• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Nilai Evapotranspirasi Dan Koefisien Tanaman Beberapa Varietas Padi Unggul Di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Nilai Evapotranspirasi Dan Koefisien Tanaman Beberapa Varietas Padi Unggul Di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Flowchart penelitian

Pengisian polibag dengan tanah disesuaikan dengan polibag dengan ketinggian 5 cm dan 10 cm

Dilakukan pengamatan untuk setiap parameter

Kesimpulan

(2)

Lampiran 2. Perhitungan Nilai Evapotranspirasi Tanaman (Etc) ETc = Rerata/ minggu x 0,5 (mm/hari)

(3)

Lampiran 3. Perhitungan Nilai Evaporasi Potensial (Eto) ETo = Eo x KP ( mm/ hari )

Kp (Koefisien Panci) = ( 0,7 )

Umur Pertumbuhan Fase Minggu Eo ETo

0 – 55 Vegetatif 1 2.00 1.40

2 1.71 1,19

3 2,00 1,40

4 2,28 1,59

5 1,85 1,29

6 2,00 1,40

7 2,00 1,40

8 2,14 1,49

56 - 90 Reproduktif 9 2,42 1,69

10 2,00 1,40

11 2,14 1,49

12 2,42 1,69

13 2,57 1,79

91 - 118 Pemasakan 14 2,14 1,49

15 2,71 1,89

16 2,28 1,59

(4)

Lampiran 4. Data Suhu Harian

Minggu Tanggal Suhu Rata-rata

(5)
(6)
(7)

Lampiran 5. Perhitungan Nilai Koefisien Tanaman Padi (Kc)

Umur Pertumbuhan

Fase MINGGU Situ

Bagendit

Ciherang Makongga

0 - 55 Vegetatif 1 1,20 1,20 1,17

2 1,40 1,42 1,39

3 1,21 1,15 1,09

4 1,07 1,08 1,07

5 1,27 1,31 1,32

6 1,27 1,24 1,25

7 1,16 1,12 1,14

8 1,16 1,15 1,16

56 - 90 Reproduktif 9 1,03 1,15 1,05

10 1,20 1,24 1,19

11 1,20 1,26 1,12

12 1,10 1,13 1,08

13 0,90 0,93 0,91

91 - 118 Pemasakan 14 1,10 1,14 0,97

15 0,88 0,93 0,92

16 1,11 1,10 1,11

(8)

Lampiran 6. Perhitungan Besar Nilai Perkolasi

Ulangan S C M

1 3,72 3,31 4,15

2 3,96 4,35 3,74

3 4,37 3,73 4,57

4 4,14 4,35 3,73

5 4,59 3,51 4,15

6 3,76 4,17 4,39

7 4,61 3,74 4,38

8 4,37 4,18 3,97

9 3,73 3,54 4,17

10 4,15 3,33 4,17

(9)

Lampiran 7. Perhitungan Berat Kering Tanaman Padi

Ulangan

S C M

BB BK BB BK BB BK

1 255 208 257 192 199 149

2 217 152 252 206 187 137

3 198 142 269 222 192 142

4 245 201 269 213 217 172

5 226 180 282 237 220 174

6 232 182 260 215 197 141

7 265 215 265 215 209 152

8 199 158 279 220 205 157

9 209 159 272 219 205 155

10 285 225 275 227 230 174

(10)

Lampiran 8. Perhitungan Berat Bulir Padi

Ulangan S C M

1 101,05 115,86 93,16

2 107,75 114,38 86,70

3 94,30 126,63 88,04

4 110,15 125,71 97,88

5 100,15 135,22 97,28

6 105,47 121,80 92,21

7 106,40 123,13 96,36

8 98,49 131,39 95,45

9 101,95 127,26 94,32

10 102,46 130,26 103,39

(11)

Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam Berat Tanaman Kering Padi

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 18882,200 9441,100 23,962 ** 3,354131 5,488118

Galat 27 10638,100 394,004

Total 29 29520,300

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

(12)

Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Produksi Bulir Padi

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 5034,933 2517,466 84,589 ** 3,354131 5,488118

Galat 27 803,555 29,761

Total 29 5838,488

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, F.R., John, A.Cherry, 1998. Groundwater, Englewood Cliffs, New Jersey. Andoko, A., 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Cetakan Pertama. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Badan Litbang Pertanian, 2014. Varietas Padi. [diakses pada 22 Desember 2014].

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2011. Inovasi Teknologi Padi Penas KTNA XIII-2011. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kutai Kartanegara.

Ditjen Pertanian Tanaman Pangan, 1980. Bercocok Tanam Padi. Gerakan Penyuluhan Pertanian, Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan, Jakarta. Dumairy, 1992.Ekonomika Sumber Daya Air. UGM Press, Yogyakarta. Guslim, 1997. Klimatologi Pertanian. Universitas Sumatra Utara, Medan.

Hakim N.,N Yusuf, A.M Lubis, G.N. Sutopo, M.Amin, Go B.H dan H.H. Bailley,1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Hansen,V.E., O.W. Israelsen dan G.E.Stringham, 1992. Dasar dasar dan Praktek

Irigasi. Penejemah: Endang. Erlangga, Jakarta.

Hasyim. A., W. Setiawati., A. Hudayya dan R. Sutarya, 2010. Teknik Produksi Tanaman Ramah Lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

Islami,T., dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Kumar, R., V. Shankar, M. Kumar, 2011. Development of crop coefficient for precise estimation of evapotranspiration for mustard in mid hill zone-India. Universal journal of environmental research and technology, vol. 1 issue 4:531-538.

Limantara, L. M., 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung.

(18)

Nasution.Y, 2014.Penentuan Nilai Evapotranspirasi Dan Koefisien Tanaman Padi Varietas IR64(Oryzasatival.) Di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pasaribu, I. S., Sumono, S. B. Daulay, dan E. Susanto, 2013. Analisis Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Semangka (Citrullus Vulgaris S.) pada Tanah Ultisol. J. Rekayasa Pangan dan Pert., Vol 2 No.1 Th. 2013.

Purwasasmita, M., dan A. Sutaryat, 2012.Padi Sri Organik Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rukmana, R., 1994. Sawi dan Petsai. Kanisius, Yogyakarta.

Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Simangunsong, F. T., Sumono, Rohanah, A. Dan E. Susanto, 2013. Analisis Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Sawi (BrassicaJuncea) pada Tanah Inseptisol. J. Rekayasa pangan dan pert., Vol. 2 No. 1 Th. 2013.

Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Jakarta. Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. Jilid kesatu. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sofiuddin. H. A., L. M. Martief., B. I. Setiawan dan C. Arif, 2012. Evaluasi Koefisien Tanaman Padi Berdasarkan Konsumsi Air Pada Lahan Sawah.Institut Pertanian Bogor.

Sosrodarsono, S dan K. Tekada, 1976. Hidrologi untuk Pengairan. PradnyaParamita, Jakarta.

Sosrodarsono, S dan K. Tekada, 2006. Hidrologi untuk Pengairan Cetakan ke-X. PradnyaParamita, Jakarta.

Sumadiyono, A., 2011. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah. [Jurnal] Sutedjo, M.M., dan A.G., Kartasepoetra, 1998. Budidaya Tanaman Padi di Lahan

Rawa Pasang Surut. Bina Aksara, Jakarta.

(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, pada bulan April – September 2015.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman padi varietas Ciherang, Makongga dan Situ Bagendit, air, tanah jenis andosol dan selotip.

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah polibag yang berdiameter 20 cm, sekop, pengayak tanah, meteran, thermometer, pancang kayu yang berukuran 45 cm, pisau, ember dan gembor, stopwatch, alat tulis dan kalkulator.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan metode percobaan (eksperimen) menggunakan Rancang Acak Lengkap dengan 3 perlakuan varietas dan 10 ulangan. Dengan persamaan :

ŷij = µ+αi+ ij... (14)

Dimana:

Yij= hasil pengamatan dari faktor varietas pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah sebenarnya

(20)

ij = pengaruh galat pada perlakuan varietas padi taraf ke-i dan taraf

ulangan ke-j

Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji berat kering tanaman dan berat bulir padi, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) terhadap hasil dari uji ANOVA.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah:

1. Disiapkan bahan dan alat penelitian

2. Diseleksi benih dengan cara perendaman benih dalam larutan air selama 24 sampai 48 jam

3. Diambil benih yang tenggelam, lalu dicuci dan disiapkan untuk disemaikan, sedangkan benih yang mengapung dapat dibuang

4. Dipisahkan benih dan dikering anginkan selama 24 jam

5. Dipindahkan benih yang disemaikan keatas nampan pada usia 5-7 hari dalam keadaan berbentuk kecanbah lengkap dengan keping bijinya biasanya berukuran 7 cm

6. Diisi polibag dengan tanah sawah jenis andosol. Kondisi tanah diusahakan disesuaikan dengan kondisi lapangan

7. Ditanam benih padi ke polibag sebelum hari ke 12 (pada umur 7-10 hari) 8. Ditanam benih padi secara tunggal (1 biji/polibag) agar memperoleh

(21)

11. Dilakukan pemeliharaan tanaman dan memeriksa apakah ada tanaman yang mati (segera diganti dengan tanaman yang baru)

12. Dilakukan pengenangan tanpa perkolasi: a. Digenangi tanah dengan ketinggian 5 cm

b. Diukur evapotranspirasi dengan menggunakan skala setiap minggu berdasarkan berkurangnya air yang tergenang dalam polibag

c. Untuk polibag yang diameternya berukuran 20 cm, nilainya perlu dikoreksi dengan mengalikan koefisien 0,5

13. Dilakukan penggenangan dengan perkolasi:

a. Sama dengan butir No. 12a dan 12b, tetapi didasar polibag diberi lubang untuk perkolasi. Air perkolasi ditampung dibawah polibag dan diukur banyaknya air perkolasi

b. Diukur nilai evapotranspirasi yang merupakan selisih antara berkurangnya air dipolibag dikurangi dengan air perkolasi

14. Diukur evaporasi dengan evapopan kelas A, nilai evaporasi potensial dihitung dengan persamaan (2)

15. Dihitung nilai koefisien tanaman padi setiap periode pertumbuhan (Persamaan 4)

16. Dikeringkan bahan tanaman padi per polibag dari 3 perlakuan yang diamati dengan suhu 600C selama 48 jam, kemudian ditimbang

17. Ditimbang berat bulir padi pada setiap polibag, dari 3 perlakuan yang diamati untuk bahan kering tanaman dan berat bulir padi dilakukan Anova dengan uji F pada tingkat signifikasi α = 5% dengan hipotesis :

(22)

varietas tanaman

Ha : Ada perbedaan berat kering yang signifikan diantara 3 varietas tanaman

2. Ho : Tidak ada perbedaan berat bulir yang signifikan diantara 3 varietas tanaman

Ha : Ada perbedaan berat bulir tanaman yang signifikan diantara 3 varietas tanaman

Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) terhadap hasil dari uji ANOVA

Parameter penelitian

1. Evapotranspirasi Tanaman 2. Evaporasi Potensial 3. Koefisien Tanaman 4. Perkolasi

(23)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evapotranspirasi Tanaman (Etc)

Dari hasil pengukuran, nilai evapotranspirasi tanaman (Etc) pada setiap fase pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2 dan perhitungannya pada Lampiran 2.

Tabel 2. Nilai Evapotranspirasi Tanaman (Etc) Umur

(24)
(25)

pada fase pemasakan yaitu pada tahap gabah matang penuh dimana setiap gabah matang, keras dan berwarna kuning ditandai dengan daun bagian atas mulai mengering dengan cepat sehingga kebutuhan air pada tahap ini semakin berkurang.

Evaporasi Potensial (ETo)

Dari hasil pengukuran, nilai Evaporasi Potensial (Eto) pada setiap fase pertumbuhan daapat dilihat pada Tabel 3 dan perhitungannya pada Lampiran 3. Tabel 3. Nilai Evaporasi Potensial (Eto)

Umur pertumbuhan Fase Evaporasi dari panci

(mm/hari)

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata penurunan evaporasi potensial yang terbesar terdapat pada umur pertumbuhan 91 – 118 hari yaitu 1,64 mm/hari. Dalam hal ini, nilai evaporasi potensial pada setiap fase pertumbuhan semakin tinggi hal ini sesuai dengan suhu rata-rata lingkungannya, dimana rata – rata suhu pada masa pertumbuhan 0 – 55 hari sebesar 28,87 oC pada masa pertumbuhan 56 – 90 hari sebesar 29,97 oC dan pada masa pertumbuhan 91- 118 hari sebesar 31,83 oC (Lampiran 4).

Koefisien Tanaman (Kc)

Dari hasil pengukuran nilai koefisien tanaman padi setiap fase pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 4 dan perhitungannya pada Lampiran 5. Tabel 4. Nilai Koefisien Tanaman Padi (Kc)

Umur pertumbuhan Fase Makongga Situ Bagendit Ciherang

0 - 55 hari Vegetatif 1,21 1,20 1,20

56 - 90 hari Reproduktif 1,08 1,14 1,07

(26)

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa koefisien tanaman padi yang lebih besar, baik pada varietas Makongga, Situ Bagendit maupun Ciherang yaitu pada umur pertumbuhan 0 – 55 hari yaitu sebesar 1,21 ; 1,20 dan 1,20 secara berturut-turut. Dan pada umur pertumbuhan 91 – 118 hari dapat dilihat bahwa nilai koefisien tanaman padi varietas Makongga sebesar 1,05, varietas Situ Bagendit sebesar 1,05 dan pada varietas Ciherang sebesar 1,03. Hal ini sesuai dengan literatur Sosrodarsono dan Takeda (1976) menyajikan data beberapa nilai Kc pada tanaman padi sawah yang besaran nilainya bervariasi bergantung pada lokasi, musim, varietas, pengelolaan tanaman, cuaca, dll. Namun umumnya mempunyai kecenderungan yang sama dalam hal besarnya nilai koefisien tanaman sesuai dengan proses pertumbuhannya, dimana pada awal pertumbuhannya (0-30 hari) nilai Kc lebih kecil, kemudian meningkat pada pertengahan pertumbuhan dan kembali menurun di akhir masa pertumbuhannya (umur > 120 hari). Hal yang sama disampaikan Dept. PU (1987 dalam Suwarno, 2000) dari hasil penelitian Nedeco, baik untuk padi lokal maupun padi unggul.

Perkolasi

Dari hasil pengukuran perkolasi pada genangan 5 cm dapat dilihat pada Tabel 5 dan perhitungannya tertera pada Lampiran 6.

Tabel 5. Besar Nilai Perkolasi

Varietas Perkolasi (cm/hari)

Makongga 4,14

Situ Bagendit 4,14

Ciherang 3,82

(27)

4,14 cm/ hari. Dan perkolasi terendah terjadi pada varietas Ciherang yaitu sebesar 3,82 cm/ hari.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa perbedaan tinggi perkolasi pada masing-masing varietas yang ditanam tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan tanah yang digunakan dalam penelitian adalah sama, yaitu tanah andosol dan menggunakan penggenangan yang sama yaitu 5 cm. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi perkolasi salah satunya adalah sifat-sifat tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Sumadiyono (2011) yang menyatakan bahwa perkolasi dipengaruhi oleh tekstur tanah, permeabilitas, tebal top soil dan letak pengukuran air tanah (semakin tinggi letak muka air tanah semakin rendah perkolasinya) (Tabel 1).

Berat Kering Tanaman Padi

Berat basah dan berat kering tanaman padi menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang berat keseluruhan tanaman padi yang dipanen (daun dan batang) serta berat kering tanaman padi setelah dikeringovenkan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan perhitungannya tertera pada Lampiran 7.

Tabel 6. Rata-rata Berat Kering Tanaman Padi

Varietas Berat kering (g)

Makongga 155,3

Situ Bagendit 182,2

Ciherang 216,6

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa berat kering tertinggi adalah varietas Ciherang kemudian varietas Situ Bagendit dan Makongga.

(28)

berat kering tanaman padi, sehingga pengujian lanjutan diperlukan yaitu dengan menggunakan analisis duncan multiple range test (DMRT), untuk mengetahui perbedaan antara varietas.

Tabel 7. Uji DMRT terhadap berat tanaman kering padi (g)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan

(g)

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan nyata pada taraf 1 %.

Dari uji DMRT diperoleh hasil bahwa berat kering tanaman padi varietas Ciherang menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata dibanding dengan varietas Situ Bagendit dan Makongga, sedangkan berat kering varietas Situ Bagendit dengan varietas Makongga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini disebabkan bahwa padi varietas Ciherang memiliki morfologi tanaman lebih tinggi dari varietas Situbagendit dan Makongga. Selain itu anakan produktif yang dihasilkan oleh varietas Ciherang juga lebih banyak dari varietas Situbagendit dan Makongga. Hal ini sesuai dengan literatur Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2011) yang menyatakan bahwa varietas padi Ciherang mempunyai tinggi tanaman sekitar 107 – 115 cm, tinggi tanaman padi Makongga berkisar 91 – 106 cm dan tinggi tanaman padi Situ Bagendit sekitar 99 – 105 cm. Sehingga pada varietas Ciherang didapat nilai berat kering tanaman padi yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Makongga dan Situ Bagendit.

Berat Bulir Padi

(29)

dirontokkan dari tanaman kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8 dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 8. Rata-rata Berat Bulir Padi

Varietas Berat Bulir Padi (g)

Makongga 94,48

Situ Bagendit 102,81

Ciherang 125,16

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 10 diperoleh bahwa perbedaan varietas padi yang digunakan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah produksi bulir padi, sehingga pengujian lanjutan diperlukan yaitu dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antara varietas.

Tabel 9. Uji DMRT terhadap produksi bulir padi

Jarak DMRT Perlakuan Rataan

(g)

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada taraf 5 % dan 1%.

Dari uji DMRT diperoleh hasil bahwa berat bulir padi varietas Ciherang menunjukkan perbedaan yang sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Situ Bagendit dan varietas Makongga, sedangkan berat bulir padi varietas Situ Bagendit menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dibandingkan dengan varietas Makongga. Pada varietas Ciherang didapat nilai produksi bulir padi yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Makongga dan Situ Bagendit. Hal ini sesuai dengan data produksi dari masing-masing varietas tersebut, bahwa rata-rata

(30)
(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai evapotranspirasi Tanaman padi varietas Situ Bagendit, varietas Ciherang dan varietas Mankongga pada fase vegetatif berturut-turut sebesar 1,68 mm/ hari, 1,68 mm/ hari dan 1,69 mm/ hari. Pada fase reproduktif 1,83 mm/ hari, 1,72 mm/ hari dan 1,76 mm/ hari. Sedangkan pada fase pemasakan 1,71 mm/ hari, 1,69 mm/ hari dan 1,70 mm/ hari. 2. Nilai Koefisien Tanaman padi varietas Situ Bagendit, varietas Ciherang

dan varietas Mankongga pada fase vegetatif berturut-turut sebesar 1,20

mm/ hari, 1,20 mm/ hari 1,21 mm/ hari. Pada fase reproduktif 1,14 mm/hari, 1,07 mm/ hari dan 1,08 mm/ hari sedangkan pada fase

pemasakan 1,05 mm/ hari, 1,03 mm/ hari dan sebesar 1,05 mm/ hari. 3. Berat kering tanaman padi untuk varietas Situ Bagendit 182,2 g, varietas

Ciherang 216,6 g dan varietas Makongga sebesar 155,3 g.

4. Berat bulir tanaman untuk varietas Situ Bagendit 102,81 g, varietas Ciherang 125,16 g dan varietas Makongga 94,48 g.

(32)

Saran

1. Perlu penelitian lanjutan dilakukan di 2 tempat (di rumah kaca dan di lahan sawah).

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Berdasarkan literatur Siregar (1981), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam:

Divisio Spermatophyta Sub divisio Angiospermae Kelas Monocotyledoneae Ordo Poales

Famili Graminae Genus Oryza Linn Species Oryza sativa L.

Batang padi lebih kurang tegak, silindris, licin dan berongga kecuali pada buku-bukunya. Tebalnya bervariasi antara 6-12 mm. Bukunya nampak jelas karena menebal dan adanya sekat melintang. Daun-daun tumbuh tepat dibawah sekat dan tunas-tunas dalam ketiak daun-daun basal dapat tumbuh menjado batang-batang baru yang kemudian muncul dari ujung upih daun untuk membentuk rumpun batang (Wirjahardja, 1987).

(34)

daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daun bendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir pada (Siregar, 1981).

Varietas Padi

Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas alami. Agar berproduksi optimal, jenis padi tidak menuntut penggunaan pupuk kimia. Memang dampak pertanian modern yang hanya menggunakan varietas unggul yang merupakan merosotnya keanekaragaman hayati varietas alami. Dalam berbagai survei diperoleh bahwa masih ada beberapa tempat di Indonesia yang sawah petaninya ditanami padi varietas alami. Oleh karena itu, petani tidak terlalu sulit untuk mendapatkan benihnya (Andoko, 2002).

(35)

homosigot (terisi oleh gen yang sama), maka dikatakan galur tersebut telah murni (galur murni) dan akan melakukan penyerbukan sendiri menghasilkan keturunan yang seragam dan sama persis dengan pertanaman generasi sebelumnya. Galur-galur murni terbaik sesuai dengan tujuan pemuliaan dilepas sebagai varietas unggul. Varietas padi demikian adalah merupakan varietas padi inbrida (galur murni). Contohnya adalah PB5, PB8, IR64, Cisadane, Ciherang, Widas, Wayapoburu, Cimelati, Gilirang, Ciherang, Situ Bagendit, Makongga danlain-lain.

Padi Ciherang

Varietas padi Cere ini memiliki morfologi tanaman tegak, mempunyai tinggi tanaman sekitar 107 – 115 cm dengan jumlah anakan produktif mencapai 14 – 17 batang per rumpun. Umur tanaman mencapai 116 – 125 hari. Baik ditanam pada lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian ± 500 m dpl. Ciherang termasuk jenis padi dengan tingkat kerebahan dan kerontokannya sedang. Bentuk gabah panjang ramping dan berwarna kuning bersih. Bobot 1000 butirnya mencapai 27 – 28 gram. Rata – rata hasil mencapai 6,0 ton/ha dengan potensi hasil mencapai 8,5 ton/ ha (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2011). Makongga

(36)

kadar amilosanya mencapai 23 persen. Bobot 1000 butir gabah Makongga yaitu 28 gram. Rata-rata hasil mencapai 5,08 ton/ha sehingga kurang lebih potensi hasil varietas ini mencapai 8,4 ton per hektar dengan budidaya yang tepat tentunya (Badan Litbang Pertanian, 2014).

Situ Bagendit

Varietas padi Gogo ini memiliki morfologi tanaman tegak, tinggi tanaman sekitar 99 – 105 cm dengan jumlah anakan produktif mencapai 12 – 13 batang per rumpun. Umur tanaman mencapai 110 – 120 hari. Situ Bagendit dikenal sebagai padi amfibi karena memperlihatkan hasil yang baik saat ditanam di lahan kering maupun lahan sawah. Situ Bagendit termasuk jenis padi tingkat rebah dan kerontokannya sedang. Bentuk gabah panjang ramping dan warnanya kuning bersih. Bobot 1000 butirnya adalah 27,5 gram. Rata – rata hasil mencapai 4,0 t/ha pada lahan kering dan 5,5 ton/ ha pada lahan sawah, serta potensi hasil mencapai 6,0 ton/ ha (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2011).

Syarat Tumbuh

Menurut Ditjen Pertanian Tanaman Padi (1980) menyatakan bahwa fase pertumbuhan padi terdiri dari fase vegetatif dengan umur pertumbuhan dari 0 – 55 hari, fase reproduktif dengan umur pertumbuhan padi dari 56 – 90 hari, dan fase pemasakan dari umur pertumbuhan padi dari 90 – 120 hari.

(37)

bunting dapat menyebabkan rusaknya serbuk sari (pollen) dan menunda pembukaan tepung sari (Siregar, 1981).

Berat kering tanaman didapat dengan cara memotong batang tanaman padi tepat di atas permukaan tanah dalam pot. Berangkasan tanaman yang sudah dipotong, bersama daun yang sudah layu dikumpulkan kecuali gabah, dimasukkan ke dalam kantong kertas yang telah disiapkan sebelumnya. Kantong kertas kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 600 C selama 48 jam dan selanjutnya berangkasan tanaman yang telah kering, ditimbang dengan alat timbang yang kepekaan 3 digit sehingga diperoleh berat kering tanaman (gram/ pot) (Purwasasmita dan Sutaryat, 2012).

Tanaman padi yang mengalami 2 kali pemindahan pada pozas veraneras, penunaiannya dilakukan dengan tangan, tanaman-tanaman dipotong pada bagian yang dekat permukaan tanah dan selanjutnya dikeringkan selama 1 sampai 3 hari (Sutedjo dan Kartasepoetra, 1988).

Tinggi genangan air

Pertumbuhan tanaman padi, agar berproduksi dengan baik maka perlu dilakukan penggenangan yang tidak secara sembarangan. Ketinggian air genangannya perlu disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman sebagai berikut:

a. Awal pertumbuhan

Setelah bibit padi ditanam, petakan sawah harus digenangi air setinggi 2-5 cm dari permukaan tanah. Penggenangan ini dilakukan selama 15 hari atau saat tanaman mulai membentuk anakan.

(38)

Ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3-5 cm hingga tanaman terlihat bunting.

c. Masa bunting

Air sangat dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, ketinggian genangan airnya harus cukup tinggi yaitu sekitar 10 cm.

d. Pembungaan

Ketinggian air dipertahankan antara 5-10 cm. kebutuhan air pada fase ini cukup banyak. Namun, bila mulai tampak keluar bunga maka sawah perlu dikeringkan selama 4-7 hari.

(Andoko, 2002).

Pemberian air, dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 2 cm, paling baik 0,5 cm. Pada periode tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai pecah-pecah. Pemberian air terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan pertumbuhan tunas tidak optimal.

Evaporasi

(39)

Evaporasi permukaan air bebas secara langsung diukur dengan mencatat pengurangan tinggi di muka air dalam panci. Metode ini sangat sederhana dan paling sering digunakan.

a. panci diatas tanah, kerugian panci ini adalah evaporasi dari panci dalam hubungannya dengan evaporasi air permukaan bebas disebabkan oleh radiasi extra yang jatuh pada sisi–sisi panci. Tipe panci ini, merupakan paling mudah bekerjanya dan memeliharanya, paling luas digunakan.

b. panci dalam tanah atau ditanam, pemanasan dinding panci karna radiasi langsung dapat dihindari, sumber-sumber kesalahan lain di sebabkan oleh panci yang ditanam. Pertukaran panas yang cukup besar antara panci dan tanah sekitarnya, kebocoran yang tak terduga, pengaruh penyaringan vegetasi di sekitar panci, kemasukan kotoran, dan kesulitan memasang serta memelihara. c. panci apung, tipe ini yang mengapung pada permukaan danau kehilangan

popularitasnya meskipun di anggap memberikan hasil korelatif terbaik dengan danau karena kesulitan pengamatannya biayanya tinggi dan percikan oleh pengaruh gelombang.

(Seyhan, 1990).

Menghitung Besarnya Evaporasi

Evaporasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka akan sulit menghitung evaporasi dengan suatu rumus. Akan tetapi, kesulitan itu telah mendorong orang-orang untuk mengemukakan banyak rumus, diantaranya:

Rumus empiris Penman:

(40)

E = evaporasi (mm/ hari)

ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/ Hg) ed = tekanan uap sebenarnya (mm/ Hg)

V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (mil/ hari) (Sosrodarsono dan Takeda, 2006).

Pengukuran evaporasi dengan panci evaporasi (Evapopan)

Evaporasi adalah proses menguapnya air dari permukaan daratan dan permukaan lautan menuju atmosfer bumi. Besar kecilnya evaporasi dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembaban tanah, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Suhu air, suhu udara, dan sinar matahari berbanding lurus dengan besarnya evaporasi. Sementara kelembaban tanah, kecepatan angin, dan tekanan udara berbanding terbalik dengan besarnya evaporasi. Perhitungan besarnya evaporasi dinyatakan dalam satuan mm/hari (Dumairy, 1992).

Besarnya evaporasi dapat diukur secara langsung dengan menggunakan alat-alat yang biasa digunakan adalah evapopan. Beberapa jenis panci evaporasi telah dikembangkan diantaranya adalah panci evaporasi (evapopan) klas A yang mempunyai diameter 122,1 cm dan tinggi 25,4 cm. Dengan evapopan besarnya evaporasi potensial dapat dihitung dengan persamaan:

………(2)

Dimana:

(41)

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006) koefisien panci alat ukur penguapan standar di USA (evapopan klas A), besarnya pada permukaan air yang luas adalah ± 0,70 kali hasil yang didapat dengan alat ini.

Di Jepang alat pengukur penguapan yang digunakan adalah sebuah panci silinder tembaga dengan diameter 20 cm dan dalamnya 10 cm yang bagian dalamnya dilapisi dengan timah. Untuk mengukur penguapan air dari panci biasanya digunakan meteran biasa. Jumlah penguapan permukaan air yang luas adalah ± 0,5 dari jumlah penguapan yang didapat dengan alat ini. Artinya bahwa untuk menentukan besarnya penguapan air di lapangan, hasil penguapan dari panci perlu dikoreksi sebesar 50% (0,5) (Soedarsono dan Takeda, 2006).

Transpirasi

Transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman menuju atmosfer bumi. Besar kecilnya transpirasi dipengaruhi oleh faktor-faktor kadar kelembaban tanah dan jenis tanamannya. Perhitungan besarnya transpirasi biasanya dinyatakan dalam satuan mm/hari. Evaporasi dan transpirasi merupakan faktor dasar yang penting untuk menentukan kebutuhan air (consumptive use) dalam suatu rencana irigasi (Dumairy, 1992).

Jumlah air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan untuk memproduksi sejumlah bahan kering akan berbeda untuk setiap jenis tanaman karena transpirasi adalah proses evaporasi air dari permukaan tumbuhan, maka faktor-faktor iklim yang mempengaruhi evaporasi secara umum berpengaruh terhadap transpirasi (Hakim, dkk., 1986).

(42)

berpengaruh terhadap evapotranspirasi. Transpirasi juga dipengaruhi oleh jenis dari tumbuh-tumbuhan, kedalaman perakaran, penyebaran dan kerapatan vegetasi penutup (Soewarno, 2000).

Evapotranspirasi (ET)

Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman (consumptive use). Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi potensial. Pengukuran evapotranspirasi potensial melalui tanaman dari tanah dilakukan dengan evapotranspirometer. Permukaan tangki tanah yang ditutup dengan tanaman disiran dengan air secukupnya dan volume air yang merembes keluar dari dasar tangki diukur dan selisih antara air yang dituangkan dan air yang keluar adalah evapotranspirasi potensial pada jangka waktu pengukuran. Dapat dimengerti bahwa jika air yang terdapat didalam tanah tidak cukup, maka banyaknya evapotranspirasi adalah lebih kecil dari evapotranspirasi potensial (Sosrodarsono dan Takeda, 2006)

Beberapa istilah yang berkaitan dengan evapotranspirasi adalah:

1. Evapotranspirasi (ET) adalah peristiwa evaporasi total yang ditambah dengan transpirasi.

2. Evaptranspirasi potensial (potential evapotranspiration, = ETp) adalah laju evapotranspirasi yang terjadi dengan anggapan persediaan air dan kelembaban tanah cukup sepanjang waktu.

(43)

permukaan dibumi dengan albedo = 0,23 dan tidak kekurangan air. Hubungan antara ETp dan ETo dari suatu kawasan dengan vegetasi bermacam jenis:

………(3)

Nilai Kv adalah koefisien dari seluruh jenis vegetasi (vegetation coefficient). 4. Evapotranspirasi tanaman (consumptive water requirement, crop water

requirement, consumptive use = Etc) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi oleh kekurangan air. Hubungan antara Etc dan ETo untuk jenis tanaman tertentu adalah:

……….(4)

Nilai Kc adalah koefisien tanaman (crop coefficient)

5. Evapotranspirasi aktual (actual evapotranspiration, = Eta) adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air/ kelembaban tanah yang tersedia. Nilai ETa = ETp apabila persediaan air tidak terbatas. Maka hubungannya adalah:

………...(5)

(Soewarno, 2000).

(44)

Evapotranspirasi tanaman dapat juga ditentukan berdasarkan nilai evaporasi yang diukur dengan alat seperti evapopan kemudian dikalikan dengan koefisien tanamannya (Sosrodarsono dan Takeda, 2006).

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evaporasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman (Allen, et al., 1998).

Koefisien tanaman bergantung dari tiap jenis tanaman, dan nilainya bervariasi menurut umur tanaman. Koefisien tanaman untuk padi dalam pelaksanaan salah satu kegiatan proyek irigasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Koefisien Tanaman Padi

Bulan ke Nedeco FAO

Sumber: Dep. PU (1987) dalam Soewarno (2000)

Salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut:

(45)

………... (7)

………... (8)

Dimana:

U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = Koefisian suhu

Kc = Koefisien tanaman

P = Persentase jam siang Lintang Utara (%) (Sosrodarsono dan Takeda, 2006)

Menurut Guslim (1997), suhu rata-rata bulanan diperoleh dari perhitungan suhu rata-rata harian selama satu bulan dengan rumus:

Dimana:

t = Suhu rata-rata harian (°C) t07.00 = Suhu pada pukul 07.00

t13.30 = Suhu pada pukul 13.30

t17.30 = Suhu pada pukul 17.30

Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi (ET)

Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara setelah itu, diuapkan dari tanaman disebut dengan evapotranspirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah sebagai berikut:

(46)

Jumlah panas yang mengakibatkan kenaikan suhu udara atau suhu tanah dinyatakan sebagai neraca jumlah panas dalam proses jumlah panas yang bertambah atau hilang akibat perbedaan suhu antara permukaan tanah dan lapisan tanah di permukaan tanah, jumlah panas yang bertambah dan hilang akibat penguapan dan presipitasi dipermukaan tanah, dan jumlah panas yang disalurkan di dalam tanah melalui permukaan tanah.

2. Suhu air

Variasi suhu harian dan tahunan dalam tanah, berkurang sesui dengan kedalaman tanah dan akhirnya menjadi nol pada suatu kedalaman tertentu. 3. Kelembaban

Kelembaban biasanya disebut dengan kelembaban relatif. Kelembaban reletif adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama.

4. Kecepatan angin

Kecepatan angin biasanya diukur dengan anemometer Robinson. Pengukuran angin diadakan di puncak menara stasiun cuaca yang tingginya 10 m. kecepatan angin rata rata adalah harga rata rata selama 10 menit sebelum pengukuran dan arah angin rata-rata adalah arah selama 1 menit sebelum pengukuran.

5. Tekanan udara

(47)

6. Sinar matahari

Lamanya penyinaran dapat diketahui, karena sinar matahari yang masuk kealat melalui sebuah lubang yang kecil, tercatat pada sebuah kertas yang peka dalam alat itu. Jumlah jam penyinaran yang dapat terjadi dalam sehari adalah tetap yang tergantung pada musim dan jarak lintang ke kutub. Perbandingan antara jumlah jam penyinaran yang terjadi dan jumlah jam penyinaran yang dapat terjadi di sebut laju radiasi matahari. Makin besar harga perbandingan maka makin baik keadaan cuaca.

Pada waktu pengukuran evaporasi maka kondisi/ keadaan harus diperhatikan karena dipengaruhi oleh perubahan lingkungan

(Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Ada 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu (1) faktor iklim migro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin. (2) faktor tanaman, mencakup jenis tanaman, derajat penutupannya, struktur tanaman, stadia perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata, mekanisme menutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah, mencakup kondisi tanah, aerasi tanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke akar tanaman (Linsley dkk., 1989).

Perkolasi

(48)

Sementara itu curah hujan yang tidak masuk ke dalam tanah, yang langsung bergerak mengalir di permukaan tanah, akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff) (Dumairy, 1992).

Selain itu perkolasi atau resapan air ke dalam tanah merupakan penjenuhan yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, permeabilitas, tebal top soil dan letak pengukuran air tanah (semakin tinggi letak muka air tanah semakin rendah perkolasinya) (Sumandyono, 2010).

Perkolasi merupakan proses masuknya air kedalam tanah setelah terjadinya infiltrasi (keluar daerah perakaran) yang dalam hal ini berpengaruh potensial tekanan. Semakin besar daya resap tanah, maka semakin kecil luas daerah peresapan yang diperlukan umtuk sejumlah air tertentu.

...(13)

Dimana:

P = Laju perkolasi (mm/hari) h1 = Tinggi awal air (mm)

h2 = Tinggi akhir air (mm)

t2-t1 = Selisih waktu penurunan tinggi air (hari)

Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity) (Soemarto, 1995).

(49)

Rumah kaca (Greenhouse) adalah bangunan di mana tanaman dibudidayakan. Rumah kaca terbuat dari kaca atau plastik. Rumah kaca dapat menjadi panas karena radiasi elektromagnetik yang datang dari matahari dan memanaskan tumbuhan, tanah, dan barang lainnya di dalam bangunan ini. Rumah kaca melindungi tanaman dari panas dan dingin yang berlebihan, melindungi tanaman dari badai debu dan menolong mencegah hama. Pengontrolan cahaya dapat mengubah tanah tak subur menjadi subur. Rumah kaca digunakan untuk membudidayakan tanaman yang memiliki nilai jual yang tinggi seperti tanaman hias dan buah-buahan. Pada rumah kaca, sinar matahari dapat masuk dengan leluasa karena dinding dan atap pada rumah kaca dirancang khusus dari bahan kaca yang transparan. Sehingga dapat dikatakan cahaya yang berasal dari matahari dapat dimanfaatkan secara optimal. Telah disebutkan sebelumnya bahwa cahaya matahari mutlak diperlukan oleh setiap jenis tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis. Dengan adanya cahaya matahari pada rumah kaca maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan pada rumah kaca dapat berlangsung dengan baik dan tanaman juga dapat menghasilkan produksi yang baik pula (Wulandani, 2010).

Kelebihan dan keuntungan menggunakan Rumah Kaca Kelebihan

Berdasarkan informasi dari Agricultural Western Australia 2000 mengungkapkan beberapa dari penggunaan greenhouse ini antara lain:

(50)

suhu, kelembaban, tekanan udara maupun pH sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan crop. Hal ini berkaitan dengan subsistem yang berkelanjutan dalam agribisnis yaitu pengolahan/agroindustri maupun pemasaran dimana dengan produksi yang kontinyu maka pasokan ke pasar maupun industri selanjutnya pun bisa terpenuhi juga.

2. Penggunaan air, pupuk maupu pestisida lebih efisien, baik dalam dosis penggunaan, waktu maupun tempat. Karena kita menggunakan polibag yang tentu sangat efektif dalam penggunaan pupuk, air dan pestisida. 3. Resiko tanaman terserang penyakit menjadi lebih kecil karena lingkungan

dalam green house sendiri secara langsung maupun tidak telah terlindung dari lingkungan luar

(Hasyim, dkk, 2010). Kekurangan

(51)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hampir separuh penduduk dunia, terutama di Asia menggantungkan hidupnya dari tanaman padi. Begitu pentingnya arti padi sehingga kegagalan panen dapat mengakibatkan gejolak sosial luas. Di Indonesia, pertanian beririgasi umumnya dilakukan dilahan sawah yang banyak memerlukan air. Oleh karena itu, dalam upaya memanfaatkan air secara berdayaguna dan berhasilguna perlu diketahui beberapa keperluan air bagi pertumbuhan tanaman padi seperti evaporasi, transpirasi, perkolasi, dan penggenangan (Supartha, dkk, 2012).

Tanaman padi sebenarnya mempunyai potensi besar untuk memberikan produksi dalam jumlah dan kualitas yang tinggi. Namun, hal ini baru dapat dicapai bila kondisi pendukung pertumbuhannya bisa terpenuhi secara optimal melalui proses pengelolaan yang memadai antara unsur biomassa, tanah, tanaman, air, dan agroekosistemnya (Purwasasmita dan Sutaryat, 2012).

(52)

Evaporasi adalah merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dipermukaan tanah dan permukaan air ke udara. Sedangkan transpirasi adalah merupakan peristiwa penguapan dari tanaman. Kedua peristiwa ini disebut“evapotranspirasi” yaitu air dalam tanah dapat naik ke udara melalui tumbuh-tumbuhan. Banyaknya yang naik ke udara berbeda-beda, tergantung dari kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan. Umumnya, banyaknya transpirasi yang diperlukan untuk menghasilkan 1 gram bahan kering disebut laju transpirasi dan dinyatakan dalam gram. Biasanya pada daerah yang lembab, banyaknya adalah kira 200 sampai 600 gram dan untuk daerah kering kira-kira dua kali sebanyak itu (Sosrodarsono dan Takeda, 2006).

(53)

koefisien tanaman Padi Ciherang, Makongga dan Situ Bagendit untuk setiap tahap pertumbuhannya.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nasution (2014), penentuan nilai evapotranspirasi dan koefisien tanaman hanya dilakukan pada satu jenis padi unggul. Sehingga masih perlu dilakukan perbandingan antara jenis varietas padi unggul yang ada di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sofiuddin, dkk (2012) penentuan nilai koefisien tanaman pada satu jenis padi dengan sistem pengelolaan tanaman yang berbeda dan menghasilkan nilai koefisien tanaman yang hampir sama untuk jenis padi tersebut. Nilai koefisien tanaman akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi air tanaman padi dan akan mempengaruhi produktivitas tanaman padi tersebut.

Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran nilai evapotranspirasi penggenangan dengan perkolasi dan tanpa perkolasi. Penentuan nilai koefisien tanaman dilakukan pada setiap periode pertumbuhan tanaman padi. Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancang Acak Lengkap dengan 3 perlakuan varietas dan 10 ulangan. Analysis Of Variance (ANOVA) digunakan untuk menguji berat kering tanaman dan berat bulir padi.

Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan evapotranspirasi dan koefisien tanaman Padi Ciherang, Makongga dan Situ Bagendit.

2. Mengetahui produksi atau berat bulir tanaman Padi Ciherang, Makongga dan Situ Bagendit.

(54)

1. Bagi penulis, sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2. Bagi mahasiswa, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang

berhubungan dengan evapotranspirasi aktual tanaman padi dengan varietas Ciherang, Makongga dan Situ Bagendit

(55)

ABSTRAK

INDI SAJIWO: Penentuan Nilai Evapotraspirasi Dan Koefisien Tanaman Beberapa Varietas Padi Unggul Di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dibimbing oleh SUMONO dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Kebutuhan air areal tanaman padi meliputi penjenuhan, perkolasi, penggenangan dan evapotranspirasi. Besarnya nilai evapotranspirasi dapat ditentukan berdasarkan nilai evaporasi potensial dan nilai koefisien tanaman padi untuk setiap periode pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Evapotranspirasi dan Nilai Koefisien Tanaman Padi Situ Bagendit, Ciherang dan Makongga Di Rumah Kaca.

Hasil penelitian menunjukkan besar nilai Evapotranspirasi tanaman padi pada varietas Situ Bagendit, Ciherang dan Makongga yaitu pada fase vegetatif 1,68 mm/hari, 1,68 mm/hari dan 1,69 mm/hari, fase reproduktif 1,83 mm/hari, 1,72 mm/hari dan 1,76 mm/hari, fase pemasakan 1,71 mm/hari, 1,69 mm/hari dan 1,70 mm/hari. Nilai koefisien tanaman padi pada varietas Situ Bagendit, Ciherang dan Makongga yaitu pada fase vegetatif 1,20 mm/hari, 1,20 mm/hari dan 1,21 mm/hari, fase reproduktif 1,14 mm/hari, 1,07 mm/hari dan 1,08 mm/hari, fase pemasakan 1,05 mm/hari, 1,03 mm/hari dan 1,05 mm/hari. Varietas Ciherang memiliki nilai produksi bulir padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Situ Bagendit dan Makongga. Produktivitas bulir padi untuk varietas Situ Bagnedit 102,81 g, varietas Ciherang 125,16 g dan varietas Makongga 94,48 g. Kata kunci: Evapotranspirasi, Koefisien Tanaman, Tanaman Padi, rumah kaca.

ABSTRACT

INDI SAJIWO: Determination of Value of Evapotraspiration And plant coefficient some rice of variety In the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra Green house. Supervised by SUMONO and LUKMAN ADLIN HARAHAP.

The water requirement of rice crop is compose of saturation, percolation, flooding and evapotranspiration. The amount of evapotranspiration can be determined based on the value of potential evaporation and the rice crop coefficient values for each period of growth. This study was aimed to assess the value Evapotranspiration and coefficient of Situ Bagendit, Ciherang and Mankongga Variety In Green house.

(56)

PENENTUAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI DAN KOEFISIEN TANAMAN

BEBERAPA VARIETAS PADI UNGGUL DI RUMAH KACA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DRAFT

INDI SAJIWO 110308056

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(57)

PENENTUAN NILAI EVAPOTRANSPIRASI DAN KOEFISIEN TANAMAN

BEBERAPA VARIETAS PADI UNGGUL DI RUMAH KACA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DRAFT

Oleh:

INDI SAJIWO

110308056/KETEKNIKAN PERTANIAN

Draftsebagai salah satu syarat untuk dapat menyusun skripsi di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S) (

Ketua Anggota

Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si)

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(58)

ABSTRAK

INDI SAJIWO: Penentuan Nilai Evapotraspirasi Dan Koefisien Tanaman Beberapa Varietas Padi Unggul Di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dibimbing oleh SUMONO dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Kebutuhan air areal tanaman padi meliputi penjenuhan, perkolasi, penggenangan dan evapotranspirasi. Besarnya nilai evapotranspirasi dapat ditentukan berdasarkan nilai evaporasi potensial dan nilai koefisien tanaman padi untuk setiap periode pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Evapotranspirasi dan Nilai Koefisien Tanaman Padi Situ Bagendit, Ciherang dan Makongga Di Rumah Kaca.

Hasil penelitian menunjukkan besar nilai Evapotranspirasi tanaman padi pada varietas Situ Bagendit, Ciherang dan Makongga yaitu pada fase vegetatif 1,68 mm/hari, 1,68 mm/hari dan 1,69 mm/hari, fase reproduktif 1,83 mm/hari, 1,72 mm/hari dan 1,76 mm/hari, fase pemasakan 1,71 mm/hari, 1,69 mm/hari dan 1,70 mm/hari. Nilai koefisien tanaman padi pada varietas Situ Bagendit, Ciherang dan Makongga yaitu pada fase vegetatif 1,20 mm/hari, 1,20 mm/hari dan 1,21 mm/hari, fase reproduktif 1,14 mm/hari, 1,07 mm/hari dan 1,08 mm/hari, fase pemasakan 1,05 mm/hari, 1,03 mm/hari dan 1,05 mm/hari. Varietas Ciherang memiliki nilai produksi bulir padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Situ Bagendit dan Makongga. Produktivitas bulir padi untuk varietas Situ Bagnedit 102,81 g, varietas Ciherang 125,16 g dan varietas Makongga 94,48 g. Kata kunci: Evapotranspirasi, Koefisien Tanaman, Tanaman Padi, rumah kaca.

ABSTRACT

INDI SAJIWO: Determination of Value of Evapotraspiration And plant coefficient some rice of variety In the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra Green house. Supervised by SUMONO and LUKMAN ADLIN HARAHAP.

The water requirement of rice crop is compose of saturation, percolation, flooding and evapotranspiration. The amount of evapotranspiration can be determined based on the value of potential evaporation and the rice crop coefficient values for each period of growth. This study was aimed to assess the value Evapotranspiration and coefficient of Situ Bagendit, Ciherang and Mankongga Variety In Green house.

The results showed that the value of the evapotranspiration varieties of rice plants in Situ Bagendit, Ciherang and Makongga was the vegetative phase 1,68 mm/hari,1,68 mm/hari and 1,69 mm/hari, reproductive phase 1,83 mm/hari, 1,72 mm/hari and 1,76 mm/hari, the phase of ripening 1,71 mm/hari, 1,69 mm/hari and 1,70 mm/hari. The coefficient varieties of rice plants in Situ Bagendit, Ciherang and Makongga was the vegetative phase 1,20 mm/hari,1,20 mm/hari and 1,21 mm/hari, reproductive phase 1,14 mm/hari, 1,07 mm/hari and 1,08 mm/hari, the phase of ripening 1,05 mm/hari, 1,03 mm/hari and 1,05 mm/hari. Ciherang varieties have a value of grain production are higher compared with the variety Situ Bagendit and MakonggaThe Productivity of rice was Situ Bagendit 102,81 gram, Ciherang 124,16 gram and Makongga 94,48 gram.

(59)

RIWAYAT HIDUP

Indi Sajiwo dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Agustus 1994 dari Ayah Ir. H. Suhardiman dan Ibu Hj. Zulfedri, SE. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Babalan dan pada tahun 2011 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota IMATETA (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP Nusantara II Tanjung Garbus Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2014.

(60)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft yang berjudul “Penentuan Nilai Evapotranspirasi dan Koefisien Tanaman Beberapa Varietas Padi Unggul di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan draft ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga draft ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Januari 2016

(61)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK……... ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi ... 5

Varietas Padi ... 6

Padi Ciherang ... 7

Makongga ... 7

Situ Bagendit ... 8

Syarat Tumbuh ... 8

Tinggi Genangan Air ... 9

Evaporasi ... 10

Transpirasi ... 13

Evapotranspirasi (ET) ... 14

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Evapotranspirasi ... 17

Perkolasi ... 19

Rumah Kaca ... 20

Kelebihan dan keuntungan menggunakan Rumah Kaca... 21

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Alat dan Bahan Penelitian ... 23

Metode Penelitian ... 23

Prosedur Penelitian ... 24

Parameter ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Evapotranspirasi Tanaman (ETc) ... 27

Evaporasi Potensial (ETo) ... 28

(62)
(63)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. ... K oefisien tanaman padi ... 16 2. ... Ni

lai Evapotranspirasi Tanaman (Etc) ... 27 3. ... Ni

lai Evaporasi Potensial (Eto) ... 28 4. ... Ni

lai Koefisien Tanaman Padi (Kc) ... 28 5. ... Be

sar Nilai Perkolasi ... 29 6. ... Ra

ta-rata Berat Kering Tanaman Padi ... 30 7. ... D

MRT terhadap berat kering tanaman padi ... 31 8. ... Ra

ta-rata Berat Bulir Padi ... 32 9. ... Uj

(64)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. ... Fl owchart penelitian ... 37 2. ... Pe

rhitungan Nilai Evapotranspirasi Tanaman (Etc) ... 38 3. ... Pe

rhitungan Nilai Evaporasi Potensial (Eto) ... 39 4. ... Da

ta Suhu Harian ... 40 5. ... Pe

rhitungan Nilai Koefisien Tanaman Padi (Kc) ... 43 6. ... Pe

rhitungan Besar Nilai Perkolasi ... 44 7. ... Pe

rhitungan Berat Kering Tanaman Padi ... 45 8. ... Pe

rhitungan Berat Bulir Padi ... 46 9. ... A

nalisis Sidik Ragam Berat Kering Tanaman Padi ... 47 10. ... A

(65)

11. ... Fo to benih padi varietas Makongga, Ciherang dan Situ Bagendit ... 49 12. ... Fo

to fase vegetatif pertumbuhan padi ... 50 13. ... Fo

to fase pemasakan pertumbuhan padi ... 51 14. ... Fo

Gambar

Tabel 2. Nilai Evapotranspirasi Tanaman (Etc)
Tabel 3. Nilai Evaporasi Potensial (Eto)
Tabel 5. Besar Nilai Perkolasi
Tabel 6. Rata-rata Berat Kering Tanaman Padi

Referensi

Dokumen terkait

Namun dapat dijelaskan bahwa berat bulir padi untuk metode terputus lebih besar daripada berat bulir padi pada metode macak-macak dan pada metode penggenangan,

Salah satu varietas padi yang saat ini paling banyak ditanam petani adalah. varietas Ciherang, karena cocok ditanam dimusim hujan dan kemarau

Tuwoti merupakan varietas yang memiliki anakan terbanyak dan tidak berbeda nyata dibandingkan varietas Inpago 6, Situ Bagendit, dan Limboto, tetapi berbeda

Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah Berbasis Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Dataran Tinggi Tapanuli Utara Sumatera Utara telah dilaksanakan di

Tuwoti merupakan varietas yang memiliki anakan terbanyak dan tidak berbeda nyata dibandingkan varietas Inpago 6, Situ Bagendit, dan Limboto, tetapi berbeda

Hal ini menunjukkan bahwa varietas Situ Bagendit beradaptasi dengan baik pada lingkungan diantara tegakan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan sehingga dapat

Jumlah anakan produktif (butir) dan hasil gabah kering panen (GKP) yang diperoleh dari beberapa varietas unggul baru padi sawah terhadap penerapan teknologi PTT di

Sebagian besar dari 15 atribut yang digunakan, menunjukkan tingkat nilai lebih tinggi pada benih padi varietas Inpari 32 dibandingkan varietas Ciherang dan Mekongga