• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif terhadap Etnis Minoritas (studi kasus : Etnis Muslim Uighur di China)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif terhadap Etnis Minoritas (studi kasus : Etnis Muslim Uighur di China)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP

PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS

MINORITAS

(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

JONATHAN GERI BOY 090200419

HUKUM INTERNASIONAL Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Internasional

Arif, SH, M.H.

NIP : 196403301993031002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Sulaiman, SH. Makdin Munthe, SH, M. Hum NIP: 197412281979031001 NIP : 195508081980031004

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS MINORITAS

(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA) ABSTRAK

Prof. Sulaiman, SH* Makdin Munthe, SH.,M. Hum**

Jonathan Geri Boy ***

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap Etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang hubungan antara negara dengan warga negara, konsepsi HAM terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah China terhadap suku muslim Uighur.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa kasus dan hubungannya terhadap peraturan hukum yang mengatur permasalahan skripsi

.Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim Uighur dilatar belakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

Kata Kunci : Ham berat, Etnis Minoritas, Extra ordinary crime

*) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama : Jonathan Geri Boy

NIM : 090200419

Judul : TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL

TERHADAP PERLAKUAAN

DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS

MINORITAS ( STUDI KASUS ETNIS

MUSLIM UIGHUR DI CHINA)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuat oleh orang lain

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana

tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku termasuk sanki pencabutan gelar kesarjanaan yang telah

saya peroleh

Medan,

Jonathan Geri Boy

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa dan

anakNya Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang hidup dan

telah mencurahkan berkat dan karuniaNya yang melimpah sehingga saya dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi

untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum jurusan

Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL

TERHADAP PERLAKUAAN DISKRIMINATRIF TERHADAP ETNIS

MINORITAS (STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA).

Tiada gading yang tak retak, andaikan retak jadikanlah sebagai ukiran, demikian

sama halnya seperti skripsi ini yang masi jauh dari kata sempurna baik dalam

proses penyusunan, pemilihan maupun rangkiaan kata demi kata, serta kelalaian

dalam proses pengeditan. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia

menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan penulis

(6)

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara beserta staf-stafnya

2. Bapak Arif, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional dan

Bapak Dr.Jelly Leviza, SH, M. Hum selaku Sekertari Departemen Hukum

Internasional, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk

membuat skripsi ini,

3. Bapak Prof. Sulaiman, SH, selaku Pembimbing I, yang telah sabar

menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala

bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

4. Bapak Makdin Munthe, SH, M. Hum, selaku Pembimbung II, yang juga telah

sabar untuk mnyediakan dan meluangkan waktunya dalam memberikan

segala bimbingan sert saran kepada penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan pengajaran tentang segala ilmu pengetahuan kepada

(7)

6. Terkhususnya kepada kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Agenus

Yohanes, SE, dan Ibunda dr. Riris Rosinta Helena Volka Aruan, terima kasih

sebesar besarnya saya ucapkan karena telah membesarkan saya, dan mendidik

saya, terima kasih untuk segala kasih sayang yang kalian berikan dan serta

doa yang selalu kalian ucapkan dimanapun saya berada, sehingga saya dapat

menyelesaikan studi dan skripsi ini,

7. Adek-adek saya tercinta Ruth Theresia dan Joshua Sandy Gilbert, kalianlah

penyemangat bagi saya dalam menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini

8. Keluarga besar Fakultas Hukum, abang dan kakak senior serta adik-adik,

terkhususnya keluarga besar yang sangat saya cintai GLC Projection, Wisman

Goklas, SH, Jigoro Lumbanraja, SH, Alvonso Manihuruk SH, Maulana

Zulfdli SH, IPDA Yudhi Anugrah Putra , Dina Krisyanti Rupang, SH,

Rahmat Ari Septiawan, SH, Rivai Sialoho, SH, Leonardy Siringoringo, SH

serta Sarah Sylviana, SH, terimakasih telah menjadi sahabat dan keluarga

yang sangat baik selama penulis menjalankan studinya di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Penulis

Jonathan Geri Boy 

(8)

DAFTAR ISI

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA ... 20

A.Pengertian Ras, Bangsa Dan Warga Negara ... 20

B.Pentingnya Memiliki Kewarganegaraan Dalam Negara ... 24

C.Tanggung Jawab Negara Terhadap Warga Negara Menurut Hukum Internasional ... 34

BAB III KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS ... 43

A.Pengertian Dan Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Internasional ... 43

B.Praktek Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan ... 51

1. Pembatasan Kebebasan Dalam Perspektif HAM ... 51

2. Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM ... 54

3. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan ... 58

C.Pengaturan Hukum Hak Asasi Manusia Terhadap Kaum Minoritas ... 61

1. Pengertian Diskriminasi Rasial ... 61

(9)

BAB IV PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT YANG DILAKUKAN OLEH

PEMERINTAH CHINA TERHADAP SUKU MUSLIM UIGHUR .. 75

A.Sejarah Terjadinya Konflik Antara Suku Muslim UIGHUR dan Suku HAN di China ... 75

1. Sejarah Etnis Muslim UIGHUR ... 75

2. Latar Belakang Terjadinya Konflik Antara Etnis HAN dengan Etnis Muslim UIGHUR ... 78

B.Jenis-jenis Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Pemerintah ChinaTerhadap Suku Muslim UIGHUR ... 82

1. Diskriminasi Pemerintahan China Terhadap Etnis Muslim UIGHUR .. 82

2. Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Oleh Pemerintah China Terhadap Etnis Muslim UIGHUR ... 86

C.Penyelesaian Pelanggaran HAM Sebagai Extra Ordinary Crime Terhadap Perlakukan Pemerintah China Terhadap Suku UIGHUR di China ... 93

1. Analisa Kasus Tindak Pelanggaran HAM Terhadap Etnis UIGHUR di China ... 93

2. Penyelesaian Kasus Etnis UIGHUR di China Atas Pelanggaran HAM Berat Berdasarkan Hukum Internasional ... 101

a. Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui Jalur Diplomasi ... 101

b. Upaya Penyelesaian Konflik Melalui International Criminal Court (ICC) ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A.Kesimpulan ... 113

B.Saran ... 114

(10)

TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS MINORITAS

(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA) ABSTRAK

Prof. Sulaiman, SH* Makdin Munthe, SH.,M. Hum**

Jonathan Geri Boy ***

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap Etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang hubungan antara negara dengan warga negara, konsepsi HAM terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah China terhadap suku muslim Uighur.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa kasus dan hubungannya terhadap peraturan hukum yang mengatur permasalahan skripsi

.Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim Uighur dilatar belakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

Kata Kunci : Ham berat, Etnis Minoritas, Extra ordinary crime

*) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan Hukum Internasional,terutma setelah Perang Dunia I, telah

memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum Internasional yang

mandiri dalam tata hukum internasional.Pembentukan pengadilan Internasional

Nuremberg Tokyo telah mendudukkan individu sebagai subjek hukum yang

dituntut atas kejahatan kemanusiaan.Selanjutnya, individu dalam hukum

Internasional hak asasi manusia, juga dapat membela hak-haknya secara

langsung,yang pada awalnya berlaku menurut masyarakat Eropa dalam Konvensi

Eropa serta berlaku dalam Konvensi Amerika.

Kepentingan Individu mulai terasa memerlukan perlindungan terhadap

pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan kebebasan dari

campur tangan pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan

sesuai dengan martabat manusianya, baik sebagai orang perseorangan maupun

sebagai kesatuan.Landasan teori pembenaran tuntutan itu didasarkan pada hukum

alam. Teori yang mengajarkan bahwa kekuasaan pemerintah memiliki batasan.

Dengan pembatasan itu, hukum alam memberikan individu hak-hak yang bebas

dari campur tangan pemerintah, termasuk dalam hak-hak itu adalah hak asasi

manusia.1

      

1

(12)

Pengakuan Individu dalam Hukum Internasional hak asasi manusia juga

dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan

Protokol Opsional Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik,yang memberikan hak

petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikan juga, hak buruh untuk

menyampaikan pengaduan yang diatur dalam Konvensi ILO.2

Semua perkembangan tersebut memberikan harapan bagi HAM, walaupun

hukum internasional tidak terlepas dengan kepentingan “politik” negara.

Demikian juga, pemberlakuan prosedur internasional tidak terlepas dari sifat

politik. Dikatakan harapan yang besar muncul karena hukum internasional hak

asasi manusia secara konsisten mengatur kewajiban internasional bagi semua

negara untuk mempromosikan, menghormati, melindungi,

memenuhi-memfasilitasi dan menyediakan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan

hak budaya setiap orang dan kelompok.

Dalam perkembangan sejarah, pembatasan atas kekuasaan pemerintah

kemudian ditetapkan dalam hukum positif Negara, baik di negara-negara Eropa

Kontinental maupun di negara-negara Anglo Saxon. Pada tahun 1579 misalnya,

Universitas Utrecht telah menetapkan bahwa “pelaksanaan agama dapat diatur

lebih lanjut oleh provinsi jika setiap orang tetap bebas beragama dan tidak boleh

diselidiki karena menganut sesuatu agama.”3

Di inggris pada tahun 1212 telah ditetpkan Magna Charta yang merupakan

perjanjian perdamaiaan antara raja dan warga bersenjata. Pada tahun 1679

ditetapkan Habeas Corpus Act I yang menjamin hak-hak individu dalam       

2

Hafish Adi , Hubungan hukum Internasional dengan HAM, , diakses dari http://brucelee.blogspot.com (diakses pada 31 juli 2013,pukul 23:00 wib)

3

(13)

penahanan. Pada tahun 1689 ditetapkan Bill of Rights yang menetapkan hak dan

kebebasan rakyat dan penggantian mahkota.Pada tahun 1776 ditetapkan

Declaration of Rightsoleh Virginia di Amerika Utara yang merupakan perumusan

pertama HAM negara Anglo Saxon.Atas pengaruh paham yang berkembang di

Inggris dan di Amerika Serikat pada tahun 1789, Prancis menetapkan Declaration

of Rights yang dianggap sebagai bagian dari Undang-Undang Dasarnya. Deklarasi

itu berisikan 17 Pasal yang menetapkan HAM dan warga negaara.

Pengaturan HAM dalam talam tataran Internasional sesudah ditetapkannya

Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional khusus untuk

bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Pada tahun 1950an, disepakati

Perjanjian Eropa untuk melindungi HAM dan kebebasan fundamental. Dalam

perkembangan selanjutnya, perjanjiaan itu dikembangkan dengan

ketentuan-ketentuan tamban yang ditetapkan dalam bentuk protokol

Pengaturan HAM juga berkembang dalam hukum internasional yang

mengatur bidang khusus, sebagai contoh lima konvensi yang disepakati dalam

konfrensi organisassi perburuhan Internasional, yaitu :

1. Freedom of Assocation dan Protection of te Right to Organise

Convention 1948 ;

2. The Right to Organise And Collective Bargaining Convention 1949

3. The Equal Remuneration Convention 1951

4. The abolition of Forced Labour Convetion 1957

5. The Discrimination Convention 19584

      

4

(14)

Langkah penting PBB selanjutnya yang berkaitan dengan HAM adalah

menjadikan ketentuan-ketentuan HAM yang mengikat secara moral menjadi

ketentuan-ketentuan konvensi internasional yang mengikat secara hukum,

ketentuan-ketentuaan tersebut berhasil disepakati tahun 1966 yang mulai berlaku

pada tahun 1976. Ketentuan-ketentuan itu dituangkan dalam dua perjanjiaan

internasional, yaitu :

1. The International Convenant on Economic,Social,and Cultural Rights

2. The International Convenant on Civil and Polictical Rights beserta

Optional Protocol5

Ketentuan-ketentuan dalam dua convenant itu pada umum mencerminkan

ketentuan Universal Declaration of Human Rights, tetapi tidak semua ketentuan

convenant tercakup dalam deklarasi tersebut.

Banyak Dokumen internasional tentang HAM telah menyebut tentang

kebebasan beragama.Dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi

PBB tahun 1948, pasal 18, 26,dan 29, disebut mengenai pokok-pokok kebebasan

beragama.Pasal 18 mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan

berpikir, berkesadaran dan beragama, termasuk kebebasan memilih dan memeluk

agama dan menyatakan agamanya itu dalam pengajaran, pengamalan, dan

beribadahnya ,baik secara sendiri-sendiri maupun dalam kelompok. Dalam

Konvenan Internasional tentang Hak-Hak sipil dan Politik yang disahkan oleh

PBB pada tanggal 16 Desember 1966, pada pasal 18 juga dinyatakan hal yang

      

5

(15)

sama dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 18 Deklarasi Universal tentang

HAM PBB tersebut.

Kemudian dalam konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi dan

Sosial serta Budaya yang disahkan oleh PBB tanggal 16 Desember 1966, Pada

pasal 13 dinyatakan bahwa semua negara pihak yang meratifikasi konvenan itu

harus menghormati kebebasan orang tua atau wali untuk menjamin bahwa

pendidikan anak mereka di sekolah-sekolah dilakukan sesuai dengan agama

mereka. Dalam deklarasi tentang Penghapusan segala bentuk Intoleransi dan

diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan yang diaanut dan didukung

PBB tahun 1981 pada pasal 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk

memilih dan menganut agama dan memanifestasikannya secara pribadi dan

berkelompok, baik dalam beribadat, pengamalan maupun pengajarannya.

Dalam Konvenan Internasional tentang hak-hak anak yang diadopsi oleh

PBB tanggal 20 November1989, khususnya pasal 14, 29 dan 30, dinyatakan

bahwa Negara wajib memberikan jaminan kebebasan untuk mewujudkan agama

dan kepercayaannya serta pengembangan diri kepribadian budaya tempat dimana

anak tinggal, terutama bagi anak yang berada dalam kelompok minoritas dijamin

tidak akan dirampas haknya dalam masyarakat untuk dapat melaksanakan ajaran

agamanya maupun menikmati kebudayaannya sendiri.

Dalam dokumen Durban Review Conference bulan April 2009, paragraf

13 juga dinyatkan bahwa negara-negara PBB memperteguh komitmen mereka

bahwa semua pernyataan yang bersifat kebencian keagamaan adalah termasuk

(16)

internasional yang merupakan kesepakatan bangsa-bangsa anggota PBB untuk

menegakkan HAM dibidang diskriminasi

Dampak pengaturan HAM dalam hukum Internasional tersebut yaitu

pengakuan dan penghormatan HAM untuk melindungi kepentingan individu

terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintahnya. Dengan perlindungan itu,

individu dapat hidup sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

Pengakuan,penghormatan, dan perlindungan HAM merupakan urusan domestik

negara yang bersangkutan.Akan tetapi,dengan diaturnya HAM dalam hukum

Internasional, pengakuaan,penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saja

berkaitan dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Pengakuan,

penghormatan,dan perlindungan HAM beraitan dengan hubungan Pemerintah

suatu negara dan warga negaranya dengan negara lain. Dengan kata lain,

pengakuan penghormatan dan perlindungan HAM,menjadi urusan internasional.

HAM diatur, diawasi pelaksanaannnya, dan orang yang melakukan pelanggaran

dikenai sanksi oleh masyarakat internasional. Adanya pengawasan demikian

memang merupakan “Intervensi masyarakat Internasional dalam urusan domestik

warganya”6

      

6

(17)

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraiaan latar belakang di atas penulis mengangkut beberapa

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :

1. Pengaturan Hukum Internasional tentang hubungan antara negara dan

warga negaranya

2. Konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi kaum

minoritas

3. Penegakan HAM dalam pelanggaran yang dilakukan negara China

kepada kelompok Etnis Muslim Uighur menurut hukum internasional

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah

a) Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional terhadap

hubungan antara negara dan warga negara

b) Untuk mengetahui konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap

pelanggaran hak kaum minoritas

c) Untuk mengetahui penegakan HAM dalam kasus pelanggaran yang

dilakukan oleh pemerintahan China kepada kelompok etnis

(18)

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah

a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuaan hukum

internasional, khususnnya terkait mengenai Tinjauan hukum

internasional terhadap perlakuaan Diskriminatif terhadap etnis

minoritas

b. Secara praktis

Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang perlakuaan

diskriminatif terhadap etnis minoritas kepada Almamater Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi

sesama rekan-rekan mahasiswa

D. KEASLIAN PENULISAN

Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Hukum Internasional terhadap

perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas (studi kasus : Etnis Muslim

Uighur di China), dimana judul skripsi ini sebelumnya belum pernah ada yang

menulisnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.Dengan

demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan

Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan

perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas. Oleh karena itu penulisan ini

adalah asli karya penulis7

      

7

(19)

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Hak Asasi Manusia

Secara umum,materi utama tentang Hak Asasi Manusia terdapat pada

Deklarasi HAM, yang secara historis pada tanggal 10 Desember 1948,

dimana tujuh belas Majelis Umum PBB menerima dan memproklamasikan

Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi manusia.Deklerasi tersebut

menjadi tonggak sejarah nagi perkembangan HAM sebagai standar umum

untuk mencapai keberhasilan bagi semua rakyat dan bangsa

Deklerasi tersebut terdiri atas 30 pasal yang menyerukan agar rakyat

menggalakan dan menjamin pengakan yang efektif dan penghormatan

terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam

deklarasi. Deklarasi Universal tersebut diterima oleh 49 negara, sedangkan

9 negara lainnya abstein.Isinya meliputi hak-hak sipil dan politik

tradisional, beserta hak-hak ekonomi, sosial,budaya.Hak-ha yang diuraikan

dalam deklarasi tersebut dapat dikatakan sebagai sinestis dantara konsep

liberal barat dan konsepsi sosialis. .Dalam Deklarasi Universal tersebut

belum ada ketentuan mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib

sendiri8

Materi muatan pokok Universal Declaration of Human Rights,

diantaranya:

      

8

(20)

1. Pasal 1 dan 2 Deklarasi menegaskan bahwa semua orang

dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak

atas semua hak dan kebebasan sebagaimana yang ditetapkan

oleh Deklarasi,tanpamembeda-bedakan baik dari segi ras, warna

kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik maupun yang lain

asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, kelahiran atau

kedudukan yang lain

2. Pasal 3 sampai Pasal 21 menempatkanhak-hak sipil dan politik

yang menjadi hak semua orang,hak-hak itu antara lain :

a) Hak untuk hidup

b) Kebebasan dan keamanan pribadi

c) Bebas dari perbudakan dan penghambatan

d) Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman

yang kejam, tidak berkeprimanusiaan, ataupun yang

merendahkan derajat kemanusiaan

e) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja

sebagai pribadi

f) Hak untuk pengampunan hukum yang efektif

g) Bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan

yang sewenang-wenang

h) Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang

dilakukan oleh pengadilan yang independen dan tidak ada

(21)

i) Hak untuk praduga tidak bersalah

j) Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap

keleluasaan pribadi,keluarga, temtap tinggal maupun surat

menyurat

k) Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik

l) Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam

itu

m) Bebas bergerak, hak untuk memperoleh suaka, hak atas

suatu kebangsaan, hak untuk menikah dan membentuk

keluarga, hak untuk memiliki hak milik

n) Bebas berpikir, berkesadaran dan beragama, dan

menyatakan pendapat

o) Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk

mengambil bagian dalam pemerintah, dan hak atas akses

yang sama terhadap pelayanan masyarakat

3. Pasal 22 sampai pasal 27 berisikan hak-hak ekonomi, sosial dan

budaya yang menjadi hak bagi semua orang, Hak-hak ini, antara

lain

a. Hak atas jaminan sosial

b. Hak untuk bekerja

c. Hak untuk membentuk dan bergabung pada serikat-serikat

buruh

(22)

e. Hak atas standar hidup yang layak dibidang kesehatan dan

kesejahteraan

f. Hak atas pendidikan

g. Hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan masyarakat9

Hak-hak diklaim terhadap seseorang atau otoritas tertentu, dan dengan

demikian menimpakan kewajiban dan beban. Hak-hak asasi

manusia,karena sifat pelaksanannya universal, mewajibkan semua individu

dan lembaga masyarakat untuk menghormati hak-hak orang lain

sebagaimana diingatkan oleh filsuf temporer Simone Weil, yaitu

“Tujuan dari setiap kewajiban dalam bidang urusan

kemanusiaan,selalu adalah manusia itu sendiri.Satu-satunya alasan

kewajiban terhadap setiap orang adalah bahwa dia, baik laki-laki

maupun perempuan, manusia tanpa memerlukan persyaratan lain yang

perlu dipenuhi, dan bahkan tanpa suatu pengakuan terhadap kewajiban

seperti itu dari pihak individu yang bersangkutan”10

      

9

Ibid, hlm. 237

10

(23)

2. ETNIS MINORITAS

Konflik etnis tidak mendapat perhatian penuh PBB. Dalam

pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan karena hampir

mirip dengan istilah etnik istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian

kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam

kelompok, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama

artinya dengan etnik, dan pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai

berikut:“et·nik /étnik/ a Antar bertalian dengan kelompok sosial di sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu

karena keturunan, adat, agama, bahasa,; etnis”11

Etnis adalah sebuah kata dari dunia para pakar sosiologi dan

atropologi di beberapa negara, etnis merupakan kata yang ‘bersih’ untuk

‘suku’ dalam situasi lain, etnis menunjuk kepada agama, atau bahasa atau

warna kulit, atau asal usul daerah atau tempat tinggal sekarang ini. Untuk

tujuan-tujuan penyelesaiaan konflik atau bahkan untuk bahasa hubungan

internasional, istilah ‘konflik etnis’ itu dapat digunakan dalam pengertian

‘konflik kelompok’ yang lebih umum hal ini tidak dimaksudkan untuk

mengesampingkan ilmu etnologi, akan tetapi untuk melihat kenyataan

bahwa pertikaiaan antar kelompok lebih luas dari sekedar konflik etnis12

      

11

Achmanto Mendatu, Artikel Etnik dan Etnisitas, dikutip dari

www.smartpsikologi.blogspot.com diakses pada tanggal 27 Januari 2014, pada pukul 17:20 WIB

12

(24)

Hasil konflik itu sama saja,dan tidak penting untuk berargumentasi

tentang konflik mana yang etnis mana yang tidak. Topik konflik internal

biasanya berkenan dengan minoritas, baik yang etnis maupun tidak.

Konflik etnis, lebih dari bidang lain manapun dari hak-hak asasi

manusia, telah dijadikan sasaran penelitian, analisis, pertukaran dan

kerjasama diantara banyak pakar baik di dalam maupun di luar daerah

yang terkena,terbuangnya secara percuma pengalaman akademis dan

politik di dunia akademis bagi pembangunan nyata adalah cukup besar,

tetapi akan dapat dikurangi bila ada kemauaan dan diciptakan kerangka

kerja yang longgar untuk kerja sama13

Pada tahun 1948, ketika draf Deklarasi Universal Hak-hak asasi

Manusia dibuat, PBB merupakan suatu badan yang sangat berbeda, PBB

umumnya terdiri dari negara-negara yang menang dalam Perang Dunia II.

Mereka ingin sekali menghindari kekeliruaan masa lalu dan

menyelamatkan generasi yang akan datang dari genosida orang Yahudi

dan minoritas-minoritas lain di Eropa pada tahun-tahun 1930-an.

Sub-Commission on the Protection of Minorities yang telah diberikan

tugas untuk mendengarkan pengaduan-pengaduan yang lengkap dan

buktinya tentang “pola-pola yang konsisten dari pelanggarn-pelanggaran

yang besar terhadap Hak Asasi Manusia”, namun kebanyakan dalam

prosedur ini tidak berhubungan dengan minoritas sebagaimana adanya

akan tetapi individu-individu atau para pembangkang politik, hanya pada

      

13

(25)

masalah Afrika Selatan dan hak rakyat Palestina saja, PBB secara

konsisten telah aktif dalam apa yang kita sebut sebagai hak-hak etnis atau

kelompok14

Akhirnya,konflik etnis merupakan suatu bidang yang terlibat dalam

bentuk yang tidak bisa dipisahkan baik dari pembangunan maupun bagian

tradisional hak-hak asasi manusia. Tidak ada rencana pembangunan akan

dapat berhasil apabila konflik dan kekerassan merajarela. Para pekerja

lapangan tidak akan hidup aman, dan penanaman modal tidak dapat

dibenarkan jika penghancuran kehidupan dan hak milik sudah pasti akan

terjadi15

3. EXTRA ORDINARY CRIME

Ungkapan Extraordinary crime masih memiliki penafsiran dan belum

ada standarisasi yang cukup baku, dimana bentuk kejahatan bagaimana

yang patut untuk dimasukkan dalam kategori extraordinary crime. Ada

beberapa pemikiran yang dapat dikategorikan sebagai pengelompokan

dimana sebuah kejahatan termasuk dalam kategori extaordinary crime,

kejahatan itu adalah kejahatan yang sangat kriminogen dan victimogen¸

dan secara pootensial dapat merugikan berbagai dimensi kepentingan,i

keamanan ketertiban, sistematis, atau terorganisasi, mengancam stabilitas

politik, masa depan pembangunan dan lain-lain. Pakar Hukum

Internasional, Muladi memberikan contoh korupsi sebagai kejahatan yang

      

14

Ibid, hlm . 179

15

(26)

termasuk dalam extraordinary crime, karena berpotensi mengakibatkan

kerugian dalam berbagai dimensi, yaitu :

1. Ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat

2. Merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan

keadilan,bersifat diskriminatif dan etika, dan kompetisi bisnis

yang jujur

3. Mencedarai pembangunan yang berkelanjutan dan “the rule of

law”

4. Kemungkinan keterkaitan antara korupsi dengan bentuk

kejahatan lainnya, khususnya kejahatan yang terorganisasi dan

kejahatan ekonomi termasuk money laundry ( tindak pidana

korupsi merupakan “predicate crime”) terorisme, perdagangan

manusia dan lain-lain

5. Tindak pidana korupsi yang besar ( high level corruption)

berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara

dalam jumlah besar sehingga dapat membahayakan bagi

stabilitas politik

6. Korupsi tidak mustahil sudah bersifat “transnational” dengan

membahayakan sarana-sarana canggih

7. Menimbulkan bahaya terhadap Human security, termasuk dunia

(27)

8. Merusak mental pejabat dan mereka yang bekerja dalam

wilayah kepentingan umum16

Dapat dirumuskan bahwa kejahatan serius terhadap HAM adalah

kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena memiliki kekhususan,

yaitu :

1. Kejahatan HAM berat adalah kejahatan terhadap kemanusiaan

dengan latar belakang motif kekuasaan, dilakukan secara

sistematis dan meluas

2. Kejahatan HAM berat berakibat pada terkoyaknya nurani

kemanusiaan, karena begitu dahsyatnya akibat yang ditimbulkan

3. Kejahatan HAM berat merupakan pengkhianatan manusia yang

terbesar atas kemausiannya, dan jika yang melakukan adalah

negara beserta agen-agennya maka itu adalah pengkhianatan

luar biasa atas tanggung jawab yang seharusnya ditunaikan

4. Kejahatan HAM berat menimbulkan teror, rasa khawatir,

ketakutan, pada diri sendiri masyarakat, dan dapat

menghilangkan kepercayaan terhadap masyarakat, terhadap

negara, besertanya aparatnya atas kegagalan yang terjadi

5. Kejahatan HAM berat diakui oleh dunia sebagai kejahatan yang

paling serius yang harus diselesaikan oleh seluruh negara dan

bahkan menjadi yuridikasi Internasional, jika penyelesaiannya

tidak dapat diselesaikan pada tingkat nasional

      

16

(28)

F. METODE PENELITIAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan

pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini

dengan cara Library Research (penulisan kepustakaan) sebagai bahan utama yaitu

melakukan penelitian dari berbagai sumber berita seperti surat kabar, internet,

dan sebagainya yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini17

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa

sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memamparkan materi dari skripsi ini

yang dapat digambarkan sebagai berikut

BAB I : PENDAHULUAN, Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah,Rumusan Permasalahan,

Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keasliaan Penulisan,

Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan

BAB II : PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG

HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA

NEGARA, Dalam bab ini berisi tentang Pengertian ras, bangsa dan

warga negara, Pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu

Negara, Tanggung jawab negara terhadap warga negara menurut

hukum internasional

      

17

(29)

BAB III : KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS, Dalam

bab ini membahas tentang Pengertian serta Prinsip-prinsip HAM

dalam hukum Internasional, Praktek Pelanggaran HAM dan

kejahatan terhadap kemanusiaan, Pengaturan Ham terhadap kaum

minoritas

BAB IV : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT OLEH PEMERINTAHAN CHINA TERHADAP SUKU

MUSLIM UIGHUR, Dalam bab ini membahas tentang Sejaarah

terjadinya konflik antara Suku muslim Uighur dan Suku Han di

China, Jenis-jenis pelanggaran HAM yang dilakukan oleh

Pemerintah China terhadap suku Muslim Uighur, Penyelesaiaan

Pelanggaran HAM berat sebagai extra ordinary crime terhadap

perlakuan Pemerintah China terhadap Suku Uighur di China

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian-rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan

kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang juga

(30)

BAB II

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HUBUNGAN

ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA

A. PENGERTIAN RAS,BANGSA DAN WARGA NEGARA

Negara adalah subyek hukum Internasional asli (original subject of

international)18. Negara juga adalah subyek hukum yang terpenting (par

excellence), dibanding dengan subyek-subyek hukum Internasional

lainnya,sebagai subyek hukum internasional negara memiliki hak-hak dan

kewajiban menurut hukum internasional.

Sarjana filsafat hukum terkemuka, HLA Hart, menggambarkan negara

sebagai gambaran dari dua fakta yang didalamnya memuat unsur-unsur dari

negara,dimana dia berpendapatan bahwa

The expression of a ‘state’ is not the same of some person or thing

inherently or ‘by nature’ outside the law;it is a way of refrring to two facts

first,that a population inhabiting a territory lives under that form of ordered

government provided by a legal system within its characteristic structure of

legislative,Courts,and primary rules ; and secondly that the government

enjoy a vaguely defined degree of independence”19

      

18

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Bandung, 2001, hlm. 1

19

(31)

Hart tidak berupaya memberikan definisi mengenai negara, Hart hanya

menjelaskan ciri-ciri negara, yaitu :

1. Penduduk

2. Wilayah

3. Pemerintahan

4. Sistem hukum

5. Indenpendensi

Dalam Negara, Penduduk dalam hal ini harus mempunyai rakyat yang

tetap adalah syarat yang paling utama dan terutama dalam terbentuknya suatu

negara yang merupakan subyek yang terpenting dalam Hukum Internasional.

Dimana dalam hal ini pengertian Penduduk adalah sekumpulan manusia

yang hidup bersama disuatu tempat tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan

masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional, sekumpulan manusia ini

mungkin saja berasal dari ras,keturunan yang berlainan,kepercayaan yang berbeda

dan memiliki kepentingan yang saling bertentangan.perbedaan tersebut itulah

yang membuat adanya pertentangan antara kelompok yang satu dengan yang

lainnya atau kelompok yang minoritas dengan kelompok yang minoritas,karena

hidup dalam satu wilayah yang sama,tentu saja suatu penduduk yang hidup dalam

suatu negara mempunyai ras dan sifat yang berbeda-beda, jadi pengertian

Penduduk merupakan sekumpulan manusia yang terdiri dari berbagai macam ras

yang berkumpul dalam suatu wilayah tertentu kemudian membentuk suatu Bangsa

sehingga lahirlah Negara, yang kemudian penduduk yang mendiami Negara

(32)

Pengertian ras adalah golongan manusia yang mempunyai ciri-ciri fisik

,dimana berdasarkan ciri-ciri fisik ras dibedakan atas :

1. Ciri Kualitas meliputi warna kulit, bentuk rambut, lipatan mata,

dan bentuk bibir

2. Ciri Kuantitas meliputi bentuk badan, berat badan dan bentuk

kepala

Sedangkan Menurut G.Cuvier ada 3 pembagian ras yaitu :

1. Kulit Putih ( Leukoderm)

Cirinya : bagian wajah menonjol, rambut lurus atau berombak,

hidung mancung, badan tinggi, dan warna kulit agak terang

2. Kulit Hitam ( melanodem)

Cirinya : warna kulit gelap, rambut keriting, hidung lebar, wajah

gempal/prognat dan bibir tebal

3. Kulit kuning (xantoderm)

Cirinya : wajah mendatar, pipi menonjol, celah mata datar,

rambut hitam/lurus/tebal kulit kekuning-kuningan

Pengertian Bangsa menurut Otto Baeur merupakan sekelompok

manusia yang memiliki karakter dan sifat yang hampir sama karena persamaan

nasib dan pengalaman sejarah dan budayanya yang saling sama dan juga tumbuh

berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa

Dari pendapat dari Otto Baeur dapat disimpulkan bahwa bangsa adalah

(33)

bersama,dan mempunyai kesamaan bahasa, agama ideologi, budaya, dan/atau

sejarah dan dianggap memiliki keturunan yang sama,dimana suatu bangsa pada

hakikatnya mempunyai unsur-unsur sebagai berikut

1. Cita-cita bersamamyang mengikat dan menjadi satu kesatuan

2. Perasaan senasib sepenanggungan

3. Karakter yang sama

4. Suatu kesatuan wilayah

5. Terorganisir dalam suatu wilayah hukum

Sama seperti halnya organisasi yang memiliki anggota,negara yang

merupakan organisasi tertentu pun memiliki anggota yang lazim disebut sebagai

warga negara20. Menurut Abdul Bari Azed,

“Warganegara adalah sekelompok manusia yang ada dalam

wewenang suatu negara, hubungan keduanya adalah hubungan

timbal balik,dimana masing-masing pihak memiliki hak dan

kewajiban21”

Setelah sekumpulan manusia yang berbeda ras dengan segala perbedaan

berkumpul dalam suatu wilayah dalam satu jangka waktu tertentu, maka timbullah

perasaan senasib sepenanggungan, dan mempunyai satu tujuan ataupun cita cita

yang mengikat antara satu ras dengan ras yang lainnya maka muncullah Istilah

bangsa yang dilahirkan berdasarkan karena adanya persamaan tujuan, sehingga       

20

Sudargo Gautama, Warga negara dan Orang Asing,berikut peraturan dan contoh-contoh, Bandung , Alumni, 1992 hlm. 4

21

(34)

untuk mencapai suatu tujan ataupun cita-cita tersebut, sekumpulan manusia yang

berbeda ras tersebut kemudian disebut menjadi suatu Bangsa.

Bangsa inilah kemudian yang menjadi cikal bakalnya adanya suatu

Negara, untuk mencapai tujuan tertentu dan karena adanya rasa sepenanggungan

smaka dibentuklah Negara, setiap Negara mempunyai warganegaranya

masing-masing, dimana warganegara ini adalah suatu identitas untuk menunjukkan

adanya persamaan cita-cita dan tujuan dalam suatu negara, yang berasal dari

penduduk yang menempati suatu negara dalam jangka waktu yang telah

ditentukan, dengan menjadi warga negara suatu negara maka, berarti mempunyai

suatu cita-cita dan tujuan yang sama.

B. PENTINGNYA MEMILIKI KEWARGANEGARAAN DALAM

NEGARA

Salah satu unsur negara adalah warga negara, dari berbagai teori yang

telah dikembangkan oleh Ilmu Negara, negara ada untuk warga negaranya. Jika

mengacu pada paham demokrasi eksistensi negara adalah, dari rakyat, oleh rakyat

dan untuk rakyat,kewarganegaraan merupakan ikatan hukum antara seseorang

dengan negaranya

Kewarganegaraan adalah hak asasi manusia dan landasan identitas,

martabat, keadilan, perdamaiaan dan keamanan. Menjadi orang yang tidak

memiliki kewarganegaraan berarti tidak memiliki perlindungan hukum atau hak

untuk berpartisipasi dalam proses politik, tidak mendapat akses yang memadai

(35)

pembatasan hak kekayaan sendiri, pembatasan perjalanan, pengucilan sosial,

kerentanan terhadap perdagangan manusia, pelecehan dan kekerasan,22

Dalam hukum internasional hanya warga negaralah yang dapat masuk dan

menetap dalam suatu negara. Oleh karena itu orang yang tanpa kewarganegaraan

dapat berakhir tanpa status kependudukan bahkan lebih buruk lagi yaitu

penahanan jangka panjang23

Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan tidak mendapat

perlindungan hukum, ia juga tidak menikmati hak-haknya sebagai warga negara

sebagaimana mestinya misalnya tidak dapat ikut serta dalam proses-proses politik

karena tidak memiliki hak untuk memberikan suara, tidak terjaminya hak untuk

mendapatkan pendidikan, hak atas perawatan kesehatan, hak untuk memiliki

pekerjaan, hak atas perawatan kesehatan, tidak memperoleh dokumen pernikahan,

tidak dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan dokumen perjalanan,

dan bagi mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan,dan berada diluar negara

asal atau negara tempat tinggal sebelumnya dapat ditahan jika mereka kembali

ketempat tersebut24

Setiap negara berdaulat dalam menentukan siapa yang menjadi

warganegaranya, hal ini juga berarti tidak ada negara manapun yang berhak

mencampuri masalah kewarganegaraan negara lain 25 , seseorang dapat

      

22

UNHCR, “Nationality Rights for All : A Progress Report and Global Survey on Statelessness

23

UNCHR “Mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan : Konvensi 1961 tentang pengurangan keadaan tanpa kewarganegaraan”, hlm. 2

24

Marilyn Achiron, Kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan, Buku panduan untuk anggota parlemen,hlm. 6

25

(36)

memperoleh atau kehilangan status kewarganegaraanya dengan dua cara, Pertama,

orang itu secara aktif berusaha memperoleh atau untuk melepaskannya, cara ini

biasa disebut dengan sistem aktif, kedua, seseorang memperoleh atau kehilangan

status kewarganegarannya tanpa berbuat apapun, cara ini disebut dengan sistem

pasif,

Asas kewarganegaraan adalah pedoman bagi negara untuk menentukan

siapakah yang menjadi warga negaranya, ada beberapa asas yang dikenal pada

saat ini antara lain asas kewerganegaraan yang dilihat dari segi kelahiran, yaitu ius

soli dan ius sanguinis, dan asas kewarganegaraan dari segi perkawinan yaitu asas

kesatuan hukum dan asas persamaan drajat

1. Dari Segi Kelahiran

Menurut asas ini, seseorang mendapatkan kewarganegaraannya

berdasarkan kelahiran, ada dua teori kewarganegaraan yang melandaskan

pada kelahiran seseorang, yaitu ius soli dan ius sanguinis,kedua istilah ini

berasal dari bahassa latin. Ius yang berarti hukum, dalil, atau pedoman,

soli yang berasal dari kata solum yang memiliki arti negeri, tanah, atau

daerah, jadi ius soli adalah kewarganegaraan seseorang yang ditentukan

berdasarkan tempat kelahirannya. Misalnya seorang anak yang lahir di

negara x akan mendapatkan kewarganegaraan di negara x, sementara itu

ius sanguinis adalah kewarganegaraan seseorang yang ditentukan oleh

(37)

berkewarganegaraan Y maka anak tersebut mendapatkan kewarganegaraan

dari negara Y26.

Setiap negara bebas menggunakan asas yang akan digunakannya

dalam menentukan kewarganegaraan warganegaranya, ada yang

menggunakan ius sanguinis, ada juga yang menggunakan ius soli.

Perbedaan ini dapat menyebabkan seseorang tidak memiliki

kewarganegaraan,atau memiliki lebih dari satu kewarganeegaraan.

Misalnya, Negara X menganut asas ius soli, sedangkan negara Y

menganut asas ius sanguin. Dimana seseorang tidak dapat memiliki

kewarganegaraan apabila seseorang tersebut lahir di negara Y dari

orangtua yang berkewarganegaraan X, hal ini disebut sebagai Apatride

yaitu kondisi dimana seseorang tidak mendapatkan kewarganegaraan.

Sedangkan Bripratide adalah kondisi dimana seseorang mendapatkan lebih

dari satu kewarganegaraan, hal ini dapat terjadi apabila orangtua

berkewarganegaraan Y dan anaknya lahir di negara X. Masing-masing

negara dapat memberikan kewarganegaraannya terhadap anak tersebut,

karena orangtua dari anak tersebut berkewarganegaraan Y yang menganut

asas ius sanguin, sedangkan negara X juga dapat memberikan

kewarganegaraannya terhadap anak tersebut karena anak tersebut lahir di

negara X yang menganut asas ius soli

.

      

26

(38)

2. Dari segi Perkawinan

Suatu perkawinan campuran dapat menyebabkan perubahan status

kewarganegaraan seseorang, ada dua asas yang digunakan dalam hal ini,

yaitu asas kesatuan hukun dan asas persamaan drajat. Asas kesatuan

hukum bertolak dari hakikat ikatan suami istri dalam keluarga. Asas ini

pada umumnya pihak istri yang mengikuti kewarganegaraan suami, dan

kemudian muncul gerakan emansipasi wanita yang beranggapan bahwa

asas ini telah merendahkan wanita karena wanita harus selalu mengikuti

kewarganegaraan suaminya, gerakan ini berpendapat bahwa wanita sama

seperti laki-laki yang memiliki kebebasan untuk memilih, sehingga

muncullah asas persamaan drajat dalam menentukan kewarganegaraan dari

segi perkawinan. Dalam asas ini suatu perkawinan tidak mengubah

kewarganegaraan masing-masing pihak27

Penggunaan asas kewarganegaraan dari segi perkawinan yang berbeda

antara negara dapat menyebabkan status bipatride maupun apatride,

melalui perkawinan seorang wanita dapat memiliki lebih dari satu

kewarganegaraan ataupun dapat kehilangan kewarganegaraan. Misalnya

negara X menganut asas kesatuan hukum sedangkat negara Y menganut

asas persamaan drajat. Bipatride dapat terjadi apabila seorang laki-laki dari

negara X menikahi seorang wanita dari negara Y, sebaliknya apatride

      

27

(39)

terjadi apabila seorang laki-laki yang berasal dari negara Y menikahi

seorang wanita yang berasal dari negara X28.

Dalam kaitannya dengan perlindungan kelompok etnis yang tidak

memiliki kewarganegaraan adalah pemberian kewarganegaraan dengan

menggunakan asas perkawinan bai asas kesatuan hukum maupun asas

persamaan drajat. Kedua asas ini dapat mengurangi jumlah jumlah orang

yang tidak memiliki kewarganegaraan baik istri maupun suami dapat

memilih mempertahankan kewarganegaraannya ataupun mengikuti

pasangannya. Sehingga tidak menjadi soal siapa yang tidak memiliki

kewarganegaraan selama salah satu pasangannya memiliki

kewarganegaraaan. Tetapi dalam asas kesatuan hukum yang pada

umumnya istri yang mengikuti kewarganegaraan suami, jika suami tidak

memiliki kewarganegaraan maka istri terancam kehilangan

kewarganegaraannya. Oleh karena itu, jika ditujukan untuk mengurangi

jumlah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, penggunaan asas

kesatuan hukum ditetapkan jika yang tidak memiliki kewarganegaraan

adalah istri, bukan suami.

Perlindungan terhadap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan

banyak disorot oleh publik internasional, sehingga diadakannya beberapa

konvensi yang mengatur tentang perlindungan seseorang ataupun

sekelompok orang maupun etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan

tempat dimana mereka tinggal, mengingat akan pentingnya

      

28

(40)

kewarganegaraan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mendiami

suatu negara, berikut adalah beberapa konvensi yang mengatur bahwa

betapa pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu negara, yaitu ;

1. Convention Relating to the Stateless Persons

Ditetapkan pada Conference of Plenipotentiaries convened by

Economic and Social Councilmelalui resolusi 526 A (XVII) 26 April 1954

dan mulai berlaku pada 6 Juni1960. Konvensi 1954 merupakan instrumen

hukum Internasional utama yang mendefinisikan dan mengatur status dan

perlakuan terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan. Dalam Pasal 1

Konvensi 1954 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tanpa

kewarganegaraan adalah “a person who is not considered as a national by

any State under the operation of its law”. Rumusan ini diakui sebagai

kebiasaan Internasional29. Konvensi ini menyatakan bahwa orang-orang tanpa kewarganegaraan dapat mempertahankan hak dan kebebasan

mendasar tanpa diskriminasikan. Hak tersebut termasuk hak milik, akses

gratis ke pengadilan, akses terhadap pekerjaan, perumahan setidaknya

seperti yang diberikan kepada orang asing, dan pendidikan dasar dan

bantuan publik setara dengan apa yang warga negara dapatkan

Convention Relating to the Stateless Persons, berdasar pada asas

pokok yaitu tidak seorangpun yang tidak berkewarganegaraan dapat

diperlakukan lebih buruk dari orang asing maupun yang berkewarganaan

      

29

(41)

lain. Hak lain yang dijamin dalam konvensi ini dan tidak diatur dalam

konvensi manapun adalah hak akan meminta bantuan administrasi

terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan, hak akan identitas diri, dan

dokumen perjalanan dan mengecualikan orang-orang yang tidak memiliki

kewarganegaraan yang btidak memiliki kewarganegaraan yang tidak

memiliki kewarganegaraan ini dari persyaratan-persyaratan timbal balik.

2. Convention on the reduction of Statelessness

Ditetapkan pada tanggal 30 Agustus 1961 oleh Conference of

Plenipotentiaries, melali Resolusi Majelis Umum 896 (IX). Mulai berlaku

pada 13 Desember 1975. Konvensi 1961 menguraikan tentang mekanisme

untuk mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan Pasal 1

sampai Pasal 4 mengatur tentang perlindungan terhadap keadaanm tanpa

kewarganegaraan untuk anak-anak. Negara harus memberikan akses

terhadap kewarganegaraan bagi anak yang kemungkinan tidak

berkewarganegaraan jika anak tersebut lahir di negaranya atau lahir di luar

negeri tetapi kembali ke negaranya sendiri, Pasal 5 sampai Pasal 7

mengatur tentang perlindungan kepemilikan kewarganegaraan atau

jaminan memperoleh kewarganegaraan lain sebelum pengambilan

kewarganegaraan seseorang, Pasal 8 dan Pasal 9 mengatur tentang

penghilangan kewarganegaraan kecuali jika orang tersebut

mendapatkannya dengan cara yang tidak sah, Pasal 10 memberikan

jaminan terhadap penolakan tanpa kewarganegaraan dalam kasus transfer

(42)

keputusan kewarganegaraan, termasuk juga pemberitahuaan yang

memadai dan hak untuk banding.

3. International Convenant on Civil dan Political Rights

Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 220 A (XXI) 16

Desember 1966 dan mulai berlaku pada 23 Maret 1976. Dalam pasal 24

ayat 2 International Convenant on Civil an Political Rights menyatakan

bahwa “every child shall be registered immediately after birth and shall

have a name”

Sedangkan dalam Pasal 24 ayat 3 menyatakan bahwa “every child has

the right to acquire a nationally”. Ketentuan ini bertujuan mencegah anak

dari ketiadaan perlindungan negara, karena anak tersebut tidak memiliki

kewarganegaraan. Ketentuan ini tidak mengharuskan suatu negara untuk

memberikan kewarganegaraannya untuk masing-masing anak yang lahir di

wilayah negara tersebut. Namun, negara diminta untuk melakukan

tindakan yang tepat, baik secara internal maupun bekerjasama dengan

negara lain untuk memastikan setiap anak memiliki kewarganegaraan

ketika ia dilahirkan. Dalam hali ini tidak ada diskriminasi sehubungan

dengan akuisisi kewarganegaraan dalam hukum nasional negara tersebut

baik untuk anak sah, anak yang lahir diluar nikah, anak yang lahir dari

orangtua yang tidak memiliki kewarganegaraan, maupun anak yang

didasarkan oleh status kewarganegaraan salah satu atau kedua orangtua30

      

30

(43)

4. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women

Ditetapkan Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979 dan

mulai beraku pada tanggal 3 September 1981. Pasal 9 Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination against Women berisi

ketentuan untuk memberikan hak wanita yang sama seperti hak yang

dimiliki oleh laki-laki yaitu untuk memperoleh dan merubah

kewarganegaraan mereka dan untuk memberikan kewarganegaraan bagi

anak-anak mereka, dimana dengan ketentuan tersebut, seorang dapat

terhindar dari keadaan tanpa kewarganegaraan karena seorang wanita

berhak memberikan kewarganegaraannya untuk anak-anaknya.

5. Convention on the Nationally of Married Women.

Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 1040 (XI) 29 Januari

1957 dan mulai berlaku pada tanggal 11 Agustus 1958. Convention on The

Nationally of Married Women melindungi kewarganegaraan wanita dalam

hal kehilangan dan akuisisi kewarganegaraan oleh suaminya. Latar

belakang Konvensi ini adalah karena status hukum wanita yang dikaitkan

dengan pernikahan, hal ini membuat wanita bergantung pada

kewarganegaraan suami mereka daripada wanita sebagai individu yang

berdiri sendiri,dengan adanya konvensi ini, wanita tidak berhak lagi untuk

mengikuti kewarganegaraan suaminya karena alasan pernikahan dimana

dalam konvensi ini telah diatur wanita berhak untuk mempertahankan

(44)

C. TANGGUNGJAWAB NEGARA TERHADAP WARGANEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Komunitas hukum internasional saat ini dikelilingi dengan pembicaraan

tentang pertanggungjawaban. Negara-negara, organisasi-organisasi internasional

dan organisasi-organisasi non-pemerintah membicarakan tentang pentingnya

membuat individu-individu bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang

dilakukan atas nama jabatan yang melanggar hak-hak asasi manusia yang paling

dijungjung tinggi.31

Dalam Hukum Internasional, bahasan tentang hak dan kewajiban dasar

(fundamental) negara telah berlangsung sangat lama,dan bahkan sebagian besar

muatan dalam hukum Internasional mengatur tentang hak dan kewajiban negara

terhadap warganega. Schwarzenberger menyatakan hak dan kewajiban adalah

dasar atau fundamental apabila memenuhi 3 (tiga) syarat berikut32

1. Hak dan Kewajiban tersebut harus benar-benar memiliki arti

yang penting dalam hubungan Internasional

2. Hak dan Kewajiban tersebut mengalahkan hal-hal (isu) lainnya

3. Hak dan Kewajiban tersebt membentuk atau menjadi bagian

penting dari sistem yang diketahui atau yang ada sehingga

apabila diabaikan maka akan berakibat pada hilangnya

karekteristik hukum Internasional.

      

31

Steven R. ratner dan Jason S. abrams, Melampaui warisan Nuremberg,

pertanggungjawaban untuk kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional,

Jakarta, ELSAM, 2008, hlm. 3

32

(45)

Pegangan untuk ruang lingkup terhadap apa yang dimaksud dengan

hak-hak dan kewajiban dasar tersebut adalah batasan seperti yang dinyatakan

L.Oppenheim. Oppenheim menyatakan bahwa hak-hak dan kewajiban negara

adalah hak dan kewajiban yang biasa dinikmati oleh negara-negara.33

Adapun prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban negara seperti

temuat dalam rancangan Deklarasi ILC 1949 dapat digunakan sebagai pedoman.

Adapun hak- hak dan kewajiban tersebut adalah34 :

1. Hak-hak Negara

a) Hak atas kemerdekaan ( pasal 1 )

b) Hak untuk melaksanakan juridikasi terhadap wilayah, orang

dan benda yang berada didalam wilayahnya

c) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama

dengan negara-negara lain

d) Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif

2. Kewajiban Negara

a) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap

masalah-masalah yang terjadi di negara lain

b) Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di

negara lain

c) Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang berada

di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia       

33

S.Tasrif, Hukum Internasional tentang pengakuan dalam teori dan praktek, Bandung, abardin, 1987, hlm. 15

34

(46)

d) Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak

membahayakan perdamaiaan dan keamanan Internasional

e) Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai

f) Kewajiban untuk tidak membantu untuk menggunakan

kekuatan atau ancaman senjata

g) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang

diperoleh melalui cara-cara kekerasan

h) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional

dengan itikad baik

i) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan

negara-negara lain sesuai dengan hukum Internasional

Pada dasarnya, ada dua macam teori pertanggungjawaban negara yaitu

sebagai berikut

1. Teori risiko (risk theory)

Kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute

libility atau strict liability) atau tanggung jawab mutlak

(objective responbility). Yaitu bahwa suatu negara mutlak

bertanggung jawab atas kegiatan yang menimbulkan akibat yang

sangat membahayakan (Human affects of untra-hazardous

(47)

2. Teori kesalahan (fault theory)

Melahirkan prinsip tanggungjawab subjektif (subjective

responbility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability

based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas

perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan dengan

adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.

Menurut Profesor Higgins, hukum tentang tanggung jawab negara adalah

hukum yang mengatur akuntanbilitas (accountability) terhadap pelanggaran

hukum internasiona35 Jika suatu negara melanggar kewajiban Internasional,negara tersebut bertanggung jawab untuk pelanggaran yang dilakukannya. Menurutnya

kata accountability mempunyai dua pengertian yaitu Pertama, Negara memiliki

keinginan untuk melaksanakan perbuatan dan/atau kemampuan mental (mental

capacity) untuk menyadari hal-hal yang akan dilakunannya. Kedua

Tanggungjawab (liability) untuk tindakan negara yang melanggar hukum

Internasional (International wrongful behaviour) dan tanggung jawab tersebut

harus dilaksanakannya.

Menurut Shaw, karakteristik penting adanya tanggung jawab ( negara)

bergantung pada faktor berikut :

      

35

Dedi Supriyadi,M.Ag, Hukum Internasional (dari konsepsi sampai implikasi),

(48)

1. Adanya kewajiban Hukum Internasional yang berlaku antara dua

negara tertentu

2. Adanya perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum

internasional yang melahirkan tanggung jawab negara

3. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang

melanggar hukum atau kelalaian.

Secara garis besar, tanggung jawab negara dapat dibagi menjadi sebagai

beriikut :

1. Negara beserta komponennya dan organ-organ yang dimilikinya

memiliki tanggung jawab untuk menghormati,menegakkan dan

memajukan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Negara

tidak diperkenankan mencampuri ataupun menghalang-halangi segala

upaya yang dilakukan oleh warganegaranya untuk memenuhi hak

mereka. Intervensi hanya diperbolehkan dalam hal mendorong

masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka

2. Negara berkewajiban untuk mengeluarkan segala peraturan

perundang-undangan dan instrument lainnya yang menjamin

terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi seluruh

warganegaranya tidak hanya menguntungkan pihak ataupun kelompok

tertentu

3. Negara harus berperan aktif dalam mengupayakan pemenuhan hak

(49)

megurangi hak-hak warganegara tertentu. Dan harus dipastikan bahwa

setiap warganegara memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk

menikmati hak ekonomi, sosial dan budayanya36

Pada dasarnya, suatu negara dapat bertanggung jawab apabila suatu

perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan

pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu

perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya.

Tanggung jawab Negara merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum

internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan dan persamaan hakantar

negara37

Menurut hukum Internasional pertanggungjawaban Negara timbul dalam

hal suatu Negara timbul dalam hal suatu negara merugikan negara lain.

Pertanggungjawaban negara dibatasi pada pertanggungjawaban atas perbuatan

yang melanggar hukum Internasional, perbuatan suatu negara yang merugikan

negara lain tetapi tidak melanggar hukum internasional, tidak menimbulkan

pertanggungjawaban negara. Misalnya perbuatan negara yang menolak masuknya

orang asing kedalam wilayahnya, tidak menimbulkan pertanggungjawaban

negara. Hal ini disebabkan, negara menurut hukum internasional berhak menolak

atau menerima orang asing ke dalam wilayahnya38

      

36

Hari Mardiansyah, Tanggung jawab Negara kepada warganegara, diakses dari http://hari-mardiansyah.blogspot.com (diakses pada tanggal 28 februaari 2014, pukul 03:34)

37

Adithiya Diar, Tanggung jawab Negara dalam penegakan hak asasi manusia, diakses dari http://boyyendratmin.blogspot.com (diakses pada tanggal 28 Februari 2014 pada pukul 03:45)

38

(50)

Karl Zemanek menjelaskan bahwa yang mendasari munculnya tanggung

jawab negara pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap hak subjektif negara

lain, pelanggaran terhadap norma hukum internasional merupakan Jos Cogens dan

tindakan-tindakan yang berkualifikasi sebagai kejahatan internasional seperti

misalnya, tindakan agresi, perbudakan, genosida, apartheid, kolonialisme, dan

juga pencemaran lapisan atmosfer dan laut secara besar-besaran.39 Sedangkan perbuatan suatu negara tidak dianggap pelanggaran kewajiban internasional jika

perbuatan itu terjadi sebelum terkaitnya suatu negara oleh suatu kewabiban

internasional. Hal ini sudah merupakan asas internasional yang berlaku umum

yaitu bahwa suatu perbuatan harus dinilai menurut hukum yang berlaku pada saat

perbuatan itu terjadi, bukan ketika terjadinya sengketa akibat perubahan yang bisa

saja terjadi bertahun tahun setelah perbuatan tersebut

Secara historis prinsip tanggung jawab negara memiliki kaitan erat dengan

Hak asasi manusia. HAM yang dewasa ini telah diatur dalam hukum HAM

Internasional pada awalnya dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara

atas perlakuan orang asing (state responbility for the treatment of aliens)40. Dalam

konteks penegakan HAM, negara juga merupakan pengemban subjek hukum

utama. Negara diberikan kewajiban melalui deklarasi dan konvenan-konvenan

tentang HAM sebagai entitas utama yang bertanggung jawab secara penuh untuk

melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM warganegaranya.

Tanggung jawab negara tersebut dapat terlihat dalam UDHR 1948,

International convenant on civil and political rights (ICCPR) 1966, dan       

39

Rhona K.M. Smith, Christina Ranheim, dkk, Hukum hak asasi manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008, hlm. 75

40

(51)

International convenant on economic, social and cultural rights (ICESCR) 1966.

Dalam mukaddimah UDHR 1948 menegaskan bahwa :

As a common standard of achievement for a people and all nations, to

the end that every individual and every organ of society, keeping this

Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to

promote respect for these rights and freedoms and by progressive

measures, national and international, to secure their universal an effective

recognition and observance, both among the peoples of member states

themselves and among the peoples of territories under their jurisdiction”41

Sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua

negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat

dengan senantiasa mengingat pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan

mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan

kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang

bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan

penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari

negara-negara anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah

yang berada dibawah kekuasaan hukum mereka.

      

41

(52)

Dalam mukaddimah ICCPR 1966 menegaskan tentang tanggung jawab

negara dalam penegakan hak-hak sipil dan politik adalah sebagai berikut :

Recognizing that, in accordance with the Universal Declaration of

Human Rights, the ideal of free human beings enjoying civil and political

freedom and freedom from fear and want can only be achived if conditions

are created whereby everyone may enjoy his civil and political rights, as

well as his economic, social and cultural rights”.42

Mengakui bahwa,berdasarkan piagam-piagam perserikatan

bangsa-bangasa negara-negara wajib untuk memajukan penghormatan universal dan

pentaatan atas hak asasi dan kebebasan manusia.

Sedangkan pada pasal 2 (1) ICCPR 1966 menegaskan bahwa tanggung

jawab perlindungan dan pemenuhan atas semua hak dan kebebasan yang

dijanjikan di dalam konvenan ini adalah di pundak negara, khususnya yang

menjadi negara pihak ICCPR. Negara-negara pihak diwajibkan untuk

menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam konvenan ini, yang

diperuntukkan bagi semua individu yang berada di dalam wilayah dan tunduk

pada yudridikasinya, tanpa diskriminasi seperti apapun.43

      

42

Mukaddimah ICCPR 1966

43

Referensi

Dokumen terkait

operasional atas fungsi persediaan barang dagang dalam meningkatkan efektivitas. dan efesiensi

Setelah dilakukan analisa perhitungan kebutuhan material kayu dan fiberglass maka didapatkan kebutuhan materialnya yaitu untuk material kayu yang dibutuhkan untuk pembuatan kapal 3

opératoire adalah guna mengungkap aspek-aspek teknologi yang berkaitan dengan proses pembuatan beliung batu dari situs-situs perbengkelan neolitik di kawasan

Setelah suhu medium teradaptasi pada suhu 50°C, kemudian sebanyak satu ose isolat bakteri berumur 24 jam di inokulasikan ke dalam medium tersebut secara

Sumber data berasal dari “Laporan Laba Rugi Tahun 2007”, pada contoh di atas, dari hasil operasi perusahaan selama tahun 2007, perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 163,418,

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pegawai PPPPTK Bisnis dan Pariwisata telah bekerja dengan baik namun masih dijumpai beberapa pegawai yang kinerjanya masih

Oleh karena penyusunan entri dengan urutan alfabetis berpedoman pada awal kata ini berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama dan dipakai pula untuk penulisan indeks

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Puskesmas Geger telah melakukan pelayanan dengan baik sesuai dengan komponen prevensi primer yaitu melaksanakan upaya peningkatan