• Tidak ada hasil yang ditemukan

Consumption of isoflavone foods and other factors to premenstrual syndrome (PMS) in High School Students in Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Consumption of isoflavone foods and other factors to premenstrual syndrome (PMS) in High School Students in Bogor"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMSI MAKANAN SUMBER ISOFLAVON SERTA FAKTOR-FAKTOR LAINNYA TERHADAP KELUHAN

PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS) PADA SISWI SMA DI BOGOR

CANTIKA ZADDANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SMA di Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

RINGKASAN

CANTIKA ZADDANA. Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SMA di Bogor. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan IKEU TANZIHA.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsumsi makanan sumber isoflavon dan faktor-faktor lainnya terhadap keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada siswi SMA di Bogor. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) Mengidentifikasi prevalensi PMS; (2) Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi; (3) Menganalisis tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C) dan tingkat stres; (4) Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan konsumsi makanan sumber isoflavon; (5) Menganalisis hubungan tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C), dan tingkat stres dengan keluhan PMS; (6) Menganalisis faktor resiko keluhan PMS pada remaja putri

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dan responden dilakukan secara purposive pada siswi-siswi di SMAN 1 Dramaga dan SMAN 2 Bogor. Responden yang diambil berusia 15-16 tahun, sudah mengalami menstruasi, dapat diukur berat dan tinggi badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi, tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C, tingkat stres, serta keluhan PMS sedangkan data sekunder mengenai profil sekolah dan nama siswi. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman sedangkan faktor-faktor resiko keluhan PMS dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.

Hasil studi menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami PMS dimana sebagian besarnya mengalami keluhan yang berat. Tingkat aktivitas fisik mayoritas responden tergolong ringan dengan rata-rata nilai PAL sebesar 1.47. Lebih dari separuh responden memiliki pengetahuan gizi tentang PMS dan isoflavon yang cukup serta hampir seluruh responden juga memiliki status gizi yang tergolong normal. Makanan sumber isoflavon yang paling sering dikonsumsi oleh responden adalah tahu dan tempe dengan rata-rata asupan isoflavon dari berbagai jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden adalah 19.16 ± 5.7 mg/hari namun mayoritasnya masih memiliki tingkat kecukupan isoflavon yang dibawah rata-rata. Asupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C responden juga masih rendah dan mayoritasnya memiliki kecukupan dibawah rata-rata asupan seluruh responden. Di dalam penelitian ini juga sebagian besar responden memiliki tingkat stres sedang walaupun masih terdapat sebagian kecil yang memiliki stres yang tinggi. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan positif dengan keluhan PMS namun stres tersebut tidak cukup untuk menjadi faktor resiko terjadinya PMS

(5)

SUMMARY

CANTIKA ZADDANA. Consumption of Isoflavone Foods and Other Factors to Premenstrual Syndrome (PMS) in High School Students in Bogor. Supervised by HADI RIYADI and IKEU TANZIHA.

This study was aim to analyze the consumption of isoflavone foods and other factors to Premenstrual Syndrome (PMS) in high school girl students in Bogor. The specific objectives of this research were: (1) identified the prevalence of PMS; (2) identified the socio-economic condition; (3) analyzed the physical activity level; isoflavone and PMS knowledge, nutritional status, consumption of isoflavone foods; nutritional adequacy level (Ca, vitamin B6, vitamin A, and vitamin C) and stress level, (4) analyzed correlation of socio-economic condition with the consumption of isoflavone foods; (5) analyzed correlations of physical activity level, isoflavone and PMS knowledge, nutritional status, consumption of isoflavone foods, nutritional adequacy level (Ca, vitamin B6, vitamin A, and vitamin C) , and stres level to PMS; (6) analyzed the risk factors of PMS

Design of this study was a cross sectional study. The selection of places and respondents were purposively on girl students in two high schools. Respondents were 15-16 years old, had experienced menstruation, can be measured for weight and height, as well as willing and able to be interviewed. The data collected consisted of primary data and secondary data. Primary data include individual and socio-economic characteristics,physical activity level, isoflavone and PMS knowledge, nutritional status, consumption of isoflavone foods, nutritional adequacy level of Ca, vitamin B6, vitamin A, and vitamin C, stress level, and PMS. The secondary data were taken about profile of the school and the student names. Data were analyzed using the SPSS for windows (version 16.0). The correlation between variables were analyzed with Spearmans and risk factors of PMS were examined with logistic regression.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

KONSUMSI MAKANAN SUMBER ISOFLAVON SERTA

FAKTOR-FAKTOR LAINNYA TERHADAP KELUHAN

PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS) PADA SISWI SMA DI

BOGOR

CANTIKA ZADDANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SMA di Bogor

Nama : Cantika Zaddana

NIM : I151114041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis yang berjudul “Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SMA di Bogor” dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku komisi pembimbing atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan tesis; terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku penguji luar komisi serta kepada SMAN 1 Dramaga dan SMAN 2 Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Remaja 3

Keadaan Sosial Ekonomi 4

Aktivitas Fisik 6

Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS 7

Status Gizi 8

Isoflavon 9

Stres 12

Premenstrual syndrome (PMS) 14

Penyebab Keluhan Menstruasi 15

3 KERANGKA PEMIKIRAN 17

4 METODE 20

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 20

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 20

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21

Pengolahan dan Analisis Data 22

Definisi Operasional 26

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Gambaran Umum Sekolah 27

Prevalensi Premenstrual Syndrome (PMS) 28

Keadaan Sosial Ekonomi 29

Tingkat Aktivitas Fisik 32

Pengetahuan Isoflavon dan PMS 33

Status Gizi 34

Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon 35

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 37

Tingkat Stres 38

Hubungan Antar Variabel 39

Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Isoflavon 39 Tingkat Aktivitas Fisik dengan Keluhan PMS 41 Pengetahuan Isoflavon dan PMS dengan Keluhan PMS 42

Status Gizi dengan Keluhan PMS 43

(13)

Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Keluhan PMS 45

Tingkat Stres dengan Keluhan PMS 48

Faktor Resiko Keluhan PMS 49

6 SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 50

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 56

(14)

DAFTAR TABEL

1 Status gizi menurut WHO (2007) 8

2 Kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g) 9

3 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data 22

4 Jenis dan kategori pengolahan data 23

5 Sebaran responden menurut prevalensi PMS 28

6 Sebaran responden menurut keluhan PMS dalam kategori sering 29 7 Sebaran responden menurut keadaan sosial ekonomi dan status PMS 30 8 Sebaran responden menurut tingkat aktivitas fisik dan status PMS 32 9 Sebaran responden menurut pengetahuan isoflavon dan PMS serta

status PMS 33

10 Sebaran responden menurut jawaban benar pengetahuan isoflavon dan

PMS serta status PMS 34

11 Sebaran responden menurut status gizi dan status PMS 35 12 Sebaran responden menurut makanan sumber isoflavon dan status

PMS 35

13 Sebaran responden menurut tingkat kecukupan isoflavon dan status

PMS 36

14 Sebaran responden menurut tingkat kecukupan Ca dan vitamin B6

serta status PMS 37

15 Sebaran responden menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin

C serta status PMS 38

16 Sebaran responden menurut tingkat stres dan status PMS 39 17 Sebaran responden menurut keadaan sosial ekonomi dengan

kecukupan isoflavon 40

18 Sebaran responden menurut tingkat aktivitas fisik dengan keluhan

PMS 42

19 Sebaran responden menurut pengetahuan isoflavon dan PMS dengan

keluhan PMS 43

20 Sebaran responden menurut status gizi dengan keluhan PMS 44 21 Sebaran responden menurut tingkat kecukupan isoflavon dengan

keluhan PMS 44

26 Sebaran responden menurut tingkat stres dengan keluhan PMS 49

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan struktur metabolit isoflavon equol dan estradiol menunjukkan kesamaan dalam susunan spasial planar 12

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran responden menurut keluhan PMS 56

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Menurut WHO (2013) seseorang telah memasuki usia remaja jika berusia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa sehingga terjadi perubahan fisik maupun mental yang pesat yang merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Pada masa ini terjadi periode pubertas yang merupakan periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual yang dimulai antara usia 10sampai 14 tahun dengan puncak rata-rata usia 12.5 tahun. Kriteria yang paling sering digunakan untuk menentukan timbulnya pubertas adalah menstruasi pada anak perempuan dan timbulnya jakun pada anak laki-laki. Menstruasi merupakan ciri khas kematangan biologis seorang wanita yang secara fisik ditandai dengan keluarnya darah dari vagina dan merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada alat reproduksi sebagai persiapan kehamilan (Lusiana 2008).

