• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar Di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar Di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI UBI JALAR DI KECAMATAN

AMPEK ANGKEK KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

ANGELIA LEOVITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Angelia Leovita

(4)

RINGKASAN

ANGELIA LEOVITA. Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan HENY KUSWANTI SUWARSINAH.

Kecamatan Ampek Angkek merupakan salah satu daerah sentra ubi jalar di Sumatera Barat. Kecamatan ini memiliki peluang untuk dapat meningkatkan produksi ubi jalar. Tetapi permasalahan yang terjadi adalah rendahnya produktivitas yang disebabkan oleh belum efisiennya dalan penggunaan input produksi dalam berusahatani.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar (2) menganalisis efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani ubi jalar (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani ubi jalar dan (4) menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis efisiensi produksi dan analisisusahatani. Fungsi produksi yang digunakan adalahfungsi produksi Cobb Douglas dan diestimasi menggunakan Ordinary LeastSquares (OLS) dan Maximum Likelihood Estimation (MLE).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi produksi ubi jalar di kecamatan Ampek ditemukan signifikan berpengaruh secara statistik terhadap produksi ubi jalar pada α=1% adalah variabel jumlah bibit, jumlah pupuk organik, jumlah tenaga kerja dalam keluarga dan jumlah tenaga luar keluarga. Sedangkan jumlah pupuk anorganik signifikan berpengaruh secara statistik pada α=10%. Hasil analisis efisiensi menunjukkan bahwa petani secara teknis dan alokatif sudah efisien, namun secara ekonomi belum. Hal ini disebakan karena masih mahalnya harga input yang berlaku ditingkat petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis adalah keanggotaan petani dalam kelompok tani berpengaruh nyata pada α=10%.Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar layak untuk diusahakan secara finansial karena nilai R/C senilai 1.8.

(5)

SUMMARY

ANGELIA LEOVITA.Efficiency Analysis of Sweet Potato Farming in the District Ampek Angkek Agam West Sumatra.Guided by RATNA WINANDI and HENY KUSWANTI SUWARSINAH.

Subdistrict Ampek Angkek is one of the central areas of the sweet potato in West Sumatra. This district has the opportunity to be able to increase the production of sweet potatoes. But the problems that occur are low productivity caused by inefficient role in the use of production inputs to farm.

The purpose of this study was (1) to identify the factors that influence the production of sweet potato (2) analyze the technical efficiency, allocative and economic farming sweet potatoes (3) identify the factors affecting technical inefficiency farming yams and (4) analyzing farm income sweet potato in the subdistrict Ampek Angkek district Agam West Sumatra Province. Data analysis was performed using production efficiency analysis and analysis of farming. Production function used is the Cobb Douglas production function and estimated using Ordinary Least Squares (OLS) and Maximum Likelihood Estimation.

The results showed that the variables that affect the production of sweet potato in the district Ampek Angkek found a statistically significant effect on the production of sweet potatoes at α = 1% are number of seeds, the amount of organic fertilizer, the amount of labor in the family and the number of workers outside the family. While the amount of inorganic fertilizer statistically significant effect on α = 10%. Efficiency analysis results showed that farmers technical and allocative already efficient, but not economically. This has happened because still prevail high prices of inputs for farmers. Factors affecting technical inefficiency the membership of farmers in farmer groups significantly at α = 10%. Farm income analysis result indicate that the sweet potato farming financially feasible to be developed as long as the R/C 1.8.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI UBI JALAR DI KECAMATAN

AMPEK ANGKEK KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)
(11)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober - November 2014 ini adalahefisiensi, dengan mengambil judul Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat.Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak atas bantuan dan dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada:

1. Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MSsebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr IrHeny Kuswanti Suwarsinah, MEc sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, perhatian, waktu dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr Alla Asmara, SPt MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan pertanyaan yang sangat berguna untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah memberikan masukan dan pertanyaan demi kesempurnaan tesis ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu, pengalaman dan waktu yang telah diberikan selama proses perkuliahan.

5. Pihak DIKTI yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan melalui Beasiswa Unggulan kepada penulis.

6. Penghargaan yang tinggi dan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua penulis Ayahanda Nurman, SP dan Ibunda (Almh) Irawati M.Nur yang telah memberikan dukungan moril dan materil, perhatian, kasih sayang, kesabaran dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

7. Kakak penulis, Irma Dewita, S.Kep/suami dan adik-adik, Rika Fitri Yeni, SSi, Raudhatul Syauvi dan Nafika Nurullita yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

8. Teman-teman Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2012 yaitu Jones Batara Manurung, Muhammad Emil Rahman, Budi Yoko, Afandri, Muhammad Nursan, Dewi Rohma Wati, Pebria Sari, Reny Hidayati, Lillah Wedelia, Rina Kusrina dan Utami Nurani Putri yang telah menjadi sahabat, saudara, motivator, bersama dalam suka dan duka selama menempuh pendidikan di IPB.

9. Teman-teman Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2013 terima kasih atas waktu diskusi dan semangat yang diberikan kepada penulis.

10.Seluruh staff di Sekretariat Ilmu Ekonomi Pertanian (Mas Johan, Mas Widi, Mas Erwin, Pak Husein, Ibu Ina, Ibu kokom) yang telah membantu, memberi semangat dan dukungan kepada penulis.

(12)

12.Pihak-pihak lain yang namanya tidak disebutkan namun telah banyak memberikan saran dan informasi selama penulisan tesis ini.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Harapan penulis, semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

Bogor, September 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Produksi dan Fungsi Produksi 8

Konsep dan Pengukuran Efisiensi 10

Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi Usahatani 16 Penelitian Terdahulu Tentang Pendapatan Usahatani 22

Kerangka Pemikiran 23

Hipotesis Penelitian 24

3 METODE PENELITIAN 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Metode Penarikan Contoh 25

Jenis dan Sumber Data 25

Metode Analisis Data 25

Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar dan R/C 29

Definisi Operasional 30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Gambaran Wilayah dan Keragaan Usahatani Ubi Jalar 32

Tingkat Efisiensi Usahatani Ubi Jalar 38

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar 49

5 SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran dan Implikasi Kebijakan 53

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 59

(14)

DAFTAR TABEL

1 Ketersediaan dan kebutuhan ubi jalar Nasional tahun 2009-2012 1 2 Perkembangan Luas lahan, produksi dan produktivitas ubi jalar

Indonesia tahun 2009-2014 2

3 Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di sepuluh

Provinsi tahun 2014 2

4 Luas panen, produksi dan produktivitas komoditi ubi jalar di

Sumatera Barat menurut kabupaten/kota tahun 2012 3 5 Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di kabupatan

Agam tahun 2012 4

6 Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani 20 7 Jumlah penduduk di kecamatan Ampek Angkek kabupaten Agam 32

8 Penggunaan Lahan di Kecamatan Ampek Angkek 33

9 Keragaman umur petani ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek 33 10 Sebaran pendidikan petani ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek 34 11 Sebaran pengalaman petani ubi jalar di kecamatan Ampek

