• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal, Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal, Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

 

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan suatu negara umumnya sejalan dengan kemajuan industri. Makin banyak industri dibangun, makin banyak pula limbah yang dihasilkan. Limbah industri akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi ekosistem perairan, yaitu semakin menurunnya kualitas perairan dimana industri-industri memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah yang mengalir ke laut. Industri-industri ini menghasilkan limbah berupa bahan organik maupun bahan anorganik sehingga dalam perjalanannya menimbulkan dampak negatif bagi manusia. Salah satu limbah industri adalah logam berat. Limbah industri merupakan sumber logam berat yang potensial sebagai sumber bahan pencemar dalam perairan sungai dan perairan estuaria (Bryan, 1976).

Logam berat pada dasarnya sangat diperlukan dalam proses kehidupan manusia khususnya dalam proses produksi sebuah industri. Akan tetapi apabila konsentrasinya telah melebihi batas yang telah ditentukan maka logam – logam tersebut sangat berbahaya karena sifatnya yang beracun. Logam – logam tersebut dikatakan beracun karena memiliki sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup, seperti contoh kasus Minamata di Jepang dan Kasus Buyat yaitu yang menyebabkan masyarakat sekitar pantai Buyat terkena penyakit itai – itai. Logam berat yang terdapat di kolom perairan dan mengendap di sedimen sangat berbahaya bagi organisme air, terutama organisme bentik yang menetap di substrat. Logam berat yang sering mencemari lingkungan adalah timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) karena ketiga logam ini digunakan oleh sebagian besar proses produksi industri. Timbal merupakan jenis logam berat yang banyak digunakan di pabrik dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup.

(2)

industri dan rumah tangga. Perairan Muara Kamal merupakan salah satu muara di Teluk Jakarta yang telah mengalami pencemaran logam berat.

Kajian terhadap kandungan logam berat di Perairan Muara Kamal sudah beberapa kali dilakukan, diantaranya Kandungan logam berat Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis), air dan sedimen di Perairan Kamal Muara, teluk Jakarta (Tresnasari,2001); Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cr pada air, sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta (Apriadi,2005); dan Analisis kandungan logam berat Cd, Pb, dan Hg pada air dan sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara (Sarjono,2009). Namun kajian tersebut hanyalah bersifat pemantauan dan pengamatan sesaat dan hanya menginformasikan kondisi yang terjadi pada saat itu. Mengingat pencemaran terjadi terus menerus serta adanya perubahan alam diduga akan berpengaruh pada perubahan konsentrasi logam berat di perairan. Sehingga diduga jumlahnya dalam perairan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Sebaliknya pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeluarkan aturan (Moratorium) penggunaan bensin tanpa timbal melalui Keputusan Dirjen Migas Nomor 3674/K/24/DJM/2006 sebagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut untuk mengetahui kandungan Timbal (Pb) terkini di Perairan Muara Kamal dan diharapkan dapat melengkapi hasil – hasil penelitian terdahulu, serta bisa sebagai suatu upaya evaluasi agar tidak terjadi degradasi lingkungan perairan yang lebih lagi.

1.2. Perumusan Masalah

(3)

Logam berat yang terdapat di air sedikit demi sedikit akan meningkat seiring meningkatnya aktivitas manusia. Logam berat tersebut akan terserap dan dalam jangka waktu tertentu akan terakumulasi dalam tubuh organisme. Akibat pengendapaan, logam berat juga akan terakumulasi di sedimen dan tubuh kerang hijau, karena kerang hijau (Perna Viridis) merupakan organisme yang hidupnya menetap di dasar perairan dan merupakan filter feeder. Dengan kondisi tersebut dapat diketahui kualitas perairan Muara Kamal terhadap pencemaran logam berat timbal (Pb).

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kandungan logam berat timbal (Pb) pada air, sedimen dan daging kerang hijau (Perna viridis).

2. Mengetahui perubahan tingkat kandungan logam berat Pb pada air, sedimen dan kerang hijau di perairan Muara Kamal sebelum dan sesudah moratorium penggunaan timbal pada tahun 2006.

3. Mengetahui indeks faktor biokonsentrasi, indeks kondisi, dan kelayakan kerang hijau di perairan Muara Kamal untuk di konsumsi berdasarkan kandungan logam berat timbal (Pb) dalam tubuhnya di Perairan Muara Kamal.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai kandungan logam berat timbal (Pb) dalam air, sedimen dan tubuh kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal agar dapat dilakukan pengelolaan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas perairan.

 

(4)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Logam Berat Timbal (Pb)

Logam berat adalah unsur – unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Menurut Vries et al (2002) in Rangkuti (2009), logam berat termasuk ke dalam logam transisi dan umumnya bersifat trace element.

Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi, sedang dan rendah. Logam berat yang bersifat toksik tinggi terdiri dari unsur – unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur – unsur Cr, Ni,dan Co, sedangkan bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Adanya logam berat di perairan berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia.

Timbal atau sering disebut juga timah hitam dalam bahasa latin dikenal dengan nama plumbum, disingkat dengan Pb. Timbal pada tabel periodik terdapat pada golongan XIV P, periode VI, memiliki nomor atom 82 dengan berat atom 207,20 g/mol (Cotton dan Wilkinson, 1989). Sifat – sifat timbal berdasarkan Darmono (1995) dan Fardiaz (2005), antara lain:

1. Memiliki titik cair rendah;

2. Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk;

3. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda pula dengan timbal murni;

4. Memiliki densitas yang tinggi dibanding logam lain; kecuali emas dan merkuri, yaitu 11,34 g/cm3;

5. Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai pelindung jika kontak dengan udara lembab.

Timbal (Pb) secara alamiah tersebar luas dibatu-batuan dan lapisan kerak bumi. Di laut, logam Pb terdapat dalam bentuk Pb2+, PbOH+, PbHCO3, PbSO4 dan

(5)

oksidasi, yaitu Pb2+ dan Pb4+, namun yang paling mendominasi di lingkungan perairan adalah Pb2+ karena bentuk ini lebih stabil (GESAMP, 1985).

2.2. Sumber dan Distribusi Timbal (Pb)

Logam memasuki hidrosfer dari beragam sumber baik secara alami atau disebabkan oleh manusia. Pada skala waktu geologi sumber alami seperti kerusakan secara kimiawi dan kegiatan gunung berapi merupakan mekanisme pelepasan yang tersebar dan bertanggung jawab terhadap susunan kimiawi pada ekosistem laut dan air tawar.

Di dalam sistem air tawar, pelapukan kimiawi pada batuan-batuan dan tanah di dalam cekungan pengairan merupakan sumber paling penting dari kadar logam yang memasuki permukaan air ( Leckie dan James in Cornell dan Miller, 1995).

Logam – logam di atmosfer berdasarkan sumber alamiahnya berasal dari: 1. Debu – debu dari kegiatan gunung berapi

2. Erosi dan pelapukan tebing dan tanan 3. Asap dari kebakaran hutan

4. Aerosol dan partikulat dari permukaan laut

Masuknya logam ke dalam lingkungan laut secara alamiah dapat digolongkan menurut Bryan (1976) sebagai berikut:

1. Pasokan dari daerah pantai, yang meliputi masukan dari sungai – sungai dan erosi yang disebabkan oleh gerakan gelombang dan gletser,

2. Pasokan dari laut dalam yang meliputi logam – logam yang dilepaskan gunung berapi di laut dalam dan dari partikel atau endapan oleh adanya proses kimiawi, 3. Pasokan yang melampui lingkungan dekat pantai dan meliputi logam yang

diangkut ke dalam atmosfer sebagai partikel – partikel debu atau sebagai aerosol dan juga bahan yang dihasilkan oleh erosi gletser di daerah kutub dan diangkut oleh es – es yang mengambang.

Kegiatan manusia juga merupakan sumber utama pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam berasal dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada cekungan – cekungan perairan, presipitasi dan jatuhan atmosfer.

(6)

mengandung timbal tetraetil, erosi dan limbah industri (Saeni, 1989). Penggunaan dalam jumlah paling besar adalah untuk bahan produksi baterai pada kendaraan bermotor, elektroda dari aki, industri percetakan tinta, pelapis pipa – pipa sebagai anti korosif dan digunakan dalam campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna karena daya larutnya yang rendah air (Darmono, 1995). Selain itu sumber utama pemasukan logam berat timbal (Pb) berasal dari berbagai industri seperti industri pigmen, bahan peledak, pembungkus kabel, pateri, bearing metal (tiang pondasi), dan industri kimia yang menggunakan bahan pewarna.

2.3. Bioakumulasi dan Toksisitas Timbal pada organisme

Organisme air mempunyai kemampuan mengabsorbsi dan mengakumulasi logam berat yang berasal dari lingkungannya (Wood,1979). Akumulasi yang terjadi pada organisme melalui proses biologis disebut bioakumulasi (Hutagalung,1984). Sifat akumulatif ini disebabkan karena kebutuhan organisme terhadap unsur kelumit (unsur yang dibutuhkan dalam konsentrasi kecil) logam berat bersifat esensial dan karena logam tersebut yang cenderung membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik, demikian pula dengan logam toksik timbal (Pb).

Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur, daya tahan, dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut : biota air, biota darat dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang dan daerah nonpolusi. Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam, yang umurnya mudah lebih peka. Daya tahan makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga tergantung pada daya detoksikasi individu yang bersangkutan dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi.

(7)

pencernaan hanya beberapa persen saja, tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar. Sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil.

Di dalam tubuh hewan, logam masuk ke dalam pembuluh darah, selanjutnya berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam tertinggi biasanya dalam organ detoksikasi (hati), dan ekskresi (ginjal). Di dalam kedua jaringan tersebut biasanya logam juga berikatan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metalotionein. Biasanya kerusakan jaringan oleh logam terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya logam maupun tempat penimbunannya. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam ini dapat berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme).

2.4. Kerang hijau (Perna viridis)

Kerang-kerangan berdasarkan cara hidupnya termasuk benthos. Menurut Odum (1996) benthos (benthic organism) merupakan organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap, merayap maupun membenamkan dirinya di pasir atau lumpur. Salah satu ciri khusus dari kerang adalah memilki dua cangkang (shell) berengsel yang tersusun dari kulit kapur yang mengeras. Kedua keping cangkang dihubungkan dengan 2 otot adductor yang berfungsi dalam pembukaan dan penutupan cangkang.

Secara biologi kerang hijau merupakan hewan lunak (molusca), bercangkang dua (bivalvea), berwarna hijau, insangnya berlapis-lapis (Lamellii brancia) dan berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki bysus. Berang hijau bergerak dengan menggunakan kaki kapak dan benang bysus. Benang bysus juga berfungsi sebagai penempel pada substrat dan merupakan salah satu pola adaptasi terhadap kondisi pasang surut air laut. Klasifikasi kerang hijau (Perna viridis) berdasarkan Linnaeaus (1795) in www.cbif.gc.ca adalah

Kingdom : Animalia

(8)

Kelas : Pelecypoda (bivalva)

Subkelas : Lamellabranchia

Ordo : Anysomyera

Famili : Mytilidae

Genus : Perna

Spesies : Perna viridis

Gambar 1 . Kerang Hijau (Perna viridis) Sumber: Koleksi pribadi

Kerang hijau memiliki dua alat reprodusi (dioucious) bersifat ovipora yaitu memiliki sperma dan telur yang berjumlah banyak dan mikroskopik. Proses pembuahan terjadi di dalam air dimana kerang yang telah dewasa (matang kelamin) mengeluarkan sperma dan telur kedalam air kemudian bercampur. Setelah 24 jam telur yang telah dibuahi kemudian menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi span yang bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari, kemudian spat tersebut menempel pada substrat dan tumbuh menjadi kerang hijau. Setelah 5-6 bulan kerang hijau telah berusia dewasa.

(9)

(subur) sehingga banyak sumber makanan bagi kerang hijau, tidak tercemar logam berat seperti tembaga (Cu), merkuri dan air raksa (Hg), seng (Zn), kadmium (Cd) dan timbal (Pb), serta tidak tercemar oleh limbah rumah tangga seperti limbah organik yang dapat menyebabkan kandungan oksigen rendah dan banyak mengandung banyak bakteri patogen seperti Salmonela, Echerecia col, Clostridium dan Shigella. Selain itu kerang hijau baik pada kondisi perairan dengan suhu 27-37

o

C, pH 6-8, kecerahan 3,5-4 m, kedalaman 5-20 m dan salinitas 27-35 ppt.

Kerang Hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 40,8 % air, 21,9 protein, 14,5 lemak, 18,5 karbohidrat dan 4,3 abu. dari 100 gram daging kerang hijau menghasilkan 100 kalori. Kandungan gizi kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur, daging ayam.

Organisme kerang memilki sifat bioakumulatif terhadap logam berat lebih besar dari pada hewan air lainnya karena habitat hidupnya yang menetap, lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Dengan begitu, jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan.

(10)

Ada beberapa metoda budidaya kerang hijau yang telah dikenal masyarakat, yaitu Tancap, Rakit Tancap, Rakit Apung dan Longline/Rawai. Pada Perairan Muara Kamal menggunakan metode rakit tancap. Metoda ini merupakan kombinasi antara

metoda tancap dan rakit apung. Bambu ditancapkan pada dasar perairan dengan kokoh. Penempatan rakit harus

(11)

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus – Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, sedangkan analisis logam berat dengan AAS dilakukan di Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan Sungai Kamal merupakan salah satu sungai yang bermuara di Teluk Jakarta dengan aktivitas pembangunan dan industri yang terus meningkat dari tahun ke tahun, Perairan Muara Kamal digunakan untuk kegiatan perikanan khususnya budidaya kerang hijau sejak tahun 1983. Titik stasiun pengambilan contoh di bagi 3 stasiun yaitu yang mewakili bagian perairan dekat muara, tengah dan terjauh dari muara. Titik koordinat dan lokasi penelitian dapat dilihat pada tabe1 1 dan Gambar 2.

Tabel 1. Titik koordinat stasiun pengambilan contoh

Stasiun Koordinat Titik Contoh Lokasi

S E

1 06° 05' 0,4" 106° 43' 57,0" Bagan dekat muara

2 06° 04' 37,9"  106° 44' 24,1”  Bagan tengah

(12)

Gambar 2 . Peta Lokasi Penelitian

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain vandorn water sample, botol contoh plastik polyetilen 250 ml dan 500ml, botol BOD 125 ml, kertas indikator pH, refraktometer, GPS, turbidimeter, coolbox, oven, kantong plastik, breaker glass, tabung erlemenyer, corong pemisah, labu takar, pipet, jangka sorong, kertas label, pinset, timbangan digital, thermometer raksa, spektrofotometrik,dll.

Bahan yang digunakan antara lain biota air berupa kerang hijau (Perna viridis), contoh air, contoh sedimen, aquades, pengawet sampel (H2SO4, HCL,

HNO3, Na-EDTA), larutan pH 7, dan buffer (NH4CL dan NH4OH).

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Pengumpulan data primer

(13)

lain berupa data fisika (suhu dan kekeruhan), kimia (pH, salinitas, DO, dan konsentrasi timbal), dan biologi (kerang hijau).

Tabel 2. Parameter Fisika, Kimia dan Biologi serta Analisis yang Digunakan.

Parameter Satuan Metode Analisa/Alat Lokasi

Fisika 1. Suhu 2. Kekeruhan

Kimia 1. pH 2. DO

3. Salinitas

4. Pb

Biologi

1. Daging Kerang Hijau

o

C

NTU

- mg O2/l

mg/l

mg/l

Termometer Air Raksa Turbidimeter pH meter DO meter Refraktometer AAS AAS In situ Lab. In situ In situ In situ Lab. Lab.

3.3.2. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder di peroleh dari data penelitian – penelitian sebelumnya yang kajian dan lokasinya sama yaitu di Perairan Kamal Muara. Data sekunder meliputi data konsentrasi logam berat Timbal (Pb) di air, sedimen dan Kerang Hijau. (Lampiran 7)

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Pengambilan contoh

(14)

air diambil pada kolom perairan secara komposit dengan menggunakan Vandorn water sample. Contoh air yang telah diambil kemudian dibagi ke dalam dua botol. Botol pertama yaitu botol polyetilen 250 ml untuk analisis kekeruhan sedangkan botol kedua, botol polyetilen 500 ml untuk analisis logam berat lalu ditambahkan pengawet HNO3, kemudian botol dimasukkan ke dalam coolbox. Pengambilan

sedimen dilakukan dengan menggunakan eikman grab, sedimen yang diambil dibagian tengah dari sisi dinding grab untuk menghindari adanya kontaminasi logam dari penggunaan alat. Sedimen dasar diambil sebanyak ± 500 gr dari tiap stasiun. Kemudian sampel tersebut dimasukan ke dalam kantong plastik hitam.

Media budidaya kerang hijau (Perna viridis) menggunakan tali serabut yang akan dijadikan tempat menempel. Perancangan dilakukan dengan membentangkan serabut secara horizontal pada bagan rakit tancap dengan kedalaman 5 meter.

Gambar 3. Sketsa tempat budidaya kerang hijau (Perna viridis)

(15)

3.4.2. Penanganan contoh 3.4.2.1. Air laut

Preparasi logam berat dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan (Proling) Manajemen Sumberdya Perairan. Pertama, air sampel di dalam botol tiap-tiap lokasi diambil sebanyak 250 ml, lalu dimasukan ke dalam gelas ukur 500 ml, selanjutnya ditambah HCl pekat 2 ml dan APDC 2 ml lalu dipanaskan (oven) lebih kurang satu jam kemudian didinginkan. Sampel yang di dalam gelas ukur tersebut kemudian dimasukan ke dalam labu takar, lalu ditambahkan Isobutylel methylketon sebanyak 10 ml, ditunggu sampai satu menit kemudian gas yang ada di dalam dibuang. Selanjutnya ditunggu 5 menit hingga terbentuk dua lapisan pada sampel. Buang lapisan bawah karena lapisan bawah merupakan air laut. Setelah itu ditambah asam nitrat sebanyak 25 ml dan diaduk selama satu menit lalu diamkan hingga terbentuk lagi dua lapisan air pada sampel, bagian yang diambil adalah bagian bawah yang selanjutnya dimasukkan ke dalam botol sampel. Selanjutnya sampel-sampel yang telah di preparasi tersebut di analisis di Laboratorium Kimia Bersama, Departemen kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Sampel-sampel tersebut dianalisis dengan dengan metode AAS (Atomic Absorbstion Spectrometric).

3.4.2.2. Sedimen dan Kerang Hijau

Penanganan contoh sedimen pada dasarnya sama dengan contoh kerang hijau. Jumlah kerang hijau yang digunakan sebanyak 76 ekor dari masing-masing stasiun. Bagian yang diambil untuk dilakukan analisis adalah bagian jaringan lunak. Sebelumnya contoh kerang dilakukan pengukuran panjang, lebar dan tebal guna mengetahui indeks kondisi kerang. Contoh yang telah didapatkan kemudian dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 1 hari. Setelah kering kemudian ditumbuk hingga halus agar homogen. Setelah itu, contoh ditimbang sebanyak 5 gram kemudian ditambahkan H2SO4 dan HNO3, serta ditunggu hingga

(16)

diaduk hingga homogen. Setelah itu dipisahkan supernatant dari larutan contoh untuk diukur di spektrofotometer.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisa deskriptif

Analisa deskriptif dapat digunakan untuk melihat tingkat pencemaran logam berat timbal (Pb) pada perairan Kamal Muara yaitu dengan cara membandingkan hasil analisa logam berat dengan Kriteria Baku Mutu.

Tabel 3. Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Tahun 2004 (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2004).

Parameter Satuan Baku Mutu

Timbal (Pb) mg/l 0,008

Tabel 4. Baku mutu konsentrasi logam berat dalam sedimen ( IADC/CEDA, 1997) Logam berat

(ppm)

Level target

Level limit

Level tes Level intervensi

Level bahaya

Timbal (Pb) 85 530 530 530 1000

Keterangan:

1. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu bahaya bagi lingkungan.

2. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai maksimum yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem. 3. Level tes. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada pada

kisaran nilai antara level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai tercemar ringan.

(17)

5. Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih besar dari baku mutu level bahaya maka harus segera dilakukan pembersihan sedimen.

3.5.2. Analisis komponen utama (Principal Component Ananlysis/PCA)

Prosedur analisis komponen utama atau PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Salah satu keunggulan penggunaan PCA dibanding dengan metode lain adalah dapat digunakan untuk segala kondisi data dan digunakan tanpa harus mengurangi jumlah variabel asal. Tujuan dalam penggunaan analisis komponen utama dalam suatu matriks data berukuran cukup besar diantaranya adalah (Bengen, 2000) :

a. Mengekstraksi informasi esensial yang terdapat dalam suatu tabel atau matriks data yang besar.

b. Menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi. c. Mempelajari suatu tabel atau matriks dari sudut pandang kemiripan antara

individu atau hubungan antar variabel.

Secara umum informasi yang diberikan dari hasil PCA dari sudut pandang variabel adalah didapat matriks korelasi antar semua variabel, akar ciri dari setiap sumbu faktorial berkaitan dengan jumlah inersi dari setiap sumbu, vektor ciri yang menjelaskan koefisien variabel dalam persamaan linear yang mendeterminasikan sumbu-sumbu utama dan grafik bidang yang menvisualisasikan variabel terhadap sumbu. Sedangkan dari sudut pandang individu, analisis PCA didapat koordinat pada setiap sumbu, kualitas representasi titik individu dalam setiap grafik bidang dan grafik bidang yang memperlihatkan kemiripan antar titik individu. Perhitungan dalam analisis komponen utama (PCA) dapat dibantu dengan mengunakan software xl-stat dan Microsoft excel 2007.

(18)

hubungan dinyatakan dalam nilai besarnya koefisien korelasi. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai -1, kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefisien korelasi positif sebesar 1 dan koefisien korelasi negatif sebesar -1 sedangkan yang terkecil adalah 0 (nol) (Sugiyanto, 2004). Untuk melihat kekuatan hubungan dalam korelasi digunakan kriteria sebagai berikut (Hasan, 2003) :

• 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

• 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

• 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup • 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat

• 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat

• 1 : Korelasi sempurna

3.5.3. Faktor biokonsentrasi

Kemampuan biota air untuk mengakumulasi logam berat dapat dilihat dari indeks faktor konsentrasi yang membandingkan antara konsentrasi logam berat di dalam biota dengan konsentrasi logam berat di air (Johnston,1976):

Nilai FK dibagi menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut: a. IFK ≥1000 : kategori sifat akumulatif tinggi b. 100 ≤IFK≤1000 : kategori sifat akumulatif sedang c. IFK < 100 : Kategori sifat akumulatif rendah

3.5.4. Indeks kondisi kerang

(19)

Berdasarkan dari hasil perhitungan menggunakan rumus nilai indek kondisi diatas maka tingkat kegemukan kerang dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :

a. Nilai indeks kondisi kurang dari 40 adalah kategori kurus, b. Nilai indeks kondisi antara 40-60 adalah kategori sedang c. Nilai indeks kondisi lebih dari 60 adalah kategori gemuk

3.5.5. Batas aman konsumsi

Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan perlu dilakukan pembatasan konsumsi. Batas aman konsumsi ini dapat dihitung berdasarkan berikut (Buwono et al., 2005) :

Keterangan: baku mutu yang diperbolehkan (FAO) = 25 µg/kg berat tubuh/ minggu

(20)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Muara Kamal

Perairan Teluk Jakarta termasuk dalam zona perairan fotik, dimana perairan ini merupakan kawasan perairan pelagik yang masih mendapatkan cahaya matahari. Perairan Teluk Jakarta membentang dari Timur ke Barat sepanjang ± 35 km. Memiliki 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, empat sungai besar dan sembilan sungai sedang dengan luas daerah aliran sungai 5.325.020 m persegi bermuara di Teluk Jakarta (Kusriyanto, 2002 in Sarjono, 2009). Salah satu muara dari Teluk Jakarta adalah Muara Kamal. Di perairan Muara Kamal terdapat sungai Kamal yang merupakan sambungan sistem aliran Sungai Mookervat, sedangkan Sungai Mookervat merupakan sodetan dari Sungai Cisadane – Tangerang (Fitriati, 2004).

Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara merupakan daerah pesisir yang berbatasan dengan Kelurahan Dadap Tangerang (dari arah barat) dan Kelurahan Kapuk Muara (dari arah timur). Kelurahan Kamal Muara terdiri dari empat (4) Rukun Warga (RW), dimana RW 1 dan 4 merupakan daerah perumahan dan lokasi budidaya kerang hijau. Sebagian besar penduduk Kamal Muara mempunyai mata pencaharian di sektor perikanan yaitu sebagai nelayan sebanyak 8.018 orang, pembudidaya kerang hijau 352 orang serta pengolah (kerang, ikan rebon dan terasi) sebanyak 775 orang (Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara, 2006 in Sarjono, 2009). Sedangkan RW 2 dan 3 digunakan sebagai kawasan industri seperti galvanisir, pengecoran logam, garmen dan farmasi.

(21)

dan bahan kimia sebanyak 353 pabrik; industri bahan galian bukan logam sebanyak 41 logam; industri dasar logam 38 pabrik; industri barang – barang dari logam, mesin sebanyak 322 pabrik ( Anggraeni, 2002 in Kencono, 2006).

Menurut Forstner dan Wittman (1983), parameter kualitas air seperti suhu, kekeruhan, pH, salinitas dan DO merupakan parameter yang mempengaruhi toksisitas logam berat di perairan.

Tabel 5. Hasil Parameter lingkungan di Perairan Muara Kamal pada Agustus 2011

No Parameter Satuan Stasiun Baku mutu *

(KepMen LH No. 51 Tahun 2004) 1 2 3

1 Suhu °C 31 32 30 28 – 30

2 Kekeruhan NTU 8 7,6 6,4 <5

3 Salinitas ‰ 31 32 34 0,5 - 34

4 pH - 7,5 7,5 8 7-8,5

5 DO Mg o2/l 3,31 3,84 4,23 >5

4.1.1. Suhu

Mukhtasor (2007) mengemukakan bahwa suhu merupakan salah satu parameter untuk mempelajari transformasi dan penyebaran polutan yang masuk ke lingkungan. Sebagai contoh, suhu air di permukaan mempengaruhi sifat tumpahan minyak dan juga pengendaliannya.

(22)

Berdasarkan baku mutu KepMen LH No 51 Tahun 2004, suhu stasiun 1 dan stasiun 2 telah melewati batas baku mutu untuk biota laut yaitu sebesar 28-30 °C. Namun kisaran suhu di perairan Muara Kamal ini masih mampu ditoleransi untuk pertumbuhan kerang hijau yang berkisar antara 27 - 37°C.

4.1.2. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel - partikel yang ada dalam air tersebut (Hariyadi, et al. 1992).

Berdasarkan hasil pengukuran nilai kekeruhan yang dilakukan selama pengamatan menunjukkan bahwa kekeruhan di perairan Muara Kamal berkisar antara 6,4 - 8 NTU. Kekeruhan tertinggi terjadi pada stasiun 1 (8 NTU) sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 (6,4 NTU). Terjadinya kekeruhan yang bervariasi disebabkan setiap lokasi memiliki kondisi yang berbeda-beda. Stasiun yang kekeruhannya tinggi pada umumnya disebabkan karena stasiun tersebut terdapat pada muara sungai yang merupakan daerah yang menerima limbah padatan tersuspensi yang berasal dari buangan organik dan anorganik hasil industri dan permukiman. Selain itu pada stasiun 1 memiliki kedalaman yang dangkal sehingga proses pengadukan sedimen dasar perairan turut berperan dalam meningkatkan nilai kekeruhan perairan.

Nilai kekeruhan yang didapat selama pengamatan mengalami peningkatan dibanding hasil penelitian yang dilakukan oleh Apriadi (2005) yang berkisar antara 2,75 – 5,63 NTU, dan hasil penelitian Sarjono (2009) dimana nilai kekeruhan di perairan Muara Kamal berada pada kisaran 3,79 – 6,47 NTU. Berdasarkan baku mutu KepMen LH No 51 Tahun 2004, nilai kekeruhan di perairan Muara Kamal ini telah melewati batas baku mutu untuk biota laut yaitu < 5NTU.

4.1.3. Salinitas

(23)

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa salinitas di perairan Muara Kamal berkisar antara 31 - 34‰. Kisaran salinitas pada ketiga stasiun di perairan Muara Kamal ini masih sesuai untuk kehidupan biota laut karena masih berada pada kisaran baku mutu yang dikeluarkan KepMen LH No. 51 Tahun 2004 untuk parameter salinitas yaitu 0,5 - 34‰. Variasi nilai salinitas di ketiga stasiun disebabkan adanya pengaruh masukan air tawar dan pergerakan arus. Stasiun yang berada dekat muara (stasiun 1) cenderung memiliki nilai salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai salinitas pada stasiun yang menuju laut lepas. Kondisi ini sesuai yang dikemukakan oleh Nybakken (1992) bahwa kondisi perairan daerah estuari dipengaruhi oleh pengaruh daratan dan lautan., dimana nilai salinitas tinggi terjadi saat pengaruh dari lautan lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh daratan, begitu pula sebaliknya nilai salinitas rendah disebabkan oleh pengaruh daratan , yaitu ketika air tawar masuk ke perairan melalui aliran sungai.

4.1.4. pH

pH merupakan parameter yang menyatakan kandungan hidrogen yang larut dalam air. Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH yang dilakukan selama pengamatan menunjukkan bahwa pH di perairan Muara Kamal berkisar antara 7,5 – 8. pH dapat mempengaruhi kandungan unsur ataupun senyawa kimia yang terdapat di perairan, diantaranya mempengaruhi kandungan logam berat yang ada di perairan. Palar (2004) menyatakan bahwa kenaikan pH akan menurunkan kelarutan logam dalam air karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air lalu akan mengendap membentuk lumpur sehingga toksisitas dari logam berat akan meningkat bila terjadi penurunan pH.

(24)

berada pada kisaran 7 – 8,5. Kisaran pH pada ketiga stasiun di perairan Muara Kamal ini masih sesuai untuk kehidupan biota laut karena masih berada pada kisaran baku mutu yang dikeluarkan KepMen LH No. 51 Tahun 2004 untuk parameter pH yaitu sebesar 7-8,5.

4.1.5. Oksigen terlarut (DO)

Berdasarkan hasil pengukuran nilai DO yang dilakukan selama pengamatan menunjukkan bahwa DO di perairan Muara Kamal berkisar antara 3,31 – 4,23 mg/l. Nilai konsentrasi DO tertinggi terdapat pada stasiun 3 (4,23 mg/l) sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 1 (3,31 mg/l). Rendahnya nilai konsentrasi DO pada stasiun 1 diduga diakibatkan kerena lokasi ini menerima beban limbah lebih tinggi dibanding stasiun lainnya sehingga oksigen dimanfaatkan untuk mengurai limbah yang masuk ke perairan. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) menyatakan besarnya kandungan oksigen yang terlarut dalam suatu perairan. Konsentrasinya dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Konsentrasinya juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke perairan (Effendi,2003).

Berdasarkan baku mutu KepMen LH No 51 Tahun 2004, nilai konsentrasi DO yang sesuai untuk kehidupan biota laut harus lebih besar dari 5 mg/l. Maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi DO selama pengamatan telah dibawah baku mutu dan tidak sesuai untuk kehidupan biota laut. Hasil penelitian Sarjono (2009) juga menyimpulkan bahwa beberapa lokasi di perairan Muara Kamal tidak sesuai untuk kehidupan biota laut karena konsentrasi oksigen terlarut yang didapat juga telah dibawah baku mutu yang ditetapkan.

(25)

4.2.1. Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam air

Nilai konsentrasi logam berat timbal (Pb) di perairan Muara Kamal berkisar antara 0.071 - 0.089 mg/l. Tinggi rendahnya konsentrasi logam berat disebabkan oleh jumlah masukan limbah logam berat ke perairan, semakin besar limbah yang masuk ke dalam suatu perairan maka semakin besar pula konsentrasi logam berat di perairan itu. Logam Timbal (Pb) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Logam – logam dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion – ion seperti ion – ion bebas, pasangan ion organik, ion – ion kompleks dan bentuk – bentuk ion lainnya (Palar, 1994).

Gambar 4. Grafik nilai kandungan Timbal (Pb) dalam air di setiap stasiun

Pada stasiun 1 terlihat kandungan Pb yang lebih besar dari stasiun lainnya. Hal ini dapat dikarenakan lokasi stasiun 1 merupakan lokasi yang paling dekat dengan aktivitas industri. Selain itu juga lokasi ini yang paling dekat dengan jalan yang sering dilalui kendaraan bermotor, logam Pb yang berasal dari asap kendaraan bermotor dapat secara alami masuk ke perairan karena adanya angin dan hujan. Daerah muara juga kerap dijadikan tempat berlabuhnya alat – alat transportasi laut. Penggunaan motor pada alat transportasi membutuhkan bahan bakar. Umumnya bahan bakar minyak mendapat tambahan tetraethyl yang mengandung Pb untuk meningkatkan mutu, sehingga hal ini dapat menghasilkan buangan limbah yang

0,089

0,078

0,071

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

(26)

menyebabkan kadar Pb di perairan menjadi tinggi dan akhirnya mempengaruhi kualitas air di perairan tersebut.

Berdasarkan baku mutu KepMen LH No. 51 Tahun 2004, kandungan timbal dalam perairan diperbolehkan hanya sebesar 0,008 mg/l. Maka dapat dikatakan perairan ini telah tercemar berat karena telah melewati batas ambang baku mutu yang ditetapkan.

4.2.2. Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam sedimen

Logam berat yang masuk ke dalam badan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut.

Gambar 5. Grafik nilai kandungan Timbal (Pb) dalam sedimen di setiap stasiun

Nilai konsentrasi logam Pb di dalam sedimen perairan Muara Kamal berkisar antara 12,546 – 16,012 mg/l. Sama halnya dengan kandungan logam berat Pb pada air, pada stasiun 1 terlihat juga kandungan Pb yang cenderung lebih besar dari stasiun lainnya, hal ini dapat dikarenakan lokasi stasiun 1 memiliki kedalaman yang dangkal sehingga proses sedimentasi mudah terjadi. Hal ini sesuai juga dengan hasil penelitian Mulyawan (2005) tentang korelasi kandungan logam berat pada air,sedimen dan kerang yang menyakan bahwa semakin tinggi kandungan logam

16,012

14,023

12,546

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

K

o

(27)

berat dalam perairan maka semakin tinggi pula kandungan logam berat pada sedimen dan yang terakumulasi dalam hewan air tersebut. Kandungan timbal pada ketiga stasiun termasuk tinggi. Banyaknya kandungan ini disebabkan akumulatif dengan jangka waktu yang lama dan terus menerus pada sedimen yang mempunyai sifat relatif menetap atau tidak bergerak pada daerah lokasi penelitian ini.

Kondisi nilai kandungan logam berat Pb di dalam sedimen selama pengamatan nilainya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan yang terdapat pada kolom perairan. Hal ini diduga karena adanya laju proses pengendapan atau sedimentasi yang dialami oleh logam berat. Dalam hal ini logam berat yang terdapat pada kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa – senyawa lain, baik yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik, sehingga berat jenisnya menjadi lebih besar yang akan mempengaruhi laju proses pengendapan atau sedimentasi. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen merupakan tempat proses akumulasi logam berat di sekitar perairan laut. Hal ini sesuai dengan Mance (1987) yang mengatakan bahwa konsentrasi logam berat di sedimen jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang ada pada kolom perairan. Hal ini disebabkan logam berat yang masuk ke dalam kolom perairan akan diserap oleh partikel-partikel tersuspensi. Apabila konsentrasi logam berat lebih besar dari daya larut terendah komponen yang terbentuk antara logam dan anion yang ada di dalam air,seperti karbonat, hidroksil atau khlorida, maka logam tersebut akan diendapkan (Lindquist et.al, 1984).

4.2.3. Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam kerang hijau

Menurut Caspers (1975), unsur logam berat yang terdapat dalam air laut akan terakumulasi dalam tubuh organisme perairan. Logam berat yang masuk ke tubuh hewan umumnya tidak dikeluarkan lagi, sehingga cenderung menumpuk di dalam tubuhnya. Konsentrasi logam berat dijumpai lebih tinggi pada tubuh hewan yang letaknya lebih tinggi dalam tingkatan trofik (Nybakken, 1992). Masuknya Pb secara kontinyu ke dalam perairan akan meningkatkan konsentrasinya sehingga dapat menyebabkan bioakumulasi pada biota perairan (Palar, 1994).

(28)

ada di lingkungan sekitarnya dan terakumulasi dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan Palar (1994) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi logam berat dalam perairan maka semakin tinggi pula konsentrasi logam berat dalam kerang hijau yang hidup di dalamnya.

Gambar 6. Grafik nilai kandungan Timbal (Pb) dalam kerang hijau di setiap stasiun

Kandungan Pb dalam kerang lebih tinggi dibanding pada air dan sedimen. Kandungan Pb dalam kerang berasal terutama dari rantai makanan, seperti yang diketahui bahwa kerang bersifat penyaring plankton (filter feeder) dan pemakan detritus (detrivora). Fitoplankton yang merupakan awal dari rantai makanan mengabsorpsi ion – ion logam Pb yang terlarut dalam air, kemudian fitoplankton dimakan oleh zooplankton, zooplankton dimakan oleh organisme kecil dan selanjutnya dimakan oleh organism yang lebih besar (Hutagalung, 1991). Kecenderungan kerang hijau untuk menyimpan atau mengakumulasi logam berat dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa berlangsung selama hidupnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh proses fisiologis dalam tubuh kerang hijau itu sendiri. Dalam proses metabolisme tubuhnya akan mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun (logam berat) yang masuk, sehingga akan mempengaruhi daya racun atau toksisitas bahan tersebut (logam berat). Logam berat yang telah mengalami bio-transformasi dan tidak dapat diekskresikan atau

43,023 42,981

41,387

40 41 42 43 44

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Kon

se

(29)

dikeluarkan oleh tubuh umumnya akan tersimpan dalam organ-organ tertentu seperti hepatopankreas, ginjal dan gonad.

4.2.4. Faktor biokonsentrasi

Faktor biokonsentrasi adalah suatu ukuran nilai dari kemampuan biota atau organisme air dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan yang ada disekitarnya, yaitu kolom air. Semakin besar nilai ini, maka organisme tersebut baik untuk dijadikan bioindikator. Menurut Van Esch (1977) in Suprapti (2008) Nilai FK dibagi menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut:

a. IFK ≥1000 : kategori sifat akumulatif tinggi b. 100 ≤IFK≤1000 : kategori sifat akumulatif sedang c. IFK < 100 : Kategori sifat akumulatif rendah

Gambar 7. Grafik nilai faktor biokonsentrasi di setiap stasiun

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di tiga stasiun pengamatan di dapatkan nilai faktor konsentrasi berkisar antara 483,40 – 582,92. Dengan demikian, sifat akumulatif Pb untuk kerang hijau di lokasi penelitian termasuk dalam sifat akumulatif sedang. Nilai faktor konsentrasi dapat ditentukan oleh jenis logam berat itu sendiri, kandungan logam pada lokasi penelitian serta kemampuan dari setiap organisme dalam mengakumulasi logam. Selain itu logam yang memiliki indeks

483,40

551,04 582,92

0 100 200 300 400 500 600 700

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Faktor

Biok

(30)

faktor konsentrasi tinggi mengindikasikan bahwa logam tersebut lebih mudah mengalami akumulasi (Effendi 2003).

4.2.5. Indeks kondisi kerang

[image:30.612.123.507.255.501.2]

Keberadaan logam berat di lingkungan perairan menimbulkan dampak langsung yaitu efek secara biologis bagi organisme akuatik yang terdapat di perairan tersebut. Salah satu indikator untuk mengetahui efek tersebut dilakukan dengan pendekatan perhitungan indeks kondisi kerang. Semakin tinggi nilai indeks kondisi, menggambarkan kecenderungan semakin tinggi tingkat kematangan gonad.

Gambar 8. Grafik Indeks Kondisi Kerang di setiap stasiun

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan di tiga stasiun pengamatan di dapatkan nilai indeks kondisi kerang berkisar antara 34,8 – 39,4. Artinya nilai indeks kondisi kerang yang didapat < 40. Mengacu pada kategori yang disarankan oleh Devenport dan Chen (1987), maka kerang hijau di lokasi penelitian termasuk kategori kurus.

4.3. Hubungan Fisika Kimia Perairan dengan Kandungan Logam Berat Pb

Menurut Darmono (2001) faktor – faktor lingkungan ikut mempengaruhi kandungan logam berat di perairan. Untuk melihat hubungan atau keterkaitan antara parameter fisika kimia perairan terhadap kandungan logam berat timbal (Pb) dapat

36,5

39,4

34,8

30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

In

deks Kond

(31)

digunakan analisis komponen utama (Principal Component Analysis/PCA). Dalam melihat hubungan tersebut digunakan sebanyak sepuluh variabel, diantaranya adalah suhu, kekeruhan, pH, DO, salinitas, Pb di air, Pb di sedimen, Pb kerang, faktor biokonsentrasi dan indeks kondisi kerang. Kualitas air yang digunakan merupakan kondisi lingkungan yang diukur di masing – masing stasiun pengamatan di Perairan Muara Kamal.

Hasil analisis dari PCA dapat menjelaskan kualitas informasi yang dijelaskan oleh dua komponen utama berdasarkan pada nilai eigenvaleu (akar ciri), eigenvalue merupakan besarnya keragaman data pada setiap komponen utama. Komponen utama pertama memberikan kontribusi sebesar 81,45% dalam menjelaskan keragaman data yang diamati dengan nilai eigenvaleu yang diberikan sebesar 8,145. Sedangkan komponen utama kedua memberikan kontribusi sebesar 18,55% dalam menjelaskan keragaman data yang diamati dan nilai eigenvaleu yang diberikan sebesar 1,855 sehingga kedua komponen tersebut memberikan kontribusi sebesar 100% dari keragaman total, yang berarti bahwa PCA dapat menjelaskan data yang ada hingga 100%.

Gambar 9. Hasil analisis komponen utama (PCA) Suhu

Kekeruhan

pH DO

Salinitas

Pb air Pb sedimen Pb kerang hijau

FK IKK ‐1 ‐0,75 ‐0,5 ‐0,25 0 0,25 0,5 0,75 1

‐1 ‐0,75 ‐0,5 ‐0,25 0 0,25 0,5 0,75 1

F2   (0. 0 0   %)

F1 (100.00 %)

(32)

Gambar 9 menyajikan hubungan antar variabel-variabel yang diuji. Semakin dekat posisi variabel terhadap sumbu komponen utama (dengan sudut ≤ 450), maka variabel tersebut memiliki korelasi terhadap variabel lainnya yang juga berdekatan dengan sumbu komponen utama yang sama atau sudut yang dibentuk antar variabel ≤ 900

. Sedangkan perbedaan posisi atau koordinat (kuadran) menggambarkan arah korelasi (positif dan negatif).

Berdasarkan gambar 9 tampak bahwa hubungan antara kandungan logam berat Pb di air, Pb di sedimen, dan Pb di kerang memiliki korelasi positif yang kuat. Artinya, jika terjadi peningkatan konsentrasi Pb di air maka akan mengakibatkan konsentrasi Pb di sedimen dan Pb di kerang akan meningkat pula.

Kandungan logam berat Pb baik di air, sedimen dan kerang juga memiliki korelasi positif terhadap parameter suhu, kekeruhan dan faktor konsentrasi. Artinya dengan meningkatnya nilai suhu dan kekeruhan di perairan, maka kandungan logam berat timbal akan meningkat pula. Hal ini sesuai dengan Hutagalung (1984), mengatakan bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan toksisitas dari suatu logam berat meningkat. Dan juga nilai kekeruhan yang tinggi disebabkan oleh adanya masukan bahan organik dan anorganik (APHA, 1976; Davis Cornwell, 1991 in Effendi,2003). Semakin tinggi kandungan timbal pada kerang maka semakin tinggi pula nilai faktor biokonsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa kerang memiliki kemampuan yang besar dalam mengakumulasi bahan pencemar langsung dari lingkungan.

(33)

yang masuk kedalam perairan akan menurunkan kadar oksigen terlarut. Hal tersebut terkait dengan pemanfaatan yang berlebih oksigen terutama pada proses penguraian limbah organik oleh bakteri pengurai (Effendi 2003). Keberadaan Timbal dalam perairan akan memberi dampak langsung secara biologis terhadap kerang yang hidup di perairan tersebut. Semakin tinggi kandungan timbal maka semakin besar efek yang diberikan kepada kerang, yaitu akan terganggunya proses – proses fisiologis sehingga menyebabkan kerang menjadi kurus.

4.4. Evaluasi Tingkat Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Tahun 2001 – 2011

Kegiatan budidaya kerang hijau di Perairan Muara Kamal dan sekitarnya sudah berlangsung cukup lama. Kegiatan tersebut secara langsung turut menunjang perkembangan perekonomian bagi masyarakat pesisir daerah tersebut. Dalam melakukan evaluasi ini metode yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang berasal dari hasil analisis logam berat timbal pada air, sedimen dan kerang hijau dari tahun 2001 – 2011. (Lampiran 7)

Tabel 6. Data evaluasi kandungan logam timbal di Perairan Muara Kamal Tahun 2001-2011

Parameter 20011) 20052) 20093) 2011

Pb di air (ppm) 0,013 0,015 0,043 0,079

Pb di Sedimen (ppm) 3,164 2,244 5,941 14,193 Pb di Kerang Hijau (ppm) 6,496 30,6070 TT 42,463

(34)

Gambar 10. Grafik kandungan logam Pb dalam air tahun 2001 – 2011

Berdasarkan data hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai kandungan Pb pada sedimen dari tahun 2001 – 2011 secara berturut – turut adalah 3,164 ppm; 2,244 ppm; 5,9418 ppm, 14,193 ppm. Dari data dapat terlihat bahwa terjadi penurunan konsentrasi logam Pb pada tahun 2005. Hal ini bisa terjadi karena adanya pengaruh dinamika perairan seperti arus. Pada saat terjadi resuspensi akibat pengadukan sedimen oleh gerakan air di dasar, maka logam yang trikat dalam partikel mungkin dapat melarut kembali ke dalam air. Namun sama halnya dengan konsentrasi pada air, konsentrasi pada sedimen di tahun berikutnyapun meningkat secara signifikan pula seiring bertambahnya waktu.

Gambar 11. Grafik kandungan logam Pb dalam sedimen tahun 2001- 2011 0,0130 0,0156 0,0434 0,0793 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

2001 2005 2009 2011

Konsen trasi (pp m) Tahun 3,1649 2,2440 5,9418 14,1937 0 2 4 6 8 10 12 14 16

2001 2005 2009 2011

(35)

Dalam memonitor pencemaran logam berat, analisis biota air sangat penting artinya dari pada analisis air itu sendiri. Hal ini disebabkan kandungan logam berat dalam air yang dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada lingkungan dan iklim. Kandungan logam berat pada biota air biasanya akan selalu bertambah dari waktu ke waktu karena sifat logam yang bioakumulatif, sehingga biota air khususnya biota air yang hidupnya menetap (sesil) seperti kerang hijau sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan.

[image:35.612.143.498.279.484.2]

Berdasarkan data hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai kandungan Pb pada kerang hijau (Perna viridis) dari tahun 2001 – 2011 secara berturut – turut adalah 6,496 ppm; 30,607 ppm; 42,463 ppm.

Gambar 12. Grafik kandungan logam Pb dalam kerang hijau tahun 2001-2011 Pada tahun 2006 pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeluarkan aturan (Moratorium) penggunaan bensin tanpa timbal melalui Keputusan Dirjen Migas Nomor 3674/K/24/DJM/2006, Namun berdasarkan hasil – hasil penelitian di tahun setelah pengeluaran Moratorium yaitu tahun 2009 dan 2001 masih tetap terlihat peningkatan kandungan Timbal (Pb). Dapat dikatakan bahwa moratorium ini tidak memberikan dampak yang nyata. Upaya evaluasi dan pengelolaan lingkungan perairan yang tepat perlu dilakukan agar tidak terjadi degradasi lingkungan yang lebih memburuk lagi di Perairan Muara Kamal ini.

6,4960

30,6070

42,4637

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

2001 2005 2011

Kon

sentrasi (p

pm)

(36)

4.5. Implikasi Bagi Pengeloaan

Keberadaan logam berat di lingkungan menimbulkan dampak langsung bagi organisme akuatik yang terdapat di perairan dan dampak tidak langsung bagi manusia. Perairan Muara Kamal dilihat dari kualitas air dan sedimen sudah tercemar berat oleh logam timbal. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya pencemaran yang akan memperburuk kualitas perairan serta merugikan masyarakat yang hidup di sekitar perairan Muara Kamal perlu dilakukan suatu pengelolaan. Pengelolaan yang dapat dilakukan diantaranya:

4.5.1. Pengendalian pencemaran

Salah satu usaha pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan upaya pengendalian pencemaran. Upaya menghentikan pencemaran tersebut merupakan hal yang sulit dilakukan, kalaupun bisa akan memerlukan waktu yang lama dan memerlukan perangkat kebijakan yang menyeluruh serta lintas sektoral (Perikanan, Lingkungan Hidup, Pertanian, Industri, dan lain-lain). Upaya pembersihan juga tidak mungkin dilakukan mengingat pencemaran sudah menyeluruh (air, tanah, dan biota) sehingga memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal. Upaya pengendalian pencemaran yang dilakukan bertujuan agar perairan dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan sesuai dengan fungsinya. Upaya yang dapat dilakukan adalah. pengendalian pencemaran limbah yang bersumber dari kegiatan industri yaitu dengan membuat peraturan yang mewajibkan setiap industri membuat IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk mengelola limbah yang dihasilkan dari kegiatan mereka, sehingga limbah yang dibuang tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan, dan adanya pemantauan terhadap pengoperasian IPAL di masing-masing industri oleh pihak terkait, serta tiap industri wajib membuat tempat pembuangan limbah cair secara tertutup, sehingga tidak merembas ke lingkungan sekitarnya.

4.5.2. Penataan ruang budidaya

(37)

4.5.3. Batas aman konsumsi

Keberadaan logam berat pada tubuh organisme memiliki sifat terakumulasi, sehingga hal ini seiringnya waktu akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Untuk itu diperlukan pembatasan dalam rangka meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara menetapkan batas aman konsumsi. Berdasarkan hasil perhitungan, batas aman konsumsi kerang hijau yang diambil dari perairan Muara Kamal sebanyak 0,284 – 0,287 kg/minggu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(38)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan di ketiga stasiun pengambilan contoh di peroleh konsentrasi logam berat Timbal (Pb) pada air berkisar antara 0,071 - 0,089 mg/l. Konsentrasi Pb pada sedimen berkisar antara 12,546 - 16,012 mg/l, dan konsentrasi logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) berkisar antara 41,387 - 43,023 mg/l. Tingkat pencemaran logam berat Timbal (Pb) pada perairan ini dari tahun 2001-2011 mengalami peningkatan signifikan baik pada air, sedimen, maupun kerang hijau (Perna viridis). Suhu berkisar antara 30 - 320 C, kekeruhan antara 6,4 - 8 NTU, pH berkisar antara 7,5 - 8 , salinitas berkisar antara 31 - 34 ‰, dan DO berkisar antara 3,31 – 4,23 mg/l. Faktor biokonsentrasi terhadap air di ketiga stasiun berkisar antara 483,404 – 582,915. Indeks Kondisi kerang hijau pada ketiga stasiun berkisar antara 34,8 – 39,4. Batas Aman Konsumsi kerang hijau dari perairan ini adalah 0,251 – 0,287 kg/minggu.

5.2. Saran

(39)

KAJIAN KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA

AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (

Perna viridis,

Linn.

)

DI

PERAIRAN MUARA KAMAL, PROVINSI DKI JAKARTA

SATYA NOVECTY HUTAGAOL

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(40)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen dan Kerang

Hijau (Perna Viridis,Linn.) di Perairan Muara Kamal, Provinsi Dki Jakarta

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Satya Novecty Hutagaol C24070020  

 

 

 

 

 

(41)

iii 

RINGKASAN

Satya Novecty Hutagaol. C24070020. Kajian Kandungan Logam Berat Timbal

(Pb) pada Air, Sedimen dan Kerang Hijau (Perna Viridis, Linn.) di Perairan

Muara Kamal, Provinsi Dki Jakarta

Muara Kamal merupakan salah satu muara dengan aktivitas dan indutri yang meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan muara ini digunakan untuk kegiatan perikanan khususnya budidaya kerang hijau sejak tahun 1983. Salah satu logam berat yang berbahaya dan memiliki konsentrasi meningkat dari waktu ke waktu adalah Timbal (Pb). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengevaluasi status pencemaran logam berat Timbal (Pb) pada perairan Muara Kamal.

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – Oktober 2011 di perairan Muara Kamal. Analisis preparasi sampel dilakukan di laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, sedangkan analisis logam berat dengan AAS dilakukan di Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Titik stasiun pengambilan contoh di bagi 3 stasiun yaitu yang mewakili bagian perairan dekat muara, tengah dan terjauh dari muara.

Hasil Pengukuran di ketiga stasiun pengambilan contoh di peroleh suhu berkisar antara 30 - 320 C, kekeruhan antara 6,4 - 8 NTU, pH berkisar antara 7,5 - 8 , salinitas berkisar antara 31 - 34 ‰, dan DO berkisar antara 3,31 – 4,23 mg/l. Konsentrasi logam berat Timbal (Pb) pada air di stasiun 1 sebesar 0,089 mg/l, stasiun 2 sebesar 0,078 mg/l dan stasiun 3 sebesar 0,071 mg/l. Konsentrasi pada sedimen di stasiun 1 sebesar 16,012 mg/l, stasiun 2 sebesar 14,023 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 12,546 mg/l. Sedangkan konsentrasi logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) di stasiun 1 sebesar 43,023 mg/l, stasiun 2 sebesar 42,981 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 41,387 mg/l. Faktor biokonsentrasi terhadap air di ketiga stasiun berkisar antara 483,404 – 582,915. Indeks Kondisi kerang hijau pada ketiga stasiun berkisar antara 34,8 – 39,4 , nilai indeks kondisi ini < 40 yang artinya kerang di perairan ini termasuk kategori kurus. Batas Aman Konsumsi kerang hijau dari perairan ini adalah 0,251 – 0,287 kg/minggu. Berdasarkan KepMenLH tahun 2004, konsentrasi logam berat di Perairan ini sudah melebihi batas baku mutu.

(42)

iv 

KAJIAN KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA

AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (

Perna viridis,

Linn.

)

Di

PERAIRAN MUARA KAMAL, PROVINSI DKI JAKARTA

SATYA NOVECTY HUTAGAOL C24070020

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(43)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Pernaviridis)di Perairan Muara Kamal, Provinsi DKI Jakarta

Nama Mahasiswa : Satya Novecty Hutagaol Nomor Pokok : C24070020

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ir. Agustinus M Samosir, M. Phil Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M. Sc NIP. 19611211 198703 1 003 NIP. 19580705 198504 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

(44)

vi  Tanggal Lulus : 20 Januari 2012

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air,

Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis,Linn.) Di Perairan Muara Kamal,

Provinsi Dki Jakarta” disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada

Agustus – Oktober 2011 di perairan Muara Kamal dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua, Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku Komisi Pendidikan S1 serta Prof. DR. M.F. Rahardjo, DEA selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan.

Bogor, Januari 2012

(45)

vii 

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersabar dalam membimbing, memberikan banyak masukan, arahan, nasehat, dan saran untuk penulis. 2. Prof. Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA selaku dosen pembimbing akademik

selama penulis menempuh kuliah.

3. Para staf Tata Usaha MSP terutama mbak Widar dan mbak Maria.

4. Keluarga tercinta, Bapak, Mama, Abang osep dan adik ica serta keluarga besar Hutagaol dan Hutauruk atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya.

5. BUMN Angkasa Pura II yang telah memberikan bantuan secara finansial dalam menyelesaikan studi.

(46)

viii 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Bulian, Provinsi Jambi pada tanggal 6 November 1989, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak SP. Hutagaol, S.Pd dan ibu R. Hutauruk, Bac. Pendidikan formal ditempuh di TK Pembina (1995), SDN 216 Perumnas (2001), SLTP N 3 Batang Hari (2004), SMA N 1 Batang Hari (2007). Pada Tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) di departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan penulis berkesempatan menjadi asisten M.K. Pendidikan Agama Kristen (2008/2009), Asisten Luar Biasa M.K. Avertebrata Air (2009/2010), Asisten Luar Biasa M.K. Sumberdaya Perikanan (Kordinator 2010/2011), Asisten M.K. Ekotoksikologi Perairan (Kordinator 2010/2011). Penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya sebagai staff divisi Science Education (2008/2009) Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER); Staff Advokasi & Kajian Perikanan Kelautan (2009/2010) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FPIK IPB); Provost (2008 / 2009) dan Kepala Biro Intelijensi & Pengamanan (2009/2010) Resimen Mahasiswa (MENWA) IPB; Penulis pernah menjadi Juara 3 pada lomba karya tulis ilmiah pada tahun 2008 dengan judul “ Artemia sebagai solusi pakan perikanan Indonesia”, dan membuat artikel ilmiah dengan judul “Jambi: Paradoks Negeri Kaya Energi”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air,

Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis,Linn.) Di Perairan Muara Kamal,

(47)

ix 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xii DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 3 1.4. Manfaat Penelitian ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat Timbal (Pb) ... 4 2.2. Sumber dan Distribusi Logam Berat ... 5 2.3. Bioakumulasi dan Toksisitas Logam Berat pada Organisme ... 6 2.4. Kerang Hijau (Perna viridis) ... 7

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11 3.2. Alat dan Bahan ... 12 3.3. Metode Pengumpulan Data ... 12 3.3.1.Pengumpulan data primer ... 12 3.3.2.Pengumpulan data sekunder ... 13 3.4. Prosedur Kerja ... 13 3.4.1.Pengambilan contoh ... 13 3.4.2.Penanganan contoh ... 15 3.4.2.1. Air laut ... 15 3.4.2.2. Sedimen dan kerang hijau ... 15 3.5. Analisis Data ... 16 3.5.1.Analisa deskriptif ... 16 3.5.2.Analisis komponen utama (Principal Component Analysis)... 17 3.5.3.Faktor biokonsentrasi ... 18 3.5.4.Indeks kondisi kerang ... 18 3.5.5.Batas aman konsumsi ... 19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

(48)

4.1.3.Salinitas ... 22 4.1.4.pH ... 23 4.1.5.Oksigen terlarut ... 24 4.2. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) ... 25 4.2.1.Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam air ... 25 4.2.2.Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam sedimen ... 26 4.2.3.Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam kerang hijau ... 27 4.2.4.Faktor biokonsentrasi ... 29 4.2.5.Indeks kondisi kerang ... 30 4.3.Hubungan Fisika Kimia Perairan dengan Kandungan Logam

Berat Timbal (Pb) ... 30 4.4.Evaluasi Tingkat Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Tahun

2001- 2011 ... 33 4.5. Implikasi Bagi Pengelolaan ... 36 4.5.1. Pengendalian pencemaran ... 36 4.5.2. Penataan ruang budidaya ... 36 4.5.3. Batas aman konsumsi ... 37

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 38 5.2. Saran ... 38

(49)

xi 

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Titik koordinat stasiun pengambilan contoh ... 11 2. Parameter fisika, kimia, dan biologi serta analisis yang digunakan ... 13 3. Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut Tahun 2004 ... 16 4. Baku mutu konsentrasi logam berat dalam sedimen ... 16 5. Hasil parameter lingkungan di Perairan Muara Kamal pada Bulan

Agustus 2011 ... 21 6. Data evaluasi kandungan logam Timbal di Perairan Muara Kamal

(50)

xii 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(51)

xiii 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.Alat & bahan yang digunakan selama penelitian ... 43 2.Gambar lokasi penelitian ... 46 3.Gambar beberapa kegiatan selama penelitian ... 47 4.Data hasil penelitian di Perairan Muara Kamal pada Agustus 2011 ... 49 5.Hasil analisis AAS logam berat timbal (Pb) ... 50 6.Hasil analisis komponen utama (PCA) ... 53 7.Data kandungan logam timbal di Perairan Muara Kamal 2001 – 2011 ... 54 8.Perhitungan faktor biokonsentrasi ... 58 9.Perhitungan indeks kondisi kerang ... 59 10.Perhitungan batas aman konsumsi ... 65

 

 

 

   

(52)

 

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan suatu negara umumnya sejalan dengan kemajuan industri. Makin banyak industri dibangun, makin banyak pula limbah yang dihasilkan. Limbah industri akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi ekosistem perairan, yaitu semakin menurunnya kualitas perairan dimana industri-industri memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah yang mengalir ke laut. Industri-industri ini menghasilkan limbah berupa bahan organik maupun bahan anorganik sehingga dalam perjalanannya menimbulkan dampak negatif bagi manusia. Salah satu limbah industri adalah logam berat. Limbah industri merupakan sumber logam berat yang potensial sebagai sumber bahan pencemar dalam perairan sungai dan perairan estuaria (Bryan, 1976).

Logam berat pada dasarnya sangat diperlukan dalam proses kehidupan manusia khususnya dalam proses produksi sebuah industri. Akan tetapi apabila konsentrasinya telah melebihi batas yang telah ditentukan maka logam – logam tersebut sangat berbahaya karena sifatnya yang beracun. Logam – logam tersebut dikatakan beracun karena memiliki sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup, seperti contoh kasus Minamata di Jepang dan Kasus Buyat yaitu yang menyebabkan masyarakat sekitar pantai Buyat terkena penyakit itai – itai. Logam berat yang terdapat di kolom perairan dan mengendap di sedimen sangat berbahaya bagi organisme air, terutama organisme bentik yang menetap di substrat. Logam berat yang sering mencemari lingkungan adalah timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) karena ketiga logam ini digunakan oleh sebagian besar proses produksi industri. Timbal merupakan jenis logam berat yang banyak digunakan di pabrik dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup.

(53)

industri dan rumah tangga. Perairan Muara Kamal merupakan salah satu muara di Teluk Jakarta yang telah mengalami pencemaran logam berat.

Kajian terhadap kandungan logam berat di Perairan Muara Kamal sudah beberapa kali dilakukan, diantaranya Kandungan logam berat Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis), air dan sedimen di Perairan Kamal Muara, teluk Jakarta (Tresnasari,2001); Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cr pada air, sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta (Apriadi,2005); dan Analisis kandungan logam berat Cd, Pb, dan Hg pada air dan sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara (Sarjono,2009). Namun kajian tersebut hanyalah bersifat pemantauan dan pengamatan sesaat dan hanya menginformasikan kondisi yang terjadi pada saat itu. Mengingat pencemaran terjadi terus menerus serta adanya perubahan alam diduga akan berpengaruh pada perubahan konsentrasi logam berat di perairan. Sehingga diduga jumlahnya dalam perairan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Sebaliknya pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeluarkan aturan (Moratorium) penggunaan bensin tanpa timbal melalui Keputusan Dirjen Migas Nomor 3674/K/24/DJM/2006 sebagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut untuk mengetahui kandungan Timbal (Pb) terkini di Perairan Muara Kamal dan diharapkan dapat melengkapi hasil – hasil penelitian terdahulu, serta bisa sebagai suatu upaya evaluasi agar tidak terjadi degradasi lingkungan perairan yang lebih lagi.

1.2. Perumusan Masalah

(54)

Logam berat yang terdapat di air sedikit demi sedikit akan meningkat seiring meningkatnya aktivitas manusia. Logam berat tersebut akan terserap dan dalam jangka waktu tertentu akan terakumulasi dalam tubuh organisme. Akibat pengendapaan, logam berat juga akan terakumulasi di sedimen dan tubuh kerang hijau, karena kerang hijau (Perna Viridis) merupakan organisme yang hidupnya menetap di dasar perairan dan merupakan filter feeder. Dengan kondisi tersebut dapat diketahui kualitas perairan Muara Kamal terhadap pencemaran logam berat timbal (Pb).

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kandungan logam berat timbal (Pb) pada air, sedimen dan daging kerang hijau (Perna viridis).

2. Mengetahui perubahan tingkat kandungan logam berat Pb pada air, sedimen dan kerang hijau di perairan Muara Kamal sebelum dan sesudah moratorium penggunaan timbal pada tahun 2006.

3. Mengetahui indeks faktor biokonsentrasi, indeks kondisi, dan kelayakan kerang hijau di perairan Muara Kamal untuk di konsumsi berdasarkan kandungan logam berat timbal (Pb) dalam tubuhnya di Perairan Muara Kamal.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai kandungan logam berat timbal (Pb) dalam air, sedimen dan tubuh kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal agar dapat dilakukan pengelolaan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas perairan.

 

(55)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Logam Berat Timbal (Pb)

Logam berat adalah unsur – unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom

Gambar

Gambar 2 . Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2. Parameter Fisika, Kimia  dan Biologi  serta Analisis yang Digunakan.
Gambar 3. Sketsa tempat budidaya kerang hijau (Perna viridis)
Tabel 3. Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Tahun 2004 (Menteri  Negara    Lingkungan Hidup, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila modal dan tenaga kerja meningkat maka pendapatan dan efisiensi juga akan meningkat (Sukirno, 1994). Modal yang digunakan oleh pedagang sembako di Pasar

Penelitian tahun 2015 yang menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar gula darah secara signifikan pada tikus diabetes dengan ekstrak daun insulin dibandingkan

Risdawati Lubis : Uji Jarak Cerobong Udara Dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Kunyit Kering Alat Pengering...,2005.. un JAKAK CEROBONG UDAKA D4.N LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU

Kemudian dari data gas lift valve yang ada di- input ke dalam PROSPER untuk dianalisis, sehingga kita dapat membuat model existing gas lift design yang ada saat

Hasil daya beda butir soal ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa 80,1% dari jumlah soal tidak signifikan dalam membedakan kemampuan

Pengertian : Sebuah benda angkasa yang mengelilingi matahari, mempunyai massa dan gravitasi yang cukup besar agar bentuknya hampir bulat, dan memiliki lintasan orbit

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Mutiara Sukma Wiryaningr um, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Pengaruh Faktor Internal Perusahaan terhadap Penetapan

4,17 Penerapan ini adalah untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya si