• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Serviks

Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh pada serviks yang merupakan pintu masuk ke arah rahim (uterus) yang terletak antara rahim dan liang senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur diatas 30 tahun, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks juga dapat terjadi pada wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Diananda, 2009).

Sebagaimana kanker umumnya maka kanker serviks akan menimbulkan masalah-masalah berupa kesakitan (morbiditas), penderitaan dan akibat serius dari penyakit ini adalah kematian. Namun menurut para ahli kanker, kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling dapat dicegah dan paling dapat disembuhkan dari semua kasus kanker (Diananda, 2009).

2.1.1. Epidemiologi Kanker Serviks

(2)

diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru diseluruh dunia, 77% berada dinegara berkembang (Syamsudin, 2001).

Angka prevalensi didunia mengenai kanker serviks adalah 99,7%, tanpa penatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam 10 tahun mendatang (Rasyidi,2007).

Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru diantara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahunnya, dengan kanker serviks menempati urutan pertama diantara kanker pada wanita (Mustari, 2006).

Penyebab utama tingginya angka kejadian kanker serviks di negara berkembang karena tidak adanya program skrining (deteksi dini) yang efektif bagi wanita dengan sosial ekonomi rendah. Di Indonesia hambatan test skrining cukup besar, terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia, 2010).

Secara umum diseluruh dunia, baik insiden dan mortalitas kanker serviks berada pada urutan kedua setelah kanker payudara, sedangkan pada negara berkembang kanker serviks masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian pada wanita (Sarjadi, 1995). Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, angka prevalensi kanker serviks pada tahun 2010 adalah 40 kasus, 60% berusia antara 35-45 tahun. 2.1.2. Penyebab dan Gejala Kanker Serviks

(3)

ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir dalam berbagai variasi. Ada beberapa kasus virus HPV yang reda dengan sendirinya, dan ada yang berlanjut menjadi kanker serviks, sehingga cukup mengancam kesehatan anatomi wanita yang satu ini. Salah satu problema yang timbul akibat infeksi HPV ini seringkali tidak ada gejala atau tanda yang tampak mata. Menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious Diseases, hampir separuh wanita yang terinfeksi dengan HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas. Dan lebih-lebih lagi, orang yang terinfeksi juga tidak tahu bahwa mereka bisa menularkan HPV ke orang sehat lainnya (Depkes RI, 2005). Gejalanya tidak terlalu kelihatan pada stadium dini, menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious Diseases, pada tahap pra kanker atau displasia sampai stadium I, praktis tidak ada keluhan yang dirasakan. Baru menginjak stadium 1A-3B terdapat keluhan. Namun beberapa gejala bisa diamati meski tidak selalu memberi petunjuk infeksi HPV, keputihan atau mengeluarkan sedikit darah setelah melakukan hubungan intim (Diananda, 2009).

(4)

dari liang senggama. Muka penderita nampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia yang sering ditemukan akibat perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan baru menurun biasanya pada stadium klinik III. Rasa nyeri di daerah bagian pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal jadi membengkak (hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor kelenjar getah bening di sepanjang tulang belakang. Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran tumor ke kelenjar getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum. Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal dunia (Rasyidi, 2007).

2.1.3. Faktor Risiko Kanker Serviks

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seorang perempuan terkena kanker serviks sebagaimana pembahasan dibawah ini :

a. Hubungan seksual pertama usia muda

(5)

risiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun (Gant, 2010).

b. Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap maupun yang dikunyah. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi karsinogen infeksi virus (Rasyidi, 2007).

Menurut hasil penelitian Joakam, 2001, zat nikotin serta racun yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia atau tumbuhnya sel-sel abnormal pada rahim. Cervical neoplasia adalah kondisi awal berkembangnya kanker serviks di dalam tubuh.

c. Trauma kronis pada serviks

Hal ini berhubungan dengan status perkawinan seorang wanita. Kanker serviks jarang dijumpai pada perawan, insiden lebih tinggi pada mereka yang kawin dari pada yang tidak kawin (Sarwono, 1997).