Saat menstruasi, remaja putri kerap kali mengalami keluhan premenstrual syndrome(PMS). Premenstrual syndrome dicirikan dengan sekumpulan gejala fisik maupun psikis yang biasanya terjadi pada 7-10 hari sebelum datangnya menstruasi. Perubahan yang biasanya terjadi adalah depresi, emosional (mudah marah), mood swings, water retention-based symptoms (breast tenderness and bloating), perubahan selera makan serta ngidam jenis makanan tertentu. Sebenarnya penyebab PMS belum secara jelas diketahui namun sebagian besar ahli berpendapat bahwa PMS dipicu oleh perubahan hormonal saat akan datangnya menstruasi (Shreeve 1989; Freeman et al. 2003; Bryant et al. 2005).

Zat kimia yang terlibat pada proses pramenstruasi dan menstruasi adalah hormon karena hormon memegang peranan penting dalam mengatur metabolisme tubuh (Shreeve 1989). Pada wanita, estrogen merupakan hormon yang sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan metabolisme tubuh dan kadar estrogen meningkat saat akan terjadi menstruasi. Kadar estrogen yang tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikisnya sehingga saat akan menstruasi wanita akan mengalami gangguan fisik (berat badan bertambah, sakit kepala, nyeri di payudara) dan psikis (mudah marah, depresi, kurang percaya diri, dll).

(18)

2

tugas sekolah yang menumpuk, persaingan antar sesama teman, serta tekanan untuk menghadapi ujian akhir SMA dan ujian masuk perguruan tinggi sehingga dapat menyebabkan semakin tingginya tingkat stres yang dialami. Oleh karena itu konsumsi makanan sumber antioksidan seperti vitamin A dan vitamin C juga disarankan agar dapat mengurangi dampak stres terhadap tubuh sehingga lebih lanjut mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi yang terjadi. Hardinsyah (2004) juga menyebutkan bahwa faktor gizi dapat berperan dalam mengurangi keluhan PMS dengan cara mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat-zat gizi mikro seperti kalsium dan vitamin B6.

Dari banyak studi yang telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang dianggap dapat mengatasi keluhan PMS, konsumsi isoflavon juga dianggap dapat membantu mengatasi keluhan tersebut. Hal tersebut terkait dengan peran isoflavon sebagai fitoestrogen, yaitu suatu zat atau senyawa yang berasal dari tumbuhan yang memiliki peran dan aktivitas menyerupai estrogen dalam tubuh. Konsumsi makanan sumber isoflavon terutama pada produk-produk kedelai dan turunannya (kacang kedelai, tempe, tahu, oncom, tahu, dll) dianggap dapat menurunkan gejala PMS karena struktur dan sifat isoflavon yang menyerupai estrogen memiliki sifat antioksidan, menghambat angiogenesis, memfasilitasi aksi neurobehavioural, serta mempunyai sifat ganda yaitu estrogenic dan anti-estrogenic effects. Hal tersebut yang memungkinkan isoflavon sebagai fitoestrogen dapat mengurangi PMS dengan menstabilkan siklus alami estrogen (Bryant et al. 2005).

Beberapa uraian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keluhan PMS pada remaja putri sebagai murid Sekolah Menengah Atas (SMA). Oleh karena itu berdasarkan masalah yang telah diuraikan membuat peneliti tertarik untuk menganalisis konsumsi makanan sumber isoflavon serta faktor-faktor lainnya terhadap keluhan PMS pada siswi SMA.

Perumusan Masalah

(19)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis konsumsi makanan sumber isoflavon serta faktor-faktor lainnya terhadap keluhan Premenstrual syndrome (PMS) pada siswi SMA di Bogor.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi prevalensi PMS pada siswi SMA

2. Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi pada siswi SMA

3. Menganalisis tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, pola konsumsi isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C) dan tingkat stres pada siswi SMA

4. Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan konsumsi makanan sumber isoflavon pada siswi SMA

5. Menganalisis hubungan tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C), dan tingkat stres dengan keluhan PMS pada siswi SMA

6. Menganalisis faktor-faktor resiko keluhan PMS pada siswi SMA

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai konsumsi makanan sumber isoflavon serta faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi keluhan PMS pada remaja putri. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan PMS dan pada akhirnya dapat menjadi masukkan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan dengan memberikan intervensi dan melakukan uji klinis pada responden.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja

Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Gunarsa 2001). WHO (2013) mendefisniskan masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan manusia setelah masa kanak-kanak hingga sebelum dewasa yang terjadi mulai usia 10 hingga 19 tahun.

(20)

4

Menurut Bredbenner et al. (2009), proporsi jaringan lemak bebas tertinggi yaitu pada masa bayi dan anak yang mulai tumbuh. Ketika anak laki-laki maupun perempuan mulai memasuki masa remaja, perubahan proporsi jaringan lemak bebas pun dimulai. Laki-laki menghasilkan hormon testosteron yang mendorong terbentuknya lebih banyak massa otot, menumbuhkan tulang yang lebih padat dan berat, serta membangun sel darah merah yang lebih banyak dibanding perempuan. Lain halnya dengan massa otot, kadar lemak tubuh pada perempuan terus meningkat di masa remaja namun menurun pada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar hormon estrogen yang menstimulasi penumpukan lemak subkutan (lemak bawah kulit) pada perempuan.

Saat seseorang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa akan terjadi periode pubertas. Pada remaja wanita, pubertas ditandai dengan permulaan menstruasi (menarche). Pada periode tersebut terjadi perkembangan organ-organ seks wanita yaitu uterus, vagina membesar, dan payudara yang membesar sehingga hormon estrogen disebut juga hormon kewanitaan. Estrogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan organ seks kewanitaan sehingga saat mulai pubertas, seorang wanita akan mengalami perkembangan organ-organ seksnya (Pearce 1992).

Keadaan Sosial Ekonomi

Uang Saku

Menurut Mardayanti (2008) menyatakan bahwa remaja yang memiliki uang saku berate telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri cenderung untuk memiliki kebebasan untuk mengatur sendiri keuangannya dan cenderung lebih bebas untuk menentukan apa yang dimakan. Rata-rata uang saku yang diterima untuk makanan sebesar 34,7%, untuk bukan makanan sebesar 60,7%, dan sisanya 4,6%. Alokasi uang saku yang dikeluarkan bukan untuk makanan tetapi untuk transportasi, membeli hadiah, buku, dan pakaian. Semakin besar uang saku yang diterima tidak mempengaruhi konsumsi energi dan zat gizi (Mardayanti 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widjayanti (1989) dalam Mardayanti (2008) tentang alokasi uang saku pada siswa sekolah di Bogor menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh anak.

Besar Keluarga

Menurut Berg (1986) besar keluarga mempunyai pengaruh pada konsumsi pangan, jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar jika dibandingkan pada keluarga kecil. Pada keluarga dengan ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti pangan, sandang, dan perumahan pun tidak terpenuhi.

(21)

5 biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan tinggi (Lumenta 1987).

Pendidikan Ibu

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Menurut Bastian (2002) menjelaskan bahwa ada 5upaya yang merupakan imbas dari pendidikan ibu dan ayah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, adalah peningkatan sumberdaya keluarga, peningkatan nilai dan pendapatan keluarga, peningkatan alokasi untuk pemeliharaan kesehatan anak, peningkatan produktifitas dan efektifitas pemeliharaan kesehatan dan peningkatan preferensi kehidupan keluarga.

Peran ibu biasanya lebih berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan anak. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis-jenis makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan yang disajikan (Suhardjo 1989). Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg 1986).

Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi khususnya tentang makanan yang baik untuk kesehatan. Tetapi pendidikan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang gizi. Pengetahuan gizi ibu yang baik diharapkan dapat diwujudkan dalam penyediaan makanan sehari-hari dalam keluarga dan memberikan pengetahuan kepada anak (Suhardjo 1989).

Pekerjaan Ibu

Menurut Suhardjo (1989) ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga. Peranan ibu dalam pembentukan kebiasaan konsumsi pada anak sangat menentukan karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan makanan rumah tangga. Faktor kesibukan ibu, khususnya yang bekerja seringkali mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuatkan makanan untuk anggota keluarganya.

Penelitian yang dilakukan Rohayati (2001) pada anak sekolah di propinsi NTT, diketahui bahwa pekerjaan ibu mempengaruhi frekuensi sarapan anak. Hal ini disebabkan karena ibu terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga khususnya penyelenggaraan makan keluarga, termasuk dalam pemilihan jenis pangan dan penyusunan menu untuk keluarga.

Pendapatan Orang tua

(22)

6

perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Sehari itu, masyarakat berpendapatan rendah juga akan mengonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang seperti mengonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging.

Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007).

Menurut Wirakusumah (2003) menyatakan berolahraga secara teratur yaitu dengan memperhatikan kontinuitas, frekuensi (sebaiknya 3-4 kali seminggu), durasi (30-45 menit setiap kali berolahraga), intensitas (olahraga harus menghasilkan keringat tanpa terengah-engah serta tidak menimbulkan perasaan lelah tetapi menimbulkan perasaan segar), gerakan (kombinasi gerakan yang dinamis yang tidak telampau cepat, regangan/stretching, gerakan melayukan lengan serta menggeletarkan jari-jari tangan serta gerakan pernapasan), dan jenis olahraga (renang atau bersepeda secara perlahan-lahan, treadmill atau jogging, dan senam). Biasakan berlari kaki sedikitnya 3 kali seminggu selama paling sedikit 30 menit.

Kendala saat memulai berolahraga biasanya adalah adanya perasaan malu atau tidak terbiasa karena di sekitar rumah jarang orang yang melakukan aktivitas olahraga. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang (Wirakusumah 2003).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur mempunyai dampak positif yang dapat dikategorikan menjadi: 1) Fisiologi/Biologi, seperti pengaturan dan pengurangan berat badan dan lemak tubuh; pemeliharaan lean musle mass; pengontrolan tekanan darah; perbaikan profil lipid darah; pengontrolan glukosa darah; peningkatan kapasitas respirasi dan kardiovaskuler; dan perbaikan lainnya yang terkait dengan penurunan massa tulang, 2) Psikososial, seperti meningkatnya image dan harga diri; turunnya depresi, stress, dan insomnia; penurunan konsumsi obat; dan peningkatan sosialisasi dalam populasi, 3) Kognitif, seperti memberikan hasil yang lebih baik dalam berkonsentrasi, daya ingat, respon, dan aspek kognitif keseluruhan; serta penurunan resiko penyakit Parkinson’s dementia, senile dementia dan Alzheimer’s, 4) Sekolah, seperti perbaikan aspek akademik dan hubungan antara orangtua dan guru; turunnya absensi dan resiko gangguan perilaku; pencegahan terhadap kenakalan anak, alkoholik, dan penyalahgunaan zat kimia; serta peningkatan rasa tanggung jawab (Wirakusumah 2003).

(23)

7 gejala emosional yang ditimbulkan oleh keluhan PMS. Aktivitas fisik juga dipercaya dapat meningkatkan sistem imunitas sehingga dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap stres (Choi & Salmon 1995).

Mekanisme biologis dari pengaruh aktivitas fisik terhadap pengurangan keluhan menstruasi dijelaskan melalui beberapa cara. Olahraga meningkatkan produksi endorphin, menurunkan kadar estrogen dan hormon steroid lainnya, memperlancar transpor oksigen di otot, dan menurunkan kadar kortisol (Kroll 2010).

FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktifitas fisik adalah variabel utama, setelah angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) dalam penghitungan pengeluaran energi. Menurut Almatsier (2003) AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical activity (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus (FAO/WHO/UNU 2001) sebagai berikut:

PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas)/24 jam

Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut : 1) Sangat ringan dengan nilai PAL 1,2-1,4; 2) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69; 3) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99; 4) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40 (FAO/WHO/UNU 2001).

Seseorang dikatakan beraktivitas ringan (sedentary) bila tidak banyak melakukan kerja fisik, tidak berjalan jauh, umumnya menggunakan alat transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak. Pada kategori sedang adalah orang yang tidak terlalu banyak menggunakan energi, namun lebih banyak mengeluarkan energi dibandingkan yang beraktivitas ringan. Kemungkinan juga adalah orang yang tergolong beraktivitas ringan namun memiliki waktu untuk beraktivitas sedang hingga berat yang teratur, misalnya jogging, berlari, aerobik yang dapat meningkatkan PAL dari 1,55 (ringan) menjadi 1,75 (sedang). Kategori berat adalah orang yang tergolong beraktivitas berat bila orang tersebut dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang mengeluarkan banyak energi seperti berenang dan menari selama 2 jam, mencangkul, berjalan kaki dengan beban yang berat (FAO/WHO/UNU 2001).

Pengetahuan Tentang Isoflavon dan PMS

(24)

8

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antar zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS adalah pengetahuan PMS yang kemudian dikaitkan pengetahuannya tentang isoflavon yang akan berdampak pada upaya untuk mengurangi keluhan PMS dengan pengetahuan tentang isoflavon tersebut. Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS gizi yang baik dapat mendorong seseorang untuk mengonsumsi makanan sumber isoflavon dan lebih lanjut menghindarkan terjadinya keluhan PMS yang berlebihan.

Status Gizi

Status gizi seseorang dapat diperoleh menggunakan pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri sangat penting pada masa remaja untuk mengetahui perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal. Selain itu, menurut Riyadi (2001), pengukuran antropometri penting dilakukan pada masa remaja karena pertumbuhannya cukup sensitif terhadap kekurangan atau kelebihan gizi. Selain itu, kadar hormon dalm tubuh seseorang juga sangat dipengaruhi oleh status gizinya, jika seseorang memiliki status gizi yang baik, maka produksi dan aktivitas hormon akan bekerja dengan baik, begitu juga sebaliknya.

Tabel 1 Status gizi dengan indikator IMT/U menurut WHO (2007)

IMT/U Kategori Status Gizi

z-score < -3SD Sangat Kurus

z-score -3SD - < -2SD Kurus

z-score -2SD - 1SD Normal

z-score > 1SD - 2SD Gemuk

z-score > 2SD Obesitas

(25)

9 klinis, maka sistem klasifikasi untuk mengukur status gizi remaja disajikan dalam bentuk persentil. Klasifikasi dengan persentil pada dasarnya sama dengan z-score karena keduanya menggunakan data berat badan dan tinggi badan (WHO 2007).

Isoflavon

Isoflavon merupakan suatu struktur kimia yang mirip dengan estrogen mamalia. Isoflavon secara alami terdapat dalam bahan pangan nabati dan termasuk kedalam fitoestrogen. Cincin fenolik pada struktur isoflavon merupakan elemen struktural utama yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon banyak ditemukan pada tanaman Leguminoceae tropis. Hal itu karena tanaman tersebut mempunyai enzim kalkon isomerase yang mampu mengubah 2®-naringenin menjadi 2-hidroksidaidzein.

Isoflavon juga merupakan senyawa polifenol yang dapat memperlihatkan peranan seperti estrogen sehingga seringkali disebut sebagai fitoestrogen yaitu senyawa yang mempunyai aktivitas estrogenik yang berasal dari tanaman. Kacang-kacangan khususnya kedelai merupakan sumber utama isoflavon bagi manusia. Terdapat dua bentuk isoflavon dalam makanan yaitu isoflavon dalam bentuk glikosida (terikat pada molekul glukosa) dan aglikon (tidak terikat/bebas). Proses pencernaan (hidrolisis enzimatis) atau fermentasi kedelai dan pengolahan berbagai produk olahan kedelai akan melepaskan molekul gula dari isoflavon glukosida tersebut menghasilkan isoflavon aglikon sehingga dapat lebih mudah diabsorpsi (Muchtadi 2012). Oleh karena itu, kandungan isoflavon utama yang terkandung didalam produk-produk kedelai adalah isoflavon dalam bentuk aglikon.

Kedelai mengandung dua jenis isoflavon utama yaitu genistein dan daidzein ditambah satu jenis isoflavon minor yaitu glisitein. Kandungan isoflavon produk olahan kedelai bervariasi dan dipengaruhi bukan saja oleh jenis (kultivar) kedelai yang digunakan tetapi juga oleh proses pengolahannya (Muchtadi 2012). Berikut ini disajikan kadar isoflavon dalam beberapa jenis produk pangan.

Tabel 2 Kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)

Nama Makanan Kadar Isoflavon Aglikon

Daidzein Genistein Glisitein Total

Mayonnaise yang terbuat dari tofu 5.50 11.30 0.0 16.80

(26)

10

Tabel 2 (lanjutan) kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)

Nama Makanan Kadar Isoflavon Aglikon

Daidzein Genistein Glisitein Total

Kacang mete 0.00 0.01 0.00 0.01

USDA. 2008. USDA Database for The Isoflavone Content of Selected Foods

Anjuran asupan isoflavon berbeda-beda menurut para ahli karena konsentrasi isoflavon dalam tubuh sangat bervariasi dan kondisi individual yang dikontrol oleh banyak faktor. Menurut Depkes (2001), anjuran asupan isoflavon untuk meringankan gejala menopause adala 80 mg/hari. Sedangkan menurut Astawan, anjuran asupan isoflavon adalah 50-90 mg/hari. BPOM (2004) menganjurkan asupan isoflavon sebesar 50 mg//hari untuk orang dewasa yang sehat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ishiwata et al. (2003), asupan isoflavon sebanyak 40mg/hari dapat menurunkan gejala PMS sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Bryant et al. (2005) menyatakan bahwa asupan isoflavon 68 mg/hari dapat menurunkan beberapa gejala PMS.

Manfaat Isoflavon

Beberapa manfaat isoflavon untuk kesehatan adalah: 1. Anti aterosklerosis

(27)

11 kardiovaskuler. Zhan & Ho (2005) juga menambahkan bahwa protein kedelai yang mengandung isoflavon tidak hanya secara nyata mengurangi kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida dalam serum tetapi juga secara nyata meningkatkan kadar kolesterol HDL. Akan tetapi efeknya tergantung pada dosis dan lamanya konsumsi produk kedelai serta konsentrasi lipida awal dalam serum subjek (Muchtadi 2012).

2. Anti osteoporosis

Defisiensi estrogen umumnya tidak dimasukkan kedalam daftar faktor resiko timbulnya osteoporosis akan tetapi estrogen secara tidak langsung berhubungan dengan banyak faktor resiko osteoporosis yaitu: wanita, kurus, menderita amenorrhea (siklus menstruasi yang tidak teratur), berumur lanjut, pascamenopause, dan pecandu alkohol (Muchtadi 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Lindsay et al. (1984), estrogen sebagai hormone replacement therapy (HRT) terbukti efektif dalam mencegah kehilangan massa tulang pada wanita pasca menopause serta mengurangi insiden patah tulang (Muchtadi 2012).

3. Menurunkan resiko terjadinya kanker

Banyak studi yang mengemukakan bahwa asupan flavonoid berhubungan dengan penurunan kejadian beberapa kanker dan penyakit kardiovaskuler (Hertog et al. 1995). Hal itu karena senyawa golongan flavonoid memiliki sifat antioksidan seperti antimutagenic dan antiproliferative properties. Senyawa golongan flavonoid khususnya isoflavon dapat menurunkan kejadian kanker payudara karena sifat nya sebagai anti-estrogenic effects (Peterson et al. 2003).Soet al. (1996) juga mengemukakan bahwa berbagai kategori flavonoid dilaporkan dapat menghambat replikasi sel kanker payudara, oestrone sulphatase activity, dan perkembangan sel tumor di kelenjar payudara.

Peterson et al. (2003) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara asupan flavonoid dengan kejadian kanker payudara. Penelitian yang dilakukan pada wanita di Yunani tersebut menunjukkan bahwa konsumsi flavonoid minimal 0.5 mg/hari dapat menurunkan kejadian kanker payudara sebesar 0.87 kali pada wanita usia reproduktif. Selain itu, penelitian yang dilakukan pada wanita beretnik Asia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa konsumsi tofu sebanyak 4 kali seminggu dapat menurunkan resiko terkena kanker payudara sebesar 0.65 kali dibandingkan kelompok yang tidak mengonsumsinya (Wu et al. 2002) dan penelitian yang dilakukan oleh Yamamoto et al. (2003) intake isoflavon sebesar 25.5 ± 2.2 mg per hari dapat menurunkan resiko kanker payudara sebesar 46%.

4. Mengurangi keluhan PMS

Tidak ada mekanisme yang jelas yang menjelaskan bagaimana isoflavon dapat mengurangi gejala PMS. Namun diduga karena sifat biologis isoflavon yang menyerupai estrogen dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Struktur fenolik isoflavon merupakan determinan utama dalam kemampuannya berikatan dengan reseptor estrogen. Kesamaan ini memungkinkan isoflavon berikatan dengan reseptor estrogen.

(28)

12

karena kemampuannya untuk berperan sebagai antioksidan, menghambat angiogenesis, memfasilitasi kerja neurobehavioural, dan dapat berfungsi sebagai anti-estrogenic effects dan estrogenic effects. Oleh karena itu, isoflavon dapat mengurangi keluhan PMS dengan menstabilkan fluktuasi siklus alami estrogen.

Gambar 1 Perbandingan struktur metabolit isoflavon equol dan estradiol menunjukkan kesamaan dalam susunan spasial planar (Setchell & Cassidy 1999)

Stres

Feldman (1989) mendefinisikan stres sebagai proses dimana individu menilai suatu kejadian yang mengancam, menantang atau berbahaya dan selanjutnya merespon terhadap kejadian tersebut pada tahap fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Melson (1980) dalam Furi (2006) mendefinisikan stres sebagai proses yang terjadi saat individu harus menyesuaikan diri dengan suatu keadaan yang biasanya dimanifestasikan oleh sindrom spesifik. Stres adalah suatu tuntutan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba. Gunarsa & Gunarsa (2004) menyatakan bahwa stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut.

Menurut Fabella (1993), stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan eustres. Distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang semakin meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang sulit dan mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut.

Faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan atas tiga golongan yaitu: 1) Stresor fisikbiologik. Stresor ini terdiri atas rasa dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan, dan sebagainya; 2) Stresor psikologis. Stresor ini terdiri atas rasa takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta, dan lain-lain; 3) stresor sosial budaya. Contohnya pengangguran, perceraian, perselisihan, dan lain-lain. Terdapat empat stresor yaitu (Gunarsa & Gunarsa 2004):

1. Perubahan suasana yang pesat: politik, pendidikan, pekerjaan, usia, kematian seseorang.

2. Hubungan sosial seperti persaingan

(29)

13 4. Harapan yang tidak realistis yaitu harapan yang tidak sesuai dengan

keyataan dan tidak dapat menerima keadaan yang telah ada.

Stres pada zaman modern ini disebabkan banyaknya perubahan yang harus dihadapi yang menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan penyesuaian yang pesat. Hal ini tidak mudah dilalui oleh setiap orang sehingga usaha, kesulitan, kegagalan dalam mengikuti perubahan dapat menimbulkan beraneka ragam keluhan (Gunarsa dan Gunarsa 2004).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) keluhan yang muncul akibat rasa cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir diantaranya:

1. Keluhan Fisik, meliputi:

a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit kardiovaskuler yang sudah ada;

b. Gangguan sstem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung);

c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan pegal di bahu, pinggang, leher, dan kepala;

d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga mudah masuk angin, pilek;

e. Tics: gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan sebagai kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi dari konflik emosi;

f. Kebiasaan: menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosok-gosok tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya ketegangan; g. Sindrom ketegangan pra menstrual: nyeri di tubuh, mual, sakit kepala,

rasa tidak nyaman sebelum haid, serta siklus haid yang tidak teratur. Selain itu, sindrom ini juga disebabkan terganggunya keseimbangan hormon,

2. Keluhan Psikologis, meliputi:

a. Perasaan tidak menentu, cemas, dan takut yang tidak jelas dan tidak terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat menyebabkan penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau tempat dan keadaan tertentu;

b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia), kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan dorongan melakukan percobaan bunuh diri;

c. Ketidakseimbangan emosi: suasana hati mudah berubah, cepat marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris;

(30)

14

beberapa penyakit kulit, hipertensi, CHD (Chronic Heart Disease), dan juga kanker (Smet 1994).

Vitamin A dan vitamin C telah diketahui menjadi sumber antioksidan yang berasal dari makanan. Asupan zat gizi tersebut penting karena dapat mengurangi dampak stres yang terjadi pada tubuh karena antioksidan dapat menghambat aktivitas senyawa oksidan baik yang berbentuk radikal bebas atau pun bentuk senyawa oksigen reaktif lain. Kerusakan oksidatif akibat stres terjadi karena rendahnya antioksidan didalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktivitas senyawa oksidan. Antioksidan enzimatis (SOD, katalase, glutation perosidase) dan non-enzimatis (vitamin A, vitamin C) bekerja bersama-sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh (Winarsi 2007).

Tingkat stres dapat dikelompokkan menjadi ringan, sedang, dan tinggi. Tingkat stres seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan gejala-gejala stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun gejala emosional (Furi 2006). Tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan berbagai alat ukur, salah satunya adalah alat ukur yang diadaptasi dari Widayati (2009). Alat ukur ini telah digunakan untuk mengukur tingkat stres pada siswa berdasarkan gejala-gejala yang dialami tubuh akibat stres.

Premenstrual syndrome (PMS)

Menstruasi adalah pengeluaran darah dari dinding rahim secara berkala yang terjadi karena luluhnya bagian dinding rahim (endometrium) yang dipersiapkan bagi embrio dan dimulai saat anak perempuan mulai memasuki periode pubertas (Hardinsyah 2004). Menurut Pearce (1992) wanita mendapat menstruasi pertama kali (menarche) pada usia 10 sampai 14 tahun. Usia menarche tersebut tidak sama pada setiap wanita karena dipengaruhi oleh faktor stres, keadaan gizi, keturunan, dan status kesehatannya. Sebelum datangnya menstruasi, kebanyakan wanita sering mengalami keluhan Premenstrual syndrome (PMS). Insiden PMS cukup tinggi terutama pada remaja putri dengan siklus menstruasi yang belum teratur (Affandi & Danukusumo 1990). Prevalensi PMS diestimasikan berada pada kisaran 20%-90% (Golub 1992) pada wanita usia reproduksi. Namun menurut Suparman & Ivan (2011), prevalensi kejadian PMS di Indonesia cukup tinggi yaitu 85% dari seluruh wanita reproduktif. PMS adalah sejumlah perubahan psikis maupun fisik yang terjadi antara hari 2 hingga ke-14 sebelum menstruasi dan mereda hampir segera saat menstruasi berawal. Keluhan-keluhan fisik yang dirasakan diantaranya payudara yang mengeras dan terasa sakit saat tertekan, keram pada perut bagian bawah, perut kembung, produksi air seni berkurang, serta timbul gangguan-gangguan pada kulit seperti jerawat dan bisul. Selain itu, keluhan psikis juga sering terjadi yaitu ketegangan menghadapi sesuatu, rasa cepat marah, depresi, lesu, dan kurang berkonsentrasi dan kebanyakan dari mereka menyadari perubahan-perubahan tersebut 7 hari sebelum datangnya menstruasi (Shreeve 1989).

(31)

15 water-retention based symptoms (breast tenderness dan bloating), perubahan selera makan dan ngidam makanan tertentu.

Sebenarnya tidak ada panduan untuk menkuantifikasi tingkat keparahan atau frekuensi PMS serta tidak terdapat konsensus yang jelas untuk diagnosis PMS secara klinis, oleh karena itu diagnosis sebaiknya didasarkan atas fluktusi gejala (Freeman 2003). Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengukur premenstrual syndromes yaitu Shreeve (1989) yang mengelompokkan gejala-gejala yang biasa timbul meliputi gejala-gejala fisik (kenaikan berat badan, pembengkakan, sakit kepala, dll) serta gejala psikis (ketegangan, cepat marah, depresi, dll). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Bryant et al. (2005) melakukan pengukuran premenstrual syndrome menggunakan Penn Daily Symptoms Rating berdasarkan gejala-gejala yang biasa timbul yang dibuat oleh Freeman et al. (1996). Freeman et al. (1996) mengelompokkan gejala kedalam 4 sub-cluster yaitu: mood (irritability, mood, tension, anxiety, depression, loss of control), behaviour (poor coordination, confusion, insomnia, crying, fatigue, headaches), pain (breast tenderness, cramps, aches), dan physical symptoms (food cravings and swelling). Responden diminta untuk menilai adanya gejala serta tingkat keparahannya dalam form harian selama satu minggu.

Penyebab Keluhan Menstruasi

Keluhan menjelang menstruasi (PMS) biasanya dimulai sejak 7 sampai 10 hari sebelum menstruasi. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap keluhan PMS dantaranya adalah stres, status gizi, pola konsumsi makanan tertentu, serta kebiasaan berolahraga (Tan 2006). Sementara itu menurut Hardinsyah (2004), beberapa faktor yang diduga dapat berpengaruh terhadap keluhan menstruasi yaitu keturunan, hormonal, psikis, dan lingkungan. Jika seorang ibu mengalami keluhan menstruasi maka kemungkinan besar anak perempuannya akan mengalami hal yang sama. Keluhan menstruasi disebabkan oleh ketidakseimbangann hormon estrogen dan progesterone. Pada saat akan menstruasi, kadar hormon estrogen wanita meningkat pesat sementara hormon progesterone menurun.

Shreeve (1989) juga menyatakan bahwa hormon prolaktin dapat mempengaruhi PMS karena prolaktin yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan progesterone yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat menganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormon tersebut. Dengan adanya ketidakseimbangan hormon pada wanita saat akan menjelang menstruasi maka dapat mempengaruhi fisik dan psikisnya.

(32)

16

dapat menurunkan kualitas penyerapan zat gizi. Radikal bebas dari polusi udara tersebut dapat menyebabkan penggunaan antioksidan dalam tubuh terkuras sehingga akan berdampak pada terjadinya keluhan menstruasi. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya PMS yaitu wanita yang pernah melahirkan, usia, stres, pola diet, kekurangan zat-zat gizi tertentu (vitamin B6, vitamin E, vitamin C, Mg, Fe, zinc, Ca, asam lemak omega 6), serta kurangnya kebiasaan berolahraga (Karyadi 2005).

Vitamin A dan C berperan sebagai antioksidan dan dapat membantu fungsi ovarium dan mengurangi nyeri payudara. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan karena kemampuannya sebagai agen pereduksi, seperti mereduksi superoxide menjadi hidrogen peroksida atau mereduksi unsur logam. Vitamin ini juga membantu beberapa proses di dalam tubuh seperti menjadi bagian dari prosessintesa karnitin yang berfungsi untuk transfer lemak, transport elektron dalamberbagai reaksi enzimatik, sintesa kolagen dan meningkatkan imunitas (Guthrie1998).

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh yaitu 1.5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dalam keadaan normal, sebanyak 30-50% kalsium yang dikonsumsi akan diabsorpsi tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia (Almatsier 2006).

Kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium juga mengatur aktivitas hormon-hormon pertumbuhan. Selain itu, salah satu peran penting kalsium adalah untuk meringankan keluhan PMS. Menurut Lider (1992), defisiensi kalsium dalam darah mengakibatka iritabilitas neuromuscular (kekejangan dan kontraksi urat daging yang tidak terkendali) dan dapat menyebabkan peningkatan keluhan PMS bila defisiensi itu terjadi pada masa luteal. Menurut Gaong (2001), fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-rata 14 hari. Pada saat itu terjadi kontraksi otot perut yang sangat intens untuk mengeluarkan darah menstruasi. Kontraksi yang sangat intens ini kemudian menyebabkan otot menegang. Ketegangan otot tersebut tidak hanya terjadi pada otot perut, tetapi juga otot-otot penunjang otot perut. Kontraksi ini akan meningkat apabila mengalami defisiensi kalsium.

(33)

17 Vitamin B6 juga berperan dalam metabolisme energi khususnya yang berasal dari karbohidrat. Ketersediaan vitamin B6 yang cukup akan mendukung ketersediaan energi untuk otakuntuk melakukan fungsinya. Vitamin B6 juga berfungsi untuk mengaktifkan hormon serotonin yaitu hormon yang berfungsi untuk megontrol perubahan emosi dan suasana hati seseorang. Oleh karena itu, kecukupan asupan vitamin B6 juga penting dalam mempertahankan mood dan perasaan seseorang yang dapat membantu mengurangi keluhan psikis yang terjadi akibat PMS. Selain itu, tingginya kadar estrogen saat PMS dapat mempengaruhi kadar vitamin B6 didalam darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat terjadi peningkatan estrogen, kadar vitamin B6 dalam darah mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas hormon estrogen yang membutuhkan vitamin B6, sehingga saat terjadi peningkatan estrogen maka cadangan vitamin B6 akan terkuras. Oleh karena itu, ketersediaan vitamin B6 dapat mempengaruhi keluhan PMS terutama keluhan psikis yang terjadi (Doll et al. 1989).

Sementara itu. hasil penelitian Utami (2003) menunjukkan bahwa persentase keluhan menstruasi remaja putri d SMUN 81 Jakarta lebih besar dibandingkan dengan SMUN 1 Ciampea dan SMUN 1 Bogor. Hal tersebut diduga karena faktor stres lebih besar terjadi di kota metropolitan seperti Jakarta. Stres akan merangsang dihasilkannya hormon adrenalin berlebihan dan menyebabkan jantung berdebar. Produksi adrenalin tersebut membutuhkan zat-zat gizi seperti vitamin B6, Zinc, dan kalsium sehingga jika seseorang mengalami stres maka produksi vitamin B6, Zinc, dan kalsium akan terkuras (Khomsan 2002). Jika kekurangan vitamin B6 maka akan menganggu produksi serotonin yang berfungsi untuk kelancaran kerja otak sehingga seseorang yang mengalami kekurangan vitamin B6 akan memiliki emosi yang tidak stabil (Doll et al. 1989).

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Keadaan sosial ekonomi seperti pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, dan uang sakudapat mempengaruhi pengetahuan gizi remaja putri. Jika seorang anak memiliki ibu yang berpendidikan tinggi dan pekerjaan yang baik maka kemungkinan anak tersebut memiliki pengetahuan gizi yang baik karena ibu berperan penting dalam mendidik dan memenuhi kebutuhan anaknya. Selain itu, pendapatan keluarga dan besar keluarga akan mempengaruhi besarnya uang saku yang akan diberikan kepada anaknya sehingga seorang remaja memiliki kemampuan untuk memilih dan membeli makanannya sendiri. Uang saku yang dimiliki oleh remaja juga memungkinkan ia untuk dapat memperoleh informasi mengenai gizi yang bisa diperoleh dari media cetak maupun elektronik.

(34)

18

(35)

19

Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran

Kondisi Hormonal Media

- Iklan - Poster - Televisi - Majalah

Keluhan Premenstrual

Syndrome (PMS)

Status Gizi

(IMT/U)

Ketersediaan

Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS

Pola Konsumsi Isoflavon

- Frekuensi konsumsi - Tingkat kecukupan

Keadaan sosial ekonomi

- Pendidikan ibu - Pekerjaan ibu

- Pendapatan keluarga - Besar keluarga - Uang saku

Aktivitas Fisik

Asupan Zat Gizi Mikro - Ca

- Vitamin B6 - Vitamin A - Vitamin C Tingkat Stres

Keterangan :

(36)

20

4

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan metode observasional. Pemilihan tempat dan responden dilakukan secara purposive, yaitu di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Dramaga, Bogor pada siswi-siswi kelas XI. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2013 hingga Oktober 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Penentuan jumlah contoh yang akan diambil berdasarkan estimasi proporsi dengan pertimbangan agar mendapatkan responden yang tidak mengalami keluhan PMS lebih besar. Berikut ini perhitungan besarnya contoh yang diambil menggunakan rumus estimasi proporsi (Lemeshow & David 1997):

n =

P(1-P) z2α/2

d2

Keterangan:

n = jumlah contoh minimal yang diperlukan

P = estimasi proporsi contoh yang mengalami PMS

d = presisi (tingkat ketepatan yang ditentukan oleh perbedaan hasil yang diperoleh contoh dibandingkan hasil yang diperoleh dari populasi)

z = nilai z pada kepercayaan α/2

Estimasi proporsi contoh diambil dari hasil penelitian Suparman & Ivan (2011) yang menyatakan bahwa prevalensi terjadinya keluhan PMS terjadi pada 85% wanita usia reproduktif. Besarnya contoh yang diperlukan jika peneliti menginkan presisi 5% pada selang kepercayaan 95% adalah:

n = responden ditambah 30% sehingga jumlah responden total yang diambil adalah 130 orang. Setelah dilakukan cleaning data didapatkan total responden yang memiliki data lengkap yaitu berjumlah 100 orang.

(37)

21 mengalami menstruasi, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah tidak mengalami siklus menstruasi normal (amenorrhea), sedang mengalami gangguan kesehatan, memiliki kebiasaan merokok, siswa pindahan, dan siswa yang berencana akan pindah.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi, tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C, serta keluhan PMS. Pengumpulan data ini dilakukan dengan teknik pengisian kuesioner serta pengukuran. Data sekunder diperoleh dari data sekolah mengenai profil sekolah dan nama siswi.

Tingkat aktivitas fisik diperoleh dengan hasil recall 2x24 jam aktivitas pada hari sekolah dan hari libur yang meliputi aktivitas yang dilakukan dirumah maupun sekolah serta juga dihitung alokasi waktu yang digunakan untuk masing-masing aktivitas tersebut.

Pengetahuan isoflavon dan PMS didapatkan melalui teknik pengisian kuesioner oleh responden yang dipandu langsung oleh peneliti. Pertanyaan tentang pengetahuan gizi berisi 15 pertanyaan mengenai isoflavon dan PMS dengan 4 pilihan jawaban yang dapat dipilih salah satu sesuai jawaban benar menurut responden.

Status gizi responden diperoleh dengan mengumpulkan data berat badan (kg) dan tinggi badannya (cm). Berat badan (kg) diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung menggunakan timbangan injak dengan tingkat ketelitian 0.1 kg sedangkan tinggi badan (cm) menggunakan alat ukur microtoise dengan tingkat ketelitian 0.1 cm.

Konsumsi makanan sumber isoflavon terdiri dari jenis, jumlah, frekuensi konsumsi, serta tingkat kecukupan isoflavon. Data frekuensi konsumsi makanan sumber isoflavon diperoleh dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi quantitative yang mengukur frekuensi konsumsi individu selama sebulan dan diisi oleh masing-masing responden setiap harinya, kemudian dari data tersebut akan didapatkan rataann frekuensi konsuminya dalam seminggu. Sedangkan tingkat kecukupan isoflavon didapatkan dengan menghitung rata-rata asupan isoflavon sehari kemudian dibandingkan dengan rata-rata asupan isoflavon pada seluruh responden yang juga dilakukan menggunakan FFQ semi quantitative.

Tingkat kecukupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C diperoleh berdasarkan perbandingan rata-rata asupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C yang didapat melalui Food Record 7x24 jam dengan rata-rata asupan zat gizi tersebut pada seluruh responden.

(38)

22

Keluhan PMS juga didapatkan melalui pengisian kuesioner mandiri oleh setiap responden selama sebulan yang disesuaikan dengan jadwal menstruasi masing-masing responden yaitu dimulai pada hari pertama setelah menstruasi selesai sampai hari terakhir sebelum datangnya menstruasi lagi.

Tabel 3 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan

1. Karakteristik individu:

(39)

23 Tabel 4 Jenis dan kategori pengolahan data

Variabel Kategori Variabel Sumber

Pendidikan ibu Tidak tamat SD/Tidak sekolah

SD

Pendapatan keluarga/bulan <Rp 500.000/bulan

(40)

24

Hubungan antara variabel dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman sedangkan faktor-faktor resiko keluhan PMS dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Berikut adalah model regresi logistik yang digunakan:

(x) =

ebo+b1x1+b2x2+b3x3+b4x4+b5x5+b6x6+b7x7+b8x8 1 + eb0+b1x+b2x2+b3x3+b4x4+b5x5+b6x6+b7x7+b8x8

Y = log = b0+b1x1+b2x2+b3x3+b4x4+b5x5+b6x6+b7x7+b8x8+b9x9+Ɛ

Keterangan :

╦ (x) = peluang terjadinya keluhan PMS (1= PMS berat 0= tidak mengalami PMS/ringan/sedang)

b0 = konstanta

b1 = koefisien regresi

x1 = tingkat aktivitas fisik (1= sedang/berat 0= sangat ringan/ringan)

x2 = status gizi (1= normal 0= tidak normal)

x3 = pengetahuan gizi (1= cukup/baik 0= kurang)

x4 = tingkat kecukupan isoflavon (1= diatas rata-rata 0= dibawah rata-rata) x5 = tingkat kecukupan Ca (1= diatas rata-rata 0= dibawah rata-rata) x6 = tingkat kecukupan vitamin B6 (1= diatas rata 0= dibawah

rata-rata)

x7 = tingkat kecukupan vitamin A (1= diatas rata-rata 0= dibawah rata-rata) x8 = tingkat kecukupan vitamin C (1= diatas rata-rata 0= dibawah rata-rata)

x9 = tingkat stres (1= berat 0= ringan/sedang)

Ɛ = galat

Data keadaan sosial ekonomi, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, pola konsumsi isoflavon, tingkat kecukupan gizi (Ca, Vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C), dan keluhan PMS, responden didapat melalui kuesioner dan wawancara. Kemudian responden dibagi menurut ada atau tidaknya keluhan PMS.

Keadaan sosial ekonomi yang diteliti meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, dan uang saku. Pendidikan ibu responden diukur berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh kemudian dikelompokkan menjadi tidak sekolah/tidak tamat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Pekerjaan ibu diperoleh berdasarkan status pekerjaan ibu yaitu bekerja dan tidak bekerja. Pendapatan keluarga diperoleh dari total pendapatan keluarga per bulan baik yang berasal dari ibu, ayah, maupun anggota keluarga lain yang berada dalam satu rumah tangga. Besar keluarga diukur dari jumlah anggota keluarga kemudian dibedakan atas keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan 4 orang, sedang jika berjumlah 5 sampai 7 orang, serta besar jika jumlah anggota keluarganya lebih dari 7 orang (BPS 2001). Uang saku diukur dari jumlah uang yang diterima oleh responden diluar biaya transportasi rutin ke sekolah maupun ke tempat les.

(41)

25 1.20-1.39), ringan (nilai PAL 1.40-1.69), sedang (nilai PAL 1.70-1.99), dan berat (nilai PAL 2.00-2.40) menurut FAO/WHO/UNU (2001).

Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS diukur dengan menghitung skor/jumlah jawaban dari 15 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban. Jawaban benar diberi nilai 1, sedangkan jawaban yang salah atau tidak tahu diberi nilai 0. Skor minimum adalah 0 dan skor maksimum 15. Kategori persentase dari nilai pengetahuan gizi tentang isoflavon dan PMS berdasarkan Khomsan (2000), yaitu kurang jika kurang dari 60% (<60%), cukup jika 60%-79%, dan baik jika lebih besar sama dengan 80% (≥80%).

Status gizi responden ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh menurut usia (IMT/U) dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2) dengan usianya. Selanjutnya IMT/U diklasifikasikan berdasarkan kategori WHO (2007).

Frekuensi konsumsi isoflavon didapatkan menggunakan metode FFQ semi quantitative selama sebulan kemudian frekuensi tersebut dibagi menjadi frekuensi konsumsi makanan sumber isoflavon dalam satuan minggu. Tingkat kecukupan isoflavon dihitung melalui perbandingan rata-rata asupan isoflavon berdasarkan kandungan isoflavon dari makanan-makanan sumber isoflavon yang dikonsumsi dengan rata-rata asupan pada seluruh responden. Kategori tingkat kecukupan tersebut dibagi menjadi diatas rata-rata jika kecukupannya diatas rata-rata asupan dan dibawah rata-rata jika kecukupannya berada dibawah rata-rata asupan keseluruhan. kecukupannya diatas rata-rata asupan dan dibawah rata-rata jika kecukupannya berada dibawah rata-rata asupan keseluruhan. Data jumlah makanan yang dikonsumsi responden dikonversikan dari ukuran rumah tangga (URT) ke dalam ukuran berat dengan menggunakan nutrisurvey 2007 sehingga diperoleh total asupan zat gizinya.

Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari penelitian Widayati (2009) yang mengembangkan instrumen mengukur tingkat stres yang dilakukan pada anak sekolah. Kuesioner tersebut berisi 16 pertanyaan mengenai gejala atau keluhan yang dirasakan dan dari keluhan tersebut dapat diukur tingkat stresnya. Pertanyaan yang diajukan mengenai kekerapan terhadap keluhan yang dirasakannya yaitu dengan jawaban tidak pernah dan jarang (1-2x sebulan) bernilai 1, cukup (3-4x sebulan) mempunyai nilai 2, sering(1-2x seminggu) dan sering sekali (>3x seminggu) memiliki nilai 3. Skor minimum adalah 16 dan skor maksimum adalah 48. Skor <17 menunjukkan tingkat stres yang rendah, skor 17-32 menunjukkan adanya tingkat stres yang sedang, dan skor >17-32 menunjukkan tingkat stres yang tinggi.

(42)

26

hanya mengalami 1 hingga 5 keluhan dan PMS jika mengalami lebih dari 5 keluhan yang terjadi 7 hingga 10 hari sebelum datangnya menstruasi. Kuesioner yang diberikan berupa diary keluhan PMS yang berisi 20 pernyataan tentang keluhan PMS yang dirasakan. Dari frekuensi yang telah diisi responden, peneliti mengkategorikan frekuensi keluhan tersebut menjadi tidak pernah, jarang (1-3 hari), dan sering (≥4 hari). Kategori keluhan tidak pernah bernilai 0, jarang memiliki nilai 1, dan sering mempunyai nilai 2. Skor minimum adalah 0 dan skor maksimum adalah 40. Skor 0 menunjukkan tidak adanya keluhan, skor 1-10 menunjukkan adanya keluhan ringan, skor 11-20 menunjukkan keluhan sedang, skor 21-30 menunjukkan keluhan berat, dan skor 31-40 menunjukkan keluhan yang parah.

Definisi Operasional

Responden adalah remaja putri yang berusia 15-16 tahun, sudah mengalami menstruasi, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai.

Besar keluarga adalah jumlah orang yang tinggal bersama dalam satu rumah dan makan dari sumber penghasilan yang sama serta tercantum dalam satu kartu keluarga.

Tingkat Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan terakhir yang dijalani oleh ibu responden yang diukur lamanya pendidikan atau jenjang pendidikan. Pekerjaan Ibu adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ibu responden

Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang dimiliki responden untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangannya yang diberikan oleh orangtuanya setiap hari

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.

Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan contoh dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan yang diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

Tingkat aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan durasi waktu kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh dari recall 2x24 jam (1 hari sekolah dan 1 hari libur) yang dinyatakan dengan PAL. Nilai PAL kemudian dikelompokkan menjadi sangat ringan (nilai PAL 1,2-1,4), ringan (nilai PAL 1,40-1,69), sedang (nilai PAL 1,70-1,99), dan berat (nilai PAL 2,00-2,40).

Pengetahuan isoflavon dan PMS adalah skor kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan seputar pengetahuan tentang isoflavon dan PMS yang kemudian diklasifikasikan menurut skor pengetahuan gizi menurut Khomsan (2000).

Status gizi adalah status gizi remaja yang dinilai berdasarkan IMT/U dan dikategorikan menjadi status gizi sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas menurut WHO (2007).

(43)

27 perbandingan rata-rata asupan isoflavon dengan rata-rata asupan seluruh responden dan dibagi menjadi kecukupan dibawah rata-rata dan diatas rata-rata

Tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C) adalah tingkat kecukupan yang dihitung melalui perbandingan rata-rata asupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C melalui Food Record 7x24 jam dengan rata-rata asupan zat gizi tersebut pada seluruh responden, kemudian dibagi menjadi kecukupan dibawah rata-rata dan diatas rata-rata. Tingkat stres adalah derajat tekanan yang dialami responden yang diukur dari gejala fisik maupun psikologis yang dirasakannya dan dibagi menjadi tingkat stres yang rendah, sedang, dan tinggi.

Keluhan PMS adalah sekumpulan gejala fisik dan psikis yang biasanya terjadi 7 sampai 10 hari sebelum menstruasi dan mereda saat sudah datangnya menstruasi, diukur melalui kekerapan gejala-gejala yang biasa timbul dan dari skor yang didapat kemudian dikategorikan menjadi keluhan yang ringan, sedang, berat, dan parah.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

SMAN 1 Dramaga dan SMAN 2 Bogor adalah dua sekolah menengah atas yang terletak di Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan letaknya, SMAN 1 Dramaga berada di Kabupaten Bogor yang letaknya tidak jauh dari Kampus IPB sedangkan SMAN 2 Bogor berada di Kota Bogor dan tidak jauh dari jalan utama dan dekat dengan tempat serta fasilitas-fasilitas umum yang ada di Kota Bogor.

Dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, SMAN 1 Dramaga dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. SMAN 1 Dramaga yang resmi didirikan pada tahun 2006 ini merupakan sekolah menengah atas favorit di Kabupaten Bogor yang telah mampu menghasilkan siswa dan siswi yang berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Pada awalnya sekolah tersebut memiliki satu gedung yang sama dengan SMPN 1 Dramaga hingga akhirnya SMA ini memiliki gedung sendiri untuk menampung siswa dan siswinya dalam kegiatan belajar mengajar. Selain letak sekolah yang strategis di dekat Kampus IPB, SMAN 1 Dramaga ini juga berada di jalan utama yaitu Jalan Raya Dramaga yang dekat dengan dua Rumah Sakit (RS) yaitu RS Medika Dramaga dan RS Karya Bakti Pratiwi.

SMAN 2 Bogor juga dipimpin oleh seorang kepala sekolah dengan dibantu oleh empat orang wakilnya yaitu di bidang kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, serta HUMAS. Sekolah Menengah Atas (SMA) ini merupakan salah satu SMA favorit di Bogor. Hal tersebut didukung oleh penghargaan yang diterima sekolah ini semenjak tahun 2007 sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah ini juga menghasilkan banyak siswa/siswi maupun guru berprestasi di bidang akademik dan non akademik.

Gambar

Gambaran Umum Sekolah
Tabel 2 Kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)
Tabel 2 (lanjutan) kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)
Gambar 2 Bagan kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peluang emprik merupakan rasio dari hasil yang dimaksud dengan semua hasil yang mungkin pada suatu eksprimen lebih dari satu.Dalam suatu percobaan dimana setiap hasil memunyai

Setelah pengamatan, siswa mampu menyajikan laporan hasil pengamatan tentang berbgai perubahan bentuk energi dalam kehidupan sehari-hari dengan sistematis..

Dengan diberikannya seragam sekolah maka orang tua siswa tidak lagi mengeluarkan biaya untuk membeli seragam sekolah, dan uang yang awalnya akan digunakan

Peningkatan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,57 persen disebabkan oleh naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 0,58

FUNGSI ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN “ Salah satu fungsi Administrasi Kepegawaian adalah Perencanaan kenaikan pangkat yang didasarkan atas kecakapan pegawai dengan

Nilai biomassa tertinggi terdapat pada jalur hijau jalan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal, sedangkan nilai biomassa, terendah terdapat pada jalan Cirebon Kecamatan Medan

Bagi guru pendidik, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan tambahan informasi kepada orang tua tentang menggunakan literasi

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “STUDI PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA