• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN PERDAGANGAN PRODUK

EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA DI PASAR

INTERNASIONAL

NOVAN ARIGA KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari tesis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan SUHARNO.

Indonesia merupakan produsen produk kelapa sawit terbesar di dunia, dengan produksi sekitar 44.46 persen dari total produksi dunia. Ekspor produk kelapa sawit didorong dari sisi permintaan, yakni adanya pertumbuhan konsumsi dunia yaitu sebesar 3 persen per tahun. Meskipun secara kuantitas ekspor produk kelapa sawit menunjukkan peningkatan, namun mulai tahun 2011 terjadi perubahan komposisi ekspor produk kelapa sawit Indonesia, yakni ekspor produk olahan atau Refinery Palm Oil (RPO) meningkat, sedangkan Crude Palm Oil (CPO) menurun. Hal ini terjadi akibat dampak penetapan bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit yang dimulai sejak tahun 2007. Dengan tren peningkatan ekspor produk kelapa sawit Indonesia dan peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit dunia, menunjukkan potensi pasar produk ekspor kelapa sawit masih tinggi di pasar internasional. Volume ekspor produk kelapa sawit di pasar internasional ditentukan oleh daya saing produk ekspor kelapa sawit dan faktor-faktor penentu lainnya. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis daya saing dan tingkat persaingan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia serta potensi perdagangannya di pasar internasional. Data sekunder yang digunakan berupa data panel yaitu penggabungan antara data time series dan cross section. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) analisis deskriptif, (2) analisis daya saing dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), (3) analisis korelasi rank spearman, (4) analisis data panel dengan gravity model, dan (5) analisis rasio potensi perdagangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional memiliki keunggulan komparatif tertinggi untuk CPO (nilai rata RCA sebesar 64.72) dan terendah untuk RPO (nilai rata-rata RCA sebesar 32.37), walaupun dilihat dari nilai RCA semua produk ekspor kelapa sawit menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis daya saing, Indonesia memiliki korelasi yang negatif dengan Malaysia untuk pasar CPO dan RPO.

Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia antara lain GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan. Sedangkan variabel yang tidak signifikan terhadap volume ekspor CPO adalah bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit. Pada model RPO, variabel berpengaruh signifikan yaitu GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, dan bea keluar progresif. Sedangkan variabel yang tidak signifikan terhadap volume ekspor RPO adalah Jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan.

(5)

Belanda, Singapura, Jerman dan Banglades. Untuk perdagangan RPO adalah Cina, India, Belanda, Turki, Afrika Selatan dan Singapura.

Dari tiga analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan lebih memprioritaskan mengekspor CPO ke Cina, Belanda, Singapura, Jerman dan Banglades. Untuk RPO pangsa pasar sebaiknya ditingkatkan di Cina, India, Belanda, Turki, Afrika Selatan dan Singapura. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut pertumbuhan GDP riil per kapita dan keunggulan komparatif, serta potensi perdagangan Indonesia di negara tersebut masih potensial. Untuk itu Indonesia perlu menciptakan hubungan kerjasama ekonomi timbal balik melalui perjanjian ataupun organisasi internasional.

(6)

Indonesian Palm Oil Export Products in the International Market. Supervised by RITA NURMALINA and SUHARNO.

Indonesia is the largest producer of palm oil products in the world, with a production of about 44.46 percent of the total world production. Exports of palm oil products driven from the demand side, namely the growth in world consumption is equal to 3 percent per year. Although the quantity of export of palm oil products showed an increase, but starting in 2011, a change in the composition of exports of Indonesian palm oil products, namely the export of processed products or Refinery Palm Oil (RPO) increased, whereas Crude Palm Oil (CPO) decreased. This happens due to the impact of the progressive establishment of export duty on palm oil products, which began in 2007. The trend of increasing exports of Indonesian palm oil products and increased consumption of palm oil world, demonstrates the potential exports of palm oil products market is still high in the international market. The volume of exports of palm oil products in the international market is determined by the competitiveness of export products of palm oil and other determinants. To that end, the purpose of this study are: (1) analyze the competitiveness and the level of competition Indonesian palm oil export products in the international market and (2) analyze the factors that affect the flow of trade in products of Indonesian palm oil exports as well as the potential for trade in the international market. Secondary data were used in the form of panel data is a merger between the data time series and cross section. The analysis method used in this study were: (1) descriptive analysis, (2) analysis of the competitiveness of the method of Revealed Comparative Advantage (RCA), (3) Spearman rank correlation analysis, (4) analysis of panel data with gravity models, and ( 5) analysis of the ratio of trade potential.

Research results indicate that the export product trade Indonesian palm oil in the international market has the highest comparative advantage for CPO (average value of 64.72 RCA) and the lowest for the RPO (average value of 32.37 RCA), although seen from the RCA all products Indonesian palm oil exports show has a comparative advantage. Based on the analysis of competitiveness, Indonesia has a negative correlation with Malaysia's CPO and RPO market.

The variables that significantly influence the volume of Indonesian CPO exports include Indonesia's real GDP per capita, real GDP per capita of the country of destination, within the Indonesian economy with the country of destination and the exchange rate against the local currency unit (LCU). While the variables that are not significant to the CPO export volume is a progressive export tax on palm oil products. RPO model, the variables that significantly affect Indonesia's per capita real GDP, real GDP per capita of the country of destination, the rupiah against the LCU, and a progressive export tax. While the variables that are not significant to the export volume RPO is the distance of the Indonesian economy with the country of destination.

(7)

and Bangladesh. For RPO trade is China, India, Netherland, Turkey, South Africa and Singapore.

Of the three analysis has been done, it can be concluded that Indonesia could increase its market share with a higher priority CPO exports to China, Netherland, Singapore, Germany and Bangladesh. For RPO market share should be increased in China, India, Netherland, Turkey, South Africa and Singapore. This is because these countries growth in real GDP per capita and comparative advantages, as well as Indonesia's trade potential in the country is still potential. For that Indonesia needs to create reciprocal economic cooperation through agreements or international organizations.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh tesis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS DAYA SAING DAN PERDAGANGAN PRODUK

EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA DI PASAR

INTERNASIONAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Y Bayu Krisnamurthi, MS

(11)

Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional

Nama : Novan Ariga Kusuma NIM : H351120011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Ketua

Dr Ir Suharno, M.Adev Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(12)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1 Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

2 Dr Amzul Rifin, SP MA selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik.

3 Dr Ir Y Bayu Krisnamurthi, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi dan Dr Amzul Rifin, SP MA selaku Dosen Penguji Perwakilan Program Studi pada ujian tesis atas kritikan, saran, arahan dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 4 Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains

Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. 5 Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi,

bantuan dan kebersamaan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. 6 Bapak Kuswanto dan Ibu Nurhasni (orang tua) atas semua perjuang hidup,

nasehat, dukungan, kesabaran, kasih sayang dan doa yang tidak pernah henti diberikan. Kak Ilin dan mas Faizal, kak Diyah dan bang Hary serta adik Andre yang telah memberi semangat, dukungan dan doa. Keponakan bang Fathan, kak Fariza dan adek Fahis yang telah memberikan keceriaan.

7 Anita Rahman atas semua semangat, dukungan, kesabaran, pengertian, kasih sayang dan doa yang diberikan.

8 Keluarga besar bapak Abdurahman atas semua semangat, dukungan, kesabaran,

pengertian, kasih sayang dan doa yang diberikan.

