1.1. Lator Belakang
Sebelum terjadi krisis ekonomi pada tabun 1997. Indonesia
mcrupakan salah satu negara yang berhasil pembangunan ekonominya. Dcngan bantuan Bank Dunia dan negara-negara donor. Indonesia dari tahun 1966-1996 memiliki pertumbuhan lebih dari 5% per tahun (dengan rata-rata 7% per tahun), ekonomi makronya stabil dan stahilitas keamanannya terjamin dengan baik. Namun krisis ekonomi yang terjadi pada tabun 1997 telab mcngubah wajah perekonomian Indonesia. Nilai nominal rupiah turon sampai 80%, tingkat inflasi mencapai 70%, dan tingkat pengangguran naik sangat tinggi. Tingkat penganguran pada awal tahun 1988 tClcatat 17.1 % (15.4 juta), sementara pada bulan Juli 1988 sebesar 20 juta. Pada tabun 1988 International Labor Organization (lLO) mencatat penganguran.
baik
pengangguran terbuka maupun penganguran setengah tcrbuka (pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam per hari) sebesar 15%. Akibat krisis ekonomi tersehut juga telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meourun tajam.
terjadi konstraksi perekonomian sehesar-13.1% pada tahun 1998.
Nepotisme) dan pada akhimya menyebabkan pertumbuhan eknnomi tidak bisa tumbuh tinggi secara berkelanjutan. Pacla pola sentralisasi juga menyebabkan tidak cukup tertampuugnya aspirasi pembangunan masyarakat lokal sehingga potensi daerah tidak dapat terwujud dengan baik. Seja1an dengan penyebab terjadinnya ktisis ekonomi tersebut diatas, untuk mengatasinya selain memerlukan pembenahan-pembenahan di bidang ekonomi seperti stabilitas moneter, penurunan inflasi, pembenahaD perbankan, restrukturisasi keuangan perusaban-perusahaan swasta, privatisasi Badan Milik Usaba Negara (BUMN) dan lain-lain, juga memerlukan adanya desentralisasi pengelolaan pemerintahan.
Me\alui UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diberlakukan mulai bulan lanuari 2001, pengelo\aan pemerintahan dirubah. Melalui UU No. 22 Tahun 1999, seluruh kekuasaan pemerintah kecuali di bidang politik
luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama.,Kewenangan politlk sebagaimana diberikan melalui UU No. 22 Tabun 1999 diikuti oleh keweIlllDgan keuangan sehagaimana diatur dalam perimhangan keuangan antsra pusat dan daerah sesuai dengan UU No. 25 Tabun 1999. Dengan perimhangan keuangan tersebut diharapkan pemerintah daerah dapat memaksimalkan fungsi harunya tersebut. Melalui pelaksanaan desentralisai diharapkan: (I) pemerintah pusat dapat berkonsentrasi pada masalah-masalah strategis ekonomi makro, sedangkan pelaksanan operasional pemhangunan ditangani oleh pemerintah daerah, (2) pelayanan pemerintah dapat memenuhi barong dan jasa publlk kepada masyarakat dapat lebib baik, dan (3) kontrol masyarakat terbadap jalannya pembangunan menjadi lebib balk sehingga penyimpangan-penyimpangan jalannya pemhangunan dapa! berkurang. Dengan ketiga hal tersebut maka ekonomi diharapkan akan tumbuh lebib baik dan stabil.
membaDgun model optimasinya sebagai dasar dalam perencanaan anggaran pemerintah daerah
1.2. RUJDusan Masalab
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak di jalur Pantura (pantai Utara Jawa). Secara geografis, kabupaten ini terletak diantara 1,070.52 - 1,070.36 Bujur Timur dan 60.14-60.40 Lintang Selatan. Luas wilayab Kabupaten Indramayu 204,011 ba, memanjang dari barat ke timur sepanjang jalan raya utara Pulau Jawa. Pada umumnya wilayab ini merupakan dataran rendab dengan ketinggian dibawah 5 m di alas permukaan laut.
Ekonomi Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000 dicirikan oleh empat seldor utarna pembentuk PDRB, yaitu: Seldor Pertarnbangan dan Penggalian (55.2%), Pertanian (16.45%), Industri Pengolahan (12.82%), Perdagangan, Hotel dan Restoran (8%). Seldor Pertanian merupakan seldor yang sangat penting karena selain memberikan konstribusi besar pada pencipataan PDRB juga memberikan lapangan keJja terbesar di Kabupaten Indramayu. Seldor yang memberikan lapangan kerja besar di Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000 secara berturut-turut ada1ah: Seldor Pertanian (54%), Perdagangan (15%), dan Jasa (12%).
Pada saat ini pembangunan di Kabupaten Indramayu menghadapi
beberapa rnasalah, antara lain: (I) kualitas sumberdaya manusia yang rendah, (2) pertumbllhan ekonomi yang rendah, (3) penganguran yang エゥョァァセ@
sumberdaya manusia di Kabupalen Indramayu ditunjukkan oleh index sumberdaya manusianya. Pada Tabun 1999, indikator-indikator sumberdaya
manusia di Kabupaten Indramayu menunjukkan hal sebagai berikut: harapan hidup 63.3 tahun. angka melek huruf 66.7%, rata·rata lama sekolah 3.9 tahun dan rata-rata pengeluaran per kapita 588 ribu rupiah per tahun sehingga menempatkan Kabupalen Indramayu dalam rangking ke 269 dari 294 kabupatenlkota di seluruh Indonesia di Bidang Pembangunan Sumberdaya
Manusia.
Dalam segi pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan PORB turun dari 6.95% pada tahun 1996 menjadi -10.49% pada tahun 1998 dan 3.98% pada lahun 2000. Akibal dari rendahnya pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan lingginya penganguran. Pada Tahun 2000, jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 142 783 orang, atau 94.61% dari angkatan kerja. Dihedakan
menurut witayah pedesan dan perkotan. di pedesaan orang yang bekerja sebesar 94.68%, sedangkan di perkotaan sebesar 92.40% terhadap angkatan kerja. Sedangkan rendahnya pendapalan daerah dapat dilihat dari rasio PAD (Pendapalan Asli Daerah) dengan pendapatan daerah. Pada Tahun 2000, Pendapatan AsH Daerah Kabupaten lodramayu hanya sebesar 7.67 milyar rupiah atau banya 8.3% dari Belanja Rutin Pemerintah Daerah. Dengan kondisi demikian maka untuk penyelenggaraan pemerintahannya sehari-hari Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu tergantung pada dana dari pemerintah pusat.
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nya sebail< mungkin. Pemerintah Daerah perlu mengalokasikan anggarannya agar mendorong penciptaan tenaga kerja, meningkatkan output, meningkatkan pendapatan, penerimaan daerah dan memperbaiki mutu swnberdaya manusianya. Namun demikian tampaknya kebijaksanaan alokasi anggaran di Kabupaten Indramayu belum didasari oleh kerangka berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini misalnya dapat dilibat dari alokasi APBD pada tabun 2000. Pada tabun tersebut, anggaran lebib banyak digunakan untuk membiayai Belanja Rutin (76%), dan dialokasikan pada seklor yang lrurang memberikan dampak pada penciptaan tenaga kerja. Sektor Pertanian yang memberikan konstribusi pada PDRB sebesar 16.45% dan memberi kontribusi pada penciptaan tenaga kerja sebesar 54% hanya mendapat anggaran sebesar 3.72%, dan Sektor Pcrtambangan yang mempunyai kontribusi sebesar 55.2% pada penciptaan PDRB tidak mendapat alokasi anggaran. Alokasi anggaran lebih banyak digunakan untuk pembiayaan Sektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan Keamanan (48.15%) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi (20.13%). Disini terlihat bahwa anggaran pemerintah lebib banyak ditujukan untuk membiayai kegiatan intern pemerintah sendiri bukan membiayai kegiatan-kegiatan yang langsung menciptakan nilai tambah dan penciptaan tenaga kerja di masyakarat.
masyarakat. Model baru alokasi anggaran tersebut sebaiknya tcrkait dengan kontribusi sektor-sektor ekonomi tcrhadap output, penciptaan tenaga kerja dan pendapatan daerah.
Dari uraiao tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pennasalahan
utama yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah belum optimalnya alokasi APBO Kabupaten Indramayu, dalam arti bahwa alokasi APSD oya belum mampu memberikan dampak optimal pada penyerapan teRaga kerja, output dan penerimaan pajak.
1.3. Tujuao
Berdasarkan rumusan pennasalahan tersebut diatas. tujuan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Indramayu ini meliputi:
I. Mengkaji pengaruh penerapan UU Nomor 22 dan 25 Tahuo 1999 terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
2. Mengidentifikasi struktur ekonomi daerah, keterkaitan antar sektor, dan kontribusi masing-masing sektor pada tujuan-tujuan pembangunan seperti penciptaan kerja, output dan pajak.
3. Mengkaji alokasi anggaran yang telah berjalan, dampaknya pada penciptaan tenaga kerja, pajak dan output daerah.
1.4. Ruang Lingkup
Untuk meneapoi tujuan penelitian, kegiatan penelitian akan meliputi: I. Pengkajian tentang perubahan kelembagaan pemerintah daerab, yang
dibatasi pada level kabupaten, dan kebijaksanaan fiskal sesudab diterapkannya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
2. Pengkajian mengenai struktur ekonomi daerah.
3. Pengkajian terhadap kontnbusi masing-masing sektor ekonomi terhadap outPut, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak.
4. Pengkajian tentang sumber-sumber keuangan daerah
5. Pengkajian mengenai mekanisme alokasi anggaran pembangunan daerah
6. Penyusunan Model Optimasi (LP セ@ Linear Programming dan GP セ@ Goal Prognunming) A10kasi Dana Pembangunan Daerah yang dapat memaksimumkan output, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak dengan memperhatikan kendala yang ada
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penon Pemerintah dalam Perekonomian
2.1.1. Kegiatan Pemerintah
Pemerintah merupakan salah satu peJaku ekonomi di dalam masyarakat. Dalam perekonomian, pemerintah memproduksi dan menawarlam borang dan jasa yang diproduksinya dan membeli borang dan jasa yang diperlukaDnya. Seperti juga peJaku ekonomi 1ainnya, pemerintah harus harus melakukan kegiatannya
secara efisien agar masyarakat sejahtera
Pada rumah tangga dan perusahaan, efisiensi kegiatan produksi dan
konsumsi dilakukan dengan memaksimumkan keuntunganfmanfaat, sebagai pengukur manfaat dan keuntungan ada lab barga barga pasar. Berbeda dengan etSiensi pada kegiatan konsumsi dan produksi dati rumah tangga dan perusabaan, efisiensi kegiatan pemerintah tidak diukur dengan menggunakan barga-barga pasar karena barga-barga pasar dati barang yang diproduksi pemerintab, borang publik, tidak ada. Jenis dan jum1ab borang publik yang diproduksi ditentukan oleh proses politik.
Barong dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai barong publik (public good). yang tercipta karena adanya kegagaJan pasar (market failure). SeJain karena adanya kegagalan pasar, borang publik diproduksi karena adanya sifat monopoli aJamiab dati borang tersebut dan adanya tujuan untuk pemerataan pendapatan.
bervariasi dari peluru kendali sampai jasa pembersihan ruangan, dan (4) redistrihusi pendapatan (income). Secara tradisional kegiatan pemerintab biasanya di bidang pertahanan keamanan, pendidikan dan kesehalan. Sedangkan Musgrave (1973) merumuskan fungsi pemerinlah kedalam liga fungsi utama, yailu: (I) fungsi alokasi dimana pemerinlah berfungsi unluk menyediakan harang-harang sosial, (2) fungsi dislribusi, dimana pemerinlah berfungsi untuk menjamin kesejahteraan warganya dan adanya distribusi
kekayaan yang adil (da1am fungsi ini pemerintah dapat memungut pajak yang tinggi pada orang kaya dan mendistribusikanya pada orang yang miskin). dan (3) fimgsi stabilisasi, dimana pemerintah menggunakan
kebijaksanaan anggaran untuk mempertahankan pencipataan peluang kerja yang tinggi, stabilitas harga, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
sesuai.
Pemerintah yang merupakan institusi peiaksanan kegiatan produsen
kemampuan untuk memaksa lembaga lain melakukan se.uatu yang tidak bisa dilakukan oleh iustitusi swasta (Stiglitz, 2000).
Dati
uraian·uraian
dimuka dapat disimpulkan bahwa fungsipemerintah adalab memaksimumkuu kesejahteraan masyarakat (public welfare). Kesejahteraan masyarakat ini misalnya berupa tersedianya barang-barang ーオ「ャゥォセ@ pendatan yang lebih merata, tcrsedianya kesempatan kerja, stabilitas barga, dan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
2.1.2 .. Kegagalan Pemerintah
Pemerintah juga seringkali gagal menjalankan fungsinya secara baik, sehingga aktivitasnya tidak efisien. Kegagalan pemerintah ini disebabkan antara lain oleh: (1) terbatasnya informasi, (2) terbatasnya kontrol terbadap respon pasar privat, (3) terbatasnya kontrol terbadap 「ゥイッォイ。ウセ@ dan (4) adaoya tekauan oleh proses politik (Stiglitz, 2000).
Dari kenyataan tersebut di alas, salah satu usaha untuk mengurangi kegagalan pemerinlah adalah dengao menyediakan infurmasi yang lebib baik pada pejabat pengamhil keputusan. Dalam hal alokasi auggarao, kegagahm pemerinlah dapst dikuraogi dengao menyediakan informasi mengenai dampak anggarao terhadap sasarao-sasarao pembangunan.
Keputusan dalam alokasi belaoja pemerinlah dilakukao melalui proses politik dalam raogka memaksimumkao tecapaioya prefereusi masyarakat secara msksimal. Prefereosi masyarakat akao kebutuhao baraog dan jasa publik ini akao
dan wakil rakyat perIu mengetahuI c1ampok cIari alolcasi IIDgg8f8Il
pocIa
ten:apainya tujuan pembanguuan sehingga lreputusan yang dihasilkan akan sesuai dengan preferensi publik.
Karena setiap alokasi yang
berbeda
cIari belanja pemerintab akan memiliki cIampok yang berbeda, maka daIam penentuan anggaran tercIapat piliban alokasi yang lebih baik. Dalamilmu
ekonomi, ahematif alokasi belanja pemerintah yang memberikan cIampok pencapllian tujuan pembangunan yang besar cIari jumlab anggaran yang sama adalab alokasi belmlia yang lebih elisien. Pemahaman akan ahematif belanja pemerinIah dan clampaknya pacla tujuan pembangunan tersebut akan membantu pemerintah daIam memutuskan alokasi IIDgg8f8Il yang lebihefisien.
2.1.3. Proses Penentuan Belanja Pemerintah
Masyarakat sebagai pemilik dana tidak secara Iangsung menentukan belanja barnng-barnng publik. Di negara demokratis, masyarakat diwakili oleh pejabat publik yang secara Iangsung alan ticIak langsung dipilihnya. Dengan demikian, lrepentingan mereka ditentukan oleh para wakilnya. Dengan asumsi babwa wakil mereka mempuoyai preferensi yang sama dengan pemilihnya maka lrepentingan masyarakat akan terwakilL Dengan proses demokrasi maka kepentingan masyarakat banyak akan akan tercermin dalam belanja pemerintab
2.2. BelaDja Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Desentralisasi YlSkal 2.2.1. BelaDja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
BanIIIg publik lokal """lah barang publik yang manfiwnya terbatas pada mereka yang hidup di lokalitas tertentu (lampu laIu liDIas, pemadam kebakanm). BanIIIg publik nasiooaI adalab barang publik yang manfaatnya dinikmati oleh setiap orang di suatu oegara (pertahanan dan keamanan). Sedangkan barang publik internasiooaI adaIah barang publik yang manfaatnya dinikmati secara natural o\eh seluruh peududuk dunia Penyediaan barang publik lebib baik dilakukan oleh pemerintah daerah dibaudingkan oleh pemerintah pusat karena pemerintah daerah lebib bertangungjawab akau kebutuhan dan preferensi masyarakat dan memiliki lebib besar insentifuntuk melakukau efisiensi.
Dalam kaitannya dengan elisiensi penggunaan barang publik, hipotesis Tiebout meuyatakan bahwa kompetisi antar komunitas menghasilkan penyediaan barang publik lokal yang \ebib efIsjen (Stiglitz, 2000). IDi suatu
aIasan
mengapainterveusi dibutuhkan pemerintah pusat bila te!jadi kegagalan pasar (ekstemalitas, khususnya berkaitan dengan pilihan lokasi dan terbatasnya kompetisi) dan terbatasnya kemampuan redistribusi peudapatan di levellokal.
2.2..2. Desentralisasi Fiskal dan PerekonoJDian Daerah
Pada saat ini desentra\isasi menjadi trend di banyuk negara di dunia, dimana banyak negara meudesentralisasikan kekuatan politik, sumberdaya flSkal dan kekllasaan pembuatan keputusan ekonomi
kepada
pemerintah daerah (Lin, 1991). DesentraIisasi telah dan sedang elilakukau baik di Amerika Latin, Eropa Tinturmaupon
di Asia dengan berbagai alasan seperti peningkatan efisiensi dan efektifitas pembangunan, peningkatan peudapatan, pertumbohan ekonomi,dan mengefisienkan pemerintah, menstabilkan makro elronomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara paska komunis di Eropa Tengah dan
Timur desentralisasi merupakan hasillangsung dari transisi dari sistim sosialis ke sistem pasar dan desentralisasi (Bird dan VaillanCOurt, 2000), di Amerika Latin, penyebab desentralisasi adalab tekanan politik dari rakyat untuk 、・ュッォイ。ウセ@
sedangkaD di Afrika desentralisasi untuk menjamin kesatuan nasional (Workl
Bank, 1999). Di Indonesia, keinginan otonomi muncul disebabkan karena jeleknya performance kebijalcsaman pembangunan dibawah Rezim Orde Bam. Rezim ini tidalc saja gagal dalam meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyaraIcat tetapi juga menyingkirkan masyarakat lokal dan pemerintaban daerab
dalam proses pengambilan keputusan politik penting (Nombo, 2000).
Bird (2000) me\ibat desentralisasi dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan oleh daerah dapat dipandang dari tiga segi. PerIama, desentraJisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah
pusat ke instansi vertika\ di daerab atau ke pemerintah daerab. Kedua, de!egasi yang berhubongan dengan suatu ウゥエオ。ウセ@ dimana daerah bertindak sebagoi perwakilan pemerintah untuk melaksanskan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah. Ketiga, devosi (pe1impaban) berhubungan dengan situasi yang bukan
saja implementasi tetapi juga kewenangan
untuk
memutuskan apa yangdikerjakan berada di daerab. Untuk meni1ai sejauh mana desentra1isisai telab dilakukan tergantung apakah yang sudah di1akukan I.bib bersifat 、・ャイッョウ・ョエイ。ウセ@
delegasi atau devosi. Pandangan dari atas (lop down) seringkali me\ibat desentraJiasi sebagai proses 、・ャ・ァ。ウセ@ sedangkan pandangan dari bawah
proses deseDIraIiasi ini secara Icbih baik, ketiga sudut podang tersebut perlu diguDakan kareua parvlangau dari satu sudut seringkali hanya melihat unsur baik atau unsur buruknya saja dari proses 、・ウ・ョエイ。Qゥ。ウセ@ padahal desentralisasi se1ain mengandung aspek-aspek yang menguntungkan juga terdapat aspek yang merugikan.
Di bidang fiska1, desentm1isasi terjadi jika suatu negara
memindabkan
kelruasaan pajak dan belanja dari pemerintah pusat ke pe_ intah daerah (World Bank, 2003). Dengan adanya desentm1isasi fiskal maka kebijaksaman dari pemerintah daerab diijinkan berbeda dalam rangka memenuhi preferensi penduduk.
sumberdaya
aIam
dan ling1rungan. Rakyat dapat menggugat setiap pejaboIlokaldan organjsasi yang gagal mencapai fungsi yang dirugaskan Ice
mereka.
Desentralisasi mempunyai pengaruh positif dan negatiL Roy BahI (2003) mengidentifikasi kelebihan dan jnga kelemahan desentralisasi sebagai berikut. Kelebihan desentralisasi :
1. Kesejabteraan akan lebih tinggi karena penyediaan jasa dan barang publik akan lebih cocok dengan permintaan penduduk.
2. Pemerintah daerab lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa yang disediakan.
3. Penduduk memiliki keinginan untuk membayar yang lebih tinggi atas barang dan jasa publik karena preferensi merem lebih dihargai.
4. Pendapatan pemerintah akan lebih tinggi karena pemerintah daerah lebih mengenal objek pajak lebih baik sebingga pendapatan dari pajak lebih tinggi
Sedangkan kelemaban desentralisasi
adalah:
1. Kontrol terhadap infIasi menjadi lebih sulit karena pengeluaran oleh pemerintah daerah lebih sulit dikendalikan.
2. Usaha untuk mengoptimalkan sumber dana dalam pembangunan industri dan
infrastruktur publik akan lebih sulit.
3. Ketimpangan antar daerab menjadi lebih tinggi.
Sedangkan
Martinez
(2001) menyatakan bahwa desentralisasiberhubungan dengan efisiensi. distribusi sumberdaya regional dan stahilisasi
ekonomi makro. Pelaksanaan desentralisasi akan memperbaiki efisicnsi ekonomi
dan distribusi sumberdaya regional tetapi akan
mempersulit
stahilitas ekonomipeududuk banyak dan luas wilayah yang 1uas, populasi yang beragam, dan mempunyai ekonomi yang tinggi sedangkan oegara yang sedang peraog atau ... ang menghadapi petaDg akan lebib lersentra1isasi
Kalau secara teori desetralisasi secara jelas telah menjeJaskan manfiurt dan kerugian 、・ウ・ョエイ。ャゥウ。ウセ@ demikian juga penelitian empiriIc mendukung aspek-aspelc posiill; waIaupun bssil penerapan desentraIisasi tidak semua sarna lergantung
pada faktor
di
masing-masing daerah tersebut.Di
Tanzania, desentraIisasimeningkalkan partisipasi masyarakat daIam perencanaan pertanian dan kontruksi fasilitas sosiaI, serta meningkat1can akses masyarakat terbadap kesebatan, air bersib dan peudidikan dasar (Mara, 1990). Di China desentraIisasi mempunyai pengaruh ke pertumbuban ekonomi melalui dampak desentraIisasi fiskaI pada efisiensi ・ォッョッセ@ desentraIisasi sumberdaya regional dan stabilitas makro
ekonomi (Martinez (2001). Peogaruh positif dati desentraIisasi ke pertumbuban ekonomi juga disebabkan karem pengaruhnya pada pembersntasan korupsi Peogaruh desentralisasi pada pembersntasan korupsi juga ditemukan eli Thailand Partispasi rakyat telab membual Pemerintab daerah mejadi lebib baik dan berlrurang level korupsinya Hsッーィ・ォ」セ@ 2001). Sedangkan Faquet (2000) menemukan babwa desentraIisasi lelab merubab prioritas investasi dati
infrastruktur ke pendidikan, sarana air dan sanitasi dan pertanian.
2.2.3. Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Sistim fiskaI eli Indoensia yang dikembangkan pada deleade 70 an merupakan sistim yang tersentraIisasi Pemerintab daerah mendapat dana dari
yang khusus (misalnya: kabupateD, provinsi, dan desa)
maupun
sebogai baotuan program-program sektoral (pembangunan sekolah dasar, kIinik kesebatan,penghijauan, pasar, jalao, jembatan dan air minum). Dengan sistim yang demikian pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat. Selama 198411985
sampai densan 1990/91 konlribusi PAD (pendapatan Asli Daerah) banya 30"10 terbadap total pengeluaran daerah (Hirawan, 1993). Sistim iDi perlu direvisi
karena kemampuan kellangan pemerintah pusat yang menuruD dan pemerintah
daerah perlu didorong untuk mencukupi ke1l8ngaDDya dari sumber dayanya
sendiri (Booth, 1988). Se1ain itu Indonesia sudah selayabya menetapkan deseDlralisasi karena beberapa faktor yang mendukungnya, yaitu jumlah penduduk yang banyak dan wilayah yang 1uas, adanya perbedaan antar daerah dan sudah berkembangnya ekODOmi masyarakat.
Secara funna!, deseDlralisasi di Indonesia sudah mulai di1aksanakan
dengan adanya Undang-Undang No.5 Tabun 1975 tentang pemerintahan daerab,
namun demikian aluran hukum ini tidal< diikuti oleh pembiayaan yang jelas
sehiDgga deseDlralisasi tidal< terlaksana di 1apangan (Mahi. 2001). Demikian juga
perencanaan pembangunan dari bawah yang dimulai pada tahun 1980 kurang
berja1an efektif ktuena pada pengambilan keputusan akhir di Bappenas, pemeriDtah daerah tidak terlibat. Perencanaan yang dimulai dari tiDgkat kecamatan, ke kabupaten, terus ke propinsi dan akhimya ke pusat dibawab koordinasi Bappenas, pada tahap pengambilan keputusan akhir pemeriDtah
.
daerahtidak terhbat (Firtz, 2000). PernyataaD Firzt mungkiD tidal< sepenuhnya benar,
pengambilan keputusan lelsebut maka sentralisasi
perencanaan
pembangunan lebib terasa.Desentralisasi yang setwang diberlalrukan deogan landasan UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 berbeda. Penyeraban sebagaian besar urusan pemerintahan dari pemerintah pusat Ire pemerintah daerah yang dilaIrukan melalui UU No. 22 Tahun 1999 diikuti oleh desentralisasi pembiayaan melalui
UU No. 25 Tahun 1999.
Dengan
adanya konsistensi antara kewenangan dankeuangan te"",but, diperkirakan otonomi daerah akan dapat berjaJan secara lebib
efektif (Mahi, 2002).
Pacla intinya UU No. 22 Tahun 1999 mendesentralisasikan kewenangan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan dan
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan kepacla pemerintah daerah,
sedangkan UU No.25 Tahun 1999 merubah secara mendasar keseimbangan kenangan pusat dan pemerintah daerah mela1ui pembagian basil (revenue sharing)
baik dari pendapatan pajak maupun non pajak. Untuk mengetahui ketentuan-lretentuan desentralisasi sebagaimana diatur dalam kedua undang-undang tersebut berikot ini akan diuraikan latar belakang, kewenangan dan sumber-sumber keuangan daerah menurut kedua undang-nndang tersebut.
2.2.3.1. Latar Belakang Pelaksanaan DesentraJisasi
Datam konsideran UU No. 22 Tahun 1999, disebutkan bahwa kecuali
merupakan amana! UUD 45 desentralisasi dilaksanakan sebagaijawaban terhadap
perkembongan keadaan tersebut dipandang perin UDtuk memberikan kewenaDgan yang luas, nyata dan bertangguDgjawab kepoda daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengatunm, pembagian dan pemanfaalJm sumberdaya nasional serta perimbongan keuangan pusat dan daenIh.
Desentraliasi perlu dilaksanakan agar pemerintah pusat dapat berkonsentrasi pada hal-hal yang strategis, sementara
pemerintab
daerah dapat menangani urusan pembangunan yang sifatnya rutin. Desentralisasi juga perin diberikan karena wilayah Indonesia demikian luasnya sehingga apabilapengelolaan pemerintahan dan ekonomi dilaksanabn secara sentralisasi
maka
potensi daerah tidak bisa tergarap dengan baik dan pengelo1aannya menjadi tidak sesuai dengan keadaan. Dengan demikian desentraliasi mengandung barapan babwa dengan pemberian kewenangan yang luas kepoda daerah maka pusat dan daerah akan secara bersama-sama dapat mengotasi masa1ah-masalah domestik dan internasional seperti tuntutan pembagian basil sumberdaya yang lebib adil, persaingan ekonomi internasional yang lebib ketat, dan perkembangan ekonomi serta kesejabteraan yang lebib tinggi. Kewenangan yang lebib besar pada daerah diharapkan juga akan memungkinkan daerah mengembangkan ekonominya sesuai dengan potensi yang dimiliki, peluang yang terbuka dan kendala yang dihadapi o1eh masing-masing daerah Daerah diharapkan akan dapat mengembangkan ekonominya sesuai dengan keunggnlan komparatif yang dimiliki dan kemudian terjadi sinergi antar daerah dalam perekonomian nasional
2.2.3.2. Kewenangan Pemerintah Daerah
kewenangan dalam bidang polilik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan liska!, agama serta kewenangan bidang lain. Yang dimaksud kewenangan bidang lain kemudian diterangkan dalam pasa1 delapan UU yang sama, meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan, sistem
administrasi negara dan lembaga perekonomian negara" pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Sedangkan kewenangan propinsi diatur dalam UU ini pada pasal sembilan, mencakup kewenangan daIam bidang pemerintah yang bersifat lintas kabupaten dan kola, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainoya. Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom tennasuk kewenangan yang tidak atau belurn dapat dilaksanakan daersh kabupaten dan daerab kola. Sedangkan kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur selaku waltH pemerintah.
Dengan berla1runya UU No. 22 Tabun 1999 ini maka kedudukan pemerintah daerah kabupatenlkota menjadi sangat strategis, dimana pelaksanaan
pembangunan sehari-hari yang berupa proyek-proyek pembangunan sebagian besar dilal<sanakan oleh pemerintah kabupatenlkota. Kewenangan pembangunan yang besar oleh pemerintah daersh ini ditunjang oleh pengaluran keuangan pusat dan daerah melalui UU No. 25 Tabun 1999.
2.2.3.3. Sumber-Sumber Keuangan Daerah
UU ini diatur perimbaugan keuaogan pusat dan daerah yang mencakup pembagian keuaogan antara pusat dan daerah serta pemerataan 8DI8r daerah secara proporsional, demokrstis, adil dan transparan dengan memperbatikan ーッエ・ョウセ@
kondisi dan kebutuhan daerah.
Sumber-sumber keuaogan daerah diatur dalam PasaI Tiga UU ゥョセ@ meliputi: Pendapatan Asli Daerab (pAD), yang terdiri dari: (I) Hasil Pajak Daerah, (2) Hasil Retribusi Daerah, (3) Hasil perusahaan Daerah, (4) Hasil pengelo1aan Kekayaan Daerab yang dipisabkan, serta (5). Lain-1ain Pendapatan Asli Daerab yang sab.
Sedangkan pembagian pajak antara pemerinrab daerah propinsi dan pemerinrab daerab kabupaten diatur pada pasal2 UU No. 18, Tabun 1997. Pajak Propinsi Daerab Tingkat I terdiri dari: (1) Pajak Kendaraan Bermotor, (2) Pajak Baban Bakar Kendaraan Bermotor, dan (3) Bea Balik Nama Kendaaraan Bermotor, sedangkan jeDis Pajak Daerab Tingkat II terdiri dari : (I) Pajak Hotel dan Restoran, (2) Pajak Hiburan, (3) Pajak Reklame, (4) Pajak Penerangan Jalan, (5) Pajak Penggalian dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, dan (6) Pajak Pemanfaatan Air Bawab Tanab dan Air Permnkaan. Melalui UU No. 18, Restribusi Pengambilan dan Pengolahan Golongan C dan Pengambilan dari Bawah dan Permukaan Tanab diubab menjadi restribusi.
Mengenai Pembagian Daerah dati Pajak Bumi dan 8anguDaD, Restribusi Pajak Bumi dan Bangunan serta Pembagian Hasil Sumber Daya Alam diatur sebagai tertera daIam Tabel 1.
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel I. Pembagian Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolebsn Hak Alas Tanah dan Bangunan serta Penerimaan dati Sumber Daya A1am, seperti Tercantumdalam UU No. 25 Tahun 1999
Bidang Pembagian
Pusat(%) Daerah(%)
Pajak Bumi dan Bangunan 10 90
Pero1ebsn Hak alas Tanah dan 20 80
Bangunan
SDA Kehutanan 20 80
SDA Pertambangan Umum 20 80
SDA Perikanan 20 80
MiuyakBumi 85 15
GasAlam 70 30
.
Sumber: Republik Indonesia, 1999
Sedangkan mengenai DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) diatur daIam Pasal 8 UU ini. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutubsn khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN.
I. Kebutubsn Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (I) adalab·
a. Kebutubsn yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, danlatau
[image:23.612.100.517.229.468.2]2. Dana AIokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (I) termasuk yang berasaI dari Dana ReboisasL
3.
Dana reboisasi dibagi dengan imbangon:a. 40"10 (empat puluh persen) dibogikan kepada Daerab pengbasiJ sebagai
Dana AIokasi Khusus
b. 60% (enam puluh persen) untuk pemerintahan Pusat.
4. Kecu.li d.1am rangka reboisasi, daerab yang mendapatkan pembiayaan kebotuhan khusus sebagairnana dimaksud pada ayat (2) menyediakan dana pendamping dari APBD sesuai dengon kemampuan daerab yang bersangkutan.
Mengenai pinjaman daerah, pengaturannya ada di pasal 81, yaim:
I. Pemerimab daerab dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri
danlatau dari sumber luar negeri
untuk
membiayai k.egiatan pemerintahandengon persetujuan DPRD.
2. Pinjaman dari dalam negri diberitabukan kepada pemerintab daerab dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintab pusat.
3. Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri, sebagaimana dimaksud p.da ayat (I), barus mendapatkan persetujuan
pemerintah pusat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Tatacara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada .y.t (I) dan .yat (2), ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Sumber
penerimaan
pemerioIah
daerah laiDnya adalab peuerimaan dari BUMD. Sumber penerimaan daerah ini diatur dalam Pasa1 34, dimana daerahdapat memiliki Bedan Usaha MiJik Daerah
sesuai
dengan peraturan pennvlang_ nndangan dan pembentukannya diatur dengan peraturan daerab.2.3. Keterkaitan Seldor Ekonomi
Analisis optimasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilakuk.an dalam penelitian ini me1ihat dampak alokasi anggaran tersebut palla output, penyerapan tenaga kerja, dan perolehan pajak, dimaoa ketiga faktor tersebut berkaitan dengan produksi dari masing-masing sektor ekonomi di dalam
masyarakat. Sementara tiap-Iisp sektor ekonomi terkait sam sama lain karena produk dari satu sektor menjadi input bagi sektor 1aiDnya. Analisis yang dignnakan nntuk rnengetabui hubungan antar sektor ekonomi tersebut adalab Analisis Input-Output (1-0).
Menurut suatu artikel pada Chainet (European Network on Chain Analysis for Enviromental Decision Support) (2000), sebagai bagian dalam perhitungan pendapatan nasional, Analisis Input-Output lelab dikembangkan sejak tabun t 930
dan pertama diterapkan dalam tabun t 940 nntuk USA. Analisis ini ditemukan o1eh Wassily Leontief (1930) dalam pendekatannya untuk mendisagregasi pendapatan dengan fukus palla bagaimana sektor industri dan perdagangan terkait
dengan dengan sektor ャ。ゥョョセ@ dan bagaimana perdagangan antar
industri
ini mempengaruhi permintaan tonaga kerja dan modaI dalam ekonnmi.sebagai basil dari dampak 10.'08 dari
6naI
demand, dan dampak Iidak langsung yang dihasilkan, dari perdagangan antar industri (IntenlWlime demand). Dengandemikian
maka:Total demand - intermediate demand
+
final demandSatu dari I<egunaan utama Analisis Input-Outpu! adaJab mengamborlam aliran dari barang dan jasa dalam ・ォッョッュセ@ socara simultan menggambarkan hubungan antara prodnsen dan konsnmen dan saling ketergantungan antar industri Tabel Input-Output memuat komponen ekonomi seperti Income, output
dan expenditure, yang dipresentasikan dalam framework yang konsisten
merekonsiliasi ketidak cocokan antara estimasi dari setiap komponen. Menggunakan a1jabar linier, Analisis Input-Output mengijinkan semua aktivitas ekonomi dihubungkan
secara
1angsung dengan petmintaar akhir. Tentu saja permintaan akhir untuk berbagai se1ctor produksi dijumlah menjadi GrossDomestic Product (GDP), yang merupakan salah satu dari ukuran fundamental
perhitungan pendapatan nasionaL Tabel Input-Output ad-Iah penting terntama untuk me08analisis penyusunan strukturaI dalam industri
total pembelian dan penjualan. IDformasi ini kemudian dimasukkan
daIam matrik
atau sejumlah label yang mengambarkan hubungan Output dari seluruh sektorindustri (penjualan ke konsumen, ke u.IusIri dan ekspor) ke dari industri tersebut (seluruh barang, jasa, tenaga keIja dan lainnya dimana industri harus membeli
untuk
mengbasilkan output).DaIam
sistim keseimbengan, total Output sarnadengan total input. Model Input-Output Washington dipublikasikan pada tahun
1967, kemudian diperbaharui dengan
survey
bsru pada tahun 1972, 1982 dan 1987.Pada saat ini Model 1-0
masih
banyak digunakan baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang. Beberspa penelitian yang menggunakan Model 1-0 dan wriasi pengembsngannya yang bsru dipublikasikan anlaralain
Analysis of Javanese InteregionaJ Trade (Sonis, 2000), SIIUktur Tata Ruang Perekomian Indonesia Hmオ」ィ、セ@ 2002), dan An Analysis for Indonesian Regional Structure through the &sial Accounting Matrix (Isoichi Nidaira, 2000).
DaJam
penelitian ゥョセ@ Model 1-0 akan digunakan terutama untukmengetahui hubungan antar sektor ekonomi dan mengetahui dampak dari perubshan-perubshan APBD dan ekspor dalam perkonomian khususnya pada
penciptan Iapangan kerja, penerimaan pajak dan output pada perekonomian daerah. Untuk mernberikan pemaharuan mengenai anaIisis
ini
berikut ini akan2.3.1. Benluk Tabellnput Output
Menurut l・ッョャゥ・セ@ tujuan ulama dari penyusunan Model 1-0 adalah untuk
mencnngkan niIai transaksi antar sektor daIam ekonomi &tau menenmgkan
hubungan fungsiooal antara permintaan untuk output dari tiap-tiap selctor. Seperti juga dalam pendekatan analisis Iainnya, validitas dari IDOdel 1-0 tergantuug pada validitas dari asumsi dasamya (Mangkuprawira, 2000), yaitu:
I. Homogeneity. Setiap komoditi (grup komoditi) disupply oleh
industri tunggal atau satu sektor produksi
2. Proportionality. Output yang dibeli digunakan untuk tiap-tiap
sektor berhubungan seeara linier dengan sektor output.
3. Additivity. Efek total dari banyakjenis produksi adalah penjumlahan efek dari tiap liap faletor secara terpisah.
Pada dasamya Model Leontief adalah tabel transaksi input-output, karena itu tidak deugan sendirinya mempunyai irnplikasi a10kasi optimal dari banyak faktor. Keterbatasan utama dari pendekatan 1-0 adalab bahwa ia menuntut teknologi produksi yaug konstan, sehingga berimplikasi pada tidak validnya basil
anaIisis jika ditarik untuk periode setelab suatu struktur berubah, seperti setelab adanya Krisis Finansial Asia yang taJjadi pada tabun 1997.
Dalam IDOdel 1-0, jumlah faklor yang dirnasukkan dalam tabel ditentukan oleh ketersedian data dan tujuan dari studi. Tabel 1-0 dapat
disusun terbuka atau tertutup tergantung pada tujuannya. Suatu ilustrasi
Tabel 1-0 3 X 3 digambarkan pada Tabel2.
dari sektor ke i (X,) yang diaJokosikan
k.
daIam sektor X,. X, dan X, sertakedalam F sebagai permintaan
akhir.
Total permiotaan dari output dari semuasektor supply ad.lah jumlah permint •• n output oleh sektor pembelian dan permintaan akhir.
Tabel 2. Ilustrasi Table 1-0 3X3
Struktur Alokosi Sektor Pembelian Permintaan Total Input Output
I 2 3 Akhir Output
Sektor Sektor I
XII
XI2
Xu
F,
X,
Supply Sektor 2
Xu
X"
x"
F,
X,
(i) Sektor 3
Xu
X"
X"
F,
X,
Total
V,
V,
V,
-
V
Input Primer
Total
X,
X,
X,
F
X
Input
Tiap baris dati tabel diatas ada lab melekat pada persamaan aljabar, dirnaM
output umurn kemudian dapat ditulis sebagai berikut:
XJJ + X/2 + Xu + FJ =X/ Xli + X11 +XlJ + Fz =X2
XJI + X31+ Xj3 + Fj =X3
Dengan membagi elemen dari kolom transaksi dengan kolom total yang berkaitan kita menemukan koefisien yang mewakili pola pembelian dari liap
sektor. Koefisien ini secara konvensional dicatat sebagai &t. Persamaan diatas
[image:29.612.101.520.260.436.2]a/lX/
+
a/,xl + Q/,xl+
FJ = Xl 02/X1+
QZiXl+
auX2+
F1 = XlQ3/XJ
+
QJ,l'J+ aJJXJ+
FJ = X3dimana
a;;
= X;;IXj
dan menyatakan koefisien (tekoik) Jangsuug. Da1am bentuk malrik. persamaan ter.;ebut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:AX+F=X
dimana : [aij
I
merupakan matrik koefisien, X menyatakan matrik total dan F menyatakao matrik permintaan akhir. Persamaan tersebut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:yang merupakan matrik identitas dengan sebuah dimensi yang sesuai
Ilustrasi ter.;ebut di alas menggambarkan suatu interaksi hubungan inter.;ektor yang mengonf1fllUlSikan fukta bahwa output dipengaruhi oleh permintaan akhir, yang mempunyai komponen pengeluaran rumah tangg .. pengeluaran pemerintah, penyesuaian stok dan ekspor.
2.3.2. Efek Pengganda pada Model Input-Output
adalsh X = (I-Ar' F, dapat diperguDakan untuk analisis atau peramalan. X akan ditentukan oleh keakuratan dati (I-Ar' dan F.
Ada tiga tipe umum efuk pengganda yang sering digunakan untuk
mengestimasi efuk dati perubahan eksogen, yaitu: I. Efuk Pengganda Output dati tiap sektor ekonomi.
2. Efuk Pengganda Pendapatan yang diterima o1eh rumah tangga dati adanya output yang baru.
3. Efuk Pengganda Tenaga Kerja (dalam arti phisilc) yang diperkirakan diterima
karena adanya output yang bam tersebut.
Multiplier dopat dibedakan antara initial effect dati perubahan exogen (permintaan akhir) dan total effects dati perubahan tersebut. Total erek dopat didifinistkan daIam dua jalan, pertama sebagai direct and indirect effect (dampak
langsung dan tidak Iangsung), yang berarti mereka akan didopatkan metalui elemen dati Leonlie! itrllerse dati model terbuka atau kedua, sebagai direct. indirect, and induced effect, yang berarti mereka didapatkan lewat elemen Leontie! itrllerse dati model yang tertutup. Mndel tertutup adaIah model yang memasukkan rumah tangga sebagai salah satu sektor daIam perekonomian, sedangkan pada model terbuka, rumah tangga merupakan exogen, menjadi bagian dati permintaan akhir.
2.3.2.1. Erok PeaKgaada Output
Suata multiplier output untuk sektor j didifmisikan sebagai total niJaj
produksi daIam se1uruh sektor ekonomi yang perlu daIam rangka memenuhi satu dollar dari permintaan akhir untuk output sektor j (Miller, 1985). Nilai ini merupakan peujumlahan angka-angka daIam kolom ke j dari Matrik Leonlie!
invers.
Ramus erek pengganda output adalab sebagai berikut «(Miller, 1985):
dimana:
I = nomor baris
J = nomor kolom
OJ
elek pengganda seletor ja
= elemen dalam inversMatrik
Leontief2.3.2.2. Erok Poaggaada Poadapataa
Efek pengganda pendapatan meagulrur perubahan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga (penyedia tenaga kerja dalam perekonomian) yang diakibatkan oleh perubahan daIam pengeluaran permintaan akhir. Perubahan pendapatan ini didekati secara sederhana dengan mengkomersi setiap elemen daIam suatu kolom khusus dari (l-Arl yang meaguirur nilai dari etek output langsung dam tidal< Iangsung ke dalam pendapatan rumah tangga melalui koefisien-koefisien input rumah tangga. Koefisien ini ad-Iah koefisien pada boris ke (n+ I), Pendapatan Ramah Tangg .. yang digunakan daIam model tertutup dan
demildan efek セN@ sektor j meogukur efek
IangsuDg
dantidak Jangsuug dati
adanya tambahan satu dollar daIam permintaan akbir pada sektor j terbadap pendapatan ruroab tangga yang diniJai daIam dollar (Miller, 1985).
Rumus daIam efek penggaDda pendapatan adalah «(MiIIer, 1985)
•
H,=LU_IJa.
dimana: =
u =
a =
,.1
efek pengganda peodapatan koefisien pendapatan
elemen dari invers matrik Leontiet:
2.3.2.3. Efek PeDggaDda TeDaga Kerja
Selain terhadap pendapatan, kita juga dapat meugestimasi hubllD8an
antara nilai output dari suatu sektor dengan tenaga kerja dari sektor tersebut.
(dalam terminologi phisik, bukan nilai uang), jadi disini bisa dihitung efek penggada tenaga kerja utuk tiap-tiap sektor. PerhitUDgannya parolel deugan perhitllD8an efek pendapatan dari rumah tangga seperti diatas. Perbedaaanya adalah pada perhituugan efek pengganda tenaga kerja maka koelisien dari input tenaga kerja digunakan untuk mengganti koefisien rumah tangga. Rumus dari multiplier tenaga kerja dengan demikian menjadi (Miller, 1985):
•
E/=LWIJ+la,
dimana:
w
'-I
=
=
2.3.2.4. Efek Pen_cia Pajak
Paralel dengan efek tenaga kerja seperti diatas, etek pengganda pajak juga dapat dihitung. Perbedaaanya adalah koefisien
dari
input tenaga kerja diganti dengan koefisien pajak. Rumus dari efek penggada pajak dengandemikian menjadi:
•
T
j =Lt"la,
'-1
dimana: Tj
t =
=
efek pengganda pajak koefisien pajak
2.3.2.5. Daya Penyebaran dan Derajal Kepekaan
Dalam berbagai analisis 1·0 pada Tabel 1-0 Indonesia dan propinsi ditarnpilakan analisis daya penyebaran dan derajat kepekaan. Daya penyebaran
(power of dispersion) sektor j merupakan istilah lain dari etek pengganda output
(output multiplier). Untnk keper1uan perbandingan antar sektor, etek pengganda output ini dinonnalkan dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor dengan rata-rata dari selnrub sektor . Ukuran yang dihasiIkan dari proses ini disebut sebagai indek daya penyebaran atau penyebaran ke belakang (bacward spreod) dan indek daya penyebaran atau dikenal dengan indek kepekaan atau penyebaran ke depan (forwad spreod).
dimana:
FS = Forward Spread
BS Ba<:kward Spread
a
= elemen Matrik lovers Leontief2.3.3. Penurunan Model 1-0 Kabupaten dari Model 1-0 PropiDsi
Metode RAS pertama kali dikembangkan oleh Prof Richard Stone dari Cambridge University, Inggris. Metode ini telah banyak digunakan, misalnya dalam penyusunan Tabel Output Indonesia Update 1983, Tabel Input-Output Perhubungan 1986, Tabel Input-Input-Output 1988 untuk menganaiisis APBN dalam beberapa Tabel luput-Output Propinsi.
Pada intinya metode RAS merupakan metode untuk memperkirakan matrik koefIsien suatu matrik 1-0 (1-0 Dasar) pada Tabel Input-Output yang
akan disusun dengan menggunakan informasi koefisien input, total permintaan
barn dan total permintaan input antara pada tabel dasar (Mangiri, 2000). Selanjutnya untuk memperoleh Tabel 1-0 yang lebib bagus, beberapa informasi penting yang dapat diperoleh perlu dimasukkan dalam beberapa elemen matrik
barn. Informasi ini misalnya adalah data pada seklor industri pengo1aban, sektor
terkena pengaruh tersebut horus dikurangkan sebesar angka yang sudah dimasukkan daJam Matrik tersebut.
Beberapa data sekunder yang diperlukan untuk menyempurnakan Tabel
1-o
turunan adalah·\. PDRB Kabupaten menurut sektor 2. PDRB Kabupaten menurut penggunaan 3. Konsumsi Rumab Tangga (dari data Susenas) 4. Konsumsi Pemerintab dari APBD
5. PMfB dan Stok (dari survey BPS) 6. Ekspor dan Impor
2.3.4. Kaitan Model 1-0 dengan APBD
Kegiatan pemerintah daerah merupakan faktor penting dalam ekonomi daerah karena baik sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran dari kegiatannya
mempunyai dampak besar pada kegiatan ekonomi daerab. Untuk melihat dampak kegiatan pemerintab dalam ekonomi, maka aktivitas pemerintab tersebut perlu diintegrasikan ke dalam Tabel 1-0.
Berikut ini akan diuraikan keterkaitan APBD dengan Tabel 1-0, meliputi uraian komponen APBD, keterkaitannya dengan model 1-0 dan teknik mengukur
dampak kegiatan pemerintab dengan mengunakan analisa 1-0.
2.3.4.1. Sisi Penerimaan APBD
daerah berupa pajak dan penerimaan dari luar. Struktur peoetimaan APBD dapat diperinci sebagai berikut (Mangiri, 2000.b):
I. Penerimaan Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak 1angsung ada lab dana
yang
diIarik pemerinlah setelab produksi sudab terjadi tetapi belum sampai Ire konsumen. Pajak ini oleh produsen akan dibebankan ke konsumelL Pajak ini biasanya digllMkan untuk mengeremkonsumsi suatu baraog, misalnya minuman keras, rokok dan 1ain-1ain.
DaJam praktekoya, pajak ini ditarik o1eh pemerintah dari produsen atau penjua1anya dan selanjutnya produsenlpenjual baraog akan membebankennya ke konsumen. Cootoh pajak seperti ini .d.lah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Penerimaan Pajak Langsung
Pajak 1angsung adaIah pajak yang ditarik 1angsung dari badan atau
perorangan
yang
pendapatannya relatif tinggi Tujuan pemungutan pajak iniadaIah untuk pemerataan pendapatan. Contoh pajak ini adalab Pajak Pertambahan Hasil (PPh).
3. Penerimaan Pajak Iainnya
Pajak ini merupakan restribusi yang ditarik dari kekayaan atau basil bumi. Pajak ini daIam perhitungan PDRB dimasukkaa sebagai pajak tidak 1angsung
4. Penerimaan atas Keseimbangan Keuangan Pusat
Daerah menerima dana lreseimbangan dari pusat daIam rangka
keseimbangan anggaran daerah untuk mengurangi ketidakmerataan antar daemh.
S. Pinjaman, bantuan dan penerimaan lainnya
2.3.4.2. Sisi Pengeluaran APBD
Pengeluaran daIam APBD dikelompokkan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluanm pembangunan. Keterangan dari pengeluaran ini adaIah sebagai beriIrut:
I. Pengeluanm Rutin
Pengeluran rutin merupakan pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan rutin (secara tcrus menerus dilakukan) dan kegiatan pemelibaraan. Yang
termasuk dalam pos penge1uaran ini misalnya adalab: gaji pegawai, pemelibaraan aset, tagihan listrik, telpon, air dan biaya administrasi.
2. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluran pembangunan merupakan pengeluaran pemerintab daerah yang sifatnya terbatas jangka waktunya atau dengan kala lain merupakan pengeluaran proyek. Pengeluaran ini dilakukan oleh dinas dan instansi pemerintab daerab lainoya.
2.3.4.3. Kaitan antara APBD dan Tabel 1-0
Sisi pengelunm biasanya lidak secara ekplisit terdapat dalam Model 1-0 Standar, maka untuk mengetahuinya pengeluaran yang dimasukkan dalam K wadran II ini perlu diperinci lebib lanjut ke dalam biaya rutin dan belonja pembangunan. Belonja rutin yang jum1ahnya
sarna
dengan input Sektor Pemerintah masuk dalam Kuadran Permintaan Akhir, sedangkan belonja pembangunan dalam Tabel 1-0 dikelompokkan dalam Perminlaan Akhir unluk Investasi (Kwadran II). Pengeluaran pembangunan juga dapa! dimasukkan dalam sektor lersendiri dalam Kwadaran I. Dengan demikian di dalam Kwadran I lerdapal sektor barn, yaitu Sektor Pemerintah.2.3.5. Pengaruh APBD
Tabell-O dapat digunakan untuk:
I. Memperkirakan penerimasn dari pajak dan keuntungan dari BUMO, yang bisa diperinci berdasarkan sektor-sektor ekonomi sehingga selain dapat berfungsi sebagai prediksi penerimasn juga dapal digunakan sebagai alai kontrol penerimaan.
2. Mengetahui dampak alas anggaran yang dicanangkan da1am APBD lerbadap pendapatan , penerimasn pajak, dan jumlah lenaga kerja yang diserap.
Teknis perhitungan dampak APBN terbadap penyerapan lenaga kerja, pendapatan dan penerimasn pemerintaa adalah sebagai berikul:
2.3.5.1. Dampak APBD terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
L (p, •• 6) = 1 (P •• ,J) [I-A] -I F .. alau
L (p •• ,b) = 1 (p._,b) Xl
dimana:
Lfp,.,b) jumlah tenaga kerja mCDurut keahlian yang akan diserap per tahun
I (p,.,b) = koefisien tenaga kerja menurut ォ・。ィャゥ。ョセ@ dan
Xl = output setiap sektor atas harga konstan
2.3.5.2. Dampak Terbadap Pendapatan Masyarakat
Dampak APBD terhadap pendapatan dapat diukur dengan rumus sebagai berikut (Mangiri, 2000b):
f(I, .. ,I) = Y(g,II.I) [I-A]-I Fb. alau
Yrg,II,f) = Yfg,lI,lj Xb.
dimana:
f(g,II,I) =
Y (g,_,I) =
x,
=jumlah pendapatan masyarakat menurut perao kerja. gaji, laba usaha non formal, laba dibagikan dari usaha formal tiap tahun.
koefisien pendapatan masyarakat serta pendapatan masyarakat lainya termasuk bunga masyarakat, dan output setiap sektor atas buga berlaku setiap tabun
2.3.5.3. Dampak terbadap Penerimaan Pemerintah
Rumuo untuk menghitung dampsk diata. adalab(Mangiri, 2000.b):
Try,v,.J) = (r., .. ,.J) [I-A] -I Fh. alau
T
ry
,,,,3) = 't.,V,3} [I-A} -/ Xbdimana:
T(v.w.s) =
t (V,W,s) =
jumlab pendapstan penerimaan daerah menurut pajsk tsk
langsung, pajsk Iangsung, psjsk pendapstan termasuk perseroan serta lainnya dan pengeluaran subsidi setiap tabun.
koefisien pendapatan pernerimaan daerah menurut koID-panen penerimaan dan pengeluaran subsidi. Besaran koefisien ini sering disebut parameter pendapstan
output setiap sektor atas barga ber1aku setiap tabun
2.4. Optimasi Anggaran Pemerintah
2.4.1. Penerimaan dan Belanja Pemerintab Daerah
2.4.1.1. Penerim.an Daerah
Penerimaan daerah terrliri dari:
I. Bagian Sisa Lebib Perhitungan Anggaran Tahun Yang Lalu
lni merupakan sisa lebib perhitungan tahun yang lalu yang dignnakan pada anggaran Pendapalan dan Belanja tahun anggaran berilrutnya.
2. Bagian Pendapatan Asli Daerah
lni merupakan penerimaan yang bersumber dari somber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari: (I) Pajak Daerah, (2) Restribusi Daerah, (3) Bagian Laba Usaba Daerah, dan (4) Penerimoan Lainnya.
3. Bagian Pendapalan dari Pemerintah dan Instansi yang Lebib Tinggi
lni merupakan komponen yang diberikan kepada Pernerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan komposisi-komposisi tertentu, sebagai penerimaan pemerintah untuk penyelenggaraan otonomi daerah. Penerimaan yang termasuk dalam golongan ini adalab: (I) Bagi Hasil Pajak, (2) Bagi Hasil Bukan Pajak. (3) Subsidi Daerah, (4) Bantuan Pembangunan, dan (5) Penerimaan Lainnya.
4. Pinjaman Pemerintah Daerah
1.4.1.1.
Peng.laaran Da.rahPengeluaran claerah dibagi menjadi dua golongon bosar, yaitu: Pengeluaran Rutin don Pengeluaran Pembangnnan.
Pengeluran Rutin
Pengeluaran rutin dibagi menjadi: I. Belonja Pegawai
2. Belonja Barong 3. Biaya Pemeliharaan 4. Belanja Perjalanan Dinas s. Belanja Lain-lain
6. Angsuran Pinjaman/Hutang dan Bunga
7. Gonjaran, Subsidi don Sumbangan kepacla Daerah Bawaban 8. Pengeluaran yang tidak masuk bagian lain
9. Pengeluaran Tidak Terduga
Pengeluaran Pembagunan
I. Industri
2. Pertanian dan Kehutanan 3. Swnherdaya air dan Irigasi 4. Tenaga Kerja
5. Perdagangan. Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah dan Koperasi
6. Transportasi
7. Pertambangan dan Energi
8. Pariwisata dan Telekomunikasi Daerah 9. Pembangunan Daerah dan Pemukiman
10. Lingkungan Hidup dan TataRuang
II. Pendidikan. Kebudayaan Nasional, Kepereayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, Pemuda dan Olah Raga
12. Kependudukan dan Keluarga Sejahtera
13. Kesehatan, Kesejahteraan sッウゥ。セ@ Peranan Wanita, Anak dan Remaja 14. Perumahan dan Pemukiroan
15. Agama
16. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 17.Hukum
18. Aparatur Pemerintah dan Pengawasan
19. Politik, Penerangan. Komuninikasi dan Media Massa 20. Keamanan dan Ketertiban Umum
1.4.2. Optimasi Anggaran Pemerinlah Daerah
1.4.z.1. Optimasi Produksi Barang dan Jasa Publik
&rbeda dengan optimasi produksi barang privat yang ditentukan oleh mekanisme pasar, optimasi barang publik ditentukan oleh proses politi!<, dan secara langsung oleh wakil-wakil masyarakat (David, 1973).
Proses peuentuan jeDis dan jumlab barang publik yang diproduksi di suatu
pe!DOI illl.han daerab melalui jalan yang cukup panjang, dati sejak penentuan strategi pembangunan daerab sampai ke persetujuan anggaran oleh
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerab alas rencana anggaran yang disusun oleh eksekutif. Proses penentnan ini adalah proses politi!<, namun demikian abematif-alternatif solusi keputusannya dapat lebih dahnlu dipersiapkan melalui proses perhitungan secara rasional ekonomis untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Kepentingan-kepentingan rakyat dapat didif"misikan sebagai tujuan-tujuan yang akan dicapai dan kemudian akan perhitungan optimasi dengan mempertimbangkan kendala yang dihadapi.
1.4.l.l. Optimasi Anggaran P.merintah Daerab
Anggaran pemerintab daerab disusun untuk menjalankan fungoi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah. DaIam bid_ ekonomi, tujuan pembangunan daerab soringkali berupa jumlab output, jumJah !onaga kerja, distribusi pendapatan dan penerimaan daerah. Dengan
demikian maka alokasi anggaran diharapkan akan dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan tersebut secara maksimal.
Karena setiap seldor memiliki kontribusi y _ berbeda terbadap Output,
!onaga kerja, distribusi pendapatan dan pendapatan daerab maka perbedaan alokasi anggaran pemerintah menurut soldor akan mempengarubi peneapaian nilai-nilai tersebut. sセ。ャ。ョ@ hal tersebut maka untuk mencapai tujuan-tujuan
ー・ュセ@ tersebut, anggaran ー・ュ「セ@ perlu dialokasikan sedemikian
rupa sebiogga tujuan pembangunan dapat dicapai secara optimal
DaIam
rangka menyusun optimasi anggaran pembangunan daerab makaperlu diketabui lebib dabulu konstribusi masing-masing soldor ekonomi terbadap tujuan セ@ dan pengarub anggaran pembangunan terbadap tingkat produksi per soldor ekonomi Pada intinya, anggaran hams diaIokasikan pada seldor sektor セ@ memberikan konstribusi besar pada tujuan pembangunan. Nanum demikian karena terdapat banyak tujuan pembangunan yang akan dicapai
maka alokasinya menjadi lebib rumit. Untuk mengatasinya diperlukan program optimasi seperti Linier Programming. Sedangkan untuk mengetahui hubungan-bubungan antara alokasi anggaran dengan produksi barang dan jasa diperlukan Analisi.
1-0.
Sehingga untuk mengetabui optimasi anggaran pemerintab1.4.3. LInear dan Goal Programming
Modellnpul·Output hanya bersifat deskripsi dan bebas nilai (netntI) dari
pandangan kebijaksanaan. la mengatakan apa bukan bagaimana seharusnya.
Lebih jauh, kenetIalannya tidak mengbaJangi Tabell·O diambil secara praktis daIam studi pengaruh (impac/) ekonomi, pendugaan ([orcas/ing), dan pengunaan lainnya yang banya berarti jika asumsi restriksi dati mndel tidak diabaikan. Kekuatan Analisis 1·0 mendiskripsikab hubungan antar industri, aspek tekniknya dan karakteristiknya yang bebas オゥj。セ@ juga merupakan kelemabannya
ketika
dilibat dari perpektif lain. Operasi Model 1-0 lemab ketika parameter berubah. Mereka tidak memasukkan mekanisme untuk menangkap efek substitusi baik daIam kernajuan teknologi maupun pola perdagangan. Mereka tidak meoyadari babwa peningkatan daJaro perminlaan akbir mungkin tidak terjadi jika kapasitas terhutas atau ada barobatan lain daIam sistim ekonomi Dengan demikian ketika dipertimbangkan sebagai aJat perencana, Model 1-0 kurang dopat mengakomodasi pereneanaan pemerintab yang seringkaJi berorientasi pada tujuan ("goal oreinled,. Korona itu sebagai aJat perencana, Analisis 1-0 juga lemah karena tidak memasukkan eflSiemsisumberdaya, suatu hal yang menjadi kepeduJian ilmu ekonomi Korona potensi kelemaban Mndell-O ini maka kita perlu mengkonversi Mndell·O ke daJarn benluk Linear Prograroming, suatu hal yang mungkin diJakukan karena I'() dan
Linier Programming sarna-sarna merupakan model ekonomi linier (O'Connor
Kelebihan dari model Linear Programming versi 1-0 adalah model ini dapat mengefisienkan sumberdaya yang terbatas untuk meneapai tujuan. Kelebihan ini sangat penling leareno dalam perencanaan ekonomi, khususnya perencanaan regional selalu berhadapan dengan masalah kelangkaan sumberdayo.
Linear Progranuning rnenyadari bahwa banyak produksi yang feasible tetapi analis memilih satu yang memaksimumkan manfaat atao meminimumkan hiaya. lni juga pendekatan yang sangat fleksible wena ada banyak tujuan yang bisa dioptimisasikan. Fungsi tujuan (antara lain, fungsi linier untuk memaksimumkan atau meminimumkan dengan kendala tertentu) dapat memaksimumkan
GRP
(Gross Regional Product), meminimumkanbiaya transportasi regional, meminimumkan investasi pada sektor tertentu dengan kendala pernenuhan permintaan yang akan datang dan lainnya. Struktur dari fungsi tujuan akan tergantung pada kegunaan dari ュッ、・セ@
apakah untuk suatu peramalan ekonomi, alokasi sumberdaya dalam ruang
atao waktu, program optimasi investasi atau analisis penggunaan sumberdaya dan persyaratan mvestasi suatu industri tertentu.
O'CODl1Or and Henry (1975) menyarankan bahwa fin31 demon <lapat dianggap proporsional dengan jumlab penduduk.
Untuk dapat membangun model linier programing versi 1-0, berikut
ini
akan tcrlebih dahulu prinsip dasar LP. Uraian akan meliputi LP dengan tujuan tunggal dan LP dengan tujuan ganda.2.4.3.1. Linear Programming
Riset operasi merupakan suatu tcknik analisis yang bertujuan untuk menentukan kegiatan-kegiatan terbaik (optimum) dari suatu masalah pengambilan keputusan dengan kendala sumberdaya. Bentuk umum model riset operasi terdiri dari sutau fungsi tujuan (objective
function) dan beberapa pembatas (restriction) yang dinyatakan dalam
beberapa peubab-peubab pengambil keputusan (decision variable) dari suatu permasalaban (Tab., 1992) . Formulasi LP adalab sebagai berikut:
Optimumkan Fungs; Tujuan:
Dengan /renda/a:
QIIX/+aI1X2+ ... +OII1X" U。エ。オセ「j@
D1/X} + Q21X2 + ... + QlnX,r 5atau セ「ャ@
0./X/+0Ill1X2+ ... +o"'"X,. $alau;}!bm
Syarat non negatif:
Dalam bentuk ringkas sebagai berikut:
Optimumlwn:
Z - EC,Xj, untulcJ -1,1, ... , n
Dengan syaral:
dan
dimana:
Z - nilai skaIar kriteria pengambilan keputusan; fungsi
t1!iuan
C;
-
koefisien peubah pengambi1an keputusanX - peubah pengambi1an kepuIusan atau kegiatan yang ingin dicari niJai. nilainya
a;j - koefisien input-output (teknologi) peubab pengambil keputusan datin kegiatan yang bersangkutan daIam kendala ke i
b, - sumberdaya yang terbalas, yang membatasi kegiatan atau usaba yang bersangkutau yaitu kendala ke i
Dalam program linier terdapat beberapa asumsi, Emesto P. Abarientos
(1972) , yaitu:
1. Linieritas: perbandingan antara input yang satu dengan input yang lainnya, atau input dengan output besarnya tetap dan tidak tergautung pada tingkat produksi.
2. Addifitas : Kriteria optimasi dari fungsi tujuan adalab jumlah dari nilai
sumberdaya
yang
dignnakan ada lab sarna deugan penjumJabandati
sumbenlaya untuk masing-masing aktivitas.
3. Divisibilitas: peubah pengambilan keputusan Xj, jika diperlukan dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan.
4. Proporsionaiitas : jika peubah pengambilan keputusan Xj, maka
perubohannya akan menyebor dalam proporsi yang sarna terbadap fungsi tujuan CjXj dan juga pada kendalanya
au
Xj. Jika Xj dinaikkan dna kali maka secara proporsional nilai-nilai aijx.;
juga akan uaik dna kali lipat.5. Finiteness: Proses pemrogramannya pada jumlah ahernatif aktivitas dan keodala sumberdaya yang terbatas.
6. Deterministik: pameter dalam peubah peugambilan keputusan C, a, dan b ditentukan dan diketahui terlebih dahulu secara pasti
Pemecaban Program Linier dapat mengguuakan teknik grafik, a1jabar, simplek dan beberapa teknik khusus seperti teknik Vogel untuk masalah transportasi. Teknik Simplek merupakan teknik yang paling banyak digunakan karena sederhana.
Ada beberapa proses pemeeahan masalah yang perlu dipahami pada tahap optimal dan proses pemecahan
masalah
dengen perancangan linier, yaitu:I. Aktivitas yang masuk dalam program optimal akan memiliki "reduce
eosin atau "opportunity cost" sama dengan nol. Ini berarti bahwa dalam
2. Untuk aktivitas yang masuk dalam progrann optimal "opportunity cost" aktivitas tersebut akan tidak soma dengan ョッセ@ sehingga kalau satu unit aktivitas ini dimasukkan ke daIam program optimal, akan menurunkan nilai fungsi tujuan sebesar nilai opportunitasnya.
3. Kendala yang habis dipakai habis akan memiliki harga bayangan (shadow price) yang positif dan tidak soma dengan nol Artinya penambahan satu unit faktor produksi yang terbatas ー・ョケ・、ゥ。ョョケセ@ akan menambah nilai program optimal sebesar nilai bayangan sumberdaya yang tehatas itu. Dalam hal ゥョセ@ harga hayangan mempunyai makna yang serupa dengan nilai produk marginal dalam teorl produksi. Pogram optimal menunjukkan adanya keseimbangan pasaran, sehingga nilai program optimal atau nilai per unit kegiatan aktivitas Dyata masuk daIam program optimal akan soma dengan biaya faktor-faktor produksi dinilai dengan harga bayangan yang bersangkutan
4. Faktor produksi yang tidak terpakai habis dan masih ada sisa, harga bayangannya sarna dengan DoL Penambahan satu unit faktor produksi ini dalam program optimal akan merubah nilai progmm.
2.4.3.2. Goal Programming
Pada kenyataannya tujuan pengambilan keputusan dalam manajemen dan industri seringkali tidak satu, dan antar tujuan mempunyai konflik. Pengambilan secara demikisn umumnya dilakukan dengan membentuk model optimasi dengan tujuan ganda (Multi Objective Programming).
tujuan simu1tan tidal< dapat
ditentukan.
MOP mencari suatu set solusi yang elision. juga disebut non dominated atau Pareto-Optimal Solutions. EIemen-elemaot dari set efilien ini .dalah solusi feasibel dimana tidak ada solusi feasible lain yang dapat dicapai sarna atau \obib baik untuk semua tujuan dan jelas lebib baik (stricly be«",) untuk paling tidak satu tujuan (Romero, 1987).Tiga jalan utama untuk menghasilkan atau paling tidak mendekati set
efisien ada1ab sebagai berikut:
I. Metode Pembobotan (The Weighting Method), dimana tiap tiap tujuan dibobot
dan kemudian dijnmlabkan.
2. Metode Kendal. (The constrain method), dimana satu dari tujuan-tujuan dioptimasi sementara yang lain dispesifikasi sebagai kendala. Set
yang
eflSien didapatkan dengan menjadikan sisi sebelab kanan (nilai sebelab kanan dari tanda sarna dengan) darinyuan
sebagai kendala.3. Metode Simplek Muhi Kriteria (The Multicriteria Simplex Method). Dimana semua titik ektrim elisien didapatkan dengan pergerakan dari satu Iitik ektrim
ke
titik ektrim yang berdekatan.Pendekatan MOP menghasilkan suatau set solusi yang elision. Zeleny (1976) dalam Romero (1987) mengusu1kan metode ini disebut sebagai Metode Compromise Programming (CP). Pada tabap petama CP mengeset Iitik ideal. Koordinat ini dipero\ob dari nilai optimal dari tujuan-tujuan yang berbeda yang didapatkan dari Program LP Tujuan Tunggai. Jika titik
idea1
tersebut tidak feasible, solusi eflSien yang paling dekat dengan titik ideal tersebutyang
ditetapkan o\ob CP sebagai nilai solusi optimum (atau best-compromise solution). Tergantung dari ukuran dari jarak yang dil!'makan, set solusi kompromise dapat
Salah satu bentuk MOP ad.Jab Goal Programming. Goal Programming adaJ.h suatu modiflkasi Linear Programming Konvensional. Ia berbeda dengan teknik Linear Programing terutama daIam peISpektifuya. Model Linear Pmgramming memfokuskan diri pada problem penentuan aIokasi