• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pad a Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pad a Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM (

Glycine

soja

) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

IFAN WINANGUN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Ifan Winangun

(4)

ABSTRAK

IFAN WINANGUN. Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI.

Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi secara terus menerus dengan tinggi muka air yang tetap sehingga lapisan tanah di bawah perakaran jenuh air. Teknologi budidaya jenuh air sudah terbukti dapat meningkatkan produksi kedelai di lahan pasang surut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut. Penelitian ini dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin, Sumatera Selatan, Indonesia dari bulan Mei sampai September 2013. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utamanya adalah kedelai hitam varietas Ceneng, Cikuray, Lokal Malang dan Tanggamus sebagai kontrol. Anak petaknya adalah dosis pemberian pupuk fosfor yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas dan pemupukan fosfor mempengaruhi produktivitas kedelai. Produktivitas kedelai tertinggi diperoleh pada varietas Cikuray pada pemupukan fosfor 108 kg P2O5 ha-1 sebesar 4.03 ton/ha.

Kata kunci: Varietas Kedelai Hitam, Pemupukan Fosfor, Budidaya Jenuh Air, dan Lahan Pasang Surut

ABSTRACT

IFAN WINANGUN. The Effect of Phosphorus Fertilization on The Growth and Production of Black Soybean (Glycine soja) Varieties Under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI.

Saturated soil culture is a cultivation that gives continuous irrigation and maintains water depth constantly and makes soil layer in saturated condition. Technology of saturated soil culture has been shown to increase soybean production on tidal swamps. The objective of this experiment to study the effect of phosphorus fertilization on the growth and production variety of soybean under saturated soil culture on tidal swamps. The experiment was conducted at Banyu Urip, Tanjung Lago, Banyuasin, South Sumatera, Indonesia from May to September 2013. The experiment used a split plot design with three replications. The main plot of the experiment is black soybean variety consisted of : Ceneng, Cikuray, Lokal Malang and Tanggamus as control . Sub plot is the dosage of phosphorus fertilization consisted of : 0, 36, 72 and 108 kg P2O5 ha-1. The results showed that the variety and phosphorus fertilization affected soybean productivity. The highest productivity was obtained on Cikuray variety with phosphorus fertilization 108 kg P2O5 ha-1 as much as 4.03 ton ha-1.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM (

Glycine

soja

) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

IFAN WINANGUN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai. Penelitian dilaksanakan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Mei sampai September 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penelitian ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr Dewi Sukma SP MSi selaku dosen pembimbing akademik dan para petani Desa Banyu Urip Bapak/Ibu Suwaji, Bapak Sumarno, yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas dukungan yang selalu diberikan oleh Ayah, Ibu, kakak dan saudaraku khususnya angkatan 46 di asrama Sylvasari serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Februari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kedelai 3

Budidaya Jenuh Air 4

Tanggap Varietas Terhadap Budidaya Jenuh Air 5

Lahan Pasang Surut 6

Peranan Fosfor (P) Terhadap Tanaman 6

METODE 7

Waktu dan Tempat 7

Bahan 7

Alat 7

Prosedur Analisis Data 7

Pelaksanaan Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Keadaan Umum 10

Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai 11 Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman 13

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai beberapa varietas pada 11 budidaya jenuh air di lahan pasang surut

2 Bobot kering daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa 12 tanaman kedelai pada beberapa varietas di lahan pasang surut

3 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa beberapa 12 varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut 4 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai 13

beberapa varietas pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut 5 Serapan unsur kalium beberapa varietas pada budidaya jenuh air di 13

lahan pasang surut 6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk 14

fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut 7 Bobot daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman 14

kedelai pada berbagai dosis pupuk fosfor di lahan pasang surut 8 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa tanaman 15

kedelai pada berbagai dosis pemberian pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut

9 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai 15 pada berbagai dosis pemberian pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air

di lahan pasang surut 10 Serapan unsur fosfor pada berbagai dosis pupuk fosfor dengan 16

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Penyemprotan herbisida 8

2 Pemberian kapur dan pupuk 9

3 Kurva regresi produktivitas kedelai terhadap dosis pupuk fosfor 16

DAFTAR LAMPIRAN

1

Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kedelai seluruh 21 Indonesia

2 Tata letak petak percobaan 22

3 Layout petakan dan titik pengambilan contoh tanaman untuk peng- 23 amatan mingguan, biomassa, dan bobot ubinan

4 Hasil analisis tanah sebelum penelitian 24

5 Curah hujan dan hari hujan dari bulan Juni sampai Agustus 2013 25 6 Suhu dan kelembaban nisbi dari bulan Juni hingga Agustus di 26

Kecamatan Tanjung Lago

7 Pertumbuhan berbagai varietas kedelai di lahan pasang surut 27

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan (tahun 2010-2014) kebutuhan kedelai setiap tahunnya ± 2.3 juta ton biji kering, akan tetapi kemampuan produksi dalam negeri saat ini baru mampu memenuhi sebanyak 0.85 juta ton (BPS 2013) atau 37.01 % dari kebutuhan. Oleh karena itu, perlu upaya khusus baik untuk peningkatan produktivitas maupun perluasan areal panen untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri. Luas lahan pasang surut di Indonesia mencapai 6.7 juta ha yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi areal pertanian (Alihamsyah 2001). Kedelai mempunyai potensi yang besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat Indonesia. Sebagai sumber protein kedelai digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tempe, tahu, tauco, dan kecap. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain) (Silitonga dan Djanuwardi 1996).

Kedelai hitam merupakan salah satu komoditi penting di Indonesia, khususnya untuk industri kecap. Salah satu keunggulan dari kedelai hitam adalah mengandung antosianin lebih banyak dan memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan kedelai kuning. Kecap merupakan produk fermentasi kedelai yang digunakan sebagai bahan penyedap dan pemberi warna pada makanan. Untuk bahan baku kecap, disukai kedelai berbiji hitam karena dapat memberi warna hitam alami pada produknya (Damardjati et al. 2005). Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia meningkat tajam, namun produksi nasional cenderung menurun sehingga defisit kedelai terus meningkat. Hal ini membuat Indonesia semakin tergantung pada kedelai impor.

(13)

2

Pemberian jumlah air berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum pemberian jumlah air makin sedikit menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Batang tanaman memendek, daun menyempit dan makin sedikit, bobot kering tajuk makin rendah, dan jumlah polong makin sedikit pada pemberian air yang makin sedikit (Zen et al. 1993).

(14)

3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut.

Hipotesis

1. Pemupukan fosfor dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. 2. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi antara varietas kedelai hitam

dan Tanggamus.

3. Terdapat pengaruh pemupukan fosfor dan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai

Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan

Soja max (Purwaningrahayu et al. 2004). Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut : Divisio spermatophyta, classis dicotyledoneae, ordo rosales, familia papilionaceae, genus glycine, dan spesies Glycine max (L.) Merr.

Morfologi tanaman kedelai terdiri dari akar, batang, cabang, daun, bunga, dan polong. Kedelai mempunyai sistem perakaran terdiri dari akar tunggang, akar sekunder (serabut), dan akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe

determinate dan indeterminate. Selain itu terdapat jenis yang lain yaitu semi determinate atau semi indeterminate.

Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Tipe determinate memiliki pertumbuhan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh pertumbuhan batang tipe indeterminate yang dicirikan pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya (semi determinate atau semi indeterminate) (Adisarwanto 2007).

(15)

4

dan Mahameru (Wiroatmodjo et al. 1990).

Bunga muncul umumnya pada umur antara lima sampai tujuh minggu. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80% (Adisarwanto 2007).

Kedelai dapat dipanen sekitar umur 75-110 hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Ciri-ciri kedelai siap panen, antara lain daun tua atau berwarna kuning, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat (Balitkabi 2012).

Tanaman kedelai cocok ditanam di daerah tropis dan subtropis, iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Curah hujan 100-400 mm/bulan dan pertumbuhan optimal pada curah hujan 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai 21-340C, suhu optimum 23-270C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu sekitar 300C. Produktivitas menurun jika pada fase generatif tanaman kedelai suhu lingkungan mencapai 400C, hal tersebut menyebabkan bunga rontok akibatnya jumlah biji polong dan kedelai menurun (Balitkabi 2012).

Toleransi keasaman tanah untuk syarat tumbuh kedelai yaitu pH 5.8-7.0. Pada pH kurang dari 5.5 akan menghambat pertumbuhan karena keracunan aluminium. Selain itu juga akan menghambat bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan). Ketinggian tempat varietas kedelai berbiji kecil, cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0.5-300 m dpl. Pada varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan ketinggian 300-500 m dpl (BPS 2013).

Budidaya Jenuh Air

Budidaya jenuh air adalah cara penanaman di atas bedengan dengan memberikan pengairan terus menerus di dalam parit, sehingga tanah di bawah perakaran menjadi jenuh air, namun tidak menggenang dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh air dilakukan dengan cara sub surface irrigation

(Purwaningrahayu et al. 2004). Menurut Mulatsih et al. (2000) budidaya basah dilakukan dengan membuat kondisi bedengan jenuh air secara terus menerus sejak 2 MST sampai masak fisiologis. Caranya adalah dengan mengalirkan air melalui saluran diantara petak-petak percobaan dengan tinggi genangan dipertahankan maksimum 15 cm di bawah permukaan tanah.

Tinggi muka air dalam budidaya jenuh air dipertahankan terus menerus dengan menberikan air pada pot luar pada ketinggian 5 cm, 10 cm, dan 15 cm di bawah permukaan tanah yang dimulai pada saat tanaman kedelai berumur 14 hari sampai dengan panen. Pot diletakkan pada lahan yang terbuka (Suwarto et al.

1994). Budidaya jenuh air dilakukan dengan cara pengairan yang terus menerus sejak tanaman berumur dua minggu sampai polong mencapai masak fisiologis. Tinggi air disaluran dipertahankan ± 5 cm di bawah permukaan tanah untuk membuat petak penanaman jenuh air (Ghulamahdi dan Aziz 1992).

(16)

5 permukaan air tanah) sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Air diberikan sejak tanaman kedelai berumur 14 hari sampai polong berwarna coklat (Hunter et al. 1980). Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Natahnson et al. 1984).

Penerapan budidaya jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik. Penanaman palawija pada areal dengan drainase kurang baik menggunakan sistem surjan. Sistem surjan memerlukan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan budidaya jenuh air, karena bedengannya cukup tinggi (Ghulamahdi 1999).

Tanggap Varietas Terhadap Budidaya Jenuh Air

Pertumbuhan bintil akar aktif pada budidaya jenuh air berlangsung lebih lama daripada budidaya biasa. Pada budidaya biasa pertumbuhan bintil akar aktif mencapai maksimum pada umur 6 minggu setelah tanam (MST), sedangkan pada budidaya jenuh air masih tetap meningkat sampai umur 9 MST (Ghulamahdi kontrol. Bobot kering bintil akar tertinggi diperoleh dari tanaman di media dengan tinggi muka air 15 cm tanpa dipupuk nitrogen, sedangkan bobot biji per tanaman tertinggi diperoleh dari tanaman yang ditumbuhkan di media dengan tinggi muka air 15 cm dan dipupuk nitrogen (Suwarto et al. 1994).

Pertumbuhan kedelai setelah aklimatisasi ditunjukkan oleh banyaknya akar dan bintil akar yang muncul pada tanah yang jenuh air, selanjutnya daun menjadi hijau dengan laju pertumbuhan lebih tinggi pada budidaya basah dibandingkan pada budidaya biasa (Avivi 1995). Budidaya basah meningkatkan komponen hasil dan hasil benih serta memperbaiki keragaan variabel mutu fisik dan mutu fisiologis benih kedelai. Budidaya basah walaupun tidak selalu meningkatkan viabilitas benih, tetapi tidak berbahaya untuk produksi benih (Raka et al. 1995).

Budidaya jenuh air nyata meningkatkan ACC (1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid) akar, etilen akar, glukosa akar, lingkar leher akar, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase, serapan hara daun, bobot kering tanaman, dan bobot kering biji. Pada budidaya jenuh air kandungan ACC akar lebih tinggi pada umur 5, 7 dan 8 MST dan kandungan etilen lebih tinggi pada umur 6 MST (Ghulamahdi 1999).

Pemberian jumlah air berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum pemberian jumlah air makin sedikit menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Batang tanaman memendek, daun menyempit dan makin sedikit, bobot kering tajuk makin rendah, dan jumlah polong makin sedikit pada pemberian air yang makin sedikit (Zen et al. 1990).

(17)

6

bahwa kedelai berukuran biji besar lebih toleran terhadap penjenuhan dibandingkan dengan kedelai berukuran biji sedang dan berukuran biji kecil.

Lahan Pasang Surut

Lahan pasang surut adalah lahan yang terbentuk dari endapan marin dan fluviomarin dan dicirikan oleh adanya lapisan tanah yang mengandung pirit. Lapisan tanah ini kemudian dijadikan dasar dalam pengelompokkan lahan. Lahan sulfat masam bersulfida dangkal memiliki kedalaman lapisan pirit < 50 cm, sehingga tidak sesuai untuk tanaman palawija, sedangkan lahan sulfat masam bersulfida dalam memiliki kedalaman lapisan pirit > 50 cm, sehingga relatif aman dan sesuai untuk budidaya kedelai (Rachman et al. 1985).

Luas lahan pasang surut di Indonesia mencapai 20.15 juta hektar. Dari luas tersebut 9.45 juta hektar sesuai untuk kegiatan pertanian dan baru sekitar 3.59 juta hektar yang dimanfaatkan (Sabran et al. 2000). Lahan pasang surut memiliki reaksi tanah yang masam sebagai hasil dari proses oksidasi lapisan sulfida (pirit). Budidaya kedelai di lahan pasang surut yang masam akan menghadapi kemungkinan keracunan Al, kahat hara N, P, dan K serta drainase yang buruk. Alumunium berasal dari degradasi mineral liat yang hancur akibat kemasaman tanah yang tinggi. Walaupun kadar bahan organik cukup tinggi, N tersedia pada umumnya rendah karena proses mineralisasi bahan organik terhambat akibat tanah masam dan lembab. Unsur hara P tidak tersedia karena diikat oleh Al dan Fe membentuk senyawa komplek yang mengendap. Sedangkan ketersediaan hara K rendah karena mengalami pencucian setelah terdesak dari komplek jerapan. Drainase buruk diakibatkan oleh permukaan air tanah yang dangkal, sehingga diperlukan saluran drainase yang lebih intensif (Rachman et al. 1985).

Kedelai pada umumnya diusahakan di lahan pasang surut tipe C (tidak terluapi oleh pasang besar) dengan pola tanam padi-kedelai. Petani transmigrasi memperkenalkan sistem surjan yang memungkinkan untuk mengusahakan kedelai pada lahan pasang surut tipe B (terluapi oleh pasang besar) (Sabran et al. 2000).

Kendala usahatani kedelai di lahan pasang surut adalah genangan air, tanaman kedelai pada umumnya tidak toleran tanah tergenang. Genangan air yang berkepanjangan akan mengurangi ketersediaan oksigen di lapisan perakaran. Respirasi akar akan terganggu, yang dalam jangka panjang dapat mematikan tanaman. Selain itu genangan yang terjadi setelah biji ditanam menghambat difusi oksigen sehingga respirasi biji terganggu. Karena itu kedelai tidak bisa ditanam di lahan pasang surut yang tegenang (Sabran et al. 2000).

Peranan Fosfor (P) Terhadap Tanaman

Unsur hara adalah salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman mengambil hara dari dalam tanah. Kebutuhan hara setiap tanaman bervariasi. Bila hara dalam tanah kurang, maka diperlukan pemupukan untuk mencukupi kebutuhan tanaman.

(18)

7 pembelahan sel, proses asimilasi dan respirasi, pertumbuhan akar, dan merupakan bagian dari asam nukleat dan sumber energi dalam bentuk ATP dan ADP (Hardjowigeno 2003).

Peran fosfor yang utama bagi tanaman yaitu pada proses fotosintesis, perubahan karbohidrat, glikolisis, metabolisme protein dan lemak, dan proses energi (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Fosfor dapat merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, pembentukan buah dan biji terutama serealia. Fosfor juga penting untuk pembelahan sel, pembentukan bunga, proses kematangan tanaman, meningkatkan ketahanan terhadap kerebahan, memperbaiki kualitas tanaman, dan memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman yang mengalami kekurangan unsur P biasanya menampakkan gejala seperti pertumbuhan terhambat, daun berwarna keunguan, kerdil, perakaran dangkal dan batang menjadi lemah.

METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2013. Lokasi penelitian bertempat di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pengeringan biomassa tanaman dilakukan di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah dan serapan fosfor dilakukan di Laboratorium Kimia Departemen Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai varietas Tanggamus, Ceneng, Cikuray, dan Lokal Malang, pupuk Urea (45% N), SP - 36 (36% P2O5), KCl (60% K2O), Rhizobium sp, insektisida (bahan aktif : fipronil 50 g L-1, klorantraniliprol 50 g L-1, dan karbosulfan 25.5%), rodentisida (bahan aktif : brodifakum 0.005%), dan herbisida (bahan aktif : paraquat diklorida).

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan olah tanah, ajir, label, tali, pompa air, selang, alat ukur, tugal, knapsack sprayer, oven dan timbangan.

Prosedur Analisis Data

(19)

8

Model linier dari percobaan ini adalah : Yijk= μ + αi+ j+ ik+ (α )ij+ ρk+ εijk

Dimana:

Yijk : nilai pengamatan perlakuan varietas ke-i, pemupukan ke-j, dan ulangan ke-k;

μ : nilai rata-rata umum

αi : pengaruh perlakuan varietas ke –i j : pengaruh perlakuan pemupukan ke–j

ρk : pengaruh aditif dari ulangan ke–k

ik : pengaruh galat perlakuan varietas ke-i dan ulangan ke-k (galat a)

(α )ij : pengaruh interaksi antara varietas ke–i dan pemupukan ke–j

εijk : pengaruh galat yang timbul dari taraf varietas ke-i dan pemupukan ke-j pada ulangan ke-k (galat b)

Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 1% dan 5%, apabila didapatkan hasil yang nyata atau sangat nyata, maka selanjutnya akan dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf taraf kesalahan 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan gulma terlebih dahulu dan mengambil sampel tanah untuk dianalisis di laboratorium. Lahan disemprot herbisida berbahan aktif glifosat 486 g L-1 dan parakuat diklorida 276 g L-1 (Gambar 1).

Gambar 1 Penyemprotan herbisida

(20)

9 saat umur 3, 4, 5, dan 6 minggu diberi pupuk daun N dengan konsentrasi 10 g Urea L-1 air menggunakan volume semprot 400 L air ha-1.

Gambar 2 Pemberian kapur dan pupuk

Pemeliharaan dilakukan pada saat pertumbuhan gulma telah mengganggu tanaman dengan cara mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, pembumbunan tanaman, pengaturan saluran air, dan pengendalian hama penyakit. daun mulai dari daun unifoliet yang sudah terbuka penuh dari 10 tanaman contoh. 3. Bobot bintil, akar, batang, dan daun (g), dilakukan pada umur 8 minggu setelah tanam. Tanaman sampel berumur 8 MST sebanyak 1 tanaman (diperkirakan bobot kering daun cukup untuk analisis hara daun) diambil mulai dari akar. Sampel dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 60oC. Setelah dikeringkan. bagian-bagian tanaman dipisahkan yaitu akar, batang, daun, dan bintil, lalu ditimbang.

4. Tinggi tanaman dan jumlah cabang saat panen, penghitungan dilakukan saat panen.

5. Jumlah polong isi dan hampa per tanaman (buah), penghitungan dilakukan sebanyak satu kali saat panen dengan menghitung semua polong yang berisi dan yang hampa.

6. Bobot 100 biji (g), dilakukan dengan cara menimbang biji yang dipanen dari setiap petak perlakuan.

7. Bobot ubinan (g), dilakukan dengan cara menghitung hasil ubinan yang berukuran 3m x 1.2m pada setiap petak perlakuan.

8. Produktivitas , dihitung dari hasil ubinan.

9. Analisis kadar P daun, contoh daun umur 8 MST diambil dari lapangan, dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 48 jam kemudian daun kering dihaluskan. Kandungan P daun ditentukan dengan metode pengabuan kering dan ditetapkan dengan spektrofotometer.

(21)

10

Keasaman tanah (pH) ditentukan dengan ekstrak 1:5 menggunakan H2O dan KCl, C organik ditentukan dengan metode kurmis, N ditentukan dengan metode Kjeldahl, P2O5 ditentukan dengan metode Bray I, K2O ditentukan dengan metode Morgan, Kation dan unsur hara mikro dengan metode AAS, dan KTK dengan metode titrasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai September 2013. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Juni 2013. Menurut data BMKG Palembang rata-rata curah hujan dari bulan Juni hingga September 2013 berkisar antara 153 mm dengan penurunan hari hujan 15 hari per bulan. Distribusi curah hujan yang merata setiap bulan membantu pertumbuhan tanaman. Suhu rata-rata pada bulan tersebut berkisar antara 28.30C dengan suhu minimum sebesar 24.50C dan suhu maksimum sebesar 33.70C (lampiran 5).

Kecambah kedelai mulai muncul di permukaan pada umur 5 hari setelah tanam (HST), tetapi kurang merata. Hal ini karena benih ditanam terlalu dalam dan kondisi cuaca pada saat itu panas sehingga pertumbuhan kecambah kedelai ke permukaan tanah terhambat, kemudian dilakukan pengisian air ke parit-parit di antara petak percobaan menggunakan pompa air agar kondisi tanah menjadi lembab. Pertumbuhan kedelai mulai merata pemunculannya di seluruh petak percobaan pada umur 14 HST, daun trifoliat pertama terbentuk sempurna pada umur 14 HST.

Tanaman kedelai terlihat gejala daun menguning pada umur 17 HST, terutama daun yang muda. Menurut Ghulamahdi (1999) hal ini karena kedelai beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Pada awal aklimatisasi, kandungan N dalam daun menurun dan tanaman menjadi khlorotis. Hal ini disebabkan berkurangnya penyerapan nitrogen dan terjadinya alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman. Ketika terjadi gelaja daun menguning, kedelai harus diberi pupuk N dengan cara disemprotkan melalui daun, gejala tersebut akan berangsur-angsur berkurang setelah pemberian N pada umur 21- 42 HST.

(22)

11 Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai

Pertumbuhan tinggi tanaman kedelai varietas Tanggamus dan Cikuray pada umur 6 MST tidak berpengaruh nyata, tetapi tinggi tanaman kedelai varietas Ceneng dan Lokal Malang berpengaruh nyata. Tinggi tanaman kedelai varietas Ceneng dan Lokal Malang pada umur 8 MST dan 10 MST tidak berpengaruh nyata, sedangkan tinggi tanaman kedelai varietas Tanggamus dan Cikuray berpengaruh nyata (Tabel 1).

Tabel 1 Tinggi dan jumlah daun beberapa varietas tanaman kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan DMRT α=5%

Jumlah daun kedelai varietas Ceneng, Cikuray dan Tanggamus pada umur 6 MST tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Tanggamus berbeda nyata dengan kedelai varietas Lokal Malang. Jumlah daun kedelai varietas Ceneng, Lokal Malang dan Tanggamus pada umur 8 MST dan 10 MST tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Ceneng berbeda nyata dengan kedelai varietas Cikuray (Tabel 1).

(23)

12

Tabel 2 Bobot kering daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa beberapa varietas tanaman kedelai di lahan pasang surut

Bobot Kering Ceneng Cikuray Lokal Malang meningkatkan jumlah bintil akar yang berkorelasi positif dengan bobot kering bintil. Menurut Purwaningrahayu et al. (2004) menyatakan bahwa dengan bobot kering bintil akar yang lebih banyak memungkinnkan bagi tanaman untuk mendapatkan N yang lebih banyak.

Budidaya jenuh air memberikan kondisi yang lebih baik bagi lingkungan pertumbuhan perakaran karena ketersediaan air yang cukup sehingga membentuk akar dan bintil akar lebih banyak. Pertumbuhan akar dan bintil akar meningkat setelah fase aklimatisasi karena tanaman memperbaiki pertumbuhannya sebagai suatu mekanisme adaptasi morfologi terhadap kondisi lahan basah untuk pembentukan akar-akar baru guna menggantikan fungsi akar-akar yang mati akibat terjenuhi air.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang serta bobot kering daun dan bintil akar maka jumlah polong isi semakin banyak. Jumlah cabang kedelai varietas Tanggamus berbeda nyata dengan kedelai varietas Ceneng dan Lokal Malang. Jumlah polong isi dan hampa kedelai varietas Ceneng berbeda nyata dengan kedelai varietas Cikuray dan Tanggamus (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa beberapa varietas tanaman kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut. Peubah varietas lainnya dan berbeda nyata dengan kedelai varietas Ceneng, Lokal Malang dan Tanggamus. Bobot kedelai varietas Lokal Malang lebih rendah dari ketiga kedelai varietas lainnya yaitu sebesar 11 g (Tabel 4).

(24)

13 Tanggamus tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Cikuray memiliki produktivitas tertinggi yaitu sebesar 4.03 ton ha-1 (Tabel 4).

Tabel 4 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas beberapa varietas tanaman kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut

Peubah

Tabel 5 Serapan unsur fosfor beberapa varietas pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut

Varietas Kandungan fosfor daun (%) Serapan unsur fosfor (g tanaman-1) tanaman kedelai tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Tanggamus dan Lokal Malang berbeda nyata dalam menyerap unsur fosfor. Sedangkan kedelai varietas Ceneng dan Cikuray tidak berbeda nyata dalam menyerap unsur fosfor.

Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

(25)

14

kering dan masam ketersediaan P juga rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya Al terlarut pada pH tanah < 5 (Sanchez 1992).

Tabel 6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut

Peubah

Tabel 6 menunjukan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun kedelai pada umur 2 dan 4 MST. Pemupukan fosfor pada umur 6 – 10 MST pada dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1 tidak berpengaruh nyata, tetapi pemupukan fosfor berpengaruh nyata pada dosis 0 kg P2O5 ha-1. Tabel 7 Bobot daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman

(26)

15 bobot kering akar dan bintil akar kedelai. Pemberian pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap berat bobot kering biomassa kedelai pada dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1. Sedangkan pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 berpengaruh nyata. Tabel 8 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa tanaman

kedelai pada berbagai dosis pemeberian pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut.

Berdasarkan tabel 8 pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang tanaman kedelai. Pemupukan fosfor berpengaruh nyata terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai pada dosis 0 dan 36 kg P2O5 ha-1, tetapi pemupukan fosfor berpengaruh nyata pada dosis 72 dan 108 kg P2O5 ha-1. Pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji tanaman kedelai. Sedangkan pada bobot ubinan pemupukan fosfor berpengaruh nyata pada dosis 0 kg P2O5 ha-1, pada dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1 pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata (tabel 9).

Tabel 9 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut

Peubah Pengamatan

Pupuk Fosfor ( kg P2O5 ha-1) KK F hit

0 36 72 108

(27)

16

Gambar 3Kurva regresi produktivitas kedelai terhadap dosis pupuk fosfor Berdasarkan kurva regresi semakin meningkatnya dosis pemupukan P, fosfor yang tersedia bagi tanaman semakin meningkat sehingga serapan unsur hara terutama P meningkat, sehingga produktivitas kedelai meningkat. Kurva menunjukan korelasi positif antara produktivitas dengan dosis pupuk fosfor. Semakin tinggi dosis fosfor maka kecenderungan produktivitas tanaman kedelai semakin meningkat.

Dosis pemupukan fosfor berpengaruh nyata terhadap kandungan fosfor daun, pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 berbeda nyata dengan dosis 36 kg P2O5 ha-1. Dosis pemupukan fosfor berpengaruh nyata terhadap serapan unsur fosfor, pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 penyerapan unsur fosfor lebih rendah dibandingkan dengan dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1 ( Tabel 10).

Tabel 10 Serapan unsur kalium pada berbagai dosis pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut

Dosis pupuk fosfor Kandungan fosfor daun (%)

Serapan unsur fosfor (g tanaman-1)∆ 0 kg P2O5 ha-1 0.239 0.98d 36 kg P2O5 ha-1 0.265 1.51c 72 kg P2O5 ha-1 0.257 1.91b 108 kg P2O5 ha-1 0.261 2.25a KK 10.76 17.55 F hitung 0.148 0.001

(28)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kedelai hitam varietas Cikuray mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Tanggamus, Ceneng dan Lokal Malang. Produktivitas kedelai mulai dari yang tertinggi berturut - turut yaitu Cikuray, Lokal Malang, Tanggamus dan Ceneng. Produktivitas kedelai hitam varietas Cikuray dapat mencapai 4.03 ton ha-1.

Saran

(29)

18

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto T. 2001. Bertanam kedelai di tanah jenuh air. Buletin Palawija. 1:24-32.

Adisarwanto T. 2007. Kedelai: Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Jakarta (ID). Penebar Swadaya. 107 hal. Alihamsyah T. 2001. Prospek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang

surut dalam perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masa depan. Hal: 1-18 Dalam: Ar-Riza, I. Alihamsyah, M. Sarwani (eds). Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Rawa Pasang Surut. Monograf Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa Banjar baru.

Avivi S. 1995. Efisiensi Serapan N-Urea dan Proporsi Fiksasi N Setelah Perlakuan Pemetikan Kotiledon Pada Budidaya Basah Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Tesis Program Pasca Sarjana. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. 83 hal.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Litbang. Deptan.go.id. Galur Kedelai Toleran Naungan. [8 Februari 2013].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel luas panen produktivitas produksi tanaman kedelai [internet]. [diacu 2013 Oktober 10]. Tersedia dari: http:// www.bps.go.id/tnmn_pgn.php

Damardjati DS, Marwoto DKS, Swastika, DM, Arsyad, dan Y Hilman. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta(ID). Departemen Pertanian.

Elfarisna. 2000. Adaptasi Kedelai terhadap Naungan : Studi Morfologi dan Anatomi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor. 88 hal.

Ghulamahdi M. 1990. Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada Pasca Sarjana. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. 124 hal.

Ghulamahdi M, Azis SA, Melati M. 2006. Aktivitas nitrogenase, serapan hara dan pertumbuhan dua varietas kedelai dalam kondisi jenuh air dan kering.

Bul Agron. 34(1):32-38.

Ghulamahdi M, Melati M and Sagala D. 2009. Production of Soybean Varieties under Soil Culture on Tidal Swamps. J Agron. Indonesia. 37 (3): 226-232 Gomez KA, dan AA Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian

(diterjemahkan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah: E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Jakarta (ID). Penerbit Universitas Indonesia. 698 hal.

(30)

19 Hartono A, S Funakawa, and T Kosaki. 2005. Phosphorus Sorption-desorption Characteristics of Selected Acid Soils in Indonesia. Soil Sci. plant Nutr., 51: 787-799.

Havlin JL, JD Beaton, SL Tisdale, and WL Nelson. 2005. Soil and Fertilizers. An

Introduction to Nutrient Management. Seventh Edition. Pearson

Education Inc. Upper Saddle River, New Jersey. P 499.

Hunter MN, Jabrun PLM, and Byth DE. 1980. Response of nine soybean lines to soil moisture conditions close to saturation. Aust. J of Exp Agric and Animal Husbandri. 20:339-345.

Leiwakabessy FM. dan A Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Bogor (ID). Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB. 208 hal.

Mulatsih SWQ, Mugnisjah, Sopandie D, Idris K. 2000. Pengaruh waktu dan cara pemberian N sebagai pupuk tambahan terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Bul. Agron. 28(1):9-14.

Nathanson KRL, Lawn, Jabrun PLM, and Byth DE. 1984. Growth nodulation and nitrogen accumulation by soybean in saturated soil culture. Field Crop Res. 8:73-92.

Purwaningrahayu RD, Indradewa D, dan Sunarminto BH. 2004. Peningkatan hasil beberapa varietas kedelai dengan penerapan teknologi basah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 23(1):49-58.

Rachman A IGM, Subiksa, dan Wahyunto. 1985. Perluasan areal tanaman kedelai ke lahan suboptimal. hal. 185-204. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto dan H. Kasim (Eds). Teknik Produksi dan Pengembangan Kedelai. Bogor (ID). Balittan.

Raka IGN, Mugnisjah WQ, Wiroatmodjo J, dan Idris K. 1995. Hasil dan mutu benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan budidaya basah. Bul Agron. 28(1):9-14.

Rosmarkam A. dan Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta (ID).

Sabran M, William S, dan Soleh M. 2000. Pengujian galur kedelai di lahan pasang surut. Bul Agron. 28(2):41-48.

Sanchez PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Jilid 1. ITB. Bandung. Savitri ES, Adisarwanto T, Syekhfani dan Syamsulbahri. 2002. Respon

Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Pada Perbedaan Kondisi Lengas Tanah. http://www.balitkabi.litbang.deptan.go.id. [5 Februari 2013].

Silitonga C dan Djanuwardi B. 1996. Konsumsi tempe. hlm. β09−ββ9. Dalam Sapuan dan Noer Sutrisno (Ed.). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta (ID). Yayasan Tempe Indonesia.

Suwarto WQ, Mugnisjah, Sopandie D, dan Makarim AK. 1994. Pengaruh pupuk nitrogen dan tinggi muka air tanah terhadap pertumbuhan bintil akar, pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Bul. Agron. 22(2):1-15.

Wiroatmodjo J. dan Sulistyono E. 1990. Perbaikan budidaya basah kedelai. Bul Agron. 21(1):27-34.

(31)

20

(32)

21 Lampiran 1 Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kedelai seluruh

Indonesia tahun 1993-2013

BPS 2013 (diolah)

Tahun Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton ha-1)

1993 1 468 316 807 568 1.16

1994 1 406 038 1 564 179 1.11

1995 1 476 284 1 679 092 1.14

1996 1 277 736 1 515 937 1.19

1997 1 118 140 1 356 108 1.21

1998 1 094 262 1 304 950 1.19

1999 1 151 079 1 382 848 1.20

2000 824 484 1 017 634 1.23

2001 678 848 826 932 1.22

2002 544 522 673 056 1.24

2003 526 796 671 600 1.28

2004 565 155 723 483 1.28

2005 621 541 808 353 1.30

2006 580 534 747 611 1.29

2007 459 116 592 534 1.29

2008 590 956 775 710 1.31

2009 722 791 974 512 1.35

2010 660 823 907 031 1.37

2011 622 254 851 286 1.37

2012 567 624 843 153 1.49

(33)

22

Lampiran 2 Tata letak petak percobaan

(34)

23 Lampiran 3 Layout petakan dan titik pengambilan contoh tanaman untuk

pengamatan mingguan, biomassa, dan bobot ubinan

Keterangan :

Petak ubinan berukuran 3.6 m2

(35)

24

Lampiran 4 Hasil analisis tanah sebelum penelitiana

Komponen analisis tanah Nilai Karakter Tekstur

Pasir (%) 27.32 Liat

Debu (%) 20.58

Liat (%) 52.10

pH

H2O 5.00 Asam

KCl 4.10 Sangat masam

C-org Walkley & Black (%) 3.44 Tinggi

N-Total Kjeldhal (%) 0.22 Sedang

P

Bray l (ppm) 7.6 Sedang

HCl 25% (ppm) 74.8 Sangat tinggi

N NH4OAc pH 7.0

Ca (me 100g-1) 4.55 Rendah

Mg (me 100g-1) 1.83 Sedang

K (me 100g-1) 0.28 Rendah

Na (me 100g-1) 0.60 Sedang

KTK (me 100g-1) 24.60 Tinggi

KB (%) 29.5 Rendah

N KCl

Al (me 100g-1) 1.06 Rendah

H (me 100g-1) 0.34

0.05 N HCl

Fe (ppm) 24.25 Tinggi

Cu (ppm) 0.10 Rendah

Zn (ppm) 1.82 Sedang

Mn (ppm) 18.85 Tinggi

a

(36)

25 Lampiran 5 Curah hujan dan hari hujan dari bulan Juni sampai Agustus 2013

(37)

26

Lampiran 6 Suhu dan kelembaban nisbi dari bulan Juni hingga Agustus di Kecamatan Tanjung Lago

Tgl

Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus

(38)

27 Lampiran 7 Pertumbuhan berbagai varietas kedelai di lahan pasang surut

Ceneng Cikuray

(39)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang, Propinsi Banten pada tanggal 1 Juni 1992. Penulis merupakan anak ke tiga dari sembilan bersaudara, pasangan Gubay dan Winarti.

Tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 1 Kukun, kemudian pada tahun 2006 penulis menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cikande. Selanjutnya penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kibin pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI). Penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama di IPB selama satu tahun, kemudian masuk Jurusan Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2010.

Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis mendapatkan beasiswa dari Karya Salemba Empat (KSE IPB) periode 2011-2013. Tahun 2010 penulis menjadi pengurus dan penghuni Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian IPB periode 2011-2012. Penulis berkesempatan mendapatkan modal usaha dari Program Mahasiswa Wirausaha yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni IPB (DPKHA IPB) untuk usaha budidaya pepaya tahun 2012.

Gambar

Tabel 1 Tinggi dan jumlah daun beberapa varietas tanaman kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Tabel 6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk
Gambar 3 Kurva regresi produktivitas kedelai terhadap dosis pupuk fosfor

Referensi

Dokumen terkait

J : Laporan pertanggungjawaban biaya dapat diakses melalui SAP setiap laporan tersebut telah berdasarkan pusat biayanya dan digunakan untuk melakukan penialaian kinerja manajer

(2) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat capaian pola pangan harapan (PPH) di Kabupaten Bangka Tengah adalah lokasi kediaman, status perekonomian

SKRIPSI SKRINING ANEMIA PADA SISWA SEKOLAH DASAR .... WEDHA

Berdasarkan analisis hasil dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) berhasil meningkatkan keterampilan

Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan dan mengetahui pengaruh minat membaca, motivasi belajar, dan lingkungan keluarga terhadap hasil belajar pelajaran

Adapun objek dalam penelitian yaitu sumber data yang berasal dari informan atau seseorang, adalah orang yang pertama dihubungi untuk kemudian selanjutnya dikonfirmasikan

melalui penyuluhan pertanian dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas produksi pisang, koordinasi antara Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, tokoh masyarakat,

Koordinasi diantara petani, tengkulak, distributor dan pedagang sangat penting untuk mewujudkan kelancaran supply chain. Di Kota Medan koordinasi yang ada terbatas