• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluation of Good Salughtering Practices, Halal Assurance System and Safety Status of Goat Meat at Goat Slaughterplaces in Jambi City

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluation of Good Salughtering Practices, Halal Assurance System and Safety Status of Goat Meat at Goat Slaughterplaces in Jambi City"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERAPAN SISTEM PEMOTONGAN DITINJAU

DARI KEAMANAN DAN KEHALALAN DAGING PADA

TEMPAT PEMOTONGAN KAMBING DI KOTA JAMBI

RUPI UDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penerapan Sistem Pemotongan Ditinjau dari Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat Pemotongan Kambing di Kota Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

(4)

4

RINGKASAN

RUPI UDIN. Evaluasi Penerapan Sistem Pemotongan Ditinjau dari Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI.

Pangan asal hewani seperti daging, susu, telur serta hasil olahannya umumnya bersifat mudah rusak (perishable) dan memiliki potensi mengandung bahaya biologis, kimiawi dan fisik, yang dikenal sebagai Potentially Hazardous Foods (PHF). Oleh sebab itu penanganan produk tersebut harus baik dan benar. Ada beberapa tahapan yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaannya, salah satunya adalah tahap pemotongan di Tempat Pemotongan Hewan (TPH).

Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem pemotongan (Good Slaughtering Practices/GSP), Sistem Jaminan Halal (SJH), serta menguji keamanan daging kambing pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi ditinjau dari cemaran mikroba, cemaran logam berat dan residu pestisida organofosfat. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif, pengambilan sampel dilakukan secara acak terhadap sejumlah ternak yang dipotong pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi. Evaluasi dilakukan terhadap kualitas fisik daging (pH, warna, dan daya mengikat air), cemaran mikroba (TPC, E.coli, coliform, Salmonella sp, dan Staphylococcus) cemaran logam berat (Pb, Cd, dan Hg) dan residu pestisida organofosphat. Sampel yang digunakan untuk analisis fisik dan cemaran mikroba adalah daging paha, sedangkan sampel yang digunakan untuk analisis logam berat dan residu pestisida adalah daging paha, hati dan ginjal.

Penerapan GSP pada semua TPH kota Jambi belum terlaksana secara maksimal, hal ini dibuktikan dari 10 karakter penilaian TPH Jambi Timur baru mampu melaksanakan 58.00%, TPH Telanaipura 57.50%, TPH Pasar Jambi 58.00%. Parameter SJH yang dievaluasi sebagian besar belum terpenuhi. TPH Jambi Timur baru mampu melaksanakan SJH 47.50 % , TPH Telanaipura 49 % dan TPH Pasar Jambi 45.50 %.

Nilai pH daging kambing pada semua TPH di kota Jambi masih berada pada kisaran pH daging normal (5.75 dan 5.92). Daya mengikat air dalam kisaran (37.58% – 42.56 %) dan warna dengan range skala warna (6.5 - 7.5) termasuk dalam mutu II dengan warna merah kegelapan.

Cemaran mikroba terutama E. coli dan Coliform pada daging kambing melebihi batas maksimum SNI (3925: 2008). E.coli yang melebihi batas maksimum pada TPH Jambi Timur dan TPH Telanaipura. Coliform melebihi batas maksimum pada semua TPH.

Daging, hati dan ginjal kambing di kota Jambi tidak terkontaminasi oleh logam berat, tetapi terkontaminasi oleh residu pestisida organofosfat golongan profenofos dan dikhlorfos. Semua sampel yang terkontaminasi menunjukkan nilai yang tidak melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI (7317:2008) tentang batas cemaran residu pestisida golongan organofosfat yaitu 0.05 ppm.

(5)

SUMMARY

RUPI UDIN. Evaluation of Good Salughtering Practices, Halal Assurance System and Safety Status of Goat Meat at Goat Slaughterplaces in Jambi City. Supervised by HENNY NURAINI and RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI.

Food of animal origin such as a meat, milk, egg and processed product are perishable and potentially for biological hazard, chemical, and physical known as Potentially Hazardous Food (PHF). Hence, handling of this product must be good and true. There are several steps that determine the quality and safety of meat in their supply chain, one of which is the stage of salughtering in slaughterplaces.

The objective of this study to evaluate the application of slaughtering (Good Salughtering Practice), Halal Assurance System (HAS), and meat safety at goat slaughterplaces in Jambi city that term of microbiological contamination, heavy metals contamination and organofosfat pesticide residues. The study used a descriptive, randomized sampling of livestock numbers slaughtered at slaughterplaces in Jambi city. Evaluation of physical quality of the meat (pH, color, and water holding capacity), microbial contamination (TPC, E.coli, coliform, Salmonella sp, and Staphylococcus) contamination of heavy metals (Pb, Cd, and Hg) and pesticide residues organofosphat. The sample used for the analysis of physical and microbial contamination is the leg, whereas the sample used for the analysis of heavy metals and pesticide residues are leg, liver and kidney.

The GSP implementations at all of slaugtherplaces in Jambi city has not been done to maximum. This is proved from ten assessment characters of East Jambi, Telanaipura, and Jambi Market Slaugtherplaces can be able to meet 58.00%, 57.50%, 58.00% respectively. SJH parameters were evaluated largely unmet. East Jambi, Telanaipura, and Jambi Market Slaugtherplaces was carry of SJH by 47.50%, 49%, 45.50% respectively.

The value of meat goats pH is still within the range of normal meat pH (5.75 and 5.92) at all of goat slaughterplaces. The Water Holding Capacity (WHC) on ranges (37.58% - 42.56%) and color of meat goats on ranges (6.5 - 7.5) are included in the Quality II with dark red color.

Microbiological contamination, especially E. coli and coliform in meat goats was exceed the maximum limit according to Indonesian National Standard 3925: 2008. E. coli exceeded the maximum found at East Jambi and Telanaipura Goat Slaughterplaces. Coliform exceeded the maximum limit found at all of goat slaughterplaces.

The meat, liver and kidney goats in Jambi city showed undetectable residues of heavy metals, but the meat and kidney goats contaminated by organophosphate pesticide residues of dikhlorfos and profenofos groups. All of samples that positive were contaminated demonstrate the value of which does not exceed the maximum limit determined by Indonesian National Standard 7317:2008 about contamination limits organophosphate pesticide residue groups are 0.05 ppm.

(6)

6

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan Atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

EVALUASI PENERAPAN SISTEM PEMOTONGAN DITINJAU

DARI KEAMANAN DAN KEHALALAN DAGING PADA

TEMPAT PEMOTONGAN KAMBING DI KOTA JAMBI

RUPI UDIN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

8

(9)

Judul Tesis : Evaluasi Penerapan Sistem Pemotongan Ditinjau dari Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi

Nama : Rupi Udin

NIM : D151100051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Ketua

Dr Ir Rarah RA Maheswari, DEA (Alm) Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister

Prof Dr Ir Muladno, MSA Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

10

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April - Juli 2012 ini adalah Evaluasi Penerapan Sistem Pemotongan Ditinjau dari Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat Pemotongan Kambing di Kota Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Henny Nuraini dan Dr Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari (Alm) selaku komisi pembimbing yang telah memberikan motivasi, bimbingan, arahan, serta masukan mulai dari proses penyusunan hingga ahir penulisan tesis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Irma Isnafia selaku penguji luar komisi dan Dr Jakaria yang telah memberikan saran dalam penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Muladno selaku ketua program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan pekerja TPH kota Jambi yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian berlansung, kepada Dinas Peternakan kota Jambi yang telah mengarahkan dan membantu selama penelitian. penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa pascasarjana Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan angkatan 2010.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada keluarga tercinta, ayahanda H.Amir Pudin, ibunda Hj. Jursumi, Wirniati, Fitriani dan Merita, atas pengertian, pengorbanan, dan doa yang menjadi pendorong semangat dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(11)
(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1 PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA... 3

Rumah Potong Hewan (RPH) ... 3

Good Slaughtering Practises (GSP) ... 4

Sistem Jaminan Halal (SJH) ... 4

Daging ... 4

Kualitas Fisik Daging ... 5

Mikroba Daging ... 6

Cemaran Logam Berat ... 6

Cemaran Residu Pestisida ... 7

3 METODE ... 8

Waktu dan Tempat ... 8

Bahan ... 8

Alat ... 8

Prosedur ... 9

Rancangan Percobaan ... 9

Analisis Data ... 9

Peubah Penelitian ... 9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

Profil Tempat Pemotongan Hewan Kota Jambi ... 12

Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practice (GSP) ... 13

Evaluasi Penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) ... 27

Kualitas Fisik Daging ... 44

Cemaran Mikroba Pada Daging Kambing ... 46

Cemaran Logam Berat ... 49

Cemaran Residu Pestisida Organofosfat (OP) ... 50

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 53

Simpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57

(14)

viii

DAFTAR TABEL

1 Syarat mutu mikrobiologis daging kambing ... 6

2 Batas toleransi logam berat dalam pakan pada beberapa jenis ternak menurut NRC (mg/kg) ... 7

3 Batas maksimum cemaran pestisida pada daging ... 8

4 Hasil evaluasi penerapan GSP pada TPH di kota Jambi... 13

5 Hasil rekapitulasi pelaksanaan GSP pada TPH di kota Jambi ... 18

6 Hasil evaluasi penerapan sistem jaminan halal (SJH) pada TPH di kota Jambi ... 27

7 Hasil rekapitulasi penerapan SJH pada TPH di kota Jambi ... 29

8 Rataan pH, daya mengikat air dan warna daging kambing ... 44

9 Jumlah mikroba pada daging kambing di TPH kota Jambi ... 47

10 Jumlah mikroba pada air di TPH kota Jambi ... 47

11 Hasil analisis cemaran logam berat ... 49

12 Residu pestisida organofosfat ... 51

DAFTAR GAMBAR

1 Proses penyembelihan ternak pada TPH A ... 14

2 Proses penyembelihan ternak pada TPH B... 14

3 Proses penyembelihan ternak pada TPH C... 14

4 Pengantungan hewan setelah disembelih pada TPH A ... 15

5 Pengantungan hewan setelah disembelih pada TPH B ... 15

6 Pengantungan hewan setelah disembelih pada TPH C ... 16

7 Alat angkut karkas ... 16

8 Pengemasan karkas dengan kantong plastik ... 17

9 Pengemasan karkas dengan karung ... 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing ... 57

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan tersedia cukup merupakan persyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kesehatan, serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pangan asal hewan seperti daging, susu dan telur serta hasil olahannya umumnya bersifat mudah rusak (perishable) dan memiliki potensi mengandung bahaya biologik, kimiawi dan fisik, yang dikenal sebagai Potentially Hazardous Foods (PHF). Oleh sebab itu, penanganan produk tersebut harus higienis. Persediaan pangan yang aman dan tidak membahayakan kesehatan konsumen merupakan hal penting untuk mencapai status gizi yang baik. Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne illness) merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan (produsen) dan konsumen.

Daging merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jambi (2010), populasi ternak pedaging untuk masing-masing ternak yaitu sapi potong 177.710 ekor, kerbau 76.143 ekor, kambing 303.862 ekor, domba 61.169 ekor, ayam broiler 11.226.605 ekor, dan babi 30.544 ekor. Produksi daging masing-masing ternak adalah daging sapi 6.348.591 ton, daging kerbau 2.737.627 ton, daging kambing 475.733 ton, daging domba 115.643 ton, daging babi 397.860 ton, dan daging ayam broiler 14.802.455 ton. Produksi daging yang tinggi seharusnya didukung oleh tempat pemotongan dan fasilitas yang memadai, dengan demikian diharapkan dapat menyediakan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

Ada beberapa tahapan yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaannya, salah satunya adalah tahap pemotongan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). RPH adalah tempat untuk melaksanakan kegiatan pemotongan hewan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan oleh Kementerian Pertanian tahun 2010, sebagian besar kondisi RPH di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan dan tidak memenuhi persyaratan teknis, oleh karenanya perlu penataan RPH melalui upaya relokasi, renovasi ataupun rehabilitasi RPH.

RPH kota Jambi merupakan salah satu diantara RPH yang mendapat penilaian baik dari Kementerian Pertanian karena telah teregistrasi, memiliki sertifikat halal, dan higienis. Akan tetapi RPH ini hanya melakukan pemotongan ternak sapi, kerbau dan babi. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap tempat pemotongan ternak kambing merupakan peluang ekonomi yang menguntungkan bagi pengusaha lokal, sehingga berdiri beberapa tempat pemotong kambing yang belum terstandarisasi. Proses penyediaan daging pada tempat ini sangat sederhana dan semua masih dilakukan secara manual. Minimnya pendidikan para pekerja menyebabkan tempat pemotongan ini tidak menggunakan teknologi modern dan pengetahuan tentang cara memotong ternak didapat secara otodidak.

(16)

2

kadar air yang tinggi (68-75%), pH umumnya {5.4-5.8}, dan kaya akan nutrisi. Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal dari kontaminasi mulai saat penyembelihan ternak hingga daging diolah dan dikonsumsi. Adanya aktivitas mikroorganisme dalam daging akan menurunkan kualitas daging yang ditunjukkan dengan perubahan pH, warna, aroma, dan tekstur. Kualitas dan keamanan daging yang baik untuk dikonsumsi tidak hanya ditinjau dari sistem pemotongan hewan. Faktor lain seperti pakan ternak juga sangat berpengaruh terhadap kualitas dan keamanan daging yang dihasilkan. Pakan ternak dalam hal ini adalah hijauan yang merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia, sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus diikuti oleh peningkatan kualitas hijauan. Hasil survei dari tempat pemotongan kambing di Provinsi Jambi menunjukkan bahwa pada umumnya ternak kambing dipelihara secara tradisional dengan pakan yang bersumber dari rumput lapangan atau hijauan di lahan bekas pertanian dan ada yang berasal dari pinggiran jalan. Keadaan ini berpeluang besar terhadap terjadinya kontaminasi pakan oleh logam berat dan cemaran pestisida yang merupakan sumber utama terjadinya toksisitas pada ternak. Logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd) dan timbal (Pb) dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsi daging terkontaminasi tersebut. Efek toksisitas logam berat akan terakumulasi dalam waktu yang lama dan mampu menghambat kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen atau karsinogen bagi hewan bahkan manusia.

Berdasarkan penelitian Kuntoro (2012), kandungan logam berat Kadmium (Cd) pada daging sapi di RPH kota Pekanbaru 0.60 ppm, melebihi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 0.30 ppm. Sedangkan residu pestisida organofosfat juga ditemukan pada daging sapi dari Bogor tahun 2003 yaitu 0.75 ppm (Indraningsih & Yulvian 2003). Kondisi seperti ini sudah sangat memperihatinkan dan sudah pantas diwaspadai, tidak tertutup kemungkinan daerah-daerah lain juga terkontaminasi logam berat dan residu pestisida organofosfat tetapi belum dilakukan pembuktian secara ilmiah.

Berkaitan dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas serta masih kurangnya informasi tentang cemaran residu logam berat dan pestisida yang terkandung dalam daging yang beredar di pasaran kota Jambi, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai evaluasi penerapan sistem pemotongan, kualitas fisik daging kambing di Tempat Pemotongan Kambing kota Jambi, termasuk jaminan halal dan keamanan daging untuk dikonsumsi.

Tujuan Penelitian

(17)

Manfaat Penelitian

Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas dan keamanan daging kambing di kota Jambi, serta dapat memberikan masukan tentang cara menghasilkan daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) sesuai dengan SNI.

Hipotesis Penelitian

Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi belum sepenuhnya menerapkan Good Slaughtering Practices (GSP) dan Sistem Jaminan Halal (SJH). Kontaminasi mikroba, logam berat dan residu pestisida organofosfot terhadap daging kambing yang berasal dari Tempat Pemotongan Kambing kota Jambi berada diatas batas maksimum yang ditetapkan SNI.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Potong Hewan (RPH)

Keputusan Menteri Pertanian Nomor13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan penanganan daging (meat cutting plant) telah menetapkan persaratan teknis RPH. RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:

1. Pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama).

2. Tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection), pemeriksaan karkas dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonosis ke manusia.

3. Tempat pemantuan survailens penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis daerah asal hewan.

Selain itu, RPH harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a. Berlokasi yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan serta mudah dicapai oleh kendaraan.

b. Komplek RPH harus dipagar yang berfungsi untuk memudahkan penjagaan keamanaan.

c. Memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan, dinding dan lantai kedap air, ventillasi yang cukup.

d. Mempunyai perlengkapan yang memadai.

e. Pekerja berpengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner

(18)

4

Good Slaughtering Practises (GSP)

Good Slaughtering Practises (GSP) berfungsi untuk meminimalkan kontaminasi mulai dari pra pemotongan, penanganan ternak di kandang, memandikan ternak, stunning, penyembelihan, skinning, eviserasi, splitting, final trim, pencucian karkas sampai dihasilkan produk akhir (Harris & Jeff 2003).

Menurut Swatland (1984), beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang baik yaitu: (1) ternak tidak diperlakukan secara kasar; (2) ternak tidak mengalami stress; (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin; (4) kerusukan karkas harus minimal; (5) cara pemotongan harus higienis; (6) ekonomis; dan (7) aman bagi para pekerja abatoar. Menurut Suparno (2005), terdapat dua teknik pemotongan ternak yaitu teknik pemotongan secara langsung dan secara tidak langsung. Pemotongan ternak secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memutuskan arteri carotis, vena jugularis, dan esophagus. Pemotongan ternak secara tidak langsung dengan perlakuan pemingsanan terlebih dahulu yang bertujuan untuk memudahkan penyembelihan ternak agar ternak tidak stress, sehingga kulit dan karkas lebih baik.

Sistem Jaminan Halal (SJH)

Menurut Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM–MUI (2008), SJH didefinisikan sebagai suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan, dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga agar proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM-MUI. Sistem ini dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal, disusun sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH merupakan sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi yang senantiasa dijiwai dan didasari pada konsep-konsep syariat dan etika usaha sebagai input utama dalam penerapan nya. Sistem Jaminan Halal (SJH) ini merupakan sistem yang disiapkan dan dilaksanakan untuk perusahaan pemegang sertifikat halal yang bertujuan untuk menjamin proses produksi dan produk yang dihasilkan adalah halal sesuai dengan aturan yang digariskan oleh MUI. Menurut LPPOM-MUI (2012), bahwa ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemotongan ternak halal antara lain penyembelih beragama Islam, berakal dan berbadan sehat, alat yang digunakan harus tajam, serta menyebut nama Allah saat menyemblih.

Daging

(19)

sebagai makanan. Menurut SNI (3925-2008) daging kambing adalah bagian otot skeletal dari karkas kambing yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku. Menurut Matnur (2004), daging yang dikonsumsi berfungsi sebagai: (1) pokok hidup, membentuk sel-sel di dalam tubuh/pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak; (2) reproduksi (perkembangbiakan); dan (3) aktifitas. Jenis daging yang umum dikonsumsi adalah daging sapi, kambing, domba, babi, ayam, bebek atau itik, ikan; sementara daging dari beberapa jenis hewan lainnya dikonsumsi oleh kalangan terbatas (Syamsir 2010).

Dalam penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen dikenal melalui tiga fase perubahan/transformasi (Abustam 2009):

1. Transformasi pertama meliputi proses perubahan ternak hidup menjadi karkas dan bagian bukan karkas (by product atau offal).

2. Transformasi kedua, merupakan proses pemotongan (cutting) bagian-bagian karkas menjadi whole dan retail karkas untuk mendapatkan daging dan bagian-bagian lainnya seperti lemak, tulang, aponevrose dan lain-lain.

3. Transformasi ketiga, merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari bahan baku daging yang diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk akhir berupa daging olahan dalam berbagai macam ragam.

Kualitas Fisik Daging

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan antara lain genetik (spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin), umur ternak dan pakan. Sedangkan faktor setelah pemotongan antara lain pelayuan, metode pemasakan, bahan tambahan seperti bahan pengempuk daging (Alberle et al. 2001). Menurut Lawrie (2003), warna daging sangat bervariasi menurut spesies, fungsi otot setiap ternak, umur, kondisi penanganan dan penyimpanan, namun demikian warna daging pada dasarnya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin otot. Aktifitas otot yang tinggi menyebabkan peningkatan kandungan mioglobin serta peningkatan intensitas warna daging yang dihasilkan.

Nilai pH daging sangat dipengaruhi oleh cadangan glikogen dalam otot. Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH ultimat otot pada saat post mortem tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan. penurunan pH pada saat post mortem dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot dan variabilitas diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik adalah temperatur lingkungan, perlakuan sebelum pemotongan dan suhu penyimpanan (Lawrie 2003).

(20)

6

Mikroba Daging

Daging segar umumnya terkontaminasi dengan sejumlah besar bakteri termasuk bakteri patogen yang dapat mengkontaminasi makanan seperti Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Clostridium jejuni, Eschericia coli, Listeria monocytogenes, Salmonella sp dan Staphylococcus aureus (Mosupye dan Holy 2005). Ternak yang dipotong secara higienis mengandung 103 - 104/cm2 setelah pemotongan (Bem & Hechelman 1995). Lebih lanjut Buckle et al. (2009) menyatakan bahwa jumlah bakteri dalam daging akan terus meningkat tergantung penanganan dan pencemaran selanjutnya. Bakteri patogen yang ditemukan dalam daging adalah Salmonella, Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitico, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinium. Mikroba berbahaya yang meracuni makanan khususnya daging yang dikaitkan dengan kontaminasi saluran pencernaan adalah Salomonella, Staphylococcus aureus, Entero patogenic, dan Eschericia coli (ICSMF 1980).

Menurut Lawrie (2003), umumnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba di dalam daging dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam (intrinsik) dan faktor luar (ekstrinsik). Faktor intrinsik terdiri atas nilai nutrisi daging, kadar air, pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat.

Syarat mutu mikrobiologis daging kambing Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 3925: 2008 tentang mutu karkas dan daging kambing disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu mikrobiologis daging kambing

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106

2 Coliform cfu/g maksimum 1 x 102

3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 102

4 Salmonella sp per 25 g negatif

5 Eschericia coli cfu/g maksimum 1 x 101

Sumber: SNI 3925:2008

Cemaran Logam Berat

Sejumlah logam berat juga terdapat dalam tubuh makhluk hidup baik pada tanaman, hewan, bahkan pada tubuh manusia yang bersifat merugikan karena menyebabkan toksik atau racun. Logam yang menyebabkan racun bagi makhluk hidup umumnya digolongkan pada logam berat. Menurut Saeni (1989), logam berat adalah unsur yang mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm3 yang terletak dibagian kanan bawah sistem periodik diantaranya adalah ferum (Fe), timbal (Pb), krom (Cr), kadmium (Cd), seng (Zn), air raksa (Hg), mangan (Mn), dan arsen (As). Pencemaran logam berat pada air berdampak pada hewan-hewan air, sedangkan pada manusia ataupun hewan ternak pencemaran logam berat dapat berasal dari air, tanaman, udara, dan tanah yang terakumulasi logam berat (Darmono 2008).

(21)

ternak sehingga produk asal ternak tersebut aman untuk dikonsumsi oleh manusia adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Batas toleransi logam berat dalam pakan pada beberapa jenis ternak menurut NRC (mg/kg)

Logam Sapi Domba Babi Ayam Kuda Kelinci

Al 1000 1000 200 200 200 200

-inorg. 50 50 50 50 50 50

-org. 100 100 100 100 100 100

Cd 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5

-klorida 1000 1000 1000 1000 1000 1000

-oksida 3000 3000 3000 3000 3000 3000

Cu 100 25 250 300 800 200

Fe 1000 500 3000 1000 500 500

Pb 30 30 30 30 30 30

Ni 50 50 1000 300 20 50

Se 2 2 2 2 2 2

Zn 500 300 1000 1000 500 500

Sumber: National Research Council/NRC (1980)

Tidak semua logam berat akan menyebabkan toksisitas pada ternak. Menurut Saeni (1989), dari sekian banyak jenis logam berat seperti: Fe, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn, dan As, hanya terdapat empat logam berat yang bersifat merugikan dan bersifat toksik baik pada ternak maupun manusia diantaranya: As, Cd, Pb, dan Hg. Lebih lanjut Darmono (2008) menyebutkan bahwa logam yang sering menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia adalah tembaga (Cu), timbal (Pb), dan mercuri (Hg). Batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 7387: 2009 untuk daging dan produk turunannya antaralain Pb, Cd dan Hg secara beruurutan adalah 1.0 mg/kg, 0.3 mg/kg dan 0.3 mg/kg.

Cemaran Residu Pestisida

(22)

8

Tabel 3 Batas maksimum cemaran pestisida pada daging

No Jenis Pestisida

Organofosfat

Batas Maksimum

(mg/kg)

No. Jenis Pestisida

Organofosfat

Batas Maksimum

(mg/kg)

1 Diazinon 2.00 9 Demetoat 0.05

2 Metidation 0.02 10 Dichlorvos 0.05

3 Klorpirifos 1.00 11 Etrimfos 0.01

4 Malathion - 12 Methacifos 0.01

5 Profenofos 0.05 13 Metil Azinfos 0.05

6 Fenitrotion 0.05 14 Metil Paration -

7 Triazofos 0.01 15 Phosphamidon -

8 Metil Klorpirifos 0.05 16 Metil Pirimiphos 0.01

Sumber: SNI 7313:2008

3 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012 pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pascapanen (Bogor), Laboratorium Saraswanti (Bogor) dan Laboratorium Klinik dan Kesehatan Masyarakat (Jambi).

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kambing (otot bagian paha), hati dan ginjal dari Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi. Adapun bahan untuk analisis mikrobiologi adalah plate count agar (PCA), buffered pepton water (BPW) 0.1%, brilliant green lactose bile agar (BGLBB), laury sulfate tryptose broth (LSTB), eschericia coli broth (ECB), Levine eosine methylene blue agar (L-EMBA), methyl red-voges proskauer (MR-VP), kalium cyanide broth (KCB), simmons citrate agar (SCA), baird-parker agar (BPA), egg yolk tellurite emultion, brain heart infusion broth (BHIB), triple sugar agar (TSA), coagolase rabbit plasma dengan ethylene diamine tetra acetate (EDTA). Bahan untuk uji residu pestisida antara lain aseton/asetonitril heksana, H2SO4 dan

NHO3.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan Petri, pipet serologis, tabung reaksi, tabung Durham, gelas ukur, Beaker glass, Erlenmeyer, botol medium, inkubutor, Stomacher, colony counter, penangas air, tube mixer, timbangan, clean banch, gunting, pinset, plastik steril, timbangan, rak tabung, gelas preparat, jarum

(23)

inokulum diameter 3 mm, mortar, rotary evaporator, pH-meter, photo ghrapic colour standard, carver press, planimeter, kromatograf gas dan atomic absorbance spechtrofotometry (AAS).

Prosedur

Evaluasi GSP dan SJH dilakukan dua tahap, tahap pertama pada minggu kedua penelitian dan tahap berikutnya dilakukan setelah empat minggu kemudian. Masing-masing tempat pemotongan diambil dua sampel daging, dua sampel ginjal, dan dua sampel hati. Berat masing-masing sampel ± 250 gram. Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu pada minggu kedua penelitian dan berikutnya empat minggu kemudian. Dilakukan evaluasi terhadap kualitas fisik daging (pH, warna, dan daya mengikat air), cemaran mikroba (Total Plate Count/ TPC, E.coli, coliform, dan Salmonella) cemaran residu kimia (residu logam berat dan residu pestisida organofosfat). Sampel yang digunakan untuk analisis fisik dan cemaran mikroba pada daging adalah jaringan otot bagian paha, sedangkan sampel yang digunakan untuk analisis residu logam berat (Pb, Cd, dan Hg) dan residu pestisida (golongan organofosfat) adalah otot bagian paha, hati dan ginjal.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Pengambilan sampel secara Purposive Sampling berdasarkan kriteria: 1) TPH telah terdaftar di Dinas Peternakan Kota Jambi, 2) Melakukan pemotongan secara berkelanjutan, 3) Skala pemotongan diatas 50 ekor/bulan, dan 4) Direkomendasikan oleh dinas peternakan untuk diteliti

Analisis Data

Hasil penilaian GSP dan SJH pada TPH di kota Jambi dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan literatur yang mendukung. Hasil uji laboratorium dianalisis dan dibandingkan dengan nilai SNI tentang kualitas fisik, cemaran mikrobiologis, residu logam berat dan residu pestisida pada daging kambing.

Peubah Penelitian

(24)

10

1. Evaluasi Penilaian GSP dan SJH pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi

Evaluasi penerapan GSP dan SJH diidentifikasi dengan menggunakan kuisioner penilaian yang mencakup parameter penilaian pelaksanaan GSP dan SJH di TPH yang sebelumnya telah diberi pembobotan berdasarkan titik kritis pada tiap-tiap parameter. Indikator penilaian terdiri atas dua pilihan yaitu pilihan “ya” dan “tidak”. Penilaian “ya” digunakan untuk setiap parameter yang terlaksana sesuai prosedur, sedangkan penilaian “tidak” untuk parameter -parameter yang belum atau tidak terlaksana sesuai prosedur. Penilaian GSP mengacu pada SK Menteri Pertanian Nomor 431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging. Penilaian SJH mengacu pada LPPOM-MUI (2011) tentang pedoman pengelolaan rumah potong hewan halal.

2. Penentuan Sifat Fisik Daging Kambing

Warna Daging kambing (SNI 3925:2008). Warna daging diukur dengan menggunakan standar warna daging berdasarkan SNI 3925:2008. Penilaian warna dilakukan dengan melihat warna permukaan daging dan mencocokannya dengan standar warna. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor standar warna yang paling sesuai dengan warna daging tersebut. Standar warna daging memiliki skala 1-9. Semakin tinggi skor warna maka daging dinyatakan semakin gelap, sebaliknya semakin rendah skor warna maka daging semakin terang. Standar warna daging mulai dari merah muda sampai merah tua.

Daya Mengikat Air (Metode Hamm 1975 dalam Soeparno 2005). Daya mengikat air ditentukan dengan menggunakan daging sebanyak 0.3 g yang selanjutnya diletakkan di atas kertas saring jenis Whatman 41 dengan diameter 9 cm diantara dua lempeng besi. Kemudian sampel diberi tekanan sebesar 39 kg/cm2 selama 5 menit. Setelah daerah yang tertutup sampel menjadi rata serta luas daerah basah disekitarnya diukur dan diberi tanda untuk memudahkan pengenalan. Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Luas daerah yang tertutup sampel dihitung dengan menggunakan planimeter. Kandungan air daging dapat diukur dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

Area basah : luas penyerapan air pada kertas saring setelah diberi tekanan selama 5 menit

(25)

Nilai pH Daging (AOAC 1995). Pengukuran pH daging dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara mengambil daging sebanyak 5 g yang dihaluskan dan dimasukkan ke dalam glas yang selanjutnya diencerkan dengan aquades sebanyak 50 ml kemudian dihomogenkan selama satu menit. Sebelum pH daging diukur, pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan buffer pH 7. Setelah dikalibrasi pengukuran derajat keasaman daging dilakukan dengan menempatkan elektroda pada sampel sehinggga nilai pH dapat tertera pada layar.

3. Cemaran Mikroba pada Daging

Pengujian mikroba pada daging mengacu kepada (SNI 2897: 2008). Penghitungan TPC dengan menggunakan metode cawan tuang (pour plate). E.coli dan Coliform berdasarkan metode most probable number (MPN). Prinsip pengujian pertumbuhan jumlah Salmonella sp pada media selektif melalui empat tahapan yaitu pra pengayaan (pre-enrichment), pengayaan (enrichment) kemudian dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi. Metode pengujian Staphylococcus dengan cara menghitung cawan secara sebar pada permukaan media.

4. Cemaran logam berat

Analisis logam berat (pb, Cd, dan Hg) mengacu kepada (SNI 01: 2896: 1998). Prinsipnya adalah mengukur mineral seperti kalium, besi, posfor dan logam berat seperti timbal, tembaga dan kadmium. Analisi logam beratnya menggunakan Atomic Absorbance Specthrofotometry (AAS).

5. Uji Residu Pestisida (Komisi Pestisida 1997).

(26)
(27)

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Tempat Pemotongan Hewan Kota Jambi

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) kota Jambi merupakan satu di antara RPH yang mendapat penilaian bagus dari Kementerian Pertanian. Salah satu di antara 20 RPH di seluruh Indonesia yang telah memenuhi Standar Nomor Kontrol Veteriner atau telah teregistrasi dan memiliki sertifikat halal, higienis dan identitas jelas (Tribun Jambi). RPH ini hanya melakukan pemotongan ternak sapi, kerbau dan babi. Kota Jambi juga memiliki tempat-tempat pemotongan kambing yang berdiri sejak lama (1985) dan dimiliki secara perorangan. Tempat pemotongan kambing di Jambi Timur contohnya, ini merupakan tempat pemotongan kambing yang sudah berumur +25 tahun dan awalnya pemilik tempat pemotongan ini hanya seorang peternak kambing yang memiliki 2 ekor kambing. Berkat kegigihan dan kepiawaian dalam mengelola usaha hingga sekarang Tempat Pemotongan ini mampu memenuhi permintaan pasar mencapai 300 ekor/bulan. Tingginya pangsa pasar daging kambing di kota Jambi menimbulkan persaingan tersendiri bagi pengusaha lokal untuk mendirikan usaha pejualan kambing sekaligus tempat pemotongannya, sehingga pada tahun 2005 berdiri tempat penjualan kambing Aqikah dan lengkap dengan tempat pemotongannya di Kecamatan Telanaipura. Kebutuhan kambing di tempat pemotongan mencapai 150 ekor/bulan.

Berbeda dengan tempat pemotongan yang lain di Kecamatan Pasar Jambi terdapat tempat pemotongan kambing yang merupakan warisan dari orangtua kepada anaknya. Berdiri sejak tahun 1985 sampai sekarang masih produktif, ditempat pemotongan ini mampu memenuhi kebutuhan pasar hingga 180 ekor/bulan. Tiga Tempat Pemotongan Kambing ini merupakan tempat dilakukannya penelitian. walaupun masih ada tempat-tempat pemotongan kambing di Kota Jambi yang tidak di publikasikan dan hanya memproduksi daging untuk kalangan terbatas, akan tetapi pemilihan tempat pemotongan ini berdasarkan rekomendasi dari dinas setempat, karena dianggap layak dan perlu dievaluasi.

(28)
(29)

Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practice (GSP)

Kualitas daging sangat dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Untuk mendapatkan daging yang baik harus memahami tatacara penanganan ternak sebelum dan setelah pemotongan. Menurut Swatland (1984), syarat untuk mendapatkan hasil pemotongan yang baik adalah sebagai berikut: Ternak tidak diperlakukan secara kasar, tidak mengalami stress, penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, kerusakan karkas harus minimal, cara pemotongan harus higienis dan aman bagi para pekerja. Good Slaughtering Practice (GSP) merupakan seluruh praktik di Tempat Pemotongan Hewan yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan pada seluruh tahapan dalam rantai pangan (CAC 2004). Pelaksaan GSP harus didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang baik, dimulai dari proses awal produksi sampai karkas siap untuk dipasarkan. Penerapan GSP pada semua TPH kota Jambi belum terlaksana secara maksimal, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran para pekerja untuk menghasilkan daging yang ASUH, tidak memiliki sarana pendukung, seperti: alat pengerek karkas (Hoist), mesin gergaji karkas atau daging (bone saw electric), dan lain sebagaianya. Hasil evaluasi penerapan GSP di TPH kota Jambi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil evaluasi penerapan GSP pada TPH di kota Jambi

No Parameter Bobot

Penerimaan dan Penanmpungan Pemeriksaan antemortem Persiapan pemotongan ternak Proses penyembelihan TPH A= Jambi Timur; TPH B= Telanaipura; TPH C= Pasar Jambi

(30)

14

Gambar 1 Proses penyembelihan ternak pada TPH Jambi Timur

Gambar 2 Proses penyembelihan ternak pada TPH Telanaipura

(31)

Pada pelaksaan GSP terdapat beberapa penyimpangan dari yang seharusnya. Tahapan penampungan ternak, semua TPH melakukan dengan cara yang kurang memperhatikan keselamatan ternak sehingga menyebabkan ternak stres, pada TPH Telanaipura ternak tetap diberi makan sampai beberapa saat sebelum dilakukan pemotongan. dan juga tidak dilakukan pemisahan antara ternak yang diduga sakit (dikandang isolasi) dengan ternak yang sehat sehingga sangat besar peluang penularan penyakit antar ternak.

Tahapan pemotongan ternak, tidak dilakukan penimbangan ternak sebelum dipotong, penimbangan hanya dilakukan setelah menjadi karkas, pemeriksaan antemortem pada TPH Jambi Timur dan Kota Jambi tidak dilakukan oleh dokter hewan tetapi diperiksa oleh peternak (pengamatan eksterior) berdasarkan pengalaman, sedangkan pada TPH Pasar Jambi tidak dilakukan pemeriksaan sama sekali, pada TPH Telanaipura tidak dilakukan pemisahan kepala dari bagian badan ketika ternak digantung sehingga kepala ternak dikotori oleh darah dan dapat menjadi sumber kontaminasi mikroba pada bagian kepala ternak (Gambar 4, 5, dan 6), semua TPH tidak melakukan pemeriksaan post mortem pada ternak yang telah mati, sehingga sangat memungkinkan daging yang terjangkit penyakit hewan menular/ zoonosis beredar di kota Jambi.

Tahapan pengangkutan karkas, tidak menggunakan alat angkut khusus (mobil boks) dan dilengkapi dengan pendingin, tidak dipisahkan alat angkut karkas dan jeroan, sehingga besar kemungkinan mikroba yang ada pada jeroan mengkontaminasi daging dalam perjalanan (Gambar 7, 8, dan 9).

Hasil rekapitulasi secara lengkap tentang penerapan GSP pada masing-masing TPH di kota Jambi dapat dilihat pada Tabel 5.

(32)

16

Gambar 5 Penggantungan hewan setelah disembelih pada TPH Telanaipura

Gambar 6 Penggantungan hewan setelah disembelih pada TPH Pasar Jambi

(33)

Gambar 8 Pengemasan karkas dengan kantong plastik

Gambar 9 Pengemasan karkas dengan karung

(34)

18

Tabel 5 Hasil rekapitulasi pelaksanaan GSP pada TPH di kota Jambi

No Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di TPH

Jambi Timur

Kondisi di TPH Telanaipura

Kondisi di TPH Pasar Jambi

Hewan ternak yang baru datang harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak

membuat ternak stress

Penurunan ternak kurang hati-hati dengan cara

memaksa ternak dan penarikan kuping ternak.

Penurunan ternak yang baru datang dilakukan kurang hati-hati dan dan tidak

menggunakan tangga

Penurunan ternak dari truk kurang hati-hati dan tidak menggunakan tangga

Sebaiknya penurunan ternak dari truk menggunakan tangga dan digiring masuk ke kandang penampungan

Dilakukan

pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat

keterangan asal hewan, surat karantina, dsb)

Dilakukan pemeriksaan

dokumen perjalanan, surat keterangan asal hewan dan karantina

Dilakukan

pemeriksaan dokumen perjalanan, surat keterangan asal ternak dan surat karantina

Dilakukan pemeriksaan dokumen perjalanan,

surat asal hewan -

Hewan ternak harus diistirahatkan terlebih dahulu dikandang penampungan minimal 12 jam sebelum pemotongan

Hewan ternak diistirahatkan dikandang penampungan minimal 12 jam sebelum pemotongan

Hewan ternak diistirahatkan dikandang

penampungan minimal 12 jam sebelum pemotongan

Hewan ternak

diistirahatkan dikandang penampungan minimal 12 jam sebelum pemotongan

-

Hewan ternak harus dipuasakan tetapi tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dipotong

Hewan ternak dipuasakan dan tidak diberi minum kurang lebih 11 jam

Hewan ternak tetap diberi makan sampai beberapa saat ternak akan dipotong

Hewan ternak dipuasakan dan tidak diberi minum kurang lebih 11 jam

Ternak sebaiknya dipuasakan 12 jam sebelum pemetongan untuk mengurangi kontaminasi dari saluran pencernaan

Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya peternak bukan dokter hewan

Pemeriksaan secara eksterior oleh peternak bukan dokter hewan

Hewan ternak tidak diperiksa kesehatannya sebelum dipotong

Seharusnya dilakukan pemeriksaan

antemortem untuk memastikan kesehatan ternak

(35)

19

2 Tahapan

pemeriksaan antemortem

Pemeriksaan

antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (surat dokter hewan tetapi dilakukan oleh peternak sendiri, dengan cara melihat performance secara keseluruhan, mata, mulut dan kuku.

Pemeriksaan tidak dilakukan oleh dokter hewan tetapi dilakukan oleh peternak sendiri, dengan cara melihat performance secara keseluruhan

Tidak dilakukan pemeriksaan antemortem

Seharusnya pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan atau mantri yang telah mengikuti

pelatihan

Hewaan ternak yang dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda

pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut

Hewan ternak yang teridentifikasi sakit patah tulang dan sakit parah (penyakit mulu dan kuku)

Hewan ternak yang lumpuh atau patah biasanya dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi

Hewan ternak yang diduga sakit atau ditunda pemotongannya tidak dipisahkan pada kandang isolasi karena tidak memiliki tempat

Sebaiknya tempat pemotongan mempunyai kandang isolasi

Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk harus segera mengambil tindakan sakit kembung dan sakit mata

Belum pernah ditemukan penyakit menular atau zoonosis

Belum pernah ditemukan penyakit menular atau zoonosis dan peternak tidak tau penyakit zoonosis atau menular

Seharusnya dinas peternakan melakukan penyuluhan secara rutin tentang penyakit zoonosis supaya peternak mengetahui ciri-ciri ternak yang terjangikt dan langkah awal penanganannya.

3 Persiapan

pemotongan ternak

Ruangan proses produksi dan peralatan

Tempat pemotongan slalu dalam keadaan

Tempat pemotongan selalu dibersihkan

Tempat pemotongan

selalu dalam keadaan -

(36)

20

harus dalam kondisi bersih sebelum

sebelum dan sesudah pemotongan

bersih

Hewan ternak harus ditimbang sebelum dipotong

Penimbangan dilakukan ketika ternak datang dan setelah pemotongan

Penimbangan dilakukan ketika ternak datang dan setelah pemotongan (jika diminta)

Penimbangan dilakukan ketika ternak datang dan setelah pemotongan

Sebaiknya dilakukan penimbangan sebelum ternak dipotong

Hewan ternak harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot) sebelum masuk ruangan pemotongan

Hewan ternak dibersihkan dengan air sebelum masuk kandang

penampungan

Hewan ternak

dibersihkan dengan air sebelum masuk

kandang penampungan

Hewan ternak

dibersihkan dengan air sebelum masuk kandang penampungan

-

Hewan ternak digiring dari kandang

penampung ke ruangan pemotongan

melalui gang way

dengan cara yang wajar dan tidak

membuat stress pada

ternak

Hewan ternak ditarik dengan hati-hati pake tali yang diikatkan pada lehernya sampai ke ruang pemotongan

Hewan ternak digiring dari kandang

penampungan ke ruang pemotongan dengan cara yang wajar

Hewan ternak digiring dari kandang

penampungan ke ruang pemotongan dengan cara yang wajar

-

4 Proses

penyembelihan

Hewan ternak harus dipingsankan atau tidak dipingsankan

Hewan ternak tidak dipingsankan

Hewan ternak tidak dipingsankan

Hewan ternak tidak

dipingsankan -

(37)

21 hewan harus dapat meminimalkan rasa sakit dan stress

Cara menjatuhkan ternak dilakukan dengan memegang keempat kaki ternak dan dibaringkan dengan hati-hati

Cara menjatuhkan ternak dilakukan dengan memegang keempat kaki ternak dan dibaringkan dengan hati-hati

Cara menjatuhkan ternak dilakukan dengan memegang kaki kiri ternak bagian depan dan dijatuhkan dengan hati-hati

-

Apabila hewan ternak telah rebah dan telah diikat (aman) segera dilakukan

penyembelihan sesuai dengan syariat islam, yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam, sekali tekan tanpa diangkat sehingga cara memegang erat kaki ternak.

Pemotongan dilakukan sesuai dengan syariat islam dengan

menggunakan pisau tajam setelah hewan ternak terkendali dengan aman

Pengendalian ternak dilakukan dengan cara memegang erat kaki ternak. penyembelihan sesuai dengan syariat islam, yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam, sekali tekan tanpa diangkat sehingga menginjak perut kanan atas ternak dan kepala dipegang menggunakan tangan kiri.

penyembelihan sesuai dengan syariat islam, yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam, sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran mati dan pengeluaran darah sempurna mati dan pengeluaran darah sempurna

Proses selanjutnya dilakukan setelah ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna

-

Setelah hewan ternak tidak bergerak lagi, leher dipotong dan

Setelah ternak benar-benar mati dilakukan pemisahan antara

Setelah ternak tidak bergerak lagi maka ternak tersebut

Setelah ternak benar-benar mati dilakukan pemisahan antara kepala

Sebaiknya kepala dipisahkan terlebih dahulu sebelum

(38)

22

kepala dipisahkan dari bagian badan

kepala dan badan ternak

digantung dan badan ternak dilakukan pengantungan

Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikaitkan dan dikere (hoisted), sehingga bagian leher berada dibawah yang bertujuan agar proses penegluaran darah benar-benar sempurna dan siap untuk proses selanjutnya

Kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikaitkan ditempat gantungan manual sehingga bagian leher berada dibawah dan pengeluaran darah benar-benar sempurna

Kedua kaki belakang diikat pada tiang gantungan dan

dilakukan pemotongan kepala

Kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikaitkan ditempat gantungan manual sehingga bagian leher berada dibawah dan siap untuk proses selanjutnya

-

Pada RPH yang belum memiliki fasilitas hoist, setelah hewan ternak benar-benar mati dipindahkan keatas

keranda/penyangga, dan karkas siap untuk dilakukan proses selanjutnya

_ _ _ -

5 Tahap pengulitan Sebelum proses

pengulitan dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan pengikatan pada saluran

percernaan dileher dan anus, sehingga isi lambung dan feses

Saluran pencernaan dileher dan anus di jepit dengan jari telunjuk dan jempol sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan

mencemari karkas

Sebelum proses pengulitan dilakukan, Saluran pencernaan dileher dan anus di jepit dengan jari telunjuk dan jempol sehingga isi lambung dan feses tidak keluar

Saluran pencernaan dileher dan anus di jepit dengan jari telunjuk dan jempol sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari karkas

-

(39)

23 tidak keluar dan

mencemari karkas

dan mencemari karkas

Pengulitan dilakukan bertahap, diawali dengan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut

Pengulitan dilakukan bertahap, diawali dengan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut

Pengulitan diawali dengan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut

Pengulitan dilakukan bertahap, diawali dengan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut

-

Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki

Selanjutnya permukaan dalam kaki

-

Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung

Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung dengan cara ditarik menggunakan tangan

Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengan hingga kepunggung dengan cara diiris perlahan menggunakan pisau tajam

Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung dengan cara ditarik menggunakan tangan

-

Pengulitan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging

Pengulitan dilakukan sangat hati-hati dan tidak terjadi

kerusakan pada kulit

Pengulitan dilakukan sangat hati-hati dan tidak terjadi kerusakan pada kulit

Pengulitan dilakukan sangat hati-hati dan tidak terjadi kerusakan pada kulit

-

6 Pengeluaran jeroan Rongga perut dan

rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dada

Untuk mengeluarkan jeroan dibuat irisan dari rongga perut sampai dada

Untuk mengeluarkan jeroan dibuat irisan dari rongga perut sampai dada

Untuk mengeluarkan jeroan dibuat irisan dari rongga perut sampai dada

-

Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan

Organ yang pertama dikeluarkan adalah empedu dan dilanjutkan dengan

Organ yang pertama dikeluarkan adalah empedu dan dilanjutkan dengan

Organ yang pertama dikeluarkan adalah empedu dan dilanjutkan dengan jeroan hijau dan

-

(40)

24

alat pencernaan lainnya tidak pecah/robek

jeroan hijau sehingga rumen dan alat pencernaan lainnya terjaga.

jeroan lainnya dengan hati-hati sehingga rumen tidak pecah

jeroan merah lainnya

Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung, paru, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, dan esophagus)

Dilakukan pemisahan antara jeroan merah dan jeroan hijau. Usus dan esophagus dibuang

Dilakukan pemisahan antara jeroan merah dan jeroan hijau. Jeroan hijau semuanya dibuang

Dilakukan pemisahan antara jeroan merah dan jeroan hijau. Usus dan esophagus dibuang

-

7 Pemeriksaan

postmortem

Pemeriksaan

postmortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan

postmortem untuk memastikan karkas tersebut aman dikonsumsi Pemeriksaan

postmortem dilakukan terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas

- - -

-

Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan menular dan zoonosis, maka dokter

- - -

-

(41)

25 hewan/petugas yang

ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan

8 Pembelahan karkas Karkas dibelah dua

sepanjang tulang dengan kapak yang tajam atau mesin yang disebut automatic cattle splinter

Pembelahan karkas dilakukan

menggunan kapak yang tajam dan dilakukan secara manual

Pembelahan karkas dilakukan menggunan kapak yang tajam dan dilakukan secara manual

Pembelahan karkas dilakukan menggunan kapak yang tajam dan dilakukan secara manual

- disimpan diruang yang dingin (<10oC)

Karkas yang telah dipotong tidak disimpan diruangan dingin

Karkas yang telah dipotong tidak disimpan diruangan dingin

Karkas yang telah dipotong tidak disimpan diruangan dingin

Sebaiknya dilakukan pengantungan karkas beberapa jam untuk mencapai rigor mortis Karkas selanjutnya

siap diangkut ke pasar

Karkas diangkut kepasar tanpa melalui proses penyimpanan dingin.

Karkas diangkut kepasar tanpa melalui proses penyimpanan dingin.

Karkas diangkut kepasar tanpa melalui proses

penyimpanan dingin. -

10 Pengangkutan

karkas

Karkas/daging harus diangkut dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat

mencegah kontaminasi

Karkas diangkut dengan

menggunakan ojek motor tanpa boks tertutup, sehingga dapat terkontaminasi disepanjang

Karkas diangkut menggunakan ojek motor dan juga mobil tanpa boks, sangat memungkinkan terjadinya kontaminasi disepanjang perjalanan

Karkas diangkut dengan menggunakan ojek motor tanpa boks tertutup, sehingga dapat terkontaminasi

disepanjang perjalanan

pengangkutan dengan ojek motor seharusnya karkas ditempatkan dalam wadah kedap udara (kotak khusus) untuk meminimalisasi kontaminasi

(42)

26

dari luar perjalanan

Jeroan dari hasil sampingannya diangkut dengan wadah atau alat angkut yang terpisah dengan alat angkut

karkas/daging

Jeroan diangkut dengan wadah terpisah tetapi satu alat angkut dengan karkas. wadah tempat daging

Jeroan diangkut dengan wadah yang sama dengan daging, antara karkas dan daging hanya dibatasi kantong plastik.

Sebaiknya ditempatkan pada wadah terpisah antara jeroan dan karkas

Karkas/daging dan jeroan harus disimpan dalam wadah/kemasan sebelum disimpan dalam boks alat angkut

Daging dimasukkan

Karkas dikemas dalam kantong plastik, kemudian diletakkan dalam ember/nampan

Jeroan merah disatukan dengan daging tanpa kemasan sedangkan jeroan hijau (lambung) dimasukkan dalam kantong plastik

Sebaiknya karkas dan jeroan dikemas dalam plastil terlebih dahulu sebelum disimpan dalam

wadah (tupperware)

Untuk menjaga kualitas daging dianjurkan alat angkut karkas/daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator)

Alat angkut daging dan jeroan tidak dilengkapi dengan alat pendingin

Alat angkut daging dan jeroan tidak dilengkapi dengan alat pendingin

Alat angkut daging dan jeroan tidak dilengkapi dengan alat pendingin

Untuk menjaga kualitas daging dianjurkan menempatkan es batu secukupnya dalam wadah tempat karkas dan jeroan

(43)

Evaluasi Penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) pada Tempat Pemotongan Hewan

Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan sistem yang disiapkan dan dilaksanakan untuk perusahaan pemegang sertifikat halal yang bertujuan untuk menjamin proses produksi dan produk yang dihasilkan adalah halal sesuai dengan aturan yang digariskan oleh MUI. Menurut Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM–MUI (2008), SJH didefinisikan sebagai suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM-MUI. SJH harus menjadi bagian dari komitmen dan kebijakan perusahaan mulai dari level tertinggi hingga level terendah di perusahaan, terlebih lagi dengan pemberlakuan SJH untuk semua perusahaan.

Sistem Jaminan Halal sulit diterapkan sepenuhnya pada TPH tradisional di kota Jambi, karena terbatasnya sarana dan sumberdaya manusia yang tersedia. Selain itu kurangnya perhatian dari instansi terkait juga mengakibatkan TPH tradisional berkembang tidak sesuai standar yang ditetapkan pemerintah. Dari beberapa parameter yang dievaluasi sebagian besar belum terpenuhi. TPH Jambi Timur baru melaksanakan SJH 47.50 % , TPH Telanaipura melaksanakan SJH 49 % dan TPH Pasar Jambi 45.50 %. Hasil evaluasi penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) di TPH kota Jambi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil evaluasi penerapan sistem jaminan halal (SJH) pada TPH di kota

1.1. Sumberdaya manusia 1.1.1.Umum

1.1.2.Petugas penyembelih 1.1.3.Petugas pemingsanan 1.1.4.Supervisor halal 1.2. Prasarana

1.2.1.Lokasi dan fasilitas 1.2.2.Alat penyembelih 2 Penyembelihan hewan

2.1. Pra penyembelihan 2.1.1.Umum

2.1.2.Tanpa pemingsanan 2.1.3.Dengan pemingsanan 2.2. Penyembelihan

2.3. Pasca penyembelihan 3 Penanganan dan penyimpanan 4 Pengemasan dan pelabelan 5 Transportasi TPH A= Jambi Timur; TPH B= Telanaipura; TPH C= Pasar Jambi

(44)

28

dikontrol dan disupervisi oleh LPPOM-MUI sehingga semua petugas penyembelihan tidak memiliki sertifikat sebagai penyembelih halal, manajemen TPH juga tidak memiliki rekaman mengenai pelatihan keterampilan dan pengalaman personil.

Penyembelihan hewan, tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem dan post mortem oleh lembaga yang berwewenang, tidak adanya rekaman hewan mati sebelum sempat disembelih, ruang penanganan karkas dan jeroan dilakukan pada satu tempat, tidak tersedianya ruang bersih dan ruang kotor, tidak ada ruang khusus untuk penyimpanan karkas sehingga penyimpanan dilakukan dalam freezer.

Pengemasan dan transportasi, karkas tidak diberi kemasan hanya kantong plastik dan karung, tidak ada identitas halal seperti logo atau barcode, tidak dicantumkan tangal penyembelihan, nama tempat dan alamat pemotongan, alat pengiriman menggunakan ojek motor, tidak menggunakan mobil boks yang dilengkapi dengan pendingin sehingga sangat rentan dengan kontamisai sepanjang perjalanan.

Proses penyembelihan hewan di TPH kota Jambi telah sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan karkas/daging yang dihasilkan halal untuk dikonsumsi oleh umat muslim. Menurut LPPOM-MUI (2012), ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemotongan ternak halal antara lain penyembelih beragama Islam, berakal dan berbadan sehat, alat yang digunakan harus tajam, serta menyebut nama Allah saat menyembelih. Akan tetapi untuk menyempurnakan kehalalan (khalalan toyyiba) harus dilakukan beberapa perbaikan seperti penyempurnaan fasilitas pengangkutan, peningkatan mutu sumber daya manusia, penempatan dokter hewan, mengikuti pelatihan penyembelih halal, serta adanya pengawasan terhadap produk yang dihasilkan di TPH kota Jambi oleh LPPOM-MUI maupun Dinas Peternakan setempat. Hasil evaluasi penerapan SJH pada TPH di kota Jambi secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.

(45)

Tabel 7 Hasil rekapitulasi penerapan SJH pada TPH di kota Jambi

No Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di TPH

Jambi Timur

Kondisi di TPH Telanaipura

Kondisi di TPH Pasar Jambi

Koreksi

1 Sumber daya

1.1. Sumber daya manusia

1. Umum Personil yang yang sesuai meliputi petugas pemingsanan, status kehalalan hanya ada petugas hanya ada petugas penyembelihan yang

kehalalan hanya ada petugas status kehalalan harus memiliki kompetensi yang sesuai meliputi petugas penyembelihan dan supervisor halal

Personil harus mengikuti pelatihan atau melakukan tindakan lain untuk mencapai kompetensi yang diperlukan

Personil tidak pernah mengikuti pelatihan tetapi sudah berprofesi sebagai penyembelih hewan selama 8 tahun

Personil tidak pernah mengikuti pelatihan secara otodidak dari orangtua selama 6 tahun

Minimal personil mengikuti pelatihan sekali agar kompetensi yang dimiliki sesuai dengan standar

Manajemen TPH tidak memiliki dokumen

Manajemen TPH tidak memiliki dokumen mengenai pelatatihan keterampilan dan pengalaman personil

Seharusnya manaajemen TPH mempunyai dan memelihara dokumen LPPOM MUI atau

Personil tidak dikontrol dan tidak disupervisi oleh LPPOM MUI atau lembaga sertifikasi halal

Personil tidak dikontrol dan tidak disupervisi oleh LPPOM MUI atau

Personil tidak dikontrol dan tidak disupervisi oleh LPPOM MUI atau

Seharusnya Personil dikontrol dan disupervisi oleh LPPOM MUI atau lembaga sertifikasi halal

(46)

30

lembaga sertifikasi halal yang diakui

yang diakui lembaga sertifikasi

halal yang diakui

lembaga sertifikasi halal yang diakui

yang diakui

Personil halal tidak boleh merangkap sebagai

pekerja/karyawan pada tempat pemotongan babi

Personil halal hanya bekerja di tempat pemotongan kambing

Personil halal hanya bekerja di tempat pemotongan kambing

Personil halal hanya bekerja di tempat

pemotongan kambing -

2. Petugas

penyembelih

Beragama Islam Beragama Islam Beragama Islam Beragama Islam -

Berumur minimal 18 tahun

Berumur 48 tahun Berumur 50 tahun Berumur 36 tahun -

Berbadan dan berjiwa sehat

Berbadan dan berjiwa sehat

Berbadan dan berjiwa sehat

Berbadan dan berjiwa sehat yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal

Tidak pernah mengikuti pelatihan

penyembelihan halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal

Tidak pernah mengikuti pelatihan penyembelihan halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal

Tidak pernah mengikuti pelatihan penyembelihan halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal

Sebaiknya Lulus pelatihan

penyembelihan halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal

Memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari lembaga

sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau

Tidak memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau lembaga yang

Tidak memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari lembaga

sertifikasi halal yang diakui oleh MUI

Tidak memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau lembaga

Sebaiknya memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau lembaga yang

(47)

lembaga yang berwewenang

berwewenang atau lembaga yang

berwewenang

yang berwewenang berwewenang

Jumlah petugas penyembelihan harus memadai dengan jumlah hewan yang disembelih per hari

Jumlah petugas penyembelihan cukup memadai dengan jumlah hewan yang disembelih per hari disembelih per hari

Jumlah petugas penyembelihan cukup memadai dengan jumlah hewan yang disembelih per hari

-

3. Petugas

pemingsanan

Berbadan dan berjiwa sehat serta memiliki catatan kesehatan

Tidak ada petugas pemingsanan

Tidak ada petugas pemingsanan

Tidak ada petugas pemingsanan

TPH skala kecil dan untuk memenuhi permintaan pasar tradisional tidak perlu petugas pemingsanan Memahami tata cara

pemingsanan sesuai

Beragama Islam Tidak ada supervisor

halal

Tidak ada supervisor halal

Tidak ada supervisor halal

Seharusnya ada supervisor halal Berumur minimal 18

tahun

_ _ _ _

Gambar

Tabel 2 Batas toleransi logam berat dalam pakan pada beberapa jenis ternak menurut NRC (mg/kg)
Tabel 3 Batas maksimum cemaran pestisida pada daging
Gambar 1 Proses penyembelihan ternak pada TPH Jambi Timur
Gambar 4 Penggantungan hewan setelah disembelih pada TPH Jambi Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan menggunakan kulit buah kakao dan kulit pisang yang tidak difermentasi dan yang difermentasi dalam pakan kambing

Peningkatan konsentrasi ekstrak daun janggelan berakibat pada sernakin ba- nyaknya rnatriks etlihle f lm yang terbentuk, sehingga eclihle Jilm yang diperoleh

Awal Waktu Tanam (dasarian) 0 SESUAI PALAWIJA Padi Sawah Jagung/ Kedelai Kedelai Musim Kemarau Luas Tanam (ha) 0 BERA 0 0 Luas Tanam (ha) Awal Waktu

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang senantiasa melimpahkan kekuatan dan pertolongan sehingga penulis dapat menyelesakan skripsi yang berjudul yang

Untuk mengetahui seberapa besar dampak yang tejadi akibat aktifitas suatu kegiatan atau proyek maka perlu ditentukan metode pendugaan dampak yang akan digunakan, ada

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan,

Jawaban atas pertanyaan berikut ini dapat digunakan untuk menjelaskan informasi yang berhubungan dengan.. tugas (JRI) di

Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga mengalami penurunan, maka akan terjadi penurunan pendapatan bunga lebih besar dari pada penurunan biaya bunga yang