• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN

ASIATIKOSIDA DARI PEGAGAN (

Centella asiatica

)

DWI ERNAWATI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DWI ERNAWATI. Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan WULAN TRI WAHYUNI.

Ekstraksi asiatikosida dari pegagan sudah banyak dilakukan, tetapi metode yang optimum masih perlu dikembangkan. Penelitian ini bertujuan menentukan metode ekstraksi yang optimum dan pemurnian asiatikosida dari pegagan. Parameter ekstraksi yang digunakan ialah suhu, waktu, dan pelarut dengan bantuan ultrasonik. Kadar asiatikosida diukur dengan spektrofotometer ultraviolet-visible. Ekstrak yang mengandung asiatikosida paling tinggi difraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan kloroform:metanol secara gradien bertahap. Kadar dan kemurnian asiatikosida dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Kondisi ektraksi yang optimum terdapat pada pelarut etanol suhu 30 °C dengan bantuan sonikasi selama 15 menit. Fraksi asiatikosida dapat dipisahkan dengan kromatografi kolom saat elusi kloroform:metanol nisbah 6:4, 5:5, dan 4:6. Kadar asiatikosida yang diperoleh ialah 23.14 mg/g fraksi KLT preparatif 1 dan 193.75 mg/g fraksi KLT preparatif 2 dengan persentase kemurnian masing-masing kurang dari 50%.

Kata kunci: asiatikosida, ekstraksi, pegagan.

ABSTRACT

DWI ERNAWATI. Extraction Optimization and Purification of Asiaticoside from Centella asiatica. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI.

Extraction of asiaticoside from Centella asiatica has already reported but the effective extraction method should be continuously developed. This study was developed to find an effective extraction and purification method of asiaticoside from this species. Extraction parameter such as temperature, time, and solvent were varied and extraction was conducted using ultrasonic. Asiaticoside content from crude extract was determined using ultraviolet-visible spectrophotometer. Asiaticoside from the extract was further isolated by column chromatography with chloroform: methanol as using step gradient elution. The concentration and purity of asiaticoside fraction from preparative TLC was determined using high performance liquid chromatography analysis. The optimum extraction conditions was that using ethanol as solvent at 30 °C for 15 min. The result showed that the best eluent to separate asiaticoside fraction was chloroform: methanol in 6:4, 5:5, and 4:6 ratios. The asiaticoside contents of fraction 1 and 2 was 23:14 mg/g preparative TLC fraction and 193.75 mg/g preparative TLC fraction with purity less than 50%.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN

ASIATIKOSIDA DARI PEGAGAN (

Centella asiatica

)

DWI ERNAWATI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica)

Nama : Dwi Ernawati

NIM : G44090056

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Pembimbing I

Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS dan Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi selaku pembimbing atas arahan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik (Pak Eman, Pak Dede, dan Bu Nunung), staf Laboratorium Bersama (Mas Eko), dan analis di Pusat Studi Biofarmaka (Bu Nunuk, Mbak Lela, Mbak Ina, Mas Endi, dan Mas Antonio) yang telah memberikan bantuan dan masukan kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu, Ayah, Kakak, dan Adik tercinta atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.

Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

BAHAN DAN METODE 2 

Alat dan Bahan 2 

Metode 2 

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 

Kadar Air dan Abu 5 

Ekstrak Pegagan dan Kadar Asiatikosida 6 

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom 7 

Pemurnian Asiatikosida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 9  Kadar dan Kemurnian Asiatikosida dengan HPLC 11 

SIMPULAN DAN SARAN 12 

Simpulan 12 

Saran 13 

DAFTAR PUSTAKA 13 

LAMPIRAN 15

(14)

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan parameter pelarut, suhu, dan waktu sonikasi 3 

2 Nisbah eluen pada analisis KCKT 5 

3 Rendemen hasil ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu 7  4 Nilai Rf fraksi hasil KLTP dengan analisis KLT 10 

5 Kadar asiatikosida hasil HPLC 12 

6 Kadar asiatikosida 12 

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman pegagan 5 

2 Struktur asiatikosida (Jia dan Lu 2008) 6  3 Profil analisis KLT sebelum (a) dan setelah (b) penyemprotan dengan

pereaksi Liebermann-Buchard dengan eluen kloroform-metanol-air

13:5:0.8 8 

4 Profil KLT dari kiri ke kanan fraksi 1 sampai fraksi 14 hasil

kromatografi kolom 9 

5 Profil isolasi asiatikosida dengan KLTP (1) standar asiatikosida (2) noda yang memiliki intensitas warna ungu yang tinggi (3) noda yang

memiliki warna ungu kehitaman 10 

6 Profil KLT dari kiri ke kanan (a) Larutan standar asiatikosida (b) fraksi

KLTP 1 (c) fraksi KLTP 2 10 

7 Kromatogram hasil HPLC larutan (a) standar asiatikosida (b) fraksi

KLTP 1 dan (c) fraksi KLTP 2 11 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 15 

2 Hasil determinasi tanaman pegagan 16 

3 Penentuan kadar air simplisia pegagan 17  4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan 17  5 Rendemen ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu 18  6 Profil spektrum larutan standar asiatikosida pada pemayaran 200 nm

sampai 400 nm 20 

7 Kadar asiatikosida pada pengukuran panjang gelombang 206 nm 20 

8 Penentuan uji t 21 

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang tumbuh di berbagai tempat seperti di daerah-daerah lembap, rawa, dan pinggiran sawah. Tanaman ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat karena memiliki beberapa khasiat, di antaranya untuk antioksidan, antibiotik, antidemam, antidiuretik, penyembuh luka, rematik, obat penurun panas, penambah nafsu makan, melancarkan peredaran darah, hepatoprotektor, dan meningkatkan daya ingat (Widowati 1992). Pegagan mengandung vitamin C sehingga dapat dimanfaatkan sebagai campuran minuman herbal instan yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Roni 2008). Menurut Kristina (2009), uji fitokimia pegagan menunjukkan hasil yang positif pada terpenoid, saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid. Kandungan bahan aktif yang paling penting adalah triterpenoid. Efek farmakologi utama dari pegagan diketahui berasal dari kandungan senyawa triterpenoid meliputi asiatikosida, sentellosida, madekosida, dan asam asiatikat. Senyawa asiatikosida sering menjadi marker pada tanaman pegagan. Asiatikosida terbukti dapat beRf ungsi sebagai antibakteri pada penelitian Reniza (2003).

Penelitian ekstraksi asiatikosida dari pegagan telah banyak dilakukan. Menurut Kim et al. (2009), asiatikosida dapat diekstraksi menggunakan pelarut air, metanol, dan etanol pada parameter suhu yang berbeda. Kadar asiatikosida tertinggi terdapat dalam ekstrak etanol pada suhu 78 °C, yaitu 17.7 mg/g ekstrak dengan ekstraksi maserasi selama 5 jam. Pada suhu ruang, kadar asiatikosida yang paling tinggi terdapat dalam ekstrak metanol, yaitu 8.2 mg/g ekstrak dengan ekstraksi maserasi selama 24 jam. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa asiatikosida dapat diisolasi dari ekstrak etanol dengan metode pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengukuran kadar asiatikosida dapat dilakukan dengan KLT-densitometri (James et al. 2011). Reniza (2003) melaporkan isolasi asiatikosida melalui ekstraksi maserasi selama 24 jam, dan pemisahan dengan kromatografi kolom. Kadar yang terukur dengan KLT-densitometri sebesar 0.25 mg/g fraksi kolom. Pegagan juga dapat diekstraksi dengan metode sokhlet selama 8 jam menggunakan pelarut metanol dan diukur kadar asiatikosidanya menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) pada panjang gelombang 206 nm (Rafamantanana et al. 2009).

(17)

2

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, penggiling, eksikator, oven, pembakar bunsen, tanur, penguap putar, spektrofotometer (UV-Vis), pelat KLT silika gel GF254, kolom kromatografi, bejana kromatografi, pelat KLT preparatif,

lampu UV, KCKT, penangas ultrasonik, dan alat-alat lain yang lazim digunakan di laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman pegagan dari kebun Biofarmaka Cikabayan, etanol teknis, metanol teknis, metanol p.a, kloroform, akuades, silika gel GF254, standar asiatikosida, pereaksi Liebermann-Buchard, dan

kertas saring.

Metode

Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap (Lampiran 1), yaitu penyiapan sampel, penentuan kadar air dan abu, dan ekstraksi sampel menggunakan bantuan sonikasi. Ekstrak yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Ekstrak dengan kandungan asiatikosida paling tinggi difraksionasi menggunakan kromatografi kolom sehingga diperoleh fraksi-fraksi, berdasarkan analisis dengan KLT dan pembandingan dengan larutan standar. Fraksi yang mengandung asiatikosida digabung dan difraksionasi lebih lanjut dengan KLT preparatif sehingga diperoleh fraksi asiatikosida. Kadar asiatikosida yang diperoleh ditentukan dengan KCKT.

Penyiapan Sampel

Pegagan dicuci sampai bersih lalu dikeringkan pada suhu 40-50 °C selama 6-7 hari menggunakan oven. Setelah kering, pegagan digiling sehingga diperoleh serbuk pegagan, yang siap untuk dianalisis.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit. Setelah itu, cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang. Sebanyak 2 g pegagan dimasukkan dalam cawan tersebut dan dipanaskan pada suhu 105 °C selama 5 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Prosedur dilakukan hingga diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Persen kadar air pegagan ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air (%) = A-B

A ×100%

Keterangan:

(18)

3 Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007)

Cawan porselen dikeringkan ke dalam tanur listrik bersuhu 600 °C selama 30 menit. Kemudian cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 2 g pegagan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, lalu dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 2 jam hingga diperoleh abu. Cawan berisi abu didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Kadar abu pegagan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air (%) = B

Tabel 1 Perlakuan parameter pelarut, suhu, dan waktu sonikasi Pelarut Suhu (°C) Waktu (menit)

(19)

4

dengan penguap putar. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan ditentukan rendemennya.

Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan Spektrofotometer UV-Vis

Larutan standar asiatikosida 100 ppm dipayar pada rentang panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum. Ekstrak yang diperoleh dari beberapa perlakuan ditimbang sebanyak 0.01 g dilarutkan dengan 10 mL metanol kemudian diencerkan 10 kali. Larutan sampel diukur pada panjang gelombang maksimum standar asiatikosida, yaitu 206 nm (Rafamantanana et al. 2009). Selanjutnya, ditentukan kadar asiatikosida dengan membandingkan nilai absorbansi sampel dengan standar.

Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

Sebanyak 40 g silika gel GF254 dicampurkan dengan pelarut kloroform.

Campuran ini dimasukkan ke dalam kolom yang telah dibilas dengan eluen dan ujungnya diberi kapas. Panjang kolom 60 cm dengan diameter 2.5 cm. Selanjutnya kolom dielusi sampai tercapai kesetimbangan. Fase gerak dalam penelitian ini diatur secara gradien bertahap, yaitu kloroform-metanol dengan nisbah berturut-turut 10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, dan 90:10 (v/v).

Sebanyak 2 g ekstrak yang mengandung kadar asiatikosida paling tinggi dilarutkan dengan 10 mL etanol kemudian diaplikasikan ke dalam kolom dan dielusi. Eluat ditampung setiap 5 mL dan dianalisis dengan KLT menggunakan fase gerak berupa campuran kloroform-metanol-air dengan nisbah 13:5:0.8 (Depkes RI 2008) dan fase diam pelat silika gel GF254. Noda yang diperoleh

dideteksi di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Deteksi noda asiatikosida dilakukan dengan pereaksi Liebermann-Buchard. Kemudian nilai Rf dihitung dan dibandingkan dengan standar asiatikosida. Fraksi yang memiliki Rf yang sama dengan standar asiatikosida digabungkan menjadi 1 fraksi. Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Fraksi yang mengandung asiatikosida dipisahkan kembali menggunakan KLT preparatif. Sebanyak 0.1 g ekstrak dilarutkan dalam 1 mL etanol kemudian ditotolkan pada lempeng KLT preparatif. Fraksi yang memiliki nilai Rf sama dengan standar asiatikosida dikerok, lalu dilarutkan dengan etanol. Larutan tersebut didekantasi, disaring, lalu dipekatkan. Asiatikosida yang diperoleh dianalisis kadarnya menggunakan KCKT.

Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(20)

5 Tabel 2 Nisbah eluen pada analisis KCKT

Waktu (menit) Asetonitril Air

0.01 20 80

15 35 65

20 55 45

21 80 20

27 80 20

28 20 80

35 20 80

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Abu

Pegagan (Gambar 1) yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil determinasi (Lampiran 2) memastikan bahwa sampel yang digunakan ialah pegagan (Centella asiatica L. Urb). Pegagan mengandung beberapa bahan aktif, meliputi terpenoid, saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid (Kristina 2009).

Gambar 1 Tanaman pegagan

(21)

6

Ekstrak Pegagan dan Kadar Asiatikosida

Efek farmakologi pegagan yang berkaitan dengan fungsi kognitif diketahui berasal dari kandungan senyawa triterpenoid, yaitu asiatikosida (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur asiatikosida (Jia dan Lu 2008)

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstraksi pegagan dapat dilakukan dengan metode maserasi (Reniza 2003), sokhlet (Rafamantanana et al. 2009), dan bantuan sonikasi (Know et al. 2011). Ekstraksi pegagan dengan maserasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Know et al. (2011) melaporkan bahwa ekstraksi yang efisien dapat dilakukan dengan bantuan sonikasi selama 30 menit. Hasil yang diperoleh tidak menunjukan perbedaan yang signifikan antara maserasi selama 24 jam dengan bantuan sonikasi selama 30 menit. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini ekstraksi pegagan dilakukan dengan bantuan sonikasi. Ekstraksi dengan sonikasi lebih cepat dan efisien dibandingkan maserasi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kavitasi akibat adanya gelombang ultrasonik. Kavitasi merupakan proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001).

