• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve) secara In vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve) secara In vitro"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN KULIT PISANG DAN UMBI UBI JALAR

PADA MEDIA PERTUMBUHAN DUA VARIETAS KRISAN

(

Dendrathema grandiflora

Tzvelve) SECARA

IN VITRO

A24080179

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve) secara In vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Hasrat Enggal Prayogi

NIM A24080179

(4)

ABSTRAK

HASRAT ENGGAL PRAYOGI. Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora

Tzvelve) secara In vitro. Dibimbing oleh MEGAYANI SRI RAHAYU

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari penambahan berbagai bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman krisan secara in vitro, dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Hasil penelitian diolah menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan media bahan organik terdiri atas tujuh taraf (MS0 tanpa penambahan bahan organik, kulit pisang 50 g/l + ½ MS (½ konsentrasi hara makro, mikro dan vitamin), kulit pisang 100 g/l + ½ MS, kulit pisang 150 g/l + ½ MS, ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS, ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS dan ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS). Faktor kedua adalah perlakuan varietas krisan dengan dua jenis (Puspita Nusantara dan Puspita Pelangi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan organik dalam media kultur jaringan krisan memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, jumlah cabang akar dan panjang akar. Varietas krisan memberikan pengaruh pada tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang akar tanaman krisan. Interaksi antara media bahan organik dan varietas krisan terjadi pada tinggi tanaman umur 4–10 MSK dan panjang akar terpanjang pada 10 MSK. Kata kunci: bahan organik, Puspita Nusantara, Puspita Pelangi, kulit pisang, umbi ubi jalar ungu

ABSTRACT

HASRAT ENGGAL PRAYOGI. Banana Peel and Sweet Potato Tuber Flesh in Media for In Vitro Growth of Two Chrysanthemum (Dendrathema grandiflora Tzvelve) Varieties. Supervised by MEGAYANI SRI RAHAYU

This research aims to study the effect of addition various organic materials on the growth of chrysanthemum by in vitro. It was conducted at the Laboratory of Tissue Culture, Department of Agronomy and Horticulture. The experimental design was using a completely randomized design (CRD) with two factor. The first factor was media's treatment of organic material consists of seven standards (MS0 without the organic material, banana peels 50 g/l + ½ MS (½ concentration of macro, micro and vitamin), banana peels 100 g/l + ½ MS, banana peels 150 g/l + ½ MS, purple sweet potato 50 g/l + ½ MS, purple sweet potato 100 g/l + ½ MS and purple sweet potato 150 g/l + ½ MS). The second factor was the treatment of chrysanthemum varieties with two variety (Puspita Nusantara and Puspita Pelangi). The results showed that the addition of organic material in tissue culture media chrysanthemums influenced on plant height, number of leaves, number of roots, number of branches roots and root length. Chrysanthemum varieties influenced on plant height, number of leaves and number of branches roots. The interaction between organic media and chrysanthemum varieties occured in plant height at 4-10 weeks after cultured and root length of the longest at 10 weeks after cultured.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

HASRAT ENGGAL PRAYOGI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

PENAMBAHAN KULIT PISANG DAN UMBI UBI JALAR

PADA MEDIA PERTUMBUHAN DUA VARIETAS KRISAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora

Tzvelve) secara In vitro

Nama : Hasrat Enggal Prayogi

NIM : A24080179

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Penelitian yang berjudul ” Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve) Secara In Vitro” disusun oleh penulis untuk memberikan bahan alternatif sebagai media kultur jaringan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Asep Setiawan dan Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulisan skripsi ini. 3. Dr. Dewi Sukma, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Agronomi dan Hortikultura.

4. Bapak, Ibu, mas Rangka serta keluarga besar Tunggono dan Waliman Pudjo Suwignyo yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat.

5. Teh juju sebagai staf laboratorium atas bantuannya selama penelitian di laboratorium, teman lab ( Monic, Dwi dan Eka).

6. Teman-teman Indigenous 45, Tri, Indra, Bunga, Izza, Diah, Galuh atas kebersamaan dan bantuan selama di AGH ini.

7. Teman-teman Wisma Alkahfia (Afifah, Sri, Ponda, Een, Nita, Dayah, mbak Veby, mbak Rini, mbak Yuas, mbak Wulan) atas supportnya dan teman sekamar asrama 261, Ayu, Ami dan Memel.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Hipotesis 2 

TINJAUAN PUSTAKA 3 

Tanaman Krisan 3 

Krisan varietas Puspita Nusantara 4 

Kultur Jaringan 5 

Media Kultur Jaringan 5 

Kultur Jaringan Krisan 7 

METODE 8 

Tempat dan Waktu 8 

Bahan dan Alat 8 

Metode Penelitian 8 

Pelaksanaan Penelitian 9 

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 

Kondisi Umum 12 

Tinggi tanaman 15 

Jumlah daun 18 

Jumlah akar 20 

Cabang akar 22 

Panjang Akar Terpanjang 24 

KESIMPULAN DAN SARAN 28 

Kesimpulan 28 

Saran 29 

DAFTAR PUSTAKA 30 

LAMPIRAN 32 

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap

rataan tinggi tanaman krisan 15

2 Pengaruh media bahan organik terhadap rataan tinggi tanaman 15  3 Pengaruh jenis varietas terhadap rataan tinggi tanaman krisan 16  4 Interaksi media dan varietas krisan terhadap rataan tinggi tanaman

krisan 17 

5 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap

rataan jumlah daun tanaman krisan 18  6 Pengaruh media terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan 19  7 Pengaruh jenis varietas krisan terhadap rataan jumlah daun tanaman

krisan 20 

8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap

rataan jumlah akar tanaman krisan 21  9 Pengaruh media terhadap rataan jumlah akar tanaman krisan 21  10 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap

rataan jumlah cabang akar tanaman krisan 23  11 Pengaruh media terhadaprataan jumlah cabang akar tanaman krisan 23  12 Pengaruh varietas terhadap rataan jumlah cabang akar tanaman krisan 24  13 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap

rataan panjang akar terpanjang tanaman krisan 25  14 Pengaruh media terhadap rataan panjang akar terpanjang tanaman

krisan 25 

15 Interaksi dua varietas krisan dan media terhadap rataan panjang akar

tanaman krisan 26 

16 Kondisi tanaman krisan selama aklimatisasi 27 

DAFTAR GAMBAR

1 Bahan media kultur jaringan (bahan organik) 12 

2 Tanaman krisan 13 

3 Tanaman krisan dalam botol kultur jaringan 13  4 Kultur tanaman krisan yang terkontaminasi 14 

5 Kondisi beberapa tanaman krisan 14 

6 Cabang akar tanaman krisan 22 

7 Penampang akar dan cabang akar tanaman krisan pada media kulit 25 

pisang 50 g/l + ½ MS 25 

8 Akar krisan 26 

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi Krisan Varietas Puspita Pelangi 32  2 Deskripsi Krisan Varietas Puspita Nusantara 33  3 Komposisi Media Murashige and Skoog (MS) 1962 34  4 Kandungan Gizi Kulit Pisang/100 gram 35  5 Kandungan Gizi Ubi jalar ungu/100 gram 35  6 Hasil sidik ragam pertumbuhan tinggi tanaman krisan 36  7 Hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah daun tanaman krisan 37  8 Hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah akar tanaman krisan 38  9 Hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah cabang akar tanaman krisan 39  10 Hasil sidik ragam pertumbuhan panjang akar tanaman krisan 39 

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak diminati masyarakat, karena memiliki warna dan bentuk yang beragam. Tanaman hias juga bermanfaat untuk memperindah lingkungan, serta sebagai pemuas kebutuhan rohani dan memperindah ruangan (Mattjik 2010). Banyak masyarakat yang membudidayakannya. Tanaman hias meliputi tanaman hias daun dan tanaman hias bunga. Salah satu jenis tanaman hias bunga adalah tanaman krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve). Daya tarik tanaman krisan adalah warna, tipe dan bentuknya yang beragam. Krisan juga dimanfaatkan dalam bidang kesehatan yaitu untuk teh herbal atau teh obat.

Tanaman krisan merupakan tanaman hias yang berasal dari Cina dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas krisan lokal (krisan yang berasal dari luar negeri dan sudah lama beradaptasi di Indonesia), krisan intoduksi (krisan modern atau hibrida) dan krisan produk Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) menunjukkan bahwa produksi tanaman krisan di Indonesia mulai meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2009 produksi tanaman krisan yaitu 107 847 072 tangkai dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 185 232 970 tangkai. Peningkatan produksi ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi usaha untuk tanaman krisan. Produksi krisan dalam negeri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi bunga krisan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Usaha bunga krisan di Indonesia memiliki peluang ekspor yang cukup besar seiring dengan peningkatan permintaan bunga krisan, jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup masyarakat. Ekspor dapat dilakukan ke beberapa negara diantaranya Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Pakistan dan Uni Emirat Arab (Dirjen Horti 2012).

Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah Indonesia masih mengimpor bibit dari luar negeri seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat dan Jepang. Bibit krisan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, sehingga dengan mengimpor bibit biaya produksi semakin mahal. Ketersediaan bunga krisan secara kontinyu juga diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen.

Masalah impor bibit dan kontinuitas ketersediaan bunga dapat diatasi melalui perbanyakan dengan teknik kultur in vitro. Kultur in vitro tanaman mempunyai potensi sangat besar dalam program pemuliaan tanaman serta penyediaan benih dan bibit berkualitas (Yuwono 2008). Perbanyakan dengan teknik kultur in vitro dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak, dapat dilakukan kapan saja tidak tergantung musim dan dalam waktu yang relatif cepat dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional. Indonesia tidak perlu mengimpor bibit dari negara lain dan dapat memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat.

Media merupakan faktor penting dalam teknik kultur in vitro karena nutrisi untuk pertumbuhan eksplan hanya diperoleh dari media. Media kultur

(14)

2

tertentu dan zat pengatur tumbuh. Bahan yang digunakan dalam media kultur in

vitro umumnya membutuhkan biaya yang mahal. Ada beberapa cara untuk

mengatasi permasalahan biaya, salah satunya adalah dengan penggunaan bahan organik sebagai media alternatif, suplemen vitamin, mineral ataupun zat pengatur tumbuh. Bahan organik yang dapat digunakan diantaranya air kelapa, ekstrak tauge, ekstrak pisang, ekstrak tomat dan ekstrak ubi jalar.

Penelitian ini mengggunakan bahan organik sebagai suplemen dalam media kultur in vitro. Bahan organik yang digunakan adalah kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu. Kulit pisang merupakan limbah yang sering dibuang dan tidak dimanfaatkan. Saat ini ada beberapa penelitian yang telah memanfaatkan kulit pisang baik untuk pembuatan kompos dan makanan seperti nata de banana dan es krim. Penelitian ini juga menggunakan umbi jalar ungu sebagai pelengkap hara makro dan mikro dalam media kultur in vitro. Selain itu umbi ubi jalar ungu mengandung antosianin yang cukup tinggi, antosianin berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan ini dapat mencegah anti aging (senescen pada sel) karena tanaman in vitro juga mengalami stres selama pertumbuhan dalam botol kultur. Menurut Reynolds dan Murashige dalam Dodds (1985) asam askorbat, yang dapat digunakan dengan asam organik lainnya berguna sebagai antioksidan untuk mengurangi jaringan kecoklatan. Kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu ini dipilih karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan dalam kultur jaringan. Nutrisi yang terkandung dalam bahan organik tersebut antara lain karbohidrat dan vitamin. Selain mengandung nutrisi yang bermanfaat, kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu mudah didapatkan dan harganya murah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa jenis media bahan organik terhadap pertumbuhan dua varietas tanaman krisan secara invitro.

Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini adalah :

1. Terdapat media bahan organik terbaik dalam pertumbuhan tanaman krisan 2. Terdapat varietas krisan dengan pertumbuhan terbaik pada media bahan

organik

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Krisan

Botani Krisan

Tanaman krisan asli dari belahan bumi utara, terutama Eropa, Asia dan beberapa dari daerah lain. Beberapa pihak menyatakan bahwa krisan yang dibudidayakan berasal dari Cina lebih dari 2000 tahun yang lalu (Crater 1992). Tanaman Krisan mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1840. Tanaman ini sering dikenal dengan nama bunga Aster dan di Indonesia sendiri dikenal dengan nama bunga Seruni.

Tanaman krisan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi :Spermathophyta

Sub Divisi :Angiospermae

Famili :Compositae / Asteraceae

Genus : Dendrathema

Species : Dendrathema grandiflora

Krisan merupakan tanaman hias yang termasuk dalam family Compositae atau Asteraceae (Crater 1992). Siklus hidup krisan dibedakan menjadi dua tipe yaitu krisan semusin/hardy annual dan krisan tahunan/hardy perennial. Di habitat aslinya krisan merupakan tanaman yang bersifat menyemak dan dapat tumbuh hingga mencapai 30 – 200 cm (Budiarto et al. 2006). Ada sekitar 100 sampai 200 spesies yang termasuk tanaman ini.

Krisan terutama ditanam sebagai tanaman hias tetapi ada salah satu spesies yang dibudidayakan sebagai sumber insektisida penting yaitu pyrethrum. Krisan dibudidayakan sebagai tanaman pot dan bunga potong dengan bunga yang menunjukkan berbagai macam warna. Krisan telah berkembang menjadi beberapa kelompok berdasarkan susunan floretnya, seperti single/tunggal, kaskade, anemon, pompon (bulat), dekoratif, spider, quilled, incurved, daisy (Crater 1992).

Krisan dibudidayakan dengan dua macam bentuk sesuai permintaan pasar yaitu :

1. Disbudded inflorescence/tipe standar

Kuncup bunga disamping dibuang dan hanya ditinggalkan satu bunga saja setiap tangkai. Bentuk bunga ini sering disebut bunga standar

2. Spray inflorescence/tipe spray

Semua bunga dibiarkan berkembang tetapi satu bunga pertama dibuang saat mulai menunjukkan warna atau kira-kira dua minggu setelah muncul (Kofranek 1992).

Syarat Tumbuh

(16)

4

tanaman. Krisan dapat tumbuh pada kisaran suhu harian antara 17 sampai 30 °C. Pada fase vegetatif, kisaran suhu harian 22 sampai 28 °C pada siang hari dan tidak melebihi 26 °C pada malam hari dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal krisan (Khattak dan Pearson dalam Budiarto et.al, 2006).

Tanaman krisan tergolong tanaman berhari pendek fakultatif berdasarkan tanggap tanaman terhadap panjang hari. Berdasarkan pada sifat sensitif krisan terhadap panjang hari, modifikasi lingkungan berupa penambahan cahaya dengan menggunakan lampu pada malam hari perlu dilakukan pada budidaya krisan potong, untuk memperoleh tinggi tanaman yang diharapkan pada fase vegetatif sebelum berbunga (Budiarto et al. 2006). Tujuan dari penambahan cahaya untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan tunas. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pencahayaan buatan untuk mencegah periode gelap dari melebihi 7 jam. Ketika pencahayaan buatan yang digunakan, harus cukup terang untuk mempengaruhi tanaman. Intensitas dari 10 foot candles, diukur dengan pengukur cahaya diadakan di tingkat pabrik, biasanya dianggap sebagai tingkat pencahayaan yang aman (Klasa 1976).

Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas krisan lokal (krisan yang berasal dari luar negeri dan sudah lama beradaptasi di Indonesia), krisan intoduksi (krisan modern atau hibrida) dan krisan produk Indonesia. Ciri-ciri krisan lokal antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum

berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur). Krisan introduksi hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini adalah berbunga kuning (C. indicum hybr. Dark Flamingo), berbunga putih (C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis Cossa), Clingo, Fleyer, berbunga merah (Alexandra Van Zaal) dan berbunga pink (Pink Pingpong) (Prihatman, 2000) dan krisan produk Indonesia yaitu dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cipanas. Varietas yang dilepas Balithi Cipanas seperti Cut Nyak Dien, Dewi Ratih, Nyi Ageng Serang, Ratna Wisesa, Puspita Nusantara dan Puspita Asri (Balithi 2011). Ada juga krisan yang telah dilepas di daerah Yogyakarta yaitu Ratnahapsari, Kusumapatria, Cintamani, Kusumasakti, Sasikirana, dan Kusumaswasti (Martini 2011).

Krisan varietas Puspita Nusantara

Tanaman krisan yang dikembangkan di Balai Penelitian Hias (Balithi) salah satunya adalah Puspita Nusantara. Varietas ini dilepas pada tahun 2003. Puspita Nusantara merupakan hasil persilangan dari Tawn Talk dan Saraswati. Umur tanaman ini 104–109 hari dengan tinggi sekitar 84.6 cm. Ciri–ciri tanaman krisan Puspita Nusantara adalah memiliki warna bunga pita kuning dengan warna bunga tabung kuning-hijau. Bentuk bunga Puspita Nusantara adalah tunggal

dengan tipe spray. Bentuk daunnya lonjong menjari, lekukan dangkal, tepi agak

(17)

5 Krisan varietas Puspita Pelangi

Tanaman krisan lain yang dikembangkan di Balithi adalah Puspita Pelangi. Varietas ini dilepas pada tahun 2003. Puspita Pelangi merupakan hasil persilangan dari Hawaii dan 891104. Tinggi tanaman ini 90.0–99.1 cm. Ciri–ciri tanaman krisan Puspita Pelangi adalah memiliki warna bunga pita putih dengan warna bunga tabung kuning hijau. Bentuk bunga Puspita Pelangi adalah semidekorasi. Tipe bunga yang banyak digunakan untuk varietas Puspita Pelangi adalah spray. Bentuk daunnya lonjong menjari, agak bergerigi dan lekukan dangkal dengan warna daun hijau. Tanaman ini adaptif terhadap dataran medium dan dataran tinggi serta tahan penyakit karat. Produksi bunga tiap tanaman adalah 27 kuntum.

Kultur Jaringan

Kultur jaringan tanaman disasarkan pada konsep bahwa tanaman dapat dipisah–pisahkan menjadi bagian–bagian (organ, jaringan atau sel) yang dapat dimanipulasi secara in vitro sehingga masing–masing bagian tanaman dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap (Caponetti et al. 2000). Konsep ini dikemukakan oleh Schleiden dan Schawn yang dinamakan konsep totipotency cell.

Totipotency adalah total genetik potensial dimana dalam tubuh multiseluler setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigotnya yang mampu memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherington 1984).

Tujuan kegiatan kultur jaringan adalah perbanyakan masal tanaman dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat, selain itu diperoleh tanaman yang bebas virus dan membantu pemuliaan tanaman untuk mempercepat pencapaian tujuan penelitian pada tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif. Selain itu metode kultur jaringan juga dapat dimanfaatkan dalam bidang agro-industri yaitu menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan manusai dengan tingkat produksi per unit berat kering yang setara atau lebih tinggi dari tanaman asalnya (Gunawan 1992).

Media Kultur Jaringan

Media Dasar

Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam teknik kultur jaringan. Menurut Karjadi et al. (2007) keberhasilan dalam menggunakan metode kultur jaringan sangat bergantung pada komposisi media yang digunakan. Menurut Torres (1957) media kultur jaringan mengandung beberapa komponen : hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino, nitrogen, gula, pelengkap organik yang tidak diketahui, dan zat pengatur tumbuh. Media kultur jaringan berperan penting karena tanaman yang dikulturkan hanya mendapatkan hara untuk pertumbuhannya dari media tersebut.

(18)

6

Dibandingkan dengan media media lain, media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur.

Vitamin dan Bahan Organik ( Kompleks ) Vitamin

Vitamin adalah bahan organik bagian dari enzim atau kofaktor yang esensial untuk fungsi metabolisme. Vitamin diperlukan tanaman untuk pertumbuhan jaringan. Vitamin yang biasa ditambahkan adalah B1 (thiamine), vitamin B6 (pyridoxine) dan niacin. Tiamin merupakan vitamin yang sangat esensial dalam kultur yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan biosintesis beberapa asam amino. Tiamin biasanya ditambahkan dalam bentuk tiamin hidroklorida. Vitamin lain yang biasa ditambahkan dalam media adalah asam folat, riboflavin, asam askorbat, asam pantotenat, tokoferol dan asam para-aminobenzoat (Beyl 2000).

Bahan organik kompleks

Media kultur jaringan perlu ditambahkan komponen lain seperti vitamin, asam amino, dan N-organik, persenyawaan kompleks, larutan penyangga, bahan padat media, zat pengatur tumbuh (Gunawan 1992). Bahan-bahan organik kompleks digunakan sebagai sumber karbon organik seperti kasein hidrosilat, campuran asam amino dan ammonium, pepton, tripton, dan ekstrak malt. Campuran ini sangat kompleks dan mengandung berbagai vitamin sebaik asam amino (Beyl 2000).

Manfaat lain senyawa organik kompleks pada media kultur yaitu untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman, disamping penggunaan persenyawaan organik yang komponennya telah diketahui dengan jelas. Komposisi yang terkandung dalam senyawa organik kompleks dapat berbeda bila sumbernya berbeda. Senyawa organik kompleks biasanya diperoleh dari ekstrak tanaman.

Bahan alam organik yang sering digunakan dalam media kultur jaringan antara lain air kelapa, pisang, dan tomat. Bahan tersebut merupakan bahan kompleks alami yang dapat berfungsi sebagai pembentuk hormon auksin, sitokinin dan giberelin secara endogen pada tunas anggrek dendrobium (Widiastoety dan Purbadi 2003).

Bubur pisang merupakan tambahan zat organik yang umum pada media anggrek untuk memperkaya nutrisi. Penelitian Muawanah (2005), menghasilkan data komposisi media yang menghasilkan rata–rata tertinggi pada tahap perbesaran dan perakaran adalah media dengan Hyponex 1 g/l dan ekstrak buah pisang 100 g/l, dengan nilai tinggi planlet yaitu 68.2mm, panjang akar yaitu 99.2 mm, jumlah akar yaitu 7.4, panjang daun yaitu 46.2mm serta jumlah daun 5.2 helai. Penelitian Thursina (2005) menunjukkan maanipulasi media terbaik untuk tahap perbesaran adalah media Grow More 2 g/l + pisang 100 g/l karena media tersebut mampu menghasilkan rata–rata pertumbuhan dan perkembangan daun serta akar terbaik pada planlet anggrek dendrobium secara in vitro.

(19)

7 yang relatif tinggi adalah asam amino valin, sedangkan yang relatif rendah adalah asam amino triptofan (Santosa, et.al dalam Widiastoety D dan Purbadi 2003). Ubi jalar ungu merupakan bahan pangan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral antara lain kalsium dan zat besi, vitamin A dan C. Ubi jalar ungu mengandung antosianin yang merupakan zat warna pada tanaman (BPTP 2008). Senyawa antosianin yang terdapat pada ubi jalar berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas. Ubi jalar memiliki kandungan vitamin A mencapai 900 IU, serta riboflavin (vit B2) 0.04 mg (Ginting dalam Widiastoety dan Purbadi, 2003). Ekstrak ubi jalar ungu juga dapat digunakan sebagai bahan organik yang ditambahkan pada media kultur jaringan. Pada penelitian Widiastoety dan Purbadi (2003), penambahan bubur ubijalar pada media kultur jaringan anggrek dendrobium menghambat pertumbuhan tinggi planlet, jumlah dan luas daun serta jumlah dan panjang akar.

Kultur Jaringan Krisan

Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh (Gunawan 1992). Perbanyakan krisan dengan teknik kultur jaringan mulai dilakukan untuk tujuan tertentu diantaranya memproduksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang singkat, perakitan dan pengembangan varietas, menghasilkan krisan yang bebas virus dan menghasilkan krisan dengan perioditas tertentu (melalui mutasi).

Penelitian Haryanto (1993) menunjukkan bahwa medium MS padat ditambah air kelapa (150ml/l), NAA(0.5ml/l) dan kinetin (1.5ml/l) paling baik untuk pemunculan tunas dan akar krisan varietas lokal dan kalus krisan dapat membentuk tunas dalam waktu 28.60 hari dan akar dalam waktu 36.20 hari, sementara itu dalam medium MS padat ditambah air kelapa (150 ml/l), NAA (0.5 ml/l) dan BAP (0.5 ml/l) kalus krisan mampu bertunas dalam waktu 25.80 hari tetapi medium tersebut tidak merangsang pemunculan akar.

Penelitian tentang kultur jaringan krisan yang menggunakan bahan organik juga dilakukan Matatula (2003) dengan penambahan air kelapa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi media MS 50% dengan 50% air kelapa memberikan hasil yang terbaik pada pertumbuhan tanaman krisan secara in vitro dibandingkan dengan perlakuan media MS 100%. Tinggi planlet tertinggi diperoleh pada media denagn penambahan air kelapa dan perlakuan ini juga meningkatkan berat basah tunas meskipun tidak berbeda dengan penambahan 1.7 g/l Gandasil-D. Hal ini menunjukkan dengan substitusi air kelapa dapat menghemat penggunaan media MS 50%.

Penelitian Syaifan (2010) menunjukkan bahwa pemberian BA 6.66 µM menghasilkan eksplan dengan jumlah tunas terbanyak (8.71 tunas),

(20)

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan September 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman krisan yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Segunung, Cianjur. Tanaman krisan diperbanyak di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penelitian ini memiliki empat belas kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas sepuluh ulangan. Setiap ulangan terdiri dari satu eksplan sebagai satuan amatan terkecil. Satu eksplan ditanam dalam satu botol. Total satuan amatan dalam penelitian ini adalah 140 eksplan di dalam 140 botol.

Bahan lain yang digunakan adalah media Murashige–Skoog (MS), agar–agar, sukrosa, KOH, HCl, air steril. Bahan sterilan : alkohol 70 % dan 96 %, bakterisida, fungisida, detergen, sodium hipoklorit dan Clorox sebagai desinfektan. Media dasar yang digunakan merupakan media Murashige dan Skoog. Media perlakuan merupakan ½ MS yang ditambahkan dengan bahan organik. Bahan organik yang digunakan adalah bubur kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu yang sudah dimasak bersama media kultur jaringan.

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur, timbangan analitik, cawan petri, bunsen, gelas ukur, labu ukur, alat tanam (gunting, pinset dan piasu), autoklaf, laminar air flow cabinet (LAFC), spatula, pengaduk gelas dan alat penghalus bahan organik (blender). Alat yang akan digunakan untuk penyimpanan botol kultur adalah rak kultur.

Metode Penelitian

Data hasil penelitian diolah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial menggunakan dua faktor. Faktor pertama adalah bahan organik dan faktor kedua adalah varietas krisan.

(21)

9 Faktor kedua adalah dua varietas krisan (V) yaitu :

V1 : Varietas Puspita Nusantara V2 : Varietas Puspita Pelangi

Total perlakuan dalam penelitian ini adalah empat belas kombinasi. Adapun empat belas kombinasi bahan organik sebagai media kultur jaringan adalah :

O0V1 : MS0 tanpa bahan organik pada krisan varietas 1 O1V1 : Kulit pisang 50 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1 O0V2 : MS0 tanpa bahan organik pada krisan varietas 2 O1V2 : Kulit pisang 50 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2 Model matematika yang digunakan yaitu :

Yijk = µ + αi + βj + ( αβ)ij + εijk

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan jenis media ke-i varietas ke-j ߤ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan penambahan kulit pisang dan ubi jalar ungu

taraf ke-i

βj = pengaruh perlakuan varietas krisan taraf ke-j

( αβ)ij = pengaruh interaksi antara penambahan kulit pisang dan ubi jalar

ungu taraf ke-i dengan varietas krisan taraf ke-j

εijk = pengaruh galat perlakuan media ke-i, varietas krisan ke-j

Data pengamatan diuji menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila pengaruh perlakuan berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut setiap perlakuan menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan dan Sterilisasi Alat. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan

(22)

10

Pembuatan Media. Media yang perlu dibuat adalah media perbanyakan dan

media perlakuan. Tahap awal dalam pembuatan media perbanyakan adalah membuat larutan stok. Larutan stok yang dibuat adalah media Murashige dan Skoog (MS) yang terdiri dari stok A, B, C, D, E, F seperti dalam tabel lampiran 3. Larutan MS yang dibuat adalah MS0. Tujuan pembuatan larutan stok adalah untuk mempermudah pekerjaan apabila akan membuat media dalam jumlah yang banyak. Pembuatan media perbanyakan dilakukan dengan memipet larutan stok MS ke dalam labu takar. Agar-agar ditambahkan sebanyak 7 g/l sebagai pemadat dan gula 30 g/l. Nilai pH diatur 5.8 dengan menambahkan larutan NaOH apabila larutan media terlalu asam atau HCl apabila larutan media terlalu basa. Bahan media dimasak hingga mendidih kemudian dituangkan ke dalam botol-botol kultur yang telah disterilkan. Botol ditutup dengan plastik kemudian diikat dengan karet. Setelah itu botol-botol ini dimasukkan ke dalam autoklaf selama 30 menit dengan tekanan 17.5 Psi. Media steril tersebut disimpan dalam ruang media/kultur.

Media untuk perlakuan menggunakan dua bahan organik yaitu kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu. Kedua bahan organik ini dicuci dengan deterjen, lalu direndam menggunakan bakterisida dan fungisida selama 12 jam. Bahan organik kemudian dicuci dengan air, ditimbang sesuai perlakuan, kemudian direbus. Setelah direbus, bahan organik diblender, lalu dicampur dengan media dasar ½ MS (½ konsentrasi hara makro dan mikro) dan ditambahkan gula 30 g/l, kemudian dihitung nilai pH hingga 5.8. Selanjutnya media ditambahkan agar-agar 7 g/l dan dimasak hingga mendidih, lalu dimasukkan ke dalam botol kultur. Botol-botol ini ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet. Setelah itu Botol-botol-Botol-botol dimasukkan dan disterilkan kedalam autoklaf selama 30 menit dengan tekanan 0.1 bar. Media perlakuan yang sudah steril tersebut disimpan di dalam ruang media/kultur.

Persiapan Bahan Tanaman. Krisan yang digunakan untuk penelitian ini

didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung berupa planlet steril dan kemudian diperbanyak di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Agronomi dan Hortikultura, IPB. Perbanyakan dilakukan dalam media perbanyakan menggunakan eksplan tunas aksilar (tunas ketiak). Perbanyakan dilakukan sekitar dua bulan sebelum masuk tahap media perlakuan.

Penanaman. Penanaman eksplan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet

(LAFC) yang telah disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% pada dindingnya. Eksplan yang disubkultur merupakan potongan batang satu buku tunggal (single node) yaitu eksplan batang dengan satu mata tunas aksilar berukuran sekitar 3 cm. Dalam penelitian ini eksplan yang ditanam pada media perlakuan tidak mengikutsertakan pucuk meristem. Eksplan ditanam secara vertikal dengan posisi tidak boleh terbalik. Setelah eksplan di subkultur, disimpan dalam rak kultur dalam ruangan yang bersuhu 25 °C dengan pemberian cahaya 16 jam/hari. Perbanyakan tanaman dilakukan pada media MS sebanyak tiga eksplan setiap botol. Penanaman eksplan dalam media perlakuan sebanyak satu eksplan setiap botol.

Proses Sterilisasi Eksplan yang terkontaminasi. Kultur yang terkontaminasi

(23)

11 terkontaminasi dalam sodium hipoklorit 5 % selama 5 menit kemudian dibilas dengan air steril dan ditanam di media baru.

Penyimpanan dan subkultur. Eksplan krisan yang sudah disubkultur kemudian

disimpan dalam rak kultur dengan intensitas 1000 lux selama 16 jam/hari. Pengamatan untuk penelitian ini dilakukan selama 10 MSK. Tahap selanjutnya adalah aklimatisasi.

Pengamatan

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah : 1. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris mulai dari titik tumbuh tunas baru hingga ujung pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai dari 1 MSK hingga 10 MSK.

2. Waktu pembentukan tunas dan pembentukan kalus

Waktu pembentukan tunas diamati setelah eksplan ditanam sampai muncul tunas. Pembentukan kalus diamati pada eksplan yang telah ditanam selama pertumbuhannya mulai dari 1 MSK sampai 10 MSK.

3. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka penuh. Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai dari 1 MSK hingga 10 MSK.

4. Jumlah akar

Jumlah akar dihitung pada akar yang telah memiliki panjang ≥ 1 cm. Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai dari 1 MSK hingga 10 MSK. 5. Jumlah cabang akar

Jumlah cabang akar dihitung pada percabangan akar (akar sekunder). 6. Panjang akar terpanjang

Panjang akar terpanjang diukur menggunakan penggaris mulai dari awal munculnya akar sampai akar yang paling panjang. Pengamatan dilakukan pada minggu terakhir yaitu 10 MSK.

7. Persentase kontaminasi

Persentase kontaminasi diamati dari 1 MSK hingga 10 MSK. Penyebab kontaminasi diamati misalnya dikarenakan cendawan, bakteri atau virus.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh media bahan organik dan varietas terhadap pertumbuhan krisan secara in vitro. Bahan organik yang digunakan adalah kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu. Dua bahan organik tersebut disterilisasi menggunakan bakterisida dan fungisida 2 g/l sebelum digunakan agar tidak terjadi kontaminasi pada media kultur jaringan. Bahan organik direndam ke dalam bakterisida dan fungisida selama 12 jam, kemudian dicuci menggunakan air mengalir. Bahan organik yang sudah bersih diblender lalu dicampur dengan ½ MS dan dimasak.

Kulit pisang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kulit pisang ambon yang telah masak dan kondisinya baik. Ubi jalar yang digunakan merupakan ubijalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu dan dalam kondisi segar. Dua bahan tersebut yang digunakan untuk media kultur jaringan berupa bubur yang diikutsertakan sarinya. Hal ini diharapkan semua kandungan hara dalam bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman.

Gambar 1 Bahan media kultur jaringan (bahan organik) (a) Kulit pisang ambon

(b) Umbi ubi jalar ungu

Tanaman krisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah krisan varietas Puspita Nusantara dan Puspita Pelangi. Dua varietas ini merupakan tanaman krisan yang tahan terhadap penyakit karat sehingga banyak ditanam. Krisan Puspita Nusantara memiliki warna bunga pita kuning dengan warna bunga tabung kuning-hijau. Bentuk bunga Puspita Nusantara adalah tunggal dengan tipe

spray. Krisan Puspita Pelangi memiliki warna bunga pita putih dengan warna

bunga tabung kuning-hijau. Bentuk bunga Puspita Pelangi adalah semidekorasi dengan tipe bunga adalah tipe spray.

Krisan varietas Puspita Nusantara selain tahan terhadap penyakit karat juga tahan terhadap serangan CSVd (Chrysanthemum Stunt Viroid) dan berbunga cepat. Produksi bunga Puspita Nusantara 30 kuntum per tanaman, sedangkan produski bunga Puspita Pelangi yaitu 27 kuntum per tanaman. Produksi bunga yang lebih banyak pada krisan varietas Puspita Nusantara menjadi salah satu pertimbangan dalam membudidayakannya.

(25)

13

Krisan varietas Puspita Pelangi memiliki warna bunga kuning, warna bunga kuning dan hijau paling banyak dicari oleh konsumen dibandingkan dengan warna lainnya.

Gambar 2 Tanaman krisan

(a) Krisan varietas Puspita Nusantara

(b) Krisan varietas Puspita Pelangi

Eksplan yang ditanam pada media perlakuan adalah potongan satu buku tunggal dengan ukuran panjang sekitar 3 cm tanpa menggunakan pucuk meristem. Pertumbuhan awal dari krisan adalah munculnya tunas. Tunas pada krisan

rata-rata tumbuh (muncul) pada 1-2 MSK. Tunas yang tumbuh merupakan tunas

lateral dari buku (node) yang ditanam.Tunas ini semakin lama akan tumbuh dan memiliki daun.

Gambar 3 Tanaman krisan dalam botol kultur jaringan

(a) Tanaman krisan berumur 2 MSK

(b) Tanaman krisan berumur 10 MSK

Pengamatan pada minggu pertama ditemukan beberapa tanaman yang terkontaminasi. Tingkat kontaminasi pada tanaman diamati dari minggu pertama (1 MSK) hingga minggu terakhir (10 MSK). Kontaminasi yang terjadi disebabkan oleh bakteri dan cendawan. Kontaminasi dapat muncul karena kurang sterilnya proses subkultur, kondisi lingkungan sekitar ataupun dari media yang digunakan berasal dari lapang.

Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri adalah sebesar 3.57 % dan kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan adalah sebesar 14.29%. Cendawan yang tumbuh biasanya mulai dari pinggir botol dan permukaan media. Selain terkontaminasi, ada beberapa eksplan yang mati setelah disubkultur. Eksplan berwarna coklat dan tidak mengalami pertumbuhan hingga akhir pengamatan. Kondisi ini diduga karena penggunaan pinset yang terlalu panas sehingga jaringan

(a) (b)

(26)

14

tanaman tersebut mati atau karena kandungan unsur hara kompleks dalam media bahan organik yang terlalu tinggi.

Gambar 4 Kultur tanaman krisan yang terkontaminasi

(a) Kultur tanaman krisan terkontaminasi cendawan (b) Kultur tanaman terkontaminasi bakteri

Terdapat beberapa eksplan krisan yang disubkultur menjadi berkalus atau berakar tetapi tidak berdaun dan tidak bertunas dari awal pengamatan hingga akhir pengamatan. Hal ini diduga buku (node) yang disubkultur terlalu pendek sehingga ketika menanam terlalu dalam sehingga terbenam di dalam media.

Tanaman yang telah berumur 10 MSK dan telah selesai diamati di laboratorium, diaklimatisasi pada media arang sekam. Aklimatisasi dilakukan pada minggu ke-11 (11 MSK). Tanaman yang dapat diiaklimatisasi hanyalah tanaman yang memiliki daun dan akar. Tanaman yang terkontaminasi masih dapat dilakukan aklimatisasi, dengan cara dibersihkan terlebih dahulu menggunakan bakterisida dan fungisida.

Kondisi tanaman yang telah diaklimatisasi dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada 1 MST. Pada saat tanaman berumur 2 MSK mulai memperlihatkan tunas baru meskipun masih ada juga tanaman yang tidak dapat beradaptasi dengan baik sehingga mati. Beberapa hal/faktor penyebab matinya tanaman adalah kondisi lingkungan di sekitar paranet (greenhouse) yang kurang sesuai. Ketika siang hari kondisi paranet sangat panas dan ketika hujan air akan masuk sehingga tanaman terkena panas matahari dan hujan secara langsung.

Gambar 5 Kondisi beberapa tanaman krisan

(a) Tanaman krisan yang berkalus dan berakar tanpa tumbuh tunas

(b) Tanaman krisan yang mati (daun coklat)

(a) (b)

(27)

15 Tinggi tanaman

Salah satu peubah yang diamati untuk pertumbuhan tanaman krisan adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur mulai titik tumbuh tunas hingga ujung pucuk tanaman. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali.

Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap rataan tinggi tanaman krisan

Keterangan : **) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien keragaman; data di transformasi (x+2)1/2 sebelum diolah

menggunakan SAS

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 1 MSK sampai 10 MSK. Tanaman krisan yang berumur 1 MSK belum mengalami penambahan tinggi disebabkan baru muncul tunas. Tinggi tanaman baru mulai bisa diukur pada 2 MSK. Tabel 1 menunjukkan bahwa media tidak berpengaruh nyata terhadap rataan tinggi tanaman pada 2 MSK tetapi mulai terlihat berpengaruh sangat nyata setelah 3 MSK sampai 10 MSK. Hal ini menunjukkan bahwa media memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman krisan.

Varietas krisan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rataan tinggi tanaman mulai dari 2 MSK sampai 10 MSK. Interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata pada 2-3 MSK dan mulai memberikan pengaruh nyata pada 5 MSK, 6 MSK dan 10 MSK. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rataan tinggi tanaman pada 6-9 MSK.

Tabel 2 Pengaruh media bahan organik terhadap rataan tinggi tanaman krisan

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50 g/l + + ½ MS, O2: Kulit pisang 100 g/l + ½ MS,

O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS,O5: Ubi jalar ungu

100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS, data ditransformasi (x+2)1/2 sebelum

(28)

16

Media bahan organik memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman krisan diduga karena adanya kandungan karbohidrat yang terdapat dalam media tersebut. Menurut Widiastoety dan Bahar (1995) karbohidrat merupakan sumber karbon dan energi. Sumber karbon dan energi yang sering digunakan adalah sukrosa dan glukosa. Senyawa–senyawa organik tersebut selain sebagai bahan baku yang menghasilkan energi dalam proses respirasi juga sebagai bahan pembentuk sel–sel baru.

Media bahan organik berpengaruh terhadap rataan tinggi tanaman krisan mulai dari 3 MSK sampai 10 MSK. Tabel 2 menunjukkan tanaman krisan yang berumur 3 MSK pada media ubi jalar ungu 100 g/l memiliki rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu 1.05 cm. Rataan tinggi tanaman krisan tersebut secara statistik sama dengan tanaman krisan pada media kulit pisang 50 g/l dan tidak berbeda nyata dengan rataan tinggi tanaman krisan pada media MS0, ubi jalar ungu 50 g/l dan ubi jalar ungu 150 g/l. Pertumbuhan tinggi tanaman krisan hingga 10 MSK selalu mengalami penambahan. Rataan tinggi tanaman krisan tertinggi pada akhir pengamatan (10 MSK) yaitu 9.1 cm pada media ubi jalar ungu 100 g/l. Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat pada media ubi jalar dapat membantu pembentukan sel baru serta kandungan vitamin seperti tiamin dan niacin.

Kandungan karbohidrat ubi jalar ungu dalam 100 gram lebih tinggi dibandingkan dengan kulit pisang (lampiran 4 dan 5). Hal ini menyebabkan rataan tinggi tanaman krisan paling tinggi terdapat pada perlakuan ubijalar ungu 100 g/l, meskipun secara statistik perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan media kulit pisang 50 g/l, ubi jalar ungu 50 g/l dan ubi jalar ungu 150 g/l. Rataan tinggi tanaman krisan pada media ubi jalar ungu 100 g/l lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar ungu 150 g/l meskipun kandungan karbohidratnya lebih rendah. Kondisi ini diduga karena pertumbuhan tinggi tanaman krisan pada media ubi jalar ungu 150 g/l mengalami penghambatan pertumbuhan. Menurut Widiastoety dan Bahar (1995) kandungan karbohidrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ganngguan-gangguan seperti terhambatnya penyerapan zat hara, pembengkakan sel atau hipertrofi, penumpukan agregat-agregat vakuola sehingga plasma sel lepas dari dinding sel (lisis).

Rataan tinggi tanaman pada media kulit pisang memiliki nilai yang semakin kecil dengan semakin bertambahnya kandungan kulit pisang yang digunakan dalam media. Hal ini diduga karena adanya phenolik yang terkandung dalam kulit pisang tersebut serta kandungan serat yang agak tinggi membuat penyerapan hara kurang optimal sehingga semakin tinggi kandunagn kulit pisang semakin tinggi juga kandungan phenoliknya.

Tabel 3 Pengaruh jenis varietas terhadap rataan tinggi tanaman krisan

Varietas Tinggi tanaman (cm)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Umur (MSK)

(29)

17 Jenis varietas tanaman krisan memberikan pengaruh terhadap rataan tinggi tanaman krisan. Tanaman krisan varietas Puspita Pelangi memiliki rataan tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada krisan varietas Puspita Nusantara mulai umur 2 MSK sampai 10 MSK. Pertumbuhan tinggi tanaman krisan varietas Puspita Pelangi lebih cepat dibandingkan dengan krisan varietas Puspita Nusantara selama penelitian. Hal ini diduga karena genetika dari varietas tersebut dan penyerapan hara pada tanaman krisan varietas Puspita Nusantara lebih efektif dibandingkan dengan krisan varietas Puspita Pelangi.

Tabel 4 Interaksi media dan varietas krisan terhadap rataan tinggi tanaman krisan

Tinggi Tanaman (cm)/ 6 MSK

O0 O1 O2 O3 O4 O5 O6

V1 1.0fg 2.2cdef 1.1efg 0.6g 2.0cdefg 2.8bcd 2.7bcde

V2 6.3a 6.7a 3.3bc 1.6defg 6.9a 6.7a 4.1b

Tinggi Tanaman (cm)/ 7 MSK

O0 O1 O2 O3 O4 O5 O6

V1 1.4fg 3.3de 1.8efg 0.9g 3.0def 4.6cd 4.5cd

V2 8.4a 8.1ab 4.5cd 1.9efg 8.0ab 8.6a 6.0bc

Tinggi Tanaman (cm)/ 8 MSK

O0 O1 O2 O3 O4 O5 O6

V1 1.8f 4.3d 2.4ef 1.1f 3.8de 5.9cd 5.0cd

V2 9.3ab 8.7ab 5.8cd 2.3ef 9.0ab 9.7a 6.7bc

Tinggi Tanaman (cm)/ 9 MSK

O0 O1 O2 O3 O4 O5 O6

V1 2.2d 4.9bc 3.1cd 1.4d 4.6bc 6.6b 5.5b

V2 10.0a 9.6a 6.6b 2.6d 9.7a 10.5a 7.4ab

Tinggi Tanaman (cm)/ 10 MSK

O0 O1 O2 O3 O4 O5 O6

V1 2.8e 5.5cd 3.5de 1.9e 5.6cd 7.0bc 6.4c

V2 10.8a 10.3ab 7.3bc 3.3e 9.9ab 11.1a 8.0abc

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%,

V1 : Puspita Nusantara, V2 : Puspita Pelangi, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50 g/l + ½ MS, O2: Kulit pisang 100 g/l + ½ MS, O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi

jalar ungu 50 g/l + ½ MS,O5: Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu

(30)

18

Rataan tinggi tanaman krisan tertinggi pada akhir pengamatan (10 MSK) terdapat pada krisan varietas Puspita Pelangi dengan perlakuan media ubi jalar ungu 100 g/l yaitu 11.1 cm. Rataan tinggi tanaman krisan terendah terdapat pada tanaman krisan varietas Puspita Nusantara dengan perlakuan media kulit pisang 150 g/l. Hasil tabel 4 menunjukkan bahwa semua tanaman krisan varietas Puspita Pelangi memiliki rataan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman krisan varietas Puspita Nusantara pada masing-masing perlakuan media. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara tanaman krisan varietas Puspita Pelangi dan media memberikan respon positif.

Media perlakuan dengan penambahan ubi jalar ungu ½ MS + 100 g/l sesuai untuk pertumbuhan tinggi tanaman krisan, karena ubi jalar ungu mengandung karbohidrat yang cukup tinggi. Hasil ini berbeda dengan penelitian Widyastoety dan Purbadi (2003) dimana pada penelitian tersebut ubijalar ungu dianggap menghambat pertumbuhan tinggi planlet anggrek. Menurut Gunawan (1992) penggunaan bahan organik sebagai bahan tambahan media dapat berbeda pengaruhnya pada tanaman yang berbeda pula.

Jumlah daun

Jumlah daun tanaman krisan mulai diamati dari 1-10 MSK. Daun yang diamati adalah daun yang telah membuka sempurna. Penghitungan jumlah daun dimulai dari daun baru yang muncul. Daun tanaman krisan belum tumbuh pada minggu pertama pengamatan, dan mulai tumbuh pada minggu kedua pengamatan.

Tunas pada tanaman krisan merupakan tunas lateral yang kemudian tumbuh menjadi daun baru. Kecepatan bertunas pada tanaman krisan berbeda-beda untuk setiap media. Tanaman yang paling cepat bertunas adalah krisan varietas Puspita Nusantara pada MS0 yaitu 6 hari dan kemudian krisan varietas Puspita Pelangi pada media kulit pisang 50 g/l. tanaman yang ditanam pada media lain rata-rata mulai muncul tunas pada 7-12 hari.

Tabel 5 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan

Umur

Keterangan : **) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien keragaman; data ditransformasi (x+2)1/2 sebelum diolah

(31)

19 Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan yang berumur 2 MSK. Perlakuan media memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan pada 3 MSK dan 4 MSK serta memberikan pengaruh sangat nyata

pada 5-10 MSK. Perlakuan varietas krisan memberikan pengaruh nyata 8-10 MSK terhadap rataan jumlah daun. Interaksi antara media bahan organik dan

varietas krisan tidak berpengaruh terhadap rataan jumlah daun.

Daun tanaman krisan yang berumur 8-10 MSK ada yang layu/berwarna coklat, kemudian mati sehingga tidak dimasukkan dalam pengamatan. Hal ini disebabkan tanaman krisan seharusnya disubkultur tetapi tidak dilakukan subkultur sehingga hara yang ada dalam media mulai habis dan pertumbuhan tanaman mulai menurun.

Perlakuan media memberikan pengaruh terhadap rataan jumlah daun diduga karena kandungan protein pada media bahan organik. Dua bahan organik tersebut mengandung protein (lampiran 3 dan 4). Protein disusun salah satunya oleh nitrogen. Nitrogen berfungsi untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Saifudin dalam Matatula (2003) apabila nitrogen yang tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, maka tanaman akan menghasilkan protein lebih banyak dan daun dapat tumbuh lebih lebat.

Tabel 6 Pengaruh media terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan

Media Jumlah daun (helai)

3 4 5 6 7 8 9 10

Umur (MSK)

O0 2.85ab 3.55ab 4.60abc 5.10bc 6.25bc 6.70bc 7.65bc 8.50bc

O1 3.45a 4.15a 5.55ab 6.45ab 7.90a 8.85a 9.55a 10.80a

O2 2.40bc 3.35ab 4.18bc 5.29abc 6.54ab 7.34ab 8.07ab 9.39ab

O3 1.78c 2.52b 3.20c 3.95c 4.55c 4.97c 5.52c 6.12c

O4 2.65abc 3.95a 5.20ab 6.10ab 7.55ab 8.20ab 8.75ab 9.80ab

O5 3.35ab 4.15a 5.60a 6.65a 8.10a 9.05a 10.30a 11.75a

O6 2.99ab 4.31a 5.31ab 6.26ab 7.61ab 8.40ab 9.19ab 10.08ab

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50g/l + ½ MS, O2: Kulit pisang 100 g/l

+ ½ MS, O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS, O5: Ubi

jalar ungu 100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS, data ditransformasi

(x+2)1/2 sebelum diolah menggunakan SAS

(32)

20

Kandungan protein pada ubi ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan dengan kulit pisang, sehingga kandungan nitrogennya pun lebih tinggi. Hal ini menyebabkan rataan jumlah daun pada media ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan dengan rataan jumlah daun pada media kulit pisang. Selain itu, ubi jalar ungu mengandung vitamin yang biasa ditambahkan dalam media kultur jaringan, yaitu tiamin dan niacin. Menurut Doods dan Roberts (1985) vitamin berfungsi sebagai katalis dalam sistem enzim dan diperlukan dalam jumlah sedikit. Selain itu vitamin tersebut dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Menurut Beyl (2000) vitamin berperan dalam metabolisme karbohidrat dan biosintesis asam amino.

Rataan jumlah daun terendah diperoleh pada perlakuan media kulit pisang 150 g/l yaitu 6.12 daun, semakin banyak kandungan kulit pisang dalam media maka rataan jumlah daun semakin sedikit. Hal ini diduga karena kulit pisang mengandung serat dan kandungan getah pada kulit pisang tersebut, sehingga penyerapan hara kurang optimal.

Rataan jumlah daun pada media ubi jalar ungu 150 g/l lebih rendah dibandingkan dengan rataan jumlah daun pada media ubi jalar ungu 100 g/l. Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Penghambatan ini diduga akibat tekanan osmotik yang menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan sukrosa yang berlebihan oleh tanaman. Menurut Dodds dan Roberts (1985) karbohidrat tidak hanya berfungsi sebagai sumber karbon dalam metabolisme, tetapi juga berperan penting dalam regulasi potensi osmotik eksternal.

Menurut Widiastoety dan Nurmalinda (2010) dalam jaringan daun yang mengalami tekanan osmotik terdapat akumulasi asam absisat (ABA) di dalam jaringan tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Selain akumulasi ABA terjadi pula penghambatan sintetis sitokinin yang meningkatkan hambatan pertumbuhan yang diakibatkan oleh pengaruh ABA.

Tabel 7 Pengaruh jenis varietas krisan terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan

Varietas Jumlah daun (helai)

3 4 5 6 7 8 9 10

Umur (MSK)

V1 2.61a 3.57a 4.73a 5.50a 6.63a 7.27a 8.02a 9.00a

V2 2.96a 3.86a 4.89a 5.87a 7.23a 8.01a 8.84a 9.99a

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, V1 : Puspita Nusantara, V2 : Puspita Pelangi, data ditransformasi (x+2)1/2 sebelum diolah

Tabel 7 menunjukkan bahwa varietas krisan Puspita Pelangi memiliki rataan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan krisan varietas Puspita Nusantara, tetapi secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Jumlah akar

(33)

21 Akar tanaman krisan terbentuk setelah berumur 2 MSK. Akar yang terbentuk berukuran kecil dan tipis. Akar ini yang menyerap unsur hara dalam media kultur jaringan. Akar pada tanaman krisan ukurannya cukup panjang, sehingga akar akan melingkar pada dasar botol kultur.

Rekapitulasi analisis sidik ragam pada tabel 8 menunjukkan bahwa media bahan organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rataan jumlah akar pada 2-8 MSK. Media memberikan pengaruh nyata terhadap rataan jumlah akar pada 9-10 MSK dan varietas krisan tidak memberikan pengaruh nyata dari awal hingga akhir pengamatan. Interaksi media bahan organik dan varietas krisan tidak berpengaruh terhadap rataan jumlah akar dari awal hingga akhir pengamatan.

Tabel 8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap rataan jumlah akar tanaman krisan

Umur

Keterangan : **) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien keragaman; data ditransformasi (x+2)1/2 sebelum diolah

menggunakan SAS

Media bahan organik memberikan pengaruh terhadap rataan jumlah akar diduga karena Salah satu kandungan gizi dari kulit pisang dan ubi jalar ungu adalah fosfor (P). Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, oleh karena itu dalam perlakuan media bahan organik terdapat respon yang cukup baik dalam pembentukan akar tanaman krisan (Trigiano dan Gray 2005).

Rataan jumlah akar tanaman krisan terbanyak pada 10 MSK adalah 5.09 akar, diperoleh dari tanaman krisan yang ditanam pada media ubi jalar ungu

Tabel 9 Pengaruh media terhadap rataan jumlah akar tanaman krisan

Media Jumlah akar

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50g/l + ½ MS, O2: Kulit pisang 100 g/l+ ½ MS,

O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS, O5: Ubijalar ungu

100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS, data ditransformasi (x+2)1/2 sebelum

(34)

22

150 g/l. Hasil perlakuan media ubi jalar ungu 150 g/l ini secara statistik sama dengan tanaman krisan pada media MS0, kulit pisang 50 g/l, kulit pisang 100 g/l, ubi jalar ungu 50 g/l, dan ubi jalar ungu 100 g/l. Rataan jumlah akar paling sedikit terdapat pada tanaman krisan yang ditanam pada perlakuan media kulit pisang 150 g/l. Hasil ini disajikan dalam Tabel 9.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2012), yang menunjukkan pada tanaman krisan varietas Pitaloka diperoleh hasil rata-rata jumlah akar terbanyak pada perlakuan media MS tanpa ZPT (kontrol) yaitu sebanyak 11.5 akar. Tanaman krisan pada perlakuan media yang menggunakan ZPT memiliki jumlah akar yang kurang optimal.

Penelitian lain yang menggunakan bahan organik pisang terdapat pada penelitian Thursina (2005) yang diperlakukan pada tanaman anggrek. Hasil peneltian tersebut menunjukkan bahwa komposisi media MS + pisang 100 g/l menghasilkan jumlah akar anggrek paling banyak pada 8 MST tetapi pada 24 MST jumlah akar anggrek terbanyak terdapat pada media Grow More 2 g/l + pisang 300 g/. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan organik berupa ekstrak pisang yang ditambahkan pada media dasar MS ini berpengaruh terhadap pertambahan jumlah akar.

Cabang akar

Akar pada tanaman krisan memiliki akar utama dan cabang akar. Cabang akar merupakan peubah pengamatan yang diamati setelah akar tumbuh. Minggu pertama setelah subkultur (1 MSK) cabang akar belum tumbuh dan mulai tumbuh pada 2 MSK. Cabang akar tumbuh lebih kecil dan tipis dibandingkan dengan akar utama. Menurut Trigiano dan Gray (2005) cabang akar atau akar lateral dapat meningkatkan luas penyerapan dari system perakaran dan biasanya diinisiasi dari

pericycle, lapisan sel pada jaringan vascular atau stele, agak jauh di belakang meristem apikal.

Gambar 6 Cabang akar tanaman krisan

(35)

23 Interaksi antara media bahan organik dan varietas tidak berpengaruh terhadap rataan jumlah cabang akar.

Tabel 10 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap rataan jumlah cabang akar tanaman krisan Umur

Keterangan : **) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien keragaman; data ditransformasi (x+4)1/2 sebelum diolah

menggunakan SAS

Tabel 11 menujukkan bahwa rataan jumlah cabang akar terbanyak pada 10 MSK terdapat pada media bahan organik kulit pisang 50 g/l + ½ MS yaitu 8.90

cabang akar. Hal ini diduga karena dalam kulit pisang terkandung auksin seperti halnya pada kandungan pisang yang memiliki kandungan auksin. Auksin yang terkandung di dalam kulit pisang dapat membantu proses pembentukan cabang akar.

Tabel 11 Pengaruh media terhadap rataan jumlah cabang akar tanaman krisan

O3 0.00 0.72bc 2.30bc 2.47bc 2.78b 3.95bc 4.28b 4.38b 5.30bc

O4 0.00 1.20abc 2.90ab 3.55ab 4.25a 4.95ab 5.85a 5.90a 6.65ab

O5 0.30 2.10a 4.45a 4.90a 5.55a 6.70a 7.25a 7.70a 8.15a

O6 0.00 1.32abc 4.09a 4.68a 5.41a 6.12a 6.28a 6.50a 6.87ab

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50g/l + ½ MS, O2: Kulit pisang

100 g/l + ½ MS, O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS,

O5: Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS, data

(36)

24

Rataan jumlah cabang akar paling sedikit diperoleh pada perlakuan media MS0 (tanpa penambahan bahan organik). Media ini tidak memiliki zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang pembentukan akar termasuk cabang akar. Oleh karena itu, pembentukan cabang akar pada tanaman krisan dengan perlakuan MS0 paling sedikit dibandingkan perlakuan lain yang diduga memiliki kandungan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang pembentukan akar. Menurut Widiastoety dan Purbadi (2003) karbohidrat juga dapat digunakan untuk proses metabolisme dan biosintesis hormon secara endogen seperi hormon auksin, sitokinin dan giberelin.

Auksin memiliki beberapa fungsi tergantung pada struktur kimianya, konsentrasi dan jaringan tanaman yang digunakan. Auksin menginduksi kalus, akar serta pemanjangan batang (Gaba, 2005).

Rataan jumlah cabang akar semakin menurun dengan meningkatnya kulit pisang yang digunakan dalam media. Hal ini diduga karena kandungan getah dan serat semakin tinggi sehingga penyerapan hara kurang optimal.

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan varietas krisan yang memiliki rataan jumlah cabang akar terbanyak adalah krisan varietas Puspita Nusantara. Hal ini memungkinkan penyerapan hara yang lebih banyak ketika dilakukan aklimatisasi.

Panjang Akar Terpanjang

Pengamatan panjang akar terpanjang dilakukan pada minggu terakhir pengamatan yaitu 10 MSK. Akar diukur dari pangkal munculnya akar hingga ujung akar. Tabel 13 menunjukkan bahwa media memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rataan panjang akar terpanjang tanaman krisan, tetapi untuk varietas krisan tidak memberikan pengaruh nyata. Interaksi antara media dan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap rataan panjang akar terpanjang tanaman krisan.

Tabel 12 Pengaruh varietas terhadap rataan jumlah cabang akar tanaman krisan

Varietas Jumlah cabang akar

2 3 4 5 6 7 8 9 10 Umur (MSK)

(37)

25 Tabel 13 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas

terhadap rataan panjang akar terpanjang tanaman krisan

Umur (MSK) Media Varietas

Interaksi media dan

varietas

KK (%)

10 ** tn ** 18.62

Keterangan : **) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata; KK= Koefisien keragaman; data ditransformasi (x+1.5)1/2 sebelum diolah

Rataan akar tanaman krisan terpanjang terdapat pada perlakuan media MSO yaitu 20.59. Perlakuan media ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan media ubi jalar ungu 50 g/l dan ubi jalar ungu 100 g/l. Rataan akar tanaman krisan terpendek terdapat pada perlakuan media kulit pisang 150 g/l yaitu 10.66 cm. Hasil ini disajikan dalam tabel 14.

Gambar 7 Penampang akar dan cabang akar tanaman krisan pada media kulit pisang 50 g/l + ½ MS

Tabel 14 Pengaruh media terhadap rataan panjang akar terpanjang tanaman krisan

Media Panjang akar (cm)

11 MSK O0 20.6a O1 14.3bc O2 12.2cd O3 10.7d O4 17.4ab O5 17.3ab O6 15.1b

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50g/l + ½ MS, O2: Kulit pisang

100 g/l + ½ MS, O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l +

½ MS, O5: Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS,

(38)

26

Proses pemanjangan akar dalam tanaman krisan dipengaruhi oleh beberapa unsur hara yang ada dalam media kultur. Pada media MS0 unsur hara yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan akar diduga paling lengkap dibandingkan dengan media bahan organik. Komposisi hara dalam media bahan organik belum dapat membantu proses pemanjangan akar secara optimal. Bahkan krisan pada media kulit pisang 150 g/l memiliki rataan panjang akar paling pendek. Hal ini diduga komposisi hara dalam media menghambat pertumbuhan panjang. Hasil ini serupa dengan penelitian Nugroho (2012) yaitu rata-rata panjang akar terpanjang diperoleh pada perlakuan tanpa ZPT (kontrol) yaitu 9.73 cm, sementara rata-rata akar terpendek diperoleh pada perlakuan tunggal kinetin 1.5 mg/l yaitu 2.53 cm.

Rataan jumlah cabang akar tanaman krisan pada media MS0 memiliki nilai paling rendah dibandingkan dengan tanaman krisan pada media perlakuan lainnya sehingga diduga proses pertumbuhan akar utama (pemanjangan akar) lebih optimal.

Tabel 15 Interaksi dua varietas krisan dan media terhadap rataan panjang akar tanaman krisan

Varietas

Media Perlakuan 11 MSK

O0 O1 O2 O3 O4 O5 O6

V1 17.78abc 16.60bc 14.53bcd 14.60bcd 15.38bc 15.34bc 15.20bc

V2 23.39a 11.90cd 9.87de 6.72e 19.42ab 19.26ab 14.97bcd

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%, V1 : Puspita Nusantara, V2 : Puspita Pelangi, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50g/l + ½ MS, O2: Kulit

pisang 100 g/l + ½ MS, O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l +

½ MS, O5: Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS, data

ditransformasi(x+1.5)1/2 sebelum diolah menggunakan SAS

Tabel 15 menunjukkan rataan panjang akar terpanjang terdapat pada perlakuan media MS0 tanpa penambahan bahan organik varietas Puspita Pelangi yaitu 23.39 cm. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan tanaman krisan varietas Puspita Nusantara media MS0 dan tanaman krisan varietas Puspita Pelangi pada media ubijalar ungu 50 g/l dan 100 g/l. Rataan panjang akar paling pendek terdapat pada tanaman krisan varietas Puspita Pelangi yang disubkultur pada media kulit pisang 150 g/l yaitu 6.72 cm.

Gambar 8 Akar krisan pada beberapa media bahan organik (a) Akar krisan varietas Puspita Pelangi pada media MS0

(b) Akar krisan varietas Puspita Pelangi pada media kulit pisang 150 g/l (c) Akar krisan varietas Puspita Pelangi pada media ubi jalar ungu 50 g/l

(c) (b)

(39)

27 Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan ketika planlet krisan berumur 11 MSK. Sebelum diaklimatisasi, tanaman krisan dilakukan hardening terlebih dahulu. Hardening

bertujuan agar tanaman krisan beradapatasi dengan lingkungan sekitar setelah dikeluarkan dari ruang kultur. Batang dan daun krisan diharapkan lebih kuat sebelum diaklimatisasi.

Media yang digunakan dalam aklimatisasi adalah arang sekam. Arang sekam ini poros dan cocok untuk tanaman krisan. Arang sekam remah (tidak padat) sehingga cocok untuk krisan yang akarnya mudah patah dan tipis. Arang sekam di autoclave terlebih dahulu sebelum digunakan agar steril (tidak mengandung cendawan ataupun bakteri).

Tanaman krisan awalnya dikeluarkan dari botol dan dicuci bersih agar media kultur jaringan tidak menempel pada akar, hal ini karena media kultur jaringan mengandung sukrosa yang dapat menyebabkan munculnya hama dan penyakit. Akar krisan direndam dalam bakterisida dan fungisida sebelum dipindahtanamkan dalam media arang sekam.

Pengamatan yang dilakukan sebelum aklimatisasi adalah panjang akar. Setelah diaklimatisasi tunas baru akan tumbuh ketika tanaman krisan berumur sekitar 1 minggu. Pengamatan dilakukan selama 3 hari sekali. Kondisi tempat aklimatisasi kurang cocok yaitu terkena cahaya matahari secara langsung dan ketika hujan air akan masuk ke dalam tempat aklimatisasi.

Sebagian planlet yang diaklimatisasi membusuk disebabkan kondisi yang terlalu lembab. Persentase tanaman yang mati total adalah 22.86 %. Selain mati, planlet tersebut juga ada yang berjamur yaitu total sebesar 7.14 %. Pertumbuhan palnlet krisan selama pengamatan tidak semua planlet krisan tumbuh tunas dan daun baru, hanya ada beberapa yang tumbuh satu tunas dan satu daun baru. Hal ini disebabkan tunas baru akan tumbuh sekitar umur 2 minggu setelah diaklimatisasi dan pengamatan dilakukan sampai 1 minggu setelah aklimatisasi.

Tabel 16 Kondisi tanaman krisan selama aklimatisasi

Media Persentase kondisi tanaman krisan selama aklimatisasi (%)

mati hidup busuk bakteri jamur tmk layu

MS0 5 45 30 - 5 10 5

Keterangan : tmk = tidak memenuhi kriteria aklimatisasi

(40)

28

Persentase hidup tanaman krisan pada setiap media perlakuan berbeda-beda. Persentase paling tinggi untuk tanaman krisan yang hidup adalah 85 %, yaitu pada media ubi jalar ungu 50 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman krisan pada media tersebut memiliki daya adaptasi paling baik dibandingkan tanaman krisan pada media lainnya. Tanaman krisan pada media ubi jalar ungu 50 g/l memiliki panjang akar terpanjang lebih panjang daripada perlakuan media lainnya, tetapi lebih pendek daripada tanaman krisan pada MS0. Hasil ini diduga karena akar yang panjang dapat menyerap hara lebih luas pada lingkungan tanamnya.

Tanaman krisan pada media ubi jalar ungu 150 g/l dengan rataan jumlah akar paling banyak memiliki persentase hidup 75 %. Tanaman krisan ini memiliki adaptasi yang cukup baik sedangkan tanaman krisan pada media kulit pisang 50 g/l memiliki persentase hidup 70 %. Meskipun persentase tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tanaman krisan pada media ubi jalar ungu 50 g/l, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah akar dan cabang akar yang banyak dapat membantu tanaman krisan untuk beradaptasi dengan baik dalam lingkungan tanamnya terutama dalam penyerapan hara dan penyokong tanaman.

Persentase hidup tanaman krisan paling kecil sebesar 45 % yaitu pada media MS0 dan kulit pisang 150 g/l. Meskipun panjang akar terpanjang tanamn krisan pada media MS0 paling panjang, banyak tanaman yang busuk selama aklimatisasi. Tanaman krisan pada media kulit pisang memiliki jumlah akar dan paling sedikit dan cabang akar sedikit sehingga daya adaptasinya rendah. Persentase tanaman yang mati pada tanaman tersebut adalah 20 %.

Gambar 9 Kondisi tanaman krisan selama aklimatisasi

(a) Tanaman krisan yang hidup

(b) Tanaman krisan yang mati

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan media bahan organik memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata pada semua peubah yang diamati yaitu rataan tinggi tanaman, rataan jumlah daun, rataan jumlah akar, rataan jumlah cabang akar dan rataan panjang akar terpanjang.

2. Tanaman krisan yang ditanam pada ubi jalar ungu 100 g/l cenderung memberikan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya

Gambar

Gambar 4  Kultur tanaman krisan yang terkontaminasi
Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap rataan tinggi tanaman krisan
Tabel 4 Interaksi media dan varietas krisan terhadap rataan tinggi tanaman
Tabel 5 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
+6

Referensi

Dokumen terkait

6) Menilai sejauhmana peran sekolah aktif membenahi masalah kesehatan diri dan kebersihan lingkungan sekolah setelah bekerja sama dengan Tim P3M Politeknik Negeri

Penyuluhan Duta Anak Sehat (Sikat Gigi dan Cuci Tangan) yang telah dilaksanakan adalah bagaimana cara mencuci tangan dan menggosok gigi yang baik dan benar yang dilakukan di

Desain senyawa tabir surya dapat dilakukan dengan menggunakan metode kimia komputasi melalui pendekatan perhitungan transisi energi elektronik hasil perhitungan orbital

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pemanfaatan batu apung, pasir, tepung ketan, poliester dan thinner dalam pembuatan beton polimer, maka dapat

Juwel otang adalah istilah transaksi jual beli yang dilakukan oleh warga Kelurahan Bulakbanteng Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya yaitu seorang yang ingin berhutang uang

matematika. Berikut ini adalah contoh pembelajaran yang pernah penulis lakukan yang diberikan pada siswa yang tidak mampu melakukan operasi pembagian dan setelah diajar ternyata

Dari hasil wawancara dengan operator setelah memakai mesin dalam pembuatan dawet, 90% keluhan bisa diatasi, hanya sebagian masih belum hilang, yaitu pada daerah tangan