• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Pasien Tanpa Identitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Pasien Tanpa Identitas"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN

TANPA IDENTITAS

(STUDI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

APRI AMALIA

090200383

FAKULTAS HUKUM

(2)

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN TANPA

IDENTITAS

(STUDI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

APRI AMALIA 090200383

DISETUJUI OLEH,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP. 196603031985081001 Dr. Hasim Purba. S.H, M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof, Dr. H. Tan Kamello, S.H, M.S

(3)

KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillahirabbilalamain, puji dan syukur kepada ALLAH SWT karena atas anugerah dan karuniaNya saya diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menjalankan perkuliahan sampai pada menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN TANPA IDENTITAS (STUDI RSUD DR. PIRNGADI).

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjanan dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banya terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. ALLAH SWT yang tidak pernah putus memberikan keridhoan dan menunjukkan pintu kemudahan-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak H. Mahlil dan Ibu Hj. Ida Armaini selaku kedua orang tua yang tersayang, terima kasih papa dan mama doa, dukungan, semangat yang tak putus-putus kalian berikan untuk ku setiap harinya. Sayang PAPA-MAMA.

(4)

4. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Syafruddin Hasibuan, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Muhammad Husni, SH. MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H,M.S selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Dr. Utary Maharani, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Thanks buat kedua kakak ku (Suci Damayanti, S.T dan Dessy Arlila, Amd) yang kasih semangat untuk adik bungsunya. Akhirnya adiknya jadi Sarjana.

11.Thanks buat keponakan ku yang lucu dan menggemaskan (Syiffa, Arkan dan Faiz) selalu membuat bundanya ceria.

(5)

13.Thanks buat Sahabat Kedondong (Dewi, Fana, Maria dan Siska) dan sahabatku (Ade dan Bayu), makasi ya wee semangat dan cerita lucu kalian...

14.Seluruh pegawai di RSUD Dr. Pirngadi Medan terima kasih atas kerja sama dan bimbingannya.

Medan, April 2013

(6)

ABSTRAK

Tanggung Jawab rumah sakit merupakan rumah sakit yang harus dilaksanakan dengan baik demi berjalannya pelayanan kesehatan terhadap pasien tanpa identitas. Pasien tanpa identitas menjalankan rawat inap berhak mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan kesehatan yang baik. Rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, keselamatan dan perlindungan pasien. Rumah sakit dalam memberikan perlindungan kepada pasien merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Berarti pasien tanpa idenititas, pihak rumah sakit bertanggung jawab dalam perlindungan pasien tersebut.

Permasalahan yang diajukan adalah alasan muncul, tanggung jawab rumah sakit dan akibat rumah sakit terhadap pasien tanpa identitas. Membahas permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Sedangkan analisa menggunaka analisis data kualitatif.

Hasil pembahasan terhadap tanggung jawab rumah sakit terhadap pasien tanpa identitas merupakan kewajiban yang diatur dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Selain itu akibat rumah sakit dalam menerima pasien tanpa identitas termasuk perjanjian suka rela terdapat dalam KUHPerdata (BW).

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR

ABSTRAK

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Rumusan Masalah ……… 2

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ………. 6

D. Keaslian Penulisan ………7

E. Metode Penelitian ………. 7

F. Sistematika Penelitian……… .11

BAB II: TINJUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT SEBAGAI PELAKU USAHA A. Pengertian Tanggung Jawab Hukum ………13

B. Pengertian Rumah Sakit ……….. 18

C. Pengertian Pelaku Usaha ………. 24

D. Tanggung Jawab Rumah Sakit dilihat berdasarkan UU NO. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit ……….26

BAB III: PERLINDUNGAN PASIEN TANPA IDENTIAS SEBAGAI KONSUMEN A. Pengertian Pasien Tanpa Identitas ……… 32

B. Hak dan Kewajiban Pasien ………... 40

C. Perlindungan Pasien Tanpa Identitas ……… 45

1 perlindungan dalam hukum kesehatan ……….. 47

(8)

BAB IV: TANGGUNG JAWAB RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TERHADAP PASIEN TANPA IDENTITAS

A. Gambaran Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan ……….51 B. Pengaturan Tanggung Jawab RSU. Pirngadi Medan

Terhadap Pasien Tanpa Identitas ………55 C. Alasan Penyebab Muncul Pasien Tanpa Identitas di Rumah Sakit

Pirngadi Medan………57 D. Akibat hukum RS.Pirngadi Medan dalam menerima pasien tanpa

identitas………63

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….70

(9)

ABSTRAK

Tanggung Jawab rumah sakit merupakan rumah sakit yang harus dilaksanakan dengan baik demi berjalannya pelayanan kesehatan terhadap pasien tanpa identitas. Pasien tanpa identitas menjalankan rawat inap berhak mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan kesehatan yang baik. Rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, keselamatan dan perlindungan pasien. Rumah sakit dalam memberikan perlindungan kepada pasien merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Berarti pasien tanpa idenititas, pihak rumah sakit bertanggung jawab dalam perlindungan pasien tersebut.

Permasalahan yang diajukan adalah alasan muncul, tanggung jawab rumah sakit dan akibat rumah sakit terhadap pasien tanpa identitas. Membahas permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Sedangkan analisa menggunaka analisis data kualitatif.

Hasil pembahasan terhadap tanggung jawab rumah sakit terhadap pasien tanpa identitas merupakan kewajiban yang diatur dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Selain itu akibat rumah sakit dalam menerima pasien tanpa identitas termasuk perjanjian suka rela terdapat dalam KUHPerdata (BW).

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai kepentingan dan hukum yang mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antar individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban dalam suatu hubungan hukum atas peristiwa-peristiwa tertentu. Hak dan kewajiban yang dirumuskan dalam berbagai kaidah hukum tergantung isi kaidah hukum. Kaedah hukum merupakan peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh pengusaha masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaedah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Tujuan kaedah hukum yaitu kedamaian antar pribadi.1

Pada perkembangan masyarakat dewasa ini khususnya di Negara berkembang terutama di Indonesia, tingkat mengkonsumsi suatu hasil produksi suatu barang dalam suatu masyarakat meningkat dan penggunaan jasa juga semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh modernisasi dan teknologi yang semakin berkembang sehingga tingkat kepuasaan manusia ingin mendapatkan suatu produk semakin bertambah. Dalam hal ini pelaku

1

(11)

usaha berlomba-lomba memproduksi suatu barang yang diinginkan konsumen tetapi tidak melihat mutu, kualitas dan keamanan untuk pengguna.

Oleh karena itu, pemerintah membuat suatu peraturan perundang-undangan untuk melindungi konsumen yang bertujuan konsumen tidak merasa dirugikan, merasa dikecewakan, dan konsumen berhak mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, lahir suatu peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pelaku usaha selain menghasilkan suatu produk juga memberikan jasa yang berupa jasa pelayanan masyarakat. Jasa pelayanan masyarakat merupakan jasa professional yang bergerak dibidang sesuai dengan ahli masing-masing pihak, salah satunya adalah jasa pelayanan kesehatan dalam memberikan kesehatan, perlindungan dan keselamatan bagi pasien.

(12)

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Dalam hal jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dilakukan oleh jasa professional yang masing-masing mempunyai tanggung jawabnya sendiri. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Disamping itu kesehatan juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat Negara disamping ekonomi dan sosial. Salah satu upaya pemerintah dalam peningkatan kesehatan masyarakat adalah dengan mendirikan rumah sakit di setiap daerah. Rumah sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang berfungsi untuk meyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien dan keselamatan pasien. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien juga dapat dipandang sebagai pelayanan yang diberikan antara pelaku usaha (rumah sakit) dengan pasien (konsumen).2

Rumah Sakit Umum Daerah merawat seorang pasien tanpa identitas atau Mrs x. Pasien kebanyakan merupakan korban tabrak lari oleh orang tak dikenal, orang jalanan atau gelandangan yang diantar oleh orang yang tidak ada hubungan dengan korban dan diantar oleh pihak polisi. Pada Senin (14/1) lalu diantar oleh warga yang merasa iba

Pelayanan kesehatan yang diberikan haruslah pelayanan yang tidak membeda-bedakan status sosial seseorang dalam masyarakat, baik orang kaya, orang miskin, orang yang berkuasa, orang biasa, orang pintar mampu orang bodoh bahkan orang yang tidak ada identitas.

2

(13)

melihat korban. Pasien berbadan besar ini sedikit mengalami gangguan jiwa diduga pasien ini merupakan mantan TKW di Malaysia.

Saat ini pasien Mrs x tersebut sudah lima hari menjalani perawatan di ruang rawat inap kelas II. Korban mengalami luka patah dibagian kaki dan luka lecet disejumlah badannya yang lain.

Saat seseorang mencoba mengajak wanita itu bercerita, seorang pasien lainnya yang berada satu ruangan dengan korban mengatakan jika wanita tersebut tidak bisa diajak ngobrol. Dia juga mengatakan jika wanita korban tabrak lari itu merupakan mantan TKW yang bekerja di Malaysia.3

Pemerintah membuat atau membentuk suatu peraturan tentang Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1691 /

Pasien tanpa identitas merupakan pelaku konsumen yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan dalam pengobatan dan penyembuhannya. Rumah sakit sebagai jasa pelayanan kesehatan tidak membedakan dari status orang lain. Rumah sakit harus mengutamakan keselamatan pasien dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pasien hal ini merupakan perlindungan terhadap pasien. Akan tetapi, apakah banyak rumah sakit yang meneriman pasien tanpa identitas dan mengutamakan keselamatan pasien? Sebab pasien yang ada wali, banyak yang ditolak oleh rumah sakit dan apalagi tanpa identitas yang tidak ada penanggungjawabnya dalam pembayaran biaya kesehatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan peraturan yang mengenai perlindungan pasien dan keselamatan pasien.

3

(14)

MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Adanya peraturan yang dibentuk oleh pemerintah maka pihak-pihak yang terkait yaitu rumah sakit harus berhati-hati dan tidak bisa melepaskan tanggung jawab terhadap suatu masalah yang terjadi.

Dalam penjelasan di atas maka dapat menarik garis besar judul yang akan dibahas di dalam skripsi ini yaitu “Tanggung Jawab Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Dalam Pasien Tanpa Identitas”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah : 1. Apa penyebab munculnya pasien tanpa identitas di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Pirngadi Medan?

2. Bagaimana pengaturan tanggung jawab Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan terhadap pasien tanpa identitas?

