• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara gaya Adult Attachment dengan perilaku asertif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara gaya Adult Attachment dengan perilaku asertif"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

TRI NOVIA HANDAYANI

NIM: 199070016133

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

01eh:

TRI NOVIA HAN DA YANI NIM: 199070016133

Di Bawah Bimbingan

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS !SLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

tanggal 28 Mei 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untul< memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 28 Mei 2007

Ketua Mer セァォ。ー@ Anggota,

I

M.Si

?enguji I

M.Si

Sidang Munaqasyah

Sekretaris Merangkap Anggota

Ora. Hi. Zahrotun Nihayah M.Si NIP. 150238773

Anggota:

Penguji II

p・ュセ「ゥョァ@

II

A//

.

.

··

..

\

(4)

" Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." (QS. A/-lnsyiroh : 5-6)

Skripsi ini didedikasikan untuk mama, bapak, ummi, abi, Mas 'lzzahku

(5)

(E)xiii+64

(F) Teori attachment berguna untuk menggambarkan hubungan fungsi

adaptif dan maladaptif dan salah satu kunci utama dalam

menggambarkan hubungan tersebut adalah komunik:asi. Dalam hal ini penulis lebih menekankan hubungan ini pada pasangan suami-istri. Berdasarkan hal tersebut dalam meningkatkan taraf kedekatan antara dua individu dalam menciptakan hubungan tergantung pada kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kebutuhan, keinginan, dan hasrat dengan jelas, tepat dan efektlf. Oleh karena itu, mempelajari bagaimana berkomunikasi secara fungsional adalah langkah pertama dalam proses menciptakan dan meningkatkan hubungan suami-istri.

Beberapa pasangan suami-istri menyatakan bahwa problem hubungan suami-istri adalah "miskin komunikasi" sebagai alasan utama kesulitan mereka. Berkaitan dengan hal tersebut perlu kiranya diciptakan suatu

bentuk komunikasi yang dapat mendorong setiap ッイ。ョセQ@ untuk berinteraksi

secara positif. Suatu bentulc komunikasi yang dapat dijadikan untuk menciptakan kondisi tersebut adalah komunikasi yang efektif. Dengan mengembangkan sikap dan kemarnpuan untuk berkomunikasi yang efektif dapat memunculkan perilaku asertif dalam sernua aspek kehidupan.

Sarnpel dalam penelitian ini berjumlah 115 orang, 42 orang pada try out dan 73 orang dalam penelitian sebenarnya. Teknik yang digunakan dalam

pengambilan sampel adalah teknik non probability sampling dengan

purposive sampling. Metode yang digunakan adalah deskriptif

korelasional dengan teknik pengumpulan data menggunakan skala gaya adult attachment dan skala perilaku asertif.

Dari hasil perhitungan diketahui P<0,01 sehingga dapat disirnpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara secure attachment dengan

perilaku asertif.

Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk rnembuat pertanyaan yang lebih jelas agar responden rnenjawab sesuai dengan kenyataan dirinya bukan yang seharusnya.

(6)

Background: Attachment theory seek to describe adaptive and maladaptive relationship functioning and recognize the key role of such variables as communication. In this research, the researcher specialize this research in a couple. Based on this thing, to increase the intimacy between two individuals in order to create relationship depend on their ability in communicate their mind, feeling, need, wish and desire clearly, exact and effective. Because

of

that, learn how to communicate functionally is the first step in the process to create and increase relationship between a couple.

Some couple said that the relationship problem between them

is

'poor communication'

as

the principle reason of !heir difficulty. beセ@ related to that thing it is necessary to create a communication type which is motivate every people

to

interractlve positively. A type

of

communication in that mean

is the

effective communication.

By

develope the attitude and the ability to communicate effectively could show the assertive behavior in all of life aspect.

Sample: The number of sample on this research is 115 persons, 42 persons

for the tryout and 73 persons for the real research. The technique which is

used

to

take sample is non セイッ「。「ゥャゥエケ@ sampling with セオイーッウゥカ・@ sampling.

Method: A quantitative approach with research descriptive' correlation.

Collective data technique use adult attachement style scale and assertive scale.

Findings: From all counting, it is known as P<0,01. This result shows there is correlation between secure attachment and assertive.

(7)

Penyayang, sumber segala nikmat dan kebaikan yang selalu dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya, sehingga penulis pun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada sebaik-baik teladan bagi umat manusia, Muhammad Rasulullah Saw., juga kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta umatnya yang senantiasa berusaha mengikuti keteledanan beliau untuk menjadi hamba-Nya yang shalih.

Skripsi ini penulis beri judul "HUBUNGAN ANTARA GAYA ADULT ATTACHMENT DENGAN PERILAKU ASERTIF", dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga diharapkan dapat memberi manfaat, informasi serta dapat menambah khazanah penelitian di bidang psikologi.

Syukur penulis panjatkan atas karunia yang Allah SWf telah berikan kepada penulis karena telah dianugerahi orangtua, suami, dan saudara-saudara yang tercinta sehingga dapat membantu terselesaikannya skripsi ini. Tentunya

tidak terlepas berkat segala do'a, bantuan, 「ゥュ「ゥョァ。ョLョ。ウQセィ。エL@ serta

dorongan motivasi yang tulus dari berbagai pihak, terutama Bapak (Sutarmo) dan Mamah (Titih S. Ramini) tercinta atas segala do'a, kasih sayang,

dukungan moril dan materil yang takkan bisa terbalas. b・セQゥエオ@ pula kepada

Mas 'lzzah-ku tercinta (Masyhur Ardiansyah) beserta buah hati kita yang memberikan semangat untuk terselesaikannya skripsi ini. Dan juga kepada kedua kakak tersayang ('A Santoso dan Ce Ari) adik-adikku yang tersayang (Tino, Suci dan Wuri), terima kasih atas motivasinya, serta keponakanku yang lucu (Syauqi) yang selalu menghibur dengan candanya. Tak lupa atas segala dorongan dan kasih sayang dari Abi (Masyhur Arifin) dan Ummi (Mursiyati) juga bang Ari, Neng Tri, dan Rini yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. .

Dalam kesempatan ini, Penulis ingin pula menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. lbu Ora. Netty Hartati, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing penulis dalam menyusun skripsi.

(8)

mahasiswa bimbingannya ini tidak pernah konsultasi hanya datang pada saat butuh saja.

5. Seluruh Oosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat selama penulis menjadi

mahasiswa.

6. lbu Ustadzah Rifah Rofiqoh, Pengurus Yayasan Bina i\mal Sehat, Jatimurni-Bekasi, yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data responden.

7. Seluruh responden yang telah berpartisipasi membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Nada, Ila, Fina, lpin, mba Yuni, yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman Psikologi angkatan 1999.

Serta kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala do'a, dan dukungannya baik moril maupun materil. Semoga Allah

swr

membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan sebaik-baik

balasan. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya. Semoga segala upaya ini dijadikan bernilai ibadah yang akan memperberat timbangan amal kebaikan kita pada hari akhir. Amiin Yaa Mujiibassaa'iliin.

Jakarta, Mei 2007

(9)

Halarnan Pengesahan Motto

Abstraksi

Kata Pengantar Daftar lsi

Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Larnpiran

BAB 1 PENDAHULUAN

iii iv v vii ix xi xii xiii

I. I. Latar belakang rnasalah ... 1

1.2. ldentifikasi rnasalah ... 4

1.3. Pernbatasan dan perurnusan rnasalah

1.3.1.

Pernbatasan rnasalah ...

5

1.3.2.

Perurnusan rnasalah ... 6

1.4. Tujuan dan rnanfaat penelitian

1.4.1.

Tujuan Penelitian ... 6

1.4.2.

Manfaat Penelitian ...

7

1.5. Sisternatika penulisan ... 8

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1.

Attachment ...

10

2.1.1

Definisi Attachment ...

10

2.1.2.

Perkernbangan Attachment pada individu ...

11

2.1.3.

Adult Attachment ...

15

2.1.4.

Ciri-ciri Infant dan Adult Romantic Love ...

20

2.1.5.

Gaya Adult Attachment ...

22

2.2

Asertif ...

23

2.2.1.

Tujuan Perilaku Asertif ...

33

2.3.

Kerangka berpikir ...

35

2.4.

Hipotesa ...

37

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Pendekatan penelitian ...

38

3.1.1.

Jenis penelitian ...

38

3.1.2.

Definisi Variabel dan Operasional Variabel ...

39

3.2.

Pengarnbilan sarnpel ...

.40

(10)

3.4. Teknik analisa data ... .47

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran umum subjek penelitian ... .48

4.1.1. Berdasarkan usia ... 48

4.1.2. Berdasarkan usia perkawinan ... 49

4.1.3. Berdasarkan latar belakang pendidikan ... .49

4.2. Presentasi dan analisa data ... 50

4.2.1. Uji instrumen peneitian ... 50

4.2.2. Uji persyaratan ... 54.

4.2.3. Uji hipotesis ... 56

4.3. Pembahasan hasil penelitian ... 57

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Diskusi ... 60

5.3. Saran ... 61

DAFTAR PUST AKA

(11)

1. Ciri-ciri Infant Attachment dan Adult romantic love ... 21

2. Keterampilan memberi dan menerima dalamperilaku a1:;ertif ... 30

3. Bobot skor gaya Adult attachment ... .43

4. Blue print skala gaya Adult attachment ... .44

5. Bobot skor asertif ... .44

6. Blue print asertif ... .45

7. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... .47

8. Gambaran umum responden berdasarkan usia ... .48

9. Gambaran umum responden berdasarkan usia perkawinan ... .49

10.Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan ... 50

11. Hasil Uji coba ska la gaya Adult attachment .... 51

12. Hasil uji coba skala asertif ... 52

13. Blue print skala gaya Adult attachment untuk peneitian ... 53

14. Blue print skala asertif untuk penelitian ... 53

15. Test of Normaity ... 55

16. Nonparametric Correlation ... 57

17. Penyebaran skor gaya Adult attachment ... 58

(12)
(13)

Lampiran 1 : Skala Asertif untuk try out

Lampiran 2 : Skala gaya adult attachment untuk try out

Lampiran 3 : Skar mentah try out skala asertif

Lampiran 4 : Skar mentah try out skala gaya adult attachment

Lampiran 5 : Reliabilitas skala asertif

Lampiran 6 : Reliabilitas skala gaya adult attachment

Lampiran 7 : Tabel korelasi skala asertif

Lampiran 8 : T abel korelasi skala gaya adult attachment

Lampiran 9 : Skala asertif untuk penelitian

Lampiran 10 : Skala gaya adult attachment untuk penelitian

Lampiran 11 : Skar asertif (penelitian)

Lampiran 12 : Skar gaya adult attachment (penelitian)

(14)

1.1

LATAR BELAKANG MASALAH

Attachment merupakan suatu ikatan emosional antara dua orang, yaitu "orang yang paling utama dan dikenal yang memiiki cinta untuknya serta

menghadirkan suatu status internal dalam diri individu itu" (Cicerelli dalam

Gloria Bird, 1994).

Ainsworth menyatakan pengalaman attachment pada masa awal kehidupan

dan gaya attachment yang digunakan akan mempengaruhi individu

selanjutnya dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Gloria Bird, 1994).

Teori attachment berlaku dalam rnemahami reaksi emosional orang dewasa

dalam rnenjalin ikatan abadi yang dibangun antara sepasang kekasih yang

saling mencintai dan menjaga. Disamping itu attachment juga merupakan

faktor yang paling penting untuk menjalin kehidupan bersama sebagai

pasangan suami-istri, sebagaimana diungkapkan oleh Philip Shaver dan

(15)

menentukan usia (panjang-pendeknya) hubungan cinta. Sehingga Hazan dan

Shaver (Judith Feeney, 2003) menyatakan bahwa cinta romantis merupakan

proses attachment pada orang dewasa.

Bowlby dan Ainsworth beserta koleganya (Gloria Bird, 1994)

mengklasifikasikan attachment yang digunakan oleh orang dewasa menjadi

tiga macam gaya, yaitu:

a. Secure attachment yang bercirikan mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman,mempercayai orang lain dan dapat mengandalkan orang

lain.

b. Anxious/ambivalent attachment yang bercirikan tidak nyaman jika dekat dengan orang lain, sulit untuk mempercayai orang lain, sulit untuk

mengandalkan orang lain, nervous ketika seseorang hendak dekat

dengannya.

c. Avoidant attachment yang bercirikan segan untuk dekat dengan orang lain· dan khawatir kalau pasangannya tidak mencintainya.

Stevenson - Hinde (Judith Feeney, 2003) mencatat bahwa teori attachment

berguna untuk menggambarkan hubungan fungsi adaptif clan maladaptif dan

mereka menyatakan bahwa salah satu kunci utama dalam menggambarkan

(16)

Berdasarkan hal tersebut dalam meningkatkan taraf kedekatan antara dua

individu dalam menciptakan hubungan tergantung pada kemampuan mereka

dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kebutuhan, l<einginan, dan

hasrat dengan jelas, tepat dan efektif. Oleh karena itu, mernpelajari

bagaimana berkomunikasi secara fungsional adalah langkah pertama dalam

proses menciptakan dan meningkatkan hubungan.

Namun pada hubungan yang lebih akrab, seperti hubungan suami-istri

misalnya, problem hubungan suami-istri adalah "miskin komunikasi" sebagai

alasan utama kesulitan mereka. Penulis dalam hal ini lebih melihat kepada

istri dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kebutuhan, keinginan, dan

lain-lainnya kepada suami karena kebanyakan istri cenderung kurang efektif

dalam mengkomunikasikan, dimana ada kekhawatiran hubungan mereka

akan terjadi keregangan.

Berkaitan dengan hal tersebut perlu kiranya diciptakan suatu bentuk

komunikasi yang dapat mendorong setiap orang untuk berinteraksi secara

positif. Suatu bentuk komunikasi yang dapat dijadikan cara untuk

menciptakan kondisi tersebut adalah komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dapat mencapai sasaran

(17)

hubungan antara pribadi. Komunikasi yang efektif berfungsi dalam pergaulan

dan juga menjadi unsur penentu dalam meraih keberhasilan dalam

kehidupan. Akan tetapi kadang seseorang mengalami hambatan dalam

berkomunikasi, tidak mampu mengekspresikan apa yang dipikirkan dan

dirasakan, padahal permasalahan tersebut merupakan hal yang perlu

diutarakan. Di sisi lain terkadang kita melihat seseorang terlalu berani dalam

mengutarakan pendapat, tidak mampu melihat situasi sekitar. Kondisi seperti

itu tentu saja akan mengganggu baik terhadap individu yang bersangkutan

maupun menyangkut hubungan antar pribadinya. Dalam hal ini diperlukan

sikap keterbukaan, kejujuran dan kepercayaan.

Salah satu yang menyebabkan seseorang dapat mengkomunikasikan segala

sesuatunya dengan baik atau tidak dapat dilihat dari gaya attachment yang

mereka terapkan, karena setiap individu memiliki gaya attachment yang

berbeda-beda, begitupula dalam hal ini sebagai seorang istri, selaku orang

dewasa yang memiliki gaya adult attachment tertentu. Oleh karena itu

Peneliti ingin melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara gaya adult

(18)

1.1.

IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis

mengidentifikasikan permasalahan menjadi:

1. Gaya adult attachment manakah yang digunakan oleh istri dalam

menjalin hubungan akrab dengan suaminya?

2. Perilaku manakah yang digunakan istri dalam berkomunikasi dengan

suaminya?

3. Gaya adult attachment manakah yang akan memunculkan perilaku

asertif?

4. Apal<ah ada hubungan antara gaya adult attachment yang digunakan istri

· dengan perilaku asertif?

1.3. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASAU\H

1.3.1. Pembatasan Masalah

Setiap penelitian biasanya membidik permasalahan yag berbeda-beda,

(19)

berbeda, karena itu diperlukan pembatasan agar penelitian ini mengenai

sasaran yang diinginkan.

Dalam penelitian ini ditentukan batasan-batasan sebagai berikut :

a. Gaya adult attachment menurut Bowlby dan Ainsworth dibedakan atas

tiga gaya yaitu secure, anxious, dan avoidant attachment, sedangkan

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya yang digunakan oleh

istri dalam berhubungan dengan suaminya, dan dalam penelitian ini gaya

adult attachment dibatasi hanya gaya secure attachment, yang bercirikan mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman, rnempercayai orang

lain dan dapat mengandalkan orang lain.

b. Asertif adalah kemampuan mengekspresikan diri; ュ・ョQセオョァォ。ーォ。ョ@

perasaan, pikiran, kehendak, dan kepentingan secara jujur dan terus

terang dengan cara yang dapat diterima dan sesuai dengan sopan santun

tanpa melanggar harga diri dan hak-hak pribadi dan orang lain.

c. Orang dewasa yang diteliti adalah istri yang berdomisili di wilayah

(20)

1.3.2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini jelas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

"Apakah ada hubungan yang signifikan antara gaya secure attachment

dengan perilaku asertif'

?

1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jawaban atau penjelasan

tentang hubungan antara gaya secure attachment den£1an perilaku asertif.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Seperti lazimnya penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi, yaitu :

(21)

Menambah hazanah penelitian psikologi terutama yang berkaitan

dengan berbagai macam perilaku dan gaya attachment yang

digunakan oleh orang dewasa.

Memberikan wawasan mengenai bermacam-macarn gaya adult

attachment dan pengaruhnya dalam berperilaku.

b. Secara Praktis

Dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh orang dewasa untuk

bersikap dan berperilaku asertif terhadap orang lain, terutama bagi

pasangan suami istri.

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini mengikuti pola penulisan karya ilmiah

psikologi menurut APA (American Psychology Association) sebagaimana

yang dicantumkan dalam buku pedoman penyusunan dan penulisan skripsi

(22)

BAB 1

BAB2

BAB3

PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

KAJIAN PUST AKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang mendasari penelitian ini

diantaranya definisi attachment, perkembangan attachment

pada individu, adult attachment, ciri-ciri infant attachment dan

adult attachment, gaya adult attachment, definisi perilaku asertif, tujuan perilaku asertif, kerangka berpikir, dan hipotesis.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini dijelaskan metodologi penelitian, yang meliputi

pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian, definisi

variabel dan definisi operasional, populasi dan sampel, teknik

pengambilan sampel, metode pengumpulan data, instrumen

penelitian, teknik uji instrumen, uji instrumen penelitian, teknik

(23)

BAB4

BAB5

HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah

dilakukan, yaitu gambaran umum subjek penelitian, presentasi

data mengenai statistik skor subjek penelitian, uji persyaratan

dan uji hipotesa.

PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan kesimpulan penelitian, diskusi serta

(24)

2.1.

ATTACHMENT

2.1.1.

Definisi Attachment

T eori attachment adalah teori yang amat populer dalam psikologi

perkembangan bayi. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku orang tua

terhadap bayi sangat berperan penting karena akan menentukan model diri

dan model dalam berhubungan dengan orang lain nantinya. Teori attachment

merupakan hasil kerjasama antara John Bowlby dan Mary Salter Ainsworth

(Barbara, 1995) yang meneliti pembentukan ikatan emosional antara bayi

dan pengasuh utama serta konsekuensi-konsekuensi berpisah dari obyek

attachment.

Teori ini menyatakan jika figur attachment selalu ada, perhatian dan

responsif, maka mereka akan bahagia dan ketika dewasa akan berpengaruh

positif pada emosinya (Shaver, Hazan, & Bradshaw, 1988). Jika figur

attachment kurang dekat, tidak perhatian, atau tidak responsif maka

(25)

suatu ikatan emosional antara dua orang; yaitu " orang yang paling utama

dan dikenal, mempunyai cinta untuknya, dan menghadirkan suatu status

internal di dalam diri individu itu" ( Cicerilli dalam Gloria Bird, 1994).

2.1.2. Perkembangan Attachment pada lndividu

Bayi mengembangkan representasi mental intinya pada obyek attachment

dan diri mereka sebagai hasil pengalamannya selama proses attachment.

Tindakan dan sikap dari pengasuh memberikan tanda pada bayi bahwa ia

adalah seseorang yang penting, dihargai dan dicintai atau sebaliknya. Hal ini

merupakan model mental yang pertama yaitu self esteem. Model mental yang

kedua adalah interpersonal trust, yaitu aspek sosial yang melibatkan

kepercayaan dan harapan bayi terhadap orang lain.

Kedua model mental tersebut dipercaya dapat mengorganis<'lsikan

perkembangan kepribadian, mengarahkan perilaku sosial, dan

mempengaruhi harapan, strategi, dan perilaku pada hubungan selanjutnya.

Model mental dalam suatu hubungan berperan sebagai sumber adanya

kesinambungan antara attachment pada pengalaman awal dengan perasaan

(26)

Sroufe dan Fleesbn dalam Miranda (1995) mengasumsikan bahwa hubungan

yang terdahulu mempunyai pengaruh pada individu dalam sikap,

pendhatapan, dan pE!mah!lman tentang peran suatu hubungan. Pola-pola

yang sudah terbentuk akan sulit untuk diubah. Model ini adalah cjasar untuk

melakukan tindakan pada situasi yang berkaitan dengan attachment.

Anak masih memperlihatkan attachment kepada orangtua pada

situasi-situasi yang memungkinkan sampai ahak tumbuh menjadi remaja, yaitu saat

mereka mulai membangun kemandirian dari orangtua mereka. Ketika mereka

gelisah, mereka mencari orangtua. Kehadiran orangtua membuat mereka

menjadi lebih tenang. Pada banyak anak, mereka mengalami 'kangen

rumah' bila berjauhan dari orangtua atau pada saat orangtua mereka harus

meninggalkan rumah, mereka menunjukkan tingkah laku prates.

Ketidakberadaan orangtua tersebut, menurut Weiss, seringkali menimbulkan

separation distress atau tekanan keterpisahan, suatu keadaan yang jelas mengekspresikan keinginan anak untuk kembali memantapkan kontak

dengan orangtua. Sejalan dengan semakin bertambahnya kematangan, anak

menjadi semakin lebih mampu untuk mentoleransi jarak antara dirinya

dengan orangtua, selain itu mereka juga terus mempertunjukkan dalam

berbagai cara bahwa perasaan amannya juga tergantung dari keberadaan

(27)

Pada saat anak menjadi remaja, hubungan mereka dengan orangtua

mengalami perubahan. Remaja pada umumnya masih menginginkan agar

orangtua tetap memberikan keyakinan bahwa orangtua akan selalu berada

dekat mereka , seperti layaknya pada saat kanak-kanak, akan tetapi di pihak

lain mereka juga menginginkan lebih banyak kesempatan untuk lepas dari

pengawasan orangtua. Hal ini bukan selalu berarti bahwa remaja

menjauhkan diri dari orangtua mereka, akan tetapi lebih pada mereka lebih

bisa menerima adanya waktu-waktu tertentu dimana merel<a harus berjauhan

dengan orangtuaa dan dengan demil<ian mereka juga tidak agi membutuhkan

kehadiran oranhgtua mereka secara terus menerus di setiap kesempatan.

Semakin remaja bertambah dewasa mereka semakin sering mengalami

keterpisahan dari orangtua dan kehadiran orangtua tidak lagi menjadi satu

dan satu-satunya sumber kekuatan dan rasa aman mereka. Mereka masih

tetap mengharapkan kehadiran orangtua, akan tetapi tidak lagi, misalnya

merasa gelisah ketika pulang dan tidak menemui orangtuanya di rumah. Dari

hasil observasinya ini, Weiss (1982) berkesimpulan bahwa ada banyak cara

dimana orangtua dapat memberil<an rasa aman pada anak-anaknya,

walaupun orangtua tidak lagi berfungsi sebagai figur attactJment dan

kehadirannya tidak selalu mengandung mal<na hilangnya kecemasan pada

(28)

pendamping (allies) yang esensial dalam melakukan coping terhadap perubahan-perubahan yang dibawa oleh kedewasaan.

Proses remaja melepaskan orangtua dari figur attachment, menurut Weiss

(1982) merupakan suatu proses dimana remaja mengalami penyelaan

(interruption) terhadap attachment pada orangtua yang selama ini sudah berlangsung sejak masih kanak. Berawal pada terjadinya jarak yang semakin

jauh dan lama kelamaan durasinya menjadi semal<in serin9 dan semakin

lama sampai suatu saat interupsi ini menjadi menetap.

Attachment does not fade in the sense of becoming progressively weaker, but rather is entirely absent for longer intervals. (Weiss,

dalam Miranda, 1995)

Attachment bukan menghilang perlahan dalam arti 「・イ。ョァウオイMセョァウオイ@

melemah, akan tetapi lebih pada attachment tersebut tidak. muncul untuk

jangka waktu yang semakin lama.

Ketika orangtua tidak lagi menempati posisi sebagai figur attachment, remaja

kemudian mecari figur attachment baru, biasanya teman sebaya dari jenis

yang sama maupun berbeda. D9lam hubungan yang baru tersebut, dapat

(29)

didampingi, perasaan nyaman dan tenang karena kehadiran figur tersebut

dan keterpisahan dari figur tersebut menimbulkan distress.

Sejalan dengan adanya kematangan seksual, attachment rnenjadi lebih

ditujukan pada figur yang juga menjadi "obyek" perasaan seksualnya (Weiss,

dalam Miranda, 1995). Dalam suatu hubungan yang kontak seksualnya

diinginkan dan dibenarkan, seperti halnya perkawinan adanya attachment

akan semakin meningkatkan keinginan untuk bersama dengan individu

tersebut. Sebaliknya, kontak seksual bisa menyebabkan suatu keadaan

emosional yang tinggi dan memungkinkan terjadinya attachment. Akan tetapi

tidak selalu berkaitan seperti itu. Attachment mungkin saja terjadi tanpa diikuti atau dimanifestasikan dengan adanya dorongan seksual. Menurut Weiss

dalam Miranda (1995), meskipun attachment dan hasrat ウ・セォウオ。ャ@ ditujukan

pada satu figur tertentu, namun adanya kemungkinan hasrat seksual

ditujukan pada figur lain sebagai tambahan atau pengganti figur attachment.

The intermeshing of attachment and sexual desire need not be permanent

(Weiss dalam Miranda, 1995).

2.1.3. Adult Attachment

Teori attachment juga berlaku dalam memahami reaksi emosional orang

(30)

maupun non marital. lndividu-individu yang terlibat dalam

hubungan-hubungan ini memperlihatkan adanya kebutuhan akan figur attachment,

keinginan untuk berdekatan dengan figur attachment dalarn situasi stress,

meningkatnya ketenangan dan menghilangnya kecemasan ketika ditemani

oleh figur attachment serta meningkatnya keresahan serta kecemasan ketika

mendapatkan figur attachment tidak ada lagi.

Adult attachment tidak begitu saja ditemukan pada setiap hubungannya

dengan orang lain, akan tetapi seperti halnya anak-anak, adult attachment

muncul hanya dalam hubungan emosional yang memiliki rnakna penting

(Weiss dalam Miranda, 1995)

Walaupun adult attachment memenuhi kriteria attachment seperti yang telah

disebutkan di atas, ada tiga hal yang menurut Weiss membedakan adult

attachment dengan attachment pada bayi, yaitu :

(31)

Berdasarkan kutipan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

terdapat kesamaan pengertian antara attachment pada bayi dengan

attachment pada orang dewasa, yaitu adult attachment muncul hanya dalam

hubungan emosional yang memiliki makna penting. Ada tiga hal yang

membedakan attachment pada bayi dan orang dewasa (Weiss dalam

Miranda, 1995). yaitu :

a. Attachment pad a orang dewasa biasanya lebih ditujukan pada teman

sebaya,_ sedangkan attachment bayi lebih kepada pengasuhnya,

b. Orang dewasa lebih mampu mentoleransi keterpisahan dengan figur

attachment dibandingkan bayi.

c. Attachment pada orang dewasa lebih sering ditujukan pada figur yang juga mempunyai hubungan seksual dengannya atau lawan jenis,

Sedangkan Hazan, Shaver dan Bradshaw mengatakan bahwa perbedaan

utama yang paling nyata pada adult attachment adalah bahwa hubungan

adult attachment melibatkan individu dengan status dan kekuatan yang sama; masing-masing pasangan terkadang merasa cemas dan berusaha

mencari perasaan aman pada pasangannya dan pada saat yang lain

bersikap sebagai pemberi rasa aman itu. Perbedaan penting yang kedua

(32)

seksual. Selarna attachment itu tirnbal balik, attachment rnernberikan dasar

untuk terbentuknya pasangan pada orang dewasa (Barbara, 1995).

Weiss dalarn tulisannya yang berjudul Attachment in Adult Ufe, (1982)

rnencetuskan beberapa argurnentasi rnengenai adanya adult attachment.

Menurut Weiss, orang dewasa rnernbentuk suatu ikatan terhadap orang

dewasa lain yang, secara esensial, identik dengan ikatan yang dibuat anak

terhadap orangtuanya. Weiss juga rnengatakan bahwa ikatan ini tidak begitu

saja diternukan pada setiap hubungan yang berarti secara Qセイョッウゥッョ。ャ@ bagi

orang dewasa, akan tetapi seperti halnya attachment pada anak-anak,

attachment ini diternukan pada hubungan yang rnerupakan pusat penting dari ernosional seseorang, it appears only in relationships of central emotional importance .

attachment in adults is an expression of the same emotional system, though one modified in the course of its development, as is attachment in children (Weiss dalarn Miranda, 1995: 55).

Menurut Weiss, adult attachment, rnerupakan suatu ekspresi dari sistern

ernosional yang serupa dengan attachment pada anak-anak, walaupun

sudah rnengalami rnodifikasi sejalan dengan perkembangan seseorang

(33)

It may be that image of the figure chosen corresponds in some way to an image to which the individual's attachment behavior system is already prepared to respond (Weiss dalam Miranda 1995: 56).

Weiss mengatakan bahwa kepada siapa attachment terhadap individu lain di

masa dewasa diarahkan kemungkinan adalah karena image obyek

attachment itu berkoresponden dalam satu dan lain hal dengan image system attachment individu yang selama ini telah disiapkan untuk IDerespon

To suspect that resemblance to the parent to whom there were strong positive affective ties - not necessarily the parent of the other sex

-plays some role in mate selection (Weiss dalam Miranda 1995: 56).

Weiss juga menduga bahwa adanya kemiripan antara orangtua, terhadap

siapa individu mempunyai ikatan afektif positif yang kuat. Tidak selalu

orangtua yang berlainan jenis mempunyai peranan dalam pemilihan

pasangan (Miranda, 1995).

Weiss berkesimpulan bahwa, pada prosesnya attachment terhadap

seseorang dapat terbentuk karena tidak terjadi sesuatu yang bisa

menginterupsi attachment tersebut. Jadi, attachment dalam proses awal

pembentukannya bukan menjadi semakin kuat akan tetapi menjadi semakin

menetap karena pada awalnya attachment mudah terinterupsi. Hanya ketika

attachment menjadi bagian yang terintegrasi dengan kehidupan individu,

(34)

dapat dilihat dari kecepatan (rapidity) munculnya separation distress saat

menemukan figur attachment tidak ada (inaccessible) dan dari intensitas

separation distress tersebut.

2.1.4. Ciri-ciri Attachment dan Adult Romantic Love (Adult Attachment)

Hazan dan Shaver menyatakan bahwa Adult romantic Jove ( cinta romantis

pada orang dewasa) merupakan proses attachment pada orang dewasa

(Adult Attachment). Adult romantic love tentunya berbeda dari attachment

yang dilihat pada perilaku bayi sedikitnya ada dua cara yang penting yaitu :

daya tarik seksual dan perilaku timbal-balik dari pengasuh (Barbara, 1995).

Ciri-ciri pada tabel di bawah ini merupakan kegiatan dari pEmambahan dua

sistem perilaku pada sistem attachment: sistem kemampuan (reproduksi)

(35)

Tabel 2.1 Ciri-ciri Infant Attachment dan Adult Romantic Love (Adult Attachment)

Attachment Romantic Love

Format dan kualitas attachment Romantic love meliputi suatu

tergantung pada sensitifitas figur keinginan keras untuk menjadi

attachment dan responsif. pasangan dan adanya hubungan

saling timbal balik.

Perasaan gembira dan distress Suasana hati orang

bayi tergantung dari perasaan dewasa/kekasih (lover) tergantung

(penerimaan) figur attachment. dari persepsi penerimaan dan

penolakan dari pasangannya.

Ketika hubungan attachment bayi Ketika orang dewasa jatuh cinta,

aman, ia lebih bahagia dan dapat mereka sering melaporkan

mengatasi distress-nya dan lebih perasaan yang lebih diperlonggar,

mudah berkenalan dengan lebih sedikit merasa cemas, lebih

lingkungan yang aneh atau tidak sedikit bertahan, ャエセ「ゥィ@ secara

familiar. spontan dan kreatif, dan lebih berani

Perilaku attachment meliputi; Adult romantic love meliputi

pemeliharaan dekatnya dan pegangan tangan, menyentuh,

pegangan tangan, menyentuh, membelai, mencium,

mengayun-membelai, mencium, mengayun- ayun, tersenyum, berpandangan

ayun, tersenyum, berpandangan mata, mengikuti, dan seterusnya.

mata, mengikuti, dan seterusnya.

Perpisahan pada figur attachment Perpisahan dengan pasangan

menyebabkan distress dan ingin menyebabkan distress, dan

bertemu. kesedihan.

lngin berbagi reaksi dengan figur lngin berbagi per:asaan, pendapat,

attachment. dan saling memberikan hadiah

kepada pasangan.

Suara dengkuran bayi, nyanyian, Dengkuran, nyanyian bagi kekasih

dan figur attachment berbicara dan memanggil dengan panggilan

"keibuan". savana.

[image:35.595.27.444.95.671.2]
(36)

2.1.5. Gaya

Adult Attachment

Bowlby dan Ainsworth beserta koleganya (Barbara, 1995) rnengklasifikasikan

adult attachment menjadi tiga gaya, yaitu :

a. Secure attachment, mayoritas subjek yang diklasifikasikan dalam gaya ini mengidentifikasikan adanya kedekatan dan memiliki pengalaman cinta

yang bahagia, bersahabat, mempercayai, menerima, dan sportif.

Hubungannya dengan orang lain relatif lama dibanding dengan gaya adult

atttachment yang lain dan menunjukkan model positif dalam berhubungan, serta mengharapkan cinta selamanya.

b. Anxious/Ambivalent attachment, subjek yang diklasifika:sikan dalam gaya ini menggambarkan obsesi, emosi yang tinggi dan rendah, cemburu,

hasrat bersatu, dan atraksi seksual yang ekstrem. Subjek avoidant

melaporkan ketakutan pada ketakutan, emosi tinggi dan rendah, serta

cemburu. Subjek ini seringl<ali melaporkan bahwa memka tidak

mempercayai keberadaan cinta;

(37)

2.2.

PERILAKU ASERTIF

Salah satu aspek manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, manusia

secara alami membutuhkan hubungan atau komunikasi dengan manusia

yang lain. Di samping itu manusia juga mempunyai dorongan-dorongan lain

seperti dorongan ingin tahu, dorongan ingin mengaktualisa:si diri dan lain

sebagainya. Dorongan-dorongan tersebut akan dapat dipenuhi dengan

mengadakan komunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi seseorang

dapat menyampaikan informasi, ide, ataupun pemikiran, pengetahuan,

konsep dan lain-lain kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai

penyampai maupun sebagai penerima komunikasi. Dengan komunikasi

manusia dapat berkembang dan dapat melangsungkan kehidupan

bermasyarakat (Bimo Walgito, 2003).

Tanpa komunikasi berbagai bentuk kehidupan sosial sulit untuk diwujudkan

dan manusia akan terpencar tanpa terjadi hubungan yang akrab. Berkaitan

dengan hal tersebut perlu kiranya diciptakan suatu bentuk セZッュオョゥォ。ウゥ@ yang

dapat mendorong setiap orang untuk berinteraksi secara positif. Suatu bentuk

komunikasi yang dapat dijadikan sebagai media untuk menciptakan kondisi

(38)

Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang

diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (A. Supratiknya, 1995).

Akan tetapi kadang seseorang mengalami hambatan dalam berkomunikasi,

tidak mampu mengekspresikan apa yang dipikirkan dan dirasakan padahal

permasalahan tersebut merupakan hal yang perlu diutarakan. Di sisi lain

kadang kita melihat seseorang terlalu berani dalam mengutarakan pendapat,

tidak mampu melihat situasi di sekitar. Kondisi seperti itu tentu saja akan

mengganggu baik terhadap individu yang bersangkutan maupun menyangkut

hubungan antar pribadinya. Dalam hal ini diperlukan sikap keterbukaan,

kejujuran dan kepercayaan. Dengan mengembangkan sikap dan kemampuan

untuk berkomunikasi yang efektif dapat memunculkan perilaku asertif dalam

semua aspek kehidupan.

Menurut Thomas dan Doreen Theobald (James Higgins, 1982) ketika

seseorang dihadapi oleh suatu masalah yang tidak diinginkan, biasanya

orang akan bereaksi :

(39)

Ada beberapa perilaku yang dimunculkan dalam proses interaksi sosial,

yaitu:

1. Pasif atau perilaku non asertif

Heffner (2006) menyatakan periaku pasif adalah "Communication style in

which you put the rights of others before your own, minimizing your own self worth". Menurutnya, perilaku pasif merupakan gaya komunikasi yang

menempatkan hak orang lain sebelum menempatkan hak pribadi serta

menekan harga diri atau kelayakan dirinya.

Perilaku pasif digunakan oleh individu yang:

a. Lari dari masalah, dan menganggap bahwa mengemukakan keinginan

atau ide bukanlah hal yang tepat.

b. Mereka lebih ingin menyenangkan orang lain daripada diri sendiri.

c. Sering merasa cemas, kecewa pada diri sendiri dan cepat marah.

d. Menghindari kontak mata, menutupi mulut dengan tangan, dan berbicara

dengan suara yang minta diperhatikan atau dikasihani.

Tipe perilaku ini sering menyebabkan orang lain merasa bersalah atau malah

merasa superior. Sehingga menghadapi orang dengan tipe perilaku seperti

(40)

Patricia Jakubowski dan Arthur Lange (Higgins, 1982) menekankan

ketakutan sebagai motivasi utama pada perilaku pasif. Mereka takut akan

tidak disukai oranglain, penolakan, pembalasan, kehilangan pekerjaan,

mengucapkan kata-kata yang tidak baik, menyakiti orang lain, disakiti,

perasaan bersalah, dan melanggar hak orang lain.

Ada keuntungan dan kerugian dalam berperilaku pasif. Adapun kerugian

utamanya adalah kehilangan kehormatan diri, meningkatkan kecemasan, dan

dendam. Sedangkan keuntungannya adalah dapat memanipulasi orang lain

melalui perilaku ini.

2. Perilaku agresif.

Agresi menurut Sears dkk (1985) adalah tindakan yang bertujuan untuk

menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti

orang lain dalam diri seseorang.

Chaplin (1999) mengemukakan definisi agresivitas sebagai pernyataan diri

secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri, pengejaran

dengan penuh semangat terhadap suatu cita-cita.

(41)

Aggressive behavior is typically punishing, hostile, balming, ancl demanding. It can

involve threats, name-calling, andeven actua physical contact It can also involve

sarcasm, catty comments, gossip and "slips of the tongue"

Orang yang berperilaku agresif secara khusus suka menghukum atau

menyiksa, bermusuhan, menyalahkan dan ketergantungan dengan berbagai

contoh yang ia kemukakan seperti suka mengancam, salin9 mengejek, dan

bahkan melakukan kontak fisik lainnya

Para psikolog mendefinisikan agresif sebagai bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang, yang bertentangan

dengan orang itu. Dengan demikian, jika menyakiti orang lain dengan

senjata, dan pihak yang dirugikan menginginkan itu terjadi bukanlah agresi.

Misalnya dalam suatu hubungan seksual seorang partner ingin diperlakukan

secara kasar bukan agresi. Adapun ciri-ciri perilaku agresi yaitu:

a. Selalu ingin menang meskipun dengan mengorbankan orang lain.

b. Tujuan orang ini ingin mendominasi dan mengontrol orang lain.

c. Perilaku agresif membuat orang lain merasa sakit dan terhina, sehingga

bisa menimbulkan perasaan dendam.

Perilaku agresif biasanya disebabkan oleh ketidakpercayaan diri, takut

diserang dan tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi situasi yang

(42)

3. Perilaku agresif pasif. Perilaku alternatif antara agresif dan pasif yaitu

agresif pasif. Adapun ciri-cirinya yaitu :

a. Orang agresif pasif berperilaku pasif selama dalam situasi yang

problematis, tapi kemudian dalam beberapa detik akan rnenunjukan

ketidakpuasannya.

b. Biasanya perilaku tersebut tidak langsung, seperti membanting pintu.

Mereka mengekspresikan ketidakpuasan dengan menghindari bahaya

atau konfrontasi.

Orang dengan tipe perilaku ini sulit diajak bekerja.

4. Perilaku Asertif

Pada tahun 1960 Arnold Lazarus menerbitkan karyanya mengenai perilaku

asertif sebagai "to be assertive is to stand up for one's rights without attacking the rights of others", (Higgins, 1982). Yaitu dimana individu

mempertahankan haknya tanpa menyerang hak orang lain. la menyatakan

bahwa orang yang tidak dapat mempertahankan haknya maka ia tidak

mempunyai kebebasan, perasaan yang tidak nyaman, dan takut.

(43)

"Assertiveness basically means the ability to express your thoughts and feelings in a way that clearly states your needs and keeps the lines of communication open with the other'' .

Definisi ini menyatakan pada dasarnya asertif merupakan kemampuan untuk

mengekspresikan pikiran, perasaan dengan jelas sesuai d1:!ngan kebutuhan

dengan menjaga hubungan komunikasi secara terbuka dengan orang lain.

Counseling Service, State University of New York at Buffalo (2006)

memberikan definsi asertif sebagai berikut:

"Assertiveness is the ability to express your feelings, opinions, beliefs, and needs directly, openly and honestly, while not violating the personal rights of others".

Definisi ini menekankan pada kemampuan untuk mengekspresikan perasaan,

pendapat, keyakinan, dan kebutuhan secara langsung, terbuka dan jujur,

tanpa melanggar hak orang lain.

The Counseling and Mental Health Center of The University of Texas (2002)

mengemukakan definisi asertif sebagai berikut:

"Standing up for your rights and not being taken advantage It also means

communicating what you really want in a clear fashion, respecting your own rights and feelings and the rights and feelings of others. It also honest and appropriate expression of one's feelings, opinions, and needs".

Yaitu dimana individu mempertahankan hak dan tidak mengambil

keuntungan juga mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jelas,

menghormati hak dan perasaan diri dan orang lain juga Jujur dan ekspresi

(44)

Sedangkan Diana Cawood (1997) mendefinisikan sikap asertif dengan

menggunakan dua prinsip yaitu prinsip memberi dan menerima. Oalam

prinsip memberi perilaku asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur, dan

pada tempatnya dari pikiran,perasaan, kebutuhan, atau hal<-hak tanpa

l<ecemasan yang tidal< beralasan.

Pada prinsip menerima perilaku asertif ialah kemampuan untuk menerima

apa yang dikatakan atau dirasakan oleh lawan bicara tanpa bereaksi dengan

cara-cara yang mengingkari hak-hak mereka atas pikiran-pikiran atau

perasaan mereka. la bisa mendengarkan dengan seksama berbagai

kekecewaan, dilema, atau harapan lawan bicara tanpa melalui dialog batin

dalam diri sendiri. la bisa mendengarkan kemarahan atau kritik dari lawan

bicara tanpa 'dipaksa' untuk bereaksi dengan sikap yang s:ama (kemarahan

melahirkan kemarahan) atau dengan pengingkaran yang sifatnya membela

diri sendiri.

Tabel 2.2 Keterampilan memberi dan menerima dalam perilaku asertif

MEMBERI MENERIMA

1. Memberikan informasi 2. Memberikan opini 3. Menyatakan l<ebutuhan 4. Berbagi perasaan

5. Memberikan keputusan 'ya atau tidak' 6. Memberikan kritik atau pujian

1. Mencari informasi 2.·Merefleksikan isi pesan 3. Merefleksikan perasaan 4. Menerima kritik

5. Menerima pujian

(45)

Dari berbagai definisi di atas, yang dimaksud dengan asertif dalam penelitian

ini adalah kemampuan mengekspresikan diri; mengungkapl<an perasaan,

pikiran, l<ehendak, dan kepentingan secara jujur dan terus terang dengan

cara yang dapat diterima dan sesuai dengan sopan santun tanpa melanggar

harga diri dan hak-hak pribadi dan orang lain.

Ketil<a ingin berperilaku asertif, mengekspresikan keinginan, ide, dan

perasaan secara langsung dan menghormati hak orang lain maka perlu

diperhatil<an bahwa :

a. Tujuan utama adalah untuk mengkomunil<asikan, dan bukan untuk

mendominasi atau memanipulasi.

b. Asertif berarti mengel<spresikan l<einginan dan ide serta perasaan secara

langsung dan dengan cara yang tepat.

c. Perilaku asertif menumbuhkan percaya diri pada diri seseorang dan

menumbuhkan rasa hormat orang lain. Walaupun pada prinsipnya sikap

asertif dijunjung tinggi, namun dalam praktel<nya sering rnenimbulkan

masalah karena perilaku assertif sering tergelincir menjadi perilaku

agresif.

Konsep mempertahankan hak sendiri bisa bervariasi dari satu individu ke

individu lain, tergantung sistem nilai dan situasi. Masyarakat yang tinggal di

(46)

menyatakan hak dengan tegas. The Counseling Center at The University of

Illinois menyarankan sebelum kita mempertahankan hak dalam perilaku

assertif, terlebih dahulu kita harus meyakini mana yang menjadi hak kita dan

mana yang bukan. Kita memiliki beberapa hak diantaranya :

1. Hak untuk memutuskan bagaimana mengarahkan atau membawa diri.

Termasuk memutuskan bagaimana mencapai tujuan, mimpi, dan

menentukan prioritas.

2. Hak terhadap nilai-nilai kita sendiri, kepercayaan, pendapat, dan emosi,

Dan hak untuk menghargai diri sendiri dengan tidak mempermasalahkan

pendapat orang lain.

3. Hak untuk menerangkan perasaan atau perbuatan kita terhadap orang

lain.

4. Hak untuk mengatakan kepada orang lain bagaimana kita ingin

diperlakukan.

5. Hak untuk mengekspresikan diri dan mengatakan "tidak", atau tidak tahu

atau "Saya tidak mengerti" atau bahkan "Saya tidak peduli". Kita juga

memiliki hak untuk memformulasikan kata-kata sebelum

mengekspresikannya.

(47)

7. Hak untuk merubah pikiran, berbuat salah, atau kadan9-kadang

melakukan hal yang irasional dengan menyadari dan menerima

konsekuensinya.

8. Hak untuk menyukai diri sendiri walaupun kita tidak sempurna, dan hak

untuk sesekali melakukan sesuatu dengan tidak optimal.

9. Hak untuk memiliki hubungan yang positif, memuaskan, nyaman, dan

bebas untuk mengekspresikan diri, dan hak untuk merubah atau

mengakhiri hubungan jika kebutuhan kita tidak terpenuhi didalamnya.

10.

Hal< untuk berubah, meningkatkan hidup dengan cara yang

memungkinkan.

2.1.1 Tujuan Perilaku Asertif

Tujuan perilaku asertif mendukung tujuan-tujuan ウ・ウ・ッイ。ョセQ@ untuk

membangun hubungan secara efektif. Diana Cawood (199"1)

mengungkapkan ada dua tujuan utama berperilaku asertif, yaitu:

1.

Menjaga proses komunikasi agar tetap lancar.

Masalah-masalah tidak akan dapat dipecahkan jika informasi yang dimiliki

kurang memadai atau kurang tepat. Dengan berperilaku asertif yang

(48)

informasi melalui pikiran dan mengungkapkan perasaan secara jujur dengan

nada yang sopan serta tidak mengingkari hak-hak pribadi dan orang lain

akan menjadikan hubungan lebih baik dan komunikasi dapat berjalan dengan

la near.

2. Membangun sikap saling menghormati.

Sikap hormat adalah kunci bagi kualitas masukan dari orang lain dan diri

sendiri. Tidak menghormati diri sendiri -hak-hak, kebutuhan-kebutuhan,

pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan- atau tidak menghormati orang lain

akan merongrong harga diri.

Orang yang harga dirinya rendah cenderung ingin melindungi diri sendiri dari

kerusakan yang lebih parah.perlindungan ini seringkali berbentuk:

(a) Harapaan-harapan yang sengaja dibuat lebih rendah (menetapkan atau

menerima tujuan-tujuan yang aman tetapi tidak menantang).

(b) Kreativitas yang lebih rendah (kecemasan menghalangi ide-ide inovatif

atau keinginan unruk mengeksplorasi ide-ide inovatif).

(c) Keterlibatan yang lebih rendah ("Aku tidak peduli pada apa yang kamu

putuskan.").

(d) Pengambilian risiko yang lebih rendah (mengandalkan aturan-aturan dan

(49)

Orang dengan harga diri rendah tidak dapat mengambil risili<o gagal. Karena

itu, rute yang aman adalah satu-satunya rute baginya. Pen[JUngapan

pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang lugas dan jujur.

Dengan menggunakan keterampilan asertif guna membina dan

meningkatkan perasaan hormat antara diri dan orang lain maka akan timbul

rasa saling menghormati.

2.3

KERANGKA BERPIKIR

Hubungan istri - suarni Gaya secure attachment

I

Asertif

Dari penelitian yang telah ada hubungan yang terjadi termasuk hubungan

romantis (perkawinanan) pada individu dipengaruhi oleh gaya attachment

yang ada pada individu tersebut, sehingga keharmonisan dlalam hubungan

pun dapat tercipta dengan baik atau sebaliknya. Dengan adanya gaya

attachment yang berbeda pada setiap individu maka ada perbedaan pula dalam rnengungkapkan suatu permasalahan atau mengekspresikan suatu

(50)

ekspresinya sehingga mudah pula diterima oleh orang lain, namun ada pula

individu yang sulit mengungkapkan atau mengekspresikan maksudnya

sehingga tidak dapat dicapai apa yang dimaksudnya sehingga yang ada

hanya pil<iran atau persepsi yang negatif akan dirinya.

Dalam perkawinan, lebih dari pada sekedar hubungan , karena gerakan yang

paling sederhana saja mengandung arti. Pada pasangan intim berkomunikasi

efektif lebih sering sulit dilakukan dari pada dengan orang lain yang dekat.

Melalui komunikasi efektif dan pemecahan konflik yang ses1uai, hubungan

dapat dipelihara. Memelihara vitalitas mereka dan mengingat kepuasaan

kedua pasangan.

Diduga bahwa individu yang memiliki gaya attachment negatif memilki

hubungan yang kurang baik dengan orang lain dan kurang baik pula dalam

mengungkapkan ekspresinya atau dalam hal ini kurang ben>ikap asertif

kepada orang lain dalam menghadapi suatu permasalahan. Begitu pun

sebaliknya individu yang memiliki gaya attachment yang positif atau secure

attachment akan memiliki hubungan yang positif dalam mengungkapkan ekspresinya kepada orang lain dan dalam menghadapi masalah dengan

orang lain. Oleh karena itu Penulis juga mencoba kembali untuk meneliti

(51)

2.2

HIPOTESIS

Ha : Ada hubungan yang signifikan antara gaya secure attachment

dengan perilaku asertif.

Ho :Tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya secure attachment

(52)

Penelitian adalah penyelidikan sistematis, terkontrol, empiris tentang

fenomena-fenomena alami, dengan dipandu oleh teori dan

hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang dikira terdapat antara fenomena-fenomena

tersebut (Kerlinger, 1978).

Dalam bab ini akan dibahas jenis peneitian, pengambilan sample,

pengumpulan data dan serta teknik penelitian, definisi variabel dan

operasional variabel. Pengambilan sampel terdiri dari populasidan sampel

serta teknik pengambilan sampel. Pengumpulan data terdiri dari metode dan

instrument. Teknik pengolahan data dan analisa data serta prosedur

penelitian.

3.1 JENIS PENEUTIAN

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemdekatan

(53)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

korelasional, yang bertujuan untuk mencari hubungan dari variabel-variabel

penelitian yang dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi.

3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel

Kerlinger (1978), mendefinisikan variabel adalah suatu sifat yang memiliki

bermacam nilai. la menyebutnya sebagai konstruk atau sifat (properties) yang

diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto, variabel adalah objek 1Penelitian, atau

apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

Karena penelitian adalah korelasional, variabel - variabel yang diteliti adalah:

1. Gaya adult attachment yang digunakan oleh istri da\am berhubungan

dengan suaminya, seperti dalam hal kedekatan, keperc:ayaan diri, dan

kepercayaan kepada suami adalah gaya secure attachment, yang

bercirikan mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman,

mempercayai orang lain dan dapat menganda\kan orang lain.

2. Asertif merupakan kemampuan istri untuk mengekspresikan pikiran,

perasaan dengan je\as sesuai dengan kebutuhan dengan menjaga

(54)

Mengenai kememadaian jumlah (adequacy) dari sesuatu sampel, Gay dalam

Sevilla (1993) menyatakan bahwa jumlah minimum sampel dalam penelitian

deskriptif adalah 10% dari populasi, dan untuk populasi yang sangat kecil

diperlukan minimum 20%. Sedangkan untuk penelitian komlasional, jumlah

minimum sampelnya adalah sebanyak 30 responden.

3.2.2

Teknik Pengambilan Sampel

1. Cara Pengambilan Sampel

Dalam menentukan sampel penelitian dibutuhkan suatu teknik pengambilan

sampel. Sevilla (1993) menyatakan bahwa proses yang meliputi pengambilan

sebagian dari populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara

keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel.

Sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling

atau pengambilan sampel non-acak dengan purposive sampling, yaitu

pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan, karena dalam

pelaksanaannya digunakan pertimbangan hal-hal tertentu yang dikenakan

pada sub kelompok. Ditambahkan oleh Gay dalam Sevilla (1993) bahwa

dalam strategi ini semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki

(55)

dalam semua kelompok secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan

untuk mewakili sub kelompok.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik yang menjadi subjek penelitian ini adalah:

1. lbu rumah tangga/istri yang hidup satu atap dengan suami dan masih ada

ikatan perkawinan.

2. Usia 20 - 50 tahun

3. Berdomisili di wilayah Jatimurni, Pondok Melati, Bekasi

3.3 PENGUMPULAN DATA

3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer, penulis menggunakan metode pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner skala gaya adult

attachment dan skala perilaku asertif yang mengacu pada skala model Likert

dengan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings).

(56)

sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai

skalanya. (Azwar, 2005).

3.3.2

lnstrumen Penelitian

lnstrumen penelitian terdiri dari dua kuesioner skala, yaitu kuesioner skala

gaya adult attachment, dan kuesioner skala perilaku asertif

a. Skala Gaya Adult Attachment

Skala Gaya Adult Attachment yang diambil dari teori Bowlby dan Ainsworth

digunakan untuk mengungkap gaya adult attachment manakah yang

digunakan istri dalam berhubungan dengan suaminya. Jumlah item yang

terdapat pada skala ini berjumlah 20 item.

Pernyataan-pernyataan dalam kasus tersebut kemudian diberi bobot skor

[image:56.595.23.426.154.469.2]

sebagai berikut :

Tabel 3.1

Bobot skor gaya Adult Attachment

Gaya Adult Attachment Bobot skor

Anxious Attachment

1

Avoidant Attachment 2

(57)

Tabel 3.2

Blue print skala Gaya Adult Attachment

No. Faktor lndikator Nomor Item

1. Kedekatan Mudah dekat, nyaman dalam 7, 10, 11, 15, 18,

berhubunaan 20

3. Kepercayaan Diri Merasa nyaman dan percaya 3, 4, 5, 6, 8, 12,

diri dalam berhubunaan 13,16,17

5. Kepercayaan Mempercayai dan dapat 1, 2, 9, 14, 19

Kepada orana lain mengandalkan orana lain

b. Skala Perilaku Asertif

Skala Asertif yang diambil dari teori The Wellness Workbook, Ryan and

Travis (Counseling Center) akan digunakan untuk mengukur kecenderungan

subyek dalam menyikapi berbagai situasi, sehingga dapat diketahui apakah

subyek cenderung berperilaku asertif, agresif, pasif agresif, atau non asertif.

Jumlah item yang terdapat pada skala ini berjumlah 40 item.

Pernyataan-pernyataan dalam kasus tersebut kemudian diberi bobot skor sebagai berikut :

Pola Perilaku

Pas if

Pasif agresif

Agresif

[image:57.595.14.456.158.489.2]

Ase rt if

Tabel 3.3

Bobot Skar

Bobet skor

1

2

3

(58)
[image:58.595.27.469.157.511.2]

Tabel 3.4

Blue print skala Perilaku Asertif

No. lndikator Nomor Item

1. Mengekspresikan Ide

2, 5,6, 13, 14, 15,20,22,23,24, 26,28,36,40

2. Mengekspresikan Kebutuhan

1, 9, 10, 11, 12, 18, 19, 27, 31, 32,37,39

3. Mengekspresikan perasaan 3, 4, 7, 8, 16, 17, 21, 25, 29, 30, 33, 34,35, 38

3.3.3 Teknik Uji lnstrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah kuesioner skala mampu ュ・ョセQィ。ウゥャォ。ョ@ data yang

akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, maka diperlukan ー\セョァオォオイ。ョ@ validitas

(Azwar, 2003). Oleh karena itu, untuk menguji validitas dari skala yang telah

dibuat, digunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Adapun rumusnya adalah (Azwar, 2003):

rxy

=

IXY - (IXl . (IY)/n

[IX

2 -

(IX)

2

/n].[ IY

2 -(

IY)2/n]

Keterangan :

rxy = angka indeks korelasi

l.. X = jumlah skor variabel X

l..Y = jumlah skor variabel Y

(59)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.

Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu yang mampu

memberikan hasil ukur yang terpercaya (Azwar, 2003). Untuk mencari nilai

estimasi reliabilitas dari instrumen yang digunakan, penulis menggunakan

teknik Alpha Cronbach, yang dilakukan dengan membelah item-item menjadi

dua belahan yang jumlahnya sama banyak, sehingga rurnus yang digunakan

adalah sebagai berikut (Azwar, 2003) :

Keterangan :

a = koefisien alpha

a

=

2

<

1 -

sl

+

s

22 )

s/

S12

=

varians skor belahan 1

sl

=

varians skor belahan 2

S/

=

varians skor skala

Uji reliabilitas ini dalam perhitungannya menggunakan program SPSS versi

11.5.

Adapun klasifikasi koefisien reliabilitas adalah mengacu pada kaidah
(60)
[image:60.595.24.457.167.477.2]

Tabel3. 5

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Sangat Reliabel >

0.9

Reliabel

0.7 - 0.9

Cukup Reliabel

0.4 - 0.7

Kurang Reliabel

0.2-0.4

Tidak Reliabel <

0.2

3.4. Teknik Analisa Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya perlu diolah dan dianalisis untuk dapat

menjawab masalah penelitian dan hipotesa penelitian. P13nulis menggunakan

metode analisis korelasi non-parametrik formula Speannan-Brown, dan

dalam perhitungannya adalah dengan menggunakan program SPSS versi

11.5.

Adapun rumusnya adalah (Arif Pratisto,

2004) :

n

6 2:d; 2

i=1

rs

=

1 -

---Keterangan :

rs = koefisien korelasi tingkat Spearman

n

=

banyaknya pasangan data
(61)

4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian

Penulis akan menguraikan gambaran umum dari responden penelitian

berupa frekuensi dari usia responden, usia perkawinan, se1rta latar belakang

pendidikan.

[image:61.595.21.438.132.605.2]

4.1.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

Gambaran umum responden berdasarkan usia dalam ー・ョ・セャゥエゥ。ョ@ ini dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1

G ambaran Umum R esoon en Berdasarkan Usia d

Usia (tahun) Frekuensi %

20-30 19 26,03

31-40 37 50,68

41-50 17 23,29

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden banyak 1rerdapat pada usia

(62)

menghadapi kehidupan rumah tangga yang sedang dijalaninya dan lebih

mudah untuk menghadapi permasalahan yang ada.

4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Perkawinan

Pada tabel berikut akan diuraikan mengenai gambaran responden

[image:62.595.18.440.173.489.2]

berdasarkan usia perkawinan.

Tabel 4.2

Gambaran Umum Responden Berdasarkan UsiaP13rkawinan

Usia perkawinan (tahun) Frekuensi %

<

1

4

5,5

1-5

8

10,9

5-10

17

23,3

>

10

44

60,3

Dari tabel 4.2 menggambarkan usia perkawinan yang cukup lama begitu

banyak dari responden yang ada.

4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan

Latar belakang pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari

(63)
[image:63.595.28.457.150.504.2]

Tabel 4.3

Gambaran Umum Berdasarkan Latar Belakan£J Pendidikan

Pendidikan akhir Frekuensi %

SD dan sederajat 20 27,4

SMP dan sederajat

15

20,53

SMU dan sederajat 25 34,25

Diploma 9 12,32

PT 4 5 .. ,;J

Dari エセ「・ャ@ tersebut dapat 、ゥォ・エ。ィセゥN@ bahwa respohden lebih banyeik

ュ・ョァ・ョケセィャ@

pehdidikan

ー。、セ@

hィセォ。エ@

sMLJ

dan sederajat. Hal

エセイセ・「オエ@

mengdartlbarkah berkembarighyrlrllrnMH ti:lngga yang sedikit moJem.

4.2 Presentasi Data

4.2.1. Uji lnstrumen Penelitian

Hasil validitas pengujian instrumen ska la gaya adult attachment dan asertif

diperoleh dari 42 responden, perhitungan ska la gaya adult attachment terdiri

dari 20 item sedangkan ska la asertif terdiri dari 40 item dengan

(64)

5 item dari skala adult attachment dinyatakan gugur atau non valid,

sedangkan pada skala asertif diperoleh kesimpulan bahwa 7 item dinyatakan

non valid. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

[image:64.595.19.444.154.522.2]

Tabel 4.4

Hasil Uji Coba Skala Gaya Adult Attachment

No. Faktor lndikator Nomor

I

Item Data Valid

1. Kedekatan Mudah dekat, nyaman 7**, 10**, 4

dalam berhubun!iJan 11**,15*,

18,20

3. Kepercayaan Merasa nyaman dan 3**, 4**, 7

Diri percaya diri dalam 5**, 6**1

berhubungan 8**, 12**,

13,16, 17*

5. Kepercayaan Mempercayai dan dapat 1*, セセJL@ 9*, 4

Kepada orang mengandalkan orang lain 14*, 19

lain

Total Item Valid 15

Keterangan :

** Signifikan pada taraf 0,01 (2 tailed)

(65)

H asil Ill o a ala Asert1 Tabel 4.5

U .. C b Sk 'f

No. Faktor lndikator

1. Mengekspre 1. Memberi informasi

sikan Ide 2. Mencari informasi

3. Memberikan opini Mengungkapkanide

2. Mengekspre 1. Memberikan

sikan keputusan

Keinginan 2. Menyatakan

kebutuhan dan harapan

3. Memberi kritik atau pujian

4. menerima kritik atau pujian

3. Mengekspre 1. Berbagi perasaan

sikan 2. Merefleksikan

perasaan perasaan

L:

Item Valid Keterangan :

** Signifikan pada taraf 0,01 (2 tailed) * Signifil<an pada taraf 0,05 (2 tailed)

Nomor Item

2, 5**, 6""°*, 13**, 14, 15**, 20*, 22, 23**, 24**, 26**, 28**, 36**, 40*

1**, 9*, ·10, 11*, 12**, 18'*, 19**, 27*, 31, 32**, 37**, 39**

3**, 4*, セW JJL@ 8**1 16, 17, 21**, 25**' 29·., 30**' 33**, 34**, 35**, 38**

L

Item Valid

11

10

12

33

Item-item yang valid tersebut diuji reliabilitasnya. Dari uji reliabilitas gaya

adult attachment diperoleh koefisien alpha Cronbach sebesar 0,7612, ini berarti bahwa skala tersebut dapat dipercaya untuk digunaikan dalam

penelitian dan demikian pula dengan reliabilitas dari skala asertif yang

memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0,8956. Berikut ini sejumlah item

[image:65.595.20.450.89.499.2]
(66)

No. 1. 3. 5. No. 1. 2. 3.

ue nn aa

[image:66.595.17.441.94.661.2]

Bl P. tSk I G ava

u

ac men

Tabel 4.6

Ad It Att h

t

un u pene 1 1an t k IT

Faktor lndikator Nomor

Item

Kedekatan Mudah dekat, nyaman 7,10,11,

dalam berhubum:ian 14

Kepercayaan Merasa nyaman dan 3, 4, 5, 6,

Diri percaya diri dalam 8, 1:?, 15

berhubunqan

Kepercayaan Mempercayai dan dapat 1,2, 9, 13

Kepada orang mengandalkan orang lain

lain

Total Item

Tabel 4.7

Blue Print Skala Asertif untuk penelitian

Faktor lndikator Nomor

lteim

Mengekspresikan 1. Memberi informas

Gambar

Tabel 2.1 Ciri-ciri Infant Attachment dan Adult Romantic Love (Adult
Tabel 3.1 Bobot skor gaya Adult Attachment
Tabel 3.3 Bobot Skar
Tabel 3.4 Blue print skala Perilaku Asertif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktek pertambangan merupakan salah satu bentuk interaksi dengan sesama, sehingga interaksi tersebut berdampak menjadi suatu hukum karena terdapat beberapa pihak yang

Hasil penelitian sebagaiberikut:(1) Adapengaruhantaralatihandouble leg bounddanjump over barrierterhadapdaya ledak power otottungkai dengan t hitung sebesar 7,132&gt;2,145

Make up karnaval itu menggunakan body painting, jadi semuanya dari wajah sampai tubuh itu memakai body painting (tato tapi, menggunakan.. Memakai make up yang

Teknik Analisis Data ... Pengecekan Keabsahan

'dewasa ini sudah semakin l,ras mencakup FIAM sipil Potit-ik, FLAM Ekosob, daa IIAM atqs pembangunan- Salah sxu bentuk prkembangan konsep HAM adalah mengenai

Pada penelitian ini penulis mengusulkan pendekatan baru dengan mengkombinasi algoritma genetika dengan algoritma Palgunadi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan

Pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara elektronik, dengan mengakses aplikasi Sistem. Pengadaan Secara Elektronik (aplikasi SPSE) pada alamat website

Membantu Pengguna Jasa dlm pelaksanaan pengawasan meliputi : Persiapan lapangan, Review Desain bila ada Gb pelaksanaan yang tidak sesuai kondisi lapangan,