DI KABUPATEN PACI TAN
TESI S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S- 2
PROGRAM STUDI MAGI STER MANAJEMEN AGRI BI SNI S
Diajukan Oleh : TATI K SUTANTI NPM. 0764020057
Kepada :
PROGRAM PASCASARJANA
UNI VERSI TAS PEMBANGUNAN NASI ONAL “VETERAN” JAWA TI MUR
AWAK DI KABUPATEN PACITAN
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
TATIK SUTANTI NPM. 0764020057
Telah dipertahankan di depan Dosen Penguji pada tanggal 07 Januari 2009
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Pembimbing Utama Anggota Penguji Lain
Dr. Ir. Zainal Abidin, MS Prof. Dr. Djohan Mashudi, MS
Pembimbing Pendamping Dr.Ir. Syarif Imam Hidayat MM
Ir. Setyo Parsudi, MP Ir. Sri Widayanti, MP
Surabaya, 07 Januari 2009 UPN “Veteran” Jawa Timur
Program Pascasarjana Direktur,
Dengan memenjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Berkat rakhmat
dan hidayah Nya. Alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan tesis berjudul
”STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PISANG
AWAK DI KABUPATEN PACITAN”
Penulisan tesis ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan Program Pascasarjana Magister Manajeman Agribisnis di Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, MS selaku Pembimbing Utama dan Bapak
Ir. Setyo Parsudi, MP selaku Pembimbing Pendamping yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan sehingga terselesaikannya tesis ini dan tak
luput juga kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Direktur Pascasarjana beserta seluruh Dosen dan staf yang telah
memberikan perhatian kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Ketua Program Studi Pascasarjana yang telah banyak memberikan motivasai
kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa pada Program Pascasarjana Magister Manajemen
Agribisnis yang telah memberikan dukungan, semangat dan
mendapat pahala dari Allah SWT, Amin.
Surabaya, 07 Januari 2009
Halaman
RINGKASAN ... ii
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. KAJIAN PUSTAKA DAN TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA ... 7
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 7
2.2. Sistem Agribisnis ... 12
2.3. Agroindustri dan Lingkupnya ... 17
2.4. Keterkaitan Antara Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian Dalam Agroindustri ... 22
2.5. Studi Kelayakan ... 25
2.6. Analisis Nilai Tambah ... 33
3.1.1. Teori Biaya ... 45
3.1.2. Teori Produksi ... 48
3.1.3. Efisiensi Biaya ... 51
3.1.4. Titik Impas (Break Even Point) ... 53
3.1.5. Konsep Agroindustri ... 54
3.2. Hipotesis ... 56
IV. METODE PENELITIAN ... 58
4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 58
4.2. Penentuan Responden ... 58
4.3. Pengumpulan Data ... 58
4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 59
4.5. Analisis Data ... 63
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71
5.1. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 71
5.1.1. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Tinjau dari Aspek Ekonomi ... 71
5.1.2. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Tinjau dari Aspek Teknis ... 77
5.1.3. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Tinjau dari Aspek Sosial ... 78
5.3.1. Analisis Faktor Internal ... 86
5.3.2. Analisis Faktor Eksternal ... 94
5.3.3. Analisis Strategi Pengembangan Agroindustri Pisang Awak Di Kabupaten Pacitan ... 101
5.3.4. Pemilihan Strategi dan Pembahasan ... 104
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110
6.1. Kesimpulan ... 110
6.2. Saran ... 111
Halaman
1. Mapping Hasil Penelitian Terdahulu ... 11
2. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan ... 54
3. R/C Ratio dalam Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 72
4. Break Event Point (BEP) dalam Agroindustri Berbasis Pisang
Awak di Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 74
5. Nilai Tambah Pengolahan Pisang Menjadi Kripik Pisang, Sale
dan Sale Goreng di Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 80
6. Nilai Tambah Pengolahan Pisang Menjadi Kripik Pisang
Bolong di Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 84
7. Matrik Analisis Faktor Internal Pengembangan Agroindustri
Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan... 87
8. Jumlah Pohon, Tingkat Produktivitas dan Produksi Pisang
Awak di Kabupaten Pacitan, Tahun 1999-2007 ... 89
9. Matrik Analisis Strategi Faktor Eksternal Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 95
10. Diagram Matrik SWOT... 102
Halaman
1. Sistem Agribisnis (Saragih, 2001) ... 16
2. Lingkungan Eksternal Perusahaan (Pearce dan Robinson, 1991) ... 39
3. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri (Porter, 1992) ... 41
4. Skema Matrik SWOT (Pearce dan Robinson, 1991) ... 43
5. Diagram Analisa SWOT (Pearce dan Robinson, !991) ... 44
6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 56
7. Diagram Matrik SWOT... 69
Halaman
1. Daftar Pertanyaan ... 116
2. Pembobotan Faktor-Faktor Kekuatan Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 122
3. Pembobotan Faktor-Faktor Kelemahan Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 123
4. Pembobotan Faktor-Faktor Peluang Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 124
5. Pembobotan Faktor-Faktor Ancaman Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 125
6. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Kekuatan Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 126
7. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Kelemahan Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 128
8. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Peluang Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 130
9. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Ancaman Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 132
10. Menentukan Nilai Rating Faktor-Faktor Kekuatan Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 134
11. Menentukan Nilai Rating Faktor-Faktor Kelemahan Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 135
14. Matrik Pembobotan, Rating dan Skor untuk Faktor-Faktor Internal Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 138
15. Matrik Pembobotan, Rating dan Skor untuk Faktor-Faktor Eksternal Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak
di Kabupaten Pacitan ... 139
16. Penentuan Grand Total Analisis SWOT Penentuan Letak Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di
Kabupaten Pacitan ... 140
17. Analisis SWOT Posisi Pengembangan Agroindustri Pisang
Awak di Kabupaten Pacitan ... 141
18. Biaya Penyusutan (Bahan Bangunan, Alat Penggorengan, Alat Perajang, dan Pisau) dan Bahan Baku Pisang Pada
Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 144
19. Biaya Minyak Goreng, Kayu Bakar, Plastik dan Tenaga Kerja
Pada Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 145
20. Bunga Modal, Total Biaya, Total Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Pada Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten
Pacitan ... 146
21. Biaya Penyusutan (Bahan Bangunan, Alat Penggorengan, Alat Perajang, dan Pisau) dan Bahan Baku Pisang Pada
Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 147
22. Tenaga Kerja, Bunga Modal, Total Biaya, Total Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Pada Agroindustri Sale Pisang di
Kabupaten Pacitan ... 148
23. Biaya Penyusutan (Bahan Bangunan, Alat Penggorengan, Alat Perajang, dan Pisau) dan Bahan Baku Pisang Pada
Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 149
24. Minyak Goreng, Terigu, Garam dan Panili, Kayu Bakar Pada
26. Analisis Usaha Agroindustri Pisang Bolong di Kabupaten
Pacitan ... 152
27. Rencana Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang
Tatik Sutanti. NPM. 0764020057. Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan. Pembimbing Utama Dr. Ir. Zainal Abidin, MS, dan Pembimbing Pendamping Ir. Setyo Parsudi, MP.
Pengembangan pisang merupakan salah satu program Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dalam Penganekaragaman sumber pangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pisang mempunyai kandungan gizi lengkap selain kaya kalsium, magnesium, fosfor, besi serta kalsium selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C. Pisang awak sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Pacitan mempunyai tingkat produksi cukup tinggi, bahkan pada saat panen raya produksinya tidak terpasarkan, dengan kondisi tersebut maka pengembangan agroindustri berbasis pisang awak merupakan salah upaya yang memungkinkan untuk memanfaatkan potensi produksi pisang awak.
Tujuan penelitian antara lain : (1) untuk mengetahui kelayakan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan secara ekonomi, teknis dan sosial, (2) untuk mengetahui nilai tambah dari kegiatan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan dan (3) untuk menyusun strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Pacitan. Jumlah responden yang diambil adalah 12 responden pengusaha yang mempoduksi kripik pisang, sale pisang, sale pisang goreng dan sekaligus juga memproduksi pisang bolong. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu : daftar pertanyaan, wawancara dan observasi. Metode analisis data menggunakan analisis R/C ratio, analisis BEP, analisis nilai tambah dan analisis SWOT.
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional
dalam rangka mewujudkan cita–cita yang terkandung dalam jiwa Pancasila dan
UUD 45 untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, sedangkan sasaran
pembangunan nasional dalam jangka panjang adalah terciptanya struktur ekonomi
yang seimbang, dengan menciptakan kekuatan dan kemampuan pertanian tangguh
yang mendukung perkembangan sektor industri, dalam kaitan tersebut, maka
tujuan pembangunan pertanian sebagai subsistem pembangunan nasional ialah
meningkatkan produksi pertanian secara terus menerus guna :
1. Memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang cenderung selalu
meningkat.
2. Memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri yang terus
berkembang.
3. Meningkatkan devisa dengan ekspor hasil–hasil pertanian keluar negeri.
Sektor pertanian merupakan kegiatan utama baik dikawasan Indonesia
timur maupun kawasan Indonesia barat, maka pemerintah sangat menaruh
perhatian pada setiap upaya yang dilakukan guna memacu pengembangan
agroindustri tanaman pangan, dalam kaitan ini pembangunan teknologi sebelum
tanam hingga pasca panen adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan dan
Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang telah tumbuh pada
masyarakat asli Indonesia guna memenuhi kebutuhan pasar lokal, sejak dulu
pemerintah kolonial Belanda sebagai pendatang juga memperkenalkan pola
agroindustri di Indonesia. Pola yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda
adalah agroindustri penghasil barang ekspor yang ditata menurut pola perkebunan
besar (plantation), dimana didalamnya terdapat kegiatan industri pengolah
hasil-hasil pertanian, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan agroindustri
pertanian dimana investasi tampil sebagai nilai dasar pertimbangan usaha.
(Anonimous, 1994).
Dilihat dari prospektif yang lebih luas, pembangunan pertanian yang
berwawasan agroindustri pada dasarnya merupakan upaya untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui adanya peningkatan kesejahteraan bagi
masyarakat desa. Untuk mendukung hal tersebut diatas, tolak ukur yang menjadi
prasyarat bagi terwujudnya yang dikehendaki adalah perolehan nilai tambah yang
tinggi, terdorongnya investasi kearah pedesaan, menguatnya ekonomi pedesaan
yang tuimbuh dari bawah, kualitas sumberdaya manusia serta berkembangnya
teknologi tepat guna.
Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang antara lain
meningkatkan produksi pangan menuju swasembada karbohidrat, memperbaiki
tingkat hidup petani dengan cara maningkatkan pendapatan dengan menambah
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu sifat dari produk pertanian yaitu cepat busuk jika disimpan
terlalu lama, untuk itu perlu dilakukan pengolahan yang lebih lanjut agar produk
pertanian tersebut dapat memberikan nilai tambah dan produk tersebut akan
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada masih dalam bentuk asli (sebelum
diolah).
Agroindustri atau pengolahan hasil pertanian merupakan suatu sistem
yang saat ini belum banyak yang dapat menerapkan sistem tersebut, hal ini
dikarenakan modal, sarana dan prasarana yang belum memadai, lemahnya sistem
kelembagaan baik keuangan, informasi pasar dan tidak stabilnya harga antar
musim, dengan adanya agroindustri diharapkan banyak tenaga kerja yang terserap
didalamnya, mampu menyediakan bahan baku, peningkatan kualitas dan
kuantitas.
Tanaman pisang (Musaceae) di Indonesia banyak sekali jenisnya antara
lain pisang mas, pisang nangka, pisang tanduk, pisang ambon, pisang susu, pisang
kapok, pisang kapas, pisang raja, pisang awak dan lain-lain. Pengembangan
pisang merupakan salah atu program Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dalam
Penganekaragaman sumber pangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pisang
mempunyai kandungan gizi lengkap selain kaya kalsium, magnesium, fosfor, besi
serta kalsium selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C (Purweni, 2002).
Pisang awak sebagai salah satu poduk unggulan Kabupaten Pacitan
mempunyai tingkat produksi yang cukup tinggi, bahkan pada saat panen raya
yang cukup tinggi pada akhirnya busuk atau terbuang begitu saja, kondisi tersebut
dipercepat dengan proses penyimpanan yang dilakukan oleh petani dan pedagang
pada umumnya cukup sederhana yaitu hanya ditimbun pada tempat-tempat
kosong yang dimilikinya, dengan kondisi tersebut maka pengembangan
agroindustri berbasis pisang awak merupakan salah upaya yang memungkinkan
dalam upaya untuk memanfaatkan potensi produksi pisang awak sebagai produk
unggulan di Kabupaten Pacitan.
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirangkum
beberapa pokok permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.
1. Apakah agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan layak
secara ekonomi, teknis dan sosial ?
2. Seberapa besar nilai tambah dari kegiatan agroindustri berbasis pisang awak
di Kabupaten Pacitan ?
3. Bagaimana strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak
di Kabupaten Pacitan ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kelayakan agroindustri berbasis pisang awak di
Kabupaten Pacitan secara ekonomi, teknis dan sosial
2. Untuk mengetahui nilai tambah dari kegiatan agroindustri berbasis pisang
awak di Kabupaten Pacitan
3. Untuk menyusun strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah
Sebagai salah satu bahan pertimbangan dan informasi dalam membuat
keputusan dan kebijaksanaan dalam pengembangan agroindustri berbasis
pisang awak
2. Bagi petani dan pengusaha
Sebagai bahan pertimbangan pola pengembangan agroindustri pisang awak
yang tepat dalam upaya meningkatkan nilai tambah komoditi pisang bagi
peningkatan pendapatan petani.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang memperdalam atau mengkaji
masalah pisang dan pola pengembangan agroindustri berbasis sumberdaya
lokal
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Pacitan pada tahun 2008
dengan periode data yang digunakan tahun 2007 – 2008. Fokus dalam penelitian
ini antara lain :
1. Agroindustri yang diteliti adalah industri yang mengolah hasil pertanian
berbasis pisang awak untuk menjadikan produk olahan.
2. Penelitian dilakukan untuk menganalisis nilai tambah produk dan mengkaji
kelayakan agroindustri berbasis pisang awak ditinjau dari aspek ekonomi,
3. Rumusan akhir hasil penelitian adalah berupa strategi pengembangan usaha
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Tarigan (2007). Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan
Agroindustri Pisang Di Kabupaten Lumajang. Agroindustri merupakan kegiatan
yang berperan menciptakan nilai tambah. Optimalisasi nilai tambah dicapai pada
pola industri yang berintegrasi langsung dengan usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian. Tulisan ini bertujuan menganalisis seberapa besar peranan
agroindustri keripik pisang di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dalam
menghasilkan nilai tambah dan pelaku-pelaku yang berperan dalam proses
pertambahan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tambah secara
kuantitatif terdapat pada mata rantai kedua (proses produksi utama, perakitan,
pengemasan dan menejemen mutu) merupakan besaran laba yang diterima
pengusaha pada skala usaha industri. Nilai tambah yang tidak dapat dihitung
secara numerik meliputi peluang kerja, peningkatan keterampilan pekerja dan
pengusaha, jaringan usaha dan akses pada beragam pendidikan, teknologi dan
peluang pasar yang terakumulasi menjadi suatu investasi berharga di tingkat
individu maupun daerah.
Antarlina dan Umar (2007). Mengenai Teknologi Pengolahan Komoditas
Unggulan Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Lahan Lebak. Komoditas
unggulan lahan lebak diantaranya adalah ubi-ubian dan hortikultura. Peningkatan
produksi perlu diikuti penyediaan teknologi pengolahan guna mengantisipasi
beberapa teknologi pengolahan komoditas unggulan yang diharapkan dapat
mendukung pengembangan agroindustri di lahan lebak. Komoditas unggulan
lahan lebak antara lain: ubi nagara, ubi alabio, waluh, mangga, pisang, kacang
tanah, kacang nagara dan biji bunga teratai. Teknologi pengolahan untuk
masing-masing komoditas sangat spesifik, karena komoditas tersebut mempunyai
karakteristik yang berbeda.
Ubi nagara dan ubi alabio dapat diolah menjadi keripik dan tepung serta
produk tepungnya. Waluh diolah menjadi dodol, saos dan tepung serta produknya.
Buah mangga yang terdapat di lahan lebak jenisnya cukup banyak, namun pada
dasarnya prinsip pengolahnnya sama antara lain: sari buah, sirup, dodol, puree,
manisan dan asinan. Buah pisang dapat diolah menjadi keripik, sari buah, saos
dan tepung (serta produknya). Teknologi pengolahan kacang tanah adalah kacang
asin dan kacang tanah lemak rendah, sedangkan kacang nagara lebih bervariasi
(tempe, susu, kecap). Pengembangan pengolahan perlu didukung oleh penyediaan
peralatan dan peningkatan pengetahuan SDM (sumber daya manusia) khususnya
yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan agroindustri.
Pengembangan teknologi pengolahan merupakan salah satu alternatif
penganekaragaman produk sebagai penunjang agroindustri yang sesuai untuk
tingkat pedesaan dan meningkatkan nilai tambah komoditas. Di samping itu
dengan lebih beragamnya produk olahan diharapkan dapat mendukung program
Suprihatini, Drajat dan Fajar (2004). Mengenai Kebijakan Percepatan
Pengembangan Industri Hilir Perkebunan. Tujuan penelitian ini antara lain : (a)
untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh kuat terhadap percepatan
pengembangan industri, dan (2) untuk menyusun kebijakan percepatan
pengembangan industri hilir perkebunan untuk masa 5 – 10 tahun mendatang.
Hasil penelitian antara lain : (a) faktor yang berpengaruh terhadap
percepatan pengembangan industri hilir perkebunan yakni penerapan kebijakan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen; insentif investasi; penerapan kebijakan
harmonisasi tarif bagi produk hilir dan bahan bakunya; konsistensi dukungan
pemerintah; efisiensi biaya produksi; jaminan keamanan investasi; penelitian
pasar; kualitas bahan baku dan bahan penolong; respon sosial; dan supply chain management dan infrastruktur, (b) faktor yang berpengaruh terhadap percepatan industri hilir perkebunan yaitu PPN, insentif investasi, harmonisasi tarif, dan
konsistensi dukungan pemerintah, yang merupakan faktor kunci karena memiliki
pengaruh total yang tertinggi namun ketergantungannya pada faktor lain yang
rendah, (c) skenario yang paling mungkin terjadi di masa 5 – 10 tahun mendatang
adalah skenario dimana akan terjadi kondisi PPN akan tetap dipungut seperti
sekarang atau tidak ada perubahan terhadap kebijakan PPN (status quo), insentif investasi akan diberlakukan, harmonissai tarif akan diberlakukan, dan konsistensi
dukungan dari pemerintah akan sulit ditebak karena tergantung pada siapa
presidennya bahkan sampai mengarah pada kondisi inkonsistensi dukungan
Susilowati, Bonar, Sinaga, Wilson, Limbong, dan Erwidodo (2007).
Mengenai Dampak Kebijakan Ekonomi Di Sektor Agroindustri Terhadap
Kemiskinan Dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Di Indonesia Analisis
Simulasi dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Penelitian bertujuan untuk
menganalisis dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap
kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis menggunakan
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang didegrasi ke dalam agroindustri
makanan dan non makanan. Analisis kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah
tangga menggunakan data SUSENAS.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor,
investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat
kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga, sedangkan
kebijakan peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah di sektor
agroindustri kurang memberikan dampak positif. Kebijakan ekonomi di sektor
agroindustri nonmakanan berdampak lebih besar dalam menurunkan tingkat
kemiskinan.
Keterkaitan hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan
Tabel 1. Mapping Hasil Penelitian Terdahulu
NO. NAMA PENELITI
(Tahun)
FOKUS PENELITIAN POSISI PENELITIAN INI
Menjadikan salah satu dasar hasil penelitian terdahulu terhadap :
- Posisi nilai tambah yang diterima pengusaha agroindustri
- Dampak dari nilai tambah baik terhadap peluang kerja, peningkatan keterampilan pekerja dan pengusaha, jaringan usaha dan akses pada beragam pendidikan, teknologi dan
Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada
- Kelayakan dari teknologi dalam upaya peningkatan nilai tambah secara
ekonomi, teknis dan sosial
- Peningkatan teknologi merupakan salah satu
Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor internal dan ekternal dalam upaya pengembangan nilai tambah melalui
Tabel 1. Lanjutan
NO. NAMA PENELITI
(Tahun)
FOKUS PENELITIAN POSISI PENELITIAN INI
Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada dampak pengembangan agroindustri pisang terhadap peningkatan nilai tambah secara ekonomi bagi pengusaha, pekerja maupun secara sosial yaitu peluang kerja dan
penumbuhan unit-unit usaha baru
2.2. Sistem Agribisnis
Menurut Arsyad (1985), yang dimaksud agribisnis adalah suatu kesatuan
kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi, pengolahan hasil dan yang ada hubungan dengan pertanian dalam hal ini
adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha
yang ditunjang dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 1991).
Definisi diatas menunjukkan bahwa pengertian agribisnis sangat luas
dengan beraneka ragam kegiatan yang dapat dilakukan tidak hanya berlangsung
sekitar usaha pertanian, melainkan juga mempunyai kaitan dengan kegiatan–
kegiatan diluar sektor pertanian. Kegiatan agribisnis tidak saja menyangkut
produksi pertanian tetapi juga meliputi usaha pengolahan, penyaluran dan
dimulai dari penyediaan prasarana dan masukan-masukan yang dibutuhkan untuk
produksi seperti pupuk, pengairan sampai pada penyampaian produksi kepada
konsumen (Kertasapoetra, 1985).
Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh mulai proses produksi,
mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan
pertanian. Para petani melaksanakan usahanya berdasarkan konsep agribisnis
sebab dengan dilaksanakan pertanian secara konsep agribisnis maka:
1. Usaha–usaha pertanian akan diperbaiki demi tercapainya peningkatan
produk.
2. Mutu–mutu produk akan diperbaiki guna memuaskan para konsumen.
3. Kualitas produk ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan–kebutuhan
konsumen (Soekartawi, 1991).
Usaha-usaha pertanian yang berkonsep pada agribisnis, bila tidak
dilaksanakan sejak sekarang maka besar kemungkinan keperluan–keperluan akan
produk pertanian dalam beberapa tahun lagi tidak akan dapat dipenuhi mengingat
jumlah pertambahan penduduk meningkat dengan cepat sedang produk–produk
yang dihasilkan tidak dapat lagi mengimbanginya. Agribisnis mencakup semua
kegiatan dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada kegiatan
tataniaga produk yang dihasilkan (Kartasapoetra, 1985).
Menurut Goldberg dan Davis (1957) yang pertama kali memperkenalkan
konsep agribisnis diuraikan sebagai berikut :
3. Sub–sistem keluaran (Output), yaitu agroindustri.
4. Sub–sistem pemasaran (Market), yaitu pembungkusan, distribusi dan
sebagainya
Keempat sub–sistem tersebut yang akan menetukan berhasil tidaknya
gerakan agribisnis. Setiap sub–sistem tersebut amat penting kaitannya satu dengan
yang lainya, sebab sistem agribisnis merupakan suatu urutan kegiatan yang
bekesinambungan, dengan kata lain keberhasilan pengembangan agribisnis sangat
tergantung kepada kemajuan–kemajuan yang dapat dicapai pada setiap sub–
sistem. Berhasil tidaknya suatu gerakan sub–sistem tergantung pada faktor–faktor
pendukungnya. Sukses tidaknya gerakan sub–sistem pengadaan dan penyaluran
sarana produksi akan tergantung kepada apakah semua input bisa tersedia tepat
waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat kualitas dan sesuai dengan daya beli petani
(Indrawan, 1996).
Lancar tidaknya sub–sistem proses produksi atau agroindustri akan
ditentukan oleh lancar tidaknya pengembangan agroindustri, pada sub–sistem
distribusi dan pemasaran tercakup berbagai usaha dalam mensukseskan
pemasaran hasil–hasil usaha tani dan agroindustri, baik untuk pasar domestik
maupun ekspor. Pada sub–sistem kelima dari sistem agribisnis adalah sub–sitem
penunjang maksudnya semua aktifitas yang bisa menunjang kelancaran kegiatan
keempat sub–sistem tersebut diatas (Anonymous, 1993).
Agribisnis di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dan dalam memberikan
sekitar 30 % kepada PDB Nasional atas harga konstan 1973, dan menampung
lebih dari 50 % penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja. Peranan agribisnis
tentunya lebih besar dari angka-angka tersebut, karena juga menvakup
sektor-sektor lain yang mempunyai keterkaitan atau berperan sebagai penunjang
kelancaran agribisnis. Peranan lainya adalah sebagai sumber penerimaan devisa
hasil ekspor komoditi pertanian yang mempunyai peranan penting dalam sektor
non-migas adalah karet, tembakau, kopi, the dan udang. Nilai ekspor komoditi ini
pada tahun 1983 berjumlah 32,5 % dari total nilai ekspor non-migas (Soeharjo,
1990).
Pada sistem agribisnis terdapat lima sifat manajemen yaitu :
1. Manajemen Produksi dan Operasi
2. Manajemen Finansial
3. Manajemen Sumber Daya Manusia
4. Manajemen Pemasaran
5. Manajemen Komunikasi dan Informasi.
Pembangunan sistem agribisnis dimaksudkan pembangunan yang
mengintegrasikan sektor pertanian (dalam arti luas) dengan pembangunan industri
dan jasa terkait dalam suatu kluster industri (industrial cluster) meliputi lima sub sistem yaitu agribisnis hulu, usahatani/ ternak, pengolahan, pemasaran dan jasa.
Pembangunan sistem agribisnis dapat dimaknai pembangunan seimbang dan
harmonis dari sub sistem : industri hulu, usahatani, industri hilir pertanian
(pengolahan dan pemasaran) dan sektor yang menyediakan jasa yang diperlukan
Gambar 1. Sistem Agribisnis (Saragih, 2001)
Sistem agribisnis selain mempunyai alat manajemen juga didukung oleh
lembaga penunjang yaitu instansi pemerintah dan swasta selain itu juga didukung
oleh sektor jasa dan lembaga penunjang yaitu Bank, KUD, Penyuluhan dan
Asuransi yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu :
1. Sub sistem I
Sektor input yang mana merupakan sub sistem pengadaan dan penyaluran
sarana produksi pertanian antara lain bahan baku, alat produksi dan
lain-lainnya.
2. Sub sistem II
Sektor usaha tani yang melalui produksi maka usaha tani menghasilkan
produk berupa bahan pangan, hasil industri, yang termasuk sektor usaha tani Lembaga Penghela
Sektor Jasa & Lembaga Penunjang
Bank, KUD, Penyuluhan, Asuransi
3. Sub sistem III
Sektor pengolahan yaitu merupakan kegiatan agroindustri mulai dari
penyediaan bahan baku sampai menghasilkan produk akhir.
4. Sub sistem IV
Sektor pemasaran yaitu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
produksi, penentuan harga, promosi dan tempat guna memasarkan produk.
5. Sub sistem V
Sektor konsumen yaitu untuk memasarkan produksi yang dihasilkan maka
seorang produsan harus mengetahui perilaku konsumen.
2.3. Agroindustri dan Lingkupnya
Pengertian agroindustri dalam arti luas (White, 1989) meliputi :
1. Industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan produk pertanian
primer, yaitu :
a. Industri hulu/industri pengolahan input pertanian (pupuk, pestisida, alat
pertanian,mesin yang langsung dipakai dalam sektor pertanian dan
sebagainya). Industri ini tidak selalu berada dipedesaan dan biayanya
relatif padat modal dan berskala besar.
b. Industri hilir/industri pengolahan hasil pertanian.
2. Industri agrikultur yaitu bentuk–bentuk organisasi produk primer yang
mengarah pada organisasi industri. Kategori ini tidak termasuk dalam
pengolahan. Industri agrikultur ini mempunyai dua tipe yaitu (a).
Perkebunan Besar dan (b), Contract Farming dengan model inti rakyat. Menurut Soeharjo (1991), menjelaskan bahwa agroindustri salah satu
cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian.
Apabila pertanian menghasilkan produk primer, maka kaitanya dengan industri
berlangsung kebelakang (Backward Linkage) dan kedepan (Forward Linkage). Agroindustri yang melakukan kegiatan penanganan dan pengolahan produk
primer disebut agroindustri hilir (Downstream). Dari sini nampak bahwa dalam agroindustri sektor pertanian dan sektor industri harus lahir sebagai satu kesatuan
(Integrated). Agroindustri merupakan sub sistem dari pada agribisnis.
Menurut Austin dalam Soeharjo (1981), Kaitan dengan sektor pertanian
yang dimaksud umumnya dibatasi pada kaitan langsung, hal ini sesuai dengan
pendapat bahwa semakin lanjut proses pengolahan berlangsung, maka akan
semakin jauh kedudukannya dari pengertian agroindustri dan lebih tepat apabila
disebut non agroindustri.
Kegiatan agrindustri atau industri pertanian mencakup semua kegiatan
yang dimulai dengan pengadaan bahan baku dan pengolahan. Jadi agroindustri
merupakan kegiatan yang meliputi pengadaan bahan baku sampai pada
pengolahannya menjadi produk lain.
Agroindustri adalah salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan
erat dan langsung dengan pertanian, kaitan antara pertanian dengan agroindustri
yaitu kaitan ke belakang dan ke depan. Kaitan ke belakang karena pertanian
pada sektor pertanian. Sedangkan kaitan ke depan berlangsung karena sifat produk
pertanian yang sangat tergantung pada musim, menyita banyak ruang untuk
penyimpanan dan mudah rusak.
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam agroindustri penangananya ada yang
bersifat tanpa mengubah struktur asli dari produk tersebut, misalnya pembersihan,
pengawetan, transportasi, penyimpanan. Adapula kegiatan pengolahan yang
segera dilaksanakan setelah produk dipanen misalnya pengolahan daun pucuk teh
menjadi teh, penggilingan tebu, pengolahan susu, pembuatan ikan asin dan
sebagainya. Pengolahan lebih lanjut produk-produk pertanian berakhir dengan
mengubah sifat asalnya , misalnya pengolahan kedelai menjadi kecap, nira
menjadi gula merah.
Konsep Agroindustri menurut Soeharjo (1991) , adalah salah satu cabang
dari industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Sektor
pertanian dan saktor industri harus dilihat sebagai satu kesatuan . Gangguan pada
salah satu sektor, misalnya tidak tersedianya input dapat mengganggu kelancaran
kegiatan di tingkat produksi primer yang selanjutnya berakibat kepada gangguan
kelancaran kegiatan pada industri pengolahan.
Agroindustri merupakan industri sekunder atau industri dengan tingkatan
lebih lanjut, dengan komoditas pertanian sebagai bahan baku utamanya, apabila
pada produksi pertanian kendali berada pada unsur–unsur alami, maka pada
agroindustri kendali sentral ada pada manusia dan perangkat teknologi serta
institusi sebagai hasil rekayasanya. Secara spesifik, agroindustri dapat diartikan
hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dam perikanan, serta
industri kehutanan. Sementara itu industri pupuk, obat–obatan pertanian alat dan
mesin petanian merupakan industri pendukung bagi industri pengolahan
hasil-hasil pertanian. Implikasi dari pandangan diatas adalah pengembangan agroindusri
tidak terlepas dari pengembangan keseluruhan sistem ekonomi, terutama
pengembangan sistem agribisnis (Muslimin, 1994).
Menurut Adi (1994), agroindustri merupakan sektor yang sangat
potensial dan perlu dikembangkan karena merupakan jembatan transformasi
antara pertanian dan industri, dalam membangun industri yang maju dan
pertanian yang tangguh, agroindustrilah yang diharapkan dapat mempercepat
terjadinya struktur ekonomi yang seimbang. Perkembangan agroindustri
diharapkan dapat meningkatkan permintaan dan memberikan nilai tambah hasil
pertanian, dimana saat ini masyarakat banyak yang menggantungkan nasibnya
pada sektor ini.
Petani yang melakukan usaha agroindustri selain harus memikirkan
bagaimana harus menghasilkan produk sampai memasarkanya juga harus prinsip
yang digunakan dalam agroindustri. Adapun prinsip ekonomis menurut
Soekartawi (1986) diantaranya adalah :
1. Prinsip Keunggulan Komparatif
Adapun perbedaan faktor fisik terutama kesuburan , iklim , topografi
dan suhu maka jenis tanaman yang diusahakan disetiap daerah tidak sama.
Satu tanaman yang memberikan keuntungan didaerah lainya karena adanya
yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih menguntungkan. Prinsip ini
merupakan dasar mengapa ada spesialisasi suatu hasil produksi dari
tanaman cocok untuk diolah menjadi produk lain yang mempunyai nilai jual
lebih tinggi. Beberapa faktor yang merubah keunggulan komparatif adalah
pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi, perubahan
biaya produksi dan harga dari berbagai komoditi usahatani, perubahan biaya
angkutan bila jalan diperbaiki atau rusak, perbaikan kualitas lahan,
pengembangn produk substitusi yang lebih murah.
2. Prinsip Pemilihan Cabang Usaha
Prinsip ini mengatakan bahwa suatu cabang usaha dipertimbangkan
dalam perencanaan agroindustri selama sumbangan yang diharapkan
terhadap pendapatan bersih melebihi biaya yang diluangkan dari
sumberdaya yang mereka gunakan, dalam menerapkan prinsip ini perlu
diberikan kelonggaran untuk hubungan–hubungan antar cabang usaha.
Beberapa cabang usaha dapat saling bersaing dalam menggunakan
sumber daya, hal ini terjadi bila petani tidak mempunyai cukup tenaga kerja
untuk memanen dua tanaman yang berbeda pada waktu bersamaan.
Persaingan ini dapat dihilangkan dengan cara menyesuaikan perencanaan
tanaman dan waktu tanam. Prinsip pemilihan cabang usaha ini sangat
2.4. Keterkaitan Antara Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian Dalam Agroindustri
Pendekatan tradisional memandang keterkaitan pertanian dengan industri
adalah sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku industri, penyediaan tenaga
kerja yang dianggap berlimpah dan tempat pengolahan hasil industri, dalam
hubungannya terhadap agroindustri keterkaitan antara pertanian dan industri perlu
dilihat dari interaksi teknologi padat modal dan tenaga kerja dalam kedua sektor
tersebut. Dimana hasil produksi pertanian merupakan input bagi industri yang
mengolah hasil-hasil pertanian, demikian juga sebaliknya hasil industri juga
banyak digunakan untuk pelaksanaan usahatani yang akan dilakukan, misalnya
penggunaan traktor, sabit, cangkul yang merupakan hasil industri yang digunakan
dalam usahatani.
Pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat. Setiap proses pembangunan membutuhkan sumberdaya alam, sumber
daya manusia dan manajerial untuk mencapai tujuannya, dalam kerangka
pemikiran demikian pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi sangat
penting untuk mengoptimalkan manfaat.
Pentahapan pembangunan dalam lingkup mikro yang terimplementasi
dalam proyek-proyek pembangunan secara sektoral menjadi sangat berarti.
Perencanaan, pelaksanaan sampai pada suatu proyek pembangunan harus
dilaksanakan secara teliti. Perencanaan yang baik merupakan modal yang
berharga bagi tercapainya tujuan yang diinginkan, dalam kaitan tersebut fungsi
penting untuk dilaksanakan pada setiap proyek pembangunan yang berdampak
luas (Wibowo, 1996).
Menurut Gittinger (1986), menjelaskan bahwa apabila pembangunan dapat
digambarkan sebagai suatu kemajuan dengan banyak dimensi (waktu, ruang,
sosiokultural, finansial dan ekonomi) maka proyek dapat dilihat sebagai satu
kesatuan ruang/tempat dan waktu, masing-masing dengan nilai finansial, ekonomi
dan dampak sosial, yang tergabung dalam suatu kesatuan.
Proyek adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber
daya untuk memperoleh keuntungan dan manfaat (Gittinger, 1986) menyatakan
bahwa proyek merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan
dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dangan menggunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan manfaat (benefit).
Soekartawi (1989) ada tiga aspek yang penting dalam melaksanakan suatu
proyek, yaitu :
1. Adanya modal dan sumber daya (investasi)
2. Adanya upaya memaksimumkan keuntungan
3. Adanya waktu (lamanya proyek yang telah ditentukan).
Menurut Choliq, (1993) yang dhitung sebagai biaya atau pengeluaran
proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan proyek guna mendatangkan
penghasilan dimasa yang akan datang. Arus biaya ini antara lain investasi dan
biaya operasional serta biaya pemeliharaan. Investasi dalam proyek pertanian
merupakan kegiatan yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi
periode tertentu. Investasi ini dikeluarkan sehubungan dengan keperluan selama
usia proyek misalnya biaya kontruksi dan peralatan, penanaman modal pohon dan
biaya modal kerja. Investasi ini diharapkan memberi manfaat dalam jangka waktu
yang cukup lama. Biaya operasional dan biaya pemeliharaan merupakan biaya
yang dikeluarkan sehubungan dengan pelaksanaan proyek, antara lain adalah
biaya rutin selama umur ekonomis proyek.
Agroindustri adalah industri yang mengolah hasil-hasil pertanian, mulai
dari pengolahan yang mengubah hasil panen menjadi produk yang dapat
diperdagangkan hingga menjadi produk yang bahan bentuk bakunya tidak terlihat
lagi (Soekartawi, 1991). Pengembangan agroindustri seringkali dihadapkan pada
berbagai masalah, salah satu diantaranya adalah penyediaan bahan baku yang
cukup dan kontinyu.
Penyediaan bahan baku ini, baik bahan baku yang berasal dari dalam
negeri maupun yang berasal dari luar negeri, perlu tersedia dalam jumlah yang
cukup dan kontinyu, khusus industri pengolahan yang menggunakan bahan baku
pertanian, dalam kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia, upaya
reorganisasi sumberdaya untuk mengatasi resiko ketidakstabilan harga dan
produksi ini dilakukan dengan cara diversifikasi, dalam tingkat usahatani,
diversifikasi telah ditekankan untuk menghindari faktor resiko dan ketidakpastian,
baik terhadap produksi maupun harga, dan memaksimumkan sumberdaya
sehingga pada akhirnya pendapatan pengusaha dapat ditingkatkan (Soekartawi,
Usaha pengolahan hasil pertanian akan memberikan beberapa keuntungan
antara lain (Aziz, 1993) :
1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil pertanian.
2. Meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian.
3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian, baik dalam bentuk segar
maupun dalam bentuk hasil olahan.
4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian.
5. Mempermudah penyimpanan dan pengangkutan produk pertanian
2.5. Studi Kelayakan
Istilah studi kelayakan atau feasibility study saat ini sudah banyak dikenal masyarakat. Hal ini karena istilah tersebut sering dimuat dalam surat
kabar, majalah serta pembicaraan sehari-hari. Bahkan saat ini banyak perguruan
tinggi yang telah memberikan mata kuliah studi kelayakan.
Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajagan dari
suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha
tersebut dilaksanakan.Studi kelayakan dalam arti yang luas telah timbul jauh
sebelum berkembangnya perekonomian modern (Bachrawi, 2000).
Yang dimaksud dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang
dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Adapun tujuan
dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjutan penanaman
modal yang besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Suad,
Proyek adalah suatu keseluruhan aktifitas yang menggunakan
sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktifitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil diwaktu yang akan
datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu
unit (Kadariah, 1988), sedangkan menurut Clive (1993), Proyek adalah
kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan
dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit.
Menurut Soekartawi (1987), ada tiga aspek penting dalam melakukan
suatu proyek yaitu :
1. Adanya modal dan sumberdaya (investasi).
2. Adanya upaya memaksimalkan keuntungan
3. Adanya waktu (lamanya) proyek yang telah ditentukan.
Selain itu hal-hal yang perlu diketahui dalam studi kelayakan suatu
proyek adalah :
1. Ruang lingkup kegiatan proyek, disini dijelaskan pada bidang apa proyek
akan diusahakan.
2. Cara-cara proyek dilakukan, disini ditentukan proyek dikerjakan sendiri atau
dikerjakan pada pihak lain.
3. Evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan berhasilnya seluruh
proyek.
4. Sarana yang diperlukan oleh proyek menyangkut bukan hanya kebutuhan
seperti faktor produksi, tenaga kerja dan sebagainya. Tetapi termasuk
5. Hasil kegiatan proyek serta biaya yang harus ditanggung untuk memperoleh
hasil.
Gittinger (1986) menekankan betapa pentingnya memperhatikan
aspek-aspek lain yang erat hubungannya dengan segala aspek-aspek yang mempengaruhi
keberhasilan suatu proyek. Ada enam aspek yang perlu diperhatikan dalam
melakukan suatu evaluasi proyek yaitu :
1. Aspek teknis adalah aspek yang menyangkut kaitan antara input dan output
daripada barang-barang dan jasa-jasa yang digunakan serta dihasilkan dalam
suatu proyek.
2. Aspek kelembagaan dan manajemen merupakan kunci sukses atau gagalnya
suatu proyek. Ditunjukan pada kemampuan staf dari pada proyek untuk
menjalankan administrasi pada kegiatan proyek.
3. Aspek sosial menyangkut perlunya mempertimbangkan pola dan
kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek.
4. Aspek komersial merupakan usaha-usaha pemasaran hasil produksi yang
bersangkutan dan supply bahan-bahan serta jasa yang diperlukan untuk mulai membangun dan menjalankan proyek.
5. Aspek finansial yaitu mengenai keuntungan pendapatan yang diperoleh
suatu proyek, hal ini berhubungan dengan persoalan apakah proyek yang
bersangkutan akan sanggup menjamin dana yang dibutuhkan serta sanggup
membayarnya kembali dan apakah proyek tersebut bisa menjamin
6. Aspek ekonomi mencakup pertimbangan apakah proyek tersebut akan
membantu pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan apakah
kontribusinya cukup besar hingga penggunaan sumber-sumber produksi
langka yang dibutuhkan bisa dibenarkan.
Dalam ilmu evaluasi proyek pembahasan analisis proyek ini lebih
menitikberatkan pada analisis aspek finansial dan aspek ekonomisnya, akan tetapi
aspek-aspek lainnya juga harus diperhatikan. Analisis ekonomis dan analisis
finansial yang dimaksud yaitu :
1. Analisis Ekonomis adalah suatu analisis yang melihat suatu kegiatan
proyek dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian yang
perlu diperhatikan didalam analisis ekonomis ini adalah hasil total atau
produktivitas suatu proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara
keseluruhan.
2. Analisis Finansial adalah analisis yang melihat suatu proyek dari sudut
lembaga-lembaga atau badan-badan yang mempunyai kepentingan langsung
dalam proyek atau yang menginvestasikan modalnya kedalam proyek.
Unsur-unsur yang berlainan didalam analisis ekonomis dan analisis
finansial adalah sebagai berikut :
1. Didalam Analisis Ekonomis
a. Harga yang dipakai pedoman adalah shadow price atau accountuing price.
c. Besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang
input.
d. Besarnya bunga modal biasanya tidak dipisahkan atau dikurangkan dari
hasil kotor.
2. Didalam Analisis Finansial
a. Harga yang dipakai pedoman adalah harga pasar (market price)
b. Pembayaran pajak dianggap sebagi biaya di dalam proyek, sehingga
perlu diperhitungkan, atau dipakai untuk mengurangi benefit.
c. Besarnya subsidi yang diberikan dipakai sebagai mengurangi atau akan
meringankan biaya proyek, sehingga akan merupakan benefit.
d. Didalam pembayaran bunga modal dalam analisis finansial dibedakan
sebagai berikut :
- Bunga yang dibayarkan orang-orang atau lembaga dari luar yang
meminjamkan uangnya (kreditor) kepada proyek maka bunga
tersebut dianggap sebagai biaya (cost).
- Untuk bunga atas modal sendiri yang digunakan dalam proyek tidak
dianggap sebagai cost, melainkan sebagai profit (Pudosumarto, 1991).
Dalam melakukan evaluasi suatu proyek yang akan atau yang telah
didirikan perlu diketahui indikator keberhasilan dari proyek tersebut. Ada lima
1. R/C Ratio
Dengan diketahui penerimaam, biaya produksi serta besarnya pendapatan,
maka seorang pengusaha dapat melakukan analisa efisiensi usahanya
dengan menggunakan analisis R/C ratio, yang dirumuskan dengan :
TR
R/C ratio =
TC
Keterangan :
TR : Total Penerimaan (Rp)
TC : Total Biaya (Rp)
Analisis ini menunjukkan tingkat efisien ekonomi dan daya saing dari
produksi yang dihasilkan. Dari hasil perbandingan akan didapat :
R/C > 1, usaha efisiensi dan menguntungkan
R/C = 1, usaha tidak efisien dan tidak merugikan
R/C < 1, usaha tidak efisien dan merugikan
2. Titik Impas (Break Even Point)
Analisis titik impas adalah suatu cara atau teknik yang digunakan
oleh manajer perusahaan untuk mengetahui pada volume (jumlah) penjualan
atau volume produksi berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak
menderita kerugian dan tidak pula memperoleh laba. Kondisi tersebut akan
sasaran dan tujuan perusahaan. Kegunaan lainnya dari analisis titik impas
antara lain :
a. Sebagai dasar merencanakan kegiatan operasional dalam usaha untuk
mencapai laba tertentu atau sebagai profit planning
b. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasional yang sedang
berjalan yaitu alat kontrol antara realisasi dengan angka-angka dalam
perhitungan titik impas. Jadi dalam hal ini alat analisis titik impas
sebagai alat pengendalian ”controling”.
c. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual
d. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh seorang manajer dalam menjalankan perusahaan.
Menurut Soekartawi (1987), analisis titik impas sebenarnya banyak
dipakai pada analisis budgeting dalam ekonomi perusahaan dalam evaluasi proyek, analisis titik impas ini juga sering dipakai atau paling tidak dipakai
sebagai dasar perkiraan dalam melakukan evaluasi dari suatu proyek.
Dengan demikian perbandingan antara manfaat dan biaya (benefit/cost ratio) atau jumlah penerimaan biaya (return/cost ratio) adalah sebenarnya juga didasarkan pada analisis titik impas. Titik impas (BEP) adalah suatu
titik yang menunjukkan jumlah penerimaan yang tepat sama dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian tidak ada untung dan tidak ada
rugi, secara hipotesis titik impas ada 4 variabel yaitu variabel biaya tetap,
biaya variabel, total biaya dan total penerimaan dan penjelasan setiap
a. Biaya tetap adalah besarnya biaya yang besaranya tidak dipengaruhi
oleh besar kecilnya volume produksi. Dengan demikian yang
digolongkan sebagai biaya tetap adalah sewa tanah, nilai bangunan dan
sebagainya dengan satuan rupiah.
b. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besar
kecilnya volume produksi. Makin besar produksi makin besar pula biaya
variabel. Biaya variabel merupakan biaya operasional dalam suatu usaha
termasuk biaya taktis perusahaan. Contoh biaya operasional ini adalah
biaya sarana produksi, biaya panen, biaya angkut dan sebagainya
dengan satuan rupiah.
c. Total biaya adalah penjumlahan dari biaya variabel dengan biaya
variabel tetap dengan satuan rupiah.
d. Total penerimaan adalah besarnya penerimaan yang diperoleh dari suatu
investasi dengan satuan rupiah.
e. BEP merupakan suatu cara atau teknik untuk mengetahui pada volume
penjualan atau volume produksi berapa suatu usaha tidak mencapai rugi
atau laba dengan rumusan :
Perhitungan yang digunakan untuk mencari BEP atas dasar unit
produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Perhitungan yang digunakan untuk mencari BEP atas dasar unit rupiah
BEP (Q) = TFC
Dimana :
BEP (Q) = Break Event Point / Titik impas Dalam Unit
BEP (Rp) = Break Event Point / Titik impas Dalam Rupiah
VC = Biaya tidak tetap (Rp).
FC = Biaya tetap (Rp).
P = Harga jual per unit (Rp).
TR = Penerimaan total (Rp)
2.6. Analisis Nilai Tambah
Kebijakan pembangunan perkebunan yang mengarah pada peningkatan
nilai tambah pada produk primer dan berlangsung di daerah sentra produksi
diharapkan akan mampu memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
dari petani itu sendiri.
Struktur agribsinis yang bersifat dispersal atau tersekat-sekat sangat tidak
kondusif untuk menciptakan sistem agribisnis berdaya saing tinggi yang mampu
merespon dinamika pasar secara efektif dan efisien. Hal ini karena pada struktur
agribisnis demikian tidak terjadi keterkaitan fungsional diantara para pelaku
agribisnis (Simatupang, 1999). Kondisi tersebut diperlukan penataan struktur
agribisnis dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas pertanian.
Simatupang (1997) berpendapat bahwa penataan tersebut haruslah mengarah
kepada pembentukan Unit Agribisnis Industrial. Sebagai langkah awal pragmatis
BEP (Rp) TFC
penataan struktur agribisnis tersebut dapat dilakukan dengan mengarahkan
BUMN untuk bertindak sebagai pelopor (Kasryno, 1997). Sedangkan karakteristik
utama yang harus ada pada setiap Unit Agribisnis adalah (Simatupang, 1997):
1. Seluruh fungsi yang diperlukan untuk memproduksi, mengolah dan
memasarkan produk pertanian dapat dipenuhi dan setiap unit agribisnis
haruslah lengkap secara fungsional.
2. Seluruh komponen atau pelaku agribisnis melaksanakan fungsinya secara
harmonis dan dalam satu kesatuan tindakan. Dengan kata lain kegiatan yang
dilakukan oleh setiap pelaku agribisnis harus saling terkait secara
fungsional.
3. Hubungan diantara seluruh pelaku agribisnis terjalin langsung melalui ikatan
institusional.
4. Kelangsungan hidup dan perkembangan usaha pada masing-masing pelaku
agribisnis saling tergantung sama lain.
5. Setiap pelaku agribisnis saling membantu satu sama lain demi kepentingan
bersama.
Penataan struktur agribisnis yang mengarah kepada lima kondisi tersebut
sudah diupayakan pemerintah melalui pengembangan berbagai program kemitraan
usaha diantara para pelaku agribisnis. Dengan mekanisme tersebut maka
kemitraan yang dikembangkan tidak hanya berguna untuk menciptakan kaitan
fungsional antara petani dan perusahaan inti tetapi juga meningkatkan nilai
perusahaan inti. Kemitraan tersebut juga merupakan media untuk mendorong
pemerataan pendapatan (Erwidodo,1996).
Menurut Sulistyowati dan Wahyudi (1999), produksi dan mutu akhir
produk olahan merupakan resultante dasar seluruh usaha mulai dari penggunaan
sarana produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran sampai penanganan
produk di tingkat konsumen dalam bentuk agroindustri yang dapat meningkatkan
pendapatan petani dari hasil nilai tambah dari suatu proses produksi dan juga
dapat meningkatkan motivasi petani dalam pengembangan perkebunan rakyat
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah adalah melakukan
diversifikasi baik secara vertikal maupun horizontal pada perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan pertanian untuk memajukan komoditas apa yang
mempunyai nilai tambah yang lebih dari produk pertanian. Nilai tambah diperoleh
dari proses pengurangan biaya bahan baku ditambah dengan biaya input tidak
termasuk tenaga kerja, dirumuskan : (Simatupang, 1990)
NT = P – ( B + V )
Dimana :
NT : Nilai Tambah (Rp / Kg )
P : Nilai Produksi ( Rp /Kg)
B : Nilai Bahan Baku ( Rp /Kg)
2.7. Strategi Di Tingkat Unit Bisnis (Strategic Business Units)
Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing, Dengan
demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut
harus ada atau tidak ada (Rangkuti, 2000).
Perusahaan yang menghasilkan berbagai jenis produk, akan bersaing di
berbagai tingkatan bisnis atau pasar, dengan demikian strategi bisnisnya dapat
ditekankan pada Strategic Business Units (SBU), pada prinsipnya SBU memiliki karakteristik sebagai berikut (Rangkuti, 2000) :
1. Memiliki misi dan strategi
2. Menghasilkan produk atau jasa yang berkaitan dengan misi dan strategi
3. Menghasilkan produk atau jasa secara spesifik
4. Bersaing dengan pesaing yang telah diketahui dengan jelas.
Strategic Business Units (SBU), merupakan strategi yang meliputi satu atau lebih devisi, lini produk atau berupa satu jenis produk dimana mulai dari
sekadar alat untuk mencapai tujuan kemudian berkembang menjadi alat
menciptakan keunggulan bersaing dan selanjutnya menjadi tindakan dinamis
untuk memberi respons terhadap kekuatan-kekuatan internal dan eksternal, sampai
menjadi alat untuk memberikan kekuatan motivasi pada tiang pegangan
(stakeholder) agar perusahaan tersebut dapat memberikan kontribusi secara optimal (Steiner, 1977). Menjelang akhir abad ke-20, konsep strategi berubah
menjadi pemahaman keinginan konsumen di masa yang akan datang dengan
memperhatikan konsep dinamik dan pengembangan perencanaan strategis untuk
Konsep kompetensi inti adalah sekumpulan ketrampilan dan teknologi dan
bukan satu ketrampilan atau teknologi yang berdiri sendiri (Garvin, 1994). Untuk
memiliki kompetensi inti, perusahaan harus memiliki tiga kriteria :
1. Nilai bagi pelanggan (customer perceived value), yaitu ketrampilan yang memungkinkan suatu perusahaan menyampaikan manfaat yang fundamental
kepada pelanggan.
2. Diferensiasi bersaing (competitor diferentiantion), yaitu kemampuan yang unik dari segi daya saing, Jadi ada perbedaan antara kompetensi yang
diperlukan dan kompetensi pembeda. Tidak layak menganggap suatu
kompetensi sebagai inti jika dia ada dimana-mana atau dengan kata lain
mudah ditiru oleh pesaing.
3. Dapat diperluas (extendability), karena kompetensi inti merupakan pintu gerbang menuju pasar masa depan, kompetensi ini harus memenuhi kriteria
manfaat bagi para pelanggan dan keunikan bersaing. Selain itu kompetensi
inti harus dapat diperluas sesuai dengan keinginan konsumen masa depan.
Dengan demikian kompetensi tidak menjadi usang meskipun kompetensi
inti mungkin saja kehilangan nilainya sepanjang waktu.
Struktur industri atau agribisnis yang dilakukan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menentukan aturan permainan persaingan selain juga strategi
yang secara potensial tersedia dalam usaha yang dilakukannya. Pokok-pokok
perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan usaha yang dilakukan dengan
lingkungannya, untuk mencapai keberhasilan dalam persaingan agribisnis,
organisasi selanjutnya dilakukan “Analisa Eksternal” yang meliputi lingkungan
umum : lingkungan usaha agribisnis dan lingkungan operasi kemudian dilakukan
analisa dan diagnosis internal. Analisa yang digunakan untuk menganalisa adalah
analisis SWOT. Hasil pendekatan SWOT digunakan sebagai dasar (strategi
umum) untuk merencanakan pengembangan agroindustri berbasis pisang awak di
Kabupaten Pacitan. Adapun tahapan analisis pada perencanaa strategis, antara
lain:
1. Analisis Eksternal
Merupakan situasi dan kondisi yang berada diluar usaha secara langsung
mempengaruhi kinerja perusahaan. Analisis dan diagnosis lingkungan
memberikan kesempatan bagi strategi untuk mengantisipasi peluang dan membuat
rencana untuk melakukan tanggapan pilihan terhadap peluang ini, hal ini juga
membantu perencana strategi untuk mengembangkan sistem peringatan dini untuk
menghindari ancaman atau mengembangkan strategi yang dapat mengubah
ancaman menjadi keuntungan perusahaan (Jauch dan Glueck, 1994).
Lingkungan eksternal yang mempengaruhi perusahaan dapat dianalisis
Lingkungan Jauh
Gambar 2. Lingkungan Eksternal Perusahaan (Pearce dan Robinson, 1991)
a. Lingkungan Jauh atau Umum
Lingkungan jauh ini disebut juga lingkungan umum. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perusahaan pada lingkup lingkungan jauh antara lain
ekonomi, sosial, politik, teknologi dan ekologi. Faktor-faktor ekonomi yang
spesifik dianalisis oleh kebanyakan perusahaan lain adalah :
- Kebijakan keuangan, suku bunga dan develuasi
- Pertumbuhan ekonomi
- Pendapatan perkapita masyarakat
- Pertumbuhan industri
- Tahapan siklus bisnis, dalam keadaan depresi, resesi, kebangkitan atau
Faktor-faktor sosial yang mempunyai suatu perusahaan meliputi keyakinan,
nilai-nilai, sikap, pendapatan dan gaya hidup. Faktor-faktor politik berkaitan
dengan parameter-parameter hukum, peraturan dan kebijaksanaan yang
ditetapkan pemerintah dimana perusahaan harus beroperasi. Faktor ini ada
yang membatasi gerak perusahaan tetapi ada pula yang melindungi dan
menguntungkan perusahaan.
Perubahan teknologi dapat mempengaruhi daur hidup produk dan jasa.
Permintaan atas produk dan jasa juga melalui suatu daur hidup. Adaptasi
teknologi yang kreatif dapat berbentuk penciptaan produk baru, perbaikan
terhadap produk yang telah ada ataupun terhadap teknik-teknik pemasaran
dan produksi.
Ekologi adalah hubungan antara manusia dan makhluk hidup lainnya
dengan lingkungan yang mendukung kehidupan mereka, tuntutan
masyarakat terhadap produk yang aman terhadap lingkungan dan kesehatan
semakin menjadi syarat bagi keberhasilan perusahaan.
b. Lingkungan Industri
Keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan
persaingan pokok, yakni kekuatan menawar pembeli, kekuatan
tawar-menawar pemasok, ancaman produk atau jasa pengganti atau substitusi,
ancaman masuknya pendatang baru dan persaingan antara perusahaan yang
ada dalam industri.
Pendatang Baru Potensial
Ancaman Pendatang Baru
Kekuatan Para Pesaing Kekuatan Pemasok Industri Pembeli
Ancaman Produk atau Jasa Substitusi
Produk Pengganti
Gambar 3. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri (Porter, 1992)
Kelompok pembeli yang terkonsentrasi atau terpusat atau membeli dalam
jumlah besar akan memiliki kekuatan yang lebih besar dalam hal posisi
tawar-menawar pada pihak penjual.
Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan
untuk merebut pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar.
Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga
mengurangi kemampulabaan. Analisis tentang rintangan pendatang baru ini
akan dititikberatkan pada diferensiasi produk dan akses ke saluran distribusi.
Mengenali produk-produk pengganti atau substitusi adalah persoalan
mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti
produk dalam industri. Produk pengganti yang perlu mendapat perhatian
atau prestasi yang lebih baik ketimbang produk industri, atau dihasilkan
oleh industri yang berlaba tinggi.
Ke-lima kekuatan persaingan di atas secara bersama-sama menentukan
intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri dan kekuatan yang
paling besar akan menetukan serta menjadi sangat penting dari sudut
pandang perumusan strategi.
c. Lingkungan Operasi
Lingkungan operasi disebut juga lingkungan persaingan atau lingkungan
tugas. Lingkungan ini terdiri dari faktor-faktor di dalam situasi persaingan
yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan untuk memasarkan
produk dan jasanya dengan menghasilkan laba. Faktor-faktor penting dalam
lingkungan operasi ini adalah posisi perusahaan komposisi pelanggannya,
reputasi dan hubungan perusahaan dengan pemasok dan kreditor, serta
kemampuannya mengelola karyawan yang berkemampuan.
2. Analisis Internal
Analisis internal merupakan proses dengan mana perencanaan strategi
mengkaji : Pemasaran dan Distribusi, penelitian dan pengembangan, produksi dan
operasi, sumberdaya dan karyawan perusahaan serta faktor keuangan dan
akuntansi. Sedangkan faktor-faktor internal pemasaran dan disteribusi meliputi :
pangsa pasar, sistem riset pasar, bauran produk dan jasa, perlindungan hak paten,
produk baru, strategi harga, tenaga penjual, promosi dan periklanan, pelayanan
3. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas faktor-faktor
kekuatan (Strenghs), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities) dan
ancaman (Threats) yang dihadapi suatu perusahaan, mula-mula analisis SWOT
dibuat dalam bentuk suatu matrik seperti dalam gambar 4, kemudian dengan
identifikasi strategi yang paling baik dalam menghadapi atau menyesuaikan
terhadap faktor-faktor tersebut. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa
strategi yang efektif adalah : memaksimalkan kekuatan dan manfaatkan peluang
yang dimiliki perusahaan serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang
dihadapinya.
Internal
Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunies (O) Strategi SO Strategi WO
Treaths (T) Strategi ST Strategi WT
Gambar 4. Skema Matrik SWOT (Pearce dan Robinson, 1991)
- Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
- Strategi ST
- Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaat peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
- Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif atau bertahan dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Alternatif-alternatif strategi yang diperoleh dari hasil analiasis SWOT
adalah diperoleh dari penyusunan matrik SWOT. Matrik ini (gambar 4)
mengilustrasikan bagaimana peluang dan ancaman eksternal dihadapi perusahaan
dapat di pertemukan dengan kelemahan dan kekuatan internal perusahaan untuk
menghasilkan empat kelompok alternatif strategi (Gambar 5).
Berbagai Peluang Dari Lingkungan
3. Mendukung 1. Mendukung strategi turn around strategi agresif
Kelemahan Kekuatan Internal Internal Yang Kritis Yang Besar
4. Mendukung 2. Mendukung
strategi defensif strategi diversifikasi
Berbagai Ancaman Dari Lingkungan