3. Apa akibat hukum yang timbul terhadap Rumah Sakit Pirngad Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan dalam menerima pasien tanpa identitas?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari kegiatan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui alasan-alasan penyebab muncul pasien tanpa identitas. 2. Untuk mengetahui bentuk pertanggung jawaban Rumah Sakit dalam

(15)

3. Untuk mengetahui pengaturan tanggung jawab dan akibat hukum Rumah Sakit dalam menerima pasien tanpa identitas

Manfaat dari kegiatan penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoretis dari rencana penulisan ini sebagai berikut :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta hukum perdata mengenai perlindungan pasien dalam pelayanan serta tanggung jawab pelaku usaha.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis.

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian- penilitian sejenis untuk tahap berikutnya.

d. Menjadi wahana bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

2. Manfaat Praktis

(16)

hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan pelayanan dan tanggung jawab RSUD Dr. Pirngadi Medan terhadap pasien tanpa identitas (konumen).

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Kalaupun ada terdapat kata-kata yang sama dengan skripsi lain, penulis mengutip bagian-bagian isi sebagai faktor pendorong dan faktor pelengkap dalam usaha menyusun dan meyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat berdasarkan sistematika penulisan metode skripsi.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Bertujuan agar tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan memperoleh dan mengumpulkan data dengan mempergunakan metode sebagai berikut:4

1. Spesifikasi Penelitian a. Jenis penelitian

4

(17)

Jenis penelitian yang dipergunakan ada;ah penelitian normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif yaitu dengan memiliki bahan-bahan kepustakaan. Penelitian empiris yaitu melakukan penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

b. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan bertujuan untuk mendapatkan informasi secara fakta dan akurat.

c. Metode pendekatan

Dalam penelitian ini yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk membahas objek yang diteliti secara mendalam dan dilakukan proses penyaringan data dan mengumpulkan pendapat, tanggapan dan informasi.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebagai rumah sakit yang terbesar di wilayah Kota Medan. RSUD. Dr. Pirngadi Medan banyak melayani pasien tanpa identitas. Oleh karena itu, peneliti memilih lokasi RSUD. Dr. Pirngadi Medan untuk dijadikan lokasi penelitian.

3. Sumber Data

(18)

a. Data primer

Metode pengumpulan data primer yaitu data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek yang diteliti secara langsun yaitu melalui wawancara dengan responden.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder mencakup:

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, mulai dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1691/MENKES/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. b) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelesan mengenai

hukum primer dengan menganalisa serta memahami bahan hukum primer.

(19)

4. Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui media tertulis. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka dengan cara identifikasi isi. Wawancara dilakukan dengan pegawai, dokter, perawat dan pasien tanpa identitas RSUD Dr. Pirngadi Medan.

5. Analisa data

Data yang digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif dengan mengalisa keseluruhan data baik primer dan data sekunder yang disusun secara sistematis, dikatagorisasikan, dihubungkan dan selanjutnya dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dan dideskripsikan dalam bentuk skripsi.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulis, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN YURIDIS

(20)

tentang pengertian tanggung jawab dari para ahli dan segi hukum perdata, pengertian rumah sakit, hak dan kewajiban serta fungsi dan tugas rumah sakit, pengertian pelaku usaha, hak dan tanggung jawab rumah sakit sebagai pelaku usaha.

BAB III : PERLINDUNGAN PASIEN TANPA IDENTITAS

Bab Ketiga ini menguraikan pengertian pasien, hak dan kewajiban pasien dan perlindungan terhadap pasien tanpa identitas dalam pengaturan undang-undang perlindungan konsumen dan undang-undang-undang-undang kesehatan.

BAB IV : TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN TANPA IDENTITAS

Bab ini merupakan suatu hasil dari penelitian yang dilakukan penulis dan penulis membahas mengenai alasan muncul pasien tanpa identitas, pengaturan tanggung jawab rumah sakit terhadap pasien yang tidak ada identitas dalam standar operational keselamatan pasien dan akibat hukum rumah sakit dalam menerima pasien yang tidak ada identitas.

BAB V : PENUTUP

Bab ini sebagai bagian akhir dari penulisan penelitian mengenai kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa saja yang telah didapatkan selama penelitian.

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB RUMAH

SAKIT SEBAGAI PELAKU USAHA

A. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

1. Pengertian tanggung jawab hukum menurut para ahli

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. 5

Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.

Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

6

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yangn dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan. 7

5

6

Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, (Medan: Pasca Sarjana, 2008), hlm. 4

7

(22)

2. Pengertian tanggung jawab hukum menurut hukum perdata

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.8

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:9

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

8

Komariah, SH, Msi, Edisi Revisi Hukum Perdata, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001), hlm 12

9

Djojodirdjo, M.A. Moegni, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat

(23)

Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:10

a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimanapun terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: “tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dala pasal 1367 KUHPerdata yaitu:

(1) seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugain yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya; (2) orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua dan wali;

(3) majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;

(4) guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka;

10

(24)

(5) tanggung jawab yang disebutkan diatas berkahir, jika orangtua, wali, guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab.

Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum, KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasti. Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum. 11

3. Macam-Macam Tanggung Jawab

Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut:12 a) Tanggung jawab dan Individu

Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka. Oleh karenanya, istilah tanggungjawab pribadi atau tanggungjawab sendiri sebenarnya “mubajir”. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat kebebasan.

