• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Konsumsi Pangan dan Elastisitas Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan di PTP Nusantar IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tingkat Konsumsi Pangan dan Elastisitas Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan di PTP Nusantar IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI PANGAN DAN

ELASTISITAS PENDAPATAN TERHADAP PENGELUARAN

KONSUMSI PANGAN KARYAWAN DI PTP NUSANTARA IV

KEBUN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Oleh :

DENI PUTRA K. SIANTURI

060304066

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RINGKASAN

DENI PUTRA KARUNIA SIANTURI (060304066/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “Analisis Tingkat Konsumsi Pangan dan Elastisitas Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan di PTP Nusantar IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan”. Penelitian ini dibimbing oleh Prof. DR. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pola konsumsi pangan karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu sehingga dapat dilihat perbedaan pola konsumsi pangan antara karyawan pimpinan dengan karyawan pelaksana, selanjutnya dapat diketahui besarnya perubahan konsumsi pangan akibat perubahan pendapatan. Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan dengan alasan keragaman pendapatan karyawan di kebun Air Batu sangat bervariasi karena keragaman golongan.

Pengambilan sampel karyawan sebanyak 9 sampel untuk karyawan pimpinan dan 90 sampel untuk karyawan pelaksana. dengan metode simple random sampling. Jumlah sampel ditentukan dengan Metode Slovin. Metode di analisis dengan metode analisis deskriptif, menghitung % rata-rata pengeluaran konsumsi pangan, MPC ( marginal propensity to consume), dan Elastisitas pendapatan.

(3)

RIWAYAT HIDUP

DENI PUTRA KARUNIA SIANTURI, lahir tanggal 16 Juni 1989 di Mayang, anak kedua dari dua bersaudara dari Ayahanda Ir. Wanner Sianturi dan

Ibunda Agustina Kalesaran.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

pada tahun 1994 masuk sekolah dasar di SD Negeri 091697 Bukit Lima dan tamat tahun 2000. Tahun 2000 masuk sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Swasta Sultan Agung Pematang Siantar dan tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk

sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Pematang Siantar dan tamat tahun 2006. Pada tahun 2006 diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Mandiri. Bulan Mei 2011 melaksanakan penelitian skripsi di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan. Bulan Juli 2010 melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Juma Teguh,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Tingkat Konsumsi Pangan

dan Elastisitas Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan di PTP Nusantar IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan”. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

• Prof. DR. Ir. Kelin Tarigan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk mengajar dan membimbing serta memberikan

masukan yang berharga dalam menyelesaikan skripsi ini.

• Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membukakan wawasan secara detail, yang mengayomi dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.

• Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FP- USU dan Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec selaku Sekretaris Departemen Agribisnis, FP-USU

yang telah memberikan kemudahan dalam hal perkuliahan.

(5)

• Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2006 Departemen Agribisnis, serta teman-teman saya yang paling teristimewa khususnya Haposan, Iqbal, Indra, Ahmed, Icha, Arthur,Vicha ,Fitri ,dan b’Abib.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. I. Singarimbun Manejer Unit Kebun Air Batu, Bapak Ir. W. Sianturi Askep

Rayon A dan Ir. B. Pulungan Askep rayon B, serta pihak-pihak instansi yang telah membantu penulis dalam memberikan data dan informasi dalam penelitian ini.

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada

Ayahanda Ir. Wanner Sianturi dan Ibunda Agustina Kalesaran. atas kasih sayang, dan dukungan baik secara materi, moril maupun doa yang diberikan kepada

penulis selama menjalani kuliah, tak lupa kepada abangda Lucky Imanuel Sianturi, ST dan adinda Yesica Dian Oktyani serta Meggy, Rendy, Deisy, dan Dilla Selviana atas doa dan semangat yang diberikan.

Terakhir penulis berharap semoga sripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Medan, Desember 2011

(6)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 8

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 23

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 23

(7)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1. Pola Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan ... 35

5.1.1. Pola Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pimpinan ... 35

5.1.2. Pola Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pelaksana ... 39

5.2. Komparasi Pola Konsumsi Pangan Antara Keluarga Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana ... 46

5.3. Persentase Pengeluaran Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pimpinan dan Keluarga Karyawan Pelaksana dari Total Pengeluaran Rumah Tangga Keluarga Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana ... 49

5.4. MPC ( Marginal Propensity To Consume ) Rumah Tangga Keluarga Karyawan Pimpinan dan Keluarga Karyawan Pelaksana . 52 5.5. Elastisitas Pendapatan Keluarga Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana .... 54

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1. Kesimpulan... 56

6.2. Saran ... 57

(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Sumber Data Penelitian ... 25

2. Kinerja Kelapa Sawit tahun 2008 s/d 2010 ... 30

3. Jumlah Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 33

4. Jumlah Karyawan Berdasarkan Kelompok Umur... 34

5. Rata-rata pengeluaran konsumsi karyawan pimpinan tahun 2011 ... 35

6. Komparasi konsumsi dan pendapatan karyawan pimpinan PTPN IV kebun Air Batu terhadap konsumsi Perkapita dan UMR Provinsi Sumatera Utara ... 37

7. Rata-rata jumlah bahan pangan yang dikonsumsi karyawan pimpinan .. 39

8. Rata – rata pengeluaran konsumsi karyawan pelaksana tahun 2011 ... 40

9. Komparasi konsumsi dan pendapatan karyawan pelaksana PTPN IV kebun Air Batu terhadap konsumsi Perkapita dan UMR Provinsi Sumatera Utara ... 42

10.Rata-rata jumlah bahan pangan yang dikonsumsi karyawan pelaksana .. 44

11.Perbandingan rata-rata nilai pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi pangan ... 47

12.Perbandingan konsumsi pangan terhadap total pengeluaran ... 50

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Konsumsi Pangan Karyawan Pimpinan ... 70

2. Data Konsumsi Pangan Karyawan Pelaksana ... 73

3. Jumlah Pendapatan Karyawan Pimpinan ... 86

4. Jumlah Pendapatan Karyawan Pelaksana... 88

5. Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan pimpinan dan Karyawan Pelaksana ... 98

6. Jumlah Pengeluaran Konsumsi Pangan dan Pendapatan Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan per Maret-Mei ... 99

7. Elastisitas Pendapatan terhadap Jumlah Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan per Maret-Mei ... 100

8. Jumlah Bahan Pangan Yang Dikonsumsi Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana PTPN IV Kebun Air Batu Asahan (Maret-Mei) ... 101

9. Karakteristik Sampel Pada Daerah Penelitian ... 113

(11)

RINGKASAN

DENI PUTRA KARUNIA SIANTURI (060304066/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “Analisis Tingkat Konsumsi Pangan dan Elastisitas Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan di PTP Nusantar IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan”. Penelitian ini dibimbing oleh Prof. DR. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pola konsumsi pangan karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu sehingga dapat dilihat perbedaan pola konsumsi pangan antara karyawan pimpinan dengan karyawan pelaksana, selanjutnya dapat diketahui besarnya perubahan konsumsi pangan akibat perubahan pendapatan. Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan dengan alasan keragaman pendapatan karyawan di kebun Air Batu sangat bervariasi karena keragaman golongan.

Pengambilan sampel karyawan sebanyak 9 sampel untuk karyawan pimpinan dan 90 sampel untuk karyawan pelaksana. dengan metode simple random sampling. Jumlah sampel ditentukan dengan Metode Slovin. Metode di analisis dengan metode analisis deskriptif, menghitung % rata-rata pengeluaran konsumsi pangan, MPC ( marginal propensity to consume), dan Elastisitas pendapatan.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara menujukkan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan

meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, tebu dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman

perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan

semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan.

Situasi pangan di Indonesia cukup unik disebabkan oleh kondisi geografis

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, tetapi juga adanya keragaman sosial, ekonomi, kesuburan tanah, dan potensi daerah. Dengan adanya perubahan orientasi kebijakan yang lebih luas dan juga potensi pangan di daerah yang

beragam diharapkan akan terjadi pola makan pada masyarakat yang lebih beragam (Rahardjo, 1993).

Secara umum pengeluaran rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, terlebih dahulu dipentingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga

(13)

demikian seiiring dengan pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi pola

konsumsi untuk pangan akan menurun dan meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Seiring dengan kondisi tersebut akan terukur tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan

kebutuhan pangan masih menjadi prioritas utama, karena untuk memenuhi kebutuhan gizi (Sumanto, 2002).

Pengeluaran untuk konsumsi pangan berubah seiring dengan bertambah atau

berkurangnya pendapatan. Perubahan dalam pengeluaran konsumsi yang timbul karena adanya perubahan sebesar satu unit dalam pendapatan ini disebut MPC

(Marginal Propensity To Consume). MPC menunjukkan kepada kita fraksi dari setiap uang rupiah ekstra pendapatan yang digunakan untuk pengeluaran konsumsi baik pangan dan non pangan. Jadi, misalnya MPC sebesar 0,70 %

berarti setiap pertambahan 1% dalam pendapatan maka pengeluaran untuk konsumsi akan meningkat sebesar 0,70% ( Nisjar dan Winardi, 1997 ).

Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan produktivitas rumah tangga. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu

agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas.

Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan

(14)

Pemahaman terhadap perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga

berguna untuk memahami kondisi kesejahteraan rumah tangga, tingkat dan jenis-jenis pangan yang dikonsumsi serta perubahan yang terjadi. Masalah gizi yang dihadapi seorang individu terkait erat dengan pola konsumsi rumah tangga pola

konsumsi pangan masyarakat Indonesia pada umumnya terdiri dari : padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani,lemak (minyak), buah/biji, sayur-sayuran,

gula,kacang-kacangan, dan lain-lain.

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang – Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan PP Nomor 68 Tahun 2002

tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan

yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau (BBKP, 2003).

Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah

yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat

pemerataan pendapatan masyarakat adalah distribusi pendapatan masyarakat diantara golongan pendapatan penduduk (Yustika, 2002).

Struktur pengeluaran juga merupakan indikator kesejahteraan yang sama

pentingnya dengan indikator lainnya pada rumah tangga. Tingkat pemerataan pengeluaran rumah tangga dapat dilihat dari distribusi antar komponen

(15)

pengeluaran rumah tangga lebih rendah dari total pendapatan, maka ini

mencerminkan bahwa rumah tangga tersebut memiliki tabungan (Suhaeti, 2005). Kesejahteraan memiliki keterkaitan terhadap pola konsumsi, hal ini disebabkan apabila terjadi peningkatan dan penurunan tingkat kesejahteraan akan

berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga. Peningkatan kesejahteraan sangat mendorong bagi terbentuknya kualitas prima kerja karyawan, oleh karena

kesejahteraan karyawan menjadi perhatian bagi perusahaan agar terbentuk kualitas prima kerja bagi karyawan.

Karyawan adalah pelaku semua aktivitas didalam sebuah perusahaan, sehingga

penigkatan kesejahteraan oleh perusahaan bagi karyawannya akan mampu meningkatkan kinerja prima disamping menigkatkan rasa kebanggaan dalam diri

karyawan tersebut. Kinerja ini dapat diraih dengan cara :

a. Pembinaan rohani, pola hidup sehat untuk karyawan dan keluarga. b. Pembinaan lingkungan sosial yang sejahtera dan harmonis.

c. Penyediaaan fasilitas pendidikan yang berkwalitas untuk anak karyawan. d. Tersedia kesempatan pengembangan diri karyawan.

e. Gaji dan jaminan hari tua yang layak.

Pendapatan karyawan pada perkebunan adalah berbeda untuk setiap karyawan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan golongan setiap karyawan dan kapasitas

kerja (premi kerja). Perbedaan golongan yang membedakan karyawan tersebut merupakan karyawan pimpinan atau karyawan pelaksana disamping itu perbedaan

(16)

Perbedaan pendapatan karyawan di perkebunan menyebabkan perbedaan tingkat

konsumsinya. Perbedaan pendapatan juga mencerminkan adanya ketidakmerataan pendapatan. Perbedaan pendapatan tersebut mengakibatkan perbedaan pola konsumsi pangan dan pengeluaran konsumsi pangan suatu rumah tangga pada

karyawan, serta berbeda pula persentase penggunaan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi pangan. Perbedaan inilah yang menyebabkan terjadinya

perubahan pola konsumsi pangan akibat perubahan pendapatan dan secara teoritis besar perubahan pendapatan hanya sedikit saja mengubah pola konsumsi pangan atau dapat dikatakan elastisitasnya adalah negatif. Berdasarkan latar belakang

tersebut maka perlu diadakan penelitian tentang analisis tingkat konsumsi pangan dan elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi pangan karyawan di

PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan Identifikasi masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana pola konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana di daerah penelitian?

2) Bagaimana perbedaan pola konsumsi pangan antara keluarga karyawan

pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian?

3) Berapa persentase pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan

(17)

4) Berapa MPC (Marginal Propensity to Consume) rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian? 5) Bagaimana elastisitas pendapatan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga

karyawan pelaksana terhadap pengeluaran konsumsi pangan keluarga

karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk menganalisis pola konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis perbedaan pola konsumsi pangan antara keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian.

3) Untuk mengetahui persentase pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana dari total pengeluaran rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana

di daerah penelitian.

4) Untuk mengetahui nilai MPC (Marginal Propensity to Consume) rumah tangga keluarga karyawan pimpinan dan keluarga karyawan pelaksana di daerah penelitian.

5) Untuk menganalisis elastisitas pendapatan keluarga karyawan pimpinan dan

(18)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah agar dapat dipergunakan sebagai:

1) Sumbangan dalam bentuk penelitian yang terkait dengan masalah tingkat konsumsi pangan pada karyawan perkebunan.

2) Sebagai bahan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Pangan adalah komoditas strategis karena merupakan kebutuhan dasar manusia.

Pangan tidak saja berarti strategis secara ekonomi, tetapi juga sangat berarti dari segi pertahanan dan keamanan, sosial, dan politis. Situasi pangan di Indonesia

cukup unik disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, tetapi juga adanya keragaman sosial, ekonomi, kesuburan tanah, dan potensi daerah (Hasan, 1994).

Secara umum indikator kesejahteraaan suatu masyarakat adalah terpenuhinya lima kebutuhan pokok (basic need) manusia, yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Hal itu berarti tingkat kesejahteraan rumah tangga akan ditentukan oleh seberapa besar pengeluaran rumah tangga mereka dibandingkan pengeluaran perkapita rumah tangga menurut garis kemiskinan. Secara teoritis

garis kemiskinan dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pedapatan, dan pendekatan pengeluaran

(Sumodiningrat, 1996).

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan kedalam dua kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada

tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang

(20)

demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah

tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, brarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin

kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Mulyanto, 2005). Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumah tangga

merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan produktivitas rumah tangga. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas.

Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam

jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia. Pemahaman terhadap perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga

berguna untuk memahami kondisi kesejahteraan rumah tangga, tingkat dan jenis-jenis pangan yang dikonsumsi serta perubahan yang terjadi. Masalah gizi yang

dihadapi seorang individu terkait erat dengan pola konsumsi rumah tangga pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia pada umumnya terdiri dari : padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani,lemak (minyak), buah/biji, sayur-sayuran,

gula,kacang-kacangan, dan lain-lain (Ariani, 2004).

Mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar, maka secara teoritis seseorang

(21)

tinggi pendapatan rumah tangga semakin rendah pangsa pengeluaran untuk

pangan (Rahman dan Suhartini, 1996).

Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak azasi setiap insan. Oleh sebab itu,

upaya pemenuhan kebutuhan pangan harus dilaksanakan secara adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia (Sawit, 2003).

Pangan sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM) mengandung arti bahwa negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Pemenuhan kebutuhan pangan dalam konteks ketahanan pangan merupakan pilar

bagi pembentukan sumber daya manusia berkualitas yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran global (Suryana, 2004).

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli

aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan pola hidup juga menjadi berubah (Sumardi, 2003).

Setiap orang atau keluarga mempunyai skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang yang

dikonsumsi. Sebaliknya, makin sedikit pendapatan, makin berkurang jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan

(22)

Permintaan terhadap barang non pangan pada umumnya tinggi. Keadaan ini

terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi pangan sudah mencukupi, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang nonpangan, ditabung, ataupuninvestasi (Kuncoro, 2007).

Pada tingkat pendapatan yang dibelanjakan atau pendapatan disposebel yang sangat rendah pengeluaran rumah tangga adalah lebh besar dari pendapatannya.

Ini berarti pengeluaran konsumsi bukan saja dibiayai oleh pendapatannya tetapi juga dari sumber-sumber lain seperti dari tabungan yang dibuat pada masa lalu, dengan menjual harta kekayaannya, atau dari meminjam. Keadaan dimana

terdapat kelebihan pengeluaran jika dibandingkan dengan pendapatan ini dinamakan dissaving. Semakin tinggi pendapatan disposible yang diterima rumah tangga, makin besar pula konsumsi pangan yang akan mereka lakukan. Akan tetapi pertambahan konsumsi pangan yang akan terjadi adalah lebih rendah dari pendapatan yang berlaku. Maka makin lama kelebihan konsumsi rumah tangga

yang wujud (kalau dibandingkan dengan pendapatan yang diterimanya) akan menjadi bertambah kecil (Sukirno, 1981).

Pada suatu tingkat pendapatan disposiblel yang cukup tinggi, konsumsi rumah tangga akan sama besarnya dengan pendapatan disposiblenya. Apabila pendapatan disposible mencapai tingkat yang lebih tinggi, rumah tangga tidak akan

menggunakan seluruh pendapatan yang dapat dibelanjakannya tersebut. Ini berarti pengeluaran rumah tangga lebih rendah daripada pendapatan disposebelnya.

(23)

Penggolongan untuk karyawan yang bekerja di PTPN IV terdiri dari enam belas

jenis penggolongan yang dikelompokkan menjadi enam strata. penetapan calon karyawan dilakukan oleh Direksi melalui orientasi selama minimal satu tahun berdasarkan golongan dan jenjang kepangkatan maka masing-masing strata dan

golongan dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Strata I

• Golongan IA berpangkat pelaksana pratama

• Golongan IB berpangkat pelaksana muda 2. Strata II

• Golongan IC berpangkat juru pratama

• Golongan ID berpangkat juru muda 3. Strata III

• Golongan IIA berpangkat penyelia pratama

• Golongan IIB berpangkat penyelia muda

• Golongan IIC berpangkat penyelia madya

• Golongan IID berpangkat penyelia utama 4. Strata IV

• Golongan IIIA berpangkat pengatur pratama

• Golongan IIIB berpangkat pengatur muda

• Golongan IIIC berpangkat pengatur madya

• Golongan IIID berpangkat pengatur utama 5. Strata V

• Golongan IVA berpangkat penata madya

(24)

6. Strata VI

• Golongan IVC berpangkat pembina madya

• Golongan IVD berpangkat pembina utama

Ketentuan strata menurut bidang tugas adalah berbeda-beda. Strata I dapat dipangku oleh karyawan pelaksana dengan tugas pemanen, boyan, pelayan,

petugas tanaman, pemangkas, pos afdeling, centeng, dan tukang kebun. Strata II dapat dipangku oleh karyawan pelaksana dengan tugas petugas pemeriksa buah, juru ukur, petugas laboratorium, kerani, pos unit, pompa air pabrik, operator

limbah, operator pabrik, pembantu kerani afdeling, kerani tata usaha, kerani gudang, mandor pemeliharaan tanaman, dan kerani tehnik. Strata III dapat

dipangku oleh karyawan pemangku jabatan seperti kerani-I urusan kantor pusat, kerani –I afdeling, mandor transport, mandor tehnik, mandor I afdeling. Strata IV dipangku oleh karyawan pemangku jabatan seperti assisten dan assisten urusan.

Strata V dipangku oleh karyawan pemangku jabatan seperti kepala dinas dan kepala urusan. Strata VI dipangku oleh karyawan pemangku jabatan seperti

manejer unit, manejer group, dan kepala bagian. Setiap karyawan memiliki lima hari kerja atau enam hari kerja bergantung pada kepentingan dan kebutuhan perusahaan dengan satu hari kerja setara dengan tujuh jam. Sehingga apabila ada

kelebihan waktu bekerja akan dihitung sebagai waktu kerja lembur dan kelebihan waktu bekerja tersebut akan dibayar sebagai upah lembur. Adapun komponen

pendapatan karyawan pimpinan terdiri dari : gaji pokok + premi (kapasitas kerja)+tunjangan. Sedangkan komponen pendapatan karyawan pelaksana terdiri

dari : gaji pokok+ premi (kapasitas kerja)+tunjangan+catu beras+lembur

(25)

2.2. Landasan Teori

Pola Konsumsi

Seorang ahli ekonomi yang bernama Christian Lorent Ersnt Engel mengemukakan sebuah ”Hukum Konsumsi”. Hukum ini berdasarkan pada hasil penelitiannya

yang dilakukan pada abad ke 19 di Eropa. Menuru Engel, semakin miskin suatu keluarga atau bangsa, akan semakin besar pula persentase pengeluaran yang

digunakan untuk barang pangan (Sudarman, 2004).

Konsep konsumsi merupakan konsep yang di Indonesiakan dari bahasa inggris yakni ”Consumption”. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas

makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi

(Cahyono, 2003).

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan terhadap seluruh pengeluaran rumah

tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi pangan

(26)

bahwa rumah tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran

untuk pangan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non pangan (Purwitasari, 2007).

Besar kecilnya konsumsi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Tingkat pendapatan dan kekayaan. Sangat lazim apabila tinggi rendahnya daya konsumsi seseorang atau masyarakat berhubungan dengan tinggi rendahnya

tingkat pendapatan, karena perilaku konsumsi secara psikologis memang berhubungan dengan tingkat pendapatan, artinya bila pendapatan tinggi maka konsumsinya semakin tinggi (baik dalam jumlah maupun dalam nilai) karena

ini berhubungan dengan pemenuhan kepuasan yang tak terbatas itu. Apabila pendapatan rendah maka konsumsinya juga relatif rendah karena berhubungan

dengan keinginan bertahan hidup, jadi konsumsi untuk bertahan hidup dan pemenuhan kepuasan yang tinggi semuanya karena faktor pendapatan. Selain pendapatan mka kekayaan juga sangat berpengaruh. Kekayaan bisa saja

sebagai akibat dari tingkat tabungan dari masa lalu atau karena warisan dan lain sebagainya.

2. Tingkat suku bunga dan spekulasi. Bagi masyarakat tentu adakalanya mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatkan perolehan yang lebih besar dari suku bunga yang berlaku dari uang yang ditabung, sehingga manakala suku

bunga tinggi konsumsi masyarakat berkurang meskipun pendapatan tetap. Akan tetapi manakala suku bunga demikian rendahnya maka masyarakat akan

(27)

mengurangi konsumsinya karena berharap pada hasil yang besar dari uang

yang dikeluarkan untuk main dipasar saham atau obligasi (menunda konsumsi tinggi)dnegan harapan tentunya akan bisa melakukan konsumsi yang lebih besar apabila dalam kegiatan spekulasi itumendapatkan hasil sesuai yang

diharapkan.

3. Sikap berhemat. Memang terjadi paradoks antara sikap berhemat dengan

peningkata kapasitas produksi nasional. Di satu sisi untuk memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi harusalah ditingkatkan. Akan tetapi disisi lain untuk meningkatkan pendanaan dalam negeri agar investasi

dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta aman maka tabungan masyarakat perlu ditingkatkan. Akan tetapi manakala tingkat perekonomian

sudah mencapai kondisi ideal biasanya masyarakatnya akan cenderung hidup berhemat sehingga akan memperbesar proporsi tabungan dari pada proporsi konsumsi dari pendapatannya.

4. Budaya, Gaya hidup (pamer, gengsi dan ikut arus) dan demonstration effect. Gaya hidup masyarakat yang cenderung mencontoh konsumsi baik itu

konsumsi dari tetangganya, masyarakat sekitarnya dan atau dari masyarakat yang pernah di bacanya di mass media menjadikan konsumsi masyarakat terpengaruh. Konsumsi untuk produk-produk yang belum saat ini dibutuhkan

dan dibeli hanya demi gengsi, ikut arus membuat tingkat tabungan masyarakat menjadi rendah. Demikian juga halnya dengan dampak demonstration effect

(28)

5. Keadaan perekonomian. Pada saat perekonomian dalam kondisi stabil maka

konsumsi masyarakat juga akan stabil, akan tetapi manakala perekonomian mengalami krisis maka biasanya tabungan masyarakat akan menjadi rendah dan konsumsi akan menjadi tinggi karena kurangnya kepercayaan pada

lembaga perbankan dan semakin mahalnya dan langkahnya barang-barang kebutuhan. (Putong, 2010)

Konsumsi

Teori Konsumsi keynes di dasarkan pada 3 postulat :

1. Menurut hukum psikologis fundamental (katakanlah ia sebagai hukum

Keynes), bahwa konsumsi akan meningkat apabila pendapatan meningkat, akan tetapi besarnya peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan

pendapatan, oleh karena nya adanya batasan dari Keynes sendiri yaitu bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal =MPC= C / Y (Marginal Propensity to consume) adalah antara nol dan satu, dan pula besarnya perubahan konsumsi selalu di atas 50% akan tetapi tetap tidak sampai 100%(0,5>MPC<1).

2. Rata-rata kecenderungan mengkonsumsi =APC= C / Y (Average Propensity to consume) akan turun apabila pendapatan naik, alasannya sederhana saja, karena peningkatan pendapatan selalu lebih besar dari peningkatan konsumsi,

sehingga pada setiap naiknya pendapatan pastilah akan memperbesar tabungan. Dengan demikian dapat dibuatkan satu pernyataan lagi bahwa setiap

(29)

3. Bahwa pendapatan adalah merupakan determinan (faktor penentu utama) dari

konsumsi. Faktor-faktor lain dianggap tidak berarti. (Putong, 2010)

Elastisitas Pendapatan

Elastisitas pendapatan adalah koefisien yang menunjukkan sampai dimana

besarnya perubahan permintaan terhadap sesuatu barang sebagai akibat perubahan pendapatan dinamakan elastisitas permintaan pendapatan atau elastisitas

pendapatan.Konsep elastisitas ini mengukur sejauh mana kuantitas permintaan berubah mengikuti perubahan pendapatan. Elastisitas pendapatan dari permintaan didefinisikan sebagai persentase perubahan kuantitas barang yang dikonsumsi

dibagi persentase perubahan pendapatan (Sirojuzilam, 2005).

Jenis-jenis elastisitas pendapatan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Ep = 1, ini dinamakan uniter elastis, artinya bila jumlah barang yang di konsumsi naik/turun sebanyak 1% maka pendapatan akan turun/naik sebanyak

1% pula (persentase perubahan jumlah pendapatan sama dengan persentase perubahan barang yang dikonsumsi).

2. Ep > 1, dinamakan elastis, artinya bila pendapatan naik/turun sebesar 1%, maka jumlah barang yang dikonsumsi akan turun/naik lebih dari 1% (persentase perubahan jumlah barang yang dikonsumsi lebih besar dari pada

persentase perubahan pendapatan  jumlah barang yang di konsumsi sangat peka terhadap perubahan pendapatan).

(30)

perubahan pendapatan  jumlah barang yang dikonsumsi kurang peka

terhadap perubahan pendapatan).

4. Ep = 0, dinamakan inelastis sempurna, yaitu bila pendapatan tidak tanggap terhadap perubahan jumlah barang yang dikonsumsi, jadi berapa saja jumlah

barang yang dikonsumsi, jumlah pendapatan akan tetap, (kurva permintaan sejajar dengan sumbu vertikal).

5. Ep =

~

(tak hingga), ini dinamakan elastis sempurna, (kurva permintaan sejajar dengan sumbu horizontal). (Putong, 2010)

Untuk suatu barang normal, elastisitasnya adalah positif karena kenaikan

pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian akan barang tersebut. Selain barang normal, di pasar juga tersedia barang inferior. Untuk barang inferior,

elastisitasnya adalah negatif karena kuantitas permintaannya menurun ketika pendapatan konsumen meningkat. Dengan kata lain, barang inferior adalah barang yang dibeli oleh orang – orang yang tidak mampu membeli barang lain yang lebih

baik atau karena harganya lebih tinggi. Contohnya adalah angkutan umum bis kota. Jika pendapatan masyarakat meningkat, mereka tentu akan membeli mobil

sendiri akibatnya permintaan jasa angkutan bis kota menurun. Alasannya, karena barang pangan merupakan kebutuhan pokok sehingga naik atau tidaknya pendapatan, orang tetap akan membelinya. Jika pendapatan naik, kuantitas

permintaannya memang bertambah, tapi tidak banyak. Berbeda dengan barang – barang mewah seperti mobil atau barang – barang elektronik, baru akan dibeli jika

(31)

2.3. Kerangka Pemikiran

Para karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu terbagi atas dua yaitu karyawan pimpina dan karyawan pelaksan kedua karyawan ini memiliki pendapatan yang berbeda tergantung posisi yang didudukinya. Perbedaan pendapatan rumah tangga

pada masing-masing karyawan menyebabkan perbedaan pola konsumsi dan pengeluaran konsumsinya.

Pola konsumsi pangan dapat diukur dengan persentase rata – rata pengeluaran konsumsi pangan yang dapat melihat jumlah pengeluaran konsumsi pangan terhadap jumlah total pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran konsumsi dapat

diukur dengan elastisitas pendapatan dimana perubahan pendapatan menyebabkan perubahan pola konsumsi, sehingga nilai yang memperlihatkan tambahan

konsumsi akibat tambahan pendapatan dapat diukur dengan MPC (Marginal Propensity to Consume).

Perbedaan pendapatan antara karyawan pimpina dan karyawan pelaksan

menyebabkan adanya perbedaan pengeluaran konsumsi pangan pada keluarga karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana. Perbedaan pengeluaran konsumsi

pangan yang disebabkan oleh perbedaan pendapataan antara karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana dapat diketahui dengan cara melihat pola konsumsi pangan, menghitung % pengeluaran konsumsi pangan, menghitung MPC, dan

(32)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut :

Keterangan : Hubungan

Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Pola

Konsumsi Pangan

Pendapatan Karyawan Pimpinan

Elastisitas Pendapatan Karyawan

PTPN IV Kebun Air Batu

% Pengeluaran Konsumsi Pangan

Elastis MPC

Pendapatan Karyawan Pelaksanaa

Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan Pimpinan

Pengeluaran Konsumsi Pangan Karyawan Pelaksana

Inelastis

Perbandingan antara Karyawan Pimpinan dan

(33)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

1) Tingkat elastisitas pendapatan dengan jumlah pengeluaran konsumsi di daerah penelitian adalah ”inelastis”.

2) Karyawan pimpinan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari pendapatan karyawan pelaksana sehingga diduga konsumsi pangan karyawan pelaksana

lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan pimpinan..

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitan

Penelitian dilakukan di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) karena terdapat keragaman golongan di Kebun Air Batu yang menyebabkan keragaman pada pendapatan

karyawan sehingga konsumsi pangan karyawan menjadi lebih bervariasi, serta dengan pertimbangan waktu dan kemampuan peneliti (Notohadiprawiro, 2006).

3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan. Karyawan yang menjadi sampel penelitian adalah orang yang

bekerja di PTPN IV Kabupaten Asahan sampai Tahun 2011 yaitu karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana.

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi dalam penelitian ini digunakan

Metode slovin, dengan rumus sebagai berikut :

di mana:

n : Ukuran Sampel N : Ukuran Populasi

(35)

Jumlah seluruh populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1165 orang,

dengan 1155 orang adalah karyawan pelaksana dan 10 orang adalah karyawan pimpinan. Dengan menggunakan formula slovin maka dapat dihitung jumlah sebagai berikut :

1) Sampel karyawan pimpinan

2) Sampel karyawan pelaksana

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode simple random sampling , yaitu melakukan pengambilan sampel secara acak, sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan sebelumnya.

Karyawan pimpinan yang diteliti adalah karyawan dengan golongan IIIA-IIID,

sedangkan karyawan pelaksana yang diteliti adalah karyawan dengan golongan IA-IID. Karyawan pimpinan untuk golongan IVA-IVD tidak menjadi sampel

karyawan pimpinan dalam penelitian ini karena tidak terdapat perbedaan pendapatan setiap bulannya sehingga tambahan konsumsi pangan akibat tambahan pendapatan akan menjadi nol atau tidak akan ada perubahan konsumsi pangan

(36)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dengan karyawan di daerah penelitian dan juga pejabat di instansi pemerintah yang berhubungan dengan penelitian ini.

Data sekunder diperoleh dari dinas-dinas terkait di daerah penelitian.

Tabel 1. Sumber Data Penelitian

Jenis Data Sumber

Data Primer : Karyawan Kebun Air Batu PTPN IV

melalui kuesioner.

Data Sekunder : Data karyawan yang bersumber dari

Kebun Air PTPN IV.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk Identifikasi masalah 1, pola konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana di daerah penelitian akan dianalisis dengan metode deskriptif dengan mentabulasikan pengeluaran konsumsi pangan keluarga

karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana berdasarkan survey di daerah penelitian.

Untuk Identifikasi masalah 2, perbedaan pola konsumsi pangan antara keluarga karyawan pelaksana dan karyawan pimpinan di daerah penelitian digunakan metode deskriptif dengan membandingkan pola konsumsi pangan karyawan

(37)

Untuk menganalisis Identifikasi masalah 3 akan dianalisis dengan formulasi

sebagai berikut :

Untuk Identifikasi masalah 4 dianalisis dengan menggunakan rumus : MPC = C/ Yd

Dimana :

MPC : Marginal Propensity to Consume C : Perubahan konsumsi (Rp)

Yd : Perubahan Pendapatan (Rp) (Putong, 2010)

Untuk menganalisis Identifikasi masalah 5 dianalis dengan menggunakan elastisitas pendapatan dengan formulasi sebagai berikut :

Kriteria uji elastisitas pendapatan :

• Bila Ep < 1 (inelastis) untuk barang kebutuhan pokok : apabila terjadi perubahan pendapatan yang kecil saja maka akan menimbulkan perubahan

jumlah barang yang dikonsumsi.

% rata – rata pengeluaran : Jumlah pengeluaran konsumsi pangan

konsumsi pangan x 100 % Jumlah total pengeluaran rumah tangga

(Purwitasari, 2007).

% perubahan jumlah pengeluaran konsumsi pangan Ep =

(38)

• Bila Ep > 1 (elastis) untuk barang mewah: apabila terjadi perubahan pendapatan menimbulkan pertambahan konsumsi yang lebih besar daripada perubahan pendapatan

• Bila Ep = 1 (unitary) apabila perubahan pendapatan sama dengan perubahan jumlah barang yang dikonsumsi (Danny, 2002).

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional berguna untuk dapat memberi pengertian dan membatasi penelian yang akan dilakukan.

3.5.1. Definisi

1) Karyawan sampel adalah karyawan yang bekerja di PTPN IV kebun Air Batu

Kabupaten Asahan.

2) Karyawan pelaksan adalah karyawan dengan golongan IA-IID. 3) Karyawan pimpinan adalah karyawan dengan golongan IIIA-IIID.

4) Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh dari hasil mata pencaharian utamanya dengan atau tanpa ditambah hasil dari mata

pencaharian non utamanya dari keluarganya dalam satuan rupiah.

5) Pengeluaran konsumsi pangan adalah biaya yang dikeluarkan rumah tangga sebulan untuk konsumsi pangan semua anggota rumah tangga dibagi dengan

banyaknya anggota rumah tangga.

6) Pola konsumsi pangan adalah apa-apa saja konsumsi pangan karyawan / KK /

(39)

7) Konsumsi Pangan adalah pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut.

8) Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dimakan atau

diminum seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi pangan terdiri dari beras, gula, minyak tanah dan elpiji, tepung terigu,

sayur-sayuran, teh dan kopi, susu, telur, minyak goreng dan margarin, ayam, daging dan ikan, kacang-kacangan, buah-buahan dan rempah-rempah (bumbu masakan).

9) MPC (The Marginal Propensity To Consume) adalah perubahan dalam (pengeluaran) konsumsi pangan, yang timbul karena adanya perubahan

sebesar satu unit dalam pendapatan.

10)Elastisitas pendapatan adalah persentase perubahan pengeluaran konsumsi konsumsi untuk pangan akibat persentase perubahan pendapatan.

11)Persentase rata-rata pengeluaran konsumsi pangan adalah jumlah pengeluaran konsumsi pangan dibagi dengan jumlah total pengeluaran rumah tangga

dikalikan seratus persen.

3.5.2. Batasan Operasional

1) Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan pimpinan dan karyawan pelaksan di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan.

2) Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2011

(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian.

Kebun Air Batu adalah salah satu unit usaha dari PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dan kakao. Tetapi sekarang ini tanaman kakao telah dikonversi menjadi tanaman

kelapa sawit yang menghasilkan minyak CPO dan inti (PKO).

Pada mulanya PTPN IV dibuka pada tahun 1917 oleh Pemerintahan

Belanda (HVA) Handls Verneging Amsterdam seluas 160 Ha, dengan komoditi kopi. Kemudian pada tahun 1920-1928 komoditi kopi diganti dengan kelapa sawit dan tahun 1942 diambil alih oleh Nippon. Pada tahun 1945-1947

perkebunan ini diambil alih oleh Pemerintah NRI (Negara Republik Indonesia). Tahun 1947-1958 dikuasai kembali oleh HVA. Handls Verneging Amsterdam.

Pada tahun 1960 perusahaan menjadi gabunngan PPN Sumut-III dan berubah menjadi PPN Sumut-IV pada tahun 1961. Tahun 1963 perusahaan berubah menjadi PPN Usaha Tanaman-V dan tahun 1968 perusahaan menjadi bagian

PNP-VI. Tahun 1971 perusahaan berubah menjadi PTP N-IV sampai dengan sekarang. Dan salah satu unit kebunnya adalah kebun Air Batu.

4.1.1 Letak Geografis

PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) kebun Air Batu merupakan salah satu estate yang terletak di Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan Propinsi

Sumatera Utara Medan dengan jarak dari Ibukota Propinsi Medan adalah 186

(41)

berada di dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Air Batu dan Kecamatan

Buntu Pane Kabupaten Asahan. Adapun Perbatasan Perkebunan Air Batu adalah : Sebelah Timur : Kebun Perkebunan Air Batu Afdeling I dan II

Sebelah Barat : Air Teluk Hessa

Sebelah Selatan : Air Teluk Hessa Sebelah Timur : Desa Sijabut

Topografi tanah datar, bergelombang dan berbukit. Jenis tanah Alluvial coklat kelabu dan Podsolik coklat kekuningan. Dataran rendah dengan ketinggian 7-25 m dpl dan sebagian ketinggian 25-100 m dpl.

4.1.2 Areal Kebun

Luas Hak Guna Usaha (HGU) sebesar 8.030,41 Ha yang ditanami

komoditas utama adalah kelapa sawit yakni TM 4.754 Ha, TBM 994 Ha, TU 1.342 Ha, Bibitan 6 Ha, dan areal lain-lain 378,41 Ha, Ex Sisipan/Hiaten 556 Ha. Tabel 2. Kinerja kelapa sawit tahun 2007 s/d 2009

Uraian 2008 2009 2010

Produksi TBS (Ton) 129.921 119.365 106.432

Luas TM 5.334 4.754 4.885

Ton/Ha 24,35 25,10 21,78

Minyak Sawit (Kg) 30.883.826 30.727.548 28.535.360

Inti Sawit (Kg) 6.569.889 6.562.891 6.009.361

Rendemen Minyak

(%)

23,53 23,65 23,91

(42)

4.1.3 Struktur Organisasi

Manajemen Air Batu terdiri dari 1 orang Manager, 4 orang Kepala Dinas, 9 orang Kepala Dinas, 9 orang Asisten Tanaman, 2 orang Asisten Pengolahan, 1 orang Asisten Teknik Pabrik, 1 orang SDM dan Umum, 1 orang staf Pendidik,

dan 1 orang Papam. a. Manager

Seorang manager mempertanggungjawabkan penggunaan dana, material, dan personil secara efektif dan efisien. Bertanggung jawab atas semua harta kekayaan perusahaan di kebun yang dipimpinnya. Menjalin kerjasama yang baik

dengan instansi lain, serta mengatur stabilitas keamanan, sosial, politik dann keharmonisan sehingga tercapainya keserasian dalam mencapai tujuan

perusahaan.

b. Kepala Dinas Tanaman dan Kepala Dinas Pabrik

Kepala dinas tanaman mempunyai tugas menjamin kebijakan mutu,

dimengerti dan dipelihara diseluruh tingkat organisasi di afdeling atau pabrik yang dipimpinnya. Kepala dinas juga bertugas membantu manager untuk

mengidentifikasi persyaratan Sumber Daya Manusia (SDM) dan menugaskan personil terlatih terhadap seluruh posisi yang mempengaruhi serta meninjau persyaratan-persyaratan kontrak pemeliharaan tanaman yang dikerjakan oleh

pemborong dan meninjau persyaratan-persyaratan bahan yang diusulkan oleh masing-masing asisten.

c. Asisten Tanaman

(43)

mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan yang menyangkut asministrasi antara

lain pengupahan dan lain-lain, membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) tanaman afdeling, mengadakan koordinasi antar bagan unit kerja, mengkoordinasi seluruh kegiatan demi tercapainya kesejahteraan karyawan dan memelihara

hubungan yang serasi dengan masyarakat sekitarnya. d. Perwira Pengaman (Pa Pam)

Pa Pam mempunyai tugas menjaga keamanan aset perusahaan seperti keamanan produksi, keamanan personil dan lain-lain, mengadan lain-lain, mengadakan koordinasi dibidang keamanan antara kebun dengan pemerintah

daerah dan masyarakat sekitarnya, mengadakan laporan situasi kebun kekantor direksi (perwira pengaman kantor direksi) dan mengadakan screening terhadap

penerimaan tenaga kerja baru.

4.2 Karakteristik Sampel

Karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan terbagi dalam beberapa golongan yang terdiri atas golongan I sampai golongan IV.

Golongan-golongan ini terdiri terbagi dalam beberapa kategori, yaitu terdiri dari golangan IA sampai ID, IIA sampai IID, golongan IIIA sampai IIID dan golongan IVA sampai IVD. Jabatan karyawan juga memiliki klasifikasi yang terdiri atas karyawan

pimpinan dan karyawan pelaksana. Karyawan pimpinan diisi oleh karyawan yang telah memiliki golongan III dan IVsedangkan karyawan pelaksana diisi oleh

(44)

karyawan relatif tetap setiap bulannya sehingga relatif tidak berpengaruh terhadap

pola konsumsi karyawan tersebut.

Jumlah seluruh karyawan PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan adalah 1165 orang yang terdiri atas 1155 orang termasuk dalam klasifikasi

karyawan pelaksana dan sebanyak 10 orang termasuk dalam klasifikasi karyawan pimpinan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel dari seluruh populasi karyawan PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan sebanyak 99 orang/ sampel. Jumlah ini terdiri atas 9 orang dari klasifikasi karyawan pimpinan dan 90

orang dari klasifikasi karyawan pelaksana. Jumlah diperoleh dengan menggunakan formula slovin, karakteristik yang dimaksud dari 99 sampel

karyawan adalah umur,tingkat pendidikan,dan jumlah tanggungan.

Karyawan PTPN IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan rata-rata memiliki pendidikan SD sampai S1, dan rata-rata memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang.

Data mengenai umur dan tingkat pendidikan karyawan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Jumlah Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan. Tingkat Jumlah

Pendidikan

Tidak Sekolah 4

SD 23

SMP 42

SMA 21

S1 9

Total 99

(45)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan karyawan sudah

lumayan baik walaupun paling banyak karyawan berpendidikan SD,SMP,dan SMA yang pada umumnya mereka berprofesi sebagai karyawan pelaksana. Namun pada karyawan pimpinan rata-rata berpendidikan S1.

Tabel 4. Jumlah Karyawan Berdasarkan Kelompok Umur

Umur Jumlah

35-40 52

41-45 30

46-50 8

>50 9

Total 99

Data dioalah dari lampiran

(46)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pola Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan

Pola konsumsi pangan adalah gambaran jenis dan jumlah bahan pangan serta

Biaya yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan sehari-hari pada periode tertentu. Variabel yang diteliti adalah jenis bahan pangannya, jumlah bahan pangan, dan biaya pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pada pembahasan ini

terdapat perbedaan jumlah yang dikonsumsi pada karyawan pelaksana dengan karyawan pimpinan sebagai akibat dari perbedaan pendapatan.

5.1.1 Pola Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pimpinan

Karyawan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya kedalam pengeluaran konsumsi pangan dan konsumsi non pangan. Tiap-tiap pengeluaran untuk konsumsi tersebut mempunyai proporsi

masing-masing yang berbeda pada setiap tingkat pendapatan. Gambaran tentang kondisi tersebut diuraikan pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Rata-rata pengeluaran konsumsi karyawan pimpinan tahun 2011

No Bulan Pengeluaran Konsumsi (Rp)

Pangan Non-Pangan Total

1 Maret 1.260.982 4.260.982 5.521.964 2 April 1.263.014 4.307.458 5.570.427 3 Mei 1.1283204 4.307.458 5.590.662 Rata – rata 1.269.066 4.291.966 5.561.033

% 22.8 77.2 100

(47)

Berdasarkan tabel 5 dirumuskan bahwa rata-rata konsumsi pangan

karyawan pimpinan adalah Rp 1.269.066 dan konsumsi non pangan Rp 4.291.966. jika dibandingkan dengan konsumsi perkapita pangan dan non pangan sumatera utara yaitu sebesar Rp 211.773 dan Rp 179.993 memperlihatkan bahwa konsumsi

pangan dan non pangan karyawan pimpinan PTPN IV Kebun Air Batu adalah lebih besar. Tabel dibawah ini memperlihatkan komparasi konsumsi karyawan

pimpinan terhadap konsumsi perkapita sumatera utara.

Berdasarkan besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan

rumah tangga tersebut. Atau dengan kata lain semakin tinggi persentase pengeluaran pangan terhadap pendapatan, berarti semakin berkurang tingkat

kesejahteraan keluarga yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil persentase pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut lebih sejahtera (Purwantini dan Aryani, 2008).

Pada lampiran 3 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan karyawan pimpinan adalah Rp 8.516.677. berdasarkan data BPS diketahui bahwa upah

minimum regional (UMR) Provinsi Sumatera Utara adalah Rp 1.095.000. sehingga dapat dianlisis bahwa pendaptan karyawan pimpinan sudah jauh diatas standart UMR Provinsi Sumatera Utara sehingga karyawan pimpinan PTPN IV

Kebun Air Batu tergolong sejahtera. Tabel 6 memperlihatkan komparasi konsumsi dan pendapatan karyawan pimpinan PTPN IV Kebun Air Batu terhadap

(48)

Tabel 6. Komparasi konsumsi dan pendapatan karyawan pimpinan PTPN IV kebun Air Batu Terhadap konsumsi perkapita dan UMR Provinsi Sumatera Utara

No

Jenis Konsumsi

Karyawan Pimpinan PTPN IV Kebun Air Batu Provinsi Sumatera Utara

Konsumsi (Rp) Pendapatan (Rp) Persentase (%) Konsumsi Perkapita (Rp) UMR (Rp) Persentase (%) 1 Pangan 1,269,066

8,516,677

14.9 211,773

1,095,000

(49)

Berdasarkan tabel 6 dapat dianalisis bahwa persentase konsumsi pangan terhadap

pendapatan karyawan pimpinan lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase konsumsi pangan perkapita terhadap UMR. Hal ini menunjukan bahwa tingkat perekonomian karyawan pimpinan tergolong sejahtera.

Pola konsumsi pangan menunjukkan jenis bahan pangan yang dikonsumsi dalam suatu rumah tangga yang bergantung kepada pendapatan keluarga tersebut.

Secara teory, konsumsi beras sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Dan kenyataan menunjukkan semakin dekat kelompok penduduk ke level pendapatan dengan angaka di atas rata-rata, maka tingkat konsumsinya terhadap beras akan

semakin menurun dan menu makanannya akan semakin terdiversifikasi (Sihombing, 2010). Hal ini dapat dilihat dari keragaman jenis bahan pangan dan

jumlah yang dikonsumsi seperti pada tabel dibawah. Karyawan pimpinana mencapai tingkat pendapatan di atas rata-rata sehingga asupan pangan sudah mencapai diatas rata-rata asupan pangan tahun 2010 dan 2011 di Sumatera Utara.

Sebagai pembanding dapat dilihat pada lampiran 10. Rata-rata karyawan pimpina di PTPN IV kebun Air Batu memiliki pola konsumsi pangan yang memenuhi

standart. Kondisi standar ini akan memberikan implikasi positif terhadap kondisi kesehatan, aktifitas dan produktifitas kerja. Terpenuhinya pola konsumsi pangan yang berkwalitas ini secara jangka panjang akan berpengaruh positif terhadap

kwalitas sumberdaya manusia, kesejahteraan rumah tangga dan terpenuhinya nilai gizi standart. Pola konsumsi pangan karyawan pimpinan dapat dilihat pada

(50)

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Bahan Pangan Yang Dikonsumsi Karyawan Pimpinan.

Sumber : Data diolah dari lampiran 8

Tabel diatas adalah jumlah bahan pangan yang di umum dan rutin di

konsumsi oleh karyawan Pimpinan periode Maret-Mei 2011. Minyak Tanah / elpiji merupakan bahan pendukung dalam konsumsi pangan.

5.1.2 Pola Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pelaksana

Menurut Cristian Lorent Ersnt Engel yang mengemukakan teori hukum konsumsi, semakin miskin suatu bangsa atau keluarga maka semakin besar persentase yang digunakan untuk barang pangan. Hal ini sesuai dengan pola

(51)

dikonsumsi. Hal ini dikarenakan karyawan pelaksana lebih mengoptimalkan

konsumsi pangan nya karena pendapatan karyawan pelaksana tidak sebesar karyawan pimpinan.

Tabel 8 memperlihatkan pengeluaran konsumsi karyawan pelaksana PTPN

IV Kebun Air Batu.

Tabel 8. Rata-rata pengeluaran konsumsi karyawan pelaksana tahun 2011

No Bulan Pengeluaran Konsumsi (Rp)

Pangan Non-Pangan Total

1 Maret 1.018.506 1.614.624 2.633.130 2 April 1.051.350 1.638.174 2.688.542 3 Mei 1.135.203 1.649.265 2.784.468 Rata – rata 1.068.019 1.634.021 2.702.040

% 39,5 60,5 100 Sumber : Data diolah dari lampiran 2

Berdasarkan tabel 8 dirumuskan bahwa rata-rata konsumsi pangan karyawan pimpinan adalah Rp 1.068.019 dan konsumsi non pangan Rp 1.634.021.

jika dibandingkan dengan konsumsi perkapita pangan dan non pangan sumatera utara yaitu sebesar Rp 211.773 dan Rp 179.993 memperlihatkan bahwa konsumsi pangan dan non pangan karyawan pimpinan PTPN IV Kebun Air Batu adalah

lebih besar. Tabel dibawah ini memperlihatkan komparasi konsumsi karyawan pimpinan terhadap konsumsi perkapita sumatera utara.

Pada lampiran 4 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan karyawan pelaksana adalah Rp 3.256.191. berdasarkan data BPS diketahui bahwa upah minimum regional (UMR) Provinsi Sumatera Utara adalah Rp 1.095.000.

sehingga dapat dianlisis bahwa pendaptan karyawan pelaksana diatas standart UMR Provinsi Sumatera Utara sehingga karyawan pelaksana PTPN IV Kebun

(52)

pendapatan karyawan pelaksana PTPN IV Kebun Air Batu terhadap konsumsi

(53)

Tabel 9. Komparasi konsumsi dan pendapatan karyawan pelaksana PTPN IV kebun Air Batu Terhadap konsumsi perkapita dan UMR

Karyawan Pelaksana PTPN IV Kebun Air Batu Provinsi Sumatera Utara Konsumsi Sumber: BPS ,Pengeluaran untuk konsumsi masing-masing provinsi di Indonesia dan lampiran

Berdasarkan tabel 9 dapat dianalisis bahwa persentase konsumsi pangan terhadap pendapatan karyawan pelaksana lebih besar jika

dibandingkan dengan persentase konsumsi pangan perkapita terhadap UMR. Hal ini menunjukan bahwa tingkat perekonomian karyawan pelaksana tergolong belum sejahtera. Hal ini dikarenakan persentase konsumsi pangan terhadap pendapatan karyawan pelaksana adalah 32,8 %, lebih besar jika dibandingkan dengan persentase konsumsi pangan perkapita sumatera utara yakni 19,3 %. Ini sesuai dengan

(54)
(55)

Pola konsumsi pangan menunjukkan jenis bahan pangan yang dikonsumsi dalam

suatu rumah tangga yang bergantung kepada pendapatan keluarga tersebut. Secara teory, konsumsi beras sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Dan kenyataan menunjukkan semakin dekat kelompok penduduk ke level pendapatan

dengan angaka di atas rata-rata, maka tingkat konsumsinya terhadap beras akan semakin menurun dan menu makanannya akan semakin terdiversifikasi

(Sihombing, 2010). Hal ini dapat dilihat dari keragaman jenis bahan pangan dan jumlah yang dikonsumsi seperti pada tabel dibawah. Karyawan pelaksana mencapai tingkat pendapatan di atas rata-rata sehingga asupan pangan sudah

mencapai diatas rata-rata asupan pangan tahun 2010 dan 2011 di Sumatera Utara. Sebagai pembanding dapat dilihat pada lampiran 10. Rata-rata karyawan

pelaksana di PTPN IV kebun Air Batu memiliki pola konsumsi pangan yang cukup memenuhi standart. Kondisi standar ini akan memberikan implikasi positif terhadap kondisi kesehatan, aktifitas dan produktifitas kerja. Terpenuhinya pola

konsumsi pangan yang cukup berkwalitas ini secara jangka panjang akan berpengaruh positif terhadap kwalitas sumberdaya manusia, kesejahteraan rumah

(56)

Tabel 10. Rata-rata Jumlah Bahan Pangan Yang Dikonsumsi Karyawan Pelaksana

Sumber : Data diolah dari lampiran 8

Tabel diatas adalah jumlah bahan pangan yang umum dan rutin di konsumsi

oleh Karyawan Pelaksana periode Maret-Mei 2011. Minyak tanah dan Elpiji merupakan bahan pendukung dalam konsumsi pangan.

Dari hasil analisa penelitian di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Air Batu Kabupaten Asahan Sumatera Utara, terlihat bahwa pola pengeluaran konsumsi

karyawan pelaksana dan pimpinan memiliki kesamaan dari jenis pangan nya, hanya saja yang membedakan adalah jumlah bahan pangan yang dikonsumsi dan besarnya pengeluaran konsumsi.

(57)

yang mana karyawan pelaksana memiliki jumlah konsumsi pangan lebih sedikit

jika dibandingkan dengan karyawan pimpinan. Hal ini diakibatkan karena keterbatasan daya beli karyawan pelaksana. Dan jumlah konsumsi non-pangan karyawan pelaksana juga sangat jauh berbeda dibandingkan karyawan pimpinan.

Dimana, jumlah konsumsi pangan dan non pangan pada karyawan pelaksana tidak jauh berbeda.

Berdasrkan hasil penelitian diketahui bahwa pola konsumsi pangan dan non pangan Karyawan Pimpinan dan Pelaksana memiliki kesamaan pola konsumsi. oleh karena itu, pola pengeluaran konsumsi pangan karyawan pimpinan dan

pelaksana untuk pengeluaran konsumsi pangan terdiri dari Beras, gula, minyak goreng, minyak tanah/elpiji, tepung, sayur, teh/kopi, susu, telur, daging, ikan,

kacang-kacangan, buah-buahan, rempah-rempah, roti, mie instan. Jumlah pengeluaran konsumsi pangan ini lebih kecil jika dibandingkan jumlah pengeluaran konsumsi non pangan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh juga pola pengeluaran konsumsi non pangan meliputi konsumsi sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, pesta, dan

sosial lainnya yang tingkat pengeluaran konsumsinya menunjukkan angka yang lebih besar jika dibandingkan dengan pengeluaran kosumsi pangan.

Dari hasil wawancara dengan responden,seperti yang ditunjukkan pada Tabel

5 dan Tabel 8 memperlihatkan bahwa pengeluaran konsumsi non pangan untuk sandang masih menempati urutan nomor satu. Pengeluaran kebutuhan sandang ini

(58)

Konsumsi perumahan secara umum dibelanjakan untuk keperluan alat-alat

rumah tangga. Keperluan tersebut antara lain listrik, meja, kursi, lemari/bufet, perbaikan sepeda motor, dan lain-lain.oleh karena itu pengeluaran konsumsi perumahan menjadi pengeluaran kedua terbesar pada kelompok konsumsi pangan.

Biaya pendidikan di alokasikan untuk anak karyawan yang masih sekolah, kursus atau kuliah. Pengeluaran untuk konsumsi sosial merupakan pengeluaran yang

terkecil. Pengeluaran ini mayoritas adalah untuk sumbangan ke masjid, gereja, pesta pernikahan, kemalangan. Penerapan bakti sosial ini dalam masyarakat didasari oleh kehidupan karyawan yang bercirikan sifat gotong royong.

Berdasarkan hasil penelitian sisa pendapatan karyawan setelah dikurangi pengeluran konsumsi pangan dan non pangan maka sisa pendapatan tersebut akan

dialokasikan karyawan dalam bentuk tabungan (saving). Sehingga Sisa pendapatan akan disimpan dalam bentuk tabungan mengantisipasi keperluan-keperluan di masa mendatang.

5.2 Komparasi Pola Konsumsi Pangan antara Keluarga Karyawan Pimpinan dan Karyawan Pelaksana

Pola konsumsi pangan antara karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana pada dasarnya adalah sama akan tetapi memiliki perbedaan dari besaran jumlah

fisik dan nilai yang dikonsumsi oleh karyawan. Tabel 11 memperlihatkan perbedaan pengeluaran konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan dan

(59)

Tabel 11.Perbandingan Rata-rata Nilai Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pangan

Uraian Pendapatan (Rp) Rata-Rata Pengeluaran Rata-Rata Konsumsi

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Berdasarkan hasil analisis Tabel 11 dapat dilihat bahwa, Karyawan pimpinan memiliki rata-rata pendapatan dan rata-rata pengeluaran konsumsi pangannya

lebih tinggi dari karyawan pelaksana. Akan tetapi persentase pengeluaran terhadap pendapatan Karyawan Pimpinan hanya sebesar 15 %, nilai tersebut lebih kecil dibandingkan Karyawan Pelaksana sebesar 32,7 %. Hal ini tidak

semata-mata dikarenakan perbedaan pendapatan akan tetapi seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwantini dan Ariyani (2008), yang menyebutkan

bahwa perbedaan pendapatan tidak selalu mempengaruhi pola konsumsi, akan tetapi pola konsumsi juga dapat dipengaruhi aspek lain seperti budaya atau kebiasaan makan dan adanya pola hidup sederhana dalam rumah tangga.

Disamping itu pula persentase penggunaan pendapatan sebagai pengeluaran konsumsi pangan dapat dujadikan tolak ukur kesejahteraan keluarga. Sehingga

dapat dianalisis bahwa pola konsumsi pangan karyawan pimpinan dan pelaksana berbeda yaitu pola konsumsi panga karyawan pimpinan memiliki persentase lebih rendah jika dibandingkan karyawan pelaksana yang menyebabkan karyawan

(60)

Jika dibandingkan komponen pendapatan karyawan pimpinan dan karyawan

pelaksana memiliki perbedaan yang secara signifikan menyebabkan perbedaan konsumsinya. Komponen pendapatan karyawan pimpinan terdiri dari : gaji pokok + premi (kapasitas kerja)+tunjangan. Sedangkan komponen pendapatan karyawan

pelaksana terdiri dari : gaji pokok+ premi (kapasitas kerja)+tunjangan+catu beras+lembur. Kedua jenis karyawan ini memiliki gaji pokok, tunjangan yang

berbeda yang ditentukan oleh golongannya. Sedangkan premi ditentukan oleh kapasitas kerja. Sehingga jika dibandingkan pola konsumsi pangan karyawan pimpinan dan pelaksana berdasarkan pendapatannya secara umum memiliki pola

konsumsi yang sama, hanya saja perbedaan pendapatan berdasarkan golongan karyawan menyebabkan perbedaan dari sisi kapasitas yang dikonsumsi. Kapasitas

konsumsi pangan karyawan pimpinan lebih besar dibandingkan karyawan pelaksana dikarenakan jumlah tanggungan keluarga karyawan pimpinan sedikit lebih banyak, misalnya: Pembantu rumah tangga dan tukang kebun. Sedangakan

karyawan pelaksana memiliki jumlah tanggungan yang terbatas, meskipun terdapat tanggungan yang lebih karyawan tersebut cenderung meminimalisasi

konsumsinya sesuai dengan pendapatan keluarganya.

Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan pola konsumsi pangan antara karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana. akan tetapi

(61)

5.3 Persentase Pengeluaran Konsumsi Pangan Keluarga Karyawan Pimpinan dan Keluarga Pelaksana dari Total Pengeluaran Rumah Tangga Keluarga Pimpinan dan Keluarga Pelaksana

Persentase rata-rata pengeluaran konsumsi pangan adalah jumlah pengeluaran konsumsi pangan dibagi dengan jumlah total pengeluaran rumah tangga dikalikan

seratus persen.

Tabel 12 menunjukkan perbandingan pengeluaran konsumsi pangan rumah

(62)

Tabel.12 Perbandingan Konsumsi Pangan Terhadap Total Pengeluaran

Uraian Bulan Pengeluaran konsumsi Total Persentase

Rata-rata Pengeluaran Pangan terhadap Total Pengeluaran

Pendapatan Sisa Keterangan

Pangan

(Rp)

Non Pangan

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Karyawan Pimpinan

Maret 1.260.982 4.260.982 5.521.964 8.521.964 3.000.000

April 1.263.014 4.307.458 5.570.472 8.483.880 2.913.408 Diasumsikan

“Saving”

Mei 1.283.204 4.307.458 5.590.662 8.544.186 2.953.564

Rata-rata

1.269.066 4.291.966 5.561.033 22,8 8.516.677 2.955.644

Karyawan Pelaksana

Maret 1.018.506 1.614.624 2.633.130 3.255.916 622.786

April 1.051.350 1.638.174 2.688.524 3.245.238 556.714 Diasumsikan

“Saving”

Mei 1.135.203 1.649.265 2.784.468 3.267.419 482.951

Rata-rata

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Kinerja kelapa sawit tahun 2007 s/d 2009
Tabel 4. Jumlah Karyawan Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 5. Rata-rata pengeluaran konsumsi karyawan pimpinan tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pengeluaran pangan-non pangan keluarga terhadap status

Tujuan : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pengeluaran pangan-non pangan keluarga terhadap status

Analisis Pola dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curahan Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Karyawan Perkebunan:.. Studi Kasus di Kebun Dololc Ilir, PTP

Predictors: (Constant), Tingkat Konsumsi Non Beras, Umur, Jumlah Anggota Rumah Tangga, Tingkat Pendapatan Rumah Tangga.. Universitas

Distribusi pendapatan nasional, yaitu terdapatnya perbedaan fungsi konsumsi dari setiap masyarakat mengakibatkan adanya perbedaan besarnya tingkat pengeluaran konsumsi,

Hasil penelitian berdasarkan analisis jalur ini menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tanga, jumlah tanggunga

Hasil penelitian menunjukkan Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Belinyu yaitu pendapatan keluarga, jumlah

Demikian juga terdapat hubungan yang bermakna antara variabel luar (jumlah anggota keluarga, akses pangan, pengeluaran keluarga, konsumsi energi, dan konsumsi protein) dengan