Semoga tesis ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Daya Saing Komoditas Ekspor di Pasar Internasional 6

Metode Analisis Daya Saing Komoditas Ekspor 7

Metode Analisis Perdagangan Internasional 8

3 KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 16

Hipotesis Penelitian 17

4 METODE PENELITIAN 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Analisis 19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Gambaran Umum Kelapa Sawit Dunia 25

Daya Saing Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional 30 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Produk Ekspor Kelapa

Sawit Indonesia di Pasar Internasional 37

Potensi Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia

di Negara Tujuan Ekspor 44

Implikasi Kebijakan Perdagangan Produk Ekspor Kelapa Sawit Indonesia

di Pasar Internasional 46

6 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

(14)

2 Negara tujuan utama ekspor CPO dan RPO Indonesia berdasarkan rata-rata volume ekspor tahun 2000-2013 (Kg) 18

3 Jenis dan sumber data 19

4 Distribusi nilai statistik Durbin-Watson dan kesimpulannya 23 5 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 94/PMK.011/2007 29 6 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 223/PMK.011/2008 29 7 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 128/PMK.011/2011 30 8 Bea keluar berdasarkan SK Nomor 75/PMK.011/2012 30 9 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir CPO 31 10 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir RPO 33 11 Daya saing CPO Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA) 34 12 Daya saing RPO Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA) 35 13 Korelasi daya saing CPO dan RPO Indonesia dan Malaysia di dunia 36 14 Pangsa pasar dunia negara eksportir produk kelapa sawit 36 15 Hasil estimasi model aliran ekspor CPO Indonesia ke negara

tujuan ekspor 38

16 Nilai dan perkembangan GDP riil per kapita Indonesia tahun

2000-2013 39

17 Hasil estimasi model aliran ekspor RPO Indonesia ke negara

tujuan ekspor 41

18 Rasio potensi perdagangan CPO Indonesia ke negara tujuan tahun

2000-2013 45

19 Rasio potensi perdagangan RPO Indonesia ke negara tujuan tahun

2000-2013 46

20 Nilai Rata-rata RCA CPO Indonesia di Negara Tujuan, Potensi Perdagangan, Slope Tren PP, dan Tren GDP Negara Tujuan Ekspor

(2000–2013) 47

21 Nilai Rata-rata RCA RPO Indonesia di Negara Tujuan, Potensi Perdagangan, Slope Tren PP, dan Tren GDP Negara Tujuan Ekspor

(2000-2013) 48

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan volume ekspor negara-negara eksportir utama

produk kelapa sawit 2011-2013 1

2 Perkembangan volume impor negara-negara importir utama

produk kelapa sawit 2011-2013 2

3 Perkembangan volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia

tahun 2007-2013 3

4 Keseimbangan parsial perdagangan internasional 10 5 Kerangka pemikiran operasional analisis daya saing dan perdagangan

produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional 17 6 Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor RPO tahun

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data analisis RCA CPO negara eksportir utama di pasar internasional 53 2 Data analisis RCA RPO negara eksportir utama di pasar internasional 54 3 Data analisis RCA CPO Indonesia di negara tujuan ekspor 55 4 Data analisis RCA RPO Indonesia di negara tujuan ekspor 59

5 Uji Chow terhadap model awal CPO Indonesia 64

6 Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model perdagangan

CPO Indonesia di pasar internasional 65

7 Uji asumsi pada model CPO Indonesia 66

8 Uji Chow terhadap model awal RPO Indonesia 67

9 Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model perdagangan

RPO Indonesia di pasar internasional 68

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai peran yang penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional, pendapatan petani, maupun penyerapan tenaga kerja. Komoditas perkebunan berkontribusi cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP). Berdasarkan data BPS (2014) dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009-2013), GDP sektor perkebunan terus mengalami peningkatan setiap tahun, dimana GDP sektor ini pada Tahun 2013 sebesar Rp 175 248.4 milyar atau meningkat 7.82 persen terhadap Tahun 2012. Meningkatnya GDP tersebut dikarenakan meningkatnya kinerja ekspor berbagai komoditas perkebunan Indonesia. Beberapa komoditas perkebunan yang dimiliki Indonesia menempatkan posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama dan berperan dalam pemenuhan kebutuhan hasil perkebunan dunia. Terlebih lagi beberapa komoditas perkebunan nasional juga menjadi komoditas unggulan dan diminati oleh pasar internasional. Salah satunya yaitu kelapa sawit.

Gambar 1 Perkembangan volume ekspor negara-negara eksportir utama produk kelapa sawit 2011-2013

Sumber: USDA (2015)

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan Indonesia dengan volume ekspor terbesar. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan Indonesia yang strategis untuk terus dikembangkan. Hal ini dikarenakan kondisi agronomi Indonesia yang sesuai untuk budidaya kelapa sawit merupakan endowment factor yang dimiliki Indonesia. Kelapa sawit diperdagangkan di pasar internasional dalam dua kelompok produk yaitu Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS 151110 dan produk Refinery Palm Oil (RPO) dengan kode HS 151190. Berdasarkan data USDA (2015), pada Tahun 2013 ekspor produk kelapa sawit (CPO dan RPO) Indonesia mencapai 20.6 juta ton. Tingginya ekspor produk kelapa sawit tersebut menempatkan Indonesia sebagai eksportir produk kelapa sawit terbesar di dunia. Gambar 1 memperlihatkan bahwa ekspor produk kelapa sawit Indonesia terhadap total ekspor produk kelapa sawit dunia merupakan yang terbesar. Malaysia menempati posisi kedua sebagai eksportir produk kelapa sawit dengan volume 17.3 juta ton. Indonesia dan Malaysia adalah eksportir utama produk kelapa sawit dunia dengan volume mencapai 37.9 juta ton.

0 5 10 15 20 25

Indonesia Malaysia Papua New Guinea Thailand

Ju

ta

Ton

(18)

Berdasarkan data USDA (2015), pada Gambar 2, Tahun 2013 negara India merupakan negara importir produk kelapa sawit (CPO dan RPO) terbesar dengan volume 8.3 juta ton. Cina menempati posisi kedua sebagai negara importir produk kelapa sawit dengan volume 6.3 juta ton. Negara-negara Uni Eropa sebagai importir ketiga dengan volume 6.2 juta ton. Selanjutnya diikuti oleh Pakistan, Amerika Serikat, Mesir, Banglades dan Iran sebagai negara importir utama produk kelapa sawit.

Gambar 2 Perkembangan volume impor negara-negara importir utama produk kelapa sawit 2011-2013

Sumber: USDA (2015)

Kelapa sawit dengan produk minyaknya merupakan salah satu sumber minyak nabati dunia. Konsumsi minyak kelapa sawit dunia menunjukan perkembangan yang potensial. Tabel 1 memperlihatkan hingga Tahun 2008, konsumsi utama dan terbesar minyak nabati dunia adalah minyak kedelai. Minyak kedelai memiliki proporsi yang dominan sepanjang kurun waktu 1965-2008, dengan pangsa rata-rata 47.6 persen (atau hampir separuh dari konsumsi total minyak nabati utama dunia). Pada kurun waktu yang sama, pangsa rata-rata minyak kelapa sawit adalah 24.4 persen, minyak kanola 18.4 persen dan minyak bunga matahari 9.5 persen. Namun pada kurun waktu 2008 hingga 2014, pola konsumsi dunia berubah, dimana konsumsi minyak kelapa sawit meningkat hampir 40 persen dari pangsa minyak nabati dunia, dan pangsa minyak kedelai turun menjadi 33.3 persen, sementara pangsa minyak kanola turun menjadi 17.6 persen dan minyak bunga matahari naik menjadi 9.7 persen.

