ABSTRAK
KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DI HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN
Oleh
AGUNG WAHYUDI
Hutan Pendidikan merupakan wahana bagi masyarakat khususnya pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mempelajari hutan dan hubungan timbal balik antarkomponen ekosistemnya. Data tentang spesies pohon yang menyusun hutan pendidikan merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk pendidikan maupun pengembangan pengelolaan hutan pendidikan. Paper ini ditujukan untuk mengisi ruang dimana informasi mengenai keanekaragaman pohon di blok hutan pendidikan Tahura Wan Abdul Rachman sangat terbatas dan kurang terdokumentasi dengan baik. Data spesies pohon diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 0,12% dari 1.143 ha luas blok hutan pendidikan, yaitu seluas 1,37 ha. Luas petak contoh tersebut terbagi dalam 10 petak contoh di sub blok lindung dan 24 petak contoh di sub blok perhutanan sosial. Dari penelitian ini ditemukan 60 spesies pohon yang tersebar 41 spesies pada sub blok lindung dan 19 spesies pada sub blok perhutanan sosial. Pada sub blok lindung memiliki Indeks Keanekaragaman sebesar 1,45 dan didominasi oleh spesies kenari (Canarium commune) dengan INP sebesar 26,98%. Pada sub blok perhutanan sosial memiliki Indeks Keanekaragaman sebesar 1,09 dan di dominasi oleh spesies durian (Durio zibethinus) dengan INP sebesar 67,28%.
ABSTRACT
TREES DIVERSITY IN THE TAHURA WAN ABDUL RACHMAN EDUCATIONAL FOREST
By
AGUNG WAHYUDI
Educational Forest is place for the public, especially students and researchers to study the interrelationship between the components of the forest ecosystem. Information on the types of trees is one of the basic information for education and the development and management of educational forest. This study is performed to fill a gap where information regarding biodiversity in Educational Forest of Tahura Wan Abdul Rahman is lacking. Sampling intensity used was 0.12% of the 1,143 ha forest area of education, so that is an area of 1.37 ha sample plots. Sample plot consisted of 10 plots in the blok protected and 24 plots in sub-blok social forestry. It was found that 60 tree species were registered, which comprised of 41 species of trees scattered in the sub-blok protected and 19 species in sub-blok social forestry. Diversity Index in the sub-blok protected was 1.45 and is dominated by the kind of Kenari (Canarium commune) with 26.98% of Key Value Index. Diversity Index in the sub-blok social forestry was 1.09 and is dominated by Durian (Durio zibethinus) with 67.28% of Key Value Index.
KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DI HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN
(Skripsi)
Oleh
AGUNG WAHYUDI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
i
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23
ii
H. Penutupan Lahan ... 27
I. Gambaran Umum Lokasi Hutan Pendidikan ... 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Hasil Penelitian ... 29
1. Keanekaragaman Spesies Pohon ... 29
2. Tingkat Keanekaragaman Jenis... 33
3. Indeks Kesamaan Jenis ... ... 34
B. Pembahasan ... 34
1. Keanekaragaman Spesies Pohon ... 34
2. Indeks Keanekaragaman Jenis dan Indeks Kesamarataan ... 41
3. Indeks Kesamaan Jenis ... 44
4. Keanekaragaman Pohon dan Implikasinya Pada Pengelolaan Hutan Pendidikan ... 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Koordinat petak contoh di sub blok lindung. ... 16
Tabel 2. Koordinat petak contoh di sub blok perhutanan sosial. ... 16
Tabel 3. Spesies pohon beserta familinya dan indeks nilai penting pohon berdasarkan tingkat pertumbuhan serta petak contoh di HPKT Tahura WAR ... 30
Tabel 4. Indeks keanekaragaman jenis dan indeks kesamarataan pohon berdasarkan tingkat pertumbuhan serta petak ukur penelitian pada sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial ... 33
Tabel 5. Indeks kesamaan jenis pohon di sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial HPKT Tahura WAR ... 34
Tabel 6. Data pohon fase pohon ... 52
Tabel 7. Data pohon fase tiang. ... 58
Tabel 8. Data pohon fase pancang ... 60
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka penelitian keanekaragaman jenis pohon di Hutan
Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR. ... 4
Gambar 2. Desain petak contoh di lapangan.. ... 14
Gambar 3. Peta Penyebaran Petak Contoh di HPKT Tahura WAR ... 15
Gambar 4. Grafik perbandingan jumlah spesies pohon berdasarkan tingkat pertumbuhannya di areal zona lindung.. ... 33
Gambar 5. Kondisi persaingan pertumbuhan pohon yang ada di sub blok lindung ... 36
Gambar 6. Pohon kemiri, spesies pohon yang mempunyai nilai ekonomi.. ... 37
Gambar 7. Bentuk vegetasi di sub blok lindung. ... 38
Gambar 8. Bentuk vegetasi di sub blok perhutanan sosial. ... 38
Gambar 9. Tegakan karet yang terdapat di sub blok perhutanan sosial. ... 40
Gambar 10. Pencatatan data pohon di HPKT Tahura WAR bulan September 2012 (Foto: Wahyudi dkk, 2012).. ... 63
Gambar 11. Penyesuian letak hutan pendidikan di lapangan dengan di peta (Foto: Wahyudi dkk, 2012).... ... 63
Gambar 12. Pembuatan petak contoh di HPKT Tahura WAR (Foto: Wahyudi dkk, 2012)... ... 64
Gambar 13. Pengukuran diameter pohon (Foto: Wahyudi dkk, 2012). ... 64
Gambar 14. Tegakan Sonokeling (Dalbergia latifolia) yang terdapat di HPKT Tahura WAR (Foto: Wahyudi dkk, 2012). ... 65
KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DI HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN
Oleh Agung Wahyudi
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DI HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN
Nama Mahasiswa : Agung Wahyudi Nomor Pokok Mahasiswa : 0814081003
Jurusan : Kehutanan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Dr. Arief Darmawan, S.Hut, M.Sc. NIP 195809231982111001 NIP 197907012008011004
Ketua Jurusan Kehutanan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S.
Sekretaris : Dr. Arief Darmawan, S.Hut, M.Sc. Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001
PERSEMBAHAN
Dengan kerendahan hati kupersembahkan karya kecil ini
untuk Abah dan Ummi tercinta, adik-adikku
tersayang serta cahaya langit yang tak pernah berhenti
memberikan
doa dan kasih sayang serta tak pernah lelah menanti
keberhasilanku
Saudara-saudaraku angkatan 2008 (Sylvester)
dan Keluarga Besar Himasylva Unila
terima kasih atas semua semangat, motivasi, doa
serta kebersamaan yang tak terlupakan di Kehutanan
RIWAYAT HIDUP
Dengan rahmat Allah SWT penulis dilahirkan di Karang Anyar Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 17 Juni 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zulkarnain dan Ibu Herlina.
Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Karang Anyar pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri 29 Bandar Lampung pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas Perintis 2 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur PKAB.
dosen pada mata kuliah Pemanenan Hasil Hutan, Manajemen Pengelolaan dan Inventarisasi Satwa Liar, dan Wisata Hutan Berkelanjutan.
SANWACANA
Asslamualaikum war. wab.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan
Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman” skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW, dengan harapan di hari akhir akan mendapatkan syafaatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung sekaligus dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Pihak UPTD Tahura Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung yang banyak membantu baik dalam pengumpulan data dan membatu memfasilitasi penelitian penulis.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum war. wab.
1
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hutan pendidikan merupakan wahana bagi masyarakat khususnya pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mempelajari hutan dan hubungan timbal balik antarkomponen ekosistemnya. Beberapa hutan pendidikan di Indonesia biasanya dikelola oleh Universitas, misalnya Hutan Pendidikan Gunung Walat (IPB) dan Hutan Pendidikan Wanagama (UGM). Di Provinsi Lampung, Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu (HPKT) berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Hutan pendidikan ini merupakan wujud dari Perjanjian Kerjasama antara Dinas Kehutanan Propinsi Lampung dengan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada Tahun 2009 (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2009).
2
tersimpan dalam karbohidrat dan mengeluarkan Oksigen yang kemudian dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup di dalam proses pernapasan. Keanekaragaman pohon dapat dijadikan penciri (indikator) tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman pohon dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman pohon juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994 dikutip oleh Indriyanto, 2006).
Informasi mengenai keanekaragaman pohon di HPKT Tahura WAR saat ini sangat terbatas dan kurang terdokumentasi dengan baik. Penelitian tentang keanekaragaman jenis pohon di hutan pendidikan ini masih sangat diperlukan untuk memperbarui informasi yang sudah ada dan menambah informasi yang belum terdokumentasikan.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Keanekaragaman Jenis Pohon pada Sub Blok Lindung HPKT Tahura WAR.
2. Bagaimana Kenaekaragaman Jenis Pohon pada Sub Blok Perhutanan Sosial HPKT Tahura WAR
3
C.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis pohon yang ada di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Universitas Lampung Tahura Wan Abdul Rachman.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber informasi tentang keanekaragaman pohon di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Universitas Lampung Tahura Wan Abdul Rachman.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi pelestarian dan perlindungan pohon dan pengelolaan Hutan Pendidikan Universitas
Lampung Tahura Wan Abdurrachman.
E.Kerangka Pemikiran
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Direktorat Jendral Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam, 2003).
4
Sub Blok Lindung Sub Blok Perhutanan Sosial Pohon
Metode Purposive Sampling
Keanekaragaman Jenis Pohon di HPKT Tahura WAR
komunitasnya. Pengambilan data keanekaragaman spesies pohon di HPKT Tahura WAR dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Hal ini dikarenakan informasi kondisi umum hutan pendidikan yang terdiri dari sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial sudah diketahui.
Data penelitian tersebut digunakan untuk memperkirakan tingginya kekayaan dan keanekaragaman spesies pohon yang ada, sehingga didapatkan nilai indeks struktur komunitas di HPKT Tahura WAR. Hasil penelitian tersebut juga diharapkan dapat menjadi salah satu upaya konservasi untuk pendidikan maupun pengembangan pengelolaan HPKT Tahura WAR.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Direktorat Jendral Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam, 2003).
Berdasarkan SK Menhut No.742/Kpts-VI/1992 tanggal 21 Juli 1992, kawasan hutan Register 19 Gunung Betung (hutan lindung) diubah fungsinya menjadi Taman Hutan Raya, selanjutnya pada tahun 1993, Menteri Kehutanan dengan pertimbangan untuk menjamin pelestarian lingkungan dan konservasi alam, status hutan lindung Register 19 Gunung Betung ditingkatkan menjadi hutan konservasi berupa Taman Hutan Raya (Tahura) dengan nama Tahura Wan Abdul Rachman dengan luas 22.249,31 Ha, melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 408/Kpts-II/1993 tanggal 10 Agustus 1993 (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2009).
6
Wan Abdul Rachman dibagi habis menjadi blok-blok pengelolaan (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009), yaitu:
1. Blok Koleksi Tumbuhan, sesuai dengan fungsi Tahura pada blok ini diarahkan untuk koleksi tanaman asli dan bukan asli serta langka atau tidak langka. 2. Blok Pemanfaatan, bentuk pemanfatan dalam kawasan Tahura adalah untuk
kegiatan pendidikan, penelitian dan wisata alam, pada blok ini juga dapat dibangun sarana dan prasarana kegiatan tersebut (Maksimal 10% dari luas blok pemanfatan).
3. Blok Perlindungan, bagian dari kawasan Tahura sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta penyangga kehidupan.
4. Blok lainnya (Pendidikan, penelitian, dan social forestry), pada blok ini dapat dilakukan aktivitas pendidikan dan penelitian serta pengelolaan hutan bersama masyarakat terbatas dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.
B.Hutan Pendidikan
Pengembangan Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rahman merupakan kerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan Dinas Kehutanan Propinsi Lampung. Tujuan dari kegiatan kerjasama pengembangan hutan pendidikan dirancang untuk mencapai beberapa tujuan strategis berikut (Anonim, 2010):
1. Membangun model pengelolaan hutan konservasi terpadu secara berlanjutan. 2. Membangun sumber belajar untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia
7
disiplin ilmu yang terkait dengan aspek pengelolaan dan pembangunan kehutanan berkelanjutan.
3. Mengembangkan iptek tepat guna yang terkait dan bermanfaat untuk pembangunan kehutanan berkelanjutan dan membangun pusat keunggulan manajemen hutan.
4. Mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan secara berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, peningkatan mutu aparat pemerintah daerah, dan peningkatan mutu pengelolaan perguruan tinggi.
Untuk mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan secara efektif, dirumuskan strategi dan arah kebijakan sebagai berikut:
1. Mengembangkan kerjasama kelembagaan ”Pengembangan Hutan Pendidikan
Konservasi Terpadu Unila” antara Unila melalui Fakultas Pertanian dengan
pihak Departemen Kehutanan RI dan Dinas Kehutanan Propinsi Lampung. 2. Mengembangkan program pengelolaan hutan pendidikan konservasi terpadu
yang sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan (dalam jangka pendek, menengah, dan panjang), dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan stakeholder terkait.
3. Mengembangkan kerjasama partnership dengan mitra eksternal (termasuk masyarakat sekitar) untuk implementasi program Pengembangan Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Unila.
C. Vegetasi
8
terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai satu komunitas tumbuh-tumbuhan (Ruslan, 1986).
Flora adalah kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu wilayah, sedangkan vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk oleh berbagai populasi jenis tumbuhan yang terdapat di dalam satu wilayah atau ekosistem serta memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu (Fachrul, 2007).
Komposisi ekosistem tumbuhan dapat diartikan variasi jenis flora yang menyusun suatu komunitas. Komposisi jenis tumbuhan merupakan daftar floristic dari jenis tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas (Misra, 1980). Jenis tumbuhan yang ada dapat diketahui dari pengumpulan atau koleksi secara periodik dan identifikasi di lapangan. Daftar floristic sangat berguna karena dapat dipakai sebagai salah satu parameter vegetasi untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan dalam komunitas.
tumbuhan-9
tumbuhan menjalar (liana), perdu dan herba serta berbagai jenis hewan dan jamur (Whitmore, 1975 dikutip oleh Fachrul, 2007).
Inventarisasi vegetasi darat pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis tumbuhan dan dominansinya. Inventarisasi tumbuhan dilakukan pada areal proyek dengan mencatat jenis-jenis yang terdapat di areal tersebut. Tujuan sampling aspek vegetasi pada ekosistem alami ataupun pada ekosistem yang sudah terganggu, pada umumnya adalah untuk melakukan identifikasi jenis potensial atau untuk mengetahui besarnya tingkat kerusakan vegetasi dan perubahan komunitas yang terjadi di sekitar lokasi industry yang diakibatkan oleh suatu kegiatan (Fachrul. 2007).
Dalam analisis kualitatif, terdapat beberapa parameter dalam mempelajari komunitas tumbuhan yaitu (Indriyanto, 2006):
1. Densitas
Densitas merupakan jumlah individu per unit luas atau per unit volume dengan kata lain densitas merupakan kerapatan jumlah individu organism persatuan ruang.
2. Frekuensi
10
3. Luas Penutupan
Luas penutupan merupakan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar.
4. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologi. Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya agar tetap stabil meskipun terdapat gangguan terhadap komponen. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi karena interaksi jenis yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi
D. Habitus Tumbuhan
Habitus adalah perawakan pohon atau wujud bentuk fisik pohon secara keseluruhan. Semua jenis pohon memiliki bentuk tajuk yang spesifik (khas) selama pohon tersebut dalam keadaan pertumbuhan yang normal. Meskipun bentuk tajuk beberapa jenis pohon selalu berubah-ubah karena mengikuti pola pertumbuhan dari tingkat muda ke tingkat dewasa, tetapi bentuk yang spesifik dan relatif tetap akan muncul setelah pohon tersebut mencapai tingkat dewasa (Grey dan Denake, 1978 dikutip oleh Indriyanto, 2006).
11
1. Pohon adalah kelompok tumbuhan berkayu, berukuran besar, dengan tinggi tumbuhan lebih dari 5 meter.
2. Perdu dan semak adalah tumbuhan berkayu, berukuran kecil, dengan tinggi tumbuhan kurang dari 5 meter.
3. Herba/terna adalah tumbuhan berkayu yang berdaur hidup (berumur) pendek. 4. Liana adalah tumbuhan berkayu yang tumbuhnya merambat atau memanjat. 5. Epifit adalah tumbuhan berkayu yang hidupnya menempel atau melekat pada
12
III. METODE PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak di antara 1050 09 22,17 s/d 1050 11 39,13 BT dan 050 24 09,78 s/d 050 26
11,41 LS. Secara administratif, sebagian besar wilayah hutan pendidikan
berbatasan langsung dengan 2 (dua) kelurahan, yaitu Kelurahan Sumber Agung dan Kelurahan Batu Putu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2012.
B. Data dan Alat Penelitian
Data penelitian adalah informasi fisik pohon yang ada di HPKT Tahura WAR. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS) Garmin, tally sheet, kamera DSLR Canon D1100, pita ukur, hagameter, tali rapia, kalkulator, dan alat tulis.
C.Jenis Data 1. Data Primer
13
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi studi literatur yang mendukung penelitian, seperti: a. Karakteristik lokasi penelitian yang berupa keadaan fisik lokasi penelitian. b. Penelitian-penelitian tentang keanekaragaman jenis pohon yang telah di
lakukan di lokasi lain.
D. Batasan Penelitian
1. Hutan pendidikan adalah blok atau areal yang berada di dalam kawasan Tahura WAR yang telah bekerjasama dengan Universitas Lampung dalam pengelolaannya.
2. Fase pohon yang diamati mencakup semai, pancang, tiang, dan pohon. 3. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang pada saat masak fisiologis memiliki
tinggi lebih dari 5 meter.
4. Tiang adalah pohon dengan diameter batang 10 cm - 20 cm.
5. Pancang adalah pohon yang tingginya lebih dari 1,5 meter dengan diameter batang kurang dari 10 cm.
6. Semai adalah pohon yang tingginya kurang dari 1,5 meter.
E. Metode Pengumpulan Data
14
pancang, dan 10 m x 10 m untuk fase tiang. Data mengenai spesies pohon yang terdapat di hutan pendidikan dicatat kedalam tabel pengamatan, kemudian ditabulasi berdasarkan fase pertumbuhan pohon. Desain petak contoh di lapangan disajikan pada Gambar 2 dan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.
D C B A
Gambar 2. Desain petak contoh di lapangan. Keterangan :
Petak A = petak berukuran 20m x 20m untuk pengamatan pohon. Petak B = petak berukuran 10m x 10m untuk pengamatan tiang. Petak C = petak berukuran 5m x 5m untuk pengamatan pancang. Petak D = petak berukuran 2m x 2m untuk pengamatan semai.
16
Pengambilan data petak contoh terdapat 34 titik koordinat yaitu 10 di sub blok lindung dan 24 di sub blok perhutanan sosial (Tabel. 1 dan Tabel. 2).
Tabel 1. Koordinat petak contoh di sub blok lindung
Petak Contoh E S
Tabel 2. Koordinat petak contoh di sub blok perhutanan sosial
17
F. Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis data (Indriyanto, 2006) sebagai berikut:
1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organism per satuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K.
K = jumlah indivudu luas seluruh petak contoh
Dengan demikian, densitas spesies ke-i dapat dihitung sebagai K-i, daan densitas relative setiap spesies ke-i, terhadap kerapatan total dapet dihitung sebagai KR-i.
K-i = jumlah individu untuk spesies ke-i luas seluruh petak contoh
KR-i = kerapatan spesies ke-i x 100% kerapatan seluruh spesies
2. Frekuensi
18
Apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar.
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke-i (F-i) dan frekuensi relative spesies ke-I (FR-i) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
F = jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies jumlah seluruh petak contoh
F-i = jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies ke-i Jumlahmseluruh petak contoh
FR-i = frekuensi suatu spesies ke-i x 100% frekuensi seluruh spesies
3. Luas Penutupan
19
parameter yang digunakan untuk menunjukan spesies pohon yang dominan dalam suatu komunitas.
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, luas penutupan spesies (C), luas penutupan spesies ke-I (C-i) dan luas penutupan relative spesies ke-i (CR-i) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jika berasarkan luas basal area atau luas bidang dasar, maka: C = luas basal area
Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas pohon. Spesies-spesies-spesies yang dominan dalam suatu komunitas pohon akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.
20
dan indeks nilai penting untuk spesies ke-i (INP-i) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
INP = KR + FR + CR INP = KR-I + FR-i + CR-i
5. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman spesies juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto, 2006)
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (Odum, 1993), dengan rumus sebagai berikut:
H’= -∑ Pi ln(Pi), dimana Pi = (ni/N)
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) adalah sebagai berikut:
H’ < 1 : keanekaragaman rendah 1<H’≤3 : keanekaragaman sedang
21
6. Indeks Kesamarataan (E)
Nilai indeks kemerataan jenis dapat menggambarkan kestabilansuatu komunitas. Nilai indeks kemerataan (E) berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E atau mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organisme dalam komunitas tersebut yang didominasi oleh jenis tertentu dan sebaliknya semakin besar nilai E atau mendekati satu,maka organisme dalam komunitas akan menyebar secara merata (Krebs,1989).
Untuk mengetahui besarnya indeks kesamarataan menurut Pielou (1966) dalam Odum (1993) yaitu sebagai berikut:
Kriteria komunitas lingkungan berdasarkan indeks kemerataan: 0,00 < E < 0,50 komunitas tertekan
0,05 < E < 0,75 komunitas labil 0,75 < E < 1,00 komunitas stabil
7. Indeks Kesamaan
Indeks kesamaan atau index of similarity (IS) diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara beberapa unit sampling, atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya.
22
IS = 2C A+B Keterangan:
IS : indeks kesamaan
C : jumlah spesies yang sama dan terdapat pada kedua komunitas A : jumlah spesies di dalam komunitas A
B : jumlah spesies di dalam komunitas B
32
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Keanekaragaman Spesies Pohon
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR terdapat 60 spesies pohon yang tercakup dalam 22 famili. Spesies-spesies pohon tersebut disajikan dalam Tabel 3 yang menggambarkan spesies pohon beserta familinya dan indeks nilai penting pohon berdasarkan tingkat pertumbuhan serta petak ukur di HPKT Tahura WAR.
33
Gambar 4. Grafik perbandingan jumlah spesies pohon berdasarkan tingkat pertumbuhannya di HPKT Tahura WAR.
2. Tingkat Keanekaragaman Jenis
Indeks keanekaragaman jenis pohon dan indeks kemerataan berdasarkan tingkat pertumbuhan serta petak contoh penelitian pada Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman tertera dalam Tabel 4.
Table 4. Indeks keanekaragaman jenis dan indeks kesamarataan pohon
berdasarkan tingkat pertumbuhan serta petak contoh penelitian pada sub
34
3. Indeks Kesamaan Jenis
Pengambilan data pohon yang dilakukan di hutan pendidikan dibagi menjadi dua areal yaitu sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial. Perbedaan sub blok ini menyebabkan perbedaan pada spesies pohon yang ada di hutan pendidikan. Indeks kesamaan dari kedua sub blok tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks kesamaan jenis pohon di sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial HPKT Tahura WAR
Keterangan Jumlah
Jumlah spesies di sub blok lindung (A) 39 Jumlah spesies di sub blok perhutanan sosial (B) 25 Jumlah spesies yang sama pada kedua sub blok (C) 4
Indeks Kesamaan (IS) 0.12
B. Pembahasana
1. Keanekaragaman Spesies Pohon
35
beranekaragam sebagaimana hasil yang telah didapatkan di atas. Pada Gambar 4 menunjukan bahwa fase pohon mempunyai jumlah spesies terbanyak daripada fase tiang, fase pancang dan fase semai. Banyaknya spesies pohon pada fase pohon menunjukan bahwa spesies di petak contoh tersebut lebih heterogen dibandingkan pada petak contoh lainnya.
Perbedaan jumlah spesies pohon ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi lingkungan. Pohon pada fase pohon memperoleh sinar matahari lebih banyak, cahaya merupakan faktor penting dalam persaingan antartetumbuhan untuk memproduksi makanan baginya. Disamping itu terjadi juga persaingan dalam memperoleh air, udara, dan unsur hara di dalam tanah (Indriyanto, 2006).
36
Gambar 5. Kondisi persaingan pertumbuhan pohon yang ada di sub blok lindung.
Menurut Heddy (1994) Keanekaragaman spesies sangat dipengaruhi oleh tingkat jenjang makanan. Misalnya jumlah herbivora ataupun predator sangat mempengaruhi rumput atau komunitas yang dimangsa. Pemangsa, menghasilkan pengaruh dalam hal dia cenderung mengurangi keanekaragaman dan mendorong monokultur (Odum, 1993). Pemangsaan yang sedang sering mengurangi kepadatan organisme dominan sehingga akan mengurangi kompetisi antar spesies sehingga memberi kesempatan lebih baik kepada spesies yang lain untuk mendapatkan tempat dan makanan sehingga keanekaragaman akan naik. Tetapi sebaliknya pemangsaan yang berat akan merupakan stress dan mengurangi jumlah spesies (Heddy, 1994).
37
pemangsaan di samping dilakukan oleh hewan herbivora juga dilakukan oleh manusia yaitu dengan menghilangkan spesies pohon yang tidak menghasilkan nilai ekonomi bagi petani pengolah lahan tersebut dan mengganti dengan spesies pohon yang mempunyai nilai ekonomi non kayu yang diusahakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pengolah lahan, seperti yang terlihat pada Gambar 6. Jika ditelusuri dari awal mulanya sub blok perhutanan sosial dahulu merupakan hutan alam sama seperti yang terdapat di sub blok lindung, namun karena adanya masyarakat yang bermigrasi ke wilayah tersebut maka sedikit demi sedikit kondisinya berubah menjadi seperti saat ini yang menerapkan sistem agroforestry.
Gambar 6. Pohon kemiri, spesies pohon yang mempunyai nilai ekonomi.
38
pinangsi (INP = 50,54%), fase pohon adalah spesies kenari (INP = 26,98). Sementara pada sub blok perhutanan sosial spesies pohon yang mendominasi yaitu pada fase semai adalah spesies durian (INP = 47,86%), fase pancang adalah spesies karet (INP = 63,33%), fase tiang adalah spesies karet (INP = 137,14%), fase pohon adalah spesies durian (INP = 67,28%). Spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi (Indriyanto, 2006). Bentuk vegetasi yang menyusun pada sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial dapat dilihat di Gambar 7. dan Gambar 8.
Gambar 7. Bentuk vegetasi di sub blok lindung.
39
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa spesies yang mendominasi pada sub blok lindung merupakan spesies yang tumbuh secara alami, sementara pada sub blok perhutanan sosial spesies pohon yang mendominasi merupakan spesies pohon hasil budidaya manusia yang menghasilkan nilai ekonomi.
Dominansi pada sub blok lindung adalah spesies medang, ki tulang, pinangsi dan kenari. Pohon medang (Litsea spp) merupakan jenis pohon yang memiliki Tinggi mencapai 35 m, panjang bebas cabang 10 – 20 m, diameter dapat mencapai 100 cm, banir sampai 2 m. Batang pada umumnya berdiri tegak, berbentuk silindris, kulit luar warna kelabu, kelabu-coklat, coklat merah sampai merah tua, kadang-kadang beralur dangkal atau mengelupas kecil-kecil. Tumbuh pada daratan kering, di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 100 – 1200 m dpl. Pohon Pinangsi termasuk pohon kecil atau perdu dengan tinggi antara 3 – 8 meter. Buahnya lebat berukuran kecil berwarna kekuning-kuningan. Pohon ini ditemukan pada petak contoh di sub blok lindung HPKT Tahura WAR. Pohon kenari (Canarium ovatum), adalah satu dari sekitar 600 jenis anggota suku Burseraceae Kenari berbentuk pohon sangat besar dengan bentuk yang simetris dan menarik. Tingginya dapat mencapai 20 m dengan kayunya yang mengandung resin, juga selain itu tahan terhadap angin kencang. Tanaman ini adalah tumbuhan berumah dua, dengan bunganya yang tumbuh di pangkal daun yang masih muda. Seperti layaknya pada pepaya atau rambutan, ada tumbuhan hermafrodit pula. Penyerbukan bunga tanaman ini dilakukan oleh serangga.
40
diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran-an sehingga menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitnya berduri tajam. Tanaman durian termasuk famili Bombaceae, memiliki tinggi mencapai ketinggian 25–50 m tergantung spesiesnya pohon durian sering memiliki banir (akar papan). Pepagan (kulit batang) berwarna coklat kemerahan, mengelupas tak beraturan. Tajuknya rindang dan renggang. Ketinggian tempat untuk bertanam durian tidak boleh lebih dari 800 m dpl. Tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam diberbagai ketinggian (Wikipedia, 2012).
Pohon Karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30 tahun. Habitus tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai 15-20 meter. Tanaman karet memiliki masa belum menghasilkan selama lima tahun dan sudah mulai dapat disadap pada awal tahun ke enam. secara ekonomis tanaman karet dapat disadap selama 15 sampai 20 tahun (Zennaque, 2012). Salah satu tegakan karet yang terdapat di sub blok perhutanan sosial dapat dilihat pada Gambar 9.
41
Spesies-spesies yang mendominasi pada suatu fase pertumbuhan pohon seperti semai, pancang, tiang, dan pohon akan mencirikan suatu komunitas pohon di wilayah tersebut. Spesies yang mendominasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; faktor genetik dan lingkungan, persaingan pohon yang ada dalam hal ini berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan dan gangguan manusia. Iklim dan mineral yang dibutuhkan akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan suatu spesies, sehingga spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak di temukan di dalam suatu kawasan (May dan Mclean, 2007).
Jenis tumbuhan yang mendominasi berarti memiliki kisaran lingkungan yang lebih luas dibandingkan dengan jenis lainnya. Sehingga dengan kisaran toleransi yang luas terhadap faktor lingkungan menyebabkan suatu jenis tumbuhan akan memiliki sebaran yang luas (Odum,1993).
2. Indeks Keanekaragaman Jenis dan Indeks Kesamarataan
Keanekaragaman jenis pohon berhubungan erat dengan jumlah spesies pohon dan jumlah individu spesies pohon. Keanekaragaman jenis pohon dapat dilihat dengan menggunakan berbagai parameter. Parameter tersebut antara lain menggunakan nilai indeks keanekaragaman dan indeks kesamarataan. Indeks keanekaragaman menunjukan hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu yang menyusun suatu komunitas (Heddy, 1994).
Keanekaragaman jenis merupakan hasil dari interaksi beberapa faktor yaitu : 1. Panjang waktu, karena keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas tumbuhan
42
2. Heteregonitas ruang, komunitas tumbuhan yang terbentuk akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang ada. Semakin heterogen dan kompleks maka akan dipengaruhi oleh lingkungan yang ada.
3. Adanya persaingan diantara individu suatu komunitas merupakan salah satu bagian dari seleksi alam, dengan demikian jenis penyusun yang ada pada suatu waktu merupakan jenis yang mampu bersaing (Odum, 1993)
43
Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah dalam ekosistem-ekosistem yang secara fisik terkendali dan tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi (Odum, 1993). Menurut Simon (1998), hutan yang mengalami gangguan baik diakibatkan alam maupun manusia mempengaruhi nilai keragaman antara fase pertumbuhan pohon. Kondisi seperti tersebut di atas membuktikan, bahwa areal hutan pendidikan yang tidak diperbolehkan adanya pengolahan lahan oleh manusia mampu mempertahankan keanekaragaman spesies pohonnya lebih tinggi dibandingkan areal yang terdapat kegiatan pengolahan lahan oleh manusia.
Masih rendahnya keanekragaman jenis di sub blok perhutanan sosial menunjukan bahwa perlu adanya upaya-upaya peningkatan keanekaragaman jenis, baik penambahan spesies baru maupun meningkatkan jumlah individu serta penyebaran yang merata. Karena dengan berkurangnya keanekaragaman jenis dan jumlah pohon dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem akan menurun. Apabila di dalam kawasan hutan keseimbangan ekosistem menurun, maka terjadi penurunan fungsi ekologis hutan seperti; sistem perakaran pada pohon hutan akan terganggu, sehingga tidak mampu mengurangi kecepatan aliran air yang menyebabkan erosi dan banjir. Dengan nilai keanekaragaman yang tinggi maka komunitas tersebut semakin stabil sehingga mampu untuk bersaing dalam mengambil nutrisi dan unsur hara yang menunjukan adanya kestabilan suatu komunitas (Odum, 1993).
44
mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organisme dalam komunitas tersebut yang didominansi oleh spesies tertentu dan sebaliknya semakin besar nilai E atau mendekati satu, maka organisme dalam komunitas akan menyebar secara merata (Daget, 1976). Data Tabel 4 menunjukkan indeks kesamarataan spesies pohon pada sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial termasuk ke dalam komunitas stabil, kecuali indeks kesamarataan pada fase tiang di sub blok perhutanan sosial yang berada pada komunitas labil dengan nilai indeks kesamarataan < 0,75. Fase lainnya memiliki nilai indeks kesamarataan > 0,75. Hal ini menunjukkan bahwa populasi antara spesies pohon yang ada di hutan pendidikan cukup merata sehingga tidak mudah mendapatkan gangguan serta mudah kembali ke keadaan semula.
Komunitas dengan keanekaragaman tinggi akan lebih mantap terhadap gangguan lingkungan/iklim. Keanekaragaman cenderung meningkat pada komunitas yang lebih tua dan keanekaragaman rendah pada komunitas yang baru terbentuk. Sub blok lindung hutan pendidikan dapat dikatagorikan hutan yang lebih tua dibandingkan sub blok perhutanan sosial sehingga sub blok lindung lebih mantap terhadap gangguan lingkungan/iklim (Odum, 1993).
3. Indeks Kesamaan Jenis
45
serangkaian spesies dari kedua komunitas yang dibandingkan identik. Pada kedua sub blok hutan pendidikan jumlah spesies yang sama berjumlah 4 dari 60 spesies yang ditemukan pada kedua sub blok tersebut.
Kesamaan spesies pohon pada dua sub blok di hutan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5. Indeks kesamaan sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial adalah 0,12 yang lebih mendekati nilai nol yang berarti bahwa kesamaan spesies antara kedua sub blok mengarah kepada ketidak samaan. Nilai indeks kesamaan yang rendah dikarenakan adanya perbedaan aktivitas budidaya yang dilakukan pada kedua sub blok, pada sub blok lindung dilakukan secara alami sementara pada sub blok perhutanan sosial dilakukan oleh manusia sehingga pohon yang berada pada sub blok perhutanan sosial sangat dipengaruhi oleh keinginan manusia (petani penggarap).
4. Keanekaragaman Pohon dan Implikasinya Pada Pengelolaan Hutan Pendidikan
46
harapan seiring dengan berjalannya waktu, keanekaragaman jenis pohonnya dapat lebih baik dari keadaan yang ada saat ini. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya pelestarian yaitu rehabilitasi areal yang rusak, pengkayaan dan penangkaran jenis untuk kepentingan pendidikan dan penelitian, pemasangan tanda-tanda larangan di tempat yang strategis, dan pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam rangka upaya melindungi dan mengamankan kawasan (UPTD Tahura WAR, 2009).
47
(Wanagama, 2012). Selain untuk tempat praktek mahasiswa saat ini Hutan Penidikan Gunung Walat dan Wanagama mempunyai multi fungsi antara lain sebagai lokasi uji genetik berbagai spesies HTI, objek tujuan wisata biologi, objek studi banding para praktisi bidang konservasi tanah dan air, dan sebagainya.
Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR memiliki areal yang lebih luas dengan jumlah spesies pohon yang lebih banyak dibandingkan HPGW. Akan tetapi, kerapatan pohon di HPGW lebih tinggi. Saat ini 95% areal HPGW telah tertutupi oleh hutan (Gunung Walat, 2012), sedangkan HPKT Tahura WAR belum diketahui besarannya namun untuk Taahura WAR secara umum hanya sekitar 39% yang masih berhutan, itupun sebagian besar berada pada puncak-puncak gunung dan lereng-lereng yang relatif curam (UPTD Tahura WAR, 2009).
48
53
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Di HPKT Tahura WAR terdapat 60 spesies pohon yang berasal dari 22 famili.
Indeks keanekaragaman (H’) di areal hutan pendidikan berkisar antara 0,70 s.d
1,44 dan Indeks Kemerataan (E) 0,74 s.d 0,95. Indeks Kesamaan spesies pohon (IS) antara sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial sebesar 0,12%. Dominansi spesies pohon di sub blok lindung pada fase semai adalah Medang Seluang (Litsea spp), fase pancang Ki Tulang, fase tiang Pinangsi (Villebrunea rubescens), fase pohon Kenari (Canarium commune), sementara di sub blok perhutanan sosial pada fase semai adalah Durian (Durio zibethinus), fase pancang Karet (Hevea brasiliensis), fase tiang Karet (Hevea brasiliensis), dan fase pohon Durian (Durio zibethinus).
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR. himasylvakehutananunila.blogspot.com/2011_11_01_archive.html. Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Daget, J. 1976. Les Modèles Mathématiques en Ecologie. Masson, Paris. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2009. Buku Informasi Tahura. Bandar
Lampung
Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Undang Undang No.5 Tahun 1990, Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.
http://bk.menlh.go.id/files/UU-590.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Fachrul. M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta. Bumi Aksara
Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979. Elements of Ecology. Departement of Botany. Rajasthan University Jaipur, India.
Gunung Walat. 2012. KondisiUmum. http://www.gunungwalat.net/id/kondisi-umum . diakses pada tanggal 26 Desember 2012.
Heddy, S. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Krebs, C.J. 1978. Ecological Methodology. Harper dan Row Publisher. New York. Kurniawan, E. 2011. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Blok Koleksi
Tahura WAR (Skripsi). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung
May, R.M dan Angela M.L. 2007. Theoretical Ecology Principles and Applications. New york. Oxfords University Press.
UPTD Tahura WAR. 2009. Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Bandar Lampung.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Ruslan, M. 1986. Studi Perkembangan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Mandailing Kalimantan Selatan.
Santosa, Y., Ramadhan, E.P., Rahman, D.A. 2008. Studi Keanekaragaman Mamalia pada Beberapa Tipe Habitat di Stasiun Penelitian Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah (Jurnal). IPB. Bogor.
Simon. H 1988. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yogyakarta: UGM
Wanagama. 2012. Hutan Pendidikan Wanagama.
http://wawankebomapalipma.blogspot.com/2012/08/hutan-pendidikan-wanagama.html?zx=10a784399e2700f6. Diakses pada 29 Januari 2013. Wikipedia. 2012. Pohon Durian. http:/en.wikipedia.org/wiki/durian/ Diakses pada
tanggal 23 November 2012