• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Unsur Hara Makro Pada Manur Sapi Dengan Penambahan Cacing Tanah Lumbricus Rubellus dan Effective Microorganism-4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Unsur Hara Makro Pada Manur Sapi Dengan Penambahan Cacing Tanah Lumbricus Rubellus dan Effective Microorganism-4"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN UNSUR HARA MAKRO PADA MANUR SAPI

DENGAN PENAMBAHAN CACING TANAH

Lumbricus

rubellus

DAN

EFFECTIVE MICROORGANISM

-4

ARDYANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ARDYANSYAH,Peningkatan Unsur Hara Makro pada Manur Sapi dengan Penambahan Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Effective Microorganism-4. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI dan HENDRA ADIJUWANA.

Manur sapi adalah kotoran sapi yang nilai ekonominya dapat ditingkatkan menjadi produk yang bermanfaat, misalnya pupuk organik. Unsur hara makro dan mikro manur sapi dapat ditingkatkan melalui pengomposan dengan aktivator komersial effective microorganism-4 (EM4) dan dengan pertumbuhan media cacing tanah (L. rubellus) yang disebut vermicompost. Penelitian ini membandingkan unsur hara makro manur sapi dari dua lokasi peternakan di Bogor dengan perlakuan EM4 dan cacing tanah. Unsur-unsur hara makro yang dianalisis pada penelitian ini adalah nitrogen, karbon organik, kalium, kalsium, fosforus, sulfur, dan magnesium. Unsur-unsur hara tersebut dianalisis dengan metode spektroskopi serapan atom, gravimetrik, dan Kjeldahl. Perlakuan manur sapi dengan EM4 dan cacing tanah L. rubellus dari kedua lokasi peternakan berhasil meningkatkan unsur hara makro N, C/N, P, K, Ca dan Mg, kecuali C-organik. Unsur hara S meningkat pada perlakuan EM4, tetapi tidak pada perlakuan dengan cacing tanah.

ABSTRACT

ARDYANSYAH.Enhancement of Macro Nutrient in Cow’s manure with An Addition of Earthworm Lumbricus rubellus and Effective Microorganism-4. Under the direction of DONDIN SAJUTHI and HENDRA ADIJUWANA.

Cow’s manure is cow feces which economic value can be increased to be a functional product, e.g. organic fertilizer. Macro and micro nutrient of cow’s manure can be increased through composting with commercial activator of effective microorganism-4 (EM4) and with media growth of earthworm (L. rubellus) called vermicompost. This research’s objective was to compare macro nutrient of cow’s manure from two farms in Bogor with treatment of EM4 and earthworm. Macro nutrients which were analyzed in this study were nitrogen, organic carbon, potassium, calcium, phosphorus, sulfur, and magnesium. Those nutrients were analyzed with atomic absorption spectroscopy, gravimetric, and Kjeldahl method. The treatment of cow’s manure with EM4 and earthworm L. rubellus from two farms successfully enhanced macro nutrient N, C/N, P, K, Ca and Mg, except C-organic. Macro nutrient S enhanced with treatment of EM4, but

(3)

PENINGKATAN UNSUR HARA MAKRO PADA MANUR SAPI

DENGAN PENAMBAHAN CACING TANAH

Lumbricus

rubellus

DAN EFFECTIVE MICROORGANISM-4

ARDYANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Peningkatan Unsur Hara Makro Pada Manur Sapi Dengan Penambahan Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Effective Microorganism-4

Nama : Ardyansyah

NIM : G44201045

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D Ir. Hendra Adijuwana, MST

NIP 130 536 684 NIP 130 321 037

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP 131 473 999

(5)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Peningkatan Unsur Hara Makro pada Manur Sapi dengan Penambahan Cacing Tanah L rubellus dan Effective Microorganism-4.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D dan Ir. Hendra Adijuwana, MST yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Irma H. Suparto, M.S. yang telah memberikan bimbingan, saran, nasehat kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga kepada keluarga terdekat, Ayah, Ibu, Opung, Om dan tante, serta adikku Arny atas segala dukungan. Penghargaan penulis sampaikan kepada staf Pusat Studi Satwa Primata, mbak Ayu, mbak Rini, dan teman- teman di Pusat Peternakan Cacing Cibinong, Mas Henry, Mas Pri, Budi. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Reza, Ifyal, Steven, Kadut, Novi, Farid, dan Jayus atas bantuannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Pasir Mandoge, Sumatera Utara pada tanggal 16 Februari 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Sujarno A dan Rosminah.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah Lumbricus rubellus ... 1

Pupuk Kandang ... 2

Manur Sapi ... 2

Nitrogen ... 2

Fosforus ... 2

Kalium ... 3

Kalsium, Sulfur dan Magnesium ... 3

Effective Microorganism-4 ... 3

Spektroskopi Serapan Atom ... 4

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat keasaman (pH) ... 6

Kadar Air ... 6

Kadar Nitrogen ... 7

Kadar C-organik ... 7

Nisbah C/N ... 7

Kadar Fosforus dan Kalium ... 8

Kadar Kalsium, Magnesium, dan Sulfur ... 9

SIMPULAN DAN SARAN ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai rerata untuk penetapan pH ... 6

2 Nilai rerata untuk penetapan kadar air ... 6

3 Nilai rerata untuk penetapan kadar nitrogen ... 7

4 Nilai rerata untuk penetapan kadar C-organik ... 8

5 Nilai rerata untuk penetapan nisbah C/N ... 8

6 Nilai rerata untuk penetapan kadar fosforus ... 8

7 Nilai rerata untuk penetapan kadar kalium ... 9

8 Nilai rerata untuk penetapan kadar kalsium ... 9

9 Nilai rerata untuk penetapan kadar magnesium ... 9

10 Nilai rerata untuk penetapan kadar sulfur ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan kalium ... 23

2 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan sulfur ... 24

3 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan fosforus ... 25

4 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan magnesium ... 26

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir metode penelitian ... 13

2 Diagram alir penetapan C-organik ... 14

3 Diagram alir penetapan nitrogen ... 15

4 Diagram alir destruksi basah ... 16

5 Diagram alir penetapan kalsium ... 16

6 Diagram alir penetapan fosforus ... 17

7 Diagram alir penetapan kalsium dan magnesium ... 17

8 Diagram alir penetapan sulfur ... 18

9 Pereaksi kimia ... 18

10 Standar kualitas kompos assosiasi bark kompos Jepang ... 19

11 Standar nilai hasil analisis tanah (Puslit tanah) ... 19

12 Data penetapan pH ... 19

13 Data penetapan kadar air ... 20

14 Data penetapan C-Organik ... 21

15 Data penetapan kadar nitrogen ... 22

16 Data penetapan nisbah C/N ... 22

17 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan kalium dengan AAS ... 23

18 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan sulfur dengan AAS ... 24

19 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan fosforus dengan AAS ... 25

20 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan magnesium dengan AAS ... 26

(10)

PENDAHULUAN

Kebutuhan pupuk organik mulai meningkat karena tanah pertanian banyak tercemar bahan kimia. Penggunaan pupuk organik yang bebas dari bahan kimia sangat diperlukan mengingat tuntutan yang tinggi dari masyarakat akan produksi pertanian yang bebas residu bahan-bahan yang berbahaya. Pupuk organik juga berperan dalam meningkatkan mutu tanah pertanian melalui perbaikan struktur tanah dan kapasitas penahanan air dalam daerah perakaran dan mengikat nutrien utama lainnya, yaitu nitrogen dan fosforus sehingga mutu produksi pertanian akan meningkat pula.

Salah satu cara menghasilkan pupuk organik ini dengan pengolahan oleh cacing tanah. Cacing tanah yang paling sering digunakan adalah Lumbricus rubellus karena reproduksinya yang tinggi dan ketahanannya terhadap lingkungan baru. Kandungan hara serta komponen kimiawi hasil metabolisme cacing tanah dapat menjadi pemasok unsur hara tanaman. Cacing tanah dapat hidup dalam media pertumbuhan dari kotoran sapi dalam jangka waktu tertentu dengan keadaan terlindung dari matahari dan hujan. Selanjutnya, media cacing tersebut akan berubah bentuk dan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Produk ini dikenal sebagai

vermicompost (kascing). Oleh karena itu, kasting banyak mengandung unsur-unsur hara baik makro maupun mikro serta hormon pertumbuhan, seperti auksin, sitokinin, dan giberelin (Lavelle et al. 1999). Penelitian mengenai kandungan unsur hara makro dan mikro kasting telah dilakukan oleh Morarka (2006); hasilnya lebih tinggi rata-rata 2% dibandingkan dengan pupuk kandang manur sapi biasa.

Cara lain untuk pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi (manur) dilakukan dengan pengomposan atau perombakan bahan organik pada kondisi lingkungan yang lembab oleh sejumlah mikroba atau organisme pengurai. Mikroorganisme yang banyak digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah mikroba yang mampu menguraikan limbah organik hingga menjadi kompos. Penambahan aktivator seperti produk komersial effective microorganism-4 (EM4) merupakan terobosan dalam pembuatan pupuk. Aktivator ini diduga dapat mengaktifkan pengomposan, menekan patogen tanah, menyerap logam berat, dan menambah ketersediaan unsur hara.

