• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

D

Diajukan K Untuk Mem

JUR FAKUL UNIVERSITA

Di SMP Paramarta Tangerang Selatan

Skripsi

ukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurua emenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidi

Oleh:

Safiqotul Aimmah

NIM. 107017000544

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA LTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUA ITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATU

JAKARTA 2013

uruan ndidikan

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Kata kunci : Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif, Kemampuan Komunikasi Matematik

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis; (1) kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif; (2) kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh metode pembelajaran konvensional; dan (3) membandingkan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitian dilakukan di SMP PARAMARTA Tangerang Selatan pada kelas VII-E dan VII-G semester genap tahun ajaran 2012/2013. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan rancangan penelitian two group randomized subject posttest only. Subjek penelitian ini adalah 76 siswa yang terdiri dari 39 siswa untuk kelas eksperimen dan 37 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII.

Kesimpulan penelitian ini bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun datar segi empat dengan menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif berpengaruh baik terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa, yaitu komunikasi pada aspek Written Text, Drawing, dan Mathematical Expression, atau dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif lebih tinggi secara signifikan daripada menggunakan metode pembelajaran konvensional.

(6)

ii

Key word : Method of Creative Problem Solving Learning, Mathematical Communication Ability

The research aims to analize; (1) the connections mathematical communication ability of student who taught with Creative Problem Solving learning method, (2) the mathematical communication ability of student who taught convensional learning method, and (3) to compare the mathematical communicatin ability of the student who taught the method of Creative Problem Solving learning with the student who taught the method of convensional learning. The research was conducted at Paramarta Junior High School of South Tangerang for academic year 2012/2013. The Method that used on this research is quasi experiment with two group randomized subject posttest only. The subject of this research is 76 students that consist of 39 students for experimental class and 37 student for control class which is selected in cluster random sampling technique from 7th grade.

The conclusions of this research is that the math learning on the subject of quadrilateral with Creative Problem Solving learning method has good influence to Student Mathematical Cmmunication Ability, which is cmmunication on Written Text, Drawing, and Mathematical Expression aspect, or this research gives the conclusion that student mathematical communication ability that using Creative Problem Solving learning method is significantly higher than using conventional learning method.

(7)

iii

ﻢﻳﺤﺭﻟﺍﻦﻣﺤﺭﻟﺍﷲﺍﻢﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Firdausi, M.Pd., selaku Dosen Penasehat Akademik yang penuh

kesabaran, bimbingan, waktu, arahan dan semangat dalam membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Bapak Abdul Muin, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran, bimbingan, waktu, arahan dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

6. Bapak Drs. Dindin Sobiruddin, M.Kom., Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kesabaran, arahan, waktu dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

(8)

iv

dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

9. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

10.Kepala SMP PARAMARTA Tangerang Selatan, Bapak Drs. Kusman, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SMP PARAMARTA Tangerang Selatan, Bapak Edi Junaedi, S.Pd. dan Ibu Yuni Hastin Jamil, S.Pd. yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian di kelas E dan VII-G. Seluruh karyawan, guru dan siswa SMP PARAMARTA Tangerang Selatan terutama siswa kelas VII-E dan VII-G yang telah membantu melaksanakan penelitian.

11.Keluarga tercinta Ayahanda Syarif, Ibunda Umu Sa’adah yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adikku tercinta Suwaibatul Isnainiyah (Kotrek) serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

12.RiHZA tersayang terutama Anifah, Wakgos Moenir tercinta, Wuwun Bendul yang cantik, dan para anggota WATU (Lek Jiehad, Kakrul, Manbih, dan LekWae) yang sudah memberikan dukungan, dorongan, dan membantu penulis dari awal mulai penyusunan skripsi sampai hari ini.

(9)

v

Uu, Depsus, Resti Y, Vinda, Nina, Wafa, Aji, Demus, Mase, Ita, dan Mamet beserta teman-teman kelas B Fella, Intan, Zulfah, Fiqih, dan lainnya yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya selama duduk dibangku perkuliahan dan juga ketersediaannya dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis.

15.Keluarga Besar Pondok Pesantren Al-Nahdlah yang telah mendukung dan mempermudah penulis dalam menyusun skripsi.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, 23 September 2013

(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ……… . 7

BAB II Deskripsi Teoritik, Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian ... 9

A. Deskripsi Teoritik ... 9

1. Kemampuan Komunikasi Matematik ... 9

a. Pengertian Komunikasi Matematik ... 9

b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ... 15

2. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif ... 16

a. Pengertian Metode Pemecahan Masalah Kreatif ... 16

b. Metode Pemecahan Masalah Kreatif pada Pembelajaran Matematika ... 21

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

C. Kerangka Berpikir ... 25

(11)

vii

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 31

1. Variabel Penelitian ... 31

2. Sumber Data ... 32

3. Instrumen Penelitian ... 32

E. Uji Instrumen Tes Penelitian... 35

1. Validitas ... 35

2. Taraf Kesukaran ... 36

3. Daya Pembeda... 37

4. Reliabilitas ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Prasyarat Analisis ... 40

2. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 42

G. Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44

A. Deskripsi Data ... 44

1. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen... 45

2. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 46

3. Aspek Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 51

1. Uji Normalitas ... 51

2. Uji Homogenitas ... 52

C. Pengujian Hipotesis ... 52

D. Pembahasan ... 54

1. Proses Pembelajaran di Kelas ... 55

(12)

viii

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran... 82

(13)

ix

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 33

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik .... 34

Tabel 3.4 Klasifikasi Taraf Kesukaran ... 36

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 37

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Instrumen ... 38

Tabel 3.7 Klasifikasi Reabilitas ... 39

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 46

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48

Tabel 4.4 Perbandingan Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 51

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 52

(14)

x

Gambar 4.1 Kurva Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 47

Gambar 4.2 Persentase Aspek Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50

Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Dua Rata-rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

Gambar 4.4 Aktivitas Siswa Pada Pertemuan Pertama di Kelas Eksperimen .. 56

Gambar 4.5 Aktivitas Siswa Pada Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen 57 Gambar 4.6 Siswa Sedang Menuliskan dan Mengungkapkan Ide/Gagasan yang Dimilikinya ... 58

Gambar 4.7 Siswa Sedang Menuliskan Jawaban Kuis yang Diberikan oleh Guru di Depan Kelas ... 59

Gambar 4.8 Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 60

Gambar 4.9 Hasil dari Tahap Penemuan Fakta ... 61

Gambar 4.10 Hasil dari Tahap Penemuan Masalah ... 62

Gambar 4.11 Hasil dari Tahap Penemuan Gagasan dan Penemuan Solusi ... 63

Gambar 4.12 Hasil dari Tahap Penemuan Penerimaan ... 65

Gambar 4.13 Jawaban soal post test nomor 7 (a) yang hampir benar dan (b) yang benar di kelas kontrol ... 68

Gambar 4.14 Jawaban soal post test nomor 7 (a) yang hampir benar dan (b) yang benar di kelas eksperimen ... 69

Gambar 4.15 Jawaban soal post test nomor 4 (a) yang benar dan (b) yang kurang benar di kelas kontrol ... 71

Gambar 4.16 Jawaban soal post test nomor 4 (a) yang hampir benar dan (b) yang benar di kelas eksperimen ... 72

(15)

xi

(16)

xii

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) kelas Eksperimen ... 93

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) kelas Kontrol ... 99

Lampiran 5 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes ... 102

Lampiran 6 Soal Uji Coba Instrumen Tes ... 104

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 106

Lampiran 8 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 107

Lampiran 9 Hasil Uji Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 108

Lampiran 10 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 109

Lampiran 11 Langkah-langkah Perhitungan Validitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda Instrumen, Reliabilitas ... 110

Lampiran 12 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran ... 112

Lampiran 13 Kisi-kisi Instrumen Akhir ... 113

Lampiran 14 Soal Instrumen Tes ... 114

Lampiran 15 Kunci Jawaban Soal Instrumen Tes ... 115

Lampiran 16 Hasil Postes Kelas Eksperimen ... 119

Lampiran 17 Hasil Postes Kelas Kontrol ... 120

Lampiran 18 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 121

Lampiran 19 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 125

Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 129

Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 131

Lampiran 22 Perhitungan Uji Homogenitas ... 133

Lampiran 23 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 134

Lampiran 24 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 135

Lampiran 25 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal ... 136

Lampiran 26 Tabel Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 137

Lampiran 27 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 139

(17)
(18)

1

Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, serta ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Dalam proses pembelajaran matematika harus menekankan kepada siswa sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa terlibat aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui belajar matematika, siswa dapat mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan berpikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam Firmannya QS: Al-Maidah ayat 30 – 31 sebagai berikut:

ô

M

t

ã

§

θ

s

Ü

s

ù

ç

µ

s

9

ç

µ

Ý

¡

ø

t

Ρ

Ÿ

÷

F

s

%

Ï

µŠ

Å

z

r

&

ã

&

s

#

t

G

s

)

s

ù

y

x

t

6

ô

¹

r

'

s

ù

z

Ï

Β

š



Î

Ž

Å

£

s

ƒ

ø

:

$

#

∩⊂⊃∪

y

]

y

è

t

7

s

ù

ª

!

$

#

$

\

/#

{



ä

î

ß

]

y

s

ö

7

t

ƒ

Î

û

Ç

Ú

ö

F

{

$

#

ç

µ

t

ƒ

Î

Ž

ã



Ï

9

y

#

ø

x

.

Í

u

θ

ã

ƒ

n

ο

u

ö

θ

y

Ï

µ‹

Å

z

r

&

4

t

Α

$

s

%

#

t

L

n

=

÷

ƒ

u

θ≈

t

ƒ

ß

N

÷

y

f

t

ã

r

&

÷

β

r

&

t

βθ

ä

.

r

&

Ÿ

÷

W

Ï

Β

#

x

y

δ

É

>#

{



ä

ó

ø

9

$

#

y

Í

u

ρ

é

'

s

ù

n

ο

u

ö

θ

y

Å



r

&

(

y

x

t

7

ô

¹

r

'

s

ù

z

Ï

Β

t



Ï

Β

Ï

¨

Ψ9

$

#

∩⊂⊇∪

Artinya:

(19)

kurikulum 2006, aspek komunikasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa. Komunikasi matematik merupakan daya matematik tingkat tinggi, “untuk mengembangkan kemampuan para siswa dalam menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan”.1 Maka pembelajaran di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik sebagai bekal untuk menghadapi tantangan perkembangan dan perubahan.

Terkait dengan komunikasi, dalam Principles and Standards for School Mathematics disebutkan bahwa standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut: 2 a) Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain, b) Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya, c) Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain, d) Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Oleh karena itu, guru harus dapat merencanakan suatu metode pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik siswanya.

Untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematik bukanlah hal yang mudah. Dalam pembelajaran matematika, Kusnandar (2009) masih menemukan beragam masalah sebagai berikut:3 a) Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran masih belum tampak, b) Para siswa jarang mengajukan pertanyaan walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas atau kurang paham, c) Adanya kekurangan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran, d) Kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Hal ini menunjukkan

1Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta : Depdiknas, 2009), h. 12

2Ali Mahmudi, Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal MIPA UNHALU, 8, 2009, h. 2.

3Kusnandar, Usaha Peningkatan Prestasi Belajar Matematika dengan Mengefektifkan Metode

Pemberian Tugas pada Siswa, Skripsi sarjana UNNES Semarang, 2011, h. 3,

(20)

keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.

Kenyataan di lapangan, Mettes (dalam Permana) mengatakan bahwa dalam belajar matematika siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu bagaimana harus memulai darimana mereka bekerja.4 Oleh karena itu siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran matematika untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajari menjadi bermakna baginya. Hal ini berarti guru harus berusaha untuk mendorong siswanya agar mampu berkomunikasi.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Kusmaedy (2010) selama 6 tahun menjadi guru matematika di SMP sebagian besar siswa mempunyai kemampuan rendah dalam pelajaran matematika. Hal ini dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut: a) Terhadap pertanyaan yang guru ajukan berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya atau materi yang ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan ternyata kebanyakan siswa tidak tahu dan mengerti materi yang mana yang ada hubungannya dengan materi yang akan dipelajari, b) Siswa sangat jarang bertanya karena belum mampu membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari. c) Masih banyak siswa yang tidak mampu menyatakan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika, dan juga tidak mampu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, d) sebagian besar siswa tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia real atau masalah yang ada di sekitar siswa, e) Ada siswa yang mampu menyelesaikan suatu masalah soal matematika tetapi tidak dapat mengerti apa yang dikerjakannya dan kurang memahami apa yang

4 Yanto Permana, Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi dan Disposisi

Matematis Siwa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Elic, Disertasi Pascasarjana UPI Bandung, 2013, hh. 3-4

(http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/DISERTASI/PENDIDIKAN_MATEMATIKA/0706273__

(21)

diduga bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa rendah, untuk itu seorang guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa.

Kemampuan komunikasi matematik merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar dan dalam matematika itu sendiri, bahkan perlu bagi siswa dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan siswa hari ini dan pada hari yang akan datang. Untuk itu dalam pembelajaran matematika perlu dipertimbangkan kemampuan tersebut.

Untuk melaksanakan pembelajaran matematika seperti di atas, diperlukan beberapa kecakapan guru untuk memulihkan suatu metode pembelajaran yang tepat, baik untuk materi ataupun situasi dan kondisi pembelajaran saat itu. Sehingga pembelajaran tersebut dapat merangsang siswa untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah merupakan bagian kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran dan penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Melalui kegiatan pembelajaran, aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dapat dikembangkan secara lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan The National Assesment of Educational Progress (NAEP)6 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan soal kreatif pemecahan masalah menurun drastis manakala setting (konteks) permasalahannya diganti dengan hal yang tidak dikenal siswa, walaupun permasalahan

5 Kusmaedy, “Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”, Tesis pada Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2010, h. 4, tidak dipublikasikan

(22)

Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik, guru hendaknya menfasilitasi siswa dengan pembelajaran yang dapat memicu siswanya untuk berperan aktif dalam mengungkapkan ide atau gagasan matematik yang dimilikinya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan komunikasi matematik siswa adalah metode Pemecahan Masalah Kreatif (PMK). Metode PMK merupakan variasi dari pembelajaran pemecahan masalah melalui teknik yang sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Isaken, Dorval & Treffinger menjelaskan pemecahan masalah kreatif adalah kerangka metode yang dirancang untuk membantu pemecah masalah dengan menggunakan kreativitas untuk mencapai tujuan dalam mengatasi hambatan dan meningkatkan kemungkinan hasil yang kreatif.7 Adapun tahapan-tahapan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode PMK adalah menemukan fakta, menemukan masalah, menumbuhkan gagasan, menemukan solusi dan menemukan penerimaan. Dalam tahapan-tahapan metode PMK ini tiap tahapan terdapat dua fase yaitu pertama fase divergen, pada fase ini dilaksanakan prinsip pengungkapan gagasan dari setiap siswa dengan menunda penilaian. Kedua fase konvergen, gagasan dinilai secara kritis kemudian dipilih gagasan yang paling tepat dan relevan.

Melalui metode pembelajaran PMK, siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya. Siswa didorong untuk dapat menginterpretasikan dan mengekspresikan masalah-masalah ke dalam bentuk/model matematika sehingga siswa dapat menghubungkan konsep pembelajaran matematika. Selain itu dalam metode PMK siswa didorong aktif bekerja sama dan melakukan diskusi untuk menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuan. Semua hal tersebut merupakan beberapa bentuk aktivitas yang dapat mengungkapkan komunikasi matematik siswa. Keterlibatan siswa

7

Scott G, Isaken, On the Conceptual Foundation of Creative Problem Solving : A Response to Magyari-Beck, Journal Creatifity and Innovation Management , 4, 2012, p. 52, (http://personal.stevens.edu/~ysakamot/creativity/creative%20problem-solving.pdf)

(23)

menghubungkan suatu konsep atau prinsip matematika menyebabkan kemampuan komunikasi matematik siswa meningkat.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, metode PMK memungkinkan siswa untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematik yang dimilikinya. Oleh karena itu, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Siswa masih kurang aktif saat pembelajaran matematika. 2. Rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. 3. Kurangnya keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal.

4. Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar matematika belum efektif.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Written Text, Drawing dan Mathematical Expression.

2. Metode pembelajaran yang dipakai adalah pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif (PMK) yang dikemukakan oleh Utami Munandar meliputi 5 tahapan : menemukan fakta, menemukan masalah, menumbuhkan gagasan, menemukan solusi dan menemukan penerimaan.

(24)

Setelah mengetahui latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran PMK?

2. Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran konvensional?

3. Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas yang diajarkan dengan metode pembelajaran PMK lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan metode konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai, diantaranya yaitu untuk mengetahui :

1. Kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan metode pembelajaran PMK.

2. Kemampuan komunikasi matematik siswa dengan menggunakan metode konvensional.

3. Perbandingan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas yang diajarkan dengan metode pembelajaran PMK dengan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Bagi Siswa

(25)

Menambah wawasan pengetahuan tentang metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika yang lebih menarik sehingga memudahkan guru mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

Metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan matematika di sekolah.

4. Bagi Peneliti

(26)

9

A. Deskripsi Teoritik

Sebagai referensi dalam penelitian, maka terdapat landasan teori untuk menunjang relevansi antara teori dengan penelitian. Landasan teori-teori ini meliputi kemampuan komunikasi matematik siswa, dan metode Pemecahan Masalah Kreatif.

1. Kemampuan Komunikasi Matematik

Komunikasi merupakan bagian yang esensial dalam belajar matematika, dan merupakan berbagai cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi siswa dapat mengeluarkan ide-ide melalui interaksi antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru. Dalam berinteraksi siswa juga dapat mengembangkan, mempertajam, dan menghubungkan ide-ide dari berbagai pendapat siswa.

a. Pengertian Komunikasi Matematik

Komunikasi menurut Vardiansyah adalah berbagi pemahaman bersama melalui pertukaran pesan.1Komunikasi dapat diartikan sebagai interaksi sosial melalui simbol dan sistem penyampaaian pesan dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi pengertian bersama. Komunikasi dalam pembelajaran matematika memiliki peranan penting yang harus dimiliki oleh setiap siswa dalam membina pengetahuan matematika siswa. Oleh karena itu, guru harus mewujudkan komunikasi yang berbentuk interaksi sosial di kalangan siswa dengan siswa, siswa dengan guru dalam proses pembelajaran matematika. Dengan tindakan tersebut, guru dapat membantu siswa dalam meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan matematika yang telah terbina sebelumnya.

1

(27)

Komunikasi merupakan cara untuk sharing gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Ketika seorang siswa ditantang berargumentasi untuk menkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan atau tertulis. Mereka belajar untuk menjelaskan dan meyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan orang lain, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide dan pemahaman matematika secara lisan dan tulisan menggunakan bilangan, simbol, gambar, grafik, diagram atau kata-kata. Komunikasi adalah proses penting dalam belajar matematika. Melalui komunikasi siswa dapat merenungkan dan memperjelas ide-ide matematika serta menghubungkan antar konsep matematika sehingga siswa menjadi jelas, meyakinkan dan tepat dalam menggunakan bahasa matematika.

Schoen, Bean dan Ziebarth (dalam Ansari) mengemukakan bahwa komunikasi matematik adalah kemampuan siswa untuk menjelaskan dan mengkontruksi suatu masalah dalam bentuk representasi lain dengan cara yang unik.2 Maksudnya adalah kemampuan siswa untuk menjelaskan suatu ide matematik dengan berbagai cara, misalnya siswa membuat suatu model matematika, siswa menyatakan ide matematik dalam bentuk gambar. Sullivan dan Mousley (dalam Ansari) mempertegas bahwa komunikasi matematik mencakup kemampuan siswa mendengarkan, berbicara, menulis, kemudian mempresentasikan suatu ide matematik.3 Ketika siswa memperoleh konsep matematika yang diberikan oleh guru melalui proses menyimak yang kemudian mencatat ide penting dari konsep yang disampaikan tersebut, atau siswa memperoleh konsep tersebut secara sendiri melalui bacaan yang ditelaah dan kemudian diinterpretasikannya, maka pada saat tersebut berlangsung proses komunikasi dalam pembelajaran matematika.

Kemampuan komunikasi matematik dapat berkembang ketika diskusi antar siswa dilakukan dimana, siswa diharapkan mampu menyatakan,

2

Bansu Irianto Ansari, “Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMA melalui Strategi Think Talk Write”, Disertasi pada Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2003, hh. 16-17, tidak dipublikasikan.

(28)

menjelaskan, menggambarkan, mendengarkan, menanyakan, dan bekerja sama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Hal ini senada dengan pendapat NCTM, saat para siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika, serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka ini pada orang lain secara lisan atau tertulis, maka mereka telah belajar untuk menjelaskan dan meyakinkan.4 Menyimak penjelasan-penjelasan orang lain juga memberi kesempatan para siswa untuk membangun pemahaman sendiri.

Menurut LACOE komunikasi matematik mencakup komunikasi lisan dan tulisan.5 Komunikasi dalam bentuk lisan dapat berupa pengungkapan ide matematik siswa kepada orang lain melalui diskusi kelompok. Komunikasi dalam bentuk tulisan dapat berupa kemampuan siswa untuk menginterpretasikan dan mengekspresikan ide-ide matematik dalam representasi yang berbeda. Kemampuan dalam bentuk lisan misalnya kemampuan siswa untuk menjelaskan suatu konsep matematika kepada orang lain. Kemampuan tertulis misalnya kemampuan untuk menuliskan sebuah ide matematik dalam bentuk model matematika, membuat sebuah gambar, dan melakukan suatu perhitungan.

Standar evaluasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik yang ditetapkan NCTM menyebutkan bahwa, program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 adalah :6

1) Menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi, dan menggambarkannya dalam bentuk visual.

2) Memahami, menginterpretasi, dan menilai ide matematik yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau bentuk visual.

3) Menggunakan kosa kata/bahasa, notasi dan struktur matematik untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan dan pembuatan model.

4

Principles and Standards for School Mathematics, (NCTM : United States of America 2000), p. 268.

5

Ali Mahmudi,Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika,Jurnal MIPA UNHALU, 8, 2009, h. 3.

6

(29)

Mengenai indikator dari komunikasi matematik, Satriawati mengelompokkan ke dalam tiga kelompok berikut:7

1) Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, konkrit, grafik dan aljabar, menjelaskan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi. Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematik, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis.

2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika; dan mengubah sebuah ide matematika ke dalam gambar atau diagram. Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram, dan tabel secara lengkap dan benar; juga siswa dituntut dapat mengubah suatu ide matematik dalam bentuk gambar ke dalam bahasa matematik.

3) Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Pada kemampuan ini, siswa diharapkan mampu untuk memodelkan permasalahan matematis secara benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

Pada proses pembelajaran matematika, guru perlu memberikan tugas-tugas yang dapat menunjang berkembangnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Guru dapat memberikan tugas-tugas yang berhubungan dengan ide-ide matematik, bersifat konstektual dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengartikan, menyelidiki, dan melakukan konjektur. Dengan demikian guru dapat membangun kemampuan komunikasi matematik siswa. Sumarno (2010)

7

(30)

mengemukakan bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik diantaranya: 8

1) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematika.

2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan. 3) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

4) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis.

5) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri.

Suatu metode pembelajaran yang dapat memotivasi dan merangsang siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan di atas akan dapat meningkatkan komunikasi matematik siswa. Pembelajaran matematika di kelas, guru harus dapat mendesain sebuah pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan matematik siswa. Kemampuan siswa akan dapat berkembang sesuai dengan metode pembelajaran yang akan dirancang oleh guru.

Menurut Goetz (dalam Mahmudi), mengembangkan kemampuan komunikasi matematik tidak berbeda jauh dengan mengembangkan kemampuan komunikasi pada umumnya. Berikut pendapat dan saran yang dikemukakannya terkait pengembangan komunikasi matematik siswa khususnya kemampuan komunikasi tertulis.9

1) Menggunakan teknik brain storming (curah pendapat) untuk mengawali proses pembelajaran. Dengan curah pendapat siswa dapat mengungkapkan sebuah konsep untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika.

2) Siswa dapat berlatih menulis dalam bahasa sendiri. Siswa harus dapat menulis dengan jelas sehingga tulisan mereka mudah dipahami.

8

Utari Sumarno, Berfikir dan Disposisi Matematik : apa, mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik, 2012, hh. 6-7 (http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/BERFIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf).

9

(31)

3) Memberikan kesempatan kepada siswa terlebih dahulu untuk mengungkapkan ide-ide secara verbal sebelum menuliskannya. Hal ini demikian akan meningkatkan kedalaman dan kejelasan tulisan mereka.

4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menggambarkan ide-ide kuncinya dan juga memintanya untuk mendiskripsikannya kemudian menuliskan ide tersebut secara langsung.

5) Mendorong dan memberi kesempatan kepada siswa untuk merevisi dan membetulkan tulisan mereka.

6) Melakukan refleksi. Refleksi merupakan kunci pemahaman. Dengan adanya refleksi siswa akan mengetahui pemahaman mereka sendiri sehingga pembelajaran matematika bukan hanya aktivitas yang biasa.

Sesuai dengan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Goetz, kemampuan komunikasi matematik siswa dapat terjadi jika siswa belajar dalam pembelajaran berkelompok dan berdiskusi.Melalui pembelajaran berkelompok dan berdiskusi, siswa dapat mengkomunikasikan pemikiran mereka secara koheren pada teman-teman sekelas dan guru. Pembelajaran ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk saling menilai penjelasan sehingga didapatkan sebuah penjelasan yang tepat dan meyakinkan.

Secara operasional kemampuan komunikasi matematik diartikan sebagai kemampuan siswa mengekspresikan ide matematik ke dalam bentuk objek atau model matematika lain serta kemampuan siswa menganalisis dan mengevaluasi suatu informasi. Kemampuan komunikasi matematik ini dilakukan melalui proses interaksi dalam kegiatan pembelajaran matematika, dimana siswa saling menyampaikan ide-ide matematika. Penyampaian ide dapat berupa tulisan dan penjelasan langsung dari siswa.

(32)

b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik

Kemampuan komunikasi yang akan diteliti dalam hal ini adalah kemampuan written text, drawing dan mathematical expression dengan indikator sebagai berikut:

1) Written text

• Kemampuan menggunakan notasi matematik dan strukturnya untuk menyajikan ide.

Contoh : panjang salah salah satu sisi sejajar trapesium adalah 3 kali panjang sisi sejajar lainnya. Tinggi trapesium 6 cm dan luasnya adalah 48

cm . Berapakah masing-masing panjang sisi sejajar trapesium?

2) Drawing

• Kemampuan menyajikan masalah matematika dalam bentuk objek (gambar, diagram, dan tabel)

Contoh : Bangun PQRS adalah sebuah trapesium sama kaki dengan PS = QR dan PQ//SR. Diketahui titik P (-4, 6), Q (4, 6), tinggi trapesium 6 satuan panjang dan PQ = 2 RS.

a. Gambarlah trapesiumPQRS sesuai dengan pernyataan di atas! b. Tentukan dimana letak koordianat R dan S!

• Kemampuan menyusun argumen dan penyelesaian masalah matematika. Contoh : Dalam segi empat ABCD diketahui ∠ABC = 60°, BCD = 120°, CDA = 65°, dan DAB = 115°. Apakah segi empat itu merupakan jajar

genjang? Berikan penjelasan! 3) Mathematical Expression

• Kemampuan mengekspresikan konsep matematika dari masalah sehari-hari ke bentuk model matematika.

Contoh : Pak Zainuddin mempunyai taman bunga berbentuk persegi panjang dan di dalam taman itu dibuat kolam berbentuk belah ketupat. Panjang taman 2 m lebih pendek dari lebarnya, sedangkan lebarnya 3 kali lebih panjang dari diagonal yang paling panjang kolam. Panjang diagonal kolam berturut-turut 3 m dan 2 m.

(33)

b. Jika luas taman seluruhnya 54 . Tentukan luas taman bunga!

2. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif

Dalam aktivitas pemecahan masalah, proses kreatif diperlukan ketika menganalisis atau mengidentikasi masalah, memandang masalah dari berbagai perspektif, mengeksplorasi ide-ide atau metode penyelesaian masalah, dan mengidentifikasi berbagai kemungkinan solusi dari masalah tersebut. Pemecahan masalah yang melibatkan proses kreatif disebut pemecahan masalah kreatif.

a. Pengertian Metode Pemecahan Masalah Kreatif

Metode Pemecahan Masalah Kreatif (PMK) dikembangkan pertama kali oleh Alex Osborn yang merupakan pendiri Creative Education Foundation dan Sidney Parnes bekerjasama dengan Alex Osborn untuk merevisi teori tersebut sehingga dikenal dengan “Osborn-Parnes CPS Approach”.10Pada awalnya, metode ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan memiliki kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggung jawab pekerjaannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, metode ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan.

William F. Mitchel dan Thomas F Kowalik dalam bukunya mendefinisikan pemecahan masalah kreatif sebagai berikut :11 pemecahan adalah menemukan cara-cara untuk merespon, menemukan, atau menyelesaikan suatu masalah, masalah adalah setiap situasi yang menghadirkan tantangan, kesempatan atau kekhawatiran, dan selanjutnya kreatif adalah ide yang memiliki unsur yang baru atau unik. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pemecahan Masalah Kreatif adalah cara menyelesaikan permasalahan yang melibatkan proses kreatif.

Pemecahan Masalah Kreatif didefinisikan sebagai proses, metode, dan pendekatan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan imajinasi dan

10

Scott G, Isaken, On the Conceptual Foundation of Creative Problem Solving : A Response to Magyari-Beck, Journal Creatifity and Innovation Management , 4, 2012, p. 57. (http://personal.stevens.edu/~ysakamot/creativity/creative%20problem-solving.pdf).

11

(34)

menghasilkan tindakan yang efektif.12 Isaksen, Dorval & Treffinger menjelaskan Pemecahan Masalah Kreatif adalah kerangka metode yang dirancang untuk membantu pemecah masalah dengan menggunakan kreativitas untuk mencapai tujuan dalam mengatasi hambatan dan meningkatkan kemungkinan hasil yang kreatif.13 PMK merupakan model pembelajaran yang mendorong seseorang untuk menggunakan imajinasinya dalam menyelesaikan permasalahan secara kreatif.

Metode pemecahan masalah kreatif merupakan kegiatan yang didesain guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan matematika. Fungsi guru adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahan masalah. Tantangan atau masalah yang diberikan haruslah masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan siswa. PMK merupakan model pembelajaran yang dapat merangsang siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Metode PMK terdiri dari pemikiran analitik dan kreativitas siswa.

Menurut Edwards, dapat dikatakan bahwa metode Pemecahan Masalah Kreatif (PMK) adalah suatu metode yang berstruktur terhadap pemikiran kreatif, atau suatu ancangan imajinatif terhadap pemikiran logis.14PMK adalah metode untuk menemukan solusi dan mempresentasikan suatu masalah secara kreatif. Metode PMK merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Dipaparkan oleh Munandar mengenai tahapan-tahapan dalam pemecahan masalah kretaif, diantaranya terdapat lima tahapan dimana dalam tiap tahapan terdapat dua fase yaitu fase divergen dan fase konvergen.15Pada fase divergen ini dilaksanakan prinsip pengungkapan gagasan, yaitu gagasan atau pertanyaan yang diajukan dengan menunda penilaian atau pertimbangan. Kemudian dilanjutkan

12

Ibid. 13

Scott G, Isaken, Op. Cit., p. 52.

14

Conny Semiawan dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah,

(Jakarta : PT. Gramedia, 1990), h. 57.

15

(35)

dengan fase konvergen, dimana gagasan atau pertanyaan dinilai secara kritis kemudian dari gagasan-gagasan tersebut dipilih yang dianggap paling tepat dan relevan. Adapun kelima tahapan tersebut yaitu:

1) Menemukan Fakta

Pada tahap ini siswa mendaftar semua fakta, pertanyaan dan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah sehingga diperoleh gambaran yang lebih terperinci dan jelas tentang keadaan saat ini. Tahap ini didahului oleh keadaan “kacau” dan masalahnya masih samar-samar. Pada fase divergen, siswa menuliskan pertanyaan faktual yang timbul dalam pikirannya tanpa dipersoalkan apakah pertanyaan tersebut relevan atau tidak relevan. Pada fase konvergen, siswa memilih pertanyaan faktual yang dianggap relevan dan penting.

2) Menemukan Masalah

Pada tahap ini masalah dirumuskan dalam berbagai cara berbeda yang memungkinkan untuk didefinisikan secara jelas. Pada fase divergen siswa mengajukan pertanyaan kreatif sebanyak mungkin. Sesudah beberapa pertanyaan kreatif, masalah yang timbul diperluas dengan cara menanyakan “untuk apa …” terhadap masalah yang telah dirumuskan. Setelah diperluas, siswa mencatat masalah lain yang berhubungan dengan aspek-aspek lain, misalnya “dengan cara apa …”.Pada fase konvergen, siswa dapat memilih masalah yang menurutnya paling relevan untuk dipecahkan.

3) Menumbuhkan Gagasan

Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan berbagai gagasan yang memungkinkan menjadi alternatif solusi dari masalah yang dirumuskan.Pada tahap ini juga dapat mengembangkan berpikir divergen dan konvergen.Berpikir divergen dalam hal membangkitkan sebanyak mungkin gagasan untuk memecahkan masalah, sedangkan berpikir konvergen memuat hal yang dapat mempersempit gagasan menjadi gagasan terbaik yang lebih fokus.

4) Menemukan Solusi

(36)

dapat ditentukan dengan mengantisipasi semua kemungkinan dan akibat yang akan timbul (kelemahan dan kelebihan) jika jawaban terhadap masalah dilaksanakan. Pada fase konvergen, dinilai kriteria mana yang paling sesuai untuk digunakan sebagai kriteria.

5) Menemukan Penerimaan

Tahap ini merupakan akhir dari proses pemecahan masalah kreatif. Pada penemuan penerimaan, siswa mengembangkan rencana tindakan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan solusi. Penemuan solusi merupakan proses evaluative sebagai puncak pemecahan masalah.

Pada fase divergen, siswa mencatat semua langkah yang kemungkinan dilakukan untuk melaksanakan gagasan. Untuk keperluan tersebut, dapat digunakan beberapa pertanyaan : apa saja yang harus dilakukan? Kapan harus dilakukan? Dimana dilakukan dan bagaimana melakukannya?.Pada fase konvergen, siswa memilih langlah-langkah yang benar-benar diperlukan dan disusun menurut urutan yang tepat. Siswa juga menetapkan siapa yang akan melakukannya, bilamana, dimana dan bagaimana. Hasil dari tahapan ini adalah suatu rencana pelaksanaan gagasan yang khusus dan terperinci sehingga mudah untuk dilaksanakan.

Tahapan tahapan Pemecahan Masalah secara Kreatif yang dikemukakan di atas, dapat melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide matematiknya, berpikir kritis untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, berpikir sistematis dan logis sesuai data/fakta yang tersedia serta dapat melatih siswa untuk saling berinteraksi satu sama lain. Menurut Pepkin PMK memiliki indikator sebagai berikut :16

1) Siswa mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah

2) Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah

3) Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan dengan kriteria-kriteria yang ada

16

(37)

4) Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal

5) Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah

6) Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana PMK dapat digunakan dalam berbagai bidang dan situasi.

Pada metode Pemecahan Masalah Kreatif (PMK), ketika siswa dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Pemecahan Masalah Kreatif merupakan representasi dimensi-dimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. Metode PMK merupakan metode yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari awal.

Dari penjelasan tentang metode Pemecahan Masalah Kreatif yang sudah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa metode Pemecahan Masalah Kreatif merupakan model memecahkan masalah dengan pengungkapan gagasan sebanyak mungkin untuk dievalusi dan diseleksi dengan menggunakan kriteria agar diperoleh suatu solusi yang tepat. Metode PMK adalah proses mental untuk menciptakan solusi dari suatu masalah.

Secara oprasional metode PMK adalah metode pembelajaran dengan

(38)

b. Metode Pemecahan Masalah Kreatif Pada Pembelajaran Matematika

Pada pembelajaran matematika masih ditemukan banyak masalah, diantaranya terdapat siswa yang malu bertanya dan juga malu mengungkapkan idenya kepada guru dan temannya. Terdapat siswa yang kurang mampu memahami soal yang diberikan, sehingga guru sering mengulang materi.Siswa malas mengerjakan tugas, dikarenakan mereka menganggap matematika itu sulit. Masalah-masalah yang timbul dimungkinkan adanya pembelajaran yang berlangsung kurang memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran matematika.

Belajar matematika yang sebenarnya tidak menerima begitu saja konsep yang sudah jadi, akan tetapi siswa harus memahami bagaimana dan darimana konsep tersebut terbentuk melalui kegiatan mencoba dan menemukan, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya, untuk itu proses pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan siswa bukan mengajar siswa.

(39)

proses pembelajaran yang bermakna akan terwujud dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Berikut sintaks metode Pemecahan Masalah Kreatif dalam pembelajaran matematika:

1) Tahap awal

Guru menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika, kemudian mengulas kembali materi sebelumnya yang dijadikan prasyarat materi yang akan dipelajari siswa dan menjelaskan aturan main dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model Pemecahan Masalah Kreatif (PMK). Guru memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya pembelajaran yang akan dilaksanakan.

2) Tahap inti

Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion. Tiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk oleh guru dan bersifat permanen. Tiap kelompok mendapat LKS yang berisi materi pembelajaran dan permasalahan untuk dibahas bersama dalam kelompoknya. Secara berkelompok siswa memecahkan permasalahan yang terdapat dalam LKS sesuai dengan petunjuk yang tersedia di dalamnya. Siswa mendapat bimbingan dan arahan dari guru dalam memecahkan masalah. Peranan guru dalam hal ini adalah menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan brain storming dalam rangka menjawab pertanyaan atas dasar interes siswa penekanan dalam pendampingan siswa dalam menyelesaikan permasalahan adalah sebagai berikut:

a) Menemukan fakta

(40)

b) Menemukan masalah

Pada langkah ini, diupayakan semua siswa dapat mengidentifikasi semua kemungkinan pernyataan masalah kemudian memilih apa yang paling penting yang paling mendasari masalah. Untuk munculnya masalah yang akan dipecahkan siswa akan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa akan merencanakan berbagai cara dan jawaban sebanyak-banyaknya. Guru hanya berperan untuk menfasilitasi siswa untuk mengontruksi pengetahuannya. Dari berbagai masalah yang disiapkan oleh siswa kemudian masing-masing kelompok memilih masalah yang paling penting dengan memberikan kesempatan terdahulu kepada tiap anggotanya untuk mengungkapkan jawaban yang mereka rencanakan.

c) Menemukan gagasan

Pada langkah menemukan gagasan, diupayakan siswa untuk menemukan sejumlah ide/gagasan yang mungkin untuk memecahkan masalah. Siswa diberi kesempatan untuk mendiskripsikan ide kemudian menuliskan ide tersebut secara langsung. Dari berbagai gagasan dipilih gagasan yang paling tepat untuk memecahkan permasalahan.

d) Menemukan solusi

Dari gagasan-gagasan yang terpilih, setiap anggota kelompok berhak menjelskan gagasan-gagasan tersebut dengan cara menilainya dengan mengaitkan hubungan-hubungan yang logis. Dari berbagai pendapat, kemudian kelompok menentukan solusi yang paling tepat untuk memecahkan permasalahan.

e) Menemukan penerimaan

(41)

Pada tiap langkah, diupayakan setiap siswa berhak berpendapat dan semua pendapat harus ditampung, kemudian dipilih bersama mana yang harus diterima. Untuk pendapat yang tidak terpilih siswa harus menerima dan untuk pendapat yang terpilih siswanya harus menjelaskan pendapatnya sehingga pendapatnya benar-benar dapat diterima oleh kelompoknya. Setelah semua langkah dilalui, guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran ke arah matematika formal.

3) Tahap penutup

Sebagai pemantapan materi, secara individual siswa mengerjakan quiz yang ditampilkan dengan media pembelajaran dan guru memberikan poin bagi siswa yang mampu memecahkan permasalahan sebagai upaya memotivasi siswa dalam mengerjakan soal-soal.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian relevan yang mendukung penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan Jamil (2012) pada kelas X SMAN 3 Tangerang

Selatan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran matematika menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif terhadap kemampuan koneksi matematik siswa SMA. Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah kemampuan koneksi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif lebih baik daripada siswa yang menggunakan metode pembelajaran ekspositori. Penerapan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa.17

2. Pujiadi (2008)) yang mengambil siswa kelas X SMAN 1 Semarang untuk mengetahui pengaruh pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah implementasi model pembelajaran CPS mempengaruhi aktifitas belajar siswa

17

(42)

terhadap prestasi belajar 74% dan kemampuan pemecahan masalah matematik 81,2%. Rata-rata prestasi belajar siswa 82,51, rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen 78,14, dan rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol 42,42. Penelitian Pujiadi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran pemecahan masalah kreatif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.18

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran hendaknya mengajak siswa untuk berinteraksi dengan seluruh peserta belajar yang ada di dalam kelas. Interaksi ini harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga guru tidak terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam mengomunikasikan ide atau gagasannya mengenai materi yang dibahas. Dalam pembelajaran perlu diberikan soal-soal pemecahan masalah yang menurut siswa untuk mengomunikasikan ide-ide yang mereka miliki. Untuk itu kemampuan komunikasi harus dikembangkan, karena kemampuan komunikasi yang baik dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antar berbagai komponen yang terlibat di dalamnya baik antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa atau siswa dengan lingkungan sebagai salah satu sumber belajarnya. Oleh karena itu dalam prakteknya dapat dilakukan dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan lingkungan atau situasi nyata sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran dengan kelompok juga membuat para siswa memiliki kesempatan, dorongan, dukungan untuk berbicara, menulis, membaca dan mendengar dalam kelas. Dengan cara berdiskusi bersama siswa berkomunikasi untuk belajar matematika dan belajar berkomunikasi secara matematika.

18

(43)

Penggunaan pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif dapat membantu siswa mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan teman yang saling membantu dan bertukar pikiran. Pembelajaran PMK digunakan untuk menjadikan siswa aktif dan lebih cepat mengkontruksi pengetahuannya secara mandiri, sehingga siswa dapat lebih cepat memahami konsep matematika, sebagai tujuan utama belajar matematika.

Pada tahap menemukan fakta, siswa dilatih untuk dapat menemukan dan memahami informasi/data dari suatu permasalahan yang telah disajikan. Selanjutnya siswa memilih informasi paling penting yang berhubungan dengan konsep materi yang sedang dibahas. Dalam tahap ini, siswa dapat mendiskripsikan sebuah ide dalam bentuk gambar dan siswa juga dapat membentuk model matematika dari informasi yang mereka temukan.

Pada tahap menemukan masalah, siswa menfokuskan masalah yang benar-benar ingin diselesaikan.siswa mencoba menjelaskan masalah yang mereka temukan dengan meninjau berbagai aspek. Dalam tahap ini, kemampuan siswa dalam bernalar dapat berkembang.siswa dapat menuliskan masalah yang ditemukan dengan mengidentifikasi masalah tersebut dengan gambar dan juga dapat mengubah masalah dengan model matematika.

Pada tahap menemukan gagasan, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan gagasan-gagasan mereka yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Melalui tahap ini siswa dapat menyatakan gagasan mereka dalam bentuk gambar, diagram, dan grafik. Siswa dapat menjelaskan gagasan-gagasan yang logis dengan bahasa mereka sendiri dengan cara menuliskan gagasan tersebut.

(44)

Siswa merencanakan tindakan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan solusi yang telah disepakati. Pada tahap ini, siswa dapat mengorganisasikan penyelesaian masalah langkah demi langkah. Penyelesaiannya dapat menggunakan gambar, diagram dan grafik. Siswa dapat juga membentuk model matematika dan melakukan perhitungan yang tepat, serta dapat memberikan penjelasan yang masuk akal dan benar dengan bahasa mereka.

Pada tiap tahap pembelajaran PMK siswa diberikan kesempatan untuk menuliskan ide mereka dengan bahasa mereka sendiri. Kemudian setiap siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan ide-ide tersebut kepada kelompoknya. Setelah setiap siswa dalam kelompok berdiskusi masalah ide-ide yang ditulis, terdapat ide-ide yang akan disepakati bersama. Siswa akan melakukan revisi dari ide-ide yang mereka tulis.

Menurut Goetz, untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik, dalam pembelajaran matematika harus menggunakan teknik curah pendapat, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide-ide mereka sebelum menuliskannya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk meggambarkan ide-ide kemudian mendiskripsikannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk merevisi dan membetulkan tulisan mereka, dan melakukan refleksi. Dalam metode Pemecahan Masalah Kreatif, hal-hal yang mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik mereka terpenuhi.

(45)
[image:45.595.90.545.176.583.2]

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menggunakan pembelajaran PMK untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teoritik dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode Pemecahan Masalah Kreatif lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.

Solusi dengan menggunakan metode

PMK

Masalah

Penemuan Fakta

Mathematical Expression

Penemuan Penerimaan Penemuan Solusi

Written Text Drawing

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKSI

SWA Penemuan Masalah

(46)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP PARAMARTA di Jl. Raya Jombang Gg. Taqwa No. 70 Jombang Ciputat – Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII pada bulan April – Mei 2013, semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

B. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen research), yaitu suatu desain eksperimen yang memungkinkan peneliti dapat mengendalikan variabel sebanyak mungkin, akan tetapi tidak dapat mengendalikannya secara penuh.1 Penelitian yang dilakukan tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap faktor lain yang mempengaruhi variabel dan kondisi pada sampel penelitian. Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah metode pembelajaran Pemecahan Masalah kreatif dan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematik siswa.

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan ujicoba penerapan metode pembelajaran Pemecahan Masalah Kreatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa, kemudian membandingkan hasil tes kemampuan komunikasi matematiksiswa yang menggunakan metode Pemecahan Masalah Kreatif pada kelas eksperimen, dengan hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa yangmenggunakan metode konvensional pada kelas kontrol. Tes diberikan setelah selesai semua proses pembelajaran mengenai bangun datar segi empat.

1

(47)

Desain penelitian yang digunakan adalah randomized subjects postest only control group design.2

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:

X : Perlakuan pada kelas eksperimen

Y2 : Hasil posttestpada kelas ekperimen dan kelas kontrol

Rancangan desain penelitian, terdiri dari dua kelas yaitu: kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan (treadment) berbeda dari pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah yaitu dengan menggunakan metode PMK, sedangkan pada kelas kontrol mendapatkan perlakuan (treadment) yang sama dari pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah yaitu menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Kedua kelas akan mendapatkan materi pembelajaran yang sama, setelah pembelajaran selesai, maka akan diujicobakan instrumen tes akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen tes akhir ini diberikan untuk melihat perbandingan perolehan nilai tes kemampuankomunikasimatematik siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan seluruh subyek penelitian yang memiliki keterkaitan erat dalam sebuah penelitian.3 Populasi yang dipakai dalam penelitian ini terbagi menjadi 2(dua), yaitu: populasi target adalah seluruh siswa dari kelas VII-IX dan populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas VII yang terdiri dari 8 kelasdi

2

Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. 6, h.185.

3

Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta: GP Press, 2009), cet. 2, h. 68.

Grup Perlakuan Posttest

(R) Eksperimen

(48)

SMP PARAMARTA pada tahun pelajaran 2012-2013 dalam semester genap. Semua kelas yang terdapat di SMP PARAMARTA bersifat homogen karena memiliki karakteristik yang sama yaitu tidak ada kelas yang diunggulkan satu sama lain. Sedangan karakteristik siswa yang terdapat di dalam kelasnya bersifat heterogen yaitu ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil untuk mewakili populasi yang bersangkutan yang akan diamati.4 Sampel yang dipilih untuk penelitian ini terdapat pada populasi terjangkau yaitu dari 8 (delapan) kelas VII yang terdapat di SMP PARAMARTA diambil 2 (dua) kelas dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Cluster random sampling adalah teknik pengambilan sampel bila objek yang diteliti sangat luas.5 Satu kelas menjadi kelas eksperimen yaitu kelas VII-G dengan jumlah siswa 39 orang, dikelas eksperimen ini akan diterapkan perlakuan dengan metode pemecahan masalah kreatif dan satu kelasnya lagi akan menjadi kelas kontrol yaitu kelas VII-E dengan jumlah siswa 37 orang, di kelas kontrol ini akan diterapkan perlakuan yang sama seperti pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah atau biasa disebut dengan metode pembelajaran konvensional.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu :

a. Variabel metode Pemecahan Masalah Kreatif. Variabel ini menduduki posisi sebagai variabel independen (bebas) yakni masukan yang memberi pengaruh terhadap hasil, variabel ini disimbolkan dengan huruf X.

b. Variabel kemampuan komunikasi matematik. Variabel ini menduduki posisi sebagai variabel dependen (terikat) yakni hasil sebagai pengaruh variabel independen, variabel ini disimbolkan dengan huruf Y.

4

Ibid., h. 69. 5

(49)

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

a. Siswa, siswa yang menjadi sampel penelitian. Dari siswa didapat informasi tentang kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika. Dan sumber data juga didapat dari siswa yang menjadi sampel untuk melakukan uji coba instrumen.

b. Guru, guru wali kelas yang mengajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari guru akan didapatkan informasi tentang keadaan awal siswa sebelum penelitian, kondisi sekolah, dan koreksian dalam pembelajaran.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika. Data yang diperoleh berdasarkan dari nilai post-test yang diberikan kepada siswa setelah belajar mengajar dengan model pemecahan masalah kreatif untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Tes kemampuan komunikasi matematik berupa soal essay yang memuat aspek-aspek kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika sebanyak 8 soal pada pokok bahasan segiempat. Indikator yang digunakan pada penelitian ini adalah i

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Klasifikasi Taraf Kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Penerapan Sistem Keamanan Elektronik Mail (e-mail) berbasis Gnu Privacy.. Guard

kalimat sangat sederhana, dan teks sangat sederhana membaca nyaring yang dilakukan guru  Menirukan membaca nyaring dengan intonasi dan jeda sesuai model  Membaca

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab persoalan (1) bagaimana wujud revitalisasi kearifan lokal di tingkat pendidikan dasar; (2) mengapa materi kearifan

Pada praktikum kali ini akan membahas mengenai interpretasi penutup/penggunaan lahan secara stereoskopis dengan foto udara pankromatik hitam putih.. Pada tahap

Data statistik kesehatan menunjukkan 78% pasien gagal ginjal memilih terapi hemodialisis dibanding terapi pengganti lainnya. Berdasarkan penelitian di beberapa

Mendapatkan senyawa N’ -(2-hidroksibenziliden)-4-hidroksi benzohidrazida dari reaksi antara 4-hidroksibenzohidrazida dengan 2- hidroksibenzaldehida dengan bantuan iradiasi

Judul Skripsi : Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opinion Shopping , dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern.. Menyatakan

Kegiatan pelatihan yang diikuti bidan desa belum dapat dibiayai oleh dinas kesehatan dan pelatihan antenatal care (ANC) belum pernah dilakukan. Pelaksanaan supervisi