Angkek 34

12 Partisipasi petani ubi jalar dalam kelompok tani di kecamatan

Ampek Angkek 35

13 Tanggungan keluarga petani ubi jalar di kecamatan Ampek

Angkek 35

14 Status kepemilikan lahan petani ubi jalar di kecamatan Ampek

Angkek 36

15 Jenis varietas ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek 36 16 Sebaran luas lahan petani ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek 37 17 Hasil dugaan model produksi ubi jalar Cobb-Douglass

menggunakan metode OLS di kecamatan Ampek Angkek 39 18 Hasil dugaan model produksi Cobb-Douglas Stochastic

Frontierusahatani ubi jalar menggunakan metode MLE di

kecamatan Ampek Angkek 40

19 Sebaran nilai efisiensi teknis usahatani ubi jalar di kecamatan

Ampek Angkek 43

20 Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis fungsi

produksiStochasticFrontier di kecamatan Ampek Angkek 44 21 Sebaran nilai efisiensi alokatif usahatani ubi jalar di kecamatan

AmpekAngkek 48

22 Sebaran nilai efisiensi ekonomi usahatani ubi jalar di kecamatan

AmpekAngkek 48

23 Analisis pendapatan usahatani ubi jalardi kecamatan Ampek

Angkek 50

24 Analisis imbalan tenaga kerja (Return to labor) usahatani ubi jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi ubi jalar Sumatera Barat tahun 2009-2013 5

2 Fungsi produksi batas dengan rata-rata 9

3 Efisiensi teknis dan alokatif dari sisi input 12

4 Alur kerangka pemikiran 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kontribusi produk domestik bruto setiap lapangan usaha terhadap

produk domestik bruto Indonesia tahun 2014 60

2 Luas, produksi dan produktivitas ubi jalar per nagari di kecamatan

Ampek Angkek tahun 2013 61

3 Hasil uji heteroskedastisitas model produksi ubi jalar di

kecamatan Ampek Angkek pada masing-masing input 62 4 Hasil pendugaan model produksi ubi jalar metode OLS di

kecamatan Ampek Angkek 64

5 Hasil pendugaan model produksi ubi jalar Cobb-Douglas

stochasticfrontier metode MLE 65

6 Sebaran nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani ubi

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan tersebut meliputi kontribusi produk dalam sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia kebutuhan pangan manusia, penyedia lapangan pekerjaan, pemasok bahan baku untuk berbagai industridan penghasil devisa negara melalui kegiatan ekspor. Kontribusi sektor pertanian terhadapProduk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2014 adalah sebesar 10.33 persen (PUSDATIN2015).

Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 3.26 persen (Lampiran 1). Selain berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia subsektor tanaman pangan berperan serta dalam mewujudkan ketahanan pangan. Bahan pangan yang tidak tersedia dengan cukup dan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas baik dari segi ekonomi maupun sosial (Hafsah 2004).

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang berperan dalam pembangunan sektor pertanian dan perekonomian Indonesia. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman penting karena dapat dijadikan sumber karbohidrat setelah padi (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2013). Selain sebagai bahan pangan juga digunakan sebagai kebutuhan pakan ternak serta dapat dikembangkan menjadi olahan produk ubi jalar siap santap seperti kremes, saos, selai, hasil substitusi dengan tepung seperti biskuit, kue, roti, bentuk olahan dengan buah-buahan seperti manisan dan asinan (Richana 2013).Berkembangnya teknologi pengolahan hasil ubi jalar menjadi aneka jenis makanan, kebutuhan akan ubi jalar meningkat sehingga produksi juga mengalami peningkatan. Berikut pada Tabel 1 menyajikan data ketersediaan dan kebutuhan ubi jalar Nasional tahun 2009-2012.

Tabel 1Ketersediaan dan kebutuhan ubi jalar Nasional tahun 2009-2012 Tahun Produksi

Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2013

(18)

2

ketersediaan ubi jalar di Indonesia merupakan produksi ubi jalar dikurangi dengan jumlah yang di ekspor dan ditambah dengan jumlah yang diimpor.

Tabel 2Perkembangan Luas lahan, produksi dan produktivitas ubi jalar Indonesia tahun 2009-2014

Tahun Luas lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang luas, terutama oleh industri pengolahan. Saat ini sudah banyak aneka jenis produk makanan yang berbahan baku ubi jalar sehingga kebutuhan ubi jalar semakin meningkat. Dengan melihat kebutuhan yang semakin meningkat maka perlu untuk meningkatkan produksi ubi jalar melalui peningkatan produktivitas dan perluasan lahan. Saat ini produktivitas ubi jalar Indonesia masih tergolong rendah yakni 13.12 ton per hektar seperti yang terlihat pada Tabel 2. Nilai produktivitas rata-rata ubi jalar indonesia rendah jika dibandingkan dengan produktivitas potensial yang dapat dicapai yaitu 30 ton per hektar (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2013).

Tabel3Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di sepuluh Provinsi tahun 2012

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013

(19)

3 merupakan salah satu provinsi penghasil ubi jalar yang menempati urutan ke enam diantara sepuluh provinsi lainnya. Produktivitas ubi jalar di Sumatera Barat adalah 28.56 ton per hektar. Luas panen ubi jalar di Sumatera Barat lebih kecil di bandingkan dengan provinsi NTT, Bali dan Sulawesi Selatan, namun dengan produktivitas yang tinggi produksi ubi jalar di Sumatera Barat lebih tinggi dibandingkan dengan NTT, Bali dan Sulawesi Selatan yang mempunyai luas panen lebih luas. Meskipun Sumatera Barat memiliki produktivitas yang tinggi namun produktivitas pada daerah sentra ubi jalar di Sumatera Barat tergolong rendah.

Tabel 4Luas panen, produksi dan produktivitas komoditi ubi jalar di Sumatera Barat menurut kabupaten/kota tahun 2012

Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat 2013

(20)

4

27.84 ton per hektar dan produktivitas ubi jalar Indonesia pada tahun 2012 yaitu 13.93 ton per hektar.

Kabupaten Agam terdiri dari enam belas kecamatan. Tidak semua kecamatan memproduksi ubi jalar, empat kecamatan diantarannya tidak mengusahatanikan ubi jalar, sehingga produksi ubi jalar tersebar di dua belas kecamatan seperti terdapat pada Tabel 5. Kecamatan Ampek Angkek merupakan daerah sentra ubi jalar paling luas di kabupaten Agam. Luas panen ubi jalar di kecamatan Ampek Angkek adalah 378 ha dan produksi adalah 6 134.94 ton. Meskipun demikian produktivitas ubi jalar di Ampek Angkek pada tahun 2012 adalah 16.23 ton per hektar, rendah jika dibandingkan dengan kecamatan lain dan rendah jika dibandingkan dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Agam dan Sumatera Barat. Kondisi ini menunjukkan bahwa kecamatan Ampek Angkek memiliki potensi dan peluang sebagai daerah pengembangan ubi jalar melalui peningkatan produksi dengan cara memperbaiki teknik budidaya serta mengalokasikan input produksi dan sumberdaya lainya secara optimal.

Tabel 5Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di kabupatan Agam tahun 2012

Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat 2013

Perumusan Masalah

(21)

5 jalar meningkat. Peningkatan produksi ubi jalar terjadi karena berkembangnya penerapan teknologi produksi, perbaikan dalam budidaya dan manajemen usahatani yang semakin baik.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 (diolah)

Gambar 1Produksi ubi jalar Sumatera Barat tahun 2009-2013

Kecamatan Ampek Angkek merupakan kecamatan sentra produksi ubi jalar di Sumatera Barat. Produktivitas ubi jalar pada tahun 2012 di kecamatan Ampek Angkek adalah 16.23 ton per hektar. Produktivitas ini masih rendah jika di bandingkan dengan produktivitas di Kabupaten Agam yang mencapai 27.84 ton per hektar dan produktivitas Sumatera Barat 28.56 ton per hektar. Permasalahan rendahnya produktivitas ubi jalar diduga petani belum efisien dalam menggunakan input produksi. Petani dalam mengusahakan usahataninya masih terbatas dalam penggunaan lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

Produksi suatu komoditas dipengaruhi oleh efisiensi tidaknya dalam alokasi penggunaan input, ada tidaknya masalah inefisiensi teknis yang berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani, dan faktor risiko produksi dalam usahatani. Tingkat alokasi penggunaan input produksi oleh petani akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan, tingkat produktivitas, dan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi yang dicapai petani (Kumbhakar 2002 dikutip dalam Saptana 2011).

Selain dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan input-input produksi maka tingkat efisiensi usahatani diduga dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu (Haryani 2009; Nahraeni 2012 dan Ohajianya et al.2014) beberapa karakteristik sosial ekonomi yang menjadi faktor-faktor inefisiensi teknis umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, ukuran rumah tangga, akses kredit, jenis kelamin, anggota organisasi, frekuensi penyuluhan, kepemilikan, sistem penanaman, status lahan dan rasio anggota keluarga yang tidak bekerja terhadap anggota keluarga yang bekerja (dependency ratio).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani tidak saja ditentukanoleh kemampuan manajerial dari petani yang lebih banyak diukur

77.476

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(22)

6

darikemampuan petani untuk memutuskan besaran input produksi yang akan digunakan dan faktor sosial ekonomi, akan tetapi juga ditentukan beragam faktor yang berada di luar kendalipetani seperti ketersediaan air, iklim/cuaca, tingkat kesuburan lahan, hargainput produksi, harga output, kelembagaan usahatani dan lainnya. Seluruhvariabel tersebut akan berkorelasi satu sama lain dan akan menentukan tingkatefisiensi yang akan dicapai (Haryani 2009). Petani belum mampu mengalokasikan secara optimal semua faktor produksi yang ada dalam proses produksi usahataninya dan petani belum mengetahui faktor-faktor produksi yang mana saja yang alokasi penggunaannya yang sudah optimum. Hal ini akan berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan petani.

Berdasarkan uraian yang dijelaskan sebelumnya maka permasalahan dalam penelitian ini dengan demikian bisa disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar?

2. Bagaimana alokasi penggunaan input-input produksi?Apakah penggunaan input-input produksi sudah efisien secara teknis, alokatif dan ekonomi? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani ubi

jalar?

4. Apakah usahatani ubi jalar masih menguntungkan petani?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. 2. Menganalisis efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani ubi jalar di

Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis

usahatani ubi jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat.

4. Menganalisis pendapatan ushatani ubi jalar di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam merumuskan strategi kebijakan dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan produksi ubi jalar. Jika nilai efisiensi masih cukup rendah berarti ada peluang yang besar untuk meningkatkan dengan teknologi yang telah ada. Sebaliknya jika efisiensi yang di capai sudah sangat tinggi (mendekati frontier) berarti peluang untuk meningkatkan tidak ada sehingga perlu di cari alternatif lain.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)
(24)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Produksi dan Fungsi Produksi

Produksi adalah proses mengkombinasikan dan mengkoordinasikan material dan kekuatan (input dan sumberdaya) untuk menghasilkan barang atau jasa (Beattie dan Taylor 1985).Fungsi produksi merupakan jumlah maksimum output yang diperoleh dari beberapa input yang diberikan (Aigner1976).Fungsi produksi memberikan output yang maksimum yang diperoleh dari sejumlah input tertentu. (Beattie dan Taylor 1985). Menurut Debertin (1986) fungsi produksi menerangkan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas.

Secara matematik, model fungsi produksi sebagai berikut:

Y = f (xi)……….…(2.1)

Y adalah output, xi adalah input ke – i yang digunakan, i = 1,β,γ,…n.

Diasumsikan output dihasilkan hanya dengan satu input, sehingga model menjadi:

Y = f (x)………..(2.2)

Y merupakan Total Physical Product (TPP). Average Physical Product

(APP), dapat diperoleh sebagai berikut:

APP =

=

( )………...(2.3)

Marginal Physical Productivity (MPP), dapat diperoleh sebagai berikut:

MPP

=

( ��)

=

=

( )

=

f’x……….(2.4) Elastisitas produksi menujukkan rasio antara persentase perubahan jumlah output dengan persentase perubahan input (Debertin, 1986). Formulasi elastisitas produksi dinyatakan sebagai berikut:

EP

=

(

) /

(

∆ )...(2.5) Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut:

EP

=

(

Sehingga, dari persamaan diatas didapatkan elastisitas produksi sebagai berikut:

EP = ��

��……….………..(2.8)

Ada beberapa bentuk fungsi produksi yang sering digunakan yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi Translog. Kedua bentuk fungsi produksi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Bentuk umum persamaan fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: Y = 0 1 1

2 2 3…. . ………..(2.9)

Fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk linear logaritma untuk bisa menaksir parameter-parameternya sehingga fungsi produksi tersebut menjadi:

(25)

9 Dimana:

Y = jumlah produksi

0 = intersep

1, 2, 3, …., n = parameter variabel penduga

X1, X2,…, Xn = faktor-faktor produksi

e = bilangan natural (e= 2.72)

u = galat

Keuntungan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut (Heady dan Dillon 1961 dikutip dalam Tanjung 2003):

1. Memiliki parameter yang dapat diduga dengan metode kuadrat terkecil. Parameternya langsung menunjukkan elastisitas faktor produksi dari setiap faktor produksi.

2. Perhitungannya sederhana karena dapat dibuat menjadi bentuk linier dan dapat dilakukan dengan perangkat komputer lunak.

3. Jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga (∑ j)

merupakan pendugaan skala usaha (return to scale). Bila ∑ j<1 berarti proses

produksi berada pada skala usaha yang menurun (decreasing return to scale). Bila ∑ j = 1, berarti proses produksi berlangsung pada skala usaha yang tetap

(constan return to scale). Apabila ∑ j>1, berarti proses produksi berlangsung

pada skala usaha yang meningkat (increasing return to scale).

Bentuk lain yang biasa digunakan adalah fungsi produksi translog. Fungsi produksi translog tidak menetapkan batasan terhadap elastisitas input dan substitusi serta nilai pengembalian hasil (return to scale) seperti yang dikenakan pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Akan tetapi bentuk fungsi produksi ini memiliki kelemahan dalam hal sulit dimodifikasi secara matematis dan dapat mengalami masalah multikolinear serta masalah derajat bebas (Coelli et al. 1998).

(a) Fungsi produksi batas(b) Fungsi produksi rata-rata Sumber: King (1980)

(26)

10

Terdapat dua konsep fungsi produksi yaitu fungsi produksi batas (frontier production function)dan fungsi produksi rata-rata (average production function).

Berdasarkan pengertian produksi batas pada gambar 2a dikatakan bahwa usahatani yang berproduksi disepanjang kurva berarti telah berproduksi secara efisien, karena untuk sejumlah kombinasi input tertentu dapat diperoleh output yang maksimum. Artinya pada kondisi tersebut penggunaan input sudah optimal. Fungsi produksi rata-rata memberikan gambaran kinerja rata-rata dari proses produksi pada teknologi yang ada.Produksi rata-rata pada gambar 2b, usahatani yang berproduksi disepanjang kurva belum tentu yang paling efisien karena kemungkinan usahatani yang mampu berproduksi di atas kurva atau lebih besar dari produksi rata-ratanya. Fungsi produksi batas menggambarkan kinerja terbaik dari petani pada tingkat teknologi yang ada. Selain itu metode fungsi produksi batas dapat mengukur efek-efek tak terduga dalam batas produksi.

Konsep dan Pengukuran Efisiensi

Menurut Lau dan Yotopaulus (1971) konsep efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) serta efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah input tertentu. Seorang petani dikatakan efisien secara teknis dari petani lainnya jika petani tersebut dapat menghasilkan output lebih besar pada tingkat penggunaan teknologi produksi yang sama. Petani yang menggunakan input lebih kecil pada tingkat teknologi yang sama, juga dikatakan lebih efisien dari petani lain, jika menghasilkan output yang sama besarnya.

Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan dosis/syarat yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal. Tingkat produksi dan pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh efisiensi petani dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya kedalam berbagai alternatif aktivitas produksi. Efisiensi ekonomi adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.

Efisiensi ekonomi pada dasarnya terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif atau efisiensi harga. Efisiensi teknis merujuk pada hubungan fisik antara output dan input. Satu perusahaan lebih efisien secara teknis dari pada perusahaan lainnya jika secara konsisten menghasilkan output yang banyak dari jumlah input tertentu. Efisiensi alokatif mengacu pada sejauh mana perusahaan memaksimalkan keuntungan untuk suatu tingkat efisiensi teknis (Lawrence dan Hone 1981).

(27)

11 1. Umur

Faktor umur diduga berpengaruh positif terhadap inefisiensi. Asumsi yang dibangun adalah semakin tua umur petani menyebabkan mereka semakin lemah dalam berusahatani dan kurang tertarik untuk menerima inovasi baru. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nahraeni(2012); Nurhapsa (2013); Haryani (2009); Kusnadi et al. (2011); Idiong (2007); Ohajianya et al. (2014); Khan dan Saeed (2011); Orewa dan Izekor (2012); Okaye (2008).

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dilalui oleh petani maka semaki tinggi kemampuan mereka untuk menerima adopsi teknologi dan menggunakan input secara proporsional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nahraeni(2012); Nurhapsa (2013); Adhiana (2005); Haryani (2009); Situmorang (2013); Ratih (2012); Kusnadi et al. (2011); Khan dan Saeed (2011); Al-Sharafat (2013); Idiong (2007); Khan dan Saeed (2011); Ohajianya et al. (2014); Orewa dan Izekor (2012); Okaye et al.(2008).

3. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Hasil penelitian yang sama ditemukan oleh Nahraeni(2012); Nurhapsa (2013); Adhiana (2005); Al-Sharafat (2013); Idiong (2007); Orewa dan Izekor (2012); Ohajianya et al.(2014); Okaye et al. (2008). Semakin berpengalaman petani semakin efisien dalam berproduksi terutama dalam penggunaan input-input produksi.

4. Frekuensi Penyuluhan

Frekuensi penyuluhan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Penelitian yang dilakukan olehSitumorang (2013); Khan dan Saeed (2011); Idiong (2007); Nahraeni(2012), hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi penyuluhan dapat menurunkan inefisiensikarena penyuluhan sangat penting dalam pelatihan dan membimbing petani.

5. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Penelitian yang dilakukan olehKilmanun (2012); Nurhapsa (2013); Orewa dan Izekor (2012); Okaye et al.(2008), hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dapat meningkatkan efisiensi.

6. Partisipasi Petani Dalam Kelompok/organisasi

(28)

12

organisasi berpengaruh positif (Haryani 2009; Situmorang 2013; Kusnadi et al.2011).

7. Jenis Varietas

Jenis varietas berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Penelitian yang dilakukan olehRatih (2012), hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul dapat menurunkan inefisiensi teknis.

8. Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi, hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Haryani (2009); Ratih (2012); Kusnadi (2011).

Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi yaitu pendekatan dari sisi penggunaan input dan pendekatan dari sisi output yang dihasilkan (Farrel 1957). Pendekatan dari sisi input membutuhkan informasi harga input dan sebuahkurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untukmenghasilkan output yang maksimal. Pendekatan dari sisi output yang dihasilkanadalah pendekatan yang digunakan untuk melihat seberapa besar jumlah outputsecara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yangdigunakan.

Gambar 3 menunjukkan efisiensi teknis dan alokatif dari sisi input. Kurva

isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y)

yang efisien secara teknis. Titik P dan Q merupakan dua kondisi suatu perusahan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan

x2/y yang sama.

Sumber: Coelli et al. 1998

Gambar 3Efisiensi teknis dan alokatif dari sisi input

(29)

13 perusahaan di titik Q. Titik Q menunjukkan perusahaan yang memproduksi sejumlah output yang sama dengan output di titik P tetapi dengan menggunakan input yang lebih sedikit. Jarak QP menunjukkan inefisiensi teknis dari perusahaan, yang merupakan jumlah dimana input dapat secara proporsional dikurangi tanpa menyebabkan penurunan output. Rasio 0Q/0P menunjukkan Efisiensi Teknis (TE) perusahaan yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P diturunkan, rasio input per output (x1/y: x2/y) konstan, sedangkan output tetap.

Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garisisocost (AA’) digambarkan menyinggung isoquant(SS’)di titik Q’ dan memotonggaris OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yangmeminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope

isoquantsama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatifinefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebihtinggi dari pada di titik Q’. Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksijika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehinggaefisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasioOR/OQ. Sehingga ukuran efisiensi teknis (Tehnical Efficiency atau TE) danefisiensi alokatif (Allocative Efficiency atau AE) berdasarkan gambar 3sebagaiberikut:

TE = OQ/OP……….…………(2.11)

AE= OR/OQ……….………..……..(2.12)

Maka :

EE = TE x AE = 0R/0P………...(2.13) Bentuk umum mengukur efisiensi teknis oleh observasi ke-i didefinisikan sebagai berikut (Coelli, 1998):

TE = E(Y*U,Xi

E(Y*U=0,XiE exp(-Ui)/εi ………..……….…….(2.14) Keterangan: nilai TEiantara 0 dan 1 atau 0 ≤ TEi≤ 1.

Fungsi produksi frontier merupakan jumlah output maksimum yang mungkin dicapai dari penggunaan input dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984 dikutip dalam Kurniawan 2008). Fungsi produksi frontier

diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien.

Pengukuran fungsi produksi frontier secara umum dibedakan atas 4 cara yaitu: (1) deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic parametric frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical frontier (stochastic frontier).

Model fungsi produksi deterministic frontier dinyatakan sebagai berikut:

� = ( �, ) − �, i = 1,2...n...(2.15)

Dimana ( , ) adalah bentuk fungsi yang cocok Cobb-Douglas atau Translog), parameter β adalah parameter yang dicari nilai dugaannya dan u

(30)

14

perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap tidak tercapainya efisiensi maksimal dari proses produksi (Battese, 1992).

Model stochastic frontiermerupakan perluasan dari model asli

deterministic untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier (Aigner et al. 1977) adalah sebagai berikut:

Ln Yi = 0+ βjlnXji+ (vi− ui)……….……...(2.16)

Fungsi produksi stochastic frontierdigunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan menangkap inefisiensi teknis petani. Berdasarkan penelitian terdahulu faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian Ratih (2012) adalah luas lahan, jarak tanam, jumlah tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk N, pupuk P dan pestisida. Penelitian yang dilakukan oleh Defri (2011), faktor produksi yang mempengaruhi ubi jalar adalah luas lahan, jumlah bibit, tenaga kerja, unsur N dan unsur K. Nurmala (2011), menemukan bahwa faktor produksi yang mempengaruhi produksi ubi jalar adalah bibit, pupuk Urea, pupuk KCL, pupuk TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Pada penelitian ini faktor-faktor produksi yang digunakan adalah: luas lahan, jumlah bibit, jumlah pupuk organik, jumlah pupuk anorganik, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja luar keluarga dan jumlah pestisida.

Stochastic frontier disebut juga dengan “composed error model” karena

error term terdiri dari dua unsur : (εi = vi – ui), i = 1, β….,n. Variabel εi adalah

variabel kesalahan yang terdiri dari dua komponen yaitu vi dan ui. Variabel acak

vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, pemogokan, serangan hama dan sebagainya di dalam nilai variabel output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam fungsi produksi yang secara identik terdistribusi normal dengan rataan (μi) bernilai 0 dan variansnya konstan atau N(0,�2), simetris serta bebas dari ui. Variabel ui merefleksikan komponen galat (error) sifatnya internal

(dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya.

Keunggulan pendekatan frontier stokastik adalah dimasukkannya gangguan acak (disturbance term),kesalahan pengukuran dan kejutan eksogen yang berada di luar kontrol petani. Metode pendugaan yang tidak bias adalah menggunakan MaximumLikelihood(MLE) (Greene 1993 dikutip dalam Haryani 2009). Metode pendugaan MaximumLikelihood (MLE) pada model

stochasticfrontierdilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dari input-input produksi dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep dan varian dari kedua komponen kesalahan vi dan ui.

Konsep Pendapatan Usahatani

(31)

15 teritorial sebagai pengelolanya (Bachtiar, 1980 dikutip dalam Nuraeni dan Hidayat 1994).

Menurut Fadholi (1989) potret usahatani merupakan:

a. Adanya lahan, tanah usahatani yang diatasnya tumbuh tanaman. Ada tanah yang dibuat kolam, tambak, sawah, atau tegalan. Ada tanaman tahunan. b. Ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur

dan lain-lain.

c. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, traktor,

spayer, pompa air dan lain-lain.

d. Ada pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan lain-lain.

e. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalannya usahatani dan menikmati hasil usahataninya.

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung besarnya penerimaan petani dalam usahataninya yang kemudian dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keuntungan dari suatu usaha, sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Kriterian analisis pendapatan berprinsipkan bahwa efisiensi suatu usaha dipengaruhi oleh nilai input yang digunakan dalam output yang dihasilkan dalam proses produksi.

Biaya dibedakan menjadi biaya eksplisit dan biaya implisit. Menurut Halcrow (1980) biaya eksplisit merupakan pembayaran untuk hal-hal seperti menyewa tenaga kerja, menyewa lahan dan biaya untuk membeli bahan atau input-input untuk produksi suatu komoditi pertanian. Biaya implisit merupakan biaya dari sumberdaya atau input produksi yang dimiliki sendiri yang tidak dikeluarkan atau dibayarkan. Input produksi yang termasuk dalam biaya implisit adalah biaya tenaga kerja sendiri atau dalam keluarga dan sewa lahan milik sendiri.Biaya implisit memasukkan pembayaran minimum atau disebut dengan keuntungan normal, dimana meruapakan pengembalian yang diperlukan untuk mengganti kerugian biaya pengelolaan karena ketidaktentuan atau risiko.

Biaya eksplisit dan implisit harus diperhitungkan. Hal ini dikarenakan agar membuat lebih jelas dengan berfikir karena ada sumberdaya dan jasa seperti persediaan dan arus (flow). Jasa persediaan seperti pupuk dan bibit yang sepenuhnya terpakai dalam proses produksi dan harus diganti. Jika tidak digunakan saat sekarang maka dapat disimpan untuk saat mendatang sehingga hal ini disebut dengan biaya eksplisit. Jasa arus seperti tenaga kerja atau gudang akan digunakan seterusnya. Jika tidak digunakan saat sekarang produktivitas yang ada akan hilang dan tidak dapat kembali. Biaya dari sumberdaya arus (flow) adalah biaya riil/nyata karena sumberdaya atau persediaan dan arus (flow) digunakan untuk memproduksi suatu produk atau suatu komoditi. Baik biaya eksplisit dan implisit mencakup dalam biaya produksi perusahaan.

(32)

16

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya jika nilai R/C lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa tambahan biaya setiap rupiahnya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil.

Pendapatan usahatani sama dengan jumlah semua imbalan yang diterima petani sebagai pemilik faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam usahatani. Imbalan bagi faktor-faktor produksi tersebut diperhitungkan berdasarkan prinsip biaya imbangan (Opportunity Cost) (Kasim 1997 dalam Rifiana 2012 ). Salah satu faktor produksi adalah tenaga kerja. Imbalan bagi tenaga kerja (Return to Labor) merupakan jumlah pendapatan bersih dari pelaksanaan pertanian yang tersisa untuk tenaga kerja setelah modal dibayarkan (Kay et al.2004).

Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi Usahatani

Penelitian mengenai efisiensi, baik efisiensi secara teknis, alokatif dan ekonomi sudah banyak dilakukan pada berbagai komoditi dan wilayah, dengan kisaran nilai efisiensi yang beragam. Usahatani dikatakan efisien jika nilainya mecapai 0.7. Menurut Coelli (1998) nilai indeks batas efisiensi adalah 0.7.

Studi terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani telah banyak dilakukan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusnadi et al. (2011), Situmorang (2013), dan Ohajianya et al.

(2014). Kusnadi et al. (2011) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis padi di beberapa sentra produksi di Indonesia. Hasil penelitian menemukan bahwa hasil rata-rata tingkat efisiensi teknis petani sudah efisien yaitu sebesar 91.86 persen. Situmorang (2013) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis jagung di kabupaten Dairi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran nilai tingkat efisiensi petani adalah nilai rata-rata 0.68, nilai maksimum 0.99 dan nilai minimum 0.39. Berdasarkan nilai rata-rata maka usahatani jagung didaerah penelitian belum efisien secara teknis. Ohajianya et al. (2014) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis petani ubi jalar di Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi teknis berkisar antara 0.13 – 0.96 dengan rata-rata 0.47. Usahatani ubi jalar didaerah penelitian, berdasarkan nilai rata-rata-rata-rata belum efisien secara teknis dalam menggunakan sumberdaya dan efisiensi teknis masih dapat ditingkatkan sebesar 53 persenmelalui realokasi sumberdaya yang ada dengan optimal.

