• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

`BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) merupakan satwa tropis yang keberadaannya dikhawatirkan mulai punah akibat adanya perburuan liar di alam, pertambahan penduduk yang cepat, pola perladangan yang berpindah-pindah dan kegiatan manusia lainnya yang dapat merusak habitat rusa timor untuk berbagai kepentingan. Status konservasi rusa timor di Indonesia berdasarkan

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources-The Red List of Threathened Species termasuk kategori low concern, kemudian pada tahun 2008 hingga 2012 meningkat menjadi vulnerable (rawan), yaitu mengalami resiko kepunahan yang tinggi di alam dalam waktu dekat (IUCN 2012). Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 menetapkan semua jenis rusa di Indonesia berada dalam status dilindungi (Semiadi dan Nugraha2004).

Rusa merupakan salah satu penghasil sumber protein hewani yang potensial dan rendah kolesterol. Kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan diupayakan dengan berbagai macam kegiatan pengelolaan satwaliar seperti penangkaran. Upaya pelestarian dan pemanfaatan jenis rusa yang dikembangbiakkan di penangkaran, semua kebutuhannya harus dipenuhi terutama pakan, karena pakan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan, kesehatan, reproduksi dan produksi (Garsetiasih et al. 2000).

Penangkaran rusa perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengembangbiakkan dan melindungi kelestariannya dengan teknik–teknik pemeliharaan yang telah dihasilkan. Penangkaran rusa berfungsi juga untuk memperbanyak populasi dan melepaskan kembali ke alam untuk menjaga kelestariannya (Takandjandji 1988).

Pakan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada satwa dengan unsur nutrisi untuk memenuhi kebutuhan seperti air, protein, lemak, mineral dan vitamin (Semiadi dan Nugraha 2004). Populasi rusa timor yang semakin berkurang di

(2)

alternatif penting untuk mempertahankan populasi, membantu pertumbuhan dan reproduksi.

Rusa merupakan satwa herbivore dengan pakan utama hijauan namun, nilai gizi yang terkandung dalam hijauan seperti protein dan energi, relatif rendah sehingga perlu ditambahkan pakan tambahan untuk mencukupi kebutuhan gizi (Garsetiasih 2007). Upaya peningkatan kemampuan produksi rusa timor dapat dilakukan dengan memberikan pakan tambahan untuk membantu pertumbuhannya sehingga meningkatkan kecepatan pertambahan bobot badan dan ukuran morfometrik.

Kandungan protein dan karbohidrat dalam tanaman sorgum memiliki potensi sebagai pakan tambahan untuk meningkatkan bobot badan satwa. Jenis hijauan yang selama ini diberikan pada rusa timor di Hutan Penelitian (HP) Dramaga yaitu rumput liar yang diambil dari sekitar kawasan. Selain itu, terdapat beberapa jenis hijauan yang diberikan untuk perlakuan reproduksi rusa diantaranya hanjeli, sulanjana, gewor, alang-alang, kaliandra, sorgum, padian, kawatan, sauhan, cacabean, paitan, aawian, hopea, kacangan, setaria dan mikania (Setio et al. 2011). Selain itu, diberikan juga rumput gajah, setaria dan pakan konsentrat berupa dedak padi dan ubi jalar.

(3)

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian pengaruh pemberian tanaman sorgum (Sorghum bicolor

L) terhadap pertumbuhan rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) adalah untuk :

1. Mengkaji konsumsi, bobot badan dan konversi pakan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

2. Mengkaji ukuran morfometrik pertumbuhan rusa timor dengan pemberian tanaman sorgum

3. Mengkaji perilaku makan rusa timor dan pemilihan pakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

1.2Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah:

1. Dapat dijadikan sebagai saran atau masukan bagi pihak pengelola dalam peningkatan pertumbuhan rusa timor dengan menggunakan tanaman sorgum sebagai pakan tambahan selama masa pertumbuhan sehingga produksi rusa dapat meningkat.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rusa Timor 2.1.1 Klasifikasi

Rusa timor merupakan satwa yang dilindungi karena terjadi penurunan populasi sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Secara umum klasifikasi rusa timor (Rusa timorensis) menurut Schroder (1976) dan red list IUCN (2012) adalah sebagai berikut:

 Filum : Chordata  Subfilum : Vertebrata  Kelas : Mamalia  Ordo : Artiodactyla  Sub ordo : Ruminansia  Family : Cervinae  Genus : Cervus

 Species : Cervus/Rusa timorensis de Blainville, 1822 2.1.2 Morfologi

Rusa timor memiliki warna rambut coklat kemerahan, hidup berkelompok dan mempunyai daerah teritorial. Rusa jantan memiliki rambut yang berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap dan kasar serta mempunyai ranggah. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antara 1,95 – 2,10 m, tinggi badan 1,00 – 1,10 m. Ranggah tumbuh pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan (Schroder 1976).

(5)

Gambar 1 Morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga.

2.2 Ekologi Rusa Timor 2.2.1 Penyebaran

Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan rusa tropis kedua terbesar setelah rusa sambar (Rusa unicolor). Pada masa penjajahan Belanda, rusa timor banyak tersebar ke Pulau Papua dan pulau kecil lainnya di sekitar Indonesia bagian Timur serta pengiriman ke luar negeri seperti ke negara Australia, Brasil, Kep. Komoro di Afrika, Madagaskar, Selandia baru, Mauritus, Kaledonia baru, Papua New Guinea, Malaysia dan Thailand (Semiadi dan Nugraha 2004). Di Nusa Tenggara Timur penyebaran rusa timor banyak terdapat pada Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Semau, Pulau Kambing, Pulau Alor dan Pulau Pantar.

2.2.2 Habitat

Habitat merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan satwa. Pada umumnya rusa dapat bertahan hidup di beberapa tipe vegetasi seperti savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang tidak terlalu rapat untuk tempat bernaung (istirahat), kawin dan menghindarkan diri dari predator. Secara alami habitat rusa berada di hutan sampai ketinggian 2.600 m dpl dengan padang rumput yang tersedia sebagai pakan (Garsetiasih dan Takandjandji 2007). 2.2.3 Pakan

(6)

rusa akan meninggalkannya dan beralih ke hijauan yang lain (Priyono 1997). Ketersediaan hijauan sangat erat hubungannya dengan habitat sehingga diperlukan upaya penanganan pakan hijauan di penangkaran (Garsetiasih dan Takandjandji 2007). Menurut Takandjandji (2004) jenis-jenis pakan yang disukai oleh rusa umumnya terdiri dari jenis rumput poaceae dan leguminosae.

Semiadi dan Nugraha (2004) mengemukakan bahwa selain mengkonsumsi hijauan, rusa cenderung menyukai keragaman pakan non rumput seperti konsentrat (dedak dan ubi), buah–buahan, sayuran atau limbah pertanian yang mudah diperoleh. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang cukup bagi rusa timor di penangkaran tidaklah mudah karena semua zat-zat nutrisi harus dalam keadaan seimbang. Secara umum, sulit untuk memformulasikan jenis pakan yang baik bagi rusa sebab informasi tentang kualitas pakan masih terbatas dan data tentang konsumsi kecernaan dari berbagai bahan pakan juga masih terbatas sehingga sulit untuk memberi rekomendasi yang tepat (Latupeirissa dan Matitaputty 2005). 2.2.4 Pertumbuhan

Basuni (1987) mengemukakan bahwa rusa merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi mengingat ukuran tubuhnya cukup besar, produksi dagingnya tinggi, kemampuan adaptasi dan berkembangbiak juga tinggi. Selain itu, satwa ini juga sangat responsif terhadap perbaikan nutrisi. Firmansyah (2007) menyatakan bahwa rusa yang berada di alam menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan, mencari shelter dan tempat minum (ingestive). Aktivitas ini lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari satwa ini istirahat (Masy’ud et al. 2007), sama halnya dengan rusa di penangkaran yang telah mampu beradaptasi dan terbiasa dengan kondisi yang diatur. Pakan bagi satwa ini harus disediakan secara kontinyu untuk memenuhi nutrisi bagi pertumbuhannya.

(7)

fisiologis, pertumbuhan rusa timor dapat dilihat dari tulang-tulang yang membentuk rongga pinggul melebar (Takandjandji et al. 1998).

2.3 Penangkaran Rusa Timor

Penangkaran satwaliar merupakan salah satu program pelestarian dan pemanfaatan untuk tujuan konservasi, ekonomis, sosial budaya dan ilmu pengetahuan dengan tetap mempertahankan kelestarian populasi dan kemurnian jenis (Basuni 1987). Penangkaran ex-situ dibangun dengan memperhatikan aspek-aspek habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), berada pada tempat yang tenang, aman dari gangguan predator, mudah dicapai baik pada musim hujan maupun kemarau, tersedia air sepanjang tahun dan permukaan tanah yang tidak berbatu, di sekitarnya terdapat lapangan rerumputan untuk mempermudah penyediaan pakan selain dari kebun pakan, topografi rata sampai bergelombang ringan, luas lahan minimal 0,5 ha atau sesuai kebutuhan serta tersedianya pohon-pohon peneduh atau semak-semak (Garsetiasih dan Takandjandji2007).

2.4 Tanaman Sorgum 2.4.1 Klasifikasi

Sorgum merupakan tanaman budidaya yang dapat dikembangkan di daerah-daerah lahan kering yang berpotensi tinggi akan protein dan karbohidrat setelah jagung, padi, dan gandum. Tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai penganekaragaman pangan, pakan dan industri (Prabowo et al. 1999). Secara umum klasifikasi sorgum menurut Suci (1992), Felicia (2006), Wiratma (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Divisi : Magniliophyta Superdivisi : Spemartophyta Class : Monocotyledon Family : Poaceae

(8)

Spesies : Sorghum bicolor(L), Andropogon sorghum (L), Holchus sorghum (L), Sorghum vulgare(L)

Nama daerah yang biasa disebut : Cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di daerah Jawa Barat, batara tojeng di daerah Sulawesi Selatan.

2.4.2 Morfologi

Umumnya biji sorgum berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2,5 x 3,5 mm (Wiratma 2010) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit luar sebanyak 8 persen, lembaga 10 persen dan daging biji (endosperm) 82 persen. Kulit terdiri dari epikarp, mesokarp dan endocarp. Epikarp mengandung zat pigmen dan sebagian zat pigmen dapat masuk ke dalam daging biji. Mesokarp adalah lapisan kulit biji paling tebal, mengandung granula pati kecil berbentuk polygonal. Endokarp terdiri dari sel-sel melintang berbentuk tabung panjang 200 mikro dan lebarnya 5 mikro. Salah satu fungsi endocarp untuk mengangkut air (Suci 1992). Batang sorgum beruas-ruas mirip tebu, namun berukuran lebih kecil dengan diameter 2 cm dan tinggi tanaman bisa mencapai 2,5 m. Daun sorgum berbentuk pita mirip dengan daun jagung maupun tebu. Malai tumbuh pada ujung tanaman seperti halnya padi (FKA 2008). Secara morfologis sorgum dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(9)

Untuk lebih jelasnya struktur penampang membujur sorgum disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Penampang membujur sorgum (Sumber : Laimeheriwa 1990).

Laimeheriwa (1990) mengemukakan berat biji sorgum bervariasi antara 8-50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi menjadi: 1. sorgum biji kecil (8-10 mg)

2. sorgum biji sedang (12-24 mg) 3. sorgum biji besar (25-35 mg).

Biji sorgum tergolong jenis kariopsis (caryopsis) dengan seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Di bawah endocarp terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperm dan mengandung pigmen. Endosperm terdiri dari lapisan aleuron yang mengandung banyak mineral dan vitamin B. Selain lapisan aleuron, endosperm dilengkapi dengan peripheral corneous, dan zona floury. Scutellum merupakan jaringan penyimpan yang kaya akan lemak, protein, enzim, dan mineral (Felicia 2006).

Warna kulit biji sorgum bervariasi mulai dari putih, merah dan coklat keunguan. Warna ini disebabkan oleh adanya pigmen yang terletak di epikarp berwarna putih, kuning, jingga dan merah. Tanaman sorgum lebih tahan kekeringan dibandingkan jagung karena mempunyai akar serabut terletak agak dalam di bawah tanah yaitu mencapai kedalaman 1,3 sampai 1,8 m, panjangnya mencapai 10,8 m. Selain akar seperti di atas tanaman tersebut juga mempunyai daun berlapis lilin, berguna untuk mengurangi penguapan air (Wright 1993 dalam

(10)

2.4.3 Kandungan gizi

Kandungan nilai gizi sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman serelia lainnya. Komposisi kimia biji sorgum sangat beragam, tetapi secara umum adalah protein total 9,5 %, serat kasar 2,3 %, abu 2,3 %, karbohidrat 68 %, kalcium 0,11 %, methionin ditambah cystin 0,35 %, dan lysiin 0,22 % (Wright 1993 dalam

Suarni dan Singgih 2002).

Yayuk et al. (1990) mengemukakan kandungan protein, lemak dan P pada tanaman sorgum melebihi tanaman pangan lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan bahan pangan lainnya

Komoditas Kandungan nutrisi

Kal(gram) Lemak

(gram) Protein (gram) Karbohidrat (gram) Ca (mg) P (mg) Fe (mg)

Sorgum 332 3,3 11,0 73 28 287 4,4

Beras 336 0,7 7,0 79 6 147 0,8

Jagung 361 4,5 9,0 72 9 380 4,6

Kentang 83 0,1 2,0 19 11 56 0,7

Ubi kayu 157 0,3 1,2 35 33 40 0,7

Ubi jalar 123 0,7 1,8 28 30 49 0,7

Terigu 365 1,3 8,9 77 16 106 1,2

Sumber : Yayuk et al. (1990)

Suci (1992) mengemukakan bahwa protein dalam biji sorgum dapat dibagi menjadi 2 golongan pokok, yaitu protein dalam lembaga dan protein dalam endosperm. Kandungan protein lembaga lebih tinggi dibandingkan kandungan protein dalam endosperm. Protein inilah yang dapat mendukung pertumbuhan satwa yang ditandai dengan pertambahan bobot badan, pertumbuhan morfometrik tubuh dan keaktifan bergerak.

2.4.4 Penyebaran di Indonesia

Prabowo et al. (1999) menyebutkan bahwa tanaman sorgum telah lama dikenal dan ditanam di NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kabupaten Demak merupakan penghasil sorgum di Pulau Jawa dan pada tahun 1994 luas panen mencapai 9.405 hektar dengan hasil 3,5 ton/ha. Kenaikan luas per tanaman sorgum di Kabupaten Demak selama pelita V sebesar 16,7 % menempati urutan kedua setelah jagung.

(11)

Sorgum dapat menghasilkan biji dengan baik pada musim kemarau dan tumbuh optimum pada suhu 23oc sampai 300c dengan kelembaban 20 sampai 40 % serta tumbuh di daerah tropis dan sub tropis sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut.

Tanaman sorgum dikenalkan oleh Negara Belanda pada tahun 1925 di Indonesia, meskipun sudah masuk ke Indonesia sejak jaman pemerintah kolonial, namun sorgum baru mulai berkembang baik sekitar tahun 1970-an yang disebabkan ketika tahun 1960-an Indonesia kekurangan pangan (beras), maka pemerintah mulai agak serius mengembangkan komoditas ini. Hasilnya baru terlihat sekitar tahun 1970-an, dengan varietas berwarna coklat dan putih. Dengan semakin baiknya perekonomian Indonesia setelah tahun 1970-an, maka komoditas sorgum kembali dilupakan. Budidayanya hanya dilakukan oleh masyarakat secara terbatas untuk kebutuhan sendiri. Sorgum dikenal dengan nama cantel, otek dan jagung cantrik di Pulau Jawa. Pemanfaatan jenis sorgum mulai muncul kembali dari perdagangan pakan burung perkutut (FKA 2008). Untuk penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2 Penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia

Propinsi Daerah penghasil

Jawa Barat Indramayu, Cirebon, Kuningan, Ciamis, Garut, Cianjur, dan

Sukabumi

Jawa Tengah Tegal, Kebumen, Kendal, Demak, Grobogan, Boyolali dan Wonogiri

DI Yogyakarta Kulon Progo, Sleman, Bantul dan Gunung Kidul

Jawa Timur Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang,

Sumenep, Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang

NTB Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu dan Bima

NTT Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores

Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Utara, Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan dan Rote Ndao

Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian (2007)

2.4.5 Produksi

(12)

berpotensi menggantikan terigu sebagai bahan perekat (lem) sementara batang dan daunnya dijadikan sebagai pakan ternak. Produktivitas sorgum rata-rata ditingkat petani hanya sekitar 1 ton per hektar per musim tanam (FKA 2008). Dengan pola pengembangan sorgum untuk keperluan substitusi gandum maupun industri minuman serta untuk pakan satwa, maka usaha petani akan terus berkepanjangan. Produktivitas sorgum di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas sorgum di Indonesia

Tempat Luas tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas

(ha/tahun)

Jawa Tengah 15,31 17,35 1,13

Jawa Timur 5,97 10,52 1,76

DI Yogyakarta 1,8 67,0 0,37

NTB 30 54 1,80

NTT 26 39 1,50

Sumber : Sirappa (2003)

2.5 Perilaku Makan

Perilaku makan merupakan sifat appentites yang lebih bervariasi dan harus melalui proses belajar serta adaptasi terhadap lingkungan baru tergantung pada lamanya makan atau frekuensi makannya setiap hari (Suratmo 1979) dalam

Wardani (2002). Menurut Craig (1981) dalam Wardani (2002), perilaku makan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, efek musim, kesehatan, pengalaman baru dan belajar. Pola makan juga merupakan perilaku yang sering kali dipengaruhi oleh macam dan modifikasi banyak faktor. Rusa pada umumnya mempunyai pola ruminansia atau memamah biak. Setelah makan, satwa tersebut sering kali berbaring, mengunyah dan memamah biak. Lambung terdiri dari beberapa bagian yang dapat membantu memisahkan makanan yang kasar dan yang halus. Ismail (2011) menambahkan cara merumput rusa yaitu dengan melilitkan rumput pada lidah di mulutnya, kemudian menyentakkan kepalanya ke depan sehingga rumput terpotong oleh gigi seri bawah.

(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga-Bogor yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Penelitian dilaksanakan selama 64 hari mulai bulan April hingga Juni 2012. Penelitian dibagi dalam empat periode dan setiap periode terdiri dari 4 hari masa penyesuaian (preliminary) dan 12 hari pengumpulan data (collecting data) sehingga masing-masing periode membutuhkan waktu selama 16 hari. Penelitian dilakukan menggunakan kandang individu dengan ukuran (2x2x1,5) m (Gambar 4).

Gambar 4 Kandang individu untuk perlakuan.

3.2Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera, timbangan analitik kapasitas 5000 g dan 3000 g, timbangan digital XK-3190A7 Great Scale

kapasitas 50 kg, SPSS Statistics 15.0, Adobe photoshop CS3, Google skecth up 8,

thermohygrometer, meteran, bak plastik, parang, sapu lidi, tally sheet dan alat tulis menulis.

(14)

(Caliandra callothyrsus) sebagai pakan dasar serta sorgum (Sorghum bicolor) sebagai pakan tambahan. Hijauan ini diperoleh dari kebun pakan yang sebelumnya telah disediakan. Kandungan nutrisi pakan dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Penelitian menggunakan 4 petak kandang individual yang dilengkapi dengan tempat makan. Rusa ditempatkan dalam kandang individual dan pemberian perlakuan dilakukan secara acak (Tabel 4).

Tabel 4 Pengacakan kandang dan perlakuan

Periode Pengacakan kandang dan perlakuan

1, a 2, b 3, c 4, d

I A B C D

II B A D C

III C D A B

IV D C B A

Keterangan : A, B, C, D = Perlakuan 1, 2, 3, 4 = Nomor rusa a, b, c, d = Nama kandang

Jenis perlakuan yang diberikan diatur dalam formulasi :

A = Pakan dasar berupa rumput gajah (50 %) + kaliandra (50 %) B = Pakan dasar (85 %) + sorgum (15 %)

C = Pakan dasar (70 %) + sorgum (30 %) D = Pakan dasar (55 %) + sorgum (45 %)

Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan patokan yaitu 10 % x berat badan x 2 (Takandjandji 1995). Pemberian rumput dilakukan secara ad libitum

(15)

(a) (b)

Gambar 5 (a) Pakan kaliandra, sorgum dan rumput gajah yang telah dipotong menjadi 4-5 cm; (b) pakan yang siap diberikan pada rusa.

3.3 Jenis Data 3.3.1Data primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi: konsumsi pakan, konversi pakan, bobot badan, ukuran morfometrik, perilaku makan dan preferensi pakan.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder yang dikumpul meliputi kondisi penangkaran (luas areal dan suhu), pakan (jenis, sumber, pakan tambahan, frekuensi pemberian pakan) dan fasilitas penunjang penangkaran.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data primer

Metode pengumpulan data, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Parameter yang diamati dalam penelitian, adalah :

1. Konsumsi pakan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa setiap hari, pada setiap pengumpulan data tiap periode yang ditimbang dengan timbangan analitik berkapasitas 5000 g dan 3000 g,

(16)

jahit yang dibantu dengan kayu kecil sepanjang 1 m sebagai patokan ketelitian pengukuran.

Panjang badan, diukur dari tepi depan sendi bahu sampai dengan tepi belakang bungkul tulang rusuk. Tinggi pundak, diukur berdasarkan jarak tertinggi pundak dari permukaan tanah tegak lurus. Lingkar dada, diukur berdasarkan keliling dada tepat di belakang bahu (Gambar 6).

Gambar 6(a) Sketsa pengukuran panjang badan; (b) pengukuran tinggi pundak; (c) pengukuran lingkar dada.

A

B

(17)

3. Konversi pakan diperoleh dengan perbandingan antara rata-rata konsumsi bahan kering dan rata-rata pertambahan berat badan per satuan waktu, 4. Perilaku makan dan preferensi pakan diamati dengan pencatatan data

secara Time sampling yaitu mencatat jenis pakan yang dipilih pada tiap interval 30 menit setiap jam. Pengamatan dilakukan selama 9 jam tiap hari dari jam 07.30 WIB-17.00 WIB. Pengamatan perilaku makan dan preferensi pakan dilakukan selama 10 hari,

5. Pengukuran suhu kandang dilakukan dengan menggunakan thermometer yang dilakukan setiap hari pada pagi hari (pukul 08.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB) dan sore hari (pukul 17.00 WIB) dengan menggantungkan thermometer di dalam kandang.

6. Metode wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu wawancara kepada staff yang bertugas di penangkaran. Wawancara dilakukan secara mendalam dan berulang untuk memahami jawaban dari pertanyaan yang diajukan secara luwes, terbuka, tidak baku dan informal (Boyce et al.

2006). 3.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pustaka serta lembaga atau instansi yang berkaitan dengan penelitian, merupakan data awal yang dikumpulkan sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, yang berguna untuk menunjang keabsahan dan pendalaman dalam menganalisis data yang akan dilakukan.

3.5 Analisis Data

Data yang telah diperoleh, dianalisis dan disajikan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan perilaku makan rusa. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui:

a. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin 4 x 4 (Mattjik dan Jaya 2006), dengan model matematis sebagai berikut :

Y ijk = μ + αi + j + k + ∑ijk; dimana :

Y ijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-k dalam baris ke-i dan kolom ke-j

(18)

α-i = pengaruh rusa ke-i; 1-4

-j = pengaruh periode ke-j; 1-4 -k = pengaruh perlakuan ke-k; 1-4 ∑ ijk = kesalahan baku (error)

b. Konversi pakan dengan menggunakan rumus : ,

Keterangan : r kons BK = rata konsumsi bahan kering; r PBB = rata-rata pertambahan bobot badan,

c. Konsumsi bahan kering dengan menggunakan rumus : ,

Keterangan : KHS = Konsumsi hijauan segar, selisih antara jumlah hijauan yang diberikan dan jumlah hijauan yang tersisa ; BK = Bahan kering, d. Tabel ANOVA dihitung dengan menggunakan SPSS Statistic 15.0.

(19)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Lingkungan Fisik 4.1.1 Letak dan luas

Hutan Penelitian (HP) Dramaga terletak di Desa Setu Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 244 m di atas permukaan laut. Hutan Penelitian Dramaga pertama kali dibangun pada tahun 1956 seluas 57,75 ha oleh Balai Penyelidikan Kehutanan. Secara geografis lokasi ini terletak pada 60γγ’8’’-60γγ’γ5’’ LS dan 106044’50’’-1060105’19’’ BT. Hutan Penelitian Dramaga memiliki luas sekitar 57,75 ha dengan 10 % dari luasan tersebut (35,85 ha) digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) untuk perkantoran dan fasilitas kerja dan seluas 11,9 ha berfungsi sebagai areal penyangga. Di tepi Hutan Penelitian Dramaga terdapat danau atau telaga kecil yaitu Setu Gede dengan luasan 6 ha yang dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor dan merupakan salah satu tempat rekreasi warga Bogor (Gambar 7).

Gambar 7 Lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor. Sumber: Setio et al. (2011).

4.1.2 Topografi dan tanah

(20)

Dramaga termasuk latosol coklat kemerahan dengan bahan induk tufvolkan intermedier fisiografi vulkan. Pada bagian atasnya dan berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam. Tekstur tanahnya terdiri dari liat sampai berdebu halus, struktur gumpal sampai remah dan gembur. Batas lapisan umumnya baur, drainase sedang sampai baik dan air tanahnya dalam sekitar 8 – 12 m (Parisy et al.

1999). 4.1.3 Iklim

Parisy et al. (1999) mengemukakan bahwa Hutan Penelitian Dramaga menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1953) termasuk ke dalam tipe A dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 3.940 mm dan tidak memiliki bulan kering. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi Kelas I Dramaga tahun 2005-2007, suhu rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (26,230C) dan terendah pada bulan Februari (25,330C). Kelembaban tertinggi pada bulan Februari (89,33 %) dan terendah pada bulan September (77 %). Curah hujan tertinggi pada bulan Februari (364 mm) dan terendah pada bulan Agustus (71,5 mm) sedangkan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2383,5 mm.

4.1.4 Sarana dan prasarana

Takandjandji (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa sarana dan prasarana yang harus dipersiapkan dalam suatu penangkaran rusa diantaranya kandang, pagar, areal pengembangan pakan, tempat makan, tempat minum, jalan kontrol, saluran air dan gudang peralatan.

(21)

(a) (b)

(c)

Gambar 8 (a) Sarana dan prasarana penangkaran rusa timor di HP Dramaga; (b) kandang trenggiling; (c) danau Setu Gede.

4.1.5 Penangkaran rusa timor

(22)

Areal penangkaran diperuntukkan untuk kandang semi alami 5.0 Ha dan kebun penanaman pakan 2,0 Ha. Kebun pakan merupakan satu sarana yang sangat penting di dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan satwa sangat tergantung oleh pakan (Garsetiasih 2007). Kandang semi alami terdiri dari kandang individu, kandang jepit, lorong penggiringan, kandang pedok, kandang pembiakan dan kandang pembesaran. Selain itu, terdapat pula sarana prasarana pendukung penangkaran rusa yaitu pengolahan limbah, pos penjagaan, kantor pusat informasi dan gudang. Kandang individu merupakan kandang khusus yang berukuran (2x2x1,5) m berguna untuk rusa yang sedang sakit dan untuk perlakuan (keperluan penelitian). Limbah pakan maupun feses rusa dikumpulkan ke dalam bak limbah berukuran (2x2x1) m3 sebanyak 2 unit dan (4x2x1) m3 sebanyak 1 unit untuk dijadikan kompos yang bermanfaat bagi tanaman pakan rusa.

4.2 Lingkungan Biologi 4.2.1 Flora

Flora yang terdapat di HP Dramaga merupakan hasil introduksi sebanyak 130 jenis tumbuhan mencakup 88 marga dan 33 famili. Jenis tanaman asing terdiri dari jenis pohon berdaun jarum (Gymnospermae) tiga jenis dari marga pinus dan jenis daun lebar (Angiospermae) 39 jenis (34 marga, 18 famili) khusus marga khaya dan terminalia. Jenis pohon introduksi berasal dari negara beriklim tropis dan sub tropis. Jenis tanaman asli Indonesia terdiri dari marga Agathis, Pinus, Podocarpus, Shorea, Eugenia, Dipterocarpus dan Hopea.

Jenis tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan pohon pada HP Dramaga, terdiri dari jukut kakawatan (Cynodon dactylon), paku kawat (Lycopodium cernuum), kirinyuh (Eupatorium pallescens), paku areuy (Gleichenia linearis) dan harendong (Melastoma polyanthum). Dari koleksi yang ada terdapat beberapa jenis unggulan HP Dramaga diantaranya Hopea mengarawan, Khaya anthotheca, Shorea stenoptera dan Shorea pinanga (Parisy

et al. 1999). 4.2.2 Fauna

(23)

(Paradosurus hermaphroditus). Menurut Solihati (2007), jenis burung yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 29 jenis terdiri dari 21 suku, dua jenis diantaranya merupakan burung endemik Pulau Jawa yakni Spizaetus bartelsi dan

(24)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Nilai Gizi Pakan

Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi bruto (Tabel 5).

Tabel 5 Komposisi nutrisi pakan yang digunakan (%)

Kode BK Abu PK SK LK BETN Ca P EB (kkal)

Sorgum 14,81 1,52 1,99 6,32 0,54 4,43 0,11 0,05 628,00

Rumput Gajah

21,10 1,89 2,89 10,05 0,13 6,14 0,09 0,08 902,00

Kaliandra 13,22 0,89 3,42 4,15 0,11 4,70 0,15 0,05 604,00

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2011).

Keterangan:

BK : Bahan Kering

PK : Protein Kasar

SK : Serat Kasar

LK : Lemak Kasar

BETN : Bahan Extrak Tanpa Nitrogen

Ca : Calcium

P : Phospor

EB : Energi Bruto (kkal)

Tabel 5 menunjukkan sorgum memiliki persentase lemak kasar lebih tinggi dari rumput gajah dan kaliandra yang berguna sebagai sumber energi kedua setelah karbohidrat yang mampu meningkatkan bobot badan rusa. Leimeheriwa (1990) menyatakan bahwa lemak dalam biji sorgum sangat berguna bagi satwa dan manusia sebagai energi, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan tengik dalam produk bahan pangan. Sorgum juga mengandung zat anti gizi yaitu tanin yang menyebabkan rasa sepat terutama pada sorgum yang mempunyai kulit biji berwarna tua sehingga kurang disukai rusa.

(25)

menggunakan bahan kering yaitu kondisi dimana kandungan air telah dihilangkan melalui pemanasan. Semiadi dan Nugraha (2004) mengemukakan bahwa penggunaan bahan kering merupakan cara yang paling tepat karena unsur air dalam setiap jenis pakan sangat bervariasi.

Hartanto (2008) melaporkan bahwa rumput gajah mengandung BK (23,70 %), Abu (29,85 %), PK (10,3 %), SK (25,7 %) dan LK (0,99 %). Kandungan nutrisi rumput gajah selama penelitian lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Hartanto (2008) diduga karena rumput gajah yang diberikan tidak ditentukan berdasarkan umur muda atau tua nya serta pemotongan rumput gajah di lokasi penelitian tidak melihat umur. Umur pemotongan terbaik pada rumput gajah agar memperoleh nilai nutrisi yang baik adalah pada ketinggian batang tidak mencapai lebih dari 1,5 m terutama pada musim kemarau (Semiadi dan Nugraha 2004). Berdasarkan penelitian Setio et al. (2011) menunjukkan bahwa sorgum merupakan pakan yang disukai rusa timor dengan indeks preferensi 2,29 kali dikonsumsi tanpa sisa. Umur pemotongan terbaik pada rumput gajah agar memperoleh nilai nutrisi yang baik adalah pada ketinggian batang yang mencapai labih dari 1,5 m terutama pada musim kemarau (Semiadi dan Nugraha 2004). 5.2 Konsumsi Pakan Rusa Timor (Rusa timorensis)

5.2.1 Konsumsi bahan kering

Rata-rata konsumsi bahan kering harian rusa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata konsumsi bahan kering rusa (gram/hari/individu)

Rusa Jenis

Kelamin

Periode

Jumlah Rata-rata

I II III IV

1 Betina A B C D

711,28 642,00 751,34 691,72 2796,34 699,08

2 Betina B A D C

622,27 572,56 694,17 910,98 2799,98 699,99

3 Jantan C D A B

1432,01 1303,40 872,90 1370,80 4979,11 1244,77

4 Jantan D C B A

1011,71 963,25 1002,50 836,45 3813,91 953,48

Jumlah 3777,27 3481,11 3320,91 3809,95

Rata-rata 944,32 870,00 830,23 952,48

(26)

Konsumsi merupakan faktor esensial bagi satwa untuk menentukan pertumbuhan dan produktivitasnya. Tabel 6 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering tertinggi dicapai oleh rusa 3 (jantan) diikuti oleh rusa 4 (jantan) selanjutnya rusa 2 (betina) serta yang terendah yaitu rusa 1 (betina). Untuk jantan, konsumsi pakan rusa 3 lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 4 yang disebabkan oleh letak kandang rusa 4 lebih dekat dengan kandang rusa lain yang tidak mendapat perlakuan. Adanya jenis pakan yang biasanya diberikan terhadap rusa yang tidak mendapat perlakuan menarik perhatian rusa 4 akan jenis pakan tersebut sehingga mengurangi konsumsi terhadap jenis pakan perlakuan. Hal yang sama juga terdapat pada rusa 2 (betina) yang mengkonsumsi pakan lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 1 (betina). Bobot badan rusa 2 sebesar 26,91 kg lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 1 sebesar 21,58 kg yang mempengaruhi jumlah pakan rusa. Semakin besar bobot badan akan semakin banyak pula jumlah pakan yang diberikan, sesuai dengan metode penelitian.

Konsumsi pakan dipengaruhi pula oleh umur fisiologis rusa. Rusa jantan lebih mengarah pada perkembangan badan dan rusa betina ke arah perkembangan reproduksi. Rusa yang digunakan berumur 12-16 bulan, telah memasuki masa reproduksi. Rusa jantan telah memasuki masa pertumbuhan ranggah, yang berarti akan segera melakukan perkawinan karena terdapat korelasi antara ranggah keras dengan perkawinan. Ranggah akan tumbuh pertama kalinya pada umur 8 bulan sedangkan betina telah memasuki masa bereproduksi, yakni pada umur 15-18 bulan (Takandjandji 1998). Oleh karena itu, penurunan konsumsi pada rusa betina salah satunya disebabkan oleh umur rusa yang telah memasuki masa reproduksi.

(27)

pakan rusa jantan sebesar 1038 gram/individu/hari dan rusa betina 1006 gram/individu/hari.

Bobot badan awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara 21-35 kg dengan rataan 28,94 kg. Bobot badan akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi 23-40 kg dengan rataan 33,09 kg.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa tingkat konsumsi rusa timor di penangkaran berkisar 5-7,2 % dari bobot badan awal sehingga kebutuhan pakan rata-rata berat basah berkisar 2,2-4,9 kg. Hasil ini sesuai dengan penelitian Garsetiasih (2007) bahwa pakan rata-rata berat basah untuk rusa timor di penangkaran Kupang dan Bogor adalah 5 kg/individu/hari dan di penangkaran Sumbawa sebesar 4,42 kg/individu/hari. Takandjandji (1988) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering rusa timor dengan pemberian daun beringin (Ficus benyamina), kabesak (Acacia leucophloea), turi (Sesbania grandiflora) dicampur dengan rumput lapang (Paspalum dilatatum) adalah sebesar 3,37 % dari bobot badan. Semiadi dan Nugraha (2004) melaporkan bahwa rusa sambar burumur > 2 tahun mengkonsumsi pakan sebesar 2,2 kg bahan kering atau mendekati 4,3 kg hijauan segar. Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuannya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata konsumsi bahan kering berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari)

Periode Perlakuan (gram/individu/hari)

A B C D

1 711,28 622,27 1432,01 1011,71

2 572,56 642,00 963,25 1303,40

3 872,90 1002,50 751,34 694,17

4 836,45 1370,80 910,98 691,72

Jumlah 2993,19 3637,57 4057,58 3701,00

Rata-rata 748,30 909,40 1014,40 925,25

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

(28)

pakan dan sesuai dengan kebutuhan konsumsinya. Perlakuan D dengan pemberian pakan dasar 55 % dan sorgum 45 % mempengaruhi banyaknya kandungan lemak dalam pakan.

Sorgum memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan pakan lainnya sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi rusa. Kebutuhan konsumsi yang sudah terpenuhi akan menghentikan rusa mengkonsumsi pakan dan biasanya rusa akan istirahat (memamah biak). Selain itu, pemberian sorgum yang mengandung lemak yang tinggi dan banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1995) bahwa, pemberian pakan yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi dan dapat menurunkan konsumsi sehingga tingkat konsumsi berkurang. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi (10,05 %) menjadikan rusa cepat kenyang dan berhenti mengunyah. Mc Donald et al. (1988) dalam Mulyaningsih (2006) menyatakan bahwa rumput gajah segar dengan kandungan air dan serat kasar yang tinggi (81,50 % dan 33,10 %) menjadikan kapasitas rumen terbatas sehingga menyebabkan konsumsi bahan kering menurun. Semakin tinggi serat kasar dalam pakan maka semakin rendah kecernaan pakan tersebut sehingga menurunkan konsumsi bahan kering.

(29)

5.2.2 Pertambahan bobot badan rusa

Rataan pertambahan bobot badan rusa timor di penangkaran dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Pertambahan bobot badan rusa (gram/individu/hari)

Rusa

Jenis Kelamin

Periode

Jumlah Rata-rata

I II III IV

1 Betina A B C D

218,34 54,59

11,67 78,33 59,17 69,17

2 Betina B A D C

210,00 52,50

-86,67 156,67 105,00 35,00

3 Jantan

C D A B

503,34 125,84

120,00 165,00 191,67 26,67

4 Jantan D C B A

468,33 117,08

190,83 138,33 157,50 -18,33

Jumlah 235,83 538,33 513,34 112,51

Rata-rata 58,96 134,58 128,34 28,13

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan serta dapat digunakan sebagai peubah untuk menilai kualitas bahan pakan satwa. Kandungan zat makanan yang terdapat dalam pakan akan mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi.

(30)

Pertambahan bobot badan pada rusa 3 (jantan) lebih tinggi dibandingkan dengan rusa 4 (jantan) yang disebabkan oleh adanya korelasi yang nyata antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan, rusa jantan yang mengkonsumsi pakan yang tinggi menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi pula, terlihat pada rusa 3 yang menghasilkan konsumsi bahan kering sebesar 1244,77 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 125,84 gram/hari dan rusa 4 dengan konsumsi bahan kering sebesar 953,48 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 117,08 gram/hari. Berbeda dengan rusa betina, berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fluktuasi atau ketidakterkaitan antara konsumsi bahan kering dengan pertambahan bobot badan rusa betina. Rusa betina yang menghasilkan konsumsi bahan kering yang tinggi tidak menjamin pertambahan bobot badan yang tinggi pula, terlihat pada rusa 1 yang menghasilkan konsumsi bahan kering sebesar 699,08 gram/hari dan mengalami pertambahan bobot badan sebesar 54,59 gram/hari sementara rusa 2 yang menghasilkan konsumsi bahan kering lebih besar yaitu 699,99 gram/hari mengalami pertambahan bobot badan sebesar 52,20 gram/hari. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor internal seperti daya cerna rusa yang kurang memanfaatkan nutrisi pakan menjadi bobot badan maupun faktor eksternal seperti gangguan lingkungan yang dapat mengalihkan perhatian rusa selama mengkonsumsi pakan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa bobot badan rusa jantan cenderung lebih besar dibandingkan betina dan semakin bertambah umur rusa jantan juga akan menampakkan perkembangan fisiologis seperti ranggah yang semakin besar dan nyata. Rusa jantan lebih agresif dan lebih aktif dalam mengkonsumsi pakan karena pertumbuhan rusa jantan lebih mengarah ke pertambahan bobot badan maupun ukuran morfometriknya sedangkan pertumbuhan pada rusa betina lebih mengarah ke perkembangan organ-organ reproduksi sehingga bobot badan dan ukuran morfometrik lebih rendah dibandingkan dengan rusa jantan (Takandjandji 1988).

(31)

lokasi penelitian sering dikunjungi oleh masyarakat baik dari dalam maupun luar daerah Bogor dengan berbagai tujuan seperti rekreasi, pendidikan dan kerjasama instansi yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi rusa menurun sehingga nutrisi pakan tidak seluruhnya dicerna dan diubah menjadi bobot badan. Bobot badan yang menurun dapat disebabkan juga oleh kurangnya adaptasi terhadap pakan baru sehingga mengakibatkan sedikitnya zat-zat nutrisi yang diserap oleh rusa. Rusa memiliki sifat yang peka dan sensitif terhadap gangguan lingkungan khususnya suara atau kebisingan yang dapat mengganggu tingkat konsumsi. Faktor lingkungan ini mengalihkan perhatian rusa dan biasanya akan menghentikan aktivitas mengkonsumsi.

Rata-rata pertambahan bobot badan rusa timor di penangkaran berdasarkan perlakuannya disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pertambahan bobot badan rusa berdasarkan perlakuan (gram/individu/hari)

Periode Perlakuan

A B C D

1 11,67 -86,67 120,00 190,83

2 156,67 78,33 138,33 165,00

3 191,67 157,50 59,17 105,00

4 -18,33 26,67 35,00 69,17

Jumlah 341,68 175,83 352,50 530,00

Rata-rata 85,42 43,96 88,13 132,50

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Berdasarkan hasil perlakuan terjadi pertambahan bobot badan yang relatif tidak stabil, ditunjukkan pada perlakuan B menghasilkan pertambahan bobot badan yang rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Penurunan bobot badan terdapat pada perlakuan B yang terjadi terhadap rusa 2 pada periode 1 yaitu sebesar 1,04 kg. Penurunan bobot badan ini disebabkan oleh tingkat adaptasi yang kurang dalam mengkonsumsi pakan baru sehingga menyebabkan daya cerna yang kurang maksimal.

Pakan yang cukup kandungan protein dan strukturnya lebih halus akan lebih

cepat dicerna oleh mikroba rumen, sehingga laju pencernaan makanan di dalam

rumen akan lebih cepat dan dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan dan

(32)

oleh satwa atau ternak ruminansia lainnya dengan pemberian perlakuan yang sama.

Analisis sorgum ternyata memiliki kandungan protein yang rendah (1,99 %)

dibanding protein dalam rumput gajah sebesar 2,98 % dan kaliandra sebesar 3,42 %.

Penurunan bobot badan terjadi pula pada perlakuan A sebesar 0,22 kg terhadap rusa 4 pada periode IV. Penurunan bobot badan ini disebabkan oleh daya cerna yang kurang maksimal. Sorgum memiliki persentase lemak kasar yang lebih tinggi (0,54 %) dari rumput gajah (0,13 %) dan kaliandra (0,11 %). Lemak yang berfungsi sebagai energi kedua setelah karbohidrat tidak banyak diperoleh dari perlakuan A dengan pemberian rumput gajah dan kaliandra saja. Kandungan lemak yang tinggi akan memacu pertambahan bobot badan dan menghasilkan energi yang tinggi. Selain itu, tingkat adaptasi kurang lama yang terdapat pada rusa 4 disebabkan pada periode I rusa ini mendapat perlakuan pakan dasar 55 % dan sorgum 45 % dan sampai periode III rusa ini tetap mendapat perlakuan sorgum sehingga rusa sudah beradaptasi dengan pakan sorgum namun, pada periode terakhir mendapat perlakuan tanpa pakan sorgum akan menyebabkan perbedaan tingkat adaptasi konsumsi pakan sehingga mengakibatkan penurunan bobot badan.

(33)

(a) (b)

(c) (d)

[image:33.595.107.510.92.587.2]

(e) (f)

Gambar 9 Pengukuran bobot badan rusa. (a) Tampak samping kiri; (b) tampak depan; (c) tampak belakang; (d) tampak samping kanan; (e,f) timbangan digital untuk pengukuran berat badan rusa.

5.2.3 Konversi pakan

(34)
[image:34.595.111.510.99.285.2]

Tabel 10 Rata-rata konversi pakan rusa timor per hari

Rusa Jenis

Kelamin

Periode

Jumlah Rata-rata

I II III IV

1 Betina A B C D

91,83 22,96

60,95 8,20 12,70 10.00

2 Betina B A D C

29,11 7,28

-7,18 3,65 6,61 26,03

3 Jantan C D A B

75,76 18,94

11,93 7,90 4,55 51,40

4 Jantan D C B A

-27,01 -6,75

5,30 6,96 6,37 -45,63

Jumlah 71,00 26,69 30,21 41,79

Rata-rata 17,75 6,67 7,55 10,45

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Konversi pakan adalah perbandingan antara rata-rata konsumsi bahan kering dan rata-rata pertambahan bobot badan per satuan waktu. Konversi pakan yang rendah berarti penggunaan pakannya semakin tinggi dan efisien atau semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot tubuh sebesar satu satuan (Hardianto 2006).

Tabel 10 menunjukkan konversi pakan tertinggi dicapai oleh rusa 1 betina dan konversi pakan terendah dicapai oleh rusa 4 jantan. Mulyaningsih (2006) menyatakan bahwa konversi pakan merupakan kebalikan dari efisiensi pakan. Nilai konversi pakan yang semakin rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut semakin baik. Hasil ini menyatakan bahwa konversi pakan yang dicapai oleh rusa 4 jantan menunjukkan pakan yang dikonsumsinya memiliki kualitas baik, namun terjadi penurunan laju konversi yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti gangguan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya penurunan laju pertambahan bobot badan

(35)

pakan yang dikonsumsi oleh rusa 1 tergolong rendah sehingga membutuhkan tambahan pakan yang banyak untuk menaikkan bobot badannya.

Konversi pakan ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh satwa. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi satwa, akan diikuti dengan pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi maka makin efisien penggunaan pakannya (Pond et al. 1995 dalam Hardianto 2006). Rata-rata konversi pakan rusa timor di penangkaran berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata konversi pakan berdasarkan perlakuan

Periode Perlakuan

A B C D

1 60,95 -7,18 11,93 5,30

2 3,65 8,19 6,96 7,89

3 4,55 6,36 12,69 6,61

4 -45,63 51,39 26,03 9,71

Jumlah 23,52 58,76 57,61 29,51

Rata-rata 5,88 14,69 14,40 7,38

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Hasil sidik ragam yang telah diuji secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05) antara perlakuan dengan konversi pakan untuk pertumbuhan rusa timor dengan T hitung sebesar 1,21 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 3).

5.3 Ukuran Morfometrik Rusa Timor

(36)
[image:36.595.105.509.67.840.2]

Tabel 12 Rata-rata pertambahan panjang badan (cm/individu/hari)

Rusa

Periode

Jumlah Rata-rata

Jenis

Kelamin I II III IV

1 Betina A B C D

0,67 0,17

0,00 0,25 0,25 0,17

2 Betina B A D C

0,91 0,23

0,08 0,08 0,50 0,25

3 Jantan C D A B

1,17 0,29

0,58 0,25 0,17 0,17

4 Jantan D C B A

0,76 0,19

0,25 0,17 0,17 0,17

Jumlah 0,91 0,75 1,09 0,76

Rata-rata 0,23 0,19 0,27 0,19

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Pertumbuhan pada rusa tidak sekedar pertambahan bobot badannya saja, namun berhubungan erat dengan perbandingan panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada. Soeparno (1992) menyatakan rasio otot dan tulang selalu meningkat selama pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan panjang badan tertinggi terlihat pada rusa 3 (jantan) diikuti oleh rusa 2 (betina) selanjutnya diikuti oleh rusa 4 (jantan) dan terendah rusa 1 (betina). Pertambahan panjang badan rusa di penangkaran berdasarkan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata pertambahan panjang badan berdasarkan perlakuan

(cm/individu/hari)

Periode Perlakuan

A B C D

1 0,00 0,08 0,58 0,25

2 0,08 0,25 0,17 0,25

3 0,17 0,17 0,25 0,50

4 0,17 0,17 0,25 0,17

Jumlah 0,42 0,67 1,25 1,17

Rata-rata 0,11 0,17 0,31 0,29

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85%+sorgum 15%, C = pakan dasar 70%+sorgum 30%, D = pakan dasar 55%+sorgum 45%.

[image:36.595.107.511.100.293.2]
(37)

kabesak sebesar 0,2-0,21 cm/individu/hari. Meskipun perlakuan C dengan formulasi pakan dasar 70 % + sorgum 30 % menunjukkan pertambahan panjang badan yang tertinggi namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0.05) untuk setiap perlakuan dengan T hitung sebesar 0,69 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 4).

Penelitian menunjukkan pertambahan panjang badan pada rusa timor tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Thomas dan Kornegay (1981) dalam Mulyaningsih (2006) bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara jantan dan betina dalam hal laju pertumbuhan, konsumsi pakan atau efisiensi penggunaan pakan.

[image:37.595.111.516.364.552.2]

Pertambahan tinggi pundak dan lingkar dada merupakan indikator pertumbuhan lainnya. Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi pundak tercantum pada Tabel 14.

Tabel 14 Rata-rata pertambahan tinggi pundak (cm/individu/hari)

Rusa Jenis kelamin Periode Jumlah Rata-rata

I II III IV

1 Betina A B C D 9,00 0,19

0,17 0,25 0,08 0,25

2 Betina B A D C 15,00 0,31

0,50 0,25 0,42 0,08

3 Jantan C D A B 11,00 0,23

0,60 0,08 0,17 0,08

4 Jantan D C B A 9,00 0,18

0,30 0,17 0,17 0,08

Jumlah 1,57 0,75 0,84 0,49

Rata-rata 0,39 0,19 0,21 0,12

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

(38)

Tabel 15 Rata-rata pertambahan tinggi pundak berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari)

Periode Perlakuan

A B C D

1 0,17 0,50 0,60 0,30

2 0,25 0,25 0,17 0,08

3 0,17 0,17 0,08 0,42

4 0,08 0,08 0,08 0,25

Jumlah 0,67 1,00 0,93 1,05

Rata-rata 0,17 0,25 0,23 0,26

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85%+sorgum 15%, C = pakan dasar 70%+sorgum 30%, D = pakan dasar 55%+sorgum 45%.

Tabel 15 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi pundak tertinggi rusa dicapai oleh perlakuan D sedangkan pertambahan panjang badan terendah dicapai oleh perlakuan A. Maranatha (1999) melaporkan bahwa pertambahan tinggi pundak rusa timor dengan pemberian pakan lokal berupa rumput, lamtoro, turi dan kabesak sebesar 0,01-0,02 cm/individu/hari. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pertambahan tinggi pundak rusa menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0.05) perlakuan dengan T hitung sebesar 0,98 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 5).

[image:38.595.97.513.19.815.2]

Lingkar dada diukur berdasarkan keliling dada tepat di belakang bahu. Rata-rata lingkar dada rusa timor di penangkaran berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Rata-rata pertambahan lingkar dada (cm/individu/hari)

Rusa Jenis Kelamin Periode Jumlah Rata-rata

I II III IV

1 Betina A B C D 0,41 0,10

0,08 0,17 0,08 0,08

2 Betina B A D C 1,06 0,27

0,42 0,17 0,30 0,17

3 Jantan C D A B 0,66 0,17

0,25 0,25 0,08 0,08

4 Jantan D C B A 0,24 0,06

0,08 0,00 0,08 0,08

Jumlah 0,83 0,59 0,54 0,41

Rata-rata 0,21 0,15 0,14 0,10

[image:38.595.109.511.518.701.2]
(39)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan lingkar dada tertinggi terdapat pada rusa 2 (betina) diikuti oleh rusa 3 (jantan) selanjutnya rusa 1 (betina) dan terendah rusa 4 (jantan). Pertambahan lingkar dada rusa di penangkaran berdasarkan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Pertambahan lingkar dada rusa berdasarkan perlakuan (cm/individu/hari)

Periode Perlakuan

A B C D

1 0,08 0,42 0,25 0,08

2 0,17 0,17 0,00 0,25

3 0,08 0,08 0,08 0,30

4 0,08 0,08 0,17 0,08

Jumlah 0,41 0,75 0,50 0,71

Rata-rata 0,10 0,19 0,13 0,18

Keterangan : A = kontrol, B = pakan dasar 85 %+sorgum 15 %, C = pakan dasar 70 %+sorgum 30%, D = pakan dasar 55 %+sorgum 45 %.

Tabel 17 menunjukkan bahwa pertambahan lingkar dada tertinggi rusa dicapai oleh perlakuan B sedangkan pertambahan lingkar dada terendah dicapai oleh perlakuan A. Maranatha (1999) melaporkan bahwa pertambahan lingkar dada rusa timor dengan pemberian pakan lokal berupa rumput, lamtoro, turi dan kabesak sebesar 0,01-0,02 cm/individu/hari. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pertambahan lingkar dada rusa menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0.05) untuk setiap perlakuan dengan T hitung sebesar 0,12 dan T tabel sebesar 3,18 (Lampiran 6).

Panjang badan awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara 56-68 cm, panjang badan akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi 65-79 cm. Tinggi pundak awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara 59-65 cm, tinggi pundak akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi 68-74 cm. Lingkar dada awal rusa sebelum mendapatkan perlakuan pakan yaitu berkisar antara 65-79 cm, lingkar dada akhir rusa setelah mendapatkan perlakuan sorgum untuk pertumbuhannya selama 64 hari menjadi 70-82 cm.

(40)

yang lebih baik dalam menyerap nutrisi pakan sehingga dapat meningkatkan pertambahan morfometrik rusa. Selain itu kualitas pakan yang diberikan memiliki nilai kalori yang lebih tinggi sebesar 2.134 kkal sedangkan kalori pakan pada penelitian Maranatha (1999) sebesar 904,8 kkal. Pertambahan panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada rusa timor ditunjukkan pada Gambar 12.

[image:40.595.118.499.77.517.2]

Pengukuran morfometrik dilakukan secara berulang-ulang untuk memastikan kebenaran pertambahannya. Perbandingan ukuran morfometrik tubuh pada rusa timor ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Pertambahan ukuran morfometrik rusa timor.

Gambar 10 menunjukkan bahwa rusa dari setiap perlakuan mengalami pertambahan panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada yang relatif tidak konstan, dapat dilihat dari perlakuan A dan B yang mengalami pertambahan ukuran morfometrik yang relatif konstan, namun berbeda dengan perlakuan C dimana tinggi pundak dan lingkar dada mengalami laju penurunan. Berbeda hal nya pada perlakuan D yang mengalami laju penurunan panjang badan. Laju penurunan morfometrik ini diduga karena kandungan nutrisi pakan pada setiap perlakuan berbeda sehingga mempengaruhi pertumbuhan otot dan tulang pada masa pertumbuhan. Soeparno (1992) menyatakan bahwa selama masa pertumbuhan tulang tumbuh secara kontinyu dengan kadar laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan otot. Selain itu, adaptasi rusa terhadap pakan yang diberikan belum maksimal disebabkan oleh pengaruh lingkungan sehingga mengakibatkan kurangnya konsumsi terhadap jenis pakan yang baru

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

A B C D

(41)

serta dapat mengakibatkan daya cerna dan zat-zat nutrisi yang diserap oleh rusa berkurang yang dapat dilihat pada komposisi nutrisi pakan yang digunakan pada penelitian, dimana sorgum dan rumput gajah yang paling disukai, ternyata memiliki nilai protein yang lebih rendah dibandingkan dengan serat kasar. Takandjandji (1988) menyatakan bahwa ukuran linear tubuh yang tidak nyata dapat disebabkan oleh daya memanfaatkan kandungan gizi pakan yang kurang pada rusa timor.

5.4 Perilaku Makan

5.4.1 Waktu pemilihan pakan pada rusa timor

[image:41.595.106.540.176.811.2]

Perilaku makan pada rusa timor yang teramati selama penelitian dimulai dari rusa tersebut menciumi aroma pakan, mengambil pakan yang disukai dengan mulut kemudian melilit pakan dengan lidahnya dan mengkonsumsi pakan dengan cara dikunyah lalu ditelan. Pemilihan pakan lain dilakukan dengan cara menciumi pakan, demikian seterusnya hingga pakan habis. Selain waktu yang digunakan rusa untuk mengkonsumsi pakan terdapat pula waktu istirahat untuk memamah biak. Selama memamah biak, terlihat rusa timor lebih memilih beristirahat tanpa melakukan aktivitas lain. Untuk lebih jelasnya waktu pemilihan pakan oleh rusa timor dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Waktu pemilihan pakan oleh rusa timor 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Per

il

aku

m

akan

(

jam

)

Waktu (WIB)

Sorgum

Rumput gajah

(42)

Gambar 11 menunjukkan bahwa pada pagi hari, rusa timor mengkonsumsi pakan selama 2-3 jam atau 120-180 menit per 9 jam selanjutnya selama 2-2,5 jam atau 120-150 menit per 9 jam rusa timor istirahat (memamah biak). Selama mengkonsumsi, rusa menciumi pakan dan memilih jenis pakan yang disukainya untuk dikunyah dan ditelan. Sore hari rusa lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengkonsumsi pakan. Selama pengamatan pada sore hari, rusa menghabiskan waktu selama 3-3,5 jam atau 180-210 menit per 9 jam untuk mengkonsumsi pakan. Rataan lamanya waktu makan rusa timor berkisar 300-390 menit per 9 jam sedangkan rusa timor di Taman Nasional Bali Barat menunjukkan bahwa lama waktu makan rusa timor sebesar 1.0β0 menit per 1β jam (Masy’ud et al. 2007) yang disebabkan oleh perbedaan habitat antara taman nasional dan penangkaran dimana populasi rusa di taman nasional masih tersebar di hutan, sementara di penangkaran populasi rusa sudah diatur. Apabila dibandingkan dengan rusa sambar di Penangkaran Jambi menunjukkan bahwa lama waktu makan rusa sambar sebesar 297,25-332,78 menit per 12 jam (Afzalani et al.

2008).

(43)
[image:43.595.105.512.82.774.2]

Gambar 12 Grafik suhu rata-rata kandang individu.

Craig (1981) dalam Wardani (2002) menyatakan perilaku makan dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, efek musim, kesehatan, pengalaman baru dan belajar. Selama mengkonsumsi maupun istirahat (memamah biak) di penangkaran, rusa timor melakukan beberapa perilaku lain di luar aktivitas makan seperti bergerak mengitari (mengelilingi) kandang, menaiki tempat pakan, membersihkan diri dengan cara menjilati tubuh, urinasi dan tidur.

Rusa merupakan satwa yang tahan terhadap daerah kering, terlihat dari perilaku minum yang sangat jarang dilakukan oleh rusa. Air yang dibutuhkan diperoleh dari kandungan air yang terdapat pada pakannya.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 13 Perilaku makan rusa. (a) Perilaku menciumi pakan; (b) perilaku memakan pakan; (c) perilaku tidur; (d) perilaku memakan malai sorgum.

0 5 10 15 20 25 30

pagi 08.00WIB siang 12.00WIB sore 17.00WIB

Suhu

(44)

5.4.2 Preferensi pakan pada rusa timor

[image:44.595.118.482.196.326.2]

Preferensi pakan pada rusa dipengaruhi oleh tingkat kesukaan makan dan nutrisi yang dikandung dalam pakan. Frekuensi pemilihan pakan pada rusa ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Frekuensi pemilihan pakan pada rusa.

Penelitian menunjukkan dengan pemberian jenis pakan berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), kaliandra (Caliandra callothyrsus) dan sorgum (Sorghum bicolor L), rusa timor lebih memilih rumput gajah dibandingkan 2 (dua) jenis pakan lainnya. Hijauan yang dikonsumsi rusa sebaiknya mengandung air, sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta serat kasar. Secara garis besar air, protein, lemak dan energi disebut sebagai unsur nutrisi makro, sedangkan yang lainnya merupakan unsur nutrisi mikro yang tingkat kebutuhannya relatif lebih sedikit (Semiadi dan Nugraha 2004). Rumput gajah (Pennisetum purpureum) dikenal sebagai salah satu hijauan pakan berkualitas baik dan produktivitasnya tinggi. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) dan sorgum (Sorghum bicolor) pada umumnya dapat meningkatkan kualitas pakan secara keseluruhan karena kandungan protein, mineral, Ca dan P yang tinggi (Nuschati 2003).

Rusa lebih memilih dan menyukai rumput gajah kemudian sorgum dan terakhir kaliandra. Terlihat dari pemilihan rumput gajah mencapai rata-rata frekuensi 32,8 kali dalam sehari diikuti oleh sorgum dengan rata-rata frekuensi 25,2 kali dan kaliandra dengan rata-rata frekuensi 21,6 kali. Pemilihan tersebut diduga karena tekstur batang yang lunak dan aroma rumput gajah yang lebih menarik perhatian rusa dibandingkan pakan lain. Afzalani et al. 2008 yang

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(45)

meneliti preferensi pakan rusa sambar dengan pemberian jenis pakan cabe-cabean, rumput lapang, rumput kolonjono dan rumput kumpai mengemukakan bahwa rusa sambar lebih menyukai cabe-cabean dibandingkan pakan lainnya.

Rumput gajah diketahui mampu mempertahankan kesegaran daun dan batang dibanding pakan lainnya sesuai dengan pendapat Pond et al. (1995) dalam

Wardani (2002) yang menyatakan bahwa tingkat kesukaan pakan dipengaruhi oleh rasa, tekstur, penampilan, suhu dan komponen-komponen lainnya yang terdapat dalam pakan. Selain itu, rusa lebih menyukai rumput gajah karena setiap hari rusa di HP Bogor diberi rumput gajah sehingga telah terbiasa mengkonsumsi pakan tersebut. Selain itu, rusa lebih menyukai rumput gajah karena keseringan rusa di HP Dramaga diberi rumput gajah sehingga telah terbiasa mengkonsumsinya.

Pakan selanjutnya yang disukai rusa yaitu sorgum dimana memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan pakan lainnya sehingga mempengaruhi sifat palatable rusa sesuai dengan pernyataan Garsetiasih et al.

(2000) bahwa semakin tinggi kandungan lemak dalam satu pakan maka semakin tinggi tingkat palatabilitasnya. Rusa kurang menyukai kaliandra karena aroma yang ditimbulkan oleh daun kaliandra tersebut yang mengandung kadar mimocine yang tinggi. Persentase rata-rata frekuensi pemilihan pakan rusa ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15 Persentase frekuensi pemilihan pakan.

Selama mengkonsumsi pakan, rusa timor tidak selamanya memakan pakan yang tersedia di dalam bak. Rusa timor juga memakan pakan yang telah jatuh ke lantai dan telah terinjak namun masih mempunyai fisik yang baik dan belum

32%

41% 27%

(46)

tercampur dengan feses dan urine. Apabila terdapat gangguan dari luar seperti suara dan yang lainnya, rusa akan berhenti mengunyah dan akan teralih oleh gangguan tersebut. Rusa akan mengunyah pakannya setelah tidak ada lagi gangguan yang dapat mengalihkannya.

(47)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemberian tanaman sorgum (Sorghum bicolor) sebagai pakan tambahan

pada rusa timor di penangkaran selama masa pertumbuhan dalam berbagai perlakuan (0 %, 15 %, 30 % dan 45 %) secara kuantitatif tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konsumsi bahan kering, bobot badan dan konversi pakan. Namun, berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap jenis kelamin rusa. Rusa jantan mengkonsumsi bahan kering lebih tinggi daripada rusa betina dengan T hitung sebesar 16,82 dan T tabel sebesar 3,18.

2. Pemberian sorgum (Sorgum bicolor) sebagai pakan tambahan terhadap rusa timor di penangkaran selama masa pertumbuhan dalam berbagai perlakuan (0 %, 15 %, 30 % dan 45 %) secara kuantitatif tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada rusa. Perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi pertumbuhan rusa timor di penangkaran.

3. Perilaku makan rusa timor di penangkaran terlihat jelas pada pagi dan sore hari dengan mengkonsumsi pakannya selama 3-3,5 jam 180-210 menit per 9 jam. Siang hari rusa timor menghabiskan waktu untuk istirahat memamahbiak dan tidur. Rusa timor melakukan pendeteksian pakan terlebih dahulu dengan cara menciumi pakan. Jenis pakan yang lebih dipilih dan disukai oleh rusa timor di penangkaran yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum).

6.2 Saran

(48)

TIMOR (

Rusa timorensis

de Blainville 1822) DI HUTAN

PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR

DEBORA FRETTY MARPAUNG

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(49)

DAFTAR PUSTAKA

[FKA] Forum Kerjasama Agribisnis. 2008. Sorgum sebagai komoditas pangan dan industri. [terhubung berkala]. http://foragri.com/sorgum-sebagai-komoditas-pangan-dan-industri. [16 September 2011].

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2007. The Red list of Threathened Species. [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org [12 Oktober 2012].

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2008. The Red list of Threathened Species. [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org [01 November 2011].

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2012. The Red list of Threathened Species. [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org [12 Oktober 2012].

Afzalani, Muthalib RA, Musnandar E. 2008. Preferensi pakan, tingkahlaku makan dan kebutuhan nutrient rusa sambar (Cervus unicolor) dalam usaha penangkaran di Provinsi Jambi. Media Peternakan 31(2): 114-121.

Basuni S. 1987. Manajemen perkembangbiakan dalam usaha penangkaran rusa (Cervus spp.) ditinjau dari aspek perilakunya. Media Konservasi I(4): 11-16.

Boyce C, Neale P. 2006. Conductive in-depth interviews: a guide for designing and conducting in-depth interviews for evaluation input. Pathfinder international.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian. 2007. Bab 15. Sorgum.[terhubungberkala]xa.ymig.com/kq/groups/25896088/111200098 78/name/Sorgum1.doc. [30 September 2011].

Felicia. 2006. Pengembangan produk sereal siap santap berbasis sorgum [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Firmansyah. 2007. Prospek pengembangan kebun buru di lokasi penangkaran rusa Perum Perhutani BKPH Jonggol Jawa Barat berdasarkan tinjauan ekologi [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(50)

Garsetiasih R, Takandjandji M. 2007. Model penangkaran rusa. Prosiding Ekspose Hasil–Hasil Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan; Padang, 20 September 2006. Bogor: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. hlm 35-46.

Garsetiasih R. 2007. Daya cerna jagung dan rumput sebagai pakan rusa (Cervus timorensis). Buletin Plasma Nutfah 13(2): 88-92.

Hardianto. 2006. Penggemukan domba ekor tipis dengan pemberian pakan kulit ari kacang kedelai (ampas tempe) dan rumput lapang [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Hartanto I. 2008.

Gambar

Gambar 9 Pengukuran bobot badan rusa. (a) Tampak samping kiri; (b) tampak depan; (c)
Tabel 10 Rata-rata konversi pakan rusa timor per hari
Tabel 12 Rata-rata pertambahan panjang badan (cm/individu/hari)
Tabel 14 Rata-rata pertambahan tinggi pundak (cm/individu/hari)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di hari pertama pembersihan kandang terjadi perubahan aktivitas tanggap semua rusa yang diamati terhadap pemelihara lama dan baru yaitu pada rusa betina tua

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada indikasi yang jelas dari persaingan antara rusa timor dan penggembalaan liar kuda di kawasan Tanjung Torong Padang.. Rusa timor dan kuda

Aktivitas lokomosi rusa dilakukan diantara aktivitas lain, yaitu ketika makan dan berperilaku sosial yaitu bergerak dari satu posisi ke posisi lain untuk mendapatkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan alokasi waktu untuk setiap aktivitas harian dari rusa timor di kawasan padang perumput Tanjung Sari TNBB

Pengujian model pertumbuhan rusa timor di padang penggembalaan Sadengan tidak dapat dilakukan karena ukuran populasi pada tahun 2005 melebihi kapasitas daya dukung

Pemberian bahan tambahan pakan berupa konsentrat terhadap hijauan pada rusa timor berpengaruh lebih positif terhadap panjang tubuh, tinggi tubuh, panjang radius,

dalam pemberian jenis pakan yang paling disukai (preferensi) Rusa timor (Rusa timorensis) di stasiun penelitian Buat adalah Rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan alokasi waktu untuk setiap aktivitas harian dari rusa timor di kawasan padang perumput Tanjung Sari TNBB