(6)

d. Kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi oral menunjukkan peningkatan risiko walaupun diketahui bahwa manfaat penggunaan kontrasepsi oral lebih memberikan banyak manfaat daripada kemungkinan risikonya. Lama penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks, dan penggunaan 10 tahun meningkatkan risiko sampai dua kali (Laila, 2008).

e. Tingkat sosial ekonomi rendah

Mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker serviks daripada tingkat sosial ekonomi menengah atau tinggi (Laila, 2008).

f. Perilaku seksual

Menurut Mardiana (2004), risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks. Risiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi ( laki-laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita atau laki-laki yang mengidap penyakit kondiloma akuminatum di penis (Widyastuti, 2009).

2.1.4. Stadium Klinik dan Prognosis Kanker Serviks a. Stadium klinik

(7)

dianjurkan oleh Federation International of Gynecology and Obtetricts (FIGO), yaitu sebagai berikut :

a1. Stadium 0, stadium ini disebut juga karsinoma insitu ( CIS). Tumor masih dangkal, hanya tumbuh dilapisan sel serviks.

a2. Stadium 1, kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar kemanapun, stadium ini dibedakan menjadi:

- Stadium 1 A1, dokter tidak dapat melihat kenker tanpa mikroskop, kedalamannya kurang dari 3 mm dan besarnya kurang dari 7 mm.

- Stadium IA2, dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop, kedalamannya antara 3-5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm.

- Stadium IB1, dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm.

- Stadium IB2, dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4 cm.

a3. Stadium II, kanker berada di bagian dekat serviks tapi bukan di luar panggul. Stadium II dibagi menjadi :

- Stadium IIA, kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina.

(8)

a4. Stadium III, kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan serviks sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat aliran urin ke kandung kemih.

a.5. Stadium IV, pada stadium ini, kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh, seperti kandung kemih, rektum, dan paru-paru. Stadium IV dibagi menjadi:

- Stadium IVA, kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rektum.

- Stadium IVB, kanker telah menyebar ke organ yang lebih jauh seperti paru-paru.

b. Prognosis Kanker Servis

Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.

a.

b.

(9)

c.

Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%.Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.

d.

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%

e.

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

Makin tinggi stadium klinik kanker serviks maka prognosisnya semakin buruk. Untuk itu program pencegahan kanker tingkat I dan II harus ditingkatkan. Program pencegahan tingkat I yaitu penerangan kepada masyarakat. Sedangkan tingkat II yaitu pemeriksaan kolposkopi (Nugroho, 2010).

2.1.5. Pencegahan Kanker Serviks

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks perlu upaya- upaya pencegahan. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah pencegahan awal kanker yang utama. Hal ini untuk menghindarai faktor risiko yang dapat dikontrol. Cara-cara pencegahan primer adalah sebagai berikut (Dalimartha, 2004) :

1. Tundalah berhubungan seksual sampai batas usia di atas remaja

(10)

tetapi juga tergantung pada kematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas. Terutama untuk perempuan yang masih di bawah 16 tahun memiliki risiko yang sangat tinggi terkena kanker serviks bila telah melakukan hubungan seks.

2. Batasi jumlah pasangan

Risiko terkena kanker serviks lebih tinggi pada perempuan yang berganti-ganti pasangan seks daripada dengan yang tidak. Hal ini terkait dengan kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papiloma Virus (HPV).

3. Melakukan vaksinasi HPV

Vaksinasi dapat dilakukan sebelum remaja. Bisa diberikan pada wanita usia 12-14 tahun, melalui suntikan sebanyak tiga kali berturut-turut tiap 2 bulan sekali dan dilakukan pengulangan satu kali lagi pada sepuluh tahun kemudian. Hal ini dilakukan agar terhindar dari kanker yang mematikan ini. Untuk itu telah dikembangkan vaksin HPV yang dapat memberikan mamfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. 4. Hindarilah rokok

(11)

5. Makanlah makanan yang mengandung vitamin C, Beta Karoten dan Asam Folat Vitamin C, beta karoten dan asam folat dapat memperbaiki atau memperkuat mukosa serviks. Kekurangan vitamin C, beta karoten dan asam folat bisa menyebabkan timbulnya kanker serviks.

6. Penggunaan kondom

Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survei Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.

7. Sirkumsisi pada pria

(12)

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan, termasuk deteksi dini dan pengobatan. Deteksi dini kanker serviks dapat memperoleh keuntungan yaitu, memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan yang relatif mahal.

c. Pencegahan Tertier

Pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik dan kematian awal dengan cara : 1. Operasi sederhana dilakukan pada stadium awal (stadium 0 hingga 1A), dan

pada stadium 1B sampai 2B dilakukan histrektomi, seluruh Rahim diangkat berikut sepertiga vagina.

2. Pengobatan dengan cara radiasi atau penyinaran dengan sinar x dilakukan pada stadium 2B keatas (stadium lanjut).

3. Pengobatan dengan cara kemoterapi karena radiasi sudah tidak memungkinkan lagi.

2.1.6. Deteksi Dini Kanker Serviks

(13)

Kanker serviks sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, displasia paling banyak terjadi pada perempuan usia sekitar 35 tahun. Oleh karena itu, pada tempat dengan sumber daya terbatas, deteksi dini semestinya difokuskan pada perempuan usia 30-40 tahun (Emilia, 2010). Dianjurkan sekali setahun secara teratur seumur hidup. Bila pemeriksaan tahunan 3x berturut –turut hasilnya normal, pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan setiap 3 tahun (Widyastuti, 2009).

Bila hasil pemeriksaan pap smear ditemukan adanya sel-sel epithel serviks yang bentuknya abnormal (displasia), harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada wanita dengan risiko tinggi, pemeriksaan harus dilakukan sekali setahun atau sesuai petunjuk dokter ( Widyastuti, 2009).

Ada beberapa metode untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV (Human Pappiloma Virus) dan kanker serviks seperti berikut:

1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat)

Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat, kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks.

2. Pap Smear

(14)

sedunia, dengan secara teratur melaukan test Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Setiap wanita yang telah berumur 18 tahun atau wanita yang telah aktif secara seksual selayaknya mulai memeriksakan pap smear. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tahun walaupun tidak ada gejala kanker. Pemeriksaan dilakukan lebih dari setahun jika sudah mencapai usia 65 tahun atau tiga pemeriksaan sebelumnya menunjukkkan hasil normal (Bustan, 2007).

3. Thin prep

Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di servik atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim, tentu hasilnya akan lebih akurat dan tepat.

4. Kolposkopi

(15)

5. Vikogravi

Pemeriksaan kelainan di portio dengan membuat foto pembesaran portio setelah dipulas dengan asam asetat 3-5 % yang dapat dilakukan oleh bidan hasil foto dikirim ke ahli kandungan.

6. Papnet (komputerisasi)

Pada dasarnya pemeriksaan papnet berdasarkan pemeriksaan slide tes pap, bedanya untuk mengidentifikasi sel abnormal dilakukan secara komputerisasi. Slide hasil pap yang mengandung abnormal dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi. Menurut WHO Program skrining (deteksi dini) dilakukan :

1. Minimal 1x pada usia 35-40 tahun

2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. 3. Kalau fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun.

Yang ideal dan optimal dilakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.

2.2. Pemeriksaan Pap Smear

(16)

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tahun walaupun tidak ada gejala kanker. Pemeriksaan dilakukan lebih dari setahun jika sudah mencapai umur 65 tahun atau tiga pemeriksaan bertutur-turut sebelumnya menunjukkan hasil normal. Pemeriksaan lebih sering dilakukan pada wanita yang mempunyai lebih dari satu pasangan, telah berhubungan seksual sejak remaja, mempunyai penyakit kelamin, merokok, dan ada infeksi Human Papilloma Virus (Bustan, 2007).

2.2.1. Manfaat Pemeriksaan Pap Smear

Pap Smear dilakukan untuk mendeteksi kanker serviks, untuk mendeteksi adanya radang pada serviks dan tingkat peradangannnya, penyebab radang, serta menentukan penanganan dan pengobatan (Emilia, 2010).

2.2.2. Bahan Pemeriksaan Pap Smear

Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina (sekret servical, sekret endo servical, sekret endometrial, sekret fornik posterior). Jangan melakukan pemeriksaan Pap Smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop.

2.2.3. Kelebihan dan Kelemahan Pemeriksaan Pap Smear a. Kelebihan

1. Menenangkan hati bagi sebagian besar orang yang mengalami perubahan sebelum ganas.

(17)

b. Kelemahan

1. Rasa takut menemukan kanker

2. Kecemasan terjadi saat menunggu hasil 2.2.4. Prosedur Pap Smear

a. Pemeriksaan akan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Tidur telentang dengan kedua kaki berada pada penyangga kaki di kiri dan kanan tempat tidur.

c. Pemeriksa akan memeriksa apakah ada pembengkakan, luka, inflamasi, atau gangguan lain pada alat kelamin bagian luar.

d. Memasukkan instrumen metal atau plastik yang disebut spekulum ke dalam vagina. Tujuannya agar muluit rahim dapat leluasa terlihat.

e. Dengan swab atau spatula kayu atau semacam sikat, operator mengambil sel pada saluran mulut rahim, pada puncak mulut rahim, dan pada daerah peralihan mulut rahim dan vagina.

f. Operator akan meletakkan sel-sel tersebut pada kaca obyek yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

g. Spekulum kemudian dilepaskan.

h. Operator biasanya akan melanjutkan memeriksa ovarium, uterus, vagina, tuba fallopi dan rectal(anus) dengan tangannya.

(18)

mikroskop lebih lanjut. Pemeriksaan biopsi berguna untuk mengonfirmasi hasil pemeriksaan Pap Smear (Nugroho, 2010).

2.3. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor Predisposisi adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku, dimana faktor tersebut memberikan alasan atau motivasi untuk terjadinya suatu perilaku. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi serta nilai-nilai yang dianut dan persepsi terhadap kebutuhan dan kemampuan yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk berperilaku.

Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 1997). Untuk berperilaku sehat, misalnya dalam upaya deteksi dini kanker serviks diperlukan pengetahuan dan kesadaran individu untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat individu untuk melakukan inovasi yang ditawarkan, misalnya tak perlu melakukan pemeriksaan pap smear, memperlihatkan alat kelamin kepada orang lain merupakan hal yang tabu (Notoatmodjo, 2007).

2.3.1. Pengetahuan (Knowledge)

(19)

Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahit, 2006).

Untuk memperoleh pengetahuan manusia melakukan tiga cara, yaitu:

1. Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini akan membentuk kerangka fikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya.

2. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan formal atau resmi (di sekolah) maupun dari pendidikan non formal (tidak resmi), seperti kursus, penataran dan lain-lain.

3. Melalui petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai komunikasi simbolis.

Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan : 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintepretasi materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication)

(20)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).

(21)

2.3.2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2007).

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon ( secara positif maupun negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2007).

Menurut H.L. Bloom dalam Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap bukanlah suatu benda, ini adalah proses, suatu interaksi yang melibatkan tidak saja orang dan objek, tetapi semua faktor lain yang hadir dalam setiap situasi (Ahmadi, 1991).

Newcomb salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan prediposisi tindakan suatu perilaku.

Menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek.

Ciri-ciri sikap adalah:

(22)

Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan dengan jelas.

d. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kacakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

e. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999 ).

Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Menerima ( Receiving )

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan (objek)

2. Merespon (Responding)

(23)

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang tinggi.

Sikap dapat pula dibedakan atas: 1. Sikap positif

Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.

2. Sikap negatif

Sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Fungsi sikap :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri 2. Sebagai alat pengukur tingkah laku 3. Sebagai alat pengatur pengalaman 4. Sebagai pernyataan kepribadian

(24)

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara lain:

a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

b. Sikap akan di ikuti atau tidak di ikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.

c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

Pembentukan dan perubahan sikap:

Menurut Saarwono (2007), pembentukan dan perubahan sikap melalui beberapa cara yaitu:

a. Adaptasi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan memengaruhi terbentuknya suatu sikap.

b. Diperensiasi yaitu dengan berkembangnya inteligensi, bertambahnya pengalaman sejalan dengan bertambahnya usia maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang dipandang tersendiri.

2.3.3. Kepercayaan

(25)

naluri menghambakan diri kepada yang maha tinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan lingkungannya, yang dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau refleksi ketidak mampuan manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup dan hanya yang maha tinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan hidup dan kehidupan. Kepercayaan dalam konteks agama, adalah sebahagian daripada suatu asas pembangunan moral. Dalam konteks ini kepercayaan dikenali sebagai Akidah ataupun Iman. Adapun kepercayaan itu dikatakan berkedudukan-memihak, karena ia sentiasa melibatkan penekanan, penuntutan, dan jangkauan daripada seorang individu mengenai kebenaran sesuatu.

Kepercayaan secara umumnya bermaksud pengakuan akan benarnya terhadap sesuatu perkara. Biasanya, seseorang yang menaruh kepercayaan pada suatu pekara itu akan disertai oleh perasaan pasti atau kepastian terhadap pekara yang berkenaan.

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2002).

Kepercayaan merupakan variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan (McKenzie, 2006).

(26)

rendah. Mereka masih percaya kepada dukun, karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih senang berobat dan meminta tolong kepada dukun. Petugas kesehatan dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya dan tidak mempunyai kharismatik.

2.3.4. Tradisi (Traditio)

Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan di masyarakat, menganggap bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi dari pada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang lama karena sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari (Syarifudin, 2009).

Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, agar tradisi ini tidak punah. Tradisi yang ada di masyarakat seperti pandangan mengenai kesakitan, kematian di tiap-tiap daerah berbeda sesuai kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku (Syafrudin, 2009).

(27)

tradisi/kebiasaan dari sebagian besar masyarakat segala kegiatan yang akan dilakukan harus atas persetujuan keluarga.

Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat tertentu merupakan cara penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya (Leonard Siregar, 2002).

2.3.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan dan Tradisi

a. Kurangnya pengetahuan sangat berpengaruh pada tingkat kesadaran kesehatan dan pencegahan penyakit, masyarakat tidak pernah peduli dengan kesehatan karena ketidak tahuannya.

b. Sikap yang buruk tidak pernah menganggap kesehatan itu penting dan tak mau melakukan suatu tindakan untuk menjaga kesehatannya.

c. Kepercayaan adalah merupakan variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau mayarakat sudah tidak percayaan dengan petugas kesehatan dan fasilitas yang ada usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan.

d. Tradisi yang dianut masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat individu untuk melakukan pemeriksaan tersebut.

2.4. Landasan Teori

(28)

Gambar : 2.1. Teori Lawrence Green

Sumber : Notoatmodjo, 2007 dan pengembangan penulis

Lawrence Green (1991) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan sesorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior couses) dan faktor di luar perilaku (non-behavior couses). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor ;

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik : tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

Faktor pendukung (Enabling factors): - Fasilitas kes - Sarana kesehatan

Status kesehatan

Faktor Pendorong (reinforcing factors) :

- Tokoh masyarakat, tokoh agama - Sikap petugas kes.

U d d

Perilaku Faktor

predisposising: - Pengetahuan - Sikap

(29)

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari prilaku masyarakat.

Dari teori Green dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Seseorang yang tidak mau melakukan pap smear dipelayanan kesehatan disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat pap smear bagi kesehatannya (predisposising factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari pelayanan kesehatan (enabling factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah melakukan pap smear (reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2007).

2.5. Kerangka Konsep

[image:29.612.138.511.537.655.2]

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor predisposisi:

- Pengetahuan - Sikap

- Kepercayaan - Tradisi

Gambar

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan uji t pada persamaan regresi sederhana dengan tingkat signifikansi 0,05 ternyata hasil analisis data menunjukkan bahwa

Contoh tanah yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (utuh), diambil dengan menggunakan ring atau selinder dari metal (umumnya terbuat dari kuningan atau plastik,

mengetahui hubungan fungsional antar variabel yang mana skor pada suatu variabel dapat digunakan untuk memprediksi skor pada variabel lainnya dilakukan analisis

Hasil perhitungan tingkat pengembalian internal investasi usaha pembibitan durian di Desa Tulusrejo Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa

Penelitian budaya kosmopolitanisme dalam praktik jual beli di pasar terapung pada Kalimantan Selatan ini menjadi unik bagaimana pedagang di pasar terapung dalam

Dengan pada dasarnya orang tua kandung merelakan penyerahan anaknya kepada pasangan yang belum mempunyai keturunan untuk dijadikan anak angkat mereka dari orang yang

Graf yang setiap sisinya diberikan orientasi arah disebut sebagai graf berarah.. Graf

Dampak positif yang diberikan untuk Pondok adalah sumber daya manusia dapat menjalankan tugas atau tanggung jawabnya dengan tepat waktu, Pondok semakin disiplin