Penelitian ini bertujuan membandingkan unsur hara pada manur sapi tanpa perlakukan

dengan manur sapi yang diperlakukan dengan EM4 dan cacing tanah. Manur sapi yang digunakan berasal dari dua lokasi peternakan di Bogor. Unsur hara yang dianalisis antara lain: karbon organik (C), nitrogen (N), fosforus (P) kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), sulfur (S), dan nisbah C/N. Selain itu, kadar air dan pH juga dianalisis pada penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Dua spesies yang terkenal dari cacing tanah di daerah bagian Virginia adalah

Nightcrawler (L. terristis) dan cacing tanah merah (L. rubellus). Cacing-cacing tanah ini untuk pertama kali dikenalkan beberapa tahun yang lalu yang berasal dari Eropa. Di Indonesia, cacing L. rubellus sering disebut juga dengan nama cacing Jayagiri (Rukmana 1999). Cacing ini mampu menghasilkan kompos, berkembang biak pada media yang rendah nutrisi, dan daya reproduksinya tinggi (106 kokon/tahun).

Cacing tanah hidup di tanah yang lembab dan kaya zat organik seperti di bawah pohon atau tumpukan bahan organik. Pada musim hujan, cacing tanah hidup di dekat permukaan tanah. Pada kondisi sangat kering, cacing tanah hidup dalam tanah, menyelubungi diri dengan bahan berlendir, dan mengalami dorman. Habitat alami cacing tanah adalah tanah dengan suhu 15 ºC hingga 25 ºC, kelembaban 15% hingga 50%, dan pH netral (7.2) (Rukmana 1999).

Cacing tanah L. rubellus mempunyai peran yang penting bagi umat manusia. Selain digunakan sebagai obat-obatan, cacing ini juga berperan dekomposer dan dapat membantu pengolahan tanah dan taman. Sebagai dekomposer, cacing tanah dapat menguraikan dan merombak benda-benda yang sudah lapuk menjadi tanah. Sementara itu, di dalam pertamanan, cacing tanah dapat membantu membawa udara ke dalam tanah, mencampur mineral-mineral tanah, dan dapat membantu air hujan masuk ke dalam tanah.

(11)

PENINGKATAN UNSUR HARA MAKRO PADA MANUR SAPI

DENGAN PENAMBAHAN CACING TANAH

Lumbricus

rubellus

DAN

EFFECTIVE MICROORGANISM

-4

ARDYANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

ARDYANSYAH,Peningkatan Unsur Hara Makro pada Manur Sapi dengan Penambahan Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Effective Microorganism-4. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI dan HENDRA ADIJUWANA.

Manur sapi adalah kotoran sapi yang nilai ekonominya dapat ditingkatkan menjadi produk yang bermanfaat, misalnya pupuk organik. Unsur hara makro dan mikro manur sapi dapat ditingkatkan melalui pengomposan dengan aktivator komersial effective microorganism-4 (EM4) dan dengan pertumbuhan media cacing tanah (L. rubellus) yang disebut vermicompost. Penelitian ini membandingkan unsur hara makro manur sapi dari dua lokasi peternakan di Bogor dengan perlakuan EM4 dan cacing tanah. Unsur-unsur hara makro yang dianalisis pada penelitian ini adalah nitrogen, karbon organik, kalium, kalsium, fosforus, sulfur, dan magnesium. Unsur-unsur hara tersebut dianalisis dengan metode spektroskopi serapan atom, gravimetrik, dan Kjeldahl. Perlakuan manur sapi dengan EM4 dan cacing tanah L. rubellus dari kedua lokasi peternakan berhasil meningkatkan unsur hara makro N, C/N, P, K, Ca dan Mg, kecuali C-organik. Unsur hara S meningkat pada perlakuan EM4, tetapi tidak pada perlakuan dengan cacing tanah.

ABSTRACT

ARDYANSYAH.Enhancement of Macro Nutrient in Cow’s manure with An Addition of Earthworm Lumbricus rubellus and Effective Microorganism-4. Under the direction of DONDIN SAJUTHI and HENDRA ADIJUWANA.

Cow’s manure is cow feces which economic value can be increased to be a functional product, e.g. organic fertilizer. Macro and micro nutrient of cow’s manure can be increased through composting with commercial activator of effective microorganism-4 (EM4) and with media growth of earthworm (L. rubellus) called vermicompost. This research’s objective was to compare macro nutrient of cow’s manure from two farms in Bogor with treatment of EM4 and earthworm. Macro nutrients which were analyzed in this study were nitrogen, organic carbon, potassium, calcium, phosphorus, sulfur, and magnesium. Those nutrients were analyzed with atomic absorption spectroscopy, gravimetric, and Kjeldahl method. The treatment of cow’s manure with EM4 and earthworm L. rubellus from two farms successfully enhanced macro nutrient N, C/N, P, K, Ca and Mg, except C-organic. Macro nutrient S enhanced with treatment of EM4, but

(13)

PENINGKATAN UNSUR HARA MAKRO PADA MANUR SAPI

DENGAN PENAMBAHAN CACING TANAH

Lumbricus

rubellus

DAN EFFECTIVE MICROORGANISM-4

ARDYANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul : Peningkatan Unsur Hara Makro Pada Manur Sapi Dengan Penambahan Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Effective Microorganism-4

Nama : Ardyansyah

NIM : G44201045

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D Ir. Hendra Adijuwana, MST

NIP 130 536 684 NIP 130 321 037

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP 131 473 999

(15)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Peningkatan Unsur Hara Makro pada Manur Sapi dengan Penambahan Cacing Tanah L rubellus dan Effective Microorganism-4.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D dan Ir. Hendra Adijuwana, MST yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Irma H. Suparto, M.S. yang telah memberikan bimbingan, saran, nasehat kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga kepada keluarga terdekat, Ayah, Ibu, Opung, Om dan tante, serta adikku Arny atas segala dukungan. Penghargaan penulis sampaikan kepada staf Pusat Studi Satwa Primata, mbak Ayu, mbak Rini, dan teman- teman di Pusat Peternakan Cacing Cibinong, Mas Henry, Mas Pri, Budi. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Reza, Ifyal, Steven, Kadut, Novi, Farid, dan Jayus atas bantuannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2007

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Pasir Mandoge, Sumatera Utara pada tanggal 16 Februari 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Sujarno A dan Rosminah.

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah Lumbricus rubellus ... 1

Pupuk Kandang ... 2

Manur Sapi ... 2

Nitrogen ... 2

Fosforus ... 2

Kalium ... 3

Kalsium, Sulfur dan Magnesium ... 3

Effective Microorganism-4 ... 3

Spektroskopi Serapan Atom ... 4

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat keasaman (pH) ... 6

Kadar Air ... 6

Kadar Nitrogen ... 7

Kadar C-organik ... 7

Nisbah C/N ... 7

Kadar Fosforus dan Kalium ... 8

Kadar Kalsium, Magnesium, dan Sulfur ... 9

SIMPULAN DAN SARAN ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai rerata untuk penetapan pH ... 6

2 Nilai rerata untuk penetapan kadar air ... 6

3 Nilai rerata untuk penetapan kadar nitrogen ... 7

4 Nilai rerata untuk penetapan kadar C-organik ... 8

5 Nilai rerata untuk penetapan nisbah C/N ... 8

6 Nilai rerata untuk penetapan kadar fosforus ... 8

7 Nilai rerata untuk penetapan kadar kalium ... 9

8 Nilai rerata untuk penetapan kadar kalsium ... 9

9 Nilai rerata untuk penetapan kadar magnesium ... 9

10 Nilai rerata untuk penetapan kadar sulfur ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan kalium ... 23

2 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan sulfur ... 24

3 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan fosforus ... 25

4 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan magnesium ... 26

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir metode penelitian ... 13

2 Diagram alir penetapan C-organik ... 14

3 Diagram alir penetapan nitrogen ... 15

4 Diagram alir destruksi basah ... 16

5 Diagram alir penetapan kalsium ... 16

6 Diagram alir penetapan fosforus ... 17

7 Diagram alir penetapan kalsium dan magnesium ... 17

8 Diagram alir penetapan sulfur ... 18

9 Pereaksi kimia ... 18

10 Standar kualitas kompos assosiasi bark kompos Jepang ... 19

11 Standar nilai hasil analisis tanah (Puslit tanah) ... 19

12 Data penetapan pH ... 19

13 Data penetapan kadar air ... 20

14 Data penetapan C-Organik ... 21

15 Data penetapan kadar nitrogen ... 22

16 Data penetapan nisbah C/N ... 22

17 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan kalium dengan AAS ... 23

18 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan sulfur dengan AAS ... 24

19 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan fosforus dengan AAS ... 25

20 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan magnesium dengan AAS ... 26

(20)

PENDAHULUAN

Kebutuhan pupuk organik mulai meningkat karena tanah pertanian banyak tercemar bahan kimia. Penggunaan pupuk organik yang bebas dari bahan kimia sangat diperlukan mengingat tuntutan yang tinggi dari masyarakat akan produksi pertanian yang bebas residu bahan-bahan yang berbahaya. Pupuk organik juga berperan dalam meningkatkan mutu tanah pertanian melalui perbaikan struktur tanah dan kapasitas penahanan air dalam daerah perakaran dan mengikat nutrien utama lainnya, yaitu nitrogen dan fosforus sehingga mutu produksi pertanian akan meningkat pula.

Salah satu cara menghasilkan pupuk organik ini dengan pengolahan oleh cacing tanah. Cacing tanah yang paling sering digunakan adalah Lumbricus rubellus karena reproduksinya yang tinggi dan ketahanannya terhadap lingkungan baru. Kandungan hara serta komponen kimiawi hasil metabolisme cacing tanah dapat menjadi pemasok unsur hara tanaman. Cacing tanah dapat hidup dalam media pertumbuhan dari kotoran sapi dalam jangka waktu tertentu dengan keadaan terlindung dari matahari dan hujan. Selanjutnya, media cacing tersebut akan berubah bentuk dan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Produk ini dikenal sebagai

vermicompost (kascing). Oleh karena itu, kasting banyak mengandung unsur-unsur hara baik makro maupun mikro serta hormon pertumbuhan, seperti auksin, sitokinin, dan giberelin (Lavelle et al. 1999). Penelitian mengenai kandungan unsur hara makro dan mikro kasting telah dilakukan oleh Morarka (2006); hasilnya lebih tinggi rata-rata 2% dibandingkan dengan pupuk kandang manur sapi biasa.

Cara lain untuk pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi (manur) dilakukan dengan pengomposan atau perombakan bahan organik pada kondisi lingkungan yang lembab oleh sejumlah mikroba atau organisme pengurai. Mikroorganisme yang banyak digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah mikroba yang mampu menguraikan limbah organik hingga menjadi kompos. Penambahan aktivator seperti produk komersial effective microorganism-4 (EM4) merupakan terobosan dalam pembuatan pupuk. Aktivator ini diduga dapat mengaktifkan pengomposan, menekan patogen tanah, menyerap logam berat, dan menambah ketersediaan unsur hara.

Penelitian ini bertujuan membandingkan unsur hara pada manur sapi tanpa perlakukan

dengan manur sapi yang diperlakukan dengan EM4 dan cacing tanah. Manur sapi yang digunakan berasal dari dua lokasi peternakan di Bogor. Unsur hara yang dianalisis antara lain: karbon organik (C), nitrogen (N), fosforus (P) kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), sulfur (S), dan nisbah C/N. Selain itu, kadar air dan pH juga dianalisis pada penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Dua spesies yang terkenal dari cacing tanah di daerah bagian Virginia adalah

Nightcrawler (L. terristis) dan cacing tanah merah (L. rubellus). Cacing-cacing tanah ini untuk pertama kali dikenalkan beberapa tahun yang lalu yang berasal dari Eropa. Di Indonesia, cacing L. rubellus sering disebut juga dengan nama cacing Jayagiri (Rukmana 1999). Cacing ini mampu menghasilkan kompos, berkembang biak pada media yang rendah nutrisi, dan daya reproduksinya tinggi (106 kokon/tahun).

Cacing tanah hidup di tanah yang lembab dan kaya zat organik seperti di bawah pohon atau tumpukan bahan organik. Pada musim hujan, cacing tanah hidup di dekat permukaan tanah. Pada kondisi sangat kering, cacing tanah hidup dalam tanah, menyelubungi diri dengan bahan berlendir, dan mengalami dorman. Habitat alami cacing tanah adalah tanah dengan suhu 15 ºC hingga 25 ºC, kelembaban 15% hingga 50%, dan pH netral (7.2) (Rukmana 1999).

Cacing tanah L. rubellus mempunyai peran yang penting bagi umat manusia. Selain digunakan sebagai obat-obatan, cacing ini juga berperan dekomposer dan dapat membantu pengolahan tanah dan taman. Sebagai dekomposer, cacing tanah dapat menguraikan dan merombak benda-benda yang sudah lapuk menjadi tanah. Sementara itu, di dalam pertamanan, cacing tanah dapat membantu membawa udara ke dalam tanah, mencampur mineral-mineral tanah, dan dapat membantu air hujan masuk ke dalam tanah.

(21)

Sejak dahulu, cacing tanah L. rubellus

memiliki manfaat yang beraneka ragam, khususnya di daerah Asia timur mulai dari obat-obatan tradisional sampai untuk keperluan kecantikan bahkan sekarang sudah tidak jarang ditemui bahwa cacing tanah digunakan untuk menu makanan oleh masyarakat Asia dan Eropa.

Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang sudah lama sekali dikenal dan digunakan dalam bidang pertanian. Pupuk kandang termasuk dalam golongan pupuk alam (organik). Pupuk kandang merupakan istilah yang digunakan untuk semua kotoran hewan (padat dan cair) yang digunakan dalam lahan pertanian yang tercampur dengan sisa makanan maupun alas kandang (Foth 1988). Pupuk kandang, berdasarkan bentuknya, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pupuk kandang padat dan pupuk kandang cair. Pupuk kandang telah diketahui dapat memper-tahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah, melestarikan sumber daya tanah melalui pemeliharaan kelembaban tanah, pengurangan erosi dan pengurangan penyerapan pupuk oleh logam-logam tertentu oleh tanah. Pemberian pupuk dapat meningkatkan pH tanah dan meningkatkan ketersediaan unsur fosforus dan kalium

Manur Sapi

Sapi merupakan ternak jenis ruminansia yang mudah menyederhanakan serat kasar melalui aktivitas bakteri pengurai selulosa yang ada pada sistem pencernaannya. Faktor utama yang mempengaruhi komposisi manur hewan adalah jenis hewan, jenis kelamin, umur, makanan, dan lokasi secara geografi (Misra & Hesse 1983). Pendapat yang sama mengemukakan bahwa manur sapi mengandung rata-rata N = 1,9%, P = 0,56%, dan K = 1,4%. Pupuk kotoran sapi yang busuk mengandung tiga kelompok mikroba utama yaitu bakteri, fungi, dan aktinomisetes (Patricio et al. 1982).

Pemanfaatan manur sapi dalam proses pengomposan berhubungan erat dengan penambahan jumlah mikroba perombak dan penambahan kandungan hara bahan kompos. Kotoran ternak merupakan media yang paling cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba (Lodha 1974). Kotoran adalah limbah utama atau paling banyak dihasilkan dari usaha peternakan sapi perah (Siagian &

Simamora 1994). Manur sapi perah rata-rata mengandung 30% bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan aktinomisetes yang terdapat pada kotoran ternak tersebut. Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal dari organisme hidup (tumbuhan dan hewan) yang mengandung senyawa karbon (Gaddie dan Douglas 1975). Manur sapi perah selain mengandung dominan bahan organik juga mengandung unsur hara. Dengan demikian, manur sapi perah yang telah diolah (bukan kotoran ternak mentah) dapat dimanfaatkan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman.

Manur sapi dapat dimanfaatkan sebagai aktivator, yaitu bahan yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dekomposer dalam pengomposan (Gaur 1981). Hal ini disebabkan manur sapi merupakan media hidup yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme karena masih mengandung karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin (yang larut dalam air) yang dibutuhkan mikroorganisme untuk hidup (Lodha 1974). Masalah bau busuk, mikroorganisme patogen, parasit, dan biji rumput liar dapat diatasi dengan pengomposan

Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman sebab nitrogen adalah salah satu unsur penyusun protein, asam nukleat, dan berbagai senyawa nitrogen nonprotein. Berbagai peranan nitrogen dalam pertumbuhan tanaman antara lain: merangsang pertumbuhan vegetatif pada daun, batang, dan akar, merangsang pertumbuhan daun karena nitrogen merupakan penyusun protein dan lemak, serta mempercepat pengubahan karbohidrat menjadi protein dan protoplasma.

Kelebihan nitrogen pada tanaman akan menyebabkan menipisnya bahan dinding sel sehingga tanaman akan mudah diserang hama tanaman dan penyakit. Sebaliknya kekurangan nitrogen ditandai dengan warna daun yang hijau kekuningan dan akhirnya akan mengering (Setyamidjaja 1986).

Fosforus

Fosforus merupakan unsur hara makro bagi setiap tanaman sehingga ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman (Tisdale et al. 1965). Peranan terpenting fosforus adalah dalam proses

(22)

karbohidrat, dan senyawa-senyawa yang berhubungan dengan glikolisis, metabolisme lemak, oksidasi biologis, dan proses transfer energi. Pemberian fosforus penting untuk perkembangan akar yang masih muda, menguatkan batang, dan mempercepat pematangan biji. Fosforus banyak dijumpai dalam bagian biji pada tumbuhan, tetapi secara keseluruhan didapat pada bagian tubuh tanaman yang masih muda.

Kekurangan fosforus dapat menghambat serapan unsur lain, menghambat pertumbuhan, dan perkembangan tanaman serta memperlambat kematangan buah dan menghambat perkembangan daun serta perakaran sehingga sintesis protein tidak berlangsung dengan baik. Apabila tidak terjadi sintesis protein maka akumulasi gula pada daun akan terjadi dan akan merangsang pembentukan antosianin sehingga menyebabkan daun berwarna keungu-unguan.

Kalium

Kandungan kalium yang relatif tinggi diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Kalium mengaktifkan beberapa enzim dan memegang peranan penting pada kesetimbangan air di dalam tanah. Hal ini penting untuk membantu pembentukkan karbohidrat dan protein, mengeraskan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan kekebalan terhadap penyakit, dan meningkatkan kualitas buah yang dihasilkan tanaman. Hasil-hasil pertanian biasanya akan berkurang sangat drastis pada tanah yang mengalami defisiensi kalium. Makin besar produktivitas tanaman, pelepasan kalium dalam tanah akan semakin besar (Soepardi 1983).

Kalsium, Sulfur dan Magnesium

Secara umum, kalsium merupakan bahan utama pembentukan kapur. Biasanya untuk tanah normal kekurangan Ca jarang terdengar. Kapur yang dihasilkan dari proses kalsinasi dari batuan kapur memiliki bentuk senyawa kalsium, yaitu CaO dan Ca(OH)2. Di dalam

kapur, komposisi dari kedua bentuk senyawa ini bervariasi. CaO mudah larut dalam air dan asam. CaO yang bereaksi dengan air akan menghasilkan panas yang tinggi dan juga menghasilkan gugus hidroksil yang bersifat basa (Kusnoputro & Made 1984).

Belerang atau sulfur bersama-sama nitrogen merupakan bagian dari berbagai asam amino termasuk metionin, sistina, dan sisteina yang merupakan komponen utama dari protein tumbuhan dan hewan. Sulfur juga

sangat penting dalam sintesis minyak pada tumbuhan. Perbandingan N:S dalam tumbuhan dan hewan yang normal berkisar sekitar 15:1. Oleh karena sifatnya yang takmobil maka pada stadium dini gejalanya terlihat pada daun-daun muda, berbeda dengan nitrogen. Ion sulfat mudah tercuci dari lapisan tanah yang bermuatan positif. Kebutuhan S pada tanah-tanah pertanian makin meningkat terutama karena berkurangnya penggunaan pupuk yang mengandung sulfur.

Magnesium penting bagi tumbuhan. Peranannya dalam tumbuhan mencakup sebagai bagian dari klorofil yang berfungsi dalam fotosintesis, pembentukan gula, mengatur serapan unsur hara lain, sebagai pembawa fosfat dalam tanaman, tranlokasi karbohidrat, dan aktivator dari beberapa enzim. Unsur ini mobil dalam tanaman sehingga kekurangan unsur ini pertama-tama muncul pada daun yang tua di bagian bawah. Pada tingkat awal terjadi klorosis di antara tulang daun (tulang daun tetap hijau) dan pada tingkat lanjut seluruh daun menjadi kering, kemudian coklat dan mati. Pada spesies lain, terutama kapas, daun bawah berubah warna menjadi ungu kemerahan lalu menjadi coklat dan mati.

Effective Microorganism-4 (EM4)

Konsep EM4 dikembangkan oleh Prof. Teruo Higa dari University of The Ryukyus, Okinawa, Jepang (Higa 1991). EM4 terdiri atas kultur campuran mikroorganisme bermanfaat dan hidup secara alami serta dapat diterapkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikro-organisme tanah dan tanaman. Penelitian telah menunjukkan bahwa inokulasi kultur EM4ke dalam sistem tanah dan tanaman dapat meningkatkan kualitas tanah, kesehatan tanah, pertumbuhan, produksi, serta kualitas tanaman.

EM4mengandung spesies mikroorganisme terpilih yang meliputi populasi dominan dari bakteri asam laktat dan ragi, serta jumlah populasi yang lebih sedikit dari bakteri fotosintetik, aktinomisetes, dan jenis-jenis mikroorganisme lainnya. Semua organisme ini hidup bersama dalam kultur cair

(23)

sangat berguna untuk menekan patogen tanah, mempercepat dekomposisi limbah, meng-hilangkan bau busuk pada limbah, dan mempercepat proses pengolahan limbah (Sumarni 1996).

Spektroskopi Serapan Atom (AAS)

AAS pertama kali ditemukan oleh Alan Walsh pada tahun 1955. AAS merupakan metode analisis untuk logam yang didasarkan pada pengukuran penyerapan sinar resonansi pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom netral dari cuplikan. Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Konsentrasi unsur dalam larutan contoh ditentukan dengan mengukur serapan larutan. Cara ini sangat efektif karena frekuensi radiasi yang diserap adalah spesifik untuk setiap unsur.

Bila larutan diaspirasikan ke dalam nyala api maka dalam nyala api terbentuk suatu larutan berbentuk gas yang disebut plasma yang berisi partikel-partikel atom. Jadi, dalam nyala api terdapat contoh yang telah teratomisasi atau tereduksi menjadi atom-atomnya. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar bila diberi radiasi akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi Pada AAS, radiasi dari unsur sumber radiasi yang sesuai (lampu katoda cekung) dilewatkan dalam nyala api yang telah terionisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Konsentrasi unsur diukur berdasarkan perbedaan intensitas sebelum (Io) dan sesudah (I) diserap oleh atom. Sesuai dengan hukum Lambert Beer, hubungan antara absorban dengan konsentrasi berbanding lurus atau linear yaitu :

A = log Io/I

Komponen utama AAS secara garis besar terdiri atas lampu katoda cekung sebagai sumber radiasi, sistem pembakaran untuk atomisasi nyala monokromator untuk mengatur panjang gelombang, detektor untuk mendeteksi sinyal dan rekorder (pembacaan) untuk pencetak data.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah pH meter, neraca analitik, oven, labu Kjeldahl, instrumen spektroskopi serapan atom, buret,

pipet volumetrik, erlenmeyer, tabung reaksi, labu ukur, bak plastik 2 liter, pengaduk, corong, bejana gelas, cawan porselin, gelas ukur, vortex, pipet 10 ml, pipet 1 ml, dan spektrofotometer ultraviolet-sinar tampak.

Bahan-bahan yang digunakan adalah air destilata, H2O2 30%, akuades, selenium

miktur, HCl pekat, asam sulfat 98%, asam salisilat, larutan NaOH 50%, indikator conway

(campuran indikator brom cresol green dan indikator merah metil), HNO3 pa 65%, HClO4

pa 70%, larutan LaCl3 25000 ppm, EM4 yang

diinkubasi, cacing L. rubellus dewasa, manur sapi berasal dari Rumah Sakit Hewan Kampus Darmaga IPB, dan Kawasan Usaha Peternak Sapi Perah (KUNAK), Cibungbulang, Bogor

Metode Penelitian

Perlakuan manur sapi

Manur sapi sebanyak enam kg dikumpulkan dalam bak plastik dan diaduk sampai homogen, kemudian manur dibagi dalam tiga bagian, masing-masing bak berisi dua kg manur sapi. Bagian pertama tidak diberi perlakuan sebagai kontrol, bagian kedua diberi perlakuan dengan EM4 dan bagian ketiga diberi perlakuan dengan satu kg cacing tanah sebagai media pertumbuhannya. Manur kemudian dibiarkan sampai menjadi kompos (lampiran 1).

Penetapan pH

Pengukuran pH contoh dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebanyak 5 gram contoh dilarutkan dalam 10 ml air destilata dan diukur pH-nya

Penetapan Kadar Air

Cawan kosong dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 1 jam. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang sebagai bobot cawan kosong. Contoh dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 5 gram lalu dipanaskan kedalam oven selama 3 jam. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam eksikator dan bobotnya ditimbang.

Penetapan Kadar C-organik dengan metode Gravimetrik

(24)

dimasukkan dalam tanur suhu 700 0C selama 2 jam, dibiarkan tanur dingin, diangkat dan dimasukkan dalam eksikator sampai dingin dan ditimbang bobotnya (lampiran 2).

Penetapan Kadar Nitrogen

Contoh yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 0.5 gram, lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian dimasukkan 25 ml larutan pereaksi asam sulfat-salisilat. Campuran didiamkan selama 1 jam agar larutan menjadi jernih. Setelah itu, larutan ditambah 4 gram Na2S2O3.5H2O, lalu

dipanaskan secara perlahan-lahan hingga gelembung gas habis. Suhu dinaikkan secara bertahap, sehingga suhu maksimum 300 0C (sekitar 2 jam). Bila telah 2 jam larutan diangkat dan didinginkan. Larutan hasil destruksi kemudian diencerkan dengan air suling. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 500 ml, isi labu ditepatkan hingga tanda tera dan homogenkan. Larutan contoh dipipet sebanyak 25 ml dan di masukkan ke dalam labu suling. Pada labu erlenmeyer diisi dengan 20 ml asam borat 1% sebagai tempat penampungan hasil penyulingan. Sebelum proses penyulingan, larutan ditambah tiga tetes indikator conway. Labu suling dan labu erlenmeyer dipasang ke alat destilator. Proses destilasi dilakukan selama 8 menit. Larutan hasil penyulingan dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga titik akhir titrasi tercapai (warna hijau berubah menjadi merah muda). Pengerjaan dilakukan pula pada larutan kontrol (lampiran 3).

Destruksi Basah

Sebanyak 0.1 g contoh yang telah dihaluskan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu digestion. Ditambahkan 5 ml HNO3 dan 0.5 ml HClO4 dikocok dan

dibiarkan semalam. Dipanaskan pada block digestor mulai dengan suhu 100 0C, setelah uap kuning habis suhu dinaikkan hingga 200

0

C. Destruksi diakhiri bila sudah keluar uap putih dan cairan dalam labu tersisa sekitar 0.5 ml. Didinginkan dan encerkan dengan H2O,

kemudian volume ditepatkan menjadi 50 ml, kocok hingga homogen, biarkan semalam atau disaring dengan kertas saring W-41 agar didapat ekstrak A (lampiran 4).

Penetapan Kalium

Ekstrak A dipipet 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 9 ml air bebas ion, dikocok dengan vortex mixer

sampai homogen. Larutan ini adalah hasil pengenceran 10 × (Ekstrak B), diukur kadar K

dalam larutan B menggunakan spektro-fotometer dengan deret standar campuran I (lampiran 9) sebagai pembanding, dicatat serapan baik standar maupun contoh (lampiran 5).

Penetapan Fosforus

Ekstrak B dipipet 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi (dipipet sebelum pengukuran kadar K) begitu juga dengan deret standar P (standar campuran III) (lampiran 9). Ditambahkan masing–masing 9 ml pereaksi pembangkit warna ke dalam setiap contoh dan deret standar, dikocok dengan vortex mixer

sampai homogen. Contoh dibiarkan 15–25 menit, lalu serapannya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm (lampiran 6).

Penetapan Ca dan Mg

Ekstrak A dipipet 1 ml lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 9 ml air bebas ion dan 1 ml larutan LaCl3 25000 ppm

(lampiran 9). Kemudian 10 ml deret standar Ca dan Mg (standar campuran I) dipipet ke dalam tabung reaksi, ditambahkan masing- masing 1 ml larutan LaCl3 25000 ppm.

Contoh dikocok dengan vortex mixer sampai homogen. Contoh diukur dengan AAS dan dicatat nilai serapannya (lampiran 7).

Penetapan Sulfur

Ekstrak A dan deret standar S (standar campuran III) dipipet masing-masing 1 ml lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 7 ml asam campur dan 1 ml larutan BaCl2 tween (lampiran 9), dikocok

sampai homogen. Contoh diukur dengan spektrofoto-meter pada panjang gelombang 432 nm, dicatat nilai serapannya (lampiran 8).

HASIL DAN PEMBAHASAN

(25)

ditambahkan sebagai pupuk (Setyamidjaja 1986).

Terjadinya kekurangan suatu unsur hara dalam tanah tidak dapat direka begitu saja, kemudian ditentukan pupuk apa yang harus diberikan, tetapi perlu melalui beberapa pengujian. Biasanya gejala kekurangan hara dapat berupa: (1) kegagalan total pada tingkat bibit, (2) tanaman sangat tertekan pertum-buhannya (kerdil), (3) gejala khas pada daun, (4) kematangan terlambat, (5) produksi rendah tanpa adanya gejala pada daun, (6) kualitas tanaman jelek termasuk komposisi kimia, protein, minyak, kadar pati ataupun kualitas penyimpanan, dan (7) bagian dalam (termasuk buah) yang abnormal (Setyamidjaja 1986).

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan solusi alternatif yang bebas bahan kimia karena saat ini pupuk yang dapat mengatasi kekurangan hara dalam tanah dibutuhkan. Pupuk alternatif ini adalah pupuk organik dengan bahan dasar manur sapi dengan aktivator cacing tanah L. rubellus dan (EM4).

Derajat Keasaman (pH)

Tahap awal pengomposan reaksi cenderung agak masam karena bahan yang dirombak menghasilkan asam organik yang sederhana. Keasaman yang tinggi menyebabkan mikroorganisme tidak akan beraktivitas. Nilai pH secara umum dapat digunakan untuk menentukan ketersediaan hara. Nilai pH yang cenderung tinggi menunjukkan keberadaan unsur hara seperti Ca, Mg dan K (Harada et al. 1993).

Nilai pH dengan perlakuan cacing tanah L. rubellus (Tabel 1) meningkat dibandingkan dengan kontrol ataupun dengan(EM4). Pada perlakuan dengan cacing tanah, nilai pH agak alkalis atau basa. Hal ini terjadi disebabkan cacing tanah memiliki kandungan Ca sehingga cacing tanah dapat mendekomposisi manur sapi. Kandungan Ca dalam manur sapi dapat menaikkan pH sehingga perombakan berlangsung dengan cepat.

Nilai pH dengan perlakuan dengan EM4 dan dengan tanpa perlakuan (kontrol) pada manur sapi (Tabel 1) sangat baik karena memiliki nilai yang sangat sesuai dengan standar baku kompos (Lampiran 10). Secara kimia, EM4 dapat membawa pH ke arah netral sehingga ketersediaan unsur hara menjadi semakin mudah bagi perakaran tanaman.

Tabel 1 Nilai rerata untuk penetapan pH Contoh Darmaga pH Contoh Kunak pH Kontrol EM4 Cacing L.

rubellus 7.30 7.55 7.60 Kontrol EM4 Cacing L.

rubellus

7.20 7.40

7.45

Hasil pengukuran pada kontrol dari manur sapi yang diberi perlakuan baik pada cacing tanah ataupun dengan EM4 menunjukkan tidak adanya variasi perubahan pH.

Kadar Air

Kadar air pada contoh manur sapi relatif tinggi, yaitu 86 % bila dibandingkan dengan kotoran hewan lainnya (Harada et al. 1993). Kadar air pada manur sapi ini sangat dipengaruhi oleh kelembapan, suhu lingkungan, serta kondisi iklim selama pengamatan. Selama penelitian, baik kontrol, dengan perlakuan EM4, maupun yang diberi cacing tanah memperlihatkan adanya variasi nilai kadar air.

Kadar air manur sapi baik kontrol maupun yang diberi perlakuan selama pengukuran tertera pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat kadar air terendah terdapat pada kontrol contoh Darmaga, yaitu 14.36% dan untuk kadar air tertinggi didapatkan dengan perlakuan dengan cacing tanah pada contoh Kunak, yaitu 65.69%.

Tabel 2 Nilai rerata untuk penetapan kadar air

Contoh Darmaga (%) Kadar air Contoh Kunak (%) Kadar air Kontrol EM4 Cacing L.

rubellus 14.36 23.60 62.35 Kontrol EM4 Cacing L.

rubellus

19.55 31.42

65.69

Nilai kadar air yang didapat pada cacing tanah contoh Darmaga dan Kunak cukup tinggi bila dibandingkan dengan kontrol atau pun EM4. Pada proses pengomposan dengan EM4, manur sapi yang diberi perlakuan ini

(26)

minimal 2 hari sekali agar kondisi lingkungan tetap lembab.

Kadar Nitrogen

Manur sapi memiliki bahan organik yang masih hijau dan kaya akan asam amino dan asam organik lainnya yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan EM4 maupun cacing tanah.

Nilai kadar nitrogen dengan EM4 bila dibandingkan dengan kontrol menunjukkan adanya peningkatan walaupun tidak tinggi. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan perlakuan dengan cacing tanah, peningkatan yang sangat tinggi terjadi. Peningkatan nilai ini mungkin disebabkan tingginya konsentrasi nitrogen–nitrat pada cacing tanah yang tinggi sehingga kadar N yang dihasilkan cukup tinggi (Gaur 1981).

EM4sebagai aktivator merupakan sumber mikroorganisme yang melalui aktivitasnya menjadikan hara-hara mineralisasi tidak mudah hilang dalam tanah dan tersedia bagi tanaman. Aktivitas mikroorganisme meningkat jika jumlah N mencukupi sehingga proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat dan efektif. Nitrogen dalam senyawa NH3 jumlahnya semakin

rendah karena digunakan oleh mikroorganisme perombak untuk sintesis protein dalam mempercepat aktivitasnya. Hal ini menunjukkan proses dekomposisi berlangsung normal (Higa 1991).

Kenaikan nilai N pada perlakuan dengan cacing tanah yang dibandingkan dengan kontrol dengan nilai perbandingan hampir 300%. Cacing tanah memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu sekitar 64–76% sehingga pada saat mendekomposisi manur sapi yang kaya akan senyawa organik menghasilkan nilai N yang tinggi (Rukmana 1999).

Nilai rerata untuk kadar nitrogen yang terkandung pada manur sapi kontrol contoh Darmaga 1.09% dan untuk kontrol contoh Kunak 1.11%. Tabel 3 juga memperlihatkan kadar nitrogen perlakuan EM4 dan cacing tanah contoh Darmaga berturut-turut 1.46% dan 1.59%, sedangkan kadar nitrogen perlakuan EM4 dan cacing tanah contoh Kunak berturut-turut 3.29% dan 3.46%. Bila dibandingkan dengan standar kualitas kompos (Lampiran 10), kadar nitrogen untuk kedua contoh, khusus dengan perlakuan cacing tanah, meningkat.

Tabel 3 Nilai rerata untuk penetapan kadar Nitrogen Contoh Darmaga (%) N Contoh Kunak (%) N Kontrol EM4 Cacing L. rubellus 1.09 1.46 3.29 Kontrol EM4 Cacing L. rubellus

1.11 1.59

3.46

Kadar C-organik

C-organik adalah unsur yang sangat penting dalam pengomposan selain nitrogen. Kandungan C-organik yang rendah menyebabkan waktu pengomposan berjalan lamban apabila tidak diikuti dengan adanya peningkatan nilai N. Kadar C-organik sangat ditentukan oleh beragamnya bahan organik yang digunakan. Semakin beragam bahan organik yang digunakan, semakin beragam pula senyawa organik yang terkandung di dalam bahan tersebut (Gaur 1981).

Standar kualitas kompos Assosiasi Bark kompos Jepang (Lampiran 10) menganjurkan kandungan bahan organik memiliki nilai > 70%. Pada penelitian ini, nilai C-organik yang didapat mengalami peningkatan pada masing-masing contoh baik itu contoh Darmaga maupun Kunak. Manur sapi dengan perlakuan dengan cacing tanah L. rubellus masih memiliki kadar C-organik yang tinggi bila dibandingkan dengan kontrol ataupun bila dibandingkan dengan perlakuan EM4 dan kontrol. Kadar C-organik yang rendah kemungkinan disebabkan bahan organik yang terkandung pada kontrol ataupun EM4 relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan cacing tanah yang memiliki sangat beragam bahan organik.

Kadar C-organik yang didapat pada penelitian ini (Tabel 4) bila dibandingkan dengan standar yang berlaku pada standar kualitas kompos memiliki kadar yang sangat rendah sehingga dapat dikatakan bahwa walaupun adanya peningkatan C-organik pada cacing tanah bila dibandingkan dengan kontrol maupun EM4, tetapi tidak terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan standar kualitas kompos.

Nisbah Karbon dan Nitrogen (C/N)

(27)

dekomposisi bahan organik akan meningkat dengan penurunan nisbah C/N, tetapi nisbah C/N yang terlalu kecil (lebih kecil dari 30) mengakibatkan peningkatan kehilangan N melalui volatilisasi amonia atau denitrifikasi (Gaur 1981). Pencampuran manur sapi dengan limbah yang mengandung nisbah C/N tinggi memungkinkan tercapainya nisbah C/N yang optimal pada proses dekomposisi. Sesuai standar Asosiasi Bark kompos Jepang yang dikutip Harada et al. (1993), nisbah C/N yang terkandung dalam kompos adalah > 35.

Tabel 4 Nilai rerata untuk penetapan C- organik Contoh Darmaga (%) Kadar C Contoh Kunak (%) Kadar C Kontrol EM4 Cacing L rubellus 40.46 45.39 46.50 Kontrol EM4 Cacing L rubellus

37.77 43.77

46.07

Nisbah C/N yang lebih kecil didapat dengan perlakuan cacing tanah (Tabel 5), tetapi hal ini tidak menunjukkan bahwa proses pengomposan dengan cacing tanah lebih cepat. Cacing tanah L. rubellus menguraikan manur sapi dengan cara memakannya, kemudian melakukan proses pengomposan yang akan menghasilkan kascing sebagai produk pengomposan. Waktu pengomposan yang cepat justru terjadi pada perlakuan dengan EM4 karena bahan organik yang dikomposkan akan membebaskan sejumlah energi. Pada tahap awal pengomposan tersebut, mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat sehingga menaikkan suhu tumpukan.

Tabel 5 Nilai rerata untuk penetapan nisbah C/N Contoh Darmaga Nisbah C/N Contoh Kunak Nisbah C/N Kontrol EM4 Cacing L rubellus 37.12 31.19 14.18 Kontrol EM4 Cacing L rubellus 34.18 27.61 13.39

Kadar Fosforus

Mobilitas unsur ini dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion-ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe dan yang lain membentuk senyawa-senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan yang berbeda-beda (Setyamidjaja 1986). pH memegang peranan

sangat penting dalam mobilitas unsur ini. Kadar fosforus dengan perlakuan cacing tanah mnemberikan nilai yang relatif tinggi atau adanya peningkatan bila dibandingkan dengan kontrol.

Inokulasi dengan cacing tanah sering kali dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pupuk. Kadar fosforus dalam kompos yang matang memiliki nilai antara 0.15–1.50%.

Unsur ini sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Tanah memiliki kadar fosfor yang sedang sekitar 21–40% dalam P2O5

(Setyamidjaja 1986).

Peningkatan unsur ini pada perlakuan dengan cacing tanah disebabkan oleh kandungan fosforus, selain unsur makro yang lain, yang memang terdapat dalam cacing tanah.

Hasil yang didapat baik kontrol, dengan perlakuan EM4, ataupun dengan perlakuan cacing tanah (Tabel 6) memenuhi kebutuhan fosforus dalam kompos yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu, evektivitas fosforus dalam tanah ditentukan oleh sifat dan reaksi antara fosforus dengan tanah yang pada akhirnya akan menentukan jumlah fosforus yang dapat diambil oleh tanaman.

Tabel 6 Nilai rerata untuk penetapan kadar fosforus

Contoh

Darmaga % F

Contoh

Kunak % F Kontrol

EM4 Cacing L rubellus 0.28 0.36 0.41 Kontrol EM4 Cacing L rubellus

0.39 0.35

0.43

Kadar Kalium

(28)

Kandungan kadar kalium (Tabel 7) sesuai standar Asosiasi Bark kompos Jepang (Lampiran 10). Kadar kalium yang terkandung dalam kompos adalah > 0.3% dalam K2O. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan nilai yang sangat baik, walaupun tanpa perlakuan, manur sapi telah memberikan hasil yang cukup baik.

Tabel 7 Nilai rerata untuk penetapan kadar kalium

Contoh

Darmaga % K

Contoh

Kunak % K Kontrol

EM4 Cacing L rubellus 0.43 0.61 1.43 Kontrol EM4 Cacing L rubellus

0.55 0.68

1.56

Hasil yang didapat mengisyaratkan pada manur sapi mengandung beragam senyawa-senyawa organik dan mikroorganisme perombak yang dapat menghasilkan kompos yang baik. Hasil tersebut juga memperlihatkan manur sapi tanpa perlakuan telah memberikan hasil yang cukup baik. Akan tetapi, hasil yang maksimal didapat dengan perlakuan dengan cacing tanah, yaitu sekitar 1.43% untuk contoh Darmaga dan 1.56% untuk contoh Kunak, walaupun manur sapi dengan perlakuan EM4 mengandung mikroorganisme perombak baik itu bakteri, fungi dan aktinomisetes. Hal ini menunjukkan cacing tanah L. rubellus memiliki kemampuan dalam mendekomposisi manur sapi sehingga menghasilkan kompos yang berkualitas.

Kadar Kalsium

Kalsium sangat berguna untuk menetralkan kemasaman tanah. Kebutuhan tanaman terhadap nilai pH bervariasi sehingga kebutuhan kapur juga bervariasi. Jika tanah bersifat masam, maka pengapuran akan terjadi dan hal tersebut tidak disarankan terjadi pada tanah organik. Gaur (1981) menyatakan pH 5.5 sampai pH netral telah cukup menjamin pertumbuhan dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan Ca dengan perlakuan EM4 (Tabel 8) memberikan hasil yang cukup baik bila dibandingkan dengan kontrol, tetapi perlakuan manur sapi dengan cacing tanah memberikan hasil yang lebih baik bila dilihat dengan perlakuan EM4 ataupun kontrol.

Peningkatan kadar Ca pada manur sapi dengan perlakuan cacing tanah terjadi karena cacing tanah mengandung unsur hara esensial takberacun yang sangat dibutuhkan oleh

hormon pertumbuhan tanaman. Lavelle et al. 1999 juga menyatakan cacing tanah memiliki kandungan kimia yang dapat meningkatkan konsentrasi kalsium. Selain itu, cacing tanah dapat mengubah pupuk organik alami yang kandungan haranya tidak mudah terbawa oleh air sekaligus mencegah gulma.

Tabel 8 Nilai rerata untuk penetapan kadar kalsium

Contoh

Darmaga % Ca

Contoh

Kunak % Ca Kontrol

EM4 Cacing L rubellus 0.64 0.86 0.89 Kontrol EM4 Cacing L rubellus

0.86 0.96

0.97

Kadar Magnesium

Kebutuhan magnesium semakin hari semakin meningkat sejalan dengan pemanfaatan lahan marginal untuk pertanian dan kebutuhan hara tanaman akan magnesium. Pemberian magnesium biasanya didasarkan pada perlu tidaknya pengapuran pada tanah. Apabila perlu diberikan maka magnesium harus memberikanefek yang baik. Akan tetapi, bila tidak maka Mg yang diberikan justru tidak menaikkan pH tanah.

Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat dari adanya peningkatan kadar Mg dengan perlakuan dengan EM4 bila dibandingkan dengan kontrol dan cacing tanah (Tabel 9). EM4 merupakan pengomposan dengan fermentasi yang mengandung mikroorganisme perombak dapat mengubah senyawa-senyawa organik dan mineral-mineral yang terdapat pada manur sapi untuk menghasilkan unsur hara makro Mg.

Tabel 9 Nilai rerata untuk penetapan kadar magnesium

Contoh

Darmaga % Mg

Contoh

Kunak % Mg Kontrol

EM4 Cacing L rubellus 0.33 0.49 0.43 Kontrol EM4 Cacing L rubellus

0.43 0.52

0.45

Kadar Sulfur

(29)

pada contoh Darmaga maupun contoh Kunak (Tabel 10).

Tabel 10 Nilai rerata untuk penetapan kadar Sulfur Contoh Darmaga S (ppm) Contoh Kunak S (ppm) Kontrol EM4 Cacing L rubellus 5.0800 5.3535 1.9518 Kontrol EM4 Cacing L rubellus

4.1818 7.4485

2.2980

Berbeda dengan hasil yang diperoleh dengan perlakuan EM4. Kandungan bakteri, fungi, ragi, dan aktinomisetes pada EM4 mengalami oksidasi karena efektivitas unsur ini sangat bergantung pada populasi bakteri dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitasnya. Selain pada tanamanm unsur hara sulfur sangat diperlukan pada tanah. Pemberian sulfur akan meningkatkan flokulasi tanah alkalin.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian perlakuan pada manur sapi dengan EM4 dan cacing tanah L. rubellus dari kedua lokasi peternakan meningkatkan unsur hara makro N, C/N, P, K, Ca dan Mg, serta peningkatan pH dan kadar air. Unsur hara yang tidak mengalami peningkatan adalah C-organik. Unsur hara S mengalami peningkatan pada perlakuan EM4, tetapi pada perlakuan dengan cacing tanah.

Saran

Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan pemantauan perubahan kandungan unsur hara makro secara bertahap berdasarkan waktu pengukuran agar pemanenan pupuk organik dapat lebih efesien.

DAFTAR PUSTAKA

Foth HD. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Ed ke-7. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Gaddie RE, Douglas DE. 1975. Earthworm for Ecology and Profit. Vol II. Ontario: Bookworn.

Gaur AC. 1981. A Manual of Rural Composting. Project Field Document No. 15. New Delhi: FAO of The United Nations.

Harada YK, Haga T, Koshino M. 1993. Quality of compost produced from animal waste. Japan Agricultural Research Quarterly 26:238-246.

Higa T. 1991a. Di dalam: Wididana GN, editor. The concept and theories of effective microorganism. Proceeding of the First International Conference on Kyusei Nature farming. Washington: US Departement of Agriculture. hlm 118– 124.

Kusnoputro H, I Made Jaya. 1984. Khasiat Pembubuhan Kapur Tohor dalam hal daya Membunuh Mikroorganisme (E. coli) dan Peningkatan Alkalinitas pada Lumpur Tinja dari Septik Tank Jamban Jamak di DKI Jakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan FKM-UI.

Lavelle PL. Brussaard and Hendrix P. 1999.

Earthworm Management in Tropica Agroecosystems. New York: CABI.

Lodha BC. 1974. Decomposition of Digested Litter. Di dalam: Dickinson CH, Pugh GJF, editor. Biology of Plant Litter Decomposition. Vol II. London: Academic Press. hlm 213-239.

Misra RV, Hesse PR. 1983. Comperative analyses of Organic Manures In Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. FAO of The United Natons. hlm 24.

Morarka. 2006. Vermiculture Earthworm. www.morarkango.com/morarkango2006/j-an 06.pdf. [16 Jwww.morarkango.com/morarkango2006/j-anuari 2006].

Patricio MM, Quinto M, Sylva M, Lopez R. 1982. Utilization of Farm Manures and Night Soil as Fertilizer. In: Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. FAO of The United Nations. hlm 17.

Rukmana R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Yogyakarta: Kanisius. hlm 14-20.

Setyamidjaja. 1986. Pupuk dan Pemupukan

Jakarta: Simplex.

Siagian PH, Simamora S. 1994. Permasalahan dan penanganan limbah dari usaha peternakan dan rumah potong hewan (RPH). Media Peternakan 18: 76-89.

Soepardi L. 1983. Sifat dan Fisik Tanah.

Bogor: Jurusan Tanah, Fapet, IPB.

(30)

Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1965.

(31)

LAMPIRAN

(32)

Lampiran 1 Diagram alir metode penelitian

Aduk dengan rata

proses proses proses 6-8 minggu 6-8 minggu 6-8 minggu

Manur Sapi alam Bak Plastik

Manur Sapi Homogen 6 kg

Kontrol Penambahan Dengan

Cacing L rubellus

Contoh Jadi - Tidak Bau

Contoh Jadi -Hitam Penambahan Dengan

EM4

Contoh Jadi -Tidak Bau

(33)

Lampiran 3 Diagram alir penetapan nitrogen

Didiamkan 1 jam Sampai jernih

panaskan dipindahkan

labu takar

masuk labu suling

Contoh 0.5 g Ayak dengan saringan 80 mesh

Contoh halus ditimbang 0.5 gram

Masukkan dalam labu Kjeldahl Contoh+25 ml asam

sulfat-salisilat

Contoh jernih+Na2S2O3.5H2O

Contoh didinginkan+air suling 100 ml

Contoh diambil 25 ml Contoh didestilasi selama 8

menit

Ditampung dalam erlenmeyer

(34)

Lampiran 2 Diagram alir penetapan C-organik

Masukkan dalam Cawan Porselin

2 jam Diangkat

Biarkan

Contoh 5 g Ayak dengan saringan 2 mm

Contoh halus ditimbang 5.0 gram

Dipanaskan Dalam Oven 105 0C selama 24 jam Dimasukkan

Eksikator Masukkan

Dalam Tanur 700 0C

Dimasukkan Ke

(35)

Lampiran 4 Diagram alir destruksi basah

Biarkan, uap Warna kuning habis

Lampiran 5 Diagram alir penetapan kalium

Contoh

0.5 g

Masukkan dalam Labu

Contoh + 5 ml HNO3 +

0.5 HClO4

Kocok, biarkan semalam Panaskan pada suhu

1000C

Dipanaskan lagi,suhu 2000C Destruksi sampai uap putih keluar

Contoh disisakan 0.5 ml Diencerkan Dengan Air

dalam labu takar 50 ml Ekstrak A

Ekstrak A dipipet 1 ml

Masukkan dalam tabung kimia

Contoh + 9 ml air bebas ion

Kocok, vortex mixer

Encerkan 10 × (ekstrak B)

(36)

Lampiran 6 Diagram alir penetapan fosforus

Lampiran 7 Diagram alir penetapan Ca dan Mg

dimasukkan

Ekstrak B

dipipet 1 ml

Masukkan dalam tabung kimia

Contoh + 9 ml pereaksi pembangkit

Kocok, vortex mixer Dibiarkan 15–25 menit

Diukur dengan spektrofotometer

Ekstrak A dipipet 1 ml

Masukkan dalam tabung kimia

Contoh + 9 ml air bebas ion

+ 1 ml LaCl3 25000

ppm Dipipet 10 ml standar

Ca dan Mg

Tabung reaksi + 1 ml laCl3 25000 ppm

(37)

Lampiran 8 Diagram alir penetapan sulfur

Lampiran 9 Pereaksi kimia

Larutan standar induk K, Ca dan Mg masing- masing 1000 ppm dalam air bebas ion.

Larutan standar induk PO4 500 ppm dan S 500 ppm dalam air bebas ion.

Larutan LaCl3 2.000 ppm (67 g LaCl3 + 15 ml HCl 25%) dalam 1000 ml air bebas ion.

Deret standar campuran I mengandung K, Ca dan Mg dalam ekstrak yang sama dengan ekstrak contoh dengan kepekatan sebagai berikut:

0; 2; 4; 8; 20; 16; dan 20 ppm K 0; 2.5; 5; 10; 15; 20; dan 25 ppm Ca 0; 0.5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm Mg

Deret standar campuran III mengandung P dan S dalam ekstrak yang sama dengan ekstrak contoh dengan kepekatan sebagai berikut:

0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm PO4

0; 5; 10; 20; 30; 40; dan 50 ppm S

Pereaksi pembangkit pewarna penetapan fosfat:

Pereaksi pekat; 12 g ammonium heptamolibdat + 0.275 g kalium antimoniltartat + 140 ml H2SO4 dalam 1000 ml air bebas ion.

Pereksi encer (dibuat saat akan digunakan, tidak dapat disimpan); 0.53 g asam askorbat + 50 ml pereaksi pekat dijadikan 500 ml dengan air bebas ion.

Pereaksi untuk pengukuran S

Asam campur; 125 ml asam asetat glacial + 50 ml HCl + 50 ml asam fosfat dijadikan 500 ml ( untuk pemakaian diencerkan 5 × dengan air)

BaCl2-Tween; 3 g BaCl2 + 4 ml Tween-80 dijadikan 100 ml dengan air bebas ion.

Ekstrak A dipipet 1 ml

Masukkan dalam tabung reaksi

Contoh + 7 ml asam campur

+ 1 ml BaCl2 Tween

Dikocok, vortex mixer

(38)

Lampiran 10 Standar kualitas kompos assosiasi bark kompos Jepang (Harada

et

al

. 1993)

Parameter Standar

Bahan organik > 70% Total N > 1.2% Nisbah C/N < 35 P2O5 > 0.5%

K2O > 0.3%

pH 5.5–7.5 KTK > 70 meq/100g

Uji benih dapat diterima

Lampiran 11 Standar nilai hasil analisis tanah (Puslit tanah Bogor)

Parameter Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) < 1.0 1.00–2.00 2.01–3.00 3.01–5.00 > 5

N (%) < 0.10 0.10–0.20 0.21–0.50 0.51–0.75 0.75

C/N (%) < 5 5–10 11–15 16–25 > 25

P2O5

HCl 25% < 15 15–20 21–40 41–60 > 60 K2O

HCl 25% < 10 10–20 21–40 41–60 > 60 P2O5

Bray I < 5 5–7 8–10 11–20 > 20 Ca (me/100g) < 2 2–5 6–10 11–20 > 20

Mg (me/100g) < 0.3 0.4–1.0 1.1–2.0 2.1–8.0 > 8.0

K (me/100g) < 0.1 0.1–0.3 0.4–0.5 0.6–1.0 > 1.0

Lampiran 12 Data penetapan pH

Contoh D pH Rerata pH Contoh K pH Rerata pH

Kontrol 7.30

7.30 7.30 Kontrol 7.20

7.20 7.20

EM4 7.50

7.60 7.55 EM4

7.40

7.40 7.40 Cacing

L. rubellus

7.60

7.60 7.60

Cacing

L. rubellus

7.50

(39)

Lampiran 13 Data penetapan kadar Air

Contoh asal Ulangan Bobot contoh basah (gram)

Bobot contoh kering (gram)

Kadar air (%)

Kontrol (D) 1 2

5.0312 5.0113

4.3429 4.2572

13.68 15.04

EM4 (D) 1

2

5.0243 5.0136

3.8043 3.8639

24.28 22.93

Cacing L.rubellus (D) 1 2

5.0311 5.0338

1.7457 2.0437

65.30 59.40

Kontrol (K) 1 2

5.0153 5.0119

3.9946 4.0721

20.35 18.75

EM4 (K) 1

2

5.0164 5.0185

3.3604 3.5219

33.01 29.82

Cacing L. rubellus (K) 1 2

5.0364 5.0362

1.5507 1.9051

69.21 62.17 Keterangan: D (Darmaga), K (Kunak)

Contoh perhitungan:

% 100

× − =

a b a x

Keterangan:

x = kadar air (%)

a = bobot contoh basah (gram) b = bobot contoh kering (gram)

Diketahui:

a = 5.0312 gram b = 4.3429 gram

(40)

Lampiran 14 Data penetapan C-organik

Contoh Ulangan Bobot contoh awal (gram)

Bobot contoh kering 105 0C

(gram)

Bobot contoh kering 7000C

(gram)

% C-Organik

Kontrol D 1 2 5.0021 5.0146 4.3413 4.2679 2.5900 2.5359 40.34 40.58

EM4 D 1

2 5.0008 5.1310 3.8001 3.9929 2.0539 2.2033 45.95 44.82 Cacing

L. rubellus (D)

1 2 5.0321 5.0416 1.7662 2.0695 0.9466 1.1051 46.40 46.60

Kontrol K 1 2 5.0073 5.0091 4.0158 4.1024 2.4661 2.5865 38.59 36.95

EM4 K 1

2 5.0139 5.0245 3.3828 3.5668 1.8673 2.0427 44.80 42.73 Cacing

L. rubellus (K)

1 2 5.0493 5.0276 1.5733 1.9210 0.8461 1.0390 46.22 45.91 Keterangan: D (Darmaga), K (Kunak)

Contoh perhitungan: % 100 × − = a b a x Keterangan: x = C-organik (%)

a = bobot contoh kering 105 0C (gram) b = bobot contoh kering 700 0C (gram)

Diketahui:

a = 4.3413 gram b = 2.5900 gram

(41)

Lampiran 15 Data penetapan kadar nitrogen

Contoh Ulangan Bobot contoh (gram) Contoh volume HCl (ml) Blangko volume HCl (ml) Total Nitrogen (%)

Kontrol D 1 2 0.4887 0.5123 20.20 20.80 1.00 1.00 1.10 1.08

EM4 D

1 2 0.3973 0.3955 21.60 21.70 1.00 1.00 1.45 1.46 Cacing

L. rubellus (D)

1 2 0.1671 0.1842 21.80 21.40 1.00 1.00 3.48 3.10

Kontrol K 1 2 0.4663 0.4780 19.60 19.90 1.00 1.00 1.11 1.10

EM4 K 1

2 0.3578 0.3613 21.40 21.40 1.00 1.00 1.59 1.58 Cacing

L. Rubellus (K)

1 2 0.1501 0.1822 21.00 21.80 1.00 1.00 3.73 3.19 Keterangan: D (Darmaga), K (Kunak)

Contoh Perhitungan:

% N = (A-B) × 14.007 × N × 100% Bobot Contoh (mg)

Keterangan:

A = Volume (ml) HCl 0.02 N untuk contoh B = Vollume (ml) HCl 0.02 N untuk control N = Normalitas HCl 0.02 N

% N = (20.20 – 1.00) × 14.007 × 0.02 × 100% = 1.10 %N 488.7

Lampiran 16 Data penetapan nisbah C/N

Contoh Ulangan Nisbah C/N

Kontrol (D) 1 2

36.67 37.57

EM4 (D)

1 2

31.68 30.69

Cacing L. rubellus (D) 1 2

13.33 15.03

Kontrol (K) 1 2

34.76 33.59

EM4 (K)

1 2

28.17 27.04

Cacing L. rubellus (K) 1 2

12.39 14.39 Keterangan: D (Darmaga), K (Kunak)

Contoh perhitungan:

Nisbah C/N = Total Karbon Total Nitrogen

(42)

Lampiran 17 Data Konsentrasi larutan standar pada penentuan kalium dengan

AAS

Konsentrasi (ppm) Serapan

0 0.000 2 0.020 4 0.040 8 0.088 12 0.140 16 0.186 20 0.243

Data kadar kalium

Contoh Serapan Konsentrasi (ppm) % K 1 0.052 4.6885 0.693 2 0.054 4.8525 0.671 3 0.060 5.3443 1.632 4 0.069 6.0819 1.479 5 0.060 5.3443 1.525 6 0.062 5.5082 1.329 7 0.052 4.6885 0.613 8 0.056 5.0164 0.612 9 0.052 4.6885 0.571 10 0.050 4.5246 0.529 11 0.047 4.2787 0.456 12 0.037 3.4590 0.403

y = 0.0122x - 0.0052

R2 = 0.9981

-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi (ppm)

Ab

so

r

b

a

n

[image:42.612.146.479.257.602.2]

s

Gambar 1 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan kalium.

Contoh perhitungan:

(43)

Lampiran 18 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan sulfur dengan

AAS

Konsentrasi (ppm) Serapan

0 0.001 5 0.047 10 0.094 20 0.173 30 0.232 40 0.268 50 0.325

Data kadar sulfur

Contoh Serapan Konsentrasi (ppm) S (ppm) 1 0.353 51.7344 7.648511 2 0.358 52.5156 7.258499 3 0.064 6.5781 2.008263 4 0.090 10.6406 2.587725 5 0.069 7.35937 2.099645 6 0.070 7.51563 1.814116 7 0.267 38.2968 5.007119

8 0.321 46.7344 5.700047 9 0.309 44.8594 5.463088 10 0.279 40.1719 4.697019 11 0.371 54.5468 5.813615 12 0.162 21.8906 2.550081

y = 0.0064x + 0.0219

R2 = 0.9793

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0 10 20 30 40 50 60

Konsentrasi (ppm)

Ab

so

r

b

a

n

[image:43.612.132.356.241.399.2]

s

Gambar 2 Hubungan antara konsentrasi dan serapan pada penetapan sulfur.

Contoh perhitungan:

(44)

Lampiran 19 Data konsentrasi larutan standar pada penentuan fosforus dengan

AAS

Konsentrasi (ppm) Serapan

0 0.000 2 0.041 4 0.080 8 0.174 12 0.260 16 0.353 20 0.432

Data kadar fosforus

Gambar

Tabel 1  Nilai rerata untuk penetapan pH
Tabel 3  Nilai rerata untuk penetapan kadar                Nitrogen
Tabel 5   Nilai rerata untuk penetapan nisbah                 C/N
Tabel 8  Nilai rerata untuk penetapan kadar               kalsium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan fihak yang lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial, dan masing- masing pihak saling beraksi dan

selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar membantu dan membimbing penulis sampai skripsi ini selesai.. •

Walaupun dalam proses implementasinya, harus tetap kritis, sebab dunia pendidikan juga tidak luput dari tindak pidana korupsi (Teten Masduki, 2009). Dengan

MTs Yajri Payaman telah membentuk berbagai program dalam rangka internalisasi nilai-nilai akhlak siswa diantaranya penerapan kurikulum 2013 yang menuntut adanya penanaman

PT Zurich Insurance Indonesia adalah perusahaan asuransi umum dengan konsep bisnis usaha bersama yang berdiri sejak 1991 dengan Zurich Insurance Company

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan santan dan air yang tepat pada pembuatan Virgin Coconut Oil terhadap rendemen, kadar air dan asam lemak bebas (FFA)

Selain itu wartawan juga harus menguasai penggunaan perangkat keras yang dibutuhkan untuk membantu ketika bekerja (Dewan Pers, 2006 p.29). Keterampilan jurnalis adalah kecakapan

Adanya hubungan yang tidak bermakna pada penelitian ini, karena pada kelompok kontrol lebih banyak yang memiliki rumah dengan kondisi pencahayaan yang tidak