HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.kom.I)
Oleh:
Sifah Khairiyah Jamil NIM: 1110053100007
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
▸ Baca selengkapnya: contoh soal tes potensi calon petugas haji
(2)▸ Baca selengkapnya: soal tes ppih arab saudi
(3)(4)(5)i
Sifah Khairiyah Jamil
Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI.
Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) adalah petugas yang diangkat oleh Menteri Agama yang diberi tanggungjawab untuk menjalankan tugas dan fungsi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi (non kloter). Petugas haji (PPIH Arab Saudi) berasal dari berbagai daerah, beragam latar belakang pendidikan, budaya dan bahasa yang akan bekerjasama selama masa operasional haji di Arab Saudi. Untuk memberikan pelayanan yang prima/baik adalah menyiapkan SDM yang professional dengan cara melakukan penyiapan petugas, yaitu melalui pelatihan yang maksimal sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang penyelenggaraan Haji. Pelatihan Petugas merupakan bagian dari upaya menentukan keberhasilan pelaksanaan pelayanan terhadap Jemaah Haji Indonesia. Pelatihan dapat menjadikan seluruh peserta latih mampu bekerjasama dalam satu tim kerja yang kompak dan berprestasi. Melihat pentingnya pelatihan petugas haji, kini pemerintah menggunakan sistem pelatihan petugas haji yang memiliki komponen-komponen.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana sistem pelatihan petugas haji PPIH Arab Saudi yang diselenggarakan oleh Subdirektorat Pembinaan Petugas Haji Seksi Pelatihan Petugas haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI yang bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji secara seksama mengenai sistem pelatihan petugas haji, sehingga secara praktis dan akademis dapat menjadi pengetahuan dan sebagai bahan masukan dalam perbaikan sistem pelatihan petugas haji ke depannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian, ternyata Subdirektorat Pembinaan Petugas Haji Seksi Pelatihan Petugas haji menggunakan sistem pelatihan petugas haji yang memiliki komponen sistem pelatihan. Komponen sistem pelatihan petugas haji meliputi input
pelatihan (peserta, pelatih, program pelatihan, kurikulum pelatihan, metode pelatihan, pemantauan pelatihan, dan kepemimpinan pelatihan), proses pelatihan (pelatihan di lapangan dan pasca pelatihan), dan output pelatihan (tujuan pelatihan dan penilaian pelatihan).
ii Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, itulah ungkapan kata yang penulis ucapkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Nikmat-Nya yang senantiasa mengiringi setiap
langkah penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-Nya, semoga kita selaku umatnya
mendapat syafa’at di hari akhir kelak. Dengan niat dan tekad karena Allah penulis
mampu melewati perjalanan panjang yang dihadapkan penuh halangan dan cobaan.
Dengan rasa syukur penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan
judul “Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Republik Indonesia.”
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka dengan adanya bimbingan, pengarahan, dukungan, dan doa dari
berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada Abi H. Jamaludin dan Umi
HJ. Fatimah, yang telah mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran demi masa depan seorang anak yang dicintainya baik secara materil
maupun moril. Selanjutnya dengan penuh hormat dan ketulusan, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
iii
3. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wakil Dekan 2 (dua) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sunandar, MA, selaku Wakil Dekan 3(tiga) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Cecep Castrawijaya, MA, selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah (MD).
6. H. Mulkanasir, BA., S.Pd., MM., selaku Sekretaris Jurusan Mnajemen Dakwah
(MD).
7. Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak
membantu dan memberikan informasi dikala penulis berkonsultasi, serta
membimbing dan mengarahkan penulis agar menghasilkan skripsi yang baik dan
benar.
8. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqosah baik Ketua Sidang, Penguji I/II,
Sekretaris, dan Pembimbing.
9. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang selama ini
memberikan ilmunya dengan tulus, semoga segala ilmu yang bermanfaatnya
dapat terbalaskan baik di dunia dan akhirat kelak nanti.
10.Seluruh Staf petugas Perpustakaan baik Perpustakaan Umum maupun
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
11.H. Beny Darmawan, S.Si., M.Si, selaku Ditbina Haji dan Umrah Kasi Pelatihan
Petugas Haji yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan informasi
iv
guna penulisan skripsi.
13.Dr. HC. Ary Ginanjar Agustian (Founder ESQ 165) dan Tim Trainer yang telah memberikan bekal ilmu 165 yang sangat bermanfaat bagi penulis, sehingga dapat
merasakan nikmatnya Iman, Islam, dan Ihsan.
14.Kepada saudara-saudaraku Nurfauziah, Cahaya Kamila dan Azka Jamil yang
selalu menyemangatiku dalam belajar.
15.Serta tidak lupa pula teman-teman belajarku di Manajemen Haji dan Umrah 2010,
Khususnya Gulali (Nisa, Rahma, Acil, Lisa, May, Ani, Tika, Fera, Idzur, Nury
dan Nunut), teman-teman ATS ESQ 165, teman-teman Kosan khususnya ka echa,
dan teman-teman Al-Wasatiyah khususnya iis solihah yang senantiasa memberi
motivasi dan waktu kebersamaannya.
Penulis berharap dan brdo’a, semoga seluruh pengorbanan yang diberikan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini akan dibalas segala kebaikannya oleh
Allah SWT.
v
ABSTRAK ………... i
KATA PENGANTAR ………... ii
DAFTAR ISI ………... v
DAFTAR TABEL ………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...…. 1
B. Pembatasan dan perumusan Masalah ………...…. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 4
D. Metodologi Penelitian ……… 5
E. Tinjauan Pustaka ……….... 7
F. Sistematika Penulisan ………...…. 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem ... 11
1. Pengertian Sistem ... 11
2. Unsur Sistem ... 12
B. Pelatihan ... 13
1. Pengertian Pelatihan ... 13
2. Peningkatan Pelatihan ... 15
C. Sistem Pelatihan ... 16
1. Pengertian Sistem Pelatihan ... 16
vi
2. Macam-macam Petugas Haji ... 22
3. Uraian Tugas PPIH Arab Saudi ... 24
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI A. Sejarah DPHU ... 26
B. Terbentuknya DPHU ... 30
C. Visi Dan Misi DPHU ... 32
D. Struktur Organisasi DPHU ... 35
E. Tugas Dan Fungsi DPHU ... 39
BAB IV SISTEM PELATIHAN PETUGAS HAJI (PPIH ARAB SAUDI) PADA DPHU KEMENTERIAN AGAMA RI A. Input Pelatihan Petugas Haji …... 41
1. Peserta pelatihan ... 42
2. Pelatih (trainer) ... 45
3. Program Pelatihan ... 47
4. Kurikulum Pelatihan ... 49
5. Metode Pelatihan ... 51
6. Pemantauan Pelatihan ... 53
7. Kepemimpinan Pelatihan ... 55
B. Proses Pelatihan Petugas Haji ... 56
1. Pelatihan di Lapangan ... 56
vii
2. Penilaian Pelatihan ... 60
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
viii
1. Tabel 1 Direktur Haji dari tahun ke tahun ... 31
2. Tabel 2 Peserta Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Instansi ... 42
3. Tabel 3 Peserta Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
4. Tabel 4 Pelatih (trainer) Pelatihan Petugas Haji berasal dari Pejabat Kementerian Agama dan Tenaga Ahli (Dosen dan Pakar Manasik) ... 45
ix
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Bimbingan Skripsi
3. Surat Keterangan
4. Hasil Penelitian Wawancara
5. Struktur Organisasi Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah
6. Persyaratan Umum dan Khusus untuk Calon Petugas haji PPIH Arab Saudi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi
tanggungjawab pemerintah dibawah kordinasi Menteri Agama, dalam teknis
pelaksanaannya diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah. Amanat yang diberikan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008
menyebutkan Pemerintah memiliki kewajiban memberikan pembinaan,
pelayanan dan perlindungan.1
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan rangkaian kegiatan yang beragam,
melibatkan banyak pihak dan orang, mengelola banyak dana masyarakat,
dilaksanakan dalam rentang waktu yang panjang di dalam negeri dan di Arab
Saudi, sehingga memerlukan kerjasama yang erat dan kordinasi yang dekat,
manajemen yang baik dan penanganan yang cermat serta dukungan sumber daya
manusia yang handal dan amanah.2
1
Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Desain Program, (Jakarta, 2010), h. 13
2
Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah 2011,
Sesuai dengan tanggungjawab yang diembannya, pemerintah secara terus
menerus berupaya melakukan perbaikan penyelenggaraan haji, utamanya melalui
pembenahan sistem dalam berbagai aspek, termasuk aspek pembinaan petugas.3
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji
mengamanatkan perlunya penyempurnaan sistem dan manajemen
penyelenggaraan ibadah haji secara terus-menerus agar dapat berjalan aman,
tertib, dan lancar dengan menjunjung tinggi asas keadilan, profesionalitas dan
akuntabilitas.4 Dalam hal ini pelatihan petugas dalam penyelenggaraan ibadah
hajipun harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan
negara.
Secara umum pelatihan petugas merupakan bagian dari upaya menentukan
keberhasilan pelaksanaan pelayanan terhadap Jamaah Haji Indonesia. Upaya
melalui pelatihan petugas diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam
menentukan pola dan strategi pelayanan terhadap Jamaah Haji Indonesia.5
Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan mengenai sistem pelatihan
petugas haji yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah yaitu kurangnya alat bantu dalam pelatihan petugas sehingga hal
3
Kementerian Agama RI, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Desain Program, (Jakarta, 2010), h. 13
4
Kementerian Agama Republik Indonesia Dirjen PHU, Intisari Langkah-Langkah Pembinaan Haji, (Jakarta: Kemenag RI DPHU, 2010), h. iv
5
itu menjadi hambatan bagi peserta pelatihan dalam memahami kondisi lapangan
yang sebenarnya.6
Pembenahan dilakukan secara terus menerus meski demikian masih banyak
kritikan bahkan hujatan terhadap penyelenggaraan haji masih saja terdengar dan
ditujukan pada Kementerian Agama Direktorat jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah. Salah satu hal yang dirasakan masih lemah dalam penyelenggaraan
haji adalah kemampuan petugas dalam melaksanakan tugas-tugasnya.7
Untuk itu, sebagai instansi pemerintah khususnya Direktorat pembinaan
Haji dan Umrah Seksi Pelatihan Petugas Haji, mempunyai tugas pokok untuk
terus memberikan pelatihan kepada seluruh petugas haji yang disesuaikan dengan
kebutuhan tugas yang akan diemban di Arab Saudi serta meningkatkan sistem
pelatihan petugas haji agar semua rangkaian kegiatan pelatihan dapat
terselenggara dengan baik guna menciptakan petugas haji yang profesional akan
tugasnya. Dengan melihat latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengangkat judul skripsi mengenai “Sistem Pelatihan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia.”
6
Wawancara Pribadi dengan Petugas Haji Daker Madinah Tahun 2008, Jakarta, 19 Agustus 2014
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi
masalah yang dibahas hanya pada sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab
Saudi) pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2014.
2. Perumusan Masalah
Sedangkan masalah pokok yang dibahas penulis adalah :
a. Bagaimana sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi) pada
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama Republik Indonesia.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan mempelajari secara seksama mengenai sistem
pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat secara akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan terhadap
pihak kampus dan mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah.
b. Manfaat secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan mengenai sistem
pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2010),
mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif ialah pengumpulan data yang
dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian dilapangan.8
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek dalam penelitian ini adalah Kantor Direktoral Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia Pusat yang
didalamnya terdapat pembinaan untuk para petugas haji yang dapat
dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini.
8
b. Objek dalam penelitian ini adalah sistem pelatihan petugas haji (PPIH
Arab Saudi) pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia.
3. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipakai penulis adalah jenis penelitian deskriptif yang
mengacu pada data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, buku,
dibandingkan angka-angka.9 Selain itu jenis penelitian yang diperlukan untuk
membantu menyelesaikan penelitian ini dapat berupa transkrip wawancara,
dokumen, dan riset lapangan.
4. Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi waktu penelitian pada bulan
Maret-Agustus 2014.
5. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di Kantor Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia, Jl. Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta Pusat.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk kepentingan penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan sebagai
berikut:
9
a. Observasi
Penulis mengadakan pengamatan secara langsung mengenai obyek
penelitian melalui pengamatan dan penelitian dengan sistematika dari
pemilihan data, pencatatan dan sebagainya dengan maksud memperoleh
gambaran yang jelas mengenai kejadian atau peristiwa yang terjadi di
Kantor Kementerian Agama.
b. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara meminta informasi atau menggali
informasi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada responden
(orang yang diwawancara atau yang dimintai informasi) dari pihak
Kementerian Agama.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dimana peneliti meminta data kepada
lembaga yang diteliti yakni Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama sesuai dengan judul yang dibahas.
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari adanya bentuk penjiplakan atau plagiat maka penulis
mengadakan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi sebagai bahan
perbandingan dalam pembuatan skripsi. Selain itu penulis juga melakukan
tinjauan kepustakaan (literature) yang berkaitan dengan topik pembahasan. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah :
Judul skripsi tersebut membahas tentang sistem pelatihan dakwah sedangkan
skripsi ini membahas tentang sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab
Saudi).
2. Penulis Muhammad Hafidzudin (104054102118) berjudul Pelatihan Keterampilan Menjahit Bagi Anak Jalanan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial, Jurusan Kesejahteraan Sosial. Judul skripsi tersebut membahas tentang pelatihan keterampilan menjahit untuk anak jalanan
sedangkan skripsi ini membahas tentang pelatihan petugas haji (PPIH Arab
Saudi).
3. Penulis Fitria Handayani (107053003034) berjudul Sistem Pelatihan Kewirausahaan Kepada Anak Jalanan di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok,
Jurusan Manajemen Dakwah. Judul skripsi tersebut memaparkan tentang
sistem pelatihan kewirausahaan untuk anak jalanan sedangkan skripsi ini
memaparkan tentang sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi).
Demikianlah tinjauan pustaka ini penulis lakukan di mana perbedaan bahasan
atau materi antara apa yang akan penulis teliti dengan skripsi terdahulu.
Perbedaan penelitian ini terlihat pada objek penelitiannya, bahwa pada penelitian
terdahulu hanya menjelaskan sistem pelatihan dakwah, sistem pelatihan
keterampilan dan sistem pelatihan kewirausahaan. Sedangkan yang akan penulis
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada karya ilmiah “skripsi” ini terdiri dari lima bab
yang memiliki sub-sub bab. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penulisan.
Penyusunan sub-sub bab sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II: PEMBAHASAN
Terdiri dari beberapa hal diantaranya landasan teoritis mengenai
pengertian sistem, pengertian pelatihan, pengertian sistem pelatihan,
dan Petugas Haji (PPIH Arab Saudi) Pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI
Terdiri dari beberapa hal diantaranya sejarah berdirinya DPHU,
terbentuknya DPHU, visi dan misi DPHU, struktur organisasi DPHU,
BAB IV: SISTEM PELATIHAN PETUGAS HAJI (PPIH ARAB SAUDI)
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN
HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA RI
Merupakan hasil dari sistem pelatihan petugas haji (PPIH Arab Saudi)
yang terdiri dari: Input (masukan) Pelatihan petugas, Proses Pelatihan Petugas, dan Output (keluaran) Pelatihan Petugas Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia.
BAB V: PENUTUP
Sebagai akhir dari karya ilmiah yang diteliti yaitu berisi tentang
kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran serta lampiran-lampiran yang
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sistem
1. Pengertian Sistem
Istilah sistem berasal dari istilah Yunani “systema” yang mengandung
arti keseluruhan (a whole) yang tersusun dari sekian banyak bagian, berarti pula hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen
secara teratur. Jadi sistem adalah sebuah himpunan atau komponen yang
saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dijelaskan bahwa “Sistem
sebagai seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu sistem.”2
Adapun pengertian sistem menurut beberapa para ahli, yaitu sebagai
berikut:
a. Tatang M. Amirin dalam bukunya Pokok-Pokok Teori Sistem
mendefinisikan “sistem adalah sehimpunan komponen atau sub sistem
1
Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 1
2
yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan rencana untuk
mencapai sesuatu tujuan tertentu.”3
b. Bonar S dalam bukunya Sistem Informasi Manajemen mendefinisikan
“sistem adalah suatu totalitas yang terdiri dari komponen-komponen
dan unsur-unsur yang saling berinteraksi menuju suatu tujuan
tertentu.”4
c. Gordon B Davis dalam bukunya Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen mendefinisikan “sistem adalah bagian-bagian yang bergabung untuk satu tujuan.”5
d. Syopiansyah Jaya dan A’ang Subiyakto dalam bukunya Pengantar Sistem Informasi mendefinisikan “sistem adalah hubungan yang terorganisir dan saling ketergantungan atau saling berinteraksi suatu
kumpulan aktifitas atau bagian yang membentuk sebuah kesatuan.”6
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengertian sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari
komponen-komponen, unsur-unsur, dan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling ketergantungan dan saling berkaitan yang membentuk menjadi satu
kesatuan untuk mencapai suatu tujuan.
2. Unsur Sistem
Dalam sistem terdapat unsur sistem, yang mengelola masukan (input) menjadi keluaran (output) guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3
Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 9
4
Bonar S, Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: PT Panelrindo, 1991), h. 5
5Gordon B. Davis, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: PPM dan PT Pustaka Binaman Pressindo, 1999), h. 97
6Syopiansyah Jaya Putra, dan A’ang Subiyakto, Pengantar Sistem Informasi, (Jakarta:
Berikut adalah unsur sistem yang terdiri dari tiga bagian utama.7 Lihat
pada gambar 1 berikut ini:
Gambar 1: Unsur Sistem
Sumber: Buku Sistem Informasi Manajemen, 1999
a. Input adalah proses dimana segala macam data atau bahan yang dibutuhkan dikemukakan, kemudian data-data yang terkumpul
mengalai sebuah proses untuk dapat menghasilkan output sistem yang
dimaksud.
b. Processing adalah dimana segala macam kegiatan dikelola atau dijalankan sesuai tujuan tertentu.
c. Output adalah hasil dari input dan proses yang telah dilakukan.8 B. Pelatihan
1. Pengertian Pelatihan
Istilah pelatihan berasal dari kata latih yang berarti cara. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Nasional dijelaskan bahwa “pelatihan adalah proses, cara,
perbuatan melatih:/kegiatan, atau pekerjaan melatih.”9
Pelatihan pada dasarnya merupakan suatu cara/proses yang meliputi
serangkaian kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dengan sengaja dalam
7
Gordon B. Davis, Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: PT Pustaka, 1999), h. 68-69 8
Wahyudi Kumorotomo dan Subondo Agus M, Sistem Informasi Manajemen,
(Yogyakarta: UGM Press, 2001), h. 9 9
Departemen Pendidikan dan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan Ketiga, 2005), h. 643
bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja guna meningkatkan
kemampuan kinerja para pekerja/petugas.10
Adapun pengertian pelatihan menurut beberapa para ahli, sebagai
berikut:
a. Alex S. Nitisemito dalam bukunya Manajemen Personalia
mendefinisikan “pelatihan adalah suatu kegiatan dari
perusahaan/lembaga yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan
memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan
pengetahuan dari para karyawan/petugas, sesuai dengan keinginan
dari perusahaan/lembaga yang bersangkutan.”11
b. Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan mendefinisikan “pelatihan adalah sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan
kinerja di masa mendatang.”12
c. R. Wayne Mondy dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia mengartikan “pelatihan adalah melaksanakan kegiatan yang dirancang untuk memberi para pembelajar pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini.”13
d. Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
mengartikan “pelatihan adalah program-program untuk memperbaiki
kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok
10
Oemar Hamalik, Pengembangan Suber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 10
11
Alex S. Nitisemito, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 86 12
Veithzal Rivai, M., Ella Jauvani , Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 212
13
dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi, lembaga, dan
perusahaan.”14
e. B. N. Marbun dalam bukunya Kamus Manajemen mendefinisikan
“pelatihan ialah suatu proses memperdalam dan meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan para pekerja lewat bimbingan yang
diberikan instruktur melalui penyelesaian tugas dan latihan.”15
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa pengertian pelatihan adalah suatu kegiatan bimbingan yang
diberikan dari perusahaan/lembaga dalam rangka menciptakan tenaga
kerja/petugas yang profesional, khususnya untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan petugas dalam melaksanakan tugas
di lapangan.
2. Peningkatan Pelatihan
Dalam pelaksanaan pelatihan menghasilkan peningkatan
pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan sikap/nilai. Penjelasannya
sebagai berikut:
a. Peningkatan Pengetahuan
Pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan bagi peserta, karena
materi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan.16
b. Peningkatan Keterampilan
Suatu proses jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis
dan terorganisir dimana peserta mempelajari pengetahuan dan
14
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), h. 208
15
B. N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), h. 206 16
keterampilan teknis dalam tujuan terbatas.17 Pelatihan dapat
meningkatkan keterampilan peserta dan tujuan pelatihan harus dapat
diukur. Oleh karena itu suatu pelatihan yang akan diselenggarakan
mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan peserta agar
mampu mencapai kinerja yang maksimal.18
c. Sikap/Nilai
Pelatihan adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan
intelektual dari kepribadian manusia, membimbing, memberi contoh,
dan petujuk praktis yang berkaitan dengan gerakan, ucapan, serta
perbuatan. Dengan adanya pelatihan peserta dapat mengetahui sikap
dan nilai yang dapat dicontoh oleh para pelatih.19
C. Sistem Pelatihan
1. Pengertian Sistem Pelatihan
Pengertian sistem pelatihan dalam buku Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan oleh Oemar Hamalik menyatakan bahwa “Sistem pelatihan merupakan sub sistem manajemen ketenagakerjaan khususnya
yang berkenaan dengan pembinaan diklat tenaga kerja.”20 Adapun
menurut PP No 11 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Pelatihan menyatakan bahwa “Sistem pelatihan kerja adalah keterkaitan
dan keterpaduan berbagai komponen pelatihan kerja untuk mencapai
tujuan pelatihan kerja.”21
17
Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia, h. 44 18
Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia, h. 64
19
Soekidjo Notatmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, h. 25 20
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 9 21
Dari kedua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengertian sistem pelatihan merupakan gabungan antara berbagai unsur
yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan tenaga kerja menjadi
profesional melalui bimbingan ketenagakerjaan.
2. Komponen Sistem Pelatihan
Dalam sistem pelatihan terdapat komponen sistem pelatihan.
Komponen-komponen ini secara keseluruhannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Komponen-komponen sistem pelatihan, yaitu: (1)
Tujuan pelatihan (2) Peserta (3) Program pelatihan (4) Kurikulum
pelatihan (5) Metode pelatihan (6) Pelatihan di lapangan (7) Pelatih
(Trainer), (8) Pemantauan pelatihan (9) Penilaian pelatihan (10) Kepemimpinan pelatihan (11) Pasca pelatihan. Berdasarkan pendekatan
sistem, komponen-komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi
komponen input yang terdiri dari raw input (2) input instrumental
(7,3,4,5,8,10), komponen proses meliputi (6,11), dan komponen output
meliputi (1,9).22
22
Gambar 2: Komponen Sistem Pelatihan
a. Tujuan pelatihan ialah memberikan instruksi khusus dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas sesuai dengan jawatan dan jenis pekerjaannya.
Berarti juga mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural
maupun fungsional, agar memiliki kemampuan dalam melaksanakan
pekerjaan yang akan diberikan.23
b. Peserta pelatihan ialah orang yang ikut serta atau yang mengambil
bagian dari sebuah kegiatan pelatihan. Penetapan calon peserta
pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang
turut menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan
seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik, berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan.24
c. Program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam
rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program menjadi
23
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 16 24
patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan. Adapun
unsur program pelatihan meliputi: harus adanya peserta pelatih yang
telah mengikuti seleksi, adanya pelatih yang sudah dipilih sesuai
keahliannya, lamanya pelatihan sesuai dengan pelaksanaan kegiatan,
bahan pelatihan yang telah disiapkan, dan bentuk/metode pelatihan
guna mengembangkan kemampuan belajar peserta.25
d. Kurikulum pelatihan ialah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Berarti juga
sebagai keseluruhan bahan dan kegiatan yang tersusun dalam urutan
dan ruang lingkup yang mencangkup bidang pengajaran, mata
pelajaran masalah-masalah dan objek yang perlu dikerjakan.26
e. Metode pelatihan merupakan strategi dan metode yang digunakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan kurikulum pelatihan. Metode
pelatihan harus dilandasi oleh konsep dan prinsip-prinsip
belajar-mengajar.27 Ada sejumlah alternatif metode pelatihan yang dapat
dipilih dan digunakan sesuai kebutuhan proses pelatihan. Seperti,
metode kuliah, metode demonstrasi, metode simulaisi, metode rotasi
pekerjaan, metode studi kasus dan lainya.28
f. Pelatihan di lapangan ialah suatu kegiatan yang diselenggarakan di
lapangan atau di luar kelas. Pelatihan di lapangan ini sangat penting
dalam mengembangkan wawasan dan keterampilan para peserta.
25
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 36 26
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 46 27
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 62 28
Karena, dalam kesempatan itu para peserta dapat memadukan antara
teori proses yang telah diperolehnya di kelas dengan pengalaman
praktis, mereka mengalami secara langsung kehidupan lingkungan
pekerjaan.29
g. Pelatih (trainer) ialah orang yang ditugaskan memberikan pelatihan yang diangkat sebagai tenaga fungsional. Pelatih juga berarti orang
yang telah dipersiapkan sebagai tenaga profesional, sehingga dia ahli
sebagai pelatih dan memiliki dedikasi, loyalitas, dan berdisiplin dalam
melaksanakan pekerjaannya. 30
h. Pemantauan dilaksanakan selama pelatihan berlangsung. Pemantauan
dilakukan oleh penyelenggara pelatihan dan dimaksudkan sebagai
bahan masukan agar hal-hal yang direncanakan dapat berjalan dengan
baik dan sebagaimana mestinya.31 Pemantauan dan penilaian dalam
penyelenggaraan pelatihan merupakan dua komponen yang bertalian
erat antara satu dengan yang lainnya. Kedua kegiatan itu
masing-masing memberikan data informasi kepada pengelola pelatihan.
Perbedaan antara kedua kegiatan tersebut terletak pada kegiatan tindak
lanjut setelah tersebut dilaksanakan. Pemantauan umumnya disertai
dengan segera dilaksanakannya kegiatan tindak lanjut, sedangkan
penilaian memerlukan waktu yang lebih lama.32
i. Penilaian pelatihan adalah suatu kegiatan yang dimulai dan diakhiri
dengan penilaian sehingga proses pelatihan dapat dinyatakan lengkap
29
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 91 30
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 144 31
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Republik Indonesia, Pedoman Pelatihan Petugas, h. 34
32
dan menyeluruh. Dengan penilaian dapat diketahui efisiensi kegiatan
pelatihan yang telah dilaksanakan dan media pembelajaran yang
digunakan oleh pelatih. Selain itu, penilaian memberikan gambaran
tentang tingkat keberhasilan peserta, hambatan-hambatan yang ada,
serta dapat terlihat kelemahan dan kekuatan yang dirasakan.33
j. Kepemimpinan pelatihan adalah suatu proses pemberian petunjuk dan
pengaruh kepada anggota kelompok atau organisasi dalam
melaksanakan tugas-tugas. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain
yaitu bawahan atau anggota organisasi. Kepemimpinan tampak pada
perbedaan pembagian kekuasaan antara pemimpin dengan yang
dipimpin. Kepemimpinan harus dapat mempengaruhi anggotanya, agar
perintah yang diberikan dapat dipahami.34
k. Pasca pelatihan adalah suatu kegiatan pelatihan kembali yang
dilaksanakan melalui diklat melekat, berlangsung secara berkelanjutan
dan terus-menerus. Pasca pelatihan dilaksanakan setelah pelatihan
selesai atau berakhir. Rancangan pasca pelatihan disusun pada awal
kegiatan pelatihan dan pasca pelatihan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari keseluruhan kegiatan yang akan dilaksanakan.35
33
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 116 34
Oemar Hamalik, Manajemen Ketenagakerjaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 165 35
D. Petugas Haji
1. Pengertian Petugas Haji
Istilah petugas berasal dari kata tugas yang berarti yang wajib
dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan. Sedangkan pengertian
petugas adalah orang yang bertugas melakukan sesuatu.36 Adapun istilah
haji dalam ensiklopedia Islam berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi. Ia diambil dari etimologi Bahasa Arab di mana kata haji
mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja.37
Dari masing-masing istilah ini digabungkan menjadi satu yaitu petugas
haji. Istilah ini digunakan oleh Kementerian Agama untuk menyebutkan
petugas yang melayani jamaah haji. Kementerian Agama RI Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengartikan petugas haji ialah
“petugas yang diangkat oleh Menteri Agama yang diberi tanggung jawab
untuk menjalankan tugas dan fungsi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
(PPIH) Arab Saudi (Non Kloter), petugas yang menyertai jamaah haji
(Kloter), dan tenaga musim.”38
2. Macam-macam Petugas Haji
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI
membagi petugas haji menjadi tiga bagian yaitu Petugas Kloter, Petugas
Non Kloter, dan Tenaga Musim. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Petugas haji yang menyertai jamaah haji (Kloter) terdiri dari:
36
Departemen Pendidikan dan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 1215
37
Kemenag RI, Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia, (Jakarta: CV. Duta Peraga, 2010), h. 87
38
1) Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI) adalah petugas yang
menyertai jamaah dalam bidang administrasi dan manajerial (ketua
kloter).
2) Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) adalah petugas
yang menyertai jamaah dalam bidang bimbingan ibadah
(pembimbing ibadah).
3) Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) adalah petugas yang
menyertai jamaah dalam bidang pelayanan kesehatan baik dokter,
perawat atau petugas kesehatan lainnya seperti ahli gizi, ahli rekam
medik, tenaga farmasi ataupun sanitarian.
4) Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) adalah petugas haji yang
ditetapkan oleh Gubernur/Walikota atau Bupati untuk melayani
daerah masing masing dalam bidang pelayanan umum dan ibadah.
5) Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD) adalah petugas haji yang
ditetapkan oleh Gubernur/Walikota atau Bupati untuk melayani
daerah masing masing dalam bidang kesehatan. 39
b. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Non Kloter) terdiri dari:
1) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) adalah Panitia yang
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan haji baik di
tingkat Pusat, Arab Saudi, dan Embarkasi.
2) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Pusat) adalah Panitia
Penyelenggara Ibadah haji yang bertanggung jawab dalam
39
memberikan pelayanan perhajian yang di tempatkan di kementerian
Agama Republik Indonesia.
3) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Arab Saudi) adalah
Petugas Haji yang bertanggung jawab dalam pembinaan, pelayanan
umum, bimbingan ibadah, pelayanan kesehatan serta perlindungan
jamaah haji di Arab Saudi. PPIH Arab Saudi ditugaskan di tiga
daerah kerja, yaitu: Jeddah, Madinah dan Makkah serta Kantor
Misi Haji di Jeddah.
4) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH Embarkasi) adalah
petugas haji yang bertanggung jawab pada pembinaan, pelayanan
umum, bimbingan ibadah dan pelayanan kesehatan serta
perlindungan setiap calon jamaah haji di setiap Embarkasi.
c. Tenaga Musim yang disingkat Temus adalah petugas haji yang
direkrut dari mahasiswa Arab Saudi dan sekitarnya serta WNI yang
berdomisili di Arab Saudi ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah.40
3. Uraian Tugas PPIH Arab Saudi
Dalam Keputusan Menteri Agama RI tentang Pembentukan PPIH
Arab Saudi 1435 H/2014 M tertera uraian tugas PPIH Arab Saudi, sebagai
berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan umum yang meliputi pelayanan
transportasi, akomodasi, katering, dokumen, administrasi, dan
perlindungan.
40
b. Mewakili jamaah haji Indonesia pada pertemuan-pertemuan resmi
dengan Pemerintah Arab Saudi.
c. Menyelenggarakan pengendalian pelayanan bimbingan ibadah.
d. Melakukan pengawasan penyelenggaraan ibadah haji khusus.
e. Melakukan kordinasi dengan pihak-pihak terkait di Arab Saudi.
f. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Menteri Agama cq.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.41
41
26
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI
A. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan
Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia
mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan
penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia
(PPPHI) yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan dikeluarkannya
Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat Nomor 3170
tanggal 6 Februari 1950, disusul dengan surat edaran Menteri Agama RIS
Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari 1950 yang menunjuk PPPHI sebagai
satu-satunya wadah yang sah disamping Pemerintah untuk mengurus dan
menyelenggarakan haji Indonesia. Sejak saat itulah penyelenggaraan haji
ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dibantu
oleh instansi lain seperti Pamongpraja. Tahun itu merupakan tahun
pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan dipimpin oleh Majelis
Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia.1
Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur
kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban PIH
ditanggung pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah
haji semakin terkendali Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan
1
Indonesia, pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan
dalam PIH dengan membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan
kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA) dibawah koordinasi Menteri Urusan
Haji.2
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara pada
tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan sistem
pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan dibentuknya
Departemen Agama yang merubah struktur dan tata kerja organisasi
Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawah wewenang
Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem manajemen dan
bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen
Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun 1967 melalui keputusan
Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan besarnya biaya haji
ditentukan oleh Menteri Agama.3
Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali
ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun
1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara
penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji
serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun
1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden
melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun
2
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5
3
berikutnya PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan
dan keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan
Presiden.4
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan
struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan
koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam
hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh
Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin
koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal
ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk
pelaksaan operasional PIH.5
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan
ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah
kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak
swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah.
Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah
orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara
orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal
dengan istilah PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan
keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor 22 tahun 1987 yang selanjutnya
disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan Umroh Nomor
4
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 5
5
245 tahun 1991 yang lebih mennekankan pada pemberian sanksi yang jelas
kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana
ketentuan yang berlaku.6
Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota
haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi
Haji Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan
kegelisahan di masyarakat., khususnya calon jamaah haji yang telah
terdaftar pada tahun tersebut namun tidak dapat berangkat. Mulai tahun
2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan
Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah
penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi, kecuali
untuk jamaah haji khusus diberikan porsi tersendiri.7
3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru
Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998, pemerintah
menghapus monopoli angkutan haji dengan mengizinkan kepada
perusahaan penerbangan lain selain PT. Garuda Indonesia untuk
melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan tersebut disambut
hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi Arabian Airlines untuk ikut
serta dalam angkutan haji dengan mengajukan penawaran kepada
pemerintah dan mendapapat respon yang positif.8
6
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 6
7
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 6
8
4. Penyelenggaraan Haji Era Reformasi
Sejak era reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek
keterbukaan dan transaparansi, jika tidak akan menuai kritik dari
masyarakat. Pemerintah dituntut untuk terus menyempurnakan sistem
penyelenggaraan haji dengan lebih menekankan pada pelayanan,
pembinaan dan perlindungan secara opitmal.9
Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang
dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan teknis fungsional
dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji (BIPH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 165 tahun 2000.10
B. Terbentuknya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Terbentuknya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
berawal dari pemecahan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
(Ditjen BIPH) menjadi dua, yaitu Ditjen Bimas Islam dijabat oleh Prof. Dr.
H. Nazaruddin Umar dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dijabat
oleh Drs. H. Slamet Riyanto, M.S.i. Terbentuknya ini pada tahun 2006
berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Agama. Mulai saat itulah tugas Penyelenggaraan
Haji dan Umrah dilaksanakan oleh direktorat jenderal baru, yakni Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (DPHU). Struktur baru ini
bertujuan agar tugas-tugas yang diemban dapat dilaksanakan secara lebih
9
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h. 6
10
fokus. Tugas-tugas itu adalah Pembinaan Haji dan Umrah, Pelayanan Haji,
dan Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji.11
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah sejak berdirinya
di tahun 1964 sudah mengalami 11 kali pergantian direktur, hal ini dapat di
lihat pada tabel 1:12
Tabel 1: Direktur Haji dari tahun ke tahun
No. Nama Jabatan Masa Bakti
(Jakarta: Cetakan Pertama, 2012), h. 157
12
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa,
Penyelenggaraan Haji
8 Drs. H. Taufiq Kamil
Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji 2000 – 2005
9
Drs. H. Slamet Riyanto,
M.Si
Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji 2005 – 2006
Dirjen Penyelenggaraan
Sumber: Buku Haji dari Masa ke Masa, 2012
C. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Direktorat Jenderal sebagai unsur pelaksana Kementerian Agama dalam
mewujudkan visinya agar masyarakat Indonesia taat beragama, maju,
sejahtera, dan cerdas serta saling menghormati antara sesame pemeluk agama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka peningkatan kualitas
penyelenggaraan haji sangatlah perlu diselenggarakan secara baik.13
13
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
Rencana Strategi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2010-2014, (Jakarta: Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2010), h. 41-42
Mengacu pada keputusan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Nomor : D/54 Tahun 2010 tentang Visi dan Misi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah, maka ditetapkan:
1. Visi
Terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada Jemaah
haji dan umrah berdasarkan asas keadilan, transparan, akuntabel dengan
prinsip nirlaba. Dari penggalan kalimat mengenai visi Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah dapat dijelaskan sebagai berikut14:
a. Pembinaan, diwujudkan dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan
penerangan kepada masyarakat dan Jemaah haji. Sedangkan pembinaan
petugas diarahkan pada profesionalisme dan dedikasinya.
b. Pelayanan, diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan administrasi
dan dokumen, transportasi, kesehatan, serta akomodasi dan konsumsi.
c. Perlindungan, diwujudkan dalam bentuk jaminan keselamatan dan
keamanan Jemaah haji selama menunaikan ibadah haji.
d. Asas Keadilan, bahwa penyelenggara ibadah haji harus berpegang pada
kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak
sewenang-wenang dalam penyelenggaraannya.
e. Transparan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam proses
penyelenggaraan haji dapat diketahui oleh masyarakat dan Jemaah haji.
14
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
f. Akuntabel dengan prinsip nirlaba, bahwa penyelenggaraan ibadah haji
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik
dan hukum dengan prinsip tidak mencari keuntungan.15
2. Misi
a. Meningkatkan kualitas penyuluhan, bimbingan, dan pemahaman
manasik haji
b. Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji
c. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji
melalui pembinaan haji khusus, umrah, dan kelompok bimbingan
ibadah
d. Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi,
transportasi, dan katering sesuai standar pelayanan minimal
penyelenggaraan haji
e. Memberikan perlindungan kepada Jemaah sehingga diperoleh rasa
aman, keadilan, dan kepastian melaksanakan ibadah haji
f. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dana haji serta
pengembangan sistem informasi haji
g. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis
lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.16
15
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
Rencana Strategi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2010-2014, (Jakarta: Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2010), h. 41-42
16
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
D. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dalam pelaksanaan
teknis penyelenggaraan ibadah haji didasarkan atas Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 80 tahun 2013, yaitu:17
Gambar 3: Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Sumber: Struktur Organisasi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2013
Adapun gambar struktur organisasi pembinaan haji dan umrah dapat
dilihat pada lampiran.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah memiliki susunan
organisasi yaitu, sebagai berikut18:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
a. Bagian Perencanaan dan Keuangan
1) Subbagian Perencanaan dan Evaluasi Program
2) Subbagian Pelaksanaan Anggaran dan Perbendaharaan
3) Subbagian Verifikasi, Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
17
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
Struktur Organisasi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2013, (Jakarta: Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2013), h. 1
18
Kementerian Agama Republik Indonesia, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
Struktur Organisasi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2013, (Jakarta: Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2013), h. 3
b. Bagian Organisasi, Tata Laksana, dan Kepegawaian
1) Subbagian Organisasi dan Tata Laksana
2) Subbagian Kepegawaian
3) Subbagian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan
c. Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu
1) Subbagian Pengelolaan Sistem Jaringan
2) Subbagian Pengembangan Database Haji 3) Subbagian Informasi Haji
d. Bagian Umum
1) Subbagian Tata Usaha
2) Subbagian Rumah Tangga
3) Subbagian Perlengkapan dan Barang Milik Negara
2. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah
a. Subdirektorat Bimbingan Jamaah Haji
1) Seksi Pengembangan Materi Bimbingan
2) Seksi Operasional Bimbingan
3) Seksi Pembinaan Kelompok Bimbingan
b. Subdirektorat Pembinaan Petugas Haji
1) Seksi Rekrutmen Petugas
2) Seksi Pelatihan Petugas
3) Seksi Penilaian Kinerja Petugas
c. Subdirektorat Pembinaan Haji Khusus
1) Seksi Perizinan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
3) Seksi Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
d. Subdirektorat Pembinaan Umrah
1) Seksi Perizinan Penyelenggaraan Ibadah Umrah
2) Seksi Akreditasi Penyelenggaraan Ibadah Umrah
3) Seksi Pengawasan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah
e. Subbagian Tata Usaha Direktorat
3. Direktorat Pelayanan dalam Negeri
a. Subdirektorat Pendaftaran Haji
1) Seksi Pendaftaran Haji Reguler
2) Seksi Pendaftaran Haji Khusus
3) Seksi Pembatalan Pendaftaran Haji
b. Subdirektorat Dokumen dan Perlengkapan Haji
1) Seksi Dokumen Jamaah Haji
2) Seksi Pemvisaan
3) Seksi Perlengkapan Jamaah Haji
c. Subdirektorat Asrama Haji
1) Seksi Penyiapan Asrama Haji
2) Seksi Pelayanan Asrama Haji
3) Seksi Monitoring dan Evaluasi Asrama Haji
d. Subdirektorat Transportasi Udara dan Perlindungan Haji
1) Seksi Penyiapan Transportasi Udara
2) Seksi Pelayanan Transportasi Udara
3) Seksi Kerjasama Kesehatan dan Perlindungan Jamaah Haji
4. Direktorat Pelayanan Luar Negeri
a. Subdirektorat Akomodasi Haji
1) Seksi Penyiapan Akomodasi Haji
2) Seksi Pelayanan Akomodasi Haji
3) Seksi Monitoring dan Evaluasi
b. Subdirektorat Katering Haji
1) Seksi Penyiapan Katering Haji
2) Seksi Pelayanan Katering Haji
3) Seksi Monitoring dan Evaluasi
c. Subdirektorat Transportasi Haji
1) Seksi Penyiapan Transportasi Haji
2) Seksi Pelayanan Transportasi dan Kesehatan Haji
3) Seksi Monitoring dan Evaluasi Transportasi dan Kesehatan Haji
d. Subdirektorat Fasilitas KPHI
1) Seksi Administratif
2) Seksi Pengaduan Masyarakat Informasi dan Komunikasi
3) Seksi Analisis dan Pelaporan
5. Direktorat Pengelolaan Dana Haji
a. Subdirektorat Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
1) Seksi Setoran BPIH
2) Seksi Pengendalian BPS BPIH
3) Seksi Akuntansi dan Pelaporan Setoran Awal
b. Subdirektorat Pelaksanaan Anggaran Operasional Haji
2) Seksi Verifikasi
3) Seksi Akuntansi dan Pelaporan
c. Subdirektorat Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji
1) Seksi Perbendaharaan Dana Haji
2) Seksi Pengembangan dan portofolio Dana Haji
3) Seksi Akuntansi dan Pelaporan
d. Subdirektorat Fasilitas Badan Pengelola Dana Abadi Umat
1) Seksi Perbendaharaan Dana Abadi Umat
2) Seksi Program dan Portofolio
3) Seksi Administrasi Umum, Akuntansi, dan Pelaporan
e. Subbagian Tata Usaha Direktorat
E. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah. Sedangkan dalam melaksanakan tugas,
Direktorat Jenderal Haji dan Umrah memiliki fungsi sebagai berikut19:
1. perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah
2. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah
3. penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang penyelenggaraan
haji dan umrah
4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan
umrah
19
5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah.
Selanjutnya, dalam melaksanakan tugas dan fungsi Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah dibantu oleh salah satu Subdirektorat
Pembinaan Petugas Haji yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria,
dan bimbingan teknis, serta evaluasi di bidang pembinaan petugas haji.
Sedangkan dalam menjalankan tugas, Subdirektorat pembinaan petugas haji
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rekrutmen, pelatihan, dan
penilaian kinerja petugas haji
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rekrutmen, pelatihan, dan
penilaian kinerja petugas haji
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
rekrutmen, pelatihan, dan penilaian kinerja petugas haji
4. Penyiapan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang rekrutmen, pelatihan,
dan penilaian kinerja petugas haji.20
20
41
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA RI
A. Input Pelatihan Petugas Haji
Sebagaimana telah dijelaskan pada BAB II, bahwa sistem pelatihan petugas
haji adalah kegiatan penyuluhan yang diberikan perusahaan/lembaga secara
keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan guna
menciptakan tenaga kerja yang profesional. Dalam sistem pelatihan terdapat
komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu:
komponen input (masukan), komponen proses, dan komponen output (keluaran).
Sistem pelatihan petugas haji PPIH Arab Saudi diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI Subdirektorat
Pembinaan Petugas Haji Seksi Pelatihan Petugas Haji pada tanggal 10-19 Juli
2014 di Asrama Haji Pondok Gede.
Komponen yang pertama ialah komponen input (masukan) yang berarti proses di mana segala macam data atau bahan yang dibutuhkan dikemukakan.1
Input pelatihan petugas haji meliputi:
1
1. Peserta Pelatihan Petugas Haji
Berdasarkan hasil dari proses rekrutmen petugas haji PPIH Arab Saudi
yang dilakukan mulai dari tingkat Kandepag/Kota, Kanwil Depag Provinsi,
dan Pusat maka Pemerintah Pusat menentukan jumlah petugas PPIH Arab
Saudi yang dapat mengikuti tahap selanjutnya yaitu pelatihan petugas haji.2
Peserta pelatihan petugas haji berjumlah 454 orang yang berasal dari
berbagai instansi terkait.
Beny Darmawan menyatakan bahwa peserta pelatihan petugas haji
yang dinyatakan lulus sudah memenuhi persyaratan umum dan khusus
yang telah ditetapkan pemerintah pusat.3 Adapun deskripsi peserta
pelatihan petugas haji sebagai berikut:
Tabel 2: Peserta Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Instansi
No Nama Instansi Peserta Pelatihan
Petugas Haji
1 Kemeneterian Agama 378
2 TNI dan POLRI 46
3 Media 19
4 Menteri 2
5 Pendidikan 4
6 Badan Pusat Statistik 5
Jumlah 454
Sumber: File Penempatan Petugas PPIH Arab Saudi, 2014
2
Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Pedoman Rekrutmen Petugas Haji Indonesia, Jakarta, 2013
3
Diagram
Sumber: File Penempatan Petugas PPIH Arab Saudi, 2014
Tabel di atas diolah dari data yang di dapatkan oleh Subdirektorat
Pembinaan Petugas Haji Seksi Pelatihan Petugas Haji yang berisi tentang
daftar peserta pelatihan petugas haji yang berasal dari berbagai instansi.
Pertama berasal dari Kementerian Agama berjumlah 378 orang, kedua
berasal dari TNI/Polri berjumlah 46 orang, ketiga berasal dari media
berjumlah 19 orang, keempat berasal dari Menteri berjumlah 2 orang,
kelima berasal dari Pendidikan berjumlah 4 orang dan yang terakhir berasal
dari Badan Pusat Statistik berjumlah 5 orang.
Tabel 3: Peserta Pelatihan Petugas Haji berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Peserta Pelatihan
Petugas Haji
1 Laki-laki 353
2 Wanita 101
Jumlah 454
Sumber: File Penempatan Petugas PPIH Arab Saudi, 2014
83% 10%
4% 1% 1%
1%
Peserta Pelatihan Petugas Haji
Kemeneterian Agama
TNI dan POLRI
Media
Menteri
Pendidikan
Diagram
Sumber: File Penempatan Petugas PPIH Arab Saudi, 2014
Tabel di atas diolah dari data yang di dapatkan oleh Subdirektorat
Pembinaan Petugas Haji Seksi Pelatihan Petugas Haji yang berisi tentang
daftar peserta pelatihan petugas haji berdasarkan jenis kelamin. Peserta
laki-laki yang berjumlah 353 orang lebih banyak dibandingkan dengan
peserta wanita yang berjumlah 101 orang.
Dari penjelasan di atas dan pengamatan penulis pada saat di Pondok
Gede bahwa peserta pelatihan petugas haji sudah memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat, begitupun peserta pelatihan
petugas haji yang berasal dari berbagi instansi sudah sesuai dengan
kebutuhan alokasi petugas ketika ditugaskan pada kantor urusan haji di
Arab Saudi dan peserta pelatihan petugas haji yang mayoritas laki-laki
karena tugas yang dijalankan disana lebih diutamakan untuk laki-laki.
78% 22%
Peserta Pelatihan Petugas Haji
1 Laki-laki