• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kestabilan nonparametrik pada pemupukan lahan sawah intensifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kestabilan nonparametrik pada pemupukan lahan sawah intensifikasi"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESTABILAN NONPARAMETRIK PADA

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH INTENSIFIKASI

RIA TRI NOVIYANTI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kestabilan Nonparametrik pada Pemupukan Lahan Sawah Intensifikasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIA TRI NOVIYANTI. Analisis Kestabilan Nonparametrik pada Pemupukan Lahan Sawah Intensifikasi. Dibimbing oleh MOHAMMAD MASJKUR dan BAGUS SARTONO.

Di Indonesia, beras merupakan bagian dari ketahanan pangan nasional sehingga penelitian mengenai pertanian padi menjadi berharga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat interaksi antara pemupukan dengan lingkungan dan mengidentifikasi jenis pemupukan yang memiliki efek stabil pada produktivitas padi di lahan sawah intensifikasi menggunakan analisis kestabilan nonparametrik Nassar-Huehn, Kang dan Thennarasu; membandingkan hasil analisis kestabilan di antara ketiga pendekatan tersebut; memilih jenis pemupukan yang terbaik berdasarkan seluruh metode tersebut. Penelitian menggunakan data sekunder dari percobaan multilokasi di 5 lokasi dan 16 jenis pemupukan. Pemupukan yang menghasilkan produktivitas beras paling stabil di lahan sawah intensifikasi menurut analisis kestabilan nonparametrik Nassar-Huehn serta Thennarasu adalah P10 (campuran pupuk nitrogen 187.5 kg urea/ha, pupuk fosfat 50 kg TSP/ha, dan pupuk kalium 150 kg KCl/ha) dan P12 (campuran pupuk nitrogen 187.5 kg urea/ha, pupuk fosfat 50 kg TSP/ha, pupuk kalium 150 kg KCl/ha dan dolomit), berdasarkan metode Kang adalah P14 (campuran pupuk nitrogen 187.5 kg urea/ha, pupuk fosfat 50 kg TSP/ha, pupuk kalium 150 kg KCl/ha, dolomit, dan jerami). Metode Kang memiliki nilai korelasi positif terhadap nilai indeks kestabilan nonparametrik lainnya dan memiliki nilai korelasi terbesar dengan produktivitas beras yaitu 0.75 sehingga indeks Rank-Sum disimpulkan sebagai indeks terbaik dalam mengklasifikasikan pemupukan yang stabil.

Kata kunci: Indeks kestabilan nonparametrik (ISN), kestabilan, pemupukan

ABSTRACT

RIA TRI NOVIYANTI. Nonparametric Stability Analysis on Fertilization of Intensified Rice Field. Supervised by MOHAMMAD MASJKUR and BAGUS SARTONO.

(5)

and straw). Based on Spearman correlation, Kang approach has positive corelation with the other nonparametric stability index and it has the highest correlation with the mean yield of rice (0.75) therefore Rank-Sum index is concluded as the best index for clasifify the stability of fertilization.

Keywords: Fertilization, nonparametric stability index (NSI), stability

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

;

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

ANALISIS NONPARAMETRIK PADA PEMUPUKAN LAHAN

SAWAH INTENSIFIKASI

RIA TRI NOVIYANTI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Kestabilan Nonparametrik pada Pemupukan Lahan Sawah Intensifikasi

Nama : Ria Tri Noviyanti NIM : G14090059

Disetujui oleh

Ir Mohammad Masjkur, MS Pembimbing I

Dr Bagus Sartono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Anang Kurnia, MSi Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Salawat serta salam tidak lupa penulis ucapkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Saw. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah analisis kestabilan nonparametrik pada pecobaan multilokasi.

Atas segala bimbingan, bantuan materi, saran, dorongan, segala doa serta kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda Sri Hartini, dan Ayahanda Suwardi H. W. serta kakak dan adik tersayang sebagai titipan terindah dan tercinta yang tercipta menjadi bagian keluarga dari penulis.

2. Bapak Ir Mohammad Masjkur, MS, dan Dr Bagus Sartono, MSi, sebagai dosen dari Departemen Statistika FMIPA IPB yang dengan sabar telah membimbing penulis.

3. Sahabat-sahabat tercinta: Aisyah Nurlaila Sari, Anggrevita Manalu, Eka Risna Rahmawati, Hanifatun Nufusia, Harumi Fajri dan Tia Pertiwi. 4. Seluruh kawan-kawan statistika 46 khususnya Nanie Kurniadi dan Septian

Rahardiantoro yang bertindak sebagai pemberi informasi, juga kepada seluruh pengurus jarkom statistika 46.

5. Edgar Francis de Freitas, sahabat jauh tercinta yang ikut serta memberi dukungan dan bantuan layaknya keluarga.

Mohon maaf apabila dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Akhir kalimat, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembacanya.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sawah Intensifikasi 2

Interaksi Perlakuan Lingkungan 3

Rancangan Acak Kelompok Percobaan Multilokasi 3

Konsep Kestabilan 4

Analisis Ragam Gabungan 4

Metode De Kroon dan van der Laan 6

Analisis Kestabilan Nonparametrik 6

Korelasi Spearman 8

METODE 9

Bahan 9

Prosedur Analisis 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Analisis Deskriptif Faktor Utama dan Interaksi 10

Eksplorasi Faktor Utama Aditif dan Interaksi 15

Analisis Kestabilan Nonparametrik 18

Rekomendasi Pemupukan 21

SIMPULAN 23

SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA 23

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kode yang digunakan dalam analisis berdasarkan 16 pemupukan 10 2 Rata-rata produktivitas beras dan koefisien keragaman berdasarkan

lokasi 11

3 Ragam produktivitas beras berdasarkan pemupukannya 14 4 ANOVA gabungan dari percobaan RAK multilokasi dengan 16

pemupukan di 5 lokasi 15

5 Uji kehomogenan ragam menggunakan uji Bartlett pada persamaan (2) 17 6 Analisis de Kroon dan van der Laan (DEKR) untuk menguji interaksi

pemupukan dengan lingkungan (P×L) dan lingkungan dengan

pemupukan (L×P) 18

7 Nilai ISN Nassar dan Huehn untuk setiap pemupukan 19 8 Penjumlahan ranking BGKB dan ragam Shukla untuk memperoleh ISN

Kang pada setiap pemupukan 20

9 Empat indeks kestabilan non-parametrik Thennarasu hasil produksi

beras 21

10 Korelasi Spearman di antara ISN dengan produktivitas beras dan ISN

dengan ISN 22

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram batang rata-rata produktivitas beras pada setiap pemupukan di

semua lokasi percobaan 11

2. Rata-rata produktivitas berat gabah kering bersih (BGKB) berdasarkan

pemupukan di setiap lokasi 12

3. Box plot rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di

masing-masing lokasi secara terpisah 13

4. Rata-rata produktivitas beras berdasarkan interaksi pemupukan dengan

lokasi 14

5. Boxplot masing-masing hasil pemupukan terhadap produktivitas beras

(ku/ha) 14

6. (a) Uji asumsi kenormalan sisaan model pada data produktivitas beras,

(b) Uji asumsi kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor lokasi (c) Kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor pemupukan 16

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rata-rata produktivitas berat gabah kering bersih (BGKB)

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, beras merupakan komoditi pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat. Beras juga merupakan bagian dari ketahanan pangan nasional. Hal ini menjadikan beras sebagai komoditi yang sangat penting di Indonesia sehingga produktivitas beras pun ditargetkan mencapai surplus 10 juta ton pada tahun 2014 (BBSDLP, 2011).