Tabel 1 Perkembangan pola konsumsi minyak nabati dunia (%) Tahun Minyak

Sumber: diolah dari Oil World oleh GAPKI (2014)

(19)

GAPKI (2014) memproyeksikan konsumsi minyak nabati utama dunia pada Tahun 2020 mengalami penigkatan sebesar 12.49 persen, dimana hanya pangsa minyak kelapa sawit yang mengalami peningkatan dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Tahun 2050 pangsa minyak kelapa sawit diproyeksikan menguasai lebih dari setengah konsumsi minyak nabati dunia. Perubahan pangsa ini dipengaruhi oleh laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit. Tahun 2015-2030, rata-rata laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit adalah 3.15 persen per tahun, dan cenderung semakin tinggi pada tahun 2030-2050, yakni 3.46 persen per tahun. Kenaikan konsumsi dunia dapat dilihat sebagai peluang untuk produk ekspor kelapa sawit Indonesia.

Gambar 3 Perkembangan volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia tahun 2007-2013

Sumber: diolah dari UN Comtrade (2014)

Gambar 3 menunjukkan hingga tahun 2011 terlihat bahwa lebih dari setengah ekspor produk kelapa sawit masih didominasi oleh CPO. Meskipun secara kuantitas ekspor produk kelapa sawit menunjukkan peningkatan, mulai tahun 2012 tren ekspor produk kelapa sawit Indonesia berubah. Tren ekspor memperlihatkan ekspor produk turunan CPO atau RPO mengalami peningkatan, sedangkan ekspor CPO mengalami penurunan. Pada 2010, ekspor CPO mencapai 60 persen dari total ekspor produk kelapa sawit Indonesia, angka ini menurun menjadi 32 persen pada tahun 2013. Sementara itu ekspor RPO di periode yang sama mencatat kenaikan.

Pada tahun 2010 ekspor RPO hanya 40 persen, namun pada tahun 2013 ekspor RPO naik menjadi 68 persen, meningkat hampir dua kali lipatnya (Gambar 3). Hal ini terjadi akibat dampak penetapan bea keluar progresif produk kelapa sawit yang dimulai sejak tahun 2007, dimana bea keluar CPO lebih tinggi dari bea keluar RPO. Bea keluar CPO yang lebih tinggi dari RPO ini selain mendorong ekspor RPO, juga mengembangkan industri pengolahan CPO dalam negeri (kapasitas pengolahan meningkat) dan investasi baru bertambah. Penambahan kapasitas refinery yang semula 21 juta ton pada Tahun 2011 menjadi sekitar 30 juta ton hingga akhir Tahun 2012 (Kemenkeu 2013).

Dari uraian diatas, terlihat perkembangan ekspor kelapa sawit Indonesia yang dinamis. Nilai ekspor produk kelapa sawit masih mempunyai peluang besar untuk ditingkatkan karena saat ini sebagian besar ekspor produk kelapa sawit masih dalam

(20)

bentuk produk primer sehingga nilai tambah belum dapat dinikmati. Maka dengan potensi kelapa sawit yang tinggi, membuat pemerintah menetapkan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan nasional untuk ekspor. Perhatian yang besar terhadap produksi kelapa sawit Indonesia tersebut harus diimbangi dengan peluang pasar yang yang tepat agar produk kelapa sawit yang dihasilkan dapat dipasarkan sesuai permintaan konsumen khususnya negara-negara tujuan ekspor produk kelapa sawit Indonesia

Dengan adanya kecenderungan peningkatan ekspor produk kelapa sawit Indonesia dan peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit dunia, menunjukkan bahwa potensi pasar produk kelapa sawit yang masih tinggi. Ditambah kondisi perdagangan bebas, menjadikan pasar internasional akan dikuasai oleh negara yang memiliki daya saing.

Perumusan Masalah

Sektor pertanian termasuk subsektor perkebunan, telah terbukti berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Ketika krisis Tahun 1997, nilai ekspor produk pertanian meningkat drastis dan pendapatan petani kelapa sawit juga ikut meningkat tinggi. Hal ini disebabkan dari konsekuensi depresiasi rupiah yang menyebabkan peningkatan permintaan akan produk pertanian Indonesia, sehingga sektor pertanian dipercaya sebagai sektor utama jalan keluar dari krisis ekonomi. Khusus untuk kelapa sawit, setidaknya terdapat dua peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pertama kelapa sawit menyediakan pendapatan ekspor, berikutnya kelapa sawit memberikan sumber pekerjaan untuk jutaan petani. Kedua hal ini merupakan pendorong utama dari pertumbuhan area perkebunan kelapa sawit.

Indonesia, sebagai salah satu pemasok utama produk kelapa sawit di pasar internasional. Tahun 2013 Indonesia merupakan eksportir terbesar CPO dengan pangsa pasar 53 persen, sedangkan untuk produk olahan CPO atau RPO, posisi Indonesia juga berada di posisi terbesar dengan pangsa pasar 46 persen. Pada tahun 2010 nilai ekspor CPO sebesar US$ 13 468 966 418 atau 56.80 persen dari total nilai ekspor produk kelapa sawit secara kseluruhan (UN Comtrade 2015). Adanya perbedaan nilai ekspor antara CPO dengan produk turunannya, menunjukkan bahwa industri hilir kelapa sawit belum berkembang dengan baik. Indonesia masih mengandalkan CPO, padahal pasar internasional pun memerlukan banyak produk turunannya.

Sejalan dengan tujuan pengembangan kelapa sawit sebagai komoditas ekspor unggulan, baik CPO maupun turunannya, maka pemerintah mulai mengembangkan industri hilir kelapa sawit. Untuk itu, pemerintah menetapkan bea keluar bagi CPO hingga 25 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.011/2007 yang diberlakukan sejak September 2007. Peraturan ini bertujuan untuk menumbuhkan industri pengolahan CPO di dalam negeri yang akan meningkatkan ekspor produk olahan CPO yang berdaya saing. Sebagai dampaknya, ekspor produk kelapa sawit Indonesia pelan-pelan bergeser dari CPO ke produk RPO. Pada Gambar 3, terlihat dalam rentang waktu tujuh tahun dari tahun 2007–2013, ekspor RPO mengalami peningkatan sebesar rata-rata 12 persen per tahun.

(21)

saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia baik CPO maupun RPO. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui posisi ekspor produk kelapa sawit yang mana yang unggul di pasar internasional, sehingga dapat menentukan arah kebijakan ekspor produk kelapa sawit. Terutama dengan adanya kenaikan konsumsi dunia dapat dilihat sebagai peluang untuk produk kelapa sawit Indonesia. Untuk itu pertanyaan penelitian pertama adalah: Bagaimana daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional?

Pasar produk ekspor kelapa sawit Indonesia ditujukan ke negara-negara di Asia, Afrika maupun Eropa. Negara-negara tujuan ekspor produk kelapa sawit Indonesia ini memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari kondisi perekonomian yaitu Gross Domestic Product (GDP), maupun jarak antar negara. Faktor-faktor yang berbeda pada negara tujuan tersebut dapat berlaku sebagai faktor penentu terjadinya aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit dari Indonesia sebagai negara pengekspor ke negara tujuan ekspor. Analisis aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara-negara tujuan perlu dilakukan agar dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia ke pasar internasional, yang selanjutnya akan mengetahui potensi produk ekspor kelapa sawit Indonesia serta negara tujuan ekspor mana yang saat ini sudah jenuh atau masih potensial. Dari uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian berikutnya adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dan bagaimana potensi perdagangannya. Kedua pertanyaan penelitian tersebut akan dijawab dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dan potensi perdagangannya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat dan kontribusi:

1 Bagi penulis, dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari perkuliahan dan dapat menerapkannya.

2 Bagi masyarakat secara umum, dapat menjadi referensi jika ingin melakukan penelitian yang serupa.

(22)

Ruang Lingkup Penelitian

Terdapat beberapa batasan yang diterapkan dalam melakukan penelitian yang bertujuan agar penelitian ini lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Batasan penelitian tersebut antara lain:

1. Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 14 tahun terakhir (2000-2013). 2. Produk kelapa sawit yang diteliti dalam analisis perdagangan produk ekspor

kelapa sawit Indonesia di pasar internasional adalah CPO HS 151110 (Palm oil, crude), dan RPO HS 151190 (Palm oil or fractions simply refined). 3. RPO dalam penelitian ini tidak membedakan Refined Bleached Deodorized

Palm Olein (RBD Palm Olein), RBD Palm Oil maupun RBD Palm Stearin. 4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GDP riil per kapita Indonesia dan negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, dan dummy bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit. Sedangkan volume ekspor produk kelapa sawit (CPO dan RPO) sebagai variabel tak bebasnya

5. Negara tujuan ekspor yang digunakan sebanyak sebelas negara yang merupakan negara-negara tujuan ekspor utama CPO dan RPO Indonesia.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Daya Saing Komoditas Ekspor di Pasar Internasional

Globalisasi dan perdagangan bebas saat ini mendorong persaingan yang semakin ketat. Berbagai negara yang terlibat dalam perdagangan internasional terus berupaya meningkatkan daya saing produknya agar produk-produknya lebih efisien dan lebih besar pangsa pasarnya di pasar Internasional (Kaunang 2013). Komoditas yang memiliki daya saing yang tinggi berarti memiliki peluang untuk mempeluas pangsa pasar di pasar internasional (Widyastutik dan Ashiqin 2011; Anggit et al. 2012). Menurut Anggit et al. (2012), jika Crude Palm Oil (CPO) Indonesia memiliki daya saing di pasar Internasional diharapkan akan lebih banyak lagi negara yang mengimpor CPO dari Indonesia. Meluasnya pangsa pasar ekspor mendorong para pengusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas serta meningkatkan efisiensi biaya sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan dengan memperoleh laba dan dapat mempertahankan kelangsungan produksinya. Kaunang (2013) menjelaskan bahwa melalui kinerja ekspor yang tetap stabil dan pengembangan ekspor yang terus ditingkatkan, komoditas minyak kelapa Sulawesi Utara yang memiliki daya saing tinggi akan mampu menguasai ekspor di pasar internasional.

(23)

produksi mangga. Hal lain yang mempengaruhi daya saing komoditas domestik di pasar negara tujuan ekspor yaitu kerjasama bilateral diantara kedua negara. Widyastutik dan Ashiqin (2011) menjelaskan bahwa peningkatan daya saing CPO di pasar Cina terjadi seiring peningkatan kerjasama ASEAN-Cina, disamping peningkatan kebutuhan CPO itu sendiri. Hal yang sama dijelaskan oleh Rifin (2010), bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan daya saing CPO di Tunisia melalui penghapusan bea masuk terhadap CPO.

Metode Analisis Daya Saing Komoditas Ekspor

Serin dan Civan (2008), Widyastutik dan Ashiqin (2011), Anggit et al. (2012), Rifin (2013), Arip et al. (2013), Kaunang (2013), Meiri (2013) dan Kania (2014) menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif komoditas pertanian Indonesia. Menurut Serin dan Civan (2008) metode RCA digunakan untuk mengevaluasi keunggulan komparatif berdasarkan spesialisasi yang dilakukan suatu negara dalam kegiatan ekspor kepada beberapa negara. Lebih lanjut, Arip et al. (2013) menjelaskan bahwa pangsa ekspor suatu komoditas tidak harus lebih tinggi meskipun memiliki nilai RCA yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan nilai RCA berasal dari dua nilai relatif ekspor, yaitu nilai ekspor relatif negara dan kinerja ekspor relatif dunia.

Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk suatu komoditas artinya komoditas tersebut memiliki daya saing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk suatu komoditas rendah (di bawah rata-rata dunia) atau berdaya saing lemah (Anggit et al. 2012; Meiri 2013; Kania 2014). Jika nilai RCA lebih dari satu, maka diindikasikan bahwa suatu negara memproduksi komoditas pada biaya yang relatif efisien (Arip et al. 2013). Berdasarkan hasil penelitian Anggit et al. (2012), CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang rendah (di bawah rata-rata dunia) dengan indeks RCA sebesar 0.85. Hasil berbeda diperoleh Kania (2014), CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar India dan Belanda.

(24)

membandingkan daya saing antar komoditas ekspor suatu negara dapat mengetahui posisi suatu negara di pasar internasional dan keunggulan komoditas ekspor negara tersebut. Hal ini, dapat sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan pemerintahan suatu negara untuk memilih komoditas ekspor dan mempertahankan atau meningkatkan daya saing di pasar internasional.

Mengukur keunggulan kompetitif, Nugroho (2008), Anggit et al. (2012), dan Ragimun (2012) menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), sedangkan Kaunang (2013) menggunakan analisis Berlian Porter (Porter’s diamond). Anggit et al. (2012) mendefinisikan ISP sebagai perbandingan antara selisih nilai bersih perdagangan dengan nilai total perdagangan dari suatu negara. Ragimun (2012) menggunakan ISP untuk mengetahui apakah Indonesia lebih baik menjadi eksportir ataukah importir kakao, sedangkan Nugroho (2008) menggunakan analisis ISP untuk membuktikan hipotesis bahwa Indonesia berspesialisasi sebagai negara pengekspor biji kakao dan berada pada tahap pengekspor.

Anggit et al. (2012) dan Ragimun (2012) menginterpretasikan nilai ISP dengan membagi posisi daya saing pada tahapan yang berbeda-beda. Menurut Anggit et al. (2012), dasar pemikiran ISP sama seperi teori siklus produk, dimana suatu produk bertahan di pasar lewat beberapa tahapan. Anggit et al. (2012) membagi posisi daya saing ke dalam lima tahap, yaitu: Apabila nilai ISP berkisar antara -1 sampai dengan -0.5 maka komoditas tersebut berada pada tahap pengenalan. Nilai -0.5 sampai dengan 0 adalah tahap subtitusi impor. Nilai ISP antara 0 sampai 0.8, maka komoditas berada pada tahap perluasan ekspor, kemudian apabila nilai mendekati +1 maka komoditas berada pada tahap pematangan. Ragimun hanya membedakan posisi daya saing menjadi dua, yaitu apabila nilai ISP ≥ 0,5 maka Indonesia cenderung sebagai eksportir kakao, dan nilai ISP < 0,5 sampai mendekati 0, maka Indonesia cenderung sebagai importir

Hasil penelitian Anggit et al. (2012), CPO Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan berada pada tahap pematangan dengan nilai ISP sebesar 0.95. Sedangkan hasil penelitian Ragimun (2012) menunjukkan bahwa spesialisasi Indonesia masih sebagai negara eksportir dengan rata-rata nilai ISP sebesar 0.80. Namun, jika dibandingkan dengan ISP negara Pantai Gading dan Ghana, ISP Indonesia masih tertinggal jauh. Pantai Gading merupakan eksportir kakao utama dunia dengan nilai ISP 1. Demikian juga Ghana dengan nilai ISP mendekati 1 atau 0.99. Nugroho (2008) yang juga melakukan penelitian mengenai analisis daya saing biji kakao di pasar dunia memperoleh hasil yang berbeda. Hasil peramalan ISP periode 2007 hingga 2015 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ISP lebih besar dari Ghana, Brazil, dan Malaysia.

Metode Analisis Perdagangan Internasional

Salah satu alat analisis dalam penelitian perdagangan yang sering digunakan adalah gravity model. Walau diterapkan pada berbagai jenis produk dan variabel, lintas regional dan negara dengan berbagai perbedaan situasi, dapat menyajikan hasil analisis yang baik. Variabel-variabel mendasar yang mempengaruhi aliran perdagangan adalah GDP dan jarak.

(25)

internasional yaitu sebesar 1.91. Selain faktor jarak, faktor lainnya yang kuat mempengaruhi perdagangan internasional di Jepang adalah border effect. Border effect ini digambarkan sebagai hambatan perdagangan berupa tarif, ketika tarif mengalami penurunan, border effect juga mengalami penurunan, sehingga perdagangan internasional mengalami peningkatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Atici dan Guloglu (2006) dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan buah dan sayur agar membantu Turki untuk meningkatkan ekspor komoditasnya ke negara Uni Eropa dan memberikan informasi awal dalam persaingan dengan negara Mediterania lain. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP, populasi warga Uni Eropa, populasi warga Turki di Uni Eropa dan negara non-mediterania merupakan faktor yang signifikan yang mempengaruhi ekspor buah dan sayur Turki.

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Perdagangan Internasional dan Daya Saing

Perdagangan internasional terdiri dari aktivitas untuk menemukan dan memuaskan kebutuhan konsumen dunia (Terpstra dan Sarathy 1994). Menurut Basri dan Munandar (2010), perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini. Perdagangan internasional pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama yaitu ekspor dan impor. Melalui kegiatan ekspor, suatu negara memperoleh manfaat antara lain mendapatkan devisa, memperluas pasar produk-produk dalam negeri, dan seringkali juga membawa serta manfaat-manfaat yang lain. Oleh karena itu, perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor merupakan salah satu tulang punggung perekonomian sebuah negara (Wulandari 2010).

(26)

internasional merupakan fenomena yang dapat membantu dalam meningkatkan kapasitas produksi dan standar hidup semua negara.

Ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengimpor komoditas tersebut. Begitupun sebaliknya, ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut diilustrasikan melalui keseimbangan parsial perdagangan internasional yang disajikan pada Gambar 4. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar 4 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditas X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X.

Panel A menunjukkan bahwa negara 1 akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 1 berdasarkan harga relatif P1). Hal ini memunculkan titik A* pada kurva penawaran komoditas X negara 1 di panel B. Sedangkan negara 2 pada panel C juga akan berproduksi dan mengkonsumsi komoditas X di titik A’ (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 2 berdasarkan harga relatif P3). Hal tersebut memunculkan titik A’’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditas X negara 2 yang berada di panel B.

Keterangan: Panel A = Pasar di negara 1 untuk komoditas X

Panel B = Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas X Panel C = Pasar di negara 2 untuk komoditas X

Gambar 4 Keseimbangan parsial perdagangan internasional

Sumber : Salvatore (1997)

(27)

komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. Begitu halnya untuk negara 2 pada panel C jika berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P2. Kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh negara 2 (sebesar B’E’ dalam Panel C) akan dipenuhi dengan kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara yang ditunjukkan pada panel B.

Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditas atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan suatu komoditas tersebut secara efisien dibanding negara lain (Porter 1990). Beberapa ahli menyatakan bahwa daya saing atas suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan absolut, komparatif, dan kompetitif. Keunggulan absolut adalah keunggulan yang diperoleh oleh suatu negara baik karena keunggulan atau kelebihan alamiah (sumber daya alam) negaranya maupun karena kelebihan sumber daya manusianya, sehingga produksi menjadi lebih efisien dibandingkan dengan negara lainnya (Putong 2010). Menurut Hady (2004), teori keunggulan absolut didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain, faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama, pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang, dan biaya transportasi diabaikan. Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori keunggulan absolut Adam Smith. Namun demikian, kelemahan teori Adam Smith ini diperbaiki atau disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif (comparative advantage).

Keunggulan komparatif didefinisikan sebagai keunggulan suatu negara untuk memproduksi atau mengekspor produk yang memiliki keunggulan komparatif (perbandingan harga produk yang lebih efisien) dan mengimpor produk yang memiliki kerugian komparatif (perbandingan harga produk yang kurang efisien) (Porter 1992; Terpstra dan Sarathy 1994; Hady 2004; Putong 2010). Faktor-faktor yang dapat membuat suatu daerah memiliki keunggulan komparatif dapat berupa kondisi alam, yakni sesuatu yang sudah given tetapi dapat juga karena usaha-usaha manusia.

(28)

Perdagangan internasional, terdapat berbagai macam kebijakan restriksi, diantaranya adalah tarif dan kuota. Tarif dapat digolongkan menjadi (1) bea ekspor, (2) bea transito, dan (3) bea impor. Sedangkan kuota dapat digolongkan menjadi kuota impor dan kuota ekspor. Kebijakan lain dalam perdagangan internasional adalah penetapan subsidi. Masing-masing kebijakan yang diterapkan pada suatu komoditas di suatu negara akan memberikan dampak pada kegiatan perdagangannya.

Penelitian ini membahas daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia secara spesifik dengan mengukur keunggulan komparatifnya. Keunggulan komparatif perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia baik dalam bentuk CPO maupun RPO diukur dengan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA mengukur pangsa ekspor suatu negara dalam kelompok industri yang sama dengan negara eksportir lainnya, sehingga banyak digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif.

Konsep Gravity Model

Gravity model merupakan model ekonomi yang sering digunakan untuk menjelaskan hubungan perdagangan antar negara. Peningkatan aliran perdagangan telah mendorong kepada peningkatan sejumlah penelitian yang menganalisis sumber-sumber perdagangan. Gravity model merupakan model yang mampu menjelaskan perdagangan antar negara (Yamarik dan Ghosh 2005).

Gravity model didasarkan pada hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional oleh jarak kuadrat antara keduanya. Dalam konteks perdagangan, intensitas atau volume perdagangan antara negara-negara akan meningkat (berhubungan secara positif) sesuai dengan ukurannya dengan pendekatan dari pendapatan nasional masing-masing negara dan menurun menurut biaya transaksinya (berhubungan secara negatif) yang diukur dari jarak diantara kedua negara (Yamarik dan Ghosh 2005; Yuniarti 2007). Dengan kata lain, dalam model ini, aliran komoditas yang diekspor dari negara i ke negara j dinyatakan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP) dan jarak antar negara. Gravity model menyajikan analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan, karena model ini memprediksi perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi ukuran ekonomi negara sehingga model ini telah terbukti secara empiris kuat melalui ekonometrik analisis.

(29)

Pada permulaan dirumuskannya gravity model, Tinbergen (1962) dan Pöyhönen (1963) merumuskan persamaan gravity model sebagai berikut (Yamarik dan Ghosh 2005):

= A

distanceGDPiGDPj b

ij b

Dimana tradeij adalah nilai dari perdagangan antara negara i (negara asal) dan

j (negara tujuan), GDPi dan GDPj menunjukkan pendapatan nasional negara i dan j. Distanceij mengukur jarak bilateral antara dua negara dan A adalah konstanta.

Persamaan tersebut disebut gravity model inti. Variabel Pembangun Gravity Model

Gross Domestic Product (GDP)

Salah satu cara untuk mengevaluasi aktivitas perdagangan internasional adalah dengan membandingkan GDP per kapita dari kedua negara. Montenegro dan Soto (1996) dalam Yamarik dan Ghosh (2005) mengungkapkan bahwa struktur perekonomian dan GDP yang berbeda dari kedua negara akan meningkatkan volume perdagangan.

Menurut teori klasik Adam Smith, adanya peningkatan ekspor dari masing-masing negara akan meningkatkan kemampuan produksi nasional atau GDP. Karena peningkatan ekspor tersebut akan meningkatkan income, employment, dan devisa. Hal ini akan mendorong peningkatan impor, produk yang belum mencukupi, atau belum diproduksi di dalam negeri. Dengan kata lain, melalui perdagangan bebas akan terjadi interaksi peningkatan ekspor dan impor sehingga mengakibatkan produksi nasional (GDP) meningkat (Hady 2004).

Jarak

Di dalam gravity model, jarak antar dua negara digunakan untuk mengukur biaya transportasi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor geografis lainnya yang mempengaruhi biaya transportasi dan volume perdagangan. Sebagai contoh, biaya pengangkutan barang antara dua negara yang lokasinya bersebelahan lebih rendah dibandingkan dengan biaya pengangkutan barang melalui negara ketiga. Selain itu, biaya pengangkutan barang melalui jalur air lebih rendah dibandingkan dengan jalur darat. Negara dengan wilayah yang luas menyebabkan biaya transportasi lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan wilayah yang sempit (Yamarik dan Ghosh 2005). Penelitian yang dilakukan Huot dan Kakinaka (2007) menunjukkan bahwa jarak memiliki tanda negatif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan.

Nilai Tukar

(30)

dibanding harga barang luar negeri. Konsumsi domestik terhadap barang-barang luar negeri akan meningkat, sehingga volume ekspor berkurang.

Dummy Bea Keluar Progresif Produk Ekspor Kelapa Sawit

Bea keluar adalah hambatan perdagangan internasional berupa cukai yang dikenakan untuk suatu komoditas yang diperdagangkan lintas-batas teritorial. Pemberlakuan bea keluar oleh negara besar atau negara yang perekonomiannya cukup kuat sehingga mampu mempengaruhi perdagangan internasional akan menurunkan tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan secara agregat karena menurunnya volume perdagangan. Namun dalam waktu yang bersamaan bea keluar juga meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan nilai tukar perdagangan. Sementara itu pemberlakuan bea keluar pada negara kecil akan menurunkan volume perdagangan, namun nilai tukar perdagangannya konstan (Salvatore 1997). Berdasarkan mekanisme perhitungan, terdapat beberapa jenis bea keluar, yaitu bea keluar ad valorem, bea keluar spesifik, dan bea keluar gabungan. Bea keluar ad valorem adalah bea keluar yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang ekspor, sehingga semakin tinggi harga barang ekspor, maka akan semakin besar bea keluar yang dikenakan. Sedangkan bea keluar spesifik dikenakan berdasarkan jumlah barang ekspor.

Data Panel

Data panel yaitu kombinasi dari data deret waktu (time series data) dan kerat lintang (cross sectional data) atau bisa disebut juga sebagai hasil observasi terhadap sekumpulan objek pada sepanjang kurun waktu tertentu. Latar belakang digunakannya data panel karena adanya kelemahan melalui pendekatan data time series dan cross section. Jika hanya menggunakan data cross section, yang diamati hanya pada satu titik waktu, maka perkembangan ekonomi suatu wilayah antar waktu tidak dapat dilihat. Di sisi lain, penggunaan model time series juga menimbulkan persoalan tersendiri melalui peubah-peubah yang diobservasi secara agregat dari satu unit individu sehingga mungkin memberikan hasil estimasi yang bias (Firdaus 2011).

Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time series atau cross section saja (Verbeek 2004 dalam Firdaus 2011). Pertama, dengan mengkombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel, marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Kedua, data panel dapat mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini, estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

Terdapat dua pendekatan yang umum diaplikasikan data panel, yaitu fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan pada asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Penggunaan pendekatan pooled least square tidak dibahas karena dirasakan kurang sesuai dengan tujuan digunakannya data panel (Firdaus 2011).

(31)

Fixed Effect Model (FEM)

Masalah terbesar dalam pendekatan OLS adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat digunakan pendekatan fixed effect.

Model fixed effect yaitu model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, lalu model diduga dengan OLS, yaitu:

Yit = ∑αiDi + βXit + ɛit dimana : Yit = peubah terikat

Xit = peubah bebas

α = intersep model yang berubah-ubah antar unit cross section

β = slope

D = peubah dummy i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ɛ = error

Dari persamaan di atas, telah ditambahkan sebanyak N-1 peubah dummy ke dalam model, sehingga besarnya derajat kebebasan berkurang menjadi NT-N-K.

Random Effect Model (REM)

Keputusan untuk memasukkan peubah dummy ke dalam FEM akan menimbulkan konsekuensi tersendiri yaitu dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan REM.

Dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error, karena hal inilah model ini sering juga disebut sebagai error component model. Bentuk REM dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:

Yit= α0 + βXit + ɛit ɛit = uit + vit + wit

dimana: uit = N(0,δu)2 = error component cross section vit = N(0,δv)2 = error component time series wit = N(0,δw)2 = error component combination

(32)

Kerangka Pemikiran Operasional

Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan perkebunan Indonesia. Kelapa sawit memegang peranan penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusinya dalam menyumbang pendapatan nasional. Rata-rata 70 persen produksi kelapa sawit Indonesia diperuntukan untuk ekspor. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir produk kelapa sawit terbesar di dunia. Pola konsumsi minyak kelapa sawit dunia terus mengalami peningkatan, sehingga terjadinya perubahan pola konsumsi minyak nabati utama dunia. Pola konsumsi ini diperkirakan akan terus meningkat dan pangsa minyak kelapa sawit dalam konsumsi minyak nabati dunia akan terus tumbuh tiap tahunnya.

Beberapa tahun terakhir terjadi perubahan komposisi produk ekspor kelapa sawit Indonesia. CPO mendominasi produk ekspor kelapa sawit Indonesia hingga Tahun 2011, dan dua tahun terakhir produk ekspor kelapa sawit Indonesia didominasi oleh turunan dari CPO atau RPO. Adanya perubahan komposisi ekspor dan permintaan internasional dari masing-masing jenis produk kelapa sawit Indonesia, maka perlu diketahui daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia baik CPO maupun RPO. Adanya perbedaaan lokasi dan karakteristik masing-masing negara tujuan ekspor produk kelapa sawit Indonesia perlu dilakukan analisis aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia dan bagaimana potensi perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia.

(33)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang mempengaruhi aliran perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia. Berikut adalah hipotesis penelitian yang digunakan:

1 GDP riil per kapita Indonesia memiliki hubungan positif terhadap perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia.

2 GDP riil per kapita negara tujuan ekspor memiliki hubungan positif terhadap perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia.

3 Jarak ekonomi memiliki hubungan yang negatif terhadap perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia.

4 Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan memiliki hubungan positif terhadap perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia.

5 Bea keluar progresif memiliki hubungan negatif terhadap perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia. kelapa sawit Indonesia di pasar India dan Cina

 Indonesia adalah eksportir terbesar produk kelapa sawit di dunia

 Perubahan pola konsumsi minyak nabati dunia

 Pola konsumsi minyak kelapa sawit dunia yang terus meningkat

Daya saing produk ekspor kelapa ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional

(34)

4

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data panel yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section. Produk ekspor kelapa sawit yang menjadi objek penelitian adalah Crude Palm Oil (CPO) (Kode HS 151110), dan Refinery Plam Oil (RPO) (Kode HS 151190). Untuk melihat daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia dengan Revealed Comparative Advantage, data yang digunakan adalah data ekspor CPO dan RPO selama 14 tahun terakhir, yaitu Tahun 2000–2013. Data cross section terdiri dari sebelas negara tujuan ekspor dengan volume impor terbesar. Negara tujuan ekspor pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Negara tujuan utama ekspor CPO dan RPO Indonesia berdasarkan rata-rata volume ekspor tahun 2000-2013 (Kg)

No

Crude Palm Oil (CPO)

No

Refinery Palm Oil (RPO) Negara Tujuan Volume Negara Tujuan Volume

1 India 2 567 708 924 1 Cina 1 425 439 313

2 Belanda 736 474 187 2 India 986 016 706

3 Malaysia 531 398 875 3 Banglades 407 396 155 4 Singapura 440 824 625 4 Pakistan 379 343 870

5 Italia 275 896 640 5 Mesir 322 785 761

6 Jerman 201 705 017 6 Belanda 282 398 581

7 Spanyol 156 399 730 7 Malaysia 185 418 490

8 Cina 112 273 927 8 Turki 150 256 909

9 Pakistan 85 648 590 9 Afrika Selatan 134 263 506

10 Banglades 68 322 962 10 Rusia 128 546 094

11 Inggris 22 785 886 11 Singapura 125 014 292

Sumber: diolah dari UN Comtrade (2015)

(35)

Metode Analisis

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang dijadikan jawaban dari permasalahan penelitian. Data diolah secara deskriptif dan kuantitatif. Data secara kualitatif diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, sedangkan secara kuantitatif diolah dengan menggunakan analisis RCA untuk mengetahui daya saing produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional, analisis korelasi rank spearman untuk mengetahui tingkat persaingan antar negara eksportir produk ekspor kelapa sawit dunia, analisis data panel menggunakan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan atau aliran ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke sebelas negara tujuan, dan rasio potensi perdagangan untuk mengetahui potensi perdagangan produk ekspor kelapa sawit Indonesia di setiap negara tujuan ekspor. Data diolah secara kuantitatif dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2013, SPSS 20 dan Eviews 6, yang kemudian hasil outputnya akan diinterpretasikan.

Analisis Daya saing (Revealed Comparative Advantage (RCA))

Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing dan keunggulan komparatif produk ekspor kelapa sawit Indonesia. Metode RCA pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada Tahun 1995. Konsep dasar dari metode ini yaitu keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah sebenarnya ditunjukkan oleh perdagangan antar wilayah, sehingga keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan dalam ekspornya. Oleh karena itu, Balassa menggunakan relative export share dalam perumusannya. Alasan utama menggunakan pangsa ekspor relatif adalah mengingat bahwa data impor cenderung lebih bias karena pemerintah sering memberlakukan

Tabel 3 Jenis dan sumber data

No Variabel Simbol data Sumber data

1 Nilai ekspor produk kelapa sawit Indonesia dan

Malaysia pada tahun 2000-2013 Xij UN Comtrade

2 Nilai ekspor seluruh komoditas Indonesia dan Malaysia

pada tahun 2000-2013 Xit UN Comtrade

3 Nilai ekspor produk kelapa sawit dunia pada tahun

2000-2013 Wj UN Comtrade

4 Nilai ekspor seluruh komoditas dunia pada tahun

2000-2013 Wt UN Comtrade

5 Volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke negara

tujuan pada tahun 2000-2013 Yjt UN Comtrade

6 GDP riil per kapita negara Indonesia pada tahun

2000-2013 GDPIt USDA

7 GDP riil per kapita negara tujuan eskpor produk kelapa

sawit Indonesia pada tahun 2000-2013 GDPjt USDA 9 Jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor DISjt Time and date

Harga minyak dunia pada tahun 2000-2013 World Bank 10 Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan

pada tahun 2000-2013 ERjt World Bank

11 Dummy bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit

Indonesia EDt

(36)

berbagai pengaturan untuk menekan impor, sehingga dari data ekspor yang lebih bersih dari berbagai distorsi maka keunggulan komparatif suatu komoditas dari waktu ke waktu dapat terlihat dengan jelas.

Metode RCA mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditas tertentu dalam ekspor total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia. Perumusan RCA oleh Balassa yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut (Burange dan Chaddha 2008):

RCA = Xij/Xit

Wij/Wt

dimana : RCA = Tingkat daya saing komoditas j dari negara i Xij = Nilai ekspor komoditas j dari negara i Xit = Nilai ekspor seluruh komoditas negara i Wij = Nilai ekspor dunia komoditas j

Wt = Nilai ekspor seluruh komoditas dunia

Nilai indeks daya saing suatu komoditas dalam RCA memiliki dua kemungkinan: 1. Nilai RCA > 1, menunjukkan bahwa pangsa produk ekspor kelapa sawit di

dalam ekspor total Indonesia lebih besar dari pangsa rata-rata dari produk ekspor kelapa sawit dalam ekspor semua negara (dunia). Hal ini berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif (memiliki daya saing) sehingga relatif lebih berspesialisasi dikelompok produk ekspor kelapa sawit.

2. Nilai RCA < 1, menunjukkan bahwa pangsa produk ekspor kelapa sawit di dalam ekspor total Indonesia lebih kecil dari pangsa rata-rata dari produk ekspor kelapa sawit dalam ekspor semua negara (dunia). Hal ini berarti Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif (tidak memiliki daya saing) sehingga tidak berspesialisasi di kelompok produk ekspor kelapa sawit.

Sebagaimana metode-metode lainnya, pengukuran keunggulan komparatif dengan metode RCA tidak lepas dari beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari metode ini antara lain (Basri dan Munandar 2010):

1. Adanya asumsi bahwa setiap negara dianggap mengekspor semua komoditas 2. Indeks RCA memang dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan

sedang berlangsung, namun metode ini tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal.

3. RCA tidak dapat mendeteksi dan memprediksi pola keunggulan komoditas yang berpotensi dimasa yang akan datang.

Analisis Korelasi Rank Spearman

Korelasi rank spearman (rs) adalah metode korelasi nonparametrik yang didesain untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel, dengan syarat kedua variabel tersebut minimal mencapai pengukuran ordinal. Adapun nilai rs dirumuskan sebagai berikut (Lee et al. 2000):

(37)

dengan, rs : koefisien korelasi

R(Xi) : peringkat untuk sampel Xi R(Yi) : peringkat untuk sampel Yi d : selisih antara Xi dan Yi n : jumlah sampel

Nilai rs bisa bertanda positif bisa pula bertanda negatif, dan nilai mutlaknya maksimal 1 dan minimal 0. Secara umum, nilai rs diinterpretasikan sebagai berikut (Firdaus et al. 2011):

1. Bila nilai│rs│= 0, berarti kedua variabel tidak berkorelasi

2. Bila nilai│rs│= 1, berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. Semakin tinggi nilai │rs│, berarti semakin kuat hubungan kedua variabel.

3. Tanda positif pada rs menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yakni bila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya.

4. Tanda negatif pada rs menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi berlawanan arah, yakni bila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya.

Uji signifikansi rs berdasarkan rs yang diperoleh dari sampel dapat dilakukan melalui uji hipotesis statistik berikut:

H0 = Korelasi kedua variabel tidak signifikan (ρs = 0)

H1 = Kedua variabel berkorelasi signifikan, dengan arah positif (ρs > 0) atau negatif (ρs < 0), tergantung dari teori dan data sampelnya.

Statistik uji yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah rs. Untuk ukuran sampel dalam penelitian ini, statistik uji tersebut menyebar mengikuti sebaran Spearman. Dengan demikian, untuk ukuran sampel n dan tarafnya α, dari tabel Spearman diperoleh nilai kritis sebesar ρSn(α). Apabila nilai │rs│> ρSn(α), maka disimpulkan tolak H0, yang berarti kedua variabel berkorelasi signifikan pada taraf nyata α. Penarikan kesimpulan juga dapat berdasarkan output korelasi Spearman program komputer SPSS. Jika nilai probabiliti yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata 10 persen maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0. Analisis Data Panel

Uji Kesesuaian Model (Chow Test)

Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan adalah Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana diketahui, bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect

(38)

Uji Kesesuaian Model (HausmanTest)

Metode yang digunakan untuk memilih apakah data panel sebaiknya diestimasi melalui pendekatan fixed effect model (FEM) atau random effects model (REM) adalah dengan dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Dalam pengujian asumsi ini digunakan Hausman Test. Hipotesis pengujian ini dirumuskan sebagai berikut (Firdaus 2011):

H0: E(τixit) = 0 atau REM adalah model yang tepat

H1: E(τixit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM –βFEM)’ (MFEM – MREM)-1 (βREM –βFEM) ~ X2 (k) dimana : M adalah matriks kovarians untuk parameter β

k adalah degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari X2tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Penarikan kesimpulan juga dapat berdasarkan output aplikasi Correlated Random Effect-Hausman Test pada Eviews. Jika nilai probability yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata 10 persan maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya

Perumusan Model

Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke negara-negara tujuan. Sementara itu variabel independen yang digunakan antara lain, GDP riil per kapita Indonesia dan negara tujuan, Jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, dan dummy bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit Indonesia. Perumusan model ekonometrika untuk aliran eskpor produk kelapa sawit Indonesia dinyatakan dalam persamaan berikut.

ln Yjt = β0 + β1 ln GDPIt+ β2 ln GDPjt+ β3 ln DISjt+ β4 ln ERjt + β5 EDt + μt dimana :

Yjt = Volume ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke negara j pada tahun t (Kg)

GDPIt = GDP riil per kapita Indonesia pada tahun t (US$) GDPjt = GDP riil per kapita negara j pada tahun t (US$)

DISjt = Jarak ekonomi dari Indonesia ke negara j pada tahun t (jarak kilometer x harga minyak dunia) (US$)

ERjt = Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara j pada tahun t (Rp/LCU) EDt = Dummy bea keluar progresif produk ekspor kelapa sawit Indonesia (1 =

Adanya bea keluar progresif setelah Tahun 2007; 0 = Tidak ada bea keluar progresif sebelum Tahun 2007)

(39)

Uji Asumsi

Asumsi dasar metode OLS sering dilanggar dalam melakukan estimasi sebuah model sehingga parameter yang diperoleh menjadi bias, tidak konsisten, dan tidak efisien. Maka dari itu, perlu diuji beberapa asumsi mendasar dalam membuat persamaan antara lain normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term atau residual menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : error term menyebar normal

H1 : error term tidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka tidak tolak H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

2. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah salah satu pelanggaran OLS yang terjadi karena tidak konstannya ragam error. Pelanggaran ini umumnya terjadi jika menggunakan data cross section dalam estimasi model, namun tidak tertutup kemungkinan pelanggaran ini juga dapat terjadi pada data time series. Salah satu cara untuk mengatasi pelanggaran ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Menurut Juanda (2009), GLS merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli.

3. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan pelanggaran asumsi lainnya yang terjadi jika terdapat hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Menurut Juanda (2009), adanya multikolinieritas dapat dideteksi jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Salah satu cara mengatasi pelanggaran ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (data panel).

4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi yang tinggi antar errornya (μt). Menurut Juanda (2009), autokorelasi menyebabkan pendugaan parameter dalam model yang

Tabel 4 Distribusi nilai statistik Durbin-Watson dan kesimpulannya Nilai Durbin-Watson Kesimpulan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan 1,55 < DW < 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelsi

Gambar

Tabel 1  Perkembangan pola konsumsi minyak nabati dunia (%)
Gambar 4  Keseimbangan parsial perdagangan internasional
Gambar 5  Kerangka pemikiran operasional analisis daya saing dan perdagangan kelapa sawit Indonesia di pasar India dan Cina
Tabel 2  Negara tujuan utama ekspor CPO dan RPO Indonesia berdasarkan rata-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa keuntungan yang dapat mempengaruhi naiknya daya saing global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak

Sedangkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Constant Market Share menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing

Analisis keunggulan komparatif dengan nilai RCA menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia yang berdaya saing kuat adalah teh hijau HS 090210 dan teh hitam HS 090240 karena

Skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional” ini dimaksudkan untuk melengkapi syarat penyelesaian studi jenjang Strata 1

Mustopa (2010) menganilisis daya saing kopi Indonesia di pasar internasional dengan metode RCA, Ordinary Least Square serta pendekatan porter’s diamond theory. Hasil

Tambunan Ds (2004:110) menyatakan * bahwa terdapat SA tiga metode K dalam menganalisis daya saing D suatu I negara N yaitu TR pertama melalui RevealedYYOComparativeAAAdvantage

Selanjutnya kemampuan daya saing dari hasil nilai rata-rata RCA pala Indonesia di pasar internasional yang dihitung dari tahun 2007-2016 mencapai 19,554 karena nilai RCA

1. Analisis Daya Saing CPO Indonesia Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Daya saing kelapa sawit Indonesia terlihat dari hasil