HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT DAN BEBAN
GLIKEMIK MAKANAN DENGAN KADAR GLUKOSA
DARAH PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA DESA
SUSUKAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN
SEMARANG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
SILVI RIZQI KURNIAWATI
J 310 120 011
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT DAN BEBAN GLIKEMIK MAKANAN DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA LANSIA DI
POSYANDU LANSIA DESA SUSUKAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG
Abstrak
Jumlah konsumsi karbohidrat dari makanan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah. Makanan dengan beban glikemik rendah akan menurunkan laju penyerapan glukosa darah dan menekan sekresi hormon insulin pankreas sehingga tidak terjadi lonjakan kadar glukosa darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dan beban glikemik makanan dengan kadar glukosa darah pada Lansia. Penelitian ini termasuk studi crossectional dengan sampel 37 lansia yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Asupan karbohidrat dan beban glikemik makanan dihitung dari rata-rata kebiasaan makan selama 1 bulan terakhir dengan FFQ semi kuantitatif. Kadar glukosa darah puasa diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Uji Statistik yang digunakan adalah pearson product moment. Sebanyak 30 (81,08%) responden memiliki asupan karbohidrat kategori cukup, 22 (59,50%) responden memiliki beban glikemik makanan kategori lebih, dan 21 (56,76%) responden memiliki kadar glukosa darah puasa kategori sedang. Hasil uji korelasi antara asupan karbohidrat dan kadar glukosa darah puasa menunjukkan nilai p=0,788, sedangkan untuk beban glikemik makanan dengan kadar glukosa darah puasa nilai p=0,672. Asupan karbohidrat dan beban glikemik makanan tidak terkait dengan kadar glukosa darah pada lansia di Posyandu Lansia Desa Susukan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
Kata Kunci : Asupan Karbohidrat, Beban Glikemik Makanan, Kadar Glukosa Darah Puasa
Abstract
load, 21 (56.76%) of respondents have a moderate fasting blood glucose level. The statistic analyzed shows that there is no association of between carbohydrate intake and fasting blood glucose levels (p = 0,788) and no association were found between glycemic load with of fasting blood glucose level (p= 0,672). Carbohydrat intake and glicemic load of food are not related to blood glucose levels in Posyandu Lansia Susukan, Desa Susukan, Kabupaten Semarang.
1. PENDAHULUAN
Lanjut usia (lansia) merupakan proses alamiah dan berkesinambungan
yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan
maupun organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemapuan badan secara keseluruhan. Upaya pencegahan melalui deteksi dan
usaha-usaha preventif seperti pemeriksaan laboratorium lengkap perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif (Fatmah, 2010).
Prediabetes merupakan kondisi tingginya glukosa darah puasa (GDP)
atau toleransi glukosa tergangguan (TGT). Gangguan metabolisme
karbohidrat pada lansia meliputi resistensi insulin, hilangnya pelepasan
insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandialtidak terjadi
pada lansia dengan diabetes mellitus (DM), dan peningkatan kadar glukosa
postprandial dengan kadar glukosa puasa normal. Timbulnya resistensi
insulin pada lansia dapat disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh, massa
otot lebih sedikit sedangkan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya
aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap
berikatan dengan insulin, dan perubahan pola makan lebih banyak makan
karbohidrat akibat berkurangnya jumlah gigi (Alwi, 2007).
Jumlah konsumsi karbohidrat dari makanan mempengaruhi
peningkatan kadar glukosa darah. Karbohidrat yang dikonsumsi akan dipecah
menjadi bentuk sederhana, yaitu glukosa yang kemudian akan diserap di usus.
Glukosa tersebut akan masuk ke dalam peredaran darah (Alwi, 2007).
Berdasarkan penelitian Wayan (2015) menyatakan ada hubungan asupan
karbohidrat dengan kadar glukosa darah pada wanita menopause di Kelurahan
Peguyangan Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Penelitian serupa
yang dilakukan oleh Siahaan dkk (2015) menyatakan bahwa ada hubungan
antara asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah pada vegetarian.
