekan-rekan mahasiswa, diantaranya ; Lady, Dame, Ana, Emma, Gondut, Jose,

Ganda, Albert, Martin, Ronald, Daniel, Christian, Alkes, Andreas, Mumu,

Keng-keng, Boem, Ngok, Fahmi, Darwin, Rudolf, Kace, Emon, Ryan, Dani, Aran, dan

lain-lain, teristimewa Mado dan Rifai yang sempat mengalami cidera. Semuanya telah

banyak memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan serta

motivasi agar saya secepatnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Ayah, Ibu dan Adik-adik atas segala doa serta dukungan dan dorongan yang telah

diberikan.

Saya menyadari penulisan Tugas Akhir ini begitu sederhana terdapat kekurangan baik

dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan terbatasnya pengetahuan, pengalaman,

dan referensi yang dimiliki. Untuk itu, penulis menerima segala saran dan kritik guna

penyempurnaannya.

Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.

Medan, Maret 2011

Penulis,

(4)

ABSTRAK

Aspal yang berfungsi sebagai pengikat merupakan material penting dalam konstruksi

jalan. Karakteristik aspal mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu, aspal

dengan kualitas yang baik akan menghasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang

baik.

Ada berbagai cara untuk meningkatkan kualitas aspal. Salah satu cara untuk

memperbaiki kualitas aspal adalah dengan menggunakan bahan modifikasi yang telah

tersedia di pasaran. Suatu bahan baru yang tersedia di pasaran adalah Retona.

Retona (Refined Buton Asphalt) merupakan hasil produksi ekstraksi aspal alam dari

Pulau Buton. Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa Retona dapat memperbaiki

kinerja campuran beraspal.

Penelitian laboratorium dilakukan untuk menentukan karakteristik aspal Retona Blend

55 dan membandingkannya dengan aspal Pen 60/70. Pengujian dilakukan untuk mengetahui

karakteristik campuran AC-WC. Gradasi yang digunakan adalah gradasi yang memotong

kurva fuller dan berada di bawah daerah larangan.

Hasil uji Marshall menunjukkan bahwa nilai stabilitas dari campuran yang

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

ABSTRAK ………. iii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ………. v

DAFTAR GAMBAR ………. vi

DAFTAR NOTASI ……… vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

I.2 Perumusan Masalah Penelitian ………... 2

I.3 Keaslian Penelitian ………. 2

I.4 Maksud dan Tujuan ……… 3

I.5 Manfaat Penelitian ……….. 3

I.6 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Lapis Beton Aspal ……… ….. 5

II.2 Bahan Campuran Beraspal ……… 6

II.3 Perencanaan Campuran Beraspal ………. 9

II.4 Bahan Modifikasi ………. 12

II.5 Karakteristik AC-Modified ………... 16

(6)

II.8 Penelitian Terdahulu ……….. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Program kerja ……… 32

III.2 Uraian Tahapan Penelitian ……….. 34

III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan ……… 34

III.2.2 Pengujian Bahan ……….. 35

III.2.3 Pemilihan Gradasi Agregat ……….. 37

III.2.4 Pengujian Campuran Beraspal ………. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data ………. 43

IV.1.1 Hasil Pengujian Sifat-sifat Fisik Agregat ………. 43

IV.1.2 Hasil Pengujian Aspal ……….. 43

IV.1.3 Hasil Pengujian Marshall (mendapatkan KAO) ….…. 45 IV.1.4 Hasil Pengujian Marshall ……….. 50

IV.1.5 Hasil Pengujian Marshall (PRD) ……… .. 51

IV.1.6 Hasil Pengujian Perendaman Marshall ……… 51

IV.2 Analisis Data Pengujian Agregat dan Aspal ………... 52

IV.2.1 Analisis Data Pengujian Agregat ……… 52

IV.2.2 Analisis Data Pengujian Aspal ……… 53

IV.3 Analisis Data Pengujaian Marshall dan Kepadatan Mutlak …. 56 IV.3.1 Analisis Volumetrik Campuran ……… 56

IV.3.2 Analisis NIlai Empiris Marshall ………... 60

(7)

IV.4 Perbandingan Hasil Pengujian ……… 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ……… 66

V.2 Saran ………. 68

DAFTAR PUSTAKA ……… 69

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Ketentuan Agregat Kasar ……… 7

Tabel II.2 Ketentuan Agregat Halus ……… 8

Tabel II.3 Spesifikasi Fixonite ……… 13

Tabel II.4 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ……… 16

Tabel II.5 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC modified) .. 17

Tabel II.6 Gradasi Agregat Gabungan ……… 18

Tabel III.1 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus ………. 35

Tabel III.2 Pengujian Asbuton Modifikasi ……….. 36

Tabel III.3 Persyaratan Aspal Pen 60/70 ………. 37

Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat ……… ….. 44

Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal ……….. 44

Tabel IV.3 Hasil Analisis Marshall untuk KAO (Aspal Pen 60/70) ………. 45

Tabel IV.4 Hasil Analis Marshall untuk KAO (Retona Blend 55) ……… 46

Tabel IV.5 Hasil Analisis Marshall AC-WC (Aspal Pen 60/70) ………. 50

Tabel IV.6 Hasil Analisis Marshall AC-WC (Retona Blend 55) ……… 50

Tabel IV.7 Hasil Analisis Marshall (PRD) ……… ………. 51

Tabel IV.8.1 Hasil Analisis Perendaman Marshall (Aspal Pen 60/70) …...……… 51

Tabel IV.8.2 Hasil Analisis Perendaman Marshall (Retona Blend 55) ……….. 52

Tabel IV.9 Perbandingan Persentaase Penurunan VIM (Aspal Pen 60/70) …...…. 58

Tabel IV.10 Perbandingan Persentase Penurunan VIM (Retona Blend 55) ………. 58

Tabel IV.11 Gradasi Agregat Wimpy da Tri ………. 64

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Proses Pembuatan Retona Blend 55 ……… 15

Gambar II.2 Bagan alir Ekstraksi Retona Blend 55 untuk Menentukan Kadar Aspal dan Mineral ……… 15

Gambar III.1 Diagram Alir Program Kerja ……….. 32

Gambar IV.1 Hasil Pengujian Marshall untuk Mendapatkan KAO (Pen 60/70) .…. 46 Gambar IV.2 Hasil Pengujian Marshall untuk Mendapatkan KAO (Retona Blend 55) 48 Gambar IV.3 Perbandingan Nilai Kepadatan ……… … 56

