• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN

PADA LANSIA DI KELURAHAN SIDOREJO

KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

SKRIPSI

Oleh: Istik Laila Sari

071101045

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Nama : Istik Laila Sari

NIM : 071101045

Fakultas : S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun : 2011

Abstrak

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal

sampai pada usia lanjut. Faktor-faktor kecemasan pada lansia yaitu faktor

pekerjaan, status kesehatan, kehilangan pasangan, keluarga, dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan teknik total sampling melibatkan 82 orang responden yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011. Seluruh responden menjawab kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Berdasarkan faktor-faktor tersebut yang paling tinggi persentasenya adalah faktor pekerjaan yaitu 36 responden (43,9%), dan persentase terendah 6 responden (7,7%) tidak pernah cemas karena yang memiliki penyakit kronis hanya 22 responden, sehingga mereka tidak terlalu cemas terhadap penyakit. Kelemahan dalam penelitian ini berkaitan dengan metode pengumpulan data karena pernyataan tentang kecemasan tidak spesifik tetapi secara umum. Saran praktis yang diberikan kepada keluarga yang tinggal bersama lansia agar dapat agar dapat menjadi suppert system pada lansia dan mampu meminimalisasi kecemasan pada lansia.

(4)

Title : Factors Influencing Anxiety of Elderly at Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Name : Istik Laila Sari

NIM : 071101045

Faculty : Faculty of Nursing

Year : 2011

Abstract

Anxiety is a manifestation of the various processes of mixed emotions, which occurs when people are depressed feelings (frustration) and inner conflict. Changes occur in humans over time through the stages of development from prenatal period until late in life. Factors of anxiety in the elderly that is occupational factors, health status, loss of a spouse, family and social support. This study aims to describe the factors that influence anxiety in the elderly in the Village District Sidorejo Tembung Medan. This study used a descriptive design with a total sampling technique involving 82 respondents conducted in January to March 2011. All respondents answered a questionnaire that has been given to the respondent. Based on these factors the highest percentage of work is a factor which is 36 respondents (43.9%), and the sixth lowest percentage of respondents (7.7%) never worry because that has a chronic illness only 22 respondents, so they are not too worried against disease. The weakness in this study relates to methods of data collection because of statements about non-specific anxiety, but in general. Practical advice is given to families who live with the elderly in order to be able to be suppert system on the elderly and is able to minimize anxiety in the elderly.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo

Kecamatan Medan Tembung”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian

skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang

sangat berharga dalam penulisan proposal ini.

3. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji I.

4. Bapak Ismayadi S.Kep, Ns selaku dosen penguji II.

5. Ibu Jenny M. Purba, SKp, MNS selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada

penulis.

7. Kepala Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung yang telah memberi

(6)

8. Terima kasih kepada Ayahanda H. Marapusuk Siregar, S.H dan Ibunda Hj.

Gabena Harahap tercinta yang selalu mendoakan dan menyayangi,

memberikan dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa

memberikan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan

untuk saudara-saudaraku tercinta: Rahmadhani Meilia Sari, Muhammad

Razali Siregar, dan Muhammad Rudhi Sya’ari Siregar yang senantiasa

memberikan doa dan dukungan untuk penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Marli, Novri, Vera, dan Febri yang selalu,

membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas kritik,

saran, dan segala canda tawa kalian semua.

10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007, Ruth, Dian, Olyn, Arif,

Silvia, Ami, Maya dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

11. Terima kasih juga untuk Yessi, Ella, Wiyanna, Patimah, dan Wina yang

selalu mendukung dalam doa dan selalu memberikan motivasi yang berharga

kepadaku.

12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu

yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhirnya, penulis mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi

ini.

Medan, Juni 2011

(7)

DAFTAR ISI

Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Prakata ... ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... ix

Bab 1. Pendahuluan. ... 1

1.Latar belakang ... 1

2.Pertanyaan penelitian ... 3

3.Tujuan penelitian ... 3

4.Manfaat penelitian ... 4

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 5

1. Kecemasan ... 5

2. Lansia ... 6

2.1 Defenisi lansia ... 6

2.2 Proses penuaan ... 7

2.3 Batasan-batasan usia lanjut ... 7

2.4 Teori penuaan ... 7

2.4.1. Teori biologis ... 8

2.4.2. Teori psikologis ... 9

2.4.3. Teori sosiologis ... 9

2.5 Tugas perkembangan lansia... 10

2.6 Mitos dan realita pada lansia ... 11

2.6.1. Mitos kedamaian dan ketenangan ... 11

2.6.2. Mitos konservatif dan kemunduran pandangan ... 11

2.6.3. Mitos berpenyakitan ... 12

2.6.4. Mitos senilitas ... 12

2.6.5. Mitos ketidakproduktifan ... 12

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia ... 12

3.1 Pekerjaan ... 13

3.2 Status kesehatan... 14

3.3 Kehilangan pasangan ... 15

3.4 Keluarga ... 16

3.5 Dukungan sosial ... 16

Bab 3. Kerangka Konsep ... 18

1. Kerangka Konseptual ... 18

(8)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 23

1. Desain penelitian ... 23

2. Populasi, sampel, dan teknik sampling ... 23

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 24

4. Pertimbangan etik penelitian ... 25

5. Instrumen penelitian ... 25

6. Uji validitas ... 26

7. Uji reliabilitas ... 26

8. Pengumpulan data ... 27

9. Analisa data ... 28

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 30

1. Hasil ... 30

2. Pembahasan ... 36

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 45

1. Kesimpulan ... 45

2. Saran ... 46

(9)

Lampiran-lampiran

1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan Usu

2. Surat Izin Penelitian BALITBANG dari Kantor Walikota Sumatera

Utara

3. Surat Izin Penelitian dari Kecamatan Medan Tembung

4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

5. Data Demografi

6. Kuesioner Penelitian

7. Lembar Uji Reliabilitas

8. Data SPSS

9. Jadwal Tentatif Penelitian

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh

Ibu/Bapak yang berusia 60 tahun di Kelurahan Sidorejo

Kecamatan Medan Tembung ... 31

Tabel 2. Frekuensi Faktor Pekerjaan ... 33

Tabel 3. Frekuensi Faktor Status Kesehatan ... 34

Tabel 4. Frekuensi Faktor Kehilangan Pasangan ... 35

Tabel 5. Frekuensi Faktor Keluarga ... 35

(11)

DAFTAR SKEMA

(12)

Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Nama : Istik Laila Sari

NIM : 071101045

Fakultas : S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun : 2011

Abstrak

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal

sampai pada usia lanjut. Faktor-faktor kecemasan pada lansia yaitu faktor

pekerjaan, status kesehatan, kehilangan pasangan, keluarga, dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan teknik total sampling melibatkan 82 orang responden yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011. Seluruh responden menjawab kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Berdasarkan faktor-faktor tersebut yang paling tinggi persentasenya adalah faktor pekerjaan yaitu 36 responden (43,9%), dan persentase terendah 6 responden (7,7%) tidak pernah cemas karena yang memiliki penyakit kronis hanya 22 responden, sehingga mereka tidak terlalu cemas terhadap penyakit. Kelemahan dalam penelitian ini berkaitan dengan metode pengumpulan data karena pernyataan tentang kecemasan tidak spesifik tetapi secara umum. Saran praktis yang diberikan kepada keluarga yang tinggal bersama lansia agar dapat agar dapat menjadi suppert system pada lansia dan mampu meminimalisasi kecemasan pada lansia.

(13)

Title : Factors Influencing Anxiety of Elderly at Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Name : Istik Laila Sari

NIM : 071101045

Faculty : Faculty of Nursing

Year : 2011

Abstract

Anxiety is a manifestation of the various processes of mixed emotions, which occurs when people are depressed feelings (frustration) and inner conflict. Changes occur in humans over time through the stages of development from prenatal period until late in life. Factors of anxiety in the elderly that is occupational factors, health status, loss of a spouse, family and social support. This study aims to describe the factors that influence anxiety in the elderly in the Village District Sidorejo Tembung Medan. This study used a descriptive design with a total sampling technique involving 82 respondents conducted in January to March 2011. All respondents answered a questionnaire that has been given to the respondent. Based on these factors the highest percentage of work is a factor which is 36 respondents (43.9%), and the sixth lowest percentage of respondents (7.7%) never worry because that has a chronic illness only 22 respondents, so they are not too worried against disease. The weakness in this study relates to methods of data collection because of statements about non-specific anxiety, but in general. Practical advice is given to families who live with the elderly in order to be able to be suppert system on the elderly and is able to minimize anxiety in the elderly.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia ≥ 60 ta hun menurut

Undang-Undang RI No. 13, tahun 1998) di Indonesia adalah sebesar 7,28% dari jumlah

penduduk. Diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan meningkat menjadi sebesar

11,34%. Indonesia memiliki jumlah warga lanjut usia keempat terbanyak di dunia,

setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (Kosasih dkk., 2004). Menurut Dinas

Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60 tahun

atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan

menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah

populasi anak (0-14 tahun). Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik

menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan

jumlah balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk

(Maryam dkk., 2008).

Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagai aspek

kehidupannya (fisik, mental, dan ekonomi). Mengantisipasi kondisi ini pengkajian

masalah-masalah usia lanjut perlu ditingkatkan, termasuk aspek keperawatannya,

agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta untuk menjamin tercapainya

usia lanjut yang bahagia, berdaya guna dalam kehidupan keluarga, dan

(15)

Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam

proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap

ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik,

psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu

cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik)

maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia (Affandi, 2008).

Menurut Maryam dkk. (2008) masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada

lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia, paranormal, dan demensia.

Kecemasan sangat sering terjadi di masyarakat, menurut Sundari (2005)

kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri

terhadap diri sendiri dan dalam lingkungan pada umumnya. Sensasi

anxietas/cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut

ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai

oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan

sebagainya.

Kecemasan pada lansia memiliki gejala yang sama dengan

gejala-gejala yang dialami oleh setiap orang, hanya saja menurut Maryam dkk. (2008)

objek yang menyebabkan kecemasan itu yang berbeda dan lansia sering

mengalami kecemasan dengan masalah-masalah yang ringan.

Menurut Mubarak, 2009 banyak mitos-mitos yang berkaitan dengan lansia

(lanjut usia) seperti mitos kedamaian dan ketenangan, mitos konservatif dan

(16)

ketidakproduktifan. Mitos-mitos inilah yang membuat orang bahwa lansia adalah

orang-orang yang lemah ataupun pemikiran-pemikiran negatif lainnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Sidorejo Kecamatan

Medan Tembung pada tanggal 11 Oktober 2010, bahwa terdapat sekitar 762 orang

lansia dalam 20 lingkungan. Dari jumlah lansia yang diperoleh maka peneliti

ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

pada lansia di daerah tersebut dan juga dikarenakan menurut peneliti kelurahan

tersebut mudah dijangkau.

2. Pertanyaan penelitian

Apa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan

Sidorejo Kecamatan Medan Tembung?

3. Tujuan penelitian

Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia

di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.

4. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis

sebagai berikut:

4.1. Institusi Pendidikan

Data dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang apa saja

(17)

4.2. Pelayanan Kesehatan

Data dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada

pelayanan kesehatan gerontik agar dapat meminimalkan kecemasan pada

lansia.

4.3. Manfaat untuk peneliti

Untuk menambah pemahaman peneliti tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang

bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan

(frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang

disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam

dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa

menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu (Daradjat, 2001).

Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan

obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan

stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi

dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa

muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien

lanjut usia (Hawari, 2001).

Seseorang yang menderita gangguan kecemasan umum hidup tiap hari,

dalam ketegangan yang tinggal secara samar-samar merasa takut atau cemas pada

hampir sebagian besar waktunya dan cenderung bereaksi secara berlebihan

terhadap stres yang ringan pun. Tidak mampu santai, mengalami gangguan tidur,

kelelahan, nyeri kepala, pening, jantung berdebar-debar adalah keluhan fisik yang

(19)

Gejala-gejala kecemasan yang dialami oleh lansia seperti perasaan

khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi, sulit tidur

sepanjang malam, rasa tegang dan cepat marah, sering mengeluh akan gejala yang

ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan

penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya, sering membayangkan

hal-hal yang menakutkan, rasa panik terhadap masalah yang ringan (Maryam dkk.,

2008).

2. Lansia

2.1. Defenisi lansia

Menurut Setiawan (dalam buku Tamher & Noorkasiani) para ahli

membedakan lanjut usia dalam dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia

biologis.

Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan

usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai

memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut

Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang

paling layak disebut usia lanjut. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di

mana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia

biologis.

Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman

(20)

kemampuan seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian terhadap situasi

yang dihadapinya.

2.2. Proses penuaan

Berbagai perubahan pada usia lanjut merupakan konsekwensi yang tidak

dapat dielakkan dari perubahan fisik (organo-biologik), dengan dampak pada

aspek fungsi biologis, psikologis, maupun sosial (Marsetio dan Arjatmo, 1991).

Proses tua merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya secara

perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)

dan kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita.

2.3.Batasan-batasan usia lanjut

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa usia lanjut meliputi:

usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu kelompok

usia 75-90 tahun, usia saat tua (very old) yaitu kelompok usia di atas 90 tahun.

2.4. Teori penuaan

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang

dapat diramalkan yang sering terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu

fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam

satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu

terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup

(21)

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu teori

biologi, teori psikologis, dan teori sosiologi.

2.4.1. Teori biologis

Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk

perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.

Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler

dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat

dan melawan penyakit. Seiring dengan berkembangnya kemampuan kita untuk

menyelidiki komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman

tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab

penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah mengalami

peningkatan. Walaupun bukan merupakan suatu definisi penuaan, tetapi lima

karakteristik penuaan telah dapat diidentifikasi oleh para ahli. Teori biologis juga

mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara

yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur

panjang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler.

Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat memberikan pengetahuan pada

perawat tentang faktor risiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan

bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau menghindari risiko dan

memaksimalkan kesehatan (Stanley dan Patricia, 2006).

2.4.2. Teori psikologis

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan

(22)

dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian

individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat menjadi karakteristik

konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan

seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada

ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang

meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut

menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi (Maryam dkk., 2008).

2.4.3. Teori sosiologi

Terdapat tiga teori utama mengenai penuaan yang timbul dari studi

ilmiah awal penuaan yang dilakukan empat atau lima dekade yang lalu:

pembebasan, aktivitas, dan kesinambungan. Teori tersebut berusaha meramalkan

dan menjelaskan interaksi dan peran sosial yang memberi pengaruh pada

penyesuaian hidup yang berhasil bagi seseorang di usia lanjut.

Teori pembebasan (Cummings & Henry, 1961) mengemukakan bahwa

individu lansia, dengan menarik diri dari masyarakat pada saat yang sama dimana

masyarakat menarik dukungannya dari kelompok usianya, mencapai moral dan

kepuasan hidup yang tinggi. Teori ini telah disangkal oleh temuan riset yang

menunjukkan bahwa individu yang terikat, aktif mencapai kepuasaan hidup yang

lebih tinggi dibanding dengan individu yang tidak terikat, dan lebih pasif (Stanley

dan Patricia, 2006).

Teori aktivitas (Havighurst, 1968) mengemukakan bahwa kepuasan

hidup pada individu lansia normal mencakup memelihara gaya hidup aktif saat

(23)

Amerika. Teori ini berasumsi bahwa individu lansia akan menemukan

penggantian aktivitas yang memuaskan (Smeltzer dan Brenda, 2001).

Teori kesinambungan (Atchley, 1989; Neugarten, 1964) mengemukakan

bahwa penyesuaian yang berhasil terhadap usia tua tergantung pada kemampuan

individu untuk melnjutkan pola hidup sepanjang masa kehidupan. Penting artinya

untuk memelihara kontuinitas atau koneksi pada masa lalu. Kebiasaan, nilai-nilai,

dan minat masa lalu adalah bagian integral dari kehidupan individu saat ini

(Smeltzer dan Brenda, 2001).

2.5. Tugas perkembangan lansia

Menurut Erikson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan

diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut yang dipengaruhi oleh proses

tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.

Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan

kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi

dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan

kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti

olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.

Tugas perkembangan lansia adalah mempersiapkan diri untuk kondisi

yang menurun, mempersiapkan diri untuk pensiun, membentuk hubungan baik

dengan orang seusianya, mempersiapkan kehidupan baru, melakukan penyesuaian

terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai, mempersiapkan diri untuk

(24)

2.6. Mitos dan realita pada lansia

Banyak mitos-mitos yang berkaitan dengan proses lanjut usia (Mubarak

dkk., 2009).

2.6.1. Mitos kedamaian dan ketenangan

Pada usia lanjut, lansia dapat santai sambil menikmati hasil kerja dan

jerih payahnya pada usia muda. Badai dan berbagai cobaan kehidupan

seakan-akan sudah dilewati. Kenyataannya malah sebaliknya, lansia penuh dengan

stres, kemiskinan, berbagai keluhan, dan penderitaan karena penyakit.

2.6.2. Mitos konservatif dan kemunduran pandangan

Usia lanjut pada umumnya bersifat konservatif, tidak kreatif, menolak

inovasi, berorientasi ke masa silam, ketinggalan zaman, merindukan masa

lalu, kembali ke masa anak-anak, sulit berubah, keras kepala, dan bawel.

Kenyataannya tidak semua lansia bersifat dan berperilaku demikian. Sebagian

tetap segar, berpandangan ke depan, inovatif, serta kreatif.

2.6.3. Mitos berpenyakitan

Lansia dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai oleh

berbagai penderitaan akibat berbagai proses penyakit. Kenyataannya memang

proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh serta

metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit, tetapi masa sekarang banyak

penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.

2.6.4. Mitos senilitas

Usia lanjut dipandang sebagai masa demensia (pikun) yang disebabkan

(25)

dalam proses penuaan mengalami kerusakan otak. Mereka masih tetap sehat,

segar, dan banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya

ingat.

2.6.5. Mitos ketidakproduktifan

Usia lanjut dipandang sebagai usia yang tidak produktif. Kenyataannya

tidak demikian, masih banyak lansia yang mencapai kematangan dari

produktivitas mental dan materialnya yang tinggi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia

Menurut Noorkasiani dan Tamher (2009), pada setiap stresor seseorang

akan mengalami kecemasan, baik ringan, sedang, maupun berat. Pada lansia

dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi. Banyak

faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia, antara lain:

3.1. Pekerjaan

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia, ia mengalami penurunan

fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi

dan perilaku lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotor

(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti

gerakan, tindakan, dan koordinasi, yang mengakibatkan lansia kurang cekatan

(Sutarto dan Cokro, 2009).

Tuckman dan Lorge (dikutip dari Stieglitz, 1954) menemukan bahwa

(26)

tua tersebut yang masih betul-betul ingin pensiun, sedangkan sisanya sebenarnya

masih ingin bekerja terus (Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Pensiun setelah bertahun-tahun bekerja dapat membahagiakan dan

memenuhi harapan, atau hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan

mental. Setelah pensiun beberapa orang tidak pernah dapat menyesuaikan diri

dengan waktu luangnya dan selalu merasa mengalami hari yang panjang.

Beberapa lansia tidak termotivasi untuk mempertahankan penampilan mereka

ketika mereka tidak atau hanya sedikit melakukan kontak dengan orang lain diluar

rumahnya (Stanley dan Patricia, 2006).

Kehilangan peran kerja sering memiliki dampak besar bagi orang yang

telah pensiun. Identitas biasanya berasal dari peran kerja, sehingga individu harus

membangun identitas baru pada saat pensiun. Mereka juga kehilangan struktur

pada kehidupan harian saat mereka tidak lagi memiliki jadwal kerja. Interaksi

sosial dan interpersonal yang terjadi pada lingkungan kerja juga telah hilang.

Sebagai penyesuaian, lansia harus menyusun jadwal yang bermakna dan jaringan

soaial pendukung (Potter Perry, 2009).

3.2. Status kesehatan

Menurut Kuntjoro (2002), setelah orang memasuki masa lansia umumnya

mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersikap patologis berganda (multiple

pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi

makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik

seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara

(27)

atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnaya dapat

menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Meski kebanyakan individu lansia menganggap dirinya dalam keadaan

sehat, namun empat dari lima mereka menderita paling tidak satu penyakit kronis.

Pada periode kehidupan selanjutnya kondisi akut akan terjadi dengan frekuensi

yang lebih jarang, sementara penyakit kronis lebih sering. Kemajuan proses

penyakit mengancam kemandirian dan kualitas hidup dengan membebani

kemampuan melakukan perawatan personal dan tugas sehari-hari (Smeltzer dan

Brenda, 2001).

Kecemasan bisa terjadi karena suatu kelainan medis atau pemakaian

obat. Penyakit yang bisa menyebabkan kecemasan adalah kelainan neurologis

(cedera kepala, infeksi otak, penyakit telinga bagian dalam), kelainan jantung &

pembuluh darah (gagal jantung, aritmia), kelainan endokrin (kelenjar adrenal atau

kelenjar tiroid yang hiperaktif), kelainan pernafasan (asma dan penyakit paru

obstruktif menahun). Obat-obatan yang dapat menyebabkan kecemasan adalah

alkohol, stimulan (perangsang), kafein, kokain dan obat-obat yang diresepkan

lainnya.

3.3. Kehilangan pasangan

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu

yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya (Tarwoto,

2006). Pengalaman kehilangan melalui kematian kerabat dan teman merupakan

bagian sejarah kehidupanyang dialami lansia. Termasuk pengalaman kehilangan

(28)

Salah satu dari kehilangan yang terberat yang dapat dialami individu

adalah kematian pasangan. Jika kehilangan pasangan terjadi pada masa tua,

seseorang tersebut memiliki risiko mengalami depresi, cemas, dan

penyalahgunaan zat yang lebih tinggi dibandingkan individu yang yang lebih

muda karena penurunan ketahanan terhadap kesulitan, insiden penyakit kronis

yang lebih tinggi, dan kerusakan jaringan dukungan sosial. Lansia bahkan

memiliki risiko mengalami penyakit fisik dan mental yang lebih tinggi

dibandingkan individu yang lebih muda (Stockslager dan Liz, 2007). Kematian

pasangan lebih banyak dialami wanita lansia dibandingkan pria dan

kecenderungan ini masih akan terus berlangsung (Potter Perry, 2009).

3.4. Keluarga

Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara

lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status

mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan

memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk., 2008).

Bagi para orang lanjut usia yang tinggal jauh dari anak cucu ataupun

tinggal di rumah perawatan, ternyata kehadiran orang lain sangat berarti (Hadi,

2004). Lansia mungkin dapat mengalami pengasingan dari anggota keluarga

karena banyak alasan, seperti penyalahgunaan obat atau alkohol dan

ketidaksetujuan terhadap agama, orientasi seksual, pilihan terhadap pasangan

pernikahan, masalah keturunan, atau masalah bisnis. Pengasingan dari cucu dan

(29)

untuk membina ikatan keluarga yang pecah tahun-tahun sebelumnya. Merujuk

pasien tersebut ke terapi keluarga dapat sangat efektif (Stockslager dan Liz, 2007).

Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu

individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan

bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang akan terjadi akan

meningkat (Stuart dan Sundeen, 1995).

3.5. Dukungan sosial

Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan

mental adalah adanya sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama

biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara

kandung, atau cucu. Namun, struktur keluarga akan mengalami perubahan jika

ada anggota yang meninggal dunia, pindah ke daerah lain, atau menjadi sakit.

Oleh karena itu, kelompok pendukung yang lain sangat penting. Beberapa dari

kelompok ini adalah tetangga, teman dekat, kolega sebelumnya dari tempat kerja

atau organisasi, dan anggota lansia di tempat ibadah (Stanley dan Patricia, 2006).

Ketika individu dewasa mencapai usia lanjut, jaringan pendukung sosial

mereka mulai terpecah ketika teman meninggal atau pindah. Kekuatan dan

kenyamanan yang diberikan oleh teman-temannya ini, yang membantu individu

menahan atau mengatasi kehilangan, tidak ada lagi. Kehilangan tersebut dapat

menjadi pencetus terjadinya penyakit fisik dan mental pada masa tua (Stanley dan

(30)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka konsep

Kerangka dalam penelitian ini menggunakan kerangka konsep berdasarkan

apa yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan

Medan Tembung, dalam penelitian ini akan diuraikan faktor-faktor kecemasan.

Tujuannya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.

Skema.1 Kerangka konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada

Lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung. Faktor yang mempengaruhi

kecemasan pada lansia

Faktor-faktor kecemasan:

1. Faktor Pekerjaan

2. Faktor Status kesehatan

3. Faktor Kehilangan

pasangan

4. Faktor Keluarga

(31)

2. Defenisi konseptual dan operasional 2.1. Faktor pekerjaan

Defenisi konseptual

Pada masa usia lanjut, yang juga terjadi pada tingkat usia lain selama

rentang hidup masa dewasa, orang mempunyai alasan yang berbeda terhadap

pekerjaan yang diinginkan. Pekerja dapat mempunyai salah satu dari sikap

terhadap jenis pekerja apapun. Apabila mereka memiliki sikap memelihara

masyarakat terhadap kerja, waktu luang mereka lebih berharga daripada waktu

kerja. Jikalau di lain pihak, mereka mempunyai sikap yang melibatkan ego

atau kepentingan pribadi, waktu untuk kerja jauh lebih berharga daripada

waktu luang (Hurlock, 1999)

Defenisi operasional

Pekerjaan yaitu suatu kegiatan seseorang yang dilakukan sehari-hari

yang untuk menghasilkan penghasilan. Pada usia lanjut yang telah pensiun

akan mengalami banyak waktu luang sehingga mulai merasa kehilangan peran

kerja. Kehilangan peran tersebut mengakibatkan kecemasan karena tidak dapat

menyesuaikan diri terhadap waktu luang, dan kecemasan juga bisa timbul

karena terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya sehingga

membuat lansia tersebut merasa semua tidak dapat ia selesaikan sehingga

(32)

2.2. Faktor status kesehatan

Defenisi konseptual

Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular

dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi

secara adekuat dan melawan penyakit (Stanley dan Patricia, 2006).

Defenisi operasional

Pada usia lanjut terjadi perubahan/penurunan secara fisik (melemah),

psikologis, dan sosial. Walaupun perubahan/penurunan tersebut adalah

fisiologis, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia merasa cemas dalam

menghadapi/ menyesuaikan diri terhadap penurunan fungsi tubuhnya.

2.3. Faktor kehilangan pasangan

Defenisi konseptual

Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu

berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan

status sosialnya.

Defenisi operasional

Kehilangan pasangan berarti kehilangan atau terputusnya hubungan

dengan orang yang penting bagi kehidupan baik karena cerai maupun karena

meninggal. Bagi setiap orang kehilangan pasangan sangat menyakitkan, pada

(33)

2.4. Faktor keluarga

Defenisi konseptual

Lanjut usia yang tinggal jauh dari anak cucu ataupun tinggal di rumah

perawatan, ternyata kehadiran orang lain sangat berarti (Hadi, 2004). Keluarga

merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan

kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga

atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental,

mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan

memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk., 2008).

Defenisi operasional

Penurunan fungsi tersebut membuat ketergantungan lansia terhadap

keluarganya. Oleh sebab itu, keluarga merupakan sesuatu yang sangat

berperan penting dalam kehidupannya dan dalam menjaga kesehatannya.

Keluarga yang selalu menjadi pendukung hidup bagi lansia.

2.5. Faktor dukungan sosial

Defenisi konseptual

Penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan

kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit

untuk dipahami dan berinteraksi (Maryam dkk, 2008).

Defenisi operasional

Pada usia lanjut kurangnya dukungan sosial dapat meningkatkan

(34)

tidak adanya lagi kontak terhadap orang-orang yang di lingkungan

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan

desain deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan

Tembung.

2. Populasi, sampel, dan teknik sampling

2.1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini

adalah bapak/ibu yang berusia ≥ 60 tahun. Dari data yang diperoleh,

jumlah lansia yang ada di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan

Tembung adalah 762 orang dalam 20 lingkungan. Karena berdasarkan

data demografi antara masing-masing lingkungan yaitu lingkungan I-XX

berjauhan sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti ke-20

lingkungan tersebut. Oleh karena itu, peneliti mengambil satu

lingkungan untuk mewakili dari 20 lingkungan di Kelurahan Sidorejo

Kecamatan Medan Tembung yaitu lingkungan VIII yang memiliki

(36)

2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Maka sampel untuk

penelitian ini diambil di satu lingkungan, yaitu lingkungan VIII yang

memiliki jumlah lansia terbanyak yaitu 82 orang.

2.3. Teknik sampling

Jumlah lansia di lingkungan VIII adalah 82 orang, maka teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu total sampling. Dimana total

sampling adalah jumlah populasi dibawah 100 orang maka semuanya

dijadikan responden (Arikunto, 2006).

3. Lokasi penelitian dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan VIII Kelurahan Sidorejo Kecamatan

Medan Tembung. Lokasi tersebut dipilih karena populasi lansia yang cukup untuk

dijadikan responden dalam penelitian ini, karena berdasarkan data demografi

lingkungan I-XX yang terlalu jauh satu sama lain, dan belum pernah dilakukan

penelitian. Sehingga dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2011.

4. Pertimbangan etik

Dalam penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik, yaitu memberi

(37)

prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka

responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika

calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan

mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini

tidak menimbulkan risiko bagi lansia yang menjadi responden, baik risiko fisik

maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga.

5. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner. Kuesioner ini disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari 2

bagian yaitu kuesioner pertama mengenai data demografi, kuesioner kedua

mengenai pernyataan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada

lansia.

Kuesioner data demografi terdiri dari: nama (inisial), jenis kelamin, usia,

status perkawinan, suku, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lama

pensiun. Kuesioner yang kedua berisi pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan.

Masing-masing faktor terdiri dari 4 pertanyaan, pertanyaan no. 1-4 mengenai

faktor pekerjaan, pertanyaan no. 5-8 mengenai faktor status kesehatan, pertanyaan

no. 9-12 mengenai faktor kehilangan pasangan, pertanyaan no. 13-16 mengenai

(38)

6. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu

instrumen. Instrumen yang sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi,

demikian pula sebaliknya. Sebuah instrumen dikatakan sahih, apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan atau mengungkapkan data dari variabel yang

diteliti secara tepat (Hasan, 2002). Uji validitas instrumen bertujuan untuk

mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang diukur

(Notoatmojo, 2005). Sebuah instrumen dikatakan valid, bila mampu mengukur

apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variebel yang diteliti.

Instrumen dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh

peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas.

Uji validitas instrumen telah dilakukan oleh ahli Keperawatan Gerontik

Departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Bapak Iwan

Rusdi, S.Kp, MNS pada tanggal 31 Januari 2011.

7. Uji reliabilitas

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji

reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam

ruang lingkup yang sama. Reliabilitas adalah tingkat ketepatan, ketelitian atau

keakuratan sebuah instrumen (Hasan, 2002). Instrumen yang reliable akan dapat

menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga

walaupun data diambil berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama. Kuesioner

(39)

menganalisa data dari pengukuran satu kali (Arikunto,2006). Uji reliabilitas

dilakukan terhadap 10 orang lansia yang bukan termasuk dalam sampel di

Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.

Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan tes Cronbach Alpha, diperoleh

0,77 untuk kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia.

Hal ini dapat diterima untuk instrumen yang baru sesuai dengan pendapat Polit &

Hungler (1995) bahwa suatu instrumen yang baru akan reliabel jika memiliki nilai

reliabilitas lebih dari 0,70.

8. Pengumpulan data

Prosedur pengambilan data yang digunakan dengan cara:

1. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi

Fakultas Keperawatan USU.

2. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian ke

BALITBANG Kantor Walikota di Sumatera Utara.

3. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian ke Kantor

Kecamatan Medan Tembung.

4. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian ke Kantor

Kelurahan Sidorejo.

5. Setelah mendapatkan izin kemudian melaksanakan pengumpulan data

penelitian.

6. Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat

(40)

7. Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan

menandatangani inform consent.

8. Mengidentifikasi faktor-faktor kecemasan dengan menggunakan kuesioner

selama 15 menit.

9. Sewaktu pengisian kuesioner responden dibantu oleh peneliti.

10.Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul

kemudian diolah/dianalisa.

9. Analisa data

Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan yang

pertama editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta

memastikan semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu

memberi kode atau angka tertentu pada lembar kuesioner untuk mempermudah

mengadakan tabulasi dan analisa data (bertujuan untuk mengelompokkan data

berdasarkan kriteria sampelnya masing-masing), tahap ketiga processing yaitu

memasukkan data dari lembar kuesioner ke dalam program komputer, tahap

keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan untuk

mengetahui ada kesalahan atau tidak, tahap kelima tabulating yaitu menganalisa

data secara deskriptif.

Tabulasi dilakukan dengan tiga tahapan yaitu memberi skor pada

item-item pernyataan yang perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item-item-item yang

tidak perlu diberi skor dan mentabulasi data untuk memperoleh hasil dalam

(41)

master table (tabel induk) supaya mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk

disajikan dan dianalisa. Setiap item yang dijawab “sangat sering” akan diberi nilai

4, untuk setiap item yang dijawab “sering” akan diberi nilai 3, untuk setiap item

yang dijawab “jarang” akan diberi nilai 2, sedangkan item yang dijawab “tidak

pernah” akan diberi nilai 1. Selanjutnya peneliti menjumlahkan setiap item yang

bernilai 4,3,2 dan 1.

Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

persentase dengan menggunakan teknik komputerisasi untuk menampilkan hasil

dari data yang telah terkumpul mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan pada lansia. Setelah hasil pegolahan data diperoleh, maka dapat

diketahui persentase dari masing-masing faktor yang mempengaruhi kecemasan

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan

Tembung yang diperoleh melalui proses pengumpulan data terhadap 82 responden

yang dilakukan sejak bulan Februari 2011.

1.1Karakteristik Demografi

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden yang akan dipaparkan

mencakup jenis kelamin, usia, status perkawinan, suku, agama, pendidikan

terkahir, lama pensiun, dan riwayat penyakit kronis. Dari data yang diperoleh

(tabel 1) menunjukkan 45 responden (54,9%) adalah perempuan dan laki-laki ada

37 responden (45,1%), mayoritas responden berusia 60-69 tahun (59,8%), suku

Batak yaitu 35 responden (42,7%), agama Islam 70 responden (85,4%),

pendidikan responden terbanyak adalah SD yaitu 38 responden (46,3%),

berdasarkan lama pensiun diperoleh sekitar 48 responden (58,5%) sudah lebih dari

satu tahun pensiun, dan yang tidak memiliki penyakit kronis adalah 60 responden

(43)

Tabel 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh Ibu/Bapak yang

berusia 60 tahun di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.

Data Demografi Responden Frekuensi Persentase (%)

(44)

Penyakit Kronis

Ya 22 26,8%

Tidak 60 73,2%

1.2Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Lanjut Usia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung

Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan lansia meliputi

faktor pekerjaan, faktor status kesehatan, faktor kehilangan pasangan, faktor

keluarga, faktor dukungan sosial.

1. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,9% responden

menyatakan “sangat sering” dengan pernyataan cemas karena pekerjaan

yang mereka alami dan 15,85% responden menyatakan “jarang” cemas

terhadap pekerjaannya. Perincian faktor pekerjaan diperlihatkan pada tabel

(45)

Tabel ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden mengalami

kecemasan dengan pekerjaan mereka, seperti terlihat pada Tabel 2.

Pernyataan sangat sering sering Jarang tidak pernah

f(%) f(%) f(%) f(%)

1. Saya cemas karena terlalu banyak waktu yang saya alami.

11 (13,4%) 8 (9,8%) 9 (11,0%) 54 (65,9%)

2. Saya cemas jika pekerjaan yang saya lakukan tidak tuntas.

41 (50,0%) 23 (28,0%) 16 (19,5%) 2 (2,4%)

3. Saya cemas apabila orang lain lebih baik dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

41 (50,0%) 23 (28,0%) 16 (19,5%) 2 (2,4%)

4. Saya cemas terlalu banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan.

51 (62,2%) 15 (18,3%) 11 (13,4%) 5 (6,1%)

Total rata-rata 36 (43,9%) 17 (21,25%) 13 (15,85%) 16 (19,2%)

2. Status kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 39,53%

responden menyatakan “sangat sering” dengan pernyataan cemas karena

status kesehatan dan 7,7% responden menyatakan “tidak pernah” cemas

terhadap penyakit yang ada dilingkungan. Perincian faktor status kesehatan

(46)

Table 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor status

kesehatan

Pernyataan sangat sering sering Jarang tidak pernah

f(%) f(%) f(%) f(%)

1. Saya cemas karena merasa tubuh saya tidak sekuat dahulu terhadap penyakit.

45 (54,9%) 18 (22,0%) 13 (15,9%) 6 (7,3%)

2. Saya cemas terkena penyakit menular yang ada dilingkungan tempat saya tinggal.

25 (30,0%) 34 (41,5%) 19 (23,2%) 4 (4,9%)

3. Saya cemas karena penyakit yang saya alami membuat saya tidak berdaya.

29 (35,4%) 28 (34,1%) 22 (26,8%) 3 (3,7%)

4. Saya cemas penyakit yang saya alami tidak akan pernah sembuh.

31 (37,8%) 23 (28,0%) 16 (19,5%) 12 (14,6%)

Total rata-rata 33 (39,53%) 26 (31,4%) 17 (21,35%) 6 (7,7%)

3. Kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,45% responden

menyatakan “sering” dengan pernyataan cemas karena kehilangan pasangan

dan 9,78% responden menyatakan “tidak pernah” cemas terhadap

kehilangan pasangan, karena sebagian besar responden masih memiliki

pasangan. Perincian faktor kehilangan pasangan diperlihatkan pada tabel di

(47)

Tabel 4. Disribusi Frekuansi dan Persentase berdasarkan faktor kehilangan

pasangan

Pernyataan sangat sering sering jarang tidak pernah

f(%) f(%) f(%) f(%)

1. Saya cemas pasangan saya tidak ada sehingga tidak ada yang mengurus saya lagi.

30 (36,6%) 22 (26,8%) 25 (30,5%) 5 (6,1%)

2. Saya cemas karena tidak ada yang akan mengerti apa yang saya butuhkan.

23 (28,0%) 41 (50,0%) 15 (18,3%) 3 (3,7%)

3. Saya cemas karena tidak ada lagi yang mendengarkan keluh kesah saya.

31 (37,8%) 25 (30,5%) 17 (20,7%) 9 (11,0%)

4. Saya cemas sendirian di rumah.

22 (26,8%) 25 (30,5%) 20 (24,4%) 15 (18,3%)

Total rata-rata 27 (32,3%) 28(34,45%) 19 (22,48%) 7 (9,78%)

4. Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,4% responden

menyatakan “sangat sering” cemas dan 16,45% responden “jarang” cemas

karena keluarga. Perincian faktor keluarga diperlihatkan pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor keluarga

Pernyataan sangat sering sering jarang tidak pernah

f(%) f(%) f(%) f(%)

1. Saya cemas apabila salah satu anggota keluarga tidak

berkomunikasi dengan saya.

40 (48,8%) 24 (29,3%) 11 (13,4%) 7 (8,5%)

2. Saya cemas apabila salah satu anggota keluarga tidak

mengunjungi saya.

46 (56,1%) 21 (25,6%) 12 (14,6%) 3 (3,7%)

3. Saya cemas tinggal bersama dengan anak dan cucu saya.

4 (4,9%) 15 (18,3%) 22 (26,8%) 41 (50,0%)

4. Saya cemas mengurusi cucu dan anak saya.

3 (3,7%) 9 (11,0%) 9 (11,0%) 61 (74,4%)

(48)

5. Dukungan sosial

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,1% responden

menyatakan “sangat sering” dengan pernyataan cemas karena dukungan

sosial dan 16,45% responden menyatakan “jarang” cemas terhadap

dukungan sosial. Perincian faktor dukungan sosial diperlihatkan pada tabel

di bawah ini.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor dukungan

sosial

2. Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan

Tembung.

Pernyataan sangat sering sering jarang tidak pernah

f(%) f(%) f(%) f(%)

1. Saya cemas teman saya semakin berkurang karena saya sudah tua.

16 (19,5%) 18 (22,0%) 12 (14,6%) 36 (43,9%)

2. Saya cemas apabila bertemu dengan rekan kerja saya yang dahulu.

2 (2,4%) 18 (22,0%) 17 (20,7%) 45 (54,9%)

3. Saya cemas memikirkan tetangga saya pindah.

32 (39,0%) 31 (37,8%) 13 (15,9%) 6 (7,3%)

4. Saya cemas apabila

menghadapi orang asing/orang yang baru dikenal.

42 (51,2%) 16 (19,5%) 12 (14,6%) 12 (14,6%)

(49)

2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia 2.1.1. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata

responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari

responden berdasarkan penyataan no. 4 yaitu 51 responden (62,2%) bahwa

setelah lanjut usia maka pekerjaan bisa membuat cemas apabila terlalu

banyak yang akan diselesaikan dan tidak yang tidak cemas ada 5

responden (6,1%), ini berkaitan juga dengan sekitar 48 responden telah

lebih dari satu tahun pensiun. Hal ini sesuai dengan Maryam dkk. (2008)

bahwa sisi aktivitas lansia menurun sesuai dengan penurunan fisik lansia

secara fisiologis.

Pada pernyataan no. 2 dan pernyataan no. 3 masing-masing

responden yang merasa sangat cemas ada 41 responden (50,0%) ini

menggambarkan bahwa lansia tidak ingin pekerjaannya itu tidak

selesai/tidak tuntas dan orang lain lebih baik dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan, ini sesuai dengan Hurlock (1999) bahwa sikap kerja sangat

penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja ini

tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya

terhadap masa pensiun yang akan datang.

Pernyataan no. 1 yaitu 54 responden (65,9%) menyatakan bahwa

lansia tidak pernah merasa cemas terhadap waktu luang dan 8 responden

(9,8%) yang merasa cemas, hanya saja tergantung pada lama atau tidaknya

(50)

sesuai dengan penelitian Sugiyanto (2008) dengan judul “Pengaruh

Self-Esteem Terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia” menunjukkan

terdapat pengaruh secara positif self-esteem terhadap penyesuaian diri

pensiun pada lansia dan menurut Hurlock (1999) bahwa masa pensiun

seringkali dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan

sehingga menjelang masa tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang

akan dihadapinya.

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 36 responden (43,9%)

merasa sering cemas karena pekerjaannya dan 13 responden (15,85%)

yang jarang cemas, ini didukung oleh data demografi yaitu 48 responden

(58,5%) sudah tidak memiliki pekerjaan lebih dari 1 tahun sehingga

mereka telah mampu menyesuaikan diri. Hal ini sesuai dengan penelitian

Sugiyanto (2008) dengan judul “Pengaruh Self-Esteem Terhadap

Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia” menunjukkan terdapat pengaruh

secara positif self-esteem terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia.

2.1.2. Status kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata

responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari

responden berdasarkan penyataan no. 1 yaitu 45 responden (54,9%),

penyataan no.3 yaitu 29 responden (35,4%), dan penyataan no. 2 yaitu 25

responden (30,0%) bahwa setelah lanjut usia maka tubuh juga mengalami

kelemahan tidak sekuat sewaktu muda dahulu sehingga mudah terjangkit

(51)

orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi

fisik yang bersifat fisiologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit

makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain.

Pada pernyataan no. 4 responden yang merasa sangat cemas ada 31

responden (37,8%) ini menggambarkan bahwa lansia berfikir penyakitnya

tidak akan kunjung sembuh, ini sesuai dengan Lydia (2010) bahwa

kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang

mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan

kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik

Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam

perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.

Menurut Affandi (2008) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam

menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit

yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga

yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu

rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum

menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu

makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya.

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 33 responden (39,53%)

merasa sering cemas karena penyakit yang diderita oleh lansia dan 6

responden (7,7%) yang tidak merasa cemas, ini didukung oleh data

(52)

Hal ini sesuai dengan penelitian Sarinti (2007) dengan judul “Hubungan

Jenis Penyakit dan Tingkat Kecemasan dengan Lama Rawat Pasien

Gangguan Fungsi Jantung di Ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang” yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat

kecemasan dengan lama rawat.

2.1.3. Kehilangan pasangan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata

responden sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari

responden berdasarkan penyataan no. 2 yaitu 41 responden (50,0%),

penyataan no.3 yaitu 25 responden (30,5%), dan penyataan no. 1 yaitu 22

responden (26,8%) bahwa kehilangan pasangan sangat mempengaruhi

kecemasan pada lansia dikarenakan kehilangan pasangan berarti tidak akan

ada lagi yang mengerti apa yang dibutuhkan, mendengarkan keluh kesah,

dan mengurusi di rumah karena pasangan adalah orang yang telah

bertahun-tahun hidup bersama dan pernyataan tersebut berhubungan juga

dengan data yang diperoleh bahwa 37 responden adalah laki-laki. Sesuai

dengan Hurlock (1999) penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh

lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan

hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau

penceraian. Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut

usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat,

(53)

Pada pernyataan no. 4 yaitu 25 responden (30,5%) menyatakan

cemas karena tinggal di rumah sendirian tanpa ada pasangan, hal ini sesuai

dengan Maryam dkk. (2008) bahwa lansia biasanya sudah menyadari

bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tetapi kesadaran

akan kematian tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan

menemukan penyesuaian kematian dengan mudah. Sesuai juga dengan

penelitian Juniarti (2008) dengan judul “Gambaran Jenis dan tingkat

Kesepian pada Lansia di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang

Ciparay Bandung” yang menyatakan bahwa 49,4% lansia mengalami

kesepian emosional.

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 28 responden (34,45%)

merasa cemas kehilangan pasangan dan 7 responden (9,78%) yang tidak

merasa cemas, ini didukung oleh data demografi yaitu 64 responden

(78,0%) masih memiliki pasangan. Sesuai dengan Maryam dkk. (2008)

bahwa lansia biasanya sudah menyadari bahwa kematian adalah bagian

dari kehidupan normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa

pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian

dengan mudah.

2.1.4. Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata

responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari

responden berdasarkan penyataan no. 2 yaitu 46 responden (56,1%),

(54)

segala-galanya bagi lanjut usia, mereka sangat senang berkumpul dengan

keluarga. Oleh karena itu, lansia sangat cemas apabila salah satu anggota

keluarganya tidak berkomunikasi dengannya dan tidak pernah

mengunjunginya. Sesuai dengan Maryam, dkk (2008) bahwa keluarga

merupakan suppot system utama bagi lansia dalam mempertahankan

kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain

manjaga atau marawat lansia, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi,

serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi

lansia.

Pada pernyataan no. 4 responden merasa tidak cemas ada 61

responden (74,4%), dan pernyataan no. 3 yaitu 41 responden (50,0%)

menggambarkan bahwa lansia tidak cemas karena harus tinggal bersama

keluarganya dan menjaga cucu-cucunya, mereka senang hidup

bersama-sama keluarga dan tidak mau tinggal sendirian. Hal ini sesuai dengan

penelitian Nurdin (2009) dengan judul “Hubungan Perubahan Psikososial

Lanjut Usia dan Perpisahan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Lansia

di Panti Werdha Pucang Gading Semarang” yang menyatakan bahwa

Mayoritas lanjut usia sebesar 55,6% merasa berpisah dengan keluarganya

dan menurut hasil penelitian Istiati dengan judul “Hubungan fungsi

Keluarga dengan Kecemasan pada Lanjut Usia” menunjukkan ada

hubungan antara fungsi keluarga dan kecemasan pada lanjut usia.

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 23 responden (28,4%)

(55)

cemas. Hal ini sesuai dengan Istiati dengan judul “Hubungan fungsi

Keluarga dengan Kecemasan pada Lanjut Usia” menunjukkan ada

hubungan antara fungsi keluarga dan kecemasan pada lanjut usia.

2.1.5. Dukungan sosial

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata

responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari

responden berdasarkan penyataan no. 4 yaitu 42 responden (51,2%),

penyataan no.3 yaitu 32 responden (39,0%) bahwa lansia sulit dalam

menghadapi orang asing dan tetangganya yang pindah ini sesuai dengan

penelitian Hayati (2009) dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial

Terhadap Kesepian pada Lansia” yang menyatakan bahwa 13,7% lansia

mengalami kesepian disebabkan kurangnya dukungan sosial.

Pada penyataan nomor 2 yaitu 45 responden (54,9%), pernyataan

nomor 1 yaitu 36 responden (43,9%) bahwa lanjut usia tidak merasa cemas

apabila bertemu dengan rekan kerjanya yang terdahulu dan tidak pernah

terfikir bahwa semakin usia lanjut maka teman akan berkurang, ini sesuai

dengan menurut Stanley dan Patricia (2006) ketika individu dewasa

mencapai usia lanjut, jaringan pendukung sosial mereka mulai terpecah

ketika teman meninggal atau pindah. Kekuatan dan kenyamanan yang

diberikan oleh teman-temannya ini, yang membantu individu menahan

atau mengatasi kehilangan, tidak ada lagi. Kehilangan tersebut dapat

(56)

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 23 responden (28,4%)

merasa sangat cemas karena dukungan sosial dan 13 responden (16,45%)

yang jarang merasa cemas, ini didukung oleh data demografi yaitu 38

responden (46,3%) hanya lulusan SD. Hal ini sesuai dengan penelitian

Hayati (2009) dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap

Kesepian pada Lansia” yang menyatakan bahwa 13,7% lansia mengalami

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan

hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman

hasil penelitian yang berdasarkan analisa. Pada bagian akhir akan dikemukakan

saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan

tema yang sama.

1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan lansia berdasarkan

beberapa faktor yaitu faktor pekerjaan, faktor status kesehatan, faktor kehilangan

pasangan, faktor keluarga, dan faktor dukungan sosial. Jumlah responden yang

cemas dari berbagai faktor tersebut berbeda-beda. Seperti pada faktor pekerjaan

responden yang cemas ada 36 responden, pada faktor status kesehatan responden

yang mengalami kecemasan ada 33, dari faktor kehilangan pasangan ada 28

responden yang mengalami kecemasan, dari faktor keluarga ada 23 responden

yang mengalami kecemasan, dan berdasarkan faktor dukungan sosial responden

yang mengalami kecemasan ada 23.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut yang paling tinggi persentasenya adalah

faktor pekerjaan yaitu 43,9% dan sesuai menurut Sutarto dan Cokro (2009) pada

umumnya setelah orang memasuki lansia, ia mengalami penurunan fungsi kognitif

dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,

(58)

lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotor (konatif) meliputi

hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan, tindakan,

dan koordinasi, yang mengakibatkan lansia kurang cekatan. Persentase terendah 6

responden (7,7%) tidak pernah cemas pada faktor status kesehatan, karena

menurut Smeltzer dan Brenda (2001) kebanyakan individu lansia menganggap

dirinya dalam keadaan sehat, namun empat dari lima mereka menderita paling

tidak satu penyakit kronis.

2. Saran

2.1.Untuk Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik perlu

diberikan materi khusus tentang kecemasan pada lansia dan faktor-faktornya.

Sehingga perawat dapat memberikan pendidikan dan penyuluhan pada para

lansia dan keluarga tentang kecemasan tersebut.

2.2.Untuk Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan para

lansia, disarankan untuk menganalisis faktor-faktor kecemasan lansia.

2.3.Untuk Keluarga

Untuk kelurga yang memiliki lansia di rumah diharapkan bisa menjaga

dan mengerti permasalahan yang terjadi di usia lanjut seperti gangguan

Gambar

Tabel 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh Ibu/Bapak yang
Tabel ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden mengalami
Table 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor status
Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor keluarga
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian peng- embangan ini adalah menghasilkan modul interaktif dengan menggunakan learning content development system pada materi pokok usaha dan energi untuk

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Vol. 2, Desember 2017 109 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencoba menggali lebih dalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan