• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Duckweed (Lemna Minor) Terhadap Kualitas Dan Nilai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Duckweed (Lemna Minor) Terhadap Kualitas Dan Nilai"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI SORGUM SEBAGAI PEGGANTI JAGUNG DENGAN

PENAMBAHAN TEPUNG DUCKWEED (

Lemna minor)

TERHADAP KUALITAS DAN NILAI

MALONDIALDEHYDE(MDA)

TELUR PUYUH

ANANDYA DARA WAHYU POERINANTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Duckweed (Lemna Minor) Terhadap Kualitas Dan Nilai Malondialdehyde (MDA) Telur Puyuh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Anandya Dara Wahyu Poerinanti

(4)

ABSTRAK

ANANDYA DARA WAHYU POERINANTI. Potensi Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Duckweed (Lemna Minor) Terhadap Kualitas Dan Nilai Malondialdehyde (MDA) Telur Puyuh. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan WIDYA HERMANA.

Penggunaan sorgum dalam pakan puyuh petelur harus diimbangi dengan pemberian sumber pakan yang mengandung karoten salah satu tanaman yang berpotensi sebagai sumber karotenoid adalah Lemna minor (duckweed). Penelitian ini menggunakan 5 taraf perlakuan, P0 = ransum control jagung, P1 = ransum control sorgum, P2 = ransum sorgum + 1.5% tepung duckweed, P3 = ransum sorgum + 3% tepung duckweed, dan P4 = ransum sorgum + 4.5% tepung duckweed. Penelitian ini menggunakan uji deskriptif dengan objek observasi 32 ekor puyuh berumur 44 hari. Peubah yang diamati adalah skor warna kuning telur, kualitas telur seperti bobot telur, bobot kuning, bobot putih, tebal kerabang, serta pengukuran nilai MDA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorgum dapat dijadikan sebagai sumber energi untuk pakan puyuh petelur dan dapat meningkatkan kualitas kuning telur puyuh jika diimbangi dengan pemberian tepung duckweed. Penggunaan tepung duckweed dengan taraf 1.5% belum mampu menandingi skor kuning telur jika dibandingkan dengan ransum jagung, sedangkan taraf 3% dan 4.5% mampu menandingi dan melebihi. Penyerapan vitamin A yang berasal dari beta karoten tepung duckweed juga dapat terlihat dari nilai MDA, perlakuan dengan penambahan tepung duckweed dapat menekan nilai MDA jika dibandingkan dengan P0 dan P1.

Kata kunci: beta karoten, duckweed, kualitas telur, MDA, sorgum

ABSTRACT

ANANDYA DARA WAHYU POERINANTI. Effect Substitution Corn with Sorghum that Addition with Duckweed Meal (Lemna Minor) in the Diet on Egg Quality and Value of Malonaldehyde (MDA). Supervised by RITA MUTIA and WIDYA HERMANA. duckweed meal, and P4 = sorgum + 4.5% duckweed meal. This study used a descriptive test with the object of observation was 44 day old of laying quails. Variables measured were scores of yolk color , egg quality such as egg weight, yolk weight, albumin, eggshell thickness, and measuring the value of MDA . The results showed that sorgum could be used as a source of energy for laying quail and could improve the quality of quail egg yolk if the flour is offset by the provision of duckweed meal. The use of 1.5% duckweed meal has not been able to match scores when compared with egg yolk that fed by corn, while the level of 3 % and 4.5 % were able to match and exceed. Absorption of vitamin A from beta carotene duckweed meal could also be seen from the value of MDA, with the addition of duckweed meal treatment could suppress MDA value if it compared to P0 and P1.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

ANANDYA DARA WAHYU POERINANTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

POTENSI SORGUM SEBAGAI PEGGANTI JAGUNG DENGAN

PENAMBAHAN TEPUNG DUCKWEED (

Lemna minor)

TERHADAP KUALITAS DAN NILAI

MALONDIALDEHYDE(MDA)

(6)
(7)

Judul Skripsi : Potensi Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan

Tepung Duckweed (Lemna Minor) Terhadap Kualitas Dan Nilai Malondialdehyde (MDA) Telur Puyuh

Nama NIM

: Anandya Dara Wahyu Poerinanti : D24100097

Dr Ir Rita

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

(�

SEP 2011

Disetujui oleh

)

\\�.

--Dr Ir MSi

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga April 2014 ini ialah Potensi Sorgum Sebagai Pengganti Jagung dengan Penambahan Tepung Duckweed (Lemna Minor) terhadap Kualitas dan Nilai Malondialdehyde (MDA) Telur Puyuh.

Sorgum dipilih sebagai bahan utama substitusi jagung karena sorgum merupakan bahan tanaman lokal yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai pakan ternak. Sorgum memiliki kandungan nutrien yang tidak kalah dengan jagung. Bahan kombinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung duckweed (Lemna minor). Duckweed merupakan tanaman air yang dianggap limbah karena siklus perkembangbiakannya sangat cepat, sehingga mengotori ekosistem. Duckweed memiliki kandungan nutrien yang baik serta memiliki kandungan beta karoten sebagai penyeimbang beta karoten yang tidak dimiliki sorgum.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Materi 2

Ternak 2

Ransum 2

Alat 3

Metode 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 Prosedur Percobaan 3 Pembuatan dan Pemberian Tepung Duckweed 4 Pemeliharaan 5 Analisis Data 5

Perlakuan 5 Peubah yang Diamati 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Kualitas Telur 6

Performa Puyuh 9

Malondialdehyde (MDA) 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 15

(12)

DAFTAR TABEL

1. Susunan ransum penelitian 2

2. Kandungan nutrien ransum penelitian (as fed) 3

3. Hasil analisa proksimat tepung duckweed 4

4. Kualitas telur puyuh 7

5. Performa puyuh 9

DAFTAR GAMBAR

1. Kandang koloni puyuh 3

2. Lemna minor (duckweed) 4

3. Nilai MDA telur puyuh 11

(13)

PENDAHULUAN

Pemenuhan kebutuhan protein hewani dapat diperoleh dari daging dan telur. Puyuh merupakan jenis unggas yang dapat menghasilkan telur. Kualitas telur yang dihasilkan oleh puyuh bergantung pada pakan yang diberikan. Pakan merupakan salah satu hal terpenting yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Setiap ternak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dalam pemanfaatan pakan untuk kebutuhan hidup maupun berproduksi. Seperti halnya pada puyuh petelur, tingkat konsumsi ransum, protein dan energi sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas telur yang akan dihasilkan.

Sorgum merupakan salah satu jenis serealia yang dapat menjadi bahan utama pakan unggas. Kandungan nutrisi sorgum tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan jagung. Belum banyak peternak yang mau menggunakan sorgum sebagai pengganti jagung, padahal Indonesia merupakan negara kesembilan produsen utama sorgum di dunia (Beti et al. 1990). Energi yang terkandung dalam sorgum adalah 3288 kkal kg-1 (NRC 1994). Menurut Beti et al

(1990) kalsium pada sorgum jauh lebih tinggi yaitu 28 mg 100g-1 dibandingkan dengan jagung yang hanya 9 mg 100g-1. Sorgum memiliki kandungan protein yang tinggi jika dibandingkan dengan jagung yaitu sebesar 12.99% dan kandungan lemak yang rendah sebesar 2.34% (NRC 1994). Jika dilihat dari kandungan nutrisinya, sorgum dapat menggantikan jagung sebagai bahan pakan utama unggas petelur tetapi terdapat faktor pembatas yang menjadi pertimbangan yaitu sorgum hanya memiliki kandungan karoten 1 mg kg-1, nilai tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan jagung yang memiliki kandungan karoten 20 mg kg-1 (Leeson dan Summer 2001). Karoten sangat dibutuhkan oleh unggas petelur sebagai sumber vitamin A dan sebagai sumber pigmentasi kuning telur. Vitamin A yang dibutuhkan puyuh untuk pembentukan telur adalah 3300 IU kg-1 (Schellenberger dan Lee 1966).

Lemna minor atau yang lebih dikenal dengan nama duckweed atau mata lele atau kiyambang merupakan tanaman air yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai limbah karena siklus tumbuhnya yang sangat cepat. Dalam waktu 24 jam, tanaman ini dapat berkembang biak dua kali lipat dari jumlah awal. Duckweed sangat mudah untuk tumbuh pada media yang kaya nutrien, misalnya saja pada tempat pembuangan limbah ternak. Menurut Leng et al. (1995) susunan asam amino dalam protein duckweed menyerupai protein hewani sehingga duckweed dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk meningkatkan produktivitas.

(14)

2

memiliki kandungan karotenoid berupa beta karoten. Beta karoten juga berperan dalam pembentukan vitamin A yang berfungsi sebagai antioksidan yang akan menekan nilai dari hasil sampingan radikal bebas berupa Malondialdehyde (MDA).

Dari studi literatur tersebut dapat ditarik hipotesis awal bahwa sorgum dapat digunakan sebagai bahan pakan utama pengganti jagung yang dapat dikombinasikan dengan duckweed sebagai sumber karoten. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan sorgum sebagai bahan pakan utama puyuh dan mengetahui kandungan nutrien pada tanaman air Lemna minor, serta potensi penggunaannya terhadap kualitas telur yang dihasilkan.

METODE

Bahan

Ternak

Penelitian ini menggunakan ternak puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) umur 44 hari sebanyak 30 ekor dengan bobot badan rata-rata 166 g ekor-1.

Ransum

Pakan diberikan dalam bentuk mash. Bahan-bahan penyusun pakan yang digunakan adalah jagung/sorgum, dedak halus, bungkil kedelai, tepung ikan, CaCO3, garam, minyak, premix dan tepung duckweed. Susunan pakan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan pakan ada pada Tabel 2.

Tabel 1 Susunan ransum penelitian

Bahan Makanan P0 P1 P2 P3 P4

Jagung / Sorgum 40 40 40 40 40

Dedak halus 5 5 5 5 5

Bungkil kedelai 35.5 35.5 35.5 35.5 35.5

Tepung ikan 10 10 10 10 10

CaCO3 5 5 5 5 5

Garam 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2

Minyak 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5

Premix 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Total 100 100 100 100 100

Tepung duckweed 0 0 1.5 3 4.5

(15)

3

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum penelitian (as fed)*

Nutrien P0 P1 P2 P3 P4

Bahan kering (%) 87.88 88.18 89.30** 90.42** 91.54**

Abu (%) 13.91 14.08 14.08 14.08 14.08

Protein kasar (%) 22.71 23.42 23.69** 23.97** 24.24** Serat kasar (%) 5.07 4.75 4.96** 5.17** 5.4** Lemak kasar (%) 1.87 2.16 2.16** 2.17** 2.17**

Beta-N (%) 44.26 43.77 43.77 43.77 43.77

Ca (%) 4.20 4.43 4.43 4.43 4.43

P (%) 1.19 1.26 1.26 1.26 1.26

NaCl (%) 0.10 0.09 0.09 0.09 0.09

GE (kkal/kg) 3744 3606 3606 3606 3606

*Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2014). (**) Perhitungan berdasarkan penambahan hasil analisis nutrien tepung duckweed

Alat

Peralatan yang digunakan adalah kandang koloni sebanyak 5 petak dengan ukuran 30x40x160 cm. Tempat pakan yang terbuat dari papan tripleks, label, termometer,timbangan digital untuk menimbang pakan dan telur yang dihasilkan, plastik untuk menampung pakan per ulangan. Peralatan yang digunakan untuk mengukur kualitas fisik telur adalah alat pengukur tebal kerabang, Yolk Colour Fan, meja kaca, timbangan digital AND HL-100 kapasitas 100 gram x 0.01 gram, dan plastik. Kandang puyuh disajikan pada Gambar 1.

(16)

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai April 2014 di Laboratorium Lapang Blok C, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, analisis kualitas telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, analisis kandungan MDA kuning telur dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur

Pembuatan dan Pemberian Tepung Duckweed

Duckweed diproduksi dengan cara memanen setiap minggu selama satu bulan secara berkala. Duckweed yang sudah dipanen diangin-anginkan sampai kering. Duckweed yang sudah kering digiling dengan menggunakan blender sampai menjadi tepung duckweed. Pemberian tepung duckweed dicampur dalam pakan berbasis sorgum sesuai perlakuan. Hasil analisa tepung duckweed disajikan pada Tabel 3.

Gambar 2 Lemna minor (duckweed) Tabel 3 Hasil analisis proksimat tepung duckweed

BK (%) Abu (%) PK (%) SK (%) LK (%) BETN Beta karoten* (mg kg-1) 74.58 13.32 18.19 13.98 0.19 28.90 187

(17)

5

Pemeliharaan

Penelitian dilakukan selama 24 hari (10 hari pemberian pakan komersil, 4 hari pemberian ransum perlakuan untuk adaptasi serta 10 hari pemberian pakan perlakuan). Kegiatan selama pemeliharaan yaitu setiap hari dilakukan pembersihan kandang, tempat pakan, tempat air minum, serta lingkungan sekitar kandang pemeliharaan. Pakan diberikan sesuai kebutuhan puyuh yaitu 25 g ekor -1

hari-1, diberikan satu kali pada jam 07.00 WIB, serta air minum diberikan ad libitum. Pemberian air minum pada puyuh saat baru dimasukan dalam kandang ditambah dengan Vitachick® selama 3 hari.Pengambilan data dilakukan dengan mengambil telur pada hari ketujuh saat pakan perlakuan untuk diuji dalam keadaan segar. Telur hari ke delapan diambil untuk disimpan selama satu minggu serta telur hari ke sembilan untuk disimpan selama dua minggu. Penyimpanan telur dilakukan untuk melihat aktivitas MDA selama masa penyimpanan.

Analisis Data

Penelitian ini tidak menggunakan rancangan percobaan, karena tidak ada ulangan pada setiap perlakuan. Perbedaan peubah yang diamati dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan cara membandingkan rataan dari setiap perlakuan.

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan tanpa ulangan, perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

P0 = Ransum kontrol dengan jagung

P1 = Ransum sorgum tanpa tepung duckweed P2 = Ransum sorgum + 1.5% tepung duckweed P3 = Ransum sorgum + 3% tepung duckweed P4 = Ransum sorgum + 4.5% tepung duckweed Peubah yang Diamati

Konsumsi pakan. Konsumsi pakan puyuh dihitung dari rataan jumlah pakan harian selama seminggu dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu.

Produksi telur harian (%). Produksi telur dihitung dari rataan jumlah telur yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu dikalikan seratus persen.

Produksi massa telur. Produksi massa telur puyuh dihitung dengan cara mengalikan produksi telur selama penelitian dengan rataan bobot telur harian.

Konversi pakan. Konversi pakan adalah rataan jumlah konsumsi pakan dibagi masa telur.

Bobot Telur. Diperoleh dengan cara menimbang setiap telur yang dihasilkan satu per satu menggunakan timbangan digital dalam satuan gram.

Bobot Kuning Telur. Diperoleh dengan menimbang kuning telur yang telah dipisahkan dengan putih telur. Persentase bobot kuning telur dihitung dengan membagi nilai bobot kuning telur dengan bobot telur utuh dikali 100%.

(18)

6

Bobot Kerabang Telur. Diperoleh dengan menimbang kerabang telur yang telah dibersihkan bagian dalamnya. Persentase bobot kerabang telur dihitung dengan membagi nilai bobot kerabang telur dengan bobot telur utuh dikali 100%.

Tebal Kerabang Telur. Tebal kerabang telur diukur dengan menggunakan alat mikrometer calliper pada bagian tengah (equator), ujung tumpul, dan ujung lancip telur kemudian dirata-ratakan.

Intensitas Warna Kuning Telur. Diukur dengan menggunakan Yolk Colour Fan. Pemberian skor warna pada kuning telur sesuai dengan angka yang tertera pada Yolk Colour Fan dengan skala 1-15.

Haugh Unit (HU). Haugh Unit didapat dengan cara menghitung secara logaritma terhadap tinggi putih telur kental dan kemudian ditransformasikan ke dalam nilai koreksi dari fungsi berat telur (Yuwanta 2010). Tinggi putih telur diukur dengan alat jangka sorong.

Haugh Unit (HU) = Log 100 (H+7.57 – 1.7 W 0,37) Keterangan : H = tinggi putih telur (mm)

W = bobot telur (g)

MDA (Malondialdehyde). Nilai MDA dianalisis dengan mengambil komposit dari kuning telur setiap perlakuan. Metode pengukuran MDA mengacu pada metode Capeyron et al. (2002). Homogenat dari komposit kuning telur disentrifugasi 4.000 rpm selama 10 menit. Untuk pengukuran MDA, 1 ml supernatan jernih ditambah HCl dingin yang mengandung 15% TCA (thricloroacetic), 0.38% TBA (thio barbituric acid) dan 0,5% BHT (butylated hydroxytoluene). Campuran dipanaskan 800C selama 1 jam, kemudian disentrifugasi 3.000 rpm selama 10 menit. Absorbansi diukur dengan spektrophotometer pada 532 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Telur

Kualitas telur yang diamati adalah bobot utuh telur, bobot putih, bobot kuning, bobot kerabang, warna kuning telur, tebal kerabang, Haugh Unit (HU), dan MDA (Malonaldehide). Hasil analisa kualitas telur puyuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Bobot Telur

(19)

7 bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil. Menurut Amrullah (2004) peningkatan protein dalam ransum dapat menambah bobot total dari sebutir telur.

Pada penelitian ini kandungan protein dalam ransum berbasis jagung adalah 22.71% dan pada ransum berbasis sorgum 23.42%. Melihat kandungan protein sorgum yang lebih besar, seharusnya puyuh dengan pemberian ransum P1,P2,P3, dan P4 memiliki bobot telur yang lebih berat jika dibandingkan dengan P0. Tetapi peningkatan bobot hanya terjadi pada ransum sorgum dengan penambahan tepung duckweed 1.5% saja. Penelitian Widjastuti dan Kartasudjana (2006) menyatakan bahwa peningkatan akumulasi protein menghasilkan bobot telur yang meningkat dalam waktu yang relatif lama.

Tabel 4 Kualitas telur puyuh dalam keadaan segar

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Bobot Utuh Telur (g) 9.39±0.64 9.33±1.42 9.62±1.17 8.55±0.42 9.17±0.87 Bobot Kuning (g) 2.70±0.28 2.70±0.78 2.70±0.48 2.41±0.23 2.77±0.64 Persentase Bobot

Kuning Telur (%)

28.67±1.15 28.45±4.67 27.86±254 28.18±2.11 29.90±4.70

Bobot Putih (g) 5.97±0.41 5.80±0.68 6.12±0.72 5.41±0.32 5.59±0.40 Persentase Bobot Putih

Telur (%)

63.60±1.71 62.53±4.24 63.62±2.83 63.37±3.16 61.26±5.25

Bobot Kerabang (g) 0.72±0.10 0.82±0.15 0.82±0.11 0.73±0.14 0.81±0.11 Persentase Bobot

Kerabang (%)

7.68±0.86 9.02±1.23 8.52±1.08 8.45±1.43 8.84±0.97

Tebal Kerabang (mm) 0.16±0.01 0.17±0.01 0.17±0.02 0.17±0.01 0.17±0.01 Skor Kuning Telur 3.00±0.00 1.62±0.32 2.51±0.72 3.37±0.38 4.58±0.85

Haugh Unit (HU) 91.46±0.45 92.06±3.32 95.80±2.69 95.47±1.54 96.32±2.77 P0 (ransum kontrol dengan jagung), P1 (ransum sorgum tanpa penambahan tepung duckweed), P2 (ransum sorgum + 1.5% tepung duckweed), P3 (ransum sorgum + 3% tepung duckweed), P4 (ransum sorgum + 4.5% tepung duckweed)

Kuning Telur dan Putih Telur

(20)

8

Kerabang Telur

Puyuh yang diberi perlakuan ransum berbasis sorgum memiliki bobot kerabang yang lebih berat dibandingkan dengan puyuh yang diberikan ransum kontrol jagung. Penggunaan tepung duckweed 1.5% pada sorgum menunjukkan bobot yang paling berat diantara perlakuan lainnya yaitu 0.83±0.15 g. Ketebalan kerabang dari setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh, puyuh yang diberi pakan sorgum memiliki ketebalan kerabang yaitu 0.17±0.02 mm sedangkan untuk puyuh dengan pakan jagung yaitu 0.16±0.01 mm. Sumber utama dalam pembentukan kerabang pada telur adalah kalsium 98.2%, magnesium 0.9%, dan fosfor (0.9%) (Stadelmann dan Cotterill, 1995). Ransum penelitian berbasis sorgum memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum kontrol jagung. Seperti yang dikatakan Beti et al.

(1990) kandungan kalsium sorgum adalah 28 mg 100g-1, sedangkan kalsium pada jagung hanya 6 mg 100g-1. Kalsium merupakan nutrien terpenting dalam pembentukan kerabang. Deposisi kerabang telur terjadi saat fase gelap saat tidak aktif makan dan sumber kalsium ini kemudian menjadi cadangan makanan dalam saluran pencernaan dan pada tulang rawan yang berpengaruh pada pembentukan kerabang telur (Leeson dan Summers 2001).

Skor Kuning Telur

Sumber pigmen untuk pembentukan warna kuning telur pada pakan sangat mempengaruhi kualitas warna kuning telur yang dihasilkan. Tanaman merupakan sumber pigmen karotenoid yang dapat memberikan warna pada kuning telur dari warna kuning sampai dengan merah (Anggorodi 2005). Karotenoid merupakan golongan pigmen yang larut dalam lemak, oleh karena itu penyerapan karoten sangat dipengaruhi oleh jumlah lemak yang terkandung dalam ransum. Karotenoid pada tanaman yang biasa ditemukan adalah jenis beta karoten (Harborne 1987).

Ransum kontrol jagung memiliki sumber pigmentasi untuk kuning telur yang berasal dari jagung yaitu sebesar 20 mg kg-1 sedangkan untuk pakan sorgum tanpa tambahan tepung duckweed, tidak memiliki sumber karoten karena sorgum hanya memiliki kandungan xantofil sebesar 1 mg kg-1 (Leeson dan Summer 2001). Terlihat jelas bahwa penggunaan ransum berbasis sorgum tanpa tambahan tepung duckweed hanya memiliki skor kuning telur 1.62±0.32, sedangkan untuk ransum jagung memiliki skor kuning telur 3.00±0.00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung duckweed dengan taraf yang semakin tinggi akan meningkatkan skor warna kuning telur. Penggunaan tepung duckweed dengan taraf 1.5% belum mampu mengimbangi skor warna kuning telur jika dibandingkan dengan ransum kontrol jagung, sedangkan untuk taraf 3% dan 4.5% mampu menandingi dan melebihi. Hal itu sesuai dengan pernyataan Leeson dan Summer (2001) bahwa skor warna kuning telur dapat meningkat seiring dengan sumber karoten yang ada dalam pakan yang diberikan.

(21)

9

micelle). Sebagian β-karoten yang diserap di dalam mukosa usus diubah menjadi bentuk retinol (Vitamin A alkohol). Retinol dengan bantuan asam lemak dirubah menjadi bentuk retinil ester (Vitamin A ester) yang selanjutnya bergabung dengan kilomikron. Kilomikron diserap melalui saluran limpatik dan bergabung dengan darah yang kemudian ditransportasikan ke hati selanjutnya diedarkan ke jaringan target lainnya seperti daging dan komponen telur (Gropper et al. 2009).

Haugh Unit (HU)

Haugh Unit (HU) merupakan salah satu parameter yang dapat dilihat untuk melihat kualitas putih telur. HU didapat dari perbandingan antara tinggi putih telur dengan bobot telur. Menurut Zeidler (2002) Semakin tinggi nilai HU maka semakin tinggi pula kualitas putih telurnya. Nilai haugh unit akan menurun secara nyata dengan bertambahnya umur simpan pada telur. Menurut USDA (1983) telur dengan kualitas AA memiliki nilai HU di atas 72. Hasil nilai HU dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa kualitas telur termasuk ke dalam kelas AA.

Performa Puyuh

Hasil pengamatan performa selama 10 hari masa perlakuan terhadap konsumsi ransum, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur serta konversi ransum disajikan pada Tabel 5.

21.98±1.93 22.39±2.47 23.78±0.91 23.38±1.06 20.69±2.05

Produksi Telur (%)

43.33±8.61 56.67±22.50 75.00±11.79 68.33±19.95 58.33±11.79

Produksi Massa (g ekor-1 hari-1)

4.07±0.81 5.29±2.10 7.22±1.13 5.84±1.71 5.35±1.08

Bobot telur (g)

9.39±0.64 9.33±1.42 9.62±1.17 8.55±0.42 9.17±0.87

Konversi Ransum

5.40±1.44 4.23±1.55 3.30±0.70 4.00±1.63 3.87±0.81

P0 (ransum kontrol dengan jagung), P1 (ransum sorgum tanpa penambahan tepung duckweed), P2 (ransum sorgum + 1.5% tepung duckweed), P3 (ransum sorgum + 3% tepung duckweed), P4 (ransum sorgum + 4.5% tepung duckweed)

Konsumsi Ransum

(22)

10

dibandingkan perlakuan lainnya tetapi konsumsi ransum masih dalam keadaan normal. Puyuh akan mengurangi konsumsinya apabila kebutuhan energinya sudah terpenuhi (Daulay et al. 2007). Penambahan tepung duckweed yang semakin meningkat, menunjukkan konsumsi ransum yang semakin menurun. Hal ini dikarenakan penambahan tepung duckweed yang semakin banyak akan meningkatkan kandungan serat ransum sehingga puyuh akan mengurangi konsumsi ransumnya. Kebutuhan protein pakan puyuh petelur sebesar 17%, lemak kasar 7%, serat kasar 7%, Ca 2.5%-3.5%, P 0.6%-1%, methionine 0.40% dan EM 2700 kkal/kg (Badan Standarisasi Nasional 2006).

Produksi Telur

Produksi telur didapat dari persentase jumlah telur harian yang dihasilkan puyuh setiap perlakuan. Dapat dilihat bahwa perlakuan P2 memiliki nilai tertinggi yang menunjukkan bahwa produksi telur P2 lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Mawaddah (2011) menyatakan bahwa laju produksi telur berkaitan dengan jumlah pakan yang dikonsumsinya. Penelitian Tubagus (2008) menunjukkan bahwa puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13. Puyuh pada penelitian kali ini baru mencapai umur 9 minggu sehingga puncak produksi puyuh belum terlihat dan masih di bawah 80%.

Produksi Massa Telur

Egg mass atau produksi massa telur merupakan rata-rata bobot telur harian, sehingga persentase produksi telur akan mempengaruhi massa telur. Egg mass dipengaruhi oleh produksi telur dan bobot telur, jika salah satu atau kedua faktor semakin tinggi maka massa telur juga semakin meningkat dan sebaliknya. Pada periode penelitian dapat terlihat bahwa produksi massa tertinggi ada pada perlakuan P2 yaitu 7.22±1.13 g ekor-1 hari-1. Penambahan 1.5% tepung duckweed dalam ransum sorgum menghasilkan bobot telur yang tertinggi sehingga produksi massa telur pun akan tinggi. Jika dibandingkan dengan perlakuan P0, ransum yang berbahan dasar sorgum memiliki egg mass yang lebih tinggi. Hal itu membuktikan bahwa ransum dengan bahan dasar sorgum dapat memenuhi kebutuhan nutrient puyuh untuk berproduksi tanpa mengganggu egg mass yang dihasilkan. Listyowati dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang serta kualitas pakan sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan.

Konversi Ransum

(23)

11 Malondialdehyde (MDA)

Malondialdehyde (MDA) merupakan salah satu hasil dari peroksida lipid yang dapat menyebabkan kerusakan pada lemak. Kerusakan tersebut dikarenakan adanya aktivitas radikal bebas yang menyebabkan oksidasi pada lipid meningkat (Supartondo 2002). MDA terbentuk dari asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang mengalami proses peroksidasi menjadi peroksida lipid yang kemudian mengalami dekomposisi. Nilai MDA yang diperoleh merupakan hasil tes laboratorium dari komposit kuning telur per perlakuan. Nilai MDA menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang bekerja di dalamnya. Semakin tinggi nilai MDA maka kandungan antioksidannya semakin rendah, yang menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi oksidasi pada bahan. Antioksidan berperan dalam menekan nilai MDA yang terbentuk. Salah satu jenis antioksidan yang dapat terbentuk dari pemanfaatan beta karoten dalam ransum adalah vitamin A. nilai MDA dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Nilai MDA telur puyuh

(24)

12

jagung dan sorgum. Penambahan tepung duckweed dalam ransum dapat menurunkan nilai MDA jika dibandingkan dengan ransum jagung dan ransum sorgum. Kandungan karoten yang ada pada ransum dengan penambahan tepung duckweed memang lebih banyak. Penyimpanan telur dalam suhu ruang (25-27oC) berpengaruh pada jumlah MDA yang terbentuk, karena telur yang disimpan dalam suhu ruang lama-kelamaan akan mengalami oksidasi yang ditandai dengan kantung udara pada telur yang membesar. Semakin lama disimpan maka nilai MDA semakin tinggi seperti yang terlihat pada perlakuan P2, P3, dan P4. Semakin lama telur disimpan maka nilai MDA yang terbentuk akan semakin meningkat seperti yang ditunjukkan pada perlakuan P2, P3, dan P4 yang setiap minggunya semakin meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sorgum dapat dijadikan sebagai bahan pakan utama pada ransum puyuh. Penggunaan Lemna minor dalam ransum yang menggunakan sorgum dapat menyeimbangkan kandungan karotenoid seperti pada jagung. Penambahan tepung duckweed 1.5% dalam ransum sorgum dapat meningkatkan produksi telur, produksi massa dan konversi pakan yang paling efisien serta dapat meningkatkan aktivitas antioksidan karena terdapat beta karoten yang merupakan prekursor vitamin A.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan masa pemeliharaan yang lebih panjang untuk mengukur produktivitas telur pada puyuh serta pengujian kadar vitamin A agar terlihat persentase vitamin A terserap yang berasal dari karotenoid tepung duckweed.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi HR. 2005. Nutrisi Aneka Ternak Unggas.Jakarta (ID). Gramedia Pustaka Utama.

Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor (ID). Lembaga Satu Gunungbudi.

Beti YA, Ispandi A, Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No.5. Malang (ID). Balai Penelitian Tanaman Pangan.

(25)

13 Culley DD, Rejmankova E, Kvet J, Frye JB. 1981. Production chemical quality and use of duckweeds (Lemnaceae) in aquaculture, waste management and animal feeds. J. Worldmaeiculture Soc. 12 (2): 27-49.

Daulay AH, Bahri I, Sahputra K. 2007. Pemanfaatan tepung buah mengkudu (Morinda Colticfolia) dalam ransum terhadap performans burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 0-42 hari. J Agrib Pet. 3(1):23-28. Gropper SS, Jack LS, James LG. 2009. Advanced Nutrition and Human

Metabolism. 5th Ed. Canada (US). Pre-Press PMG.

Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Jakarta (ID). Gramedia Pustaka Utama.

Haustein AT, Gilman RH, Skillcorn PW, Hannan H, Diaz F, Guevara V, Vergara V. 1990. Performance of broiler chicken feed diet containing duckweed (Lemna gibba). J Agric Sci. 122 (2): 285-289.

Kadam MM, Mandal AB, Elangovan AV, Kaur S. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium levels at two levels energy. J Poult Sci

43(4):351-356.

Kul S, Seker I. 2004. Phenotypic correlations between some external and internal egg quality traits in the Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Int J Mural Development Edition. 10 : 20.

Listiyowati E, Roospitasari K. 2000. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial 17th ed. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Mawaddah S. 2011. Kandungan kolestrol lemak, vitamin A dan E dalam daging, hati dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan tepung daun katuk (Sauropus androgynous L. Merr) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[NRC] National Research Councill . 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. WWashington DC (US). National Academy Pr.

North MO, Bell DD . 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. New York (US).Van Nosttrand Reinhold Pr.

Nugroho, IGK Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Semarang (ID): Penerbit Eka Offset.

Parkhurst CR, Mountney GJ. 1995. Poultry Meat and Egg Production. 3rd edition. New York (US). Food Product Press An Imprint of The Haworth Press. Inc. Priningrum VC. 2014. Substitusi jagung dengan sorgum yang ditambahkan

tepung daun singkong terhadap kualitas telur puyuh [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Rasyaf M. 2002. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta (ID). Kanisius.

Saerang LP, Josephine, Yuwanta T, Nasroedin. 1998. Pengaruh Minyak Nabati dan Lemak Hewani dalam Ransum Puyuh Petelur terhadap Performa Daya Tetas, Kadar Kolesterol dan Plasma Darah. Buletin Peternakan 22(2):96-101 Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of phesant,

(26)

14

Supartondo. 2002. Antioksidan dan proses menua. Di dalam: Penatalaksanaan Pasien Geriatri/Usia Lanjut secara Terpadu dan Paripurna. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2002, Jakarta 25 Mei 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI – Jakarta.

Stadelman WJ, Cotterill OJ. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. Binghamton (US). The Hawort Pr.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer). Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3907-2006. [3 Maret 2014].

Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tubagus DP. 2008. Pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger) terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) [skripsi]. Medan (ID):Universitas Sumatera Utara.

USDA. 1983. Egg Grading Manual. Agriculture Handbook No.75. Washington, D.C (US). Agricultural Marketing Service, USDA.

Widjastuti T, Kartasudjana R. 2006. Pengaruh pembatasan ransum dan implikasinya terhadap performa puyuh petelur pada fase produksi pertama. J Trop Anim Agric. 31(3):162-166.

Yuwanta T. 2010. Telur dan Produksi Telur. Yogyakarta (ID). Universitas Gadjah Mada Press.

(27)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari Drs.H.Poerwanto Ramelan dan Hj.Tri Wahyuni. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 1998 di SD Assalaam I Bandung dan pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 3 Bandung. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Bandung. Setelah lulus pada tahun 2010, penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima pada Program Studi

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D) Fakultas Peternakan selama dua tahun masa kepengurusan, sebagai anggota divisi

Public Relation dan Sekertaris Umum I, serta penulis merupakan anggota dari Himpunan Mahasiswa Nutrisi Makanan Ternak (HIMASITER). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan didanai oleh DIKTI pada tahun 2012 berupa PKM-P yang berjudul ‘Pengaruh Pemberian Ekstrak Petai (Parkia Speciosa) Sebagai Antioksidan Alami Untuk Meningkatkan Kualitas Karkas Ayam Broiler’ serta PKM-K yang berjudul ‘Sate Pentol Miss Veggi : Jajanan Vegetarian Yang Unik, Ekonomis Dan Bernilai Gizi Tinggi’. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa BRI 100 selama periode 2011-2013

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Gambar 1 Kandang koloni puyuh
Tabel 4 Kualitas telur puyuh dalam keadaan segar
Tabel 5 Performa puyuh

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat Keefektifan Metode Pembelajaran Kolaboratif Pada Siswa Kelas XII IPA SMA Excellent Al-Yasini Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, bahwa siswa kelas XII IPA

Hasil analisis multivariat menghasilkan nilai PRadjusted sebesar 1.302 kali (95% CI; 1.007-1.684), artinya pada populasi obes dengan DM berisiko untuk terjadi hipertensi sebesar

Karakter password internet banking lebih secure daripada pin ATM karena user diberi kebebasan menggunakan angka, huruf (besar dan kecil) dan karakter simbol dalam membuat

Koefisien harga satuan yang digunakan untuk menganalisa biaya sistem halfslab ini menggunakan koefisien yang ada pada [5]. Biaya yang digunakan sebagai acuan untuk perhitungan

Berdasarkan hasil pengamatan dan data parameter yang diuji, penambahan iota karaginan pada adonan roti memberikan pengaruh yang signifikan pada volume

Pada gambar 5.1 bagian Bjuga menunjukkan adanya bangkai rayap yang tidak utuh, dimana bangkai tersebut hanya menyisakan badan atau kepala dari rayap yang sudah

El primer grupo de variables analizaban aquellos elementos estructurales del di- seño que determinan el aspecto visual de la portada: la retícula (en la que se analizó la longitud

KUKTEM amat mengharapkan agar added value seperti kemahiran penulisan kreatif ini akan dapat membantu pelajar menambahkan ilmu dan mengaplikasikannya sebagai peneguhan