TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP
PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS
MINORITAS
(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
JONATHAN GERI BOY 090200419
HUKUM INTERNASIONAL Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Internasional
Arif, SH, M.H.
NIP : 196403301993031002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Sulaiman, SH. Makdin Munthe, SH, M. Hum NIP: 197412281979031001 NIP : 195508081980031004
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS MINORITAS
(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA) ABSTRAK
Prof. Sulaiman, SH* Makdin Munthe, SH.,M. Hum**
Jonathan Geri Boy ***
Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap Etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang hubungan antara negara dengan warga negara, konsepsi HAM terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah China terhadap suku muslim Uighur.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa kasus dan hubungannya terhadap peraturan hukum yang mengatur permasalahan skripsi
.Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim Uighur dilatar belakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
Kata Kunci : Ham berat, Etnis Minoritas, Extra ordinary crime
*) Dosen Pembimbing I
**) Dosen Pembimbing II
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya :
Nama : Jonathan Geri Boy
NIM : 090200419
Judul : TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL
TERHADAP PERLAKUAAN
DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS
MINORITAS ( STUDI KASUS ETNIS
MUSLIM UIGHUR DI CHINA)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuat oleh orang lain
Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana
tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku termasuk sanki pencabutan gelar kesarjanaan yang telah
saya peroleh
Medan,
Jonathan Geri Boy
KATA PENGANTAR
Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa dan
anakNya Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang hidup dan
telah mencurahkan berkat dan karuniaNya yang melimpah sehingga saya dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum jurusan
Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL
TERHADAP PERLAKUAAN DISKRIMINATRIF TERHADAP ETNIS
MINORITAS (STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA).
Tiada gading yang tak retak, andaikan retak jadikanlah sebagai ukiran, demikian
sama halnya seperti skripsi ini yang masi jauh dari kata sempurna baik dalam
proses penyusunan, pemilihan maupun rangkiaan kata demi kata, serta kelalaian
dalam proses pengeditan. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia
menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan penulis
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara beserta staf-stafnya
2. Bapak Arif, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional dan
Bapak Dr.Jelly Leviza, SH, M. Hum selaku Sekertari Departemen Hukum
Internasional, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk
membuat skripsi ini,
3. Bapak Prof. Sulaiman, SH, selaku Pembimbing I, yang telah sabar
menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala
bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.
4. Bapak Makdin Munthe, SH, M. Hum, selaku Pembimbung II, yang juga telah
sabar untuk mnyediakan dan meluangkan waktunya dalam memberikan
segala bimbingan sert saran kepada penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan pengajaran tentang segala ilmu pengetahuan kepada
6. Terkhususnya kepada kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Agenus
Yohanes, SE, dan Ibunda dr. Riris Rosinta Helena Volka Aruan, terima kasih
sebesar besarnya saya ucapkan karena telah membesarkan saya, dan mendidik
saya, terima kasih untuk segala kasih sayang yang kalian berikan dan serta
doa yang selalu kalian ucapkan dimanapun saya berada, sehingga saya dapat
menyelesaikan studi dan skripsi ini,
7. Adek-adek saya tercinta Ruth Theresia dan Joshua Sandy Gilbert, kalianlah
penyemangat bagi saya dalam menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini
8. Keluarga besar Fakultas Hukum, abang dan kakak senior serta adik-adik,
terkhususnya keluarga besar yang sangat saya cintai GLC Projection, Wisman
Goklas, SH, Jigoro Lumbanraja, SH, Alvonso Manihuruk SH, Maulana
Zulfdli SH, IPDA Yudhi Anugrah Putra , Dina Krisyanti Rupang, SH,
Rahmat Ari Septiawan, SH, Rivai Sialoho, SH, Leonardy Siringoringo, SH
serta Sarah Sylviana, SH, terimakasih telah menjadi sahabat dan keluarga
yang sangat baik selama penulis menjalankan studinya di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Penulis
Jonathan Geri Boy
DAFTAR ISI
BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA ... 20
A.Pengertian Ras, Bangsa Dan Warga Negara ... 20
B.Pentingnya Memiliki Kewarganegaraan Dalam Negara ... 24
C.Tanggung Jawab Negara Terhadap Warga Negara Menurut Hukum Internasional ... 34
BAB III KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS ... 43
A.Pengertian Dan Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Internasional ... 43
B.Praktek Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan ... 51
1. Pembatasan Kebebasan Dalam Perspektif HAM ... 51
2. Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM ... 54
3. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan ... 58
C.Pengaturan Hukum Hak Asasi Manusia Terhadap Kaum Minoritas ... 61
1. Pengertian Diskriminasi Rasial ... 61
BAB IV PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT YANG DILAKUKAN OLEH
PEMERINTAH CHINA TERHADAP SUKU MUSLIM UIGHUR .. 75
A.Sejarah Terjadinya Konflik Antara Suku Muslim UIGHUR dan Suku HAN di China ... 75
1. Sejarah Etnis Muslim UIGHUR ... 75
2. Latar Belakang Terjadinya Konflik Antara Etnis HAN dengan Etnis Muslim UIGHUR ... 78
B.Jenis-jenis Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Pemerintah ChinaTerhadap Suku Muslim UIGHUR ... 82
1. Diskriminasi Pemerintahan China Terhadap Etnis Muslim UIGHUR .. 82
2. Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Oleh Pemerintah China Terhadap Etnis Muslim UIGHUR ... 86
C.Penyelesaian Pelanggaran HAM Sebagai Extra Ordinary Crime Terhadap Perlakukan Pemerintah China Terhadap Suku UIGHUR di China ... 93
1. Analisa Kasus Tindak Pelanggaran HAM Terhadap Etnis UIGHUR di China ... 93
2. Penyelesaian Kasus Etnis UIGHUR di China Atas Pelanggaran HAM Berat Berdasarkan Hukum Internasional ... 101
a. Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui Jalur Diplomasi ... 101
b. Upaya Penyelesaian Konflik Melalui International Criminal Court (ICC) ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A.Kesimpulan ... 113
B.Saran ... 114
TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS MINORITAS
(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA) ABSTRAK
Prof. Sulaiman, SH* Makdin Munthe, SH.,M. Hum**
Jonathan Geri Boy ***
Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap Etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang hubungan antara negara dengan warga negara, konsepsi HAM terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah China terhadap suku muslim Uighur.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa kasus dan hubungannya terhadap peraturan hukum yang mengatur permasalahan skripsi
.Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim Uighur dilatar belakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
Kata Kunci : Ham berat, Etnis Minoritas, Extra ordinary crime
*) Dosen Pembimbing I
**) Dosen Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan Hukum Internasional,terutma setelah Perang Dunia I, telah
memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum Internasional yang
mandiri dalam tata hukum internasional.Pembentukan pengadilan Internasional
Nuremberg Tokyo telah mendudukkan individu sebagai subjek hukum yang
dituntut atas kejahatan kemanusiaan.Selanjutnya, individu dalam hukum
Internasional hak asasi manusia, juga dapat membela hak-haknya secara
langsung,yang pada awalnya berlaku menurut masyarakat Eropa dalam Konvensi
Eropa serta berlaku dalam Konvensi Amerika.
Kepentingan Individu mulai terasa memerlukan perlindungan terhadap
pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan kebebasan dari
campur tangan pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan
sesuai dengan martabat manusianya, baik sebagai orang perseorangan maupun
sebagai kesatuan.Landasan teori pembenaran tuntutan itu didasarkan pada hukum
alam. Teori yang mengajarkan bahwa kekuasaan pemerintah memiliki batasan.
Dengan pembatasan itu, hukum alam memberikan individu hak-hak yang bebas
dari campur tangan pemerintah, termasuk dalam hak-hak itu adalah hak asasi
manusia.1
1
Pengakuan Individu dalam Hukum Internasional hak asasi manusia juga
dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan
Protokol Opsional Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik,yang memberikan hak
petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikan juga, hak buruh untuk
menyampaikan pengaduan yang diatur dalam Konvensi ILO.2
Semua perkembangan tersebut memberikan harapan bagi HAM, walaupun
hukum internasional tidak terlepas dengan kepentingan “politik” negara.
Demikian juga, pemberlakuan prosedur internasional tidak terlepas dari sifat
politik. Dikatakan harapan yang besar muncul karena hukum internasional hak
asasi manusia secara konsisten mengatur kewajiban internasional bagi semua
negara untuk mempromosikan, menghormati, melindungi,
memenuhi-memfasilitasi dan menyediakan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan
hak budaya setiap orang dan kelompok.
Dalam perkembangan sejarah, pembatasan atas kekuasaan pemerintah
kemudian ditetapkan dalam hukum positif Negara, baik di negara-negara Eropa
Kontinental maupun di negara-negara Anglo Saxon. Pada tahun 1579 misalnya,
Universitas Utrecht telah menetapkan bahwa “pelaksanaan agama dapat diatur
lebih lanjut oleh provinsi jika setiap orang tetap bebas beragama dan tidak boleh
diselidiki karena menganut sesuatu agama.”3
Di inggris pada tahun 1212 telah ditetpkan Magna Charta yang merupakan
perjanjian perdamaiaan antara raja dan warga bersenjata. Pada tahun 1679
ditetapkan Habeas Corpus Act I yang menjamin hak-hak individu dalam
2
Hafish Adi , Hubungan hukum Internasional dengan HAM, , diakses dari http://brucelee.blogspot.com (diakses pada 31 juli 2013,pukul 23:00 wib)
3
penahanan. Pada tahun 1689 ditetapkan Bill of Rights yang menetapkan hak dan
kebebasan rakyat dan penggantian mahkota.Pada tahun 1776 ditetapkan
Declaration of Rightsoleh Virginia di Amerika Utara yang merupakan perumusan
pertama HAM negara Anglo Saxon.Atas pengaruh paham yang berkembang di
Inggris dan di Amerika Serikat pada tahun 1789, Prancis menetapkan Declaration
of Rights yang dianggap sebagai bagian dari Undang-Undang Dasarnya. Deklarasi
itu berisikan 17 Pasal yang menetapkan HAM dan warga negaara.
Pengaturan HAM dalam talam tataran Internasional sesudah ditetapkannya
Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional khusus untuk
bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Pada tahun 1950an, disepakati
Perjanjian Eropa untuk melindungi HAM dan kebebasan fundamental. Dalam
perkembangan selanjutnya, perjanjiaan itu dikembangkan dengan
ketentuan-ketentuan tamban yang ditetapkan dalam bentuk protokol
Pengaturan HAM juga berkembang dalam hukum internasional yang
mengatur bidang khusus, sebagai contoh lima konvensi yang disepakati dalam
konfrensi organisassi perburuhan Internasional, yaitu :
1. Freedom of Assocation dan Protection of te Right to Organise
Convention 1948 ;
2. The Right to Organise And Collective Bargaining Convention 1949
3. The Equal Remuneration Convention 1951
4. The abolition of Forced Labour Convetion 1957
5. The Discrimination Convention 19584
4
Langkah penting PBB selanjutnya yang berkaitan dengan HAM adalah
menjadikan ketentuan-ketentuan HAM yang mengikat secara moral menjadi
ketentuan-ketentuan konvensi internasional yang mengikat secara hukum,
ketentuan-ketentuaan tersebut berhasil disepakati tahun 1966 yang mulai berlaku
pada tahun 1976. Ketentuan-ketentuan itu dituangkan dalam dua perjanjiaan
internasional, yaitu :
1. The International Convenant on Economic,Social,and Cultural Rights
2. The International Convenant on Civil and Polictical Rights beserta
Optional Protocol5
Ketentuan-ketentuan dalam dua convenant itu pada umum mencerminkan
ketentuan Universal Declaration of Human Rights, tetapi tidak semua ketentuan
convenant tercakup dalam deklarasi tersebut.
Banyak Dokumen internasional tentang HAM telah menyebut tentang
kebebasan beragama.Dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi
PBB tahun 1948, pasal 18, 26,dan 29, disebut mengenai pokok-pokok kebebasan
beragama.Pasal 18 mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan
berpikir, berkesadaran dan beragama, termasuk kebebasan memilih dan memeluk
agama dan menyatakan agamanya itu dalam pengajaran, pengamalan, dan
beribadahnya ,baik secara sendiri-sendiri maupun dalam kelompok. Dalam
Konvenan Internasional tentang Hak-Hak sipil dan Politik yang disahkan oleh
PBB pada tanggal 16 Desember 1966, pada pasal 18 juga dinyatakan hal yang
5
sama dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 18 Deklarasi Universal tentang
HAM PBB tersebut.
Kemudian dalam konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi dan
Sosial serta Budaya yang disahkan oleh PBB tanggal 16 Desember 1966, Pada
pasal 13 dinyatakan bahwa semua negara pihak yang meratifikasi konvenan itu
harus menghormati kebebasan orang tua atau wali untuk menjamin bahwa
pendidikan anak mereka di sekolah-sekolah dilakukan sesuai dengan agama
mereka. Dalam deklarasi tentang Penghapusan segala bentuk Intoleransi dan
diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan yang diaanut dan didukung
PBB tahun 1981 pada pasal 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk
memilih dan menganut agama dan memanifestasikannya secara pribadi dan
berkelompok, baik dalam beribadat, pengamalan maupun pengajarannya.
Dalam Konvenan Internasional tentang hak-hak anak yang diadopsi oleh
PBB tanggal 20 November1989, khususnya pasal 14, 29 dan 30, dinyatakan
bahwa Negara wajib memberikan jaminan kebebasan untuk mewujudkan agama
dan kepercayaannya serta pengembangan diri kepribadian budaya tempat dimana
anak tinggal, terutama bagi anak yang berada dalam kelompok minoritas dijamin
tidak akan dirampas haknya dalam masyarakat untuk dapat melaksanakan ajaran
agamanya maupun menikmati kebudayaannya sendiri.
Dalam dokumen Durban Review Conference bulan April 2009, paragraf
13 juga dinyatkan bahwa negara-negara PBB memperteguh komitmen mereka
bahwa semua pernyataan yang bersifat kebencian keagamaan adalah termasuk
internasional yang merupakan kesepakatan bangsa-bangsa anggota PBB untuk
menegakkan HAM dibidang diskriminasi
Dampak pengaturan HAM dalam hukum Internasional tersebut yaitu
pengakuan dan penghormatan HAM untuk melindungi kepentingan individu
terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintahnya. Dengan perlindungan itu,
individu dapat hidup sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.
Pengakuan,penghormatan, dan perlindungan HAM merupakan urusan domestik
negara yang bersangkutan.Akan tetapi,dengan diaturnya HAM dalam hukum
Internasional, pengakuaan,penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saja
berkaitan dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Pengakuan,
penghormatan,dan perlindungan HAM beraitan dengan hubungan Pemerintah
suatu negara dan warga negaranya dengan negara lain. Dengan kata lain,
pengakuan penghormatan dan perlindungan HAM,menjadi urusan internasional.
HAM diatur, diawasi pelaksanaannnya, dan orang yang melakukan pelanggaran
dikenai sanksi oleh masyarakat internasional. Adanya pengawasan demikian
memang merupakan “Intervensi masyarakat Internasional dalam urusan domestik
warganya”6
6
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraiaan latar belakang di atas penulis mengangkut beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :
1. Pengaturan Hukum Internasional tentang hubungan antara negara dan
warga negaranya
2. Konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi kaum
minoritas
3. Penegakan HAM dalam pelanggaran yang dilakukan negara China
kepada kelompok Etnis Muslim Uighur menurut hukum internasional
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah
a) Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional terhadap
hubungan antara negara dan warga negara
b) Untuk mengetahui konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap
pelanggaran hak kaum minoritas
c) Untuk mengetahui penegakan HAM dalam kasus pelanggaran yang
dilakukan oleh pemerintahan China kepada kelompok etnis
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah
a. Secara Teoritis
Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuaan hukum
internasional, khususnnya terkait mengenai Tinjauan hukum
internasional terhadap perlakuaan Diskriminatif terhadap etnis
minoritas
b. Secara praktis
Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang perlakuaan
diskriminatif terhadap etnis minoritas kepada Almamater Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi
sesama rekan-rekan mahasiswa
D. KEASLIAN PENULISAN
Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Hukum Internasional terhadap
perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas (studi kasus : Etnis Muslim
Uighur di China), dimana judul skripsi ini sebelumnya belum pernah ada yang
menulisnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.Dengan
demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan
Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan
perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas. Oleh karena itu penulisan ini
adalah asli karya penulis7
7
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Hak Asasi Manusia
Secara umum,materi utama tentang Hak Asasi Manusia terdapat pada
Deklarasi HAM, yang secara historis pada tanggal 10 Desember 1948,
dimana tujuh belas Majelis Umum PBB menerima dan memproklamasikan
Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi manusia.Deklerasi tersebut
menjadi tonggak sejarah nagi perkembangan HAM sebagai standar umum
untuk mencapai keberhasilan bagi semua rakyat dan bangsa
Deklerasi tersebut terdiri atas 30 pasal yang menyerukan agar rakyat
menggalakan dan menjamin pengakan yang efektif dan penghormatan
terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam
deklarasi. Deklarasi Universal tersebut diterima oleh 49 negara, sedangkan
9 negara lainnya abstein.Isinya meliputi hak-hak sipil dan politik
tradisional, beserta hak-hak ekonomi, sosial,budaya.Hak-ha yang diuraikan
dalam deklarasi tersebut dapat dikatakan sebagai sinestis dantara konsep
liberal barat dan konsepsi sosialis. .Dalam Deklarasi Universal tersebut
belum ada ketentuan mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib
sendiri8
Materi muatan pokok Universal Declaration of Human Rights,
diantaranya:
8
1. Pasal 1 dan 2 Deklarasi menegaskan bahwa semua orang
dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak
atas semua hak dan kebebasan sebagaimana yang ditetapkan
oleh Deklarasi,tanpamembeda-bedakan baik dari segi ras, warna
kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik maupun yang lain
asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, kelahiran atau
kedudukan yang lain
2. Pasal 3 sampai Pasal 21 menempatkanhak-hak sipil dan politik
yang menjadi hak semua orang,hak-hak itu antara lain :
a) Hak untuk hidup
b) Kebebasan dan keamanan pribadi
c) Bebas dari perbudakan dan penghambatan
d) Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman
yang kejam, tidak berkeprimanusiaan, ataupun yang
merendahkan derajat kemanusiaan
e) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja
sebagai pribadi
f) Hak untuk pengampunan hukum yang efektif
g) Bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan
yang sewenang-wenang
h) Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang
dilakukan oleh pengadilan yang independen dan tidak ada
i) Hak untuk praduga tidak bersalah
j) Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap
keleluasaan pribadi,keluarga, temtap tinggal maupun surat
menyurat
k) Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik
l) Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam
itu
m) Bebas bergerak, hak untuk memperoleh suaka, hak atas
suatu kebangsaan, hak untuk menikah dan membentuk
keluarga, hak untuk memiliki hak milik
n) Bebas berpikir, berkesadaran dan beragama, dan
menyatakan pendapat
o) Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk
mengambil bagian dalam pemerintah, dan hak atas akses
yang sama terhadap pelayanan masyarakat
3. Pasal 22 sampai pasal 27 berisikan hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang menjadi hak bagi semua orang, Hak-hak ini, antara
lain
a. Hak atas jaminan sosial
b. Hak untuk bekerja
c. Hak untuk membentuk dan bergabung pada serikat-serikat
buruh
e. Hak atas standar hidup yang layak dibidang kesehatan dan
kesejahteraan
f. Hak atas pendidikan
g. Hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan masyarakat9
Hak-hak diklaim terhadap seseorang atau otoritas tertentu, dan dengan
demikian menimpakan kewajiban dan beban. Hak-hak asasi
manusia,karena sifat pelaksanannya universal, mewajibkan semua individu
dan lembaga masyarakat untuk menghormati hak-hak orang lain
sebagaimana diingatkan oleh filsuf temporer Simone Weil, yaitu
“Tujuan dari setiap kewajiban dalam bidang urusan
kemanusiaan,selalu adalah manusia itu sendiri.Satu-satunya alasan
kewajiban terhadap setiap orang adalah bahwa dia, baik laki-laki
maupun perempuan, manusia tanpa memerlukan persyaratan lain yang
perlu dipenuhi, dan bahkan tanpa suatu pengakuan terhadap kewajiban
seperti itu dari pihak individu yang bersangkutan”10
9
Ibid, hlm. 237
10
2. ETNIS MINORITAS
Konflik etnis tidak mendapat perhatian penuh PBB. Dalam
pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan karena hampir
mirip dengan istilah etnik istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian
kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam
kelompok, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama
artinya dengan etnik, dan pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai
berikut:“et·nik /étnik/ a Antar bertalian dengan kelompok sosial di sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu
karena keturunan, adat, agama, bahasa,; etnis”11
Etnis adalah sebuah kata dari dunia para pakar sosiologi dan
atropologi di beberapa negara, etnis merupakan kata yang ‘bersih’ untuk
‘suku’ dalam situasi lain, etnis menunjuk kepada agama, atau bahasa atau
warna kulit, atau asal usul daerah atau tempat tinggal sekarang ini. Untuk
tujuan-tujuan penyelesaiaan konflik atau bahkan untuk bahasa hubungan
internasional, istilah ‘konflik etnis’ itu dapat digunakan dalam pengertian
‘konflik kelompok’ yang lebih umum hal ini tidak dimaksudkan untuk
mengesampingkan ilmu etnologi, akan tetapi untuk melihat kenyataan
bahwa pertikaiaan antar kelompok lebih luas dari sekedar konflik etnis12
11
Achmanto Mendatu, Artikel Etnik dan Etnisitas, dikutip dari
www.smartpsikologi.blogspot.com diakses pada tanggal 27 Januari 2014, pada pukul 17:20 WIB
12
Hasil konflik itu sama saja,dan tidak penting untuk berargumentasi
tentang konflik mana yang etnis mana yang tidak. Topik konflik internal
biasanya berkenan dengan minoritas, baik yang etnis maupun tidak.
Konflik etnis, lebih dari bidang lain manapun dari hak-hak asasi
manusia, telah dijadikan sasaran penelitian, analisis, pertukaran dan
kerjasama diantara banyak pakar baik di dalam maupun di luar daerah
yang terkena,terbuangnya secara percuma pengalaman akademis dan
politik di dunia akademis bagi pembangunan nyata adalah cukup besar,
tetapi akan dapat dikurangi bila ada kemauaan dan diciptakan kerangka
kerja yang longgar untuk kerja sama13
Pada tahun 1948, ketika draf Deklarasi Universal Hak-hak asasi
Manusia dibuat, PBB merupakan suatu badan yang sangat berbeda, PBB
umumnya terdiri dari negara-negara yang menang dalam Perang Dunia II.
Mereka ingin sekali menghindari kekeliruaan masa lalu dan
menyelamatkan generasi yang akan datang dari genosida orang Yahudi
dan minoritas-minoritas lain di Eropa pada tahun-tahun 1930-an.
Sub-Commission on the Protection of Minorities yang telah diberikan
tugas untuk mendengarkan pengaduan-pengaduan yang lengkap dan
buktinya tentang “pola-pola yang konsisten dari pelanggarn-pelanggaran
yang besar terhadap Hak Asasi Manusia”, namun kebanyakan dalam
prosedur ini tidak berhubungan dengan minoritas sebagaimana adanya
akan tetapi individu-individu atau para pembangkang politik, hanya pada
13
masalah Afrika Selatan dan hak rakyat Palestina saja, PBB secara
konsisten telah aktif dalam apa yang kita sebut sebagai hak-hak etnis atau
kelompok14
Akhirnya,konflik etnis merupakan suatu bidang yang terlibat dalam
bentuk yang tidak bisa dipisahkan baik dari pembangunan maupun bagian
tradisional hak-hak asasi manusia. Tidak ada rencana pembangunan akan
dapat berhasil apabila konflik dan kekerassan merajarela. Para pekerja
lapangan tidak akan hidup aman, dan penanaman modal tidak dapat
dibenarkan jika penghancuran kehidupan dan hak milik sudah pasti akan
terjadi15
3. EXTRA ORDINARY CRIME
Ungkapan Extraordinary crime masih memiliki penafsiran dan belum
ada standarisasi yang cukup baku, dimana bentuk kejahatan bagaimana
yang patut untuk dimasukkan dalam kategori extraordinary crime. Ada
beberapa pemikiran yang dapat dikategorikan sebagai pengelompokan
dimana sebuah kejahatan termasuk dalam kategori extaordinary crime,
kejahatan itu adalah kejahatan yang sangat kriminogen dan victimogen¸
dan secara pootensial dapat merugikan berbagai dimensi kepentingan,i
keamanan ketertiban, sistematis, atau terorganisasi, mengancam stabilitas
politik, masa depan pembangunan dan lain-lain. Pakar Hukum
Internasional, Muladi memberikan contoh korupsi sebagai kejahatan yang
14
Ibid, hlm . 179
15
termasuk dalam extraordinary crime, karena berpotensi mengakibatkan
kerugian dalam berbagai dimensi, yaitu :
1. Ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat
2. Merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan
keadilan,bersifat diskriminatif dan etika, dan kompetisi bisnis
yang jujur
3. Mencedarai pembangunan yang berkelanjutan dan “the rule of
law”
4. Kemungkinan keterkaitan antara korupsi dengan bentuk
kejahatan lainnya, khususnya kejahatan yang terorganisasi dan
kejahatan ekonomi termasuk money laundry ( tindak pidana
korupsi merupakan “predicate crime”) terorisme, perdagangan
manusia dan lain-lain
5. Tindak pidana korupsi yang besar ( high level corruption)
berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara
dalam jumlah besar sehingga dapat membahayakan bagi
stabilitas politik
6. Korupsi tidak mustahil sudah bersifat “transnational” dengan
membahayakan sarana-sarana canggih
7. Menimbulkan bahaya terhadap Human security, termasuk dunia
8. Merusak mental pejabat dan mereka yang bekerja dalam
wilayah kepentingan umum16
Dapat dirumuskan bahwa kejahatan serius terhadap HAM adalah
kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena memiliki kekhususan,
yaitu :
1. Kejahatan HAM berat adalah kejahatan terhadap kemanusiaan
dengan latar belakang motif kekuasaan, dilakukan secara
sistematis dan meluas
2. Kejahatan HAM berat berakibat pada terkoyaknya nurani
kemanusiaan, karena begitu dahsyatnya akibat yang ditimbulkan
3. Kejahatan HAM berat merupakan pengkhianatan manusia yang
terbesar atas kemausiannya, dan jika yang melakukan adalah
negara beserta agen-agennya maka itu adalah pengkhianatan
luar biasa atas tanggung jawab yang seharusnya ditunaikan
4. Kejahatan HAM berat menimbulkan teror, rasa khawatir,
ketakutan, pada diri sendiri masyarakat, dan dapat
menghilangkan kepercayaan terhadap masyarakat, terhadap
negara, besertanya aparatnya atas kegagalan yang terjadi
5. Kejahatan HAM berat diakui oleh dunia sebagai kejahatan yang
paling serius yang harus diselesaikan oleh seluruh negara dan
bahkan menjadi yuridikasi Internasional, jika penyelesaiannya
tidak dapat diselesaikan pada tingkat nasional
16
F. METODE PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan
pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini
dengan cara Library Research (penulisan kepustakaan) sebagai bahan utama yaitu
melakukan penelitian dari berbagai sumber berita seperti surat kabar, internet,
dan sebagainya yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini17
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memamparkan materi dari skripsi ini
yang dapat digambarkan sebagai berikut
BAB I : PENDAHULUAN, Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah,Rumusan Permasalahan,
Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keasliaan Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan
BAB II : PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG
HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA
NEGARA, Dalam bab ini berisi tentang Pengertian ras, bangsa dan
warga negara, Pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu
Negara, Tanggung jawab negara terhadap warga negara menurut
hukum internasional
17
BAB III : KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS, Dalam
bab ini membahas tentang Pengertian serta Prinsip-prinsip HAM
dalam hukum Internasional, Praktek Pelanggaran HAM dan
kejahatan terhadap kemanusiaan, Pengaturan Ham terhadap kaum
minoritas
BAB IV : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT OLEH PEMERINTAHAN CHINA TERHADAP SUKU
MUSLIM UIGHUR, Dalam bab ini membahas tentang Sejaarah
terjadinya konflik antara Suku muslim Uighur dan Suku Han di
China, Jenis-jenis pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Pemerintah China terhadap suku Muslim Uighur, Penyelesaiaan
Pelanggaran HAM berat sebagai extra ordinary crime terhadap
perlakuan Pemerintah China terhadap Suku Uighur di China
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian-rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang juga
BAB II
PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HUBUNGAN
ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA
A. PENGERTIAN RAS,BANGSA DAN WARGA NEGARA
Negara adalah subyek hukum Internasional asli (original subject of
international)18. Negara juga adalah subyek hukum yang terpenting (par
excellence), dibanding dengan subyek-subyek hukum Internasional
lainnya,sebagai subyek hukum internasional negara memiliki hak-hak dan
kewajiban menurut hukum internasional.
Sarjana filsafat hukum terkemuka, HLA Hart, menggambarkan negara
sebagai gambaran dari dua fakta yang didalamnya memuat unsur-unsur dari
negara,dimana dia berpendapatan bahwa
“The expression of a ‘state’ is not the same of some person or thing
inherently or ‘by nature’ outside the law;it is a way of refrring to two facts
first,that a population inhabiting a territory lives under that form of ordered
government provided by a legal system within its characteristic structure of
legislative,Courts,and primary rules ; and secondly that the government
enjoy a vaguely defined degree of independence”19
18
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Bandung, 2001, hlm. 1
19
Hart tidak berupaya memberikan definisi mengenai negara, Hart hanya
menjelaskan ciri-ciri negara, yaitu :
1. Penduduk
2. Wilayah
3. Pemerintahan
4. Sistem hukum
5. Indenpendensi
Dalam Negara, Penduduk dalam hal ini harus mempunyai rakyat yang
tetap adalah syarat yang paling utama dan terutama dalam terbentuknya suatu
negara yang merupakan subyek yang terpenting dalam Hukum Internasional.
Dimana dalam hal ini pengertian Penduduk adalah sekumpulan manusia
yang hidup bersama disuatu tempat tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan
masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional, sekumpulan manusia ini
mungkin saja berasal dari ras,keturunan yang berlainan,kepercayaan yang berbeda
dan memiliki kepentingan yang saling bertentangan.perbedaan tersebut itulah
yang membuat adanya pertentangan antara kelompok yang satu dengan yang
lainnya atau kelompok yang minoritas dengan kelompok yang minoritas,karena
hidup dalam satu wilayah yang sama,tentu saja suatu penduduk yang hidup dalam
suatu negara mempunyai ras dan sifat yang berbeda-beda, jadi pengertian
Penduduk merupakan sekumpulan manusia yang terdiri dari berbagai macam ras
yang berkumpul dalam suatu wilayah tertentu kemudian membentuk suatu Bangsa
sehingga lahirlah Negara, yang kemudian penduduk yang mendiami Negara
Pengertian ras adalah golongan manusia yang mempunyai ciri-ciri fisik
,dimana berdasarkan ciri-ciri fisik ras dibedakan atas :
1. Ciri Kualitas meliputi warna kulit, bentuk rambut, lipatan mata,
dan bentuk bibir
2. Ciri Kuantitas meliputi bentuk badan, berat badan dan bentuk
kepala
Sedangkan Menurut G.Cuvier ada 3 pembagian ras yaitu :
1. Kulit Putih ( Leukoderm)
Cirinya : bagian wajah menonjol, rambut lurus atau berombak,
hidung mancung, badan tinggi, dan warna kulit agak terang
2. Kulit Hitam ( melanodem)
Cirinya : warna kulit gelap, rambut keriting, hidung lebar, wajah
gempal/prognat dan bibir tebal
3. Kulit kuning (xantoderm)
Cirinya : wajah mendatar, pipi menonjol, celah mata datar,
rambut hitam/lurus/tebal kulit kekuning-kuningan
Pengertian Bangsa menurut Otto Baeur merupakan sekelompok
manusia yang memiliki karakter dan sifat yang hampir sama karena persamaan
nasib dan pengalaman sejarah dan budayanya yang saling sama dan juga tumbuh
berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa
Dari pendapat dari Otto Baeur dapat disimpulkan bahwa bangsa adalah
bersama,dan mempunyai kesamaan bahasa, agama ideologi, budaya, dan/atau
sejarah dan dianggap memiliki keturunan yang sama,dimana suatu bangsa pada
hakikatnya mempunyai unsur-unsur sebagai berikut
1. Cita-cita bersamamyang mengikat dan menjadi satu kesatuan
2. Perasaan senasib sepenanggungan
3. Karakter yang sama
4. Suatu kesatuan wilayah
5. Terorganisir dalam suatu wilayah hukum
Sama seperti halnya organisasi yang memiliki anggota,negara yang
merupakan organisasi tertentu pun memiliki anggota yang lazim disebut sebagai
warga negara20. Menurut Abdul Bari Azed,
“Warganegara adalah sekelompok manusia yang ada dalam
wewenang suatu negara, hubungan keduanya adalah hubungan
timbal balik,dimana masing-masing pihak memiliki hak dan
kewajiban21”
Setelah sekumpulan manusia yang berbeda ras dengan segala perbedaan
berkumpul dalam suatu wilayah dalam satu jangka waktu tertentu, maka timbullah
perasaan senasib sepenanggungan, dan mempunyai satu tujuan ataupun cita cita
yang mengikat antara satu ras dengan ras yang lainnya maka muncullah Istilah
bangsa yang dilahirkan berdasarkan karena adanya persamaan tujuan, sehingga
20
Sudargo Gautama, Warga negara dan Orang Asing,berikut peraturan dan contoh-contoh, Bandung , Alumni, 1992 hlm. 4
21
untuk mencapai suatu tujan ataupun cita-cita tersebut, sekumpulan manusia yang
berbeda ras tersebut kemudian disebut menjadi suatu Bangsa.
Bangsa inilah kemudian yang menjadi cikal bakalnya adanya suatu
Negara, untuk mencapai tujuan tertentu dan karena adanya rasa sepenanggungan
smaka dibentuklah Negara, setiap Negara mempunyai warganegaranya
masing-masing, dimana warganegara ini adalah suatu identitas untuk menunjukkan
adanya persamaan cita-cita dan tujuan dalam suatu negara, yang berasal dari
penduduk yang menempati suatu negara dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, dengan menjadi warga negara suatu negara maka, berarti mempunyai
suatu cita-cita dan tujuan yang sama.
B. PENTINGNYA MEMILIKI KEWARGANEGARAAN DALAM
NEGARA
Salah satu unsur negara adalah warga negara, dari berbagai teori yang
telah dikembangkan oleh Ilmu Negara, negara ada untuk warga negaranya. Jika
mengacu pada paham demokrasi eksistensi negara adalah, dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat,kewarganegaraan merupakan ikatan hukum antara seseorang
dengan negaranya
Kewarganegaraan adalah hak asasi manusia dan landasan identitas,
martabat, keadilan, perdamaiaan dan keamanan. Menjadi orang yang tidak
memiliki kewarganegaraan berarti tidak memiliki perlindungan hukum atau hak
untuk berpartisipasi dalam proses politik, tidak mendapat akses yang memadai
pembatasan hak kekayaan sendiri, pembatasan perjalanan, pengucilan sosial,
kerentanan terhadap perdagangan manusia, pelecehan dan kekerasan,22
Dalam hukum internasional hanya warga negaralah yang dapat masuk dan
menetap dalam suatu negara. Oleh karena itu orang yang tanpa kewarganegaraan
dapat berakhir tanpa status kependudukan bahkan lebih buruk lagi yaitu
penahanan jangka panjang23
Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan tidak mendapat
perlindungan hukum, ia juga tidak menikmati hak-haknya sebagai warga negara
sebagaimana mestinya misalnya tidak dapat ikut serta dalam proses-proses politik
karena tidak memiliki hak untuk memberikan suara, tidak terjaminya hak untuk
mendapatkan pendidikan, hak atas perawatan kesehatan, hak untuk memiliki
pekerjaan, hak atas perawatan kesehatan, tidak memperoleh dokumen pernikahan,
tidak dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan dokumen perjalanan,
dan bagi mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan,dan berada diluar negara
asal atau negara tempat tinggal sebelumnya dapat ditahan jika mereka kembali
ketempat tersebut24
Setiap negara berdaulat dalam menentukan siapa yang menjadi
warganegaranya, hal ini juga berarti tidak ada negara manapun yang berhak
mencampuri masalah kewarganegaraan negara lain 25 , seseorang dapat
22
UNHCR, “Nationality Rights for All : A Progress Report and Global Survey on Statelessness
23
UNCHR “Mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan : Konvensi 1961 tentang pengurangan keadaan tanpa kewarganegaraan”, hlm. 2
24
Marilyn Achiron, Kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan, Buku panduan untuk anggota parlemen,hlm. 6
25
memperoleh atau kehilangan status kewarganegaraanya dengan dua cara, Pertama,
orang itu secara aktif berusaha memperoleh atau untuk melepaskannya, cara ini
biasa disebut dengan sistem aktif, kedua, seseorang memperoleh atau kehilangan
status kewarganegarannya tanpa berbuat apapun, cara ini disebut dengan sistem
pasif,
Asas kewarganegaraan adalah pedoman bagi negara untuk menentukan
siapakah yang menjadi warga negaranya, ada beberapa asas yang dikenal pada
saat ini antara lain asas kewerganegaraan yang dilihat dari segi kelahiran, yaitu ius
soli dan ius sanguinis, dan asas kewarganegaraan dari segi perkawinan yaitu asas
kesatuan hukum dan asas persamaan drajat
1. Dari Segi Kelahiran
Menurut asas ini, seseorang mendapatkan kewarganegaraannya
berdasarkan kelahiran, ada dua teori kewarganegaraan yang melandaskan
pada kelahiran seseorang, yaitu ius soli dan ius sanguinis,kedua istilah ini
berasal dari bahassa latin. Ius yang berarti hukum, dalil, atau pedoman,
soli yang berasal dari kata solum yang memiliki arti negeri, tanah, atau
daerah, jadi ius soli adalah kewarganegaraan seseorang yang ditentukan
berdasarkan tempat kelahirannya. Misalnya seorang anak yang lahir di
negara x akan mendapatkan kewarganegaraan di negara x, sementara itu
ius sanguinis adalah kewarganegaraan seseorang yang ditentukan oleh
berkewarganegaraan Y maka anak tersebut mendapatkan kewarganegaraan
dari negara Y26.
Setiap negara bebas menggunakan asas yang akan digunakannya
dalam menentukan kewarganegaraan warganegaranya, ada yang
menggunakan ius sanguinis, ada juga yang menggunakan ius soli.
Perbedaan ini dapat menyebabkan seseorang tidak memiliki
kewarganegaraan,atau memiliki lebih dari satu kewarganeegaraan.
Misalnya, Negara X menganut asas ius soli, sedangkan negara Y
menganut asas ius sanguin. Dimana seseorang tidak dapat memiliki
kewarganegaraan apabila seseorang tersebut lahir di negara Y dari
orangtua yang berkewarganegaraan X, hal ini disebut sebagai Apatride
yaitu kondisi dimana seseorang tidak mendapatkan kewarganegaraan.
Sedangkan Bripratide adalah kondisi dimana seseorang mendapatkan lebih
dari satu kewarganegaraan, hal ini dapat terjadi apabila orangtua
berkewarganegaraan Y dan anaknya lahir di negara X. Masing-masing
negara dapat memberikan kewarganegaraannya terhadap anak tersebut,
karena orangtua dari anak tersebut berkewarganegaraan Y yang menganut
asas ius sanguin, sedangkan negara X juga dapat memberikan
kewarganegaraannya terhadap anak tersebut karena anak tersebut lahir di
negara X yang menganut asas ius soli
.
26
2. Dari segi Perkawinan
Suatu perkawinan campuran dapat menyebabkan perubahan status
kewarganegaraan seseorang, ada dua asas yang digunakan dalam hal ini,
yaitu asas kesatuan hukun dan asas persamaan drajat. Asas kesatuan
hukum bertolak dari hakikat ikatan suami istri dalam keluarga. Asas ini
pada umumnya pihak istri yang mengikuti kewarganegaraan suami, dan
kemudian muncul gerakan emansipasi wanita yang beranggapan bahwa
asas ini telah merendahkan wanita karena wanita harus selalu mengikuti
kewarganegaraan suaminya, gerakan ini berpendapat bahwa wanita sama
seperti laki-laki yang memiliki kebebasan untuk memilih, sehingga
muncullah asas persamaan drajat dalam menentukan kewarganegaraan dari
segi perkawinan. Dalam asas ini suatu perkawinan tidak mengubah
kewarganegaraan masing-masing pihak27
Penggunaan asas kewarganegaraan dari segi perkawinan yang berbeda
antara negara dapat menyebabkan status bipatride maupun apatride,
melalui perkawinan seorang wanita dapat memiliki lebih dari satu
kewarganegaraan ataupun dapat kehilangan kewarganegaraan. Misalnya
negara X menganut asas kesatuan hukum sedangkat negara Y menganut
asas persamaan drajat. Bipatride dapat terjadi apabila seorang laki-laki dari
negara X menikahi seorang wanita dari negara Y, sebaliknya apatride
27
terjadi apabila seorang laki-laki yang berasal dari negara Y menikahi
seorang wanita yang berasal dari negara X28.
Dalam kaitannya dengan perlindungan kelompok etnis yang tidak
memiliki kewarganegaraan adalah pemberian kewarganegaraan dengan
menggunakan asas perkawinan bai asas kesatuan hukum maupun asas
persamaan drajat. Kedua asas ini dapat mengurangi jumlah jumlah orang
yang tidak memiliki kewarganegaraan baik istri maupun suami dapat
memilih mempertahankan kewarganegaraannya ataupun mengikuti
pasangannya. Sehingga tidak menjadi soal siapa yang tidak memiliki
kewarganegaraan selama salah satu pasangannya memiliki
kewarganegaraaan. Tetapi dalam asas kesatuan hukum yang pada
umumnya istri yang mengikuti kewarganegaraan suami, jika suami tidak
memiliki kewarganegaraan maka istri terancam kehilangan
kewarganegaraannya. Oleh karena itu, jika ditujukan untuk mengurangi
jumlah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, penggunaan asas
kesatuan hukum ditetapkan jika yang tidak memiliki kewarganegaraan
adalah istri, bukan suami.
Perlindungan terhadap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan
banyak disorot oleh publik internasional, sehingga diadakannya beberapa
konvensi yang mengatur tentang perlindungan seseorang ataupun
sekelompok orang maupun etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan
tempat dimana mereka tinggal, mengingat akan pentingnya
28
kewarganegaraan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mendiami
suatu negara, berikut adalah beberapa konvensi yang mengatur bahwa
betapa pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu negara, yaitu ;
1. Convention Relating to the Stateless Persons
Ditetapkan pada Conference of Plenipotentiaries convened by
Economic and Social Councilmelalui resolusi 526 A (XVII) 26 April 1954
dan mulai berlaku pada 6 Juni1960. Konvensi 1954 merupakan instrumen
hukum Internasional utama yang mendefinisikan dan mengatur status dan
perlakuan terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan. Dalam Pasal 1
Konvensi 1954 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tanpa
kewarganegaraan adalah “a person who is not considered as a national by
any State under the operation of its law”. Rumusan ini diakui sebagai
kebiasaan Internasional29. Konvensi ini menyatakan bahwa orang-orang tanpa kewarganegaraan dapat mempertahankan hak dan kebebasan
mendasar tanpa diskriminasikan. Hak tersebut termasuk hak milik, akses
gratis ke pengadilan, akses terhadap pekerjaan, perumahan setidaknya
seperti yang diberikan kepada orang asing, dan pendidikan dasar dan
bantuan publik setara dengan apa yang warga negara dapatkan
Convention Relating to the Stateless Persons, berdasar pada asas
pokok yaitu tidak seorangpun yang tidak berkewarganegaraan dapat
diperlakukan lebih buruk dari orang asing maupun yang berkewarganaan
29
lain. Hak lain yang dijamin dalam konvensi ini dan tidak diatur dalam
konvensi manapun adalah hak akan meminta bantuan administrasi
terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan, hak akan identitas diri, dan
dokumen perjalanan dan mengecualikan orang-orang yang tidak memiliki
kewarganegaraan yang btidak memiliki kewarganegaraan yang tidak
memiliki kewarganegaraan ini dari persyaratan-persyaratan timbal balik.
2. Convention on the reduction of Statelessness
Ditetapkan pada tanggal 30 Agustus 1961 oleh Conference of
Plenipotentiaries, melali Resolusi Majelis Umum 896 (IX). Mulai berlaku
pada 13 Desember 1975. Konvensi 1961 menguraikan tentang mekanisme
untuk mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan Pasal 1
sampai Pasal 4 mengatur tentang perlindungan terhadap keadaanm tanpa
kewarganegaraan untuk anak-anak. Negara harus memberikan akses
terhadap kewarganegaraan bagi anak yang kemungkinan tidak
berkewarganegaraan jika anak tersebut lahir di negaranya atau lahir di luar
negeri tetapi kembali ke negaranya sendiri, Pasal 5 sampai Pasal 7
mengatur tentang perlindungan kepemilikan kewarganegaraan atau
jaminan memperoleh kewarganegaraan lain sebelum pengambilan
kewarganegaraan seseorang, Pasal 8 dan Pasal 9 mengatur tentang
penghilangan kewarganegaraan kecuali jika orang tersebut
mendapatkannya dengan cara yang tidak sah, Pasal 10 memberikan
jaminan terhadap penolakan tanpa kewarganegaraan dalam kasus transfer
keputusan kewarganegaraan, termasuk juga pemberitahuaan yang
memadai dan hak untuk banding.
3. International Convenant on Civil dan Political Rights
Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 220 A (XXI) 16
Desember 1966 dan mulai berlaku pada 23 Maret 1976. Dalam pasal 24
ayat 2 International Convenant on Civil an Political Rights menyatakan
bahwa “every child shall be registered immediately after birth and shall
have a name”
Sedangkan dalam Pasal 24 ayat 3 menyatakan bahwa “every child has
the right to acquire a nationally”. Ketentuan ini bertujuan mencegah anak
dari ketiadaan perlindungan negara, karena anak tersebut tidak memiliki
kewarganegaraan. Ketentuan ini tidak mengharuskan suatu negara untuk
memberikan kewarganegaraannya untuk masing-masing anak yang lahir di
wilayah negara tersebut. Namun, negara diminta untuk melakukan
tindakan yang tepat, baik secara internal maupun bekerjasama dengan
negara lain untuk memastikan setiap anak memiliki kewarganegaraan
ketika ia dilahirkan. Dalam hali ini tidak ada diskriminasi sehubungan
dengan akuisisi kewarganegaraan dalam hukum nasional negara tersebut
baik untuk anak sah, anak yang lahir diluar nikah, anak yang lahir dari
orangtua yang tidak memiliki kewarganegaraan, maupun anak yang
didasarkan oleh status kewarganegaraan salah satu atau kedua orangtua30
30
4. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women
Ditetapkan Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979 dan
mulai beraku pada tanggal 3 September 1981. Pasal 9 Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination against Women berisi
ketentuan untuk memberikan hak wanita yang sama seperti hak yang
dimiliki oleh laki-laki yaitu untuk memperoleh dan merubah
kewarganegaraan mereka dan untuk memberikan kewarganegaraan bagi
anak-anak mereka, dimana dengan ketentuan tersebut, seorang dapat
terhindar dari keadaan tanpa kewarganegaraan karena seorang wanita
berhak memberikan kewarganegaraannya untuk anak-anaknya.
5. Convention on the Nationally of Married Women.
Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 1040 (XI) 29 Januari
1957 dan mulai berlaku pada tanggal 11 Agustus 1958. Convention on The
Nationally of Married Women melindungi kewarganegaraan wanita dalam
hal kehilangan dan akuisisi kewarganegaraan oleh suaminya. Latar
belakang Konvensi ini adalah karena status hukum wanita yang dikaitkan
dengan pernikahan, hal ini membuat wanita bergantung pada
kewarganegaraan suami mereka daripada wanita sebagai individu yang
berdiri sendiri,dengan adanya konvensi ini, wanita tidak berhak lagi untuk
mengikuti kewarganegaraan suaminya karena alasan pernikahan dimana
dalam konvensi ini telah diatur wanita berhak untuk mempertahankan
C. TANGGUNGJAWAB NEGARA TERHADAP WARGANEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Komunitas hukum internasional saat ini dikelilingi dengan pembicaraan
tentang pertanggungjawaban. Negara-negara, organisasi-organisasi internasional
dan organisasi-organisasi non-pemerintah membicarakan tentang pentingnya
membuat individu-individu bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang
dilakukan atas nama jabatan yang melanggar hak-hak asasi manusia yang paling
dijungjung tinggi.31
Dalam Hukum Internasional, bahasan tentang hak dan kewajiban dasar
(fundamental) negara telah berlangsung sangat lama,dan bahkan sebagian besar
muatan dalam hukum Internasional mengatur tentang hak dan kewajiban negara
terhadap warganega. Schwarzenberger menyatakan hak dan kewajiban adalah
dasar atau fundamental apabila memenuhi 3 (tiga) syarat berikut32
1. Hak dan Kewajiban tersebut harus benar-benar memiliki arti
yang penting dalam hubungan Internasional
2. Hak dan Kewajiban tersebut mengalahkan hal-hal (isu) lainnya
3. Hak dan Kewajiban tersebt membentuk atau menjadi bagian
penting dari sistem yang diketahui atau yang ada sehingga
apabila diabaikan maka akan berakibat pada hilangnya
karekteristik hukum Internasional.
31
Steven R. ratner dan Jason S. abrams, Melampaui warisan Nuremberg,
pertanggungjawaban untuk kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional,
Jakarta, ELSAM, 2008, hlm. 3
32
Pegangan untuk ruang lingkup terhadap apa yang dimaksud dengan
hak-hak dan kewajiban dasar tersebut adalah batasan seperti yang dinyatakan
L.Oppenheim. Oppenheim menyatakan bahwa hak-hak dan kewajiban negara
adalah hak dan kewajiban yang biasa dinikmati oleh negara-negara.33
Adapun prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban negara seperti
temuat dalam rancangan Deklarasi ILC 1949 dapat digunakan sebagai pedoman.
Adapun hak- hak dan kewajiban tersebut adalah34 :
1. Hak-hak Negara
a) Hak atas kemerdekaan ( pasal 1 )
b) Hak untuk melaksanakan juridikasi terhadap wilayah, orang
dan benda yang berada didalam wilayahnya
c) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama
dengan negara-negara lain
d) Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif
2. Kewajiban Negara
a) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap
masalah-masalah yang terjadi di negara lain
b) Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di
negara lain
c) Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang berada
di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia
33
S.Tasrif, Hukum Internasional tentang pengakuan dalam teori dan praktek, Bandung, abardin, 1987, hlm. 15
34
d) Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak
membahayakan perdamaiaan dan keamanan Internasional
e) Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai
f) Kewajiban untuk tidak membantu untuk menggunakan
kekuatan atau ancaman senjata
g) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang
diperoleh melalui cara-cara kekerasan
h) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional
dengan itikad baik
i) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan
negara-negara lain sesuai dengan hukum Internasional
Pada dasarnya, ada dua macam teori pertanggungjawaban negara yaitu
sebagai berikut
1. Teori risiko (risk theory)
Kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute
libility atau strict liability) atau tanggung jawab mutlak
(objective responbility). Yaitu bahwa suatu negara mutlak
bertanggung jawab atas kegiatan yang menimbulkan akibat yang
sangat membahayakan (Human affects of untra-hazardous
2. Teori kesalahan (fault theory)
Melahirkan prinsip tanggungjawab subjektif (subjective
responbility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability
based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas
perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan dengan
adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.
Menurut Profesor Higgins, hukum tentang tanggung jawab negara adalah
hukum yang mengatur akuntanbilitas (accountability) terhadap pelanggaran
hukum internasiona35 Jika suatu negara melanggar kewajiban Internasional,negara tersebut bertanggung jawab untuk pelanggaran yang dilakukannya. Menurutnya
kata accountability mempunyai dua pengertian yaitu Pertama, Negara memiliki
keinginan untuk melaksanakan perbuatan dan/atau kemampuan mental (mental
capacity) untuk menyadari hal-hal yang akan dilakunannya. Kedua
Tanggungjawab (liability) untuk tindakan negara yang melanggar hukum
Internasional (International wrongful behaviour) dan tanggung jawab tersebut
harus dilaksanakannya.
Menurut Shaw, karakteristik penting adanya tanggung jawab ( negara)
bergantung pada faktor berikut :
35
Dedi Supriyadi,M.Ag, Hukum Internasional (dari konsepsi sampai implikasi),
1. Adanya kewajiban Hukum Internasional yang berlaku antara dua
negara tertentu
2. Adanya perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum
internasional yang melahirkan tanggung jawab negara
3. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang
melanggar hukum atau kelalaian.
Secara garis besar, tanggung jawab negara dapat dibagi menjadi sebagai
beriikut :
1. Negara beserta komponennya dan organ-organ yang dimilikinya
memiliki tanggung jawab untuk menghormati,menegakkan dan
memajukan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Negara
tidak diperkenankan mencampuri ataupun menghalang-halangi segala
upaya yang dilakukan oleh warganegaranya untuk memenuhi hak
mereka. Intervensi hanya diperbolehkan dalam hal mendorong
masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka
2. Negara berkewajiban untuk mengeluarkan segala peraturan
perundang-undangan dan instrument lainnya yang menjamin
terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi seluruh
warganegaranya tidak hanya menguntungkan pihak ataupun kelompok
tertentu
3. Negara harus berperan aktif dalam mengupayakan pemenuhan hak
megurangi hak-hak warganegara tertentu. Dan harus dipastikan bahwa
setiap warganegara memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk
menikmati hak ekonomi, sosial dan budayanya36
Pada dasarnya, suatu negara dapat bertanggung jawab apabila suatu
perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan
pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu
perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya.
Tanggung jawab Negara merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum
internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan dan persamaan hakantar
negara37
Menurut hukum Internasional pertanggungjawaban Negara timbul dalam
hal suatu Negara timbul dalam hal suatu negara merugikan negara lain.
Pertanggungjawaban negara dibatasi pada pertanggungjawaban atas perbuatan
yang melanggar hukum Internasional, perbuatan suatu negara yang merugikan
negara lain tetapi tidak melanggar hukum internasional, tidak menimbulkan
pertanggungjawaban negara. Misalnya perbuatan negara yang menolak masuknya
orang asing kedalam wilayahnya, tidak menimbulkan pertanggungjawaban
negara. Hal ini disebabkan, negara menurut hukum internasional berhak menolak
atau menerima orang asing ke dalam wilayahnya38
36
Hari Mardiansyah, Tanggung jawab Negara kepada warganegara, diakses dari http://hari-mardiansyah.blogspot.com (diakses pada tanggal 28 februaari 2014, pukul 03:34)
37
Adithiya Diar, Tanggung jawab Negara dalam penegakan hak asasi manusia, diakses dari http://boyyendratmin.blogspot.com (diakses pada tanggal 28 Februari 2014 pada pukul 03:45)
38
Karl Zemanek menjelaskan bahwa yang mendasari munculnya tanggung
jawab negara pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap hak subjektif negara
lain, pelanggaran terhadap norma hukum internasional merupakan Jos Cogens dan
tindakan-tindakan yang berkualifikasi sebagai kejahatan internasional seperti
misalnya, tindakan agresi, perbudakan, genosida, apartheid, kolonialisme, dan
juga pencemaran lapisan atmosfer dan laut secara besar-besaran.39 Sedangkan perbuatan suatu negara tidak dianggap pelanggaran kewajiban internasional jika
perbuatan itu terjadi sebelum terkaitnya suatu negara oleh suatu kewabiban
internasional. Hal ini sudah merupakan asas internasional yang berlaku umum
yaitu bahwa suatu perbuatan harus dinilai menurut hukum yang berlaku pada saat
perbuatan itu terjadi, bukan ketika terjadinya sengketa akibat perubahan yang bisa
saja terjadi bertahun tahun setelah perbuatan tersebut
Secara historis prinsip tanggung jawab negara memiliki kaitan erat dengan
Hak asasi manusia. HAM yang dewasa ini telah diatur dalam hukum HAM
Internasional pada awalnya dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara
atas perlakuan orang asing (state responbility for the treatment of aliens)40. Dalam
konteks penegakan HAM, negara juga merupakan pengemban subjek hukum
utama. Negara diberikan kewajiban melalui deklarasi dan konvenan-konvenan
tentang HAM sebagai entitas utama yang bertanggung jawab secara penuh untuk
melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM warganegaranya.
Tanggung jawab negara tersebut dapat terlihat dalam UDHR 1948,
International convenant on civil and political rights (ICCPR) 1966, dan
39
Rhona K.M. Smith, Christina Ranheim, dkk, Hukum hak asasi manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008, hlm. 75
40
International convenant on economic, social and cultural rights (ICESCR) 1966.
Dalam mukaddimah UDHR 1948 menegaskan bahwa :
” As a common standard of achievement for a people and all nations, to
the end that every individual and every organ of society, keeping this
Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to
promote respect for these rights and freedoms and by progressive
measures, national and international, to secure their universal an effective
recognition and observance, both among the peoples of member states
themselves and among the peoples of territories under their jurisdiction”41
Sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua
negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat
dengan senantiasa mengingat pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan
mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan
kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang
bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan
penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari
negara-negara anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah
yang berada dibawah kekuasaan hukum mereka.
41
Dalam mukaddimah ICCPR 1966 menegaskan tentang tanggung jawab
negara dalam penegakan hak-hak sipil dan politik adalah sebagai berikut :
“Recognizing that, in accordance with the Universal Declaration of
Human Rights, the ideal of free human beings enjoying civil and political
freedom and freedom from fear and want can only be achived if conditions
are created whereby everyone may enjoy his civil and political rights, as
well as his economic, social and cultural rights”.42
Mengakui bahwa,berdasarkan piagam-piagam perserikatan
bangsa-bangasa negara-negara wajib untuk memajukan penghormatan universal dan
pentaatan atas hak asasi dan kebebasan manusia.
Sedangkan pada pasal 2 (1) ICCPR 1966 menegaskan bahwa tanggung
jawab perlindungan dan pemenuhan atas semua hak dan kebebasan yang
dijanjikan di dalam konvenan ini adalah di pundak negara, khususnya yang
menjadi negara pihak ICCPR. Negara-negara pihak diwajibkan untuk
menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam konvenan ini, yang
diperuntukkan bagi semua individu yang berada di dalam wilayah dan tunduk
pada yudridikasinya, tanpa diskriminasi seperti apapun.43
42
Mukaddimah ICCPR 1966
43