• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM

MIKRO DI BERBAGAI

LAND USE

DI KOTA JAKARTA

NEFALIANTI DESTRIANA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh

Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta” ini adalah karya saya dengan petunjuk dan arahan dari pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber yang tercantum dalam skripsi ini baik berupa data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum pada daftar pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.

(3)

RINGKASAN

NEFALIANTI DESTRIANA. Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kawasan Kota Jakarta. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN.

Jakarta merupakan ibukota dari negara Indonesia. Jumlah penduduk Jakarta semakin lama semakin meningkat menyebabkan perubahan fisik kota Jakarta yang semakin lama semakin berkembang pula. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka persaingan kebutuhan manusia terhadap lahan pun semakin tinggi. Namun, kondisi tersebut tidak diimbangi oleh penyedian lahan yang memadai sehingga menyebabkan sebagian besar area terbuka hijau di kota Jakarta sudah banyak berubah menjadi area komersil seperti CBD, industri, pemukiman dan lain sebagainya. Padahal fungsi RTH diperkotaan salah satunya dapat merekayasa iklim mikro disekitarnya. Berbagai permasalahan timbul sebagai dampak dari adanya hal tersebut. Salah satunya adalah penurunan kualitas lingkungan kota karena pembangunan yang dilakukan pada kawasan kota lebih menekankan pada dimensi ekonomi daripada dimensi ekologi. Dengan keadaan seperti itu, kondisi Jakarta saat ini tidak begitu nyaman untuk dihuni sehingga perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan pada setiap struktur RTH (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda di kota Jakarta untuk mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan RTH diperkotaan.

(4)

pengambilan data, pengambilan data dilapangan, pengolahan data dan analisis dan hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH pada setiap land use secara deskriptif berdasarkan hasil analisis statistik dan analisis THI.

Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH pada masing-masing land use diketahui bahwa setiap struktur RTH pohon, semak dan rumput mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro disekitarnya sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pohon, semak dan rumput. Hal ini didukung pula oleh hasil uji statistik menggunakan uji T one way yang menyatakan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi RTH berbeda secara nyata pada taraf 5 %. Hal ini disebabkan kondisi masing-masing land use yang berbeda, jenis vegetasi dan karakteristiknya yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan pada setiap land use, struktur vegetasi yang paling efektif dalam memberikan kenyamanan pada setiap land use adalah pohon. Pohon memiliki suhu udara paling rendah dan kelembaban paling tinggi bila dibandingkan dengan semak dan rumput. Sedangkan berdasarkan nilai THI, keempat land use berada pada kategori tidak nyaman karena suhu udara pada semua land use berkisar antara 30,3 ºC- 37,9 ºC, sedangkan untuk kelembaban udara berkisar antara 51,0 – 61,0 %. Nilai THI tertinggi terdapat pada kawasan industri dengan nilai THI berkisar antara 31,1-34,2 dan nilai THI terendah berada pada kawasan taman kota dengan nilai berkisar antara 27,9-32,0. Hal ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang menyebabkan perbedaan iklim mikro pada setiap land use berbeda.

Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui struktur vegetasi pohon yang paling efektif mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada setiap land use. Maka berdasarkan hal tersebut, disusun rekomendasi yang dapat membantu meningkatkan kualitas iklim mikro pada setiap land use berbeda sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna kawasan. Rekomendasi berupa saran mengenai RTH yang sesuai dan dapat diterapkan sebagai upaya dalam memperbaiki kualitas iklim mikro setiap land use.

(5)

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizikan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(6)

NEFALIANTI DESTRIANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPERTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta

Nama : Nefalianti Destriana NRP : A44080050

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi 19660126 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA 19480912 197412 2 001

(8)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya skripsi yang berjudul “Pengaruh struktur vegetasi terhadap ikim mikro di berbagai land use di kota Jakarta” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dari hasil penelitian yang dilakukan penulis sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, Msi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga selesainya skripsi ini;

2. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya;

3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis dalam kegiatan perkuliahan;

4. kedua orang tua, M. Fathoni dan Nurhayati, serta kakak Adelina Melinda dan adik Aditya Nugraha atas dukungan moral dan doa yang telah diberikan kepada penulis;

5. kak Nana, kak Reza, kak Irham dan ka Mahdi dari himpunan Departemen KSHE (Konservasi Hutan dan Ekowisata) yang telah

membantu belajar software pendukung penelitian;

6. teman-teman sebimbingan Desti Firza M, Cherish N Ainy, Anggi AF, Salwa Edi serta Grace Mutiara Lauren dan Dodo Aprilianda atas motivasi dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian;

7. teman-teman Arsitektur Lanskap 45 yang telah menjadi teman penulis selama ini.

Bogor, Maret 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nefalianti Destriana dilahirkan di Kuningan pada tanggal 19 September 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan M. Fathoni dan Nurhayati. Pada tahun 1994, penulis mengawali pendidikan formal di TK Bhayangkari, Ciawigebang, Kuningan. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di SDN 1 Ciawigebang, Kuningan. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan di SMPN 1 Ciawigebang, Kuningan, kemudian pada tahun 2004 pindah sekolah dan meneruskan jenjang pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tanjungsari, Sumedang. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Tanjungsari, Sumedang dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) dan penulis pernah mengikuti beberapa kepanitian yang berhubungan dengan organisasi tersebut, penulis juga

(10)

Halaman

1.6 Kerangka Pikir Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Perkotaan... 6

2.2 Ruang Terbuka Hijau... 7

2.2.1 Hubungan Vegetasi dengan Suhu Udara... 9

2.3 Penutupan dan Penggunaan Lahan... 10

2.3.1 Taman Kota... 10

2.3.2 Permukiman... 11

2.3.3 CBD (Central Business Distric)... 12

2.3.4 Industri... 12

2.4 SIG (Sistem Informasi Geografi)... 13

2.5 Iklim Mikro... 14

2.5.1 Suhu Udara... 15

2.5.2 Kelembaban Udara... 16

BAB 3 METODOLOGI... 17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 17

3.2 Batasan Penelitian... 18

3.3 Alat dan Bahan Penelitian... 18

3.4 Data Penelitian... 19

(11)

3.5.1 Persiapan Penelitian... 20

3.5.2 Pengumpulan Data... 21

3.5.3 Pengolahan Citra... 21

3.5.4 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data... 22

3.5.5 Lokasi dan titik Pengambilan Data... 23

3.5.5.1 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Perumahan... 25

3.5.5.2 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data CBD... 25

3.5.5.3 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Industri... 26

3.5.5.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Taman Kota... 26

3.5.6 Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi... 27

3.5.7 Variabel yang di Ukur... 30

3.5.8 Metode Pengukuran... 30

3.5.9 Pengolahan Data dan Analisis... 33

3.5.10 Rekomendasi... 35

BAB 4 KONDISI UMUM KOTA JAKARTA... 36

4.1 Profil Wilayah Kota Jakarta... 36

4.2 Kondisi Fisik Lingkungan... 37

4.2.1 Topografi... 37

4.2.7 Pola Sebaran Kegiatan... 40

4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta... 41

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

(12)

5.2.2 Iklim Mikro Kawasan Central Bussiness Distrit (CBD).... 49

5.2.3 Iklim Mikro Kawasan Perumahan... 52

5.2.4 Iklim Mikro Kawasan Industri... 54

5.3 Analisis Iklim Mikro Berdasarkan Struktur Vegetasi pada Berbagai Land Use... 58

5.3.1 Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land Use... 58

5.3.2 Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land Use... 62

5.3.3 Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land Use... 65

5.4 Analisis Kenyamanan... 68

BAB 6 PENUTUP... 71

6.1 Kesimpulan... 71

6.2 Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian... 18

Tabel 2 Data yang Digunakan... 20

Tabel 3 Pemilihan Lokasi Perumahan... 25

Tabel 4 Pemilihan Lokasi CBD... 26

Tabel 5 Pemilihan Lokasi Industri... 26

Tabel 6 Pemilihan Lokasi Taman Kota... 27

Tabel 7 Hari Pengambilan Data... 30

Tabel 8 Luas Wilayah Administratif DKI Jakarta... 36

Tabel 9 Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2011... 39

Tabel 10 Penggunaan Lahan DKI Jakarta 2008... 40

Tabel 11 Proporsi Luas RTH di Empat Lokasi Pengambilan Data... 60

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian... 5

Gambar 2 Peta Administrasi DKI Jakarta... 17

Gambar 3 Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather... 19

Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra... 22

Gambar 5 Tahapan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data... 23

Gambar 6 Peta Pemilihan Lokasi Pengambilan Data... 24

Gambar 7 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Perumahan... 28

Gambar 8 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan CBD... 28

Gambar 9 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Industri... 29

Gambar 10 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Taman Kota... 29

Gambar 11 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota dan CBD... 31

Gambar 12 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Perumahan dan Industri... 32

Gambar 13 Hasil Tabel Anova dalam Uji-T... 34

Gambar 14 Kondisi Topografis DKI Jakarta... 37

Gambar 15 Grafik Suhu Udara DKI Jakarta Tahun 2011... 38

Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara DKI Jakarta Tahun 2011... 38

Gambar 17 Contoh Lokasi Penutupan Kategori RTH... 42

Gambar 18 Contoh Lokasi Penutupan Lahan Terbangun... 43

Gambar 19 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Badan Air... 43

Gambar 20 Luas Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun 2011... 44

Gambar 21 Peta Penutupan Lahan Kota Jakarta... 46

Gambar 22 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Taman Kota... 47

Gambar 23 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Taman Kota... 48

Gambar 24 Grafik Suhu Udara pada Kawasan CBD... 50

Gambar 25 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan CBD... 51

(15)

xv

Gambar 27 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan... 54

Gambar 28 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri... 55

Gambar 29 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri... 56

Gambar 30 Grafik Suhu Udara Dibawah Naungan Pohon... 59

Gambar 31 Grafik Kelembaban Udara Dibawah Naungan Pohon... 61

Gambar 32 Grafik Suhu Udara Dibawah Naungan Semak... 62

Gambar 33 Grafik Kelembaban Udara Dibawah Naungan Semak... 64

Gambar 34 Grafik Suhu Udara pada Rumput... 66

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM... 76

Lampiran 2 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Taman Kota... 77

Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan CBD... 78

Lampiran 4 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Perumahan... 79

Lampiran 5 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Industri... 80

Lampiran 6 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan Taman Suropati... 81

Lampiran 7 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan CBD Cempaka Putih... 82

Lampiran 8 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan Perumahan Metland Menteng... 83

Lampiran 9 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi Kawasan JIEP... 84

Lampiran 10 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Pohon... 85

Lampiran 11 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Semak... 86

Lampiran 12 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Rumput... 87

Lampiran 13 Peta Sebaran RTH di DKI Jakarta... 88

Lampiran 14 Peta Sebaran CBD di DKI Jakarta... 89

Lampiran 15 Peta Sebaran Perumahan di DKI Jakarta... 90

Lampiran 16 Peta Sebaran Industri di DKI Jakarta... 91

Lampiran 17 Peta Lokasi Taman Suropati... 92

Lampiran 18 Peta Lokasi Kawasan CBD Cempaka Putih... 93

Lampiran 19 Peta Lokasi Perumahan Metland Menteng... 94

Lampiran 20 Peta Lokasi Jakarta Industrial Estate Pulogadung... 95

Lampiran 21 RTRW Kotamadya Jakarta Pusat... 96

Lampiran 22 RTRW Kotamadya Jakarta Utara... 97

Lampiran 23 RTRW Kotamadya Jakarta Barat... 98

Lampiran 24 RTRW Kotamadya Jakarta Selatan... 99

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hampir setiap kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Salah satu kota yang mengalami hal tersebut adalah kota Jakarta. Jakarta merupakan ibukota dari negara Indonesia, luas

wilayahnya sekitar 66.152 ��2. Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data kependudukan berjumlah 7,55 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 130-150 jiwa/ha hingga 200-300 jiwa/ha (BPS 2007).

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi, mendorong kota Jakarta mengalami perkembangan secara fisik. Peningkatan kebutuhan akan lahan menyebabkan pembangunan perkotaan yang bertentangan dengan prinsip ekologis kota sehingga pembangunan fasilitas menyebabkan perubahan lanskap yang sangat cepat. Konversi lahan yang semula merupakan area hijau kini berubah menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan, industri dan fasilitas umum lainnya. Pola penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kualitas lingkungan kota sebagai dampak dari adanya pemanasan global. Salah satu solusi untuk mengurangi permasalahan lingkungan tersebut adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang pada hakekatnya dapat memudahkan proses penguapan (evaporasi) sehingga akan menurunkan

suhu udara dan membentuk iklim mikro di daerah perkotaan (Fandeli dan Muhammad 2009).

Menurut Joga dan Ismaun (2011), ruang terbuka hijau merupakan kawasan yang mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam

(18)

kawasan RTH dapat mempengaruhi perubahan iklim mikro seperti suhu udara,

kelembaban udara, curah hujan, radiasi dan angin pada masing-masing peruntukan lahan di perkotaan sehingga keberadaan RTH perlu dipertahankan.

Peruntukan lahan (Land use) merupakan ketetapan guna fungsi ruang

dalam lahan/ lingkungan tertentu yang ditetapkan dalam rencana kota yang berhubungan dengan aktivitas manusia. Seiring dengan meningkatnya persaingan kebutuhan manusia dalam pemanfaatan lahan menyebabkan konversi ruang terbuka hijau semakin tidak terkendali. Maraknya pembangunan seperti perumahan, industri, CBD (Central Business Distric) sangat berpengaruh terhadap iklim mikro perkotaan. Keberadaan area hijau yang tersisa pada masing-masing land use memberikan pengaruh yang berbeda dalam ameliorasi iklim dan memberikan kenyamanan pada warga kota sesuai dengan aktivitas yang ditimbulkan dari masing-masing land use tersebut sehingga perlu dilakukan pengukuran dan analisis iklim mikro agar dapat menciptakan RTH yang lebih baik pada land use diperkotaan.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan iklim mikro pada struktur vegetasi berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda

baik perumahan, CBD, industri maupun taman kota di Jakarta. Pada penelitian ini, digunakan sistem informasi geografi (SIG) untuk mengidentifikasi penutupan lahan dan menggunakan alat pengukur iklim Heavy Weather untuk mendapatkan data iklim mikro pada struktur vegetasi berbeda di setiap land use yang berbeda. Selain itu, digunakan analisis Temperature Humidity Indeks (THI) untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan iklim mikro tersebut terhadap kenyamanan warga kota.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikankan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. bagaimana kondisi penutupan dan peruntukan lahan Kota Jakarta saat ini? 2. apakah struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) dari setiap land use

(19)

3

3. bagaimana pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada

struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda terhadap kenyamanan warga kota?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. mengidentifikasi penutupan dan peruntukan lahan di kawasan kota Jakarta dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG),

2. menganalisis perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada setiap land use (perumahan, CBD, industri dan taman kota).

3. menganalisis pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi berbeda (pohon, semak, rumput) di setiap land use (perumahan, CBD, industri dan taman kota) terhadap kenyamanan warga kota.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk pemerintah daerah setempat mengenai pentingnya memperbaiki kualitas iklim mikro kota sehingga dapat mengurangi tingkat penurunan kualitas lingkungan dan meningkatkan kenyamanan warga kota.

1.5. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) di setiap land use (perumahan, CBD, industri, taman kota).

(20)

1.6. Kerangka Pikir Penelitian

(21)

5

Faktor-faktor penyebab perbedaan iklim mikro

tiap Land use pada struktur vegetasi yang berbeda

Rekomendasi RTH

Alat Heavy

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkotaan

Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintah setempat. Selain itu, kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi serta terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Kota bersifat dinamis artinya didalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan. Semakin lama, kota berkembang terus dan menyebar ke arah tanah pertanian yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lingkungan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan semakin majunya semua aspek pembangunan juga menimbulkan implikasi khususnya di kota-kota besar, yang menyebabkan ekosistem kota juga berubah. Berbagai implikasi tersebut pada garis besarnya menyangkut industrialisasi, mobilitas manusia yang terus meningkat, diskonkurensi masalah kependudukan terhadap daya dukung yang makin melebar.

Bangunan perkotaan membentuk permukaan yang tidak teratur sehingga memperlambat aliran massa udara bebas (memperlambat angin). Dalam hal ini, kota akan menyimpan atau melepaskan panas pada siang hari sehingga akan mengurangi efek aliran udara dan menyebabkan terjadinya penumpukan panas. Kota akan menjadi lebih panas dan juga terdapat pencemaran udara lebih banyak

dari daerah sekitarnya karena adanya aliran udara ke pusat kota. Kota mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap lingkungan fisik (Irwan 2005).

(23)

7

terhadap sifat-sifat radioaktif termal, aerodinamik dan hidrologi sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan iklim mikro setempat.

Pada saat ini, hampir disetiap kota besar telah ditemukan pulau panas (heat island) dengan suhu yang tinggi yang terdapat di beberapa wilayah kota. Dampak lain akibat pembangunan adalah tata lanskap tidak teratur sehingga mengganggu tingkat kenyamanan seseorang. Keberadaan vegetasi pada ruang terbuka hijau kota dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat, karena vegetasi pohon dapat menurunkan suhu, menaikkan kelembaban dan mengurangi kecepatan angin.

2.2 Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)

Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang

didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sarana lingkungan/ kota, pengamanan jaringan pra sarana dan budidaya pertanian. Selain itu, fungsi lainnya untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota (Dahlan 2004).

Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30% dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, ketersediaan ruang terbuka hijaunya saat ini baru mencapai 10% dari luas keseluruhan kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olahraga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada (Joga dan Ismaun 2011).

Menurut Karyono (2010), sejumlah kota-kota besar menjadi miskin vegetasi, kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, sehingga suhu udara menjadi panas. Padahal, vegetasi pada ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi sebagai penyerap CO2 di udara. Selain itu, ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati,

(24)

Menurut Irwan (2005), fungsi kebutuhan ruang terbuka hijau

diklasifikasikan menjadi beberapa pendekatan. Pendekatan ini didasarkan pada bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan oleh ruang terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan atau dalam upaya mempertahankan kualitas yang baik. Pendekatan-pendekatan tersebut, antara lain:

1. Daya dukung ekosistem

Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap keberlangsungan lingkungannya.

2. Pengendalian gas berbahaya dari kendaraan bermotor

Sifat vegetasi dari ruang terbuka hijau diunggulkan dalam kemampuannya melakukan aktivitas fotosintesis untuk mengatasi gas karbon dioksida dari sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan dikawasan perkotaan. 3. Pengamanan lingkungan hidrologis

Dengan semakin meningkatnya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan ketersediaan air tanah maka secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang ada. 4. Pengendalian suhu udara perkotaan

Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan bergantung pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi regresi linier dari presentase luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap penurunan suhu udara.

5. Pengendalian thermoscape di kawasan perkotaan

Keadaan panas suatu lanskap dapat dijadikan sebagai suatu model untuk perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau yang bergantung pada komposisi-komposisi penyusunnya.

6. Pengendalian bahaya-bahaya lingkungan

(25)

9

Menurut Irwan (2005), karakteristik kesesuaian fisik RTH yang

dikelompokkan menjadi tiga bentuk dan dua struktur, antara lain :

1. bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH dengan komunitas vegetasi yang terkonsentrasi pada suatu area

2. menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu dengan komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.

3. berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasi yang tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran, dsb.

4. berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya.

5. Berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi yang terdiri dari pepohonan, rumput, semak dan penutup tanah dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan.

2.2.1 Hubungan Vegetasi dengan suhu udara

Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu

mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur iklim yang ada disekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan, serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro (Indriyanto 2006). Suhu vegetasi pada siang hari di atas permukaan tanah terbuka akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu dibawah naungan karena radiasi matahari yang diterima oleh tanaman tidak dapat dipantulkan kembali (Lakitan 2004).

2.3 Penutupan dan Penggunaan Lahan

(26)

2.3.1. Taman Kota

Taman kota merupakan ruang terbuka diberbagai tempat di suatu wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai areal penghijauan dan berfungsi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kehidupan dan kesejahteraan warga kotanya. Ruang terbuka hijau berfungsi untuk mempertahankan karakter kota dengan fungsi sebagai hutan kota dan taman kota. Taman kota dapat dikatakan sebagai wahana keanekaragaman hayati yang harus diupayakan semaksimal mungkin menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh dilahan kota dengan struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa (Irwan 2005).

Fungsi dan manfaat taman kota sangat bergantung kepada komposisi dan keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan kepada tujuan perencana dan penggunanya (Irwan 2005). Menurut Sukawi (2008), secara garis besar fungsi dan manfaat taman kota dapat dikelompokkan dalam 3 fungsi yaitu :

1. Fungsi lanskap, meliputi perlindungan terhadap kondisi fisik alami sekitarnya terhadap angin, sinar matahari, bau dan sebagainya; taman kota dapat memberi interaksi sosial warga dan sarana pendidikan dan penelitian.

2. Fungsi pelestarian lingkungan, sebagai pengendali kualitas lingkungan seperti, menyegarkan udara sebagai paru-paru kota, menurunkan suhu kota, ruang hidup satwa, perlindungan erosi permukaan tanah, peredam kebisingan, dapat mengurangi polusi.

3. Fungsi estetika, terlihat dari ukuran, warna, bentuk dan tekstur dari vegetasi dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas estetika.

Fungsi taman kota dan tanaman sangat penting keberadaannya dalam memperbaiki kualitas lingkungan kota. Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan diperkotaan mengingat proses fotosintesis tumbuhan dapat menyaring Co2 dan

melepaskan O2 kembali ke udara. Selain itu, taman kota berfungsi sebagai

(27)

11

dan kelembaban. Dimana kontribusi keempatnya saling terkait untuk menciptakan kenyamanan lingkungan.

Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol iklim. Dalam mengontrol iklim, tanaman mempunyai fungsi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, panas atau radiasi matahari, kontrol temperatur (suhu), kontrol gerakan udara (angin), kontrol kelembaban dan kontrol presipitasi. Fungsi tanaman sebagai pengendali kelembaban dan suhu lingkungan terkait langsung dengan siklus hidrologi yang dialami oleh tumbuhan. Karena tumbuhan dapat berperan sebagai absorban radiasi matahari dan untuk proses evapotranspirasi tersebut memerlukan panas maka tanaman dapat menurunkan suhu lingkungannya. Pada daerah yang banyak ditumbuhi tanaman, maka kecepatan turbulensi angin akan lebih kecil

karena itu masa udara yang mengandung uap air tidak dapat bergerak secara cepat sehingga kelembabannya lebih tinggi.

2.3.2 Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No.4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, Bab I Pasal 1(5)).

Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, ada beberapa pengertian mengenai rumah dan perumahan, diantaranya :

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

3. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,

(28)

2.3.3 CBD (Central Business Distric)

Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dan merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Dengan kata lain, CBD merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.

CBD terbagi atas dua bagian, yaitu : pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Bussiness District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa. Kedua, bagian diluarnya WBD (Wholesale Bussiness District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar seperti pasar, pergudangan (warehouse) dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).

Asteriani (2005) menyatakan bahwa, struktur CBD kota memiliki tiga kelas, yaitu:

1. Terpusat, yaitu pertokoan yang menyediakan kebutuhan hidup yang berkumpul pada satu lokasi tertentu

2. Pita, berorientasi pada jalan raya karena jalan mempunyai aksesibilitas

tinggi

3. Daerah khusus, terdapat pembagian dari daerah-daerah seperti pusat perkantoran, pusat perbelanjaan dan lain-lain.

2.3.4 Industri

Kawasan industri merupakan suatu kawasan atau tempat pemusatan

pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana. Adapun tujuannya dibentuk suatu kawasan industri adalah untuk mempercepat pertumbuhan industri, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri agar terpusat dan berlokasi dikawasan tersebut serta menyediakan fasilitas lokasi industri yang berwawasan lingkungan.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 pasal 1 tentang

(29)

13

fasilitas penunjang lain yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri.

Pada umumnya pusat kota lebih berpolusi dibanding bagian pinggir kota, hal tersebut bergantung pada sebaran lokasi industri dan intensitas penggunaan jalan-jalan. Penetapan suatu lokasi menjadi suatu kawasan industri inilah yang akan menyebabkan berbagai konsekuensi terhadap kondisi atmosfer diatasnya. Kondisi atmosfer menjadi berpolusi yang mengakibatkan kualitas udara semakin menurun.

Berkurangnya lahan hijau daerah perkotaan terjadi karena konversi RTH dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang mengakibatkan terjadi pencemaran udara. Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan terjadinya heat island.

2.4 SIG (Sistem Informasi Geografi)

Menurut pengertian sistem informasi geografi (SIG) terdiri dari: sistem, informasi dan geografi. Sistem terdiri dari sub sistem (komponen) yang bersifat spesifik dan saling terkait dan terdapat berbagai sistem. Informasi merupakan turunan dari data yang sudah dilalui oleh proses tertentu sedangkan geografis adalah unsur ruang dan semua unsur bumi terkait dengan spasial serta dikenal dengan peta sebagai media penyajiannya sehingga bila digabungkan pengertian sistem informasi geografi (SIG) adalah variasi semua komponen yang ada dalam definisi membuat kelompok yang terlibat mulai dari pengolahan data spasial dikomputer yang akan menghasilkan aplikasi tertentu.

Komponen SIG secara singkat terdiri dari 4 komponen yaitu, input, manajemen data base, analisis dan output sedangkan secara luas SIG terdiri atas 6 komponen utama yaitu perangkat lunak, perangkat keras, data, pengguna, prosedur dan organisasi/jaringan.

SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif.

Beberapa sumber data tersebut antara lain adalah:

(30)

seperti koordinat, skala, arah mata angin dsb. Peta analog dikonversi

menjadi peta digital dengan berbagai cara. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor.

2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dsb.) Data pengindraan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit diruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.

3. Data hasil pengukuran lapangan. Contoh data hasil pengukuran lapang adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut.

4. Data GPS. Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor (Rustiadi dkk 2009).

2.5 Iklim Mikro

Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh langsung terhadap kenyamanan disuatu bangunan sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim mikro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya

(31)

15

Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, orientasi bangunan,

ventilasi, sun shading, pengendalian kelembaban udara, pengunaan bahan-bahan bangunan, bentuk dan ukuran ruang serta pengaturan vegetasi. Unsur-unsur iklim seperti suhu dan kelembaban udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia (Chiara dan Koppelman 1975).

2.5.1 Suhu Udara

Suhu udara mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul atau dapat diartikan gambaran umum keadaan energi suatu benda. Satuan suhu yang umum dikenal ada empat macam yaitu celsius (ºC), Fahrenheit (ºF), reamur (ºR) dan kelvin (ºK). Namun, satuan yang sering digunakan adalah celcius (ºC).

Suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi tersebut merupakan pemasok panas untuk terjadinya pemanasan udara. Lautan mempunyai luas dan kapasitas panas yang lebih buruk tetapi karena udara bercampur secara dinamis, maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan lebih dominan. Akibatnya,

suhu akan turun menurut ketinggian baik diatas lautan maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia sekitar 5-6ºC tiap kenaikan 1000 m.

Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang. Perbedaannya, pada penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan

sumber pemanasan sehingga semakin tinggi tempat maka akan semakin rendah suhunya. Selain itu, suhu udara dipengaruhi oleh topografi, pengaruh arus laut dan pengaruh arah pergerakan angin (Kartasapoetra 2004).

(32)

Pada setiap pohon, kelembaban akan berbeda-beda menurut ketinggian. Semakin

mendekati tanah maka kelembaban akan semakin tinggi dan jika terdapat angin yang berhembus diatas pepohonan, maka kelembaban dapat meningkat hingga mendekati jenuh atau antara 95 persen sampai 100 persen (Sukawi 2008).

2.5.2 Kelembaban Udara

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air diudara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan atau tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya suhu udara, maka pada tekanan uap aktual yang relatif tetap pada siang hari dan malam hari yang mengakibatkan kelembaban udara (RH) akan lebih rendah pada siang hari tetapi lebih tinggi pada malam hari (Handoko 1995).

Di daerah tropika basah seperti Indonesia, kelembaban rata-rata harian

atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun, umumnya kelembaban udara (RH) lebih dari 60%. Kelembaban udara dikawasan kota lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya, karena terdapat banyak perkerasan, kurangnya pori-pori permukaan dan kurangnya transpirasi tanaman. Bangunan yang tinggi merupakan pemicu udara menjadi naik sehingga memungkinkam meningkatnya

(33)

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan kota Jakarta. Kota Jakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia dan pembangunan di kota ini sudah semakin berkembang pesat sehingga keberadaan RTH yang dimungkinkan sebagai penyeimbang ekositem kota sudah mulai berkurang (Gambar 2).

(34)

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai dengan Oktober

2012, dimulai dari pembuatan peta landuse dan peta lokasi pengambilan titik, pengambilan data di lapang, pengolahan data dan penyusunan skripsi.

3.2 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada:

1. interpretasi terhadap citra penutupan lahan kota Jakarta yang dibuat menggunakan citra Landsat 7 ETM yang diolah menggunakan aplikasi sistem informasi geografi (SIG),

2. pengukuran iklim mikro pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang telah di pilih sebagai perwakilan dari satu kawasan land use terpilih (taman kota, CBD, perumahan, industri).

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan seperti disebutkan pada (Tabel 1). Alat terpenting yang digunakan selama penelitian ini yaitu Heavy Weather, yang merupakan alat pengukur iklim mikro.

Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian

No. Alat/Bahan Fungsi

1. Heavy Weather Tipe WS2355 Mengukur iklim mikro

2. Tripod kamera Meletakkan alat pengukur iklim mikro Heavy Weather

3. Kamera Digital Merekam kondisi lokasi pengambilan data di lapangan

4. GPS Penitikan sampel

5. Laptop Mengolah data dan menulis

6. Software ArcGIS 93 Mengolah data citra Landsat 7 ETM

7. Software ERDAS IMAGINE 9.1 Mengolah data citra Landsat 7 ETM

8. Software Garmin Mengolah data GPS

9. Software IDL 7.0 Memperbaiki data citra

10. Software SPSS Statistic 17.0.1 Mengolah data hasil penelitian

11. Software Microsoft office (word, excel) Mengolah data dan membuat laporan

12. Software Google Earth Merekam tampak atas lokasi pengambilan

(35)

19

Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan terdiri dari beberapa

bagian seperti terlihat pada (Gambar 3).

Gambar 3 Seperangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather

Alat ukur iklim mikro Heavy Weather ini, ketelitiannya sudah dibuktikan dari rangkaian penelitian sebelumnya bahwa tingkat ketelitian alat ini sama

dengan alat ukur hygrometer yaitu untuk suhu udara 1⁰C dan kelembaban udara sebesar 6% sehingga keakuratan dari alat ini sudah teruji ketelitiannya.

3.4 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder maupun data primer. Pengumpulan data sekunder dimaksudkan sebagai acuan peneliti mengenai kondisi awal sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut. Data sekunder dikumpulkan melalui kepustakaan dan literatur ataupun data dari instansi terkait

Layar untuk menampilkan data

Tripod untuk meletakkan alat Alat pengukur suhu dan

(36)

yang ada di Jakarta sedangkan data primer diperoleh dari hasil survei dan pengukuran dilokasi penelitian.

Tabel 2 Data yang Digunakan

No Data Jenis Data Sumber Data

(Landsat 7 ETM) Sekunder Data Satelit

3. RTRW Kota Jakarta Sekunder Bappeda DKI

Jakarta

Suhu Udara Primer Survey Lapang

Kelembaban Udara Sekunder

(37)

21

3.5.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan setelah groundcheck dan pengurusan izin pengambilan data pada lokasi terpilih kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap struktur RTH seperti pohon, semak dan rumput pada masing-masing land use baik pada taman kota, CBD, perumahan maupun industri sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait.

3.5.3 Pengolahan Data Citra

Data citra diolah menjadi peta land cover terlebih dahulu untuk digunakan dalam menentukan titik pengambilan data. Data citra tersebut diolah menggunakan software SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu ArcGis 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1. Analisis citra secara agenda dapat dikelompokkan atas (Lillesand and Kiefer 1990):

1. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Pemulihan citra merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke

dalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli.

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data citra LANDSAT 7 ETM tanggal 28 Agustus 2011 dan 13 September 2011. Kedua data citra tersebut memiliki gap (data yang hilang) yang dikarenakan adanya kerusakan pada satelit

(38)

2. Penajaman Citra (Image Enhancement)

Kegiatan ini dilakukan sebelum abstracts citra digunakan teknik penajaman dan dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara penampakan dalam adegan. Jadi, setelah dilakukan proses pemulihan citra, data citra tersebut di subset (dipotong) sesuai dengan batas kota Jakarta yang telah dibuat menggunakan software ArcGis 9.3. Kemudian setelah di subset, dilakukan penajaman citra menggunakan software ERDAS Imagine 9.1.

3. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing dilakukan sebelum melakukan cek lapangan. Setelah melakukan pemulihan dan penajaman citra, data sudah dapat diklasifikasikan berdasarkan penutupan lahannya dan dilakukan akurasi peta dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1.

Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra

3.5.4 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data

(39)

23

mikro setempat dapat diminimalisir, sehingga data yang diambil merupakan data

representatif iklim mikro pada setiap land use yang berbeda.

Tahap selanjutnya yaitu, overlay dengan peta penutupan lahan (Land Cover) yang didapatkan dari hasil pengolahan data citra Landsat 7 ETM sehingga diketahui luasan RTH pada masing-masing kawasan. Luasan RTH pada tiga kawasan terbesar pada masing-masing land use tersebut kemudian dirata-ratakan dan luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati rata-rata itulah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena memilki luasan yang dianggap dapat mewakili untuk setiap land use yang berbeda. Untuk lebih jelas, bagan tahapan penelitian dalam menentukan lokasi pengambilan data terlihat pada gambar 5.

Ket : dilihat dari

Gambar 5 Tahapan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data

3.5.5 Lokasi dan Titik Pengambilan Data

Pemilihan lokasi pengambilan data iklim mikro berdasarkan land use yang merupakan tiga kawasan terbesar di kota Jakarta dan berdasarkan perhitungan

luasan RTH. Pemilihan titik pengukuran iklim mikro, berdasarkan ketersediaan tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput yang memilki kesamaan karakteristik umum pada semua land use sehingga didapatkan lokasi pengambilan data iklim mikro pada empat land use yang berbeda yaitu pada kawasan taman kota, CBD, perumahan dan industri. Peta pemilihan tiga kawasan terbesar pada masing-masing land use dapat dilihat pada gambar 6.

(40)
(41)

25

3.5.5.1 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Perumahan Menurut hasil digitasi dari RTRW DKI Jakarta tahun 2010, kawasan perumahan terbesar dari keseluruhan Jakarta terdapat pada tiga kecamatan ini, yaitu kecamatan Cakung, Duren Sawit dan Cilandak. Ketersedian RTH di ketiga kawasan perumahan ini sangat minim, dengan rata-rata 4,83 Ha. Dilihat dari tabel, kecamatan yang memiliki luas RTH yang mendekati rata-rata adalah kecamatan Cakung dengan luas RTH sebesar 3,42 Ha. Pada kecamatan Cakung, perumahan terbesar adalah perumahan Metland Menteng. Perumahan ini cukup luas dan banyak ditanami berbagai macam vegetasi peneduh, semak maupun groundcover, sehingga lokasi ini cocok dijadikan sebagai lokasi pengambilan data iklim mikro. Tabel 3 Pemilihan Lokasi Perumahan

No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka

Hijau (Ha)

3.5.5.2 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Central Business Distric (CBD)

(42)

Tabel 4 Pemilihan Lokasi CBD

No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka

Hijau (Ha)

3.5.5.3Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Industri

Kawasan industri terbesar terdapat di kecamatan Cakung, Kalideres dan Cilincing dengan rata-rata RTH dari ketiga kawasan adalah 20,94. Jumlah RTH ini masih tidak terlalu banyak karena luas lahan terbangun di kawasan industri masih jauh lebih besar jumlahnya. Kawasan yang memiliki luas ruang terbuka hijau yang mendekati rata-rata adalah kawasan industri di kecamatan Cilincing. Namun, tidak ditemukan struktur vegetasi yang sesuai dengan kriteria secara umum pada semua land use, maka diambil luas ruang terbuka hijau yang mendekati rata-rata kedua yaitu kecamatan Cakung. Di kecamatan ini, kawasan industri terbesar terdapat di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP)

letaknya berbatasan dengan kecamatan Pulogadung. Namun, kawasan ini masih masih bagian dari kecamatan Cakung. Pengukuran iklim mikro dilakukan di kawasan industri ini karena kawasan ini merupakan salah satu industri besar yang terdapat di Pulogadung sehingga dapat terlihat secara nyata besarnya pengaruh

yang dirasakan di kawasan ini. Tabel 5 Pemilihan Lokasi Industri

No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka

Hijau (Ha)

3.5.5.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota Jakarta memiliki banyak taman kota, berdasarkan peta RTRW tiga kawasan taman kota yang memiliki luasan rata-rata terbesar dari seluruh taman kota yang ada terdapat di kecamatan Gambir dan Menteng. Rata-rata luas ruang

(43)

27

luas sebesar 1,8 Ha. Pengambilan data iklim mikro dilakukan pada kawasan

Taman Suropati. Pada taman tersebut, terdapat pohon, semak dan rumput sehingga dapat dilakukan pengukuran iklim mikro.

Tabel 6 Pemilihan Lokasi Taman Kota

No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka

Hijau (Ha)

3.5.6. Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi

Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) dilakukan pada struktur vegetasi pohon, semak, dan rumput. Ketiga struktur vegetasi tersebut memiliki karakteristik struktural yang berbeda. Penentuan titik pengambilan data dipilih pada saat turun lapang dengan menggunakan teknik purposive dimana titik yang diambil merupakan tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut.

Pemilihan vegetasi pada setiap kawasan berdasarkan kesamaan

karakteristik strukturalnya secara umum karena pada setiap kawasan tidak memilki jenis pohon dan semak yang sama. Pohon yang dipilih pada setiap kawasan berkarakteristik sama yaitu memiliki tinggi sedang (6-15 meter), memiliki tajuk berbentuk bulat, dome atau irreguler dan berfungsi sebagai penaung sedangkan untuk semak dipilih berdasarkan karakteristik daun lebar serta

mempunyai tinggi sedang (1-2 meter). Berbeda halnya dengan pemilihan rumput, rumput yang dipilih pada semua kawasan berjenis sama yaitu rumput gajah/paetan (Axonopus compressus) karena jenis rumput ini mudah ditemui pada semua land use.

(44)

Gambar 7 Vegetasi pengambilan data kawasan Perumahan (dari kiri Manilkara kauki., Hibiscus rosa-sinensis L, Axonopus compressus).

Titik pengambilan data iklim mikro pada kawasan CBD, dipilih areal hijau di depan ruko Cempaka Mas. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada vegetasi pohon tanjung (Mimusoph elengi L) setinggi ± 8m dengan tajuk bundar seperti

bola sedangkan untuk semak dilakukan pengukuran iklim mikro pada tanaman gardenia (Gardenia jasminoides) setinggi ± 1,8 m dan pengukuran pada rumput, dilakukan di atas permukaan rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 8 Vegetasi pengambilan data kawasan CBD (dari kiri Mimusoph elengi L., Gardenia jasminoides, Axonopus compressus).

(45)

29

tanaman bunga kertas (Bougainvillea sp.) setinggi ± 1,5 m, sedangkan pengukuran

iklim mikro pada vegetasi rumput dilakukan diatas rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 9 Vegetasi pengambilan data kawasan Industri (dari kiri Tamarindus indica L, Bougainvillea sp. , Axonopus compressus).

Lokasi pengambilan data pada kawasan taman kota dilakukan pada kawasan Taman Suropati. Suhu dan kelembaban udara di ukur dibawah naungan pohon mahoni (Sweitenia mahogani) setinggi ± 8 meter dengan kepadatan tajuk yang cukup rapat sedangkan untuk struktur vegetasi semak, pengukuran dilakukan dibawah naungan palem wregu (Rhapis excelsa) setinggi ± 1,5 meter dan pengukuran diatas rumput, dilakukan pada rumput gajah (Axonopus compressus).

(46)

3.5.7 Variabel yang diukur

Variabel yang diukur pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak, rumput) pada masing-masing land use meliputi unsur-unsur iklim mikro yaitu suhu udara (ºC) dan kelembaban udara (Relative Humidity).

3.5.8 Metode Pengukuran

Pengambilan data pada penelitian ini dilihat dari peta lokasi pengambilan data. Setelah didapatkan lokasi pengambilan data, setiap kawasan diambil tiga titik pengambilan data pada struktur vegetasi pohon, semak, dan rumput untuk dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara). Struktur vegetasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Penentuan titik pengambilan data dipilih saat turun lapang dimana titik yang diambil merupakan tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut.

Pengambilan data diambil selama 30 menit pada setiap struktur vegetasi pada rentang pukul 12.30-13.30 WIB, dilakukan hanya pada saat cuaca cerah. Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi matahari paling

terik dan suhu udara paling tinggi. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari pada setiap land use (industri, permukiman, CBD, dan taman kota) sebagai ulangan karena yang dibandingkan adalah iklim mikro antar struktur vegetasi yang berbeda. Tabel hari pengambilan data dapat dilihat pada (Tabel 7).

Tabel 7 Hari Pengambilan Data Hari

ke-

Tanggal

Pengambilan Data Kawasan Lokasi

Ulangan

11 4 Oktober 2012 Industri Cakung 2

(47)

31

Pengambilan data dilakukan pada empat land use berbeda yaitu taman kota, CBD, perumahan dan industri. Bagan pengambilan data pada masing-masing land use dapat dilihat pada gambar 11 dan 12.

(48)
(49)

33

yang terdiri dari 30 data suhu udara pohon, 30 data kelembaban udara pohon, 30

data suhu udara semak, 30 data kelembaban udara semak, 30 data suhu udara rumput dan 30 data kelembaban udara rumput.

3.5.9 Pengolahan data dan Analisis

Data iklim mikro yang sudah diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan dengan menggunakan alat ukur iklim mikro digital heavy weather, diolah dengan menggunakan microsoft office excel untuk mendapatkan hasil tabulasi dan grafik perbandingan, tujuannya adalah untuk membedakan kondisi iklim mikro pada setiap struktur vegetasi berbeda di masing-masing land use. Setelah didapatkan nilai tabulasi data dilakukan analisis secara statistik dengan menggunakan teknik uji-T. Teknik ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan suhu udara dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda tiap land use berbeda secara nyata atau tidak.

Berdasarkan hal tersebut didalam melakukan uji-T digunakan hipotesis statistik, yaitu:

Kasus 1 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak,

dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut:

H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak, dan rumput

H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak, dan rumput

Kasus 2 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut:

H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak, dan rumput

H1 : ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput

(50)

H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi

yang sama pada semua land use

H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use

Kriteria keputusan, jika :

Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak T tabel < T hitung maka H0 diterima

T tabel > T hitung maka H0 ditolak

Uji-T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang ada sehingga dapat diketahui struktur vegetasi mana yang lebih efektif mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara. Uji-T ini dilakukan menggunakan software SPSS dengan menggunakan One-Way ANOVA, kegunaan utama teknik ini ialah untuk menguji hipotesis yang membuktikan rata-rata sama atau tidak (Sarwono 2009).

Gambar 13 Hasil Tabel Anova dalam Uji-T

(51)

35

Humidity Index (THI). Satu diantara rumus yang dipakai untuk mengetahui tingkat kenyamanan yang dipakai oleh Nieuwolt sebagai berikut:

THI=0,8T+ (RH x T) 500

THI adalah Temperature Humidity Index atau angka ketidaknyamanan, T adalah suhu udara (°C), RH adalah kelembaban relatif (%). Daerah tropis seperti Indonesia, nilai THI di atas 27 orang sudah merasakan tidak nyaman (Fandeli dan Muhammad 2009).

3.5.10 Rekomendasi

Penyusunan rekomendasi dilakukan berdasarkan pengolahan dan analisis data iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap land use berbeda (taman kota, CBD, perumahan dan industri) yang didapatkan selama pengukuran di lapangan. Berdasarkan hasil analisis statistik maupun analisis kenyamanan digunakan sebagai bahan rekomendasi sehingga dapat dihasilkan suatu rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use untuk

meningkatkan kenyamanan kota.

(52)

BAB IV

KONDISI UMUM KOTA JAKARTA

4.1 Profil Wilayah Kota Jakarta

Kota Jakarta secara geografis merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6º12’LS

dan 106º48’BT. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa daratan seluas 661,52 km2 dan lautan seluas 6.997,5 km2. Secara administratif, kota Jakarta berbatasan langsung dengan:

Utara: Laut Jawa

Selatan dan Timur: wilayah Provinsi Jawa Barat (Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan kabupaten Bekasi)

Barat: wilayah Provinsi Banten (Kota Tangerang dan kabupaten Tangerang)

Wilayah administrasi provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi, dengan luas wilayah masing-masing:

Tabel 8 Luas wilayah administratif DKI Jakarta

No. Wilayah Luas (Km2)

Sumber : Bappeda DKI Jakarta, Tahun 2010

(53)

37

4.2 Kondisi Fisik Lingkungan 4.2.1 Topografi

Sebagian dari luas Provinsi DKI Jakarta kurang lebih 24.000 Ha atau sekitar 40% dari luas total merupakan dataran rendah. Dataran rendah di DKI Jakarta berada terutama di daerah Jakarta Utara seperti di daerah sungai bambu, Papanggo, Warkas dan lain-lain yang ketinggiannya berada di bawah muka air laut pasang sehingga secara hidro-geologis, Jakarta berada pada cekungan artois. Akan tetapi, daerah-daerah dataran rendah tersebut sudah ditanggulangi baru sekitar 9000 Ha.

Ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir kanal berkisar antara 0 m sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik nol Tanjung Priok.

Gambar 14 Kondisi Topografis DKI Jakarta 4.2.2 Iklim

Jakarta berada di daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun 28º Celsius, suhu udara maksimum 34,5º C dan suhu udara minimum 24,5º C. Kelembaban udara berkisar antara 67-81% dengan rata-rata

kelembaban 75%. Pada tahun 2011, suhu rata-rata kota Jakarta dalam satu tahun mencapai 28,7º C. Sedangkan kelembaban udara dalam satu tahun rata-ratanya mencapai 73,5%. Berikut grafik data suhu dan kelembaban udara DKI Jakarta dalam setiap bulan selama tahun 2011.

(54)

Gambar 15 Grafik Suhu Udara DKI Jakarta pada Tahun 2011 (Sumber: BMKG PUSAT, Kemayoran)

Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara DKI Jakarta pada Tahun 2011 (Sumber: BMKG PUSAT, Kemayoran)

4.2.3 Geologi

Secara geologis, seluruh daratan Jakarta terdiri dari endapan aluvial, sedangkan Kepulauan Seribu terdiri atas terumbu karang dan dataran pantai.

Bagian selatan terdiri dari lapisan aluvial yang memanjang dari timur ke barat pada jarak 10 km sebelah selatan pantai. Dibawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua . Kekuatan tanah di wilayah DKI Jakarta mengikuti pola yang sama dengan pencapaian lapisan keras di wilayah bagian utara pada kedalaman 10 m- 25 m , makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m-15 m. Daratan Jakarta berkedudukan pada morfologi endapan aluvium sungai dan pantai, endapan pematang pantai, endapan sungai lama, endapan kipas vulkanik dan satuan tufa. Kondisi fisik Jakarta dipengaruhi kondisi geomorfologi wilayah

(55)

39

lebih luas yang meliputi Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung Salak di

wilayah Bogor.

Secara geohidrologi, Jakarta terletak pada cekungan artois. Terdapat sekitar 27 buah aliran air berupa sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Namun, kondisi sungai sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika hujan dengan intensitas tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai cepat meluap.

4.2.4 Penduduk

Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data kependudukan berjumlah 7,55 juta jiwa. Jakarta dengan wilayah sekitarnya Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) berpenduduk 20 juta jiwa. Namun, fakta di lapangan jumlah penduduk yang beraktivitas kurang lebih 8,9 juta jiwa pada malam hari dan 11 juta jiwa pada siang hari, dengan kepadatan penduduk 130-150 jiwa/ha hingga 200-300 jiwa/ha. Sedangkan prediksi jumlah penduduk tahun 2030 mencapai 12,5 juta jiwa (BPS, 2007).

Tabel 9 Jumlah Penduduk DKI Jakarta November 2011

No Wilayah WNI WNA Total Sumber: Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta

4.2.5 Penutupan Lahan (Land Cover)

(56)

berpotensi sebagai RTH 23,59%. Hasil citra satelit tersebut menunjukkan bahwa

Jakarta telah didominasi lahan terbangun, jalan, jembatan dan berbagai jenis perkerasan lainnya (Joga 2011). Untuk lebih jelasnya, luas dan presentase lahan terbangun dan potensi RTH di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10 Penggunaan Lahan DKI Jakarta tahun 2008

No. Guna Lahan Luas (Ha) Presentase (%) Keterangan

1. Lahan Terbangun 42.941,38 66,62 Bangunan, jalan, jembatan n dan berbagai perkerasan

2. RTH Publik 6.309,89 9,79

Dimiliki Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat

3. RTH Privat 15.205,92 23,59 Dimiliki oleh masyarakat dan swasta/pengembang

Luas DKI Jakarta 64.457,19 100 Tidak termasuk kabupaten Kepulauan Seribu

Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2008 dalam Joga (2011)

4.2.6 Perekonomian

Perekonomian Jakarta tahun 2002-2006 menunjukkan prestasi yang cukup menggembirakan. Jakarta dalam kurun 5 tahun terakhir telah memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 16-17%. Angka ini merupakan paling besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Kondisi perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Jakarta. Pertumbuhan perekonomian Jakarta selama 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 6 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada sebelum saat krisis moneter.

4.2.7 Pola Sebaran Kegiatan

Kegiatan utama penduduk DKI Jakarta adalah dibidang perdagangan besar, kecil dan jasa-jasa, kemudian kegiatan dibidang industri termasuk listrik, gas dan air, hanya sebagian kecil yang bekerja pada sektor pertanian.

(57)

41

Sektor pertanian terutama sektor perikanan laut/darat terdapat di teluk

Jakarta dan empang dekat pantai, peternakan dan holtikultura di daerah pinggiran kota terutama di kecamatan Kebon Jeruk, Kebayoran Lama, Pasar Minggu, Mampang Prapatan, Pasar Rebo, Kramat Jati. Sektor pertanian ini diusahakan dengan cara lama yang semakin lama semakin terdesak dengan perkembangan-perkembangan industri dan perumahan. Namun demikian, bila diusahakan secara intensif akan dapat memenuhi sebagian kebutuhan DKI Jakarta. Selain kegiatan di bidang perekonomian, Jakarta merupakan pusat kegiatan pemerintah, kegiatan diplomatik dan pusat kegiatan kebudayaan.

4.3 Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta

Perkembangan fisik di kota-kota Jakarta dalam 10 tahun terakhir berjalan dengan cepat dan dinamis. Pada beberapa bagian kota Jakarta pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan peruntukkannya seperti kawasan pemukiman berkembang menjadi kawasan jasa dan perdagangan, berkembangnya kawasan pemukiman sekitar daerah aliran sungai, waduk dan situ, belum efektifnya relokasi industri dan alih fungsi RTH menjadi kawasan lain. Kondisi saat ini RTH baru mencapai 11%, sementara target yang ditetapkan 13,04% dari luas Jakarta.

Pemanfaatan ruang di kota Jakarta untuk kawasan pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, semakin meningkat. Luas lahan kota yang statis, tidak memungkinkan pemanfaatan lahan secara horizontal di beberapa kawasan. Pembangunan fisik kota selama 10 tahun terakhir didominasi oleh bangunan bertingkat untuk mengefisienkan penggunaan lahan. Pada saat ini di

(58)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penutupan Lahan D.K.I Jakarta Tahun 2011

Citra satelit yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM 122/64 akuisisi tanggal 28 Agustus 2011 dan 13 September 2011. Kedua data citra tersebut digabung kemudian dipotong dengan batas wilayah administrasi D.K.I Jakarta. Setelah dipotong, dilakukan klasifikasi citra satelit sehingga terlihat penutupan lahan kota Jakarta. Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Klasifikasi terbimbing dilakukan sebelum melakukan cek lapangan setelah melakukan pemulihan dan penajaman citra. Tujuan dilakukan klasifikasi citra adalah untuk pengelompokan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Hasil dari klasifikasi citra tersebut didapatkan

kategori penutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. RTH (Ruang Terbuka Hijau)

Interpretasi hasil citra Landsat 7 ETM 122/64 tanggal akuisisi 28 Agustus 2011 dan 13 September 2011 tersebut, dicirikan dengan warna hijau dalam proses

pengklasifikasiannya. Hasil yang terlihat bahwa terdapat tipe penutupan lahan pada kategori RTH di wilayah DKI Jakarta yaitu berupa hutan kota, taman kota, pemakaman, lapangan bola, lapangan golf dan jalur hijau jalan. Berikut gambar tipe penutupan lahan kategori RTH di DKI Jakarta dapat di lihat pada gambar 17.

Gambar

Gambar 2 Peta administrasi DKI Jakarta
Gambar 3 Seperangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather
Tabel 2 Data yang Digunakan
Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena body shame seringkali dianggap wajar. Banyak orang yang menganggap mengomentari tubuh dan penampilan fisik seseorang adalah suatu hal yang wajar dan dan

 Structural Ties (X3)adalah membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Dalam hal ini structural ties mengarah pada penghargaan dan pengertian yang tinggi

Belajar melakukan empati kepada orang lain dengan rasa kepedulian yang tinggi; (14) cinta damai, melalui pendidikan diharapkan dapat membentuk peserta didik yang cinta

Peserta lomba Nyanyi Seriosa mahasiswa putra/putri PTN dan PTS DIY terdaftar masih aktif yang dapat dibuktikan dengan KTM yang berlaku.. Peserta Lomba Nyanyi

Plank, Reid dan Pullins (1999, p.62) menyatakan bahwa apabila terjadi hubungan antara pembeli (outlet) dengan penjual (pemasok) maka yang harus diperhatikan adalah kepercayaan

Pembuatan konfigurasi keamanan yang baik pada firewall dalam suatu jaringan menunjang tingkat proteksi yang tinggi terhadap suatu server dan database di

Pendidikan jarak jauh (PJJ) dalam Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 diatur pada pasal 31 sebagai berikut. 1) Pendidikan jarak jauh

Bab ini menguraikan landasan teori yang akan digunakan sebagai acuan dasar bagi penelitian, khususnya mengenai pengaruh kepemilikan manajerial,