Pasokan beras di Indonesia sudah tentu terkait dengan produksi beras yang dapat dihasilkan oleh petani padi di Indonesia. Produksi beras itu sendiri selain dipengaruhi oleh varietas dan kondisi lingkungannya, juga dipengaruhi oleh kesuburan lahan sawah yang digunakan. Varietas padi merupakan pilihan yang dapat ditentukan secara subjektif oleh petani, sementara kondisi lingkungan misalnya iklim atau jenis tanah akan tergantung pada lokasi yang ada. Oleh karena itu, usaha utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi beras adalah dengan meningkatkan kesuburan lahan sawah.

Kesuburan lahan diketahui memiliki korelasi terhadap produktivitas lahan. Apabila kesuburan lahan rendah maka produktivitas lahan juga akan rendah, dan sebaliknya. Penggunaan lahan sawah secara terus-menerus dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah. Untuk meningkatkan kembali kesuburan tanah, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengelolaan lahan secara tepat. Pengelolaan lahan sawah untuk mendapatkan performa tebaik suatu lahan disebut dengan lahan sawah intensifikasi. Selanjutnya, pemupukan akan diperlukan pada lahan sawah intensifikasi tersebut.

Percobaan multilokasi merupakan kegiatan penting dalam pertanian karena efek dari perlakuan agronomi dapat berbeda terkait dengan perubahan lingkungan, menghasilkan interaksi perlakuan (treatment) × lingkungan (environment) (T × E) (Vargas et al. 2001). Hal ini juga dapat terjadi misalnya pada perlakuan agronomi berupa pemupukan apabila diujicobakan pada lahan sawah di lokasi yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian mengenai pemupukan secara multilokasi perlu dilakukan untuk merekomendasikan pemupukan yang menghasilkan interaksi terkecil. Semakin kecil interaksi perlakuan × lingkungan yang terjadi, maka semakin kecil pula efek perbedaan lingkungan pada respon.

Interaksi antara perlakuan dengan lingkungan yang terjadi pada percobaan multilokasi sangat terkait dengan analisis kestabilan. Pada kasus ini, lahan sawah intensifikasi yang diberi berbagai macam perlakuan pemupukan dapat dianalisis pengaruh interaksi dan kestabilan efeknya terhadap produktivitas beras melalui analisis kestabilan baik secara parametrik maupun nonparametrik. Hal ini diadaptasi dari konsep analisis kestabilan yang pada dasarnya digunakan untuk interaksi antara genotip dengan lingkungan. Interaksi antara pupuk dengan lingkungan diidentikkan dengan interaksi antara genotip dengan lingkungan, hanya saja faktor genotip digantikan dengan pupuk.

(14)

2

bias karena pencilan, serta mudah dalam pengolahan dan interpretasinya (Sabaghnia et al. 2012).

Analisis secara parametrik cenderung lebih dipilih karena hasil analisisnya yang lebih detil dan memiliki nilai peluang kesalahan (taraf nyata) terhadap signifikansi suatu hasil. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan dilakukan eksplorasi data untuk menunjukkan kecocokan penggunaan metode nonparametrik. Metode non-parametrik yang dapat dilakukan untuk mengukur tingkat kestabilan tanaman dari percobaan multilokasi adalah dengan pendekatan Kang, Nassar dan Huehn, dan Thennarasu. Metode Thennarasu adalah metode yang terbaru di kalangan metode non-parametrik untuk analisis kestabilan percobaan multilokasi yang dikenalkan pada tahun 1995. Analisis kestabilan nonparametrik juga dapat digunakan sebagai metode pengukuran alternatif yang kekar apabila pelanggaran asumsi terjadi pada metode yang berbasis parametrik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi jenis pemupukan yang memiliki efek stabil pada produktivitas padi di lahan sawah menggunakan analisis kestabilan nonparametrik.

2. Membandingkan hasil analisis kestabilan di antara indeks kestabilan nonparametrik (ISN) Kang, Nassar dan Huehn dan Thennarasu.

3. Memilih jenis pemupukan terbaik pada percobaan multilokasi pemupukan di lahan lahan sawah intensifikasi berdasarkan seluruh metode kestabilan non parametrik tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Sawah Intensifikasi

Lahan sawah intensifikasi merupakan bagian dari upaya peningkatan daya dukung lahan sawah terhadap hasil pertanian padi. Konsep intensifikasi sawah diterapkan dari konsep intensifikasi lahan pertanian. Program intensifikasi lahan pertanian yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia diantaranya adalah Bimas (Bimbingan Masal), Insus (Intensifikasi Khusus dan Supra Insus. Intensifikasi lahan pertanian juga dikenal dengan revolusi hijau atau di Indonesia dikenal dengan panca usaha tani, yaitu (i) teknik pengolahan lahan pertanian (ii) pengaturan irigasi (iii) pemupukan (iv) pemberantasan hama (v) penggunaan bibit unggul.

(15)

3

merupakan salah satu cara dalam mengelola unsur hara tanah karena sangatlah wajar apabila tanah mengalami penuruhan kadar hara karena penggunaan lahan secara terus-menerus.

Interaksi Perlakuan × Lingkungan

Percobaan yang dilakukan di beberapa lokasi dengan rancangan percobaan dan perlakuan yang sama disebut dengan percobaan multilokasi. Pada percobaan multilokasi peneliti merancang dan mengendalikan percobaan untuk mengukur besarnya efek terhadap sesuatu (Coe, 2012). Pada percobaan multilokasi tersebut biasanya akan terjadi interaksi antara faktor perlakuan dengan faktor lingkungan. Perlakuan dalam percobaan multilokasi dapat berupa tanaman hibrida, genotip, pemupukan, pemberantasan hama, kerapatan tanaman dan lain-lain. Percobaan multilokasi penting digunakan untuk memilih suatu perlakuan yang terbaik.

Percobaan multilokasi dua faktor yang banyak diterapkan oleh peneliti adalah faktor genotip dengan lokasi. Jika genotip dengan lingkungan mengalami interaksi, maka genotip yang ditanam di lokasi percobaan yang berbeda akan menghasilkan performa yang berbeda. Perbedaan respon tanaman dari lokasi satu ke lokasi lainnya inilah yang disebut dengan interaksi Genotip × Lingkungan (Sabaghpour et al. 2012). Interaksi Genotip × Lingkungan yang dimaksud tersebut dapat diberlakukan secara umum, yaitu interaksi Perlakuan × Lingkungan (Treatment × Environment). Interaksi antara perlakuan dengan lingkungan dapat diartikan secara sederhana yaitu besaran efek perlakuan yang tidak sama di lingkungan yang berbeda (Coe 2012).

Akibat yang paling diperhatikan dari interaksi Perlakuan × Lingkungan atau P × L pada percobaan multilokasi adalah produktivitas dari pertumbuhan suatu tanaman. Adanya pengaruh P × L yang signifikan pada respon tanaman, dapat menimbulkan kesulitan dalam memilih perlakuan yang terbaik. Penelusuran mengenai adanya interaksi P × L akan dapat membantu pemahaman mengenai konsep kestabilan. Pada penelitian ini perlakuan yang digunakan adalah pemupukan yang sifatnya mempengaruhi produktivitas tanaman padi.

Rancangan Acak Kelompok Percobaan Multilokasi

(16)

4

= � + + + � + � + � … (1)

dengan

= respon dari perlakuan (pemupukan) ke-i pada lokasi ke-j dalam kelompok ke-k

� = rata-rata umum

 = pengaruh pemupukan ke-i, i=1,2...g

 = pengaruh kelompok ke-k tersarang pada lokasi ke-i, k =1,2...r

� = pengaruh lokasi ke-j, j =1,2,.. l

= pengaruh interaksi antara pemupukan ke-i dengan lokasi ke-j

� = pengaruh sisaan dari pemupukan ke-i dalam kelompok ke- yang dilakukan di lokasi ke-j

Konsep Kestabilan

Konsep kestabilan mengarah pada tingkat kestabilan performa tanaman pada berbagai kondisi lingkungan. Kestabilan yang dimaksud dalam hal interaksi antara perlakuan dan lingkungan adalah ketika ragam perlakuan antar lingkungan sangat kecil maupun ketika respon perlakuan dalam percobaan memiliki rata-rata yang relatif sama. Konsep kestabilan juga mempelajari tingkat penyimpangan-penyimpangan model terhadap indeks lingkungan. Indeks lingkungan artinya adalah selisih dari rata-rata respon semua perlakuan di satu lingkungan dengan rata-rata semua perlakuan di semua lingkungan.

Menurut Mattjik et al. (2011) konsep kestabilan mengenai perlakuan berupa genotip digolongkan menjadi tiga konsep kestabilan:

1. Genotip dianggap stabil jika ragam antar lingkungan kecil. Genotip stabil memiliki performa yang tidak berubah meskipun kondisi lingkungan bervariasi.

2. Genotip dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan bersifat paralel dengan rata-rata respon seluruh genotip yang dilibatkan pada percobaan. Konsep kestabilan ini dikenal dengan stabil dinamis atau stabil agronomis. 3. Genotip dianggap stabil jika kuadrat tengah galat dari model regresi pada

indeks lingkungan kecil.

Dalam penelitian ini, perlakuan yang diterapkan adalah pemupukan, sehingga konsep kestabilan mengenai genotip menurut Mattjik et al. (2011) tersebut dapat diidentikkan dengan perlakuan lain seperti pemupukan.

Analisis Ragam Gabungan

(17)

5

Galat Respon Menyebar Normal

Pada uji asumsi kenormalan, hipotesis yang digunakan adalah H0 : Galat menyebar normal dengan hipotesis tandingannya H1 : Galat tidak menyebar normal. Pada penelitian ini uji formal yang digunakan adalah metode Kolmogorov-Smirnov karena kelebihan dari metode ini diantaranya mampu digunakan untuk data yang jumlahnya besar maupun kecil. Statistik uji yang dihitung pada metode ini (Daniel, 1990) adalah sebagai berikut:

Dhitung =max |� − � |

dengan

� = Sebaran kumulatif contoh

� = Sebaran kumulatif normal

Asumsi kenormalan dianggap terpenuhi apabila Dhitung <Dα,N atau nilai-p ≥ α. Ragam Galat Respon Antar Lokasi Homogen

Sebelum data dianalisis, data sebaiknya dilihat kelayakannya melalui nilai koefisien keragaman (KK) masing-masing lokasi. Hal ini karena nilai KK menunjukkan besarnya ragam galat suatu percobaan, semakin besar nilai KK, maka ragam galat suatu percobaan juga semakin besar. Dalam bidang pertanian, ragam galat masih dikatakan wajar jika KK berkisar antara 20%-25% (Mattjik & Sumertajaya, 2006). Nilai KK dihitung berdasarkan akar dari nilai kuadrat tengah galat dibagi rata-rata respon perlakuan yang ditulis sebagai berikut :

KK= √KTGY̅

Secara formal, asumsi kehomogenan ragam dapat diuji menggunakan uji Bartlett atau uji Levene. Uji Bartlett biasanya digunakan untuk data yang menyebar normal. Hipotesis yang digunakan adalah H0 : ragam homogen = σ12 =

σ22 = ... = σn2 = σ2 dan H1 : paling sedikit ada satu ragam yang tidak sama. Statistik uji untuk uji Bartlett yang digunakan oleh Totowarsa (1987) adalah sebagai berikut:

= 1� × ��log �� − ∑ � log �

= …(2)

dengan

k = banyaknya lokasi

� = faktor korelasi = 1 +

− − ∑ �− �

� = derajat bebas galat percobaan ke-i

�� = jumlah derajat bebas galat percobaan

� = kuadrat tengah galat percobaan ke-i

�� = kuadrat tengah galat gabungan =∑ ���

2

Ragam galat setiap lokasi dianggap homogen apabila < ��, − . Galat Respon Saling Bebas

(18)

6

nilai dugaan respon. Apabila plot amatan tidak membentuk suatu pola, maka dapat dikatakan bahwa galat percobaan saling bebas.

Metode De Kroon dan van der Laan

Metode De Kroon dan van der Laan atau dikenal dengan metode DEKR digunakan untuk mengindentifikasi adanya interaksi dua faktor dengan pendekatan distribusi Chi-square. Statistik uji yang digunakan untuk interaksi Perlakuan × Lingkungan pada metode DEKR adalah uji dengan derajat bebas (g-1)(n-1), dengan g = banyaknya perlakuan dan n = banyaknya lingkungan. Menurut Mut et al. (2008), metode DEKR dapat direkomendasikan ketika asumsi pada metode parametrik tidak dapat dipenuhi.

Prosedur yang digunakan dalam metode De Kroon dan van der Laan adalah sebagai berikut (Huhn 1996 dalam Delić 2009) sebagai berikut.

a. Urutkan atau ranking nilai dari respon di setiap lingkungan secara terpisah, sehingga didefinisikan sebagai rijk (ranking dari perlakuan ke-i, i = 1, …, g;

lingkungan ke-j, j = 1, …, m; dan ulangan ke-k, k = 1, …, n) sebagai ranking dari xijk.

b. Hitung statistik uji DEKR dengan formula berikut.

DEKR = n2g ng12

+1 ∑ ∑ �2.−m1∑ �. .

g

= m

j=1

g

i =1 …(3)

Hipotesis yang dibangun pada metode DEKR adalah H0 :  = 0; tidak terdapat interaksi antara faktor perlakuan dengan lingkungan dan H1 : tidak semua

= 0; ada faktor perlakuan dengan lingkungan yang berinteraksi. Apabila statistik uji DEKR > �,g n maka tolak H0.

Analisis Kestabilan Nonparametrik

Analisis kestabilan dengan pendekatan nonparametrik menggunakan besaran indeks kestabilan nonparametrik (ISN) untuk menentukan tingkat kestabilan dari suatu perlakuan. Pada dasarnya, indeks kestabilan nonparametrik akan mengkonversi nilai rata-rata perlakuan ke-i di lingkungan ke-j ke dalam peringkat. Adapun metode-metode nonparametrik yang akan digunakan dijelaskan di bawah ini.

Analisis Kestabilan Nassar dan Huehn

Pada masing-masing lokasi percobaan, data akan diperingkatkan sesuai dengan besaran satuan perlakuan di satu lokasi yang sama. Sabaghnia et al. (2006) dan Rahadi (2012) menggunakan empat macam kestabilan fenotipik Nassar dan Huehn sebagai berikut:

a. Nilai tengah dari perbedaan absolut sebuah perlakuan

Si(1)= n n21 [∑ ∑ |�ij − �ij′|

n

(j=j+ )

n

j=

(19)

7

b. Nilai ragam dari peringkat sebuah perlakuan

Si 2 = ∑ (�i j − �̅ )i. 2

n

j=

n− 1 … (5)

c. Jumlah kuadrat ranking untuk sebuah perlakuan relatif terhadap rataan rankingnya

Si 3 = ∑ (�ij − �̅ )i. 2

n

j=

�̅i. … (6)

d. Jumlah deviasi absolut sebuah perlakuan

Si6 =∑ |�ij− �̅ |i .

� =

�̅i. … (7)

dengan

n = banyaknya lokasi

ij = peringkat respon perlakuan ke-i di lingkungan ke-j

�̅i. = rata-rata peringkat perlakuan ke-i di semua lingkungan.

Penggolongan respon perlakuan yang stabil adalah sesuai dengan nilai yang terendah dalam satu indeks. Semakin kecil nilai ISN perlakuan berarti semakin stabil respon dari perlakuan tersebut.

Analisis Kestabilan Kang

Kestabilan nonparametrik dengan pendekatan Kang dihitung berdasarkan penjumlahan ranking dari nilai rata-rata respon dengan ranking dari nilai ragam produktivitas beras pada setiap perlakuan. Indeks kestabilan nonparametrik Kang disebut dengan indeks RS (rank-sum). Ragam yang dihitung dengan metode ini menggunakan ragam kestabilan Shukla (Rahadi, 2012) yaitu sebagai berikut.

�2 = gi j− ̅i .− ̅. j+ ̅. . 2

n

j=

g−2 n−1 −

∑ ∑gi= nj= i j− ̅i . − ̅. j+ ̅. .

g−1 g−2 n− 1 …(8)

Prosedur perhitungan indeks RS adalah sebagai berikut.

1) Ranking nilai rata-rata respon, rata-rata tertinggi diberi ranking 1.

2) Hitung ragam setiap perlakuan menggunakan persamaan (8) dengan g adalah banyaknya perlakuan. Ranking ragam masing-masing perlakuan, perlakuan dengan ragam terkecil diberi ranking 1.

3) Jumlahkan kedua rangking yang telah dihitung sesuai dengan perlakuannya. Indeks RS yang paling kecil mengindikasikan respon perlakuan yang paling stabil.

Analisis Kestabilan Thennarasu

(20)

8

peringkat data terkoreksi. Sabaghnia et al. (2006) dan Zulhanaya (2010) dalam Mattjik (2011) menggunakan empat macam ISN Thennarasu sebagai berikut:

NPi(1)= 1n∑|�i j∗ −M di∗| n

j=1

… (9)

NPi2 =1n ∑ |�i j

M di| n

j=1

� … (10)

NPi 3 =

√∑ (�nj=1 i j∗− �̅ )i .∗ 2/n

�̅i . … (11)

NPi 4 = n n21 [∑ ∑ |�i j∗ − �ij ′|

n

(j=j+1)

n−1

j=1

/ �̅ ] i . … (12)

dengan

ij = peringkat respon perlakuan ke-i di lingkungan ke-j

ij = peringkat respon perlakuan ke-i di lingkungan ke-j terkoreksi dengan

rata-rata respon perlakuan tiap lingkungan Mdi = median

i

Mdi = median �i

�̅i . = rata-rata �i .

�̅i .∗ = rata-rata �i∗ .

Dalam ISN Thennarasu tersebut, ij merupakan peringkat dari dan ij merupakan peringkat dari ij∗∗, dengan ij∗∗ = ij− ̅i . ; ij merupakan respon perlakuan ke-i dan lingkungan ke-j. Kestabilan respon perlakuan dengan metode Thennarasu ditentukan berdasarkan ISN yang diperoleh. Semakin kecil ISN respon perlakuan maka semakin stabil respon perlakuan tersebut.

Korelasi Spearman

Korelasi Spearman merupakan metode non-parametrik untuk mengukur ada atau tidaknya hubungan antara dua peubah. Korelasi Spearman dibutuhkan dalam penelitian ini untuk mengukur keeratan hubungan di antara ISN dengan ISN serta antara ISN dengan respon (produktivitas). Jika nilai korelasi di antara ISN dan produktivitas diketahui, maka akan dapat meyakinkan apakah masing-masing indeks saling mendukung dalam penggolongan tingkat kestabilan perlakuan.

Secara umum, langkah perhitungan korelasi Spearman oleh Daniel (1990) adalah sebagai berikut.

1. Peringkatkan nilai ke-i dari peubah X sebagai R(X). Nilai terkecil pada peubah X memiliki peringkat pertama atau R(X) = 1.

(21)

9

3. Hitung nilai korelasi peringkat Spearman dengan rumus:

rs = 1− 6 ∑ [R(Xi )−R Yi ]

2

n

i=1

n n21 … (13)

Jika terdapat nilai yang sama (ties) pada peubah X atau Y, maka rs dapat dikoreksi berdasarkan banyaknya ties yang terdapat pada pengamatan X atau Y. Jika banyaknya ties pada masing-masing peubah X dan Y adalah tx dan ty , maka nilai korelasi Spearman pada persamaan (13) akan dikoreksi dengan

∑ 2 = n312n− ∑ �312− � … (14)

∑ 2= n312n− ∑ �312− � … (15)

sehingga dari persamaan (14) dan (15) nilai korelasi Spearman menjadi rs∗ = ∑

2+ ∑ 2− ∑ [R(X

i)−

n

i=1 R(Yi)]2

2√ ∑ 2 2 … (16)

Koefisien korelasi peringkat Spearman rs digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua peubah beradasarkan peringkat-peringkat pengamatan contoh. Setiap peubah yang akan dihitung korelasinya terlebih dahulu diperingkatkan dengan syarat apabila terdapat nilai yang sama, maka digunakan peringkat tengah, sehingga nilai yang sama akan memiliki peringkat yang sama.

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari hasil penelitian percobaan pemupukan multilokasi oleh Puslittanak (1994) yang terdiri dari 16 perlakukan pemupukan (Tabel 1) di lahan sawah intensifikasi di lima lokasi di provinsi Sumatera Barat. Lima lokasi tersebut adalah Balai Selasa, Batang Kapas, Agam, Solok dan Tanah Datar. Rancangan yang digunakan dalam percobaan multilokasi tersebut adalah rancangan acak kelompok dengan 3 blok di setiap lokasi.

(22)

10

Tabel 1 Kode yang digunakan dalam analisis berdasarkan 16 pemupukan

Kode Pemupukan Kode Pemupukan

Kode Pemupukan Kode Pemupukan

P1 N1P2K2 P9 N2P2K1

P2 N2P2K2 P10 N2P2K3

P3 N3P2K2 P11 N2P2K4

P4 N2P0K2 P12 N2P2K2+Dolomit

P5 N2P1K2 P13 N2P2+Jerami

P6 N2P3K2 P14 N2P2K2+Dolomit+Jerami

P7 N2P4K2 P15 N3P4K4+Dolomit+Jerami

P8 N2P2K0 P16 N3P4K4+Dolomit+Jerami+PPC

Ket. N1, N2, N3 = pupuk nitrogen dosis 125, 187.5, 312.5 (kg urea/ha)

P0, P1, P2, P3, P4 = pupuk fosfat dosis 0, 50, 100, 150, dan 200 (kg TSP/ha) K0, K1, K2, K3, K4 = pupuk kalium dosis 0, 50, 100, 150, 200 (kg KCl/ha) Dolomit = pupuk kapur Ca dan Mg

PPC = pupuk pelengkap cair

Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan analisis statistika deskriptif. Analisis awal ini digunakan untuk melihat interaksi padi secara deskriptif, membandingkan rata-rata hasil produktivitas beras akibat perbedaan pemupukan dan mengetahui keunggulan produktivitas antar lingkungan.

2. Melakukan eksplorasi dan uji asumsi analisis ragam gabungan (Composite

ANOVA) dengan model pada persamaan (1). Apabila asumsi tidak terpenuhi maka akan dilakukan upaya transformasi agar asumsi ANOVA gabungan dapat dipenuhi. Namun, apabila asumsi tetap tidak dapat terpenuhi maka analisis kestabilan berlanjut pada langkah 3.

3. Melakukan uji signifikansi interaksi perlakuan dengan lingkungan (P×L) dengan metode De Kroon dan van der Laan.

4. Melakukan analisis kestabilan nonparametrik Nassar dan Huehn, Kang, dan Thennarasu serta menginterpretasikan ketiga metode kestabilan nonparametrik tersebut.

5. Menentukan rekomendasi pemupukan untuk lahan sawah intensifikasi dengan cara membandingkan hasil ketiga analisis kestabilan tersebut dengan melihat nilai korelasi Spearman antara produktivitas beras dengan masing-masing indeks.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif Faktor Utama dan Interaksi

(23)

11

(N2P2K2) memiliki rata-rata produktivitas beras tertinggi yakni 56.44 ku/ha, sementara nilai rata-rata produktivitas beras terendah dimiliki oleh pemupukan P3 (N3K2P2) yaitu 48.71 ku/ha.

Nilai rata-rata produktivitas beras yang tertinggi belum dapat membuktikan bahwa pemupukan yang mendasarinya merupakan pemupukan yang terbaik karena tingkat kestabilannya belum diketahui. Kestabilan hasil pemupukan P2 jika dibandingkan dengan pemupukan lain belum tentu lebih baik sehingga pemupukan P2 belum dapat disimpulkan sebagai pemupukan yang direkomendasikan.

Gambar 1 Diagram batang rata-rata produktivitas beras pada setiap pemupukan di semua lokasi percobaan

Nilai rata-rata dan koefisien keragaman (KK) produtivitas beras di setiap lokasi disajikan pada Tabel 2. Rata-rata produktivitas tertinggi berada pada lokasi Tanah Datar (59.295 ku/ha) dan terendah pada lokasi Agam (46.568 ku/ha). Nilai KK di setiap lokasi masih menunjukkan batas kewajaran dalam bidang pertanian yakni < 25%. Nilai KK ini mencerminkan bahwa unit-unit percobaan pada suatu lokasi penanaman dapat dianggap homogen. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh lingkungan di luar faktor percobaan terkendali. Berdasarkan hal tersebut, data yang dihasilkan oleh lima lokasi tersebut dianggap layak untuk dianalisis. Untuk melakukan analisis ragam gabungan, salah satu syarat yang dibutuhkan adalah kehomogenan ragam (ragam tiap lokasi diasumsikan sama) sehingga pengujian asumsi kehomogenan ragam tetap dilakukan secara formal pada pembahasan selanjutnya

Tabel 2 Rata-rata produktivitas beras dan koefisien keragaman berdasarkan lokasi

Lokasi BGKB

Nilai rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di setiap lokasi secara terpisah dapat dilihat pada Gambar 2. Rata-rata produktivitas beras yang

48.71 49.98

52.99 53.07

53.90 54.07 54.16 54.20 54.20 54.42 54.49 54.51 55.06

(24)

12

tertinggi di lokasi Agam, dihasilkan oleh pemupukan P14 (51.97 ku/ha), sementara rata-rata tertinggi di lokasi Balai Selasa, Batang Kapas, Solok dan Tanah Datar berturut-turut dihasilkan oleh P16 (65.39 ku/ha), P6 (62.65 ku/ha), P4 (58.87 ku/ha) dan P9 (74.32 ku/ha).

(25)

13

Rata-rata produktivitas yang dihasilkan oleh pemupukan P9 di lokasi Agam, Balai Selasa, Batang Kapas dan Solok berada pada posisi empat terendah, namun ketika pemupukan tersebut dilakukan di Tanah Datar, rata-rata produktivitas dari pemupukan P9 melejit menjadi yang tertinggi yaitu 74.32 ku/ha. Hal ini mengindikasikan bahwa pemupukan P9 memiliki kestabilan spesifik pada lokasi Tanah Datar karena pemupukan tersebut tidak membuat tanaman padi merespon dengan baik di tiga lokasi lainnya, sementara pada lokasi Tanah Datar pemupukan ini memberikan efek yang sangat responsif pada rata-rata produktivitas beras.

Untuk membantu melihat adanya indikasi pemupukan yang spesifik terhadap lokasi maka disajikan box plot rata-rata pemupukan di setiap lokasi secara terpisah pada Gambar 3. Pada Gambar 3, tanda bintang (*) menunjukkan adanya pencilan. Pencilan hanya terdapat di lokasi Solok yaitu oleh pemupukan P4. Jika dilihat pada gambar sebelumnya (Gambar 2), secara deskriptif pempukan P4 menghasilkan rata-rata produktivitas beras yang berbeda-beda di setiap lokasi, namun rata-rata produktivitas tertinggi dihasilkan di Solok dan merupan pencilan di lokasi tersebut. Hal ini membuat pemupukan P4 juga dicurigai memiliki kestabilan spesifik, yaitu pada lokasi Solok.

Tanah Datar

Gambar 3 Box plot rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di masing-masing lokasi secara terpisah

Penjelasan melalui Gambar 2 maupun Gambar 3 belum cukup memadai untuk membuktikan bahwa pemupukan P16 dan P4 memiliki karakter spesifik pada lokasi tertentu. Sayangnya, metode non-parametrik belum berkembang untuk menganalisis interaksi atau kestabilan secara spesifik lokasi, sehingga dibutuhkan konsep baru yang meyakinkan untuk memilih perlakuan dengan karakter spesifik lokasi pada percobaan multilokasi.

Interaksi antara pemupukan di setiap lokasi ditunjukan pada Gambar 4. Plot rata-rata produktivitas beras yang berbeda dari setiap pemupukan di setiap lokasi menggambarkan adanya interaksi antara pemupukan dan lingkungan. Contohnya, hasil produksi beras oleh pemupukan P9 lebih tinggi dibandingkan P8 di lokasi Tanah Datar, sedangkan di lokasi Agam produktivitas beras oleh pemupukan P9 lebih rendah dibandingkan P8. Fakta ini memperlihatkan bahwa pengaruh interaksi Pemupukan × Lingkungan bekerja, yaitu mengakibatkan besaran perubahan yang berbeda pada plot produktivitas beras oleh pemupukan ketika ditanam dari lokasi satu ke lokasi lainnya.

(26)

14

semakin stabil. Secara grafik, Gambar 5 memberikan dugaan awal bahwa P4, P2 dan P8 merupakan kandidat pemupukan yang berefek stabil terhadap produktivitas beras. Di antara ketiga pemupukan tersebut, hanya pemupukan P8 yang memiliki nilai median (50.05 ku/ha) di bawah median umum produktivitas beras (53.62 ku/ha).

Gambar 4 Rata-rata produktivitas beras berdasarkan interaksi pemupukan dengan lokasi

Gambar 5 Boxplot masing-masing hasil pemupukan terhadap produktivitas beras (ku/ha)

Selain itu dugaan awal juga dapat dilihat melalui nilai ragam produktivitas beras oleh setiap pemupukan. Semakin kecil nilai ragam maka pemupukan tersebut diduga semakin memberikan efek stabil terhadap produktivitas beras. Nilai ragam dari produktivitas beras yang terkecil adalah oleh pemupukan P5 yaitu sebesar 32.43 sementara ragam terbesar adalah oleh pemupukan P9 yaitu 143.64 (Tabel 3).

Tabel 3 Ragam produktivitas beras berdasarkan pemupukannya

Pemupukan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

(27)

15

Dugaan awal dalam memilih pemupukan yang stabil melaui box plot dan ragam terlihat tidak saling mendukung. Dugaan awal tersebut belumlah memadai sehingga menimbulkan keraguan dalam menentukan pemupukan manakah yang dapat direkomendasikan. Oleh karena itu, indeks kestabilan dari produktivitas hasil tiap-tiap pemupukan akan dihitung untuk memberikan dasar yang lebih kuat daripada hanya memilih dari rata-rata terbanyak, lebar nilai pemusatan atau nilai ragam setiap pemupukan. Jika pemilihan pemupukan didasarkan juga dari indeks kestabilannya, diharapkan dapat mengurangi resiko perubahan produksi yang drastis menurun ketika terjadi perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan. Namun, pemupukan yang dianggap memberikan efek stabil tentunya akan sangat ideal apabila memiliki rata-rata produktivitas tertinggi dan didukung oleh nilai ragam serta jarak interquartil (lebar pemusatan) yang kecil.

Eksplorasi Faktor Utama Aditif dan Interaksi

Pengujian untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas beras pada percobaan multilokasi ini dapat dilihat menggunakan analisis ragam (ANOVA) gabungan. Analisis ragam gabungan merupakan gabungan dari ANOVA setiap lokasi sehingga pengaruh interaksi antara pemupukan dengan lokasi dapat diuraikan dalam satu ANOVA. Persamaan yang digunakan untuk analisis ragam pada penelitian ini adalah model linier RAK percobaan multilokasi persamaan (1). Hasil analisis ragam gabungan dari percobaan multilokasi pemupukan di 5 lokasi lahan sawah intensifikasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 ANOVA gabungan dari percobaan RAK multilokasi dengan 16 pemupukan di 5 lokasi

Sumber Db JK JKT F-hitung P-value

Lokasi 4 4259,44 1064,86 24,19 0,000

Pemupukan 15 927,74 61,85 1,41 0,151

Lokasi×Pemupukan 60 4854,90 80,92 1,84 0,002

Blok(Lokasi) 10 1323,90 132,39 3,01 0,002

Galat 150 6602,30 44,02

Total 239

Berdasarkan Tabel 4, faktor yang berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% terhadap produktivitas beras adalah lokasi, interaksi dan blok. Sementara faktor pemupukan diputuskan tidak berpengaruh nyata (=5%) terhadap produktivitas beras karena memiliki p-value yang lebih besar dari 0.05. Namun, hasil ini belum dapat dikatakan valid sebelum asumsi-asumsinya terpenuhi.

(28)

16

hasil pemupukan akan tetap diuji kenormalan dan kehomogenannya untuk melihat valid atau tidaknya table ANOVA tersebut. Hasil ANOVA tidak akan valid apabila distribusi galat respon tidak normal atau keragaman antar lokasi tidak sama. Asumsi tersebut didasarkan pada kriteria penolakan hipotesis yang dibangun menggunakan uji F, dan nilai F merupakan perbandingan hasil nilai dari distribusi chi square dengan suatu derajat bebas. Distribusi chi square sendiri merupakan distribusi yang berasal dari jumlah kuadrat normal baku suatu peubah acak. Oleh karena itu, eksplorasi data pada penelitian ini dilakukan untuk melihat hasil dari pengujian asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam dari residual persamaan model linier RAK percobaan multilokasi.

Pengujian Asumsi

Eksplorasi dimulai dengan cara melihat kenormalan pada galat data produktivitas beras. Pada hasil uji Kolmogorov Smirnov, didapatkan Dhitung = 0.043 < D(0.05, 240) = 0.087 yang artinya terima hipotesis nol yaitu galat respon menyebar normal pada taraf nyata 0.05 (Gambar 6(a)).

20

95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs

Test Statistic 54.02

95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs

Test Statistic 24.70

Gambar 6 (a) Uji asumsi kenormalan sisaan model pada data produktivitas beras, (b) Uji asumsi kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor lokasi (c) Kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor pemupukan

(29)

17

belum dapat terpenuhi pada taraf nyata 5%. Kesimpulan yang sama juga diperoleh dengan perhitungan menggunakan persamaan (2) pada Tabel 5. Sebagai tambahan, Gambar 6(c) menerangkan kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor pemupukan. Berdasarkan uji Bartlett, ragam galat berdasarkan pemupukan dianggap tidak homogen pada taraf nyata 5% karena nilai p-value dari uji ini adalah kurang dari.0.05. Walaupun penggabungan dapat dilakukan terhadap faktor pemupukan, namun yang terpenting adalah dipenuhinya asumsi kehomogenan ragam galat lokasi sehingga ANOVA gabungan tetap belum dapat digunakan.

Tabel 5 Uji kehomogenan ragam menggunakan uji Bartlett pada persamaan (2)

Respon Statistik Uji

(Xc) p-value

Sebelum ditransformasi 36.625 0.000

Transformasi log(y) 24.183 0.000

Transformasi akar kuadrat (y)1/2 28.787 0.000 Transformasi Box Cox (= 0.95) 33.743 0.000 Transformasi Box Cox (= -0.48) 21.215 0.000 Transformasi Box Cox (= 0.22) 25.955 0.000

Transformasi ln(y) 24.344 0.000

Penggabungan ragam galat melalui ANOVA tidak dapat dilakukan apabila terdapat asumsi yang terlanggar. Oleh karena itu akan dilakukan upaya penanganan asumsi melalui hal yang biasa dilakukan, yaitu dengan transformasi Box Cox atau logaritma. Data kemudian ditransformasi menggunakan tansformasi Box Cox dengan estimasi nilai lambda yang berikan oleh metode ini adalah 0.22, namun asumsi kehomogenan ragam tetap tidak terpenuhi (Tabel 5).

Hasil transformasi Box Cox yang menggunakan nilai lambda berdasarkan nilai batas atas dan batas bawahnya, serta beberapa transformasi lain dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai produktivitas padi setelah dilakukan transformasi Box Cox, logaritma, logaritma natural maupun akar kuadrat masing-masing tetap memiliki sisaan dengan nilai statistik uji yang lebih kecil dibandingkan nilai chi-square

2

(0.05,4) = 9.488 maupun 

2(0.01,4) = 13.277. Keputusan yang dihasilkan berdasarkan hal tersebut adalah asumsi kehomogenan ragam berdasarkan faktor lokasi tidak terpenuhi. Oleh karena itu, diperlukan metode lain yang lebih kekar atau tidak mensyaratkan adanya asumsi untuk tetap dapat menganalis kestabilan hasil pemupukan dari percobaan multilokasi ini. Berdasarkan alasan tersebut, maka ANOVA gabungan pada Tabel 4 disimpulkan tidak valid dan pemilihan metode nonparametrik dianggap sebagai metode alternatif yang tepat untuk digunakan.

Uji Signifikansi Interaksi Pemupukan dengan Lingkungan

(30)

18

faktor yang dijadikan matriks baris tidak simetris apabila faktor tersebut dijadikan matriks kolom (Hartlaub, 1998). Oleh karena itu pengujian dilakukan menggunakan dua cara, yaitu memeriksa perubahan ranking pemupukan di setiap lingkungan dan perubahan ranking lingkungan di setiap pemupukan.

Hasil dari metode DEKR memperlihatkan bahwa interaksi antara pemupukan dengan lingkungan memiliki nilai statistik uji sebesar 90.961 dan interaksi antara lingkungan dengan pemupukan memiliki nilai statistik uji 49.289 (Tabel 6). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hanya interaksi pemupukan dengan lingkungan (P×L) yang memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai chi-square dengan α = 0.05 dan derajat bebas (16-1)(5-1) sehingga keputusannya adalah tolak H0 (tidak ada interaksi antara faktor pemupukan dan lokasi), berarti ada interaksi antara pemupukan dangan lingkungan untuk interaksi P×L. Walaupun hanya satu pengujian yang menunjukkan adanya interaksi yaitu P×L, namun hal ini tetap memberikan pengertian bahwa analisis kestabilan layak untuk dilakukan.

Tabel 6 Analisis de Kroon dan van der Laan (DEKR) untuk menguji interaksi pemupukan dengan lingkungan (P×L) dan lingkungan dengan pemupukan (L×P)

interaksi (P×L) interaksi (L×P) ���.� , �

DEKR 90.961 49.289 43.188

Analisis Kestabilan Nonparametrik

Berbeda dengan analisis parametrik yang memerlukan asumsi-asumsi, analisis nonparametrik tidak membutuhkan asumsi sehingga data dapat langsung diolah. Oleh karena itu, ISN yang dihitung akan menggunakan data asli nilai produktivitas beras (BGKB dalam ku/ha). Perhitungan setiap ISN masing-masing pendekatan akan dilakukan dengan cara mengkonversi nilai hasil produktivitas beras ke dalam nilai peringkat terlebih dahulu. Setelah semua data telah diperingkatkan, maka setiap indeks dapat dihitung sesuai persamaan yang telah dijabarkan sebelumnya. Nilai ISN yang telah dihitung akan djelaskan sesuai dengan masing-masing pendekatan.

Analisis Kestabilan Nassar dan Huehn

(31)

19

Tabel 7 Nilai ISN Nassar dan Huehn untuk setiap pemupukan Pemupukan Si(1) Si(2) Si(3) Si(6)

P1 5.2 19.2 12.387 3.032

P2 5.6 23.2 8.286 1.857

P3 6.4 35.2 29.333 4.333

P4 8.0 44.3 18.458 2.958

P5 3.8 10.3 4.791 1.209

P6 6.8 29.7 12.122 2.163

P7 3.4 7.3 3.395 1.209

P8 6.0 23.8 14.424 2.970

P9 5.8 30.3 18.938 3.000

P10 2.0 2.8 1.167 0.667

P11 4.0 11.3 5.381 1.714

P12 2.4 4.8 2.286 0.857

P13 6.6 31.5 15.750 3.000

P14 5.2 19.5 7.091 1.273

P15 5.0 16.5 6.000 1.455

P16 8.4 50.7 26.000 3.949

Berdasarkan ISN Nassar dan Huehn pemupukan P10 adalah pemupukan yang paling memberikan efek stabil pada produktivitas beras di kelima lingkungan percobaan karena memiliki ISN terkecil. Secara serempak indeks Si(1), Si(2) Si(3) dan Si(4) juga menempatkan pemupukan P12 sebagai nilai indeks terkecil kedua setelah pemupukan P10 yang dianggap paling memberikan efek stabil. Berdasarkan hal tersebut, maka P10 dan P12 dapat digolongkan sebagai pemupukan yang memiliki kestabilan terbaik oleh seluruh indeks Nassar dan Huehn. Pemupukan P16 diklasifikasikan memiliki tingkat kestabilan terendah oleh Si(1) dan Si(2) sedangkan P3 adalah yang memiliki tingkat kestabilan terendah menurut dan Si(3) dan Si(6). Perbedaan pengklasifikasian yang timbul pada ISN Nassar dan Huehn ini dapat disebabkan salah satunya yaitu pada indeks Si(1) dan Si(2) tidak mempertimbangkan rata-rata sebagai faktor pembagi seperti pada indeks Si(3), Si(6).

Analisis Kestabilan Kang

Nilai ranking setiap lingkungan dan ragam Shukla yang dihitung sesuai persamaan (13) dapat dilihat pada Tabel 8. Proses perankingan pada analisis kestabilan Kang adalah meranking nilai rata-rata produktivitas beras. Rata-rata produktivitas terbesar diberikan peringkat terkecil. Rata-rata produktivitas dari pemupukan P2 adalah yang tertinggi sehingga diberi ranking 1. Setelah itu, ragam Shukla setiap produktivitas berdasarkan pemupukan dihitung. Produktivitas yang memiliki nilai ragam Shukla terendah adalah oleh pemupukan P10 sehingga P10 dikonversi kembali menjadi ranking 1.

(32)

20

indeks RS pada Tabel 8 adalah P14 diikuti oleh P10 dan P11. Sementara itu, P1, P3 dan P16 diklasifikasikan memiliki tingkat kestabilan paling buruk oleh indeks RS.

Tabel 8 Penjumlahan ranking BGKB dan ragam Shukla untuk memperoleh ISN Kang pada setiap pemupukan

Pemupukan BGKB

(ku/ha)

Ragam

Sukhla Rank S Rank y RS

P1 49.98 45.90 13 15 28

P2 56.44 36.10 11 1 12

P3 48.71 42.76 12 16 28

P4 55.06 34.21 10 4 14

P5 53.07 8.45 6 13 19

P6 54.20 47.83 14 8 22

P7 54.20 1.07 3 9 12

P8 52.99 18.65 8 14 22

P9 54.49 75.27 15 6 21

P10 54.42 -1.14 1 7 8

P11 54.51 5.10 4 5 9

P12 54.16 -0.70 2 10 12

P13 54.07 11.45 7 11 18

P14 56.22 5.28 5 2 7

P15 55.78 20.85 9 3 12

P16 53.90 80.50 16 12 28

Analisis Kestabilan Thennarasu

Pemberian nilai peringkat produktivitas beras dilakukan seperti pada metode Nassar dan Huehn, hanya saja pada metode Thennarasu dikombinasikan dengan data terkoreksi. Data terkoreksi ini dilandaskan dari pemikiran bahwa penggunaan nilai interaksi P×L dalam menghitung indeks kestabilan adalah penting, sehingga efek dari faktor perlakuan dihilangkan dengan mengurangi rata-rata produktivitas dengan rata-rata perlakuan atau ∗∗ = ̅ . . Setelah data terkoreksi dikonversi ke dalam ranking, kemudian indeks kestabilan Thennarasu dihitung berdasarkan persamaan (9), (10), (11) dan (12). Keempat ISN Thennarasu tersebut memiliki konsep perhitungan ragam, oleh karena itu ISN terkecil menunjukkan tingkat kestabilan yang terbaik.

(33)

21

Perbedaan yang dihasilkan masing-masing indeks dalam mengklasifikasikan urutan kestabilan pemupukan dalam memberi efek pada produktivitas beras dari yang paling stabil hingga paling tidak stabil dapat disebabkan oleh perbedaan formula keempat ISN Thennarasu. Pada ISN Thennarasu NPi(1) misalnya, indeks ini merupakan indeks dengan formula yang paling sederhana dengan faktor pembaginya hanya berupa banyaknya lingkungan tanam. Sementara itu, ketiga ISN Thennarasu lainnya telah mempertimbangkan rata-rata atau median untuk ditambahkan pada faktor pembagi dalam perhitungannya.

Tabel 9 Empat indeks kestabilan non-parametrik Thennarasu hasil produksi beras Pemupukan NPi(1) NPi(2) NPi(3) NPi(4)

P1 5.0 0.625 0.965 1.226

P2 4.6 0.329 0.481 0.643

P3 4.8 2.400 1.138 1.542

P4 4.4 0.338 0.557 0.750

P5 2.2 0.244 0.315 0.442

P6 3.8 0.345 0.494 0.673

P7 2.4 0.267 0.353 0.465

P8 4.2 0.700 0.740 0.970

P9 3.6 0.900 0.821 1.031

P10 1.0 0.100 0.132 0.167

P11 2.8 0.400 0.405 0.548

P12 1.2 0.150 0.226 0.286

P13 4.0 0.667 0.599 0.775

P14 3.2 0.291 0.384 0.527

P15 2.6 0.217 0.328 0.436

P16 5.8 1.450 0.854 1.128

Rekomendasi Pemupukan

Pemupukan yang dapat direkomendasikan adalah pemupukan yang memberikan efek stabil terhadap produktivitas beras di lahan sawah intensifikasi. Pemupukan yang memberikan efek stabil terhadap produktivitas beras ini dapat diartikan pula sebagai pemupukan yang memiliki tingkat interaksi terendah dengan lingkungan. Suatu pemupukan yang mempengaruhi tingginya produktivitas dengan tingkat interaksi yang rendah terhadap lingkungan adalah yang sangat diinginkan. Hal ini akan bermanfaat terhadap kebijakan pemerataan pupuk yaitu melalui pembuatan dan penyaluran pupuk terhadap petani padi untuk lahan sawah intensifikasi karena tidak seluruh petani padi merupakan peneliti yang dapat mengoptimalkan sendiri produktivitas tanaman padi di lahan sawahnya.

(34)

22

Pada Tabel 10, ISN yang memiliki korelasi positif terhadap rata-rata produktivitas beras dan signifikan pada taraf nyata 5% hanyalah indeks RS, sehingga indeks RS mengindikasikan kestabilan dinamis. Hal ini dikemukakan oleh Mut (2008) yang juga menyatakan bahwa indeks RS terkait dengan

kestabilan dinamis karena indeks tersebut berasosiasi secara nyata (α =5%)

terhadap rata-rata produktivitas (mean yield). Sementara kedelapan indeks lainnya dapat dikatakan sebagai indeks untuk menentukan kestabilan statis.

Tabel 10 Korelasi Spearman di antara ISN dengan produktivitas beras dan ISN dengan ISN

y Si(1) Si(2) Si(3) Si(6) NPi(1) NPi(2) NPi(3) NPi(4)

Si(1) 0.141*

Si(2) 0.135* 0.973

Si(3) 0.288* 0.896 0.956

Si(6) 0.431* 0.812 0.854 0.947

NPi(1) 0.275* 0.812 0.818 0.853 0.900

NPi(2) 0.444* 0.752 0.803 0.897 0.938 0.794

NPi(3) 0.447* 0.770 0.812 0.924 0.981 0.900 0.947

NPi(4) 0.477* 0.764 0.806 0.918 0.973 0.894 0.950 0.997

RS 0.750 0.627 0.611 0.724 0.802 0.690 0.733 0.794 0.807

Ket. * tidak signifikan pada taraf nyata α = 5%

Pada Tabel 10, dapat dilihat bahwa nilai korelasi di antara ISN adalah

berkorelasi positif dengan nilai > 0.6 (α =5%). Nilai korelasi tersebut cukup tinggi

sehingga kekompakan dari setiap ISN dalam mengklasifikasikan kestabilan efek pemupukan terhadap produktivitas beras dapat dianggap baik. Berdasarkan hal tersebut maka cukup dipilih satu ISN yang terbaik dari Sembilan ISN yang tersaji untuk dijadikan acuan dalam merekomendasikan pemupukan. Indeks yang terbaik dalam kasus ini dapat dipilih melalui nilai korelasi terbesar antara ISN dengan rata-rata produktivitas beras, yaitu indeks RS karena indeks ini memiliki nilai korelasi yang paling tinggi (0.750) dan signifikan terhadap rata-rata produktivitas beras. Jadi, indeks RS dari metode Kang merupakan ISN terbaik untuk mengklasifikasikan kestabilan efek pemupukan terhadap produktivitas beras.

(35)

23

SIMPULAN

Pemupukan yang direkomendasikan pada penelitian ini adalah P14 (N2P2K2+Dolomit+Jerami) dengan P10 (N2P2K3) sebagai alternatif pemupukan untuk direkomendasikan. Hal ini didasari dari hasil: 1) Analisis kestabilan nonparametrik Nassar dan Huehn serta Thennarasu mengklasifikasikan pemupukan P10 diikuti oleh P12 (N2P2K2+Dolomit) sebagai pemupukan yang menghasilkan produktivitas beras paling stabil di lahan sawah intensifikasi. Analisis kestabilan dengan metode Kang mengklasifikasikan pemupukan P14 sebagai pemupukan yang menghasilkan produktivitas beras paling stabil, diikuti oleh P10 dan P11 (N2P2K4); 2) Metode Nassar dan Huehn, Kang serta Thennarasu dalam kasus ini memiliki korelasi positif yang cukup tinggi dan signifikan (=5%) sehingga cukup dipilih satu indeks yang terbaik untuk digunakan dalam memilih pemupukan, yaitu indek RS dari metode Kang.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya diharapkan pengujian analisis kestabilan nonparametrik interaksi dua faktor tidak hanya menunjukkan kestabilan secara umum tetapi juga kestabilan pada lokasi tertentu, yaitu spesifik pada lokasi. Perlu adanya pengkajian kembali terhadap uji mutilokasi mengenai pemupukan pada lokasi yang lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

[BBSDLP] Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan dan Pemupukan untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan >15% Mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Laporan Tengah Tahun. Bogor (ID). Coe Ric. 2012. Multi-Environment Trials: An Overview. Statistical Services

Centre, University of Reading (UK) and World Agroforestry Centre (Kenya). Daniel WW. 1990. Applied Nonparametric Statistics. Boston (US). PWS-Kent. Delić N, Stankovic´ G, Konstantinov K. 2009. Use of Nonparametric Statistics in

Estimation of Genotypes Stability. Maydica. 54 (2009): 155-160.

Hartlaub BA, Dean AM, Wolfe DA. . Rank-based Test Procedures For Inter-action in The Two-way Layout With One Observation Per Cell. The Canadian Journal of Statistics. V(28).

Mattjik AA. Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab jilid I Edisi 2. Bogor (ID). IPB Press.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. Hadi AF. Wibawa GNA. 2011. Model AMMI dan Yang Akan Datang. Bogor (ID). IPB Press.

(36)

24

Using Nonparametric Measures. Turk J Agric For. 33 (2009) 127-137. doi:10.3906/tar-0803-28

[Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994. Penelitian Identifikasi Parameter Kebutuhan Pupuk P dan K Lahan Sawah Intensifikasi di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Laporan Hasil Penelitian. Bogor (ID). Rahadi VP. 2012. Analisis Stabilitas Nonparametrik dan Keragaan Galur-galur Harapan Cabai (Capsicum annum L.) pada 8 Lingkungan. Tesis. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sabaghpour SH, Razavi F, Danyali SF, Tobe D, Ebadi A. 2012. Additive Main Effect and Multiplicative Interaction Analysis for Grain Yield of Chickpea (Cicer arietinum L.) in Iran. ISRN Agronomy. 2012: 1-6. doi: 10.5402/2012/639381.

Sabaghnia N, Dehghani H, Sabaghpour SH. 2006. Nonparametric Methods for Interpreting Genotype x Environment Interaction of Lentil Genotypes. Crop Science. 46: 1100-1106. doi:10.2135/cropsci2005.06-0122.

Sabaghnia N, Karimizadeh R, Mohammadi M. 2012. The Use of Corrected and Uncorrected Nonparametric Stability Measurements in Durum Wheat Multi-environmental Trials. Spanish Journal of Agricultural Research. 10(3): 722-730. doi: 10.5424/sjar/2012103-384-11.

Setyorini D, Widowati LR, Rochayati S. 2004. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Sawah Intensifikasi. Agus F, Adimihardja A, Hardjowigeno S, Fagi AM, Hartati W, editor. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor (ID): Puslitbangtanak.

Totowarsa. 1987. Analisis Percobaan Varietas Padi di Beberapa Lokasi di Indonesia Selama Beberapa Musim Pengujian. Tesis.Bogor (ID). lnstitut Pertanian Bogor.

(37)

25

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Kode yang digunakan dalam analisis berdasarkan 16 pemupukan
Tabel 2 Rata-rata produktivitas beras dan koefisien keragaman berdasarkan lokasi
Gambar 2  Rata-rata produktivitas berat gabah kering bersih (BGKB) berdasarkan pemupukan di setiap lokasi
Gambar 3 Box plot rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di masing-masing lokasi secara terpisah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Platono valstybėje jos ir nėra (žr.. -42 SOCIOLOGIJOS KLAUSIMAI Šeima atsiranda tik iš J,?rupinės santuokos išsivysčius porinei san­ tuokai, kurios susikūrimas

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya tentang Pengaruh Motivasi, Self efficacy , dan Kemampuan Terhadap Minat Mahasiswa

Tempat Parkir adalah tempat pemberhetian kendaraan bermotor dan/atau tidak bermotor di lokasi yang ditentukan yaitu, di tepi jalan umum atau di badan jalan dan/atau di fasilitas

Factor Disposisi, berdasarkan hasil penelitian ini, masih kurang tegasnya Implementator dalam menerapkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel yang

Data-data yang dimasukkan ke dalam form Pengeluaran %DUDQJ ,QVWDODVL )DUPDVL DQWDUD ODLQ DGDODK 1R 6'%, WDQJJDO GLEXDWQ\D 6'%, XQLW \DQJ PHPLQWD EDUDQJ NRGH REDW QDPD obat, satuan,

Abilindo Mitra Sejahtera membutuhkan aplikasi penjualan online yang dapat memberikan informasi data member, laporan penerimaan barang, stok barang, laporan barang

Namun, Lismayani (2016) hanya menerapkannya pada rancangan dengan satu faktor saja, sementara dalam penelitian sering ditemui percobaan yang dipengaruhi oleh

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen Bauran Promosi (X) Periklanan (X1) Promosi Penjualan (X2)