Adhiana (2005) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi ekonomi usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor pendekatan Stochastic Production Frontier. Variabel penjelas yang digunakan dalam model efek inefisiensi teknis terdiri dari variabel umur petani, pendidikan formal petani, pengalaman petani, manajemen dan pendapatan diluar usahatani. Variabel yang secara statistic berpengaruhadalah umur petani, pendidikan dan pengalaman. Sedangkan variabel manajemen dan pendapatan diluar usahatani ditemukan tidak nyata berpengaruh terhadap efisiensi teknis.

Tanjung (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan analisis

(33)

17 responden pada α=5 persen dan α=10 persen adalah umur, pengalaman, keanggotaan kelompok tani dan jenis benih. Variabel pendidikan, rasio tenaga kerja sewaan terhadap tenaga kerja total, rasio luas lahan untuk tanaman kentang terhadap luas lahan yang diusahakan petani dan keikutsertaan petani dalam kelompok tani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat inefisiensi teknis petani responden pada α=10 persen.

Faktor penentu inefisiensi teknis berasal dari dalam diri petani.Berikut uraian beberapa faktor tersebut antaralain:

1. Umur.

Umur petani memiliki efek terhadap tingkat inefisiensi teknis. Umur terkait dengan produkstivitas tenaga kerja. Petani yang berada pada umur produktif akan lebih efisien jika dibandingkan dengan petani yang berumur tidak produktif. Dalam hal ini umur berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis. Semakin bertambah umur petani maka semakin tidak efisien usahataninya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Haryani (2009) yang menemukan bahwa umur petani berkorelasi positif terhadap inefisiensi dan berpengaruh nyata. Semakin tinggi umur petani semakin tidak efisien petani dalam menjalankan usahataninya. Begitu juga dengan hasil penelitian Idiong (2007); Okaye et al. (2008); Khan dan Saeed (2011);Kusnadi et al. (2011);Orewa dan Izekor (2012);Nurhapsa (2013); Musaba and Bwacha (2014);Ohajianya et al. (2014)diperoleh hasil bahwa umur berkorelasi positif terhadap inefisiensi teknis petani.

Adhiana (2005) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi ekonomi usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menemukan bahwa umur berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Semakin tinggi umur petani maka pengalaman dan keterampilan petani juga semakin meningkat, tetapi mereka semakin lemah dalam berusaha. Penelitian lainnya yang juga menemukan umur berkorelasi negatif terhadap inefisiensi teknisadalah Kilmanun (2012);Ratih (2012); Situmorang (2013).

2. Tingkat pendidikan petani.

(34)

18

3. Pengalaman Bertani.

Petani yang memiliki pengalaman yang cukup lama dalam usahatani akan cenderung lebih efisien dalam usahataninya. Berdasarkan atas pengalamannya, petani akan mengambil keputusan yang rasional untuk usahataninya. Hasil penelitian Adhiana (2005);Idiong (2007);Okaye et al. (2008); Chowdhury and Rahman (2012); Nahraeni (2012);Orewa dan Izekor (2012);Al-Sharafat (2013);Nurhapsa (2013); Ohajianya et al. (2014), menemukan pengalaman petani akan menurunkan inefisiensi. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, Haryani (2009); Kilmanun (2012);Ratih (2012); Situmorang (2013), menemukan bahwa pengalaman petani berkorelasi positif terhadap inefisiensi. Menurut Ratih (2012) hal ini terjadi karena semakin lama pengalaman petani dalam berusahatani maka akan merasa semakin benar apa yang sudah biasa diterapkan. Salah satu indikatornya adalah hasil produksi yang baik menurut petani sehingga enggan mengikuti saran-saran yang diberikan penyuluh.

4. Penyuluhan.

Penyuluhan yang diberikan kepada petani mempengaruhi efek inefisiensi teknis. Semakin sering penyuluhan dilakukan maka mengurangi inefisiensi teknis. Hasil penelitian Situmorang (2013) menemukan bahwa penyuluhan sangat penting dalam pelatihan dan membimbing petani untuk penggunaan input-input produksi yang sesuai anjuran. Selain itu penyuluhan untuk mentransfer inovasi teknologi pertanian untuk menunjang petani yang efisien dalam proses produksi. Hasil penelitian yang sama, bahwa penyuluhan berkorelasi negatif terhadap inefisiensi teknis adalah Idiong (2007); Khan dan Saeed (2011); Nahraeni (2012). Tetapi Al-Sharafat (2013)menemukan bahwa penyuluhan berkorelasi positif terhadap inefisiensi atau berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Hal ini disebakan karena singkatnya pertemuan penyuluhan, birokrasi yang sulit dan kurangnya program penyuluhan. Selain itu pendekatan partisipatif yang minim menyebabkan penyuluhann meningkatkan inefisiensi.

5. Jumlah anggota keluarga.

Anggota keluarga merupakan sumber tenaga kerja yang dapat mensubstitusi tenaga kerja luar keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka akan semakin banyak yang ikut serta dalam usahatani sehingga dapat mengurangi inefisiensi teknis. Dalam hal ini dengan adanya tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga akan menghemat biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk upah tenaga kerja luar keluarga, sehingga dengan demikian upah yang seharusnya dikeluarkan dapat dialokasikan untuk pembelian input-input. Jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Hasil penelitian Kilmanun (2012)menenujukkan bahwa petani yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak lebih efisien dibandingkan dengan petani yang memiliki jumlah anggota keluarga yang sedikit. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan anggota keluarga sebagai tenaga kerja dalam keluarga. Hasil penelitian Okaye et al. (2008); Nurhapsa (2013); Orewa dan Izekor (2012), menemukan jumlah anggota keluarga berkorelasi negatif terhadap inefisiensi.

(35)

19 Ohajianya et al. (2014). Menurut Ohajianya et al. (2014), petani yang memiliki lebih banyak orang dalam rumahtangga mereka cenderung kurang efisien dalam usahatani. Meskipun secara teori benar, bahwa memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak akan menghemat tenaga kerja karena tersedia tenaga kerja dari dalam anggota keluarga. Tetapi tergantung dua hal yaitu jumlah anggota yang benar-benar dapat bekerja dan lamanya waktu anggota keluarga lain untuk bersedia bekerja.

6. Keikutsertaan petani dalam kelompok atau organisasi.

Petani yang tergabung dalam kelompok akan menurunkan inefisiensi karena dengan bergabung dalam kelompok petani akan dapat (1) meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal, (2) meningkatkan kemampuan manajerial, (3) meningkatkan aksesibilitas terhadap teknologi dan inovasi baru, dan (4) meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan kredit dan bantuan lainnya karena disalurkan melalui kelompok (Kilmanun 2012). Hasil penelitian Idiong (2007);Okaye et al. (2008); Kilmanun (2012);Nahraeni (2012); Ratih (2012); Ohajianya et al. (2014), menunjukkan bahwa keikutsertaan petani dalam kelompok atau organisasi berpengaruh negatif terhadap inefisiensi. Tetapi penelitian sebelumnya Haryani (2009); Kusnadi et al. (2011); Situmorang (2013), menemukan bahwa keanggotaan kelompok tani berpengaruh nyata dan positif terhadap inefisiensi teknis. 7. Status kepemilikan lahan.

Kusnadi et al. (2011)melakukan penelitian memengenai analisis efisiensi usahatani padi di bebera sentra produksi padi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status lahan berpengaruh negatif dan signifikan. Status lahan milik sendiri akan menurunkan inefisiensi dibandingkan status lahan nonpemilik, atau dengan kata lain kepemilikan lahan akan meningkatkan efisiensi usahatani (Kusnadi et al. 2011). Hasil penelitian Haryani (2009) menunjukkan bahwastastus lahan tidak berpengaruh nyata dengan tanda negatif terhadap inefisiensi. Petanipemilik maupun petani penggarap mereka sama-sama sangat berkepentingandengan keberhasilan usahataninya. Tujuan mereka dalam mengelola usahataninya adalah berusaha untuk mencapai hasil yangmaksimal. Hasil penelitian Ratih (2012); Nahraeni (2012),menunjukkan bahwa bahwa status lahan berkorelasi positif terhadap inefisiensi.

8. Jenis varietas.

Jenis varietas yang ditanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis. Jenis varietas unggul akan mengurangi inefisiensi atau meningkatkan efisiensi teknis. Penelitian yang dilakukan oleh Ratih (2012), menunjukkan bahwa varietas yang ditanam memiliki pengaruh tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Nilai negatif pada variabel menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul dapat memperkecil tingkat inefisiensi teknis dibandingkan dengan menanam varietas jenis lain.

(36)

20

Tabel 6Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani

Penulis Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi Inefisiensi

Adhiana (2005)

Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha Tani Lidah Buaya (Aloe Vera) di Kabupaten

(37)

21 Selain efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan ekonomi sudah banyak dilakukan pada berbagai komoditi dan wilayah, dengan kisaran nilai efisiensi yang beragam. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani dalam menggunakan input produksi pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki sehingga diperoleh produksi dan pendapatan yang maksimal.

Kurniawan (2008) melakukan penelitian tentang efisiensi ekonomi usahatani jagung di kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi alokatif petani berkisar antara 0.433 – 0.770 dengan rata-rata 0.566. Jika petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokatif yang paling tinggi, maka dapat menghemat biaya sebesar 26.50 persen (1-0.566/0.770), sedangkan pada petani yang memiliki nilai efisiensi minimum dapat menghemat biaya sebesar 43.77 persen (1-0.433/0.770. Efisiensi ekonomis berkisar antara 0.369 – 0.605. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi ekonomis paling tinggi, dapat menghemat biaya sebesar 17.69 persen (1-0.498/0.605), petani yang yang memiliki nilai efisiensi minimum dapat menghemat biaya sebesar 39.01persen (1-0.369/0.605).

Haryani (2009) melakukan penelitian tentang efisiensi usahatani padi sawah pada program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di kabupaten Serang. Hasil penelitian menunjukkan petani program PTT kisaran nilai efisiensi alokatif 0.527 – 0.880 dengan rata-rata 0.702. Petani non program PTT efisiensi alokatif berkisar antara 0.510 – 0.889 dengan rata-rata 0.648. Nilai efisiensi ekonomis pada

petani program PTT berkisar antara 0.4435-0.774 dengan rata – rata 0.61. Petani

bukan program PTT efisiensi ekonomis berkisar antara 0.328-0.863 dengan rata – rata

0.562.

Adhiana (2005) melakukan penelitian tentang efisiensi ekonomi usahatani

lidah buaya di Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan nilai efisiensi alokatif petani responden berkisar antara 0.2451-0.903. Jika rata-rata petani responden berkeinginan untuk mencapai tingkat efisiensi alokatif yang paling tinggi, maka biaya yang harus dihemat sebesar 21.7 persen (1-0.707/0.903), sedangkan pada petani yang yang memiliki nilai efisiensi minimum harus menghemat biaya sebesar 72.8persen (1-0.245/0.903). Efisiensi ekonomi berkisar antara 0.179 hingga 0.831. hal ini berarti, jika rata-rata petani responden berkeinginan untuk mencapai tingkat efisiensi ekonomis yang paling tinggi maka harus menghemat biaya sebesar 65.8 persen

(1-0.547/0.831), sedangkan pada petani yang memiliki nilai efisiensi minimum harus

menghemat biaya sebesar 86.3 persen (1-0.114/0.831).

Situmorang (2013) melakukan penelitian tentang efisiensi ekonomi usahatani jagung di kabupaten Dairi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi masing-masing sebesar 0.60 dan 0.38. Petani memiliki efisiensi alokatif yang maksimum sebesar 1 dan minimumnya sebesar 0.27. Petani memiliki nilai efisiensi ekonomi yang maksimum sebesar 0.57 dan nilai minimum sebesar 0.25. Belum efisien secara alokatif dan ekonomi disebabkan pengalokasian input yang tidak optimal pada masing-masing tingkat harga input. Alokasi penggunaan inputnya tidak sesuai proporsi kebutuhan karena petani menggunakan pupuk phonska yang berlebih dan sarat dengan tenaga kerja. Petani tidak menggunakan pupuk SP-36 sehingga produksi belum mencapai produksi yang maksimum.

(38)

22

efisiensi alokatif adalah 1.05 – 67.10 dengan rata-rata 12. Variasi nilai yang luas mengindikasikan bahwa sebagian besar petani masih mengalokasikan sumberdaya secara tidak efisien dalam proses produksi dan masih ada peluang untuk meningkatkan tingkat efisiensi alokatif. Nilai sebaran efisiensi ekonomi antara 0.00000006 – 1.11. Penyebaran nilai yang luas disebabkan sebagian besar petani masih tidak efisien secara ekonomi dalam penggunaan sumberdaya untuk produksi dan petani masih memiliki peluang untuk meningkatkan tingkat efisiensi ekonomi.

Penelitian Terdahulu Tentang Pendapatan Usahatani

Sundari (2011)melakukan penelitian tentang analisis biaya dan pendapat usahatani wortel di Kabupaten Karanganyar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan R/C sebesar 2.75 menunjukkan bahwa usahatani wortel yang dilakukan oleh petani sudah efisien. Penerimaan usahatani wortel adalah Rp 12 217 054.26 per ha. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp 4 760 703.81 per ha dan pendapatan sebesar Rp 7 456 350.45 per ha.

Nurmala (2011) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar studi kasus kelompok tani hurip desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan dilihat dari pendapatan dan nilai R/C yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden per periode tanam dari rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani responden (0.24 hektar) sebesar Rp 1446746.01 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760349.44. Pendapatan tunai dan total setelah dikonversi ke dalam satu hektar sebesar Rp 6028108.34 dan Rp 3168122.65.

Analisis pendapatan usahatani ubi jalar di desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor dilakukan oleh Herdiman (2010). Hasil penelitian menunjukkan total biaya usahatani ubi jalar sebesar Rp 8 912 701.59 yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp 6 125 225.40 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp 2 787 476.19. Pendapatan usahatani sebesar Rp 9 777 377.78 atas biaya tunai dan Rp 6 989 901.59 atass biaya total. Nilai R/C cukup tinggi yaitu 2.60 untuk R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total sebesar 1.78.

Defri (2011) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar (studi kasus desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). Pendapatan usahatani atas biaya tunai sebesar Rp 4787537.60dan biaya total Rp 1894078.60untuk satu musim panen. Hasil R/C terhadap biaya tunai maupun biaya total yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar ini masih menguntungkan untuk diusahakan.

(39)

23 hektar dengan nilai R/C 1.9. Pendapatan petani bukan peserta Prima Tani pada Musim Hujan (MH) adalah Rp 3 272 271 per hektar dengan R/C 1.58 dan pendapatan pada Musim Kering (MK) adalah Rp 2 353 844 per hektar dengan R/C 1.39.

Mahabirama (2013) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi dan pendapatan usahatani kedelai di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 968 474.41. Nilai R/C adalah 1.14. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Kabupaten Garut masih layak dan menguntungkan apabila diusahakan.

Kerangka Pemikiran

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang berperan dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia. Ubi jalar merupakan tanaman penting karena dapat dijadikan sumber karbohidrat setelah padi. Selain sebagai bahan pangan, penggunaan ubi jalar beranekaragam. Ubi jalar dapat dijadikan sebagai pemenuhan pakan ternak serta dapat diolah dan dikembangkan menjadi olahan produk lainnya. Penggunaan ubi jalar yang luas mengakibatkan kebutuhan ubi jalar meningkat. Dari sisi produksi, produksi ubi jalar Indonesia cenderung meningkat, namun dilihat dari sisi produktivitas tergolong masih rendah yaitu 13.12 ton per hektar.

Salah satu daerah sentra ubi jalar di Sumatera Barat adalah Kecamatan Ampek Angkek. Masalah yang dihadapi oleh Kecamatan Ampek Angkek terkait dengan ubi jalar adalah belum efisiennya usahatani karena diduga belum efisiennya pengggunaan input produksi yang tercermin dari kemampuan manajerial petani. Kemampuan manajerial petani di pengaruhi oleh faktor karakteristik sosial ekonomi yaitu umur, tingkat pendidikan dan pengalaman bertani. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor diluar kendali petani seperti cuaca. Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi pendapatan usahatani petani ubi jalar. Oleh karena itu perlu diteliti (1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar, (2) Bagaimana alokasi penggunaan input-input produksi, apakah penggunaan input-input produksi sudah efisien secara teknis, alokatif dan ekonomi, (3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani ubi jalar dan (4) Apakah usahatani ubi jalar masih menguntungkan? Alur kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Untuk membatu penulis dalam menganalisis maka diperlukan alat analisis yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Untuk mengetahui pendapatan usahatani ubi jalar, maka dilakukan analisis pendapatan. Selanjutnya Metode Ordinary Least Square (OLS) penulis gunakan untuk mencari model terbaik dari fungsi produksi yang dianalisis, Selanjutnya metode

(40)

24

Gambar 4Alur kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

1. Bibit, pupuk organik, pupuk anorganik, tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar di Kecamatan Ampek Angkek.

2. Tingkat efisiensi yang dicapai petani ubi jalar efisien secara teknis karena Kecamatan Ampek Angkek merupakan sentra ubi jalar.

3. Umur, pendidikan, pengalaman petani, jumlah anggota keluarga,dummy

partisipasi petani dalam kelompok, dummy jenis varietas dan dummy

kepemilikan lahan diduga mempengaruhi inefisiensi teknis petani. 4. Usahatani ubi jalar diduga menguntungkan.

Usahatani Ubi Jalar

Produktivitas rendah sehingga diduga usahatani ubi jalar belum efisien

Efisiensi teknis :fungsi produksi Cobb-Douglas Frontier

Efisiensi alokatif :fungsi biaya dual

Hasil

Implikasi kebijakan

Analisis pendapatan usahatani

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar?

2. Bagaimana alokasi penggunaan input-input produksi?Apakah penggunaan input-input produksi sudah efisien secara teknis, alokatif dan ekonomi? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani ubi

jalar?

4. Apakah usahatani ubi jalar masih menguntungkan?

(41)

25

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Agam. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di Provinsi Sumatera Barat. Kemudian dipilih kecamatan yaitu kecamatan Ampek Angkek. Pemilihan kecamatan dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kecamatan tersebut memiliki luas lahan dan produksi ubi jalar terbesar di Kabupaten Agam. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2014.

Metode Penarikan Contoh

Penarikan contoh secara purposivedengan pertimbangan tidak tersedia

sampling framedi daerah penelitian sehingga petani contoh dipilih berdasarkan kriteria petani ubi jalar yang menanam ubi jalar secara monokultur, pekerjaan utama petani contoh berusahatani ubi jalar dan menanam ubi jalar pada musim tanam yang sama. Jumlah petani contoh dalam penelitian ini adalah 40 orang. Petani contoh berasal dari 2 desa yang merupakan nagari/desa yang memiliki produksi ubi jalar terbesar di kecamatan Ampek Angkek.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data cross section. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi mengenai usahataniubi jalar melalui wawancara dengan petani contoh yang telah ditentukan denganmenggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data primertersebut adalah data karakteristik petani dan usahataniubi jalar pada satu musimtanam yang terdiri dari luas lahan, penggunaan input (benih, pupuk organik, herbisida, tenaga kerja dan input yang lain), harga input, harga output danpermasalahan yang dihadapi petani. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian baik di tingkat pusat maupun daerah.

Metode Analisis Data

Analisis Fungsi Produksi StochasticFrontier

Analisis data menggunakan dua alat analisis, yaitu produksi stochastic frontierdan fungsi biaya dual. Analisis fungsi produksi stochastic frontier

Gambar

Tabel 1Ketersediaan dan kebutuhan ubi jalar Nasional tahun 2009-2012
Tabel 4Luas panen, produksi dan produktivitas komoditi ubi jalar di Sumatera Barat menurut kabupaten/kota tahun 2012
Gambar 1Produksi ubi jalar Sumatera Barat tahun 2009-2013
Gambar 2Fungsi produksi batas dengan rata-rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada

[r]

Instrumen penilaian tertulis memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang dikatagorikan tinggi, taraf kemudahan soal yang terdiri dari 40% soal mudah dan 60%

Desa Prangat Baru juga memiliki beberapa lahan yang ditujukan untuk.. keperluan khusus, di antaranya adalah lahan pekarangan seluas delapan puluh

[r]

Setelah dilakukan simulasi untuk optimasi penempatan SVC dan TCSC pada sistem Jawa-Bali 500 kV didapatkan perbandingan tegangan tiap bus pada sistem sebelum

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured

Sinkronisasi adalah suatu pengendalian estrus yang dilakukan pada sekelompok ternak betina sehat dengan memanipulasi mekanisme hormonal, sehingga keserentakan estrus dan ovulasi