Makanan dengan beban glikemik rendah akan menurunkan laju
penyerapan glukosa darah dan menekan sekresi hormon insulin pankreas
sehingga tidak terjadi lonjakan kadar glukosa darah (Willet, 2002).
menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jumlah beban
glikemik makanan dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 di wilayah
kerja puskesmas Kota Makassar. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Fitri
dan Wirawanni (2014) menyatakan bahwa ada hubungan beban glikemik
dengan kadar glukosa darah puasa pasien DM tipe 2.
Berdasarkanan survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 10
Mei 2016 di Posyandu Lansia Desa Susukan dengan data kadar glukosa darah
puasa sebanyak 17 responden diperoleh presentase lansia yang mengalami
hiperglikemia sebesar 23,52%. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan asupan
karbohidrat dan beban glikemik makanan dengan kadar glukosa darah pada
lansia di Posyandu lansia Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang”.
2. METODE
Penelitian ini termasuk penelitian obsevasional yang dilakukan
dengan menggunakan metode crosssectional. Penelitian ini dilakukan pada
bulan September-Oktober 2016 di Posyandu Lansia Desa Susukan. Penelitian
ini dilakukan setelah dinyatakan lolos etik dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta dengan No:308/B.1/KEPK-FKUMS/VIII/2016. Populasi adalah
seluruh lansia di Posyandu Lansia Desa Susukan yang berjumlah 120 lansia,
sedangkan subjek penelitian berjumlah 37 lansia. Pengambilan subjek
menggunakan teknik consecutive sampling di Posyandu Lansia Desa
Susukan. Subjek penelitian ini merupakan lansia yang berusia 60-74 tahun,
mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia melakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, tidak mengalami dimensia, berpindah, alamat,
meninggal dunia, mengkonsumsi obat penurun kadar glukosa darah dan
bersedia menjadi responden. Hasil uji kenormalan data menggunakan
makanan dan kadar glukosa darah puasa berdistribusi normal, maka
menggunakan uji statistikpearson product moment.
2.1 Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidarat yaitu jumlah rata-rata asupan karbohidrat
dalam sehari yang dinyatakan dalam gram/hari diperoleh dari wawancara
menggunakan form FFQ semi kuantitatif selama 1 bulan terakhir. Form
FFQ semi kuantitatif digunakan untuk memperoleh data gambaran jenis
bahan makanan atau makanan olahan yang dikonsumsi responden selama
periode 1 bulan terakhir. Pengambilan data asupan karbohidrat dilakukan
dengan wawancara kepada responden secara langsung dengan
menggunakan form FFQ semi kuantitatif. Data bahan makanan yang
diperoleh kemudian dihitung rata-ratanya dalam sehari dalam satuan
g/hari, selanjutnya dimasukkan dalam nutrisurvey dan didapatkan jumlah
asupan karbohidrat responden sehari dalam satuan g/hari. Jumlah asupan
karbohidrat dalam sehari kemudian dibandingkan dengan kebutuhan
karbohidrat perindividu yang diperoleh dari perhitungan philipinos,
sehingga dapat diprosentasekan. Data asupan karbohidrat yang telah
diprosentasekan kemudian dikategorikan sesuai dengan kategori asupan
karbohidrat menurut Hardinsyah (2004), dengan kategori kurang jika
asupan karbohidratnya <90%, kategori cukup jika asupan karbohidratnya
antara 90-120%, kategori lebih jika asupan karbohidratnya >120%.
2.2 Beban Glikemik Makanan
Beban glikemik makanan merupakan gambaran pengaruh
konsumsi pangan aktual terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Data
beban glikemik makanan diperoleh dari hasil mengalikan jumlah
kandungan karbohidrat dalam makanan yang dikonsumsi dengan indeks
glikemik makanan yang dikonsumsi. Kandungan karbohidrat dalam
makanan yang dikonsusmsi responden didapatkan dari wawancara kepada
responden secara langsung dengan menggunakan form FFQ semi
kuantitatif. Data bahan makanan yang diperoleh kemudian dihitung
nutrisurvey, sehingga dapat diketahui kandungan karbohidrat dalam
makanan yang dikonsumsi. Indeks glikemik makanan sesuai yang
dikonsumsi responden didapatkan dari berat bahan makanan yang
dikonsumsi responden dikalikan dengan indeks glikemik menurut
Rimbawan dan Siagian (2004) dibagi jumlah ukuran saji menurut
Rimbawan dan Siagian (2004). Sebagai contoh, konsumsi nasi putih 300
gram dalam sehari (kandungan karbohidratnya 121,8 g). Diketahui indeks
glikemik nasi putih 64 dalam 150 gram nasi putih, maka indeks glikemik
nasi putih dalam 300 gram yaitu 300 x 64 : 150 atau 128. Sehingga dapat
dihitung beban glikemik nasi putih dalam 300 gram yaitu 300 x 128 : 100
atau 155,90. Data beban glikemik makanan yang telah hitung kemudian
dikategorikan sesuai dengan kategori beban glikemik makanan menurut
Burani dalam Fitri dan Wirawani (2012), dengan kategori kurang jika
beban glikemik makanannya <80, kategori cukup jika beban glikemik
makanannya antara 90-120, kategori lebih jika beban glikemik
makanannya >120.
2.3 Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar glukosa darah puasa adalah konsentrasi glukosa darah, atau
tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Kadar glukosa
darah puasa diukur menggunakan metode fotometric dengan prinsip
enzimatic. Responden sebelum diambil darahnya sudah diminta untuk
melakukan puasa selama 8 jam. Pengambilan darah melalui intravena oleh
laboran dan kemudian dianalisis dengan alat spektrofotometer.
Pengkategorian kadar glukosa darah puasa berdasarkan kategori kadar
glukosa darah puasa menurut Soegondo (2006), dengan kategori rendah
jika kadar glukosa darahnya ≤ 79 mg/dL, kategori sedang jika kadar
glukosa darahnya antara 80-109 mg/dL, kategori normal jika kadar
glukosa darahnya antara 110-125 mg/dL, kategori tinggi jika kadar
2.4 Analisis Data
Analisis data yang lakukan yaitu analisis data univariat dan
bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap
variabel dengan nilai tertinggi, terrendah dan rata-rata. Variabel pada
penelitian ini yaitu asupan karbohidrat, beban glikemik makanan dan kadar
glukosa darah. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variabel bebas (asupan karbohidrat dan beban glikemik
makanan) dan variabel terikat (kadar glukosa darah). Data asupan
karbohidrat, beban glikemik makanan, kadar glukosa darah puasa yang
telah diolah kemudian diuji kenormalan data dengan menggunakan uji one
sample kolmogorof smirnovdengan hasil semua variabel data berdistribusi
normal, maka menggunakan uji statistik pearson product moment. Data
asupan karbohidrat dan beban glikemik makanan dengan kadar glukosa
darah kemudian dilakukan uji statistik pada program SPSS for windows
versi 17 sehingga dapat diinterpretasikan. Hasil uji hubungan jika nilai p <
0.05 maka H0 ditolak berarti ada hubungan antara asupan karbohidrat dan
beban glikemik makanan dengan kadar glukosa darah. Hasil uji hubungan
jika p ≥ 0,05 maka H0 diterima berarti tidak ada hubungan antara asupan
karbohidrat dan beban glikemik makanan dengan kadar glukosa darah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum
Posyandu Desa Susukan merupakan posyandu lanjut usia (Lansia)
yang terletak di Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang. Posyandu ini berdiri sejak tahun 2010 dan masih aktif hingga
sekarang. Kegiatan di posyandu Desa Susukan rutin dilakukan setiap bulan
yaitu pada minggu ketiga pada setiap bulannya, biasanya dilakukan pada
pukul 14.00-16.00. Pelaksanaan kegiatan posyandu di Desa Susukan ini
meliputi senam lansia, pengukuran berat badan, pengukuran tekanan
3.2 Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah lansia di Posyandu dengan
jumlah 37 lansia di Posyandu Lansia Desa Susukan, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang. Data karakteristik yang diambil meliputi umur dan
status gizi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden
Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa Total Rendah Sedang Normal Tinggi Sumber: Data Primer Bulan September 2016
Berdasarkan Tabel 1 kategori menurut umur pada penelitian ini
dibedakan menjadi 2 yaitu lansia kelompok usia lanjut dini (55-64 tahun)
dan usia lanjut (>64 tahun). Kelompok lansia lanjut dini paling banyak
memiliki kadar glukosa darah puasa kategori sedang dengan presentase
sebesar 51,4%. Berdasarkan penelitian Leoni (2012) menyatakan bahwa
ada hubungan umur dengan kadar glukosa darah puasa. Menurut Mubarak
dan Wahit (2009) pertambahan usia akan menimbulkan
perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel, jaringan, organ
dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini menjadikan
kemunduran fisik maupun psikis.
Berdasarkan kategori IMT menunjukkan bahwa responden yang
memiliki status gizi normal paling banyak memiliki kadar glukosa darah
puasa kategori sedang paling banyak dengan presentase sebesar 32,4%.
obesitas) dalam tubuh akan meningkat pada seseorang yang mengalami
kelebihan berat badan, sedangkan menurut Kaban (2007), individu dengan
risiko obesitas mempunyai intake kalori berlebih sehingga insulin yang
diproduksi sel β pankreas tidak cukup untuk menyeimbangkan intake kalori. Penelitian Wiardani dan Kusumayanti (2010), individu dengan
obesitas juga akan mengalami peningkatan pelepasan asam lemak bebas
(Free Fatty Acid/FFA) yang akan menghambat kerja insulin sehingga
terjadi kegagalan ambilan glukosa ke dalam sel dan mengakibatkan
peningkatan glukosa darah.
3.3 Distribusi Asupan Karbohidrat, Beban Glikemik Makanan dan Kadar Glukosa Darah Puasa
Data asupan karbohidrat diperoleh dari wawancara langsung
dengan responden menggunakan FFQ semi kuantitatif selama 1 bulan
terakhir. Data asupan karbohidrat didapat dari hasil perhitungan jumlah
karbohidrat yang dikonsumsi dalam satu hari dibandingkan dengan
kebutuhan karbohidrat sehari responden dan kemudian dikali 100. Data
beban glikemik makanan dihitung dengan mengalikan nilai indeks
glikemik makanan dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam satu
porsi makanan tersebut kemudian dibagi 100 (Rimbawan dan Siagian,
2004). Data kadar glukosa darah responden diperoleh dari pemeriksaan
glukosa darah puasa diukur menggunakan metode fotometrik dengan
prinsip enzimatic dan satuan mg/dL. Pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa dilakukan setelah responden puasa selama 8 jam. Karakteristik
Distribusi asupan karbohidrat, beban glikemik makanan dan kadar
glukosa darah puasa dapat diihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Distribusi Asupan Karbohidrat, Beban Glikemik Makanan dan Kadar Glukosa Darah Puasa pada Lansia
Mean±SD Nilai
Berdasarkan Tabel 2 diketahui mean±SD asupan karbohidrat
responden yaitu sebesar 101,47±11,89%. Berdasarkan nilai maksimum
asupan karbohidrat respoden sebesar 123,02% dari perhitungan kebutuhan
individu, hal ini menunjukkan bahwa terdapat responden yang memiliki
asupan karbohidrat kategori lebih. Tingginya asupan karbohidrat pada
responden disebabkan karena terdapat responden yang mengkonsusmsi
makanan sumber karbohidrat seperti nasi 2-3x/hari setara dengan 450
g/hari, gula pasir 1x/hari setara dengan 13 g/hari, singkong 2-4x/minggu
setara dengan 68,57 g/hari, dan ubi jalar 2-4x/minggu setara dengan 38,57
g/hari. Menurut Alwi (2007) Perubahan komposisi tubuh pada lansia
seperti berkurangnya jumlah gigi menjadikan pola makan lebih banyak
makan karbohidrat.
Tabel 2 menunjukkan nilai mean±SD beban glikemik makanan
responden yaitu sebesar 175,64±93,44%. Nilai maksimum beban glikemik
makanan sebesar 402,96%, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
responden memiliki beban glikemik makanan dengan kategori lebih.
Tingginya beban glikemik dapat disebabkan karena responden banyak
mengkonsumsi sumber karbohidrat dalam porsi besar. Menurut Venn
glikemik makanan untuk indeks glikemik yang sama. Makanan dengan
indeks glikemik yang rendah akan memiliki beban glikemik yang sedang
atau tinggi jika makanan tersebut dikonsumsi dalam jumlah porsi sedikit.
Nilai mean±SD kadar glukosa darah puasa responden yaitu
86,59±13,3 mg/dL yang berarti sebagian besar responden memiliki kadar
glukosa darah puasa dengan kategori sedang. Nilai minimum kadar
glukosa darah puasa sebesar 62 mg/dL, dan nilai maksimum kadar glukosa
darah puasa sebesar 126 mg/dL. Responden dalam penelitian ini berusia
60-74 tahun yang termasuk dalam kelompok lansia lanjut. Menurut Alwi
(2007) peningkatan risiko terhadap terjadinya hiperglikemia dan
intoleransi glukosa pada usia lebih dari 45 tahun disebabkan oleh
menurunnya fungsi tubuh, khususnya kemampuan dari sel ᵝ dalam
memproduksi insulin untuk metabolisme glukosa.
Distribusi kategori asupan karbohidrat, beban glikemik makanan
dan kadar glukosa darah puasa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Distribusi Kategori Asupan Karbohidrat, Beban Glikemik Makanan, dan Kadar Glukosa darah Puasa pada Lansia
Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa Total Rendah Sedang Normal Tinggi Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
kategori cukup, sedangkan responden yang memiliki kadar glukosa darah
puasa kategori tinggi memiliki asupan karbohidrat kategori cukup. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan teori Linder (2006) yang menyatakan
bahwa salah satu faktor utama penyebab kenaikan kadar glukosa darah
adalah asupan karbohidrat.
Cepat lambatnya suatu karbohidrat meningkatkan kadar gukosa
darah tergantung pada indeks glikemik yang dimiliki. Karbohidrat yang
berindeks glikemik tinggi bereaksi cepat terhadap peningkatan kadar
glukosa darah (Lingga, 2012). Indeks glikemik dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi
pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin,
tingkat keasaman dan daya osmotik pangan, kandungan serat dalam
pangan, kandungan lemak dan protein pangan, kandungan antigizi pangan
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Tabel 3, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki
kadar glukosa darah puasa kategori sedang, namun beban glikemik
makanannya termsuk dalam kategori lebih. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan teori Jenkins (2002) yang menyatakan bahwa makanan
dengan indeks glikemik yang rendah berdampak positif terhadap kadar
glukosa darah. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat
meningkatkan sensitivitas insulin. Makanan dengan beban glikemik
rendah memiliki dampak kepada sistem pencernaan di dalam tubuh.
Makanan yang berindeks glikemik tinggi akan menimbulkan peningkatan
glukosa darah dan peningkatan kerja insulin jauh lebih banyak
dibandingkan makanan berindeks glikemik rendah. Insulin yang banyak
keluar sebagai respon tubuh akibat kadar glukosa yang tinggi akan
mengakibatkan penurunan glukosa darah, sehingga menyebabkan
kenaikan kadar glukosa darah (Powell dkk, 2002).
Penyebab perbedaan hasil penelitian dengan teori karena kadar
darah dipengaruhi oleh faktor lain seperti aktivitas fisik, obesitas, stres,
genetik dan pengaruh hormon (Alwi, 2007).
Penelitian ini memiliki kekurangan yaitu pada proses pengambilan
data menggunakan metode FFQ semi kuantitatif, dimana metode ini
bersifat subjektif dan mengandalkan ingatan responden. Penelitian seperti
ini sebaiknya menggunakan metode food weighing sehingga data yang
dihasilkan bersifat subjektif.
Asupan kerbohidrat responden didapatkan dari hasil konsumsi
makanan pokok dan gula. Distribusi jenis makanan yang dikonsumsi
berdasarkan sumber karbohidrat dapat dilihat pada tabel 4. Berikut ini
adalah Tabel distribusi jenis makanan yang dikonsumsi berdasarkan
sumber karbohidrat pada responden.
Tabel 4
Distribusi Jenis Makanan yang Dikonsumsi Berdasarkan Sumber Karbohidrat pada Responden
Bahan makanan diurutkan berdasarkan jumlah karbohidrat yang paling tinggi sesuai lampiran. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Rata-rata konsumsi perhari berdasarkan jumlah lansia yang mengkonsumsinya.
Berdasarkan Tabel 4 bahan makanan sumber karbohidrat yang
sering dikonsumsi responden adalah nasi putih dengan rata-rata 266,22
gram/hari dan mengandung 108,1 g karbohidrat dengan frekuensi
2-3x/hari. Sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh responden Sumber
Nasi putih 36 97,29 266,22 108,1 2-3x/hari
Gula pasir 37 100 17,22 16,2 1x/hari
Gula Kelapa 31 83,78 2,85 2,2 1-3x/bulan
Singkong 27 72,97 30,88 10,7 2-4x/minggu
Jagung 26 70,27 6,27 1,9 2-4x/minggu
Mi kering 26 70,27 4,91 2,5 1x/bulan
Ubi jalar 25 67,56 21,37 6,0 2-4x/minggu
Kentang 24 64,85 11,11 2,1 2-4x/minggu
Bihun 22 59,45 2,39 2,0 1-3x/bulan
Tepung Tapioka
20 54,05 3,71 3,7 1x/minggu
adalah gula pasir. Semua responden setiap hari mengkonsumsi gula pasir
rata-rata 17,22 gram/hari dan mengandung 16,2 g karbohidrat dengan
frekuensi 1x/hari. Karbohidrat di dalam tubuh akan diserap dan dipecah
dalam bentuk monosakarida, terutama glukosa. Penyerapan glukosa
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dan meningkatkan sekresi
insulin (Linder, 2000). Sekresi insulin yang tidak mencukupi dapat
menyebabkan terhambatnya proses penggunaan glukosa oleh jaringan
sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa di dalam darah (Arora, 2005).
3.4 Hubungan Asupan Karbohidrat dan Beban Glikemik Makanan dengan Kadar Glukosa Darah pada Lansia
Persen asupan karbohidrat diperoleh dari perbandingan asupan
makan responden yang mengandung karbohidrat dibandingkan dengan
perhitungan kebutuhan individu. Beban glikemik makanan dihitung
dengan mengalikan nilai indeks glikemik makanan dengan jumlah
karbohidrat yang terkandung dalam satu porsi makanan tersebut kemudian
dibagi 100 (Rimbawan dan Siagian, 2004). Hasil analisis uji hubungan
asupan karbohidrat dan beban glikemik makanan pada lansia berdasarkan
kadar glukosa darah puasa pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Hasil Uji Hubungan Asupan Karbohidrat dan Beban Glikemik Makanan Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Puasa
Variabel N Minimal Maksima
Sumber: Hasil Uji Pearson Product Moment
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji analisis statistik
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah puasa. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosalina (2008) mengenai
hubungan asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah penderita
diabetes melitus tipe 2 Di RSUD Dr. Agoesdjam Ketapang yang
meyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan
kadar glukosa darah.
Cepat lambatnya suatu karbohidrat meningkatkan kadar gukosa
darah tergantung pada indeks glikemik yang dimiliki. Karbohidrat yang
berindeks glikemik tinggi bereaksi cepat terhadap peningkatan kadar
glukosa darah (Lingga, 2012). Indeks glikemik dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi
pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin,
tingkat keasaman dan daya osmotik pangan, kandungan serat dalam
pangan, kandungan lemak dan protein pangan, kandungan antigizi pangan
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan hasil uji analisis statistik
pearson product moment antara variabel beban glikemik makanan dengan
kadar glukosa darah puasa diperoleh nilai p=0,672 (p>0,05) maka H0
diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara beban glikemik makanan dengan kadar glukosa darah
puasa. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fitri dan
Wirawanni (2014) mengenai hubungan beban glikemik dengan kadar
glukosa darah pada pasien DM tipe 2, yang menyatakan bahwa ada
hubungan beban glikemik dengan kadar glukosa darah puasa.
Penyebab perbedaan hasil penelitian dengan teori adalah karena
kadar glukosa darah tidak hanya dipengaruhi oleh asupan makan. Kadar
glukosa darah dipengaruhi oleh faktor lain seperti aktivitas fisik, stres,
genetik dan pengaruh hormon (Alwi, 2007).
Aktifitas fisik mempengruhi kadar glukosa darah. Aktifitas fisik
sensitifitas jaringan terhadap insulin dapat mengurangi kebutuhan insulin
(Ilyas, 2007). Aktivitas fisik yang tinggi maka penggunaan glukosa oleh
otot akan meningkat. Sintesa glukosa endogen akan ditingkatkan untuk
menjaga kadar glukosa darah tetap seimbang. Keadaan homeostasis dalam
keadaan normal dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem
hormonal, syaraf, dan regulasi glukosa (Kronenberg, 2008).
Menurut Alwi (2007) pengaturan kadar glukosa darah diatur oleh
keseimbangan hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah oleh
hormon glukagon, hormon eprinefrin, hormon glukokortikoid, dan hormon
pertumbuhan. Peningkatan konsentrasi kadar glukosa darah dalam
sirkulasi mengakibatkan peningkatan sekresi insulin dan pengurangan
glukagon, sebaliknya penurunan kadar glukosa darah mengakibatkan
penurunan sekresi insulin dan peningkatan glukagon. Kadar glukosa darah
pada orang normal cenderung konstan, karena pengaturan metabolisme
karbohidrat pada orang normal masih dapat bekerja dengan baik. Kadar
glukosa darah pada penderita diabetes mellitus kadar glukosa darah
menjadi tidak normal, disebabkan karena terganggunya metabolisme
karbohidrat yang disebabkan kekurangan insulin yang dihasilkan oleh
pankreas.
4. PENUTUP
Hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu Lansia Desa Susukan
Kabupaten Semarang, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 81,08% lansia
memiliki asupan karbohidrat cukup, 13,51% lanisa memiliki asupan
karbohidrat kurang, dan 5,41% memiliki asupan karbohidrat lebih.
Sebanyak 59,5 % memiliki beban glikemik lebih, sebanyak 32,4% lansia
memiliki beban glikemik cukup, dan 8,1% lansia memiliki beban glikemik
kurang. Sebanyak 56,76 % Lansia memiliki kadar glukosa darah sedang,
35,14 % Lansia memiliki kadar glukosa darah puasa rendah, 5,40%
karbohidrat dengan kadar glukosa darah puasa pada Lansia di Posyandu
Lansia Desa Susukan Kabupaten Semarang, dengan nilai p=0,788
(p>0,05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara beban glikemik
makanan dengan kadar glukosa darah puasa pada Lansia di Posyandu
Lansia Desa Susukan Kabupaten Semarang, dengan nilai p=0,672
(p>0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Alwi I., Setiyohadi B., Siamadibrata M,K, Sudoyo A.W, dan Setiati S. 2007.Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
Arora SK, M.C Farlance.SI. 2005.The case for low carbohydrate diets in diabetes management.Nutr dan Metab.
Burani J., Gusher dan Tricklers. 2006. Practical Use Of Glycemic Index dalam Fitri RI, Wirawanni Y. 2011.Asupan Energi, Karbohidrat, Serat, Beban Glikemik,Latihan Jasmani Dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal. UNDIP. Semarang
D’Adamo, PJ. 2008. Diet Sehat Diabetes Sesuai Golongan Darah. Delapratasa. Yogyakarta.
Fatmah. 2010.Gizi Usia Lanjut. Penebit Erlangga. Jakarta.
Fitri RI, Wirawanni Y. 2011. Asupan Energi, Karbohidrat, Serat, Beban Glikemik, Latihan Jasmani Dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal. UNDIP. Semarang.
Indriasari R. Jafar N. Mardhiyah A. I. 2014. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Makassar. Skripsi UNHAS. Makasar
Hardinsyah, B., Retnaningsih., dan Herawati, T. 2004. Analisis Kebutuhan Konsusmsi Pangan, Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat IPB. Bogor.
Ilyas, E.I. 2007. Manfaat Latihan Jasmani bagi Penyandang Diabetes dalam Soegondo, S et al. Pelaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. FKUI. Jakarta.
Kaban, S. 2007. Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota Sibolgatahun 2005. Majalah Kedokteran. Vol 4No. 2
Leoni, A.P. 2012.Hubungan Umur, Asupan Protein, dan Faktor Lainnya dengan Kadar glukosa Darah Puasa Pada Pegawai Satlantas dan Sumda di Polresta Depok.Skripsi UI.
Linder M. C, 2000.Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta.
Lingga L. 2012. Bebas Diabetes Tipe-2 Tanpa Obat. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Rimbawan dan Siagian A. 2004. Karbohidrat: Indek Glikemik Pangan: Cara Mudah Memilih Pangan Yang Menyehatkan.Penebar Swadaya. Jakarta. Rosalina 2008. Hubungan Asupan Karbohidrat, Serat dan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Agoesdjam Ketapang.Undergraduate thesis. Program Studi Ilmu Gizi UNDIP. Semarang.
Siahaan, G., Nainggolan, E., Lestrina, D. 2015. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Trigliserida dan Kadar Glukosa Darah pada Vegetarian. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Medan. Medan.
Supariasa. 2002.Penilaian Status Gizi.EGC. Jakarta.
Soegondo, S., Rudianto, A., Manaf, A., Subekti, I., Pranoto, A., dan Asrana, P.N. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Type 2. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Jakarta.
Venn B., Wallace A., Monro J., Perry T, Brown R., Frampton C., Green T. 2006. The Glycemic Load Estimated from the Glycemic Index Does Not Differ Greatly from That Measured Using a Standard Curve in Healthy Volunteers.Nutrition Journal, 136: 1377-1381
Wiardani, K., Kusumayanti, DG. 2010. Indeks Massa Tubuh, Lingkar Pinggang Serta Tekanan Darah Penderita Dan Bukan Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Gizi Poltekes Denpasar. Vol 1 No. 1 : 18-27
Wayan, N.S. 2015Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak, Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Wanita Menopause Di Kelurahan Peguyangan Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara.Tesis UNUD. Denpasar.