• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catch analysis of gillnet with different shortening and mesh size in Tual Waters

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Catch analysis of gillnet with different shortening and mesh size in Tual Waters"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HASIL TANGKAPAN JARING INSANG

MENGGUNAKAN UKURAN MATA JARING DAN

SHORTENING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TUAL

ALI RAHANTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Menggunakan Ukuran Mata Jaring dan Shortening yang Berbeda di Perairan Tual adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Demikian ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Februari 2013

(3)

ABSTRACT

ALI RAHANTAN. Catch Analysis of Gillnet with Different Shortening and Mesh Size in Tual Waters. Supervised by GONDO PUSPITO and SULAEMAN MARTASUGANDA.

Shortening and mesh size effectiveness of gillnet was not known yet in Tual waters. The purpose of this study was to determine the effectivity of gillnet based on different shortening and mesh size and to estimate the catch diversity indeks of each mesh size. The study was conducted from April 6th - May 15th of 2011 in Tual waters. There were two phases in the study, i.e. gillnet construction and fishing experiment. Results showed that gillnet with mesh size of 2.25” and shortening of 50% catched the most number of fish (74). It was followed by gillnet of 2.50”-50% (59), 2.50”-55% (31), 2.25”-55% (24), 2.25”-45% (19), 2.50”-45% (15), 3.00”-50% (15) and 3.00”-55% (6). The Shannon indeks rate of gillnet with mesh size of 2.25” was 1.8, 2.50” (1.9) and 3.00” (1.1). While the Sympson indeks rate of gillnet with mesh size of 2,25” was 0.2, 2.50” (0.3) and

3.00” (0.4).

(4)

RINGKASAN

ALI RAHANTAN. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Menggunakan Ukuran Mata Jaring dan Shortening yang Berbeda di Perairan Tual. Dibimbing oleh

GONDO PUSPITO dan SULAEMAN MARTASUGANDA.

Nelayan Tual saat ini menangkap ikan dengan menggunakan jaring insang, bagan, pancing, sero dan purse seine. Jaring insang merupakan alat tangkap yang paling sering digunakan untuk menangkap ikan. Pengoperasiannya telah lama dilakukan oleh nelayan setempat. Jaring insang yang digunakan memiliki ukuran

mata jaring 1,50”; 2,00”; 2,25”; 2,50”; 2,75” dan 3,00”. Sementara ukuran mata

jaring yang paling sering digunakan adalah 2,25”; 2,50”; 2,75” dan 3,00”. Selanjutnya shortening yang digunakan bernilai 45%, 50% dan 55%. Penentuan ukuran mata jaring dan shortening masih didasarkan pada pengalaman nelayan secara turun temurun.

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan adalah dengan cara menggunakan desain dan konstruksi jaring insang yang disesuaikan dengan morfologi dan tingkah laku ikan target. Untuk itu perlu dilakukan uji coba penangkapan dengan mengombinasikan beberapa ukuran mata jaring dan shortening yang berbeda. Gunanya untuk mendapatkan ukuran mata jaring dan shortening yang paling optimal menangkap ikan dengan jumlah terbanyak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan jaring insang yang efektif menangkap ikan berdasarkan ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%, 50% dan 50% serta mengestimasi indeks keragaman dari setiap ukuran mata jaring.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jaring insang dengan ukuran mata jaring 2,25” dan shortening 50% paling efektif menangkap ikan di perairan Tual dibandingkan dengan ukuran jaring lainnya. Jaring ini menangkap 74 ekor, sedangkan jaring 2,5”-50% (59 ekor), 2,5”-55% (31 ekor), 2,25”-55% (24 ekor), 2,25”-45% (19 ekor), 2,50”-45% (15 ekor), 3,00”-50% (15 ekor) dan 3,00-55% (6 ekor). Hasil tangkapan yang diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan

3,00” memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dengan indeks

keanekaragaman Shannon lebih dari 1,0. Adapun dominasi spesies yang diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” tergolong masih rendah dengan indeks dominasi sympson kurang dari 0,5

(5)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

ANALISIS HASIL TANGKAPAN JARING INSANG

MENGGUNAKAN UKURAN MATA JARING DAN

SHORTENING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TUAL

ALI RAHANTAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul : Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Menggunakan Ukuran Mata Jaring dan Shortening yang Berbeda di Perairan Tual

Nama : Ali Rahantan NRP : C451090051

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : 11 Februari 2013 Tanggal Lulus : Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc

Ketua

Dr. Sulaeman Martasuganda,B. Fish Sc. M.Sc. Anggota

Ketua Program Studi

Teknologi Perikanan Tangkap

(9)

RIWAYAT HIDUP

(10)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke Khadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat, hidayah dan karunia-NYA serta kesempatan kepada penulis untuk melakukan dan menuangkan serta menyelesaikan suatu tesis yang merupakan tugas akhir penulis. Tesis ini berjudul “Analisis hasil tangkapan jaring insang dengan menggunakan ukuran mata jaring dan shortening yang berbeda di perairan Tual”.

Dengan berakhirnya penyelesaian tesis, penulis mengucapkan terima kasih kepada ;

1) Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Anggota Komisi Dr. Sulaeman Martasuganda, B.Fish. Sc. M.Sc;

2) Penguji Luar Komisi Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si;

3) Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc bersama seluruh staf pengajar dan pegawai;

4) Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual Dr. rer.nat Ir. E.A. Renjaan, M.Sc;

5) Kepala Sub Bagian Penangkapan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Muhammad Ikbal Rengur, S.Pi;

6) Kepala Sub Bagian Penangkapan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual Samand Banjar, S.Pi;

7) Teman-teman di bagian Teknisi Kapal Ikan Politeknik Perikanan Negeri Tual;

8) Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap IPB;

9) Kedua Orang Tua Mohammad Saleh Rahantan dan Salma Baadiah; dan 10) Istri tercinta Dwinita Suryandari.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Nelayan dan Pemerintah Kota Tual khususnya untuk meningkatkan produksi perikanan jaring insang di Tual.

(11)

DAFTAR ISI

2.2 Kondisi Oseanografi Perairan Kota Tual ………... 6

2.3 Jaring Insang ……….. 7

3.5.1 Distribusi frekwensi ukuran biometri ikan ……….. 19

3.5.2 Hubungan panjang dan berat ikan ……… 20

3.5.3 Analisis statistika ……… 21

(12)

4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Oseanografi ………... 23

4.2 Hasil Tangkapan ……….. 23

4.3 Hubungan Panjang dan Berat Ikan ……….. 32

4.4 Hubungan Panjang dan Operculum Ikan ……… 33

4.5 Hubungan Panjang dan Body Girth Maksimal Ikan ……… 33

4.6 Cara Ikan Tertangkap ………... 33

4.7 Keragaman Hasil Tangkapan ………... 35

4.8 Gaya Apung dan Gaya Berat ………. 36

5 PEMBAHASAN 5.1 Hasil Tangkapan ……….. 37

5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap ………. 38

5.3 Hubungan Panjang dan Berat ………. 39

5.4 Cara Ikan Tertangkap ………... 40

5.5 Ukuran Mata Jaring Pilihan ………. 41

5.6 Shortening Terbaik ………. 42

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ………. 43

6.2 Saran ………... 43

DAFTAR PUSTAKA ………. 45

LAMPIRAN ………... 49

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi jenis ikan dominan di Kota Tual tahun 2002-2009 ……… 6

2 Spesifikasi jaring insang ukuran mata 2,25 inci ………...……… 16

3 Spesifikasi jaring insang ukuran mata 2,50 inci ………...… 17

4 Spesifikasi jaring insang ukuran mata 3,00 inci ………...… 18

5 Komposisi hasil tangkapan jaring insang setiap ukuran mata jaring . 24 6 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi panjang ……… 25

7 Jumlah selar hijau berdasarkan distribusi panjang ………. 25

8 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi panjang ……… 25

9 Jumlah barong lingkis berdasarkan distribusi panjang ……… 26

10 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang ……… 26

11 Jumlah layang berdasarkan distribusi panjang ……… 26

12 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang ……… 27

13 Jumlah selar ubur-ubur berdasarkan distribusi panjang ……… 27

14 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi panjang ……… 27

15 Jumlah kacang-kacang berdasarkan distribusi panjang ……… 28

16 Jumlah selar hijau berdasarakan distribusia berat ………. 28

17 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi berat ……… 29

18 Jumlah baronang lingkis berdasarkan distribusi berat ……… 29

19 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat ……… 29

20 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi berat ………. 30

21 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat ……… 30

22 Jumlah layang berdasarkan distribusi berat ………. 30

23 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi berat ………. 31

24 Jumlah kacang-kacang beradasarkan distribusi berat ……… 31

25 Jumlahselarubur-ubur berdasarkan distribusi berat ……… 31

26 Kisaran keliling operculum dan body girth maksimal hasil tangkapan utama ……… 32

(14)

28 Nilai koefisien a dan b dari hubungan panjang dan berat dari hasil

tangkapan ………. 32

29 Nilai koefisiesn a dan b dari hubungan panjang dan operculum girth

hasil tangkapan ……… 33

30 Nilai koefisiesn a dan b dari hubungan panjang dan body girth

maksimal hasil tangkapan 33

31 Komposisi jumlah tangkapan jaring insang secara gilled, wedged,

snagged dan entangled ………. 35

32 Indeks keragaman ………. 36

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran peneltian ………..…… 4 2 Bukaan mata jaring yang dipengaruhi shortening ………... 13 3 Jumlah tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lokasi penelitian ……… 51

2 Desain dan konstruksi jaring insang ………... 52 3 Jaring insang dan pemasangan label ………... 61 4 Posisi jaring insang diatas perahu dan kegiatan pengoperasian alat

di laut ……….. 62

5 Hasil analisis ragam terhadap total hasil tangkapan berdasarkan

mesh size dan shortening ………... 66

6 Hasil uji lanjut BNT terhadap jumlah total hasil tangkapan

berdasarkan mesh size 2,25; 2,50 dan 3,00 inci ……… 67 7 Hasil uji lanjut BNT terhadap jumlah total hasil tangkapan

(17)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Shortening : Rasio dari selisih panjang jaring yang direntangkan secara penuh dengan panjang jaring yang terpasang pada tali ris kemudian dibagi dengan panjang jaring yang direntangkan secara penuh

Jaring insang : Salah satu alat penangkap ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dimana pada lembar jaring bagian atas diletakan pelampung dan pada bagian bawah diletakkan pemberat.

Software : Perangkat lunak pada sebuah komputer.

Target penangkapan : Tujuan utama penangkapan.

Efektifitas Suatu pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.

ANOVA : Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan satu faktor berada di dalam faktor lain.

Indeks Sympson : Indeks dominasi spesies

Indeks Shannon : Indeks keanekaragaman spesies.

Hasil tangkapan sampingan

: Ikan yang bukan menjadi target penangkapan

Hauling : Pengangkatan alat tangkap untuk diambil hasil tangkapannya.

(18)

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalan suatu sistim bisnis.

Sumberdaya ikan : Semua jenis ikan dan biotik air lainnya yang menjadi obyek kegiatan perikanan

(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tual merupakan daerah kota kepulauan di Propinsi Maluku. Wilayahnya terdiri atas 66 pulau. Sekitar 98% atau 18.758 km2 wilayahnya berupa lautan. Wilayah ini secara geografis berada di Laut Arafura. Lautan ini merupakan daerah penangkapan ikan potensial di Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan Tual, 2009).

Pada lingkup nasional, Tual memiliki nilai strategis yang dapat menjadi modal dasar peningkatan peran dan fungsi kota dalam sistem pembangunan nasional. Tual dalam prespektif pemerintah pusat ditempatkan sebagai simpul kota nasional, karena kedudukannya sebagai pusat kegiatan. Dalam lingkup nasional, Tual merupakan pusat kegiatan nasional sektor perikanan tangkap. Ini diwujudkan dengan ditetapkannya Tual menjadi salah satu kawasan minapolitan di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan bernomor Ed 32/B/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan.

Potensi sumberdaya ikan laut di Tual, yaitu sebesar 800.600 ton per tahun. Sementara pemanfaatan sumberdaya ini baru 42,60%. Ini memberi peluang yang cukup besar untuk di kembangkan (Dinas Kelautan dan Perikanan Tual, 2009).

Nelayan Tual saat ini menangkap ikan dengan menggunakan jaring insang, bagan, pancing, sero dan purse seine. Jaring insang merupakan alat tangkap yang paling sering digunakan untuk menangkap ikan. Pengoperasiannya telah lama dilakukan oleh nelayan setempat. Jaring insang yang digunakan memiliki ukuran mata jaring 1,50; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75 dan 3,00 inci. Ukuran mata jaring yang

paling sering digunakan adalah 2,25”; 2,50”; 2,75” dan 3,00”. Sementara shortening yang digunakan bernilai 45%, 50% dan 55%. Penentuan ukuran mata jaring dan shortening masih didasarkan pada pengalaman nelayan secara turun temurun.

(20)

shortening yang berbeda. Gunanya untuk mendapatkan ukuran mata jaring dan shortening yang paling optimal menangkap ikan dengan jumlah terbanyak.

Ukuran mata jaring insang memberikan pengaruh signifikan terhadap efisiensi dan komposisi hasil tangkapan (Pala and Yuksel, 2010). Selanjutnya Ahrenholz and Smith (2010) mengemukakan shortening yang tidak sesuai dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan.

1.2 Perumusan Masalah

Ukuran mata jaring dan shortening dapat menentukan efektifitas alat tangkap jaring insang. Ukuran mata jaring biasanya didefinisikan sebagai panjang dari suatu mata jaring yang direntangkan (stretched). shortening didefenisikan sebagai rasio dari selisih panjang jaring yang direntangkan secara penuh dengan panjang jaring yang terpasang pada tali ris kemudian dibagi dengan panjang jaring yang direntangkan secara penuh. Efektifitas jaring insang ditentukan dengan cara membandingkan jumlah hasil tangkapan pada jaring insang yang paling sering digunakan oleh nelayan di Tual.

Jaring insang yang paling sering digunakan memiliki ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%, 50% dan 55%. Hingga saat ini belum ada penelitian untuk mengetahui apakah ukuran mata jaring dan shortening yang digunakan oleh nelayan Tual tergolong efektif atau tidaf efektif untuk menangkap ikan. Untuk itu dianggap perlu mengkaji perbandingan ukuran mata

jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00”. Selanjutnya juga perlu mengkaji perbandingan shortening 45%, 50% dan 55%.

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menentukan jaring insang yang efektif menangkap ikan dari 3 jaring yang diuji coba, yaitu jaring insang dengan ukuran mata 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan masing-masing shortening 45%, 50%, dan 55%; dan

2 Mengestimasi indeks keragaman dari setiap ukuran mata jaring

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan desain dan konstruksi jaring insang yang dapat menangkap ikan terbanyak, baik untuk dioperasikan di perairan Kota Tual maupun di perairan lainnya di Indonesia .

1.5 Hipotesis

Ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan masing-masing shortening 45%, 50% dan 55% berpengaruh terhadap komposisi dan jumlah hasil tangkapan

1.6 Kerangka Pemikiran

(22)
(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Kota Tual

Kota Tual merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 66 pulau. Pulau yang berpenghuni sebanyak 13 pulau dan pulau yang tidak berpenghuni sebanyak 53 pulau. Pada umumnya pulau-pulau yang tidak berpenghuni dipergunakan sebagai lahan pertanian/perkebunan atau sebagai tempat singgah kapal. Pulau-pulau yang tidak berpenghuni merupakan Pulau-pulau-Pulau-pulau kecil. Luas wilayahnya 19.095,84 km2 yang terdiri atas daratan seluas 352,29 km2 (1,84%) dan lautan seluas 18.743,55 km2 (98,16%). Posisi Kota Tual berada di antara 5 sampai 6º LS dan 131 sampai 133º BT. Secara geografis wilayah ini dibatasi oleh Laut Banda di sebelah Barat, Selat Nerong di sebelah utara (Kabupaten Maluku Tenggara). Kecamatan Kei Kecil di sebelah timur (Kabupaten Maluku Tenggara) dan Laut Arafura di sebelah Selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, 2009).

Berdasarkan pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia, perairan Tual dimasukkan ke dalam WWP 715 (Laut Arafura dan Laut Aru), sehingga dapat dianggap mewakili potensi perikanan tangkap perairan laut Kota Tual. Potensi total sumberdaya ikan laut WPP 715 adalah sebanyak 800.600 ton/tahun. Kelompok ikan dengan potensi terbesar adalah kelompok ikan pelagis kecil sebanyak 400.660 ton/tahun, diikuti oleh kelompok ikan demersal 256.070 ton/tahun dan ikan pelagis besar 143.870 ton/tahun. Pemanfaatan potensi perikanan khususnya ikan pelagis kecil dan ikan demersal masih kurang dari 10%. Sementara untuk ikan pelagis besar baru 42,60%, sehingga peluang pengembangannya masih cukup besar (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, 2009).

(24)

spp), kima (Tridacna spp) dan teripang (Holothuria spp). Potensi sumberdaya ikan karang dan pelagis kecil terdapat pada beberapa lokasi, seperti sekitar Pulau Rumadan (Dullah Laut), Desa Ngadi, Teluk Un, Teluk Vid Bangir, Pulau Tam dan Pulau Tayando. Produksi jenis ikan yang dominan di Tual antara tahun 2004 dan 2009 dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi beberapa jenis ikan dominan di Kota Tual antara tahun 2004 dan 2009 Jumlah 78.551 130.101,8 115.522,6 169.946,5 88.998,1 6.059,1

2.2 Kondisi Oseanografi Perairan Kota Tual

Suhu permukaan laut di perairan Tual berkisar antara 27,8 sampai 30oC. Kisaran salinitas antara 26 sampai 35o/oo. Suhu permukaan laut dan salinitas pada

(25)

Tipe pasang surut perairan Kota Tual adalah pasang campuran yang lebih menonjol ke harian ganda (predominantly semi-diurnal time). Dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang pertama umumnya lebih besar dari pasang yang kedua. Ketinggian pasang surut di wilayah ini mencapai 2,5 m.

Gelombang paling tinggi terjadi di perairan Kota Tual terutama sepanjang pantai timur Pulau Tayando yang menyebabkan kemunduran garis pantai. Gelombang di wilayah ini dipengaruhi oleh angin musim. Rata-rata tinggi gelombang yang terjadi sejak tahun 1999 hingga 2005 berkisar antara 0,1 sampai 1 m dengan periode antara 2,3 sampai 6,8 detik. Pada musim barat antara Desember sampai Maret, tinggi gelombang rata-rata cukup kecil, yaitu antara 0,3 dan 0,4 m dengan periode antara 3 sampai 4 detik. Pada musim peralihan I (April sampai Mei), kisaran tinggi gelombang antara 0,1 dan 0,4 m dengan periode antara 2 sampai 4 detik. Pada musim timur (Juni sampai September) tinggi gelombang cukup besar dengan kisaran antara 0,5 sampai 1,1 m (Periode antara 5 dan 7 detik). Adapun pada musim peralihan 2 (Oktober sampai November), tinggi gelombang rata-rata 0,7 m dan melemah ketika memasuki musim barat (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual, 2009).

Kecerahan rata-rata perairan Kota Tual sebesar 0,76 FTU. Konsentrasi materi tersuspensi di permukaan laut berkisar antara 0,11 sampai 0,15 mg/l. Kosentrasi materi tersuspensi banyak dipengaruhi oleh pergerakan air. Pergolakan air yang lebih intensif disebabkan oleh angin, arus lalu lintas antar desa dan pulau dan aktivitas gelombang (Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, 2004).

2.3 Jaring Insang

Jaring insang merupakan jenis alat tangkap yang paling dominan dioperasikan oleh nelayan Kota Tual. Konstruksi dan bahan pembentuknya hampir sama dengan jaring insang penangkap jenis-jenis ikan lainnya. Jenis alat tangkap yang juga digunakan untuk menangkap ikan dengan skala kecil adalah pukat cincin, pancing dan bagan.

(26)

diletakkan pelampung dan pada bagian bawahnya diletakkan pemberat. Jaring akan terentang karena adanya dua gaya berlawanan arah, yaitu gaya apung dari pelampung yang mengarah ke atas dan gaya tenggelam dari pemberat ke arah bawah (Permen Kelautan dan Perikanan, 2008; Martasuganda, 2008).

Jaring insang diklasifikasikan atas 4 jenis, yaitu (1) jaring insang apung (floating gillnet), (2) jaring insang dasar (bottom gillnet), (3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) dan trammelnet (Nomura and Yamazaki, 1977). Klust (1987) dan Martasuganda (2008) mengatakan klasifikasi jaring insang sebaiknya didasarkan atas konstruksi, jenis ikan, metode operasi atau kedudukannya di perairan dan lokasi daerah penangkapannya. Berdasarkan konstruksinya, jaring insang terdiri atas satu lembar jaring, dua lembar jaring atau jaring dua lapis dan tiga lembar jaring (trammelnet). Berdasarkan metode operasi, jaring insang dikelompokkan atas jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang menetap (set gillnet) dan jaring insang lingkar (encircling gillnet). Berdasarkan kedudukannya di perairan, jaring insang terdiri atas jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet) dan jaring insang pertengahan (midwater gill net), jaring insang hanyut (drift gill net) dan jaring lingkar (encricling gillnet). Jika dikelompokkan atas jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapannya, maka jaring insang antara lain terdiri atas jaring kembung, jaring julung, jaring hiu dan jaring tembang.

Bagian-bagian utama jaring insang terdiri atas pelampung, tali ris atas, badan jaring, tali ris bawah dan pemberat” (Nomura, 1981). Adapun menurut Von Brandt (1984), Nomura (1981), Sainsburry (1971) dan Martasuganda 2008, spesifikasi setiap bagian utama jaring insang meliputi pelampung, tali pelampung, tali ris bagian atas, tali penggantung badan jaring bagian atas, srampad bagian atas, mata jaring bagian dalam, mata jaring bagian luar, srampad bagian bawah, tali penggantung badan jaring bagian bawah, tali ris bagian bawah, tali pemberat, dan pemberat. Rincian setiap bagian jaring insang adalah sebagai berikut:

2.3.1 Pelampung

(27)

terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan tahan lama. Jumlah pelampung dan berat jenis pelampung yang dipasang pada jaring sangat menentukan besar kecilnya gaya apung jaring. Hubungan antara berat jenis pelampung ( ), berat jenis air laut ( w), berat pelampung (W) dan gaya apung (FB) dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Fridman, 1988):

Menurut FAO (1996), jaring insang perlu menggunakan pelampung tanda atau tambahan yang mudah terlihat dari jarak jauh untuk keamanan dan keselamatan pelayaran.

2.3.2 Tali ris atas

Tali ris jaring insang pada umumnya terbuat dari bahan polyethylene (PE). Tali ini terdiri atas tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas dipasang pada bagian atas jaring. Fungsi tali ris, menurut Puspito (2009), sebagai bingkai jaring dan menjaga bukaan mata jaring agar tetap efektif untuk menangkap ikan secara terjerat atau terpuntal.

Pemasangan tali ris terbagi atas 4 cara, yaitu (1) pemasangan tali ris atas dan bawah dengan cara disambungkan langsung dengan badan jaring, (2) pemasangan tali ris atas disambungkan langsung dengan badan jaring dan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung, (3) pemasangan tali ris atas disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung dan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring, dan (4) pemasangan tali ris atas dan bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (Martasuganda, 2008).

2.3.3 Badan jaring

(28)

setiap periode waktu, nelayan selalu mencoba berbagai bahan jaring untuk meningkatkan hasil tangkapan.

Bahan jaring insang saat ini pada umumnya menggunakan bahan sintetis polyamide (PA). Bahan sintetis ini terdiri atas 2 tipe, yaitu PA 6,6 dan PA 6. Dalam perikanan tangkap, menurut Klust (1987), keduanya memiliki sifat-sifat mekanis yang sama, sehingga keduanya tidak memiliki perbedaan. PA 6,6 dan PA 6 dikenal dengan nama dagang yang sama yaitu nilon.

Benang nilon yang digunakan untuk membuat jaring terdiri atas dua jenis, yaitu monofilamen dan multifilamen. Menurut Puspito (2002), benang monofilamen terbentuk oleh filamen. Potongan melintangnya berbentuk bulat dengan diameter antara 0,1 sampai dengan 1,0 mm atau penampang melintang berbentuk oval dengan diameter antara 0,17 sampai dengan 0,34 mm. Adapun benang multifilamen tersusun atas beberapa filamen yang tidak terputus. Millner (1985) mengatakan sifat dari serat monofilamen adalah kaku, tidak fleksibel dan warnanya transparan di perairan. Adapun sifat dari serat multifilamen adalah tidak kaku, fleksibel dan warnanya tidak transparan di perairan.

2.3.4 Tali ris bawah

Tali ris bagian bawah terbuat dari bahan yang sama dengan tali ris bagian atas. Tal ris ini dipasang pada badan jaring bagian bawah. Fungsi tali ris bagian bawah juga sama dengan fungsi tali ris bagian atas, yaitu sebagai bingkai jaring dan menjaga bukaan mata jaring agar tetap efektif untuk menangkap ikan secara terjerat atau terpuntal.

2.3.5 Pemberat

(29)

Hubungan antara berat jenis pemberat ( ), berat jenis air laut ( w), berat pemberat (W) dan gaya berat (Fs) dapat dirumuskan dengan persamaan Fridman (1988),:

2.4 Shortening

Bentuk bukaan mata jaring salah satunya dapat ditentukan melalui perhitungan shortening (Martasuganda, 2008). Nilai shortening yang tepat pada jaring insang dapat meningkatkan hasil tangkapan (Martasuganda et al, 2000; Ahrenholz and Smith, 2010). Bentuk bukaan mata jaring yang tidak sesuai dengan bentuk badan ikan target, menurut Nomura (1985), dapat menyebabkan ikan hanya menabrak mata jaring dan selanjutnya meloloskan diri.

Shortening diartikan sebagai rasio antara selisih panjang jaring direntang penuh dengan panjang jaring setelah dipasang pada tali ris dibagi dengan panjang jaring direntang penuh. Adanya shortening menyebabkan mata jaring mengalami pengerutan. Menurut Martasuganda (2008), shortening untuk bagian jaring yang dipasang pada tali ris atas (Sa) dapat dicari menggunakan persamaan:

Sa = ( LoLa ) / Lo ... (3) La adalah panjang tali ris atas untuk jaring insang yang akan dirancang dan Lo panjang bahan jaring untuk bagian tali ris atas. Jika shortening sudah ditentukan, maka panjang jaring bagian atas secara horisontal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

La= Lo - Sa × Lo ... (4) Adapun shortening untuk bagian jaring yang dipasang pada tali ris bawah (Sb) dapat dihitung dengan rumus berikut:

Sb = ( LoLb ) / Lo ... (5) Jika shortening sudah ditentukan, maka panjang jaring bagian bawah (Lb) secara horisontal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Lb= Lo - Sb × Lo ... (6) Setelah shortening dari jaring bagian tali ris atas dan tali ris bawah sudah ditentukan, maka tinggi jaring dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Md = m x n√ 2 SS 2... (7)

(30)

Keterangan :

Md : Mesh depth (tinggi jaring); S : Shortening;

m : Mesh size (ukuran mata jaring); dan

n : Jumlah mata jaring ke arah tinggi jaring (ke arah mesh depth). Pada Gambar 2 ditunjukkan bentuk bukaan satu mata jaring yang dipengaruhi oleh shortening.

2.5 Ukuran Mata Jaring

Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran dan bentuk badan ikan yang menjadi target penangkapan. Penentuan ukuran mata jaring insang dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

(1) Menentukan ukuran mata jaring insang berdasarkan hubungan antara lebar bukaan mata jaring (mo), bentuk badan ikan (Kg) dan keliling maksimum badan ikan (G) (Fridman 1988). Rumusnya adalah:

mo = Kg G ... (8) Nilai Kg untuk bentuk badan ikan yang fusiform sebesar 0,40, dan nilai Kg untuk bentuk badan ikan compresed atau bentuk badan ikan depressed sebesar 0,44.

(2) Menentukan ukuran mata jaring insang (Ms) berdasarkan keliling operculum girth (Go) dan keliling maksimum body girth (Gm) (Martasuganda 2008). Rumusnya adalah:

(31)

Sumber: Fridman, 1988; Martasuganda, 2008 Keterangan :

AC = AD = AE = Panjang ukuran mata jaring posisi sebelum shortening = L CC= Nilai pengerutan (Shortening) = S

AC„ = AC - CC„= (LS) = l = Panjang mata jaring setelah shortening S =(AC - C C„ )/AC = ( Ll )/L

Mesh depth (Md)= D C„ = B BDC„2 = B B„2 = A D2–A C„2

Untuk mesh size = 1, dan nilai pengerutan = S,maka

D C„2 = B B„2 = A D2–A C„2 = 12– (1 –S) 2 = 1 – (1 – 2 S + S2) = 2 SS2 Satu mata jaring (m) = 2 bar ( 2b ) = 1, dan jumlah mata jaring (n ) = 1, Jadi : D C„ = B B„ = Mesh depth (Md) = m n √ (2 SS2).

Gambar 2 Bukaan mata jaring yang dipengaruhi oleh shortening

S

L -S = l

3.1.1.1 L

A C

C B

B

(32)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu penelitian di lapangan dibagi ke dalam dua tahap. Masing-masing tahap adalah pembuatan jaring antara tanggal 08 April - 01 Mei 2011 dan uji coba penangkapan antara tanggal 05 - 18 Mei 2011. Pembuatan jaring dilakukan di bengkel Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Tual. Selanjutnya uji coba penangkapan dilakukan di perairan Tual (Lampiran 1).

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa 9 jaring berukuran mata 2,25 inci, 9 jaring 2,50 inci, 9 jaring 3,00 inci dan ikan hasil tangkapan. Spesifikasi masing-masing jaring insang dapat dilihat pada Tabel 2, 3, dan 4. Desain dan konstruksi jaring insang dapat di lihat pada Lampiran 2. Adapun alat yang dipakai meliputi:

1. Perahu jaring insang sebanyak 1 unit dengan panjang total (LOA) 7 m, lebar (B) 1 m, tinggi (H) 1 m, yang digerakkan oleh mesin bermerek Yamaha berkekuatan 40 PK;

2. Timbangan portable sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang berat ikan tangkapan;

3. Timbangan pegas sebanyak 2 buah untuk menimbang pelampung, timah, jaring dan tali;

4. Kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian;

5. Mistar dengan ukuran panjang 30 cm dan 60 cm untuk mengukur panjang (fork length) dan keliling badan (operculum girth dan body girth maxsimum) ikan hasil tangkapan;

6. Current meter sebanyak 1 buah untuk mengukur kecepatan arus di daerah penangkapan;

7. CTD sebanyak 1 buah untuk mengukur suhu dan salinitas di daerah penangkapan;

8. Peralatan tulis menulis untuk mencatat data; 9. Buku identifikasi ikan; dan

(33)

Tabel 2 Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 2,25 inci

a) Bahan Styrofoam Styrofoam Styrofoam

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Silinder Silinder Silinder

d) Diameter luar (mm) 7 7 7

e) Diameter dalam (mm) 4 4 4

f) Panjang (mm) 60 60 60

g) Jarak antar pemberat (cm) 40 40 40

(34)

Tabel 3 Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 2,50 inci

a) Bahan Styrofoam Styrofoam Styrofoam

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Silinder Silinder Silinder

d) Diameter luar (mm) 7 7 7

e) Diameter dalam (mm) 4 4 4

f) Panjang (mm) 60 60 60

g) Jarak antar pemberat (cm) 40 40 40

(35)

Tabel 4 Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 3,00 inci

a) Bahan Styrofoam Styrofoam Styrofoam

b) Jumlah 65 65 65

c) Bentuk Silinder Silinder Silinder

d) Diameter luar (mm) 7 7 7

e) Diameter dalam (mm) 4 4 4

f) Panjang (mm) 60 60 60

g) Jarak antar pemberat (cm) 40 40 40

(36)

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan. Seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Urutan pengujiannya adalah 4) Pengumpulan dan identifikasi hasil tangkapan.

Jaring insang yang dioperasikan sebanyak 9 macam. Masing-masing jaring

insang memiliki ukuran mata 2,25”; 2,50” dan 3,00” dengan shortening 45%,

50% dan 55%. Operasi penangkapan dilakukan sebanyak 11 kali ulangan. Pada setiap operasi penangkapan, posisi setiap jaring berselang seling. Susunannya dirubah pada setiap operasi penangkapan ikan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa komposisi hasil tangkapan, ukuran biometri ikan, cara terjerat ikan, gaya apung dan gaya tenggelam jaring insang. Sementara data sekunder meliputi kondisi oseanografi dan produksi perikanan tangkap dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tual antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Adapun data teknis yang dikumpulkan terkait dengan pengoperasian jaring insang di perairan Tual, diantaranya adalah:

1) Informasi yang memuat cara nelayan jaring insang menangkap ikan;

2) Data lokasi pengoperasian jaring insang yang biasa dilakukan olah nelayan Tual; dan

3) Data ikan yang menjadi target penangkapan dari jaring insang.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Distribusi frekuensi ukuran biometri ikan

(37)

dibuat interval. Untuk menentukan selang kelas dan interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi menurut Walpole (1995), yaitu: K = 1 + 3,3 logn……… (10)

I = R / K………..….. (11)

Keterangan :

K : Jumlah kelas; n : Banyaknya data;

I : Interval ukuran biometri ikan; dan R : Nilai terbesar – Nilai terkecil.

3.5.2 Hubungan panjang dan berat ikan

Hubungan antara panjang dan berat ikan dihitung dengan menggunakan analisis biometri dengan mengacu pada persamaan eksponensial, yaitu W = aLb (Sparre dan Venema, 1989). Data ditransformasi logaritma ke dalam bentuk persamaan linier, sehingga membentuk persamaan :

LogW = log a + b log L………...(12) W adalah berat ikan (g), a dan b konstanta dan L panjang standar ikan (cm). Jika nilai b < 3, maka pertumbuhan bersifat alometrik negatif. Pola pertumbuhan bersifat alometrik positif dan isometrik apabila nilai b masing-masing b > 3 dan b = 3.

Hubungan antara panjang dengan operculum girth dan body girth maksimal dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier dengan persamaan berikut (Santosa dan Ashari, 2005):

(38)

Yijk = μ + τi + j + (τ )ij + Cijk ...(14) Keterangan :

Yijk : Pengamatan pada ukuran mata jaring taraf ke-i, shortening taraf ke-j dan ulangan ke-k;

μ : Rataan umum;

τi : Pengaruh ukuran mata jaring terhadap jumlah hasil tangkapan; j : Pengaruh shortening terhadap jumlah hasil tangkapan;

(τ )ij : Pengaruh komponen interaksi antara ukuran mata jaring dan shortening; dan

Cijk : Pengaruh komponen acak.

Hipotesis yang dipergunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut: 1 Ho: τ1 = τ2 = τ3= 0; Selanjutnyaα < Sig berarti terima Ho. Analisis ini dengan menggunakan software SPSS 17.

Untuk mengetahui ukuran mata jaring dan shortening manakah yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap jumlah hasil tangkapan. Dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT. Adapun kaidah keputusan adalah jika α > Sig berarti berbeda nyata. Selanjutnya jika α < Sig berarti tidak berbeda nyata. Rumus BNT yang digunakan adalah (Steel and Torie, 1980): BNT = /2 ( )1/2...(15)

(39)

C = 2………...(16)

Keterangan :

C : Indeks dominasi (Indeks Sympson); ni : Jumlah spesies tangkapan tertentu;

N : Jumlah hasil tangkapan; dan S : Jumlah spesies.

Kriteria nilai indeks dominasi Sympson adalah:

C < 0,5 berarti dominasi spesies tertentu yang tertangkap rendah; dan

C≥ 0,5 berarti dominasi spesies tertentu yang tertangkap tinggi

Indeks Shannon dihitung dengan rumus sebagai berikut (Odum, 1996):

H’ = ……….…(17)

Keterangan :

H’ : Indeks keragaman (Indeks Shannon); pi : Proporsi spesies yang tertangkap;

N : Jumlah hasil tangkapan; S : Jumlah spesies; dan

ni : Jumlah spesies tangkapan tertentu. Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon adalah:

H‟ = 0 berarti keanekaragaman hasil tangkapan jaring uji coba rendah; dan

(40)

4

HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Oseanografi

Uji coba penangkapan dilakukan pada perairan Tual dengan kecepatan arus berada pada kisaran antara 0,014-0,082 m/detik. Arus pada daerah penangkapan dipengaruhi oleh pasang surut yang umumnya terjadi pada perairan pantai. Kecepatan arus akan meningkat pada mulut teluk yang kecil dan selat yang sempit dengan mencapai 1 m/detik.

Suhu permukaan perairan antara 27,71-27,74oC, dan salinitas berada pada kisaran 32,50-32,54o/oo. Suhu permukaan dan salinitas pada waktu uji coba

penangkapan (April-Mei) tergolong cukup rendah dibandingkan musim timur (Juni-September) yang suhu permukaannya dapat mencapai 30oC dan salinitas dapat mencapai 35o/oo. Pada musim barat (Desember-Maret) dan pancaroba 1

(April-Mei) terjadi curah hujan yang tinggi dibandingkan pada musim timur. Ini yang menyebabkan suhu permukaan dan salinitas cukup rendah pada waktu uji coba penangkapan.

4.2 Hasil Tangkapan

(41)

sedangkan kembung perempuan pada kisaran 17,1-19,9 cm dengan panjang rata-rata 18,4 cm. Kisaran panjang untuk selar hijau antara 21,8-24,6 cm dengan panjang rata-rata 23,1, ekor kuning antara 15,1-18,5 cm dengan rata-rata panjang 16,7 cm ,baronang lingkis antara 16,2-20,8 cm, dengan panjang rata-rata 18,2 cm, kakap antara 19,4-22,6 cm dengan panjang rata-rata 20,8 cm, layang antara 20,9-27,0 cm dengan panjang rata-rata 23,2 cm, kakap antara 18,1-22,7 cm dengan panjang rata-rata 20,7 cm, selar ubur-ubur antara 16,4-18,3 cm dengan panjang rata-rata 17,5 cm, ikan selar bentong antara 14,9-19,7 cm dengan panjang rata-rata 17,7 cm dan kacang-kacang antara 20,2-22,9 cm dengan rata-rata panjang 21,6 cm. Kisaran panjang rata-rata ikan hasil tangkapan dituliskan pada Tabel 6 – 15.

Tabel 5 Komposisi hasil tangkapan jaring insang untuk setiap ukuran mata jaring

No Jenis ikan 4) Kembung perempuan (Rastrelliger

(42)

Tabel 6 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi panjang

Tabel 7 Jumlah selar hijau berdasarkan distribusi panjang Interval

(43)

Tabel 9 Jumlah baronang lingkis berdasarkan distribusi panjang

Tabel 10 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang Interval

(44)

Tabel 12 Jumlah kakap berdasarkan distribusi panjang

Tabel 13 Jumlah selar ubur-ubur berdasarkan distribusi panjang Interval

(45)

Tabel 15 Jumlah kacang-kacang berdasarkan distribusi panjang kisaran 172,8-245,6 g dengan berat rata-rata 214,4 g, sedangkan untuk kembung lelaki berada pada kisaran 117,2-311,3 g dengan berat rata-rata 195,6 g. Kisaran berat untuk baronang lingkis antara 62,9-112,8 g dengan berat rata-rata 85,6 g, untuk kakap antara 138,9-193,8 g dengan berat rata-rata 165,8 g, untuk selar bentong antara 50,8-181,2 g dengan berat rata-rata 110,0 g, untuk kakap antara 158,7-218,5 g dengan berat rata-rata 184,5 g, untuk layang antara 119,7-321,2 g dengan berat rata-rata 189,1 g, untuk ekor kuning antara 70,6-141,7 g dengan berat rata-rata sebesar 97,3 g, untuk kacang-kacang antara 152,8-193,4 g dengan berat rata-rata 175,3 g, dan untuk selar ubur-ubur antara 65,0-92,6 g dengan berat rata-rata 78,8 g. Kisaran berat rata-rata dituliskan pada Tabel 16 – 25.

Tabel 16 Jumlah selar hijau berdasarkan distribusi berat

(46)

Tabel 17 Jumlah kembung lelaki berdasarkan distribusi berat

Tabel 18 Jumlah baronang lingkis berdasarkan distribusi berat

Interval berat

Tabel 19 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat

(47)

Tabel 20 Jumlah selar bentong berdasarkan distribusi berat

Tabel 21 Jumlah kakap berdasarkan distribusi berat

Interval berat

Tabel 22 Jumlah layang berdasarkan distribusi berat

(48)

Tabel 23 Jumlah ekor kuning berdasarkan distribusi berat

Tabel 24 Jumlah kacang-kacang berdasarkan distribusi berat

Interval berat

Tabel 25 Jumlah selar ubur-ubur berdasarkan distribusi berat

Interval berat

(49)

Tabel 26 Kisaran keliling operculum (Go) dan body girth maksimum (Gm) hasil tangkapan utama

No Nama spesies Kisaran Jumlah ikan

Go (cm) Gm (cm) (ekor)

1 Kembung lelaki 10,0-17,0 11,4-18,1 60

2 Kembung perempuan 8,5-10,1 9,1-11,6 2

Tabel 27 Kisaran keliling Go dan Gm hasil tangkapan sampingan dominan

No Nama spesies Kisaran Jumlah ikan

Go (cm) Gm (cm) (ekor)

4.3 Hubungan antara Panjang dan Berat ikan

Hubungan antara panjang dan berat kesepuluh spesies yang dominan tertangkap dengan menggunakan uji regresi didapatkan koefisien determinasinya lebih dari 0,90. Seluruh angka tersebut disajikan dalam Tabel 28.

(50)

4.4 Hubungan Panjang dan Go Spesies Ikan

Hubungan antara panjang dengan Go untuk masing-masing hasil tangkapan disajikan pada Tabel 29.

4.5 Hubungan Panjang dan Gm Spesies Ikan

(51)

tertangkap secara gilled, snagged dan entangled ditemukan terbanyak pada jaring

insang yang memiliki ukuran mata jaring 2,25” dan shortening 50%, yaitu

masing-masing sebanyak 40, 5 dan 9 ekor. Selanjutnya tertangkap secara wedged

ditemukan terbanyak pada jaring 2,50” (50%), yaitu sebanyak 22 ekor. Hasil

tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled pada jaring insang uji coba dapat di lihat pada Gambar 3. Selanjutnya Hasil tangkapan dominan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Jumlah tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled pada jaring insang

(52)

Hasil tangkapan yang didapatkan memiliki kisaran body girth Maksimal (Gm) antara 8,9-18,1 cm. Body girth maksimal ikan berukuran kecil ditemukan pada ekor kuning yang tertangkap secara entangled pada jaring 2,25”-45%. Adapun body girth maksimal terbesar ditemukan pada kembung lelaki yang tertangkap secara entangled pada jaring 2,25” (50%). Jumlah hasil tangkapan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled berdasarkan ukuran body girth maksimal dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Komposisi jumlah tangkapan jaring insang berdasarkan cara tertangkap Interval Gm

(cm)

Nilai tengah kelas (cm)

Cara tertangkap

Gilled Wedged Snagged Entangled

8,9-10,0 9,4 0 0 0 1

Spesies yang tertangkap selama penelitian didominasi oleh kembung lelaki.

Kembung lelaki dominan tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” dan 3,00”.

Indeks Sympson rata-rata pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” kurang dari 0,5. Data ini menunjukkan bahwa dominasi spesies yang tertangkap masih rendah. Selanjutnya Indeks Shannon rata-rata pada ukuran mata jaring 2,25”;

2,50” dan 3,00” lebih dari 1,0. Ini menunjukkan bahwa hasil tangkapan yang

(53)

Tabel 32 Indeks keragaman

4.8 Gaya Apung dan Gaya Tenggelam

Gaya tenggelam pada jaring uji diperoleh dengan cara penimbangan langsung terhadap jaring, tali ris dan timah. Masing-masing jaring, tali ris dan timah dicelupkan ke dalam air kemudian dibaca nilainya pada timbangan pegas. Begitu juga dengan gaya apung diperoleh secara langsung. Pelampung dan batu diikatkan bersama kemudian dicelukan ke dalam air. Nilai gaya apung diperoleh dari selisih hasil penimbangan pelampung dan batu dengan hasil penimbangan batu. Total gaya apung, total gaya berat dan extra bouyancy dari setiap jaring uji coba di sajikan pada Tabel 33.

(54)

5 PEMBAHASAN

5.1 Hasil Tangkapan

Berdasarkan jenis ikan yang diperoleh selama penelitian, sumberdaya ikan di perairan Tual cukup beragam, baik jenis maupun ukurannya. Noija, et al (2008) menyebutkan perairan Indonesia termasuk perairan tropis yang kaya dengan keanekaragaman jenis-jenis ikannya. Menurutnya perairan pantai, seperti daerah penangkapan jaring insang di Tual, merupakan perairan yang umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi sehingga mempunyai variasi jenis ikan yang banyak.

Penelitian berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei yang bersamaan dengan musim penangkapan kembung, yaitu berlangsung dari musim barat sampai dengan musim pancaroba I (Desember-Mei). Keberadaan kembung yang biasanya bersamaan dengan layang dan selar menyebabkan kedua jenis ikan ini tertangkap oleh jaring insang. Jenis ikan karang, seperti baronang dan ekor kuning, ikut tertangkap disebabkan daerah penangkapan jaring insang memiliki dasar perairan yang berkarang dengan banyak tumbuhan lamun. Nontji (2007) mengemukakan jenis ikan karang memiliki habitat dengan dasar perairan berkarang yang ditumbuhi lamun.

(55)

5.2 Ukuran Ikan yang Tertangkap

Panjang kembung lelaki yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 20,8-28,1 cm dengan panjang rata-rata 22,0 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 21,9-26,3 cm dengan panjang rata-rata 22,8 cm.

Selanjutnya pada ukuran mata jaring 3,00” berkisar antara 23,3-27,8 cm dengan

panjang rata-rata 25,6 cm. Ukuran panjang kembung lelaki yang layak tangkap, yaitu > 19,6 cm (www.fishbase.org; Musbir et al, 2006). Ini menunjukan bahwa ukuran panjang kembung lelaki yang tertangkap dalam penelitian tergolong sudah layak tangkap. Begitu pula ukuran panjang kembung perempuan yang tertangkap

pada ukuran mata jaring 2,50” berkisar antara 17,1-19,9 cm dengan panjang

rata-rata 18,4 cm. Ukuran panjangnya yang layak tangkap, yaitu > 17,0 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan ukuran panjang kembung perempuan yang tertangkap dalam penelitian tergolong sudah layak tangkap.

Panjang layang yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” berkisar

antara 21,9-22,7 cm dengan panjang rata-rata 22,3 cm. Pada ukuran mata jaring

2,50” berkisar antara 20,9-23,8 cm dengan panjang rata-rata 23,2 cm. Selanjutnya

pada ukuran mata jaring 3,00” berkisar antara 25,3-27,0 cm dengan panjang rata-rata 26,3 cm. Ukuran panjang layang yang layak tangkap, yaitu > 15,5 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan ukuran panjang layang yang tertangkap dalam penelitian tergolong sudah layak tangkap

Panjang baronang lingkis yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 16,2-17,7 cm dengan panjang rata-rata 17,0 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 18,8-20,8 cm dengan panjang rata-rata 19,2 cm.

Ukuran panjang baronang lingkis yang layak tangkap, yaitu > 18,0 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan ukuran panjang baronang lingkis yang

tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” tergolong belum layak tangkap. Untuk

baronang lingkis yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,50” tergolong sudah

layak tangkap

Panjang selar bentong yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 14,9-19,4 cm dengan panjang rata-rata 17,0 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 17,8-19,7 cm dengan panjang rata-rata 18,7 cm.

(56)

menunjukkan selar bentong yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”, yang

sudah layak tangkap mencapai 64,7% terhadap total selar bentong yang tertangkap pada ukuran mata jaring ini. Ukuran panjang selar bentong yang tertangkap pada

ukuran mata jaring 2,50” tergolong sudah layak tangkap.

Panjang kakap yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” berkisar antara 19,4-20,3 cm dengan panjang rata-rata 19,8 cm. Selanjutnya pada ukuran

mata jaring 2,50” berkisar antara 20,6-22,6 cm dengan panjang rata-rata 21,6 cm.

Ukuran panjang kakap yang layak tangkap, yaitu > 22,0 cm (www.fishbase.org).

Ini menunjukkan kakap yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25” tergolong

belum mencapai ukuran panjang yang layak tangkap. Untuk kakap yang

tertangkap pada ukuran mata jaring 2,50”, yang sudah layak tangkap mencapai

67,27% terhadap total kakap yang tertangkap pada ukuran mata jaring ini.

Panjang ekor kuning yang tertangkap pada ukuran mata jaring 2,25”

berkisar antara 15,5-17,2 cm dengan panjang rata-rata 16,5 cm. Pada ukuran mata

jaring 2,50” berkisar antara 16,9-18,1 cm dengan panjang rata-rata 17,6 cm.

Selanjutnya panjang ekor kuning yang tertangkap pada ukuran mata jaring 3,00”

sebesar 18,5 cm. Ukuran panjangnya yang layak tangkap, yaitu > 16,2 cm (www.fishbase.org). Ini menunjukkan bahwa ekor kuning yang tertangkap pada

ukuran mata jaring 2,25”, yang sudah layak tangkap mencapai 53,84% terhadap

total tangkapan ekor kuning pada ukuran mata jaring ini. Untuk ekor kuning yang

tertangkap pada ukuran mata jaring 2,50” dan 3,00” tergolong sudah layak

tangkap.

Berdasarkan ukuran panjang ikan dapat dikatakan bahwa hasil tangkapan

pada jaring insang dengan ukuran mata 2,25”; 2,50” dan 3,00”, menangkap ikan

dengan ukuran layak tangkap diatas 80%. Ini menunjukkan penangkapan dilakukan pada musim puncak ikan.

5.3 Hubungan antara Panjang dan Berat Ikan

(57)

peneliti pada daerah yang berbeda. Langkosono dan Sumadhiharga (1993), mendapatkan nilai b = 2,168 untuk kembung lelaki yang hidup di perairan Teluk Ambon bagian luar. Selanjutnya Pauly, et al (1996) memperoleh nilai b = 3,190 untuk kembung lelaki yang berada Laut Jawa. Perbedaan nilai b dari beberapa penelitian ini diduga karena dipengaruhi oleh perbedaan musim dan tingkat kematangan gonad serta aktivitas penangkapan. Nugraha dan Murdijah (2006) mengemukakan tekanan penangkapan yang cukup tinggi pada suatu daerah turut mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan populasi ikan. Pada penelitian ini, nilai b selar hijau, kacang-kacang, layang, selar ubur-ubur, kakap (Lutjanus spp), kakap (Lutjanus fulvus) dan baronang lingkis kurang dari 3. Selanjutnya nilai b untuk kembung lelaki, ekor kuning (Caesio teres) dan selar bentong lebih dari 3. Ini menunjukkan pola pertumbuhan selar hijau, kacang-kacang, layang, selar ubur-ubur, kakap dan baronang lingkis adalah alometrik negatif (pertambahan berat lebih kecil dari pertambahan panjang). Selanjutnya pola petumbuhan kembung lelaki, ekor kuning dan selar bentong adalah alometrik positif (pertambahan berat lebih besar dari pertambahan panjang).

5.4 Cara Ikan Tertangkap

Ikan yang tertangkap secara gilled, wedged, snagged dan entangled pada jaring uji coba dipengaruhi oleh shortening, ukuran mata jaring dan morfologi ikan (ukuran dan bentuk badan). Shortening mempengaruhi kekenduran jaring insang. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan shortening bernilai 55% mengalami kekenduran yang tinggi jika dibandingkan dengan shortening bernilai lainnya. Puspito (2009) menyebutkan jaring insang yang kekendurannya tinggi memungkinkan ikan tertangkap secara entangled.

(58)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ikan yang memiliki operculum girth lebih kecil dari keliling mata jaring dan body girth maksimalnya lebih besar dari keliling mata jaring akan tertangkap secara gilled. Selanjutnya ikan yang memiliki operculum girth dan body girth maksimal lebih besar dari keliling mata jaring tertangkap secara entangled.

Bentuk badan ikan juga dapat mempengaruhi cara tertangkapnya ikan. Badan ikan yang berbentuk vusiform pada umumnya tertangkap secara gilled dan wedged. Badan ikan yang berbentuk depressed pada umunya tertangkap secara terpuntal (entangled). Hasil tangkapan jaring uji coba yang memiliki bentuk badan vusiform adalah tongkol. Selanjutnya bentuk badan ikan yang berbentuk depressed adalah kembung, layang, selar dan baronang lingkis.

5.5 Ukuran Mata Jaring Pilihan

Ikan yang tertangkap secara gilled, snagged dan entangled dengan jumlah terbanyak diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”, yaitu masing-masing sebanyak 62, 10 dan 20 ekor. Hasil tangkapan terbanyak secara wedged diperoleh

pada ukuran mata jaring 2,50” sebanyak 39 ekor. Hasil ini menunjukkan bahwa

ukuran mata jaring yang produktif adalah 2,25”.

Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap total hasil tangkapan untuk setiap ukuran mata jaring menunjukkan perlakuan ukuran mata jaring berpengaruh terhadap total hasil tangkapan (Lampiran 5). Uji lanjutan dengan beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan pada mata jaring 2,25” dan 2,50” tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan ukuran mata jaring 3,00” (Lampiran 6). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa produksi total hasil tangkapan yang tertinggi terdapat pada mata jaring 2,25”, yaitu sebanyak 117 ekor (48,1%) diikuti mata jaring 2,50” sebanyak 105 ekor (43,2%) dan mata jaring 3,00” sebanyak 21 ekor (8,6%).

5.6 Shortening Terbaik

(59)
(60)

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penulisan ini menghasilkan kesimpulan berikut:

1

Jaring insang dengan ukuran mata jaring 2,25” dan shortening 50% lebih efektif menangkap ikan di perairan Tual dibandingkan dengan ukuran jaring lainnya. Jaring ini menangkap 74 ekor, sedangkan jaring 2,5”-50% (59 ekor), 2,5”-55% (31 ekor), 2,25”-55% (24 ekor), 2,25”-45% (19 ekor), 2,50”-45% (15

ekor), 3,00”-50% (15 ekor) dan 3,00-55% (6 ekor); dan

2

Hasil tangkapan yang diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan

3,00” memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Adapun dominasi spesies

yang diperoleh pada ukuran mata jaring 2,25”; 2,50” dan 3,00” tergolong masih rendah.

6.2 Saran

(61)

43

DAFTAR PUSTAKA

Ahrenholz W and Smith JW. 2010. Effect Hang in Precentage on Catch Rate of Flounder in North Carolina Inshore Gillnet Fisheries. North Amerika

Journal of Manajement. 30: 1407-1487.

Badruddin dan Wudiyanto. 2004. Makalah pada Workshop Rencana Pengelolaan Ikan Layur. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek. Jawa Timur.

Council of Educational Research. 2006. Fishing Craftand Gear TechnologyTeacher

Sourcebook. Departemen of Educational, Government of Kerala India.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tual. 2009. Buku Tahunan Statistik Perikanan Kota Tual.

DKP Provinsi Maluku. 2004. Rencana Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Wilayah Kabupaten Maluku Tengara. Kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku dan Lembaga Penelitian Unpatti. Ambon: DKP Maluku.

Fridman AL. 1988. Perhitungan dalam Merancang Alat Penangkapan Ikan. (terjemahan). Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan.

Hamley JM. 1975. Review of Gillnet Selectivity. Journal of the Fisheries Resource, Board of Canada. 32: 1943-1969.

Klust G. 1987. Bahan Jaring Untuk Alat Penangkapan Ikan. EdisiKedua. (terjemahan). Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 188 hlm

Langkosono dan Sumadiharga K. 1993. Studi Pendahuluan Beberapa Aspek Biologi Ikan Tatare (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Ambon Bagian Luar. Seminar Nasional Biologi XI di Makassar. 20 – 21 Juli 1993.

Maguran AE. 1988. Ecological Diversity and its Measurement.London: Croom Helm. 266 p.

Matjik AS, dan Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan (Dengan Aplikasi

SAS dan Minitab). Bogor: IPB Press. Hlm 98-178.

Martasuganda S, Matsuoka T, dan Kawmura G. 2000. Effect of Hang-in Ratio on Size-Selektivity of Gillnet. Jurnal Nippon Suisan Gakkaishi. 3:439-445

(62)

Millner RS. 1985. The Use of Anchored Gillnet Tangle Nets in the Sea Fisheries of England and Wales. Lowertoft. Laboratory Leaflet No 57. P 19-20.

Musbir, Malllawa A, Sudirman dan Najamudin. 2006. Pendugaan UkuranPertama Kali Matang Gonad Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta). Jurnal Sains dan Teknologi 1:19-26.

Noija D, Matdoan K, dan Khow AS. 2008. Estimasi Peluang Tertangkapnya Ikan Lalosi (Caesio sp) pada Jaring Insang Dasar di Perairan Dusun Kelapa Dua Seram Bagian Barat. Ichthyos. 7: 89-98.

Nomura M, and Yamasaki T. 1977. Fishing Techniques (I). Tokyo: Japan International Cooperation Agency. 160 p.

Nomura M. 1981. Fishing Techniques (2). Tokyo: Japan International Cooperation Agency. P 119-120.

Nomura M. 1985. Fishing Techniques (3). Tokyp: Japan International Cooperation Agency. P 63-70.

Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Hlm 215-321.

Nugroho A, dan Murdijah. 2006. Hubungan Panjang Berat, Perbandingan Jenis Kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad Ikan di Laut Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12: 195-200.

Odum EP. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga (terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hlm 20-32.

Pala M, and Yuksel M. 2010. Comparison of the Catching Efficiency of Monofilamen Gillnet with Different Mesh Size. Journal of Animal and Veterinary Advances.7: 1146 – 1149.

Pauly D, Cabanban A, and Torres F. 1996. Fishery Biology of 40 Trawl- Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hlm 1-33.

(63)

Sainsburry JC. 1971. Commercial Fishing Methods an Introduction to Vessel and Gear. England: Farnhan Surrey Fishing News (Books) Ltd.

Sparre P, and Venema VC. 1989. Introduction to Tropical Fish. Stock Assesment. Part I. Rome: FAO. P: 154-179.

Steel RD, dan Torie JH. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik (Penterjemah Soematri Bambang). Terjemahan dari Princple and Procedures of Statistics. Jakarta: PT Gramedia. 172 hlm.

Von Brant A. 1984. Catching Methods of the World. Rome: FAO Fishing News Books. hlm 2019-218.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 517 hlm.

(64)
(65)

Lampiran 1 Lokasi penelitian

P. Dullah Laut

(66)

Lampiran 2 Desain dan konstruksi jaring uji coba

a. Jaring insang ukuran mata 2,25 inci dengan shortening 45

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 1,03 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (12,5 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(67)

Lampiran 2 lanjutan

b. Jaring insang ukuran mata 2,25 inci dengan shortening 50

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 1,06 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm ( 14 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(68)

Lampiran 2 lanjutan

c. Jaring insang ukuran mata 2,50 inci dengan shortening 55

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 1,11 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (15,5 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(69)

Lampiran 2 lanjutan

d. Jaring insang ukuran mata 2,50 inci dengan shortening 45

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 0,99 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (11 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(70)

Lampiran 2 lanjutan

e. Jaring insang ukuran mata 2,50 inci dengan shortening 50

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 1,03 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (12,5 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(71)

Lampiran 2 lanjutan

f. Jaring insang ukuran mata 2,50 inci dengan shortening 55

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 1,06 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (14 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(72)

Lampiran 2 lanjutan

g. Jaring insang ukuran mata 3,00 inci dengan shortening 45

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 0,94 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm ( 9,5 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(73)

Lampiran 2 lanjutan

h. Jaring insang ukuran mata 3,00 inci dengan shortening 50

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 0,97 kgf

- Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (10,5 mata) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(74)

Lampiran 2 lanjutan

i. Jaring insang ukuran mata 2,50 inci dengan shortening 45

Keterangan :

- Total gaya apung 3,90 kgf - Total gaya berat 1,00 kgf

Jarak diantara pelampung dan pemberat 40 cm (11,5 mata ) 40 cm

2 m 40 cm

PA /9

2,50” 2 m

PE Ø 4 mm PE Ø 4 mm

26 m 26 m

PA / 9

(75)

Lampiran 3 Jaring uji coba dan pemasangan label

a. Jaring insang yang diuji coba

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Bukaan mata jaring yang dipengaruhi oleh shortening
Tabel 2  Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 2,25 inci
Tabel 3  Spesifikasi jaring insang dengan ukuran mata 2,50 inci
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kerja magang dengan

Dengan kata lain, apabila seseorang memiliki dana untuk dialokasikan di pasar modal maka semakin minimum dana yang dibutuhkan akan semakin tinggi pula seseorang

Panel yang diproduksi untuk setiap proyek yang berbeda akan selalu memiliki kesamaan bentuk, yang membedakannya antar proyek adalah ukuran material yang digunakan dan jumlah

• Blok-blok yang terhubung seri tanpa faktor pembebanan dapat diganti dengan blok tunggal dengan fungsi alihnya adalah perkalian masing-masing fungsi alih blok-blok tsb. •

% Jumlah Partisipasi masyarakat yang hadir dalam musrenbang kecamatan dibagi jumlah. masyarakat yang diundang

Seluruh dokumen di ilmuti.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau

Perlu diketahui bahwa dalam aplikasi ini kuesioner menggunakan Skala Likert untuk jawaban yang diberikan responden, Untuk mengukur variabel akan dilakukan dengan

Hasil penelitian ini, mahasiswa tingkat 1 D-III Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Tasikmalaya Tahun 2015 terbanyak adalah pada status gizi kategori kurus sebanyak 19