Ekstraksi dalam penelitian ini dilakukan dengan meragamkan parameter pelarut, suhu, dan waktu. Pelarut yang digunakan ialah etanol dan metanol dengan suhu yang digunakan 30 °C, 40 °C dan 50 °C. Waktu sonikasi yang digunakan ialah 15 menit, 30 menit dan 60 menit. Variasi kondisi ekstraksi dilakukan untuk menentukan metode ekstraksi asiatikosida yang optimum dari pegagan. Rendemen hasil ekstraksi asiatikosida pegagan disajikan pada Tabel 3. Syarat mutu herba pegagan memiliki rendemen hasil ekstraksi tidak kurang dari 7.2% (Depkes RI 2008). Berdasarkan hasil ekstraksi diperoleh rendemen dari masing masing kondisi ialah berkisar antara 11%-17%. Persentase rendemen yang dihasilkan lebih tinggi dari syarat mutu herba pegagan. Perhitungan persentase rendemen hasil ekstraksi dipaparkan pada Lampiran 5.

(22)

7 sehingga dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kadar asiatikosida pada 206 nm.

Tabel 3 Rendemen hasil ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Kondisi Pelarut Suhu

(°C) Waktu

Tabel 3 memperlihatkan bahwa kadar asiatikosida tertinggi terdapat pada kondisi 1 (pelarut etanol pada 30 °C selama 15 menit), kondisi 2 (pelarut etanol pada 30 °C selama 30 menit, dan kondisi 13 (pelarut metanol pada 40 °C selama 15 menit). Perhitungan kadar asiatikosida terdapat pada Lampiran 7. Optimasi ekstraksi dapat dilihat berdasarkan pertimbangan suhu dan waktu. Kondisi 1 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata (Lampiran 8) dibandingkan dengan kondisi 2 dan 13 yang membutuhkan waktu yang lebih lama dan suhu yang lebih tinggi. Pada kondisi 1 hanya diekstraksi selama 15 menit sedangkan kondisi 2 selama 30 menit. Kondisi 13 membutukan suhu yang lebih tinggi dibandingkan kondisi 1. Oleh sebab itu, kondisi 1 dipilih sebagai ekstrak yang paling optimum untuk menghasilkan kadar asiatikosida.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom

(23)

8

kali volume kolom. Hal ini bertujuan memisahkan senyawa-senyawa yang lebih bersifat nonpolar hingga semipolar dari sampel. Kemudian elusi dilanjutkan dengan nisbah kloroform:metanol secara gradien bertahap masing masing sebanyak 1 kali volume kolom.

Fraksi hasil kromatografi kolom dianalisis menggunakan KLT. Menurut Depkes RI (2008), eluen terbaik untuk pemisahan asiatikosida dengan analisis KLT ialah kloroform-metanol-air (13:5:0.8). Profil analisis KLT sebelum penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3) tidak menunjukan adanya noda asiatikosida yang terdeteksi pada penyinaran 254 nm dan 366 nm. Identifikasi adanya asiatikosida dapat dilakukan dengan uji triterpenoid, yaitu menyemprot KLT dengan pereaksi Liebermann-Buchard .

Gambar 3 Profil analisis KLT sebelum (a) dan setelah (b) penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard dengan eluen kloroform-metanol-air 13:5:0.8

Hasil yang positif ditunjukkan dengan perubahan warna ungu pada lempeng KLT (Depkes RI 2008). Noda asiatikosida pada standar dan sampel berwarna ungu yang terlihat pada profil KLT setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3). Nilai Rf standar asiatikosida dan sampel masing-masing ialah 0.24 dan 0.21. Perhitungan nilai Rf yang dihasilkan tersaji pada Lampiran 9.

Eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom dianalisis menggunakan KLT. Eluat yang memiliki noda yang sama digabung menjadi satu fraksi. Dalam penelitian ini jumlah fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom ialah 14 fraksi. Asiatikosida pada sampel terdapat pada fraksi 11 dan fraksi 12 yang dibuktikan dengan adanya noda warna ungu pada lempeng KLT setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 4). Nilai Rf standar asiatikosida yang diperoleh ialah 0.24. Noda warna ungu yang terdapat pada fraksi 11 dan fraksi 12 memilki nilai Rf yang hampir sama dengan standar, yaitu 0.23. Perhitungan nilai Rf dari fraksi hasil kromatografi kolom terdapat pada Lampiran 10. Fraksi 11 dan fraksi 12 diperoleh dari hasil elusi kloroform:metanol nisbah 6:4, 5:5, dan 4:6.

Sebanyak 2 gram sampel yang dielusi ke dalam kolom memberikan persentase rendemen fraksi yang mengandung asiatikosida sebesar 37.77% dengan warna ekstrak yang dihasilkan ialah kuning keemasan. Rendemen yang

(24)

9 dihasilkan relatif tinggi karena fraksi masih mengandung senyawa lain selain asiatikosida. Pada analisis KLT fraksi 11 masih terdapat 3 noda dan fraksi 12 terdapat 5 noda. Hal ini menunjukan bahwa isolasi asiatikosida belum terpisah secara baik. Perhitungan persentase rendemen dari fraksi hasil kromatografi kolom terdapat pada Lampiran 11.

Gambar 4 Profil KLT dari kiri ke kanan fraksi 1 sampai fraksi 14 hasil kromatografi kolom

Pemurnian Asiatikosida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Pemurnian asiatikosida dilakukan dengan menggabungkan fraksi 11 dan 12 kemudian dianalisis dengan KLT preparatif. Analisis KLT preparatif dilakukan menggunakan fase gerak berupa kloroform-metanol-air dengan nisbah 13:5:0.8 dan fase diam berupa gel GF254. Hasil KLT preparatif dapat terlihat pada Gambar

5. Pada lempeng KLT preparatif dilakukan penotolan larutan standar asiatikosida, penotolan sampel sebagai penduga nilai Rf asiatikosida, dan penotolan sampel yang akan dimurnikan. Profil KLT preparatif tersebut menunjukan bahwa nilai Rf yang diperoleh dari standar sebesar 0.37, nilai Rf pada noda 2 sebesar 0.31 sedangkan pada noda 3 sebesar 0.22. Noda 2 dan noda 3 diduga mengandung asiatikosida karena setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard terjadi perubahan warna dari tak berwarna menjadi ungu. Noda 2 menunjukan perubahan warna ungu dengan intensitas yang lebih tinggi sedangkan noda 3 menunjukan warna ungu kehitaman.

(25)

10

Gambar 5 Profil isolasi asiatikosida dengan KLTP (1) standar asiatikosida (2) noda yang memiliki intensitas warna ungu yang tinggi (3) noda yang memiliki warna ungu kehitaman

Sampel yang sejajar dengan noda 2 dan noda 3 dikerok lalu dilarutkan dengan etanol kemudian didekantasi dan disaring sehingga diperoleh fraksi asiatikosida. Noda 2 sebagai fraksi KLTP 1 dan Noda 3 sebagai fraksi KLTP 2. Persentase rendemen yang dihasilkan dari fraksi KLTP 1 ialah 7.37% sedangkan pada fraksi KLTP 2 sebesar 16.43%.

Gambar 6 Profil KLT dari kiri ke kanan (a) Larutan standar asiatikosida (b) fraksi KLTP 1 (c) fraksi KLTP 2

Tabel 4 Nilai Rf fraksi hasil KLTP dengan analisis KLT

Fraksi Noda Jarak noda (cm) Jarak eluen (cm) Nilai Rf

Standar 1 1.92 8.00 0.24

Fraksi KLTP 1 1 1.92 8.00 0.24

2 2.56 8.00 0.32

Fraksi KLTP 2 1 1.28 8.00 0.16

2 1.92 8.00 0.24

Profil analisis KLT (Gambar 6) diatas menunjukan bahwa fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 terbukti mengandung asiatikosida. Noda larutan standar asiatikosida sejajar dengan noda yang terdapat pada fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2. Noda tersebut menunjukan warna ungu seperti noda standar. Pemisahan asiatikosida masih belum sempurna karena masih terdapat senyawa lain pada sampel. Nilai Rf dari profil KLT tersebut disajikan pada Tabel 4. Analisis lanjutan

1

2 3

(26)

11 dengan KLT dilakukan dengan elusi menggunakan kloroform-metanol-air nisbah 13:5:0.8 sebagai fase geraknya dan fase diam berupa gel GF254. Selanjutnya,

fraksi tersebut dibandingkan dengan larutan standar asiatikosida.

Kadar dan Kemurnian Asiatikosida dengan HPLC

Kadar dan kemurnian asiatikosida yang diperoleh dapat dilihat dari nisbah kromatogram standar asiatikosida dan sampel yang terdapat pada Gambar 7. Waktu retensi asiatikosida pada larutan standar sebesar 17.040 menit, fraksi 1 sebesar 17.117 menit dan fraksi 2 sebesar 16.906 menit.

Gambar 7 Kromatogram hasil HPLC larutan (a) standar asiatikosida (b) fraksi KLTP 1 dan (c) fraksi KLTP 2

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa kadar asiatikosida fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 sebesar 23.14 mg/g fraksi KLT preparatif dan 193.75 mg/g fraksi

a

b

(27)

12

KLT preparatif dengan persentase kemurnian sebesar 9.15% dan 45.86%. Pemurnian asiatikosida pada penelitian ini masih belum berhasil karena persentase masih kurang dari 50%. Perhitungan kadar asiatikosida dipaparkan pada Lampiran 12.

Tabel 5 Kadar asiatikosida hasil HPLC Larutan Waktu Retensi

(menit)

Luas Area

Konsentrasi (ppm)

Kadar Fraksi KLT preparatif (mg/g)

Standar 17.040 495741 100 -

Fraksi KLTP 1 17.117 91743 18.5 23.14

Fraksi KLTP 2 16.906 767782 155 193.75

Tabel 6 menunjukan bahwa fraksi KLTP 2 memiliki kadar asiatikosida yang relatif tinggi. Isolasi asiatikosida pada penelitian Reniza (2003) diperoleh kadar sebesar 0.25 mg/g fraksi kolom dari ekstrak metanol:air (4:1). Pengukuran kadar dilakukan dengan KLT-Densitometri. Kim et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak etanol menghasilkan asiatikosida sebesar 5.2 mg/g ekstrak pada suhu 25 °C dengan maserasi selama 24 jam dan 17.7 mg/g ekstrak pada suhu 78 °C dengan maserasi selama 5 jam. Penelitian Know et al. (2011), ekstak etanol dengan sonikasi selama 30 menit diperoleh kadar asiatikosida sebesar 3.14 mg/g ekstrak. Dalam penelitian ini, ekstrak etanol hanya disonikasi selama 15 menit dan diperoleh kadar 12.02 mg/g ekstrak pada fraksi 2. Hasil asiatikosida yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya kecuali pada penelitian Kim et al. (2009) yang memiliki kadar asiatikosida sebesar 17.7 mg/g ekstrak pada ekstrak etanol suhu 78 °C tetapi membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama. Hal ini membuktikan bahwa metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini lebih optimum sehingga diperoleh kadar asitikosida yang lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya.

Tabel 6 Kadar asiatikosida Larutan

kadar mg/g fraksi KLT

preparatif

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

13 dengan kloroform:metanol nisbah 6:4, 5:5, dan 4:6. Kadar asiatikosida yang diperoleh pada fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 sebesar 23.14 mg/g fraksi KLT preparatif dan 193.75 mg/g fraksi KLT preparatif dengan persentase kemurnian sebesar 9.15 % dan 45.86 %. Pemurnian asiatikosida yang diperoleh dalam penelitian ini belum berhasil karena asiatikosida masih bercampur dengan senyawa lain dan persentase kemurnian yang dihasilkan relatif rendah.

Saran

Pemurnian asiatikosida masih diperlukan pemisahan lanjutan dari fraksi KLT preparatif sehingga diperoleh persentase pemurnian yang tinggi dan perlu meragamkan pelarut kloroform-metanol-air sebagai eluen terbaik untuk elusi analisis KLT preparatif sehingga noda asiatikosida dapat terpisah lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist Edition 2nd. 2007. Official Methods of AOAC International. AOAC 930.15 & 942.15. Arlington: AOAC International.

Ashley K, Andrew RN, Canazona L, Demange M. 2001. Ultrasonic extraction as a sample preparation technique for elemental analysis by atomic spectrometry. Journal of Analytical Atomic Spectrometry. 16: 1147-1153. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope

Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan Kedua. Padmawita K & Soediro I, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical methods. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of

Natural Extract. London (GB): Chapman & Hall.

James J, Dubery L. 2011. Identification and quantification of triterpenoid centelloids in Centella asiatica (L.) Urban by densitometric TLC. Journal of Planar Chromatography. 24:82-87.

Jia G, Lu X. 2008. Enrichment and purification of madecassoside and asiaticoside from Centella asiatica extracts with macroporous resins. Journal of Chromatography A. 1193:136-141.

Kim WJ, Kim J, Veriansyah B, Kim JD, Lee YW, Oh SG, Tjandrawinata R. 2009. Extraction of bioactive components from Centella asiatica using subcritical water. Journal of Supercritical Fluid. 48:211-216.

Kristina NN, Kusumah ED, Lailani PK. 2009. Analisis fitokimia dan penampilan polapita protein tanaman pegagan (Centella asiatica) hasil konservasi in vivo. Bul.Littro. 20 (1):11-20.

(29)

14

containing ointment and dentifrice by HPLC-coupled pulsed amperometric detection. Microchemical Journal. 98:115-120.

Rafamantana MH, Rozet E, Raoelison GE,Cheuk K, Ratsimamanga SU, Hubert Ph, Leclercq JQ. 2009. An improved HPLC-UV method for the simultaneous quantification of triterpenic glycoside and aglycones in leaves of Centella asitica (L) Urb (APIACEAE). Journal of Chromatography B. 877:2396-2402.

Roni MD. 2008. Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau (Camellia sinensis), Pegagan (Centella asiatica), dan Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Reniza AW.2003. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica L. Urban) sebagai Senyawa Antibakteri [skripsi].Bogor (ID): FMIPA IPB.

(30)

15 LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pegagan segar

Simplisia

Fraksi ke 2

Fraksi asiatikosida Fraksi ke 1

Ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu

Ekstrak dengan kadar asiatikosida tertinggi difraksionasi dengan kromatografi kolom

Fraksi ke n

Kadar dan pemurnian asiatikosida Dikeringkan dan dihaluskan

Pengukuran kadar asiatikosida dengan spektrofotometer UV-vis

Fraksionasi dengan KLT dan KLT preparatif

(31)

16

(32)

17 Lampiran 3 Penentuan kadar air simplisia pegagan

Ulangan Bobot awal (g) Bobot setelah dikeringkan

(g) % kadar air

1 2.0010 1.8896 5.57

2 2.0017 1.9080 4.68

3 2.0014 1.9100 4.57

Rerata 4.94

Contoh Perhitungan:

Kadar air = bobot awal-bobot kering

bobot awal ×100%

= 2.0010 g – 1.8896 g

2.0010 g ×100%

= 5.57%

Rerata = kadar air 1 + kadar air 2+ kadar air 3

3

= 5.57+4.68+4.57

3

= 4.94%

Lampiran 4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan

Ulangan Bobot awal

(g) Bobot abu (g) kadar abu (%)

1 2.0017 0.1857 9.28

2 2.0026 0.1860 9.29

3 2.0030 0.1869 9.33

Rerata 9.30

Contoh Perhitungan: Kadar abu = Bobot abu

Bobot awal×100%

= 0.1857 g

2.0017 g×100% = 9.28%

Rerata = Kadar abu 1 + Kadar abu 2+ Kadar abu 3

3

= 9.28+9.29+9.33

(33)

18

Lampiran 5 Rendemen ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu

(34)

19 Lanjutan lampiran 5 Rendemen ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan

waktu

1 5.0003 0.5808 11.62 11.41 2 5.0001 0.5628 11.26 3 5.0001 0.5681 11.36

30

1 5.0003 0.6702 13.4 13.11 2 5.0003 0.6444 12.89 3 5.0002 0.6524 13.05

60

1 5.0000 0.7423 14.85 15.15 2 5.0000 0.7307 14.61 3 5.0000 0.7997 15.99

Metanol 50 15

1 5.0001 0.5638 11.28 11.58 2 5.0001 0.5787 11.57 3 5.0000 0.5943 11.89

30

1 5.0003 0.6274 12.55 12.41 2 5.0001 0.5931 11.86 3 5.0001 0.6414 12.83

60

1 5.0000 0.7827 15.65 15.12 2 5.0001 0.7463 14.93 3 5.0001 0.7389 14.78

Contoh perhitungan:

Rendemen = Bobot ekstrak

Bobot awal ×100%

(35)
(36)

21 Contoh perhitungan:

Konsentrasi = Rata‐rata absorbansi sampel

Absorbansi standar Konsentrasi standar

= 0.8070

0.6450 ×100 ppm

= 125.1163 ppm = 125.1163 mg/L = 0.125 mg/mL

Kadar asiatikosida dalam mg/g ekstrak:

Lampiran 8 Penentuan uji t

Kondisi Uji t hitung uji t tabel selang

kepercayaan 95 % Keterangan

1 dan 2 1.51 4.30 tidak beda nyata

t tabel (α=0.05) pada selang kepercayaan 95% adalah 4.30.

t hitung < t tabel . Jadi H0 diterima sehingga percobaan yang diperoleh tidak beda

(37)

22

Lampiran 9 Nilai Rf dari eluen kloroform-metanol-air 13:5:0.8

Noda Jarak Noda

(cm)

Jarak Eluen

(cm) Nilai Rf

1 0.10 8.00 0.01

2 0.60 8.00 0.08

3 1.20 8.00 0.15

4 1.70 8.00 0.21

5 3.90 8.00 0.49

6 4.30 8.00 0.54 7 5.10 8.00 0.64

8 5.70 8.00 0.71

9 6.00 8.00 0.75 10 6.50 8.00 0.81

11 6.90 8.00 0.86 12 7.70 8.00 0.96

standar 1.92 8.00 0.24

Contoh perhitungan: Nilai Rf =

Jarak noda (cm) Jarak eluen (cm)

= 0.10 cm

(38)

23

Lampiran 10 Nilai Rf dari fraksi hasil kolom kromatografi

Fraksi noda Nilai Rf Fraksi noda Nilai Rf

Contoh Perhitungan: Nilai Rf = Jarak noda (cm)

Jarak eluen (cm)

= 6.80 cm

8.00 cm

(39)

24

Lampiran 11 Persentase rendemen fraksi hasil kromatografi kolom

Fraksi Eluat Bobot awal (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen(%)

1 1- 9 2.0036 0.1854 9.25

2 10-14 2.0036 0.0833 4.16

3 15-17 2.0036 0.0332 1.66

4 18-41 2.0036 0.1315 6.56

5 42-51 2.0036 0.0637 3.18

6 52-53 2.0036 0.0057 0.28

7 54-68 2.0036 0.0795 3.97

8 69-72 2.0036 0.0737 3.68

9 73-82 2.0036 0.0669 3.34

10 83-99 2.0036 0.2623 13.09

11 dan 12 100-150 2.0036 0.7567 37.77

13 151-194 2.0036 0.4543 22.67

14 195-231 2.0036 0.0511 2.55

Contoh perhitungan:

Rendemen Fraksi 11-12 = Bobot ekstrak

Bobot awal ×100%

= 2.0036 g

0.7567 g×100%

(40)

25 Lampiran 12 Kadar dan persentase kemurnian asiatikosida

Larutan Puncak Waktu Retensi Luas Area

Standar

Bobot awal fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 sebanyak 0.0040 g dalam 5 mL. Penentuan kadar asiatikosida Fraksi KLTP 2 :

= Luas puncak sampel

Luas Puncak standar×[standar]

= 767782

(41)

26

= 155 ppm = 155 mg/L = 0.155 mg/mL

Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g fraksi KLT preparatif:

= Fraksi x Volume Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g fraksi kolom:

= mg asiatikosida

g fraksi KLT preparatif x

g fraksi KLT preparatif g fraksi kolom

= 193.75 mg asiatikosida

g fraksi KLT preparatif x

16.42 g fraksi KLT preparatif 100g fraksi kolom

= 31.81 mg/g fraksi kolom Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g ekstrak:

= mg asiatikosida

g fraksi kolom x

g fraksi kolom g ekstrak

= 31.81 mg asiatikosida

g fraksi kolom x

37.77 g fraksi kolom 100 g ekstrak

= 12.02 mg/g fraksi ekstrak Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g sampel:

= mg asiatikosida

g ekstrak x g ekstrak g sampel

= 12.02 mg asiatikosida

g ekstrak x

11.71 g ekstrak 100 g sampel Luas area total sampel Luas area standar asiatikosida

Luas area total standar

x Kemurnian standar

(42)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 22 Mei 1991 dari ayah Darnudi dan ibu Parti. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pangandaran. Selanjutnya, pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Tabel 1  Perlakuan parameter pelarut, suhu, dan waktu sonikasi
Tabel 2  Nisbah eluen pada analisis KCKT
Tabel 3  Rendemen hasil ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu
Gambar 3  Profil analisis KLT sebelum (a) dan setelah (b)  penyemprotan dengan
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kemudian untuk sampel pegagan maserasi yang memiliki kadar flavonoid kecil yaitu sebesar 0,0088% (b/b) juga memiliki nilai LC50 yang kecil sebesar 611.508 dengan program SPSS,

The pelarut yang digunakan adalah kloroform (B.P. Setelah penyelesaian ekstraksi ekstrak coklat gelap kemudian didinginkan, terkonsentrasi menggunakan rotavapor

Prosedur fraksinasinya adalah sbb: (1) ekstraksi dengan metanol (500 g spons segar dihaluskan dengan blender dan diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan pelarut metanol 500

Dari hasil isolasi senyawa fenolik daun tumbuhan kayu hitam dimulai dari proses ekstraksi maserasi diperoleh ekstrak pekat metanol sebanyak 209,63 g kemudian dilarutkan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sediaan luka bakar yang dibuat mempunyai stabilitas fisika, kimia dan biologi yang baik selama penyimpanan 24 minggu pada suhu ruang

Dari hasil isolasi senyawa flavonoida dari daun tumbuhan Mundu mulai dari proses ekstraksi maserasi diperoleh ekstrak pekat metanol sebanyak 203,35 g kemudian dilarutkan

Jumlah mencit Balb/c yang mati pada pemberian ekstrak pegagan dosis tunggal setelah 24 jam...22 Tabel 2.Kesimpulan hasil pengamatan gejala klinis ketoksikan setelah 24