• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kitosan Sebagai Bahan Antibakteri Alternatif Dalam Formulasi Gel Pembersih Tangan (Hand sanitizer)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kitosan Sebagai Bahan Antibakteri Alternatif Dalam Formulasi Gel Pembersih Tangan (Hand sanitizer)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

(HAND SANITIZER)

M. ANDI RAHMAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

M. ANDI RAHMAN C3408009. Kitosan Sebagai Bahan Antibakteri Alternatif Dalam Formulasi Gel Pembersih Tangan (Hand sanitizer). Di bawah bimbingan PIPIH SUPTIJAH dan AGOES M. JACOEB.

Masyarakat masa kini memiliki kesadaran yang tinggi akan kebersihan, termasuk kebersihan tangan. Hand sanitizer hadir sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut. Namun beberapa jenis gel antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer) di pasaran masih menggunakan alkohol sebagai bahan antibakterinya. Penggunaan alkohol dalam pembersih tangan dirasa kurang aman terhadap kesehatan karena alkohol dapat melarutkan lapisan lemak pada kulit yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme dan pada pemakaian berulang dapat menyebabkan kekeringan serta iritasi pada kulit. Salah satu bahan alami yang dapat diharapkan sebagai alternatif yang cukup potensial untuk mengganti penggunaan alkohol pada hand sanitzer adalah kitosan melalui adsorpsi bahan aktifnya. Aplikasi kitosan sebagai antibakteri dalam gel pembersih tangan selain dinilai lebih aman bagi kesehatan juga dikarenakan masih sedikitnya penelitian mengenai aplikasi sifat antibakteri dari kitosan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan aplikasi gel pembersih tangan yang mampu mengurangi aktivitas bakteri pada tangan serta aman dan nyaman bagi penggunanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya aktifitas antibakteri dari kitosan yang diaplikasikan dalam pembersih tangan (hand sanitizer).

Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum kitosan terhadap pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa media yang berisi biakan Staphylococcus aureus dengan kitosan 0,75% memiliki zona bening yang paling luas, bahkan lebih luas dari zona bening yang dihasilkan oleh hand sanitizer komersil (kontrol). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada media yang berisi biakan Escherichia coli, zona bening yang paling luas dhasilkan oleh kitosan dengan konsentrasi 0,50%. Hasil pengujian antibakteri dari sampel larutan kitosan terhadap biakan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan belum tentu menghasilkan zona bening yang semakin luas. Hasil pengujian karakteristik formulasi terbaik gel pembersih tangan dengan modifikasi penambahan CMC (Karboksil metil selulosa) sebagai gelling agent yaitu daya sebar gel 4,2 cm, viskositas 28 dPa.s, pergeseran viskositas 5,08 %, dan tingkat keasaman sebesar 4,66.

(3)

(HAND SANITIZER)

M. ANDI RAHMAN

C34080009

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

sebagai bahan antibakteri alternatif dalam formulasi gel pembersih tangan (hand sanitizer)” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali bahan sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, September 2012

(5)

Nama : M. Andi Rahman

NIM : C34080009

Program Sarjana : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr. Pipih Suptijah, MBA Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb. Dipl.-Biol NIP. 19531020 198503 2 001 NIP. 19591127 98601 1 005

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 19580511 198503 1 002

(6)

Agustus 1990. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Anom Abdullah dan Murni Juhri. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Al-Jami (1995-1996), selanjutnya meneruskan pendidikan di SDN 2 Sukarame (1996-2002), selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di MtsN 2 Sukarame (2002-2005). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di MAN 1 Bandar Lampung (2005-2008). Tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Teknologi Hasil Perairan melelui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FPIK sebagai staf Komisi PSDM periode 2009-2010 dan staf Himpunan Mahasiswa Hasil Perairan (HIMASILKAN) periode (2010-2011). Penulis juga aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, di antaranya Ikhtiologi (2010), Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan (2012), dan Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Industri Perairan (2012).

(7)

Ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, atas karunia-Nya, yang membuat penulis sanggup menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Kitosan Sebagai Bahan Antibakteri Alternatif dalam Formulasi Gel Pembersih Tangan (hand sanitizer)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ibu Dr. Pipih Suptijah MBA sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb. Dipl.-Biol sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim M.Sc atas kesediaannya menjadi dosen

penguji.

4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Keluarga terutama Ibu, Bapak, dan Kakakku yang selalu memberikan doa, semangat dan cinta kepada Penulis.

6. Sahabat-sahabatku tercinta Fitriana, Emen, Orin dan Lina yang telah banyak memberi semangat, doa dan kekuatan pada penulis

7. Hilda, Nona, Hana, Taufik, Siluh, Nia, Iis, dan semua teman-teman THP 45 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(8)

DAFTAR TABEL ... viii

2.3 Sifat-Sifat Kitosan sebagai Zat Antibakteri ... 9

2.4 Potensi Kitosan sebagai Antibakteri... 10

2.5 Gel Pembersih Tangan sebagai Antibakteri ... 12

2.6 Jenis-jenis Bakteri Yang berperluang ada pada Tangan ... 13

3 METODOLOGI ... 13

3.1 Waktu dan Tempat ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 15

3.3 Prosedur Kerja ... 11

3.3.1 Penelitian tahap pertama ... 11

3.3.2 Penelitian tahap kedua ... 13

3.4 Analisis Penelitian ... 14

3.4.1 Analisis viskositas ... 14

3.4.2 Analisis pengukuran derajat deasetilasi ... 14

3.4.3 Uji kimia (pH) ... 15

3.4.4 Analisis kadar air ... 16

3.4.5 Analisis kadar mineral ... 16

3.4.6 Analisis kadar protein ... 17

3.5 Rancangan Percobaan ... 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 19

4.1.1 Identifikasi mutu kitosan ... 19

4.1.2 Formulasi gel antiseptik pembersih tangan ... 23

4.1.3 Pengujian karakteristik ... 24

(9)

4.1.3.5 Uji kimia (pH) ... 30

4.2 Penelitian Tahap Kedua ... 30

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(10)

1 Spesifikasi mutu kitosan ... 5

2 Zona hambat kitosan terhadap aktivitas antibakteri ... 7

3 Formula yang digunakan pada penelitian tahap pertama ... 13

4 Hasil analisis proksimat kitosan komersil ... 20

5 Hasil formulasi gel antiseptik ... 22

6 Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum ... 24

7 Hasil pengukuran sifat fisik gel ... 26

(11)

1 Struktur kimia kitosan ... 3

2 Prosedur produksi hand chitosanitizer ... 12

3 Kitosan komersil ... 19

4 Hasil analisis FTIR ... 22

5 Grafik hubungan antara penambahan CMC pada berbagai konsentrasi kitosan terhadap daya sebar gel ... 27

6 Grafik hubungan antara penambahan CMC pada berbagai konsentrasi kitosan terhadap viskositas gel ... 28

7 Grafik hubungan antara penambahan CMC pada berbagai konsentrasi kitosan terhadap perubahan viskositas gel ... 29

(12)

Nomor Halaman

1 Hasil analisis statistik daya antiseptik gel melalui uji replika ... 39

2 Hasil analisis statistik daya sebar sediaan gel kitosan ... 40

3 Hasil analisis statistik viskositas gel kitosan ... 40

4 Hasil perhitungan uji perubahan viskositas kitosan ... 44

5 Hasil analisis proksimat ... 44

6 Data hasil perhitungan DD (Derajat Deasetilasi) ... 46

7 Foto jumlah koloni bakteri yang dihasilkan melalui uji replika ... 47

(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era modern seperti saat ini membuat masyarakat cenderung menyukai produk instan dan praktis. Masyarakat cenderung memilih produk yang bisa memberikan solusi cepat dan efektif dalam memenuhi kebutuhannya, diantaranya mudah didapat serta mudah untuk dibawa. Seiring dengan mobilitas yang semakin meningkat, tidak terkecuali untuk produk gel pembersih tangan (hand sanitizer). Masyarakat masa kini ingin serba praktis, misalnya mencari cara cepat dalam membersihkan tangan. Dalam kondisi tertentu, orang susah mencari air ataupun sabun pembersih tangan. Keberadaan sabun dan air terkadang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Air yang tersedia tidak bersih, bau serta keluar dari kran yang sudah berkarat. Selain itu sabun yang digunakan bersama-sama, terkadang menimbulkan kekhawatiran atas kebersihan dan kesehatan pengguna sebelumnya. Hand sanitizer hadir sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut. Namun beberapa jenis gel antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer) di pasaran masih menggunakan alkohol sebagai bahan antibakterinya. Penggunan alkohol dalam pembersih tangan dirasa kurang aman terhadap kesehatan karena alkohol merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum pada kulit yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme. Selain itu, alkohol mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan iritasi pada kulit (Block 2001).

(14)

Kitosan merupakan salah satu senyawa yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai antibakteri. Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-ß-D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat yang disebut deasetilasi. Kitin sendiri merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang mempunyai rumus kimia poli (2asetamida-2-dioksi-ß-D-Glukosa) dengan ikatan ß- glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik (Kaban 2009)

Pemanfaatan kitosan sebagai antibakteri mengingat kemampuan muatan positifnya yang dapat berinteraksi dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan koloni bakteri. Kitosan sangat potensial sebagai antibakteri karena senyawa ini merupakan polimer alami hasil senyawa turunan kitin sehingga diharapkan aman bagi manusia. Hingga saat ini aktivitas antibakteri oligomer kitosan dalam berbagai bidang dengan model inovasinya masih menjadi hal baru untuk diteliti.

Aplikasi kitosan sebagai antibakteri dalam gel pembersih tangan selain dinilai lebih aman bagi kesehatan juga dikarenakan masih sedikitnya penelitian mengenai aplikasi sifat antibakteri dari kitosan. Selain itu kebutuhan mendesak akan produk hand sanitizer alami dan praktis, maka penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan aplikasi gel pembersih tangan yang mampu untuk mengurangi aktivitas bakteri pada tangan serta aman dan nyaman bagi penggunanya. Hand chitosanitizer merupakan gel pembersih tangan dengan berbahan baku kitosan sebagai senyawa antibakteri yang sangat bermanfaat dan dapat mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi. Hand chitosanitizer dengan berbahan baku antibakteri dari kitosan aman serta nyaman untuk digunakan dan tidak menimbulkan efek samping.

1.2 Tujuan

(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Kitosan

Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskleton krustacea seperti udang, rajungan, dan kepiting. Secara kimiawi, kitosan adalah sellulosa seperti serat tanaman yang mempunyai sifat-sifat sebagai serat tetapi memiliki kemampuan untuk mengikat lemak seperti busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Kitosan dapat difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga menimbulkan turunnya berat badan, mencegah dan menghambat LDL dan meningkatkan HDL (Suptijah 2006).

Kitosan memiliki sifat antacid (menyerap zat racun), mencegah plak, mencegah kerusakan gigi, membantu dalam mengontrol tekanan darah, membantu menjaga pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat anti tumor. Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam proses detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan diatas permukaan air maka kitosan mampu menyerap lemak, minyak, logam berat, dan zat yang berpotensi sebagai toksik lainnya (Herliana 2010). Berikut struktur molekul kitin dan kitosan disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977).

(16)

- Kitosan larut asam dengan BM 800.000 Dalton sampai 1.000.000 Dalton - Kitosan mikrokristalin (larut air dengan BM sekitar 150.000 Dalton

- Kitosan nanopartikel (larut air) dengan BM 23.000 Dalton sampai 70.000 Dalton, dan dapat berfungsi sebagai imunomodulator

2.2Sumber Kitosan

Kitin merupakan polisakarida panjang yang tidak bercabang, bernama 2-asetil-2amino dioksi-D-Glukosa, yang monomernya berikatan satu sama lain melalui ikatan 1-4. Kitin diproduksi dari kulit rajungan melaului proses isolasi dan purifikasi yang didahului proses demineralisasi dan dilanjutkan dengan deproteinasi (Muzarelli 1977). Kitin adalah polisakarida yang membentuk Kristal, dan terdapat di alam dalam bentuk kristal kitin yang dibedakan berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jenis kristal tersebut adalah sebagai berikut:

(1) α kitin yang mempunyai susunan anti paralel. (2) kitin yang mempunyai susunan paralel.

(3) kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel. (4) kitin yang mempunyai tiga rantai dan satu rantai lainnya tersusun

antiparalel.

Fungsi utama kitin pada krustasea atau pada fungi adalah sebagai struktur kerangka dalam yang mendukung eksoskelet hewan tersebut atau bagian dari dinding sel fungi. Kitin yang berasal dari kulit krustasea sebagai komponon eksoskelet, berbentuk jaring yang kompleks (matriks), yang mengandung protein dan mineral (CaCO3), sedangkan kompleks jaring kitin dari fungi adalah polisakarida lain seperti α dan glukan, manan dan selulosa (Knorr 198β)

Kitin mempunyai banyak kegunaan diantaranya sebagai bahan talk yang digunakan pada sarung tangan saat dilakukan operasi bedah. Selain itu kitin dapat digunakan sebagai absorben misal arang aktif serta campuran pupuk pada pertanian. Apabila ditambahkan pada pakan ikan hias, kitin dapat menimbulkan efek pertumbuhan yang baik dan warna ikan yang cemerlang, hal ini diduga oleh kandungan protein dan pigmen yang terdapat dalam kitin tersebut (Kaban 2009).

(17)

NaOH 50% dengan perbandingan 1: 20 disertai dengan pemanasan pada suhu 140 oC selama 1 jam, dapat menghasilkan padatan yang hampir sama dengan bahan awalnya (kitin) dan dengan penetralan dan pencucian sampai pH netral menghasilkan serbuk putih yang disebut kitosan (Lesbani 2011).

Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter sifat fisika dan kimia, parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas, sedangkan parameter kimia yaitu nilai Proksimat dan Derajat Deasetilasi (DD). Semakin baik mutu kitosan maka semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun spesifikasi mutu kitin kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Spesifikasi mutu kitin kitosan

Spesifikasi Kitin

Derajat Deasetilasi <70% 70-100%

Viskositas 600cPs < 50 cPs

Ketidaklarutan >90% < 1%

pH 7-9 7-9 1,0-2,0%. Kitosan lebih mudah larut dengan menggunakan asam asetat 1-2% dan membentuk suatu garam ammonium asetat (Tang et al. 2007).

(18)

menambahkan bahwa gugus amino bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan. Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim.

Herliana (2010) menyatakan kitosan memiliki beberapa keunggulan diantaranya ketersediaannya di alam berkelanjutan, biaya produksi murah, sifat biodegradibilitas, biokompatibilitas, serta modifikasi kimia yang cukup mudah. Hirano (1989) menambahkan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:

(1) Merupakan komponen utama biomasa dari kulit udang. (2) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.

(3) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan.

(4) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus). (5) Konformasi molekulnya dapat dirubah.

(6) Mempunyai fungsi biologis.

(7) Dapat membentuk gel, koloid dan film.

(8) Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi. Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin bermuatan, sehingga menunjukkan sifat yang unik yaitu bermuatan positif, berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral. Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein.

(19)

2.4Potensi Kitosan sebagai Bahan Antibakteri

Potensi kitosan sebagai antibakteri didasarkan pada interaksi awal antara kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik. Kitosan memiliki gugus fungsional amina (-NH2) yang bermuatan positif sangat kuat, sehingga dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang relatif bermuatan negatif. Ikatan ini mungkin

terjadi pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu (-NH2) juga memiliki pasangan elektron bebas sehingga gugus ini dapat menarik

mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi (Sari 2008).

Mengacu pada Herliana (2010), interaksi inilah yang menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel bakteri sehingga terjadi ketidakseimbangan tekanan internal sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit intraseluler, seperti kalium. Selain itu protein dengan berat molekul rendah lainnya seperti asam nukleat dan glukosa juga ikut mengalami kebocoran. Sel bakteri pada akhirnya akan mengalami lisis. Dengan demikian, kitosan dapat digolongkan sebagai antibakteri yang bersifat bakterisid berdasarkan mekanisme kerja mengubah permeabilitas dinding sel atau transport aktif sepanjang dinding sel bakteri.

Tabel 2 Zona hambat kitosan (mm) terhadap aktivitas antibakteri Konsentrasi 1000 800 600 400 (ppm)

Zona hambat (mm)

E. coli 10 10 8 8 S. aureus 13 13 12 10

Sumber : Islam et al. (2011)

(20)

spektrum yang luas dan mudah diserap oleh tubuh (Herliana 2010). Berbagai karakteristik dan mekanisme aksi antibakteri kitosan membuat kitosan memiliki potensi yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai antibakteri dalam produk gel pembersih tangan (hand sanitizer).

2.5Gel Pembersih Tangan (Hand Sanitizer)

Gel pembersih tangan merupakan gel yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri (Retnosari dan Isadiartuti 2006). Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau etanol yang dicampurkan bersama dengan bahan pengental, misal karbomer, gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, gel, atau busa untuk memudahkan penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol. Gel ini mulai populer digunakan karena penggunaannya yang mudah dan praktis, karena tidak membutuhkan air dan sabun. Gel sanitasi ini menjadi alternatif yang nyaman bagi para orang tua yang tidak sempat berulangkali ke wastafel untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat anak mereka yang sakit. Walaupun mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk mengurangi penyebaran sebagian besar infeksi namun untuk melakukannya dibutuhkan wastafel dan air.

Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan juga gel pembersih tangan non alkohol. Akan tetapi jika tangan benar-benar dalam keadaan kotor, baik oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka penggunaan air dan sabun untuk mencuci tangan lebih disarankan karena gel pencuci tangan baik yang berbahan dasar alkohol maupun non alkohol walaupun efektif membunuh kuman gel ini tidak

membersihkan tangan, ataupun membersihkan material organik lainnya. Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik/desinfektan untuk disinfeksi

(21)

2.6Jenis-jenis Bakteri yang Berpeluang terdapat pada Tangan

Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia, misal tangan manusia yang banyak berinteraksi dengan dunia luar. Terdapat berbagai jenis bakteri yang ada ditangan manusia. Adapun bakteri yang umum ditemukan pada tangan diantaranya adalah Staphylococcus aureus, E. coli, Salmonella, Vibrio cholerae, dan Shigella (BSN Medical. 2009). Bakteri Staphylococcus aureus memilki potensi untuk menyebabkan penyakit yang didapat pada tubuh manusia melaui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan infeksi melalui kulit. Bahan makanan yang disiapkan dengan kontak tangan langsung tanpa proses mencuci tangan, sangat berpotensi terkontaminasi Staphylococcus aureus.

Bakteri Esherichia coli dapat menyebabkan berbagai penyakit dan infeksi terhadap saluran pencernaan pada manusia, diantaranya adalah enterotoksigenik,

enterohaemorrhagik, enteropatogenik, enteroinuasiue, dan enteroagregatif. Bakteri memiliki spektrum yang sangat luas. Makan disaat kondisi tangan kotor juga dapat memicu hadirnya infeksi bakteri. Bakteri Shigella dapat menyebabkan infeksi berbagai saluran pencernaan. Shigella biasa berada pada air yang terkontaminasi bahkan yang terlihat jernih sekalipun. Untuk membunuh koloni

(22)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2012. Proses pelarutan kitosan, uji antibakteri, uji efektivitas antibakteri, uji pH, kadar air, mineral, nitrogen, dan protein bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Pengujian FTIR MB-3000 (Fourier Transform InfraRed) dilakukan di Laboratorium Analisis FTIR dan PCR, Departemen Fisika. Pengujian fisik hand sanitizer yang meliputi viskositas, daya sebar dan stabilitas dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap pertama dan penelitian tahap kedua yang dilengkapi dengan analisis data. Penelitian tahap pertama berupa analisis mutu kitosan, penentuan formula gel antiseptik, penentuan karakteristik gel antiseptik terhadap kombinasi kitosan dan CMC (Karboksil Metil Selulosa) serta pengujian kitosan sebagai bahan antibakteri. Sedangkan penelitian tahap kedua berupa uji efektivitas kemampuan antibakteri dari hand sanitizer yang dihasilkan dan membandingkannya dengan hand sanitizer komersil.

3.2 Bahan dan Alat

(23)

tabung reaksi, beaker glass, sudip, penangas air, plastik wrap, cawan petri, batang pengaduk, pH meter dan jarum ose.

3.3Prosedur Kerja

Prosedur penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap pertama dan penelitian tahap kedua.

3.3.1 Penelitian Tahap Pertama

Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui mutu kitosan yang akan digunakan pada penelitian utama. Mutu kitosan yang diamati meliputi pengujian kadar air, kadar mineral, kadar nitrogen, kadar protein dan derajat deasetilasi. Selain itu dilakukan juga pengujian kemampuan kitosan sebagai antibakteri, penentuan formula gel antiseptik yang bertujuan untuk menentukan formula terbaik pembuatan gel antiseptik dan mengetahui karakteristik gel antiseptik terhadap kombinasi kitosan dan CMC (Karboksil Metil Selulosa). Pengujian kitosan sebagai antibakteri bertujuan untuk melihat kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Uji antibakteri menggunakan metode paper disk.

(24)

Selanjutnya dilakukan penentuan formula gel antiseptik yang bertujuan untuk menentukan komposisi bahan-bahan gel antiseptik yang dapat menghasilkan karakteristik gel antiseptik yang terbaik. Prosedur pembuatan gel antiseptik pembersih tangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Prosedur produksi Hand chitosanitizer

Proses pembuatan hand sanitizer ini diawali dengan proses pelarutan kitosan 2% dalam larutan asam asetat tepat jenuh 1% kemudian larutan kitosan ditambahkan aquades hingga mencapai 100 ml, lalu dihomogenkan agar

memperoleh ukuran partikel yang lebih kecil dengan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 5000 rpm selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan secara

perlahan CMC 0,5% yang telah dilarutkan di dalam aquades sebagai basis gel dalam kondisi hangat, kemudian diaduk. Partikel kitosan tersebut lalu dicampur dengan esens apel sebagai pemberi warna dan aroma pada hand sanitizer sampai tercampur rata.

Kitosan 0,75 %

Dilarutkan dalam asam asetat CH3COOH 1%

Penghomogenan (Magnetic stirrer 5000 rpm, 60 menit)

Micel kitosan

Pembuatan sediaan gel menggunakan CMC 0,5% dalam air hangat (70 oC)

Penambahan esens apel sebagai pemberi aroma dan warna Penambahan aquades hingga mencapai 100 ml

Hand chitosanitizer

(25)

Selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh kombinasi kitosan dan CMC. Perlakuan formulasi gel antiseptik dilakukan terhadap kitosan. Kitosan dibuat dalam empat taraf perbedaan konsentrasi yaitu, 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1%, sedangkan CMC dibuat dalam satu perlakuan konsentrasi yaitu 0,5% sehingga didapatkan empat perlakuan. Penentuan konsentarsi CMC sebesar 0,5% didasarkan pada hasil dari penelitian tahap pertama, yakni CMC dengan konsentrasi 0,5% untuk menghasilkan basis gel terbaik lalu dicampurkan kedalam kitosan. Selain itu, pemilihan konsentrasi CMC sebesar 0,5% juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sugita et al. (2007) yang telah melakukan sintesis dan optimalisasi gel kitosan-karboksimetil selulosa (CMC) pada ragam konsentrasi CMC 0,00% sampai 1% (b/v).

Selanjutnya masing-masing perlakuan diuji karakteristiknya menggunakan pengujian fisik yang meliputi stabilitas, daya sebar, viskositas dan uji kimia (pH). Formulasi pada penelitian tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Formula yang digunakan pada penelitian tahap pertama

(26)

diteteskan 0,5 ml gel kemudian diratakan dan didiamkan selama satu menit. Selanjutnya dilakukan kontak sidik ibu jari pada media dalam cawan petri. Media diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam.

Setelah diinkubasi jumlah koloni bakteri dihitung. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Selain itu untuk melihat efektivitas kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dilakukan kontak sidik ibu jari pada media nutrient agar yang terdapat dalam cawan petri dengan selang waktu jam ke-0, jam ke-0,5, dan jam ke-1. Penentuan selang waktu pengambilan sampel didasarkan pada interval waktu yang dibutuhkan bakteri untuk membelah diri. Setiap jenis bakteri memiliki interval waktu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Misalnya: E. coli membelah diri setiap 15-29 menit dan S. aureus membelah diri setiap 27-30 menit (Entjang 2003). Data hasil perhitungan jumlah koloni bakteri masing-masing formula tersebut dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok dan bila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan.

3.4 Analisis Penelitian

Prosedur analisis meliputi analisis viskositas, analisis pengukuran derajat deasetilasi, uji kimia, analisis kadar air, analisis kadar mineral, dan analisi kadar protein.

3.4.1 Analisis viskositas (AOAC.1995)

(27)

3.4.2 Analisis pengukuran derajat deasetilasi (Domsay 1985)

Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus menggunakan KBr dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR-408 yang sudah dinyalakan dan stabil. Kemudian tekan tombol pendeteksian, akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang memunculkan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan.

Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat dan

diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus:

Keterangan: P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua

puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655cm-1 P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan

panjang gelombang 1.655cm-1 atau 3.450 cm-1.

Perbandingan absorbansi pada 1.655cm-1 dengan absorbansi 3.450 cm-1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukur absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan: A1.655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm-1.

A3.450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm-1.

1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna. A = log Po

(28)

3.4.3 Uji kimia (pH)

Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH. Setelah itu, elektroda dibersihkan dengan air suling dan dikeringkan. Kemudian elektroda dimasukkan ke dalam sampel sabun cair yang akan diperiksa, pada suhu 25 oC. Selanjutnya pH meter dibiarkan selama beberapa menit sampai nilai pada monitor pH meter stabil. Setelah stabil, nilai yang ditunjukkan dicatat sebagai pH sampel.

3.4.4 Analisis kadar air (SNI 2006)

Analisis kadar air dilakukan mengacu pada SNI 01-2356-2006. Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC dalam tekanan tidak lebih dari 10 mmHg selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan beserta isinya kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air dapat dilihat sebagai berikut :

Keterangan :

A = berat cawan kosong (g)

B = berat cawan + sampel awal (g) C = berat cawan + sampel kering (g)

3.4.5 Analisis kadar mineral (AOAC 2005)

(29)

Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (g) B = Berat cawan dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

3.4.6 Analisis kadar protein (AOAC 1980)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC.

Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan : Faktor konversi alat = 2,5

Faktor konversi = 6,25

3.5Rancangan Percobaan

(30)

yamg meliputi, daya sebar, viskositas dan perubahan viskositas. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 4 taraf yaitu, konsentrasi kitosan 0,25%, 0.50%, 0,75%, dan 1% dengan ulangan masing-masing sebanyak 3 kali. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam ANOVA. Apabila hasil analisis ragam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (tolak Ho), maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulagan ke-j µ : Rataan Umum

Pi : Pengaruh perlakukan ke-i dan Єij : Galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

(31)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Tahap Pertama

Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, kadar protein, derajat deasetilasi dan uji antibakteri.

4.1.1 Identifikasi mutu kitosan

Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-ß-D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat yang disebut deasetilasi (Balley et al. 1977). Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan komersil yang berasal dari daerah Cirebon. Kitosan tersebut kemudian dilarutkan dalam asam organik yaitu asam asetat 1% (v/v). Pemilihan konsentrasi asam asetat 1% sebagai pelarut kitosan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tang et al. (2007) yang menyatakan bahwa kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2% dan akan membentuk suatu garam ammonium asetat. Kitosan komersil yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kitosan komersil.

(32)

mineral dalam cangkang, deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas fungsi dari kitosan (Angka dan Suhartono 2000).

Kitosan larut asam harus memiliki mutu yang baik, hal ini bertujuan agar kitosan dapat bekerja secara efektif dan hasil aplikasi yang digunakan seragam. Tabel 4 menyajikan hasil uji mutu kitosan larut asam dan standar mutu kitosan yang ada :

Tabel 4 Hasil analisis proksimat kitosan komersil

Spesifikasi Hasil Uji Standar Kitosan*

Penampakan Serpihan Serpihan/Bubuk Putih

Kadar air (%berat kering) 9% ≤ 10%

Kadar abu (%berat kering) 0,7% ≤β%

Kadar N (%berat kering) 1,9% <5%

Derajat deasetilasi 73,44% >70%

*Sumber Suptijah et al. (1992)

Hasil analisis proksimat kitosan menunjukan bahwa nilai kadar air kitosan komersil yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan standar, sedangkan menurut Multazam (2002) dalam Rochima (2004), kadar air kitosan dari cangkang udang yang baik adalah ≤10%. Nilai persentase kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya disebabkan waktu penyimpanan dari bahan baku tersebut serta lingkungan yang lembab. Faktor lingkungan yang lembab merupakan faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap nilai kandungan air dalam kitosan. Selain itu kitosan juga memiliki sifat yang mudah menyerap air, sehingga apabila kitosan terlalu lama dalam penyimpanan dan berada pada kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat (Kumar 2000).

(33)

Proses demineralisasi yang diakukan akan mempengaruhi kandungan mineral dalam kitosan, semakin efektif proses demineralisasi maka semakin banyak menghilangkan mineral yang ada pada kitosan sehingga pengotor semakin banyak tereduksi dan pada akhirnya kinerja kitosan semakin optimal. Selain itu kualitas air yang digunakan untuk proses penetralan juga ikut mempengaruhi (Angka dan Suhartono 2000). Air yang digunakan dalam proses penetralan sebaiknya tidak mengandung mineral karena dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan, sehingga jumlah pengotor semakin meningkat dan disarankan untuk menggunakan akuades/air yang telah dilakukan proses penghilangan mineral melalui destilasi (Suptijah 2006).

Kandungan nitrogen dari kitin bervariasi dari 5 sampai 8% tergantung pada kuatnya deasetilasi, sedangkan nitrogen dalam kitosan sebagian besar dalam bentuk kelompok amino alifatik primer, yang mengalami reaksi khas amina, dimana N-asilasi dan reaksi Schiff adalah yang paling penting. Kadar nitrogen kitosan larut asam adalah 2,3%. Kadar nitrogen ini telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kadar nitrogen ini menunjukkan tingkatan derajat deasetilasi dan nitrogen dalam kitosan sebagian besar terdapat dalam bentuk kelompok amino alifatik primer (Kumar 2000).

Derajat deasetilisasi kitosan dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan suhu proses. Kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 84% dapat dihasilkan dengan melakukan pemanasan pada suhu 130 °C selama 4 jam atau suhu 120 °C selama 6–7 jam. Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan derajat deasetilasi dapat juga mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh karena itu perendaman dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu yang singkat (Suptijah 2006)

(34)

derajat deasetilasinya maka semakin tinggi tingkat kemurniannya yang berarti kitin dan kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil untuk kitosan yang disertai kelarutannya yang sempurna dalam asam asetat 1% (Suptijah 2006).

Hasil analisis FTIR diperoleh puncak-puncak spektrogram Gambar 4.

Gambar 4 Spektrum FTIR kitosan.

(35)

4.1.2 Formulasi gel antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer)

Formulasi gel antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer) dilakukan dengan mencoba beberapa macam formula untuk menghasilkan produk terbaik. Formulasi yang menghasilkan produk yang terbaik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil formulasi gel antiseptik

Nama bahan konsentrasi jumlah Keterangan

Kitosan 0,75% 0,75 gr Bahan dasar

Salah satu faktor terpenting dari keberhasilan pembuatan produk gel pembersih tangan dari kitosan adalah menghasilkan formulasi yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Selain itu penggabungan bahan-bahan pembentuk juga menjadi faktor penting sehingga akan menghasilkan gel yang cukup kental dan homogen, pH yang tidak terlalu basa (di bawah 10), tidak mengalami perubahan akibat penyimpanan, serta tidak menyebabkan terjadinya iritasi pada kulit (Retnosari dan Isadiartuti 2006).

(36)

4.1.3 Pengujian Karakteristik Gel Pembersih Tangan

Pengujian karakteristik adalah kelanjutan dari tahap penelitian formulasi. Karakteristik gel pembersih tangan yang diamati adalah kemampuan antibakteri, sifat fisik yang meliputi, stabilitas, viskositas, daya sebar, dan sifat kimia (pH).

4.1.3.1 Uji antibakteri

Mengacu Wulandari (2008), konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) kitosan terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah sebesar 0,125%. Berdasarkan penelitian tersebut maka penentuan konsentrasi kitosan sebagai bahan antibakteri dalam gel pembersih tangan dibagi menjadi empat perlakuan, yaitu 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1%. Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum kitosan terhadap pertumbuhan bakteri (mm) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum (mm)

Konsentrasi (%) Escherichia coli Staphylococcus aureus

Kitosan 0,25% 7 mm 7 mm

Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum menunjukkan bahwa pada media yang berisi biakan Staphylococcus aureus dengan kitosan 0,75% memiliki zona bening yang paling luas, bahkan lebih luas dari zona bening yang dihasilkan oleh hand sanitizer komersil (kontrol). Hasil berbeda ditunjukkan pada kitosan

1% yang mengalami penurunan luas zona bening yakni dari 13 mm menjadi 10 mm. Kitosan 0,50% menunjukkan zona bening yang terluas pada biakan

E.coli.

(37)

kitosan yang diserap maka akan menghasilkan perubahan yang besar terhadap struktur dinding sel dan permeabilitas membran sel bakteri (Fajrina 2008).

Aktivitas antibakteri pada kitosan berhubungan dengan kemampuan penyerapan dinding sel bakteri. Kitosan dapat menyerap lebih baik pada bakteri gram negatif dibandingkan dengan gram positif karena muatan negatif pada permukaan sel bakteri gram negatif lebih banyak dari gram postif. Muatan positif dari kitosan yang didistribusikan menuju permukaan dinding sel bakteri gram negatif yang selanjutnya akan menghambat aktivitas bakteri yang diujikan (Meidina et al. 2006).

Larutan kitosan terbukti dapat menghambat aktivitas bakteri yang diujikan (bakteriostatik). Terbukti dari adanya zona bening yang terdapat dalam cawan petri yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Zona bening menunjukkan sejauh mana kitosan mampu menghambat aktivitas bakteri yang diujikan. Semakin luas zona bening yang dihasilkan menunjukkan semakin kuat kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri tersebut beragam tergantung jenis bakteri uji dan konsentrasi kitosan (Islam et al. 2011).

Hong et al. (2002), mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan antibakteri antara lain, hambatan 2 cm atau lebih berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang sangat kuat, daerah hambatan 1 - 2 cm berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang kuat, daerah hambatan 0,5 - 1 cm berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang sedang, dan daerah hambatan 0,5 atau kurang berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang lemah sehingga kurang optimum dalam menghambat jumlah pertumbuhan bakteri.

4.1.3.2 Uji fisik daya sebar

Mengacu Dwiastuti (2010), untuk memenuhi syarat sediaan gel yang baik dan dapat diterima konsumen dapat dilihat dari sifat fisik dan stabilitas fisiknya.

Sifat fisik yang diukur adalah daya sebar gel dan viskositas gel. Untuk stabilitas

fisik bisa dilihat dari perubahan viskositas gel selama penyimpanan. Perubahan

profil kekentalan setelah penyimpanan merupakan indikator ketidakstabilan

sediaan selama penyimpanan. Daya sebar gel diukur dengan mengukur diameter

(38)

gel saat diaplikasikan pada kulit. Pengukuran viskositas digunakan untuk melihat

profil kekentalan gel. Hasil pengukuran sifat fisik gel sebagai berikut:

Tabel 7 Hasil pengukuran sifat fisik sediaan kitosan

Formula Daya sebar

(cm)

Viskositas (cP) minggu ke-1 & 2

Pergeseran viskositas (%)

Kitosan 0,25% 5,2 9,5 9 5,26 Kitosan 0,50% 4,6 15 14,5 6,67 Kitosan 0,75% 4,2 29,5 27 6,78 Kitosan 1% 3,4 32 29,5 7,81

Kualitas fisik sediaan gel dipengaruhi oleh komposisi bahan-bahan yang digunakan. Modifikasi kimia pada gel kitosan yang telah dilaporkan ialah penambahan hidrokoloid alami, diantaranya gom guar, alginat, dan karboksil metil selulosa (CMC). Modifikasi ini meningkatkan sifat reologi gel kitosan yang meliputi viskositas, daya sebar dan stabilitas. Dalam penelitian ini, gel antiseptik pembersih tangan dari kitosan dibuat dengan menggunakan CMC sebagai pengental. CMC dapat digunakan dalam sediaan gel kitosan karena CMC memiliki stabilitas yang baik pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). CMC mampu berikatan dengan air sehingga meminimalkan pengerutan atau meningkatkan kemampuan pengikatan air (Sugita et al. 2007).

Hasil pengukuran sifat fisik gel antiseptik pembersih tangan dari kitosan

menunjukkan bahwa respon daya sebar pada berbagai konsentrasi kitosan

menghasilkan respon daya sebar yang berbeda. Grafik hubungan antara berbagai

kitosan terhadap daya sebar gel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik hubungan berbagai konsentrasi kitosan terhadap

(39)

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, perbedaan dari tinggi dan rendahnya konsentrasi kitosan memberikan pengaruh terhadap daya sebar gel. Secara kuantitatif, besar efek perbedaan konsentrasi kitosan (0,25%, 0,50%, 0,75%, 1%) terhadap daya sebar gel secara berturut-turut yaitu sebesar 5,2, 4,6, 4,2, 3,4 (cm). Pada konsentrasi kitosan yang lebih tinggi respon daya sebar mengalami penurunan, maupun sebaliknya. Hasil analisis statistik menunjukkan

bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, perbedaan konsentrasi kitosan memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya sebar gel yang dihasilkan

(Sig. < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan, maka daya sebar dari gel akan semakin menurun dan sebaliknya, semakin rendah konsentrasi kitosan maka daya sebar gel akan semakin meningkat.

Kondisi ini terjadi karena tingkat kekentalan larutan kitosan akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Sebaliknya, kekentalan larutan kitosan akan semakin rendah seiring dengan menurunnya konsentrasi kitosan (Dwiastuti 2010). Melalui uji lanjut Duncan, diketahui bahwa konsentrasi kitosan 0,25% dan 0,50% dengan 0,75% dan dengan 1% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya sebar gel yang dihasilkan. Data dan hasil analsis statistik daya sebar gel dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.1.3.3 Uji viskositas

Pengukuran viskositas digunakan untuk melihat profil kekentalan gel.

Nilai viskositas dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih, proporsi

fase terdispersi dan ukuran partikel. Viskositas sediaaan akan menurun jika

temperatur dinaikkan, dan viskositas sediaan akan meningkat pada temperatur

rendah. Hal ini dikarenakan adanya panas sehingga akan memperbesar jarak antar

partikel sehingga gaya antar partikel akan berkurang, jarak menjadi renggang

yang mengakibatkan viskositas sediaan menjadi menurun. Hasil pengukuran sifat

fisik gel antiseptik pembersih tangan dari kitosan menunjukkan bahwa respon

viskositas gel pada berbagai konsentrasi kitosan menghasilkan respon viskositas

gel yang berbeda. Grafik hubungan antara berbagai konsentrasi kitosan terhadap

(40)

Ganbar 6 Grafik hubungan berbagai konsentrasi kitosan terhadap viskositas gel

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, fenomena pada respon viskositas gel berbanding terbalik dengan daya sebar gel. Secara kuantitatif, besar efek perbedaan konsentrasi kitosan (0,25%, 0,50%, 0,75%, 1%) terhadap viskositas pada minggu pertama secara berturut-turut sebesar 9,5, 15, 29,5, dan 32 (cP). Sedangkan uji viskositas pada minggu kedua menunjukkan hasil yang berbeda, viskositas gel mengalami penurunan berturut-turut yaitu sebesar 9, 14,5, 27, dan 29,5 (cP). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap viskositas gel yang dihasilkan (Sig. < 0,05) sehingga dapat

dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan maka viskositas gel akan semakin meningkat. Sebaliknya, semakin rendah konsentrasi kitosan maka viskositas gel akan semakin menurun.

Selain karena pengaruh tingkat kekentalan sediaan gel yang dihasilkan, penurunan viskositas gel juga dipengaruhi kondisi lingkungan penyimpanan misal

(41)

dalam gel (Wathoni et al. 2009). Melalui uji lanjut Duncan, diketahui bahwa konsentrasi kitosan 0,25% dan 0,50% dengan 0,75% dan dengan 1% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap viskositas gel yang dihasilkan. Data dan hasil analsis statistik viskositas gel pada minggu 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.1.3.4Uji perubahan viskositas gel

Perubahan kekentalan gel merupakan indikator ketidakstabilan sediaan gel selama penyimpanan. Stabilitas fisik dilihat dari perubahan viskositas gel selama penyimpanan. Perubahan profil kekentalan setelah penyimpanan merupakan indikator ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan. Grafik hubungan antara

berbagai konsentrasi kitosan terhadap perubahan viskositas gel dapat dilihat pada

Gambar 7.

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh terhadap perubahan viskositas gel yang dihasilkan.

Secara kuantitatif, besar efek perbedaan konsentrasi kitosan (0,25%, 0,50%, 0,75%, 1%) terhadap perubahan viskositas gel secara berturut-turut yaitu sebesar 5,26%, 6,67%, 6,78%, dan 7,81%. Pada konsentrasi kitosan yang lebih tinggi respon perubahan viskositas gel mengalami peningkatan. Sebaliknya, pada

konsentrasi kitosan yang lebih rendah respon perubahan viskositas mengalami

penurunan.

(42)

Besarnya perubahan viskositas dihitung dengan rumus:

Δη(%) : ηt - η0 η0

Ket :

ηt : Nilai viskositas minggu ke-1 η0 : Nilai viskositas minggu ke-2

Perubahan viskositas sediaan gel merupakan indikator ketidakstabilan

sediaan selama penyimpanan. Perubahan viskositas sediaan dari waktu ke waktu perlu menjadi perhatian utama, karena viskositas merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi stabilitas dan karakteristik sediaan (Anggraeni 2008). Faktor dominan yang bertanggung jawab dalam perubahan viskositas selama penyimpanan antara lain bahan yang dapat meningkatkan viskositas atau interaksi bahan tersebut dengan sistem dispersi (Zats et al. 1996). Semakin tinggi konsentrasi kitosan, maka perubahan viskositas akan semakin meningkat atau tidak stabil dan sebaliknya, semakin rendah konsentrasi kitosan maka perubahan viskositas gel akan semakin menurun atau stabil (Dwiastuti 2010). Data dan hasil perhitungan perubahan viskositas gel dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.1.3.5Uji kimia (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penting pada produk kosmetika, karena pH dapat mempengaruhi daya absorpsi pada kulit. Secara

umum produk kosmetika yang baik memiliki pH yang berkisar antara 4-10 (SNI 06-4085-1996). Jika pH sediaan gel berada diluar rentang nilai tersebut,

dikhawatirkan akan menyebabkan kulit menjadi bersisik (Anggraeni 2008). Hasil pengukuran pH terhadap gel pembersih tangan pada berbagai perlakuan konsentrasi kitosan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil pengujian tingkat keasaman Konsentrasi kitosan Nilai pH

Kitosan 0,25% 4,17

Kitosan 0,50% 4,50

Kitosan 0,75% 4,66

(43)

Hasil pengujian terhadap pH gel pembersih tangan yang telah dibuat menunjukkan bahwa produk gel pembersih tangan cenderung memiliki pH asam. Hal ini karena bahan dasar penyusun gel pembersih tangan yang dihasilkan adalah kitosan yang bersifat asam karena dilarutkan menggunakan asam asetat. Selain itu untuk mendapatkan gel pembersih tangan yang pH nya mendekati netral perlu dilakukan pengenceraan kitosan pada berbagai konsentrasi dengan menggunakan aquades. Menurut Gandasasmita (2009), untuk mendapatkan produk kosmetik yang pH nya mendekati netral diperlukan penambahan bahan sintetis misal asam sitrat, asam miristat dan asam borat. Pada penelitian ini hal tersebut tidak dilakukan karena dikhawatirkan penambahan bahan kimia sintetis dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

4.2 Penelitian Tahap Kedua

Tahap penelitian kedua berupa uji efektivitas daya antiseptik dari sediaan gel kitosan dan dibandingkan daya antiseptiknya dengan daya antiseptik sediaan gel komersil (sedian gel antiseptik tangan dengan bahan aktif etanol dan triklosan).

4.2.1 Uji efektivitas daya antiseptik gel melalui uji replika

Hasil uji efektivitas sediaan gel kitosan dengan menggunakan metode replika menunjukkan bahwa sediaan gel kitosan dapat menurunkan jumlah flora normal kulit. Semakin meningkatnya kadar kitosan maka jumlah koloni akan semakin menurun dan pada kadar kitosan 0,75% menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media. Hasil uji efektivitas daya antiseptik sediaan gel pada berbagai perlakuan konsentrasi kitosan dapat dilihat pada Lampiran 7. Uji statistik dilakukan terhadap jumlah koloni yang tumbuh dari uji daya antiseptik dengan metode replika. Dari hasil uji statistik Anava diketahui bahwa F hitung > F tabel, yang menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna dari daya antiseptik sediaan gel dengan perbedaan konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini.

(44)

HSD menunjukkan bahwa kadar ekstrak kitosan 0,25% tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kadar 0,50%, akan tetapi pada kadar tersebut mampu mengurangi jumlah koloni sampai 50%. Daya antiseptik sediaan gel pembersih tangan dari kitosan dengan konsentrasi 0,50% mulai menunjukkan kemampuan menurunkan jumlah mikroorganisme sampai dibawah 50%. Sedangkan sediaan dengan konsentrasi 0,75% dan 1% mampu menghilangkan semua

(45)

koloni mikroorganisme hingga 100% dan setara dengan kemampuan sediaan gel komersil. Hasil analisis statistik terhadap interaksi antara konsentrasi kitosan dalam sediaan gel dengan selang waktu pengambilan sampel (0, 0,5, 1 jam) menunjukkan bahwa interakasi antara konsentrasi dan waktu pengambilan sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap jumlah koloni mikroorganisme yang dihasilkan.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri yang tumbuh mengalami penurunan seiring dengan perbedaan selang waktu pengambilan sampel. Pada berbagai konsentrasi kitosan, jumlah koloni bakteri pada jam ke-0 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada jam ke-1. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan selang waktu pengambilan sampel memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah koloni bakteri yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 1), jumlah koloni bakteri yang dihasilkan pada jam ke-1 yang didapatkan dari semua perlakuan konsentrasi sediaan gel pembersih tangan berhasil menurunkan jumlah koloni bakteri lebih dari 50%. Sedangkan pada konsentrasi ekstrak kitosan 0,75% dan 1%, pada jam ke-1 terbukti berhasil menurunkan jumlah bakteri hingga 100%. Sediaan gel ekstrak kitosan dengan konsentrasi 0,25% dan 0,50% memiliki kemampuan efektivitas antiseptik yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan sediaan

(46)

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kitosan terbukti memiliki kemampuan sebagai bahan antibakteri sehingga dapat diaplikasikan sebagai sediaan gel pembersih tangan (hand sanitizer). Konsentrasi kitosan yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli adalah sebesar 0,75% dan 0,50% dengan luas zona hambat yang dihasilkan sebesar 13 mm dan 11 mm. Hasil pengujian karakteristik formulasi terbaik gel pembersih tangan dengan modifikasi penambahan CMC (Karboksil metil selulosa) sebagai pengental yaitu daya sebar gel sebesar 4,2 cm, viskositas sebesar 27 cP, pergeseran viskositas sebesar 6,78 %, dan pH sebesar 4,66. Pengujian kemampuan efektivitas sediaan gel ekstrak kitosan dengan menggunakan metode Replika menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kadar konsentrasi kitosan menyebabkan jumlah koloni bakteri akan semakin menurun. Sediaan gel pembersih tangan dengan konsentrasi kitosan 0,75% memiliki karakteristik dan nilai efektivitas kemampuan antibakteri terbaik dibandingkan dengan formulasi sediaan gel yang lain.

5.2 Saran

Penelitian mengenai gel pembersih tangan dari kitosan merupakan penelitian tahap awal pada produk baru sehingga dibutuhkan beberapa penyempurnaan atau penelitian lanjutan terhadap produk ini seperti penelitian lanjutan tentang umur simpan sediaan gel pembersih tangan yang dihasilkan dan pembuatan sediaan gel dengan menambahkan bahan-bahan alami yang bersifat

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Angka SL, Suhartono MT. 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut : Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Anggraeni CA. 2008. Pengaruh Bentuk Sediaan Gel dan Salep Terhadap Penetrasi

Aminofilin Sebagai Antiselulit Secara In vitro Menggunakan Sel Difusi Franz [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UI.

AOAC 1995. Official Methode of Analysis of Analytical Chemist. AOAC International. UK. Editor Cunniff PA. Elsevier Science Ltd.

Balley JE, Ollis DF. (1977), Biochemical Engineering Fundamental, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd. Tokyo.

Block S. 2001. Disinfection, Sterilization and Preservation. 4th. Edition. Williams and Wilkins. P.

Boddu VM, Smith ED. 1999. A Composite Chitosan Biosorbent for Adsorption of Heavymetal from Waste Waters. Champaign. US Army Eng Research and Developpment Center.

BSN Medical. 2009. Bakteri luka yang umum di temukan dalam luka terinfeksi. http://www.cutimed-sorbact.com/Indonesia/start.html. (20 Desember 2011).

Domsay TM, Robert. 1985. Evaluation of Infra Red Spectroscopic Techniques for analyzing Chitosan. Macromol Chem 186, 1671

Dwiastuti R. 2010. Pengaruh penambahan cmc (carboxymethyl cellulose) sebagai

gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel

sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (Camellia sinensis L). Jurnal Penelitian, Vol.13, No.2

Entjang I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. hal 88-89.

Fajrina IH, Djamaludin AM, Habibie MS, Haratanti, Sari RF. 2008. Potensi kitosan sebagai bahan antibakteri. Laporan Akhir PKM, Institut Pertanian Bogor.

Gandasasmita HDP. 2009. Pemanfaatan kitosan dan karagenan pada produk sabun cair [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Herliana P. 2010. Potensi Khitosan Sebagai Anti Bakteri Penyebab Periodontitis. Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi, Vol (1). Hirano S. 1989. Production and Application of Chitin and Chitosan in Japan. In

(48)

Hong KN, Young NA, Ho PS, Lee, Meyer SP. 2002. Antibacterial activity of chitosan oligomers with different molecular weughts. Internat J. Food Microbial. 74:65-72.

Islam M, Masumb S, Mahbuba KR, Haque Z. 2011. Antibacterial Activity of Crab-Chitosan against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Journal of Advanced Scientific Research, 2(4): 63-66.

Kaban J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Kimia FMIPA USU Medan. Kencana A. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot

molekul kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Knorr D. 1982. Functional Properties Chitin and Chitosan. Journal of Food Science. 47. 593-595.

Kumar RMNV. 2000. Chitin and Chitosan Fibries an Overview on Chitin and Chitosan application. Reactive and Fanet Polym.

Lesbani A, Yusuf S, Melviana MRA. 2011. Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting (Scylla Serrata). Jurnal Penelitian Sains, Vol:14, No: 3 (C) 14307

Liu J. 2003. Preparation and Characteritation of Chitosan Cu II Affinity Membrane for Area Adsorption. J. of Applied Polymer Science. 9. 1508- 1112.

Meidina, Sugiyono, Jenie, MT Suhartono. 2006. Aktivitas Antibakteri Oligomer Kitosan yang Diproduksi menggunakan Kitonase dari Isolat B. licheniformis MB-2 [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Muzzarelli RAA, Peter MG. 1977. Chitosan Handbook. European Chitin Society. Nadrajah K. 2005. Development and characterization of antimicrobial edible films

from crawfish chitosan [thesis]. Peradeniya: The Departement of Food Science. University of Paradeniya.

Ornum JU. 1992. Shrimp Waste Must It Be Wasted. Infofish. 6 : 48-51. Plezar MJ, Chan, ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press. Protan Lab. 1987. Cation Polymer for Recovery Valuable by Products from

Processing Waste. Burgess.

Retnosari, Dewi Isadiartuti, 2006. Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.). Majalah Farmasi Indonesia, 17(4), 163-169

Sahidi F, Arachi JKV, Yon JJ. 1999. Food Aplication of Chitin and Chitosan.in Food Science and Technology.10.,37-5

Sari Y. 2008. Pengaruh Pemberian Biodek terhadap Kualitas Limbah Cair Tahu. Universitas Lambung Mangkurat

(49)

Simpson BK 1997. Utilazation of Chitosan for Preservation of Raw Shrimp. Dalam Foof Biotechnology II. 25-44

Sugita P, SjahrizaA, Rachmanita. 2007. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-karboksilmetilselulosa. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia 437-443.

Suhartono, MT. 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan, Kitooligosakarida. Foodreview 1 No. 6: 30 – 33.

Suptijah P. 2009. Nanokalsium Hewani dari Perairan. Di dalam: Buklet 101 Inovation. Penerbit: BIC Kementrian Ristek.

Suptijah P. 2006. Deskripsi Karakterisasi Fungsional dan Aplikasi Kitin dan Kitosan. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor: Departemen Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992. PengaruhBerbagai Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan Penelitian Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Tang ZX, Shi L, Qian J. 2007. Neutral Lipase from Aqueous Solutions on Chitosan Nano Particles. Journal Biochemical Engineering. 34: 217-223. Todar K. 1997. The Control of Microbial Growth. Wisconsin: University of

Wisconson.

Wathoni N, Soebagio B, Rachim AM. 2009. Formulasi Gel Antioksidan Kitosan dengan Menggunakan Basis Aqupec 505 HV. Farmaka, Vol:7, No:3.

Wulandari N. 2008. Uji antibakteri kitosan dari kulit udang windu (penaeus monodon) dengan metode difusi cakram kertas [skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro. Zats JL, Berry JJ, Alderman DA. 1996. Viscosity-Imparting Agents in Disperse

(50)
(51)

Lampiran 1 Hasil analisis statistik daya antiseptik gel melalui uji replika

(I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

(52)

Lampiran 2 Hasil analisis statistik daya sebar sediaan gel kitosan

Tests of Between-Subjects Effects

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 5.130a 3 1.710 57.000 .000

Intercept 227.070 1 227.070 7.569E3 .000

L 5.130 3 1.710 57.000 .000

Error .240 8 .030

Total 232.440 12

Corrected Total 5.370 11

a. R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,939)

Multiple Comparisons

(I) L (J) L

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

LSD 0.25 0.5 .6000* .14142 .003 .2739 .9261

0.75 1.0000* .14142 .000 .6739 1.3261

1 1.8000* .14142 .000 1.4739 2.1261

0.5 0.25 -.6000* .14142 .003 -.9261 -.2739

0.75 .4000* .14142 .022 .0739 .7261

1 1.2000* .14142 .000 .8739 1.5261

0.75 0.25 -1.0000* .14142 .000 -1.3261 -.6739

0.5 -.4000* .14142 .022 -.7261 -.0739

1 .8000* .14142 .000 .4739 1.1261

1 0.25 -1.8000* .14142 .000 -2.1261 -1.4739

0.5 -1.2000* .14142 .000 -1.5261 -.8739

(53)

Hasil uji lanjut Duncan daya sebar gel

Lampiran 3 Hasil analisis statistik viskositas gel kitosan

Minggu 1

Corrected Total 1084.000 11

(54)

1 -17.0000* .45644 .000 -18.0525 -15.9475

0.75 0.25 20.0000* .45644 .000 18.9475 21.0525

0.5 14.5000* .45644 .000 13.4475 15.5525

1 -2.5000* .45644 .001 -3.5525 -1.4475

1 0.25 22.5000* .45644 .000 21.4475 23.5525

0.5 17.0000* .45644 .000 15.9475 18.0525

0.75 2.5000* .45644 .001 1.4475 3.5525

Hasil uji lanjut Duncan viskositas gel minggu 1 viskositas

L N

Subset

1 2 3 4

Duncana 0.25 3 9.5000

0.5 3 15.0000

0.75 3 29.5000

1 3 32.0000

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Minggu 2

Tests of Between-Subjects Effects

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 871.500a 3 290.500 2.324E3 .000

Intercept 4800.000 1 4800.000 3.840E4 .000

L 871.500 3 290.500 2.324E3 .000

Error 1.000 8 .125

Total 5672.500 12

Corrected Total 872.500 11

(55)

Multiple Comparisons

(I) L (J) L

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

LSD 0.25 0.5 -5.5000* .28868 .000 -6.1657 -4.8343

0.75 -18.0000* .28868 .000 -18.6657 -17.3343

1 -20.5000* .28868 .000 -21.1657 -19.8343

0.5 0.25 5.5000* .28868 .000 4.8343 6.1657

0.75 -12.5000* .28868 .000 -13.1657 -11.8343

1 -15.0000* .28868 .000 -15.6657 -14.3343

0.75 0.25 18.0000* .28868 .000 17.3343 18.6657

0.5 12.5000* .28868 .000 11.8343 13.1657

1 -2.5000* .28868 .000 -3.1657 -1.8343

1 0.25 20.5000* .28868 .000 19.8343 21.1657

0.5 15.0000* .28868 .000 14.3343 15.6657

0.75 2.5000* .28868 .000 1.8343 3.1657

Hasil uji lanjut Duncan viskositas gel minggu 2 viskositas

L N

Subset

1 2 3 4

Duncana 0.25 3 9.0000

0.5 3 14.5000

0.75 3 27.0000

1 3 29.5000

(56)

Lampiran 4 Hasil perhitungan uji perubahan viskositas gel kitosan

Lampiran 5 Hasil analisis proksimat a. Kadar air

C = bobot cawan + sampel setelah dioven (g)

Gambar

Grafik hubungan antara penambahan CMC pada berbagai
Gambar 2 Prosedur produksi Hand chitosanitizer
Gambar 4 Spektrum FTIR kitosan.
Gambar 5 Grafik hubungan berbagai konsentrasi kitosan terhadap     daya sebar gel
+4

Referensi

Dokumen terkait

ceramah sebab “metode ceramah adalah metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan”. Guru cenderung memegang kendali proses pembelajaran secara aktif dalam metode

1) Metode Ultimate Cycle : Parameter-parameter PID yang ditentukan menggunakan Tabel 1 menggunakan metode Ultimate Cycle disajikan pada Tabel 4. Adapun tanggapan

Pada arus permukaan yang terjadi di Indonesia paa bulan tertentu di pengaruhi oleh angin muson yang pergerakan dari januari itu menuju kebarat, namun pada bulan

Pertimbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat paling terdekat dengan lokasi bank BRI Syariah kantor cabang pembantu Surade, masyarakat yang

Jenis-jenis makanan pokok (utama) yang diberikan kepada merak hijau jawa di Taman Burung TMII ada 2 (dua) jenis, yaitu pakan kering dan pakan segar/basah (Gambar 3 : a

(8) Dalam hal pengelolaan Eks Tanah Bengkok diluar sewa garapan yaitu apabila dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan Pemerintah dan / atau Negara akan diatur

Seluruh dosen, baik bapak maupun ibu yang pernah mengajar dan memberikan ilmu kepada penulis ketika masih mengikuti perkuliahan selama ini, sehingga penulis

Suatu organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai. Pencapaian tujuan tersebut membutuhkan pendayagunaan berbagai sumber daya khususnya sumber daya manusia. Usaha