FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN
PADA LANSIA DI KELURAHAN SIDOREJO
KECAMATAN MEDAN TEMBUNG
SKRIPSI
Oleh: Istik Laila Sari
071101045
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung
Nama : Istik Laila Sari
NIM : 071101045
Fakultas : S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2011
Abstrak
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal
sampai pada usia lanjut. Faktor-faktor kecemasan pada lansia yaitu faktor
pekerjaan, status kesehatan, kehilangan pasangan, keluarga, dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan teknik total sampling melibatkan 82 orang responden yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011. Seluruh responden menjawab kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Berdasarkan faktor-faktor tersebut yang paling tinggi persentasenya adalah faktor pekerjaan yaitu 36 responden (43,9%), dan persentase terendah 6 responden (7,7%) tidak pernah cemas karena yang memiliki penyakit kronis hanya 22 responden, sehingga mereka tidak terlalu cemas terhadap penyakit. Kelemahan dalam penelitian ini berkaitan dengan metode pengumpulan data karena pernyataan tentang kecemasan tidak spesifik tetapi secara umum. Saran praktis yang diberikan kepada keluarga yang tinggal bersama lansia agar dapat agar dapat menjadi suppert system pada lansia dan mampu meminimalisasi kecemasan pada lansia.
Title : Factors Influencing Anxiety of Elderly at Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung
Name : Istik Laila Sari
NIM : 071101045
Faculty : Faculty of Nursing
Year : 2011
Abstract
Anxiety is a manifestation of the various processes of mixed emotions, which occurs when people are depressed feelings (frustration) and inner conflict. Changes occur in humans over time through the stages of development from prenatal period until late in life. Factors of anxiety in the elderly that is occupational factors, health status, loss of a spouse, family and social support. This study aims to describe the factors that influence anxiety in the elderly in the Village District Sidorejo Tembung Medan. This study used a descriptive design with a total sampling technique involving 82 respondents conducted in January to March 2011. All respondents answered a questionnaire that has been given to the respondent. Based on these factors the highest percentage of work is a factor which is 36 respondents (43.9%), and the sixth lowest percentage of respondents (7.7%) never worry because that has a chronic illness only 22 respondents, so they are not too worried against disease. The weakness in this study relates to methods of data collection because of statements about non-specific anxiety, but in general. Practical advice is given to families who live with the elderly in order to be able to be suppert system on the elderly and is able to minimize anxiety in the elderly.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo
Kecamatan Medan Tembung”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian
skripsi ini, sebagai berikut:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang
sangat berharga dalam penulisan proposal ini.
3. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji I.
4. Bapak Ismayadi S.Kep, Ns selaku dosen penguji II.
5. Ibu Jenny M. Purba, SKp, MNS selaku dosen pembimbing akademik.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada
penulis.
7. Kepala Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung yang telah memberi
8. Terima kasih kepada Ayahanda H. Marapusuk Siregar, S.H dan Ibunda Hj.
Gabena Harahap tercinta yang selalu mendoakan dan menyayangi,
memberikan dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa
memberikan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan
untuk saudara-saudaraku tercinta: Rahmadhani Meilia Sari, Muhammad
Razali Siregar, dan Muhammad Rudhi Sya’ari Siregar yang senantiasa
memberikan doa dan dukungan untuk penulis.
9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Marli, Novri, Vera, dan Febri yang selalu,
membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas kritik,
saran, dan segala canda tawa kalian semua.
10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007, Ruth, Dian, Olyn, Arif,
Silvia, Ami, Maya dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
11. Terima kasih juga untuk Yessi, Ella, Wiyanna, Patimah, dan Wina yang
selalu mendukung dalam doa dan selalu memberikan motivasi yang berharga
kepadaku.
12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu
yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhirnya, penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi
ini.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Abstrak ... iii
Prakata ... ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Skema ... ix
Bab 1. Pendahuluan. ... 1
1.Latar belakang ... 1
2.Pertanyaan penelitian ... 3
3.Tujuan penelitian ... 3
4.Manfaat penelitian ... 4
Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 5
1. Kecemasan ... 5
2. Lansia ... 6
2.1 Defenisi lansia ... 6
2.2 Proses penuaan ... 7
2.3 Batasan-batasan usia lanjut ... 7
2.4 Teori penuaan ... 7
2.4.1. Teori biologis ... 8
2.4.2. Teori psikologis ... 9
2.4.3. Teori sosiologis ... 9
2.5 Tugas perkembangan lansia... 10
2.6 Mitos dan realita pada lansia ... 11
2.6.1. Mitos kedamaian dan ketenangan ... 11
2.6.2. Mitos konservatif dan kemunduran pandangan ... 11
2.6.3. Mitos berpenyakitan ... 12
2.6.4. Mitos senilitas ... 12
2.6.5. Mitos ketidakproduktifan ... 12
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia ... 12
3.1 Pekerjaan ... 13
3.2 Status kesehatan... 14
3.3 Kehilangan pasangan ... 15
3.4 Keluarga ... 16
3.5 Dukungan sosial ... 16
Bab 3. Kerangka Konsep ... 18
1. Kerangka Konseptual ... 18
Bab 4. Metodologi Penelitian ... 23
1. Desain penelitian ... 23
2. Populasi, sampel, dan teknik sampling ... 23
3. Lokasi dan waktu penelitian ... 24
4. Pertimbangan etik penelitian ... 25
5. Instrumen penelitian ... 25
6. Uji validitas ... 26
7. Uji reliabilitas ... 26
8. Pengumpulan data ... 27
9. Analisa data ... 28
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 30
1. Hasil ... 30
2. Pembahasan ... 36
Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 45
1. Kesimpulan ... 45
2. Saran ... 46
Lampiran-lampiran
1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan Usu
2. Surat Izin Penelitian BALITBANG dari Kantor Walikota Sumatera
Utara
3. Surat Izin Penelitian dari Kecamatan Medan Tembung
4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
5. Data Demografi
6. Kuesioner Penelitian
7. Lembar Uji Reliabilitas
8. Data SPSS
9. Jadwal Tentatif Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh
Ibu/Bapak yang berusia 60 tahun di Kelurahan Sidorejo
Kecamatan Medan Tembung ... 31
Tabel 2. Frekuensi Faktor Pekerjaan ... 33
Tabel 3. Frekuensi Faktor Status Kesehatan ... 34
Tabel 4. Frekuensi Faktor Kehilangan Pasangan ... 35
Tabel 5. Frekuensi Faktor Keluarga ... 35
DAFTAR SKEMA
Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung
Nama : Istik Laila Sari
NIM : 071101045
Fakultas : S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun : 2011
Abstrak
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal
sampai pada usia lanjut. Faktor-faktor kecemasan pada lansia yaitu faktor
pekerjaan, status kesehatan, kehilangan pasangan, keluarga, dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan teknik total sampling melibatkan 82 orang responden yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011. Seluruh responden menjawab kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Berdasarkan faktor-faktor tersebut yang paling tinggi persentasenya adalah faktor pekerjaan yaitu 36 responden (43,9%), dan persentase terendah 6 responden (7,7%) tidak pernah cemas karena yang memiliki penyakit kronis hanya 22 responden, sehingga mereka tidak terlalu cemas terhadap penyakit. Kelemahan dalam penelitian ini berkaitan dengan metode pengumpulan data karena pernyataan tentang kecemasan tidak spesifik tetapi secara umum. Saran praktis yang diberikan kepada keluarga yang tinggal bersama lansia agar dapat agar dapat menjadi suppert system pada lansia dan mampu meminimalisasi kecemasan pada lansia.
Title : Factors Influencing Anxiety of Elderly at Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung
Name : Istik Laila Sari
NIM : 071101045
Faculty : Faculty of Nursing
Year : 2011
Abstract
Anxiety is a manifestation of the various processes of mixed emotions, which occurs when people are depressed feelings (frustration) and inner conflict. Changes occur in humans over time through the stages of development from prenatal period until late in life. Factors of anxiety in the elderly that is occupational factors, health status, loss of a spouse, family and social support. This study aims to describe the factors that influence anxiety in the elderly in the Village District Sidorejo Tembung Medan. This study used a descriptive design with a total sampling technique involving 82 respondents conducted in January to March 2011. All respondents answered a questionnaire that has been given to the respondent. Based on these factors the highest percentage of work is a factor which is 36 respondents (43.9%), and the sixth lowest percentage of respondents (7.7%) never worry because that has a chronic illness only 22 respondents, so they are not too worried against disease. The weakness in this study relates to methods of data collection because of statements about non-specific anxiety, but in general. Practical advice is given to families who live with the elderly in order to be able to be suppert system on the elderly and is able to minimize anxiety in the elderly.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia ≥ 60 ta hun menurut
Undang-Undang RI No. 13, tahun 1998) di Indonesia adalah sebesar 7,28% dari jumlah
penduduk. Diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan meningkat menjadi sebesar
11,34%. Indonesia memiliki jumlah warga lanjut usia keempat terbanyak di dunia,
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (Kosasih dkk., 2004). Menurut Dinas
Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60 tahun
atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan
menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah
populasi anak (0-14 tahun). Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik
menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan
jumlah balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk
(Maryam dkk., 2008).
Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagai aspek
kehidupannya (fisik, mental, dan ekonomi). Mengantisipasi kondisi ini pengkajian
masalah-masalah usia lanjut perlu ditingkatkan, termasuk aspek keperawatannya,
agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta untuk menjamin tercapainya
usia lanjut yang bahagia, berdaya guna dalam kehidupan keluarga, dan
Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam
proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap
ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik)
maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia (Affandi, 2008).
Menurut Maryam dkk. (2008) masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada
lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia, paranormal, dan demensia.
Kecemasan sangat sering terjadi di masyarakat, menurut Sundari (2005)
kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri
terhadap diri sendiri dan dalam lingkungan pada umumnya. Sensasi
anxietas/cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai
oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan
sebagainya.
Kecemasan pada lansia memiliki gejala yang sama dengan
gejala-gejala yang dialami oleh setiap orang, hanya saja menurut Maryam dkk. (2008)
objek yang menyebabkan kecemasan itu yang berbeda dan lansia sering
mengalami kecemasan dengan masalah-masalah yang ringan.
Menurut Mubarak, 2009 banyak mitos-mitos yang berkaitan dengan lansia
(lanjut usia) seperti mitos kedamaian dan ketenangan, mitos konservatif dan
ketidakproduktifan. Mitos-mitos inilah yang membuat orang bahwa lansia adalah
orang-orang yang lemah ataupun pemikiran-pemikiran negatif lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Sidorejo Kecamatan
Medan Tembung pada tanggal 11 Oktober 2010, bahwa terdapat sekitar 762 orang
lansia dalam 20 lingkungan. Dari jumlah lansia yang diperoleh maka peneliti
ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
pada lansia di daerah tersebut dan juga dikarenakan menurut peneliti kelurahan
tersebut mudah dijangkau.
2. Pertanyaan penelitian
Apa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan
Sidorejo Kecamatan Medan Tembung?
3. Tujuan penelitian
Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia
di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.
4. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis
sebagai berikut:
4.1. Institusi Pendidikan
Data dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang apa saja
4.2. Pelayanan Kesehatan
Data dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada
pelayanan kesehatan gerontik agar dapat meminimalkan kecemasan pada
lansia.
4.3. Manfaat untuk peneliti
Untuk menambah pemahaman peneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kecemasan
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan
(frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang
disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam
dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa
menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu (Daradjat, 2001).
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan
obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan
stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi
dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa
muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien
lanjut usia (Hawari, 2001).
Seseorang yang menderita gangguan kecemasan umum hidup tiap hari,
dalam ketegangan yang tinggal secara samar-samar merasa takut atau cemas pada
hampir sebagian besar waktunya dan cenderung bereaksi secara berlebihan
terhadap stres yang ringan pun. Tidak mampu santai, mengalami gangguan tidur,
kelelahan, nyeri kepala, pening, jantung berdebar-debar adalah keluhan fisik yang
Gejala-gejala kecemasan yang dialami oleh lansia seperti perasaan
khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan terjadi, sulit tidur
sepanjang malam, rasa tegang dan cepat marah, sering mengeluh akan gejala yang
ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan
penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya, sering membayangkan
hal-hal yang menakutkan, rasa panik terhadap masalah yang ringan (Maryam dkk.,
2008).
2. Lansia
2.1. Defenisi lansia
Menurut Setiawan (dalam buku Tamher & Noorkasiani) para ahli
membedakan lanjut usia dalam dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia
biologis.
Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan
usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai
memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut
Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang
paling layak disebut usia lanjut. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di
mana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia
biologis.
Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman
kemampuan seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian terhadap situasi
yang dihadapinya.
2.2. Proses penuaan
Berbagai perubahan pada usia lanjut merupakan konsekwensi yang tidak
dapat dielakkan dari perubahan fisik (organo-biologik), dengan dampak pada
aspek fungsi biologis, psikologis, maupun sosial (Marsetio dan Arjatmo, 1991).
Proses tua merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita.
2.3.Batasan-batasan usia lanjut
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa usia lanjut meliputi:
usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu kelompok
usia 75-90 tahun, usia saat tua (very old) yaitu kelompok usia di atas 90 tahun.
2.4. Teori penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang sering terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu
fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam
satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu
terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu teori
biologi, teori psikologis, dan teori sosiologi.
2.4.1. Teori biologis
Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk
perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.
Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler
dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat
dan melawan penyakit. Seiring dengan berkembangnya kemampuan kita untuk
menyelidiki komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman
tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab
penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah mengalami
peningkatan. Walaupun bukan merupakan suatu definisi penuaan, tetapi lima
karakteristik penuaan telah dapat diidentifikasi oleh para ahli. Teori biologis juga
mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara
yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur
panjang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler.
Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat memberikan pengetahuan pada
perawat tentang faktor risiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan
bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau menghindari risiko dan
memaksimalkan kesehatan (Stanley dan Patricia, 2006).
2.4.2. Teori psikologis
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian
individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat menjadi karakteristik
konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan
seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada
ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang
meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut
menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi (Maryam dkk., 2008).
2.4.3. Teori sosiologi
Terdapat tiga teori utama mengenai penuaan yang timbul dari studi
ilmiah awal penuaan yang dilakukan empat atau lima dekade yang lalu:
pembebasan, aktivitas, dan kesinambungan. Teori tersebut berusaha meramalkan
dan menjelaskan interaksi dan peran sosial yang memberi pengaruh pada
penyesuaian hidup yang berhasil bagi seseorang di usia lanjut.
Teori pembebasan (Cummings & Henry, 1961) mengemukakan bahwa
individu lansia, dengan menarik diri dari masyarakat pada saat yang sama dimana
masyarakat menarik dukungannya dari kelompok usianya, mencapai moral dan
kepuasan hidup yang tinggi. Teori ini telah disangkal oleh temuan riset yang
menunjukkan bahwa individu yang terikat, aktif mencapai kepuasaan hidup yang
lebih tinggi dibanding dengan individu yang tidak terikat, dan lebih pasif (Stanley
dan Patricia, 2006).
Teori aktivitas (Havighurst, 1968) mengemukakan bahwa kepuasan
hidup pada individu lansia normal mencakup memelihara gaya hidup aktif saat
Amerika. Teori ini berasumsi bahwa individu lansia akan menemukan
penggantian aktivitas yang memuaskan (Smeltzer dan Brenda, 2001).
Teori kesinambungan (Atchley, 1989; Neugarten, 1964) mengemukakan
bahwa penyesuaian yang berhasil terhadap usia tua tergantung pada kemampuan
individu untuk melnjutkan pola hidup sepanjang masa kehidupan. Penting artinya
untuk memelihara kontuinitas atau koneksi pada masa lalu. Kebiasaan, nilai-nilai,
dan minat masa lalu adalah bagian integral dari kehidupan individu saat ini
(Smeltzer dan Brenda, 2001).
2.5. Tugas perkembangan lansia
Menurut Erikson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut yang dipengaruhi oleh proses
tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan
kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi
dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan
kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti
olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.
Tugas perkembangan lansia adalah mempersiapkan diri untuk kondisi
yang menurun, mempersiapkan diri untuk pensiun, membentuk hubungan baik
dengan orang seusianya, mempersiapkan kehidupan baru, melakukan penyesuaian
terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai, mempersiapkan diri untuk
2.6. Mitos dan realita pada lansia
Banyak mitos-mitos yang berkaitan dengan proses lanjut usia (Mubarak
dkk., 2009).
2.6.1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Pada usia lanjut, lansia dapat santai sambil menikmati hasil kerja dan
jerih payahnya pada usia muda. Badai dan berbagai cobaan kehidupan
seakan-akan sudah dilewati. Kenyataannya malah sebaliknya, lansia penuh dengan
stres, kemiskinan, berbagai keluhan, dan penderitaan karena penyakit.
2.6.2. Mitos konservatif dan kemunduran pandangan
Usia lanjut pada umumnya bersifat konservatif, tidak kreatif, menolak
inovasi, berorientasi ke masa silam, ketinggalan zaman, merindukan masa
lalu, kembali ke masa anak-anak, sulit berubah, keras kepala, dan bawel.
Kenyataannya tidak semua lansia bersifat dan berperilaku demikian. Sebagian
tetap segar, berpandangan ke depan, inovatif, serta kreatif.
2.6.3. Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai oleh
berbagai penderitaan akibat berbagai proses penyakit. Kenyataannya memang
proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh serta
metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit, tetapi masa sekarang banyak
penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
2.6.4. Mitos senilitas
Usia lanjut dipandang sebagai masa demensia (pikun) yang disebabkan
dalam proses penuaan mengalami kerusakan otak. Mereka masih tetap sehat,
segar, dan banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya
ingat.
2.6.5. Mitos ketidakproduktifan
Usia lanjut dipandang sebagai usia yang tidak produktif. Kenyataannya
tidak demikian, masih banyak lansia yang mencapai kematangan dari
produktivitas mental dan materialnya yang tinggi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia
Menurut Noorkasiani dan Tamher (2009), pada setiap stresor seseorang
akan mengalami kecemasan, baik ringan, sedang, maupun berat. Pada lansia
dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi. Banyak
faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia, antara lain:
3.1. Pekerjaan
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia, ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotor
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti
gerakan, tindakan, dan koordinasi, yang mengakibatkan lansia kurang cekatan
(Sutarto dan Cokro, 2009).
Tuckman dan Lorge (dikutip dari Stieglitz, 1954) menemukan bahwa
tua tersebut yang masih betul-betul ingin pensiun, sedangkan sisanya sebenarnya
masih ingin bekerja terus (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
Pensiun setelah bertahun-tahun bekerja dapat membahagiakan dan
memenuhi harapan, atau hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan
mental. Setelah pensiun beberapa orang tidak pernah dapat menyesuaikan diri
dengan waktu luangnya dan selalu merasa mengalami hari yang panjang.
Beberapa lansia tidak termotivasi untuk mempertahankan penampilan mereka
ketika mereka tidak atau hanya sedikit melakukan kontak dengan orang lain diluar
rumahnya (Stanley dan Patricia, 2006).
Kehilangan peran kerja sering memiliki dampak besar bagi orang yang
telah pensiun. Identitas biasanya berasal dari peran kerja, sehingga individu harus
membangun identitas baru pada saat pensiun. Mereka juga kehilangan struktur
pada kehidupan harian saat mereka tidak lagi memiliki jadwal kerja. Interaksi
sosial dan interpersonal yang terjadi pada lingkungan kerja juga telah hilang.
Sebagai penyesuaian, lansia harus menyusun jadwal yang bermakna dan jaringan
soaial pendukung (Potter Perry, 2009).
3.2. Status kesehatan
Menurut Kuntjoro (2002), setelah orang memasuki masa lansia umumnya
mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersikap patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnaya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Meski kebanyakan individu lansia menganggap dirinya dalam keadaan
sehat, namun empat dari lima mereka menderita paling tidak satu penyakit kronis.
Pada periode kehidupan selanjutnya kondisi akut akan terjadi dengan frekuensi
yang lebih jarang, sementara penyakit kronis lebih sering. Kemajuan proses
penyakit mengancam kemandirian dan kualitas hidup dengan membebani
kemampuan melakukan perawatan personal dan tugas sehari-hari (Smeltzer dan
Brenda, 2001).
Kecemasan bisa terjadi karena suatu kelainan medis atau pemakaian
obat. Penyakit yang bisa menyebabkan kecemasan adalah kelainan neurologis
(cedera kepala, infeksi otak, penyakit telinga bagian dalam), kelainan jantung &
pembuluh darah (gagal jantung, aritmia), kelainan endokrin (kelenjar adrenal atau
kelenjar tiroid yang hiperaktif), kelainan pernafasan (asma dan penyakit paru
obstruktif menahun). Obat-obatan yang dapat menyebabkan kecemasan adalah
alkohol, stimulan (perangsang), kafein, kokain dan obat-obat yang diresepkan
lainnya.
3.3. Kehilangan pasangan
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya (Tarwoto,
2006). Pengalaman kehilangan melalui kematian kerabat dan teman merupakan
bagian sejarah kehidupanyang dialami lansia. Termasuk pengalaman kehilangan
Salah satu dari kehilangan yang terberat yang dapat dialami individu
adalah kematian pasangan. Jika kehilangan pasangan terjadi pada masa tua,
seseorang tersebut memiliki risiko mengalami depresi, cemas, dan
penyalahgunaan zat yang lebih tinggi dibandingkan individu yang yang lebih
muda karena penurunan ketahanan terhadap kesulitan, insiden penyakit kronis
yang lebih tinggi, dan kerusakan jaringan dukungan sosial. Lansia bahkan
memiliki risiko mengalami penyakit fisik dan mental yang lebih tinggi
dibandingkan individu yang lebih muda (Stockslager dan Liz, 2007). Kematian
pasangan lebih banyak dialami wanita lansia dibandingkan pria dan
kecenderungan ini masih akan terus berlangsung (Potter Perry, 2009).
3.4. Keluarga
Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara
lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status
mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan
memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk., 2008).
Bagi para orang lanjut usia yang tinggal jauh dari anak cucu ataupun
tinggal di rumah perawatan, ternyata kehadiran orang lain sangat berarti (Hadi,
2004). Lansia mungkin dapat mengalami pengasingan dari anggota keluarga
karena banyak alasan, seperti penyalahgunaan obat atau alkohol dan
ketidaksetujuan terhadap agama, orientasi seksual, pilihan terhadap pasangan
pernikahan, masalah keturunan, atau masalah bisnis. Pengasingan dari cucu dan
untuk membina ikatan keluarga yang pecah tahun-tahun sebelumnya. Merujuk
pasien tersebut ke terapi keluarga dapat sangat efektif (Stockslager dan Liz, 2007).
Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu
individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan
bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang akan terjadi akan
meningkat (Stuart dan Sundeen, 1995).
3.5. Dukungan sosial
Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan
mental adalah adanya sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama
biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara
kandung, atau cucu. Namun, struktur keluarga akan mengalami perubahan jika
ada anggota yang meninggal dunia, pindah ke daerah lain, atau menjadi sakit.
Oleh karena itu, kelompok pendukung yang lain sangat penting. Beberapa dari
kelompok ini adalah tetangga, teman dekat, kolega sebelumnya dari tempat kerja
atau organisasi, dan anggota lansia di tempat ibadah (Stanley dan Patricia, 2006).
Ketika individu dewasa mencapai usia lanjut, jaringan pendukung sosial
mereka mulai terpecah ketika teman meninggal atau pindah. Kekuatan dan
kenyamanan yang diberikan oleh teman-temannya ini, yang membantu individu
menahan atau mengatasi kehilangan, tidak ada lagi. Kehilangan tersebut dapat
menjadi pencetus terjadinya penyakit fisik dan mental pada masa tua (Stanley dan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka konsep
Kerangka dalam penelitian ini menggunakan kerangka konsep berdasarkan
apa yang mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan
Medan Tembung, dalam penelitian ini akan diuraikan faktor-faktor kecemasan.
Tujuannya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.
Skema.1 Kerangka konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada
Lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung. Faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada lansia
Faktor-faktor kecemasan:
1. Faktor Pekerjaan
2. Faktor Status kesehatan
3. Faktor Kehilangan
pasangan
4. Faktor Keluarga
2. Defenisi konseptual dan operasional 2.1. Faktor pekerjaan
Defenisi konseptual
Pada masa usia lanjut, yang juga terjadi pada tingkat usia lain selama
rentang hidup masa dewasa, orang mempunyai alasan yang berbeda terhadap
pekerjaan yang diinginkan. Pekerja dapat mempunyai salah satu dari sikap
terhadap jenis pekerja apapun. Apabila mereka memiliki sikap memelihara
masyarakat terhadap kerja, waktu luang mereka lebih berharga daripada waktu
kerja. Jikalau di lain pihak, mereka mempunyai sikap yang melibatkan ego
atau kepentingan pribadi, waktu untuk kerja jauh lebih berharga daripada
waktu luang (Hurlock, 1999)
Defenisi operasional
Pekerjaan yaitu suatu kegiatan seseorang yang dilakukan sehari-hari
yang untuk menghasilkan penghasilan. Pada usia lanjut yang telah pensiun
akan mengalami banyak waktu luang sehingga mulai merasa kehilangan peran
kerja. Kehilangan peran tersebut mengakibatkan kecemasan karena tidak dapat
menyesuaikan diri terhadap waktu luang, dan kecemasan juga bisa timbul
karena terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya sehingga
membuat lansia tersebut merasa semua tidak dapat ia selesaikan sehingga
2.2. Faktor status kesehatan
Defenisi konseptual
Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular
dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi
secara adekuat dan melawan penyakit (Stanley dan Patricia, 2006).
Defenisi operasional
Pada usia lanjut terjadi perubahan/penurunan secara fisik (melemah),
psikologis, dan sosial. Walaupun perubahan/penurunan tersebut adalah
fisiologis, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia merasa cemas dalam
menghadapi/ menyesuaikan diri terhadap penurunan fungsi tubuhnya.
2.3. Faktor kehilangan pasangan
Defenisi konseptual
Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu
berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan
status sosialnya.
Defenisi operasional
Kehilangan pasangan berarti kehilangan atau terputusnya hubungan
dengan orang yang penting bagi kehidupan baik karena cerai maupun karena
meninggal. Bagi setiap orang kehilangan pasangan sangat menyakitkan, pada
2.4. Faktor keluarga
Defenisi konseptual
Lanjut usia yang tinggal jauh dari anak cucu ataupun tinggal di rumah
perawatan, ternyata kehadiran orang lain sangat berarti (Hadi, 2004). Keluarga
merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan
kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga
atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental,
mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan
memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk., 2008).
Defenisi operasional
Penurunan fungsi tersebut membuat ketergantungan lansia terhadap
keluarganya. Oleh sebab itu, keluarga merupakan sesuatu yang sangat
berperan penting dalam kehidupannya dan dalam menjaga kesehatannya.
Keluarga yang selalu menjadi pendukung hidup bagi lansia.
2.5. Faktor dukungan sosial
Defenisi konseptual
Penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan
kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit
untuk dipahami dan berinteraksi (Maryam dkk, 2008).
Defenisi operasional
Pada usia lanjut kurangnya dukungan sosial dapat meningkatkan
tidak adanya lagi kontak terhadap orang-orang yang di lingkungan
BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam
melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan
desain deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan
Tembung.
2. Populasi, sampel, dan teknik sampling
2.1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini
adalah bapak/ibu yang berusia ≥ 60 tahun. Dari data yang diperoleh,
jumlah lansia yang ada di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan
Tembung adalah 762 orang dalam 20 lingkungan. Karena berdasarkan
data demografi antara masing-masing lingkungan yaitu lingkungan I-XX
berjauhan sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti ke-20
lingkungan tersebut. Oleh karena itu, peneliti mengambil satu
lingkungan untuk mewakili dari 20 lingkungan di Kelurahan Sidorejo
Kecamatan Medan Tembung yaitu lingkungan VIII yang memiliki
2.2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Maka sampel untuk
penelitian ini diambil di satu lingkungan, yaitu lingkungan VIII yang
memiliki jumlah lansia terbanyak yaitu 82 orang.
2.3. Teknik sampling
Jumlah lansia di lingkungan VIII adalah 82 orang, maka teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu total sampling. Dimana total
sampling adalah jumlah populasi dibawah 100 orang maka semuanya
dijadikan responden (Arikunto, 2006).
3. Lokasi penelitian dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan VIII Kelurahan Sidorejo Kecamatan
Medan Tembung. Lokasi tersebut dipilih karena populasi lansia yang cukup untuk
dijadikan responden dalam penelitian ini, karena berdasarkan data demografi
lingkungan I-XX yang terlalu jauh satu sama lain, dan belum pernah dilakukan
penelitian. Sehingga dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2011.
4. Pertimbangan etik
Dalam penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik, yaitu memberi
prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka
responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika
calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan
mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini
tidak menimbulkan risiko bagi lansia yang menjadi responden, baik risiko fisik
maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga.
5. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner. Kuesioner ini disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari 2
bagian yaitu kuesioner pertama mengenai data demografi, kuesioner kedua
mengenai pernyataan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada
lansia.
Kuesioner data demografi terdiri dari: nama (inisial), jenis kelamin, usia,
status perkawinan, suku, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lama
pensiun. Kuesioner yang kedua berisi pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan.
Masing-masing faktor terdiri dari 4 pertanyaan, pertanyaan no. 1-4 mengenai
faktor pekerjaan, pertanyaan no. 5-8 mengenai faktor status kesehatan, pertanyaan
no. 9-12 mengenai faktor kehilangan pasangan, pertanyaan no. 13-16 mengenai
6. Uji validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Instrumen yang sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi,
demikian pula sebaliknya. Sebuah instrumen dikatakan sahih, apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan atau mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Hasan, 2002). Uji validitas instrumen bertujuan untuk
mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang diukur
(Notoatmojo, 2005). Sebuah instrumen dikatakan valid, bila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variebel yang diteliti.
Instrumen dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh
peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas.
Uji validitas instrumen telah dilakukan oleh ahli Keperawatan Gerontik
Departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Bapak Iwan
Rusdi, S.Kp, MNS pada tanggal 31 Januari 2011.
7. Uji reliabilitas
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam
ruang lingkup yang sama. Reliabilitas adalah tingkat ketepatan, ketelitian atau
keakuratan sebuah instrumen (Hasan, 2002). Instrumen yang reliable akan dapat
menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga
walaupun data diambil berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama. Kuesioner
menganalisa data dari pengukuran satu kali (Arikunto,2006). Uji reliabilitas
dilakukan terhadap 10 orang lansia yang bukan termasuk dalam sampel di
Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.
Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan tes Cronbach Alpha, diperoleh
0,77 untuk kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia.
Hal ini dapat diterima untuk instrumen yang baru sesuai dengan pendapat Polit &
Hungler (1995) bahwa suatu instrumen yang baru akan reliabel jika memiliki nilai
reliabilitas lebih dari 0,70.
8. Pengumpulan data
Prosedur pengambilan data yang digunakan dengan cara:
1. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi
Fakultas Keperawatan USU.
2. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian ke
BALITBANG Kantor Walikota di Sumatera Utara.
3. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian ke Kantor
Kecamatan Medan Tembung.
4. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian ke Kantor
Kelurahan Sidorejo.
5. Setelah mendapatkan izin kemudian melaksanakan pengumpulan data
penelitian.
6. Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat
7. Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan
menandatangani inform consent.
8. Mengidentifikasi faktor-faktor kecemasan dengan menggunakan kuesioner
selama 15 menit.
9. Sewaktu pengisian kuesioner responden dibantu oleh peneliti.
10.Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul
kemudian diolah/dianalisa.
9. Analisa data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan yang
pertama editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta
memastikan semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu
memberi kode atau angka tertentu pada lembar kuesioner untuk mempermudah
mengadakan tabulasi dan analisa data (bertujuan untuk mengelompokkan data
berdasarkan kriteria sampelnya masing-masing), tahap ketiga processing yaitu
memasukkan data dari lembar kuesioner ke dalam program komputer, tahap
keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan untuk
mengetahui ada kesalahan atau tidak, tahap kelima tabulating yaitu menganalisa
data secara deskriptif.
Tabulasi dilakukan dengan tiga tahapan yaitu memberi skor pada
item-item pernyataan yang perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item-item-item yang
tidak perlu diberi skor dan mentabulasi data untuk memperoleh hasil dalam
master table (tabel induk) supaya mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk
disajikan dan dianalisa. Setiap item yang dijawab “sangat sering” akan diberi nilai
4, untuk setiap item yang dijawab “sering” akan diberi nilai 3, untuk setiap item
yang dijawab “jarang” akan diberi nilai 2, sedangkan item yang dijawab “tidak
pernah” akan diberi nilai 1. Selanjutnya peneliti menjumlahkan setiap item yang
bernilai 4,3,2 dan 1.
Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
persentase dengan menggunakan teknik komputerisasi untuk menampilkan hasil
dari data yang telah terkumpul mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada lansia. Setelah hasil pegolahan data diperoleh, maka dapat
diketahui persentase dari masing-masing faktor yang mempengaruhi kecemasan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan
Tembung yang diperoleh melalui proses pengumpulan data terhadap 82 responden
yang dilakukan sejak bulan Februari 2011.
1.1Karakteristik Demografi
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden yang akan dipaparkan
mencakup jenis kelamin, usia, status perkawinan, suku, agama, pendidikan
terkahir, lama pensiun, dan riwayat penyakit kronis. Dari data yang diperoleh
(tabel 1) menunjukkan 45 responden (54,9%) adalah perempuan dan laki-laki ada
37 responden (45,1%), mayoritas responden berusia 60-69 tahun (59,8%), suku
Batak yaitu 35 responden (42,7%), agama Islam 70 responden (85,4%),
pendidikan responden terbanyak adalah SD yaitu 38 responden (46,3%),
berdasarkan lama pensiun diperoleh sekitar 48 responden (58,5%) sudah lebih dari
satu tahun pensiun, dan yang tidak memiliki penyakit kronis adalah 60 responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh Ibu/Bapak yang
berusia 60 tahun di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung.
Data Demografi Responden Frekuensi Persentase (%)
Penyakit Kronis
Ya 22 26,8%
Tidak 60 73,2%
1.2Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Lanjut Usia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung
Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan lansia meliputi
faktor pekerjaan, faktor status kesehatan, faktor kehilangan pasangan, faktor
keluarga, faktor dukungan sosial.
1. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,9% responden
menyatakan “sangat sering” dengan pernyataan cemas karena pekerjaan
yang mereka alami dan 15,85% responden menyatakan “jarang” cemas
terhadap pekerjaannya. Perincian faktor pekerjaan diperlihatkan pada tabel
Tabel ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden mengalami
kecemasan dengan pekerjaan mereka, seperti terlihat pada Tabel 2.
Pernyataan sangat sering sering Jarang tidak pernah
f(%) f(%) f(%) f(%)
1. Saya cemas karena terlalu banyak waktu yang saya alami.
11 (13,4%) 8 (9,8%) 9 (11,0%) 54 (65,9%)
2. Saya cemas jika pekerjaan yang saya lakukan tidak tuntas.
41 (50,0%) 23 (28,0%) 16 (19,5%) 2 (2,4%)
3. Saya cemas apabila orang lain lebih baik dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
41 (50,0%) 23 (28,0%) 16 (19,5%) 2 (2,4%)
4. Saya cemas terlalu banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan.
51 (62,2%) 15 (18,3%) 11 (13,4%) 5 (6,1%)
Total rata-rata 36 (43,9%) 17 (21,25%) 13 (15,85%) 16 (19,2%)
2. Status kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 39,53%
responden menyatakan “sangat sering” dengan pernyataan cemas karena
status kesehatan dan 7,7% responden menyatakan “tidak pernah” cemas
terhadap penyakit yang ada dilingkungan. Perincian faktor status kesehatan
Table 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor status
kesehatan
Pernyataan sangat sering sering Jarang tidak pernah
f(%) f(%) f(%) f(%)
1. Saya cemas karena merasa tubuh saya tidak sekuat dahulu terhadap penyakit.
45 (54,9%) 18 (22,0%) 13 (15,9%) 6 (7,3%)
2. Saya cemas terkena penyakit menular yang ada dilingkungan tempat saya tinggal.
25 (30,0%) 34 (41,5%) 19 (23,2%) 4 (4,9%)
3. Saya cemas karena penyakit yang saya alami membuat saya tidak berdaya.
29 (35,4%) 28 (34,1%) 22 (26,8%) 3 (3,7%)
4. Saya cemas penyakit yang saya alami tidak akan pernah sembuh.
31 (37,8%) 23 (28,0%) 16 (19,5%) 12 (14,6%)
Total rata-rata 33 (39,53%) 26 (31,4%) 17 (21,35%) 6 (7,7%)
3. Kehilangan pasangan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,45% responden
menyatakan “sering” dengan pernyataan cemas karena kehilangan pasangan
dan 9,78% responden menyatakan “tidak pernah” cemas terhadap
kehilangan pasangan, karena sebagian besar responden masih memiliki
pasangan. Perincian faktor kehilangan pasangan diperlihatkan pada tabel di
Tabel 4. Disribusi Frekuansi dan Persentase berdasarkan faktor kehilangan
pasangan
Pernyataan sangat sering sering jarang tidak pernah
f(%) f(%) f(%) f(%)
1. Saya cemas pasangan saya tidak ada sehingga tidak ada yang mengurus saya lagi.
30 (36,6%) 22 (26,8%) 25 (30,5%) 5 (6,1%)
2. Saya cemas karena tidak ada yang akan mengerti apa yang saya butuhkan.
23 (28,0%) 41 (50,0%) 15 (18,3%) 3 (3,7%)
3. Saya cemas karena tidak ada lagi yang mendengarkan keluh kesah saya.
31 (37,8%) 25 (30,5%) 17 (20,7%) 9 (11,0%)
4. Saya cemas sendirian di rumah.
22 (26,8%) 25 (30,5%) 20 (24,4%) 15 (18,3%)
Total rata-rata 27 (32,3%) 28(34,45%) 19 (22,48%) 7 (9,78%)
4. Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,4% responden
menyatakan “sangat sering” cemas dan 16,45% responden “jarang” cemas
karena keluarga. Perincian faktor keluarga diperlihatkan pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor keluarga
Pernyataan sangat sering sering jarang tidak pernah
f(%) f(%) f(%) f(%)
1. Saya cemas apabila salah satu anggota keluarga tidak
berkomunikasi dengan saya.
40 (48,8%) 24 (29,3%) 11 (13,4%) 7 (8,5%)
2. Saya cemas apabila salah satu anggota keluarga tidak
mengunjungi saya.
46 (56,1%) 21 (25,6%) 12 (14,6%) 3 (3,7%)
3. Saya cemas tinggal bersama dengan anak dan cucu saya.
4 (4,9%) 15 (18,3%) 22 (26,8%) 41 (50,0%)
4. Saya cemas mengurusi cucu dan anak saya.
3 (3,7%) 9 (11,0%) 9 (11,0%) 61 (74,4%)
5. Dukungan sosial
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,1% responden
menyatakan “sangat sering” dengan pernyataan cemas karena dukungan
sosial dan 16,45% responden menyatakan “jarang” cemas terhadap
dukungan sosial. Perincian faktor dukungan sosial diperlihatkan pada tabel
di bawah ini.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan faktor dukungan
sosial
2. Pembahasan
Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada lansia di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan
Tembung.
Pernyataan sangat sering sering jarang tidak pernah
f(%) f(%) f(%) f(%)
1. Saya cemas teman saya semakin berkurang karena saya sudah tua.
16 (19,5%) 18 (22,0%) 12 (14,6%) 36 (43,9%)
2. Saya cemas apabila bertemu dengan rekan kerja saya yang dahulu.
2 (2,4%) 18 (22,0%) 17 (20,7%) 45 (54,9%)
3. Saya cemas memikirkan tetangga saya pindah.
32 (39,0%) 31 (37,8%) 13 (15,9%) 6 (7,3%)
4. Saya cemas apabila
menghadapi orang asing/orang yang baru dikenal.
42 (51,2%) 16 (19,5%) 12 (14,6%) 12 (14,6%)
2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia 2.1.1. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata
responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari
responden berdasarkan penyataan no. 4 yaitu 51 responden (62,2%) bahwa
setelah lanjut usia maka pekerjaan bisa membuat cemas apabila terlalu
banyak yang akan diselesaikan dan tidak yang tidak cemas ada 5
responden (6,1%), ini berkaitan juga dengan sekitar 48 responden telah
lebih dari satu tahun pensiun. Hal ini sesuai dengan Maryam dkk. (2008)
bahwa sisi aktivitas lansia menurun sesuai dengan penurunan fisik lansia
secara fisiologis.
Pada pernyataan no. 2 dan pernyataan no. 3 masing-masing
responden yang merasa sangat cemas ada 41 responden (50,0%) ini
menggambarkan bahwa lansia tidak ingin pekerjaannya itu tidak
selesai/tidak tuntas dan orang lain lebih baik dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, ini sesuai dengan Hurlock (1999) bahwa sikap kerja sangat
penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja ini
tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya
terhadap masa pensiun yang akan datang.
Pernyataan no. 1 yaitu 54 responden (65,9%) menyatakan bahwa
lansia tidak pernah merasa cemas terhadap waktu luang dan 8 responden
(9,8%) yang merasa cemas, hanya saja tergantung pada lama atau tidaknya
sesuai dengan penelitian Sugiyanto (2008) dengan judul “Pengaruh
Self-Esteem Terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia” menunjukkan
terdapat pengaruh secara positif self-esteem terhadap penyesuaian diri
pensiun pada lansia dan menurut Hurlock (1999) bahwa masa pensiun
seringkali dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan
sehingga menjelang masa tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang
akan dihadapinya.
Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 36 responden (43,9%)
merasa sering cemas karena pekerjaannya dan 13 responden (15,85%)
yang jarang cemas, ini didukung oleh data demografi yaitu 48 responden
(58,5%) sudah tidak memiliki pekerjaan lebih dari 1 tahun sehingga
mereka telah mampu menyesuaikan diri. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sugiyanto (2008) dengan judul “Pengaruh Self-Esteem Terhadap
Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia” menunjukkan terdapat pengaruh
secara positif self-esteem terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia.
2.1.2. Status kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata
responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari
responden berdasarkan penyataan no. 1 yaitu 45 responden (54,9%),
penyataan no.3 yaitu 29 responden (35,4%), dan penyataan no. 2 yaitu 25
responden (30,0%) bahwa setelah lanjut usia maka tubuh juga mengalami
kelemahan tidak sekuat sewaktu muda dahulu sehingga mudah terjangkit
orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat fisiologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit
makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain.
Pada pernyataan no. 4 responden yang merasa sangat cemas ada 31
responden (37,8%) ini menggambarkan bahwa lansia berfikir penyakitnya
tidak akan kunjung sembuh, ini sesuai dengan Lydia (2010) bahwa
kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang
mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan
kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik
Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam
perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.
Menurut Affandi (2008) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam
menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit
yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga
yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu
rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum
menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu
makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya.
Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 33 responden (39,53%)
merasa sering cemas karena penyakit yang diderita oleh lansia dan 6
responden (7,7%) yang tidak merasa cemas, ini didukung oleh data
Hal ini sesuai dengan penelitian Sarinti (2007) dengan judul “Hubungan
Jenis Penyakit dan Tingkat Kecemasan dengan Lama Rawat Pasien
Gangguan Fungsi Jantung di Ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang” yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kecemasan dengan lama rawat.
2.1.3. Kehilangan pasangan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata
responden sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari
responden berdasarkan penyataan no. 2 yaitu 41 responden (50,0%),
penyataan no.3 yaitu 25 responden (30,5%), dan penyataan no. 1 yaitu 22
responden (26,8%) bahwa kehilangan pasangan sangat mempengaruhi
kecemasan pada lansia dikarenakan kehilangan pasangan berarti tidak akan
ada lagi yang mengerti apa yang dibutuhkan, mendengarkan keluh kesah,
dan mengurusi di rumah karena pasangan adalah orang yang telah
bertahun-tahun hidup bersama dan pernyataan tersebut berhubungan juga
dengan data yang diperoleh bahwa 37 responden adalah laki-laki. Sesuai
dengan Hurlock (1999) penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh
lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan
hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau
penceraian. Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut
usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat,
Pada pernyataan no. 4 yaitu 25 responden (30,5%) menyatakan
cemas karena tinggal di rumah sendirian tanpa ada pasangan, hal ini sesuai
dengan Maryam dkk. (2008) bahwa lansia biasanya sudah menyadari
bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tetapi kesadaran
akan kematian tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan
menemukan penyesuaian kematian dengan mudah. Sesuai juga dengan
penelitian Juniarti (2008) dengan judul “Gambaran Jenis dan tingkat
Kesepian pada Lansia di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang
Ciparay Bandung” yang menyatakan bahwa 49,4% lansia mengalami
kesepian emosional.
Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 28 responden (34,45%)
merasa cemas kehilangan pasangan dan 7 responden (9,78%) yang tidak
merasa cemas, ini didukung oleh data demografi yaitu 64 responden
(78,0%) masih memiliki pasangan. Sesuai dengan Maryam dkk. (2008)
bahwa lansia biasanya sudah menyadari bahwa kematian adalah bagian
dari kehidupan normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa
pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian
dengan mudah.
2.1.4. Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata
responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari
responden berdasarkan penyataan no. 2 yaitu 46 responden (56,1%),
segala-galanya bagi lanjut usia, mereka sangat senang berkumpul dengan
keluarga. Oleh karena itu, lansia sangat cemas apabila salah satu anggota
keluarganya tidak berkomunikasi dengannya dan tidak pernah
mengunjunginya. Sesuai dengan Maryam, dkk (2008) bahwa keluarga
merupakan suppot system utama bagi lansia dalam mempertahankan
kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain
manjaga atau marawat lansia, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi,
serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi
lansia.
Pada pernyataan no. 4 responden merasa tidak cemas ada 61
responden (74,4%), dan pernyataan no. 3 yaitu 41 responden (50,0%)
menggambarkan bahwa lansia tidak cemas karena harus tinggal bersama
keluarganya dan menjaga cucu-cucunya, mereka senang hidup
bersama-sama keluarga dan tidak mau tinggal sendirian. Hal ini sesuai dengan
penelitian Nurdin (2009) dengan judul “Hubungan Perubahan Psikososial
Lanjut Usia dan Perpisahan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Lansia
di Panti Werdha Pucang Gading Semarang” yang menyatakan bahwa
Mayoritas lanjut usia sebesar 55,6% merasa berpisah dengan keluarganya
dan menurut hasil penelitian Istiati dengan judul “Hubungan fungsi
Keluarga dengan Kecemasan pada Lanjut Usia” menunjukkan ada
hubungan antara fungsi keluarga dan kecemasan pada lanjut usia.
Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 23 responden (28,4%)
cemas. Hal ini sesuai dengan Istiati dengan judul “Hubungan fungsi
Keluarga dengan Kecemasan pada Lanjut Usia” menunjukkan ada
hubungan antara fungsi keluarga dan kecemasan pada lanjut usia.
2.1.5. Dukungan sosial
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa rata-rata
responden sangat sering merasa cemas, ini dilihat dari nilai jawaban dari
responden berdasarkan penyataan no. 4 yaitu 42 responden (51,2%),
penyataan no.3 yaitu 32 responden (39,0%) bahwa lansia sulit dalam
menghadapi orang asing dan tetangganya yang pindah ini sesuai dengan
penelitian Hayati (2009) dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial
Terhadap Kesepian pada Lansia” yang menyatakan bahwa 13,7% lansia
mengalami kesepian disebabkan kurangnya dukungan sosial.
Pada penyataan nomor 2 yaitu 45 responden (54,9%), pernyataan
nomor 1 yaitu 36 responden (43,9%) bahwa lanjut usia tidak merasa cemas
apabila bertemu dengan rekan kerjanya yang terdahulu dan tidak pernah
terfikir bahwa semakin usia lanjut maka teman akan berkurang, ini sesuai
dengan menurut Stanley dan Patricia (2006) ketika individu dewasa
mencapai usia lanjut, jaringan pendukung sosial mereka mulai terpecah
ketika teman meninggal atau pindah. Kekuatan dan kenyamanan yang
diberikan oleh teman-temannya ini, yang membantu individu menahan
atau mengatasi kehilangan, tidak ada lagi. Kehilangan tersebut dapat
Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 23 responden (28,4%)
merasa sangat cemas karena dukungan sosial dan 13 responden (16,45%)
yang jarang merasa cemas, ini didukung oleh data demografi yaitu 38
responden (46,3%) hanya lulusan SD. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hayati (2009) dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap
Kesepian pada Lansia” yang menyatakan bahwa 13,7% lansia mengalami
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan
hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman
hasil penelitian yang berdasarkan analisa. Pada bagian akhir akan dikemukakan
saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan
tema yang sama.
1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan lansia berdasarkan
beberapa faktor yaitu faktor pekerjaan, faktor status kesehatan, faktor kehilangan
pasangan, faktor keluarga, dan faktor dukungan sosial. Jumlah responden yang
cemas dari berbagai faktor tersebut berbeda-beda. Seperti pada faktor pekerjaan
responden yang cemas ada 36 responden, pada faktor status kesehatan responden
yang mengalami kecemasan ada 33, dari faktor kehilangan pasangan ada 28
responden yang mengalami kecemasan, dari faktor keluarga ada 23 responden
yang mengalami kecemasan, dan berdasarkan faktor dukungan sosial responden
yang mengalami kecemasan ada 23.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut yang paling tinggi persentasenya adalah
faktor pekerjaan yaitu 43,9% dan sesuai menurut Sutarto dan Cokro (2009) pada
umumnya setelah orang memasuki lansia, ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotor (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan, tindakan,
dan koordinasi, yang mengakibatkan lansia kurang cekatan. Persentase terendah 6
responden (7,7%) tidak pernah cemas pada faktor status kesehatan, karena
menurut Smeltzer dan Brenda (2001) kebanyakan individu lansia menganggap
dirinya dalam keadaan sehat, namun empat dari lima mereka menderita paling
tidak satu penyakit kronis.
2. Saran
2.1.Untuk Pendidikan Keperawatan
Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik perlu
diberikan materi khusus tentang kecemasan pada lansia dan faktor-faktornya.
Sehingga perawat dapat memberikan pendidikan dan penyuluhan pada para
lansia dan keluarga tentang kecemasan tersebut.
2.2.Untuk Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan para
lansia, disarankan untuk menganalisis faktor-faktor kecemasan lansia.
2.3.Untuk Keluarga
Untuk kelurga yang memiliki lansia di rumah diharapkan bisa menjaga
dan mengerti permasalahan yang terjadi di usia lanjut seperti gangguan