Friedrich August von Hayek mengatakan, Semua bentuk dari apa yang disebut dengan tanggungjawab kolektif mengacu pada tanggungjawab individu. Istilah tanggungjawab bersama umumnya hanyalah digunakan untuk

11

Djojodirdjo, M.A. Moegni, op.cit, hlm. 55

12

(25)

menutup-nutupi tanggungjawab itu sendiri. Dalam tanggungjawab politis sebuah masalah jelas bagi setiap pendelegasian kewenangan (tanggungjawab). Pihak yang disebut penanggungjawab tidak menanggung secara penuh akibat dari keputusan mereka. Risiko mereka yang paling besar adalah dibatalkan pemilihannya atau pensiun dini. Sementara sisanya harus ditanggung si pembayar pajak. Karena itulah para penganut liberal menekankan pada subsidiaritas, pada keputusan-keputusan yang sedapat mungkin ditentukan di kalangan rakyat yang notabene harus menanggung akibat dari keputusan tersebut.

b) Tanggung jawab dan kebebasan

Kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambilalih tanggungjawab. Ini merupakan kebalikan dari konsep sosialis yang mendelegasikan tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau negara. Kebebasan berarti tanggungjawab; Itulah sebabnya mengapa kebanyakan manusia takut terhadapnya.

George Bernard Shaw mengatakan, Persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap masyarakat bebas baru mungkin terjadi jika ada tanggungjawab individu. Seorang manusia baru akan dapat menerapkan seluruh pengetahuan dan energinya dalam bentuk tindakan yang efektif dan berguna jika ia sendiri harus menanggung akibat dari perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupun kerugian. Justru di sinilah gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosialis: secara resmi memang semua bertanggungjawab untuk segala sesuatunya, tapi faktanya tak seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai sekarang.

c) Tanggungjawab sosial

Dalam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggungjawab sosial. Istilah ini dianggap sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggungjawab secara umum. Namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggungjawab sosial dan solidaritas muncul dari tanggungjawab pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.

(26)

sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela. Orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti ini adalah mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain.Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.

Carl Horber mengatkan, Pada akhirnya tidak ada yang bertanggungjawab atas dampak-dampak dari penagaruh politik terhadap keamanan sosial. Akibatnya ditanggung oleh pembayar pajak dan penerima jasa.

d) Tanggung jawab terhadap orang lain

Setiap manusia mempunyai kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hukum untuk bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat dimana manusia saling memberikan tanggung jawabnya. Si orang tua bertanggungjawab kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggungjawab. Anggota keluarga saling membantu dalam keadaan susah, saling mengurus di usia tua dan dalam keadaan sakit. Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagai alasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak. Tanggungjawab terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar lingkungan keluarga. Bentuknya bisa beranekaragam. Yang penting adalah prinsip sukarela – pada kedua belah pihak. Pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya sendiri tidak boleh digantikan dengan perwalian.

e) Tanggungjawab dan risiko

Dalam masyarakat modern orang berhadapan dengan berbagai risiko. Risiko itu bisa membuat orang sakit dan membutuhkan penanganan medis yang sangat mahal. Atau membuat orang kehilangan pekerjaan dan bahkan harta bendanya. Ada berbagai cara untuk mengamankan dari risiko tersebut, misalnya dengan asuransi. Untuk itu tidak diperlukan organisasi pemerintah, melainkan hanya tindakan setiap individu yang penuh tanggungjawab dan bijaksana.13

B. Pengertian Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

13

(27)

Industri jasa (service industry) saat ini berkembang dengan sangat cepat. Persaingan yang terjadi saat ini sangat kompetitif dalam bidang industry ini. Pelayanan yang diberikan antara satu penyedia jasa (service provider) dengan pemberi jasa lainnya sangat bervariatif yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya. Salah satu industri jasa yang berkembang dengan sangat cepat di Indonesia adalah industri jasa rumah sakit, baik rumah sakit milik pemerintah maupun milik swasta bahkan milik asing.14

Muninjaya mengatakan bahwa, rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan publik kesehatan yang harus memenuhi kriteria availability, appropriateness, continuity sustainability, acceptability, affordable, dan

quality.15

Menurut Siregar menyatakan bahwa, rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern,yang semuanya terkait bersama-sama dalam maksud yang sama,untuk pemulihan dan pemliharaan kesehatan yang baik.16

Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit. Rumah sakit adalah instutusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.17

14

Soedarmono Soejitno, Ali Alkatiri, Emil Ibrahim, Reformasi Perumahansakitan Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hlm. 34

15

A.A Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2004), hlm. 14

16

Ikhsan, Arfan, Manajemen Rumah Sakit, (Bandung: Graha Ilmu, 2010), hlm. 7

17

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit

(28)

a. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap.18

b. Pelayanan rawat jalan adalah satu bentuk dari pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap. 19

c. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya

Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien serta di rumah perawatan.

. Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat. Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan unit gawat darurat (UGD) tersebut dapat beraneka macam, namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit.20

18

Jauhari, Analisis kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja di instalasi rawat inap rumah sakit umum, (Medan: PPS - USU Administrasi dan kebijakan kesehatan, 2005), hlm. 32

19

Asmuni, Suarni, waktu tunggu pasien pada pelayanan rekam medis rawat jalan di rumah sakit, (Bandung: Bina Cipta, 2008), hlm. 26

20

(29)

2. Hak Rumah Sakit

Hak rumah sakit adalah kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki rumah sakit untuk mendapatkan atau memutuskan untuk membuat sesuatu. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, hak rumah sakit diatur dalam Pasal 30 yaitu: Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan

pelayanan;

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

(30)

dan kinerja individu yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan dan struktur. 21 Apabila Pasien yang tidak membayar imbalan jasa yang sesuai dengan pemakaian, maka pihak rumah sakit berhak menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian. Hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain atau disebut wanprestasi. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan: “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karena itu menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut mengganti kerugian”. Oleh karena itu, pihak rumah sakit berhak melakukan gugatan kepada pasien yang melakukan wanprestasi.

Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran. Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum. Penginformasian kepada media massa memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.22

21

Ikhsan, Arfan, Ida Bagus Agung Dharmanegara, Akuntansi dan manajemen keuangan rumah sakit, (Medan: Graha Ilmu, 2010), hlm. 16

22

Ibid., hlm. 19

(31)

jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.23

3. Tujuan dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.24

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;

Tujuan pengaturan penyelenggaraan rumah sakit adalah sebagai berikut:

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia dirumah sakit;

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit.

Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, fan rehabilatif. Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi:25

23

Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

24

Ikhsan, Arfan, Ida Bagus Agung Dharmanegara, Op.cit., hlm 2

25

(32)

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan

d. Penyelenggaraan peneletian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

C. Pengertian Pelaku Usaha

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan pelaku usaha adalah setiap badan hukum yang didirikan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, Rumah Sakit, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-lain.26

26

Celina Tri Siwi Kritiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hlm. 41

(33)

dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum.

Pelaku usaha meliputi berbagai bentuk atau jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebaiknya ditentukan urutan-urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan-urutan tersebut sebaiknya disusun sebagai berikut;27

1) yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili di dalam negri dan domisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan,

2) apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negri, maka yang digugat adalah importirnya, karena undang-undang perlindungan konsumen tidak mencakup pelaku usaha di luar negri,

3) apabila produsen maupun importer dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalag dari siapa konsumen membeli barang tersebut.

Urutan-urutan di atas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada saat produksi, karena kemungkinan barang mengalami kecacatan pada saat sudah berada di luar kontrol atau di luar kesalahan pelaku usaha yang memproduksi produk tersebut.28

Penjelasan di atas, pelaku usaha terfokuskan kepada suatu yang menghasilkan suatu produksi yaitu produk barang yang dipergunakan oleh masyarakat. Pelaku usaha juga bisa menghasilkan dalam bentuk jasa. Jasa

27

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 10

28

(34)

seseorang yang memiliki keahlian dapat dihasilkan dengan menghasilkan keuntungan yang baik. Jasa seseorang yang digunakan adalah sesuai dengan bidang keahliannya, profesinya, dan dilihat dari kemampuan, kemahiran dan kepintarannya. Jasa yang dapat digunakan dalam menghasilkan suatu keuntungan yaitu: jasa pembantu rumah tangga, jasa supir, dan jasa dalam pelayanan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit.

Rumah sakit sebagai pelaku usaha dalam menghasilkan keuntungan tidak dalam menghasilkan atau mengeluarkan suatu produk, tapi memberikan jasa pelayanan yang professional, dan ahli dalam bidang masing-masing. Bentuk yang diberikan oleh rumah sakit berupa pelayanan kesehatan kepada pasien yang pelaku sebagai konsumen. Dalam hal ini rumah sakit dalam bidang jasa memberikan pelayanan kesehatan yang baik, benar dan akurat yang bertujuan, pasien mengunjungi rumah sakit dapat pulih atau sehat kembali dan merasa puas dengan kinerja pelayanan kesehatan di dalam rumah sakit. 29

Dalam hal ini, pelaku usaha merupakan suatu badan hukum yang berdiri sendiri maupun bersama-sama yang menyelenggarakan suatu usaha baik usaha dalam menghasilkan suatu produk/barang, dan usaha yang bergerak dalam bidang jasa. Pelaku usaha didirikan bertujuan untuk menambah lapangan kerja, pendapatan Negara dan mendapatkan profit atau keuntungan dari suatu hasil produksi barang maupun jasa.

29

(35)

D. Tanggung Jawab Rumah Sakit Berdasarkan UU NO 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia atas tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Adapun kewajiban rumah sakit dalam Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu:

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

h. Menyelenggarakan rekam medis;

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;

j. Melaksanakan sistem rujukan;

k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;

l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;

(36)

o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupun nasional;

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);

s. Melindungi dan memberikan bantuan hokum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Berdasarkan keterangan di atas, rumah sakit harus bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya yang bertujuan untuk memberi kesehatan yang baik dan perlindungan pelayanan yang baik kepada pasien. Dalam pelayanan, rumah sakit harus memiliki standar pelayanan rumah sakit yaitu semua standar pelayanan yang berlaku di rumah sakit antara lain standar operasional prosedur, standar pelayanan medis dan standar asuhan keperawatan.30

Rumah sakit dibangun serta dilengkapi dengan sarana, prasarana dan peralatan yang dapat difungsikan serta dipeliharan sedemikian rupa untuk mendapat keamanan, mencegah kebakaran/bencana dengan terjaminnya keamanan, kesehatan dan keselamatan pasien, petugas, penunjang, dan lingkungan rumah sakit. Apabila rumah sakit melakukan pelanggaran atas kewajibannya maka rumah sakit bertanggung jawab secara hukum.31

30

Ns. Ta’adi, S.Kep, Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,2009), hlm. 11

31

Penjelasan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(37)

secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dirumah sakit”.32

a) Perdata

Rumah sakit adalah subyek hukum. Berarti, rumah sakit dapat melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, karena itu rumah sakit wajib menanggung segala konsekuensi hukum yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya atau perbuatan orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya. Tanggung jawab hukum tersebut meliputi tiga aspek yaitu hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Dari sisi hukum perdata, pertanggungjawaban rumah sakit terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pasien dengan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Merujuk pendapat Triana Ohoiwutun, hubungan hukum ini menyangkut dua macam perjanjian yaitu perjanjian perawatan dan perjanjian pelayanan medis. Perjanjian perawatan adalah perjanjian antara rumah sakit untuk menyediakan perawatan dengan segala fasilitasnya kepada pasien. Sedangkan perjanjian pelayanan medis adalah perjanjian antara rumah sakit dan pasien untuk memberikan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien.33

32

Dilihat dalam Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

33

Triana Ohoiwutun, Profesi Dokter, (Malang: Dioma, 2003), hlm. 67

(38)

berdasarkan wan prestasi (ingkar janji), di samping perbuatan melawan hukum.

Dalam hukum perdata dibedakan antara kerugian yang dapat dituntut berdasarkan wanprestasi dengan yang berdasarkan perbuatan melawan hukum. Kerugian yang dapat dituntut atas dasar wanprestasi yaitu”hanyalahkerugian materiil atau kerugian kekayaan/kebendaan (vermogenschade) atau kerugian yang dapat dinilai dengan uang. Sementara itu kerugian yang dapat dituntut dengan alasan perbuatan melawan hukum selain kerugian kebendaan juga kerugian idiil (immaterial) yang tidak bersifat kebendaan, namun dapat diperkirakan nilai kebendaannya berdasarkan kelayakan. 34

b) Administratif

Pertanggungjawaban rumah sakit dari aspek hukum administratif berkaitan dengan kewajiban atau persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh rumah sakit khususnya untuk mempekerjakan tenaga kesehatan di rumah sakit. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menentukan antara lain kewajiban untuk memiliki kualifikasi minimum dan memiliki izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Selain itu Undang-Undang Kesehatan menentukan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur operasional. Jika rumah sakit tidak memenuhi kewajiban atau persyaratan administratif tersebut, maka

(39)

berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit dapat dijatuhi sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis, tidak diperpanjang izin operasional, dan/atau denda dan pencabutan izin.35

c) Pidana

Pertanggungjawaban dari aspek hukum pidana terjadi jika kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit memenuhi tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah adanya kesalahan dan perbuatan melawan hukum serta unsur lainya yang tercantum dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem hukum pidana, dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka pengurusnya dapat dikenakan pidana penjara dan denda. Sedangkan untuk korporasi, dapat dijatuhi pidana denda dengan pemberatan.36

Dalam hal ini, rumah sakit harus dapat memberikan tanggung jawab kepada pasien dalam pelayanan dan perlindungan pasien. Rumah sakit tidak boleh melepaskan tanggung jawab terhadap sesuatu yang dilanggarnya dan mengakibatkan kerugian pasien. Rumah sakit selain bertanggung jawab dalam perlindungan pasien, rumah sakit juga bertanggung jawab menjaga kerhasiaan riwayat pasien dan rumah sakit juga berhak mendapat perlindungan apabila pasien melakukan perbuatan melawan hukum.

35

xa.yimg.com/kq/groups, dikases pada tanggal 7 Maret 2013

36

(40)
(41)

BAB III

PERLINDUNGAN PASIEN TANPA IDENTITAS SEBAGAI

KONSUMEN

A. Pengertian Pasien Tanpa Identitas

Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Kata pasien dari Bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa inggris. Patient diturunkan dari bahasa latin yaitu patients yang memiliki kesamaan arti dengan kerja pati yang artinya “menderita”. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pasien adalah orang sakit (yang dirawat dokter), penderita (sakit).37

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam masyarakat.38

a. Setiap orang;

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien yaitu:

b. Menerima/memperoleh pelayanan kesehatan; c. Secara langsung maupun tidak langsung; d. Dari tenaga kesehatan.

37

38

(42)

Pasien tanpa identitas adalah merupakan pasien yang tidak dikenal dan tidak diketahui data-datanya baik data diri sendiri (pasien) atau data keluarga. Pengertian Pasien tanpa identitas sama dengan pengertian pasien, yaitu setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam masyarakat.

Hanya saja perbedaan dari pasien tanpa identitas dengan pasien umum yaitu seorang pasien umum yang sedang melakukan pengobatan atau penyembuhan di tempat pelayanan kesehatan terlebih dahulu mengisi formulir yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit atau puskesmas. Isi formulir tersebut berisi data-data tentang riwayat pribadi pasien dan secara lengkap, sedangkan pasien yang tanpa identitas yaitu seorang pasien yang tidak mempunyai data diri sendiri maupun keluarga atau tidak memiliki wali pendamping pada saat diantar kerumah sakit. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pasien tanpa identitas yaitu pasien yang tidak memiliki data pribadi dan pasien tersebut ditanggung oleh pihak rumah sakit.

Pasien atau pasien tanpa identitas merupakan konsumen, konsumen yang menggunakan jasa rumah sakit yang disebut pelaku usaha. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda). Kata konsumen dalam bahasa Belanda

(43)

gebruiker van doederen en dientent) yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha (ondernemer).39

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2009 tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, ataupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Berdasarkan pengertian tersebut, di dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.40

Undang-Undang dalam bidang kesehatan tidak menggunakan istilah konsumen dalam menyebutkan penggunaan jasa rumah sakit (pasien). Tetapi untuk dapat mengetahui kedudukan pasien sebagai konsumen atau tidak, maka kita dapat membandingkan pengertian pasien dan konsumen.41

1. Setiap orang

Adapun unsur-unsur pengertian konsumen yang kemudian dibandingkan dengan unsur-unsur-unsur-unsur dalam pengertian pasien yaitu:

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya

39

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medi, (Surabaya: Airlangga University Press, 1984), hlm. 31

40

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 4

41

(44)

menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut

natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon).42

2. Pemakai

Pasien adalah setiap orang dan bukan merupakan badan usaha, karena pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan adalah untuk kesehatan bagi diri pribadi orang tersebut bukan untuk orang banyak. Kesehatan adalah sesuatu hal yang tidak bisa untuk diwakilkan kepada orang lain maupun badan usaha manapun.

Kata “Pemakai” sesuai dengan penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah menekankan bahwa konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam perumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberi prestasinya dengan cara membayar yang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).43

Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper) tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi, yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen

(consumer transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk

42

Ibid., hlm. 5

43

(45)

peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.44

3. Barang dan/atau Jasa

Apabila kita melihat dalam hal pelayanan kesehatan maka peralihan jasa terjadi antara dokter dan pasien. Pasien merupakan pemakai atau pengguna jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di tempat praktik dokter dan setelah pasien mendapatkan jasa dari tenaga kesehatan, maka kemudian akan terjadi transaksi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung berupa pembayaran atas jasa yang telah diperoleh.

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti

terminology tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah

berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai “setiap benda”, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-undang perlindungan konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan”.45

Undang-undang perlindungan konsumen memberikan pengertian jasa diartikan sebagai “setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat”, menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada

44

Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 28

45

(46)

masyarakat. Artinya, harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.46

4. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasarkan (lihat juga bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf e undang-undang perlindungan konsumen). Dalam perdagangan yang makin kompelks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah biasa mengadakan transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi. Bahkan untuk jenis-jenis transaksi konsumen tententu, seperti futures trading, keberadaan barang yang diperjuabelikan bukan sesuatu yang diutamakan.47

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Jasa pelayanan kesehatan tentunya merupakan hal tersedia di masyarakat, bahkan disediakan oleh peemrintah. Ketersediaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah karena mewujudkan masyarakat yang sehat adalah merupakan salah satu program pemerintah. Dalam suatu daerah pasti tersedia puskesmas, rumah sakit, bahkan tempat praktik dokter. Jadi jasa pelayanan kesehatan merupakan sesuatu hal yang tersedia di dalam masyarakat.

46

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 14.

47

(47)

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa ini diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya.48

6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Unsur kepentingan ini bukanlah merupakan unsur pokok, karena pada dasarnya tindakan memakai suatu barang dan/atau jasa (terlepas ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup lain), juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi. Seseorang yang membeli makanan untuk binatang peliharannya, misalnya berkaitan dengan kepentingan pribadi orang itu untuk membeli kelinci yang sehat. Begitu juga dalam hal jasa pelayanan kesehatan, kepentingan kesehatan dapat berguna untuk dirinya, keluarganya, orang lain atau makhluk hidup lain. Karena kesehatan merupakan hak dasar alamiah manusia dan makhluk hidup lain.

Pengertian konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir (end consumer) dan sekaligus membedakan dengan konsumen antara (derived/intermediate consumer).

48

(48)

Dalam kedudukan sebagai intermediate consumer, yang bersangkutan tidak dapat menuntut pelaku usaha berdasarkan undang-undang ini.49

Umumnya dalam hal pelayanan kesehatan, pasien merupakan konsumen akhir. Hal ini karena berdasarkan sifat dari jasa pelayanan kesehatan salah satunya adalah tidak berbentuk, tidak dapat diraba, dicium, disentuh atau dirasakan. Karena pelayanan tidaklah berbentuk, maka pelayanan tersebut tidak mungkin diperdagangkan kembali. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang baru dapat dirasakan apabila pasien mendapat pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak dari tenaga kesehatan.50

Berdasarkan penjelasan dari unsur-unsur konsumen dan dengan dikaitkan dengan pasien, maka pasien juga dapat dikatagorikan sebagai konsumen, yaitu konsumen pelayanan kesehatan (medis), karena unsur-unsur pengertian konsumen telah terpenuhi dalam pengertian pasien. Dan ketentuan di atas menjelaskan bahwa apabila dikaitkan dengan jasa pelayanan medis, dapat diartikan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan pasien sebagai konsumen. Dengan kata lain bahwa pengertian pasien sebagai konsumen jasa pelayanan medis adalah “setiap orang pemakai jasa pelayanan atau prestasi kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan disediakan bagi masyarakat.51

49

Ibid, hlm. 7

50

Ibid., hlm. 9

51

(49)

B. Hak dan kewajiban pasien

Pasien sebagai konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan memiliki hak dan kewajiban. Hak pasien adalah kewenangan pasien untuk melakukan atau meminta sesuatu yang berhak dilakukannya untuk perlindungan dirinya. Sedangkan kewajiban pasien adalah keharusan pasien dalam menggunakan pelayanan kesehatan memberikan imbalan berupa uang jasa atau uang karena sudah menggunakan fasilaitas jasa pelayanan kesehatan.

Undang-Undang No. 8 Tahun 2009 tentang Perlindungan Konsumen ada terdapat aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban, walaupun Undang-Undang ini memang tidak menyebutkan secara spesifik hak dan kewajiban pasien, tetapi karena pasien juga merupakan konsumen yaitu konsumen jasa kesehatan maka hak dan kewajibannya juga mengikuti hak dan kewajiban konsumen secara keseluruhan. Adapun hak dan kewajiban konsumen yaitu:52

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan kesalamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa;

Hak Konsumen dilihal dalam Pasal 14 yang menyatakan:

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

52

(50)

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayanai secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian. Apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban konsumen dalam Pasal 5 menyatakan yaitu:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, dan

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.53

Rumah sakit selaku penyelenggara pelayanan kesehatan wajib memberikan perlindungan kepada seluruh pengguna jasa pelayana kesehatan (pasien). Perlindungan ini diberikan melalui hak-hak pasien yang harus diberikan oleh pihak rumah sakit sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Setiap pasien mempunyai hak yaitu:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku dirumah sakit;

b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi; d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional;

e. Memperoleh layanan efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit;

53

(51)

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit;

i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;

j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tidakan yang dilakukan oleh tenagan kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

m. Menajalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit; dan

o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;

p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;

q. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar baik secara perdata atau pidana; dan

r. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai standar pelayanan melalui media cetak elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban pasien dalam Pasal 31 yaitu:

1. Setiap pasien mempunyai kewajiban rumah sakit terhadap rumah sakit atau pelayanan yang diterimanya;

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan peraturan menteri.

(52)

Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien Dokter dan Rumah Sakit yaitu:54

a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit;

b. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya;

c. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang di derita kepada dokter yang mewawat;

d. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunsi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter;

e. Pasien dan atau penaggungannya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatanya.

Dalam pelaksanaan praktik kedokteran, pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak dan kewajiban. Hak pasien yaitu:55

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis; b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. Menolak tindakan medis; dan

e. Mendapat isi rekam medis.

Kewajiban pasien yaitu:56

a. Memberikan inforamsi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

55

Lihat Pasal 52 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

56

(53)

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pada beberapa referensi tentang pengaturan hak dan kewajiban, maka disimpulkan hak pasien yaitu, antara lain:57

a. Hak atas informasi dan atau memberikan persetujuan, hal ini biasa dikenal dengan informed consent;

b. Hak memilih petugas (dokter, perawat, dan bidan) dan sarana pelayanan kesehatan, hal ini menjadi relatif pada kondisi tertentu;

c. Hak atas rahasia penyakitnya. Dalam literature disebutkan perumusan dari rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang oleh pasien secara sadar dan tidak sadari disampaikan kepada dokter/perawat dan pula segala sesesuatu yang oleh dokter/perawat diketahui sewaktu mengobati dan merawat dokter. Pasien memiliki hak dan petugas wajib menghormatinya; d. Hak menolak tindakan pengobatan dan atau penawaran;

e. Hak atas pendapat kedua (second opinion); f. Hak atas rekam medis.

Kesimpulan dari kewajiban pasien yaitu setiap pasien wajib memberikan informasi medik yang jelas, kewajiban mentaati petunjuk dan nasihat dokter, kewajiban memenuhi aturan-aturan pelayanan kesehatan, kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter dan rumah sakit, kewajiban berterus terang dalam rasa tidak puas atas perawatan atau

57

(54)

pengobatan yang diberikan dan kewajiban menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya.58

a. Pasien tanpa identitas, tidak berkewajiban membayar jasa pelayanan kesehatan karena sudah ditanggung oleh pihak rumah sakit sedangkan pasien yang memliki indentitas wajib membayar dan melunasi dengan kesepakatan yang dilakukan secara tertulis.

Berdasarkan hak dan kewajiban di atas, bahwa hak dan kewajiban pasien yang tanpa identitas sama dengan pasien, tetapi ada beberapa yang membedakannya berupa:

b. Pasien tanpa identitas, tidak melakukan perjanjian tertulis dengan rumah sakit disebabkan pasien tanpa identitas tidak memiliki perwakilan dari pihak keluarga atau wali pendampingnya, sedangkan pasien yang mempunyai identitas berarti memiliki pihak yang mendampingi diharuskan mengisi data formulir yaitu data riwayat pasien. Data yang diisi dan ditandatangai otomatis pasien dan keluarga sudah bersepakat terhadap aturan-aturan rumah sakit.

Dalam keterangan di atas merupakan perbedaan dari kewajiban pasien, sedangkan hak pasien tanpa identitas memiliki hak yang sama dengan pasien yang lain yaitu mempunyai hak dalam perawatan dan kenyamanan dalam pelayanan rumah sakit.

58

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas mengenai penerimaan keluarga terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa atau skizofrenia, bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan

Pengaruh Motivasi Berprestasi Prestasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan

Bahwa pihak rumah sakit umum permata bunda mengatakan apabila ada terjadi kesalahan, atas pengalihan pekerjaan dokter kepada perawat sepenuhnya adalah tanggung jawab

gangguan jiwa yang mengalami isolasi sosial dan 64% tidak mampu memelihara.. diri sendiri (makan, mandi

Penelitian ini berjudul Komunikasi Terapeutik Perawat Dan Pasien Gangguan Jiwa(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di

Menurut subjek (03) penanganan yang dilakukan oleh psikolog terhadap pasien gangguan jiwa psikotik yang pertama adalah dengan memeriksa kondisi pasien, testing

Perilaku Caring Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Jiwa di RSJ Daerah Provsu Medan.. Psikologi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa