• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi syariah ditinjau dari hukum islam dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen : Studi kasus AJB Bumiputra 1912 Cabang Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi syariah ditinjau dari hukum islam dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen : Studi kasus AJB Bumiputra 1912 Cabang Syariah"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI SYARIAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UU NO 8

TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah)

Skripsi

Oleh Mohamad Ihsan NIM : 102046225379

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT(EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

EFEKTIFITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI SYARIAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UU NO 8

TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS AJB BUMIPUTERA 1912 CABANG SYARIAH)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I) Oleh :

Mohamad Ihsan NIM : 102046225379

Dibawah Bimbingan

Pembimbing 1 Pembimbing 2

H. Sugiyarno, SE, MM, AAAI-J Drs. H. Hamid Farihi, M.A NIP : 150.228.413

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT(EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

ABSTRAK

Mohamad Ihsan (102046225379), Efektivitas Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Syariah ditinjau dari Hukum Islam dan UndangUndang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 81 hal.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi al-âlamîn, sujud syukur penulis haturkan ke Dzat yang Maha Rahmân bagi semesta alam dan Rahîm bagi semua hamba yang selalu menjalankan perintah-Nya, yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih pada hati manusia.

Washalâtu wasalâm ‘alâ rasûlillah senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Saw (yang tak pernah lelah untuk selalu membimbing umatnya dengan penuh kasih sayang), kepada keluarganya, sahabatnya serta ummatnya sepanjang zaman. Semoga kita mendapat syafa’atnya di yaumu al-Ba’ats, amîn.

Penulis bersyukur, setelah proses yang cukup panjang yang syarat akan ganngguan dan hambatan, akhirnya dengan limpahan kasih sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul " EFEKTIFITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI SYARIAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah)".

Penulis menyadari betapa sederhana karya tulis ini dan jauh dari sempurna. Namun penulis juga tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan kata terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bpk. Prof. DR. H. M. Amin Suma SH., MA., MM., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu. Euis Amalia M. Ag. dan Bpk. Ah. Azharudin Lathief, M.Ag., MH. sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid Jakarta.

(5)

4. Bapak Dr. Dr. H. A. Juaini Syukri, M.Ag dan Drs. H. Burhanudin Yusuf, MM selaku dewan penguji skripsi.

5. Seluruh staf dan karyawan AJB. Bumiputera 1912 Cabang Syariah, yang telah sudi menerima penulis untuk melakukan riset dan mau membantu memberikan data yang diperlukan guna penyelesaian skripsi ini.

6. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid Jakarta, tempat penulis memperoleh berbagai informasi dan sumber-sumber skripsi.

7. Para dosen yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

8. Yang tercinta Ayahanda (M. Sutikno) dan Ibunda (Siti Musriah), yang dengan ikhlas selalu mengajarkan dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menjalankan kehidupan ini. Sebagai seorang anak, penulis belum bisa membalas jasa keduanya kecuali berdo’a semoga Allah SWT memberikan hati yang sabar serta balasan yang terbaik atas semua amal mereka dan selalu melimpahkan rahmat dan Inayah-Nya.

9. Kakak tercinta, Siti Sholeha, Siti Salamah, M. Fauzi, M. Rifai, SE. M. Warham, SH, M. Ainur R, M. Hari Fachreza, SH., Siti Komaerini, yang selalu memberikan nasehat-nasehatnya agar penulis menjadi lebih baik. Kaulah kakak dan sahabat terbaik penulis. Adiku Siti Nurul Mariana tersayang yang selalu menjadi motivasi bagi penulis dalam menjalani hidup ini. Serta semua keponakanku, Semoga kalian semua lebih baik dari penulis.

10.Mas Huda SH. MH, Mas Bahrul Muhtasib, SE.I, M.Si, Mbak Siti Kalimah S.Sos, Matur suwun wejangane lan singgahane.

(6)

Fais, Asep, Hamdi, Ozi, De2, Simon, (sahabat dan teman diskusi yang baik) Semoga persahabatan kita tak akan lapuk oleh masa.

12.Buat teman-teman Asuransi Syariah angkatan 2002 : Dondi, Bidin, Hamdi, Ues, Fuad, Edo, Mexi, Amsari, Muis, Harly, Rihlah, Ella, Iyom, Ainun, Yayah, Inay dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga tali silaturahmi kita tetap tejalin.

13.Kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih semoga semua amalan yang telah anda lakukan dicatat sebagai amalan kebaikan kelak di akhirat. Amin.

Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang jauh dari sempurna. Dan semoga karya sederhana ini bermanfaat khususnya bagi pihak-pihak yang peduli terhadap Asuransi Syariah dan umumnya untuk semua pihak pemerhati Ekonomi Islam. Wassalam.

Depok, 22 September 2007 Ramadhan 1428 H

(7)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 12

D. Metode Penelitian 13

E. Sistematika Penulisan. 15

BAB II TINJAUAN UMUM AKAD ASURANSI SYARIAH 16

A. Tinjauan Akad Asuransi Syariah 16

B. Pengertian Akad dalam Asuransi Syariah 17

C. Syarat Sahnya Akad Asuransi Syariah 19

D. Jenis-jenis Akad Asuransi Syariah 24

E. Polis Asuransi Syariah 28

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AJB BUMI PUTERA 1912 35

A. Sejarah Berdirinya AJB Bumiputera 35

B. Latar Belakang Berdirinya Divisi Syariah 36

C. Falsafah Visi dan Misi 37

D. Landasan Operasional 39

E. Produk-produk dan Manfaatnya 42

(8)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS DALAM AKAD ASURANSI SYARIAH PADA AJB BUMIPUTERA 1912 CABANG SYARIAH 52 A. Hubungan Akad Asuransi Syariah dengan Hukum Islam 52

B. Hubungan Antara Penerapan Akad Asuransi Syariah dengan

UUPK No 8 1999 55

C. Penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada Akad Asuransi Syariah 62

D. Dampak Penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada Akad Asuransi Syariah 68

BAB V PENUTUP 70

A. Kesimpulan 71

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya hampir semua kegiatan dalam kehidupan manusia tidak dapat dihindarkan dari suatu risiko, dimana risiko yang terjadi salalu membawa dampak yang kurang menguntungkan. Risiko tersebut dapat berupa sakit, kecelakaan, kematian dalam usia muda, hilangnya harta benda proses ketuaan lebih awal mengakibatkan kelemahan fisik, hilangnya pekerjaan sehingga pendapatan keluarga terhenti, dan sebagainya. Oleh karenanya, manusia selalu berusaha keras untuk mendapatkan pengamanan sejak mereka ada. Pada mulanya, rasa aman itu ada apabila ada jaminan atas tersedianya makanan dan tempat tinggal.

Apabila kita membaca sejarah kerajaan Mesir kuno, kita dapat mengetahui bagaimana rakyat Mesir meyisihkan sebagaian dari hasil panennya sewaktu memperoleh hasil panen yang baik, guna mengamankan persediaan makanan sewaktu mereka berada pada musim kering.1

Dalam menghadapi risiko kemungkinan kehilangan atau kerugian manusia mengambil sikap:

1. Melakukan Antisipasi.

1

(10)

Cara yang paling jelas dan mudah adalah menghindari risiko. Kita dapat menghindari kemungkinan risiko luka atau kematian akibat kecelakaan pesawat terbang atau kita dapat menghindari risiko rugi pada bursa saham dengan tidak membeli saham.

2. Menghindari risiko.

Kita dapat mengontrol risiko dengan cara pencegahan. Untuk mencegah kemungkinan kehilangan mobil kita dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti pemasangan kunci ekstra, alarm mobil.

3. Menerima kemungkinan terjadinya risiko.

Menerima risiko berarti menerima semua tanggung jawab finansial pada risiko tersebut.

4. Mengalihkan kemungkinan kerugian atau kehilangan tersebut supaya tidak terjadi.

Ketika seseorang mentransfer atau mengalihkan risiko ke pihak lain, orang itu mengalihkan tanggung jawab finansialnya untuk suatu risiko kepada pihak lain yang membayar jasa tersebut. Cara paling umum untuk individual, keluarga, dan bisnis untuk metode ini biasanya melalui asuransi.

Sikap-sikap diatas dapat mengatasi risiko yang dihadapi, sehingga sejak lama orang mencari cara lain untuk mengatasi risiko tersebut yang sekarang dikenal sebagai lembaga asuransi.2

2

[image:10.612.121.531.157.518.2]
(11)

Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan (financial).3 Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak (parjanjian) pertanggungan risiko antara tertanggung sama penanggung. Penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan terjadinya risiko yang dipertanggungkan. Sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung. Di dalam industri asuransi, secara operasional, risiko itu diartikan sebagai kerugian yang tidak pasti. Artinya, risiko mempunyai dua unsur, yaitu mungkin terjadi mungkin tidak.4

Ada beberapa macam resiko yang perlu di pertimbangkan: 1. Risiko Murni (pure risk)

Yaitu suatu risiko yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya. Kalau ketidakpastian itu terjadi, maka yang ada hanya kerugian.

2. Risiko spekulasi (spekulatif risk)

Pada risiko ini, terdapat dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk memperoleh keuntungan atau kerugian. Contohnya seorang menderita kerugian bila harga saham itu turun atau akan mendapatkan keuntungan bila harga saham itu naik.

3

AM. Hasan Ali, AsuransDalam Pespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan analisis Historis Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004) hal. 60

4

(12)

Tidak semua risiko dapat diasuransikan atau dipertanggungkan. Risiko yang dapat diasuransikan sebenarnya risiko jenis murni yang tidak dapat dihindarkan. Risiko jenis ini, seperti kebakaran, kematian, jatuh sakit, kecelakaan dan sebagainya tidak dapat sepenuhnya dihindarkan kerena memang merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Dengan asuransi, risiko beralih dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung (perusahaan asuransi) sehingga bila risiko tersebut terjadi dapat mengurangi beban kerugian yang harus ditanggungnya.

Pasal 1336 ayat 1 KUHP mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya perkataan “semua” dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi.5

Melalui perjanjian asuransi, orang dapat mengalihkan berbagai risiko yang dihadapi. Dengan demikian, manfaat asuransi adalah mengurangi ketidakpastian karena risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Seseorang membayar premi untuk mengganti ketidakpastian disebabkan oleh kemungkinan kerugian. Artinya, risiko itu dapat dikelola ataupun dialihkan pada pihak lain (perusahaan asuransi) yang satu dengan yang lainnya dapat memiliki keterikatan yang saling menguntungkan.

Di dalam dunia bisnis tertentu, misalnya perdagangan, perbankan dan perasuransian, terdapat kecenderungan untuk menggunakan apa yang dinamakan

5

(13)

kontrak atau akad yang sebelumnya oleh pihak perusahaan telah menetapkan secara sepihak yang isinya dapat digunakan secara berulang-ulang dengan berbagai pihak/konsumen perusahaan tersebut. Dalam Akad tersebut sebagian besar isinya sudah ditetapkan oleh pihak perusahaan yang tidak membuka kemungkinan untuk dinegoisasikan lagi. Dapat difahami bagi pelaku usaha, pemberlakuan dokumen ini adalah supaya pelaku usaha tidak berulang-ulang membuat perjanjian dengan konsumen yang berbeda-beda, karena pelaku usaha mempunyai puluhan, ratusan bahkan ribuan konsumen. Jika setiap konsumen diadakan pejanjian yang berbeda-beda, tentunya ini akan membuang waktu tenaga dan bahkan biaya. Artinya bagi pelaku usaha asuransi, pertimbangan utama digunakannya perjanjian baku adalah pertimbangan efisiensi.

Perumusan kontrak baku atau perjanjian tertulis membutuhkan keterampilan redaksional hukum yang hanya dimiliki oleh ahli hukum atau pengacara yang tentunya membutuhkan biaya yang mahal. Atas dasar itu banyak orang menggunakan perjanjian sejenis dibuat dan digunakan secara massal. 6

Perjanjian dibuat karena tidak memperlukan waktu yang lama untuk melakukan negoisasi. Jadi Akad muncul dengan latar belakang sosial, ekonomi dan praktis. Adanya Akad karena dunia bisnis memang membutuhkannya. Oleh karena itu Akad diterima oleh masyarakat.

6

(14)

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk melakukan akad/perjanjian dengan siapapun. Perjajian diantara satu pihak dengan pihak lain tersebut bersifat privat, artinya hanya mengikat kedua belah pihak. Karena itu pihak lain tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam perjanjian tersebut, tidak juga negara (dalam bentuk undang-undang).7 Negara hanya bisa melakukan intervensi dalam hubungan privat/ perdata apabila salah satu pihak yang melakukan perdata berada dalam posisi yang lemah. Negara mempunyai tugas untuk melindungi pihak yang lemah tersebut agar mempnyai posisi yang kuat. Misalnya pihak perjanjian itu harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian, bahwa materi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan poeraturan perundang-undangan, keterlibatan dan kesusilaan bahwa perjanjian tidak boleh timbul akibat dari adanya paksaan, kekhilafan ataupun penipuan.8

Sedangkan apabila seseorang membuat perjanjian sewa-beli ataupun macam-macam bentuk perjanjian lain, asalkan tidak bertentangan dengan hal-hal tersebut diatas maka perjanjian tersebut tetap sah dan tidak ada otoritas manapun yang berhak membatalkannya kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak. Hal yang mengikat perilaku atau keadaan demikian adalah apa yang disebut “Asas Kebebasan Bersepakat”

7

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, h 188

8

(15)

Pada dasarnya, hukum perikatan Islam juga menganut asas kebebasan berkontrak yaitu suatu perikatan atau perjanjian akan sah dan mengikat kedua belah pihak apabila ada kesepakatan suka sama suka (antaradhin) yang terwujud dalam dua pilar yaitu ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan). Namun demikian tentunya sangat berbeda dalam hal prinsip-prinsip dalam rangka pembatasan asas kebebasan berkontrak tersebut. Karena pembatasan yang diberikan dalam asas kebebasan berkontrak dalam KUHP adalah buatan manusia berupa undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum, sementara pembatasan dalam konsep syariah adalah dari firman Allah dalam Al-Quran dan pernyataan Nabi Muhammad dalam Hadist (as-sunnah).9

Dengan demikian tentu saja perbedaan sangat esensial dalam pembatasan-pembatasan yang diberikan kedua konsep tersebut. Misalnya dalam konsep syariah sebuah perjanjian atau akad tidak boleh memuat lima hal berikut;

a. Membuat dan menjual barang najis.

b. Mengandung barang-barang yang tidak bermanfaat dalam Islam. c. Mengandung gharar (tidak jelas).

d. Mengandung riba. e. Perjudian.

9

(16)

Suatu akad dalam hukum Islam harus dilandasi adanya kebebasan kehendak dan kesukarelaan dari masing-masing pihak yang mengadakan transaksi. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 29 :

! "#

$ %"&'

(

)

* +, . /

01 2

+(&

3/

4 35

6 )

7

%"#

8, 9 :

;

<=

9"#

>$ %? @

A

C(5"#

>$ %DE FG )

A

H635

6 IJ

>$ %3/

KLM N O

.

Artinya: “Hai orang-orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh drimu sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu”. (an-Nisa’- 29)

Hukum Islam memberikan kebebasan bersepakat pada setiap orang untuk melakukan akad sesuai yang diinginkan, sebaliknya apabila ada unsur pemaksaaan atau pemasungan kebebasan akan menyebabkan legalitas Akad yang dihasilkan batal dan tidak sah. Firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Maidah ayat 1 :

!

)

M

5

(&

3/

A

P*

NQ)

$ %"&

:

LMS T

UV

GCW

X 35

AOY C

>$ %(ZY

[

\>9I]

^_`#

a

b(Mcd&

>$CG )

]e 9 N

%

H635

$ %( "f

b _9

.

Artinya :

(17)

mengerjkan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki_Nya. (al-Maidah-1)

Asas ini menggambarkan adanya prinsip dasar muamalah yaitu kebolehan (mubah) yang mengandung arti bahwa hukum Islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam muamalah baru sesuai perkembangan kebutuhan hidup manusia.10

Namun kebebasan berakad tersebut memiliki batasan terhadap hal-hal yang sudah dilarang dalam syariat, Tujuan dari pembatasan tersebut adalah untuk menjaga agar tidak terjadi penganiayaan terhadap sesama manusia.

Dalam industri asuransi khususnya asuransi jiwa (life insurance), hubungan antara penanggung (perusahaan asuransi ) dengan tertanggung (konsumen yang membeli asuransi) diikat oleh perjanjian baku yang dikenal dengan istilah polis. Polis menurut pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) merupakan bukti utama adanya perjanjian antara tertanggung/pemengang polis dengan perusahaan asuransi sebagai penanggung, yang oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebut Pelaku Usaha.

Dalam praktek sehari-hari, seringkali calon tertangung/pemegang polis sebagai calon konsumen jarang bahkan ada yang sama sekali tidak membaca dan atau mempelajari polis yang dibelinya. Hal itu biasanya terjadi karena perusahaan asuransi menerbitkan polis dengan huruf yang berukuran kecil, sehingga sulit untuk

10

(18)

memahami isi polis. Dengan tidak membaca apalagi memahami isi standar polis, pada akhirnya menyebabkan tertanggung/pemengang polis tidak memahami hak dan kewajibannya selaku konsumen asuransi, yang pada akhirnya seringkali menimbulkan perselisihan di kemudian hari.

Hak-hak konsumen dalam praktek kehidupan sehari-sehari sering juga tidak diterapkan. Hal ini karena ketidaktahuan atau keengganan dalam menerapkannya. Di pihak lain masih banyak produsen yang sering bertindak semena-mena karena ketidak tahuan dan ketidak berdayaan konsumen. Tentu saja itu sangat merugikan masyarakat, karena setiap hari masyarakat selalu berperan sebagai konsumen barang maupun jasa, dimana masyarkat pasti pernah merasakan adanya kecurangan yang dilakukan oleh produsen yang akhirnya membuat konsumen kecewa, tidak puas dan bahkan merasa tertipu.

(19)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Pembangunan dan perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/ atau jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/ atau jasa. Akibat barang dan/ atau jasa yang ditawarkan bervareasi baik produk luar negeri maupun produk dalam negeri.

Kondisi diatas disatu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena segala kebutuhan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/ atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Tetapi disisi lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah yang menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen.

(20)

baku yang dikeluarkan oleh perusahan asuransi syariah serta akibat hukumnya di tinjau dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999. tentang Perlindungan Konsumen.

2. Perumusan Masalah.

Agar pembatasan dalam penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis akan merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah hubungan antara akad asuransi syariah dan ketentuan pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen dalam perjanjian asuransi syariah?

b. Apakah pembuatan polis asuransi syariah telah sesuai dengan ketentuan mengenai klausula baku dalam pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

Tujuan penulisan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi syariah selaku konsumen dalam perusahaan asuransi syariah.

(21)

1. Mengetahui apakah para pemegang polis asuransi syariah selaku konsumen sudah dilindungi hak-haknya dalam ketentuan polis asuransi syariah maupun dalam praktek pelaksanaan perjanjian asuransi syariah.

2. Mengetahui usaha-usaha apa saja yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dan Dewan Syariah Nasional pada usaha perasuransian di Indonesia agar konsumen tidak dirugikan.

Sedangkan kegunaan penelitiaan ini adalah secara teoritis, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan perjanjian asuransi syariah secara khusus. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapakan dapat menjadi masukan bagi perusahaan asuransi syariah dalam membuat polis asuransi syariah.

D. Kerangka Teori dan Konsepsi

Dengan lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, masyarakat sudah semakin memahami akan hak-hak dan kewajibannya sebab tujuannya jelas yaitu untuk dapat mengangkat harkat dan martabat konsumen melalui berbagai upaya dengan berusaha meningkatkan pengetahuan, kepedulian dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun, mahluk hidup lainnya.

(22)

dalam masyarakat baik bagi keputusan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluq hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat, Konsumen adalah : “Setiap pemakai dan atau pengguna barang dan tau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain”.

Secara umum, hak-hak yang menjadi tujuan dibuatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Hak atas keselamatan. 2. Hak atas kejujuran.

3. Hak atas perjanjian yang adil. 4. Hak untuk mengetahui. 5. Hak untuk memilih. 6. Hak atas privasi.

7. Hak untuk membenarkan kesalahan. 8. Hak untuk bekerja secara aman. 9. Hak untuk didengan pendapatnya.

10.Hak untuk dapat berfikir untuk menentukan sesuatu.

Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki hak sebagia berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

(23)

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan.

6. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketapelindungan konsumen secara patut.

7. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

8. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

9. Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, jika barang dan/atau jasa jika barang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

10.Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.

Islam sangat menuntut kepada setiap umatnya agar diantara mereka selalu saling menghormati/menghargai satu sama lain karena manusia derajatnya sama dimata Allah SWT. Begitu juga dalam bisnis dimana para pengusaha harus mengimplementasikan rasa hormat kepada partnernya agar timbul rasa saling percaya diantara mereka terjadi suatu kontrak kerjasama.

(24)

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang berarti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan pendekatan yang bersifat komparatif dan kualiatatif

Penggunaan metode penelitian yuridis normatif bertujuan untuk menganalisa norma-norma yang terdapat pada peraturan perundang-undangan di bidang asuransi, khususnya norma-norma hukum di bidang pelindungan konsumen.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengunakan metode deskriptis kualitatif yaitu pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan informasi dan data sebanyak-banyaknya dengan jalan mengklasifikasikannya serta menganalisisnya. Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan (libraryresearch) penelitianlapangan ( fieal research)

(25)

mendeskripsikan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-matri yang cukup relevan dengan permasalahan lalu dikomparasikan.

Penelitian lapangan yaitu melakukan pencarian data-data dan informasi mengenai permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Melalui;

1. Interview atau wawancara kepada para pihak yang berkepentingan, sesuai dengan obyek penelitian yang telah diambil.

2. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data lapangan di lokasi penelitian. 3. Analisa, yaitu melakukan analisa terhadap hasil-hasil yang telah diperoleh baik

dengan jalan wawancara ataupun dari sumber data yang telah di temukan. Dalam jenis penelitian ini penulis mencoba langsung terjun kelapangan yaitu penelitian langsung keperusahaan yang dijadikan objek penelitian di AJB Bumiputera 1912 Cab. Syari’ah.

Adapun pedoman penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan pedoman penulisan skripsi, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Tahun 2007. dan untuk penulisan Ayat Al-Qur’an penulis merujuk pada al-Qur’an terbitan Departemen Agama RI.

F. Sistematika Penulisan.

(26)

BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Metode penelitian, Sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Akad Asuransi Syariah Bab ini terdiri dari : Tinjauan akad asuransi syariah, Pengertian akad dalam asuransi syariah, Syarat sahnya akad asuransi syariah, Jenis-jenis akad asuransi syariah, Polis asuransi syariah

BAB III : Gambaran Umum Tentang AJB Bumiputera 1912 Bab ini terdiri dari : Sejarah berdirinya AJB Bumiputera, latar belakang berdirinya divisi syariah, Falsafah visi dan misi, Landasan operasional, Produk-produk asuransi syariah dan manfaatnya, Stuktur dan keanggotaan AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah, Jobdiskripsi.

BAB IV : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Dalam Akad Asuransi Syariah Pada Ajb Bumiputera 1912 Cabang Syariah. Bab ini terdiri dari : Hubungan akad asuransi syariah dengan hukum Islam, Hubungan antara penerapan akad asuransi syariah dengan UUPK No 8 1999, Penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada akad asuransi syariah, Dampak penerapan UUPK No 8 Tahun 1999 pada akad Asuransi Syariah

[image:26.612.111.529.109.609.2]
(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM AKAD ASURANSI SYARIAH

A. Tinjauan Akad Asuransi Syariah

Akad dalam transaksi merupakan sesuatu yang sangat esensial. Sah atau tidaknya suatu transaksi tergantung bagaimana bentuk akad yang telah disepaki kedua belah pihak. Apakah telah memenuhi syarat dan rukunnya atau belum. Dalam pembuatan klausul akad harus dibuat secara jelas agar tidak ada yang dirugikan diantara kedua belah pihak. Asuransi adalah bentuk akad modern yang tidak dapat terhindar dari akad yang membentukya. Hal ini disebabkan karena dalam prakteknya, asuransi melibatkan dua orang yang terikat dalam perjanjian untuk saling melaksanakan hak dan kewajiban, yaitu antara peserta asuransi dengan perusahaan.11

Pada umumnya, sebuah akad merupakan cara yang paling efektif untuk melakukan transaksi kepemilikan dan pemindahan harta. Akad merupakan perpaduan dari penawaran dan penerimaan dan dinyatakan sebagai sumber kewajiban perjanjian dari dua belah pihak yang mengadakan akad atas suatu hal tertentu.12

11

AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis, Teoritis, dan Praktis (Jakarta, Prenada Kencana, 2004) hal. 136

12

(28)

Akad dalam asuransi syariah disebut polis. Salah satu dari kata polis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “surat perjanjian antara orang yang masuk asuransi dan perseroan asuransi”.13 Disamping pengertian tersebut ada pula pengertian polis lainnya, yaitu perjanjian atau persetujuan tertulis antara perusahaan asuransi dan pemilik polis. Polis termasuk semua kertas endorsement dan pengikat, mengangkat perjanjian asuransi keseluruhan.14

Polis asuransi merupakan perjanjian yang sah, oleh karena itu polis asuransi tunduk pada prinsip-prinsip hukum perjanjian, walaupun dalam hal perjanjiannya telah disesuaikan dengan perjanjian asuransi.

B. Pengertian Akad dalam Asuransi Syariah

Pengertian akad dalam asuransi syariah jauh berbeda dengan praktek asuransi konvensional. Dalam Undang-Undang Hukum Perdata Mesir pasal 747 mendefinisikan kontrak asuransi sebagai berikut:

Akad yang ketentuannya penanggung (pihak pertama) wajib memberikan uang, atau imbalan lain yang bernilai uang kepada tertanggung (pihak kedua) atau pihak ketiga yang mendapat kuasa untuk kebaikannya (mustafid), adanya kejadian peristiwa yang dijelaskan dalam polis. Apa yang diberikan penanggung tersebut sebagai pengganti dari premi atau pembayaran uang lainnya yang diberikan tertanggung kepadanya.15

13

Tim Penyususn Kamus Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa “Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka 1989 , cet ke.2 hal. 693

14

A. Hasymi Ali dkk, Kamus Asuransi (Jakarta, Bumi Aksara) 2002 cet.2 . hal. 69 15

(29)

Dari pengertian tersebut, nampak bahwa yang membedakan pengertian Akad asuransi syariah dengan konrak konvesional adalah tujuan dari dibuatnya akad tersebut. Dalam akad asuransi syariah, tujuan utama dalam pembuatan akad adalah “ta’awun” dan “tadhamun” saling bertanggung jawab, saling berkerja sama atau bantu membantu dan saling melindungi penderitaan satu sama yang lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan dalam syariat, karena prinsip-prinsip dasar syariat mengajak kepada setiap orang dalam keeratan jalinan sesama manusia dan sesuatu yang dapat meringankan bencana mereka.

Firman Allah SWT. Dalam Al-Quran surah Maidah ayat 2 :

G

"#

^Y#

3h\U&(&

%i

(5jk&

G

"#

^Y#

UV(V*l

06'

Pb

(&

A

5H#

H635

b

bI

Um

"5

(&

(

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.(Maidah : 2)

Firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 71 :

6

?

"L(&

* ,

"L(&

>$

n

/

o

M &

)

<p

/

A

7 oqr!

s

9

L(&

3/

6>

?

t;

_9"%?L(&

7 LMU5

Y,A Y cd&

7

#"

Y,A IJHi&

7

M 2

Fu )"

v O

A

wx

"&

Q)

$

4I \y9

v

(30)

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan. Sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi maha bijaksana. (At-Taubah : 71)

Asuransi syariah juga mengarah kepada sebuah masyarakat yang tegak di atas saling membantu dan saling menopang, karena setiap umat Islam terhadap umat Islam lainya merupakan sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian lainnya. Dalam model asuransi syariah tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil, karena apa yang telah diberikan adalah semata-semata sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan. Selain itu keberadaan asuransi syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan perekonomian umat.

Dengan demikian, keberadaan asuransi syariah, akan memberikan kententraman pada setiap peserta karena sedikit meringankan beban yang dipikulnya di kemudian hari. Dan Allah SWT pun akan memberikan imbalan kepada setiap hambaNya yang membantu meringankan beban saudaranya di hari kiamat nanti.

C. Syarat Sahnya Akad Asuransi Syariah

Terdapat beberapa solusi untuk menyiasati agar dalam melakukan akad asuransi syariah terhindar dari unsur-unsur yang dilarang oleh agama dalam setiap transaksinya. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gharar (uncertainty)Ketidakpastian.16

16

(31)

Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-akhida’ (penipuan, yaitu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.17 Para ulama fiqih mememliki pendapat yang berbeda dalam memberikan pengertian gharar. Namun pada dasarnya adalah satu pengertian, yaitu sesuatu yang belum dapat dipastikan.

Rasullulah SAW. Bersabda tentang gharar dalam hadist yang diriwayatkan oleh bukhori sebagai berikut:

"

#

ی %

& '

()ﻥ

&+ﺱ-(./

0 ."

.ﺱ1

"

2

34

1

"

2

- 5

)

6

1-. ﻡ

18

Artinya: “Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW. Melarang jual beli hashab dan jual beli gharar”. (HR. Muslim

)

"

8+9 ﻡ

#:-0 "

& '

(./

0 ."

.ﺱ1

:

;

<ﺕ

>

#?

0ﻥ@?

- A

)

6

1-B

(

19

Artinya: ”Dari ibnu Mas’ud Ra Rasulullah Saw bersabda: Jangan membeli ikan yang masih di dalam air karena gharar (tidak jelas). (HR. Ahmad)

Jual beli gharar yang dimaksud adalah sebuah bentuk transaksi yang menyadarkan pada suatu yang tidak pasti. Transaksi yang demikian itu diibaratkan

17

Hasan Ali. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis, Teoritis, dan Praktis. hal. 134

18

Muslim ibn al-Hajaj abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisyaburi, Shahih Muslim, tahqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqi, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-'Arabi, tt,) juz 3, hal. 1153.

19

(32)

seperti seseorang yang menjual kucing di dalam karung. Sehingga tidak diketahui bagaiman bentuk kucing tersebut. Jual beli seperti di atas tidak saja mengandung unsur gharar tetapi juga telah menipu pembeli. Allah SWT telah melarang jual beli yang sedemikian itu dalam Al Quran surat al-Muthafifin ayat 1-3 :

1

|} F ~F"2L!

`&

.

|

"•35

&

k(J

^Y#

H

H?&

6

!>

kE,‚

.

"•35

>$

ƒ

&

IJ

)

>$

ƒ G

„H

6 \s…(

f

CDDE

FG

-G

(

Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. ( al-Muthafifin : 1-3)

Ayat tersebut diatas menggambarkan bagaimana seorang penjual yang telah mengurangi takaran kepada pembeli sehingga jelas penjual tersebut telah melakukan tindakan penipuan terhadap pembeli. Dan ini merupakan salah satu bentuk penipuan yang sering terjadi dalam masyarakat.

Syafii Antonio menyatakan bahwa kontrak/perjanjian dalam asuransi konvensional dapat dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima.20 Keadaan ini akan rmenjadi rancu karena kita tahu berapa yang akan diterima (uang pembayaran klaim) tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan jumlah premi karena kita tidak tahu berapa yang akan dibayarkan karena hanya

20

(33)

Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah praktek gharar terjadi pada asuransi konvensional.

Untuk menghindari praktek asuransi syariah dari unsur gharar, maka Akad tersebut harus diubah menjadi akad tabarru’at (sukarela), karena menurut ulama fiqh bahwa gharar hanya berpengaruh terhadap mu’awadah (tukar menukar) saja, tidak terhadap tabarru’at , dan tabarru’-at ini tidak mencari keuntungan”.

2. Maisir (gambling, untung-untungan)

Allah SWT. Telah memberi penegasan terhadapkeharaman melakukan aktivitas ekonomi yangmempunyai unsur judi (maisir).21

Firman Allah dalam al-Quran surat al-Maidah 90 :

:S b

|

L G35

9PL" (†

\s…(M

L(&

2m

DdGCW

$ "&(„CW

‡ˆP‰O

P; @

01

L

t; "2(ZŠ‹&

Y w Œ kP‰

"!

>$ %z

"&

6 "3 (F

#

.

.

(

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengudi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan”. (al-Maidah : 90)

Ayat diatas mejelaskan bahwa Allah SWT memperintahkan kepada umat manusia untuk tidak melakukan praktek judi dalam bentuk apapun. Larangan

21

(34)

tersebut terdapat sifat ketergantungan yang menyebabkan malas untuk melakukan usaha guna mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Akad asuransi syariah termasuk akad tabarru’ (sukarela) yang berbeda dengan judi (gambling) karena asuransi syariah tidak hanya bertujuan untuk mengurangi risiko (risk) tetapi bersifat tolong menolong (sosial) serta membawa kemaslahatan bersama bagi kedua belah pihak. Dalam konsep asuransi syariah, apabila peserta mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan santunan kebajikan. Sementara judi, justru menciptakan risiko, tidak bersifat sosial dan membawa masalah dan petaka bagi mereka yang melalukannya.

3.

Riba (ziyadah)

Islam menganggap riba sebagai salah satu unsur terburuk yang merusak sendi-sendi kehidupan, baik secara ekonomi, sosial, maupun moral. Riba diartikan sebagai kelebihan atau tambahan uang yang telah ditentukan terlebih dahalu dari pinjaman pokok secara bersyarat dan dalam tempo tertentu. Allah SWT dengan tegas melarang paktek riba dalam masyarakat, salah satu Firman-Nya dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 130 :

! "#

/_h9&

?F

P• )

?:IF

n

5H#

>$ %z

"&

6 "3 (F

#

.

(35)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali-Imran : 130)

Praktek riba ini rentan sekali terjadi dalam praktek muamalah. Unsur riba tercermin dalam asuransi konvensional dimana praktek ribawi terjadi pada saat melakukan investasi dimana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam konsep asuransi syariah dana premi yang terkumpul di investasikan dengan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) terutama mudharabah dan musyarakah.

Untuk menghindari dari praktek ribawi, maka asuransi syariah mengelola dana melalui investasi dengan prinsip-prinsip syar’i. Dalam hal ini perusahaan asuransi berperan sebagai pengelola (mudharib) dan peserta asuransi sebagai pemilk modal (shahibul mal), sehingga dana tersebut, merupakan amanah dan bukan milik perusahaan, Oleh karenanya apabila terjadi surplus dari investasi akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan nisbah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi risiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, riba, maysir. yang selama ini terjadi di lembaga keuangan konvensional

(36)

1. Akad Tabarru’

Akad tabarru’ digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa mengharapkan adanya keuntungan meteriil dari pihak-pihak yang melakukan perikatan, kecuali berharap mendapatkan balasan dari Allah SWT. Walaupun demikian, dalam transaksi yang bersifat tabarru’ ini diperbolehkan untuk memungut biaya yang akan digunakan dalam pengelolaan transaksi tabaru’ sehngga tidak ada surplus atau keuntungan meteriil yang diperoleh.22 Rasulllah bersabda:

J"

#C

" 0 "

#:- ی % # B

K L ﻡ Kﻡ K" MKDﻥ Kﻡ & K' .ﺱ1 0 ."

(./

Kﻡ N O+Kی Kﻡ K L 0K "

MDﻥ ﻥ

P

ﻥ K #K? 0K ."

K9ﻡ (K."

Kی Kﻡ1

QR 1

. ﻡ 6

1-23

Artinya:

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda: Barang siapa yang menghilangkan kesulitan dunianya seorang mukmin maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa mempermudah kesulitan seseorang maka Allah SWT. akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat (HR. Muslim).

Melalui hadis tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling membantu antara sesama manusia dengan menghilangkan kesulitan seseorang atau dengan mempermudah urusan dunianya. Dalam asuransi kandungan hadis ini terlihat dalam bentuk pembayaran dana sosial (tabarru’) dari anggota (nasabah) perusahaan asuransi yang sejak awal mengikhlaskan dananya untuk kepentingan sosial, yaitu

22 S

Slamet Wiyono Cara Mudah Memamhami Akuntansi Perbankan Syariah ( Jakarta : Grasindo 2005) hal. 29

23

(37)

untuk membantu dan mempermudah urusan orang lain yang mendapat musibah atau bencana.

Akad tabarru’ pada asuransi syariah adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan sosial bukan tujuan komersial. Dalam akad tabarru’; harus disebutkan sekurang- kurangnya :

1. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu

2. Hak dan kewajiban antara peserta secara indvidu dalam akun tabarru’ selama peserta dalam arti badan/kelompok.

3. Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim.

4. Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang di akadkan. Pengeloalan dana tabarru’ yaitu dengan cara :

1. Pembentukan dana tabarru’ harus dipisahkan dengan dana lainnya.

2. Hasil investasi dari dan tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’

Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau akad mudharabah musyarakah.

2. Akad Mudharabah

(38)

sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakan bersama.24

Apabila terjadi kerugian dalam perdagangan itu, kerugian ini ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Definisi ini menunjukkan bahwa yang diserahkan kepada pekerja itu adalah modal, bukan manfaat seperti penyewaan rumah.25

Akad mudharabah boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi karena merupakan bagian dari mumalah dan juga dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun non tabungan (non saving) 26

Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib

(pengelola) sedangkan peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertndak sebagai shahibul mal (investor) sedangkan para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk nonsaving, bertindak sebagai shahibul mal (investor).

Secara singkat dapat dikatakan ada dua akad yang membentuk Asuransi Syariah, yaitu akad tabarru’ dan akad mudharabah. Akad tabarru’ terkumpul dalam dana sosial yang tujuan utamanya digunakan untuk saling menanggung peserta asuransi yang mengalami kerugian. Sedangkan akad mudharabah terwujud tatkala dana yang terkumpul dalam perusahaan asuransi itu di investasikan dalam wujud usaha yang diproyeksikan menghasilkan keuntungan karena landasan awal

24

Nasrun Harun, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Pratama Medika) hal. 176 25

Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, hal 177 26

(39)

dari akad mudharabah ini adalah bagi hasil. Maka dalam investasinya sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati. Sebalikya jika dalam investasinya mengalami kerugian maka kerugian tersebut dipikul bersama peserta asuransi.

3.

Polis Asuransi Syariah

Pasal 255 KUHD mengatakan bahwa suatu perjanjian pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan sebuah akta yang bernama polis. Memperhatikan pasal 255 KUHD tersebut seolah-olah perjanjian pertanggungan itu baru sah bila dibuat secara tertulis dengan suatu akta yang disebut polis. Sehingga dapat dikatakan bahwa polis merupakan syarat untuk adanya perjanjian.27

Apabila diperhatikan pasal 257 KUHD, hal ini banyak tidak benar disebabkan dalam pasal tersebut bahwa perjanjian asuransi diterbitkan seketika setelah ditutup, hak dan kewajiban berbalik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu bahkan sebelum polisnya ditanda tangani. Artinya kendati pasal 255 KUHD menegaskan bahwa selaku pertangungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dikenal dengan polis, dan polis mutlak dibutuhkan dalam perjanjian asuransi.

Sebab polis itu diterbitkan terlampir atau belum diterbitkan pada saat risiko kerugian yang dipertanggungkan ditutup oleh tertanggung, tertanggung tetap dapat mengklaim asuransi tersebut untuk menanggung kerugian yang di pertanggungkan tersebut berdasarkan Akad asuransi yang sah.28

27

Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggugan, (Yogyakarta. Gramedia 1980) hal. 19 28

(40)

Polis asuransi diperlukan untuk kepastian hukum pasal 258 ayat 1 KUHD menyatakan bahwa untuk membuktikan adanya perjanjian pertanggungan diperlukan pembuktian dengan tulisan. Dengan demikian polis merupakan bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan dalam polis itu.

Dalam polis asuransi konvensional memuat beberapa ketentuan antara lain : a. Subyek asuransi

b. Obyek asuransi c. Uang asuransi d. Premi asuransi

e. Suatu peristiwa tertentu

f. Hari dimulai dan berakhirnya perjanjian

Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu persatu analisa hukum Islam tentang akad asuransi konvensional.

a) Subyek dalam akad asuransi

(41)

melanggar isi perjanjian yang telah disepakati bersama, dan sesuai dengan aspek-aspek keabsahan suatu perjanjian dalam Islam. Secara syariah akad atau pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima.

b) Obyek yang diasuransikan

Mengenai obyek dalam asuransi syariah, obyeknya bukanlah dari berupa barang (komoditi) melainkan berupa manfaat ataupun jasa, dimana perlindungan terdahap dirinya dan harta yang dimilikinya dari kerugian yang berlebihan. Ini berarti hidup dan mati manusia menjadi obyek bisnis.29

Dengan demikan perusahaan asuransi dapat memberi manfaat berupa: a. Ketentraman

b. Kepercayaan c. Tabungan

Dari uraian tersebut jelas bahwa sebenarnya di dalam asuransi syariah yang menjadi obyek adalah jasa perlindungan yang memberikan rasa aman.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qurais Ayat 3-4 :

b+

Z! "!

Em O

IZ

ƒ

*(. w(&

.

V

L

P )

; @

•

$

,

P; @

Š

>

y

N

M

:

I

G

-(

Artinya: Maka hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik rumah ini (ka’bah)

yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar

dan mengamankan mereka dalam ketakutan. (Al-Qurais : 3-4)

29

(42)

c) Uang Asuransi

Uang asuransi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan kepada peserta asuransi. Sebuah contoh misalnya si A mengikuti asuransi dengan manfaat sebesar 20.000.000 dalam tempo 10 tahun. Kemudian pada tahun ke-6, si A meninggal dan pihak perusahaan pun memberikan uang asuransi sebesar 20.000.000.- lantas dari mana asal kelebihan sebesar Rp 8.000.000.-tersebut? Hasil jual beli bukan shadaqoh juga bukan bantuan juga bukan yang jelas pihak yang ditanggung menerima uang y ang bukan miliknya, menurut Islam.30

Dalam asuransi syariah, setiap premi yang masuk dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama dan bagian tabarru’ di mana pada bagian tabarru’ itu peserta telah merelakan sebagian dari preminya untuk digunakan bantuan kepada peserta lain yang tertimpa musibah. Jadi jelas perolehan atau tambahan uang asuransi sebesar 8.000.000 tersebut berasal dari dana tabarru’ sehingga dalam hal ini tidak terjadi riba dan gharar, karena sumber perolehan dana tersebut adalah jelas.

d) Suatu Peristiwa Tertentu

Dalam pengertian yang luas “peristiwa” dalam bidang asuransi mencakup semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini, baik yang dibenci maupun yang disenangi, menimbulkan kerugian atau tidak.

30

(43)

Dalam akad asuransi syariah tidak boleh menganggap suatu peristiwa yang serba kemungkinan dalam sebuah akad asuransi sebagai suatu yang esensial, didalam asuarnsi dibandingkan dengan unsur lain(premi asuransi dan uang asuransi) 31

Bila melihat maksud peristiwa dalam kontrak asuransi tersebut, maka dapat dipastikan bahwa kontrak asuransi adalah kontrak yang tidak sah, karena meyandarkan kontrak pada sesuatu yang tidak pasti.

Oleh karena itu, asuransi syariah tidak mengangap peristiwa yang serba kemungkinan dalam sebuah kontrak asuransi sebagai suatu yang esensial, karena itu hal yang terjadi, maka tiada perbedaan antara asuaransi syariah dengan asuransi konvensional. Maka dari itu, akad asuransi konvensional tidak terlepas dari gharar.

Dalam asuransi konvensional terdapat tiga macm gharar :

1. Gharar dalam perolehan pengganti, karena ketika berakad tertanggung tidak mengetahui apakah akan memperoleh uang asuransi atau tidak

2. Gharar dalam jumlah pengganti, karena dalam asuransi kerugian tertanggung pada waktu yang diperolehnya, jika ia ditakdirkan akan memperolehnya denagn kejadian peristiwa yang diasuransikannya. Begitu juga perusahan asuransi pad waktu berakad tidak mengetahui jumlah premi yang akan diperolehnya sebelum kejadian peristiwa yang diasuransikan.

31

(44)

3. Gharar dalam peristiwa perolehan (pada asuransi jiwa), pada waktu berakad tetanggung tidak mengetahui kapan ahli warisnya akan memperoleh uang asuransi, sebagi pengganti dari premi-premi yang dibayarnya.32

Untuk menghindari praktek asuransi dari unsure gharar, maka akad (kontrak) tersebut harus sesuai harus diubah menjadi akad tabrru’at, karena menurut ulama fiqh bahwa grarar hanya berpengaruh terhadap muawadhah, tidak terhadap tabarru’at, dan akad tabarru’at ini tidak bertujuan mencari keuntungan.33

e) Premi Asuransi

Premi asuransi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh peserta asuransi untuk dikelola dan diivestasikan pada usaha usaha-usaha produktif yang sesuai syariat. Dalam asuransi syariah, setiap peserta menyerahkan uang premi sesuai dengan kemampuannya, tetapi tidak kurang dari batas minimal yang telah di tetapkan perusahaan.

Premi tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu premi tabungan dan tabarru’, kemudian pemi tabungan tersebut diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria syariah. Kemudian dari hasil investasi tersebut akan diberikakn kepada peserta dan perusahaan asuransi sesuai dengan bagian nisbah yang telah disepakati sejak awal akad.

32

Husen Hamid Ihsan, Asuransi dalam Hukum Islam Tinjaun Atas Riba dan Grarar hal. 42-43

33

(45)

f) Waktu dimulai dan berakhirnya pertanggungan, keadaan-keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan syarat-syarat yang disepakati dalam akad asuransi.

Asuransi adalah termasuk transaksi yang dipenuhi yang dipengaruhi waktu, maka harus ditentukan jangka waktunya. Jika jangka waktunya tidak ditentukan (diketahui), maka transaksi asuransi itu batal, atau tidak sah.34

Akad asuransi merupakan akad yang didasarkan atas asas kepercayaan sehingga antara peserta dan pihak perusahaan tidak boleh saling menutup-menutupi tentang keadaan kedua belah pihak.

Pihak peserta hendaklah memberikan informasi atau keterangan-keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan yang dibutuhkan oleh pihak perusahaan dengan sebenar-benarnya, begitu pula pihak perusahaan harus bersikap transparan mengenai hal-hal yang belum dipahami oleh pihak pertama. Selain itu, biasanya dalam akad asuransi dicantumkan syarat-syarat khusus berkenaan dengan kepentingan kedua belah pihak.

Pada umumnya, syarat-syarat tersebut telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi, sehingga pihak peserta menyatakan setuju atas syarat-syarat yang telah diajukan atau tidak. Bila kedua belah pihak telah sepakat, maka polis tersebut harus ditanda tangani.

34

(46)
[image:46.612.92.529.150.511.2]

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG AJB BUMIPUTERA 1912 CABANG SYARI’AH

A.

Sejarah dan Perkembanganya

.

35

Untuk megangkat kesejahteraan para anggota Persatoean Goeroe-goeroe Hindia Belanda (PGHB), diprakarsai 3 guru anggota PHGB, yaitu Ngabei Dwijosewojo, Mas Karto Hadi Soebroto dan Mas Adimidjodo, yang mendirikan perkumpulan Asuransi Jiwa dengan nama Onderlinge Levensverzekering Maatscappij Persatoean Goeroe-goeroe Hindia Belanda yang disingkat OLMij PGHB. Pada 12 Februari 1912 di Magelang, dengan Akte Notaris De Hondt. Namanya kemudian berubah menjadi OLMij Boemi Poetera yang dalam perkembangnya kemudian berganti menjadi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.

Filosofi berdirinya AJB Bumiputera 1912 adalah mengangkat harkat dan martabat bangsa pribumi untuk menanggulangi risiko kerugian finansial yang dihadapi anggotanya.

Unit Bisnis Syari’ah Bumiputera secara resmi dibentuk sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep.-268/KM.6/2002

35

(47)

tanggal 7 November 2002 dalam bentuk Cabang Usaha Asuransi Jiwa Syari’ah dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001, tanggal 17 Oktober 2001. dalam rangka menjaga kemurnian pelaksanaan prinsip-prisip Syari’ah, maka berdasarkan keputusan Direksi No. SK 14/DIR/2001, tanggal 11 November 2002 dibentuk Divisi Syari’ah AJB Bumiputera dan Kantor Cabang Syari’ah Jakarta.

Pada awal pembentukanya, Divisi/Cabang Asuransi Syari’ah memiliki sarana dan prasarana, SDM, perkantoran dan sistem yang sangat terbatas, namun demikian, Divisi Asuransi Syari’ah tetap beroperasi, ditandai dengan limpahkanya pengelolaan Asuransi kumpulan perjalanan haji dari Departemen Agama RI Januari 2003, dan selanjutnya, diluncurkan asuransi perorangan Syari’ah Mitra Mabrur dan Mitra Iqra’ pada pertengahan April 2003, dan mitra Sakinah pada awal tahun 2004.

Seiring dengan perkembangan bisnis asuransi syariah diwilayah Jakarta maka pada awal tahun 2007 dibentuklah 7 (tujuh) wilayah dan 49 (empat puluh sembilan) kota cabang syariah yang tersebar diseluruh di 7 (tujuh) kota besar di Indonesia untuk meberikan pelayanan masyarkat yang menghendaki asuransi dengan basis syariah.

B. Latar Belakang Bediri Divisi Syari’ah.

(48)

Kemunculan sistem dan model ekonomi berbasis syariah ini bukan saja menjanjikan prospektivitas yang baik dan kompetitif melainkan telah teruji di saat-saat krisis ekonomi yang melanda negeri ini, satu persatu sentra-sentra ekonomi berbasis konvensional mengalami tekanan bahkan tidak sedikit mengalami likuidasi. Karena sistem ini bukan saja bukan menjadi alternatif diantara sistem ekonomi konvensional akan tetapi juga diprediksi akan menjadi pilihan yang terbaik bagi bangsa ini dimasa yang akan datang.

Untuk menangkap peluang ini AJB Bumiputera 1912 membuka Divisi syariah guna memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang asuransi jiwa. Adapun Faktor-faktor lain yang menjadi pendorong berdirinya AJB Bumiputera 1912 Divisi syariah : 1. Potensi pasar yang relatif cukup besar

2. Jaringan distribusi AJB Bumiputera 1912 yang luas di selurh wilayah Indonesia 3. Jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam

4. Penerapan prinsip ekonomi yang berbasis Syari’ah saat ini dijadikan alternatif sistem bisnis, karena diharapakan lebih adil dan lebih tahan dalam menghadapi krisis.

5. Asuransi Syari’ah bersifat Universal.

6. Pasar Asuransi Syari’ah yang berhasil digarap saat ini relatif masih sangat sedikit dibandingkan potensi pasarnya, begitu juga dengan perusahaan pesaingnya.

C. Falsafah, Visi dan Misi.

(49)

1. Falsafah a. Idealisme

Senatiasa memelihara nilai-nilai kejujuran dalam mengangkat kemartabatan anak bangsa sesuai sejarah Bumiputra sebagai perusahaan perjuangan.

b. Mutualisme

Mengedepankan sistem kebersamaan dalam pengelola perusahaan dengan memberdayakan potensi komunitas AJB Bumiputera dari, oleh dan untuk komunitas Bumiputera sebagai Manisfestasi perusahaan rakyat.

c. Profesionalisme

Memiliki komitmen dalam pengelolaan perusahaan dengan mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan senantiasa berusaha meyesuaikan diri terhadap tuntutan perubahan lingkungan.

2. Visi

Menjadikan Bumiputera sebagai Asuransi Bangsa Indonesia di segmen Asuransi Jiwa Syari’ah.

3. Misi

Menjadikan Bumiputera senantiasa berada di benak dan di hati masyarakat Indonesia di segmen Asuransi Jiwa Syari’ah, dengan :

(50)

b. Mengembangkan korporasi dan koperasi yang menerapkan prinsip dasar gotong royong.

c. Menciptakan berbagai produk dan layanan yang memberikan manfaat optimal bagi komunitas Bumiputera.

d. Mewujudkan perusahaan yang berhasil baik secara ekonomi dan social.

D. Prinsip atau Landasan Operasional.

1. Pemasaran Asuransi Jiwa Syari’ah harus berpedoman kepada :

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 422/KMK.06/2003, tanggal 30 September 2003, yang isinya:

a. Setiap produk baru asuransi Syari’ah sebelum mendapat ijin dari Departemen Keuangan RI terlebih dahulu harus mendapat pengesahan dari Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

b. Prinsip Syari’ah adalah prinsip perjanjian berdasarkan hukum Islam antara perusahan asuransi dengan pihak lain dalam menerima amanah dengan mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain yang di selenggarakan sesuai dengan Syari’ah.

(51)

d. Perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha asuransi dengan prinsip Syari’ah harus melakukan pemisahan kekayaan dan kewajiban usaha asuransi dengan prinsip Syari’ah dari kekayan dan kewajiban usaha asuransi dengan prinsip konvensional.

2. Pemasaran Asuransi Jiwa Syari’ah juag harus berpedoman kepada :

a. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001, tanggal 17 Oktober 2001, tentang Pedoman UmumAsuransi Syari’ah..

1) Usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai Syari’ah.

2) Tidak mengandung gharar (penipuan) maysir (perjudian) riba (melipatgandakan) zuhlum (penganiayaan) riswah (suap), barang haram dan maksiat.

3) Pengelola Asuransi Syari’ah hanya boleh dilakukan oleh lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah dan wajib melakukan investasi dari dana yag terkumpul sesuai dengan prinsip Syari’ah.

4) Perusahaan Asuransi Syari’ah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana atas dasar akad tijarah.

(52)

1) Asuransi Haji adalah akad tabarru’ (hibah) menurut Syari’ah tidak dibenarkan mengunakan sistem konvensional.

2) Premi Asuransi Haji yang diterima oleh Asuransi Syari’ah harus dipisahkan dari premi asuransi lainnya.

3) Asuransi Syari’ah berhak memperoleh Ujrah (fee) atas pengelolaan dana

tabarru’ yang besarnya ditentukan sesuai dengan prinsip adil dan wajar. c. Izin Menteri Keuangan Kep-298/KM.6/2002

1) Bahwa Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 telah mengajukan permohonan izin pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dengan surat 272/DIR/BS/X/02 tanggal 14 Oktober 2002 dan Nomor 280/DIR/BS/X/2002

2) Bahwa AJB Bumiputera 1912 telah memenuhi persyaratan untuk membuka cabang dengan prinsip syariah.

3) Bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menetapkan Pemberian Izin pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah.

4) Ketetapan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Pemberian Izin Pembukaan Kantor Cabang dengan Prinsip Syariah.

5) Memberikan izin kantor Cabang izin pembukaan cabang dengan prinsip syariah kepada :

(53)

Alamat Kantor : Jln. Worter Monginsidi No. 84-86 Kebayoran Baru Jakarta Selatan

E. Produk-Produk dan Manfaatnya

Produk-produk yang ditawarkan Bumiputera Divisi Syari’ah saat ini antara lain:

1. Asuransi Jiwa Syari’ah Mitra Iqra:

Produk Mitra Iqra’ ini dirancang secara khusus dapat menjamin para pemegang polis tersedianya sejumlah dana pendidikan putra-putrinya masuk taman kanak-kanak sampai lulus perguruan tinggi, dari kemungkinan terjadinya resiko yang tak terduga.

Mengapa namanya Iqra’?.Nama tersebut ada hubungannya dengan Nabi Muahammad SAW. Ketika menerima wakyu dari malaikat Jibril Yaitu agar Muhammad membaca/Iqra.

Diharapkan putra-putri pemegang polis Mitra Iqra’ kelak dapat mewarisi sifat-sifat Rasulullah.

Firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 9.

D” Z(&

> "&

J 9"#

P;

V3

F!

y

?:j hO

8F

s•

! "W

>$3

(MY

[

5jk Z! "!

&

5 Z(&

? > "

xb

b

v

( ’

Artinya:

(54)

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.( an-Nisa : 9)

Manfaat Produk Mitra Iqra’

a. Bila peserta dikaruniai panjang umur sampai dengan masa asuransinya berakhir dan premi telah dibayar lunas, maka kepada anak yang di beasiswakan diteserahkan dana pendidikan sebagai berikut:

1. Tingkat Taman Kanak-Kanak : 10% X MA. 2. Tingkat Sekolah Dasar : 10 % X MA.

3. Tingkat SLTP : 20 % X MA

4. Tingkat SLTA : 25 % X. MA

5. Tingkat I Perguruan Tinggi : 35 %X MA 6.Tingkat II Perguruan Tinggi : 25 %X MA 7.Tingkat I II Perguruan Tinggi : 35 %X MA 8.Tingkat VI Perguruan Tinggi : 50 %X MA 9.Tingkat V Perguruan Tinggi : 100 %X MA

b. Jika Peserta ditakdirkan meninggal dunia dalam masa asuransi, kepada ahli waris peserta dibayarkan santunan berupa :

1. Santunan Kebajikan 2. Rekening Tabungan 3. Mudharabah/ Bagi Hasil

c. Selanjutnya premi menjadi bebas/tidak bayar premi, tapi yang ditunjuk tetap menerima dana tahapan kontrak (TK,SD,SLTP,SLTA) dan Perguruan Tinggi menerima Tahapan yang lebih besar :

(55)

4. Diperguruan Tinggi Tingkat V : 100% MA.

Produk-produk yang didesign Divisi Syariah AJB Bumiputera 1912 adalah produk yang halal. Menjadi Mitra Igra’ berarti ikut memerangi Musuh Islam yang Kedua, Memerangi Kebodohan.

2. Asuransi Jiwa Syari’ah Mitra Mabrur.

Jutaan manusia memimpikan mngunjungi baitullah. Salah satu diantaranya, mugkin anda. Menunaikan perjalannan spitual ibadah haji melaksankan Rukun Islam yang kelima, nyaris menjadi ikhtiyar dan impian kita semua. Sayang sekali bahwa dengan jumlah keterbatasan-terutama dalam hal biaya itu kerap hanya berakhir dalam bentuk doa-doa panjang di ujung ibadah kita.

Produk Mitra Mabrur hadir untuk mewujudkan impian anda. Dengan Mitra Mabrur. Bumiputera tidak hanya membantu anda menyisihkan dana tabungan haji secara teratur, lebih dari itu, perusahaan juga menawarkan dana mudharabah (bagi hasil) dan terutama perlindungan (asuransi). Dengan Mitra Mabrur, anda dapat melaksankan ibadah haji dengan hati tentram, tanpa kuwatir meninggalkan keluarga di tanah air.

Kini impian menjadi tamu Allah tidak lagi harus berhenti pada doa, anda dapat mewujudkan melalui rencana matang, melalui produk Mitra Mabrur.

Firman Allah dalam al-Qur’an surat Ali Imran : 97

^Y#

H

H?&

qS N

*(. w(&

t;

"2 kv

N(Z"&35

–IZ3+

v

A

;

(56)

H63—"!

˜‡‰I]

t;

|} LY<

Gambar

Grafika,1992). hal 15
Gambaran Umum Tentang AJB Bumiputera 1912 Bab ini terdiri
GAMBARAN UMUM TENTANG AJB BUMIPUTERA 1912
Grafika,1992

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran yang akan dilakukan pada tindakan siklus I dimulai dengan memberikan motivasi kepada siswa dengan menunjukkan gambar power point pada siswa sebagai

media elektronik yang sangat mempengaruhi anak dalam bermain. Banyak stasiun televisi yang menayangkan program acara yang.. menarik untuk anak-anak. Berbagai informasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Karakteristik mahasiswa FKIP-UT di UPBJJ-UT Banda Aceh, yaitu: rataan umur 37,5 tahun, rataan lama pendidikan 10,3 tahun, rataan

Menurut Symonds (dalam Dowling, 1989), perempuan seringkali menekan inisiatif dan membuang aspirasinya. Hal ini terkait pula dengan perasaan tidak aman yang sangat mendalam

Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam yang tidak kunjung membaik sejak 2 hari lalu.Demam disertai dengan nyeri otot dan nyeri

kesediaan untuk menggunakan diberlakukan sebagai variabel intervening, dan variabel dampak organisasi adalah variabel dependennya. Pengujian variabel ini dilakukan dua

Hasil wawancara dari Food Frequency Questionnaire (FFQ) dalam penelitian menemukan bahwa subjek dengan asupan karbohidrat sederhana atau gula yang tinggi terutama

Hal ini terjadi karena program pendidikan menciptakan lingkungan yang homogen untuk memudahkan mendapatkan saling tukar informasi sehingga meningkatkan minat responden