Oleh:
TRI NOVIA HANDAYANI
NIM: 199070016133
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
01eh:
TRI NOVIA HAN DA YANI NIM: 199070016133
Di Bawah Bimbingan
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS !SLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
tanggal 28 Mei 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untul< memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 28 Mei 2007
Ketua Mer セァォ。ー@ Anggota,
I
M.Si
?enguji I
M.Si
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Ora. Hi. Zahrotun Nihayah M.Si NIP. 150238773
Anggota:
Penguji II
p・ュセ「ゥョァ@
IIA//
.
.··
..\
" Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." (QS. A/-lnsyiroh : 5-6)
Skripsi ini didedikasikan untuk mama, bapak, ummi, abi, Mas 'lzzahku
(E)xiii+64
(F) Teori attachment berguna untuk menggambarkan hubungan fungsi
adaptif dan maladaptif dan salah satu kunci utama dalam
menggambarkan hubungan tersebut adalah komunik:asi. Dalam hal ini penulis lebih menekankan hubungan ini pada pasangan suami-istri. Berdasarkan hal tersebut dalam meningkatkan taraf kedekatan antara dua individu dalam menciptakan hubungan tergantung pada kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kebutuhan, keinginan, dan hasrat dengan jelas, tepat dan efektlf. Oleh karena itu, mempelajari bagaimana berkomunikasi secara fungsional adalah langkah pertama dalam proses menciptakan dan meningkatkan hubungan suami-istri.
Beberapa pasangan suami-istri menyatakan bahwa problem hubungan suami-istri adalah "miskin komunikasi" sebagai alasan utama kesulitan mereka. Berkaitan dengan hal tersebut perlu kiranya diciptakan suatu
bentuk komunikasi yang dapat mendorong setiap ッイ。ョセQ@ untuk berinteraksi
secara positif. Suatu bentulc komunikasi yang dapat dijadikan untuk menciptakan kondisi tersebut adalah komunikasi yang efektif. Dengan mengembangkan sikap dan kemarnpuan untuk berkomunikasi yang efektif dapat memunculkan perilaku asertif dalam sernua aspek kehidupan.
Sarnpel dalam penelitian ini berjumlah 115 orang, 42 orang pada try out dan 73 orang dalam penelitian sebenarnya. Teknik yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah teknik non probability sampling dengan
purposive sampling. Metode yang digunakan adalah deskriptif
korelasional dengan teknik pengumpulan data menggunakan skala gaya adult attachment dan skala perilaku asertif.
Dari hasil perhitungan diketahui P<0,01 sehingga dapat disirnpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara secure attachment dengan
perilaku asertif.
Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk rnembuat pertanyaan yang lebih jelas agar responden rnenjawab sesuai dengan kenyataan dirinya bukan yang seharusnya.
Background: Attachment theory seek to describe adaptive and maladaptive relationship functioning and recognize the key role of such variables as communication. In this research, the researcher specialize this research in a couple. Based on this thing, to increase the intimacy between two individuals in order to create relationship depend on their ability in communicate their mind, feeling, need, wish and desire clearly, exact and effective. Because
of
that, learn how to communicate functionally is the first step in the process to create and increase relationship between a couple.
Some couple said that the relationship problem between them
is
'poor communication'as
the principle reason of !heir difficulty. beセ@ related to that thing it is necessary to create a communication type which is motivate every peopleto
interractlve positively. A typeof
communication in that meanis the
effective communication.
By
develope the attitude and the ability to communicate effectively could show the assertive behavior in all of life aspect.Sample: The number of sample on this research is 115 persons, 42 persons
for the tryout and 73 persons for the real research. The technique which is
used
to
take sample is non セイッ「。「ゥャゥエケ@ sampling with セオイーッウゥカ・@ sampling.Method: A quantitative approach with research descriptive' correlation.
Collective data technique use adult attachement style scale and assertive scale.
Findings: From all counting, it is known as P<0,01. This result shows there is correlation between secure attachment and assertive.
Penyayang, sumber segala nikmat dan kebaikan yang selalu dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya, sehingga penulis pun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada sebaik-baik teladan bagi umat manusia, Muhammad Rasulullah Saw., juga kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta umatnya yang senantiasa berusaha mengikuti keteledanan beliau untuk menjadi hamba-Nya yang shalih.
Skripsi ini penulis beri judul "HUBUNGAN ANTARA GAYA ADULT ATTACHMENT DENGAN PERILAKU ASERTIF", dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga diharapkan dapat memberi manfaat, informasi serta dapat menambah khazanah penelitian di bidang psikologi.
Syukur penulis panjatkan atas karunia yang Allah SWf telah berikan kepada penulis karena telah dianugerahi orangtua, suami, dan saudara-saudara yang tercinta sehingga dapat membantu terselesaikannya skripsi ini. Tentunya
tidak terlepas berkat segala do'a, bantuan, 「ゥュ「ゥョァ。ョLョ。ウQセィ。エL@ serta
dorongan motivasi yang tulus dari berbagai pihak, terutama Bapak (Sutarmo) dan Mamah (Titih S. Ramini) tercinta atas segala do'a, kasih sayang,
dukungan moril dan materil yang takkan bisa terbalas. b・セQゥエオ@ pula kepada
Mas 'lzzah-ku tercinta (Masyhur Ardiansyah) beserta buah hati kita yang memberikan semangat untuk terselesaikannya skripsi ini. Dan juga kepada kedua kakak tersayang ('A Santoso dan Ce Ari) adik-adikku yang tersayang (Tino, Suci dan Wuri), terima kasih atas motivasinya, serta keponakanku yang lucu (Syauqi) yang selalu menghibur dengan candanya. Tak lupa atas segala dorongan dan kasih sayang dari Abi (Masyhur Arifin) dan Ummi (Mursiyati) juga bang Ari, Neng Tri, dan Rini yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. .
Dalam kesempatan ini, Penulis ingin pula menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. lbu Ora. Netty Hartati, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing penulis dalam menyusun skripsi.
mahasiswa bimbingannya ini tidak pernah konsultasi hanya datang pada saat butuh saja.
5. Seluruh Oosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat selama penulis menjadi
mahasiswa.
6. lbu Ustadzah Rifah Rofiqoh, Pengurus Yayasan Bina i\mal Sehat, Jatimurni-Bekasi, yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data responden.
7. Seluruh responden yang telah berpartisipasi membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku Nada, Ila, Fina, lpin, mba Yuni, yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman Psikologi angkatan 1999.
Serta kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala do'a, dan dukungannya baik moril maupun materil. Semoga Allah
swr
membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan sebaik-baikbalasan. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya. Semoga segala upaya ini dijadikan bernilai ibadah yang akan memperberat timbangan amal kebaikan kita pada hari akhir. Amiin Yaa Mujiibassaa'iliin.
Jakarta, Mei 2007
Halarnan Pengesahan Motto
Abstraksi
Kata Pengantar Daftar lsi
Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Larnpiran
BAB 1 PENDAHULUAN
iii iv v vii ix xi xii xiii
I. I. Latar belakang rnasalah ... 1
1.2. ldentifikasi rnasalah ... 4
1.3. Pernbatasan dan perurnusan rnasalah
1.3.1.
Pernbatasan rnasalah ...5
1.3.2.
Perurnusan rnasalah ... 61.4. Tujuan dan rnanfaat penelitian
1.4.1.
Tujuan Penelitian ... 61.4.2.
Manfaat Penelitian ...7
1.5. Sisternatika penulisan ... 8
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Attachment ...10
2.1.1
Definisi Attachment ...10
2.1.2.
Perkernbangan Attachment pada individu ...11
2.1.3.
Adult Attachment ...15
2.1.4.
Ciri-ciri Infant dan Adult Romantic Love ...20
2.1.5.
Gaya Adult Attachment ...22
2.2
Asertif ...23
2.2.1.
Tujuan Perilaku Asertif ...33
2.3.
Kerangka berpikir ...35
2.4.
Hipotesa ...37
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Pendekatan penelitian ...38
3.1.1.
Jenis penelitian ...38
3.1.2.
Definisi Variabel dan Operasional Variabel ...39
3.2.
