IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)
Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh :
TEGUH CITRA OKTOVARI S 080903029
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan
▸ Baca selengkapnya: download kode surat dinas pendidikan sekolah dasar
(2)KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus
karena atas Berkat, Kuasa dan Kasih-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusus skripsi ini yang berjudul “Implementasi
Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar
Kabupaten Samosir ”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Selama menyusun skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan,
bimbingan, dorongan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ayahandaku Pdt. Manuasa Hasudungan Sidabutar, S.Th dan Ibundaku
Agnes Elfiera Rumondang Manik. Apabila ada kata yang lebih baik
dari kata terimakasih, maka kata itu akan penulis ucapkan pada kalian.
Tuhan Yesus Senantiasa memberkati kalian.
2. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
3. Bapak Drs. Muhammad Husni Thamrin, M.Si selaku Ketua
Departemen Ilmu Administrasi Negara.
4. Bapak Drs. Burhanuddin Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing.
5. Ibu Dra. Februati Trimurni, M.Si selaku dosen yang memberikan
6. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah
menbantu penulis dalam segala urusan administrasi
7. Seluruh pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir yang telah
memberikan bantuan kepada penulisa dalam pengumpulan data,
bahkan pada saat sedang sibuk dengan tugas kantor.
8. Kepala-kepala Sekolah dan guru-guru di SDN 2 Nainggolan Kec.
Nainggolan, SDN 5 Cinta Maju Desa Cinta Maju Kec. Sitio-tio, SDN
1 Pardomuan Nauli Desa Pardomuan Nauli Kec. Palipi, SDN 6 Salaon
Toba Kec. Ronggur Nihuta, SDN 2 Harian Kec. Onan Runggu, SDN 1
Pardomuan I Kec. Pangururan, SDN 5 Aek Sipitu Dai Kec. Sianjur
Mula-mula dan SDN 1 Ambarita Kec. Simanindo yang telah menjadi
informan penelitian skripsi.
9. Amangboru Purba dan Namboru br. Sirait yang telah membantu
penulis dalam mempersiapkan berbagai kebutuhan dan logistik selama
penulis melakukan penelitian di samosir.
10.Saudara-saudaraku Bang Bazaar Sidabutar, Bang Daniel Sidabutar
akhinya ane lulus juga bro!! Adekku Nanda Sidabutar dan Gita
Sidabutar, cepat nyusul aku ya Genk!!
11.Teman baik sekaligus sahabat yang telah penulis anggap sebagai
saudara yaitu Nurdin Matanari S.Sos persahabatan yang kita jalin
Tampubolon keknya kau perlu mandilah lae sebelum kekampus.
Jangan lupa slogannya “kebulers will back”.
12.Teman-teman Administrasi Negara Angkatan 2008 yang tidak dapat
penulis ucapkan satu persatu, yang telah berpencar entah kemana
untuk mencapai cita-cita dan yang masih kuliah, (kuliah!!???), tetap
semangat semua.
13.Teman-teman Naposobulung HKBP Gedung Johor atas setiap doa,
semangat dan kebersamaanya dalam pelayanan. Saya sangat bersyukur
dapat membina diri dan dibina dalam wadah NHKBP ini sehingga saya
dapat bertumbuh dalam iman, karakter dan kasih. Untuk pengurus
seksi NHKBP seperiode dengan penulis. Buat Ana Saragih, akhirnya
skripsi abang siap dek. David Sinaga (yang tinggi), loyalitas berbalas
loyalitas dek.
14.Untuk dia yang tidak dapat disebutkan namanya, yang telah menjadi
teman penulis dalam melakukan penelitian di Samosir terimakasih atas
bantuannya membungkam keheningan
15.Teman-teman touring LBC. Bang Jen, Kak Dewi, Rio, Devi, Mariska,
Alwin (unang lebai), Bang Sinar, Renown, David Sinaga, jangan
pernah mati jiwa petualangnya kawan-kawan! Perjalanan kita
merupakan pelarian terbaik dari kesibukan dan kepenatan.
16.The Special One Agnesia Puspasari Tondang yang telah menjadi
partner terbaik penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kehadiranmu
17.Serta semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Jasa dan pengorbanan
kalian akan di balas oleh Tuhan.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna
menyempurnakannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak terkait.
Penulis
DAFTAR ISI
1.5.1 Konsep Kebijakan Publik ... 13
1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik ... 13
1.5.1.2Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik ... 16
1.5.2 Konsep implementasi ... 20
1.5.2.1Pengertian implemenstasi ... 20
1.5.2.2Model-model Implementasi ... 23
a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn ... 23
b. Model Imlementasi George C. Edwards III ... 25
1.5.3 Pengertian Program ... 33
1.5.3.1Implementasi Program ... 34
1.5.4 Konsep Bantuan Operasional Sekolah ... 35
1.5.4.1Gambaran Umum Program Bantuan Operasional Sekolah ... 35
1.5.4.2Tujuan Bantuan Operasional Sekolah ... 38
1.5.4.3Sasaran Program Bantuan Operasional Sekolah ... 38
1.5.4.4Waktu penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah ... 39
1.5.4.5Dasar Hukum Program Bantuan Operasional Sekolah... 40
1.6 Definisi Konsep ... 41
BAB II Metode Penelitian 2.1 Bentuk Penelitian ... 44
2.2 Lokasi Penelitian ... 44
2.3 Informan Penelitian ... 44
2.5 Teknik Analisa Data ... 48
BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian 3.1Kabupaten Samosir ... 49
3.1.1 Kondisi Geografis ... 51
3.1.2 Kependudukan ... 52
3.1.3 Lokasi Administrasi Pemerintahan ... 52
3.2 Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 53
3.2.1 Sejarah ... 53
3.2.2 Visi dan Misi ... 53
3.2.3 Struktur Organisasi ... 54
3.2.4 Tugas dan Fungsi ... 55
3.2.5 Tujuan dan Sasaran ... 55
3.3 Gambaran Umum Pendidikan Kabupaten Samosir ... 57
3.4 Program-program Peningkatan Pendidikan Kabupaten Samosir ... 59
BAB IV Penyajian Data 4.1Deskripsi Hasil Wawancara ... 67
4.1.1 Komunikasi ... 68
4.1.2 Sumber Daya ... 73
4.1.3 Struktur Birokrasi ... 75
4.1.4 Disposisi Implementor ... 78
4.2 Data Sekunder ... 78
4.3 Kendala Dalam Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar ... 79
BAB V Analisis Data 5.1 Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 82
5.1.1 Komunikasi ... 83
5.1.2 Sumber Daya ... 85
5.1.3 Struktur Birokrasi... 87
5.1.4 Diposisi ... 90
5.2 Analisis Hubungan antar Variabel dalam Implementasi Program BOS Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir. ... 91
BAB VI Penutup 6.1Kesimpulan ... 96
Daftar Pustaka ... 101
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Angka Partisipasi Murni SD dan SMP di Indonesia
Tahun 2006-2008 ... 7 Tabel 1.2 Tingkat Melek Huruf Kabupaten Samosir ... 10 Tabel 3.1 Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Samosir
Tahun 2011 ... 52 Tabel 3.2 Kondisi umum pendidikan Kabupaten Samosir... 58 Tabel 4.1 Rencana Penggunaan Dana BOS di Sekolah SDN 1 Ambarita
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik ... 17
Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ... 25
Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi ... 26
Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
ABSTRAK
Program Bantuan Operasional Sekolah dilatar belakangi oleh kenaikan harga BBM yang membuat menurunnya daya beli masyarakat pada waktu itu. Hal ini mengakibatkan turunnya akses masyarakat, khususnya masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 tentang hak harga Negara mendapat pendidikan serta kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan Pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis data kualitatif yang mengemukakan berbagai gejala/peristiwa/kejadian/ masalah sebagaimana adanya dilapangan secara jelas dan gamblang dengan di ikuti dengan interpretasi data dan pemberian analisa terhadap program bantuan operasional sekolah dikabupaten samosir.
Program bos yang berjalan dikabupaten samosir telah berjalan sesuai dengan peraturan yang ada yaitu peraturan menteri pedidikan dan kebudayaan republik Indonesia nomor 51 tahun 2011 yang berisi tentang petunjuk teknis penggunaan dana bantuan operasional sekolah dan laporan keunangan bantuan operasional sekolah tahun anggaran 2012. Meskipun dalam pelaksanaannya program bos ini telah berjalan sesuai dengan juknis yang ada, namun apabila dilihat dari perspektif George Edwards III, program ini berjalan menjadi sangat kaku, dan tidak ada fleksibelitas dalam mengelola dana bos. George Edward melihat pelaksanaan program dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal penting yang menjadi
prioritas pemerintah Indonesia saat ini untuk ditingkatkan. Guna mengangkat
kesejahteraan pemerintah melakukan pembangunan. Pembangunan merupakan
kegiatan berkesinambungan, dari yang tidak ada menjadi ada, dari baik menjadi
lebih baik lagi. Pembangunan dilakukan di berbagai sektor, yaitu industri,
ekonomi, parawisata, dan pertanian. Hal ini dilakukan guna mengangkat tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Proses pembangunan di Indonesia tentunya didukung oleh sumber daya
manusia yang terampil dan terdidik sehingga tujuan dari pembangunan dapat
tercapai. Untuk mewujudkan SDM yang bermutu, pembangunan dibidang
pendidikan merupakan suatu prioritas yang harus dibangun terlebih dahulu.
Pembangunan di bidang pendidikan yang tentunya bukan pembangunan fasilitas
fisik semata, namun juga pembangunan dibidang kepribadian manusia melalui
peraturan pemerintah. Seperti yang dikemukakan Todaro1
1
Todaro, Michael P.1997.Economics Development. Massachusetts : Adison Wesley
, pembangunan juga
merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut
perubahan-perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap
masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi,
Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik
dan pendidik, sehingga unsur manusia yang di didik dan memerlukan pendidikan
dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi
sebagaimana mestinya. Misalnya dalam wacana ke-Indonesiaan pendidikan
berakar dari konteks budaya dan karasteristik masyarakat Indonesia, serta demi
memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Dengan begitu pendidikan
dapat terlaksana dengan baik apabila dilakukan oleh orang-orang yang mampu
bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral sesuai dengan tugas dan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Hal ini diperkuat oleh amanah
Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan, “…untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Sehingga usaha peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang dilakukan suatu negara pada masyarakatnya dapat
menunjukkan perubahan yang berarti. Pendidikan menghasilkan sumber daya
manusia yang mumpuni serta tenaga kerja untuk menunjang pembangunan.
Sejatinya hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan
eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan
yang berdimensi lokal, nasional dan global. Tilaar 2
2
Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia : Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal : 28
menyebutkan lima rumusan
operasional dari hakikat pendidikan, yaitu 1. Pendidikan merupakan suatu proses
berkesinambungan. 2. Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan
eksistensi manusia. 3. Eksistensi manusia yang memasyarakat. 4. Proses
pendidikan dalam masyarakat yang membudaya. 5. Proses bermasyarakat dan
Pemerintah Indonesia berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Usaha tersebut dirumuskan berupa kebijakan serta produk undang-undang
maupun peraturan pemerintah. Adapun landasan hukum Pendidikan Indonesia
adalah Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 tentang hak harga Negara mendapat pendidikan serta kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PP Nomor 48 tahun 2008
tentang Pendanaan Pendidikan.
Upaya pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia telah ditempuh melalui berbagai strategi, akan tetapi hasil
pembangunan pendidikan Indonesia sampai saat ini masih menjadi “catatan
merah”. Berdasarkan data indeks Pembangunan Manusia3
Rendahnya indeks pembangunan manusia tersebut, menandakan masih
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini menciptakan keprihatinan
bagi Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional sebagai lembaga
yang bertanggung jawab atas keberhasilan pembangunan mutu pendidikan di
Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia diukur dari beberapa indicator antara , indikator pendidikan
masih cukup memprihatinkan, terpuruknya kondisi Human Development Index
(HDI) atau Indek Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2011 menempati
peringkat 124 dari 187 negara. Hal ini berarti bahwa Indonesia tertinggal jauh di
bawah negara ASEAN lainnya seperti Negara Malaysia (61), Negara Thailand
(103) dan Negara Philipina (112).
lain, (1) Penilaian terhadap rata-rata usia harapan hidup, (2) Tingkat keaksaraan
atau melek huruf, (3) Lama menempuh pendidikan dan (4) kemampuan daya beli
masyarakat atau pengeluaran perkapita. Kesehatan dan pendidikan, kedua
indikator tersebut jelas saling memiliki korelasi yang mengikat, serta mempunyai
pengaruh signifikan terhadap mutu Sumber Daya Manusia. Dengan demikian
rendahnya tingkat kesehatan dan rendahnya mutu pendidikan masyarakat
merupakan bukti belum berhasilnya pembangunan Pemerintah Indonesia bidang
pendidikan.
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini kian diperparah dengan
dikeluarkannya kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak oleh
pemerintah. Tidak hanya sampai sampai disitu, pemerintah juga menaikkan harga
BBM yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi pada tahun 2006. Hal tersebut
berdampak cukup besar pada sektor pendidikan. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya angka peserta didik putus sekolah karena menurunnya kemampuan
daya beli masyarakat, untuk membeli kebutuhan alat tulis, membayar uang
sekolah serta biaya kegiatan sekolah lainnya. Jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada tahun 2005 sebesar 35,1 juta jiwa atau 15,97 persen. Kondisi ini
memburuk, pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 39,3
juta jiwa atau 17,75 persen. Untuk memperkecil dampak kenaikan Harga BBM
dan pengurangan subsidi BBM yang menghambat pembangunan pendidikan,
pemerintah Indonesia secara terus-menerus melakukan berbagai upaya.
Upaya tersebut adalah dibuatnya kebijakan PKPS BBM, yaitu program
masyarakat yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak tersebut terdiri dari empat bidang
program yaitu untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan
bantuan langsung tunai. Salah satu program bidang pendidikan adalah Program
Bantuan Operasional Sekolah. Melalui program ini pemerintah memberikan
bantuan kepada Sekolah-sekolah setingkat sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama dengan bersedia memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh peserta
didik. Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, Sekolah yang
dicakup dalam program ini adalah SD/MI/SDLB/salafiyah setingkat SD dan
SMP/MTS/SMPLB/salafiyah setingkat SMP, baik negeri maupun swasta4
Program BOS mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal
tahun ajaran 2005/2006. Besar dana yang dianggarakan pemerintah untuk
program BOS pada tahun 2005 adalah Rp 5,1 triliun. Pada tahun 2006 angka ini
meningkat menjadi Rp 10,2 triliun dan Rp 11,6 triliun tahun 2007
.
Besarnya dana BOS yang diterima oleh tiap-tiap sekolah berbeda, karena
didasarkan pada jumlah peserta didik yang berada disekolah tersebut. Tidak ada
perbedaan penyaluran dana BOS antara sekolah negeri dan sekolah swasta, namun
perbedaannya hanya dalam pengelolaannya.
5
. Hingga pada
tahun 2012 angka ini terus meningkat menjadi Rp. 23,6 triliun6
. Besar biaya BOS
periode tahun 2005-2008 yang diterima oleh sekolah belum termasuk untuk BOS
Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB
diakses pada tanggal 5 Desember
2012 5
6
Rp252.000/siswa/tahun, SMP/SMPLB/SMPT Rp. 330.000/siswa/tahun.
Sedangkan BOS buku diberikan sejak tahun 2006, untuk SD/SDLB Rp 20.000
untuk satu judul buku dan SMP/SMPLB/SMPT besarnya Rp 30.000 setiap judul
buku.
Mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun
2005 hingga pada tahun 2012 mengalami tiga kali perubahan. Seperti yang
dilansir dari bisnis.com bahwa aliran dana BOS sebelum tahun 2011 langsung
ditransfer dari Kementrian Pendidikan Nasional ke rekening sekolah. Namun pada
tahun 2011 mekanisme aliran dana BOS tersebut masuk dulu ke APBD di tingkat
kabupaten atau kota, kemudian baru ditransfer kerekening sekolah melalui SKPD
pendidikan kabupaten kota dimasing-masing daerah. Pada tahun 2012
mekanismenya berubah, yaitu dana BOS tersebut ditransfer oleh Kementrian
Keuangan dari kas umum Negara ke kas daerah provinsi. Kemudian ditransfer
kerekening masing-masing sekolah dengan ditanda-tanganinya naskah hibah oleh
pemerintah provinsi dengan sekolah negeri atau sekolah swasta penerima dana
BOS.7
Program Bantuan Operasional Sekolah ini berperan dalam mendukung
program pendidikan pemerintah wajib belajar 9 tahun. Selain Angka Partisipasi
Sekolah, Angka Partisipasi Murni (APM) juga dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan program pendididkan. APM merupakan perbandingan antara jumlah
siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk
usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini
digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada
suatu jenjang pendidikan yang sesuai.
Tabel 1.1 Angka Partisipasi Murni SD dan SMP di Indonesia Tahun 2006-2008
Indikator Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Angka Partisipasi Murni SD 93,54 93,75 93,99 94,37 94,72 90,95
Angka Partisipasi Murni SMP 66,52 66,64 66,98 67,40 67,62 67,98
Sumber : BPS.go.id
Sejak dilaksanakannya program bantuan operasional sekolah oleh
pemerintah Indonesia pada tahun 2006 Angka Partisipasi Murni tingkat
pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tidak mengalami
peningkatan yang berarti. Justru sebaliknya pada tingkat pendidikan sekolah dasar
tingkat APM menjadi turun. Hal tersebut dapat kita amati dari tabel 1.1 tentang
angka partisipasi murni SD dan SMP, yang diolah dari Badan Pusat Statistik.
Sementara itu, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5, ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,” dan pasal 11, ayat
(1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan
dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Namun berbeda kenyataannya
dilapangan, masih terdapat penyimpangan serta masalah terkait pengelolaan Dana
Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Aceh, Teuku Zulyadi8
Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Pengelolaan dana BOS juga selalu terkait oleh penggelepan atau korupsi. Seperti
yang diberitakan poskupang.com
, bahwa masih
banyak sekolah di Provinsi Aceh yang tidak transparan terkait pengelolaan dan
penggunaan dana BOS. hal ini tidak sesuai dengan prinsip tata kelola Negara
yang baik (Good Governance).
9
Setiap tindakan dilegalkan oleh para pejabat dilingkungan pemerintah
daerah. Perilaku koruptif para pejabat seperti penyalahgunaan wewenang serta
pemalsuan tandatangan kerap terjadi terkait pengelolaan Dana BOS demi
keuntungan pribadi yang merugikan negara, serta telah melanggar janji dan
sumpah yang telah diterimanya sebagai pejabat Negara. Seperti yang diberitakan
tribunpekanbaru.com
, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan
Nusa Tenggara Timur menemukan dugaan penyimpangan dana BOS senilai Rp
355.493.000, di 73 sekolah dasar (SD) dan 34 Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Penyimpangan dana BOS tersebut terjadi pada tahun anggaran 2010 lalu.
10
bahwa Negara mengalami kerugian sebesar 300 juta
rupiah. Pengelola dan penanggung jawab dana BOS sekolah dasar di Pulau
Derawan, Kalimantan Timur terlibat langsung dalam penggelepan dan
penyelewengan dana BOS tersebut.
Hal senada terkait masalah pengelolaan dana BOS juga disampaikan oleh
guru besar FISIP USU Prof. Badaruddin kepada waspada. Pembagian dana BOS
yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada sejumlah sekolah-sekolah
ditanah air masih ada yang terlambat dan belum mencapai hasil yang memuaskan.
Penyaluran dana BOS yang dijanjikan oleh pemerintah pusat belum tepat waktu
sehingga beberapa sekolah didaerah masih ada yang belum menerima dana BOS
tersebut. Menurutnya pemerintah pusat kurang tegas terhadap peraturan dan
sangsi dari keterlambatan penyaluran dana BOS tersebut.11
Untuk mengetahui bagaimana implementasi Program BOS peneliti
mengambil lokasi Di Kabupaten samosir yang juga terdapat masalah dalam
pengelolaan dana BOS. Seorang kepala sekolah dasar negeri 178223 nadeak
bariba, kecematan Ronggirnihuta mendapatkan hukuman satu tahun penjara dari
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Karena telah
melakakukan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana BOS periode juli 2009
– Desember 2010 senilai 30 juta rupiah.
12
11
disamping masalah penyelewengan
dana BOS yang terjadi, peneliti tertarik melakukan penelitian di Kabupaten
Samosir juga dikarenakan melihat kondisi pendidikan kondisi pendidikan yang
masih stganan atau terkesan jalan ditempat. Dengan demikian objek penelitian
Desember 2012
dilakukan di sekolah dasar negeri, dipilihnya SDN dengan pertimbangan pada
Sekolah dasar negeri kebanyakan tidak memiliki petugas administrasi khusus
dalam mengelola dana BOS.
Tabel 1.2 Tingkat Melek Huruf Kabupaten Samosir
Sumber : Statistik daerah Kabupaten Samosir
Pada tahun 2004 sebelum dilaksanakannya kebijakan dana BOS
dikabupaten samosir angka melek huruf pada laki-laki sebesar 98,51 persen dan
perempuan sebesar 95,00 persen. Angka tersebut tidak jauh berbeda pada tahun
2005 yaitu 99,41 persen pada laki-laki dan 94,80 persen pada perempuan di
Kabupaten Samosir lebih tinggi daripada penduduk perempuan, yaitu hanya
sebesar 95,43 persen. Apabila dibandingkan dengan angka melek huruf pada
tahun 2009 dan 2010. Tidak ada perbedaan yang berarti, bahkan sempat
mengalami penurunan nilai angka melek huruf dikabupaten samosir. Kebijakan
dana BOS di Kabupaten samosir jelas tidak berdampak signifikan. Angka melek
huruf dikabupaten samosir memang sudah tinggi sebelum implementasi Program
dana BOS tersebut. Padahal tujuan dari Program Dana BOS adalah untuk
mendukung program pemerintah wajib belajar 9 tahun serta untuk meningkatkan
partisipasi sekolah sehingga angka buta huruf di Indonesia pada umumnya dan
Kabupaten samosir pada khususnya semakin berkurang.
Kabupaten samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induknya
Kabupaten Toba samosir. Dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36
Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang
Bedagai di Provinsi Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004
oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Berkaitan
dengan pelaksanaan program BOS, di Kabupaten Samosir pada tahun 2011 sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan No 247 Tahun 2010 tentang Pedoman
Umum dan Alokasi Sementara Bantuan Operasional Sekolah dana yang diterima
sebesar Rp. 13.506.027.000,00 yang ditransfer ke rekening pemerintah daerah
untuk selanjutnya ditransfer kerekening masing-masing sekolah melalui rekening
kepala sekolah. Namun untuk tahun 2012 karena perubahan mekanisme dana BOS
langsung ditransfer kerekening Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berdasar
Peraturan Menteri Keuangan nomor 201 Tahun 2011 tentang pedoman umum dan
alokasi Dana Bantuan Operasional Tahun Anggaran 2012, Alokasi dana untuk
provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.577.280.830.000 rupiah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik
untuk mengetahui dan melakukan penelitian yang berjudul ”IMPLEMENTASI
PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA JENJANG
PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SAMOSIR”.
1.2Perumusan Masalah
Komitmen pemerintah untuk mendukung pendidikan di buktikan dengan
mengalokasikan 20 persen dana pendidikan dari APBN dan APBD. Begitu hal
peningkatan. Komitmen penuh dari semua kalangan supaya dana tersebut
terhindar dari penyelewengan dan pendistrubusian yang kurang tepat sehingga
mampu meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air.
Berdasarkan latar belakang , maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasioanl Sekolah Pada
Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir ?
2. Hambatan apa yang ditemukan dalam Implementasi Program BOS pada
SDN di Kabupaten Samosir?
3. Apakah sudah sesuai Implementasi Program Dana BOS di Kabupaten
Samosir saat ini?
1.3Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan mendeskripsikan
bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir. Serta untuk melihat hambatan
dari Program Bantuan Operasional Sekolah tersebut dan apakah telah sesuai
terhadap tingkat kemajuan pendidikan di Kabupaten Samosir.
1.4Manfaat Penelitian
a. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan
untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan
informasi kepada Lembaga serta Dinas pendidikan terkait Pengelolaan
Bantuan Operasional Sekolah Pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar.
c. Sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik Implementasi
Program Bantuan Operasional Sekolah.
1.5. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini,
maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman
menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan
kerangka teori.
Menurut Setiawan Djuharie13
1.5.1. Konsep Kebijakan Publik
, telaah kepustakaan berisi tentang hasil
telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telaah ini bisa
dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan
masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya
menyatakan posisi/pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telaah ini
diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah
kepustakaan.
1.5.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus
dapat berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang
13
kala membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan
yang mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi
masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya aturan-aturan.
Aturan-aturan serta keinginan-keinginan rakyat tersebut diwujudkan
oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan publik apapun yang dipilih dan
ditetapkan oleh pemerintah, baik untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal
ini berarti bahwa tindakan pemerintah melakukan atau pun tidak melakukan
sesuatu merupakan bentuk kebijakan yang dipilih oleh pemerintah karena apa
pun pilihan bentuk kebijakannya akan tetap menimbulkan dampak sama
besarnya.
Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok
maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu. Menurut H. Hugh Heglo 14 kebijakan adalah suatu tindakan
yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson 15
Carl I Friedrick (Riant Nugroho,2004:4) mendefinisikannya sebagai:
Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di
mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
14
Said Zainal Abidin.2004.Kebijakan Publik. Jakarta : Penerbit Pancur Siwah. Hal 21
15
potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan
tertentu.16
Menurut Samodra Wibawa, dalam upaya meraih tujuannya, kebijakan
menghendaki adanya pengerahan sumberdaya. Untuk itu sebagai prasyarat
bagi berlangsungnya pengerahan ini, kebijakan juga mengatur perilaku para
actor. Hal ini yang terakhir sering memaksa pemerintah untuk mengubah tata
nilai para individu atau actor kebijakan melalui berbagai macam cara. Dengan
demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu menyentuh ketiga
aspek ini. Kebijakan yang mengatur perilaku masyarakat popular disebut
regulasi. Misalnya perundang-undangan tentang pendidikan, perkawinan serta
lalu lintas. Sementara kebijakan yang mengatur pengerahan sumber daya
disebut kebijakan alokatif, misalnya perundang-undangan tentang anggaran,
perpajakan dan persusahaan Negara. Guna menjalankan kebijakan regulatif,
pemerintah hanya mengerahkan pegawai negeri dan mesin birokrasi, untuk
menekan kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan alokatif pemerintah
memang sengaja mengerahkan masyarakat guna mencapai tujuan kebijakan.17
Korten (Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan
berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan,
penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana
kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan
calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini
dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang
16
Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. h. 4
17
harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan
persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena
itu organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat
berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan
kebutuhan masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan
tersebut terasa manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang
dikehendaki masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya
kebijakan.18
1.5.1.2. Bentuk dan tahapan kebijakan publik
Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum
secara sederhana yakni sebagai berikut:19
1. Kebijakan Publik Makro
Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga
dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: 20
2. Kebijakan Publik Meso
(a)
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; (b) Undang-Undang-undang atau
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; (c) Peraturan
Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e) Peraturan Daerah.
Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau
yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat
18 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset
YPAPI. h.7
19
Nugroho,Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-negara Berkembang (Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. h.131
20
berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB
antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.
3. Kebijakan Publik Mikro
Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau
implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini
misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu
yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu
yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke
dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
a. Tahap Penyusunan Agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu
untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa
masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap
ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah
yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula
masalah-masalah yang karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang
lama.
b. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy
alternatives/policy actions) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan
suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat
dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada
tahap ini, masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan
pemecahan masalah terbaik.
c. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan
program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan
masalah tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh
badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah.
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi
yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap
implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa
implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana
(implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh
para pelaksana.
e. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat telah mampu
memecahkan masalah. Kebiajkan publik pada dasarnya dibuat untuk
meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, ditentukanlah
ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah
kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.21
21
1.5.2 Konsep Implementasi 1.5.2.1 Pengertian Implementasi
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program
maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau
implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi,
maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian
implementasi menurut para ahli.
Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu
kebijkan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang
telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan
mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik.
Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood(1980) hal-hal yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam
mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam
keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sementara menurut Pressman dan
Wildavsky(1984), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan
tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau
kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang
diinginkan dengan cara untuk mencapainya. 22
Menurut Wahab, Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari
keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik
22
kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih
dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh
apa dari suatu kebijakan.23
Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan,
kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan
akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.24
Sementara itu, Anderson25
1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa
pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi,
tetapi juga melibatkan aktor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti
ogranisasi kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana
kebijakan.
mengatakan bahwa implementasi kebijakan
dapat dilihat dari empat aspek, yakni:
2. Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau
perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor (unit birokrasi
maupun non-birokrasi), proses administrasi harus selalu berpijak pada
standard prosedur operasional (sebagai acuan pelaksanaannya).
23
Solichin Abdul Wahab. 1990. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.45
24
Solichin Abdul Wahab. 2002. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.65
25
3. Kepatuhan (kompliansi) kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai
perilaku taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau
peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada
hukum yang mengaturnya. Untuk menumbuhkan sistem kepatuhandalam
implementasi kebijakan, memerlukan sistem kontrol dan komunikasi yang
terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan.
4. Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy26
Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan
pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku
badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran
(target group). Namun demikian, hal itu juga perlu memperhatikan secara cermat
berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada setiap
kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak
tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun
yang negatif (unintended). Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan
pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam
kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat
dijadikan sebagai salah satu tolak-ukur keberhasilan implementasi kebijakan
dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan
kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersebut.
26
perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa dampak yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
1.5.2.2 Model-model Implementasi
a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Menurut Meter dan Horn27
1. Standar dan sasaran kebijakan
ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi,yaitu :
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan
terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antar para
agen implementasi.
2. Sumber daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia
(non-human resources). Dalam berbagai kasus program, pemerintah kurang
berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.
3. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan
dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan
kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
27
4. Karasteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya akan
mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik dan Ekonomi
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung
atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan
apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni a)
respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yakni
pemahamannya terhadap kebijakan; dan c) intensitas disposisi
Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Sumber: Subarsono.2005:94
b. Model Imlementasi George C. Edwards III
Edward III ( 1980: 1) menjelaskan bahwa mplementasi kebijakan adalah
tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan
konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu
kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi suatu masalah yang
merupakan sasaran kebijakan, maka kebijakan tersebut sangat mungkin
mengalami kegagalan walaupun kebijakan tersebut diimplementasikan
dengan sangat baik. Sebaliknya suatu kebijakan yang dianggap baik juga akan Kinerja Implementas
Karakteristik badan pelaksana
Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksana
Lingkungan ekosospol Ukuran dan tujuan
kebijakan
Sumber
mengalami kegagalan jika tidak diimplementasikan dengan baik oleh para
pelaksana kebijakan.28
Unsur yang harus diperhatikan atau dikaji dalam implementasi
kebijakan publik menurut George C. Edwards III diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu : communication, resources, dispositions, serta bureaucratic
structure 29
Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi
. Secara operasional faktor-faktor yang dipandang berpengaruh
terhadap implementasi kebijakan menurut Edwards III dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut
1. Communication
Yang dimaksudkan komunikasi disini adalah penyampaian
pesan/informasi mengenai kebijakan dari pembuat kebijakan kepada
pelaksana kebijakan. Pesan tersebut berisi tentang tujuan, hakikat
28
Hesel Nogi Tangkilisan.2003. Implementasi Kebijakan Publik, Tranformasi pikiran George Edwards.Yogyakarta : Lukman offset YPAPI. h.1
kebijakan, cara pelaksanaan, batasan-batasan norma, evaluasi terhadap
kebijakan, dan lain sebagainya. Komukasi harus terbangun dngan baik
antara pihak-pihak yang menyampaikan pesan dan yang menerima pesan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikandalam proses komunikasi adalah
transmission(cara penyampaian), informasi; clarity( kejelasan) informasi;
serta consistency( konsistensi) dalam penyampaian informasi.
Jika suatu pesan atau informasi disampaikan dengan cara yang tidak
tepat, maka dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) yang
berakibat pada kegagalan pelaksana dalam menterjemahkan kebijakan di
lapangan. Atau dengan kata lain pesan yang dikirimkan oleh pembuat
kebijakan dilaksanakan menyimpang dari yang diinginkan. Menurut
Edwards III distorsi ini disebabkan oleh praktek komunikasi indirect (tidak
langsung). Informasi yang melewati berlapis-lapis hirarki birokrasi, dan
keengganan para pelaksana untuk mengetahui lebih lengkap pesan yang
disampaikan dapat menimbulkan hambatan dalam komunikasi.
Jika komunikasi telah terbangun dengan baik, maka kejelasan pesan
menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Cara yang benar dan
efisien dalam menyampaikan informasi bukan suatu garansi bahwa
informasi akan dipahami dengan baik oleh si penerima pesan. Maka dari
itu, pesan harus jelas (clarity),mudah dipahami dan diimplementasikan.
Kejelasan tidak identik dengan informasi yang berlebihan. Justru informasi
yang berlebihan kadang-kadang akan mengaburkan kejelasan. Informasi
menghilangkan fleksibilitas (kreativitas) yang akhirnya membuat
kebijakan berjalan kaku.
Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana
kebijakan telah dilakukan dengan cara yang tepat mempunyai unsure
kejelasan, tetapi apabila perintah tersebut tidak ada konsistensi antara butir
perintah yang satu dengan yang lainnya, maka akan membuat bingun para
pelaksana kebijakan. Di sisi lain, perintah-perintah implementasi kebijakan
yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan
dengan penafsirannya sendiri-sendiri.
Komunikasi disini bisa dikembangkan lebih jauh bukan saja
penyampaian program kerja kepada struktur organisasi pelaksana. Tidak
kalah pentingnya adalah mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada
warga sekolah dan masyarakat. Hal ini lazimnya disebut sosialisasi.
Menurut Edwards III30
30
Id.,at127.
, dalam hal komunikasi, para pelaksana
kebijakan harus mengetahui apa yang mereka kerjakan. Untuk dapat
mengetahui dengan baik, maka perintah yang mereka terima (baik yang
dituangkan dalam keputusan-keputusan maupun dasar hukum lainnya)
haruslah jelas. Ketidakjelasan informasi tentu saja membawa akibat bagi
hasil pelaksanaan kebijakan. Selain tidak tercapainya perubahan yang
diinginkan, ketidakjelasan informasi juga bisa mengakibatkan terjadinya
perubahan yang tidak direncanakan dan tidak terantisipasi (unanticipated
2. Resources
Sumber-sumber ini meliputi sumber-sumber yang dapat mendukung
implementasi kebijakan dengan baik. Dalam implementasi kebijakan
dibutuhkan sumber-sumber pendukung, baik sumber daya manusia
maupun sumber daya non manusia. Yang termasuk sumber-sumber
tersebut antara lain staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai
keahlian serta keterampilan untuk melaksanakan kebijakan, informasi yang
memadai atau relevan untuk keperluan implementasi, wewenang yang
dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan, adanya
fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program
seperti dana dan sarana prasarana.
Edwards III31
Selain staf atau birokrat yang memiliki kualitas dan kuantitas
memadahi, informasi merupakan sumber daya yang mendukung
tercapainya tujuan-tujuan dalam implementasi suatu kebijkan. Informasi
yang dimaksudkan adalah terutama tentang cara dan data yang dapat mengemukakan bahwa implementasi akan dapat
berjalan efektif, apabila aparat pelaksana mempunyai kemampuan yang
cukup untuk melaksanakan tugas dan mengaktualisasikan rencana/program
kedalam bentuk pelayanan publik. Sumber daya manusia yang tidak
memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya
program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan
pengawasan dengan baik.
31
mendukung implementasi dengan baik. Kadang-kadang pelaksana tidak
mendapatkan penjelasan yang memadahi tentang bagaimana suatu
kebijakan harus diimplemntasikan. Hal ini akan dapat mengakibatkan
implementasi suatu kebijakan tidak sesuai dengan aturandan peraturan
yang berlaku, karena pelaksanan menafsirkan cara sendiri-sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Masalah lain yang menghambat implementasi
bisa juga disebabkan karena tidak adanya informasi mengenai data
pendukung yang valid. Jika hal ini berkaitan dengan pemberian subsidi
berupa uang atau barang, maka jika data yang diperoleh terlalu banyak
akan terjadi pemborosan, sebaliknya jika berdasarkan informasi data yang
diperoleh terlalu jauh lebih sedikit, dapat menimbulkan kekacauan.
Sumber daya berikutnya adalah kewenangan untuk menentukan
bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan
/mengatur keuangan, baik penyediaanuang, pengadaan staf, maupun
pengadaan supervisor. Menurut Lindblom32
Selain hal-hal tersebut di atas, sumberdaya lain yang juga tidak kalah
penting adalah adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai
untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. , sebab-sebab kewenangan
terdiri dari dua hal pokok, yakni: pertama, sebagian orang beranggapan
bahwa mereka lebih baik jika ada seseorang yang memerintah. Kedua,
kewenangan mungkin jugaada karena adanya ancaman, terror, dibujuk,
diberikeuntungan dan lain sebagainya.
32
Hampir tidak ada implementasi kebijakan yang tidak memerlukan sarana
dan prasarana serta keuangan. Sumber daya keuangan (financial)
merupakan faktor penting dalam menunjang implementasi kebijakan.
Semakin tinggi dukungan dana dari pemerintah, semakin baik
implementasi kebijakan, demikian pula sebaliknya, semakin kecil
dukungan financial bagi suatu kebijakan, akan dapat menjadi penyebab
dari kegagalan implementasi kebijakan. Meskipun sumber daya ini bukan
satu-satunya, akan tetapi hampir dipastikan kesulitan-kesulitan besar akan
dihadapi jika dalam suatu implentasi kebijakan tidak disediakan sumber
daya tersebut. Masalah-masalah yang ada pada akhirnya akan menghambat
dan bahkan menjadi faktor dominal kegagalam dalam implementasi suatu
kebijakan.
3. Dispositions
Yang dimaksud Dispositions adalah kepribadian/ pandangan
pelaksana dalam implementasi kebijakan publik. Maka itu, di sinilah
manfaatnya jika dalam penerimaan pegawai iperlukan seleksi yang
menyangkut kepribadian dan wawancara untuk mengetahui lebih jauh
tentang pandangan-pandangan dari calon pegawai terhadap suatu
kebijakan maupun tugas tertentu. Disposistion ini menjadi penting karena
sangat berkaitan dengan bagaimana pelaksana menyikapi kebijakan dan
kecenderungan apa yang akan terjadi dalam implementasinya.
Edward III menyebut dua hal penting berkenaan dengan dispositions.
kebijakan. Pembuat kebijakan harus menyusun atau menempatkan
staf-stafnya dalam organisasi pelaksana demi menjamin terlaksananya
kebijakan. Mereka harus dipilih yang tepat, loyal dan berkepribadian baik.
Sementara perlu diberikan insentif pada tingkat kecukupan/kepantasan
yang akan diterima pelaksana kebijakan jika bersedia dan/atau berhasil
menerapkan kebijakan.
4. Bureaucratic Structure
Struktur birokrasi yang dimaksud adalah keseluruhan jajaran
pemerintahan, meliputi semua pejabat negara dan pegawai yang berstatus
pegawai negeri maupun non pegawai negeri (pegawai tidak tetap, mitra
kerja, dan lain sebagainya); serta struktur pemerintahan daerah maupun
pemerintahan pusat. Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa
lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya. Sehingga
diperlukan koordinasi yang efektif antara lembaga-lembaga terkait dalam
mendukung keberhasilan implementasi. Bila dikaitkan dengan
kompleksitas, semakin komplek struktur pengambilan keputusan di dalam
organisasi, semakin banyak perantara yang dilalui dalam melaksanakan
kebijakan, akan semakin sulit implementasi dari suatu kebijakan.
Berkaitan dengan struktur birokrasi, menurut Edwards III, ada dua
karakteristik utama birokrasi yaitu Standard Operating Procedures(SOP)
atau prosedur standar pelaksanaan dan fragmentasi. SOP merupakan
rutinitas-rutinitas yangmemungkinkan para pejabat publik membuat
terhadap terbatasnya waktu dan sumber-sumber daya pelaksanaan
organisasi yang kompleks dan beragam. Fragmentasi adalah pembagian
tanggung jawab suatu daerah kebijakan diantarabeberapa unit organisasi.
SOP dan fragmentasi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan dalam
kebijakan, memboroskan sumbernya, meningkatkan tindakan- tindakan
yang tidak diinginkan, menghambat koordinasi, membingungkan para
pejabat di tingkat bawah dan sebagainya.
1.5.3 Pengertian Program
Program merupakan dalam peyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi
langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan
unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Dalam
sebuah program harus dimuat berbagai aspek ( Tangkilisan, 2005 : 219 ), yaitu :
a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil dalam mencapai
tujuan itu.
c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus
dilalui.
d. Adanya perkiran anggaran yang dibutuhkan.
e. Adanya strategi dalam pelaksanaan. 33
Dalam proses implementasi birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan
menjadi program. Program dapat dipandang sebagai “Kebijakan Birokratis”,
33
karena dirumuskan oleh birokrasi dan oleh karena itu membawa kepentingan
para birokrat. Kebijaksanaan birokrasi menjadikan kebijaksanaan lebih
operasional dan siap dilaksanakan 34
a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan. .
Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat 3 unsur
penting ,yaitu :
b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi
jamak berkesinambungan.
c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.35
1.5.3.1 Implementasi Program
Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung
daribunsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga.
Pelaksanaan penting artinya karna pelaksanaan baik, organisasi maupun
perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam
proses implementasi.
Dalam tahap implementasi, eksekutif melaksanakan rencana yang
tercantum dalam anggaran dalam bentuk kegiatan nyata. Anggaran merupakan
kegiatan bagian dari program, dan program merupakan penjabaran dari
strategic objectives dan strategic initiatives. Oleh karena itu, eksekutif harus
menyadari keterkaitan erat antara implementasi, anggaran, program, strategic
objectives dan stratgic intatives dan startegi mewujudkan visi organisasi.
34
Samodra Wibawa , dkk.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.h.4
35
Dengan kata lain, dalam implementasi progam, khususnya yang banyak
melibatkan banyak organisasi dan intasi pemerintah atau berbagi tingkatan
struktur organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari tiga sudut
pandang, yakni:
a. Pemarakasa kebijaksana atau pembuat kebijaksanaan(the center atau
pusat).
b. Pejabat-pejabat pelaksana dilapangan (the periphery).
c. Aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintahan kepada siapa
program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group)36
Dilihat dari sudut pandang pusat, maka fokus analisis implementasi
kebijakasanaan itu mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
atasan atau lembaga-lembaga ditingkat pusat untuk mendapat kepatuhan dari
lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah atau daerah
dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan atau untuk mengubah perilaku
kelompok sasaran dari progam bersangkutan.
.
1.5.4 Konsep Bantuan Operasional Sekolah
1.5.4.1 Gambaran Umum Program Bantuan Operasional Sekolah
Program BOS dilatarbelakangi adanya kebijakan Pemerintah
mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan telah merelokasikan sebagian
besar anggaran yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat miskin
akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak. Ada 4 (empat) sektor
alokasi anggaran subsidi bahan baker minyak antara lain untuk :
36
a. Bidang pendidikan
b. Bidang kesehatan
c. Bantuan infrastruktur pedesaan
d. Subsidi Langsung Tunai ( SLT)
Untuk bidang pendidikan konsep Program Kompensasi Pengurangan
Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk SD dan SMP yang semula
program Bantuan Khusus Murid (BKM) yang langsung diberikan kepada
siswa/murid miskin yang telah diseleksi oleh sekolah sesuai alokasi anggaran
yang diterima, program tersebut telah diubah menjadi Program Bantuan
Opersional Sekolah (BOS) yangdiberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai
dengan ketentuan. Besarnya dana untuk tiap tiap sekolah ditetatapkan
berdasarkan jumlah murid. Untuk menyamakan persepsi dan kesamaan
pemahaman BOS secara singkat kita uraikan terlebih dahulu mengenai definisi
Biaya Pendidikan dan terminologi program BOS.
Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan
rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar
mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dari cara
penggunaannya, BSP dibedakan menjadi BSP Investasi dan BSP Operasional.
BSP Investasi adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun
untuk pembiayaan sumberdaya yang tidak habis pakai dalam waktu lebih dari
satu tahun,seperti pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media,
perabot dan alat kantor. Sedangkan BSP Operasional adalah biaya yang
pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. BSP Operasional
mencakup biaya personil dan biaya non personil.
Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan
Jam Mengajar (KJM) , Guru tidak tetap (GTT), Pegawai tidak tetap (PTT),
uang lembur) dan pengembangan profesi guru (Pendidikan dan Latihan Guru,
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja
Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non personil adalah biaya untuk penunjang
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), evaluasi/penilaian,
perawatan/pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tangga
sekolah dan supervise. Selain dari biaya-biaya tersebut, masih terdapat jenis
biaya operasional yang ditanggung oleh peserta didik, misalnya biaya
transportasi, konsumsi, seragam, alat tulis, kesehatan, rekreasi dan sebagainya.
Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pendidikan Nasional Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
mencakup dua komponen yaitu biaya operasional dan biaya non personil, oleh
karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka
penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lainyang
tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Namun perlu ditegaskan
bahwa prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi
sekolah. Oleh karena keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka
sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah
daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk
penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar
sebagai pelaksana program wajib belajar. Program ini bertujuan untuk
membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik yang tidak mampu dan
meringankan bagi peserta didik yang lain. Dengan BOS diharapkan peserta
didik dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai
tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
1.5.4.2 Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9
tahun yang bermutu. Sedangkan secara khusus program BOS bertujuan untuk:
menggratiskan seluruh siswa miskin ditingkat pendidikan dasar dari beban
biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta,
menggratiskan seluruh siswa SD negeridan SMP negeri terhadap biaya
operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional
(RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI), meringankan beban biaya
operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
1.5.4.3 Sasaran Program Bantuan Operasional Sekolah
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk
(TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di
seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak
termasuk sasaran dari program BOS ini. Pemerintah Daerah wajib
mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga
siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan
kepadasiswa mampu. Pemerintah Daerah wajib mensosialisasikan dan
melaksanakan kebijakan BOS serta memberi sanksi kepada pihak yang
melanggarnya Pemerintah Daerah wajib memenuhi kekurangan biaya
operasional dari APBD bila BOS dari Departemen Pendidik Nasional belum
mencukupi. Berdasarkan juknis BOS tahun 2013, besar biaya yang diterima
oleh sekolah, dihitung berdasar jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB
mendapatkan Rp.580.000,- /tahun, /siswa.
1.5.4.4 Waktu penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah
Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode
januari-maret, april – juni, juli-september dan oktober – desember. Pada tahun
2013 dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode januari sampai
desember 2013, yaitu triwulan I dan II tahun anggaran 2013 tahun ajaran
2012/2013 dan triwulan III dan IV tahun anggaran 2013 tahun ajaran
2013/2014. Bagi wilayah yang sangat sulit secara geografis (wilayah terpencil)
sehingga proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan
ataumemerlukan biaya pengambilan yang mahal, penyaluran dana BOS oleh
1.5.4.5 Dasar Hukum Program Bantuan Operasional Sekolah
Adapun dasar hukum pelaksanaanprogram Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) adalah sebagai berikut :
a. Amanat Undang Undang Dasar 1945 (Pembukaan, alinea ke-4) : Salah
satu tujuan kemerdekaan adalah “ ... mencerdaskan kehidupan bangsa”.
b. Pasal 28 B (ayat 2) Amandemen Undang UndangDasar 1945 : “Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
c. Pasal 28 C (ayat 2) Amandemen Undang Undang Dasar 1945 : “Setiap
anak berhakmengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
d. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Pasal 1, Butir 14) : Pendidikan anak adalah “suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 28Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun