• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida Dari Pegagan (Centella Asiatica).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida Dari Pegagan (Centella Asiatica)."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOPTIMUMAN METODE ISOLASI ASIATIKOSIDA

DARI PEGAGAN (

Centella asiatica

)

HANHAN NUR HANDAYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

HANHAN NUR HANDAYANI. Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan MOHAMAD RAFI.

Asiatikosida merupakan senyawa penciri pada pegagan (Centella asiatica) yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, dapat menginduksi perubahan ekspresi gen, penyembuh luka, mereduksi pembentukan bekas luka, neuroprotektif, dan meningkatkan biosintesis kolagen. Dalam penelitian ini telah dikembangkan metode isolasi senyawa asiatikosida dari pegagan. Ekstraksi asiatikosida dilakukan secara maserasi dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Pemurnian selanjutnya menggunakan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Asiatikosida hasil isolasi dicirikan berdasarkan kromatogram cair-spektrum massa serta ditentukan kemurniannya dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Sampel 1 (fraksi KLTP ke-2 dari fraksi kolom ke-4 ekstrak metanol) memiliki rendemen akhir dugaan asiatikosida sebesar 0.063% dengan tingkat kemurnian 89.7%, sedangkan sampel 2 (fraksi KLTP ke-2 dari ekstrak kasar pegagan) memiliki rendemen akhir 0.092% dengan tingkat kemurnian 40.4%. Metode isolasi asiatikosida yang telah dioptimumkan pada penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan metode sebelumnya.

Kata kunci: asiatikosida, Centella asiatica, ekstraksi, isolasi

ABSTRACT

HANHAN NUR HANDAYANI. Optimization of Asiaticoside Isolation Method from Centella asiatica. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and MOHAMAD RAFI.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

PENGOPTIMUMAN METODE ISOLASI ASIATIKOSIDA

DARI PEGAGAN (

Centella asiatica

)

HANHAN NUR HANDAYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya illmiah ini yang berjudul Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Latifah K Darusman, MS dan Dr Mohamad Rafi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, dan masukan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para staf Laboratorium Kimia Analitik, Pak Eman Suherman, Pak Edi Suhendar, Bu Nunung Nuryanti, dan Pak Kosasih atas segala bantuannya selama melaksanakan penelitian, para staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Laela Wulansari, SSi yang telah membantu mengoperasikan KCKT, Antonio Kautsar, SSi yang telah membantu dalam menggunakan KLT CAMAG Linomat 5, Mas Endi Suhendi, Mas Muhamad Yusuf Ibrahim, dan Nunuk Kurniati Nengsih, SFam yang telah membantu penyediaan alat dan bahan di laboratorium, serta kepada Azhar Darlan, MSi yang telah membantu menganalisis asiatikosida hasil isolasi dengan KC-SM-SM di Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri. Terima kasih juga kepada Ibu, Bapak (Alm.), seluruh keluarga tercinta, Nur Oktavia Lestari, Deinarni, Diandra Nuraeni, atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.

Tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kak Anindia Adhi Fathya, Kak Anike Arliana Sujana, Pitria Aprilani Rahmat, Dian Yunita, Eka Setiawati, Arum Vitasari, dan Kak Fitri Handayani, atas doa, bantuan, dan masukannya selama melaksanakan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Alat dan Bahan 3

Determinasi Tanaman 3

Preparasi Sampel 3

Kadar Air 3

Kadar Abu 4

Ekstraksi Pegagan 4

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom 4

Fraksionasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 5

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM 5

Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan KCKT 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Ekstrasi Pegagan 6

Kromatografi Kolom 6

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 9

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM 9

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12 Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

(14)

DAFTAR TABEL

1 Nisbah eluen pada analisis KCKT 5

2 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S1 10 3 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S2 11

DAFTAR GAMBAR

1 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen tunggal a) n-heksana b) etil asetat c) diklorometana d) kloroform e)

etanol f) metanol 7

2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik a) CHCl3-MeOH (9:1) b)

CHCl3-MeOH (6:4) c) CHCl3-MeOH (5:5) d) CHCl3-MeOH (4:6)

dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard 7 3 Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan

menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard 8

4 Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak kasar

pegagan 9 5 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga

asiatikosida 10 6 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga

asiatikosida 10 7 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga

asiatikosida 11 8 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga

asiatikosida 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 14

2 Hasil determinasi tanaman pegagan 15

3 Penentuan kadar air simplisia pegagan 16

4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan 16

5 Penentuan rendemen ekstrak pegagan 17

6 Penentuan rendemen fraksi kromatografi kolom 17

7 Penentuan rendemen fraksi KLTP 18

(15)

PENDAHULUAN

Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki keunikan dan diversitas kekayaan hayatinya yang sangat besar. Tercatat tidak kurang dari 7000 tumbuhan ditengarai memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat (Ditjen PEN 2014). Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu telah memiliki tradisi memanfaatkan tumbuhan dari lingkungan sekitarnya sebagai jamu. Kecenderungan masyarakat mencari solusi terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan akhir-akhir ini. World Health Organization (WHO) memperkirakan 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional dan dalam prakteknya, 85% pengobatan tradisional menggunakan tanaman obat. Seiring dengan hal itu, penelitian yang membuktikan khasiat dari obat tradisional juga meningkat (Badan POM RI 2010).

Herba pegagan (Centella asiatica) termasuk ke dalam salah satu tumbuhan yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan atau oleh industri obat tradisional sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional/ obat asli Indonesia (Badan POM RI 2010). Pegagan tumbuh dengan baik di Indonesia terutama di daerah beriklim tropis, baik di dataran rendah sampai ketinggian 2500 m dpl. Pegagan termasuk ke dalam famili Apiaceae (Umbelliferae). Pegagan diketahui memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antikanker, antikonvulsan, antidepresan, antioksidan, antiulser, anksiolitik, kardioprotektif, hepatoprotektif, antipenuaan, imunomodulasi, radioprotektif, penyembuh luka, meningkatkan memori, antipsoriatik, antimikroba, lervisidal, antihiperglikemik, neuroprotektif, dan insufisiensi vena (Roy et al. 2013). Aktivitas farmakologi tersebut dipengaruhi oleh senyawa kimia yang terdapat di dalam tanaman pegagan.

Menurut Roy et al. (2013), pegagan mengandung senyawa kimia antara lain asam amino, karbohidrat, fenol, terpenoid, minyak atsiri, asam lemak, vitamin, mineral, serta senyawa kimia lain seperti hidrokotilin, vallerina, fitosterol, dan resin. Senyawa aktif utama dari tanaman pegagan merupakan triterpena pentasiklik yang terdiri atas asam asiatat, asam madekasat, asiatikosida, dan madekasosida (Puttarak dan Panichayupakaranant 2012). Asiatikosida diidentifikasi sebagai senyawa mayor yang paling aktif dalam pegagan (Plohmann et al. 1994) sehingga dapat dijadikan sebagai penciri dari tanaman ini.

Asiatikosida termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid turunan dari α-amirin dengan molekul gula yang terdiri atas 2 glukosa dan 1 ramnosa. Asiatikosida memiliki rumus molekul C48H78O19 dengan bobot molekul 959.12

g/mol. Asiatikosida berbentuk padat, berwarna keputih-putihan, tidak berbau, memiliki titik leleh pada suhu 230-233 ºC, titik nyala ≥ 50 ºC, sangat larut dalam propilena glikol, etoksidiglikol-air (1:1 b/b), larut dalam etanol 50% (v/v), gliserin, butilena glikol, polietilena glikol 400, polietilena glikol 600, dan piridina. Asiatikosida diketahui berpotensi sebagai antiinflamasi, antioksidan, dapat menginduksi perubahan ekspresi gen, penyembuh luka, mereduksi pembentukan bekas luka, neuroprotektif, dan meningkatkan biosintesis kolagen (Roy et al. 2013).

(16)

2

mengarahkan tahapan penelitiannya hingga diperoleh asiatikosida murni. Reniza (2003) telah mengisolasi asiatikosida dari pegagan dengan menggunakan metanol-air (4:4, v/v) sebagai pengekstrak, dilanjutkan fraksionasi dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. Ernawati (2014) juga telah mengisolasi asiatikosida dengan metode ekstraksi yang meragamkan parameter jenis pelarut, suhu, dan waktu ekstraksi, dilanjutkan fraksionasi dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif.

Ernawati (2014) memperoleh kondisi optimum untuk mengekstraksi asiatikosida secara sonikasi yaitu dengan menggunakan pelarut etanol pada suhu 30 oC selama 15 menit. Rendemen akhir yang dihasilkan sebesar 0.1407%. Namun, persentase kemurnian asiatikosida yang terukur relatif rendah yaitu kurang dari 50%. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengoptimuman terhadap proses isolasi asiatikosida yang dapat meningkatkan kemurniannya dan memperoleh kadar asiatikosida yang tinggi. Selain itu, metode isolasi asiatikosida dari pegagan menjadi suatu hal yang penting untuk dikembangkan agar diperoleh suatu produk berupa standar asiatikosida yang dapat dijadikan sebagai penciri untuk kendali mutu berbagai produk yang berasal dari pegagan.

Dalam penelitian ini, ekstraksi asiatikosida dari pegagan dilakukan secara maserasi dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Pemurnian selanjutnya diterapkan 2 kondisi. Kondisi pertama, fraksionasi menggunakan kromatografi kolom yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), sedangkan kondisi kedua, fraksionasi hanya melalui KLTP. Asiatikosida hasil isolasi dicirikan berdasarkan kromatogram cair-spektrum massa serta ditentukan kemurniannya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Rendemen dan kemurnian dari kedua isolat dibandingkan untuk mengetahui metode isolasi asiatikosida yang lebih baik.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan mengembangkan metode isolasi asiatikosida dari simplisia pegagan dengan rendemen dan kemurnian yang lebih tinggi dari metode yang telah ada sebelumnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

3

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca analitik (Sartorius, Göttingen, Jerman), radas Soxhlet, sonikator (AS ONE, Osaka, Jepang), penguap putar (Heidolph, Schwabach, Jerman), pelat KLT dan KLTP silika gel 60 F254 (Merck, Darmstadt, Jerman), kolom kemas, sampler KLT

semiautomatik Linomat 5 (CAMAG, Muttenz, Switzerland), peranti dokumentasi Reprostar 3 yang terintegrasi perangkat lunak winCATS (CAMAG, Muttenz, Switzerland), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan kolom C18 Shim-pack VP-ODS (150 mm x 4.6 mm i.d.) (Shimadzu, Kyoto, Jepang), dan kromatografi cair-spektrometer massa (KC-SM-SM) Acquity UPLC MS/MS Xevo G2-XS Q-TOf dengan menggunakan kolom Acquity UPLC BEH C18 (50 mm x 2.1 mm i.d., 1.7 µm) (Waters, Massachusetts, USA).

Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman pegagan dari kebun Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB Bogor berumur 14-15 minggu, pelarut (metanol, etanol, n-heksana, diklorometana, kloroform, etil asetat, asetonitril, asam sulfat pekat, dan asam asetat anhidrida dari Merck, Darmstadt, Jerman), silika gel 60 (0.063-0.200 mm) (Merck, Darmstadt, Jerman), dan standar asiatikosida 94.4% (ChromaDex, California, USA).

Determinasi Tanaman

Tanaman yang akan dijadikan sampel dipastikan autentitasnya di Balai Penelitian dan Pengembangan Botani “Herbarium Bogoriense”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

Preparasi Sampel

Pegagan yang masih segar dicuci sampai bersih lalu dikeringmataharikan selama 3 hari. Setelah kering, sampel dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 60 mesh untuk dianalisis.

Kadar Air (AOAC 2006)

(18)

4

Kadar air (%) = bobot basah g - bobot kering g

bobot basah g x 100%

Kadar Abu (AOAC 2006)

Cawan porselen dikeringkan di dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Sebanyak 2 g simplisia pegagan ditimbang di dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi sampel dipanaskan di atas Bunsen dengan tutup setengah terbuka hingga tidak terbentuk lagi asap. Cawan ditempatkan di dalam tanur dalam keadaan tertutup kemudian dilakukan pengabuan pada suhu 600 °C hingga diperoleh residu yang berwarna abu-abu. Abu yang telah diperoleh didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan.

Kadar abu = bobot abu g

bobot sampel g (1 – Kadar air) x 100%

Ekstraksi Pegagan (Depkes RI 2009)

Simplisia pegagan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut metanol (1:10, b/v) selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Maserat disaring lalu filtrat dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 °C. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan ditentukan rendemennya.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Modifikasi Ernawati 2014)

(19)

5

Fraksionasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (Modifikasi Ernawati 2014)

Spot dengan Rf tertentu, yang diduga sebagai spot asiatikosida, dikeruk

untuk dilarutkan kembali dengan pelarut metanol. Campuran silika dan pelarut kemudian didekantasi, disaring, lalu dipekatkan.

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM

Pencirian dilakukan terhadap sampel hasil pemurnian dengan KC-SM-SM menggunakan kolom C18 pada suhu 30 °C. Waktu analisis dilakukan selama 10 menit dengan elusi gradien menggunakan eluen asetonitril-air yang mengandung ammonium format 5 mM dengan laju alir 0.3 mL/menit. Spektrum massa diatur pada jangkau m/z 0-1500 dalam mode ion positif.

Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan KCKT (Rafamantanana et al. 2009)

Hasil fraksionasi dengan KLTP kemudian ditentukan kadar dan kemurnian asiatikosidanya dengan KCKT. Sistem KCKT yang digunakan ialah kolom C18, detektor larik fotodiode PDA dengan deteksi pada panjang gelombang 206 nm, volume injeksi 20 µL, elusi gradien (eluen asetonitril-air) (Tabel 1), laju alir 1 mL/menit, dan suhu kolom 25 °C.

Tabel 1 Nisbah eluen pada analisis KCKT

Waktu (menit) Air Asetonitril

0

HASIL DAN PEMBAHASAN

(20)

6

mengoreksi rendemen hasil ekstraksi. Selain itu, kadar air sampel yang kurang dari 10% menunjukkan kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi sehingga dapat memperpanjang masa simpan tanaman kering (Winarno 1992). Air yang terkandung dalam simplisia pegagan dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 105 ºC untuk menghilangkan air yang terikat secara fisik (Harjadi 1993).

Sementara itu, penentuan kadar abu simplisia pegagan dilakukan dengan cara mengabukan sampel di dalam tanur untuk menghilangkan senyawa-senyawa organik yang terdapat di dalam sampel. Kadar abu simplisia pegagan sebesar 12.44% menunjukkan bahwa terdapat sekitar 12.44% mineral-mineral logam yang terkandung di dalam sampel pegagan tersebut.

Ekstraksi Pegagan

Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi asiatikosida dari pegagan adalah metanol. Pemilihan pelarut ini berdasarkan hasil penelitian Artanti et al. (2014) yang melaporkan bahwa kandungan triterpenoid total tertinggi dari pegagan diperoleh dari ekstrak metanol dibandingkan dengan ekstrak etanol. Selain itu, metanol merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi golongan senyawa glikosida (Houghton dan Raman 1998). Senyawa asiatikosida yang dituju merupakan golongan glikosida triterpenoid sehingga diharapkan proses ekstraksi asiatikosida dari sampel dapat maksimal. Ekstraksi asiatikosida dilakukan secara maserasi pada suhu kamar untuk menghindari reaksi degradasi termal terhadap senyawa asiatikosida karena adanya kandungan molekul gula sehingga diharapkan dapat meminimalisir berkurangnya kadar asiatikosida di dalam sampel.

Hasil ekstraksi pegagan menghasilkan rendemen sebesar 21.78% (Lampiran 5). Menurut Depkes RI (2009), syarat mutu herba pegagan memiliki rendemen hasil ekstraksi tidak kurang dari 7.2%. Persentase rendemen yang dihasilkan sudah memenuhi syarat mutu herba pegagan. Ekstrak pekat yang diperoleh selanjutnya difraksionasi dengan menggunakan kromatografi kolom.

Kromatografi Kolom

(21)

7

Gambar 1 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen tunggal a) n-heksana b) etil asetat c) diklorometana d) kloroform e) etanol f) metanol

Penentuan eluen terbaik dilanjutkan dengan menggunakan pelarut campuran kloroform-metanol pada berbagai variasi perbandingan (Gambar 2). Sampel dielusi bersama dengan standar asiatikosida sehingga keberadaan spot dugaan senyawa asiatikosida di dalam sampel dapat diketahui. Hasil pemisahan terbaik diperoleh dengan eluen kloroform-metanol (9:1), namun baik pada sampel maupun standar asiatikosida, tidak terlihat adanya pemisahan spot asiatikosida. Oleh karena itu, eluen kloroform-metanol pada perbandingan 6:4 dipilih sebagai eluen yang menghasilkan pemisahan terbaik untuk spot dugaan senyawa asiatikosida.

Gambar 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik a) CHCl3-MeOH (9:1) b)

CHCl3-MeOH (6:4) c) CHCl3-MeOH (5:5) d) CHCl3-MeOH (4:6)

dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard.

Sampel (kanan) dan standar asiatikosida (kiri) memberikan spot dengan Rf

yang sama yaitu 0.51 setelah dielusi dengan eluen kloroform-metanol (6:4). Spot a b c d e f

(22)

8

yang diduga sebagai senyawa asiatikosida tersebut memberikan warna abu keunguan setelah diwarnai dengan pereaksi Liebermann-Buchard. Sesuai dengan Harborne (1987), kebanyakan triterpena memberikan warna hijau-biru setelah direaksikan dengan Liebermann-Buchard. Spot dugaan asiatikosida ini kemudian dipisahkan dari sampel menggunakan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif.

Terdapat 2 kondisi fraksionasi yang diterapkan. Kondisi pertama, ekstrak kasar pegagan difraksionasi terlebih dahulu dengan kromatografi kolom kemudian dilanjutkan dengan KLTP. Adapun kondisi yang kedua, ekstrak pegagan langsung difraksionasi dengan KLTP. Hal ini dilakukan karena pada pengujian KLT sebelumnya, terlihat bahwa spot asiatikosida memiliki keterpisahan yang cukup baik dari spot senyawa lainnya yang terdapat di dalam sampel sehingga diduga hasil isolasi asiatikosida dapat memberikan kemurnian yang cukup tinggi meskipun hanya dengan 1x fraksionasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif.

Sebanyak 4.0112 g sampel ekstrak pegagan difraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan elusi gradien. Eluen yang digunakan adalah kloroform-metanol. Mula-mula sampel dielusi dengan kloroform kemudian dielusi dengan nisbah kloroform-metanol secara gradien bertahap dengan peningkatan kepolaran. Terakhir sampel dielusi dengan metanol hingga eluat yang dihasilkan tetap memberikan pola kromatogram yang sama pada hasil pengujian dengan KLT.

Terdapat 8 fraksi yang diperoleh dari hasil fraksionasi dengan kromatografi kolom. Hasil pengujian KLT menunjukkan bahwa fraksi ke-3, 4, dan 5 diduga mengandung asiatikosida. Rendemen dari masing-masing fraksi tersebut antara lain 7.12%, 4.48%, dan 20.28% (Lampiran 6). Di antara ketiga fraksi, fraksi ke-4 menghasilkan penampakkan spot asiatikosida yang paling jelas setelah disemprot dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3). Hal ini dapat dikarenakan kandungan asiatikosida tertinggi terdapat pada fraksi ke-4.

Gambar 3 Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard

Std 1 2 3 4 5 6 7 8

(23)

9

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Hasil fraksionasi kolom (fraksi ke-4) (S1) kemudian difraksionasi lebih lanjut dengan KLTP. Hal ini bertujuan mendapatkan senyawa tunggal berupa asiatikosida. Sebanyak 0.0411 g bobot fraksi kolom ke-4 difraksionasi dengan menggunakan KLTP dan diperoleh 2 spot pada Rf 0.13 dan 0.63 di bawah sinar

UV 366 nm (Gambar 4). Rendemen fraksi dugaan asiatikosida dengan Rf 0.63

yaitu 11.44%. Adapun ekstrak pegagan yang hanya difraksionasi dengan KLTP (S2) menghasilkan 5 spot pada Rf 0.35, 0.56, 0.77, 0.85, dan 0.89. Rendemen

fraksi dugaan asiatikosida dengan Rf 0.56 yaitu 5.40%. Hasil fraksionasi

selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 7. Fraksi KLTP yang diperoleh selanjutnya dicirikan dengan menggunakan KC-SM-SM.

Gambar 4 Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak kasar pegagan

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM

Pencirian sampel dengan teknik KC-SM-SM bertujuan mengetahui dugaan bobot molekul senyawa isolat (asiatikosida). Hasil pengujian menunjukkan bahwa senyawa asiatikosida pada S1 teridentifikasi pada waktu retensi 0.80 menit (Gambar 5) dengan spektrum massanya (Gambar 6) yang menghasilkan fragmen-fragmen yang terdapat pada Tabel 3. Kelimpahan paling tinggi diperoleh pada m/z 976.5477 yang dihasilkan dari ion molekul (massa 981, [M+Na]+) (Shen et al. 2009). Pendugaan rumus molekul selanjutnya dianalisis dengan elemental composition report (ECP). Senyawa asiatikosida dengan bobot molekul 959.5216 g/mol, jika dibandingkan dengan penetapan kemungkinan yang lain, rumus molekul C48H78O19 memiliki error massa yang paling kecil (Shen et al. 2009),

sesuai dengan persen kemiripan struktur dengan pustaka sebesar 99.87%.

Spot dugaan asiatikosida

a b

(24)

10

Adapun pola fragmentasi dari spektrum massa senyawa asiatikosida yang terdapat pada NIST (National Institute of Standards and Technology), dihasilkan 11 puncak dengan 3 puncak tertingginya pada nilai m/z 453.3, 635.4, dan 650.9. Pola fragmentasi sampel yang diuji juga memiliki puncak pada nilai m/z 635.4 dan 453.3. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pola fragmentasi dari puncak kromatogram dengan waktu retensi 0.80 menit berasal dari senyawa target asiatikosida.

Gambar 5 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga asiatikosida

Gambar 6 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga asiatikosida

Tabel 2 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S1 Waktu retensi (menit) Nilai m/z Dugaan sumber fragmena

0.80

976.5477 [M+NH4]+

959.5217 [M+H]+

797.4715 [M+H-Glu] 635.4159 [M+H-Glu-Glu]

453.3365 [M+H-Glu-Glu-Rha-H2O-H2O]

a 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450

%

46.4847 171.1493223.0551 287.1104 333.1543407.3318 488.1996 599.3949 990.52771057.4916 1122.6021 1383.2864 1447.7925 1458.7778

(25)

11

Adapun hasil pengujian S2 menunjukkan bahwa senyawa asiatikosida teridentifikasi pada waktu retensi 0.87 menit (Gambar 7) dengan spektrum massanya (Gambar 8) menghasilkan fragmen-fragmen yang terdapat pada Tabel 4. Bobot molekul senyawa asiatikosida dari hasil analisis menggunakan elemental composition report (ECP) sebesar 959.5216 g/mol dengan persen kemiripan struktur dengan pustaka 95.75%.

Gambar 7 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga asiatikosida

Gambar 8 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga asiatikosida

Tabel 3 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S2 Waktu retensi (menit) Nilai m/z Dugaan sumber fragmena

0.87

976.5494 [M+NH4]+

959.5253 [M+H]+

797.4671 [M+H-Glu] 635.4184 [M+H-Glu-Glu]

453.3367 [M+H-Glu-Glu-Rha-H2O-H2O]

a 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450

%

100.0762 227.0889 268.2365 351.2144407.3338 488.1935

578.7799 651.3831 713.3034 797.4671815.5009 872.1022 957.4999 977.5522 1049.4994 1133.4810 1446.7148 1462.2767

(26)

12

Sampel hasil fraksionasi dengan KLTP diukur kembali kadar asiatikosidanya dengan menggunakan KCKT sehingga diperoleh rendemen akhir dan kandungan asiatikosidanya, berturut-turut sebesar 0.0628%; 562.2160 mg/g (S1) dan 0.0924%; 78.5731 mg/g (S2). Rendemen S2 sedikit lebih tinggi dibandingkan S1. Hal ini dapat disebabkan tahapan fraksionasi pada S1 lebih banyak daripada S2 sehingga kemungkinan berkurangnya sampel pada setiap tahap lebih besar dibandingkan S2. Rendemen kedua sampel jika dibandingkan dengan hasil penelitian Ernawati (2014) sedikit lebih rendah.

Namun, persentase kemurnian senyawa asiatikosida (berdasarkan KCKT) hasil pengembangan metode isolasi ini sudah lebih baik dari metode sebelumnya, dengan persentase kemurnian yang lebih tinggi yaitu 89.74% (S1) dan 40.36% (S2) (Lampiran 8). Kemurnian S1 lebih tinggi dibandingkan S2. Hal ini dapat disebabkan S1 melalui tahapan fraksionasi yang lebih banyak sehingga senyawa lain di dalam sampel dapat direduksi lebih banyak pula. Oleh karena itu, metode isolasi asiatikosida yang melalui 2 tahapan fraksionasi yaitu kromatografi kolom dan KLTP, lebih baik dibandingkan dengan metode isolasi yang melalui KLTP saja.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Senyawa asiatikosida yang merupakan senyawa penciri pada tanaman pegagan (Centella asiatica) telah berhasil diisolasi. Meskipun rendemen yang dihasilkan sedikit lebih kecil, hasil isolasi asiatikosida yang difraksionasi dengan kromatografi kolom dan KLTP (S1) memberikan kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan hasil isolasi melalui KLTP saja (S2). S1 memiliki rendemen akhir dugaan asiatikosida sebesar 0.0628% dengan tingkat kemurnian 89.74%, sedangkan S2 memiliki rendemen akhir 0.0924% dengan tingkat kemurnian 40.36%. Metode isolasi asiatikosida yang telah dioptimumkan pada penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan metode sebelumnya.

Saran

Fraksionasi dengan kromatografi kolom perlu divariasikan agar diperoleh pemisahan senyawa pada pegagan yang optimum. Selain itu, fraksionasi lanjutan dengan KCKT preparatif perlu dilakukan agar memperoleh persentase kemurnian asiatikosida yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

13

Artanti N, Dewi RT, Maryani F. 2014. Pengaruh lokasi dan larutan pengekstraksi terhadap kandungan fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak pegagan (Centella asiatica L. Urb.). JKTI. 16(2):88-92.

[BADAN POM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2010. Acuan Sediaan Herbal. Volume ke-5. Ed ke-1. Jakarta (ID): BADAN POM RI.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Ed ke-1. Jakarta (ID): Depkes RI.

[Ditjen PEN] Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. 2014. Obat Herbal Tradisional. Jakarta (ID): Ditjen PEN.

Ernawati D. 2014. Pengoptimuman ekstraksi dan pemurnian asiatikosida dari pegagan (Centella asiatica) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Ed ke-2. Bandung (ID): ITB.

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Ed ke-1. London (GB): Chapman & Hall.

Plohman B, Bader G, Hiller K, Franz G. 1997. Immunomodulatory and antitumoral effects of triterpenoid saponins. Die Pharm. 52(12):953-957. Puttarak P, Panichayupakaranant P. 2012. Factors affecting the content of

pentacyclic triterpenes in Centella asiatica raw materials. Pharm Biology. 50:1508-1512. doi:10.3109/13880209.2012.685946.

Rafamantanana MH, Rozet E, Raoelison GE, Cheuk K, Ratsimamanga SU, Hubert P, Quetin-Leclercq J. 2009. An improved HPLC-UV method for the stimulationeous quantification of triterpenic glycosides and aglycones in leaves of Centella asiatica (L.) Urb (APIACEAE). Chrom B. 877:2396-2402. doi:10.1016/j.jchromb.2009.03.018.

Reniza AW. 2003. Isolasi dan identifikasi senyawa asiatikosida dari pegagan (Centella asiatica L. Urban) sebagai senyawa antibakteri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Roy DC, Barman SK, Shaik MM. 2013. Current updates on Centella asiatica: phytochemistry, pharmacology and traditional uses. Med Plant Research. 3(4): 20-36. doi:10.5376/mpr.2013.03.0004.

Shen Y, Liu A, Ye M, Wang L, Chen J, Wang X, Han C. 2009. Analysis of biologically active constituents in Centella asiatica by microwave-assisted extraction combined with LC-MS. Chrom. 70(3/4): 431-438. doi: 10.1365/s10337-009-1152-6.

Stahl E. 1969. Thin-Layer Chromatography: A Laboratory Handbook. Ed ke-2. Ashworth MRF, penerjemah. Berlin (DE): Springer-Verlag.

(28)

14

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Kromatografi kolom Kromatografi lapis tipis preparatif

Fraksi asiatikosida

Kromatografi lapis tipis preparatif

Asiatikosida dugaan

Pencirian dengan KC-SM-SM

Pengukuran kadar dan kemurnian asiatikosida dengan KCKT Penentuan eluen terbaik

Pengukuran kadar air, kadar abu Ekstraksi

Pegagan segar

Simplisia

Determinasi

Pembersihan, pengeringan, dan penggilingan

(29)

15

(30)

16

Lampiran 3 Penentuan kadar air simplisia pegagan

Ulangan Bobot basah (g) Bobot kering (g) Kadar air (%)

Kadar air = bobot basah - bobot kering

bobot basah x 100%

= 2.0002 g - 1.8061 g

2.0002 g x 100%

= 9.70%

Lampiran 4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan

(31)

17

Lampiran 5 Penentuan rendemen ekstrak pegagan Metode

ekstraksi Ulangan

Bobot sampel

Rendemen = bobot ekstrak

bobot sampel(1–Kadar air) x 100%

= 9.5207 g

50.0000 g (1 - 0.0976) x 100%

= 21.10%

Analisis pencilan dengan Q-test (Dixon’s Q-test):

Qhitung =

Nilai yang dicurigai-Nilai yang terdekat

Nilai tertinggi-Nilai terrendah

= 22.69 - 21.55

22.69 - 21.10

= 0.72

Qhitung < Qtabel (0.970 untuk n = 3, P = 0.05)

Ekstrak maserasi dengan rendemen 22.69% bukan pencilan. Lampiran 6 Penentuan rendemen fraksi kromatografi kolom

(32)

18

Contoh Perhitungan:

Rendemen fraksi 5 = bobot ekstrak

bobot sampel x 100%

= 0.8136 g

4.0112 g x 100%

= 20.28%

Lampiran 7 Penentuan rendemen fraksi KLTP

Sampel Fraksi Bobot sampel (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%) Ekstrak kasar

Rendemen fraksi ke-2 F4 = bobot ekstrak

bobot sampel x 100%

= 0.0047 g

0.0411 g x 100%

= 11.44%

Rendemen fraksi ke-2 ekstrak kasar pegagan = bobot ekstrak

bobot sampel x 100%

= 0.0062 g

0.1149 g x 100%

(33)

19

Lampiran 8 Kadar dan persentase kemurnian asiatikosida

Kromatogram standar asiatikosida

Kromatogram sampel fraksi KLTP ke-2 dari fraksi kolom ke-4 (S1)

14.245 14.188

(34)

20

Kromatogram sampel fraksi KLTP ke-2 dari ekstrak metanol pegagan (S2)

14.262

(35)

21

Contoh Perhitungan: S1

[asiatikosida] =

Luas area sampel

Luas area standar x standar x Volume

Bobot sampel x 1000 mL/1L

=

3569066

405205 x 100 mg/L x 3 mL

0.0047 g x 1000 mL/1L

= 562.2160 mg/g Rendemen Keseluruhan = RE

100 g x

[asiatikosida] =

Luas area sampel

Luas area standar x standar x Volume

Bobot sampel x 1000 mL/1L

=

657990

405205 x 100 mg/L x 3 mL

0.0062 g x 1000 mL/1L

= 78.5731 mg/g Rendemen Keseluruhan = RE

100 g x

(36)

22

Kemurnian Asiatikosida berdasarkan KCKT

Sampel Waktu retensi (menit) Luas area %Kemurnian S1

8.009 75302 2.89

12.501 187849 4.72

13.65 145069 3.65

14.245 3569066 89.74

Total area 3977285

S2

8.081 111080 6.81

11.636 140049 8.59

11.806 141074 8.65

12.526 510028 31.29

13.685 14132 0.87

13.937 55910 3.43

14.262 657990 40.36

(37)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 April 1991 sebagai putri tunggal dari Bapak Dadang Hamdan (Alm.) dan Ibu Widaningsih. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cililin pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama diterima di Analis Kimia Program Diploma Politeknik Negeri Bandung (POLBAN). Penulis lulus dari Diploma POLBAN dengan predikat Memuaskan pada tahun 2012 dan melanjutkan pendidikan S1 melalui Program Alih Jenis Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 1  Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen
Gambar 3  Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan
Gambar 4  Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak
Gambar 5  Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan waktu getar struktur jembatan atau perioda struktur tanpa base isolator, dan dengan menggunakan base isolator akibat beban gempa. Perbandingan perpindahan pada

Perbedaan Hasil Tenunan ATBM Plain dan Dobby Dengan Menggunakan Pakan Benang Akrilik Untuk Bahan Upholstery adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan

Hasil analisis data pada Gambar 1 menunjukkan, bahwa keberhasilan proses aklimatisasi tanaman hasil eksplorasi di Taman Hutan Raya Nipa-Nipa Sulawesi Tenggara

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya, yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul ”

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar jauh serta lebih mudah dipahami, maka penulis akan membatasi sub masalah dalam pengkajian ini hanya pada nilai-nilai

[r]

Meskipun dalam kedua teks tersebut tidak ditemukan waktu penyalinannya, tetapi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roosiati (1983) disebutkan

Untuk Pewarisan Adat masyarakat Adat Sedulr Sikep, Desa Baturejo, Sukolilo, Pati menggunakan Sistem Pembagian Pewarisan Parental, ( semua anak mendapatkan bagian ).