Pengarnbilan sarnpel ....40
3.4. Teknik analisa data ... .47
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran umum subjek penelitian ... .48
4.1.1. Berdasarkan usia ... 48
4.1.2. Berdasarkan usia perkawinan ... 49
4.1.3. Berdasarkan latar belakang pendidikan ... .49
4.2. Presentasi dan analisa data ... 50
4.2.1. Uji instrumen peneitian ... 50
4.2.2. Uji persyaratan ... 54.
4.2.3. Uji hipotesis ... 56
4.3. Pembahasan hasil penelitian ... 57
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60
5.2. Diskusi ... 60
5.3. Saran ... 61
DAFTAR PUST AKA
1. Ciri-ciri Infant Attachment dan Adult romantic love ... 21
2. Keterampilan memberi dan menerima dalamperilaku a1:;ertif ... 30
3. Bobot skor gaya Adult attachment ... .43
4. Blue print skala gaya Adult attachment ... .44
5. Bobot skor asertif ... .44
6. Blue print asertif ... .45
7. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... .47
8. Gambaran umum responden berdasarkan usia ... .48
9. Gambaran umum responden berdasarkan usia perkawinan ... .49
10.Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan ... 50
11. Hasil Uji coba ska la gaya Adult attachment .... 51
12. Hasil uji coba skala asertif ... 52
13. Blue print skala gaya Adult attachment untuk peneitian ... 53
14. Blue print skala asertif untuk penelitian ... 53
15. Test of Normaity ... 55
16. Nonparametric Correlation ... 57
17. Penyebaran skor gaya Adult attachment ... 58
Lampiran 1 : Skala Asertif untuk try out
Lampiran 2 : Skala gaya adult attachment untuk try out
Lampiran 3 : Skar mentah try out skala asertif
Lampiran 4 : Skar mentah try out skala gaya adult attachment
Lampiran 5 : Reliabilitas skala asertif
Lampiran 6 : Reliabilitas skala gaya adult attachment
Lampiran 7 : Tabel korelasi skala asertif
Lampiran 8 : T abel korelasi skala gaya adult attachment
Lampiran 9 : Skala asertif untuk penelitian
Lampiran 10 : Skala gaya adult attachment untuk penelitian
Lampiran 11 : Skar asertif (penelitian)
Lampiran 12 : Skar gaya adult attachment (penelitian)
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH
Attachment merupakan suatu ikatan emosional antara dua orang, yaitu "orang yang paling utama dan dikenal yang memiiki cinta untuknya serta
menghadirkan suatu status internal dalam diri individu itu" (Cicerelli dalam
Gloria Bird, 1994).
Ainsworth menyatakan pengalaman attachment pada masa awal kehidupan
dan gaya attachment yang digunakan akan mempengaruhi individu
selanjutnya dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Gloria Bird, 1994).
Teori attachment berlaku dalam rnemahami reaksi emosional orang dewasa
dalam rnenjalin ikatan abadi yang dibangun antara sepasang kekasih yang
saling mencintai dan menjaga. Disamping itu attachment juga merupakan
faktor yang paling penting untuk menjalin kehidupan bersama sebagai
pasangan suami-istri, sebagaimana diungkapkan oleh Philip Shaver dan
menentukan usia (panjang-pendeknya) hubungan cinta. Sehingga Hazan dan
Shaver (Judith Feeney, 2003) menyatakan bahwa cinta romantis merupakan
proses attachment pada orang dewasa.
Bowlby dan Ainsworth beserta koleganya (Gloria Bird, 1994)
mengklasifikasikan attachment yang digunakan oleh orang dewasa menjadi
tiga macam gaya, yaitu:
a. Secure attachment yang bercirikan mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman,mempercayai orang lain dan dapat mengandalkan orang
lain.
b. Anxious/ambivalent attachment yang bercirikan tidak nyaman jika dekat dengan orang lain, sulit untuk mempercayai orang lain, sulit untuk
mengandalkan orang lain, nervous ketika seseorang hendak dekat
dengannya.
c. Avoidant attachment yang bercirikan segan untuk dekat dengan orang lain· dan khawatir kalau pasangannya tidak mencintainya.
Stevenson - Hinde (Judith Feeney, 2003) mencatat bahwa teori attachment
berguna untuk menggambarkan hubungan fungsi adaptif clan maladaptif dan
mereka menyatakan bahwa salah satu kunci utama dalam menggambarkan
Berdasarkan hal tersebut dalam meningkatkan taraf kedekatan antara dua
individu dalam menciptakan hubungan tergantung pada kemampuan mereka
dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kebutuhan, l<einginan, dan
hasrat dengan jelas, tepat dan efektif. Oleh karena itu, mernpelajari
bagaimana berkomunikasi secara fungsional adalah langkah pertama dalam
proses menciptakan dan meningkatkan hubungan.
Namun pada hubungan yang lebih akrab, seperti hubungan suami-istri
misalnya, problem hubungan suami-istri adalah "miskin komunikasi" sebagai
alasan utama kesulitan mereka. Penulis dalam hal ini lebih melihat kepada
istri dalam mengkomunikasikan pikiran, perasaan, kebutuhan, keinginan, dan
lain-lainnya kepada suami karena kebanyakan istri cenderung kurang efektif
dalam mengkomunikasikan, dimana ada kekhawatiran hubungan mereka
akan terjadi keregangan.
Berkaitan dengan hal tersebut perlu kiranya diciptakan suatu bentuk
komunikasi yang dapat mendorong setiap orang untuk berinteraksi secara
positif. Suatu bentuk komunikasi yang dapat dijadikan cara untuk
menciptakan kondisi tersebut adalah komunikasi yang efektif.
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dapat mencapai sasaran
hubungan antara pribadi. Komunikasi yang efektif berfungsi dalam pergaulan
dan juga menjadi unsur penentu dalam meraih keberhasilan dalam
kehidupan. Akan tetapi kadang seseorang mengalami hambatan dalam
berkomunikasi, tidak mampu mengekspresikan apa yang dipikirkan dan
dirasakan, padahal permasalahan tersebut merupakan hal yang perlu
diutarakan. Di sisi lain terkadang kita melihat seseorang terlalu berani dalam
mengutarakan pendapat, tidak mampu melihat situasi sekitar. Kondisi seperti
itu tentu saja akan mengganggu baik terhadap individu yang bersangkutan
maupun menyangkut hubungan antar pribadinya. Dalam hal ini diperlukan
sikap keterbukaan, kejujuran dan kepercayaan.
Salah satu yang menyebabkan seseorang dapat mengkomunikasikan segala
sesuatunya dengan baik atau tidak dapat dilihat dari gaya attachment yang
mereka terapkan, karena setiap individu memiliki gaya attachment yang
berbeda-beda, begitupula dalam hal ini sebagai seorang istri, selaku orang
dewasa yang memiliki gaya adult attachment tertentu. Oleh karena itu
Peneliti ingin melihat apakah ada hubungan yang signifikan antara gaya adult
1.1.
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis
mengidentifikasikan permasalahan menjadi:
1. Gaya adult attachment manakah yang digunakan oleh istri dalam
menjalin hubungan akrab dengan suaminya?
2. Perilaku manakah yang digunakan istri dalam berkomunikasi dengan
suaminya?
3. Gaya adult attachment manakah yang akan memunculkan perilaku
asertif?
4. Apal<ah ada hubungan antara gaya adult attachment yang digunakan istri
· dengan perilaku asertif?
1.3. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASAU\H
1.3.1. Pembatasan Masalah
Setiap penelitian biasanya membidik permasalahan yag berbeda-beda,
berbeda, karena itu diperlukan pembatasan agar penelitian ini mengenai
sasaran yang diinginkan.
Dalam penelitian ini ditentukan batasan-batasan sebagai berikut :
a. Gaya adult attachment menurut Bowlby dan Ainsworth dibedakan atas
tiga gaya yaitu secure, anxious, dan avoidant attachment, sedangkan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya yang digunakan oleh
istri dalam berhubungan dengan suaminya, dan dalam penelitian ini gaya
adult attachment dibatasi hanya gaya secure attachment, yang bercirikan mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman, rnempercayai orang
lain dan dapat mengandalkan orang lain.
b. Asertif adalah kemampuan mengekspresikan diri; ュ・ョQセオョァォ。ーォ。ョ@
perasaan, pikiran, kehendak, dan kepentingan secara jujur dan terus
terang dengan cara yang dapat diterima dan sesuai dengan sopan santun
tanpa melanggar harga diri dan hak-hak pribadi dan orang lain.
c. Orang dewasa yang diteliti adalah istri yang berdomisili di wilayah
1.3.2. Perumusan Masalah
Agar penelitian ini jelas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
"Apakah ada hubungan yang signifikan antara gaya secure attachment
dengan perilaku asertif'
?
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jawaban atau penjelasan
tentang hubungan antara gaya secure attachment den£1an perilaku asertif.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Seperti lazimnya penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi, yaitu :
Menambah hazanah penelitian psikologi terutama yang berkaitan
dengan berbagai macam perilaku dan gaya attachment yang
digunakan oleh orang dewasa.
Memberikan wawasan mengenai bermacam-macarn gaya adult
attachment dan pengaruhnya dalam berperilaku.
b. Secara Praktis
Dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh orang dewasa untuk
bersikap dan berperilaku asertif terhadap orang lain, terutama bagi
pasangan suami istri.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini mengikuti pola penulisan karya ilmiah
psikologi menurut APA (American Psychology Association) sebagaimana
yang dicantumkan dalam buku pedoman penyusunan dan penulisan skripsi
BAB 1
BAB2
BAB3
PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
KAJIAN PUST AKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang mendasari penelitian ini
diantaranya definisi attachment, perkembangan attachment
pada individu, adult attachment, ciri-ciri infant attachment dan
adult attachment, gaya adult attachment, definisi perilaku asertif, tujuan perilaku asertif, kerangka berpikir, dan hipotesis.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan metodologi penelitian, yang meliputi
pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian, definisi
variabel dan definisi operasional, populasi dan sampel, teknik
pengambilan sampel, metode pengumpulan data, instrumen
penelitian, teknik uji instrumen, uji instrumen penelitian, teknik
BAB4
BAB5
HASIL PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan, yaitu gambaran umum subjek penelitian, presentasi
data mengenai statistik skor subjek penelitian, uji persyaratan
dan uji hipotesa.
PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan kesimpulan penelitian, diskusi serta
2.1.
ATTACHMENT
2.1.1.
Definisi AttachmentT eori attachment adalah teori yang amat populer dalam psikologi
perkembangan bayi. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku orang tua
terhadap bayi sangat berperan penting karena akan menentukan model diri
dan model dalam berhubungan dengan orang lain nantinya. Teori attachment
merupakan hasil kerjasama antara John Bowlby dan Mary Salter Ainsworth
(Barbara, 1995) yang meneliti pembentukan ikatan emosional antara bayi
dan pengasuh utama serta konsekuensi-konsekuensi berpisah dari obyek
attachment.
Teori ini menyatakan jika figur attachment selalu ada, perhatian dan
responsif, maka mereka akan bahagia dan ketika dewasa akan berpengaruh
positif pada emosinya (Shaver, Hazan, & Bradshaw, 1988). Jika figur
attachment kurang dekat, tidak perhatian, atau tidak responsif maka
suatu ikatan emosional antara dua orang; yaitu " orang yang paling utama
dan dikenal, mempunyai cinta untuknya, dan menghadirkan suatu status
internal di dalam diri individu itu" ( Cicerilli dalam Gloria Bird, 1994).
2.1.2. Perkembangan Attachment pada lndividu
Bayi mengembangkan representasi mental intinya pada obyek attachment
dan diri mereka sebagai hasil pengalamannya selama proses attachment.
Tindakan dan sikap dari pengasuh memberikan tanda pada bayi bahwa ia
adalah seseorang yang penting, dihargai dan dicintai atau sebaliknya. Hal ini
merupakan model mental yang pertama yaitu self esteem. Model mental yang
kedua adalah interpersonal trust, yaitu aspek sosial yang melibatkan
kepercayaan dan harapan bayi terhadap orang lain.
Kedua model mental tersebut dipercaya dapat mengorganis<'lsikan
perkembangan kepribadian, mengarahkan perilaku sosial, dan
mempengaruhi harapan, strategi, dan perilaku pada hubungan selanjutnya.
Model mental dalam suatu hubungan berperan sebagai sumber adanya
kesinambungan antara attachment pada pengalaman awal dengan perasaan
Sroufe dan Fleesbn dalam Miranda (1995) mengasumsikan bahwa hubungan
yang terdahulu mempunyai pengaruh pada individu dalam sikap,
pendhatapan, dan pE!mah!lman tentang peran suatu hubungan. Pola-pola
yang sudah terbentuk akan sulit untuk diubah. Model ini adalah cjasar untuk
melakukan tindakan pada situasi yang berkaitan dengan attachment.
Anak masih memperlihatkan attachment kepada orangtua pada
situasi-situasi yang memungkinkan sampai ahak tumbuh menjadi remaja, yaitu saat
mereka mulai membangun kemandirian dari orangtua mereka. Ketika mereka
gelisah, mereka mencari orangtua. Kehadiran orangtua membuat mereka
menjadi lebih tenang. Pada banyak anak, mereka mengalami 'kangen
rumah' bila berjauhan dari orangtua atau pada saat orangtua mereka harus
meninggalkan rumah, mereka menunjukkan tingkah laku prates.
Ketidakberadaan orangtua tersebut, menurut Weiss, seringkali menimbulkan
separation distress atau tekanan keterpisahan, suatu keadaan yang jelas mengekspresikan keinginan anak untuk kembali memantapkan kontak
dengan orangtua. Sejalan dengan semakin bertambahnya kematangan, anak
menjadi semakin lebih mampu untuk mentoleransi jarak antara dirinya
dengan orangtua, selain itu mereka juga terus mempertunjukkan dalam
berbagai cara bahwa perasaan amannya juga tergantung dari keberadaan
Pada saat anak menjadi remaja, hubungan mereka dengan orangtua
mengalami perubahan. Remaja pada umumnya masih menginginkan agar
orangtua tetap memberikan keyakinan bahwa orangtua akan selalu berada
dekat mereka , seperti layaknya pada saat kanak-kanak, akan tetapi di pihak
lain mereka juga menginginkan lebih banyak kesempatan untuk lepas dari
pengawasan orangtua. Hal ini bukan selalu berarti bahwa remaja
menjauhkan diri dari orangtua mereka, akan tetapi lebih pada mereka lebih
bisa menerima adanya waktu-waktu tertentu dimana merel<a harus berjauhan
dengan orangtuaa dan dengan demil<ian mereka juga tidak agi membutuhkan
kehadiran oranhgtua mereka secara terus menerus di setiap kesempatan.
Semakin remaja bertambah dewasa mereka semakin sering mengalami
keterpisahan dari orangtua dan kehadiran orangtua tidak lagi menjadi satu
dan satu-satunya sumber kekuatan dan rasa aman mereka. Mereka masih
tetap mengharapkan kehadiran orangtua, akan tetapi tidak lagi, misalnya
merasa gelisah ketika pulang dan tidak menemui orangtuanya di rumah. Dari
hasil observasinya ini, Weiss (1982) berkesimpulan bahwa ada banyak cara
dimana orangtua dapat memberil<an rasa aman pada anak-anaknya,
walaupun orangtua tidak lagi berfungsi sebagai figur attactJment dan
kehadirannya tidak selalu mengandung mal<na hilangnya kecemasan pada
pendamping (allies) yang esensial dalam melakukan coping terhadap perubahan-perubahan yang dibawa oleh kedewasaan.
Proses remaja melepaskan orangtua dari figur attachment, menurut Weiss
(1982) merupakan suatu proses dimana remaja mengalami penyelaan
(interruption) terhadap attachment pada orangtua yang selama ini sudah berlangsung sejak masih kanak. Berawal pada terjadinya jarak yang semakin
jauh dan lama kelamaan durasinya menjadi semal<in serin9 dan semakin
lama sampai suatu saat interupsi ini menjadi menetap.
Attachment does not fade in the sense of becoming progressively weaker, but rather is entirely absent for longer intervals. (Weiss,
dalam Miranda, 1995)
Attachment bukan menghilang perlahan dalam arti 「・イ。ョァウオイMセョァウオイ@
melemah, akan tetapi lebih pada attachment tersebut tidak. muncul untuk
jangka waktu yang semakin lama.
Ketika orangtua tidak lagi menempati posisi sebagai figur attachment, remaja
kemudian mecari figur attachment baru, biasanya teman sebaya dari jenis
yang sama maupun berbeda. D9lam hubungan yang baru tersebut, dapat
didampingi, perasaan nyaman dan tenang karena kehadiran figur tersebut
dan keterpisahan dari figur tersebut menimbulkan distress.
Sejalan dengan adanya kematangan seksual, attachment rnenjadi lebih
ditujukan pada figur yang juga menjadi "obyek" perasaan seksualnya (Weiss,
dalam Miranda, 1995). Dalam suatu hubungan yang kontak seksualnya
diinginkan dan dibenarkan, seperti halnya perkawinan adanya attachment
akan semakin meningkatkan keinginan untuk bersama dengan individu
tersebut. Sebaliknya, kontak seksual bisa menyebabkan suatu keadaan
emosional yang tinggi dan memungkinkan terjadinya attachment. Akan tetapi
tidak selalu berkaitan seperti itu. Attachment mungkin saja terjadi tanpa diikuti atau dimanifestasikan dengan adanya dorongan seksual. Menurut Weiss
dalam Miranda (1995), meskipun attachment dan hasrat ウ・セォウオ。ャ@ ditujukan
pada satu figur tertentu, namun adanya kemungkinan hasrat seksual
ditujukan pada figur lain sebagai tambahan atau pengganti figur attachment.
The intermeshing of attachment and sexual desire need not be permanent
(Weiss dalam Miranda, 1995).
2.1.3. Adult Attachment
Teori attachment juga berlaku dalam memahami reaksi emosional orang
maupun non marital. lndividu-individu yang terlibat dalam
hubungan-hubungan ini memperlihatkan adanya kebutuhan akan figur attachment,
keinginan untuk berdekatan dengan figur attachment dalarn situasi stress,
meningkatnya ketenangan dan menghilangnya kecemasan ketika ditemani
oleh figur attachment serta meningkatnya keresahan serta kecemasan ketika
mendapatkan figur attachment tidak ada lagi.
Adult attachment tidak begitu saja ditemukan pada setiap hubungannya
dengan orang lain, akan tetapi seperti halnya anak-anak, adult attachment
muncul hanya dalam hubungan emosional yang memiliki rnakna penting
(Weiss dalam Miranda, 1995)
Walaupun adult attachment memenuhi kriteria attachment seperti yang telah
disebutkan di atas, ada tiga hal yang menurut Weiss membedakan adult
attachment dengan attachment pada bayi, yaitu :
Berdasarkan kutipan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat kesamaan pengertian antara attachment pada bayi dengan
attachment pada orang dewasa, yaitu adult attachment muncul hanya dalam
hubungan emosional yang memiliki makna penting. Ada tiga hal yang
membedakan attachment pada bayi dan orang dewasa (Weiss dalam
Miranda, 1995). yaitu :
a. Attachment pad a orang dewasa biasanya lebih ditujukan pada teman
sebaya,_ sedangkan attachment bayi lebih kepada pengasuhnya,
b. Orang dewasa lebih mampu mentoleransi keterpisahan dengan figur
attachment dibandingkan bayi.
c. Attachment pada orang dewasa lebih sering ditujukan pada figur yang juga mempunyai hubungan seksual dengannya atau lawan jenis,
Sedangkan Hazan, Shaver dan Bradshaw mengatakan bahwa perbedaan
utama yang paling nyata pada adult attachment adalah bahwa hubungan
adult attachment melibatkan individu dengan status dan kekuatan yang sama; masing-masing pasangan terkadang merasa cemas dan berusaha
mencari perasaan aman pada pasangannya dan pada saat yang lain
bersikap sebagai pemberi rasa aman itu. Perbedaan penting yang kedua
seksual. Selarna attachment itu tirnbal balik, attachment rnernberikan dasar
untuk terbentuknya pasangan pada orang dewasa (Barbara, 1995).
Weiss dalarn tulisannya yang berjudul Attachment in Adult Ufe, (1982)
rnencetuskan beberapa argurnentasi rnengenai adanya adult attachment.
Menurut Weiss, orang dewasa rnernbentuk suatu ikatan terhadap orang
dewasa lain yang, secara esensial, identik dengan ikatan yang dibuat anak
terhadap orangtuanya. Weiss juga rnengatakan bahwa ikatan ini tidak begitu
saja diternukan pada setiap hubungan yang berarti secara Qセイョッウゥッョ。ャ@ bagi
orang dewasa, akan tetapi seperti halnya attachment pada anak-anak,
attachment ini diternukan pada hubungan yang rnerupakan pusat penting dari ernosional seseorang, it appears only in relationships of central emotional importance .
attachment in adults is an expression of the same emotional system, though one modified in the course of its development, as is attachment in children (Weiss dalarn Miranda, 1995: 55).
Menurut Weiss, adult attachment, rnerupakan suatu ekspresi dari sistern
ernosional yang serupa dengan attachment pada anak-anak, walaupun
sudah rnengalami rnodifikasi sejalan dengan perkembangan seseorang
It may be that image of the figure chosen corresponds in some way to an image to which the individual's attachment behavior system is already prepared to respond (Weiss dalam Miranda 1995: 56).
Weiss mengatakan bahwa kepada siapa attachment terhadap individu lain di
masa dewasa diarahkan kemungkinan adalah karena image obyek
attachment itu berkoresponden dalam satu dan lain hal dengan image system attachment individu yang selama ini telah disiapkan untuk IDerespon
To suspect that resemblance to the parent to whom there were strong positive affective ties - not necessarily the parent of the other sex
-plays some role in mate selection (Weiss dalam Miranda 1995: 56).
Weiss juga menduga bahwa adanya kemiripan antara orangtua, terhadap
siapa individu mempunyai ikatan afektif positif yang kuat. Tidak selalu
orangtua yang berlainan jenis mempunyai peranan dalam pemilihan
pasangan (Miranda, 1995).
Weiss berkesimpulan bahwa, pada prosesnya attachment terhadap
seseorang dapat terbentuk karena tidak terjadi sesuatu yang bisa
menginterupsi attachment tersebut. Jadi, attachment dalam proses awal
pembentukannya bukan menjadi semakin kuat akan tetapi menjadi semakin
menetap karena pada awalnya attachment mudah terinterupsi. Hanya ketika
attachment menjadi bagian yang terintegrasi dengan kehidupan individu,
dapat dilihat dari kecepatan (rapidity) munculnya separation distress saat
menemukan figur attachment tidak ada (inaccessible) dan dari intensitas
separation distress tersebut.
2.1.4. Ciri-ciri Attachment dan Adult Romantic Love (Adult Attachment)
Hazan dan Shaver menyatakan bahwa Adult romantic Jove ( cinta romantis
pada orang dewasa) merupakan proses attachment pada orang dewasa
(Adult Attachment). Adult romantic love tentunya berbeda dari attachment
yang dilihat pada perilaku bayi sedikitnya ada dua cara yang penting yaitu :
daya tarik seksual dan perilaku timbal-balik dari pengasuh (Barbara, 1995).
Ciri-ciri pada tabel di bawah ini merupakan kegiatan dari pEmambahan dua
sistem perilaku pada sistem attachment: sistem kemampuan (reproduksi)
Tabel 2.1 Ciri-ciri Infant Attachment dan Adult Romantic Love (Adult Attachment)
Attachment Romantic Love
Format dan kualitas attachment Romantic love meliputi suatu
tergantung pada sensitifitas figur keinginan keras untuk menjadi
attachment dan responsif. pasangan dan adanya hubungan
saling timbal balik.
Perasaan gembira dan distress Suasana hati orang
bayi tergantung dari perasaan dewasa/kekasih (lover) tergantung
(penerimaan) figur attachment. dari persepsi penerimaan dan
penolakan dari pasangannya.
Ketika hubungan attachment bayi Ketika orang dewasa jatuh cinta,
aman, ia lebih bahagia dan dapat mereka sering melaporkan
mengatasi distress-nya dan lebih perasaan yang lebih diperlonggar,
mudah berkenalan dengan lebih sedikit merasa cemas, lebih
lingkungan yang aneh atau tidak sedikit bertahan, ャエセ「ゥィ@ secara
familiar. spontan dan kreatif, dan lebih berani
Perilaku attachment meliputi; Adult romantic love meliputi
pemeliharaan dekatnya dan pegangan tangan, menyentuh,
pegangan tangan, menyentuh, membelai, mencium,
mengayun-membelai, mencium, mengayun- ayun, tersenyum, berpandangan
ayun, tersenyum, berpandangan mata, mengikuti, dan seterusnya.
mata, mengikuti, dan seterusnya.
Perpisahan pada figur attachment Perpisahan dengan pasangan
menyebabkan distress dan ingin menyebabkan distress, dan
bertemu. kesedihan.
lngin berbagi reaksi dengan figur lngin berbagi per:asaan, pendapat,
attachment. dan saling memberikan hadiah
kepada pasangan.
Suara dengkuran bayi, nyanyian, Dengkuran, nyanyian bagi kekasih
dan figur attachment berbicara dan memanggil dengan panggilan
"keibuan". savana.
[image:35.595.27.444.95.671.2]2.1.5. Gaya
Adult AttachmentBowlby dan Ainsworth beserta koleganya (Barbara, 1995) rnengklasifikasikan
adult attachment menjadi tiga gaya, yaitu :
a. Secure attachment, mayoritas subjek yang diklasifikasikan dalam gaya ini mengidentifikasikan adanya kedekatan dan memiliki pengalaman cinta
yang bahagia, bersahabat, mempercayai, menerima, dan sportif.
Hubungannya dengan orang lain relatif lama dibanding dengan gaya adult
atttachment yang lain dan menunjukkan model positif dalam berhubungan, serta mengharapkan cinta selamanya.
b. Anxious/Ambivalent attachment, subjek yang diklasifika:sikan dalam gaya ini menggambarkan obsesi, emosi yang tinggi dan rendah, cemburu,
hasrat bersatu, dan atraksi seksual yang ekstrem. Subjek avoidant
melaporkan ketakutan pada ketakutan, emosi tinggi dan rendah, serta
cemburu. Subjek ini seringl<ali melaporkan bahwa memka tidak
mempercayai keberadaan cinta;
2.2.
PERILAKU ASERTIFSalah satu aspek manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, manusia
secara alami membutuhkan hubungan atau komunikasi dengan manusia
yang lain. Di samping itu manusia juga mempunyai dorongan-dorongan lain
seperti dorongan ingin tahu, dorongan ingin mengaktualisa:si diri dan lain
sebagainya. Dorongan-dorongan tersebut akan dapat dipenuhi dengan
mengadakan komunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi seseorang
dapat menyampaikan informasi, ide, ataupun pemikiran, pengetahuan,
konsep dan lain-lain kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai
penyampai maupun sebagai penerima komunikasi. Dengan komunikasi
manusia dapat berkembang dan dapat melangsungkan kehidupan
bermasyarakat (Bimo Walgito, 2003).
Tanpa komunikasi berbagai bentuk kehidupan sosial sulit untuk diwujudkan
dan manusia akan terpencar tanpa terjadi hubungan yang akrab. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu kiranya diciptakan suatu bentuk セZッュオョゥォ。ウゥ@ yang
dapat mendorong setiap orang untuk berinteraksi secara positif. Suatu bentuk
komunikasi yang dapat dijadikan sebagai media untuk menciptakan kondisi
Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang
diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (A. Supratiknya, 1995).
Akan tetapi kadang seseorang mengalami hambatan dalam berkomunikasi,
tidak mampu mengekspresikan apa yang dipikirkan dan dirasakan padahal
permasalahan tersebut merupakan hal yang perlu diutarakan. Di sisi lain
kadang kita melihat seseorang terlalu berani dalam mengutarakan pendapat,
tidak mampu melihat situasi di sekitar. Kondisi seperti itu tentu saja akan
mengganggu baik terhadap individu yang bersangkutan maupun menyangkut
hubungan antar pribadinya. Dalam hal ini diperlukan sikap keterbukaan,
kejujuran dan kepercayaan. Dengan mengembangkan sikap dan kemampuan
untuk berkomunikasi yang efektif dapat memunculkan perilaku asertif dalam
semua aspek kehidupan.
Menurut Thomas dan Doreen Theobald (James Higgins, 1982) ketika
seseorang dihadapi oleh suatu masalah yang tidak diinginkan, biasanya
orang akan bereaksi :
Ada beberapa perilaku yang dimunculkan dalam proses interaksi sosial,
yaitu:
1. Pasif atau perilaku non asertif
Heffner (2006) menyatakan periaku pasif adalah "Communication style in
which you put the rights of others before your own, minimizing your own self worth". Menurutnya, perilaku pasif merupakan gaya komunikasi yang
menempatkan hak orang lain sebelum menempatkan hak pribadi serta
menekan harga diri atau kelayakan dirinya.
Perilaku pasif digunakan oleh individu yang:
a. Lari dari masalah, dan menganggap bahwa mengemukakan keinginan
atau ide bukanlah hal yang tepat.
b. Mereka lebih ingin menyenangkan orang lain daripada diri sendiri.
c. Sering merasa cemas, kecewa pada diri sendiri dan cepat marah.
d. Menghindari kontak mata, menutupi mulut dengan tangan, dan berbicara
dengan suara yang minta diperhatikan atau dikasihani.
Tipe perilaku ini sering menyebabkan orang lain merasa bersalah atau malah
merasa superior. Sehingga menghadapi orang dengan tipe perilaku seperti
Patricia Jakubowski dan Arthur Lange (Higgins, 1982) menekankan
ketakutan sebagai motivasi utama pada perilaku pasif. Mereka takut akan
tidak disukai oranglain, penolakan, pembalasan, kehilangan pekerjaan,
mengucapkan kata-kata yang tidak baik, menyakiti orang lain, disakiti,
perasaan bersalah, dan melanggar hak orang lain.
Ada keuntungan dan kerugian dalam berperilaku pasif. Adapun kerugian
utamanya adalah kehilangan kehormatan diri, meningkatkan kecemasan, dan
dendam. Sedangkan keuntungannya adalah dapat memanipulasi orang lain
melalui perilaku ini.
2. Perilaku agresif.
Agresi menurut Sears dkk (1985) adalah tindakan yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti
orang lain dalam diri seseorang.
Chaplin (1999) mengemukakan definisi agresivitas sebagai pernyataan diri
secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri, pengejaran
dengan penuh semangat terhadap suatu cita-cita.
Aggressive behavior is typically punishing, hostile, balming, ancl demanding. It can
involve threats, name-calling, andeven actua physical contact It can also involve
sarcasm, catty comments, gossip and "slips of the tongue"
Orang yang berperilaku agresif secara khusus suka menghukum atau
menyiksa, bermusuhan, menyalahkan dan ketergantungan dengan berbagai
contoh yang ia kemukakan seperti suka mengancam, salin9 mengejek, dan
bahkan melakukan kontak fisik lainnya
Para psikolog mendefinisikan agresif sebagai bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang, yang bertentangan
dengan orang itu. Dengan demikian, jika menyakiti orang lain dengan
senjata, dan pihak yang dirugikan menginginkan itu terjadi bukanlah agresi.
Misalnya dalam suatu hubungan seksual seorang partner ingin diperlakukan
secara kasar bukan agresi. Adapun ciri-ciri perilaku agresi yaitu:
a. Selalu ingin menang meskipun dengan mengorbankan orang lain.
b. Tujuan orang ini ingin mendominasi dan mengontrol orang lain.
c. Perilaku agresif membuat orang lain merasa sakit dan terhina, sehingga
bisa menimbulkan perasaan dendam.
Perilaku agresif biasanya disebabkan oleh ketidakpercayaan diri, takut
diserang dan tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi situasi yang
3. Perilaku agresif pasif. Perilaku alternatif antara agresif dan pasif yaitu
agresif pasif. Adapun ciri-cirinya yaitu :
a. Orang agresif pasif berperilaku pasif selama dalam situasi yang
problematis, tapi kemudian dalam beberapa detik akan rnenunjukan
ketidakpuasannya.
b. Biasanya perilaku tersebut tidak langsung, seperti membanting pintu.
Mereka mengekspresikan ketidakpuasan dengan menghindari bahaya
atau konfrontasi.
Orang dengan tipe perilaku ini sulit diajak bekerja.
4. Perilaku Asertif
Pada tahun 1960 Arnold Lazarus menerbitkan karyanya mengenai perilaku
asertif sebagai "to be assertive is to stand up for one's rights without attacking the rights of others", (Higgins, 1982). Yaitu dimana individu
mempertahankan haknya tanpa menyerang hak orang lain. la menyatakan
bahwa orang yang tidak dapat mempertahankan haknya maka ia tidak
mempunyai kebebasan, perasaan yang tidak nyaman, dan takut.
"Assertiveness basically means the ability to express your thoughts and feelings in a way that clearly states your needs and keeps the lines of communication open with the other'' .
Definisi ini menyatakan pada dasarnya asertif merupakan kemampuan untuk
mengekspresikan pikiran, perasaan dengan jelas sesuai d1:!ngan kebutuhan
dengan menjaga hubungan komunikasi secara terbuka dengan orang lain.
Counseling Service, State University of New York at Buffalo (2006)
memberikan definsi asertif sebagai berikut:
"Assertiveness is the ability to express your feelings, opinions, beliefs, and needs directly, openly and honestly, while not violating the personal rights of others".
Definisi ini menekankan pada kemampuan untuk mengekspresikan perasaan,
pendapat, keyakinan, dan kebutuhan secara langsung, terbuka dan jujur,
tanpa melanggar hak orang lain.
The Counseling and Mental Health Center of The University of Texas (2002)
mengemukakan definisi asertif sebagai berikut:
"Standing up for your rights and not being taken advantage It also means
communicating what you really want in a clear fashion, respecting your own rights and feelings and the rights and feelings of others. It also honest and appropriate expression of one's feelings, opinions, and needs".
Yaitu dimana individu mempertahankan hak dan tidak mengambil
keuntungan juga mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jelas,
menghormati hak dan perasaan diri dan orang lain juga Jujur dan ekspresi
Sedangkan Diana Cawood (1997) mendefinisikan sikap asertif dengan
menggunakan dua prinsip yaitu prinsip memberi dan menerima. Oalam
prinsip memberi perilaku asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur, dan
pada tempatnya dari pikiran,perasaan, kebutuhan, atau hal<-hak tanpa
l<ecemasan yang tidal< beralasan.
Pada prinsip menerima perilaku asertif ialah kemampuan untuk menerima
apa yang dikatakan atau dirasakan oleh lawan bicara tanpa bereaksi dengan
cara-cara yang mengingkari hak-hak mereka atas pikiran-pikiran atau
perasaan mereka. la bisa mendengarkan dengan seksama berbagai
kekecewaan, dilema, atau harapan lawan bicara tanpa melalui dialog batin
dalam diri sendiri. la bisa mendengarkan kemarahan atau kritik dari lawan
bicara tanpa 'dipaksa' untuk bereaksi dengan sikap yang s:ama (kemarahan
melahirkan kemarahan) atau dengan pengingkaran yang sifatnya membela
diri sendiri.
Tabel 2.2 Keterampilan memberi dan menerima dalam perilaku asertif
MEMBERI MENERIMA
1. Memberikan informasi 2. Memberikan opini 3. Menyatakan l<ebutuhan 4. Berbagi perasaan
5. Memberikan keputusan 'ya atau tidak' 6. Memberikan kritik atau pujian
1. Mencari informasi 2.·Merefleksikan isi pesan 3. Merefleksikan perasaan 4. Menerima kritik
5. Menerima pujian
Dari berbagai definisi di atas, yang dimaksud dengan asertif dalam penelitian
ini adalah kemampuan mengekspresikan diri; mengungkapl<an perasaan,
pikiran, l<ehendak, dan kepentingan secara jujur dan terus terang dengan
cara yang dapat diterima dan sesuai dengan sopan santun tanpa melanggar
harga diri dan hak-hak pribadi dan orang lain.
Ketil<a ingin berperilaku asertif, mengekspresikan keinginan, ide, dan
perasaan secara langsung dan menghormati hak orang lain maka perlu
diperhatil<an bahwa :
a. Tujuan utama adalah untuk mengkomunil<asikan, dan bukan untuk
mendominasi atau memanipulasi.
b. Asertif berarti mengel<spresikan l<einginan dan ide serta perasaan secara
langsung dan dengan cara yang tepat.
c. Perilaku asertif menumbuhkan percaya diri pada diri seseorang dan
menumbuhkan rasa hormat orang lain. Walaupun pada prinsipnya sikap
asertif dijunjung tinggi, namun dalam praktel<nya sering rnenimbulkan
masalah karena perilaku assertif sering tergelincir menjadi perilaku
agresif.
Konsep mempertahankan hak sendiri bisa bervariasi dari satu individu ke
individu lain, tergantung sistem nilai dan situasi. Masyarakat yang tinggal di
menyatakan hak dengan tegas. The Counseling Center at The University of
Illinois menyarankan sebelum kita mempertahankan hak dalam perilaku
assertif, terlebih dahulu kita harus meyakini mana yang menjadi hak kita dan
mana yang bukan. Kita memiliki beberapa hak diantaranya :
1. Hak untuk memutuskan bagaimana mengarahkan atau membawa diri.
Termasuk memutuskan bagaimana mencapai tujuan, mimpi, dan
menentukan prioritas.
2. Hak terhadap nilai-nilai kita sendiri, kepercayaan, pendapat, dan emosi,
Dan hak untuk menghargai diri sendiri dengan tidak mempermasalahkan
pendapat orang lain.
3. Hak untuk menerangkan perasaan atau perbuatan kita terhadap orang
lain.
4. Hak untuk mengatakan kepada orang lain bagaimana kita ingin
diperlakukan.
5. Hak untuk mengekspresikan diri dan mengatakan "tidak", atau tidak tahu
atau "Saya tidak mengerti" atau bahkan "Saya tidak peduli". Kita juga
memiliki hak untuk memformulasikan kata-kata sebelum
mengekspresikannya.
7. Hak untuk merubah pikiran, berbuat salah, atau kadan9-kadang
melakukan hal yang irasional dengan menyadari dan menerima
konsekuensinya.
8. Hak untuk menyukai diri sendiri walaupun kita tidak sempurna, dan hak
untuk sesekali melakukan sesuatu dengan tidak optimal.
9. Hak untuk memiliki hubungan yang positif, memuaskan, nyaman, dan
bebas untuk mengekspresikan diri, dan hak untuk merubah atau
mengakhiri hubungan jika kebutuhan kita tidak terpenuhi didalamnya.
10.
Hal< untuk berubah, meningkatkan hidup dengan cara yangmemungkinkan.
2.1.1 Tujuan Perilaku Asertif
Tujuan perilaku asertif mendukung tujuan-tujuan ウ・ウ・ッイ。ョセQ@ untuk
membangun hubungan secara efektif. Diana Cawood (199"1)
mengungkapkan ada dua tujuan utama berperilaku asertif, yaitu:
1.
Menjaga proses komunikasi agar tetap lancar.Masalah-masalah tidak akan dapat dipecahkan jika informasi yang dimiliki
kurang memadai atau kurang tepat. Dengan berperilaku asertif yang
informasi melalui pikiran dan mengungkapkan perasaan secara jujur dengan
nada yang sopan serta tidak mengingkari hak-hak pribadi dan orang lain
akan menjadikan hubungan lebih baik dan komunikasi dapat berjalan dengan
la near.
2. Membangun sikap saling menghormati.
Sikap hormat adalah kunci bagi kualitas masukan dari orang lain dan diri
sendiri. Tidak menghormati diri sendiri -hak-hak, kebutuhan-kebutuhan,
pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan- atau tidak menghormati orang lain
akan merongrong harga diri.
Orang yang harga dirinya rendah cenderung ingin melindungi diri sendiri dari
kerusakan yang lebih parah.perlindungan ini seringkali berbentuk:
(a) Harapaan-harapan yang sengaja dibuat lebih rendah (menetapkan atau
menerima tujuan-tujuan yang aman tetapi tidak menantang).
(b) Kreativitas yang lebih rendah (kecemasan menghalangi ide-ide inovatif
atau keinginan unruk mengeksplorasi ide-ide inovatif).
(c) Keterlibatan yang lebih rendah ("Aku tidak peduli pada apa yang kamu
putuskan.").
(d) Pengambilian risiko yang lebih rendah (mengandalkan aturan-aturan dan
Orang dengan harga diri rendah tidak dapat mengambil risili<o gagal. Karena
itu, rute yang aman adalah satu-satunya rute baginya. Pen[JUngapan
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang lugas dan jujur.
Dengan menggunakan keterampilan asertif guna membina dan
meningkatkan perasaan hormat antara diri dan orang lain maka akan timbul
rasa saling menghormati.
2.3
KERANGKA BERPIKIR
Hubungan istri - suarni Gaya secure attachment
I
Asertif
Dari penelitian yang telah ada hubungan yang terjadi termasuk hubungan
romantis (perkawinanan) pada individu dipengaruhi oleh gaya attachment
yang ada pada individu tersebut, sehingga keharmonisan dlalam hubungan
pun dapat tercipta dengan baik atau sebaliknya. Dengan adanya gaya
attachment yang berbeda pada setiap individu maka ada perbedaan pula dalam rnengungkapkan suatu permasalahan atau mengekspresikan suatu
ekspresinya sehingga mudah pula diterima oleh orang lain, namun ada pula
individu yang sulit mengungkapkan atau mengekspresikan maksudnya
sehingga tidak dapat dicapai apa yang dimaksudnya sehingga yang ada
hanya pil<iran atau persepsi yang negatif akan dirinya.
Dalam perkawinan, lebih dari pada sekedar hubungan , karena gerakan yang
paling sederhana saja mengandung arti. Pada pasangan intim berkomunikasi
efektif lebih sering sulit dilakukan dari pada dengan orang lain yang dekat.
Melalui komunikasi efektif dan pemecahan konflik yang ses1uai, hubungan
dapat dipelihara. Memelihara vitalitas mereka dan mengingat kepuasaan
kedua pasangan.
Diduga bahwa individu yang memiliki gaya attachment negatif memilki
hubungan yang kurang baik dengan orang lain dan kurang baik pula dalam
mengungkapkan ekspresinya atau dalam hal ini kurang ben>ikap asertif
kepada orang lain dalam menghadapi suatu permasalahan. Begitu pun
sebaliknya individu yang memiliki gaya attachment yang positif atau secure
attachment akan memiliki hubungan yang positif dalam mengungkapkan ekspresinya kepada orang lain dan dalam menghadapi masalah dengan
orang lain. Oleh karena itu Penulis juga mencoba kembali untuk meneliti
2.2
HIPOTESIS
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara gaya secure attachment
dengan perilaku asertif.
Ho :Tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya secure attachment
Penelitian adalah penyelidikan sistematis, terkontrol, empiris tentang
fenomena-fenomena alami, dengan dipandu oleh teori dan
hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang dikira terdapat antara fenomena-fenomena
tersebut (Kerlinger, 1978).
Dalam bab ini akan dibahas jenis peneitian, pengambilan sample,
pengumpulan data dan serta teknik penelitian, definisi variabel dan
operasional variabel. Pengambilan sampel terdiri dari populasidan sampel
serta teknik pengambilan sampel. Pengumpulan data terdiri dari metode dan
instrument. Teknik pengolahan data dan analisa data serta prosedur
penelitian.
3.1 JENIS PENEUTIAN
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemdekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
korelasional, yang bertujuan untuk mencari hubungan dari variabel-variabel
penelitian yang dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi.
3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel
Kerlinger (1978), mendefinisikan variabel adalah suatu sifat yang memiliki
bermacam nilai. la menyebutnya sebagai konstruk atau sifat (properties) yang
diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto, variabel adalah objek 1Penelitian, atau
apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
Karena penelitian adalah korelasional, variabel - variabel yang diteliti adalah:
1. Gaya adult attachment yang digunakan oleh istri da\am berhubungan
dengan suaminya, seperti dalam hal kedekatan, keperc:ayaan diri, dan
kepercayaan kepada suami adalah gaya secure attachment, yang
bercirikan mudah dekat dengan orang lain dan merasa nyaman,
mempercayai orang lain dan dapat menganda\kan orang lain.
2. Asertif merupakan kemampuan istri untuk mengekspresikan pikiran,
perasaan dengan je\as sesuai dengan kebutuhan dengan menjaga
Mengenai kememadaian jumlah (adequacy) dari sesuatu sampel, Gay dalam
Sevilla (1993) menyatakan bahwa jumlah minimum sampel dalam penelitian
deskriptif adalah 10% dari populasi, dan untuk populasi yang sangat kecil
diperlukan minimum 20%. Sedangkan untuk penelitian komlasional, jumlah
minimum sampelnya adalah sebanyak 30 responden.
3.2.2
Teknik Pengambilan Sampel1. Cara Pengambilan Sampel
Dalam menentukan sampel penelitian dibutuhkan suatu teknik pengambilan
sampel. Sevilla (1993) menyatakan bahwa proses yang meliputi pengambilan
sebagian dari populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara
keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel.
Sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling
atau pengambilan sampel non-acak dengan purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan, karena dalam
pelaksanaannya digunakan pertimbangan hal-hal tertentu yang dikenakan
pada sub kelompok. Ditambahkan oleh Gay dalam Sevilla (1993) bahwa
dalam strategi ini semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki
dalam semua kelompok secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan
untuk mewakili sub kelompok.
2. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik yang menjadi subjek penelitian ini adalah:
1. lbu rumah tangga/istri yang hidup satu atap dengan suami dan masih ada
ikatan perkawinan.
2. Usia 20 - 50 tahun
3. Berdomisili di wilayah Jatimurni, Pondok Melati, Bekasi
3.3 PENGUMPULAN DATA
3.3.1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data primer, penulis menggunakan metode pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner skala gaya adult
attachment dan skala perilaku asertif yang mengacu pada skala model Likert
dengan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings).
sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai
skalanya. (Azwar, 2005).
3.3.2
lnstrumen Penelitianlnstrumen penelitian terdiri dari dua kuesioner skala, yaitu kuesioner skala
gaya adult attachment, dan kuesioner skala perilaku asertif
a. Skala Gaya Adult Attachment
Skala Gaya Adult Attachment yang diambil dari teori Bowlby dan Ainsworth
digunakan untuk mengungkap gaya adult attachment manakah yang
digunakan istri dalam berhubungan dengan suaminya. Jumlah item yang
terdapat pada skala ini berjumlah 20 item.
Pernyataan-pernyataan dalam kasus tersebut kemudian diberi bobot skor
[image:56.595.23.426.154.469.2]sebagai berikut :
Tabel 3.1
Bobot skor gaya Adult Attachment
Gaya Adult Attachment Bobot skor
Anxious Attachment
1
Avoidant Attachment 2
Tabel 3.2
Blue print skala Gaya Adult Attachment
No. Faktor lndikator Nomor Item
1. Kedekatan Mudah dekat, nyaman dalam 7, 10, 11, 15, 18,
berhubunaan 20
3. Kepercayaan Diri Merasa nyaman dan percaya 3, 4, 5, 6, 8, 12,
diri dalam berhubunaan 13,16,17
5. Kepercayaan Mempercayai dan dapat 1, 2, 9, 14, 19
Kepada orana lain mengandalkan orana lain
b. Skala Perilaku Asertif
Skala Asertif yang diambil dari teori The Wellness Workbook, Ryan and
Travis (Counseling Center) akan digunakan untuk mengukur kecenderungan
subyek dalam menyikapi berbagai situasi, sehingga dapat diketahui apakah
subyek cenderung berperilaku asertif, agresif, pasif agresif, atau non asertif.
Jumlah item yang terdapat pada skala ini berjumlah 40 item.
Pernyataan-pernyataan dalam kasus tersebut kemudian diberi bobot skor sebagai berikut :
Pola Perilaku
Pas if
Pasif agresif
Agresif
[image:57.595.14.456.158.489.2]Ase rt if
Tabel 3.3
Bobot Skar
Bobet skor
1
2
3
Tabel 3.4
Blue print skala Perilaku Asertif
No. lndikator Nomor Item
1. Mengekspresikan Ide
2, 5,6, 13, 14, 15,20,22,23,24, 26,28,36,40
2. Mengekspresikan Kebutuhan
1, 9, 10, 11, 12, 18, 19, 27, 31, 32,37,39
3. Mengekspresikan perasaan 3, 4, 7, 8, 16, 17, 21, 25, 29, 30, 33, 34,35, 38
3.3.3 Teknik Uji lnstrumen Penelitian
a. Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah kuesioner skala mampu ュ・ョセQィ。ウゥャォ。ョ@ data yang
akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, maka diperlukan ー\セョァオォオイ。ョ@ validitas
(Azwar, 2003). Oleh karena itu, untuk menguji validitas dari skala yang telah
dibuat, digunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Adapun rumusnya adalah (Azwar, 2003):
rxy
=
IXY - (IXl . (IY)/n
[IX
2 -(IX)
2/n].[ IY
2 -(IY)2/n]
Keterangan :
rxy = angka indeks korelasi
l.. X = jumlah skor variabel X
l..Y = jumlah skor variabel Y
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu yang mampu
memberikan hasil ukur yang terpercaya (Azwar, 2003). Untuk mencari nilai
estimasi reliabilitas dari instrumen yang digunakan, penulis menggunakan
teknik Alpha Cronbach, yang dilakukan dengan membelah item-item menjadi
dua belahan yang jumlahnya sama banyak, sehingga rurnus yang digunakan
adalah sebagai berikut (Azwar, 2003) :
Keterangan :
a = koefisien alpha
a
=
2
<1 -
sl
+s
22 )s/
S12
=
varians skor belahan 1sl
=
varians skor belahan 2S/
=
varians skor skalaUji reliabilitas ini dalam perhitungannya menggunakan program SPSS versi
11.5.
Adapun klasifikasi koefisien reliabilitas adalah mengacu pada kaidahTabel3. 5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel >
0.9
Reliabel
0.7 - 0.9
Cukup Reliabel
0.4 - 0.7
Kurang Reliabel
0.2-0.4
Tidak Reliabel <
0.2
3.4. Teknik Analisa Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya perlu diolah dan dianalisis untuk dapat
menjawab masalah penelitian dan hipotesa penelitian. P13nulis menggunakan
metode analisis korelasi non-parametrik formula Speannan-Brown, dan
dalam perhitungannya adalah dengan menggunakan program SPSS versi
11.5.
Adapun rumusnya adalah (Arif Pratisto,2004) :
n
6 2:d; 2
i=1
rs
=
1 -
---Keterangan :
rs = koefisien korelasi tingkat Spearman
n
=
banyaknya pasangan data4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian
Penulis akan menguraikan gambaran umum dari responden penelitian
berupa frekuensi dari usia responden, usia perkawinan, se1rta latar belakang
pendidikan.
[image:61.595.21.438.132.605.2]4.1.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
Gambaran umum responden berdasarkan usia dalam ー・ョ・セャゥエゥ。ョ@ ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1
G ambaran Umum R esoon en Berdasarkan Usia d
Usia (tahun) Frekuensi %
20-30 19 26,03
31-40 37 50,68
41-50 17 23,29
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden banyak 1rerdapat pada usia
menghadapi kehidupan rumah tangga yang sedang dijalaninya dan lebih
mudah untuk menghadapi permasalahan yang ada.
4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Perkawinan
Pada tabel berikut akan diuraikan mengenai gambaran responden
[image:62.595.18.440.173.489.2]berdasarkan usia perkawinan.
Tabel 4.2
Gambaran Umum Responden Berdasarkan UsiaP13rkawinan
Usia perkawinan (tahun) Frekuensi %
<
1
4
5,5
1-5
810,9
5-10
17
23,3
>
10
44
60,3
Dari tabel 4.2 menggambarkan usia perkawinan yang cukup lama begitu
banyak dari responden yang ada.
4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan
Latar belakang pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari
Tabel 4.3
Gambaran Umum Berdasarkan Latar Belakan£J Pendidikan
Pendidikan akhir Frekuensi %
SD dan sederajat 20 27,4
SMP dan sederajat
15
20,53SMU dan sederajat 25 34,25
Diploma 9 12,32
PT 4 5 .. ,;J
Dari エセ「・ャ@ tersebut dapat 、ゥォ・エ。ィセゥN@ bahwa respohden lebih banyeik
ュ・ョァ・ョケセィャ@
pehdidikanー。、セ@
hィセォ。エ@
sMLJ
dan sederajat. Halエセイセ・「オエ@
mengdartlbarkah berkembarighyrlrllrnMH ti:lngga yang sedikit moJem.
4.2 Presentasi Data
4.2.1. Uji lnstrumen Penelitian
Hasil validitas pengujian instrumen ska la gaya adult attachment dan asertif
diperoleh dari 42 responden, perhitungan ska la gaya adult attachment terdiri
dari 20 item sedangkan ska la asertif terdiri dari 40 item dengan
5 item dari skala adult attachment dinyatakan gugur atau non valid,
sedangkan pada skala asertif diperoleh kesimpulan bahwa 7 item dinyatakan
non valid. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
[image:64.595.19.444.154.522.2]Tabel 4.4
Hasil Uji Coba Skala Gaya Adult Attachment
No. Faktor lndikator Nomor
I
Item Data Valid
1. Kedekatan Mudah dekat, nyaman 7**, 10**, 4
dalam berhubun!iJan 11**,15*,
18,20
3. Kepercayaan Merasa nyaman dan 3**, 4**, 7
Diri percaya diri dalam 5**, 6**1
berhubungan 8**, 12**,
13,16, 17*
5. Kepercayaan Mempercayai dan dapat 1*, セセJL@ 9*, 4
Kepada orang mengandalkan orang lain 14*, 19
lain
Total Item Valid 15
Keterangan :
** Signifikan pada taraf 0,01 (2 tailed)
H asil Ill o a ala Asert1 Tabel 4.5
U .. C b Sk 'f
No. Faktor lndikator
1. Mengekspre 1. Memberi informasi
sikan Ide 2. Mencari informasi
3. Memberikan opini Mengungkapkanide
2. Mengekspre 1. Memberikan
sikan keputusan
Keinginan 2. Menyatakan
kebutuhan dan harapan
3. Memberi kritik atau pujian
4. menerima kritik atau pujian
3. Mengekspre 1. Berbagi perasaan
sikan 2. Merefleksikan
perasaan perasaan
L:
Item Valid Keterangan :** Signifikan pada taraf 0,01 (2 tailed) * Signifil<an pada taraf 0,05 (2 tailed)
Nomor Item
2, 5**, 6""°*, 13**, 14, 15**, 20*, 22, 23**, 24**, 26**, 28**, 36**, 40*
1**, 9*, ·10, 11*, 12**, 18'*, 19**, 27*, 31, 32**, 37**, 39**
3**, 4*, セW JJL@ 8**1 16, 17, 21**, 25**' 29·., 30**' 33**, 34**, 35**, 38**
L
Item Valid11
10
12
33
Item-item yang valid tersebut diuji reliabilitasnya. Dari uji reliabilitas gaya
adult attachment diperoleh koefisien alpha Cronbach sebesar 0,7612, ini berarti bahwa skala tersebut dapat dipercaya untuk digunaikan dalam
penelitian dan demikian pula dengan reliabilitas dari skala asertif yang
memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0,8956. Berikut ini sejumlah item
[image:65.595.20.450.89.499.2]No. 1. 3. 5. No. 1. 2. 3.
ue nn aa
[image:66.595.17.441.94.661.2]Bl P. tSk I G ava
u
ac men
Tabel 4.6
Ad It Att h
t
un u pene 1 1an t k ITFaktor lndikator Nomor
Item
Kedekatan Mudah dekat, nyaman 7,10,11,
dalam berhubum:ian 14
Kepercayaan Merasa nyaman dan 3, 4, 5, 6,
Diri percaya diri dalam 8, 1:?, 15
berhubunqan
Kepercayaan Mempercayai dan dapat 1,2, 9, 13
Kepada orang mengandalkan orang lain
lain
Total Item
Tabel 4.7
Blue Print Skala Asertif untuk penelitian
Faktor lndikator Nomor
lteim
Mengekspresikan 1. Memberi informas