• Tidak ada hasil yang ditemukan

Increasing Yield of Upland Rice by Applications of Silicate, Phosphate and Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Ultisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Increasing Yield of Upland Rice by Applications of Silicate, Phosphate and Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Ultisol"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO DENGAN APLIKASI

SILIKAT DAN FOSFAT SERTA INOKULASI FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULAR PADA ULTISOL

OLEH :

BUDI NUGROHO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Peningkatan Produksi Padi Gogo dengan Aplikasi Silikat dan Fosfat serta Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular pada Ultisol” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, Januari 2009

Budi Nugroho

(3)

ABSTRACT

BUDI NUGROHO.

Increasing Yield of Upland Rice by Applications of Silicate, Phosphate and Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Ultisol. Under the direction of SUPIANDI SABIHAM, ABDUL RACHIM, BUDI MULYANTO and YADI SETIADI

Low soil phosphorus (P) availability and P fertilization efficiency were, among others, recognized as the main production constraints of acid upland soils. Laboratory, glasshouse and field experiments conducted with Typic Hapludult from Jasinga region. The objectives of laboratory experiment was to study the effect of Si on available of P, sorption of P, Al and Fe-P, soil charges, pH, exchangeable Al and Fe, amorphous Al and Fe, and effective CEC. Glasshouse experiment was to study the effect of Si (Na2SiO3), P and inoculation of AMF on unhulled rice yield and P, N,

K, Ca and Mg leaf flag content. While, field experiment was to study the effect of Si (basic slag and Na2SiO3), P, and AMF inoculation to rice yield and the uptake of P,

N, K, Ca, Mg and Fe content of rice straw.

Our laboratory experiment showed that: At Si treatment at rate 1 x exchangeable Al, the soil-P increased about 6.67% (from 9.0 to 9.6 μg P/g

)

, pH value (from 4.85 to 5.51), and exchangeable-Al decreased (from 8.87 to 5.83 me/100 g of soil). Increasing in soil-P was related to the decreasing in P sorption energy (from 632.23 to 20.31 ml/μg) or the increase in net negative charges as confirmed by the increase in ∆pH value

(

from 1.02 to 1.71

)

. At 98 μg/g P treatment (0.2 μg/ml P in soil solution) the available of P increased 91% but followed by increasing in Al-P and Fe-P by 160 and 65 %. The availability of P fertilizer due to formerly Si addition higher than if Si added after phosphate.

In a glasshouse experiment showed that: As single treatment, the effect of P (from 14.1 to 23.4 g/pot)>Si (14.9 to 22.7 g/pot)>AMF (17.3 to 22.1 g/pot) in increasing unhulled rice as compared to those of the corresponding control. The observed order of the treatment effects on plant-P was Si (0.28 to 0.52%)> P (0.39 to 0.48%) > AMF (0.40 to 0.46%). Meanwhile, at 0.2 μg/ml P in soil solution (considered as optimum P availability), a decrease in root colonization was observed but plant-P was still increasing

.

Beside that between Si and P, Si and inoculation AMF treatments show synergetic combination effect.

A compare results as like as glasshouse in a lesser level were found in field experiment. Beside the synergetic combination effect of Si and P treatments, the basic slag as source of Si have a comparing effect as like as Na2SiO3 .

New evidence from this research are :

1. Increase in net negative charges recognized as a key in improving soil P availability.

2. The affinity of soil component to phosphate higher than silicate. Silicate can shift of phosphate from exchangeable site only if more added abundantly

3. Silicate and inoculation of AMF show a synergetic combination effect to AMF and rice plant. Silicate addition decrease of soil acidity and decrease exchangeable Al and more preferable for AMF.

(4)

RINGKASAN

BUDI NUGROHO. Peningkatan Produksi Padi Gogo dengan Aplikasi Silikat dan Fosfat serta Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular pada Ultisol. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, ABDUL RAHIM, BUDI MULYANTO dan YADI SETIADI.

Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Namun tingkat produksi beras Indonesia tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan pangan nasionalnya. Pada periode 1985 - 1987 Indonesia mampu berswasembada beras, namun sesudahnya kembali mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasionalnya. Hal tersebut terutama akibat jumlah dan perkembangan penduduk yang besar. Sebagian besar beras berasal dari padi sawah, sedangkan padi gogo hanya berkontribusi sekitar 5.32 % dari produksi nasional tahun 2004.

Pencetakan sawah baru bukan merupakan kegiatan pertanian yang mudah dan murah terutama berkaitan dengan penyediaan airnya.Selain hal tersebut lahan yang sesuai untuk sawah semakin terbatas. Padi gogo merupakan padi yang diusahakan dengan pengolahan dan penanaman benih dalam kondisi kering, dan kebutuhan airnya dipenuhi dari hujan. Kendala utama pada pengusahaan padi gogo umumnya berasal penyediaan air dan tingkat kesuburan tanah yang rendah terutama kakurangan N, P, K, S dan Si (De Datta dan Feuer, 1975; Ponnamperuma, 1975; dan Yoshida, 1975). Potensi peningkatan padi gogo untuk meningkatkan produksi beras nasional cukup terbuka mengingat tingkat produktivitas saat ini masih rendah. Salah satu lahan yang potensial untuk pengembangan padi gogo adalah Ultisol yang mempunyai penyebaran terluas kedua setelah Inceptisol. (Anonymouse, 1997).

Ketersediaan dan efisiensi pupuk P yang rendah adalah penghambat utama produksi tanaman di tanah terlapuk lanjut seperti Ultisol. Peningkatan efisiensi P di tanah demikian dapat dilakukan diantaranya dengan mengurangi sifat reaktif permukaan komponen tanah terhadap P. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan pemberian senyawa silikat. Peningkatan serapan P oleh tumbuhan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan tumbuhan untuk menyerap P diantaranya dengan inokulasi fungi mikoriza arbuskular (AMF). Perluasan, percepatan serapan dan peningkatan kemampuan untuk menggunakan senyawa P yang kurang tersedia menyebabkan tumbuhan mampu memenuhi kebutuhan P nya sehingga pertumbuhannya meningkat.

Penelitian ini terbagi menjadi 3 yaitu percobaan laboratorium, rumah kaca dan lapang yang dilakukan dengan mengunakan tanah Typic Hapludult dari Jasinga. Perlakuan Si diberikan dengan dosis tanpa Si sampai 1 x Al dapat ditukar, P dengan kisaran 0 sampai 196 μg/g (0.4 ug/ml P laruran tanah) dan FMA yang terdiri tanpa inokulasi dan diinokulasi. Pada percobaan laboratorium Si diberikan sebelum perlakuan P (Si>>P) dan sesudah perlakuan P (P>>Si). Percobaan inkubasi di laboratorium dilakukan dengan tujuan mempelajari pengaruh Si (Na2SiO3) dan P

(KH2PO4) terhadap P-tersedia, erapan-P, Al-P, P, muatan tanah, pH, Al-dd,

Fe-dd, Al-amorf, Fe-amorf dan KTK efektif. Percobaan rumah kaca dilakukan bertujuan untuk mempelajari pengaruh Si (Na2SiO3), P dan inokulasi FMA terhadap produksi

gabah dan kadar P, N, K, Ca dan Mg daun bendera. Percobaan lapang dilakukan dengan tujuan membandingkan pengaruh terak baja dengan Na2SiO3 sebagai

(5)

Hasil percobaan laboratorium menunjukkan bahwa afinitas komponen tanah terhadap P lebih tinggi dibandingkan terhadap Si. Perlakuan Si sebesar 1 x Al-dd meningkatkan P-tersedia sebesar 6.67 % (dari 9.0 ke 9.6 μg/g), pH tanah (dari 4.85 ke 5.51) dan menurunkan Al-dd (dari 8.87 ke 5.83 me/100 g tanah). Peningkatan P tersedia berhubungan dengan penurunan energi erapan P sebesar 96.8% tapak I (dari 632.23 ke 20.31 ml/μg) dan 77% pada tapak II dibandingkan kontrol (Si0).

Proses tersebut juga dapat dikaitkan dengan peningkatan muatan negatif yang ditunjukkan oleh peningkatan ∆pH (dari 1.02 ke 1.71). Perlakuan Si menyebabkan penurunan KTK efektif (KTKe) dari 14.06 ke 11.82 me/100g. Penurunan KTKe berkaitan dengan penurunan Al-dd karena dua hal yaitu: 1) akibat peningkatan pH tanah; 2) akibat reaksi Al dengan Si. Perlakuan Si tidak menahan pembentukan Al-P dan Fe-P.

Pada dosis perlakuan P 98 μg/g (P2) (0.2 μg/ml P dalam larutan tanah) P

tersedia meningkat 91% tetapi diikuti dengan peningkatan Al-P dan Fe-P 160 dan 65 %. Peningkatan ketersediaan P selain akibat pupuk P (KH2PO4) juga akibat

penurunan energi erapan dibandingkan P0. Pembentukan senyawa Fe-P sangat

berpeluang terjadi, mengingat KSp untuk pembentukan senyawa Fe-P kecil berkisar dari 10-21.6 untuk bentuk amorf dan 10-26.4 untuk strengit. Pada variabel Al-P diperoleh hal sama. Hasil tersebut menunjukkan terjadinya perubahan senyawa P dari bentuk KH2PO4 ke bentuk Al-P dan Fe-P. Selain hal tersebut perlakuan P juga

meningkatkan pH tanah, tetapi juga meningkatkan pula Al-dd dan KTKe. Peningkatan KTKe terjadi terutama akibat peningkatan Al-dd dan K-dd dari KH2PO4.

Pada perlakuan Si>>P, P tersedia berkorelasi nyata dengan r = 0.94 dengan pupuk P yang ditambahkan sedangkan Si berkorelasi rendah dan tidak nyata. Pada P>>Si korelasi P tersedia dengan pupuk P menurun menjadi 0.77 sedangkan korelasi perlakuan Si meningkat menjadi 0.32. dan nyata. Pengaruh perlakuan Si dan P pada Al-P mirip dengan pengaruhnya terhadap P tersedia. Pada perlakuan Si>>P, Al-P berkorelasi nyata dengan perlakuan P dengan r = 0.93

.

Pada perlakuan P>>Si, korelasi Al-P dengan perlakuan P turun menjadi 0.86 sedangkan korelasi perlakuan Si terhadap Al-P nyata menjadi -0.28. Hal tersebut menunjukkan Si dapat menggantikan P dari komplek pertukaran seperti terlihat dari peningkatan P tersedia dan penurunan Al-P. Selain hal tersebut dalam percobaan ini diperoleh pula bahwa pembentukan Al-P dan Fe-P lebih ditentukan oleh Al dan Fe-amorf dibandingkan Al dan Fe-dd. Perlakuan Si lebih berpengaruh pada penurunan aktivitas Al dan Fe-dd dibadingkan dengan Al dan Fe amorf

Hasil percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa secara tunggal pengaruh perlakuan P (dari 14.1 ke 23.4 g/pot)>Si (14.9 ke 22.7 g/pot)>FMA (17.3 ke 22.1 g/pot) pada bobot gabah, pengaruh perlakuan P (20 ke 30)> Si (23 ke 29) > FMA (26 ke 27) pada jumlah malai, pengaruh perlakuan Si (0.28 ke 0.52%) > P (0.39 ke 0.48%) > FMA (0.40 ke 0.46%) pada kadar P daun bendera semuanya dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang bersangkutan. Peningkatan bobot gabah dan jumlah malai terjadi akibat perbaikan kadar hara tanaman seperti ditunjukkan oleh peningkatan kadar P, N dan K daun bendera. Perbaikan kadar hara tersebut terjadi akibat perbaikan ketersediaan P dan perbaikan serapan N dan K karena perbaikan pertumbuhan tanaman padi.

(6)

serapan P. Disamping hal tersebut terlihat juga pengaruh sinergis antara kombinasi perlakuan Si dan P, Si dan inokulasi FMA dan P dengan inokulasi FMA.

Perlakuan silikat mampu menurunkan Al-dd dan meningkatkan pH tanah sehingga perkembangan FMA lebih baik. Penurunan Al dapat ditukar memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman dan perkembangan FMA melalui peningkatan pH, peningkatan pasokan karbon dari inang disamping pengaruh penurunan Al secara langsung. Dilain pihak, sampai dosis P4 (196 μg/g P) kadar P tanaman meningkat

menunjukkan bahwa FMA dapat berperan sebagai stabilator, menurunkan kemungkinan P tercuci atau terfiksasi oleh komponen tanah.

Peningkatan bobot jerami hasil percobaan lapang sejalan dengan peningkatan serapan hara jerami. Hasil ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada percobaan rumah kaca. Kombinasi perlakuan Si dan P bersifat sinergis tidak tergantung pada sumber Si yang digunakan. Pengaruh terak baja dalam kombinasi dengan perlakuan P sebanding dengan pengaruh Na2SiO3 dengan kombinasi

perlakuan yang sama.

Dari segi inokulasi FMA diperoleh bahwa propagul mikoriza indigenous menentukan pengaruh inokulan yang digunakan. Pengaruh inokulasi FMA lebih menonjol dalam kondisi tunggal dibandingkan kombinasi dengan perlakuan lainnya.

Hasil baru yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

1. Peningkatan muatan negatif merupakan kunci peningkatan ketersediaan P. Peningkatan muatan negatif akibat perlakuan silikat meningkatkan daya tolak elektrostatis terhadap H2PO4- dan HPO4= yang menyebabkan ketersediaan P

meningkat. Penurunan energi erapan P akibat perlakuan Si tidak mencegah pembentukan senyawa P berkelarutan rendah seperti Al-P dan Fe-P.

2. Afinitas komponen tanah terhadap fosfat lebih tinggi dibandingkan silikat. Silikat mampu menggantikan fosfat dari komplek pertukaran apabila ditambahkan lebih banyak dari fosfat. Penambahan silikat mendahului fosfat meningkatkan ketersediaan P dari pupuk yang diberikan.

(7)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, menyusun laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(8)

PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO DENGAN APLIKASI

SILIKAT DAN FOSFAT SERTA INOKULASI FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULAR PADA ULTISOL

OLEH :

BUDI NUGROHO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Ujian Tertutup : 9 Desember 2008 Penguji luar komisi pada ujian tertutup

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB) Ujian Terbuka : 12 Januari 2009 Penguji luar komisi pada ujian terbuka

(10)

Judul Disertasi

: Peningkatan Produksi Padi Gogo dengan Aplikasi

Silikat dan Fosfat serta Inokulasi Fungi Mikoriza

Arbuskular pada Ultisol

Nama :

Budi

Nugroho

NRP :

P

02600002

Program Studi

: Ilmu Tanah

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

(Almarhum)

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr Dr. Ir. Abdul Rachim, MS.

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, MSc. Dr. Ir. Yadi Setiadi, MSc. Anggota Anggota

Mengetahui

2. Ketua Program Studi Ilmu Tanah 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(11)

PRAKATA

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

Disertasi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam penyelesaian Program Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak mengawali proses penelitian untuk disertasi ini berbagai pihak telah banyak berperan dalam melancarkan kegiatan ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

a. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. sebagai Ketua Komisi Pembimbing atas bimbingan arahan dan dorongan dalam penulisan disertasi dan penyelesaian studi;

b. Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, MSc. atas perhatian, arahan dan dorongan semangat untuk menyelesaikan studi:

c. Dr. Ir. Yadi Setiadi, MSc. atas izin menggunakan “Mikofert” sebagai bahan penelitian, bimbingan dan kemudahan-kemudahan dalam penggunaan peralatan di Laboratorium Bioteknologi Hutan PAU-IPB:

d. Semua kawan Staf Pengajar di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah atas segala dukungan dan pengertiannya;

e. Keseluruhan pegawai di laboratorium-laboratorium di lingkungan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas segala bantuannya

f. Staf di Laboratorium Bioteknologi Hutan PAU-IPB atas segala bantuan dan keramahannya

g. Ir. Feri Jonsen Saragih dan Kamaludin S.Ag, Mag. atas bantuan dalam penelitian rumah kaca dan lapangan

h. Orang tuaku Tolue Ridwan Tjiptowijono (Alm) dan Soesini, mertuaku R. Harsono dan Syamituti serta semua kakak-kakak dan adik-adik dan keluarganya, atas dorongan semangat dan bantuannya;

(12)

j. Bp Muhammad dan Sdr Cani atas kerjasama dalam pelaksanaan percobaan lapangan

Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari ketidak-sempurnaan tulisan ini, namun penulis berharap bermanfaat bagi yang memerlukan. Akhirnya penulis berharap hasil penelitian yang dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pertanian dan bermanfaat bagi kemaslahatan manusia.

Bogor, Januari 2009

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek tanggal 21 Oktober 1960, dari ayah yang bernama Toloe Ridwan Tjiptowijono (Alm) dan ibu bernama Soesini. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara

Penulis menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1985, kemudian menempuh program pascasarjana S2 di institut yang sama dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan S3 di Program Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB

Sejak tahun 1987 penulis bekerja sebagai dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(14)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR TABEL ………...

xv

DAFTAR GAMBAR ………...

xvi

DAFTAR PETA ………...

xviii

DAFTAR LAMPIRAN………

xix

PENDAHULUAN ………...

1

Latar Belakang ………... 1

Tujuan ………... 3

Hipotesis ………. 3

Kerangka Pemikiran ……….. 4

Pendekatan Pelaksanaan Penelitian... 5

Kerangka Penyajian Tulisan ... 7

Daftar Pustaka ………... 7

TINJAUAN PUSTAKA .………

11

Fosfor Tanah ……….. 11

Dinamika Fosfor dalam Tanah ……… 11

Silikat dalam Tanah ………... 13

Reaksi Silikat dalam Tanah ………... 15

Silikat dalam Tumbuhan ………... 18

Mikoriza ………... 20

Fungsi dan Fisiologi Mikoriza ... 21

Daftar Pustaka ………... 27

KARAKTERISTIK LAHAN DAERAH STUDI ...

32

Lokasi dan Topografi ………. 32

Geologi dan Bahan Induk……….. 32

Morfologi Tanah ………. 35

Sifat Kimia Ultisol Jasinga ……….... 37

Daftar Pustaka ………... 39

PENGARUH SILIKAT DAN FOSFAT TERHADAP P TERSEDIA,

ERAPAN P, SERTA ALUMINIUM DAN BESI P…...

41

Rasional ……….. 41

Metode ………. 41

Hasil dan Pembahasan ……… 42

Kesimpulan ………. 49

(15)

DAFTAR ISI

halaman

PENGARUH SILIKAT DAN FOSFAT TERHADAP KEMASAMAN

TANAH, ALUMINIUM DAN BESI DAPAT DITUKAR, ALUMINIUM

DAN BESI AMORF SERTA KAPASITAS TUKAR KATION ……….

51

Rasional………... 51

Metode ………. 51

Hasil dan Pembahasan………. 52

Kesimpulan ………. 58

Daftar Pustaka ……… 59

PENGARUH SILIKAT, FOSFAT DAN INOKULASI FUNGI

MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP PRODUKSI DAN

KADAR HARA DAUN BENDERA …...

60

Rasional………... .60

Bahan dan Metode……… 61

Hasil dan Pembahasan ……… 64

Kesimpulan ………. 72

Daftar Pustaka ……… 73

PENGARUH Na

2

SiO

3

, TERAK BAJA, FOSFAT DAN INOKULASI

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR TERHADAP PRODUKSI DAN

SERAPAN HARA PADI VARIETAS CIRATA PADA ULTISOL

JASINGA…...

74

Rasional………... 74

Bahan dan Metode………. 74

Hasil dan Pembahasan………. 77

Kesimpulan……….. 88

Daftar Pustaka……… 88

PEMBAHASAN UMUM……….

90

Pembahasan.……….. 90

Daftar Pustaka………... 95

KESIMPULAN UMUM………...

97

Kesimpulan ………. 97

Saran ………... 97

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor

halaman

1. Sebaran Berbagai Order tanah di Indonesia (Anonymous,

1997) …... 35 2. Hasil Analisis Fraksi Liat dengan Sinar X dengan Perlakuan

Mg ++ Ultisol (Podsolik) Jasinga (Isa, 1978) ... 37 3. Persamaan Langmuir Tapak 1 dan 2 Typic Hapludult

Jasinga dan nilai Energi erapan (k) dan Erapan maksimum

(b)... 38 4. Hubungan Perlakuan Si dan P dengan P-tersedia, Energi

Erapan (k) dengan Koefisien Korelasinya (r)... 45 5. Hubungan Perlakuan Si dan P dengan Erapan Maksimum

(b1 dan b2), Al-P dan Fe-P dengan Koefisien Korelasinya (r)

48 6. Hubungan Perlakuan Si dan P dengan pH tanah, Al dan Fe

Dapat Ditukar, Al dan Fe-amorf, serta KTK Efektif dengan

Koefisien Korelasinya (r)... 57 7. Pengaruh Si, P dan Inokulasi FMA terhadap obot Gabah,

Bobot Jerami dan Jumlah Malai ……….. 65

8. Pengaruh Si, P dan Inokulasi FMA terhadap Kadar P, N dan

K daun Bendera, Serta Kolonisasi Akar ………... 68 9. Hasil Uji Kontras Pengaruh Perlakuan Si, P dan Inokulasi

FMA terhadap Bobot Jerami dan Bobot Gabah ...

79 10. Hasil Uji Kontras Pengaruh Perlakuan Si, P dan Inokulasi

FMA terhadap Serapan P, N, K, Ca, Mg dan Kadar Fe

Jerami Padi... 82 11. Persen Air Tersedia Tanah Akibat Perlakuan Na2SiO3 dan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6 2. Sumber, Transformasi dan Aliran Si dalam Tanah (Sommer

et al., 2006) ... 14 3. Interaksi Aliran Karbon dan Fosfat Memotong Interfase

Mikoriza (Buecking, 2005)... 26 4. Profil Tanah di Lokasi Pengambilan Contoh Tanah untuk

Percobaan Rumah Kaca dan Laboratorium ……….. 36

5. Hubungan antara Konsentrasi P Keseimbangan dan P yang

dierap oleh Ultisol Jasinga …... 38 6. Hubungan antara konsentrasi P dalam Keseimbangan dan

dosis pemberian P... 39 7. Pengaruh Si terhadap P tersedia (a), Energi Erapan Tapak I

dan II(c dan e), Δ pH (g) dan P terhadap P-tersedia (b)

Energi Erapan Tapak I dan II (d dan f), Δ pH (h). ... 43 8 Fosfor tersedia pada Kombinasi Perlakuan Si dan P pada

Si>>P dan P>>Si ……… 46

9. Pengaruh Si Terhadap Erapan Maksimum P Tapak I dan II (a dan b), Al-P dan Fe-P (e dan f); dan P Terhadap Erapan Maksimum P Tapak I dan II (c dan d), Al-P dan Fe-P (g dan

h)... 47 10. Pengaruh Si Terhadap pH, Al-dd, Fe-dd, Al-amorf, Fe-amorf

dan KTKe pada Inkubasi 1 bulan ... 53 11. Pengaruh P Terhadap pH, Al-dd, Fe-dd, Al-amorf, Fe-amorf

dan KTKe, pada Inkubasi 1 bulan ... 55 12. Bobot Kering Gabah Akibat Perlakuan a) Kombinasi Si dan P

b) Kombinasi Si dan FMA dan c) Kombinasi P dan FMA…….

66 13. Kadar P Daun Bendera Akibat Kerlakuan a) Kombinasi Si

dan P b) Kombinasi Si dan FMA dan c) Kombinasi P dan

FMA ……….. 69

14. Morfologi Struktur Akar Padi Gogo Tanpa Inokulasi dan Diinokulasi FMA. (a) akar tanpa inokulasi, (b) hifa internal,

(c) spora dalam akar ... 70 15. Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Bobot Jerami a) Si

dan P; b) Si dan FMA dan c) P dan FMA ... 80 16. Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Bobot Gabah a) Si

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

halaman

17. Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Kandungan P

Jerami a) Si dan P; b) Si dan FMA dan c) P dan FMA ... 84 18. Perbandingan Pertumbuhan Padi Umur 70 hari dengan

Perlakuan Kontrol (Si0P0M0) dengan Inokulasi FMA

(Si0P0M1), Pemupukan P (Si0P1M0), (Si0P2M0), Perlakuan

Na2SiO3 (Si1P0M0) dan Terak baja (Si2P0M0) ... 86

19. Erapan Keseimbangan P dan Si pada Typic Hapludult

Jasinga ... 91 20. Spora-spora yang menyusun Mikofer (a) Gigaspora

margarita, (b) Glomus manihotis, (c) Acauluspora tuberculata, (d) Glomus etunicatum, (e) Glomus sp ... 94 21. Skema Pengaruh Sinergis Kombinasi Perlakuan Si dan

(19)

DAFTAR PETA

Nomor

halaman

Peta Situasi Jasinga dan Sekitarnya ... 33 1.

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

halaman

1. Deskripsi Profil Tanah Lokasi Penelitian ... 99 2. Sifat Kimia dan Tekstur Tanah Bahan Percobaan ... 100 3. Sifat Kimia Na2SiO3 yang Digunakan dalam Percobaan... 100

4. Erapan Maksimum dan Energi Erapan P akibat Perlakuan

Silikon (Si) dan Fosfor (P) pada Inkubasi 1 bulan ... 101 5. Erapan Maksimum dan energi erapan P akibat Perlakuan

Silikon (Si) mendahului Fosfor (P) pada Inkubasi 2 bulan .... 101 6. Erapan Maksimum dan energi erapan P akibat Perlakuan

Fosfor (P) mendahului Silikat (Si) pada Inkubasi 2 bulan ... 101 7. Pengaruh Perlakuan Si dan P terhadap pH-tanah, Al-dd,

Fe-dd, P-tersedia, Fe-P, Al-P, Fe-amorf dan Al-amorf serta KTK

Efektif Setelah Inkubasi 1 bulan ... 102 8. Pengaruh Perlakuan Si sebelum perlakuan P (Si>>P)

Terhadap pH-tanah, Al-dd, dd, P-tersedia, P, Al-P,

Fe-amorf dan Al-Fe-amorf setelah inkubasi 2 bulan ... 103 9. Pengaruh Perlakuan Si setelah perlakuan P (P>>Si)

Terhadap pH-tanah, Al-dd, Fe-dd, P-tersedia, Fe-P, Al-P,

Fe-amorf dan Al-amorf setelah inkubasi 2 bulan ... 104 10. Basa-basa, Aluminium dan Hidrogen Dapat Ditukar serta

KTK Efektif setelah inkubasi 1 bulan... 105 11. Deskripsi Padi Varietas Cirata ... 105 12. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Silikon, Fosfor dan

Inokulasi FMA terhadap Bobot Kering Gabah, Bobot Kering Jerami,Kolonisasi Akar, Anakan Produktif, Kadar P, N dan K

Daun Bendera ... 106 13. Sifat Kimia Terak Baja ... 108 14. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Jasinga Periode 2003 -

2007 dan Hari Hujan Bulanan Tahun 2006 ... 108 15. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Si, P dan Inokulasi FMA

terhadap Bobot Kering Jerami, Bobot Kering Gabah,

Serapan P, N, K, Ca, Mg jerami/petak dan Kadar Fe Jerami.. 109

16. Pengukuran Erapan P (Fox dan Kamprath, 1970,

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

halaman

17. Metode Uji Perbandingan Afinitas Tanah terhadap P dan Si (Dikembangkan mengacu prinsip dasar metode Fox dan

Kamparth, 1970)... 111 18. Metode Penetapan Al dan Fe Amorf (Modifikasi Metode

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Hal tersebut merupakan hasil dari program pemerintah dalam pengembangan produksi padi yang dimulai sekitar tahun 1964. Keberhasilan program tersebut mencapai puncaknya dengan dicapainya swasembada beras pada tahun 1985-1987. Namun demikian akibat perkembangan penduduk yang cepat, Indonesia kembali menjadi pengimpor beras dengan rekor impor sebanyak 4.75 juta ton pada tahun 1999 (BPS, 2005). Tahun 2006 Indonesia masih mengimpor beras sebesar 175000 ton. Berdasarkan proyeksi Bapenas tahun 2008 penduduk Indonesia berjumlah 227.6 juta jiwa (Anonymous, 2005) dan berdasarkan hasil Susenas 2002 konsumsi beras perkapita sebesar 115.5 kg/tahun.

Selama ini peningkatan produksi padi di Indonesia lebih ditekankan pada padi sawah, sehingga sebagian besar beras yang dikonsumsi berasal dari sawah. Berdasarkan statistik Indonesia tahun 2004 lahan kering hanya berkontribusi sebesar 5.32% dari 54.088 juta ton gabah yang dihasilkan di Indonesia, dengan produktivitas 25.63 kw/ha dibandingkan 47.5 kw/ha dari lahan sawah (BPS, 2005). Hasil tersebut belum memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri Indonesia. Oleh karena itu usaha-usaha meningkatkan produksi padi dan melakukan deversifikasi pangan menjadi mendesak untuk dilakukan.

Permasalahan produksi padi gogo umumnya berasal dari ketersediaan air dan kesuburan tanah, terutama kekurangan hara N, P, K, S dan Si (De Datta dan Feuer, 1975; Ponnamperuma, 1975; dan Yoshida, 1975). Padi gogo adalah padi yang diusahakan di lahan yang dipersiapkan dan ditanam dalam kondisi kering dan kebutuhan airnya tergantung pada curah hujan. Padi gogo kebanyakan diusahakan oleh petani subsisten yang umumnya miskin (De Datta, 1975). Tahun 2005 luas panen padi gogo di Indonesia ditaksir 10% dari luas panen padi. Oleh karena itu peningkatan produksi padi gogo selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani juga dapat meningkatkan produksi padi nasional.

(23)

untuk pengembangan pertanian adalah ketersediaan P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi (Yoshida, 1975). Sifat tersebut merupakan hasil proses pembentukan tanah, melalui proses pelapukan batuan dengan pelarutan silikat dan pembentukan mineral-mineral baru. Pelapukan batuan menjadi tanah di daerah tropika basah seperti Indonesia berlangsung sangat intensif (Mulyanto dan Stoops, 2003). Pelapukan batuan secara kimia akan menghasilkan mineral liat silikat, oksida, hidroksida, karbonat, sulfida, dan padatan lainnya (Greenland dan Hayes, 1978; Sommer et. al., 2006). Beberapa senyawa tersebut mempunyai kapasitas fiksasi P yang tinggi sehingga menurunkan efisiensi pupuk P.

Pengelolaan tanah terlapuk lanjut dengan kapasitas fiksasi P tinggi dapat dilakukan melalui strategi input tinggi dan input rendah (Sanchez dan Uehara, 1980). Strategi input tinggi relatif mahal karena memerlukan dosis pupuk P yang tinggi. Strategi input rendah dilakukan dengan menurunkan kemampuan tanah memfiksasi P, diantaranya melalui penggunaan Si sebagai amelioran.

Akhir-akhir ini peran Si bagi tumbuhan makin disadari. (Chen, et al., 2000; Epstein, 2002). Pada 10 tahun terakhir penelitian tentang Si dalam bidang pertanian banyak dilakukan. Penelitian pemupukan Si di Jepang terutama dilakukan pada padi sawah. Penelitian pengaruh Si terhadap padi gogo banyak dilakukan di Brazil pada Oksisol yang mempunyai kadar Si rendah (Ma dan Takahashi, 2002). Kebanyakan penelitian dilakukan dengan menggunakan sumber Si yang tidak larut air (Berthelsen, et al., 2003; Mauad, et al., 2003; Chanchareaonsook, et al., 2002; Hermansah, 1993), sehingga pengaruh Si kurang jelas.

Pengaruh Si pada tumbuhan terutama dikaitkan dengan unsur P dalam tanah dan tumbuhan. Dari hasil penelitian Si di tanah-tanah di Hawai disimpulkan bahwa ion Si dapat menggantikan P dari kompleks pertukaran dan meningkatkan ketersediaan P (Silva 1971). Menurut Bolt (1978) afinitas tanah terhadap anion secara berurutan adalah SiO4-4 > PO4-3 >> SO4-2 > NO3- > Cl-, dilain pihak Parfitt

(1980, dalam Blair et al., 1989) mengemukakan bahwa afinitas Al dan Fe oksida terhadap anion adalah PO4-3 > AsO4-2 > SeO4-2 = MoO4-2 = F- > SO4-2 = SiO3-2 > Cl- >

NO3-. Hasil penelitian Saha et al., (1998) menunjukkan bahwa retensi P menurun

(24)

Apabila hara dalam larutan tanah kurang seperti pada Ultisol, parameter perakaran yang mengontrol serapan hara adalah luas permukaan akar (Sylvia 1998). Sehubungan dengan itu hifa fungi mikoriza arbuskular (FMA) berpotensi untuk meningkatkan luas permukaan perakaran tanaman. Selain mempunyai penyebaran luas, FMA juga mempunyai inang beragam mulai dari semak sampai tumbuhan berkayu. Secara umum tumbuhan berakar halus dan mempunyai banyak akar rambut seperti rumput-rumputan kurang tergantung pada mikoriza.

Andil utama FMA dalam asosiasi dengan tumbuhan adalah dalam hal serapan dan translokasi hara terutama P dan kemampuan untuk menggunakan sumber P yang kurang tersedia. Pengaruh lain dari FMA diantaranya meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, proteksi terhadap patogen dan nematoda, serta menurunkan serapan logam berat yang berlebihan dari dalam tanah (Marschner, 1986, Paul dan Clark, 1989, Reid 1990, Sylvia 1998).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi peningkatan produksi beras melalui peningkatan produksi padi gogo masih dimungkinkan dengan meningkatkan serapan P. Ketersediaan dan efisiensi P pada ultisol yang merupakan penghambat produktivitas padi gogo belum terpecahkan sepenuhnya. Aplikasi silikat sebagai solusi masalah ketersediaan P pada tanah terlapuk lanjut belum jelas mekanismenya. Peran FMA terhadap padi gogo dalam kombinasi dengan Si dan P juga belum banyak diketahui.

.

Tujuan

1. Mempelajari pengaruh aplikasi silikat terhadap perubahan ketersediaan fosfat, erapan fosfat, pembentukan Al-P dan Fe-P, Al-dd, Fe-dd, Fe dan Al-amorf.

2. Mempelajari pengaruh silikat dan mikoriza dalam meningkatkan produksi padi gogo, dan kadar hara tanaman padi gogo

Hipotesis

(1) Perlakuan Si mampu meningkatkan P tersedia, menurunkan konsentrasi Al-P dan Fe-P, menurunkan energi erapan dan erapan maksimum P, serta menurunkan Al-dd, Fe-dd, Al amorf dan Fe amorf.

(25)

(3) Silikat dan mikoriza meningkatkan serapan P, N, K, Ca, dan Mg tanaman padi dan meningkatkan produksi padi gogo.

Kerangka Pemikiran

Silikon merupakan unsur yang banyak keluar dari sistem tanah dalam proses pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah yang intensif dalam waktu lama menghasilkan sifat-sifat tanah yang menurunkan kualitas tanah tersebut untuk pertanian. Masalah utama Ultisol adalah rendahnya ketersediaan dan efisiensi pupuk P. Masalah tersebut terjadi akibat banyak komponen tanah yang mempunyai afinitas tinggi terhadap P. Pengendalian komponen tanah tersebut akan meningkatkan ketersediaan dan efisiensi P dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi gogo.

Strategi perbaikan efisiensi pupuk P dapat dilakukan diantaranya dengan memodifikasi sifat permukaan komponen tanah (Syers et al., 2008). Modifikasi sifat permukaan komponen tanah dapat dilakukan diantaranya dengan memberi perlakuan dengan Si dan/atau P. Beberapa ahli menyatakan Si mampu menggantikan P dari komplek pertukaran sehingga ketersediaan P meningkat, namun banyak bukti menunjukkan bahwa pemupukan P menyebabkan Si keluar dari sistem tanah.

Peningkatan ketersediaan P akibat perlakuan Si (Na2SiO3) terjadi melalui

penurunan energi erapan P dan melalui penggantian P oleh Si. Pemberian Si sebagai perlakuan sebelum pemupukan P, akan menyebabkan seskuioksida bereaksi terlebih dahulu dengan Si, sehingga energi erapan dan afinitas terhadap P menurun dan ketersediaan P meningkat. Pembuktian kemampuan Si menggantikan P dilakukan dengan pemberian Si setelah perlakuan P sehingga H4SiO4 hasil

pelarutan Na2SiO3 menggantikan P dari komplek pertukaran dan ketersediaan P

meningkat.

(26)

ditemukan pada tanah-tanah terlapuk lanjut seperti Ultisol. Kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan seperi Gambar 1.

Pendekatan Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran seperti pada Gambar 1 maka disusun serangkaian percobaan sebagai berikut :

1. Percobaan Laboratorium

Tujuan : menentukan dosis Si dan P dan mengetahui pengaruh Si dan P terhadap P tersedia (Bray I) (Anonymous, 1979), energi erapan, erapan maksimum P (Fox dan Kamprath, 1970 dimodifikasi; Djokosudardjo, 1984), muatan tanah (pH H2O - pH CaCl2 0.01 M 1 : 5), pH (Berthelson et al., 2003), Al-P dan Fe-P (Williams et al., 1967) Al-dd Fe-dd, Al dan Fe amorf dan KTK efektif (NH4OAc pH 7.0, Σ basa)

(Anonymous, 1979)

2. Percobaan Rumah Kaca

Tujuan : mengetahui pengaruh perlakuan Si, P dan inokulasi FMA terhadap produksi padi gogo, kadar N (mikro Kjeldahl) P, K, Ca dan Mg daun bendera (pengabuan basah) (Anonymous, 1979) dan kolonisasi FMA di akar (Setiadi, et al., 1992)

3. Percobaan Lapang

Tujuan : mempelajari pengaruh terak baja sebagai sumber Si dibandingkan dengan Na2SiO3, P dan inokulasi FMA terhadap bobot gabah, bobot jerami dan

(27)

Ultisol

Uji Afinitas Tanah terhadap Si dan P

Uji Erapan P

Dosis perlakuan Si Dosis perlakuan P

Pengaruh perlakuan Si terhadap P-tersedia, dan

beberapa sifat tanah

Pengaruh perlakuan P terhadap P-tersedia, dan

beberapa sifat tanah

Pengaruh dan hubungan Si dan P terhadap P tersedia dan

beberapa sifat tanah

Pengujian Pengaruh P dan Si dan Inokulasi FMA terhadap Produksi dan kadar hara padi

Kesimpulan

Pengujian Pengaruh Sumber Si (Terak baja, Na2SiO3), P dan

Inokulasi FMA terhadap Produksi dan kadar hara padi

Terak baja Inokulan

FMA

Rumah Kaca

Lapang

Laboratorium Penghitungan

propagul mikoriza

(28)

Kerangka Penyajian Tulisan

Hasil penelitian akan disajikan dalam kerangka tulisan yang terbagi kedalam 9 bagian yaitu :

BAB I : Pendahuluan : memuat latar belakang penelitian, tujuan dan hipotesis kerangka pemikiran pendekatan pelaksanaan penelitian dan kerangkan penyajian tulisan

BAB II : Tinjauan Pustaka : memuat perkembangan ilmu pengetahuan berbagai aspek yang diteliti

BAB III : Karakteristik Tanah Daerah Studi : memuat tentang kondisi lokasi pengambilan contoh tanah dan percobaan lapang, profil tanah, sifat kimia tanah, penentuan dosis P untuk perlakuan

BAB IV : Pengaruh Silikat dan Fosfat terhadap P-tersedia Erapan P serta Aluminium dan Besi P

BAB V : Pengaruh silikat dan Fosfat terhadap Kemasaman Tanah, Aluminium dan Besi dapat Ditukar, Aluminium dan Besi Amorf serta Kapasitas Tukar Kation

BAB VI : Pengaruh Silikat, Fosfat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular terhadap Produksi dan Kadar Hara Daun Bendera

BAB VII : Pengaruh Na2SiO3, Terak Baja, Fosfat dan Inokulasi Fungi Mikoriza

Arbuskular Terhadap Produksi dan Serapan Hara Varietas Cirata pada Ultisol Jasinga

BAB VIII : Pembahasan Umum : mengkaitkan berbagai hasil yang belum dibahas pada masing-masing bab.

BAB IX : Kesimpulan Umum dan Saran: menyimpulkan hasil penelitian secara menyeluruh dan saran

Daftar Pustaka

Anonymous. 1979. Selected Methods for Soil and Plant Analysis. International Institute of Tropical Agriculture, Ibadan.

__________. 1997. Statistika Sumberdaya Lahan/ Tanah Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

(29)

Berthelsen. S. et al., 2003. Improving Yield and CCS in Sugarcane Through the Application of Silicon Based Amendments. Sugar Research and Development Corporation

Blair, G.J., Freney, J.R. and Park, J.K. 1989. The effect of sulfur, silicon and trace metal interactions in determining the dynamics of P in agricultural systems.

In. Symposium on Phosphorus Requirements for Sustainable Agriculture in Asia and Oceania.

Bolt, G.H., and Bruggenwert, M.G.M. 1978. Soil Chemistry. A. Basic Elements. Elsevier Scientific. Publishing. Company.

BPS 2005. Statistika Indonesia. Biro Pusat Statistik , Jakarta.

Chanchareaonsook, J. et al., 2002. Effect of application of chemical fertilizer in combination with silicon on yield and nutrient uptake of rice in an acid sulfate soil. Simposium World Congress of Soil Science 17th.

Chen, J., Caldwell, R.D., Robinson, C. A., and Steinkamp, R. 2000. Silicon : The estranged medium element. Florida Cooperative Extensions Service, Institute of Food and Agriculture Sciences, University of Florida. Bul. 341 http://edis.ifas.ufl.edu.

De Datta, S.K. and Feuer, R. 1975. Soil on which upland rice is grown. In. Major Research in Upland Rice. The International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna.

___________. 1975 Upland rice around the world. In. Major Research in Upland Rice. The International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna.

Djokosudardjo, S. 1982. Pengaruh Pemberian Fosfor Terhadap Tingkat Keefisienan Pemupukan Beberapa Macam Tanah di Indonesia. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Epstein, E. 2002. Silicon in plant nutrition. In. Second Silicon in Agriculture Conference. Tsuruoka, Yamagata.

Fox, R. L. and Kamprath, E. J. 1970. Phosphate sorption isotherm for evaluating the phosphate requirements of soils. Soil Sci. Soc. Amer. Proc., 34:902-907 Greenland, D. J. and Hayes, M. H. B. 1978. Soil and soil chemistry. In. D. J.

Greenland and M. H. B. Hayes (Eds) The Chemistry of Soil Constituents. John Wiley and Sons. London. p 1-27

(30)

Ma, J. F. and Takahashi, E. 2002. Soil, Fertilizer and Plant Silicon Research in Japan. Elsevier Science B. V. Amsterdam.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Acad. Press Inc. London. Mauad, M., Crusciol, C. A. C., Filho, H.G, and Corrêa, J. C. 2003. Nitrogen And

Silicon Fertilization Of Upland Rice. Sci. Agri. 60(4): 761-765

McPhail, M., Page, A. L. and Bingham, F. T. 1972. Adsorption interactions of monosilisik and boris acid on hydrous oxide of iron and aluminium. Soil Sci. Soc. Am. J. 36 : 510 – 514

Mulyanto, B., and Stoops, G. 2003. Mineral neoformation during alteration and weathering of andesitic rocks in the humid tropical Indonesia. Catena. 54(3):385-391

Paul, E. A. and Clark, F. E. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Acad. Press Inc. San Diego, California.

Ponnamperuma, F. N. 1975. Growth-limiting factors of aerobic soils. In. Major Research in Upland Rice. The International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna.

Reid, C.P.P. 1990. Mycorrhizas. In. Lynch, J.M. (Ed). The Rhizosphere. John Wiley and Sons. Chichester.

Sanchez, P. A. and Uehara, G. 1980. Management considerations for acid soils with phosphorus fixation capacity. In. The Role of Phosphorus in Agriculture. ASA-CSSA-SSSA. Madison.

Saha, U. K., Hiradate, S. and Inoue, K. 1998. Retention of phosphate by hydroxyaluminiumsilicate- and hydroxyaluminiumsilicate-montmorillonite complexes. Soil Sci. Soc. Am. J. 52 : 627 – 632

Setiadi, Y., Mansur, I., Budi., S.W., dan Ahmad. 1992. Mikrobiologi Tanah Hutan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Silva, J. A. 1971. Possible mechanism for crop respon to silicate application. Proc. Int. Symp. at Soil Fert. Eval. New Delhi. 1 : 805-814

Sommer, M., Kaczorec, D., Kuzyakov, Y. and Breuer, J. 2006. Silicon pools and fluxes in soils and landscapes—a review. J. Plant Nutr. Soil Sci. 169:310– 329

(31)

Sylvia, D. M. 1998. Mycorrhizal symbioses. In. D. M. Sylvia, J. J. Fuhrmann, P. G. Hartel and D. A. Zuberer (Eds.) Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall. New Jersey.

Williams, J. D. H., Syers, J. K., and Walker, T. W. 1967. Fractionation of Soil Inorganic phosphate by a modification of Chang and Jackson’s procedures.

Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 31 : 736 - 739

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Fosfor Tanah

Fosfor (P) dalam tanah dapat dibagi menjadi P organik dan P anorganik (Tisdale, et al., 1985; Lindsay, et al., 1989; Brady, 1990; Ahn, 1993). Bentuk-bentuk P tersebut terdiri atas bentuk yang tersedia bagi tumbuhan yaitu yang larut dan yang berada dalam larutan tanah dan P tidak tersedia yaitu dalam bentuk yang tidak larut atau mendekati tidak larut. Bentuk tidak tersedia ini meliputi bentuk organik maupun inorganik (Ahn, 1993).

Bentuk P organik dalam tanah adalah senyawa-senyawa: fosfat inositol, fosfolipida, asam nukleat, nukleotida dan gula fosfat. Tiga senyawa pertama penting karena dua hal yaitu penting dalam proses pembentukan humus dari bahan organik dan penting dalam meningkatkan ketersediaan P bagi tumbuhan (Russel, 1973; Tisdale et al., 1985; Brady, 1990). Fosfor organik menjadi tersedia setelah termineralisasi (Russel, 1973; Ahn, 1993).

Bentuk-bentuk P inorganik terdiri dari P terikat Ca, Fe dan Al yang terbagi menjadi fraksi aktif dan fraksi inaktif yaitu bentuk occluded dan reductant soluble

(Ahn, 1993). Fosfor tersedia dalam tanah adalah P yang dilepaskan dari pelapukan mineral-mineral, residu tumbuhan dan pupuk P yang ditambahkan (Lindsay et al., 1989).

Secara ringkas P dalam tanah berada dalam tiga kondisi yaitu P dalam larutan tanah, P labil dan P non labil. Fosfor labil merupakan bagian P yang cepat tersedia yang mempunyai laju desosiasi tinggi dan dengan cepat mengisi P dalam larutan tanah. Penurunan bentuk P labil umumnya menyebabkan bentuk P non labil berubah menjadi labil dengan laju yang sangat lambat (Tisdale et al., 1985).

Dinamika Fosfor Dalam Tanah

Erapan anion dalam tanah terdiri atas erapan spesifik dan non spesifik. Erapan non spesifik terjadi apabila anion dierap di permukaan komplek pertukaran, antara lain anion NO3- dan Cl-. Sedangkan erapan spesifik terjadi apabila anion

masuk dalam koordinasi dengan komplek pertukaran melalui penggantian ligan, antara lain anion PO4-3, SiO4-4, AsO4-4, MoO4-3, BO3-3, F- (Mekaru dan Uehara, 1972;

(33)

Hington et al., (1967) Kussow, (1971) menunjukkan bahwa anion PO4-3

secara spesifik dierap oleh hidrous-oksida Al atau Fe. Permukaan oksida tersebut berisi molekul air (OH2) dan ion hidroksil (OH-) yang berikatan dengan Al atau Fe.

Pada pinggiran kristal beberapa molekul OH2 dan OH- terikat hanya dengan satu

atom Al atau Fe dan pada titik isoelektrik permukaan akan tampak sebagai beikut :

OH

Al

(1)

Peningkatan pH meningkatkan desosiasi H+ dari molekul air membentuk group hidroksil lebih banyak dan muatan permukaan menjadi lebih negatif Penurunan pH menyebabkan proporsi molekul air meningkat dan permukaan menjadi lebih positif, seperti digambatkan oleh Rajan et al. (1974)

OH

2

1+ OH

2

0 OH 1-

-H

+

-H

+

Al Al Al (2)

+H

+

+H

+

OH

2

OH OH

l

OH2

Permasalahan P ada tiga hal yaitu: (1) P total yang rendah; (2) P tidak tersedia bagi tumbuhan (berada dalam bentuk tidak larut) dan (3) fiksasi P (Brady, 1990). Fiksasi P dapat diartikan sebagai transformasi bentuk P larut menjadi bentuk yang kurang larut setelah bereaksi dengan tanah (Sanchez dan Uehara, 1980). Fiksasi P tersebut terjadi melalui mekanisme jerapan dan presipitasi dengan senyawa Fe dan Al kristalin atau amorf dengan berbagai perbandingan silikat-seskuioksida.

Hington et al., (1967) menegaskan bahwa P mampu bertukar dengan OH2

dan OH- menjadi terkoordinasi dan teradsorpsi secara spesifik. Apabila anion teradsorpsi secara spesifik maka akan terjadi pengambilan proton (H+) dari bagian lain permukaan pada pH titik isoelektrik dan dari desosiasi tersebut muatan oksida menjadi negatif. Selanjutnya muatan permukaan menjadi negatif dan pH lingkungan meningkat.

(34)

Al-

OH

2

]

+

+ H

2

PO

4-

Al-H

2

PO

4

]

o

+ H

2

O

(3)

Al-OH]

o

+ H

2

PO

4-

Al-H

2

PO

4

]

o

+ OH

- (4)

Hasil penelitian Rajan et al., (1974) menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendah, P terutama menggantikan group OH2, dengan meningkatnya konsentrasi

dan adsorpsi P, group OH terlibat. Pada adsorpsi maksimum, P terutama menukar group hidroksil. Setelah adsorpsi maksimum, P tetap diadsorpsi dan diduga mengakibatkan pemutusan OH yang terikat oleh dua atom Al.

H

2

PO

4

Al Al-H

2

PO

4

]

OH]

o

Al + H

+

Al-OH]

1/2-

Al- H

2

O

+1/2

(5)

-H+

Al-H

2

O

½+

+ H

2

PO

41-

Al-H

2

PO

41/2-

+ H

2

O (6)

Berdasarkan reaksi di atas satu ion H+ bereaksi setiap dua fosfat yang diadsorbsi.

Silikat dalam Tanah

Silikon (Si) merupakan unsur kedua terbanyak di kerak bumi (Tisdale, et al., 1985; Drees, et al., 1989; Sommer, et al., 2006). Silikon terdapat pada lebih dari 370 mineral pembentuk batuan. Silikon menjadi penyusun hampir semua bahan induk dan merupakan satu komponen dasar pada kebanyakan tanah (Sommer et al., 2006).

(35)

debu serapan

aliran (masuk )

serasah tumbuhan

aliran(keluar)

SISTEM

TANAH

Aliran Aliran

(masuk) (keluar)

Silisifikasi

Desilisifikasi

Sumber mineral Sumber biogenik

Silikat primer pitogenik (termasuk

pitolit, mikrobial protozoik

Pelapukan, pembentukan mineral Pelapukan residu biogenik

Translokasi internal

Turbulensi, podsolisasi, duripan, fragipan sekurder

Aliran (masuk)

Silisifikasi Desilisifikasi

aliran (keluar)

(vertikal) (vertikal

)

[image:35.612.85.523.76.407.2]

Transformasi

Gambar 2. Sumber, Transformasi dan Aliran Si dalam Tanah (Sommer et al., 2006)

Hasil pelapukan batuan secara kimia meliputi: (1) pelarutan bahan yang terdiri dari ion-ion organik atau inorganik; (2) residu padatan organik; (3) bentukan senyawa baru silikat, oksida, hidroksida, karbonat, sulfida, dan padatan lainnya (Greenland dan Hayes, 1978). Menurut Bohn et al., (1979) proses pelapukan bersamaan dengan proses perkembangan tanah secara kimia.

Greenland dan Hayes (1978) mengemukakan bahwa dalam proses pelapukan/pelarutan mineral dihasilkan asam silikat (H4SiO4). Semakin intensif

pelapukan maka jumlah H4SiO4 yang dihasilkan makin besar. Keberadaan H4SiO4

dalam tanah tergantung keberadaan air dalam tanah tersebut. Apabila air berlebihan dan drainase baik, H4SiO4 dalam larutan tanah akan tercuci keluar dari tanah.

Proses ini dikenal sebagai desilifikasi (Tan, 1982). Dengan demikian kekurangan Si ditemukan pada tanah-tanah yang terlapuk lanjut pada daerah bercurah hujan tinggi dan tanah organik seperti di Hawai dan Florida Selatan (Tisdale et al., 1985).

(36)

tanah; (3) mikrokristal sekunder (kuarsa, opal, kalsedon) dan fase non kristalin (opal, imogolit, alofan) sebagai hasil pembentukan tanah (Russel, 1973; Drees, et al., 1989, Sommer et al., 2006). Konsentrasi Si dalam larutan tanah berkisar dari 0.4 sampai 2000 µmol/l, umumnya bernilai 100–500 µmol/l, sedikit lebih besar dibandingkan air tanah atau air permukaan (150-180 µmol/l) dan air laut (70 µmol/l). Faktor penentu konsentrasi Si dalam larutan tanah adalah bahan induk (kandungan mineral mudah lapuk), tingkat perkembangan tanah, suhu, lama keberadaan air dalam pori (Sommer et al., 2006).

Kuarsa berkristal baik sangat tahan pelapukan terutama bila berukuran kasar dan mudah melapuk bila berukuran liat (Russel, 1973). Kelarutan mineral silikat menurun dengan meningkatnya kepadatan strukturnya. Bentuk amorf lebih larut dibandingkan bentuk kristalin. Kelarutan silikat amorf dalam tanah pada temperatur biasa dan pH netral sekitar 50–60 mg Si/l. Kelarutan mineral-mineral silikat tersebut dipengaruhi oleh temperatur, pH, ukuran partikel, komposisi kimia dan adanya permukaan liat yang patah (Drees, et al., 1989).

Silikat mungkin ditemukan pada berbagai bentuk transisi gradual antara monomer H4SiO4 dan fase padatan mineral. Bentuk transisi tersebut termasuk

H4SiO4 yang larut, koloid terdispersi homogen (hidrosol), gel yang tidak kaku

(hidrogel) dan gel kaku (serogel). Dalam model disederhanakan dapat digambarkan sebagai :

Asam silikat hidrosol hidrogel serogel

Batas dari bentuk-bentuk tersebut tidaklah tajam dan jumlah masing-masing bentuk tidak pasti. Kondensasi dan polimerisasi gel ditentukan oleh pH dan garam dalam larutan (Drees, et al., 1989).

Reaksi Silikat Dalam Tanah

Pada kisaran pH tanah (3 - 10), silikon dalam tanah dalam bentuk H4SiO4.

(37)

Si(OH)

4

+ OH

-

Si(OH)

3

O

-

+ H

2

O (7)

Namun demikian kondisi tersebut tidak berlaku di dalam sistem tanah. McKeague and Cline, (1963) dan Tisdale et al., 1985) melaporkan bahwa konsentrasi Si menurun dari 33 menjadi 11 mg/l karena peningkatan pH dari 5.4 sampai 7.2.

Silikon secara kimia diadsorpsi pada permukaan mineral karbonat, Al-hidroksida dan Fe-oksida. Al-Al-hidroksida memainkan peranan kunci pada interaksi fase padat dan fase cair dalam tanah. (Beckwith dan Reeve, 1963). Proses oksidasi reduksi berperan penting pada dinamika Si apabila terdapat Fe-oksida. Fenomena ini dijelaskan dengan hasil H+ pada proses oksidasi dari senyawa Fe2+ ke Fe3+ dan selanjutnya asam tersebut melarutkan mineral liat dan disebut Ferolisis (Sommer et al., 2006).

Selanjutnya dikemukakan bahwa erapan Si dalam tanah tergantung pH. Kemasaman tinggi (pH rendah) erapan rendah dan erapan lebih besar terjadi pada pH tinggi. Banyak peneliti yang percaya bahwa seskuioksida khususnya Al-oksida sangat menentukan kapasitas tanah untuk mengerap Si dengan kapasitas maksimum antara pH 8 – 10. McKeague and Cline (1963), McPhail, et al., (1972) dan Orlov (1992) mengemukakan bahwa oksida besi dan khususnya oksida aluminium sangat efektif dalam mengerap H4SiO4. Oleh karena itu kelarutan Si pada

tanah-tanah dengan pH yang sama dipengaruhi oleh keberadaan seskuioksida. Adsorbsi Si(OH)4 yang tergantung pH dapat digambarkan dalam reaksi berikut

(Savant et al., 1999):

Si(OH)4 ---> SiO(OH)3 + H+ (8)

[SiO(OH3)]- + Fe (OH)3 ---> Fe(OH)2OSi(OH)3 + OH- (9)

Penambahan Si ke dalam tanah mempengaruhi tumbuhan lewat dua cara yaitu: (1) pengaruh tidak langsung pada kesuburan tanah dan; (2) pengaruh langsung terhadap tumbuhan. Kebanyakan penelitian pengaruh H4SiO4 pada sifat

tanah berpusat pada interaksinya dengan fosfat dalam tanah. Pengaruh pupuk Si di dalam tanah diawali terjadinya dua proses yaitu: (1) peningkatan konsentrasi H4SiO4, diikuti dengan transformasi senyawa fosfat kurang larut kebentuk fosfat

tersedia, dengan reaksi sebagai berikut:

(38)

2FePO4 + Si(OH)4 + 2H+ ---> Fe2SiO4 + 2H3PO4 (11)

CaHPO4 + Si(OH)4---> CaSiO4 + H2O + H3PO4+ (12)

(2) senyawa Si menjerap P dalam bentuk tersedia bagi tumbuhan (Savant et al., 1999; Matichenkov dan Calvert, 2002).

Pupuk-pupuk Si umumnya bereaksi netral atau sedikit basa. Silikon larut menurunkan keracunan Al karena H4SiO4 bereaksi dengan Al yang mobil

membentuk alumino-silikat yang kurang larut (Matichenkov dan Calvert, 2002). Savant et al., (2002) mengemukakan bahwa pengaruh Si bukan menurunkan pembentukan senyawa Ca-P yang agak larut tetapi pada menurunkan jerapan P oleh hidroksida Fe dan Al.

Pada tanah yang didominasi mineral dengan muatan variabel, maka muatan koloid tanah merupakan fungsi pH dan konsentrasi elektrolit. Titik muatan nol (Point Zero of Charge, PZC) merupakan parameter terpenting dalam sistem muatan variabel. Besarnya muatan permukaan ditentukan oleh hubungan pH dan PZC. Akibatnya praktik pengapuran untuk meningkatkan kation-kation tanah, KTK dan pH > 6 tidak ekonomis akibat besarnya kapasitas sangga tanah. Pada kondisi tersebut, penurunan PZC berpengaruh pada kapasitas muatan permukaan, tanpa harus meningkatkan pH sampai tingkat yang tidak ekonomis (Uehara dan Gillman, 1981).

Bahan organik dan silikat bersifat mempunyai PZC rendah, dengan demikian dapat berpengaruh meningkatkan KTK pada tipe tanah ini. Penambahan silikat ke dalam tanah mempengaruhi sifat tanah seperti agregasi, kapasitas menahan air, pertukaran kation dan kapasitas buffer tanah (Berthelsen, et al., 2003).

Aplikasi Ca-silikat sedikit meningkatkan P terekstrak. Hal ini terjadi karena penggantian P dari komplek pertukaran, meningkatkan kelarutan P akibat peningkatan pH dan P dari bahan Ca-P yang ditambahkan. (Berthelsen, et al., 2003.)

(39)

dan liat dibandingkan reaksi pelarutan dan presipitasi (Jones and Handreck, 1963; McKeague and Cline, 1963; Beckwith and Reeve, 1964; Berthelsen, et al., 2003).

Perlakuan Ca-silikat meningkatkan pH tanah (pH air maupun pH CaCl2), dan

KTK tanah yang bertahan hingga selama satu tahun. Peningkatan Δ pH (pH H2O –

pH CaCl2) akibat pembentukan aluminosilikat amorf di permukaan sebagai hasil

perlakuan. Peningkatan dosis Ca-silikat menggeser secara vertikal kurva KTK pada seluruh kisaran pH, yang menunjukkan peningkatan muatan tidak hanya akibat peningkatan pH (Berthelsen, et al., 2003).

Peningkatan KTK akibat perlakuan Ca-silikat terjadi karena kombinasi beberapa faktor yaitu: (1) penambahan anion Si memberikan muatan lebih negatif ke dalam permukaan koloid sehingga menurunkan PZC; (2) paningkatan pH tanah, meningkatkan muatan permukaan (ditunjukkan oleh nilai pH–PZC); (3) bentuk Ca silikat yang lambat larut secara langsung memberikan muatan (Berthelsen, et al.,

2003).

Pembentukan muatan berkaitan dengan kapasitas mengikat hara. Meskipun respon hasil akibat ameliorasi silikat terutama berkaitan dengan peningkatan Si tersedia. peningkatan KTK secara positif akan berpengaruh pada respon tersebut (Berthelsen, et al., 2003).

Silikat dalam Tumbuhan

Atas dasar keperluan Si tumbuhan dikelompokkan menjadi dua yaitu akumulator dan non akumulator. Tumbuhan akumulator adalah tumbuhan yang kandungan Si-nya melebihi besar Si yang diserap, keadaan sebaliknya untuk tumbuhan non akumulator (Ma dan Takahashi, 2002). Tanaman akumulator menyerap Si secara aktif.

Model serapan Si adalah aktif, pasif dan penolakan serapan (Ma, et al.,

2001). Silikon diserap tumbuhan dalam bentuk H4SiO4 yang proporsional dengan

(40)

Pada padi akar lateral berkontribusi pada serapan Si, sementara rambut akar tidak (Ma, et al., 2001).

Silikon bukan hara esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, tetapi serapan unsur ini menguntungkan bagi tumbuhan khususnya padi. Tanaman padi yang cukup Si akan mempunyai batang dan daun yang tegak (Ma dan Takahashi, 2002; Mauad, et al., 2003). Lebih dari 99 % Si yang diserap padi didistribusikan ke dalam batang. Silikon pada padi akan berpengaruh pada:

1. Meningkatnya tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot batang (Ma dan Takahashi 2002);

2. Meningkatkan ketahanan terhadap cekaman lingkungan: panas, dingin dan kekeringan (Chen, et al., 2000; Mitani dan Ma, 2005). Si meningkatkan kekuatan jaringan pada batang, daun dan akar. Padi kekurangan Si mempunyai batang dan daun lemah merunduk. Si meningkatkan kekuatan mekanik dinding sel (Chen, et al., 2000; Dobermann dan Fairhurst, 2000; Ma dan Takahashi 2002; Mitani dan Ma. 2005);

3. Memperbaiki ketidak-seimbangan hara dan keracunan logam pada tumbuhan. Si dapat menyeimbangkan hara di dalam jaringan tumbuhan; menekan serapan Al, Mn dan Na dan mediator serapan unsur hara lain seperti P, Mg, K, Fe, Cu dan Zn (Chen, et al., 2000; Ma dan Takahashi 2002). Kadar N, P, Ca dan Mn bagian atas tanaman padi menurun dengan penambahan Si. Hasil fraksionasi Ca pada daun bendera menunjukkan bahwa pada padi yang kekurangan Si, Ca menggantian sebagian peran Si pada tanaman tersebut (Ma dan Takahashi, 2002);

4. Meningkatkan kadar klorofil dan metabolisme tumbuhan (Chen, et al., 2000). Si menstimulasi fotosintesis pada padi menurunkan transpirasi tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000; Ma dan Takahashi, 2002).

5. Mempercepat waktu pembungaan (Ma dan Takahashi, 2002).

6. Meningkatkan hasil gabah. Kekurangan Si pada padi meningkatkan jumlah gabah hampa; menurunkan panjang malai; menurunkan jumlah malai, menurunkan jumlah gabah per malai (Dobermann dan Fairhurst 2000; Ma dan Takahashi 2002; Mauad, et al., 2003).

(41)

epidermis silika (Dobermann dan Fairhurst, 2000) sehingga meningkatkan kekuatan mekanik dinding sel (Chen, et al., 2000).

Pemberian Si pada fase reproduktif padi lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil gabah dibandingkan fase generatif. Semua fungsi Si mempuyai andil dalam meningkatkan bobot batang dan ketahanan terhadap cekaman fisik, kimia maupun biologi (Ma dan Takahashi, 2002).

Silikon diendapkan pada daun bendera padi dan menyebabkan daun bendera tetap tegak, dan menstimulasi fotosintesis bagian atas padi melalui perbaikan penangkapan cahaya matahari. Hasil penelitian Takahashi (1966 dalam

Ma dan Takahashi 2002) menunjukkan bahwa jumlah CO2 yang diasimilasikan oleh

padi ber-Si tinggi lebih tinggi dibandingkan yang ber-Si rendah. Hasil pengukuran laju asimilasi CO2 daun bendera antara padi berkadar Si rendah dan tinggi pada

pertumbuhan optimum tidak berbeda, yang menunjukkan bahwa pada kondisi pertumbuhan optimum pegaruh Si terhadap laju fotosintesis rendah. Pada kondisi kekeringan padi yang dipupuk Si mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan yang tidak dipupuk, akibat penurunan laju transpirasi. Padi yang berkadar Si > 10% SiO2 transpirasinya menurun 20 sampai 30%. Penelitian lebih

lanjut menunjukkan bahwa 5.3 dan 29.2% berbanding 4.7 dan 24.6% asimilat tanaman padi sebelum dan sesudah keluarnya malai ditranslokasikan ke malai antara tanaman dipupuk dan tidak dipupuk Si. Padi yang cukup Si, lebih tahan radiasi dibandingkan yang kekurangan.

Mikoriza

Mikoriza adalah asosiasi atau simbiosis antara tumbuhan dan fungi yang mengkoloni jaringan korteks akar selama periode pertumbuhannya. Asosiasi ini dicirikan terjadinya aliran karbon dari tumbuhan ke fungi dan penyediaan hara oleh fungi untuk tumbuhan (Marschner, 1986; Paul dan Clark, 1989; Imas, et al., 1989; Reid, 1990; Killham, 1994; Smith dan Read, 1997 dan Sylvia, 1998). Asosiasi antara fungi dan akar, sebenarnya merupakan bentuk parasit, dimana fungi menyerang akar, tetapi bukan parasit berbahaya (Imas, et al., 1989).

(42)

tahun 1885 oleh A. B. Frank ke organ-organ komposit dari Cupuliferae (Richard, 1974; Paul and Clark, 1985; Reid, 1990; Smith dan Read, 1997).

Fungi mikoriza berasosiasi dengan hampir semua tumbuhan (Paul dan Clark, 1985; Kucey, et al., 1990) yang menurut dugaan Sylvia (1998) mencapai 95 %. Famili tumbuhan yang umumnya tidak ditemukan fungi mikoriza adalah:

Cyperaceae, Junceaceae, Urticaceae, Chenopodiaceae, Caryophyllaceae dan

Brasicaceae (Paul dan Clark, 1985).

Mikoriza yang terpenting dalam bidang pertanian Vasikular-Arbuskular mikoriza (VAM) (Sieverding, 1991). Menurut Mosse (1981) VAM termasuk famili

Endogenaceae, Ordo Morales dan Kelas Phycomycetes. Fungi tersebut hanya menginfeksi sel korteks primer dan korteks sekunder, sedangkan daging akar tumbuhan tahunan tidak terinfeksi. Lima genus terbesar dalam famili Endogenaceae adalah: Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocystis dan Scutellospora (Paul dan Clark, 1989).

Fungsi dan Fisiologi Mikoriza

Terdapat berbagai fungsi yang dilakukan mikoriza dalam hubungan tanah dan tumbuhan. Fungsi-fungsi tersebut antara lain meningkatkan serapan dan translokasi hara, meningkatkan kemampuan menghadapi kondisi tanah yang buruk, memperbaiki agregasi tanah, bersimbiosis dengan organisme lain, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, dan serangan patogen akar (Paul dan Clark, 1985, Imas, et al., 1989; Reid, 1990; Sieverding, 1991; Buecking, 2005,) dan dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh (Imas, et al., 1989; Killham, 1994)

(43)

Pasokan Hara Untuk Inang

Miselium eksternal semua tipe mikoriza memainkan peranan kunci pada serapan hara oleh tumbuhan, mengembangkan bagian media tumbuh yang dapat dijangkau akar dan kemampuan berkompetisi dengan mikroorganisme tanah lainnya. (Marschner, 1986; Linderman, 1992; Smith dan Read, 1997, Dalpé and Monreal, 2004) Serapan melalui mikoriza tidak berbeda dari serapan oleh sistem absorbsi lainnya yaitu serapan aktif, tergantung pada energi metabolik dan terhambat oleh inhibitor. (Smith dan Read, 1997)

Akar terkolonisasi mikoriza menyerap hara lebih efisien. Mikoriza mempunyai pengaruh terbesar pada hara P (Marschner, 1986; Smith dan Read, 1997). Hara-hara yang serapannya terpengaruh oleh adanya mikoriza adalah N, P, Zn, Cu dan S. (Paul dan Clark, 1985; Marschner, 1986; Kucey et al., 1990; Dalpé and Monreal, 2004; Buecking, 2005,). Hara dengan konsentrasi dan mobilitas sangat rendah seperti Zn dan Cu cepat diserap seperti fosfat. (Marschner, 1986; Smith dan Read, 1997; Dalpé and Monreal, 2004). Mekanisme peningkatan serapan hara tersebut antara lain: meningkatkan volume tanah yang ditempati akar, menyerap dari larutan berkonsentrasi rendah, mengeluarkan enzim fosfatase; meningkatkan dekomposisi fosfat organik; dan mengadsorpsi dari bahan yang kurang tersedia bagi tumbuhan (Paul dan Clark, 1985; Marschner, 1986; Kucey et al., 1990). Dalam studi dengan menggunakan isotop P32 pada tanaman bawang, Gray dan Gerdeman (1969) telah membuktikan bahwa bawang bermikoriza mengakumulasikan P nyata lebih tinggi dibandingkan tanaman tak bermikoriza.

Fungi mikoriza menyerap P dalam bentuk H2PO4-1 seperti pada kebanyakan

sel lainnya. Setelah menyerap P fungi mikoriza mensintesis polifosfat dan disimpan di dalam vakuola fungi (Reid, 1990; Smith dan Read, 1997; Buecking, 2005,). Selanjutnya polifosfat diakumulasikan dalam bentuk arginin, yaitu polifosfat berbentuk granul yang distabilkan dengan Ca+2. Akumulasi polifosfat bervariasi dengan perbedaan pertumbuhan, rendah pada pertumbuhan cepat dan miselium muda, linier pada awal atau akhir tahap pertumbuhan dan mendatar apabila medium lebih kaya P dibandingkan N (Smith dan Read, 1997).

(44)

FMA. Kolonisasi akar lebih ditentukan oleh kadar hara yang terdapat di dalam akar dibandingkan dengan eksudat yang dikeluarkan akar (Schwab, et al., 1983;

Marschner, 1986). Konsentrasi fosfor larutan terendah yang mana tanaman diuntungkan dengan infeksi mikoriza berkisar dari 0.1 μg/ml untuk kedelai sampai 1.6 μg/ml untuk singkong dan Stylosantes. Tumbuhan berakar kasar menunjukkan respon tinggi pada infeksi fungi mikoriza. Mikoriza mampu menyerap fosfor organik yang baru dimineralisasi (Paul dan Clark, 1985).

Pengaruh mikoriza pada nitrogen jarang dicatat dan tidak sejelas seperti P. Mikoriza umumnya menyerap NH4+ lebih cepat daripada NO3-. Serapan NH4+

mungkin pasif atau aktif melalui co transport proton, dan cepat diasimilasikan membentuk asam amino dan amida. Asimilasi berperanan penting dalam mempertahankan perbedaan potensial elektrokimia untuk absorbsi berkelanjutan. Mekanisme serapan asam amino dan amida oleh ericoid atau fungi ektomikoriza mengikuti hidrolisis protein atau melaui co-transport proton dengan energi berasal dari H+-ATP-ase seperti untuk PO4-3. Hanya beberapa fungi mikoriza (yaitu

Basidiomicetes) yang mempunyai nitrat reduktase, untuk mengasimilasikan nitrat (Smith dan Read, 1997).

Peningkatan efisiensi serapan hara tergantung pada tiga proses yaitu: serapan hara dari dalam tanah oleh fungi; translokasi hara dalam hifa ke struktur fungi dalam akar (hifa dan arbuskul) dan transfer ke dalam sel tanaman melewati apoplas antar simbion (Smith dan Read, 1997).

Mekanisme translokasi P dalam mikoriza terjadi melalui aliran sitoplasma. Polifosfat berfungsi sebagai cadangan P dan komponen menyusun miselium yang siknifikan. Ketidak-larutan polifosfat mempertahankan konsentrasi rendah P, diikuti dengan serapan P secara kontinu dari larutan tanah. Translokasi P terjadi melalui pemecahan polifosfat, melalui dua reaksi yaitu hidrolisis dengan mediator polifosfatase atau proses sebaliknya dengan mediator polifosfat kinase pembentukan ATP dari ADP (Nye dan Thinker, 1977; Reid, 1990; Smith dan Read, 1997).

(45)

hara. Kehadiran 10 mM KCl dalam media meningkatkan sekresi. NaCl menyebabkan hal yang sama tetapi lebih kecil (Smith dan Read, 1997).

Glutamat, amida, dan glutamine adalah senyawa penting dalam translokasi N. Ketiga senyawa tersebut adalah hasil asimilasi N inorganik dalam miselium eksternal dan masuk ke dalam akar (Smith dan Read, 1997).

Ukuran laju translokasi hara dalam hifa adalah masa transfer spesifik dengan satuan mol m-2 s-1 atau m/jam. Satuan m/jam berguna apabila aliran masa merupakan mekanisme yang terjadi, tetapi hanya memberikan informasi mengenai efisiensi translokasi relatif apabila konsentrasi larutan diketahui (Smith dan Read, 1997). Laju translokasi hara dalam hifa Glomus mosae ke Trifolium respens untuk P adalah antara 2–20 x 10-6 mol/m2/dt. Penurunan laju transpirasi tumbuhan menurunkan laju translokasi.

Transfer hara ke dalam tumbuhan melalui arbuskul pada mikoriza arbuskular, melalui hifa koil pada orchid dan erikoid dan melalui hartignet pada ektomikoriza (Paul dan Clark, 1985; Smith dan Read, 1997). Sisi transfer hara dibentuk dari asosiasi erat struktur halus fungi dengan sel tumbuhan khususnya pembentukan plasmalemma. Hartignet bertahan antara 9 sampai 14 bulan, arbuskul dari mikoriza arbuskular dan hifa koil erikoid terus dibentuk dan dihancurkan dengan waktu ulang 4 sampai 15 hari (Smith dan Read, 1997).

Miselium mempunyai kemampuan untuk translokasi dua arah, dari bagian yang muda ke bagian yang tua dan sebaliknya. Hifa yang panjang dan besar adalah jalur utama translokasi di eksternal miselium, sedangkan cabang-cabang kecil berperanan dalam absorpsi hara. Sekat dan pori-pori sekat pada hifa penting bagi kontinuitas sitoplasma dan potensi translokasi melalui sitoplasma jarak jauh (Smith dan Read, 1997).

(46)

Interfase pada mantel fungi ektomkoriza adalah impermeabel dan penghambat pergerakan hara antara tanah dan akar sehingga semua cairan mencapai sel akar melalui simplasme hifa mantel. Mula-mula translokasi di dalam miselium dan selanjutnya dikeluarkan ke dalam apoplas di wilayah hartignet. Lapisan impermeabel memungkinkan untuk mengontrol konsentrasi cairan pada apoplas korteks dan daerah hartignet, tempat tranfer antar simbion (Smith dan Read, 1997).

Transfer melalui interfase simbiotik diawali dengan sekresi dari donor ke dalam ruangan apoplas. Tranfer terjadi kemungkinan seperti mekanisme dalam pengosongan phloem ke dalam jaringan tumbuhan (Smith dan Read, 1997).

Sekresi diikuti oleh serapan dari apoplas oleh organisme penerima. Membran-membran yang terlibat pada serapan oleh proton co tranport diberi energi oleh H+-ATP-ase. Hasil penelitian menunjukkan ATP-ase aktif dijumpai pada interfase arbuskul, baik dalam membran tumbuhan atau fungi. Beberapa enzim yang dijumpai telah diidentifikasi sebagai ATP-ase, tetapi beberapa lainnya adalah fosfatase tidak spesifik. Membran sel tumbuhan dan membran plasma fungi pada apoplas secara konsisten mempertahankan aktivitas ATP-ase tetap tinggi, apabila fosfatase non spesifik dihambat oleh Mn2+ (Smith dan Read, 1997).

Asimilasi N oleh fungi pada ektomikoriza diikuti dengan transfer N organik ke tumbuhan. Lintasan enzimatik menunjukkan pasangan glutamin-glutamat, dan α ketoglutarat kemudian ditransfer ke dalam tumbuhan dan membentuk glutamat. Prosesnya kurang jelas namun keseluruhan enzim yang mengkonversi N organik terdapat di dalam fungi, dan sumber karbon berasal dari glukosa yang diberikan tumbuhan (Smith dan Read, 1997).

Dalam situasi simbion tumbuhan atau bagiannya mati, simbion fungi mungkin mendapatkan bahan dari sel yang mati tersebut. Sebaliknya hara mungkin ditransfer dari fungi ke sel akar melalui hifa atau arbuskul yang hancur dalam mikoriza orchid, ericoid atau FMA (Smith dan Read, 1997).

Aliran Karbon dari Tumbuhan ke Fungi

(47)

menunjukkan kemungkinan interaksi antara aliran karbohidrat dan fosfat memotong interfase mikoriza. (Buecking, 2005,)

Karbon yang difiksasi tumbuhan selama pertumbuhannya dialokasikan sebagian di atas tanah dan sebagian di bawah tanah sebagai akar dan mikoriza. Karbon yang digunakan oleh fungi adalah biaya yang dikeluarkan tumbuhan dan disebut biaya simbiosis. Keuntungan kotor adalah tambahan karbon yang difiksasi sebagai hasil kolonisasi mikoriza dan keuntungan bersih adalah keuntungan kotor dikurangi biaya. Efisiensi dari simbiosis adalah keuntungan bersih dibagi denga

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Sumber, Transformasi dan Aliran Si dalam Tanah (Sommer et al., 2006)
Gambar 3 . Interaksi Aliran Karbon dan Fosfat Memotong Interfase Mikoriza
Tabel  1. Sebaran  Berbagai Order Tanah di Indonesia (Anonymous, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

SERIBU DKI JAKARTA... AL

Muhammad Fadhlullah Suhaimi (1886-1964) yang pernah belajar di Universiti al-Azhar (1911- 1914) juga merupakan antara pelajar lepasan Mesir yang banyak mencurahkan sumbangan

sifat fisika yang sarna dengan gelombang elekrom'.lprretik yang lain seperti gelombang optik. Panjang gelombang sinar-x dapat diatur sedemikian rupa sehingga ordonya sama

Skripsi Pola Makan Masyarakat Nelayan Kejawan .... Gita

Dengan keadaan dimana bukti pengeluaran barang dari gudang dan bukti permintaan dari konsumen yang hanya dikeluarkan oleh 1 orang pegawai pada perusahaan tersebut, seberapa

Fungsi yang ditemukan dalam mural di Kota Yogyakarta antara lain: menyampaikan kritik kepada masyarakat, mengenalkan kembali tokoh-tokoh dunia sastra Indonesia dan karyanya,

[r]

HUBUNGAN ANTARA PEMAAFAN (FORGIVENESS) DENGAN KECEMASAN (ANXIETY) PADA REMAJA YANG ORANGTUANYA BERCERAI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu