MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN
BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN
DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN
DANIAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengembangan Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2011
Danial
ABSTRACT
DANIAL. Development Model for Fishery Industry based on the Fishing Port in Makassar South Sulawesi. Under supervision of JOHN HALUAN, MUSTARUDDIN, and DARMAWAN.
RINGKASAN
DANIAL. Model Pengembangan Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh JOHN HALUAN, MUSTARUDDIN, dan DARMAWAN.
Kota Makassar merupakan salah satu ibukota provinsi yang memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan industri perikanannya menjadi sentra industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis, hal tersebut didukung oleh letak Kota Makassar yang merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model pengembangan industri perikanan di Kota Makassar yang berbasis Pelabuhan Perikanan Nusantara, dengan memaparkan kondisi terkini (existing condition) kegiatan perikanan tangkap, melakukan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan industri perikanan dan merumuskan strategi pengembangan industri perikanan yang berbasis Pelabuhan Perikanan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2009 di Kota Makassar Sulawesi Selatan pada kawasan pelabuhan perikanan atau kawasan industri perikanan. Adapun kegiatan penelitian meliputi: survei lokasi penelitian pada bulan April - Mei 2009 untuk merancang variabel dan melakukan wawancara untuk mendapatkan data-data awal dari industri perikanan yang ada di Kota Makassar, kemudian pengambilan data dari industri perikanan yang berkaitan dengan data-data penelitian yang dilakukan pada bulan Juni - November 2009 yang berlokasi di Kota Makassar Sulawesi Selatan.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dalam 2 jenis: yaitu pengamatan langsung dan pengambilan data, konfirmasi dan pengecekan ulang atas jawaban dari responden. Penetapan kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut: industri perikanan tangkap, industri perikanan pengolahan, industri perikanan pemasaran meliputi: (nelayan, pengelola perusahaan, pedagang pengumpul, dinas kelautan dan perikanan, polairud dan konsumen). Untuk mendapatkan hasil yang proporsional dan mendekati kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive, random sampling. Analisis Data dilakukan dengan pengolahan data awal secara deskriptif tentang kondisi lokasi penelitian saat ini (existing condition) dan keadaan industri perikanan yang ada di Kota Makassar. Selanjutanya data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SEM (structural equation modelling) dengan bantuan perangkat lunak Amos. Langkah awal SEM adalah pengembangan model hipotik, kemudian dilakukan verifikasi berdasarkan data empirik. Dengan demikian peneliti dalam mengembangkan teori harus melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
negeri (ADB) dan APBN. Pembangunan fisik dilaksanakan selama 11 bulan dari bulan Januari 1991 s/d bulan Maret 1992. Sampai saat ini, PPI Paotere masih berfungsi dengan baik, namun sudah tidak mampu lagi menampung semua kegiatan perikanan yang ada di Kota Makassar karena keterbatasan lahan yang tersedia. Sejak awal tahun 2008 telah dibangun PPN Untia yang berlokasi di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar dengan luas area yang disediakan oleh pemerintah sebesar 38 ha, namun sampai awal tahun 2010 pembangunan pelabuhan perikanan tersebut, baru sekitar 30% tingkat pembangunannya. Kebijakan pemerintah untuk membangun pelabuhan perikanan pada wilayah tersebut, dengan harapan Kelurahan Untia akan dijadikan sebagai kawasan industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan.
Berdasarkan hasil modifikasi menunjukkan nilai chi-square sudah lebih kecil dibandingkan pada saat modifikasi awal, sebagai salah satu kriteria model fit menunjukkan nilai sebesar 568.689 dengan nilai dari kriteria goodness goodness of fit index lainnya, yaitu: nilai RMSEA sebesar 0.052, nilai CFI sebesar 0.935, nilai IFI sebesar 0.938, nilai GFI sebesar 0.827, nilai AGFI sebesar 0.761 dan nilai PGFI sebesar 0.599, maka secara keseluruhan kriteria ini sudah memenuhi standar yang direkomendasikan. Berdasarkan hasil evaluasi kriteria goodness of fit terhadap model secara keseluruhan, terbukti secara nyata bahwa sudah tidak terdapat pelanggaran nilai secara kritis, sehingga dapat dikemukakan bahwa model relatif dapat diterima atau telah sesuai dengan data.
Pelabuhan perikanan sebagai prasarana usaha penangkapan ikan adalah merupakan faktor penting dalam pembangunan dunia perikanan. Sebagai tempat berlabuh dan bertambat kapal untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapan, dalam kelancaran kegiatan produksi di sektor perikanan tangkap karena menjadi penghubung antar daerah foreland dan hinterland. Dengan segenap fasilitasnya sangat menentukan penunjang keberhasilan dalam pemanfaatan potensi sumberdaya ikan secara optimal melalui kegiatan penangkapan ikan dan juga akan menjadi pusat kegiatan di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran hasil-hasil perikananperikanan.
Produksi perikanan di Kota Makassar mengalami kenaikan rata-rata sebesar 0.98% per tahun yaitu dari 16 347.67 ton pada tahun 2005 menjadi 16 540.70 ton pada tahun 2009, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap masih perlu ditingkatkan sarana dan prasarananya. Faktor/variabel yang berinteraksi secara signifikan yang terkait dengan pengembangan industri perikanan adalah: variabel kemampuan sumberdaya manusia industri perikanan dan inovasi penggunaan teknologi industri terhadap konstruk internal industri, variabel perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan dan kondisi industri pemasok terhadap konstruk eksternal industri, ariabel sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan dan energi pendukung terhadap konstruk sumberdaya alam dan lingkungan, variabel program jangka panjang terhadap konstruk lingkungan industri perikanan, variabel laba (rugi) perusahaan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan harga bersaing, mutu produk, tingkat penyerapan tenaga kerja dan jaringan pemasaran yang luas terhadap konstruk kinerja industri perikanan.
Strategi pengembangan model industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan perlu diarahkan dan diperioritaskan pada: peningkatan kualitas SDM yang dimiliki, penggunaan paket teknologi baru, pengawasan, penyederhanaan birokrasi, peningkatan dukungan pemerintah untuk menghadapi persaingan dan kerjasama antar kementerian yang terkait untuk pelaksanaan program pembangunan perikanan.
Model pengembangan industri perikanan di Kota Makassar dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri perikanan pada beberapa lokasi pelabuhan perikanan lainnya, namun penambahan atau pengurangan faktor dan variabel harus tetap didasarkan pada telaah pustaka, yang diawali dengan serangkaian eksplorasi ilmiah guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN
BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN
DI KOTA MAKASSAR SULAWESI SELATAN
DANIAL
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si
Judul Disertasi : Model Pengembangan Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan
Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan Nama : Danial
NIM : C462070011
Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT)
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Dr. Ir. Darmawan, MAMA
Anggota Anggota
Dr. Mustaruddin, STP
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Sistem & Pemodelan Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Tanggal Ujian: 17 Januari 2011 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT., senangtiasa penulis panjatkan karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga disertasi ini bisa diselesaikan. Judul yang dipilih untuk disertasi ini adalah Model Pengembangan
Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan untuk dapat menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan baik pemerintah maupun pihak swasta dalam mengembangkan industri perikanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya yaitu Ayahanda H. Sultan dan Ibunda Hj. Sitti Hanida (almarhumah) yang telah melahirkan, merawat, membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang serta banyak memberikan bantuan baik materil maupun spritual yang tak mungkin saya bisa membalasnya. Semoga beliau selalu mendapat rahmat, taufiq dan inayah dari Allah SWT.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc., Dr. Mustaruddin, STP dan Dr. Ir. Darmawan, MAMA, yang telah mengarahkan, mengajarkan dan memberikan petunjuk dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Rektor dan Bapak Dekan Sekolah Pascasarjan IPB yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih pula saya sampaikan kepada Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta Bapak ketua program studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) yang telah mengarahkan saya selama mengikuti pendidikan pascasarjana pada program doktor di IPB.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ketua Yayasan Wakaf, Rektor serta Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan pada IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Paman H.Syamsuddin Achmad dan Ibu Hj. Andi Nurhayati beserta keluarga di Jakarta serta saudara(i) saya yaitu: Diana, Uly, Aty, Sulfa, Caya, Herminah dan Damrin yang telah banyak mendoakan dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan studi saya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Mertua H. Abdul Karim (almarhum) dan Hj. Sitti Hudayah beserta keluarga di Makassar yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan studi saya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada rekan-rekan pada program SPT dan TPT angkatan 2007 yaitu: Muh. Syahrir Ramang, Yopi Novita, Albert Ch Nanlohy, Rusmilyansari, Jois C Rumakat dan Karnan, yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan studi ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada isteri tercinta Hj. Sitti Bulkis, S.Pi atas kesetiaan dan keikhlasannya dalam menjaga, membimbing dan mengasuh anak-anak kami yaitu: Muhammad Fathurahman, Fathona Fathuljannah, Rifkathul Mukarramah, Ghina Rahmikhumaerah dan Muhammad Faridfayyad sehingga saya dapat menyelesaikan studi di IPB.
Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendoakan, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.
Akhirnya, semoga bantuan Bapak/Ibu/Saudara(i) dapat dinilai sebagai amal ibadah oleh Allah SWT., dan mendapat imbalan yang setimpal. Amin...
RIWAYAT HIDUP
Pendidikan sarjana (S1) masuk pada tahun 1987 di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1996, penulis diterima pada Program Studi Teknologi Kelautan di program pascasarjana (S2) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menamatkan pada tahun 1998 dengan beasiswa dari Yayasan Wakaf UMI Makassar. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor (S3) pada program studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007 dan menamatkan pada bulan Januari tahun 2011. Beasiswa pendidikan program doktor diperoleh dari BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasioanal dan Yayasan Wakaf UMI Makassar.
Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar (dosen) sejak bulan November tahun 1993 pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia Makassar sampai sekarang. Pada tahun 2000-2004, penulis terpilih sebagai ketua Jurusan Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UMI Makassar. Kemudian pada tahun 2004-2007, kembali terpilih menjadi ketua jurusan pada program yang sama.
Selama mengikuti program S3, penulis juga aktif meneliti pada program hibah kompetitif penelitian strategis nasional yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasioanal, yaitu pada tahun 2009 dan pada tahun 2010. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan memasuki Era Globalisasi: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Untia Makassar pada jurnal Phinisi. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis. Penulis juga aktif sebagai pengurus Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Cabang Makassar dan pengurus Himpunan Alumni IPB (HA-IPB) Cabang Makassar sampai saat ini.
4.2 Peran Pelabuhan Perikanan dalam Mendukung Pengembangan 4.5 Strategi Pengembangan Industri Perikanan ...
DAFTAR TABEL
Goodness of fit statistics yang digunakan sebagai pedoman dalam menilai fit-nya suatu model yang dianalisis ...
Jumlah nelayan menurut kategori nelayan perikanan tangkap di Kota Makassar tahun 2005-2009 ...
Jumlah perahu/kapal perikanan menurut kategori di Kota Makassar tahun 2005-2009 ...
Jumlah perahu/kapal perikanan menurut kecamatan dan berdasarkan ukuran GT di Kota Makassar pada tahun 2009...
Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model awal...
Nilai-nilai modification indices ...
Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model akhir ...
Nilai regression weights terhadap interaksi II dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi EI dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi SAL dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi LIP dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi KIP dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi KP dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi PLP dengan faktor lainnya yang diuji ...
Nilai regression weights terhadap interaksi DIP dengan aktor lainnya yang diuji ...
Interaksi antar variabel/faktor yang signifikan dengan strategi yang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kerangka pemikiran model pengembangan industri perikanan ...
Modifikasi agrobased industri cluster (ABIC) Porter (1990) dan Kotler (1997) ...
Tahapan penelitian yang diawali penentuan kondisi awal dan diikuti dengan analisis SEM ...
Hubungan antar faktor pada rancangan path diagram ...
Peta administrasi Kota Makassar sebagai lokasi penelitian ...
Suasana tempat pelelangan ikan di areal PPI Paotere ...
(a) Pabrik es balok yang berada di areal PPI Paotere ... (b) Mesin penghancur es yang berada di areal PPI Paotere ...
Fasilitas BBM berupa dua buah tangki berkapasitas masing-masing 5 000 liter yang berada di areal PPI Paotere ...
Struktur organisasi unit pelaksana teknis daerah (UPTD) PPN Untia Makassar ...
Model awal dari SEM industri perikanan di Kota Makassar sebelum dilakukan modifikasi indeks ...
Model akhir dari SEM industri perikanan di Kota Makassar setelah dilakukan modifikasi indeks ...
8
17
30
36
45
54
55 55
56
65
72
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Luas wilayah kecamatan, banyaknya kelurahan dan RT, RW
menurut kecamatan di Kota Makassar tahun 2008 ... 114
2 Jumlah produksi perikanan (ton) menurut jenis alat tangkap
di Kota Makassar tahun 2005-2009 ... 115
3 Daftar perusahaan perikanan di Kota Makassar tahun 2009 ... 116
4 Layout PPN Untia Kota Makassar ... 117
5 Nilai-nilai variabel berdasarkan hasil wawancara dengan
responden ... 118
DAFTAR ISTILAH
SEM : structural equation modelling = model persamaan stuktural
Faktor : konstruk / variabel laten / konstruk laten / unobserved variabel
Variabel : Indikator / variabel manifes / observed variabel / measured
measured
CR : critical ratio / tingkat keritis
P : probabilitas / kemungkinan salah / (p)
Amos : analisis of moment structur
β : regression weigth / bobot regresi
: error / disturbance term
X2
S.E : standardized estimates
: chi-square
Signifikan : penting, nyata
RMSEA : root mean square error of approximation
CFI : comparative fit index
IFI : incremental fit index
AGFI : adjusted goodness of fit index
GFI : goodness of fit indices
PGFI : parsimony goodness of fit index
MI : modification indices
ML : maximum likelihood
II : internal industri
EI : eksternal industri
SAL : sumberdaya alam dan lingkungan
LIP : lingkungan industri perikanan
KIP : kinerja industri perikanan
KP : kebijakan pemerintah
PLP : pelayanan pelabuhan perikanan
DIP : daya saing industri perikanan
PPN : pelabuhan perikanan nusantara
PPI : pangkalan pendaratan ikan
Jolloro : kapal pengangkut ikan (istilah lokal)
Fish carrier : kapal pengangkut ikan
HNSI : himpunan nelayan seluruh indonesia
Ispikani : ikatan sarjana perikanan indonesia
UPTD : unit pelaksana teknis daerah
ABK : anak buah kapal
GT : gross tonnage
Fishing ground: daerah penangkapan ikan
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam
bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket
teknologi. Menurut Porter (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi industri
dapat dibagi menjadi tiga penentu keberhasilan industri pada lingkungan internal
industri yang meliputi potensi sumberdaya manusia yang dimiliki industri,
teknologi yang digunakan industri dan keuangan serta aset yang dimiliki industri.
Faktor utama yang mendukung pengembangan industri perikanan
khususnya pada kegiatan industri penangkapan ikan adalah dengan tersedianya
prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat berlabuhnya kapal perikanan,
tempat melakukan kegiatan bongkar muat hasil perikanan dan sarana produksi dan
produksi, sehingga fungsi pelabuhan perikanan menjadi sangat luas. Pelabuhan
perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan, karena
pembangunan pelabuhan perikanan di suatu daerah atau wilayah merupakan
embrio pembangunan perekonomian. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti
fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi
lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi suatu kawasan pengembangan
industri perikanan (Yusuf et al. 2005).
Tantangan dalam pengembangan industri perikanan adalah bagaimana
kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan
sebagai penyedia bahan baku industri. Oleh karena itu, diperlukan strategi
kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan industri perikanan menurut
Putro (2002) yaitu: 1) membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan yang
tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri
perikanan, 2) penyederhanaan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri,
3) mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional
mampu mengembangkan usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan
dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri dan 4) menyediakan modal
investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan
2
Salah satu provinsi yang terletak di Kawasan Timur Indonesia adalah
Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar yang memiliki potensi dan
peluang untuk dikembangkan industri perikanannya menjadi sentra industri
perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis, hal tersebut
didukung oleh letak Kota Makassar yang merupakan salah satu kota terbesar dan
merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi
pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum (Danial 2006).
Secara administratif Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 20
kabupaten dan 4 kota dengan Makassar sebagai ibukota provinsi. Kota Makassar
memiliki luas wilayah sebesar 175.77 km2
Berdasarkan data perusahaan penanganan dan pengolahan hasil perikanan
di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat sebanyak 40 unit perusahaan, dan sebanyak
72.5% berkedudukan di Kota Makassar atau sebanyak 29 unit perusahaan, namun
ada beberapa perusahaan memiliki cabang di daerah dengan nama perusahaan
yang sama. Sebagian besar perusahaan yang ada di Kota Makassar berada dalam
suatu kawasan yang disebut PT. Kawasan Industri Makassar (PT. KIMA),
kawasan tersebut disiapkan oleh pemerintah Kota Makassar sebagai pusat industri
dari berbagai bidang dengan luas 200 ha. Di kawasan tersebut terdapat berbagai
bidang industri seperti: industri perikanan, industri kimia, industri makanan,
industri furniture, industri elektronik, dan lain-lain. Namun, untuk lebih efisien
dan efektifnya industri perikanan seharusnya berada dalam suatu kawasan yaitu
pada kawasan pelabuhan perikanan supaya dekat dengan sumber bahan baku. yang terbagi menjadi 14 kecamatan,
dengan jumlah produksi perikanan sebesar 16 540.7 ton yang terdiri dari produksi
perikanan laut sebesar 15 972.0 ton dan produksi perikanan darat sebesar 568.7
ton. Sedangkan produksi perikanan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 1 006 818
ton (DPK Provinsi Sul-Sel 2009).
Saat ini, jumlah armada penangkapan ikan yang ada di Kota Makassar
sebanyak 1 225 unit, meliputi perahu tanpa motor sebanyak 493 unit, motor
tempel sebanyak 461 unit dan kapal motor sebanyak 271 unit (DKKP Kota
Makassar 2009). Sampai saat ini industri perikanan Kota Makassar hanya
ditunjang oleh satu Pangkalan Pendaratan Ikan (Pelabuhan Perikanan Tipe D)
3
PPI Paotere sudah tidak mampu lagi menampung semua kegiatan
perikanan yang ada di Kota Makassar, mulai dari pendaratan hasil tangkapan,
penanganan, pengolahan sampai pada pemasaran hasil perikanan, tanpa diimbangi
penambahan atau perluasan areal dan prasarana pelabuhan perikanan (Danial
1998). Keadaan PPI Paotere sudah semakin ramai karena banyaknya kapal ikan
yang ingin bersandar, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk
membongkar hasil tangkapannya (Danial 2006). Oleh karena itu, banyak
pengusaha perikanan yang melakukan kegiatan penanganan/pengolahan di luar
dari kawasan PPI Paotere, sehingga kegiatan industri perikanan menjadi menyebar
dan tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan. Berkaitan dengan hal tersebut, guna
meningkatkan keterkaitan antara sub sistem dalam sistem agribisnis perikanan,
meningkatkan aktivitas ekonomi perikanan, menunjang tumbuhnya usaha
perikanan skala besar dan skala menengah/kecil, serta terwujudnya sentra
produksi perikanan dalam skala ekonomi yang efisien di Kota Makassar, maka
perlu dilakukan penambahan sarana dan prasarana pada PPI Paotere atau
pembangunan pelabuhan perikanan yang berskala nasional.
Sejak awal tahun 2008 telah dibangun Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Untia yang berlokasi di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar dengan luas area yang disediakan oleh pemerintah sebesar 38 ha, namun
sampai awal tahun 2010 pembangunan pelabuhan perikanan tersebut, baru sekitar
30% tingkat pembangunannya. Kebijakan pemerintah untuk membangun
pelabuhan perikanan pada wilayah tersebut, dengan harapan Kelurahan Untia
akan dijadikan sebagai kawasan industri perikanan yang berbasis pelabuhan
perikanan, dan akan menunjang Kota Makassar sebagai pintu gerbang Kawasan
Timur Indonesia. Walaupun beberapa tahun sebelumnya yaitu tahun 1999 telah
dilakukan studi kelayakan tentang rencana pembangunan pelabuhan perikanan
pada lokasi yang berbeda yaitu kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota
Makassar, namun pada tahun 2005 pemerintah Kota Makassar telah merubah
kebijakannya dan menetapkan Barombong sebagai kawasan wisata bahari.
Berdasarkan Perda Kota Makassar No. 6 Tahun 2006 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015 pasal 4 dengan Visi Kota
4
maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global, berwawasan
lingkungan dan paling bersahabat. Selanjutnya pasal 1 ayat 37 menyatakan
bahwa Kawasan Pelabuhan Terpadu adalah kawasan terpadu yang diarahkan
sebagai kawasan yang memberi dukungan kuat dalam sistem ruang yang
bersinergi terhadap berbagai kepentingan dan kegiatan yang lengkap berkaitan
dengan aktivitas kepelabuhanan dan segala persyaratannya.
PPN Untia Makassar diharapkan menjadi pelabuhan perikanan yang
bertaraf nasional dan merupakan pelabuhan terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan.
Tujuan pembangunan PPN Untia Makassar adalah: 1) meningkatkan kemampuan
armada penangkapan ikan nusantara, yakni meningkatkan jumlah hasil tangkapan,
meningkatkan jumlah armada penangkapan dan jarak fishing ground yang luas,
2) meningkatkan ekspor hasil perikanan untuk menambah devisa negara dari
sektor non migas dan 3) menyediakan kawasan industri untuk kegiatan industri
perikanan yang berorientasi kepada pemberian nilai tambah produksi perikanan
yakni dengan membangun pelabuhan perikanan dengan fasilitas yang memadai
(DPK Provinsi Sul-Sel 2005).
1.2 Perumusan Masalah
Pembangunan pelabuhan perikanan didasarkan pada program yang
mempunyai prospek jangka panjang sebagai konsekwensi logis dan realisasi dari
segenap kebutuhan masyarakat nelayan. Sebagai sebuah infrastruktur
pembangunan ekonomi, pelabuhan perikanan memiliki peranan penting sebagai
penggerak roda ekonomi suatu daerah (Pramusinto 2006). Pembangunan
pelabuhan perikanan merupakan salah satu kebijakan dalam upaya mengurangi
biaya-biaya yang digunakan pada seluruh aspek yang mendukung industri
perikanan. Industri perikanan meliputi industri penangkapan ikan, industri
pengolahan dan industri pemasaran.
Industri perikanan di Kota Makassar memiliki prospek untuk
dikembangkan, namun hanya didukung oleh satu pelabuhan perikanan yaitu
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paotere yang merupakan pelabuhan perikanan
tipe D. Saat ini, Pangkalan Pendaratan Ikan Paotere sudah tidak mampu lagi
5
pendaratan hasil tangkapan, penanganan hasil tangkapan, pengolahan hasil
perikanan sampai pada pemasaran hasil perikanan.
Sejalan dengan adanya kebijaksanaan pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan, sejak tahun 2008 telah dibangun Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Untia yang berlokasi di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar, yang akan dilengkapi dengan sarana dan prasarana industri perikanan
serta diharapkan menjadi kawasan industri perikanan. Meskipun sampai saat ini
belum selesai pembangunannya, namun diperlukan suatu kajian terpadu dan
komprehensif tentang model pengembangan industri perikanan yang berbasis
Pelabuhan Perikanan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusyanto (2006) tentang model industri perikanan berbasis Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS) memasuki era globalisasi, kasus PPS Nizam Zachman Jakarta.
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang model pengembangan
industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar Sulawesi
Selatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan-pertanyaan tentang
“Model Pengembangan Industri Perikanan yang Berbasis Pelabuhan Perikanan di
Kota Makassar” adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh dari internal industri terhadap lingkungan industri
perikanan dan kinerja industri perikanan?
2) Bagaimana pengaruh dari eksternal industri terhadap lingkungan industri
perikanan dan kinerja industri perikanan?
3) Bagaimana pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap lingkungan
industri perikanan?
4) Bagaimana pengaruh pelayanan pelabuhan perikanan yang ada di Kota
Makassar terhadap lingkungan industri perikanan?
5) Bagaimana pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap kinerja
industri perikanan?
6) Bagaimana pengaruh antara pelayanan pelabuhan perikanan yang ada di
Kota Makassar terhadap kinerja industri perikanan?
7) Bagaimana pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap daya saing
6
8) Bagaimana pengaruh kinerja industri perikanan terhadap daya saing
industri perikanan?
9) Bagaimana pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap daya saing
industri perikanan?
10)Bagaimana membangun variabel yang optimal untuk meningkatkan
kinerja industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan?
11)Bagaimana merumuskan strategi pengembangan industri perikanan yang
berbasis pelabuhan perikanan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil identifikasi dan perumusan masalah di atas, maka
penelitian ini akan mengembangkan model industri perikanan yang berbasis
pelabuhan perikanan dengan tujuan:
1) Memaparkan kondisi terkini (existing condition) kegiatan perikanan yang ada
di Kota Makassar.
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
pengembangan industri perikanan di Kota Makassar
3) Merumuskan strategi pengembangan industri perikanan Kota Makassar yang
berbasis Pelabuhan Perikanan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada:
1) Pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi industri
perikanan dan daya saing produk perikanan.
2) Perumusan kebijakan dan langkah strategis guna meningkatkan kinerja
dan memperkuat daya saing industri perikanan
3) Sebagai dasar pengembangan penelitian di bidang teknologi kelautan dan
perikanan, khususnya aspek perencanaan industri perikanan dan rencana
pembangunan pelabuhan perikanan
4) Pengambilan kebijakan untuk meramalkan kinerja industri perikanan
7
5) Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk digunakan
sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan untuk membangun
prasarana perikanan guna mendukung dan membina industri perikanan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Secara potensial industri perikanan di Kota Makassar dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, namun di
sisi lain jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang memadai maka
dampak negatif akan muncul. Pengembangan industri perikanan merupakan
peluang sekaligus ancaman yang harus dicermati dan merupakan bagian yang
sangat mempengaruhi dan menentukan arah dan hasil dari pembangunan kelautan
dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.
Industri perikanan di Kota Makassar memiliki potensi dan peluang untuk
dikembangan karena didukung oleh sumberdaya alam dan lingkungan, seperti
ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang dekat dengan
tempat pendaratan ikan serta lingkungan dan kondisi perairan yang mendukung.
Selain itu, didukung oleh banyaknya sumber daya manusia yang bekerja pada
industri perikanan tangkap dan kemampuan keuangan serta asset yang dimiliki
oleh industri perikanan yang ada dan merupakan faktor internal industri
perikanan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini akan mengkaji
berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan industri perikanan di Kota
Makassar Sulawesi Selatan, dan akan memberikan berbagai gagasan dan saran,
apakah mampu memperoleh manfaat dari pengembangan industri perikanan yang
berbasis pelabuhan perikanan.
Rendahnya kinerja industri perikanan di Kota Makassar, tidak hanya
diakibatkan oleh kurang optimalnya pelabuhan perikanan dan jenis fasilitas, tetapi
juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan dan kebijakan
pemerintah. Faktor-faktor utama yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah;
1) internal industri, 2) eksternal industri, 3) sumberdaya alam dan lingkungan, 4)
lingkungan industri perikanan, 5) kinerja industri perikanan, 6) kebijakan
8
Kajian lingkungan industri perikanan akan dilihat dengan tingkat pengaruh
oleh faktor internal industri perikanan dan ekternal industri perikanan.
Selanjutnya faktor kinerja industri perikanan, akan dilihat dengan tingkat
pengaruh dari faktor kebijakan pemerintah dan faktor pelayanan pelabuhan
perikanan dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah melalui Dinas Perikanan
dan Kelautan serta pelayanan terhadap pelabuhan perikanan yang ada saat ini.
Pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong
tumbuh kembangnya industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan di
Kota Makassar dalam melakukan persaingan pasar bebas (Gambar 1).
Internal Industri Lingkungan Industri Kondisi Eksternal Perikanan
Kebijakan Kinerja Pelayanan Pemerintah Industri Perikanan Pelabuhan Perikanan
Daya Saing Industri Perikanan
Gambar 1 Kerangka pemikiran model pengembangan industri perikanan
Industri Perikanan di Kota Makassar
Potensi & Peluang
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya ikan dan lingkungannya merupakan anugerah Tuhan yang
harus ditransformasikan menjadi berkah. Oleh karena itu, pembangunan perikanan
tidak saja diarahkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang optimal, tetapi
juga bagaimana agar manfaat ekonomi tersebut benar-benar dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya, serta bagaimana agar
sumberdaya ikan dan lingkungannya dapat terjaga kelestariannya sehingga tetap
dapat dinikmati oleh generasi mendatang (Kamaluddin 2002).
Pembangunan perikanan ke depan dinilai cerah karena potensi dan
prospek yang dimiliki bangsa Indonesia, antara lain besarnya luas perairan yang
dimiliki dengan sumber daya yang ada di dalamnya, baik berupa laut maupun
perairan umum (danau, waduk, sungai, rawa dan genangan air lainnya) (Barani
2006).
Di samping itu, potensi SDM nelayan yang melimpah masih dapat
dioptimalkan. Prospek pasar dalam dan luar negeri pun menunjukkan
kecenderungan yang semakin menggembirakan untuk produk-produk perikanan.
Permintaan ikan untuk konsumsi dalam dan luar negeri sangat tinggi seiring
meningkatnya jumlah penduduk. Permintaan tersebut dipengaruhi pula oleh
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya ikan sebagai bahan pangan
yang aman, sehat dan bebas kolesterol sehingga masyarakat beralih dari
mengkonsumsi red-meat menjadi white meat (DKP 2006).
Potensi sumberdaya ikan, sumberdaya manusia serta permintaan pasar
yang terus meningkat, memungkinkan bagi kita untuk mewujudkan industri
perikanan yang kokoh, mandiri dan berkelanjutan serta memperluas penyerapan
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, meningkatkan konsumsi dalam
negeri, dan meningkatkan penerimaan devisa negara yang pada gilirannnya akan
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan
harapan tersebut diperlukan perumusan kebijakan pembangunan perikanan
tangkap nasional yang tepat, terarah dan terpadu yang dilaksanakan secara
10
Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan juga memiliki
keunggulan komparatif dan peluang pemanfaatan yang besar dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya. Setidaknya ada 7 alasan utama mengapa sektor
kelautan dan perikanan memiliki potensi untuk dibangun. Pertama, Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik ditinjau dari kuantitas maupun
diversitas. Kedua, Indonesia memiliki daya saing (competitive advantage) yang
tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku
yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya. Ketiga, industri di sektor
kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage)
yang kuat dengan industri-industri lainnya. Keempat, sumberdaya di sektor
kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui
(renewable resources) sehingga bertahan dalam jangka panjang asal diikuti
dengan pengelolaan yang arif. Kelima, investasi di sektor kelautan dan perikanan
memiliki efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana dicerminkan dalam Incremental
Capital Output Ratio (ICOR) yang rendah dan memiliki daya serap tenaga kerja
yang tinggi. Keenam, daya serap tenaga kerja industri kelautan dan perikanan
cukup tinggi dan Ketujuh, pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya
lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar
(DKP 2008).
Upaya pengelolaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu pula ditanamkan falsafah dalam
mengelola sumberdaya tersebut, yaitu ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga
tercapai suatu keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi. Untuk itu
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyusun rencana strategis
pembangunan dengan visi: Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang
lestari dan bertanggungjawab bagi kesatuan serta kesejahteraan anak bangsa.
Sedangkan misi Departemen Kelautan dan Perikanan yang diemban adalah: (1)
meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan
masyarakat pesisir lainnya, (2) meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, (3) memelihara daya dukung dan
11
lautan, (4) meningkatkan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan
konsumsi ikan dan (5) meningkatkan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan
memperkuat budaya bahari bangsa (DKP 2008).
2.2 Pelabuhan Perikanan Sebagai Pusat Pengembangan Industri
Guckian and Van Den Hazel (1970) yang diacu dalam Danial (2003)
mendefinisikan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu areal perairan tertentu
yang tertutup dan terlindung dari gangguan badai dan merupakan tempat yang
aman untuk akomodasi kapal-kapal yang sedang mengisi bahan bakar,
perbekalan, perbaikan dan bongkar muat barang. Pelabuhan perikanan adalah
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis
perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh
dan/atau bongkar muat ikan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang perikanan (Kepmen KP No. Per. 16/MEN/2006).
Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas
berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja, namun
demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup
luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan untuk
dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut
tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi atau terintegrasi antara
berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha
dan masyarakat perikanan (Danial 2007).
Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi
Pelabuhan Perikanan Nusantara disiapkan untuk menampung industri perikanan
dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut di atas. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang
bersangkutan. Mengingat Pelabuhan Perikanan Nusantara merupakan lingkungan
kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas
12
tatanan yang kondusif, pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat
memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat
berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan (Elfandi 2000).
Menurut Murdiyanto (2004) pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola
pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah
dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak
berbelit-belit
2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat
ketentuan berikut:
(1) Tatacara pelayanan mudah diikuti
(2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis maupun
administratif
(3) Unit kerja dan pejabat yang memberikan pelayanan
(4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran
(5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan
(6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima
pelayanan sesuai bukti pemrosesan
(7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan
(8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan kepastian
hukum selama proses pelayanan diberikan
(9) Keterbukaan; yaitu prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja penanggung
jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan, rincian biaya, tarif yang
berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib diinformasikan ke pelanggan
serta terbuka, sehingga dapat diketahui oleh masyarakat umum baik
diminta ataupun tidak
(10)Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat
dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan
(11)Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada
hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
13
pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan kelengkapan
persyaratan terutama antara unit kerja atau antara instansi
(12)Ekonomis, yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan
sesuai ketentuan yang berlaku
(13)Keadilan, maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan merata
serta dapat dinikmati oleh semua pihak.
Konsep pembangunan ekonomi, pada sektor minabisnis (padanan
agribisnis di sektor pertanian) mencakup 4 sub sektor yaitu: pertama; sub sektor
minabisnis hulu (up-stream fishery businness) yakni kegiatan industri dan
perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer (pembibitan,
alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang dan lain-lain), kedua;
sub sektor usaha penangkapan (on-farm fishery businness) yakni kegiatan
ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk
menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha
penangkapan ikan), ketiga; sub sektor minabisnis hilir (down-stream fishery
businness) yakni kegiatan industri yang mengolah komoditas primer menjadi
produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan
ikan, dll) serta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket,
distributor, dll), dan keempat; sub sektor jasa penunjang (fishery supporting
institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis (perbankan,
litbang dan kebijakan pemerintah). Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan
ekonominya pada sektor minabisnis (yang berbasis perikanan), sehingga jika kita
membicarakan kegiatan usaha pada umumnya, usaha kecil, menengah dan
koperasi khususnya, maka sebagian besar akan berada di sektor minabisnis
(Ditjen Perikanan Tangkap 2005).
Kegiatan minabisnis akan berkembang dengan baik di pelabuhan
perikanan bila ditunjang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang
prima (Mustaruddin 2010). Keempat sub sektor minabisnis merupakan satu
kesatuan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu
ditumbuhkembangkan pada pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan
14
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan
dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)/tipe
A, 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)/tipe B, 3) Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP)/tipe C dan 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)/tipe D (Tabel 1).
Tabel 1 Karakteristik pelabuhan perikanan
No. Kriteria
Tersedia Tersedia Tersedia Tidak
15
Pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi
kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi
fungsinya pelabuhan perikanan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yaitu:
1. Fasilitas pokok, yaitu fasilitas dasar yang dimaksudkan untuk melindungi
kegiatan di pelabuhan terhadap gangguan alam seperti gelombang, arus,
angin, pengendapan lumpur atau pasir. Termasuk ke dalam fasilitas pokok
adalah: dermaga, alur pelayaran, pemecah gelombang/penahan gelombang,
tembok penahan tanah, kolam pelabuhan jetty dan dolpin.
2. Fasilitas fungsional, yaitu fasilitas yang langsung menunjang fungsi
pelabuhan dalam memberikan pelayanan yang menjadi kewajiban pelabuhan
seperti: gedung tempat pelelangan ikan, pabrik es, tempat penyimpanan ikan
(cold storage, cool room), bengkel dok (slipway), instalasi air bersih,
instalasi bahan bakar, telekomunikasi, balai pertemuan nelayan dan
perkantoran.
3. Fasilitas Tambahan, yaitu fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan
pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan kepada kegiatan
perikanan. Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: penginapan
nelayan, kios bahan alat perikanan, poliklinik, tempat ibadah, satuan pemadam
kebakaran yang dilengkapi dengan kapal, dan mess operator.
Fungsi pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan
pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan
dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya dapat berupa: 1) pelayanan
tambat dan labuh kapal perikanan, 2) pelayanan bongkar muat, 3) pelayanan
pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, 4) pemasaran dan distribusi
ikan, 5) pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, 6) tempat pelaksanaan
penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, 7) pelaksanaan kegiatan
operasional kapal perikanan, 8) tempat pelaksanaan pengawasan dan
16
pelaksanaan fungsi karantina ikan, 11) publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh
kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, 12) tempat publikasi hasil
riset kelautan dan perikanan, 13) pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari
dan 14) pengendalian lingkungan (Undang-undang RI No. 45 Tahun 2009).
2.3 Lingkungan Industri Perikanan (LIP)
Kotler (1997) menjelaskan bahwa industri adalah sekelompok perusahaan
yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat
satu sama lainnya. Pengertian subtitusi dekat disini adalah produk dengan
elastisitas silang permintaan yang tinggi, jika permintaan akan suatu produk
meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua produk
tersebut merupakan subtitusi dekat. Bagi produk olahan perikanan yang
dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau sulit
didapat di pasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti
cakalang, kakap, udang dan lain-lain) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau
ikan kakap merupakan barang subtitusi dekat.
Lingkungan industri adalah salah satu faktor penting untuk menunjang
keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan tujuan,
sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis yang mendalam
serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada.
Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan
didasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan
tersebut, yaitu lingkungan internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan
eksternal (lingkungan luar industri) (Suherman et al. 2006).
Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu
mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru
maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya
selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap
perubahan apakah perubahan merupakan peluang, ancaman bahkan tantangan.
Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau pemasaran
17
Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri
yang dapat dibagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu: (1) Lingkungan
internal industri yakni menggali informasi tentang LII (Life Internal Industry)
yaitu mengenai potensi SDM yang dimiliki, (2) teknologi yang digunakan industri
dan (3) keuangan serta asset yang dimiliki industri.
Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati
dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan
teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan
(bank) dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan
ekonomi industri yang diduga memiliki hubungan dan pengaruh yang kuat
bersama faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri dalam
perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi
perdagangan dunia serta ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta
energi pendukung (Gambar 2).
KONDISI EKONOMI INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU)
FAKTOR-FAKTOR BAHAN BAKU BAHAN MESIN DAN PROCESSING PERLENGKAPAN TEKNOLOGI
R & D
INFORMASI GLOBAL
LINGKUNGAN INDUSTRI INDUSTRI INDUSTRI PASAR ENERGI PENDUKUNG LOKAL HILIR
SDM NILAI TAMBAH HULU
MODAL PERTENAGA EKSPOR PEMBIAYAAN KERJA R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET
SUMBER AIR
DLL VALUE ADDED PRODUKTV
PER UNIT PRODUKSI BAHAN PROCESSING PROCESSING DOMESTIK BAKU PRIMER SEKUNDER
INDUSTRI JASA, INDUSTRI TERKAIT, MODAL
PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN BANK R & D TRAINING PEMELIHARAAN TRANSPOR DISTRIBUSI EKSPOR
18
Justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor lingkungan industri
perikanan adalah Internal Industri (II), Eksternal Industri (EI) dan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (SAL). Ketiga hal tersebut merupakan indikator penelitian
yang akan dijelaskan oleh beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai
berikut:
1) Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator; SDM yang terlibat di
dalam kegiatan industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman), teknologi
industri yang digunakan, keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan
2) Kondisi eksternal industri (EI) akan dijelaskan dengan indikator
perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai dan ketersediaan
infrastruktur dari pemerintah
3) Sumberdaya alam dan lingkungan (SAL) akan dijelaskan dengan indikator
sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground), lingkungan dan
kondisi perairan serta energi pendukung.
2.3.1 Internal industri (II)
Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor
dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti:
1) Sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki industri (jumlah, tingkat
pendidikan, usia, pengetahuan, pengalaman) dan secara faktual kondisi
tersebut masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu, teknologi
yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan tingkat
kemampuan SDM, dan masih menggunakan teknologi yang sederhana
terutama dalam penanganan pasca panen, akibatnya mutu bahan baku rendah.
Rendahnya mutu bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil
produksi, dampak yang dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat
bersaing di pasaran (Wahyuni 2002).
2) Teknologi yang digunakan oleh perusahaan disamping mempertimbangkan
faktor efisiensi juga ketersediaan SDM yang akan mengelola teknologi yang
akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan SDM, maka pemilihan teknologi tinggi merupakan salah satu
19
3) Keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan
rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat
mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan, hal ini dapat menghambat
pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing
yang memiliki modal yang cukup tinggi (Supanto 2001).
2.3.2 Eksternal industri (EI)
Faktor eksternal industri juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti:
1) Perkembangan teknologi industri, mesin dan kelengkapan teknologi yang
sangat diperlukan dalam proses produksi. Kapasitas dan kualitas infrastruktur
yang tersedia sangat mempengaruhi proses produksi, pada gilirannya akan
berdampak pada tingkat efisiensi (Murdjito 1997). Kebijakan pemerintah
membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui UU
nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan, Undang-undang nomor 31 Tahun
2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan yang
dimaksudkan untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan serta
mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang
usaha perikanan, serta ekonomi masyarakat pesisir bisa lebih ditingkatkan
(Anggaini 2006).
2) Ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan SDM yang dimiliki. Jasa pelatihan yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan sangat
menolong upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan SDM yang terlibat di dalam perusahaan baik manajerial maupun
operator (Madecor Group 2001).
3) Ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan,
transportasi, pemasaran) yang dapat mendukung dan memberikan kemudahan
serta efisiensi produksi. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung
industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan
hal-hal tersebut. Faktor eksternal industri ini harus disediakan oleh pemerintah
untuk memberikanan pelayanan kepada industri agar benar-benar dapat
20
2.3.3 Sumberdaya alam dan lingkungan (SAL)
Faktor sumberdaya alam dan lingkungan akan dapat mempengaruhi
lingkungan industri perikanan antara lain:
1) Sumberdaya ikan, ketersediaan sumberdaya ikan dalam mensuplai kebutuhan
bahan baku industri merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Keunggulan
ketersediaan sumberdaya ikan yang banyak dan beragam yang dimiliki
sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat
kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri, jika
mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito
1996). Hal ini sangat didukung oleh kondisi perairan Selat Makassar dan
Laut Flores masih banyak tersedia ikan, ditandai dengan tingkat produksi
perikanan di Sulawesi Selatan masih mengalami peningkatan setiap tahunnya,
ketersediaan sumberdaya ikan sangat menentukan tingkat keberhasilan
industri perikanan.
2) Daerah penangkapan ikan (fishing ground), keberadaan daerah penangkapan
ikan sangat menentukan tingkat keberhasilan industri perikanan, terutama
pada faktor jarak dari pelabuhan perikanan memungkinkan nelayan bisa
mendaratkan hasil tangkapannya. Ada kecendrungan nelayan mencari daerah
penangkapan ikan yang dekat dengan pelabuhan perikanan agar dalam
memasarkan hasil tangkapannya membutuhkan waktu yang singkat dan biaya
yang sedikit. Daerah penangkapan adalah meliputi wilayah pengelolaan
perikanan (WPP) IV yang meliputi selat Makassar dan laut Flores, dimana
ikan pelagis kecil masih terbuka peluang untuk dikembangkan, pelagis besar
pengelolaannya harus hati-hati dengan monitoring ketat dan udang penaeid
sudah tidak ada peluang untuk dikembangkan.
3) Lingkungan dan kondisi perairan, ketersediaan sumberdaya hayati perairan
yang cukup besar di perairan laut, tidak menjamin bahwa sumberdaya
tersebut bisa dimanfaatkan kecuali jika wilayah itu dapat dijangkau oleh
nelayan serta dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan aman. Hal
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca perairan yang seringkali nelayan
tidak bisa melaut, keadaan tersebut sangat mempengaruhi tingkat
21
4) Energi pendukung yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku
industri perikanan merupakan faktor yang juga berpengaruh. Keunggulan
ketersediaan energi pendukung yang ada sangat menentukan tingkat
keberhasilan industri perikanan (Handoko 2001).
2.4 Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan industri perikanan meliputi
beberapa hal, yaitu:
1) Pembangunan pelabuhan perikanan, telah dilaksanakan sejak pelita II antara
lain bertujuan mendukung pembangunan perikanan dan rencana
pembangunan lima tahun berikutnya. Pada Pelita V pembangunan prasarana
perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen
pelabuhan perikanan.
2) Membentuk badan usaha milik negara, (perusahaan umum prasarana
perikanan melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan
pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsi pelabuhan perikanan
seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1985
tentang perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama
kegiatan produksi juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil,
pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk: prasarana
penangkapan ikan, prasarana penanganan dan pengolahan hasil, prasarana
penyaluran hasil/pemasaran dan prasarana pelestarian sumber. Tindak lanjut
dari kebijakan tersebut adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
dan pendapatan petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan
sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan.
3) Pengaturan pemanfaatan tanah industri, di dalam kawasan industri perikanan
berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan investasi bagi industri
perikanan dikeluarkan melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
nomor 32 tahun 2000 dan nomor 12 tahun 2001.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam mewujudkan penerapan
22
fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing
subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang
tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan
aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan
kemitraan usaha antar usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan
dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu
skala ekonomi yang efisien (Saksono 2008).
Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan
perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas
dan ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan
konsumen, industri perikanan perlu mendapat dukungan infrastruktur,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan faktor permodalan. Dilain pihak
faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan
faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang
efektif, sehingga hasil yang diperoleh bisa optimal dengan biaya minimal atau
dengan resiko yang kecil.
2.5 Kinerja Industri Perikanan
Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat
kinerja keuangan, sebagai variabel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh: 1)
tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (return of
investment/ROI), dan 3) tingkat pengembalian yang wajar (return on equity/
ROE) serta perkembangan dari industri perikanan (Kotler 1997).
Selanjutnya variabel kinerja industri perikanan adalah dibidang
pemasaran, hal ini penting dan harus ditangani dengan serius yaitu; 4) informasi
pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga
produk. Ketersediaan informasi pasar merupakan salah satu komponen yang
strategis agar mampu mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar
domestik maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat
diperlukan kerjasama antar instansi terkait, pihak swasta dan asosiasi perikanan.
Dilain pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga
23
hasil produksi pada agribisnis dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 7)
volume penjualan, 8) pertumbuhan penjualan, 9) pertumbuhan pelanggan.
Berdasarkan kondisi di atas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu
pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi
bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk mengantisipasi persaingan bebas tersebut dan
meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi
usaha dan 10) diversivikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan
pamasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur dengan 11)
tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri perikanan, 12) serta produktivitas
kerja (Wahyuni 2002).
Model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
- Peningkatan kinerja keuangan (laba/rugi)
- Pemasaran (informasi pasar, diversifikasi produk, mutu produk, harga
produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan pelanggan)
- Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja,
kesejahteraan tenaga kerja).
2.6 Daya Saing Industri Perikanan
Memasuki era pasar bebas akan terjadi pertumbuhan perdagangan secara
umum dan persaingan internasional. Di sini tidak ada negara yang tetap dapat
terisolasi dari ekonomi dunia, jika negara itu menutup pasarnya dari persaingan
asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih
rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan
ketat dan banyak usaha domestik akan menderita (Kotler 1997).
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah
perubahan teknologi. Seperti saat ini, perkembangan teknologi informasi dan
kecepatan komunikasi, perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti
24
merek dan mutu serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus
mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif (Kotler
1997).
Upaya peningkatan daya saing industri, termasuk industri perikanan
dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam
persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi,
komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan
aspek hak azasi manusia (pengeksploitasian buruh).
Konsep daya saing diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga
dengan cara yang berbeda, perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau
konteks yang mereka telaah dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain
adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh
seorang tenaga kerja (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Selain mengamati
perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama, penghematan
variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan
kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat di dalam
industri perikanan (Purnomo et al. 2003).
2.7 Model Pengelolaan Sumberdaya
2.7.1 Pemodelan secara umum
Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah
obyek atau situasi aktual. Definisi tersebut mengandung dua unsur yaitu adanya
perwakilan atau representasi dan abstraksi atau penggambaran. Perwakilan atau
representasi mengandung pengertian bahwa di dalam model terdapat suatu
pemetaan dari karakteristik sistem kongkrit. Model dapat digunakan secara
berarti, jika antara model dan sistem terdapat suatu persamaan atau
korespondensi. Jenis korespondensi antara model dan sistem dapat secara
isomorphi, yaitu satu elemen sistem berkorespondensi dengan satu elemen model
atau dapat pula secara homomorphi yaitu satu elemen model berkorespondensi
dengan beberapa elemen sistem (Nurani 2002).
Suatu model berfungsi untuk dapat menyederhanakan kompleksitas dalam