Gambar IV.4 Perbandingan Nilai VIM ……….. 57

Gambar IV.5 Perbandingan Nilai VMA ………. 59

Gambar IV.6 Perbandingan Nilai VFA ……….………. 59

Gambar IV.7 Perbandingan nilai Stabilitas ……… 60

Gambar IV.8 Perbandingan Nilai Flow ………..……… 61

Gambar IV.9 perbandingan Nilai MQ ……… 62

(10)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

AASHTO = American Association of State Highways and Transportations

Officials

ASTM = American Society for Testing and Materials

AC = Asphalt Concrete

AC-Base = Asphalt Concrete Base

AC-BC = Asphalt Concrete Binder Course

AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course

AC-Modified = Asphalt Concrete Modified

AC-Base Modified = Asphalt Concrete Base Modified

AC-BC Modified = Asphalt Concrete Binder Course Modified

AC-WC Modified = Asphalt Concrete Wearing Course Modified

CA = Coarse Aggregate

FA = Fine Aggregate

IKS = Indeks Kekuatan Marshall Sisa

KAO = Kadar Aspal Optimum Laston Lapis Aspal Beton

MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshall)

PRD = Percentage Refusal Density

Retona = Refined Asbuton Asphalt

SSD = Surface Saturated Dry

TFOT = Thin Film Oven Test

VFB = Voids Filled with Bitumen (rongga terisi aspal)

VIM = Voids in Mixture (rongga dalam campuran)

(11)

VMA = Voids in Mineral Aggregates (rongga udara di dalam agregat)

LAMBANG

Gmb = Berat jenis padat (Bulk) campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Gsb = Berat jenis padat (Bulk) agregat gabungan

Gse = Berat jenis effektif agregat

(12)

ABSTRAK

Aspal yang berfungsi sebagai pengikat merupakan material penting dalam konstruksi

jalan. Karakteristik aspal mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu, aspal

dengan kualitas yang baik akan menghasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang

baik.

Ada berbagai cara untuk meningkatkan kualitas aspal. Salah satu cara untuk

memperbaiki kualitas aspal adalah dengan menggunakan bahan modifikasi yang telah

tersedia di pasaran. Suatu bahan baru yang tersedia di pasaran adalah Retona.

Retona (Refined Buton Asphalt) merupakan hasil produksi ekstraksi aspal alam dari

Pulau Buton. Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa Retona dapat memperbaiki

kinerja campuran beraspal.

Penelitian laboratorium dilakukan untuk menentukan karakteristik aspal Retona Blend

55 dan membandingkannya dengan aspal Pen 60/70. Pengujian dilakukan untuk mengetahui

karakteristik campuran AC-WC. Gradasi yang digunakan adalah gradasi yang memotong

kurva fuller dan berada di bawah daerah larangan.

Hasil uji Marshall menunjukkan bahwa nilai stabilitas dari campuran yang

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan volume lalu lintas yang meningkat memberikan dampak terhadap

permintaan akan pembangunan struktur perkerasan jalan dan pemakaian material yang

digunakan. Di Indonesia sering terjadi beban lalu lintas yang berlebihan (over loading) dan

temperatur udara yang tinggi, sehingga perlu pertimbangan dalam melakukan perencanaan

campuran aspal.

Aspal merupakan suatu material yang diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi.

Aspal berwarna hitam kecoklatan dan memiliki sifat viskoelastis sehingga akan melunak dan

mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang

membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses

produksi dan masa pelayanannya.

Aspal memiliki karakteristik yang berpengaruh terhadap kinerja campuran beraspal.

Oleh karena iru diperlukan aspal dengan kualitas yang bagus sehingga nantinya akan

dihasilkan campuran beraspal dengan kinerja yang baik. Karena aspal merupakan lapis

perkerasan yang paling atas yang menerima dampak langsung dari lalu lintas, maka aspal

harus cukup kuat, stabil, dan tetap di tempat meskipun ada pembebanan dari lalu lintas.

mengemukakan bahwa jenis aspal Pen 60/70 banyak digunakan dalam

perkerasan tetapi dengan perkembangan lalu lintas maka jenis aspal Pen 60/70 sudah tidak

dapat memadai terutama untuk menahan deformasi sehingga diperlukan alternatif jenis bahan

aspal lainnya yang memiliki kekakuan lebih rendah sehingga mampu menahan potensi retak

(14)

rencana akibat kerusakan prematur yang diindikasikan terjadi pelunakan serta oksidasi pada

aspal, karena temperatur tinggi.

Oleh sebab itu, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas aspal maka digunakan

bahan modifikasi yang telah tersedia di pasaran. Suatu bahan baru modifikasi yang tersedia di

pasaran adalah Retona (Refined Buton Asphalt).

Retona merupakan hasil produksi ekstraksi aspal alam dari Pulau Buton. Aspal Buton

dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada aspal minyak. PT. Olah Bumi

Mandiri sebagai perusahaan yang memproduksi Retona memperkenalkan produk baru yaitu

Retona Blend 55. Menurut , keunggulan Retona Blend 55 ini antara lain dapat

meningkatkan kestabilan, ketahanan terhadap deformasi, ketahanan fatigue dan daya tahan

terhadap air. Disamping itu kemudahan dalam penggunaan (seperti aspal biasa), usia

pelayanan yang lebih lama dan biaya pemeliharaan menjadi lebih murah menjadi

pertimbangan penting dalam penggunaan produk ini. Retona Blend 55 dapat melayani lalu

lintas tinggi.

I.2 Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan

penggunaan Retona Blend 55 dengan aspal Pen 60/70 terhadap durabilitas aspal terhadap

beton aspal campuran panas (AC – WC).

I.3 Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian dengan permasalahan seperti yang

dikemukakan dalam penelitian ini, belum pernah dilakukan sebelumnya. Permasalahan yang

dikemukakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

(15)

Retona Terhadap Karakteristik Aspal Keras dan Beton Aspal Campuran Panas (6), penelitian

ini mengevaluasi pengaruh Retona terhadap kepekaan temperatur aspal dan campuran beton

aspal ; Leksminingsih dalam jurnal Kekentalan Aspal untuk Penentuan Temperatur

Pemompaan, Pencampuran, dan Pemadatan Campuran Beraspal (4) ; Fredy Jhon Philip.S

dalam

tesis

yang berjudul Kinerja Laboratorium dari campuran Beton Aspal Lapis Aus

(AC-WC) Menggunakan Retona Blend 55 dengan Modifikasi Filler (5).

Penelitian ini mengevaluasi pengaruh Retona Blend 55 terhadap durabilitas aspal dan

beton aspal.

I.4 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi karakteristik dari aspal Retona Blend

55 dan aspal Pen 60/70 sebagai pembanding. Selain itu kita dapat mengkaji dan mengevaluasi

prilaku campuran AC-WC dengan penggunaan Retona Blend 55 dan aspal pen 60/70 atas

kemampuan mempertahankan kualitasnya dari kerusakan setelah dilakukan perendaman.

I.5 Manfaat Penelitian

Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari aspal Pen 60/70 dan Retona Blend 55.

Selain itu melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan, khususnya tentang penggunaan bahan modifikasi aspal untuk meningkatkan

kualiatas aspal sehingga akan dihasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang baik.

Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai dasar pemikiran bagi peneliti lain yang

(16)

I.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini masalah yang ditinjau dibatasi hanya pada penggunaan retona

Blend 55 dan aspal Pen 60/70 terhadap beton aspal campuran panas (AC-WC).

2. Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari

Laston Lapis Aus (AC-WC).

3. Metode kombinasi agregat menggunakan pendekatan kurva fuller.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lapis Beton Aspal

Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang

mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt

Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut , campuran ini terdiri atas

agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan

dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus

memiliki komposisi yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan

aspal (bitumen) sebagai pengikat.

Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi

perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-Wearing Course) dan

untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)). Lataston (HRS)

juga dapat digunakan sebagai lapisan aus atau lapis pondasi. Latasir (HRSS) digunakan untuk

lalu lintas ringan (< 500.000 ESA).[ ]

II.2 Bahan Campuran Beraspal

Campuran beraspal didefenisikan sebagai suatu kombinasi campuran antara agregat

dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan.

(18)

Menurut, , Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan

jalan berfungsi sebagai :

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan

antara sesama aspal.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di

dalam butir agregat itu sendiri.

Menurut , walaupun proporsi aspal yang digunakan dalam campuran

relatif sedikit, hanya sekitar 4% hingga 10% terhadap berat total campuran beton aspal,

namun aspal merupakan material penting dalam konstruksi jalan dan memiliki harga yang

lebih tinggi dibandingkan dengan agregat.

II.2.1 Agregat

Menurut , agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk

didalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu

dan pasir, dan di dalam , Istilah agregat

mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai

peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati proporsi

terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% dari berat total campuran.

1. Agregat Kasar

a. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan harus

disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal.

b. Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas

(19)

c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan

agregat kasar kotor dan berdebu. Agregat kasar harus bersih, keras, awet,

bebas dari lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan harus

memenuhi persyaratan yang diberikan pada tabel II.1.

Di dalam , ketentuan mengenai agregat kasar

adalah sebagai berikut :

a. Fraksi agregat kasar adalah yang tertahan pada ayakan no.8 (2,36 mm) dan

harus bersih, keras, awet, dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak

dikehendaki lainnya.

b. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah dan disiapkan dalam ukuran

nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan. Ukuran maksimum

(maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari ukuran

nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum

adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan

bahan tertahan kurang dari 10 %.

c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam

Tabel II.1 Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap

berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu

atau lebih.

d. Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke Unit

Pencampur Aspal melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds)

sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan

(20)

e. Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel II.1 untuk partikel kepipihan dan

kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan bilamana agregat tersebut

memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat

dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel

agregat yang baik.

Menurut , agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan

kekuatan yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi

saling mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel agregat kasar, sedangkan

menurut , agregat kasar mempunyai peranan untuk menjadikan campuran lebih

ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan

stabilitas.

Tabel II.1 Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat

SNI 03-3407-1994 Maks. 12%

Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Min. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel pipik dan lonjong (**) ASTM D-4791 Maks. 10%

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau

lebih dari 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

(21)

2. Agregat Halus

Menurut , agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.8 (2,36 mm),

yang terdiri dari batu pecah tersaring dan atau pasir alam yang bersih, keras, dan bebas dari

lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan

pada Tabel II.2.

Menurut , persyaratan agregat halus adalah sebagai berikut :

a. Agregat halus dari sumber manapun, harus terdiri atas pasir atau pengayakan

batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) sesuai

SNI 03-6819-2002.

b. Pasir boleh digunakan dalam Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton.

Persentase maksimum yang diijinkan adalah 10%.

c. Agregat yang halus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung,

atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah harus diperoleh dari

batu yang memenuhi ketentuan mutu dan harus diproduksi dari batu yang

bersih.

d. Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan dipasok ke Unit

Pencampur Aspal melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds) yang

terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat

dikontrol dengan baik.

Di dalam , ketentuan mengenai agregat halus

adalah sebagai berikut :

a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil

(22)

b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari agregat

kasar.

c. Pasir dapat digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang disarankan

untuk Laston (AC) adalah 15%.

d. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau

bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus diperoleh dari batu

yang memenuhi ketentuan mutu dalam Pasal 6.3.2.(1). Agar dapat memenuhi

ketentuan Pasal ini batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih. Bahan

halus dari pemasok pemecah batu (crusher feed) harus diayak dan ditempatkan

tersendiri sebagai bahan yang tak terpakai (kulit batu) sebelum proses pemecahan

kedua (secondary crushing).

e. Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi

pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung dingin (cold bin feeds)

yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat

dikontrol dengan baik.

f. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel II.2.

Tabel II.2 Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50%

Material lolos saringan no.200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45%

(23)

AASHTO M 323-07 2004, “Superpave Volumetric Mix Design”, persyaratan agregat

dibuat berbeda untuk masing-masing kelas lalu-lintas (lima kelas), sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel II.3.

Tabel II.3 Ketentuan Agregat (AASHTO M 323-07 2004)

ESAL (Juta)

Angularitas agregat kasar (<100mm :

>100mm)

Angularitas agregat halus (<100mm :

>100mm)

Menurut , pada campuran Laston lapis aus (AC-WC) terdapat persyaratan

khusus yaitu kurva Fuller dan daerah larangan (restricted zona). Kurva Fuller adalah kurva

gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga diantara

mineral agregat (VMA) yang minimum. Kurva Fuller tersebut ditentukan dengan persamaan :

Dimana :

P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm

d = ukuran agregat yang diperiksa (mm)

(24)

Menurut , restricted zone dalam persyaratan gradasi campuran beraspal

panas sangat membatasi kebebasan pemilihan gradasi. Larangan untuk memotong zona

tersebut menyebabkan gradasi yang dipilih menjadi cenderung kasar. Gradasi yang kasar

akan sulit dipadatkan dilapangan dan cenderung rentan terhadap retak.

Berdasarkan hasil penelitian , terlihat adanya indikasi bahwa jika gradasi

gabungan campuran beraspal memasuki daerah larangan (restricted zone) maka nilai VIM

refusal akan menurun (2,52%). Seperti yang diketahui bahwa dalam

, nilai VIM refusal dibatasi minimum 2,5% untuk

menghindari terjadinya kerusakan deformasi plastis. Kondisi ini menunjukkan pemilihan

gradasi yang memasuki restricted zone masih dapat diijinkan, selama karakteristik

campuranyang disyaratkan terpenuhi.

II.2.2 Aspal

Aspal merupakan material yang diperoleh dari hasil proses destilasi minyak bumi

dengan menggunakan berbagai teknik pengolahan. Pada temperatur ruang aspal berwarna

hitam, lengket, semisolid dan material dengan viskositas tinggi. Aspal paling banyak

digunakan dalam produksi beton aspal campuran panas, yang utamanya digunakan dalam

pembangunan perkerasan lentur. Aspal dicairkan dengan melakukan pemanasan dan

selanjutnya dicampur dengan agregat untuk membuat beton aspal.

II.3 Perencanaan Campuran Beraspal

Di dalam , campuran beraspal merupakan bagian

perkerasan lentur yang terletak di bagian atas atau di atas lapis pondasi. Karena letaknya di

bagian atas maka campuran beraspal harus tahan terhadap pengausan akibat beban roda

(25)

campuran beraspal sesuai yang diharapkan maka komposisi bahan dalam campuran beraspal

terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan yang

memenuhi kriteria.

1. Stabilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu mendukung

beban lalu lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan

deformasi plastis selama umur rencana.

2. Durabilitas atau keawetan yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus

mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, serta gesekan antara

roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan.

3. Kelenturan atau fleksibilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus

mampu menahan lendutan akibat beban lalu lintas dan pergerakan dari pondasi

atau tanah dasar tanpa mengalami retak.

4. Cukup kedap air, yaitu lapisan campuran beraspal cukup kedap air sehingga tidak

ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

5. Kekesatan yang cukup, yaitu campuran beraspal untuk lapis permukaaan harus

cukup kesat terutama pada kondisi basah, sehingga tidak membahayakan pemakai

jalan (kendaraan tidak tergelincir atau selip).

6. Ketahanan terhadap kelelahan, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu

menahan beban berulang dari beban lalu lintas tanpa terjadi kelelahan retak dan

alur selama umur rencana.

7. Kemudahan kerja, yaitu lapisan campuran beraspal harus mudah dilaksanakan,

(26)

, menyatakan bahwa campuran beraspal harus mempunyai kemampuan

untuk :

1. Tahan terhadap deformasi permanen

2. Mampu menahan retak lelah (fatigue cracking)

3. Mudah dalam pelaksanaan baik penghamparan maupun pemadatan dengan peralatan

yang sesuai

4. Kedap air, untuk melindungi lapisan dibawahnya dari pengaruh air

5. Awet, tahan terhadap gesekan oleh lalu lintas dan pengaruh udara dan air

6. Memberikan daya dukung terhadap struktur perkerasan

7. Mudah dipelihara dan yang paling penting yaitu harus mempunyai biaya yang efektif

Menurut , ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin

dapat dipenuhi sekaligus oleh satu jenis campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang

dominan lebih diinginkan, akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Jalan yang

melayani lalu lintas ringan, sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal yang mempunyai

sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih jenis beton aspal dengan

stabilitas yang tinggi.

Berdasarkan kriteria diatas, maka salah satu alternatif untuk meningkatkan stabilitas

dan durabilitas sehingga dapat meningkatkan umur kelelahan adalah dengan menggunakan

(27)

II.4 Bahan Modifikasi

Karakteristik aspal mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Oleh karena itu aspal

dengan kualitas yang baik akan menghasilkan campuran perkerasan dengan kinerja yang

baik. Untuk meningkatkan kualitas aspal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yag baik

adalah dengan menggunakan bahan modifikasi, diantaranya :

1. Gilsonite ( )

Gilsonite merupakan salah satu bahan galian menyerupai aspal. Gilsonite mempunyai

titik leleh yang cukup tinggi yaitu pada 175ºC dan titik nyala 315ºC. hal ini

menunjukkan bahwa bahan ini tidak mudah terbakar, sehingga memungkinkan untuk

diadakan pencampuran pada campuran aspal panas. Gilsonite mempunyai kandungan

asphaltene yang tinggi (70.9%) , maltene (27%) dan minyak (2%). Untuk kandungan

nitrogen Gilsonite juga mempunyai kadar yang lebih tinggi disbanding bahan lainnya

yaitu 3,2%. Dari sifat-sifat kimia yang dimiliki oleh Gilsonite ini diharapkan agar

material ini dapat memperbaiki adhesi agregat dan juga water stripping.

2. Polymer (lateks kkk-60, Lateks SIR 20, Polyethylene, Vestoplast, Ban bekas)

( )

Polymer adalah bahan yang terdiri dari banyak molekul-molekul yang disebut

monomer. Suaru alasan mengapa digunakan polymer untuk modifikasi aspal karena

aspal mempunyai keterbatasan sedangkan modifikasi dengan polymer menaikkan

sifat-sifat ssecara nyata antara lain :

a. Dapat digunakan pada kondisi lalu lintas tinggi sehingga dapat mengurangi

deformasi pada suhu tinggi karena aspal + polymer mempunyai titik leleh lebih

tinggi dari pada aspal biasa.

b. Tahan terhadap gaya geser karena aspal + polymer akan menaikkan ketahanan

(28)

c. Dapat menaikkan umur pakai karena aspal makin tinggi kekentalan maka lapisan

akan makin tebal.

d. Tahan pada suhu tinggi, karena aspal + polymer mempunyai titik leleh yang tinggi

lebih dari 50ºC sehingga polymer + aspal dapat menahan bleeding (tidak meleleh).

3. Fixonite ( )

Fixonite secara visual mempunyai bentuk asli serbuk dan berwarna hitam. Fixonite

merupakan bahan tambahan untuk aspal induk. Spesifikasi dari fixonite yang

dikeluarkan oleh P.T Olah Mandiri dapat dilihat pada table II.4.

Tabel II.4 Spesifikasi Fixonite

Jenis Pengujian Hasil Pengujian Satuan

Analisa kimia

- Kadar Aspaltene

- Kadar Malten

- Nitrogen

- Acidaffin I

- Accidaffin II

- Paraffin

- Parameter Malten

67,99

(29)

4. Refine Asbuton (Retona)

Menurut , Refined Buton Asphalt (Retona) merupakan jenis bitumen yang

diekstraksi dari Asbuton. Sifat material dari Retona yaitu memiliki viskositas tinggi

sehingga untuk kemudahan dalam pengerjaan, maka Retona dicampur dengan aspal

minyak. Proses ekstraksi dari Retona dapat menghasilkan produk Retona yang

berbeda-beda, tergantung dari proporsi inorganic solvent yang digunakan dalam

proses tersebut. Sebagai contoh, Retona 60 merupakan ekstraksi asbuton dengan 60%

bitumen dan 40% filler, sedangkan Retona 90 merupakan kadar bitumen 90% dan

10% mengandung filler. Pengembangan produk Retona terus dilakukan. PT. Olah

Bumi Mandiri mengeluarkan produk Retona Blend 55, dimana produk ini merupakan

hasil pencampuran aspal minyak dan aspal Retona. Tujuannya agar memberikan

kemudahan dalam proses pengerjaannya dan memberikan kinerja yang lebih baik.

Keunggulan produk ini adalah :

1. Meningkkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan kerekatan akibat temperature.

2. Kekuatan adhesi dan kohesi yang tinggi, daya tahan terhadap air karena nitrogen base

Retona 5,61 (±400%).

3. Usia pelayanan yang lebih lama (minimal 2 kali), sehingga biaya pemeliharaan

murah.

4. Mudah digunakan (seperti aspal biasa).

5. Stabilitas Marshall naik hingga 30%, stabilitas dinamis naik hingga 400% (rata-rata di

atas 3000 lintasan/menit).

6. Stabilitas dinamis untuk jalan heavy loaded dan heavy traffic adalah minimum 3000

(30)

Proses pembuatan Retona Blend 55

Retona blend 55 merupakan merupakan gabungan antara asbuton butir yang telah

diekstraksi sebagian dengan aspal keras Pen 60 atau Pen 80 yang pembuatannya dilakukan

secara fabrikasi dengan proses seperti diperlihatkan bagan alir pada gambar II.1

Butir Asbuton

Hasil Pecah Proses semi ekstraksi Retona

Aspal keras Pen 60/ Pen 80 pada temperatur 160 C

Retona Blend 55

Gambar II.1 Proses Pembuatan Retona Blend 55 (sumber : )

Retona Blend 55

Ekstraksi

Aspal + TCE Mineral

Proses Centrifuge

Aspal + TCE Mineral

Menetukan kadar aspal Retona

Blend 55

Menentukan kadar mineral Retona

Blend 55

Gambar II.2. Bagan Alir Ekstraksi Retona Blend 55 untuk Menentukan Kadar Aspal dan

(31)

II.5 Karakteristik AC modified

Menurut , setiap jenis campuran yang menggunakan bahan Aspal Retona

Blend 55 dikelompokkan kedalam campuran beraspal panas dengan Asbuton yang

dimodifikasi. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston dan Laston dimodifikasi

dapat dilihat pada tabel II.5 dan II.6.

Tabel II.5. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston

Sifat-sifat Campuran

Laston

WC BC Base

Penyerapan kadar aspal (%) Maks 1.2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min 3.5

Maks 5.5

Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1500

Maks _ _

Pelelehan (mm) Min 3 5

Maks _ _

Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC

Min 75

Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2.5

(32)

Tabel II.6. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified)

Sifat-sifat Campuran

Laston

WC BC Base

Penyerapan kadar aspal (%) Maks 1.7

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min 3.5

Maks 5.5

Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg) Min 1000 1800

Maks _ _

Kelelehan (mm) Min 3 5

Maks _ _

Marshall Quotient (Kg/mm) Min 300 350

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC

Min 75

Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2.5

Stabilitas Dinamis (lintasan/mm) Min 2500 Sumber :

Perencanaan campuran beraspal panas menggunakan Retona Blend 55 berlaku untuk

lapis aus (AC-WC), lapis antara (AC-BC) dan lapis pondasi (AC-Base). Persyaratan gradasi

(33)

Tabel II.7 Gradasi Agregat Gabungan

Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos

ASTM mm AC-WC AC-BC AC-Base

37,5 100

1″ 25 100 90 – 100

3/4″ 19 100 90 – 100 Maks. 90

1/2″ 12,5 90 – 100 Maks. 90

3/8″ 9,5 Maks. 90

No.8 2,36 28 – 58 23 – 49 19 – 45

No.16 1,18

No.30 0,60

No.200 0,075 4 – 10 4 – 8 3 – 7

DAERAH LARANGAN

No.4 4,75 – – 39,5

No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 – 30,8

No.16 1,18 25,6 – 31,6 22,3 – 28,3 18,1 – 24,1

No.30 0,60 19,1 – 23,1 16,7 – 20,7 13,6 – 17,6

No.50 0,30 15,5 13,7 11,4

Sumber :

Menurut , perencanaan campuran beraspal panas yang umum dilakukan di

Indonesia adalah dengan metode Marshall. Dari perencanaan tersebut diperoleh nilai

stabilitas (stability) dan flow, yang selanjutnya akan dihitung Marshall Quotient serta

(34)

II.6 Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadaan Mutlak

menyatakan bahwa pada tahun 1999, Departemen Pekerjaan Umum

mengeluarkan Pedoman Teknik Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan

Kepadatan Kepadatan mutlak ini dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang

dapat dicapai oleh campuran sehingga campuran tersebut tidak dapat menjadi lebih padat

lagi. Kepadatan mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa dengan pendekatan adanya

pemadatan oleh lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana, lapis permukaan tidak akan

mengalami perubahan bentuk plastis (plastic deformation).

Untuk kondisi lalu lintas berat, Marshall konvensional menetapkan pemadatan benda

uji dengan 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3% - 5%. Hasil pengujian

pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian parameter kontrol di lapangan seringkali

tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam spesifikasi sehingga kinerja perkerasan

jalan tidak tercapai. Kondisi ini sulit untuk menjamin campuran yang tahan terhadap

kerusakan berbentuk alur plastis.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibuat pengujian Pemadatan dilakukan dengan

menggunakan alat pemadat getar listrik atau dapat dilakukan dengan pemadatan Marshall

(35)

II.7 Metode Pengujian Campuran

Dalam pengujian rencana campuran aspal panas dikenal beberapa metode yang sering

dipakai, yaitu : [ ]

II.7.1 Imersion Compression Test

Pengujian ini dipakai untuk mengukur pengiisi dari bahan bitumen pada

campuran kering atau basah. Hasil pengujian akan memprlihatkan pengaruh air terhadap

harga stabilitas aspal panas, denga membandingkan harga stabilitas sampel yang direndam

dengan yang tidak direndam.

Pengujian ini dilakukan terhadap sekurang-kurangnya dua sampel pekerjaan, yang

dipadatkan pada cetakan dengan diameter 10,2 cm dengan tinggi 10,2 cm dan dengan beban

17000 kg. setelah ditimbang beratnya, satu sampel direndam dalam air selama empat hari,

dan yang lain dibiarkan di udara dalam waktu yang sama.

Setelah empat hari kedua sampel diuji dengan menggunakan unconfined compression.

Harga yang didapat merupakan harga stabilitas campuran dalam keadaan kering dan basah.

Ratio stabilitas dinyatakan sebagai stabilitas basah dibagi stabilitas kering.

II.7.2 Hubbard Field Test

Merupakan salah satu metode pengujian stabilitas campuran aspal panas yang cukup

luas dipakai.Metode ini telah distandarisasi oleh ASTM. Pertama skali metode ini digunakan

untuk campuran aspal panas dengan agregat halus (sand sheet), tetapi belakangan ini dipakai

juga untuk campuran aspal panas yang mengandung agregat kasar sampai ukuran ¾”.

Pada metode ini, pengujian dilakukan terhadap sampel percobaan dengan diameter 15

cm dan tinggi 7,5 cm. sampel percobaan kemudian diuji dengan menggunakan static

(36)

Beban maksimum yang diperoleh saat sampel hancur dinyatakan sebagai harga

stabilitas.

II.7.3 Triaxial Compression Test

Pengujian ini mungkin yang paling menarik dibanding dengan pengujian-pengujian

yang lain dari sudut penelitian. Pada pengujian ini diukur kohesi dan gaya gesek dalam arti

campuran perkerasan aspal.

II.7.4 Stabilometer (Hveem, Stability Test)

Metode stabilometer ini digunakan untuk merencanakan campuran aspal yang dipakai

oleh California Division of Highway dan sering juga disebut metode perencanaan Hveem.

Pengujian ini digunakan untuk mengukur stabilitas, density dan kandungan pori untuk

mendapatkan persentase aspal dari suatu sampel percobaan.

Keistimewaan pengujian ini adalah menguji sampel percobaan dengan empat jenis

pengujian yang berbeda, yaitu :

1) Swell Test

2) Stabilometer Test

3) Bulk Density Determination Test

4) Cohesiometer

II.7.5 Marshall Test

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum

dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk

(37)

Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran

agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan

deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum

dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum

dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk

dimobilisasi.

Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah

gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di

laboratorium.

II.7.1 Parameter pengujian Marshall

Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang

dicampur secara merata atau homogeny pada suhu tertentu. Campuran kemudian

dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.

Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian

marshall antara lain :

a. Stabilitas Marshall

Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh

jarum dial. Menurut , stabilitas merupakan parameter yang

menunujukkan batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran

beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas

yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga

(38)

b. Kelelehan (flow)

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari

masing-masing yang ditunjukkan olegh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow

biasanya dalam satuan mm (millimeter). Menurut , suatu campuran yang

memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk

mengalami retak dini pada usia pelayanannya.

c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)

Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Menurut

, semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi

kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap

keretakan.

Marshall Quotient =

d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)

Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel

agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh

agregat. Rumus adalah sebagai berikut :

Dimana :

VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)

VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%)

(39)

e. Rongga Antar Agregat (VMA)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada

suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efktif (tidak termasuk

volume aspal yang diserap agregat). Perhitungan VMA terhadap campuran dalah

dengan rumus berikut :

Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total,

maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA = 100 -

(

)

Dengan pengertian :

VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb = Berat jenis curah agregat

Ps = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726)

Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka

VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA = 100

-

x

100

Dengan pengertian :

Pb = Aspal, persen berat agregat

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

(40)

f. Rongga Udara (VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan

beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal.

Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus

berikut:

VIM = 100 x

Dengan pengertian :

VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.

Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

II.7.2 Dasar-dasar Perhitungan ( )

a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat

Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi/filler

yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk

spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari

total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut :

- Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat

Dengan pengertian :

Gsbtot agregat =Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)

Gsb1, Gsb2… Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)

(41)

- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)

Dengan pengertian :

Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)

Gsa1, Gsa2… Gsan =Berat jenis semu dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)

P1, P2, P3, … =Prosentase berat dari masing-masing agregat, (%)

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang

menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil

pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :

Dengan pengertian :

Gse =Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gmm =Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)

Pmm = Persen berat total campuran (=100)

Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

(42)

Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan

dibawah ini :

Dengan pengertian :

Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)

Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)

c. Berat Jenis maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan

untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat

ditentukan dengan AASHTO T.209-90.

Dengan pengertian :

Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc)

Pmm =Persen berat total campuran (=100)

Ps =Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

Pb =Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)

Gse =Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

(43)

d. Berat Jenis Bulk Campuran padat

Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam

gram/cc dengan rumus sebagai berikut :

Dengan pengertian :

Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)

Vbulk =Volume campuran setelah pemadatan, (cc)

Wa =Berat di udara, (gr)

e. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap

berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut:

Dengan pengertian :

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)

Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Gse =Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)

Gb =Berat jenis aspal, (gr/cc)

f. Kadar Aspal Efektif

Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah

aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti

permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan

(44)

Dengan pengertian :

Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%)

Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)

Ps =Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

II.8 Penelitian Terdahulu

, melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik dari campuran Beton

Aspal Lapis Aus (AC-WC) menggunakan Retona Blend 55 dengan modifikasi filler. Filler

yang digunakan adalah fly ash dan semen Portland (PC). Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa pengujian Retona Blend 55 memberikan hasil yang berbeda terhadap pengujian aspal

Pen 60/70, dimana : nilai penetrasi lebih rendah (40,6 dmm terhadap 67,7 dmm), viskositas

lebih tinggi (165ºC terhadap 155ºC pada 170 cSt), titik lembek lebih tinggi (55ºC terhadap

50ºC). hal ini menunjukkan Retona Blend 55 lebih keras dibandingkan dengan aspal Pen

60/70. Pengaruh dari filler semen juga menghasilkan nilai KAO yang lebih besar dari filler

fly ash. Kadar aspal campuran yang menggunakan Retona Blend 55 cendrung lebih besar

dibandingkan campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70, berlaku untuk kedua jenis filler

semen dan fly ash. Secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan aspal Retona Blend

55 dalam campuran AC-WC dapat mengatasi kekurangan aspal Pen 60/70 pada

penggunaannya di perkerasan jalan, yaitu kemampuan untuk mengatasi temperatur yang

tinggi, beban berat dan volume lalu lintas yang tinggi. Demikian pula durabilitas dari

campuran Retona Blend 55 juga menunjukkan ketahanan terhadap pengaruh dari air dan suhu

(45)

, melakukan penelitian untuk mengetahui kinerja campuran Lataston Lapis Aus

(HRS-WC) yang memakai Buton Granular Asphalt (BGA) (Pen 60/70+BGA 5%) dan Retona

Blend 55 yang dibandingkan campuran dengan aspal Pen 60/70. Dari hasil pengujian

diperoleh nilai IKS terbesar diperoleh untuk campuran Retona Blend 55 (98,13%)

dibandingkan terhadap campuran aspal Pen 60/70+BGA 5% (91,92%) dan Pen 60/70

(86,41%). Hal ini menunjukkan bahwa campuran Retona Blend 55 memiliki katahanan

terhadap pengaruh air dibandingkan kedua campuran lainnya. Nilai titik lembek

menunjukkan bahwa Retona Blend 55 (55ºC) dapat memenuhi persyaratan (minimum 55ºC),

hal ini menunjukkan campuran aspal Retona Blend 55 memiliki ketahanan perubahan bentuk

terhadap pengaruh temperatur. Secara umum, campuran Retona Blend 55 memiliki nilai

ketahanan terhadap pengaruh air, terhadap deformasi permanen dan retak akibat beban lalu

lintas yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran Pen 60/70.

, mengemukakan bahwa salah satu karakteristik utama dari aspal

adalah kepekaannya terhadap perubahan temperatur. Kepekaan aspal terhadap perubahan

temperatur merupakan suatu nilai yang menunjukkan perubahan konsistensi aspal terhadap

perubahan temperatur. Mereka melakukan penelitian untuk menentukan pengaruh Retona

terhadap sifat-sifat aspal keras dan terhadap karakteristik beton aspal campuran panas. Untuk

mengekspresikan kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, digunakan dua metode

yaitu VTS dan PI. Kadar Retona yang digunakan pada penelitian ini adalah 0%, 5%, 10%,

15%. Nilai viskositas sampel diukur dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield Dial.

Dari penelitian diperoleh hasil bahwa penggunaan Retona sebagai bahan tambah dapat

mengurangi kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur, yang ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai PI aspal. Penambahan Retona 10% memberikan hasil yang optimum.

Campuran beton aspal yang menggunakan Retona memiliki stabilitas yang lebih tinggi

(46)

, melakukan percobaan untuk menentukan temperatur pemompaan,

pencampuran dan pemadatan dari berbagai jenis campuran beraspal dengan menggunakan

aspal yang berbeda di lapangan, salah satu aspal yang digunakan adalah aspal alam

(Asbuton). Dari percobaan diperoleh hasil bahwa pada aspal dengan bahan tambah produk

Asbuton menyebabkan terjadinya penurunan angka penetrasi dan kenaikan angka titik

lembek. Pada pengujian produk Asbuton, pemberian filler pada aspal menyebabkan titik

lembek tinggi sehingga temperatur pencampuran menjadi tinggi. Hal ini terlihat dari

pengujian kekentalan yang dimulai dari temperatur 150ºC.

, mengutip penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan literatur dalam

penelitian mengenai asbuton dan penggunaan retona sebagai upaya meningkatkan kualitas

aspal dan kinerja campuran, yaitu :

1. Priyatno (2003), melakukan penelitaian untuk mengetahui pengaruh penambahan

Retona-60 pada campuran Hot Rolled Sheet kelas B terhadap karakteristik kelelahan,

dengan mesin DARTEC. Hasil pengujian pada HRS kelas B dengan kandungan

Retona-60 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat aspal terhadap karakteristik

kelelahan menunjukkan bahwa Retona-60 dapat memperbaiki karakteristik kelelahan.

Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Faktor Efektifitas yaitu perbandingan umur antara

HS kelas B dengan dan tanpa Retona-60, berkisar antara 1,229 sampai 1,367 untuk

kandunga Retona-60 (10%), antara 1,398 sampai 1,623 untuk kandungan Retona-60

(15%), dan antara 1,607 sampai 1,847 untuk kandungan Retona-60 (20%), sesuai

dengan tingkat tegangan yang diberikan.

2. Lukman (2000), melakukan penelitian untuk menggambarkan sifat-sifat campuran

aspal Retona-60 dengan aspal Pen 80. Hasil pengujian menyatakan bahwa penetrasi

berkurang dan titik lembek meningkat dengan meningkatnya kandungan aspal

(47)

durabilitas dari campuran sedikit lebih rendah dari pada aspal kilang sendiri. Untuk

pengujian Wheel Tracking menyatakan bahwa ketahanan terhadap deformasi

meningkat dengan meningkatnya kadar aspal Retona, begitu juga dengan pengujian

Indirect Tensile Strength.

3. Sarosa (1999), melakukan penelitian laboratorium campuran aspal Retona 60 dan

aspal Pen 60/70 dan SMA dengan campuran 0%, 30%, 40%, dan 50% Retona-60

terhadap berat total bahan pengikat. Pada percobaan Wheel Tracking pada suhu 60ºC

kinerja SMA dengan 50% Retona-60 lebih unggul, dengan tingkat deformasi 0,009

mm/menit dan stabilitas dinamis 4510 lintasan/mm, dimana SMA dengan Retona-60

mempunyai tingkat deformasi 0,012 mm/menit dan stabilitas dinamis 3543

lintasan/mm.

, mengutip penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan literatur dalam

penelitian mengenai asbuton dan penggunaan retona sebagai upaya meningkatkan kualitas

aspal dan kinerja campuran, yaitu :

1. Erva Effendie (1999), menguraikan bahwa dibandingkan dengan aspal Pen 60, bahan

pengikat yang mengandung aspal Retona-60, penertasi lebih rendah dan titik lembek

lebih tinggi, kerentanan terhadap temperatur berkurang dengan pertambahan kadar

aspal Retona-60. Ketahanan terhadap kerusakan akibat air dari campuran yang

memakai Retona-60 agak lebih rendah dari campuran konvensional yang memakai

aspal Pen 60. Sebanding dengan pertambahan kadar Retona-60, ketahanan terhadap

deformasi permanen, modulus kekakuan, stabilitas dan Marshall Quotient meningkat.

2. Suhartono (1999), menguraikan bahwa aspal campuran dari aspal Pen 80/100 dan

aspal hasil ekstraksi dari Retona-90 lebih tahan lama terhadap pengaruh suhu

dibandingkan dengan aspal Pen 60/70, hal ini ditunjukkan oleh nilai Indek Prestasi

(48)

besar dari benda uji yang dibuat dengan aspal minyak Pen 60/70. Benda uji yang

mengandung campuran Retona-90 dan aspal Pen 80/200 mempunyai sifat lebih tahan

terhadap pengaruh air dibandingkan dengan benda uji yang dibuat dengan aspal

minyak Pen 60/70 hanya terdapat perbedaan kecil.

Perbandingan Retona dengan Aspal Pen 60/70

Produk asbuton mempunyai sifat-sifat yang baik, dilihat dari hasil pengujian fisiknya

sepeerti penetrasi, titik lembek, kelarutan, daktilitas, dibanding aspal minyak konvensional

sekitar sehingga sangat cocok untuk lalu lintas berat dan daerah dengan temperatur tinggi

seperti indonesia. Kelebihan dari campuran beraspal panas menggunakan asbuton ialah

mempunyai stiffness modulus yang tinggi untuk setiap temperatur pengujian sehingga

penyebaran beban lalu lintas ke tanah dasar menjadi lebih baik, ketahanan terhadap deformasi

permanen yang lebih baik, ditunjukkan dengan nilai stabilitas dinamis yang lebih tinggi

ataupun deformasi akibat beban berulang yang lebih kecil. Dalam pelaksanaan pencampuran

di asphalt mixing plant (AMP) sangat praktis karena tidak diperlukan peralatan tambahan

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Program Kerja

Program kerja yang dilaksanakan pada penelitian ini digambarkan dalam bagan alir

yang ditunjukkan pada Gambar III.1.

Mulai

Studi literatur

Persiapan Aspal Persiapan Agregat

Aspal Pen 60/70 Retona Blend 55 Agregat Kasar Agregat halus

(50)

Gambar III.1 Diagram Alir Program Kerja

A

Persiapan benda uji AC-WC (Aspal pen

60/70 dan Retona Blend 55)

dengan -1; -0,5; Pb; +0,5; +1

Pengujian campuran dengan alat Marshall

KAO didapatkan ?

Pembuatan benda uji AC-WC (Aspal Pen 60/70 dan

Retona Blend 55)

Pengujian campuran dengan alat Marshall

Hasil penelitian dan pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(51)

III.2 Uraian Tahapan Penelitian

Studi pendahuluan adalah dengan mengumpulkan referensi – referensi yang relevan

yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian serta menentukan lokasi bahan dan

tempat pengujian.

III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan alat dan bahan adalah penyiapan/ pengadaan bahan dan peralatan untuk

pengujian, adapun bahan dan peralatan tersebut :

1. Material yang digunakan

- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang

keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain

yang mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya

merupakan produk dari mesin pemecah batu (stone crusher) atau dari pasir

alam. Dalam penelitian ini, agregat yang digunakan diperoleh dari lokasi

quarry dari PT. KARYA MURNI, Patumbak.

- Untuk bahan aspal menggunakan aspal PERTAMINA dengan pen 60/70 dan

Retona Blend 55 yang diperoleh dari PT. Olah Bumi Mandiri.

2. Peralatan yang diperlukan

a. Alat uji pemeriksaan aspal

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi,

alat uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat

uji berat jenis (piknometer dan timbangan), alat uji kelarutan, dan TFOT.

b. Alat uji pemeriksaan agregat

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los

(52)

c. Alat uji karakteristik campuran agregat aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall

III.2.2 Pengujian Bahan

III.2.2.1 Pengujian Material Agregat

Pengujian dimaksudkan untuk meneliti bahan yang akan dipakai dapat memenuhi

persyaratan. Pengujian bahan meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus. Pengujian

laboratorium yang dilakukan untuk agregat kasar dan agregat halus disajikan dalam Tabel

III.1

Tabel III.1Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus

No. Pengujian Standar Nilai

Agregat Kasar

1 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks 40%

2 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

3 Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90 *

4 Partikel Pipih dan Lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks 10%

Agregat Halus

1 Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%

2 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 8%

3 Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45

Sumber :

(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau

lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih

(53)

III.2.2.2 Pengujian Material Aspal

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Retona Blend 55 yang diproduksi

oleh PT. Olah Bumi Mandiri dan aspal Pen 60/70 produksi Pertamina. Jenis pengujian

sifat-sifat teknis aspal Retona Blend 55 yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel III.2, sedangkan

untuk pengujian sifat teknis aspal Pen 60/70 ditunjukkan pada Tabel III.3

Tabel III.2 Pengujian Asbuton Modifikasi (Retona Blend 55)

No. Jenis Pengujian Metode Syarat

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40-60

2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 Min.55

3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min.255

4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min.50

5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min.1,0

6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat RSNI M-04-2004 Min.90

7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Maks.2

8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min.55

9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min.50

10 Mineral lolos saringan No.100, %* SNI 03-1968-1990 Min.90 Sumber :

(54)

Tabel III.3 Persyaratan Aspal Pen 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 79

2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 48 – 58

3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min. 200

4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min. 100

5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0

6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat SNI 06-2438-1991 Min. 99

7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8

8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54

9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50

10 Uji bintik (spot test)

- Standar Naptha

- Naptha Xylene

- Hephtane Xylele

AASHTO T. 102 Negatif

Sumber :

Catatan : Penggunaan Pengujian spot test adalah pilihan. Apabila disyaratkan direksi

dapat menentukan pelarut yang akan digunakan.

III.2.3 Pemilihan Gradasi Agregat

Distribusi variasi ukuran butiran agregat disebut gradasi agregat. Gradasi agregat

mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workability (sifat mudah

dikerjakan) dan stabilitas campuran.

Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari

(55)

digunakan dalam penelitian ini adalah kurva gradasi yang memotong kurva fuller, di bawah

kurva fuller dan berada dalam titik kontrol gradasi Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC).

Ukuran Saringan (mm)

Persyaratan Gradasi (% berat butir yang lolos)

Agregat gabungan

Fuller Titik Kontrol Zona Terbatas

19 100 100 100

12,7 90,12 83,4 90 – 100

9,5 84,12 73,2 Maks. 90

4,76 63,84 53,6 -

2,38 38,15 39,1 28 – 58 39,1 – 39,1

1,19 22,14 28,6 - 25,6 – 31,6

0,600 16,21 21,1 - 19,1 – 23,1

0,300 11,61 15,5 - 15,5 – 15,5

0,150 7,67 11,3

0,075 6,07 8,3 4 – 15

III.2.4 Pengujian Campuran Beraspal III.2.4.1 Pengujian Marshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap

kelelehan plastis (flow) dari campuran beraspal.

Pada pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan adalah menghitung

(56)

Dimana :

Pb = Kadar aspal optimum perkiraan

CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8

FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200

Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton

K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan

nilai 1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.

Setelah mendapatkan nilai Pb, kemudian siapkan benda uji Marshall pada lima variasi

kadar aspal masing-masing 2 (dua) benda uji, yaitu -1,0%, -0,5%, Pb, +0,5%, +1,0%.

a. Persiapan campuran

Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat dua benda uji untuk lima variasi kadar

aspal terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak

±1200gr sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 6,25 cm. panaskan panic

pencampuran beserta agregat dengan suhu ± 28ºC di atas suhu pencampur untuk aspal

panas dan aduk sampai merata. Sementara itu panaskan aspal sampai suhu

pencampuran. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang

sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah sampai agregat terlapis merata.

b. Pemadatan benda uji

Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk. Masukkan

seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula yang

dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10

kali di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti tidak mencatat berapa

Gambar

Gambar II.1 Proses Pembuatan Retona Blend 55 (sumber : )
Tabel II.5. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston
Tabel II.6. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified)
Tabel II.7 Gradasi Agregat Gabungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.30 Karakteristik Marshall pada Kadar Aspal Penetrasi 60/70 Optimum

Dari Gambar 4 dan Gambar 5 di atas dapat dilihat bahwa pada pemeliharaan rutin dan berkala yang menggunakan BNA Blend 75/25 memiliki Umur Rencana lebih lama daripada aspal

Selanjutnya hasil pemeriksaan sifat mekanis campuran terlihat bahwa nilai stabilitas pada campuran dengan aspal pen 60/70 maupun campuran dengan variasi aspal

Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian terhadap karakteristik Marshall pada kadar aspal optimum

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium maka diperoleh hasil pengujian karakteristik marshall campuran aspal AC-WC menggunakan aspal minyak

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap mutu agregat dari Simeulue sebagai bahan campuran aspal AC-WC dengan menggunakan variasi persentase bahan

147 - 154 Kesimpulan Dari hasil Pengabdian kepada Masyarakat Pelatihan Pengujian Aspal untuk Pemeliharaan Jalan Pedesaan berdasarkan spesifikasi Aspal Pen 60/70 dengan Virtual

Kurva Hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal Karet Dan Aspal Pen 60/70 Berdasarkan pada Gambar 2 didapat hasil pengujian stabilitas memperlihatkan bahwa penggunaan aspal karet dalam