• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Kabupaten Samosir"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)

Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh :

TEGUH CITRA OKTOVARI S 080903029

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan

▸ Baca selengkapnya: download kode surat dinas pendidikan sekolah dasar

(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus

karena atas Berkat, Kuasa dan Kasih-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusus skripsi ini yang berjudul “Implementasi

Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar

Kabupaten Samosir ”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh

gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Selama menyusun skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan,

bimbingan, dorongan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Ayahandaku Pdt. Manuasa Hasudungan Sidabutar, S.Th dan Ibundaku

Agnes Elfiera Rumondang Manik. Apabila ada kata yang lebih baik

dari kata terimakasih, maka kata itu akan penulis ucapkan pada kalian.

Tuhan Yesus Senantiasa memberkati kalian.

2. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

3. Bapak Drs. Muhammad Husni Thamrin, M.Si selaku Ketua

Departemen Ilmu Administrasi Negara.

4. Bapak Drs. Burhanuddin Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing.

5. Ibu Dra. Februati Trimurni, M.Si selaku dosen yang memberikan

(3)

6. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah

menbantu penulis dalam segala urusan administrasi

7. Seluruh pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir yang telah

memberikan bantuan kepada penulisa dalam pengumpulan data,

bahkan pada saat sedang sibuk dengan tugas kantor.

8. Kepala-kepala Sekolah dan guru-guru di SDN 2 Nainggolan Kec.

Nainggolan, SDN 5 Cinta Maju Desa Cinta Maju Kec. Sitio-tio, SDN

1 Pardomuan Nauli Desa Pardomuan Nauli Kec. Palipi, SDN 6 Salaon

Toba Kec. Ronggur Nihuta, SDN 2 Harian Kec. Onan Runggu, SDN 1

Pardomuan I Kec. Pangururan, SDN 5 Aek Sipitu Dai Kec. Sianjur

Mula-mula dan SDN 1 Ambarita Kec. Simanindo yang telah menjadi

informan penelitian skripsi.

9. Amangboru Purba dan Namboru br. Sirait yang telah membantu

penulis dalam mempersiapkan berbagai kebutuhan dan logistik selama

penulis melakukan penelitian di samosir.

10.Saudara-saudaraku Bang Bazaar Sidabutar, Bang Daniel Sidabutar

akhinya ane lulus juga bro!! Adekku Nanda Sidabutar dan Gita

Sidabutar, cepat nyusul aku ya Genk!!

11.Teman baik sekaligus sahabat yang telah penulis anggap sebagai

saudara yaitu Nurdin Matanari S.Sos persahabatan yang kita jalin

(4)

Tampubolon keknya kau perlu mandilah lae sebelum kekampus.

Jangan lupa slogannya “kebulers will back”.

12.Teman-teman Administrasi Negara Angkatan 2008 yang tidak dapat

penulis ucapkan satu persatu, yang telah berpencar entah kemana

untuk mencapai cita-cita dan yang masih kuliah, (kuliah!!???), tetap

semangat semua.

13.Teman-teman Naposobulung HKBP Gedung Johor atas setiap doa,

semangat dan kebersamaanya dalam pelayanan. Saya sangat bersyukur

dapat membina diri dan dibina dalam wadah NHKBP ini sehingga saya

dapat bertumbuh dalam iman, karakter dan kasih. Untuk pengurus

seksi NHKBP seperiode dengan penulis. Buat Ana Saragih, akhirnya

skripsi abang siap dek. David Sinaga (yang tinggi), loyalitas berbalas

loyalitas dek.

14.Untuk dia yang tidak dapat disebutkan namanya, yang telah menjadi

teman penulis dalam melakukan penelitian di Samosir terimakasih atas

bantuannya membungkam keheningan

15.Teman-teman touring LBC. Bang Jen, Kak Dewi, Rio, Devi, Mariska,

Alwin (unang lebai), Bang Sinar, Renown, David Sinaga, jangan

pernah mati jiwa petualangnya kawan-kawan! Perjalanan kita

merupakan pelarian terbaik dari kesibukan dan kepenatan.

16.The Special One Agnesia Puspasari Tondang yang telah menjadi

partner terbaik penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kehadiranmu

(5)

17.Serta semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Jasa dan pengorbanan

kalian akan di balas oleh Tuhan.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat

kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna

menyempurnakannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak terkait.

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

1.5.1 Konsep Kebijakan Publik ... 13

1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik ... 13

1.5.1.2Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik ... 16

1.5.2 Konsep implementasi ... 20

1.5.2.1Pengertian implemenstasi ... 20

1.5.2.2Model-model Implementasi ... 23

a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn ... 23

b. Model Imlementasi George C. Edwards III ... 25

1.5.3 Pengertian Program ... 33

1.5.3.1Implementasi Program ... 34

1.5.4 Konsep Bantuan Operasional Sekolah ... 35

1.5.4.1Gambaran Umum Program Bantuan Operasional Sekolah ... 35

1.5.4.2Tujuan Bantuan Operasional Sekolah ... 38

1.5.4.3Sasaran Program Bantuan Operasional Sekolah ... 38

1.5.4.4Waktu penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah ... 39

1.5.4.5Dasar Hukum Program Bantuan Operasional Sekolah... 40

1.6 Definisi Konsep ... 41

BAB II Metode Penelitian 2.1 Bentuk Penelitian ... 44

2.2 Lokasi Penelitian ... 44

2.3 Informan Penelitian ... 44

(7)

2.5 Teknik Analisa Data ... 48

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian 3.1Kabupaten Samosir ... 49

3.1.1 Kondisi Geografis ... 51

3.1.2 Kependudukan ... 52

3.1.3 Lokasi Administrasi Pemerintahan ... 52

3.2 Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 53

3.2.1 Sejarah ... 53

3.2.2 Visi dan Misi ... 53

3.2.3 Struktur Organisasi ... 54

3.2.4 Tugas dan Fungsi ... 55

3.2.5 Tujuan dan Sasaran ... 55

3.3 Gambaran Umum Pendidikan Kabupaten Samosir ... 57

3.4 Program-program Peningkatan Pendidikan Kabupaten Samosir ... 59

BAB IV Penyajian Data 4.1Deskripsi Hasil Wawancara ... 67

4.1.1 Komunikasi ... 68

4.1.2 Sumber Daya ... 73

4.1.3 Struktur Birokrasi ... 75

4.1.4 Disposisi Implementor ... 78

4.2 Data Sekunder ... 78

4.3 Kendala Dalam Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar ... 79

BAB V Analisis Data 5.1 Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 82

5.1.1 Komunikasi ... 83

5.1.2 Sumber Daya ... 85

5.1.3 Struktur Birokrasi... 87

5.1.4 Diposisi ... 90

5.2 Analisis Hubungan antar Variabel dalam Implementasi Program BOS Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir. ... 91

BAB VI Penutup 6.1Kesimpulan ... 96

(8)

Daftar Pustaka ... 101

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Angka Partisipasi Murni SD dan SMP di Indonesia

Tahun 2006-2008 ... 7 Tabel 1.2 Tingkat Melek Huruf Kabupaten Samosir ... 10 Tabel 3.1 Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Samosir

Tahun 2011 ... 52 Tabel 3.2 Kondisi umum pendidikan Kabupaten Samosir... 58 Tabel 4.1 Rencana Penggunaan Dana BOS di Sekolah SDN 1 Ambarita

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik ... 17

Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ... 25

Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi ... 26

Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 54

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

(12)

ABSTRAK

Program Bantuan Operasional Sekolah dilatar belakangi oleh kenaikan harga BBM yang membuat menurunnya daya beli masyarakat pada waktu itu. Hal ini mengakibatkan turunnya akses masyarakat, khususnya masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 tentang hak harga Negara mendapat pendidikan serta kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan Pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis data kualitatif yang mengemukakan berbagai gejala/peristiwa/kejadian/ masalah sebagaimana adanya dilapangan secara jelas dan gamblang dengan di ikuti dengan interpretasi data dan pemberian analisa terhadap program bantuan operasional sekolah dikabupaten samosir.

Program bos yang berjalan dikabupaten samosir telah berjalan sesuai dengan peraturan yang ada yaitu peraturan menteri pedidikan dan kebudayaan republik Indonesia nomor 51 tahun 2011 yang berisi tentang petunjuk teknis penggunaan dana bantuan operasional sekolah dan laporan keunangan bantuan operasional sekolah tahun anggaran 2012. Meskipun dalam pelaksanaannya program bos ini telah berjalan sesuai dengan juknis yang ada, namun apabila dilihat dari perspektif George Edwards III, program ini berjalan menjadi sangat kaku, dan tidak ada fleksibelitas dalam mengelola dana bos. George Edward melihat pelaksanaan program dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal penting yang menjadi

prioritas pemerintah Indonesia saat ini untuk ditingkatkan. Guna mengangkat

kesejahteraan pemerintah melakukan pembangunan. Pembangunan merupakan

kegiatan berkesinambungan, dari yang tidak ada menjadi ada, dari baik menjadi

lebih baik lagi. Pembangunan dilakukan di berbagai sektor, yaitu industri,

ekonomi, parawisata, dan pertanian. Hal ini dilakukan guna mengangkat tingkat

kesejahteraan masyarakat.

Proses pembangunan di Indonesia tentunya didukung oleh sumber daya

manusia yang terampil dan terdidik sehingga tujuan dari pembangunan dapat

tercapai. Untuk mewujudkan SDM yang bermutu, pembangunan dibidang

pendidikan merupakan suatu prioritas yang harus dibangun terlebih dahulu.

Pembangunan di bidang pendidikan yang tentunya bukan pembangunan fasilitas

fisik semata, namun juga pembangunan dibidang kepribadian manusia melalui

peraturan pemerintah. Seperti yang dikemukakan Todaro1

1

Todaro, Michael P.1997.Economics Development. Massachusetts : Adison Wesley

, pembangunan juga

merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut

perubahan-perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap

masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi,

(14)

Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik

dan pendidik, sehingga unsur manusia yang di didik dan memerlukan pendidikan

dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi

sebagaimana mestinya. Misalnya dalam wacana ke-Indonesiaan pendidikan

berakar dari konteks budaya dan karasteristik masyarakat Indonesia, serta demi

memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Dengan begitu pendidikan

dapat terlaksana dengan baik apabila dilakukan oleh orang-orang yang mampu

bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral sesuai dengan tugas dan

tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Hal ini diperkuat oleh amanah

Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan, “…untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Sehingga usaha peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang dilakukan suatu negara pada masyarakatnya dapat

menunjukkan perubahan yang berarti. Pendidikan menghasilkan sumber daya

manusia yang mumpuni serta tenaga kerja untuk menunjang pembangunan.

Sejatinya hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan

eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan

yang berdimensi lokal, nasional dan global. Tilaar 2

2

Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia : Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal : 28

menyebutkan lima rumusan

operasional dari hakikat pendidikan, yaitu 1. Pendidikan merupakan suatu proses

berkesinambungan. 2. Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan

eksistensi manusia. 3. Eksistensi manusia yang memasyarakat. 4. Proses

pendidikan dalam masyarakat yang membudaya. 5. Proses bermasyarakat dan

(15)

Pemerintah Indonesia berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Usaha tersebut dirumuskan berupa kebijakan serta produk undang-undang

maupun peraturan pemerintah. Adapun landasan hukum Pendidikan Indonesia

adalah Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 tentang hak harga Negara mendapat pendidikan serta kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP Nomor

19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PP Nomor 48 tahun 2008

tentang Pendanaan Pendidikan.

Upaya pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di

Indonesia telah ditempuh melalui berbagai strategi, akan tetapi hasil

pembangunan pendidikan Indonesia sampai saat ini masih menjadi “catatan

merah”. Berdasarkan data indeks Pembangunan Manusia3

Rendahnya indeks pembangunan manusia tersebut, menandakan masih

rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini menciptakan keprihatinan

bagi Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional sebagai lembaga

yang bertanggung jawab atas keberhasilan pembangunan mutu pendidikan di

Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia diukur dari beberapa indicator antara , indikator pendidikan

masih cukup memprihatinkan, terpuruknya kondisi Human Development Index

(HDI) atau Indek Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2011 menempati

peringkat 124 dari 187 negara. Hal ini berarti bahwa Indonesia tertinggal jauh di

bawah negara ASEAN lainnya seperti Negara Malaysia (61), Negara Thailand

(103) dan Negara Philipina (112).

(16)

lain, (1) Penilaian terhadap rata-rata usia harapan hidup, (2) Tingkat keaksaraan

atau melek huruf, (3) Lama menempuh pendidikan dan (4) kemampuan daya beli

masyarakat atau pengeluaran perkapita. Kesehatan dan pendidikan, kedua

indikator tersebut jelas saling memiliki korelasi yang mengikat, serta mempunyai

pengaruh signifikan terhadap mutu Sumber Daya Manusia. Dengan demikian

rendahnya tingkat kesehatan dan rendahnya mutu pendidikan masyarakat

merupakan bukti belum berhasilnya pembangunan Pemerintah Indonesia bidang

pendidikan.

Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini kian diperparah dengan

dikeluarkannya kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak oleh

pemerintah. Tidak hanya sampai sampai disitu, pemerintah juga menaikkan harga

BBM yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi pada tahun 2006. Hal tersebut

berdampak cukup besar pada sektor pendidikan. Hal ini ditandai dengan

meningkatnya angka peserta didik putus sekolah karena menurunnya kemampuan

daya beli masyarakat, untuk membeli kebutuhan alat tulis, membayar uang

sekolah serta biaya kegiatan sekolah lainnya. Jumlah penduduk miskin di

Indonesia pada tahun 2005 sebesar 35,1 juta jiwa atau 15,97 persen. Kondisi ini

memburuk, pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 39,3

juta jiwa atau 17,75 persen. Untuk memperkecil dampak kenaikan Harga BBM

dan pengurangan subsidi BBM yang menghambat pembangunan pendidikan,

pemerintah Indonesia secara terus-menerus melakukan berbagai upaya.

Upaya tersebut adalah dibuatnya kebijakan PKPS BBM, yaitu program

(17)

masyarakat yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Program Kompensasi

Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak tersebut terdiri dari empat bidang

program yaitu untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan

bantuan langsung tunai. Salah satu program bidang pendidikan adalah Program

Bantuan Operasional Sekolah. Melalui program ini pemerintah memberikan

bantuan kepada Sekolah-sekolah setingkat sekolah dasar dan sekolah menengah

pertama dengan bersedia memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh peserta

didik. Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, Sekolah yang

dicakup dalam program ini adalah SD/MI/SDLB/salafiyah setingkat SD dan

SMP/MTS/SMPLB/salafiyah setingkat SMP, baik negeri maupun swasta4

Program BOS mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal

tahun ajaran 2005/2006. Besar dana yang dianggarakan pemerintah untuk

program BOS pada tahun 2005 adalah Rp 5,1 triliun. Pada tahun 2006 angka ini

meningkat menjadi Rp 10,2 triliun dan Rp 11,6 triliun tahun 2007

.

Besarnya dana BOS yang diterima oleh tiap-tiap sekolah berbeda, karena

didasarkan pada jumlah peserta didik yang berada disekolah tersebut. Tidak ada

perbedaan penyaluran dana BOS antara sekolah negeri dan sekolah swasta, namun

perbedaannya hanya dalam pengelolaannya.

5

. Hingga pada

tahun 2012 angka ini terus meningkat menjadi Rp. 23,6 triliun6

. Besar biaya BOS

periode tahun 2005-2008 yang diterima oleh sekolah belum termasuk untuk BOS

Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB

diakses pada tanggal 5 Desember

2012 5

6

(18)

Rp252.000/siswa/tahun, SMP/SMPLB/SMPT Rp. 330.000/siswa/tahun.

Sedangkan BOS buku diberikan sejak tahun 2006, untuk SD/SDLB Rp 20.000

untuk satu judul buku dan SMP/SMPLB/SMPT besarnya Rp 30.000 setiap judul

buku.

Mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun

2005 hingga pada tahun 2012 mengalami tiga kali perubahan. Seperti yang

dilansir dari bisnis.com bahwa aliran dana BOS sebelum tahun 2011 langsung

ditransfer dari Kementrian Pendidikan Nasional ke rekening sekolah. Namun pada

tahun 2011 mekanisme aliran dana BOS tersebut masuk dulu ke APBD di tingkat

kabupaten atau kota, kemudian baru ditransfer kerekening sekolah melalui SKPD

pendidikan kabupaten kota dimasing-masing daerah. Pada tahun 2012

mekanismenya berubah, yaitu dana BOS tersebut ditransfer oleh Kementrian

Keuangan dari kas umum Negara ke kas daerah provinsi. Kemudian ditransfer

kerekening masing-masing sekolah dengan ditanda-tanganinya naskah hibah oleh

pemerintah provinsi dengan sekolah negeri atau sekolah swasta penerima dana

BOS.7

Program Bantuan Operasional Sekolah ini berperan dalam mendukung

program pendidikan pemerintah wajib belajar 9 tahun. Selain Angka Partisipasi

Sekolah, Angka Partisipasi Murni (APM) juga dapat digunakan untuk mengukur

keberhasilan program pendididkan. APM merupakan perbandingan antara jumlah

siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk

usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini

(19)

digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada

suatu jenjang pendidikan yang sesuai.

Tabel 1.1 Angka Partisipasi Murni SD dan SMP di Indonesia Tahun 2006-2008

Indikator Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Angka Partisipasi Murni SD 93,54 93,75 93,99 94,37 94,72 90,95

Angka Partisipasi Murni SMP 66,52 66,64 66,98 67,40 67,62 67,98

Sumber : BPS.go.id

Sejak dilaksanakannya program bantuan operasional sekolah oleh

pemerintah Indonesia pada tahun 2006 Angka Partisipasi Murni tingkat

pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tidak mengalami

peningkatan yang berarti. Justru sebaliknya pada tingkat pendidikan sekolah dasar

tingkat APM menjadi turun. Hal tersebut dapat kita amati dari tabel 1.1 tentang

angka partisipasi murni SD dan SMP, yang diolah dari Badan Pusat Statistik.

Sementara itu, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pasal 5, ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,” dan pasal 11, ayat

(1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan

dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi

setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Namun berbeda kenyataannya

dilapangan, masih terdapat penyimpangan serta masalah terkait pengelolaan Dana

(20)

Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Aceh, Teuku Zulyadi8

Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat

publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak

legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan

menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Pengelolaan dana BOS juga selalu terkait oleh penggelepan atau korupsi. Seperti

yang diberitakan poskupang.com

, bahwa masih

banyak sekolah di Provinsi Aceh yang tidak transparan terkait pengelolaan dan

penggunaan dana BOS. hal ini tidak sesuai dengan prinsip tata kelola Negara

yang baik (Good Governance).

9

Setiap tindakan dilegalkan oleh para pejabat dilingkungan pemerintah

daerah. Perilaku koruptif para pejabat seperti penyalahgunaan wewenang serta

pemalsuan tandatangan kerap terjadi terkait pengelolaan Dana BOS demi

keuntungan pribadi yang merugikan negara, serta telah melanggar janji dan

sumpah yang telah diterimanya sebagai pejabat Negara. Seperti yang diberitakan

tribunpekanbaru.com

, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan

Nusa Tenggara Timur menemukan dugaan penyimpangan dana BOS senilai Rp

355.493.000, di 73 sekolah dasar (SD) dan 34 Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Penyimpangan dana BOS tersebut terjadi pada tahun anggaran 2010 lalu.

10

bahwa Negara mengalami kerugian sebesar 300 juta

(21)

rupiah. Pengelola dan penanggung jawab dana BOS sekolah dasar di Pulau

Derawan, Kalimantan Timur terlibat langsung dalam penggelepan dan

penyelewengan dana BOS tersebut.

Hal senada terkait masalah pengelolaan dana BOS juga disampaikan oleh

guru besar FISIP USU Prof. Badaruddin kepada waspada. Pembagian dana BOS

yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada sejumlah sekolah-sekolah

ditanah air masih ada yang terlambat dan belum mencapai hasil yang memuaskan.

Penyaluran dana BOS yang dijanjikan oleh pemerintah pusat belum tepat waktu

sehingga beberapa sekolah didaerah masih ada yang belum menerima dana BOS

tersebut. Menurutnya pemerintah pusat kurang tegas terhadap peraturan dan

sangsi dari keterlambatan penyaluran dana BOS tersebut.11

Untuk mengetahui bagaimana implementasi Program BOS peneliti

mengambil lokasi Di Kabupaten samosir yang juga terdapat masalah dalam

pengelolaan dana BOS. Seorang kepala sekolah dasar negeri 178223 nadeak

bariba, kecematan Ronggirnihuta mendapatkan hukuman satu tahun penjara dari

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Karena telah

melakakukan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana BOS periode juli 2009

– Desember 2010 senilai 30 juta rupiah.

12

11

disamping masalah penyelewengan

dana BOS yang terjadi, peneliti tertarik melakukan penelitian di Kabupaten

Samosir juga dikarenakan melihat kondisi pendidikan kondisi pendidikan yang

masih stganan atau terkesan jalan ditempat. Dengan demikian objek penelitian

Desember 2012

(22)

dilakukan di sekolah dasar negeri, dipilihnya SDN dengan pertimbangan pada

Sekolah dasar negeri kebanyakan tidak memiliki petugas administrasi khusus

dalam mengelola dana BOS.

Tabel 1.2 Tingkat Melek Huruf Kabupaten Samosir

Sumber : Statistik daerah Kabupaten Samosir

Pada tahun 2004 sebelum dilaksanakannya kebijakan dana BOS

dikabupaten samosir angka melek huruf pada laki-laki sebesar 98,51 persen dan

perempuan sebesar 95,00 persen. Angka tersebut tidak jauh berbeda pada tahun

2005 yaitu 99,41 persen pada laki-laki dan 94,80 persen pada perempuan di

Kabupaten Samosir lebih tinggi daripada penduduk perempuan, yaitu hanya

sebesar 95,43 persen. Apabila dibandingkan dengan angka melek huruf pada

tahun 2009 dan 2010. Tidak ada perbedaan yang berarti, bahkan sempat

mengalami penurunan nilai angka melek huruf dikabupaten samosir. Kebijakan

dana BOS di Kabupaten samosir jelas tidak berdampak signifikan. Angka melek

huruf dikabupaten samosir memang sudah tinggi sebelum implementasi Program

dana BOS tersebut. Padahal tujuan dari Program Dana BOS adalah untuk

mendukung program pemerintah wajib belajar 9 tahun serta untuk meningkatkan

partisipasi sekolah sehingga angka buta huruf di Indonesia pada umumnya dan

Kabupaten samosir pada khususnya semakin berkurang.

(23)

Kabupaten samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induknya

Kabupaten Toba samosir. Dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36

Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang

Bedagai di Provinsi Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004

oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Berkaitan

dengan pelaksanaan program BOS, di Kabupaten Samosir pada tahun 2011 sesuai

dengan Peraturan Menteri Keuangan No 247 Tahun 2010 tentang Pedoman

Umum dan Alokasi Sementara Bantuan Operasional Sekolah dana yang diterima

sebesar Rp. 13.506.027.000,00 yang ditransfer ke rekening pemerintah daerah

untuk selanjutnya ditransfer kerekening masing-masing sekolah melalui rekening

kepala sekolah. Namun untuk tahun 2012 karena perubahan mekanisme dana BOS

langsung ditransfer kerekening Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berdasar

Peraturan Menteri Keuangan nomor 201 Tahun 2011 tentang pedoman umum dan

alokasi Dana Bantuan Operasional Tahun Anggaran 2012, Alokasi dana untuk

provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.577.280.830.000 rupiah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik

untuk mengetahui dan melakukan penelitian yang berjudul ”IMPLEMENTASI

PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA JENJANG

PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SAMOSIR”.

1.2Perumusan Masalah

Komitmen pemerintah untuk mendukung pendidikan di buktikan dengan

mengalokasikan 20 persen dana pendidikan dari APBN dan APBD. Begitu hal

(24)

peningkatan. Komitmen penuh dari semua kalangan supaya dana tersebut

terhindar dari penyelewengan dan pendistrubusian yang kurang tepat sehingga

mampu meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air.

Berdasarkan latar belakang , maka penulis merumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasioanl Sekolah Pada

Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir ?

2. Hambatan apa yang ditemukan dalam Implementasi Program BOS pada

SDN di Kabupaten Samosir?

3. Apakah sudah sesuai Implementasi Program Dana BOS di Kabupaten

Samosir saat ini?

1.3Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan mendeskripsikan

bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang

Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir. Serta untuk melihat hambatan

dari Program Bantuan Operasional Sekolah tersebut dan apakah telah sesuai

terhadap tingkat kemajuan pendidikan di Kabupaten Samosir.

1.4Manfaat Penelitian

a. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan

untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori

(25)

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan

informasi kepada Lembaga serta Dinas pendidikan terkait Pengelolaan

Bantuan Operasional Sekolah Pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar.

c. Sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik Implementasi

Program Bantuan Operasional Sekolah.

1.5. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini,

maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman

menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan

kerangka teori.

Menurut Setiawan Djuharie13

1.5.1. Konsep Kebijakan Publik

, telaah kepustakaan berisi tentang hasil

telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telaah ini bisa

dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan

masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya

menyatakan posisi/pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telaah ini

diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah

kepustakaan.

1.5.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus

dapat berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang

13

(26)

kala membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan

yang mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi

masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya aturan-aturan.

Aturan-aturan serta keinginan-keinginan rakyat tersebut diwujudkan

oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan publik apapun yang dipilih dan

ditetapkan oleh pemerintah, baik untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal

ini berarti bahwa tindakan pemerintah melakukan atau pun tidak melakukan

sesuatu merupakan bentuk kebijakan yang dipilih oleh pemerintah karena apa

pun pilihan bentuk kebijakannya akan tetap menimbulkan dampak sama

besarnya.

Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” digunakan untuk

menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok

maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang

kegiatan tertentu. Menurut H. Hugh Heglo 14 kebijakan adalah suatu tindakan

yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson 15

Carl I Friedrick (Riant Nugroho,2004:4) mendefinisikannya sebagai:

Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah

dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di

mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai

tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau

sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

14

Said Zainal Abidin.2004.Kebijakan Publik. Jakarta : Penerbit Pancur Siwah. Hal 21

15

(27)

potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan

tertentu.16

Menurut Samodra Wibawa, dalam upaya meraih tujuannya, kebijakan

menghendaki adanya pengerahan sumberdaya. Untuk itu sebagai prasyarat

bagi berlangsungnya pengerahan ini, kebijakan juga mengatur perilaku para

actor. Hal ini yang terakhir sering memaksa pemerintah untuk mengubah tata

nilai para individu atau actor kebijakan melalui berbagai macam cara. Dengan

demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu menyentuh ketiga

aspek ini. Kebijakan yang mengatur perilaku masyarakat popular disebut

regulasi. Misalnya perundang-undangan tentang pendidikan, perkawinan serta

lalu lintas. Sementara kebijakan yang mengatur pengerahan sumber daya

disebut kebijakan alokatif, misalnya perundang-undangan tentang anggaran,

perpajakan dan persusahaan Negara. Guna menjalankan kebijakan regulatif,

pemerintah hanya mengerahkan pegawai negeri dan mesin birokrasi, untuk

menekan kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan alokatif pemerintah

memang sengaja mengerahkan masyarakat guna mencapai tujuan kebijakan.17

Korten (Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan

berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan,

penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana

kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan

calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini

dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang

16

Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. h. 4

17

(28)

harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan

persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena

itu organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat

berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan

kebutuhan masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan

tersebut terasa manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang

dikehendaki masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya

kebijakan.18

1.5.1.2. Bentuk dan tahapan kebijakan publik

Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum

secara sederhana yakni sebagai berikut:19

1. Kebijakan Publik Makro

Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga

dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: 20

2. Kebijakan Publik Meso

(a)

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; (b) Undang-Undang-undang atau

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; (c) Peraturan

Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e) Peraturan Daerah.

Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau

yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat

18 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset

YPAPI. h.7

19

Nugroho,Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-negara Berkembang (Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. h.131

20

(29)

berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur,

Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB

antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.

3. Kebijakan Publik Mikro

Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau

implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini

misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu

yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu

yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena

melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,

beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke

dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

(30)

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu

untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa

masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap

ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah

yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula

masalah-masalah yang karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang

lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut

berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy

alternatives/policy actions) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan

suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap

perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat

dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada

tahap ini, masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan

pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

(31)

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus

antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan

program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan

masalah tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh

badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah.

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi

yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap

implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa

implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana

(implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh

para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat telah mampu

memecahkan masalah. Kebiajkan publik pada dasarnya dibuat untuk

meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, ditentukanlah

ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah

kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.21

21

(32)

1.5.2 Konsep Implementasi 1.5.2.1 Pengertian Implementasi

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program

maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau

implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi,

maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian

implementasi menurut para ahli.

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu

kebijkan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang

telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan

mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik.

Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood(1980) hal-hal yang

berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam

mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam

keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sementara menurut Pressman dan

Wildavsky(1984), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan

tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau

kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang

diinginkan dengan cara untuk mencapainya. 22

Menurut Wahab, Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari

keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar

bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik

22

(33)

kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih

dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh

apa dari suatu kebijakan.23

Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan

berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan,

kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya

usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan

akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.24

Sementara itu, Anderson25

1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa

pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi,

tetapi juga melibatkan aktor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti

ogranisasi kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana

kebijakan.

mengatakan bahwa implementasi kebijakan

dapat dilihat dari empat aspek, yakni:

2. Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau

perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor (unit birokrasi

maupun non-birokrasi), proses administrasi harus selalu berpijak pada

standard prosedur operasional (sebagai acuan pelaksanaannya).

23

Solichin Abdul Wahab. 1990. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.45

24

Solichin Abdul Wahab. 2002. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.65

25

(34)

3. Kepatuhan (kompliansi) kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai

perilaku taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau

peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada

hukum yang mengaturnya. Untuk menumbuhkan sistem kepatuhandalam

implementasi kebijakan, memerlukan sistem kontrol dan komunikasi yang

terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan.

4. Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy26

Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan

pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku

badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran

(target group). Namun demikian, hal itu juga perlu memperhatikan secara cermat

berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada setiap

kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak

tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun

yang negatif (unintended). Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan

pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam

kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat

dijadikan sebagai salah satu tolak-ukur keberhasilan implementasi kebijakan

dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan

kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersebut.

26

(35)

perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa dampak yang

diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

1.5.2.2 Model-model Implementasi

a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Meter dan Horn27

1. Standar dan sasaran kebijakan

ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja

implementasi,yaitu :

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat

direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan

terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antar para

agen implementasi.

2. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya

manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia

(non-human resources). Dalam berbagai kasus program, pemerintah kurang

berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

3. Hubungan antar organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan

dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan

kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

27

(36)

4. Karasteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan

pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya akan

mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan Ekonomi

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana

kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi

implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung

atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan

apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni a)

respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yakni

pemahamannya terhadap kebijakan; dan c) intensitas disposisi

(37)

Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber: Subarsono.2005:94

b. Model Imlementasi George C. Edwards III

Edward III ( 1980: 1) menjelaskan bahwa mplementasi kebijakan adalah

tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan

konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu

kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi suatu masalah yang

merupakan sasaran kebijakan, maka kebijakan tersebut sangat mungkin

mengalami kegagalan walaupun kebijakan tersebut diimplementasikan

dengan sangat baik. Sebaliknya suatu kebijakan yang dianggap baik juga akan Kinerja Implementas

Karakteristik badan pelaksana

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksana

Lingkungan ekosospol Ukuran dan tujuan

kebijakan

Sumber

(38)

mengalami kegagalan jika tidak diimplementasikan dengan baik oleh para

pelaksana kebijakan.28

Unsur yang harus diperhatikan atau dikaji dalam implementasi

kebijakan publik menurut George C. Edwards III diklasifikasikan menjadi

empat, yaitu : communication, resources, dispositions, serta bureaucratic

structure 29

Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi

. Secara operasional faktor-faktor yang dipandang berpengaruh

terhadap implementasi kebijakan menurut Edwards III dapat dilihat pada

gambar sebagai berikut

1. Communication

Yang dimaksudkan komunikasi disini adalah penyampaian

pesan/informasi mengenai kebijakan dari pembuat kebijakan kepada

pelaksana kebijakan. Pesan tersebut berisi tentang tujuan, hakikat

28

Hesel Nogi Tangkilisan.2003. Implementasi Kebijakan Publik, Tranformasi pikiran George Edwards.Yogyakarta : Lukman offset YPAPI. h.1

(39)

kebijakan, cara pelaksanaan, batasan-batasan norma, evaluasi terhadap

kebijakan, dan lain sebagainya. Komukasi harus terbangun dngan baik

antara pihak-pihak yang menyampaikan pesan dan yang menerima pesan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikandalam proses komunikasi adalah

transmission(cara penyampaian), informasi; clarity( kejelasan) informasi;

serta consistency( konsistensi) dalam penyampaian informasi.

Jika suatu pesan atau informasi disampaikan dengan cara yang tidak

tepat, maka dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) yang

berakibat pada kegagalan pelaksana dalam menterjemahkan kebijakan di

lapangan. Atau dengan kata lain pesan yang dikirimkan oleh pembuat

kebijakan dilaksanakan menyimpang dari yang diinginkan. Menurut

Edwards III distorsi ini disebabkan oleh praktek komunikasi indirect (tidak

langsung). Informasi yang melewati berlapis-lapis hirarki birokrasi, dan

keengganan para pelaksana untuk mengetahui lebih lengkap pesan yang

disampaikan dapat menimbulkan hambatan dalam komunikasi.

Jika komunikasi telah terbangun dengan baik, maka kejelasan pesan

menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Cara yang benar dan

efisien dalam menyampaikan informasi bukan suatu garansi bahwa

informasi akan dipahami dengan baik oleh si penerima pesan. Maka dari

itu, pesan harus jelas (clarity),mudah dipahami dan diimplementasikan.

Kejelasan tidak identik dengan informasi yang berlebihan. Justru informasi

yang berlebihan kadang-kadang akan mengaburkan kejelasan. Informasi

(40)

menghilangkan fleksibilitas (kreativitas) yang akhirnya membuat

kebijakan berjalan kaku.

Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana

kebijakan telah dilakukan dengan cara yang tepat mempunyai unsure

kejelasan, tetapi apabila perintah tersebut tidak ada konsistensi antara butir

perintah yang satu dengan yang lainnya, maka akan membuat bingun para

pelaksana kebijakan. Di sisi lain, perintah-perintah implementasi kebijakan

yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan

dengan penafsirannya sendiri-sendiri.

Komunikasi disini bisa dikembangkan lebih jauh bukan saja

penyampaian program kerja kepada struktur organisasi pelaksana. Tidak

kalah pentingnya adalah mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada

warga sekolah dan masyarakat. Hal ini lazimnya disebut sosialisasi.

Menurut Edwards III30

30

Id.,at127.

, dalam hal komunikasi, para pelaksana

kebijakan harus mengetahui apa yang mereka kerjakan. Untuk dapat

mengetahui dengan baik, maka perintah yang mereka terima (baik yang

dituangkan dalam keputusan-keputusan maupun dasar hukum lainnya)

haruslah jelas. Ketidakjelasan informasi tentu saja membawa akibat bagi

hasil pelaksanaan kebijakan. Selain tidak tercapainya perubahan yang

diinginkan, ketidakjelasan informasi juga bisa mengakibatkan terjadinya

perubahan yang tidak direncanakan dan tidak terantisipasi (unanticipated

(41)

2. Resources

Sumber-sumber ini meliputi sumber-sumber yang dapat mendukung

implementasi kebijakan dengan baik. Dalam implementasi kebijakan

dibutuhkan sumber-sumber pendukung, baik sumber daya manusia

maupun sumber daya non manusia. Yang termasuk sumber-sumber

tersebut antara lain staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai

keahlian serta keterampilan untuk melaksanakan kebijakan, informasi yang

memadai atau relevan untuk keperluan implementasi, wewenang yang

dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan, adanya

fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program

seperti dana dan sarana prasarana.

Edwards III31

Selain staf atau birokrat yang memiliki kualitas dan kuantitas

memadahi, informasi merupakan sumber daya yang mendukung

tercapainya tujuan-tujuan dalam implementasi suatu kebijkan. Informasi

yang dimaksudkan adalah terutama tentang cara dan data yang dapat mengemukakan bahwa implementasi akan dapat

berjalan efektif, apabila aparat pelaksana mempunyai kemampuan yang

cukup untuk melaksanakan tugas dan mengaktualisasikan rencana/program

kedalam bentuk pelayanan publik. Sumber daya manusia yang tidak

memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya

program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan

pengawasan dengan baik.

31

(42)

mendukung implementasi dengan baik. Kadang-kadang pelaksana tidak

mendapatkan penjelasan yang memadahi tentang bagaimana suatu

kebijakan harus diimplemntasikan. Hal ini akan dapat mengakibatkan

implementasi suatu kebijakan tidak sesuai dengan aturandan peraturan

yang berlaku, karena pelaksanan menafsirkan cara sendiri-sendiri dalam

menyelesaikan masalah. Masalah lain yang menghambat implementasi

bisa juga disebabkan karena tidak adanya informasi mengenai data

pendukung yang valid. Jika hal ini berkaitan dengan pemberian subsidi

berupa uang atau barang, maka jika data yang diperoleh terlalu banyak

akan terjadi pemborosan, sebaliknya jika berdasarkan informasi data yang

diperoleh terlalu jauh lebih sedikit, dapat menimbulkan kekacauan.

Sumber daya berikutnya adalah kewenangan untuk menentukan

bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan

/mengatur keuangan, baik penyediaanuang, pengadaan staf, maupun

pengadaan supervisor. Menurut Lindblom32

Selain hal-hal tersebut di atas, sumberdaya lain yang juga tidak kalah

penting adalah adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai

untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. , sebab-sebab kewenangan

terdiri dari dua hal pokok, yakni: pertama, sebagian orang beranggapan

bahwa mereka lebih baik jika ada seseorang yang memerintah. Kedua,

kewenangan mungkin jugaada karena adanya ancaman, terror, dibujuk,

diberikeuntungan dan lain sebagainya.

32

(43)

Hampir tidak ada implementasi kebijakan yang tidak memerlukan sarana

dan prasarana serta keuangan. Sumber daya keuangan (financial)

merupakan faktor penting dalam menunjang implementasi kebijakan.

Semakin tinggi dukungan dana dari pemerintah, semakin baik

implementasi kebijakan, demikian pula sebaliknya, semakin kecil

dukungan financial bagi suatu kebijakan, akan dapat menjadi penyebab

dari kegagalan implementasi kebijakan. Meskipun sumber daya ini bukan

satu-satunya, akan tetapi hampir dipastikan kesulitan-kesulitan besar akan

dihadapi jika dalam suatu implentasi kebijakan tidak disediakan sumber

daya tersebut. Masalah-masalah yang ada pada akhirnya akan menghambat

dan bahkan menjadi faktor dominal kegagalam dalam implementasi suatu

kebijakan.

3. Dispositions

Yang dimaksud Dispositions adalah kepribadian/ pandangan

pelaksana dalam implementasi kebijakan publik. Maka itu, di sinilah

manfaatnya jika dalam penerimaan pegawai iperlukan seleksi yang

menyangkut kepribadian dan wawancara untuk mengetahui lebih jauh

tentang pandangan-pandangan dari calon pegawai terhadap suatu

kebijakan maupun tugas tertentu. Disposistion ini menjadi penting karena

sangat berkaitan dengan bagaimana pelaksana menyikapi kebijakan dan

kecenderungan apa yang akan terjadi dalam implementasinya.

Edward III menyebut dua hal penting berkenaan dengan dispositions.

(44)

kebijakan. Pembuat kebijakan harus menyusun atau menempatkan

staf-stafnya dalam organisasi pelaksana demi menjamin terlaksananya

kebijakan. Mereka harus dipilih yang tepat, loyal dan berkepribadian baik.

Sementara perlu diberikan insentif pada tingkat kecukupan/kepantasan

yang akan diterima pelaksana kebijakan jika bersedia dan/atau berhasil

menerapkan kebijakan.

4. Bureaucratic Structure

Struktur birokrasi yang dimaksud adalah keseluruhan jajaran

pemerintahan, meliputi semua pejabat negara dan pegawai yang berstatus

pegawai negeri maupun non pegawai negeri (pegawai tidak tetap, mitra

kerja, dan lain sebagainya); serta struktur pemerintahan daerah maupun

pemerintahan pusat. Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa

lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya. Sehingga

diperlukan koordinasi yang efektif antara lembaga-lembaga terkait dalam

mendukung keberhasilan implementasi. Bila dikaitkan dengan

kompleksitas, semakin komplek struktur pengambilan keputusan di dalam

organisasi, semakin banyak perantara yang dilalui dalam melaksanakan

kebijakan, akan semakin sulit implementasi dari suatu kebijakan.

Berkaitan dengan struktur birokrasi, menurut Edwards III, ada dua

karakteristik utama birokrasi yaitu Standard Operating Procedures(SOP)

atau prosedur standar pelaksanaan dan fragmentasi. SOP merupakan

rutinitas-rutinitas yangmemungkinkan para pejabat publik membuat

(45)

terhadap terbatasnya waktu dan sumber-sumber daya pelaksanaan

organisasi yang kompleks dan beragam. Fragmentasi adalah pembagian

tanggung jawab suatu daerah kebijakan diantarabeberapa unit organisasi.

SOP dan fragmentasi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan dalam

kebijakan, memboroskan sumbernya, meningkatkan tindakan- tindakan

yang tidak diinginkan, menghambat koordinasi, membingungkan para

pejabat di tingkat bawah dan sebagainya.

1.5.3 Pengertian Program

Program merupakan dalam peyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi

langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan

unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Dalam

sebuah program harus dimuat berbagai aspek ( Tangkilisan, 2005 : 219 ), yaitu :

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil dalam mencapai

tujuan itu.

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus

dilalui.

d. Adanya perkiran anggaran yang dibutuhkan.

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan. 33

Dalam proses implementasi birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan

menjadi program. Program dapat dipandang sebagai “Kebijakan Birokratis”,

33

(46)

karena dirumuskan oleh birokrasi dan oleh karena itu membawa kepentingan

para birokrat. Kebijaksanaan birokrasi menjadikan kebijaksanaan lebih

operasional dan siap dilaksanakan 34

a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan. .

Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat 3 unsur

penting ,yaitu :

b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi

jamak berkesinambungan.

c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.35

1.5.3.1 Implementasi Program

Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung

daribunsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga.

Pelaksanaan penting artinya karna pelaksanaan baik, organisasi maupun

perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam

proses implementasi.

Dalam tahap implementasi, eksekutif melaksanakan rencana yang

tercantum dalam anggaran dalam bentuk kegiatan nyata. Anggaran merupakan

kegiatan bagian dari program, dan program merupakan penjabaran dari

strategic objectives dan strategic initiatives. Oleh karena itu, eksekutif harus

menyadari keterkaitan erat antara implementasi, anggaran, program, strategic

objectives dan stratgic intatives dan startegi mewujudkan visi organisasi.

34

Samodra Wibawa , dkk.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.h.4

35

(47)

Dengan kata lain, dalam implementasi progam, khususnya yang banyak

melibatkan banyak organisasi dan intasi pemerintah atau berbagi tingkatan

struktur organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari tiga sudut

pandang, yakni:

a. Pemarakasa kebijaksana atau pembuat kebijaksanaan(the center atau

pusat).

b. Pejabat-pejabat pelaksana dilapangan (the periphery).

c. Aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintahan kepada siapa

program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group)36

Dilihat dari sudut pandang pusat, maka fokus analisis implementasi

kebijakasanaan itu mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat

atasan atau lembaga-lembaga ditingkat pusat untuk mendapat kepatuhan dari

lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah atau daerah

dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan atau untuk mengubah perilaku

kelompok sasaran dari progam bersangkutan.

.

1.5.4 Konsep Bantuan Operasional Sekolah

1.5.4.1 Gambaran Umum Program Bantuan Operasional Sekolah

Program BOS dilatarbelakangi adanya kebijakan Pemerintah

mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan telah merelokasikan sebagian

besar anggaran yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat miskin

akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak. Ada 4 (empat) sektor

alokasi anggaran subsidi bahan baker minyak antara lain untuk :

36

(48)

a. Bidang pendidikan

b. Bidang kesehatan

c. Bantuan infrastruktur pedesaan

d. Subsidi Langsung Tunai ( SLT)

Untuk bidang pendidikan konsep Program Kompensasi Pengurangan

Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk SD dan SMP yang semula

program Bantuan Khusus Murid (BKM) yang langsung diberikan kepada

siswa/murid miskin yang telah diseleksi oleh sekolah sesuai alokasi anggaran

yang diterima, program tersebut telah diubah menjadi Program Bantuan

Opersional Sekolah (BOS) yangdiberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai

dengan ketentuan. Besarnya dana untuk tiap tiap sekolah ditetatapkan

berdasarkan jumlah murid. Untuk menyamakan persepsi dan kesamaan

pemahaman BOS secara singkat kita uraikan terlebih dahulu mengenai definisi

Biaya Pendidikan dan terminologi program BOS.

Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan

rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar

mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dari cara

penggunaannya, BSP dibedakan menjadi BSP Investasi dan BSP Operasional.

BSP Investasi adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun

untuk pembiayaan sumberdaya yang tidak habis pakai dalam waktu lebih dari

satu tahun,seperti pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media,

perabot dan alat kantor. Sedangkan BSP Operasional adalah biaya yang

(49)

pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. BSP Operasional

mencakup biaya personil dan biaya non personil.

Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan

Jam Mengajar (KJM) , Guru tidak tetap (GTT), Pegawai tidak tetap (PTT),

uang lembur) dan pengembangan profesi guru (Pendidikan dan Latihan Guru,

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala

Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja

Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non personil adalah biaya untuk penunjang

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), evaluasi/penilaian,

perawatan/pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tangga

sekolah dan supervise. Selain dari biaya-biaya tersebut, masih terdapat jenis

biaya operasional yang ditanggung oleh peserta didik, misalnya biaya

transportasi, konsumsi, seragam, alat tulis, kesehatan, rekreasi dan sebagainya.

Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan

Departemen Pendidikan Nasional Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

mencakup dua komponen yaitu biaya operasional dan biaya non personil, oleh

karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka

penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lainyang

tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Namun perlu ditegaskan

bahwa prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi

sekolah. Oleh karena keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka

(50)

sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah

daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk

penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar

sebagai pelaksana program wajib belajar. Program ini bertujuan untuk

membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik yang tidak mampu dan

meringankan bagi peserta didik yang lain. Dengan BOS diharapkan peserta

didik dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai

tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun.

1.5.4.2 Tujuan Bantuan Operasional Sekolah

Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban

masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9

tahun yang bermutu. Sedangkan secara khusus program BOS bertujuan untuk:

menggratiskan seluruh siswa miskin ditingkat pendidikan dasar dari beban

biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta,

menggratiskan seluruh siswa SD negeridan SMP negeri terhadap biaya

operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional

(RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI), meringankan beban biaya

operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

1.5.4.3 Sasaran Program Bantuan Operasional Sekolah

Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk

(51)

(TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di

seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak

termasuk sasaran dari program BOS ini. Pemerintah Daerah wajib

mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga

siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan

kepadasiswa mampu. Pemerintah Daerah wajib mensosialisasikan dan

melaksanakan kebijakan BOS serta memberi sanksi kepada pihak yang

melanggarnya Pemerintah Daerah wajib memenuhi kekurangan biaya

operasional dari APBD bila BOS dari Departemen Pendidik Nasional belum

mencukupi. Berdasarkan juknis BOS tahun 2013, besar biaya yang diterima

oleh sekolah, dihitung berdasar jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB

mendapatkan Rp.580.000,- /tahun, /siswa.

1.5.4.4 Waktu penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah

Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode

januari-maret, april – juni, juli-september dan oktober – desember. Pada tahun

2013 dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode januari sampai

desember 2013, yaitu triwulan I dan II tahun anggaran 2013 tahun ajaran

2012/2013 dan triwulan III dan IV tahun anggaran 2013 tahun ajaran

2013/2014. Bagi wilayah yang sangat sulit secara geografis (wilayah terpencil)

sehingga proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan

ataumemerlukan biaya pengambilan yang mahal, penyaluran dana BOS oleh

(52)

1.5.4.5 Dasar Hukum Program Bantuan Operasional Sekolah

Adapun dasar hukum pelaksanaanprogram Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) adalah sebagai berikut :

a. Amanat Undang Undang Dasar 1945 (Pembukaan, alinea ke-4) : Salah

satu tujuan kemerdekaan adalah “ ... mencerdaskan kehidupan bangsa”.

b. Pasal 28 B (ayat 2) Amandemen Undang UndangDasar 1945 : “Setiap

anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

c. Pasal 28 C (ayat 2) Amandemen Undang Undang Dasar 1945 : “Setiap

anak berhakmengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari

ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan

kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

d. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Pasal 1, Butir 14) : Pendidikan anak adalah “suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6

tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar

anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 28Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun

Gambar

Gambar 2.  Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi
Tabel 3.1 : Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Samosir tahun 2011
Gambar 4. Strukur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari rumusan masalah tentang Peranan Panti Asuhan Dalam Membina Moral Anak Asuh yang telah dikemukakan di atas, maka untuk membina moral anak sesuai

Berangkat dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara self efficacy

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa variabel pelayanan mampu menjelaskan variasi yang terjadi pada peningkatan kunjungan pada Taman Margasatwa Medan,

Penerapan Zona Nilai Tanah terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam Rangka Pelayanan Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Faktor kebijakan harga dan faktor promosi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pelanggan pada Hotel Wisata Watampone di Kabupaten Bone dan Faktor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja di Kabupaten Mamuju tentang perilaku seks pranikah tergolong baik, hal ini ditunjukkan dengan jumlah

Walimah perkawinan” atau wali>ma al-‘ursy. Dalam bahasa Indonesia disebut acara pesta atau acara resepsi perkawinan. Kata walimah yang sudah diserap kedalam

Pada tahun 2015, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular memiliki 1 Indikator Kinerja Utama, yaitu Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun dengan